bab ii tinjauan pustaka 2.1. landasan teori 2.1.1. belanja...
TRANSCRIPT
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Belanja Daerah
Belanja daerah sangat berkaitan dengan anggaran daerah karena belanja
daerah merupakan bagian dari anggaran daerah, hal ini disebabkan adanya
keterbatasan sumber daya yang ada, maka diperlukan alokasi sesuai dengan
prioritas dan penentuan kurun waktu atas alokasi tersebut. Menurut Erlina dkk
(2012), anggaran negara/daerah adalah suatu rencana keuangan yang disusun
untuk satu periode mendatang yang berisi tentang pendapatan dan belanja
negara/daerah yang menggambarkan strategi pemerintah dalam mengalokasikan
sumber daya yang terbatas untuk pembangunan negara/daerah yang juga berfungsi
sebagai alat pengendalian dan instrument politik. Sedangkan menurut Mardiasmo
(2005) anggaran sektor publik berisi rencana kegiatan yang direpresentasikan
dalam bentuk rencana perolehan pendapatan dan belanja dalam satuan moneter.
Aliran uang yang terkait dengan aktivitas pemerintahan akan mempengaruhi
harga, lapangan kerja, distribusi pendapatan, pertumbuhan ekonomi, dan beban
pajak yang harus dibayar atas pelayanan yang diberikan pemerintah.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa ada beberapa alasan
pentingnya anggaran pada sektor publik, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
12
a. Anggaran merupakan alat bagi pemerintah untuk mengarahkan
pembangunan sosial ekonomi, menjamin kesinambungan dan
meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
b. Anggaran diperlukan karena adanya kebutuhan dan keinginan
masyarakat yang tak terbatas dan terus berkembang, sedangkan sumber
daya (scarcity of resources), pilihan (choice), dan trade off.
c. Anggaran diperlukan untuk meyakinkan bahwa pemerintah telah
bertanggung jawab terhadap rakyat. Dalam hal ini anggaran publik
merupakan instrumen pelaksanaan akuntabilitas publik oleh lembaga-
lembaga publik yang ada.
Dalam perkembangannya sistem perencanaan anggaran pada sektor publik
telah mengalami banyak perubahan, sesuai dengan dinamika perkembangan
manajemen sektor publik. Menurut Mardiasmo (2005) secara garis besar terdapat
dua pendekatan utama yang memiliki perbedaan mendasar, kedua pendekatan
tersebut adalah: (a) anggaran tradisional atau anggaran konvensional; dan (b)
pendekatan baru yang sering dikenal dengan pendekatan New Public
Management. Pada pendekatan tradisional, anggaran ditampilkan berdasarkan
urutan pos belanja (line-item). Anggaran tradisional menampilkan anggaran dalam
perspektif sifat dasar dari sebuah pengeluaran atau belanja, dan pendekatan ini
menggunakan konsep inkrementalisme, yaitu jumlah anggaran tahun tertentu
dihitung berdasarkan jumlah tahun sebelumnya dengan tingkat kenaikan tertentu
(Erlina, dkk : 2012). Sedangkan New Public Management (NPM) yang dikenal
sejak pertengahan tahun 1980-an mengubah manajemen sektor publik secara
Universitas Sumatera Utara
13
drastis dari manajemen tradisional yang kaku, birokratis dan hierarkis menjadi
model manajemen sektor publik yang lebih fleksibel dan lebih mengakomodasi
pasar. Perubahan tersebut telah merubah peran pemerintah terutama dalam hal
hubungan antara pemerintah dengan masyarakat (Mardiasmo : 2005). NPM
berfokus pada manajemen sektor publik yang berorientasi pada kinerja, bukan
berorientasi pada kebijakan, paradigm ini menimbulkan beberapa konsekuensi
bagi pemerintah diantaranya adalah tuntutan untuk melakukan efisiensi,
pemangkasan biaya dan kompetisi tender (Mardiasmo : 2005).
Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2005
Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah menyebutkan bahwa Belanja Daerah
adalah kewajiban Pemerintah Daerah yang diakui sebagai pengurang nilai
kekayaan bersih. Belanja Daerah dipergunakan dalam rangka pelaksanaan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi atau kabupaten/kota yang terdiri
dari urusan wajib dan urusan pilihan yang ditetapkan dengan ketentuan
perundang-undangan. Belanja penyelenggaraan urusan wajib yang diprioritaskan
untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya
memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan
pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang
layak serta mengembangkan sistem jaminan sosial.
Belanja Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah diklasifikasikan menurut organisasi, fungsi, program dan
kegiatan, serta jenis belanja. Pengeluaran pemerintah mencerminkan kebijakan
Universitas Sumatera Utara
14
pemerintah. Apabila pemerintah telah menetapkan suatu kebijakan untuk membeli
barang dan jasa, pengeluaran pemerintah mencerminkan biaya yang harus
dikeluarkan oleh pemerintah untuk melaksanakan kebijakan tersebut.
Menurut Afiah (2009), Belanja daerah adalah kewajiban pemerintah
daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih. Belanja daerah,
meliputi semua pengeluaran dari rekening kas umum daerah yang mengurangi
ekuitas dana, merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak
akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah. Belanja daerah meliputi:
Belanja Langsung, yaitu belanja yang terkait langsung dengan pelaksanaan
program; Belanja Tidak Langsung, yaitu belanja tugas pokok dan fungsi yang
tidak dikaitkan dengan pelaksanaan program. Dan menurut UU No.32 tahun 2004
tentang pemerintah daerah, belanja daerah adalah semua kewajiban daerah yang
diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran
yang bersangkutan.
Menurut Erlina dkk (2012), APBD adalah rencana keuangan tahunan
pemerintah daerah yang disetujui oleh DPRD ditetapkan dengan peraturan daerah,
meliputi masa satu tahun,mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal
31 Desember. APBD memiliki struktur yang terdiri atas:
1. Anggaran pendapatan, terdiri dari:
a. Pendapatan asli daerah, yang meliputi pajak daerah, retribusi
daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah, dan penerimaan
lain-lain.
Universitas Sumatera Utara
15
b. Bagian dana perimbangan, yang meliputi dana bagi hasil, dana
alokasi umum dan dana alokasi khusus.
c. Lain-lain pendapatan yang sah seperti dana hibah atau dana
darurat.
2. Anggaran belanja, yang digunakan untuk keperluan penyelenggaraan
tugas pemerintahan di daerah.
3. Pembiayaan, yaitu setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali
dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun
anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran
berikutnya.
Berdasarkan UU No 18 Tahun 2001, menambahkan bahwa dalam struktur
APBA terdapat tambahan pendapatan yaitu dana otonomi khusus, yang
penggunaannya diperuntukkan untuk pendidikan, pembangunan prasarana umum
dan kesehatan.
Menurut Erlina, dkk (2012), belanja diklasifikasikan menurut organisasi,
fungsi, program dan kegiatan, serta jenis belanja. Klasifikasi belanja menurut
organisasi disesuaikan dengan susunan organisasi pemerintahan, sedangkan
menurut fungsi yang digunakan untuk tujuan terdiri dari; (1) pelayanan umum; (2)
ketertiban dan keamanan; (3) pertahanan; (4) ekonomi; (5) lingkungan hidup; (6)
perumahan dan fasilitas umum; (7) kesehatan; (8) pariwisata dan budaya; (9)
agama; (10) pendidikan; (11) perlindungan sosial. Klasifikasi menurut program
dan kegiatan disesuaikan dengan rencana kerja masing-masing kementrian
Negara/lembaga. Dan klasifikasi menurut jenis belanja terdiri dari; (1) belanja
Universitas Sumatera Utara
16
pegawai; (2) belanja barang dan jasa; (3) belanja modal; (4) bunga; (5) subsidi; (6)
hibah; (7) bantuan sosial; (8) belanja lainnya.
Belanja daerah dan pendapatan daerah mempunyai hubungan timbal balik
yang unik, menurut Mankiw (2006) secara sederhana hubungan tersebut
diilustrasikan sebagai rumah tangga menerima pendapatan dan menggunakannya
untuk membayar pajak kepada pemerintah, pihak swasta menerima pendapatan
dari penjualan barang dan jasa dan menggunakan pendapatan tersebut untuk
membayar faktor-faktor produksi serta pajak kepada pemerintah, pemerintah
memperoleh pendapatan dari penerimaan pajak dan menggunakannya kembali
untuk membayar pengeluaran pemerintah dalam pelaksanaan pelayanan kepada
masyarakat. Semakin besar pengeluaran pemerintah dalam bentuk investasi demi
pelayanan kepada masyarakat serta semakin besarnya manfaat pelayanan tersebut
dirasakan oleh masyarakat, maka akan memperbesar penerimaan pajak kepada
pemerintah. Dan semakin besar penerimaan pajak akan meningkatkan pelayanan
pemerintah kepada masyarakat.
Belanja daerah dipengaruhi oleh banyaknya pendapatan yang diterima
daerah tersebut, dan pendapatan suatu daerah terutama sangat dipengaruhi oleh
besarnya pendapatan asli daerah dan dana perimbangan, hal ini sesuai dengan
teori Keynesian Consumption Model dalam Sudiana (2010) menyatakan bahwa
konsumsi saat ini (current consumption) sangat dipengaruhi oleh pendapatan
disposabel saat ini (current disposable income). Jika pendapatan disposabel
meningkat, maka konsumsi juga akan meningkat. Hanya saja peningkatan
konsumsi tersebut tidak sebesar peningkatan pendapatan disposabel. Dalam
Universitas Sumatera Utara
17
penyusunan anggaran belanja daerah diperlukan informasi mengenai jumlah
pendapatan yang akan diperoleh oleh daerah tersebut.
2.1.2 Dana Perimbangan
Berdasarkan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, “Dana Perimbangan
adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada
Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan
Desentralisasi”. Dana Perimbangan bertujuan mengurangi kesenjangan fiskal
antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah dan antar Pemerintah Daerah.
Sedangkan menurut Kuncoro (2004) dana perimbangan adalah “dana yang
bersumber dari penerimaan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk
membiayai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi”.
Berdasarkan pasal 10 ayat 1 UU nomor 33 tahun 2004/pasal 2 ayat 1 PP
nomor 55 tahun 2005 maka komponen dana perimbangan terdiri dari :
1. Dana Bagi Hasil (DBH)
2. Dana Alokasi Umum (DAU)
3. Dana Alokasi Khusus (DAK)
Dana perimbangan bertujuan mengurangi kesenjangan fiskal antara
Pemerintah dan Pemerintah Daerah dan antar-Pemerintah Daerah (pasal 3 ayat 2
UU nomor 33 tahun 2004)
Universitas Sumatera Utara
18
2.1.2.1. Dana Bagi Hasil (DBH)
Menurut Pipin dan Jubaedah (2005) “Dana bagi hasil adalah dana yang
bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka
presentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi”. Berdasarkan PP Nomor 55 tahun 2005, dana bagi hasil merupakan
dana yang bersumber dari APBN yang dibagihasilkan kepada daerah berdasarkan
angka presentase tertentu dengan memperhatikan potensi daerah penghasil.
Dana bagi hasil ini bersumber dari pajak dan kekayaan daerah. Dimana
menurut Pasal 11 ayat 1 UU No. 33 Tahun 2004, Dana Bagi Hasil yang berasal
dari pajak terdiri dari : “1) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), 2) Bea Perolehan
Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), 3) Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25
dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21”.
Sedangkan pada pasal 11 ayat 2 Undang-Undang No. 33 Tahun 2004, Dana Bagi
Hasil yang berasal dari sumber daya alam terdiri dari “1) kehutanan,
2) pertambangan umum, 3) perikanan, 4) pertambangan minyak bumi,
5) pertambangan gas bumi, 6) pertambangan panas bumi ”.
2.1.2.2 Dana Alokasi Umum
Menurut Pipin dan Jubaedah (2005) “Dana Alokasi Umum (DAU) adalah
dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan
kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam
rangka pelaksanaan desentralisasi”. Dana Alokasi Umum merupakan komponen
terbesar dalam dana perimbangan dan peranannya sangat strategis dalam
Universitas Sumatera Utara
19
menciptakan pemerataan dan keadilan antar daerah. Sedangkan menurut Kuncoro
(2004) secara defenisi, DAU dapat diartikan sebagai berikut :
1. Salah satu komponen dari dana perimbangan pada APBN yang pengalokasiannya didasarkan atas konsep kesenjangan fiskal (fiscal gap), yaitu selisih antara kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal
2. Instrumen untuk mengatasi horizontal inbalance yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah dimana penggunaannya ditetapkan sepenuhnya oleh daerah.
3. Equalization grant yaitu berfungsi untuk menetralisasi ketimpangan kemampuan keuangan dengan adanya pendapatan asli daerah, bagi hasil pajak dan bagi hasil sumber daya alam yang diperoleh daerah.
Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang bersumber dari APBN
yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah
untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi (UU
Nomor 33 Tahun 2004). DAU diberikan pemerintahan pusat untuk membiayai
kekurangan dari pemerintah daerah dalam memanfaatkan PAD-nya. DAU bersifat
“Block Grant” yang berarti penggunannya diserahkan kepada daerah sesuai
dengan prioritas dan kebutuhan daerah untuk peningkatan pelayanan kepada
masyarakat dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah.
2.1.2.3. Dana Alokasi Khusus
Menurut Pipin dan Jubaedah (2005) “Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah
dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah
tertentu dengan tujuan membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan
urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional”. Sesuai dengan Undang-
Undang No.33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah, kegiatan khusus yang dimaksud adalah
Universitas Sumatera Utara
20
• Kegiatan dengan kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan dengan
rumus alokasi umum, dalam pengertian kebutuhan suatu daerah
tidak sama dengan kebutuhan daerah lain, misalnya kebutuhan di
kawasan transmigrasi, kebutuhan beberapa jenis investasi /
prasarana baru, pembangunan jalan di kawasan terpencil, serta
saluran irigasi primer.
• Kebutuhan yang merupakan komitmen atau prioritas nasional.
Dapat disimpulkan bahwa Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana:
• Bersumber dari pendapatan APBN
• Dialokasikan kepada daerah tertentu
• Dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang
merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.
2.1.3. Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan yang diperoleh dari
sumber-sumber pendapatan daerah dan dikelola sendiri oleh pemerintah
daerah. Pendapatan asli daerah merupakan tulang punggung pembiayaan
daerah, oleh karenanya kemampuan melaksanakan otonomi diukur dari
besarnya kontribusi yang diberikan oleh pendapatan asli daerah terhadap
APBD, semakin besar kontribusi yang dapat diberikan oleh pendapatan asli
daerah terhadap APBD berarti semakin kecil ketergantungan pemerintah
daerah terhadap bantuan pemerintah pusat.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) hanya merupakan salah satu
komponen sumber penerimaan keuangan negara di samping penerimaan
Universitas Sumatera Utara
21
lainnya berupa dana perimbangan, pinjaman daerah dan lain-lain penerimaan
yang sah juga sisa anggaran tahun sebelumnya dapat ditambahkan sebagai
sumber pendanaan penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Keseluruhan
bagian penerimaan tersebut setiap tahun tercermin dalam anggaran
pendapatan dan belanja daerah (APBD). Pemerintah daerah diharapkan lebih
mampu menggali sumber-sumber keuangan secara maksimal, namun tentu
saja dalam koridor perundang-undangan yang berlaku khususnya untuk
memenuhi kebutuhan pembiayaan pemerintahan dan pembangunan di
daerahnya melalui Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Optimalisasi penerimaan PAD hendaknya didukung dengan upaya
pemerintahan daerah meningkatkan kualitas layanan publik. Ekploitasi PAD yang
berlebihan justru akan semakin membebani masyarakat, menjadi disinsentif bagi
daerah dan mengancam perekonomian secara makro (Mardiasmo, 2002).
Menurut Undang-undang No. 33 Tahun 2004 Pasal 1, Pendapatan
Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber di
dalam daerahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pendapatan Asli Daerah
merupakan sumber penerimaan daerah yang asli digali di daerah yang
digunakan untuk modal dasar pemerintah daerah dalam membiayai
pembangunan dan usaha-usaha daerah untuk memperkecil ketergantungan dana
dari pemerintah pusat.
Menurut Undang-undang No. 33 Tahun 2004 Pasal 6, Sumber-
sumber Pendapatan Asli Daerah terdiri dari: 1). Pajak daerah, 2). Retribusi
Universitas Sumatera Utara
22
daerah, 3). Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan 4).
Lain-lain Pendapatan asli daerah (PAD) yang sah. Menurut Mardiasmo (2002:
132), Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan daerah dari sektor pajak daerah,
retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan
daerah yang dipisahkan, dan lain-lainPendapatan Asli Daerah yang sah.
2.1.4 Dana Otonomi Khusus
Aceh adalah daerah provinsi yang merupakan kesatuan masyarakat hukum
yang bersifat istimewa dan diberi kewenangan khusus untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
sesuai dengan peraturan perundang-undangan dalam sistem dan prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, yang dipimpin oleh seorang Gubernur (UU
Nomor 11 Tahun 2006)
Berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh huruf
b menyatakan bahwa berdasarkan perjalanan ketatanegaraan Republik Indonesia,
Aceh merupakan satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau istimewa
terkait dengan salah satu karakter khas sejarah perjuangan masyarakat Aceh yang
memiliki ketahanan dan daya juang tinggi, keistimewaan tersebut memberikan
kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus sendiri pemerintahannya.
Pengakuan Negara atas keistimewaan dan kekhususan daerah Aceh
terakhir diberikan melalui Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang
Pemerintahan Aceh (LN 2006 No 62, TLN 4633). UU Pemerintahan Aceh ini
Universitas Sumatera Utara
23
tidak terlepas dari Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding) antara
Pemerintah dan Gerakan Aceh Merdeka yang ditandatangani pada tanggal 15
Agustus 2005 dan merupakan suatu bentuk rekonsiliasi secara bermartabat
menuju pembangunan sosial, ekonomi, serta politik di Aceh secara berkelanjutan
(Gusman dan Suharizal: 2012). Selanjutnya Hal-hal mendasar yang menjadi isi
UU Pemerintahan Aceh ini antara lain:
1. Pemerintahan Aceh adalah pemerintahan daerah provinsi dalam sistem NKRI berdasarkan UUD Tahun 1945 yang menyelenggarakan urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Aceh dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Aceh sesuai dengan fungsi dan kewenangan masing-masing.
2. Tatanan otonomi seluas-luasnya yang diterapkan di Aceh berdasarkan UU Pemerintahan Aceh ini merupakan subsistem dalam sistem pemerintahan secara nasional.
3. Pengaturan dalam Qanun Aceh maupun Kabupaten/Kota yang banyak diamanatkan dalam UU Pemerintahan Aceh merupakan wujud konkret bagi terselenggaranya kewajiban konstitusional dalam pelaksanaan pemerintahan tersebut.
4. Pengaturan perimbangan keuangan pusat dan daerah tercermin melalui pemberian kewenangan untuk pemanfaatan sumber pendanaan yang ada.
5. Implementasi formal penegakan syari’at Islam dengan asas personalitas ke-Islaman terhadap setiap orang yang berada di Aceh tanpa membedakan kewarganegaraan, kedudukan, dan status dalam wilayah sesuai dengan batas-batas daerah Provinsi Aceh. Gusman dan Suharizal (2012) menyebutkan Pengakuan sifat istimewa dan
khusus oleh Negara kepada Aceh sebenarnya telah melalui perjalanan waktu yang
panjang. Tercatat setidaknya ada tiga peraturan penting yang pernah diberlakukan
bagi keistimewaan dan kekhususan Aceh yaitu Keputusan Perdana Menteri
Republik Indonesia Nomor 1/Missi/1959 tentang Keistimewaan Provinsi Aceh,
UU 44/1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan bagi Provinsi Daerah
Istimewa Aceh, dan UU 18/2001 tentang Otonomi Khusus bagi Daerah Istimewa
Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Dengan dikeluarkannya UU
Universitas Sumatera Utara
24
Pemerintahan Aceh, diharapkan dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi
kesejahteraan di Aceh untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan yang
berkeadilan dan keadilan yang berkesejahteraan di Aceh.
2.2 Review Penelitian Terdahulu
Tinjauan penelitian terdahulu yang berhubungan dengan belanja daerah
dilakukan oleh Abdullah dan Halim (2003) berjudul Pengaruh Dana Alokasi
Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Pemerintah
Daerah Studi Kasus Kabupaten/Kota di Jawa dan Bali. Pada penelitian tersebut
hasil analisis menunjukkan bahwa secara terpisah DAU dan PAD berpengaruh
signifikan terhadap BD, baik dengan maupun tanpa lag. Ketika tidak digunakan
lag pengaruh PAD lebih kuat terhadap BD dibandingkan pengaruh DAU, namun
dengan menggunakan lag pengaruh DAU lebih kuat terhadap BD dibandingkan
PAD. Ketika kedua factor diregres serempak dengan BD pengaruh keduanya juga
signifikan baik dengan ataupun tanpa lag. Daya prediksi DAU lebih rendah dari
PAD apabila tanpa lag dan sebaliknya bila dengan lag, daya prediksi DAU lebih
tinggi dari PAD, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa telah terjadi flypaper
effect.
Penelitian kedua yang berhubungan dengan penelitian ini adalah penelitian
yang dilakukan oleh Maimunah (2006) yang berjudul Flypaper Effect pada Dana
Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Daerah
pada Kabupaten/Kota di Pulau Sumatera. Hasil penelitian didapat Pertama,
besarnya nilai DAU dan PAD mempengaruhi besarnya nilai belanja daerah
Universitas Sumatera Utara
25
(pengaruh positif). Kedua, terjadi flypaper effect pada Belanja Daerah pada
Kabupaten/Kota di Sumatera. Ketiga, dari hasil pengujian diketahui adanya
pengaruh flypaper effect dalam memprediksi Belanja Daerah periode ke depan.
Keempat, tidak terdapat perbedaan terjadinya flypaper effect baik pada daerah
yang PAD-nya rendah maupun daerah yang PAD-nya tinggi di Kabupaten/Kota
pulau Sumatera. Kelima, Pada bidang Pendidikan tidak terjadi flypaper effect
pada Belanja Daerah bidang Pendidikan. Selanjutnya bagian b telah terjadi
flypaper effect pada Belanja Daerah bidang Kesehatan. dan Belanja Daerah
bidang Pekerjaan Umum-pun terjadi flypaper effect.
Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Kuncoro (2007) dengan judul
Fenomena Flypaper Effect pada Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kota dan
Kabupaten di Indonesia mencakup tahun 1988 hingga 2003. Atas dasar
pertimbangan ini terkumpul 280 kota dan kabupaten. Sampel mencapai 75 persen
atas jumlah populasi pada tahun 2003. Variabel independen yang digunakan
meliputi pos-pos PAD, transfer antarpemerintah, Pengeluaran Rutin (Belanja
Operasional), dan Pengeluaran Pembangunan (Belanja Modal) pemerintah daerah,
tingkat luas wilayah, tingkat harga (inflasi), dan jumlah penduduk di kota dan
kabupaten. Variabel dependen yang digunakan adalah Pertumbuhan Ekonomi
(PDRB). Peningkatan alokasi transfer diikuti dengan penggalian PAD yang lebih
tinggi. Simpulan ini mengindikasikan sikap overaktif pemerintah daerah terhadap
arti pentingnya transfer. Bagi pemerintah pusat, transfer memang diharapkan
menjadi pendorong agar pemerintah daerah secara intensif menggali sumber-
sumber penerimaan sesuai kewenangannya. Namun, penggalian PAD yang hanya
Universitas Sumatera Utara
26
didasarkan pada faktor inkremental akan berakibat negatif pada perekonomian
daerah.
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Listiorini (2011) yang berjudul
Fenomena Flypaper Effect pada Dana Perimbangan dan Pendapatan Asli Daerah
terhadap Belanja Daerah pada Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. Hasil
penelitian menunjukkan secara simultan terjadi fenomena fly paper effect pada
Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Bagi Hasil
(DBH) dan Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Daerah pada
Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. Secara parsial, fenomena flypaper effect
terjadi pada Dana Alokasi Umum (DAU)t-1/(X1) dan Pendapatan Asli Daerah
(X4) t-1 terhadap Belanja Daerah di masa yang akan datang. Semakin tinggi
alokasi DAU yang diberikan pusat pada tahun tertentu maka akan direspon daerah
dengan kenaikan atau meningkatnya Belanja Daerah dimasa yang akan datang.
Hal ini menunjukkan bahwa 69.1% variabel Belanja Daerah dapat dijelaskan oleh
Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Bagi Hasil
(DBH) dan Pendapatan Asli Daerah. Sisanya sebesar 30.1% diduga dipengaruhi
oleh variabel lain yang tidak dijelaskan oleh model penelitian ini.
Universitas Sumatera Utara
27
Tabel 2.1. Daftar Tinjauan Peneliti Terdahulu
Nama Judul Variabel Hasil Penelitian
Maimunah (2006)
Flypaper Effect pada Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Daerah pada Kabupaten Kota di Pulau Sumatera
Variabel terikat (dependent variable) adalah belanja Daerah yang dibreak-down dalam tiga belanja bidang unit pendidikan, kesehatan dan pekerjaan umum. Variabel bebasnya adalah Dana Alokasi Umum (DAU), Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Hasil pengujian dari hipotesis alternative 1 dan 2 adalah diterima, artinya besarnya nilai DAU dan PAD mempengaruhi besarnya nilai belanja daerah (pengaruh positif). Kedua, untuk mengetahui terjadi tidaknya flypaper Effect, juga diterima. Hal tersebut membuktikan bahwa telah terjadi flypaper Effect, pada belanja daerah pada Kabupaten/Kota di Sumatera. Ketiga, terdapat pengaruh flypaper Effect dalam memprediksi belanja daerah periode kedepan, juga diterima. Keempat, hasil pengujian hipotesis alternative keempat yang merupakan hipotesis uji beda adalah tidak dapat diterima, artinya tidak terdapat perbedaan terjadinya flypaper Effect baik pada daerah yang PAD nya rendah maupun daerah yang PAD nya tinggi di kabupaten/kota pulau Sumatera bidang Pendidikan. Selanjutnya telah terjadi flypaper Effect pada belanja daerah bidang kesehatan. Hasil pengujian terakhir juga diterima, artinya belanja daerah bidang pekerjaan umum pun terjadi flypaper Effect.
Kuncoro (2007)
Fenomena flypaper Effect pada Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kota dan Kabupaten di Indonesia
Variabel Independen yang digunakan meliputi pos-pos PAD, transfer antar pemerintah, Pengeluaran Rutin dan Pengeluaran Pembangunan (Belanja Modal) pemerintah daerah, tingkat luas wilayah, tingkat harga (inflasi) dan jumlah penduduk di tiap kota dan Kabupaten, sedangkan variabel dependen yang digunakan adalah pertumbuhan ekonomi (PDRB)
Peningkatan alokasi transfer diikuti dengan penggalian PAD yang lebih tinggi. Simpulan ini mengindikasikan sikap overaktif pemerintah daerah terhadap arti pentingnya transfer. Bagi Pemerintah Pusat, transfer memang diharapkan menjadi pendorong agar pemerintah daerah secara intensif menggali sumber-sumber penerimaan sesuai dengan kewenangannya. Namun penggalian PAD yang hanya didasarkan pada faktor incremental akan berakibat negative pada perekonomian daerah.
Universitas Sumatera Utara
28
Abdullah dan Halim (2003)
Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Pemerintah Daerah Studi Kasus Kabupaten/Kota di Jawa dan Bali.
Variabel dependen adalah Belanja Daerah, sedangkan variabel independen adalah DAU dan PAD.
Hasil analisis menunjukkan bahwa secara terpisah DAU dan PAD berpengaruh signifikan terhadap BD, baik dengan maupun tanpa lag. Ketika tidak digunakan lag pengaruh PAD lebih kuat terhadap BD dibandingkan pengaruh DAU, namun dengan menggunakan lag pengaruh DAU lebih kuat terhadap BD dibandingkan PAD. Ketika kedua factor diregres serempak dengan BD pengaruh keduanya juga signifikan baik dengan ataupun tanpa lag. Daya prediksi DAU lebih rendah dari PAD apabila tanpa lag dan sebaliknya bila dengan lag, daya prediksi DAU lebih tinggi dari PAD, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa telah terjadi flypaper effect.
Listiorini (2011)
Fenomena Flypaper Effect pada Dana Perimbangan dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Pemerintah Daerah pada Kabupaten/Kota di Sumatera Utara
Variabel dependennya adalah Dana Perimbangan dan variabel Independennya addalah DAU, DAK dan DBH serta PAD
Hasil penelitian menunjukkan secara simultan terjadi fenomena fly paper effect pada Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Bagi Hasil (DBH) dan Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Daerah pada Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. Secara parsial, fenomena flypaper effect terjadi pada Dana Alokasi Umum (DAU)t-1/(X1) dan Pendapatan Asli Daerah (X4) t-1 terhadap Belanja Daerah di masa yang akan datang. Semakin tinggi alokasi DAU yang diberikan pusat pada tahun tertentu maka akan direspon daerah dengan kenaikan atau meningkatnya Belanja Daerah dimasa yang akan datang. Hal ini menunjukkan bahwa 69.1% variabel Belanja Daerah dapat dijelaskan oleh Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Bagi Hasil (DBH) dan Pendapatan Asli Daerah. Sisanya sebesar 30.1% diduga dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dijelaskan oleh model penelitian ini.
Universitas Sumatera Utara