bab ii tinjauan pustaka 2.1 deskripsi ikan tuna (thunnus...
TRANSCRIPT
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Ikan Tuna (Thunnus sp.)
Ikan tuna (Thunnus sp.) merupakan ikan pelagis besar dan bernilai
ekonomis tinggi dan tersebar hampir di seluruh perairan Indonesia. Menurut
Saanin (1968), Ikan tuna termasuk dalam keluarga scombroidae, tubuhnya
berbentuk cerutu, memiliki dua sirip punggung, memiliki jari-jari sirip tambahan
(finlet) di belakang sirip punggung dan sirip dubur. Ikan tuna tertutup oleh sisik
kecil, berwarna biru tua dan agak gelap pada bagian aas tubuhnya, adapula yang
memiliki sirip tambahan yang berwarna kuning cerah (yellowfin) seperti yang
dapat dilihat pada Gambar 1 dan taksonomi dari ikan tuna (Saanin, 1968) adalah
sebagai berikut :
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Klas : Teleostei
Subklas : Actinopterygi
Family : Scombroidae
Ordo : Perciformes
Subordo : Scombridea
Genus : Thunnus
Spesies : Thunnus sp.
6
Gambar 1. Morfologi ikan tuna (Thunnus sp.) Sumber: Wicaksono (2009)
Tuna terdiri atas beberapa spesies diantaranya mata besar
(Thunnus obesus), albakora (T. alalunga), madidihang (T. albacores), sirip biru
(T. maccoyii), dan cakalang (Katsuwonus pelamis). Penyebaran tuna di perairan
sangat ditentukan oleh parameter suhu. Jenis madidihang dan cakalang merupakan
spesies yang paling banyak tertangkap di Indonesia. Berdasarkan Food and
Agryculture Organization (FAO) (2012), madidihang banyak ditemukan di bagian
bawah dan di atas lapisan termokline sehingga penyebaran jenis tuna ini banyak
ditemukan di daerah tropis seperti di Indonesia.
2.2 Limbah Tulang Ikan
Kegiatan pengolahan ikan akan menghasilkan limbah sisa atau hasil
sampingan. Menurut Fahrul (2005), hasil samping atau limbah merupakan bagian
dari tubuh ikan (selain daging) yang tidak terpakai pada pengolahan hasil-hasil
perikanan sebab dianggap tidak dapat menghasilkan produk yang memiliki nilai
tambah. Hasil samping tersebut salah satunya adalah tulang ikan, tulang ikan
tergolong kedalam jenis limbah yang bersifat organik jika tidak termanfaatkan dan
apabila dimanfaatkan lagi akan menghasilkan produk yang bernilai tambah. Lebih
lanjut dinyatakan bahwa umumnya pengolahan tulang ikan dijadikan sebagai
7
bahan baku tepung ikan dan kerupuk yang memiliki nilai ekonomi yang lebih
rendah jika dibandingkan dengan gelatin. Pada ikan tuna yang diolah menjadi
produk loin, akan menghasilkan hasil samping berupa tulang sekitar 15%, kepala
sekitar 30%, sisa kulit dan sisik sekitar 10% (Wiratmaja 2006). Menurut
Hadiwiyoto (1993), ikan tersusun atas tulang pokok pada ikan yang terdiri atas
tulang punggung yang terdiri atas 56-200 ruas tulang yang saling dihubungkan
dengan jaringan pengikat yang lentur (kolagen).
2.3 Cuka Aren
Menurut Baharudin dkk (2012), nira aren adalah cairan yang manis yang
diperoleh dari air perasan batang atau getah tandan bunga tanaman dari keluarga
Palma (palem) seperti aren. Enau atau aren (Arenga pinnata, suku Arecaceae)
adalah palma yang penting di Indonesia karena tergolong tanaman serba guna.
Tanaman aren berukuran besar dan tinggi, dengan diameter hingga 65 cm dan
tinggi pohon dapat mencapai 25 m. Batang pokok aren kukuh dan pada bagian
atas diselimuti oleh serabut berwarna hitam yang dikenal sebagai ijuk yang
merupakan bagian dari pelepah daun yang menyelubungi batang serta buahnya
dikenal dengan nama kolang-kaling (Warta 2009). Dalam keadaan segar, nira
berasa manis, berbau khas dan tidak berwarna. Nira mengandung beberapa zat
gizi yang dapat dilihat pada Tabel 1.
8
Gambar 2. Pohon aren sebagai penghasil air nira Sumber : Warta (2009)
Tabel 1. Komposisi kimia nira aren Komponen Persentasi (%) Karbohidrat 11,18
Protein 0,28 Lemak 0,01
Abu 0,35 Air 89,23
Sumber : Lempang dan Mangopang (2012)
Menurut Lempang dan Mangopang (2012), rasa manis pada nira
disebabkan karena kandungan karbohidrat yang tinggi (11,18%) yaitu golongan
sukrosa. Namun nira merupakan media yang subur bagi pertumbuhan
mikroorganisme sehingga dapat mengalami fermentasi secara alami. Cuka aren
merupakan hasil fermentasi air nira yang telah lama ditemukan oleh masyarakat.
Rasa asam dari cuka disebabkan oleh kandungan asam. Selain asam asetat, cuka
aren mengandung asam alami lainnya seperti asam laktat, asam fumarat, asam
tartarat dan asam propoinat.
Air nira mengandung gugus gula yang secara alami mengalami proses
fermentasi. Proses fermentasi air nira berlangsung dalam 2 tahapan (Baharudin
dkk 2012 ) yaitu :
9
a. Tahapan anaerobik.
Melalui proses anaerobik dengan bantuan ragi alami yang telah ada dalam
air nira diubah menjadi bentuk alkohol. Jenis ragi yang terdapat pada
fermentasi nira adalah Saccharomyces. Ragi akan mengubah glukosa
(C6H12O6) menjadi alkohol (etanol) dan karbon dioksida. Reaksi pengubahan
gugus gula menjadi alkohol dapat dilihat sebagai berikut.
yeast C6H12O6 2CH3CH2OH + 2CO2 Glukosa Etanol Karbon dioksida
b. Tahap aerobik.
Etanol yang dihasilkan dari proses anaerobik teroksidasi (aerobik) menjadi
asam asetat dan air. Menurut Solikhah (2010), mikroorganisme yang hidup
didalam asam cuka memerlukan oksigen untuk melakukan metabolisme. Hasil
oksidasi dari etanol adalah asam asetat, sedangkan metabolisme dari
mikroorganisme akan menghasilkan air. Jenis bakteri dapat tumbuh dalam nira
adalah Lactobacillus plantarum, Acetobacter sp, Bacillus subtillis, Bacterium
aceti, Flavobacterium. Pembentukan etanol dan oksidasi etanol merupakan
proses yang terjadi secara bersamaan. Reaksi pengubahan etanol menjadi
asam asetat dapat dilihat sebagai berikut.
bakteri 2CH3CH2OH + O2 CH3COOH + 2H2O Etanol Oksigen Asam asetat Air
Cuka aren yang difermentasikan selama sekitar 14 hari dapat dimanfaatkan
untuk keperluan sehari-sehari terutama dalam pengolahan masakan khas daerah.
Selain itu, bagian dari tanaman aren dapat digunakan untuk keperluan kerajinan,
bangunan, dan kebutuhan pangan.
10
2.4 Kolagen Sebagai Cikal Bakal Gelatin
Kolagen merupakan salah satu jenis protein fibrial selain keratin dan
elastin dan merupakan penyusun pada hampir sepertiga total massa protein hewan
vetebrata atau hampir 30%. Kolagen juga dapat didefinisikan sebagai material
yang mempunyai kekuatan rentang dan struktur yang berbentuk serat. Kolagen
terdapat dalam semua organ yang menampilkan kekuatan dan kekakuan pada
organisme vetebrata termasuk ikan. Organ-organ tersebut adalah tulang, gigi,
tulang rawan dan urat pada daging dan kulit (Katili 2009).
Menurut Lehninger (1982), kolagen disusun oleh + 20 jenis asam-asam
amino yang mana asam amino glisin merupakan asam amino dengan persentasi
terbesar yaitu berkisar 35%, kemudian diikuti dengan alanin berkisar 11%, selain
itu terdapat asam amino prolin dan 4-hidroksiprolin sekitar 21%. Schrieber dan
Gareis (2007) menyatakan bahwa kedua asam amino prolin dan 4-hydroxiprolin
tersebut tidak di temukan pada jenis protein serat keratin. Hydroxiprolin
merupakan salah satu asam amino pembatas dalam berbagai protein. Walaupun
mengandung asam-asam amino lengkap, kolagen tidak memiliki asam amino
triptofan (Almatsier, 2002).
Menurut Katili (2009), secara fisik kolagen terdiri atas benang-benang
fibrial (heliks) yang saling berpilin erat membentuk suatu struktur yang disebut
tropokolagen. Heliks kolagen yang berpilin menyebabkan kolagen bersifat elastis.
Di antara fibril kolagen terdapat ikatan hidrogen. Ikatan hidrogen antara heliks
kolagen sangat sensitif jika terkena dengan larutan alkali atau asam, dimana asam
atau basa dapat memutuskan ikatan hidrogen sehingga heliks kolagen
mengembang.
11
Almatsier (2002) menyatakan bahwa kolagen bersifat tidak larut air,
namun jika dipanaskan dalam air, asam encer atau basa maka kolagen akan
terkonversi dalam bentuk gelatin. Dalam hal ini konversi kolagen menjadi gelatin
bergantung pada suhu dan larutan asam atau basa sebagai pemecah ikatan
hidrogen pada untaian heliksnya.
2.5 Gelatin
Menurut Pranoto (2006), gelatin merupakan hasil hidrolisis parsial dari
jenis protein kolagen yang merupakan penyusun terbesar pada jaringan pengikat
yang memiliki berat molekul gelatin berkisar 90.000. Di dalam tubuh ikan,
khususnya pada bagian tulangnya terdapat kandungan kolagen sebesar 18,6%
yang merupakan cikal bakal dari gelatin (Wiratmaja 2006).
Menurut Schrieber dan Gareis (2007), secara kimiawi gelatin mengandung
20 jenis asam amino yang tergabung dalam ikatan polipeptida, sama seperti
komposisi kolagen. Senyawa gelatin tersusun oleh satuan terulang asam amino
glisin-prolin-prolin atau glisin-prolin-hidroksiprolin. Bentuk struktur gelatin dapat
dilihat pada Gambar 3. Simbol R pada Gambar 3 merupakan gugus alkil (rantai
samping) yang terdiri atas residu glisin dan residu prolin.
Gambar 3. Struktur kimia gelatin Sumber: Mar and Stewart (1957) diacu dalam Wijaya (2001)
12
Gelatin memiliki sifat yang khas. Gelatin akan mengembang jika direndam
dalam air dan menjadi lunak, serta berangsur-angsur menyerap air 5-10 kali
bobotnya. Gelatin larut dalam air panas dan jika didinginkan akan membentuk gel
yang dapat berubah secara reversible dari bentuk sol ke gel seiring dengan
menurun atau naiknya suhu, membengkak atau mengembang dalam air dingin,
dapat membentuk film, mempengaruhi viskositas suatu bahan dan dapat
melindungi sistem koloid (Amiruldin 2007). Leigner et al (2012) menyatakan
pula bahwa gelatin dapat larut dalam air, asam asetat dan pelarut alkohol seperti
gliserol, propilen glikol, sorbitol dan manitol, tetapi tidak larut dalam alkohol itu
sendiri, aseton, karbon, tetraklorida, benzene, petroleum eter. Karena sifat-
sifatnya, gelatin digunakan sebagai bahan tambahan (additive) pada beberapa
bahan utama industri baik pangan maupun non-pangan
Menurut Junianto dkk (2006), konversi kolagen menjadi gelatin
melibatkan 3 tahapan utama, yaitu
a. Pemutusan sejumlah ikatan peptida untuk memperpendek rantai
b. Pemutusan / pengacauan sejumlah ikatan samping antar rantai
c. Perubahan konfigurasi rantai
Konversi kolagen ini merupakan suatu transformasi esensial dalam
pembuatan gelatin. Junianto dkk (2006) menyatakan bahwa dalam proses
transformasi ini, kolagen harus mendapat perlakuan awal menjadi bentuk yang
dapat diekstraksi. Ekstraksi ini dapat menyebabkan pemutusan ikatan hidrogen di
antara ketiga rantai tropokolagen menjadi tiga untai heliks rantai bebas, dua rantai
heliks saling berikatan dan satu rantai heliks bebas. Serat kolagen akan
mengembang bila direndam dalam asam atau larutan alkali. Berdasarkan
13
Lehninger (1982), bahwa kolagen akan terputus jika terkena asam atau basa dan
akan mengalami transformasi dari bentuk untaian larut dan tidak tercerna menjadi
gelatin yang larut air.
2.5.1 Metode Pembuatan Gelatin
Metode pembuatan gelatin dibagi menjadi 2 jenis berdasarkan jenis pelarut
yang digunakan untuk memecahkan ikatan heliks kolagen. Pelarut yang
digunakan dapat berupa asam atau basa, sehingga berdasarkan pelarut yang
digunakan dikenal 2 metode yaitu metode asam dan metode basa.
a. Metode Asam
Metode asam berarti penggunaan larutan asam untuk memecahkan ikatan
tropokolagen. Jenis asam yang digunakan bermacam-macam baik asam kuat
maupun asam lemah. Asam dapat memecahkan ikatan tropokolagen menjadi
rantai tunggal sehingga jumlah gelatin yang akan terbentuk menjadi lebih banyak
(Lehninger 1982).
Jenis asam organik yang dapat digunakan adalah asam asetat, sitrat,
fumarat, askorbat, malat, suksinat, tartarat, dan asam lain yang aman serta tidak
menusuk hidung. Beberapa jenis asam kuat seperti asam sulfat, asam klorida dan
asam fosfat tidak layak digunakan untuk mengekstraksi gelatin dari kulit karena
akan menghasilkan warna hitam dan bau menusuk pada gelatin yang dihasilkan
(Pelu dkk 1998 diacu dalam Setiawati 2009). Semakin kuat jenis asam yang
digunakan maka akan menyebabkan meningkatnya jumlah kolagen yang terlarut
bahkan akan ikut hilang pada saat pencucian ossein sehingga mempengaruhi
jumlah rendemen yang dihasilkan (Mulyani dkk 2012).
14
Berdasarkan Wiratmaja (2006), metode pembuatan gelatin tulang ikan
tuna yang menggunakan asam klorida (HCl) dengan konsentrasi 3%-7%. Tahapan
pembuatan gelatin diawali dengan penghilangan lemak (degreasing) dengan cara
merebus tulang ikan tuna pada suhu 80ºC selama 30 menit. Selanjutnya, tulang ikan
tuna dibersihkan dari sisa daging dan kotoran lainnya, setelah bersih tulang dijemur
selama 2 hari dan tulang ikan yang kering dipotong menjadi ukuran yang lebih kecil
(1-2cm). Tulang ikan direndam dengan menggunakan asam klorida (3%-7%) dengan
perbandingan asam klorida dengan jumlah tulang ikan (1:4) dengan larutan
perendaman adalah 2 hari. Tulang ikan yang telah direndam akan menjadi ossein.
Ossein dicuci dengan air mengalir untuk menetralkan pH atau menghilangkan sisa-
sisa asam. Tahap selanjutnya adalah ekstraksi yang dilakukan pada suhu 80-90ºC
selama 4 jam. Hasil ekstraksi disaring menggunakan kain blacu. Hasil saringan
berupa larutan gelatin dikeringkan dalam oven yang bersuhu 60ºC selama 24 jam.
Hasil yang diperoleh berupa lembaran gelatin. Lembaran gelatin kemudian
dihaluskan menjadi bubuk gelatin. Alur pembuatan gelatin dapat dilihat pada
Gambar 4.
15
Sumber: Wiratmaja (2006)
b. Metode Basa
Metode pembuatan gelatin dengan proses basa hampir sama dengan proses
asam, namun perbedaanya terdapat pada larutan perendaman bahan (tulang ikan)
yang digunakan. Jenis larutan perendaman yang digunakan adalah larutan basa
(alkali).
Tulang ikan Tuna
Degreasing (suhu 80ºC, 30 menit)
Pembersihan
Pengeringan tulang 2 hari
Pengecilan ukuran tulang
Demineralisasi dalam larutan asam, 2 hari
Perendaman ossein dalam akuades selama 1 hari
Pencucian sampai pH netral
Ekstraksi pada suhu 80ºC-90ºC, 4 jam
Penyaringan
Pengeringan dalam oven (60ºC)
Lembaran gelatin
Gambar 4. Metode pembuatan gelatin tulang ikan Tuna
16
Menurut Astawan dan Aviana (2003), perendaman dalam larutan basa
dinilai kurang efektif, sebab proses basa akan membutuhkan waktu yang lama
dibandingkan dengan proses asam dalam hal mengubah kolagen menjadi gelatin.
Hal ini disebabkan karena larutan basa hanya dapat menguraikan tropokolagen
menjadi rantai ganda.
Amiruldin (2007) melaporkan bahwa tulang ikan yang telah direndam
dalam NaOH (0,4-0,8%) masih mendapat perlakuan dengan perendaman dalam
larutan asam klorida (HCl) dengan konsentrasi 5%. Perlakuan dengan bantuan
asam ini bertujuan untuk mempercepat pemecahan ikatan hidrogen antar untai
heliks sehingga waktu yang dibutuhkan lebih cepat.
2.5.2 Karakteristik Fisik dan Kimia Gelatin Ikan
Gelatin sebagai bahan tambahan makanan (additive) memiliki karakteristik
fisik yang khas seperti kekuatan membentuk gel dan viskositas, namun gelatin
memiliki karakteristik lainnya yang juga penting seperti kandungan proksimat,
pH, titik gel dan titik leleh yang menentukan mutu secara keseluruhan dari gelatin
tersebut. Karakteristik inilah yang membuat gelatin mudah diserap oleh tubuh
sehingga gelatin digolongkan sebagai biological fluids (Bhat dan Agrawal, 2007).
Berdasarkan Badan Standarisasi Nasional Indonesia (1995), FAO (2003)
dan Global Agri System, mutu gelatin dapat dilihat pada Tabel 2.
17
Tabel 2. Standar mutu gelatin
Karakteristik Syarat SNI Syarat FAO Global Agri System
Warna Tidak berwarna, kekuningan pucat
- -
Bau, rasa Normal (dapat diterima konsumen)
- -
Kadar air Maks. 16% maks. 18% maks.12% Kadar abu Maks. 3,25% maks.2% maks.0,5% Kadar lemak - - 0% Nitrogen - - min 15,7% Logam berat Maks. 50 mg/kg Maks. 50 mg/kg maks.0.004 ppm Arsen Maks. 2 mg/kg Maks. 1 mg/kg - Tembaga Maks. 30 mg/kg - - Seng Maks. 100 mg/kg - maks. 2 ppm Belerang Oksida
- Maks. 40 mg/kg -
Timah hitam - Maks. 5 mg/kg maks. 6 ppm Sulfit Maks.1000 Mg/kg - - Kalsium maks. 120 ppm
Sumber : BSN (1995),JECFA (2003) dan Global Agri System (2009)
2.5.2.1 Karakteristik fisik
a) Rendemen
Dalam pembuatan gelatin dari tulang ikan sangat penting bagi kita untuk
mengetahui nilai rendemen gelatin. Rendemen merupakan perbandingan dari
jumlah (g) hasil dengan jumlah (g) bahan baku. Rendemen gelatin adalah
perbandingan jumlah gelatin yang diperoleh dari hidrolisis kolagen dengan jumlah
bahan baku. Nilai rendemen dinyatakan dalam persentasi (%). Dengan
mengetahui nilai rendemen maka akan dapat diperhitungkan aspek ekonomi
pembuatan gelatin.
Jumlah rendemen gelatin ditentukan oleh jenis pelarut atau metode
pembuatannya dan lama perendaman. Gelatin yang diproses dengan asam akan
menghasilkan nilai rendemen yang lebih besar dibandingkan dengan gelatin yang
diperoleh dari proses basa (Wiratmaja 2006).
18
b) Titik gel dan titik leleh
Menurut Scheiber dan Gareis (2007), titik gel dan titik leleh sangat
menentukan aplikasi gelatin itu sendiri seperti pada pembuatan kapsul. Titik gel
(gelation point) adalah suhu dimana gelatin mulai dapat membentuk gel,
sedangkan titik leleh (melting point) adalah suhu dimana gelatin mulai meleleh.
Titik gel dan titik leleh mempengaruhi karakteristik kekuatan gel.
2.5.2.2 Karakteritik kimia gelatin
a. Derajat keasaman (pH)
Menurut Nurilamala (2004), nilai pH dari gelatin akan menentukan tujuan
aplikasi gelatin, pH netral cocok untuk produk daging, farmasi, fotografi, dan
sebagainya sedangkan pH rendah sangat baik digunakan untuk produk juice,
mayonnaise, sirop asam dan produk pangan yang bersifat asam lainnya. Nilai pH
akan menentukan kekuatan gel dari gelatin ikan. Semakin tinggi nilai pH semakin
rendah nilai kekuatan gel dari gelatin tulang ikan yang dihasilkan. Nilai pH yang
diharapkan adalah mendekati pH netral sehingga dapat diaplikasikan secara luas
(Amiruldin 2007).
b. Kadar air
Kadar air adalah kandungan air bahan yang dapat dinyatakan berdasarkan
bobot basah dan bobot kering. Kadar air merupakan parameter penting dari suatu
produk pangan, karena kandungan air dalam makanan ikut menentukan
acceptability, kesegaran, penampakan, tekstur, citarasa, dan mutu bahan pangan
serta daya tahan bahan (Winarno 2002). Menurut Kusnandar (2011), air dalam
pangan juga berperan sebagai media pindah panas sebab air dapat bersifat
konduktif sehingga air dapat memindahkan panas dalam proses pengolahan.
19
c. Kadar abu
Menurut Fennema (2008), kadar abu merupakan salah satu komposisi
proksimat dari suatu pangan. Kadar abu digambarkan sebagai kandungan mineral
dalam pangan namun tidak dapat menyatakan total kandungan mineral yang
terdapat di dalam pangan tersebut. Menurut Fatimah (2008), penentuan kadar abu
berhubungan erat dengan kemurnian serta kebersihan suatu bahan pangan yang
dihasilkan.
d. Kadar protein
Protein merupakan kandungan yang tertinggi di dalam gelatin. Gelatin sebagai
salah satu jenis protein konversi yang dihasilkan melalui proses hidrolisis
kolagen. Menurut Fahrul (2005), kandungan protein suatu jaringan hidup
(organisme) akan menentukan kandungan protein kolagen yang dihasilkan.
e. Kadar lemak
Menurut Winarno (2002), kadar lemak suatu produk pangan dapat
mempengaruhi kemungkinan daya simpan suatu produk karena lemak
berpengaruh pada perubahan mutu selama penyimpanan. Lemak berhubungan
dengan mutu kerusakan lemak dapat menurunkan nilai gizi serta menyebabkan
penyimpanan rasa dan bau.
2.5.3 Aplikasi Gelatin
2.5.3.1 Aplikasi Gelatin Pada Produk Pangan
Wiratmaja (2006) mengatakan fungsi gelatin pada bahan pangan adalah
zat pengental, penggumpal, pengemulsi, penstabil, pembentuk busa, penghindari
sineresis, pengikat air, memperbaiki konsistensi, pelapis tipis, pengawet.
20
Gelatin digunakan untuk memperbaiki tekstur produk dan mencegah
terjadinya sineresis pada produk susu olahan seperti yoghurt, es krim dan keju.
Pada produk daging olahan seperti kornet, sosis, ham, gelatin dipakai untuk
meningkatkan daya ikat air. Pada produk-produk permen jelly, gelatin digunakan
untuk memperbaiki tektur kekenyalan, mengatur konsistensi produk, mengatur
daya gigit dan kekerasan serta tekstur produk, mengatur kelembutan dan daya
lengket di mulut (Fatimah, 2008 dan Pranoto, 2006).
2.5.3.2 Aplikasi Gelatin pada Produk non Pangan
Menurut Jakhar et al. (2012), pada industri non pangan gelatin digunakan
pada bidang farmasi, fotografi, kosmetik dan industri pengemasan. Di bidang
kosmetika, gelatin digunakan untuk menstabilkan emulsi dan sebagai bahan
pengental pada personal care product seperti penyegar dan lotion, sabun
(terutama yang cair), lipstik, cat kuku, busa cukur, krim pelindung sinar matahari.
Menurut Junianto dkk ( 2006), dalam bidang farmasi dan kedokteran,
gelatin digunakan sebagai bahan baku pembungkus kapsul untuk berbagai macam
obat dan vitamin, serta infus. Bhat dan Agrawal (2007), mengemukakan alasan
gelatin digunakan dalam bidang ini karena tidak bersifat toksik bagi tubuh
manusia, dapat mencair pada suhu tubuh, dan digolongkan sebagai biological
fluids.
Dalam bidang film dan fotografi, gelatin digunakan sebagai pembawa dan
pelapis zat warna film sehingga membuat film menjadi lebih sensitif. Di bidang
teknis, gelatin digunakan sebagai perekat untuk lapisan kertas (Pranoto 2006).
21
Penelitian terbaru menunjukan bahwa gelatin dapat diaplikasikan sebagai
pengemas edible pengganti plastik untuk hasil-hasil perikanan seperti kemasan
tuna loin (Junianto et al 2012).
2.6 Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini terdiri atas dua alternatif sebagai berikut :
Ho adalah volume cuka aren tidak berpengaruh pada karateristik kimia dan fisik
gelatin tulang ikan tuna
H1 adalah sedikitnya terdapat 1 perlakuan volume cuka aren yang berpengaruh
pada karateristik kimia dan fisik gelatin tulang ikan tuna.