bab ii tinjauan pustaka 2.1 landasan teori 2.1.1 laporan ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/199/3/bab...
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Laporan Keuangan
Sarana yang dapat dipakai untuk meneliti kondisi kesehatan adalah laporan
keuangan yang terdiri dari neraca, perhitungan laba-rugi, ikhtisar laba yang ditahan, dan
laporan posisi keuangan. Laporan keuangan adalah hasil akhir proses akuntansi. Setiap
transaksi yang dapat diukur dengan nilai uang, dicatat dan diolah sedemikian rupa.
Laporan akhirpun disajikan dalam nilai uang. Laporan keuangan disusun berdasar dari
catatan-catatan dalam akuntansi sebagai sumbernya. Penyusunan laporan keuangan
biasanya dilakukan secara teratur dalam interval waktu yang tertentu pula ( pada
umumnya dilakukan pada setiap akhir tahun buku). Laporan keuangan merupakan
ikhtisar yang menggambarkan kondisi keuangan suatu perusahaan pada saat ini maupun
pada periode tertentu.
a. Komponen Laporan Keuangan
Menurut Munawir (2010:5), pada umumnya laporan keuangan itu terdiri dari
neraca dan perhitungan laba-rugi serta laporan perubahan ekuitas. Neraca
menunjukkan/menggambarkan jumlah aset, kewajiban dan ekuitas dari suatu perusahaan
pada tanggal tertentu. Sedangkan perhitungan (laporan) laba-rugi memperlihatkan hasil-
hasil yang telah dicapai oleh perusahaan serta beban yang terjadi selama periode tertentu,
dan laporan perubahan ekuitas menunjukkan sumber dan penggunaan atau alasan-alasan
yang menyebabkan perubahan ekuitas perusahaan.
Menurut Jumingan (2005:4), laporan keuangan disusun guna memberikan
informasi kepada berbagai pihak terdiri atas neraca, laporan laba rugi, laporan bagian
laba yang ditahan atau laporan modal sendiri, dan laporan perubahan posisi keuangan
atau laporan sumber dan penggunaan dana.
Menurut Jumingan (2005:4):
1. Neraca
Neraca menggambarkan kondisi keuangan dari suatu perusahaan pada tanggal
tertentu, umumnya pada akhir tahun saat penutupan buku. Neraca ini memuat aktiva
(harta kekayaan yang dimiliki perusahaan), utang (kewajiban perusahaan untuk
membayar dengan uang atau aktiva lain pada waktu tertentu yang akan datang),
modal sendiri (kelebihan aktiva di atas utang).
2. Laporan Laba Rugi
Laporan laba rugi memperlihatkan hasil yang diperoleh dari penjualan barang atau
jasa dan ongkos-ongkos yang timbul dalam proses pencapaian hasil tersebut. Laporan
ini juga memperlihatkan adanya pendapatan bersih atau kerugian bersih sebagai hasil
dari operasi perusahaan selama periode tertentu (umumnya satu tahun).
3. Laporan Bagian Laba yang Ditahan
Digunakan dalam perusahaan yang berbentuk perseroan, menunjukkan suatu analisis
perubahan besarnya bagian laba yang ditahan selama jangka waktu tertentu.
4. Laporan Perubahan Posisi
Memperlihatkan aliran modal kerja selama periode tertentu. Laporan ini
memperlihatkan sumber-sumber dari mana modal telah diperoleh dan penggunaan
atau pengeluaran modal kerja yang telah dilakukan selama angka waktu tertentu.
b. Tujuan Laporan Keuangan
Laporan keuangan merupakan pertanggungjawaban manajemen atas sumber daya
yang dipercayakan kepadanya. Laporan keuangan tersebut disusun dengan maksud untuk
memberikan informasi keuangan kepada para pemakai laporan keuangan untuk
membantu mereka dalam membuat keputusan ekonomi. Laporan keuangan menyajikan
informasi mengenai perusahaan yang meliputi aktiva, kewajiban, ekuitas, pendapatan,
beban kerugian, keuntungan dan perubahan arus kas perusahaan. Informasi tersebut
beserta informasi lainnya yang terdapat dalam catatan atas laporan keuangan dapat
membantu pemakai laporan keuangan dalam memprediksi arus kas masa depan
khususnya dalam hal waktu dan kepastian perolehan kas dan setara arus kas.
c. Keterbatasan Laporan Keuangan
Menurut Munawir (2010:9), keterbatasan laporan keuangan antara lain:
1. Laporan keuangan yang dibuat secara periodik pada dasarnya merupakan interim
report (laporan yang dibuat antara waktu tertentu yang sifatnya sementara) dan bukan
merupakan laporan yang final.
2. Laporan keuangan menunjukkan angka dalam rupiah yang kelihatannya bersifat pasti
dan tepat, tetapi sebenarnya dengan standar nilai yang mungkin berbeda atau
berubah-ubah.
3. Laporan keuangan disusun berdasarkan hasil pencatatan transaksi keuangan atau nilai
rupiah dari berbagai waktu atau tanggal yang lalu dimana daya beli (purchasing
power) uang tersebut menurun, dibanding dengan tahun-tahun sebelumnya, sehingga
kenaikan volume penjualan yang dinyatakan dalam rupiah belum tentu menunjukkan
atau mencerminkan unit yang dijual semakin besar, mungkin kenaikan tersebut
disebabkan naiknya harga jual barang tersebut yang mungkin juga diikuti kenaikan
harga-harga.
4. Laporan keuangan tidak dapat mencerminkan berbagai faktor yang dapat
mempengaruhi posisi atau keadaan keuangan perusahaan karena faktor-faktor
tersebut tidak dapat dinyatakan dengan suatu uang.
Menurut Jumingan (2005:10) keterbatasan laporan keuangan terdiri dari empat yaitu :
1. Laporan keuangan pada dasarnya merupakan laporan antara (interim report), bukan
merupakan laporan final, karena laba rugi riil (laba rugi final) hanya dapat ditentukan
bila perusahaan dijual atau dilikuidasi.
2. Laporan keuangan ditunjukkan dalam jumlah rupiah yang tampaknya pasti.
Sebenarnya jumlah rupiah ini dapat saja berbeda bila dipergunakan standar lain
(karena adanya lebih dari satu standar yang diperkenankan). Apalagi bila
dibandingkan dengan laporan keuangan seandainya perusahaan itu dilikuidasi, jumlah
rupiahnya dapat saja berbeda.
3. Neraca dan laporan laba rugi mencerminkan transaksi-transaksi keuangan dari waktu
ke waktu. Selama jangka waktu itu mungkin nilai rupiah sudah menurun (daya beli
rupiah menurun karena kenaikan tingkat harga).
4. Laporan keuangan tidak memberikan gambaran yang lengkap mengenai keadaan
perusahaan. Laporan keuangan tidak mencerminkan semua faktor yang
mempengaruhi kondisi keuangan dan hasil usaha karena tidak semua faktor dapat
diukur dalam satuan uang.
2.1.2 Analisis Laporan Keuangan
Menurut Munawir (2010;35),
“Analisis laporan keuangan adalah analisis laporan keuangan yang terdiri dari
penelaahan atau mempelajari daripada hubungan dan tendensi atau
kecenderungan (trend) untuk menentukan posisi keuangan dan hasil operasi
serta perkembangan perusahaan yang bersangkutan”.
a. Rasio Keuangan
Irham Fahmi (2013:107) mengemukakan rasio sebagai berikut:
“Rasio disebut perbandingan jumlah, dari suatu jumlah dengan jumlah lainnya
itulah dilihat perbandingan dengan harapan nantinya akan ditemukan jawaban
yang selanjutnya itu dijadikan bahan kajian untuk dianalisis dan diputuskan”.
Menurut Agus Sartono (2008:113) rasio keuangan dapat memberikan indikasi
apakah perubahan memiliki kas yang cukup untuk memenuhi kewajiban finansialnya,
utang yang cukup rasional, efisiensi manajemen persediaan, perencanaan pengeluaran
prestasi yang baik, dan struktur modal yang sehat sehingga tujuan memaksimalkan
kemakmuran pemegang saham dapat dicapai. Dalam analisis keuangan yang mencakup
analisis rasio keuangan, analisis kelemahan dan kekuatan di bidang finansial akan sangat
membantu dalam menilai prestasi manajemen seperti masa lalu dan prospeknya di masa
mendatang. Penggunaan analisis rasio keuangan ini sangat bevariasi dan tergantung oleh
pihak yang memerlukan. Analisis rasio keuangan ini hanya bermanfaat apabila
dibandingkan dengan standar yang jelas, seperti strandar industri atau standar tertentu
sebagai tujuan manajemen.
b. Jenis-jenis Rasio Keuangan
Jumingan (2006) mengemukakan bahwa, pada dasarnya analisis rasio bisa
dikelompokkan ke dalam lima macam kategori, yaitu:
1. Rasio Likuiditas
Rasio likuiditas mengukur kemampuan likuiditas jangka pendek perusahaan dengan
melihat aktiva lancar perusahaan relatif terhadap hutang lancarnya (hutang dalam hal
ini merupakan kewajiban perusahaan).
2. Rasio Aktivitas
Rasio ini melihat pada beberapa aset kemudian menentukan beberapa tingkat aktivitas
aktiva-aktiva tersebut pada tingkat kegiatan tertentu. Aktivitas yang rendah pada
tingkat penjualan tertentu akan mengakibatkan semakin besarnya dana kelebihan yang
tertanam pada aktiva-aktiva tersebut.
3. Rasio Solvabilitas
Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban-kewajiban jangka
panjangnya. Perusahaan yang tidak solvable adalah perusahaan yang total hutangnya
lebih besar dibandingkan total aset nya.
4. Rasio Profitabilitas
Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan keuntungan (profitabilitas)
pada tingkat penjualan, aset, dan modal saham yang tertentu.
5. Rasio Pasar
Rasio pasar mengukur harga pasar relatif terhadap nilai buku. Sudut pandang rasio ini
lebih banyak berdasar pada sudut investor (atau calon investor), meskipun pihak
manajemen juga berkepentingan terhadap rasio-rasio ini.
Menurut Hampton (1980) dalam (Jumingan,2005:122), rasio keuangan dapat
digolongkan menjadi tiga kategori yaitu sebagai berikut :
1. Rasio likuiditas, bertujuan menguji kecukupan dana, solvency perusahaan,
kemampuan perusahaan membayar kewajiban yang segera harus dipenuhi. Yang
termasuk rasio likuiditas misalnya rasio lancar (current ratio), rasio tunai (quick
ratio), perputaran piutang (receivables turnover), perputaran persediaan
(inventory turnover).
2. Rasio profitabilitas, bertujuan mengukur efisiensi aktivitas perusahaan dan
kemampuan perusahaan untuk memperoleh keuntungan. Misalnya margin
keuntungan (profit margin), margin laba kotor (gross profit margin), perputaran
aktiva (operating asset turnover), imbalan hasil dari investasi (return on
investment), rentabilitas modal sendiri (return on equity).
3. Rasio pemilikan, berkaitan langsung atau tidak langsung dengan keuntungan dan
likuiditas. Membantu pemilik saham dalam mengevaluasi aktivitas dan
kebijaksanaan perusahaan yang berpengaruh terhadap harga saham di pasaran.
Misalnya keuntungan per lembar saham (earning per share), nilai buku per
lembar saham (book value per share), rasio utang dengan modal sendiri (capital
structure ratio), rasio deviden.
Adapun Weston dan Brigham 1981 dalam ( Jumingan, 2005:122) membuat
kategori yang lebih banyak yaitu sebagai berikut :
a. Rasio likuiditas bertujuan mengukur kemampuan perusahaan dalam
memenuhi kewajiban jangka pendeknya.
b. Rasio leverage, bertujuan mengukur sejauh mana kebutuhan keuangan
perusahaan dibelanjai dengan dana pinjaman. Misalnya rasio total utang
dengan total aktiva (total debt to total assets ratio), kelipatan keuntungan
terhadap dalam menutup beban bunga (time interest earned), kemampuan
keuntungan dalam menutup beban tetap (fixed charge coverage).
c. Rasio aktivitas, bertujuan mengukur efektivitas perusahaan dalam
mengoperasikan dana. Misalnya inventory turnover, average collection
period, total assets turnover.
d. Rasio profitabilitas, bertujuan mengukur efektivitas manajemen yang
tercermin pada imbalan hasil dari investasi melalui kegiatan penjualan.
Misalnya profit margin on sales, return on total assets, return on net worth.
e. Rasio pertumbuhan, bertujuan mengukur kemampuan perusahaan dalam
mempertahankan kedudukannya dalam pertumbuhan perekonomian dan
industri.
f. Rasio evaluasi, bertujuan mengukur performance perusahaan secara
keseluruhan, karena rasio ini merupakan pencerminan dari rasio resiko dan
rasio imbalan hasil.
c. Manfaat Analisis Laporan Keuangan
Menurut Jumingan (2006) manfaat analisis rasio keuangan adalah sebagai
berikut:
1. Analisis rasio keuangan sangat bermanfaat untuk dijadikan sebagai alat menilai
kinerja dan prestasi perusahaan.
2. Analisis rasio keuangan sangat bermanfaat bagi pihak manajemen sebagai rujukan
untuk membuat perencanaan.
3. Analisis rasio keuangan dapat dijadikan sebagai alat untuk mengevaluasi kondisi
suatu perusahaan dari perspektif keuangan.
4. Analisis rasio keuangan juga bermanfaat bagi para kreditor dapat digunakan untuk
memperkirakan potensi risiko yang akan dihadapi dikaitkan dengan adanya pinjaman
kelangsungan pembayaran bunga dan pengembalian pokok pinjaman.
5. Analisis rasio keuangan dapat dijadikan sebagai penilaian bagi pihak stakeholder
organisasi.
2.1.3 Konsep Kebangkrutan
2.1.3.1 Konsep Kebangkrutan dalam Financial Distress
Financial distress adalah suatu konsep luas yang terdiri dari beberapa situasi,
dimana suatu perusahaan menghadapi masalah kesulitan keuangan. Istilah umum untuk
menggambarkan situasi tersebut adalah kegagalan, ketidakmampuan melunasi hutang,
dan default. Insolvency dalam kebangkrutan menunjukkan kekayaan bersih negatif.
Ketidakmampuan melunasi hutang menunjukkan kinerja negatif dan menunjukkan
adanya masalah likuiditas. Default berarti suatu perusahaan melanggar perjanjian dengan
kreditur dan dapat menyebabkan tindakkan hukum.
Menurut Munawir, (2010: 288) :
“kebangkrutan sebagai suatu situasi yang dinyatakan pailit oleh keputusan
pengadilan.
Kebangkrutan biasanya diartikan sebagai kegagalan perusahaan dalam
menjalankan operasi perusahaan untuk menghasilkan laba. Mertin,et. Al, 1995;376 dalam
Umaris (2005:23) mengatakan bahwa kebangkrutan sebagai kegagalan dapat
didefinisikan dalam beberapa arti, yaitu :
1. Kegagalan ekonomi (ecomonic failure)
Berarti bahwa perusahaan kehilangan uang atau pendapatan perusahaan tidak
menutup biayanya sendiri. Kegagalan terjadi bila arus kas sebenarnya dari
perusahaan tersebut jatuh di bawah arus kas yang diharapkan. Bahkan kegagalan
dapat juga berarti bahwa tingkat pendapatan atas biaya historis investasinya lebih
kecil daripada biaya modal perusahaan.
2. Kegagalan keuangan (financial failure)
Kegagalan keuangan bisa diartikan sebagai insolvensi yang membedakan antara
dasar arus kas ada dua bentuk:
1) Insolvensi teknis (technical insolvency)
Perusahaan dapat dianggap gagal jika tidak dapat memenuhi kewajiban pada saat
jatuh tempo walaupun total aktiva melebihi total utang, atau terjadi suatu perusahaan
gagal memenuhi salah satu atau lebih kondisi dalam ketentuan hutangnya seperti
rasio aktiva lancar terhadap utang lancar yang ditetapkan atau rasio kekayaan bersih
terhadap total aktiva yang disyaratkan. Insolvensi teknis juga terjadi bila arus kas
tidak cukup untuk memenuhi pembayaran bunga atau pembayaran kembali pokok
pada tanggal tertentu.
2) Insolvensi dalam pengertian kebangkrutan
Kebangkrutan didefiniskan dalam ukuran sebagai kekayaan bersih negatif dalam
neraca konvensional atau nilai sekarang dari arus kas yang diharapkan lebih kecil
dari kewajiban. Kebangkrutan juga sering disebut likuidasi perusahaan atau
penutupan perusahaan atau insolvabilitas. Likuiditas atau pembubaran perusahaan
senantiasa berakibat penutupan perusahaan, tetapi likuiditas tidak selalu berarti
perusahaan bangkrut.
Menurut Munawir (2010:289) penyebab kebangkrutan bisa dibagi menjadi dua
yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari
bagian internal manajemen perusahaan. Sedangkan faktor eksternal bisa berasal dari
faktor luar yang berhubungan langsung dengan operasi perusahaan atau faktor
perekonomian secara makro.
1. Faktor-faktor eksternal perusahaan
a. Faktor eksternal yang bersifat umum
Faktor politik, ekonomi, sosial, dan budaya serta tingkat campur tangan
pemerintah dimana perusahaan tersebut berbeda. Di samping itu penggunaan
teknologi yang salah akan mengakibatkan kerugian dan akhirnya
mengakibatkan bangkrutnya perusahaan.
b. Faktor eksternal yang bersifat khusus
Faktor-faktor luar yang berhubungan langsung dengan perusahaan antara lain
faktor pelanggan (perubahan selera atau kejenuhan konsumen yang tidak
terdeteksi oleh perusahaan mengakibatkan menurunnya penjualan dan akhirnya
merugikan perusahaan), pemasok dan faktor pesaing.
2. Faktor-faktor internal perusahaan :
a. Terlalu besarnya kredit yang diberikan kepada debitur/langganan.
b. Manajemen yang tidak efisien.
c.Hasil penjualan yang tidak memadai.
d. Kesalahan dalam menetapkan harga jual.
e. Pengelolaan utang-piutang yang kurang memadai
f. Struktur biaya (produksi, administrasi, pemasaran dan financial) yang tinggi.
g. Tingkat investasi dalam aset tetap dan persediaan yang melampaui batas
(overinvestment).
h. Kekurangan modal kerja.
i. Ketidakseimbangan dalam struktur permodalan.
j. Aset tidak diasuransikan atau asuransi dengan jumlah pertanggungan yang
tidak cukup untuk menutup kemungkinan rugi yang terjadi.
k. Sistem dan prosedur akuntansi kurang memadai.
2.1.4 Manfaat Informasi Kebangkrutan
Informasi kebangkrutan suatu perusahaan sangat dibutuhkan atau diperlukan
banyak pihak yang tujuan utamanya untuk mengambil keputusan bagi para
manajemennya masing-masing. Oleh sebab itu jika perusahaan sudah mengalami
kebangkrutan dan sudah dinyatakan oleh pengadilan maka perusahaan yang bersangkutan
wajib mengumumkan kebangkrutannya, dengan tujuan agar pihak-pihak yang
berhubungan dengan perusahaan segera mangambil tindakan penyesuaian sehubungan
dengan kebangkrutan.
Adapun informasi kebangkrutan bermanfaat bagi beberapa pihak menurut
Jumingan (2006) sebagai berikut:
1. Pemberi pinjaman (seperti pihak Bank)
Informasi kebangkrutan bisa bermanfaat untuk mengambil keputusan siapa
saja yang akan diberi pinjaman, dan bermanfaat untuk kebijakan memonitor
pinjaman yang ada.
2. Investor
Investor saham atau obligasi yang dikeluarkan oleh suatu perusahaan tentunya
akan sangat berkepentingan melihat adanya kemungkinan bangkrut atau
tidaknya perusahaan-perusahaan yang menjual surat berharga tersebut.
Investor yang menganut strategi aktif akan mengembangkan model prediksi
kebangkrutan untuk melihat tanda-tanda kebangkrutan seawal mungkin dan
kemudian mengantisipasi kemungkinan tersebut.
3. Pihak Pemerintah
Pada beberapa sektor usaha, lembaga pemerintah mempunyai tanggung jawab
untuk mengawasi jalannya usaha tersebut (misal sektor perbankan).
Pemerintah mempunyai badan-badan usaha (BUMN) yang harus diawasi.
Lembaga pemerintah mempunyai kepentingan untuk melihat tanda-tanda
kebangkrutan lebih awal supaya tindakan-tindakan yang perlu bisa dilakukan
lebih awal.
4. Akuntan
Akuntan mempunyai kepentingan terhadap informasi kelangsungan usaha
karena akuntan akan menilai kemampuan going concern suatu perusahaan.
5. Manajemen
Kebangkrutan berarti munculnya biaya-biaya yang berkaitan dengan
kebangkrutan dan biaya ini cukup besar. Suatu penelitian menunjukkan biaya
kebangkrutan bisa mencapai 11-17% dari nilai perusahaan. Contoh biaya
kebangkrutan yang langsung adalah biaya akuntan dan biaya penasihat
hukum. Sedangkan contoh biaya kebangkrutan yang tidak langsung adalah
hilangnya kesempatan penjualan dan keuntungan karena beberapa hal seperti
pembatasan yang mungkin diberlakukan oleh pengadilan. Apabila manajemen
bisa mendeteksi kebangkrutan ini lebih awal, maka tindakan-tindakan
penghematan bisa dilakukan, missal dengan melakukan merger atau
retrukturisasi keuangan sehingga biaya kebangkrutan bisa dihindari.
2.1.5 Model Prediksi Keuangan
Dalam literatur akuntansi para akademisi atau peneliti sering melakukan
penelitian dengan tujuan untuk memprediksi suatu keadaan dengan menggunakan data
historis laporan keuangan. Mereka mengamati laporan keuangan beberapa tahun dan
mencoba melihat fenomena khusus yang ada di dalamnya dan dari sana diambil suatu
rumusan dalam bentuk model-model prediksi.
2.1.5.1 Analisis Diskriminan Altman Z-Score
Model Altman Z-score (1983, 1984) merupakan indikator untuk mengukur
potensi kebangkrutan suatu perusahaan. Dasar pemikiran Edward L Altman
menggunakan analisa diskriminan bermula dari keterbatasan analisa rasio yaitu
metodologinya pada dasarnya bersifat suatu penyimpangan yang artinya setiap rasio diuji
secara terpisah. Altman (1983, 1984) menemukan lima jenis rasio keuangan yang dapat
dikombinasikan untuk melihat perbedaan antara perusahaan yang bangkrut dan yang
tidak bangkrut. Lima jenis rasio tersebut yaitu :
a. Rasio Likuiditas
Rasio likuiditas merupakan rasio yang mengukur kemampuan perusahaan
memenuhi liabilitas jangka pendeknya dengan melihat aset lancar perusahaan
terhadap hutang lancarnya (hutang dalam hal ini merupakan kewajiban
perusahaan).
b. Rasio Profitabilitas
Rasio ini melihat kemampuan perusahaan menghasilkan laba pada tingkat
penjualan, aset dan modal saham yang tertentu.
c. Rasio Leverage
Rasio Leverage yang mengukur harga pasar relatif terhadap nilai buku. Sudut
pandang rasio ini lebih banyak berdasar pada sudut investor, meskipun pihak
manajemen juga berkepentingan terhadap rasio-rasio ini.
d. Rasio Solvabilitas
Rasio yang mengukur sejauh mana kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban
jangka panjangnya. Rasio ini mengukur likuiditas jangka panjang perusahaan dan
dengan demikian memfokuskan pada sisi kanan neraca.
e. Rasio Aktivitas
Rasio aktivitas merupakan rasio yang mengukur sejauh mana efektivitas
penggunaan aset dengan melihat tingkat aktivitas aset. Rasio ini melihat pada
beberapa aset kemudian menentukan berapa tingkat aktivitas aset- aset pada
tingkat kegiatan tertentu.
Z-score dibuat oleh Profesor Edward L Altman, ia melahirkan suatu metode yang
dapat memprediksi kapan kemungkinan suatu perusahaan akan bangkrut dengan
berdasarkan data-data keuangan perusahaan.
Rumus Altman Z-Score :
ZA = 1,2X1 + 1,4X2 + 3,3X3 + 0,6X4 + 1,0X5
Menentukan nilai-nilai dari variabel Z-Score, kemudian dihitung dengan rumus :
Rasio X1 = Aset Lancar – Liabilitas Lancar/Total Aset
Rasio X2 = Laba ditahan/Total Aset
Rasio X3 = EBIT/Total Aset
Rasio X4 = Nilai buku Modal Saham/Nilai Buku Utang
Rasio X5 = Penjualan/Total Aset
Titik Cut off
Kriteria Klasifikasi
Jika Z > 2,90 : Tidak mengalami Kebangkrutan
Jika Z diantara 1,2 – 2,90 : Rawan mengalami Kebangkrutan
Jika Z < 1,2 : Mengalami kebangkrutan
Sumber : Munawir (2010:311)
Altman menyatakan bahwa jika perusahaan mempunyai indeks kebangkrutan
dengan nilai Z > 2.90 diklasifikasikan sebagai perusahaan sehat, sedangkan perusahaan
yang mempunyai nilai Z <1.20 diklasifikasikan sebagai perusahaan potensial bangkrut .
Selanjutnya skor antara 1.20 sampai 2.90 diklasifikasikan sebagai perusahaan pada grey
area atau daerah kelabu.
2.1.5.2 Analisis Diskriminan Springate
Model Springate adalah model rasio yang menggunakan multiple discriminate
analysis (MDA). Dalam metode MDA diperlukan lebih dari satu rasio keuangan yang
berkaitan dengan kebangkrutan perusahaan untuk membentuk suatu model yang baik.
Untuk menentukan rasio-rasio mana saja yang dapat mendeteksi kemungkinan
kebangkrutan, Springate menggunakan MDA untuk memilih 4 rasio dari 19 rasio
keuangan yang populer dalam literatur-literatur, yang mampu membedakan secara
terbaik antara sound business yang pailit dan tidak pailit.
Model Springate adalah model kebangkrutan yang dikembangkan pada tahun
1978 oleh Gordon L.V Springate, dengan mengikuti prosedur multiple discriminate
analysis yang dikembangkan Altman (www.bankruptcyation.com). Model kebangkrutan
ini menggunakan 4 dari 19 rasio laporan keuangan yang banyak digunakan untuk
membedakan perusahaan yang bangkrut dan perusahaan yang sehat .
Dengan persamaan sebagai berikut :
S = 1,03 𝑋1 +3,07 𝑋2+0,66 𝑋3 +0,4 𝑋4
Keterangan:
𝑋1 = working capital/total asset
𝑋2 = net profit before interest and taxes/total asset
𝑋3 = net profit before taxes/current liabilities
𝑋4 = sales/total asset
2.1.6 Saham
a. Pengertian Saham
Ada banyak surat berharga yang diperdagangkan di pasar modal, yang paling
dikenal di masyarakat adalah saham biasa (common stock). Diantara emiten (perusahaan
yang menerbitkan surat berharga), saham biasa juga merupakan yang paling banyak
digunakan untuk menarik dana di masyarakat. Saham dapat didefinisikan sebagai salah
satu sumber dana baru yang diperoleh perusahaan yang berasal dari pemilik modal
dengan konsekuensi perusahaan harus memberikan pengembalian terhadap modal
tersebut dalam bentuk dividen dan capital gain.
Menurut Irham Fahmi (2013:81), definisi saham merupakan:
1. Tanda bukti penyertaan kepemilikan modal/dana suatu perusahaan.
2. Kertas yang tercantum dengan jelas nilai nominal, nama perusahaan dan
diikuti dengan hak dan kewajibanyang dijelaskan kepada setiap
pemegangnya.
3. Persediaan yang siap untuk dijual.
Menurut Sunariyah (2003:30) mendefinisikan:
“Saham adalah penyertaan modal dalam pemilikan perseroan terbatas
(PT) atau biasa disebut emiten”.
Berdasarkan definisi di atas, menunjukkan bahwa saham merupakan surat
berharga dalam bentuk kertas yang mencantumkan nilai nominal, nama perusahaan dan
diikuti dengan tanda kepemilikan atas suatu perusahaan oleh seseorang atau badan.
b. Jenis – jenis saham
Suatu perusahaan dapat menjual hak kepemilikannya dalam bentuk saham
(stock). Bila hanya ada satu jenis saham yang diterbitkan, saham ini disebut saham biasa
(common stock). Dalam hal ini, setiap saham biasa memiliki satu jenis saham atau lebih
dengan berbagai keistimewaan. Contohnya adalah keistimewaan untuk memperoleh
dividen lebih dahulu. Saham semacam ini biasanya disebut saham preferen (preferred
stock).
1. Saham Preferen (Preferred stock )
Pengertian saham preferen Menurut Mohamad Samsul (2006:45):
“Saham preferen (preferred stock) adalah jenis saham yang memiliki hak terlebih
dahulu untuk menerima laba dan memiliki hak laba kumulatif. Hak Kumulatif
adalah hak untuk mendapatkan laba yang tidak dibagikan pada suatu tahun yang
mengalami kerugian, tetapi akan dibayar pada tahun yang mengalami
keuntungan, sehingga saham preferen akan menerima laba dua kali.)
Beberapa macam saham preferen menurut Jogiyanto (2003:70) diantaranya:
a. Convertible Preferred Stock
Untuk menarik minat investor yang menyukai saham biasa, beberapa saham
preferen menambah bentuk di dalamnya yang memungkinkan pemegangnya
untuk menukar saham ini dengan saham biasa dengan rasio penukaran yang sudah
di tentukan. Saham preferen semacan ini disebut dengan convertible preferred
stock.
b. Callable Preferred Stock
Bentuk lain dari saham preferen adalah memberikan hak kepada perusahaan yang
untuk membeli kembali saham ini dari pemegang saham pada tanggal tertentu di
masa mendatang dengan nilai yang tertentu. Harga tebusan ini biasanya lebih
tinggi dari nilai nominal sahamnya.
c. Floating atau Adjustable-rate Preferred Stock (ARP)
Saham preferen ini tidak membayar dividen secara tetap, tetapi tingkat dividen
yang dibayar tergantung dari tingkat return dari sekuritas t-bill (treasury bill).
Saham preferen tipe baru ini cukup popular sebagai investasi jangka pendek
untuk investor yang mempunyai kelebihan kas.
2. Saham Biasa (Common stock)
Pengertian saham biasa menurut Mohamad Samsul (2006:45):
“Saham biasa (common stock) adalah jenis saham yang akan menerima laba
setelah laba bagian saham preferen dibayarkan. Apabila perusahaan bangkrut,
maka pemegang saham biasa yang menderita terlebih dahulu. Penghitungan
indeks harga saham didasarkan pada harga saham biasa. Hanya pemegang saham
biasa yang mempunyai suara dalam Rapat Umum Pemegang saham (RUPS).”
Kemudian menurut Irham Fahmi (2013:37):
“Common stock (saham biasa) adalah suatu surat berharga yang dijual oleh
perusahaan yang menjelaskan nilai nominal (rupiah, dolar, yen, dan sebagainya)
dimana pemegangnya diberi hak untuk mengikuti RUPS (Rapat Umum
Pemegang Saham) dan RUPSLB (Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa)
serta berhak untuk menetukan membeli right issue (penjualan saham terbatas)
atau tidak, yang selanjutnya diakhir tahun akan memperoleh keuntungan dalam
bentuk deviden .”
2.1.6 Harga Saham
Harga saham merupakan nilai pasar dari selembar saham sebuah
perusahaan atau emiten pada waktu tertentu. Harga saham terbentuk dari interaksi
kinerja perusahaan dengan situasi pasar yang terjadi di pasar sekunder. Pasar
sekunder adalah pasar bagi efek yang telah dicantumkan dibursa.
Jogiyanto (2003:88) mengemukakan yang dimaksud dengan nilai pasar
adalah sebagai berikut :
“Nilai pasar adalah harga saham yang terjadi di pasar bursa pada saat
tertentu yang ditentukan oleh pelaku pasar. Nilai pasar ini ditentukan oleh
permintaan dan penawaran saham bersangkutan di pasar bursa.”
Nilai suatu saham dapat dipandang dalam empat konsep yang memberikan makna
yang berbeda, Menurut Sunariyah (2004:127-128) yaitu:
1. Nilai Nominal (par value)
Adalah harga saham pertama yang tercantum pada sertifikat badan usaha. Harga
saham tersebut merupakan harga yang sudah diotorisasi oleh rapat umum pemegang
saham (RUPS). Harga ini tidak berubah-ubah dari yang ditetapkan RUPS.
2. Nilai Buku (book value)
Nilai saham akan bermacam-macam dari waktu perusahaan di dirikan, Nilai saham
tersebut berubah karena adanya kenaikan atau penurunan harga saham dan adanya laba
ditahan. Jumlah laba ditahan, par value saham dan model selain par value adalah nilai
buku. Nilai buku untuk setiap lembar saham dihitung dari pembagian jumlah nilai
buku dan jumlah lembar saham.
3. Nilai Dasar (base price)
Nilai suatu saham sangat berkaitan dengan harga pasar saham yang bersangkutan
setelah dilakukan penyesuaian karena corporate action (aksi emiten). Nilai dasar ini
merupakan harga perdana saham tersebut. Nilai dasar ini juga digunakan dalam
perhitungan indeks harga saham sehingga akan terus berubah jika emiten seperti stock
plit, right issue, dan lain-lain.
4. Nilai Pasar (market prices)
Adalah harga suatu saham pada pasar yang sedang berlangsung di bursa efek. Apabila
bursa efek telah tutup maka harga pasar adalah harga penutupannya (closing price).
Untuk mendapatkan jumlah nilai pasar (market value) suatu saham yaitu dengan
mengalikan harga pasar dengan jumlah saham yang dikeluarkan.
2.1.7 Return Saham
Para investor termotivasi untuk melakukan investasi salah satunya adalah dengan
membeli saham perusahaan dengan harapan untuk mendapatkan kembalian investasi
yang sesuai dengan apa yang telah iinvestasikannya.
“Return merupakan hasil yang diperoleh dari investasi atau tingkat keuntungan
yang dinikmati oleh pemodal atas suatu investasi yang dilakukannya”.
Hartono(2000:107)
Tanpa keuntungan yang diperoleh dari suatu investasi yang dilakukannya,
tentunya investor tidak mau melakukan investasi yang tidak ada hasilnya. Setiap
investasi, baik jangka pendek maupun jangka panjang mempunyai tujuan utama yaitu
memperoleh keuntungan yang disebut return, baik secara langsung maupun tidak
langsung.
Return saham adalah keuntungan yang dinikmati investor atas investasi saham
yang dilakukannya. Return tersebut memiliki dua komponen yaitu current income dan
capital gain. Bentuk dari current income berupa keuntungan yang diperoleh melalui
pembayaran yang bersifat periodik berupa dividen sebagai hasil kinerja fundamental
perusahaan. Sedangkan capital gain berupa keuntungan yang diterima karena selisih
antara harga jual dan harga beli saham. Besarnya capital gain suatu saham akan positif,
bilamana harga jual dari saham yang dimiliki lebih tinggi dari harga belinya. Konsep
return atau kembalian adalah tingkat keuntungan yang dinikmati oleh pemodal atas
suatu investasi yang dilakukannya. Return saham merupakan income yang diperoleh oleh
pemegang saham sebagai hasil dari investasinya di perusahaan tertentu.
Return saham dapat dibedakan menjadi dua jenis (Yogiyanto:2000):
1. Return realisasi (realized return)
Return realisasi merupakan return yang sudah terjadi dan dihitung
berdasarkan data historis. Return realisasi dapat digunakan sebagai salah satu
pengukuran kinerja perusahaan dan dapat digunakan sebagai dasar penentu
return ekspektasi dan risiko di masa yang akan datang
2. Return ekspektasi (expected return).
Return realisasi merupakan return yang sudah terjadi dan dihitung
berdasarkan data historis. Return ekspektasi merupakan return yang
diharapkan terjadi di masa mendatang dan masih bersifat tidak pasti.
Return yang diterima oleh investor di pasar modal dibedakan menjadi dua jenis
yaitu current income (pendapatan lancar) dan capital gain/capital loss (keuntungan
selisih harga). Current income adalah keuntungan yang didapat melalui pembayaran yang
bersifat periodik seperti dividen. Keuntungan ini biasanya diterima dalam bentuk kas
atau setara kas sehingga dapat diuangkan secara cepat. Misalnya dividen saham yaitu
dibayarkan dalam bentuk saham yang bisa dikonversi menjadi uang kas dengan cara
menjual saham yang diterimanya, sedangkan capital gain (loss) merupakan selisih laba
(rugi) yang dialami oleh pemegang saham karena harga saham sekarang relatif lebih
tinggi (rendah) dibandingkan harga saham sebelumnya. Jika harga saham sekarang (Pt)
lebih tinggi dari harga saham periode sebelumnya (Pt-1) maka pemegang saham
mengalami capital gain. Jika yang terjadi sebaliknya maka pemegang saham akan
mengalami capital loss.
Rumus perhitungan return saham:
R i= 𝑃𝑡−𝑃𝑡−1
𝑃𝑡−1
Ri = Return saham
Pt = Harga saham pada periode t
Pt-1 = Harga saham pada periode t-1
2.1.8 Pengaruh Kebangkrutan Terhadap Return Saham
Tinggi rendahnya harga saham yang terbentuk di Bursa Efek (pasar sekunder)
sebab lebih banyak dipengaruhi oleh pertimbangan pembeli dan penjual yang melakukan
transaksi. Pertimbangan ini mencakup kondisi kinerja perusahaan (bangkrut atau sehat),
prospek industri, situasi politik, kebijakan pemerintah dan kondisi bursa itu sendiri,
Sunariyah dalam (Septanti, 2000:86).
Menurut Sunariyah dalam (Handoni, 200:83) nilai investasi pada surat berharga
dipengaruhi oleh harapan pemodal atau investor tentang kinerja perusahaan sehat atau
tidak sehat di masa datang. Sebab bagi investor membeli saham berarti membeli prospek
perusahaan. Harga saham akan meningkat jika kinerja perusahaan baik dan tidak
mengalami financial distressed maupun insolvibilitas. Dengan harga saham yang
meningkat tersebut berarti akan meningkatkan return saham yang akan diterima oleh
investor.
Berdasarkan Arbitrage Princing Theory (APT) yang dikemukakan Suad Husnan
dalam Wahyudi (2003) banyak jenis informasi yang mungkin dapat mempengaruhi harga
saham seperti:
a. Berita keberhasilan riset perusahaan
b. Berita keberlanjutan perusahaan bangkrut atau tidak
c. Pengumuman pemerintah tentang pertumbuhan GNP
d. Pengumuman tingkat bunga yang tidak diperkirakan
e. Penjualan yang meningkat lebih dari yang diharapkan.
Roll dan Ross (1984) dalam (Rini Astuti, 2004:87) melaporkan faktor yang
mempengaruhi tingkat keuntungan harga saham yaitu :
a. Perubahan inflasi yang tidak diantisipasi
b. Perubahan produksi industri yang tidak diantisipasi
c. Perubahan dalam premi resiko
d. Perubahan slope dari kurva penjualan.
2.2 Penelitian- Penelitian Terdahulu
DAFTAR PENELITIAN EMPIRIS TERDAHULU
N
O
TAHUN NAMA PENELITI JUDUL KETERANGAN
1 2010 HAMBANG
HARGANI
ANALISIS PREDIKSI
KEBANGKRUTAN
DAN PENGARUHNYA
TERHADAP RETURN
SAHAM PADA
PERUSAHAAN
TEXTILE DAN
GARMENT GO PUBLIC
DI BURSA EFEK
INDONESIA
Dalam penelitian ini
menggunakan
diskriminan Altman
dan Foster.
Penelitian ini
mengambil obyek 18
perusahaan listing di
BEI .
Dari penelitian ini
diambil kesimpulan
bahwa prediksi
kebangkrutan dapat
mempengaruhi
return saham akan
tetapi dengan angka
signifikan yang
rendah.
2 2012 JULAISAH ANALISIS PREDIKSI
KINERJA KEUANGAN
MODEL SPRINGATE
DAN PENGARUHNYA
TERHADAP RETURN
Dalam penelitian ini
hanya menggunakan
satu diskriminan
yaitu diskriminan
Springate.
SAHAM PADA
PERUSAHAAN FOOD
AND BEVERAGES
DI BURSA EFEK
INDONESIA
Mengambil obyek
penelitian di
perusahaan makanan
dan minuman yang
terdaftar di BEI.
Dalam penelitian ini
dapat ditarik
kesimpulan bahwa
tidak terdapat
pengaruh positif
secara signifikan
hasil prediksi kinerja
keuangan model
Springate terhadap
return saham
perusahaan makanan
dan minuman di
Bursa Efek Indonesia
selama tahun 2006-
2010. Hal ini
diketahui dari nilai
signifikan coefficient
t sebesar 0,353 lebih
besar dari 0,05
sehingga hipotesis
yang diajukan ditolak
kebenarannya.
3 2013 WAHYUDI PENGARUH PREDIKSI
KEBANGKRUTAN
DENGAN
MENGGUNAKAN
METODE ALTMAN Z-
SCORE DAN
SPRINGATE
TERHADAP HARGA
SAHAM”. (Studi Pada
Perusahaan Perbankan
yang Terdaftar di Bursa
Efek Indonesia).
Menggunakan alat
diskriminan Altman
dan Springate.
Dalam penelitian ini
menunjukkan bahwa
harga saham
dipengaruhi oleh
prediksi
kebangkrutan tetapi
terdapat faktor-
faktor lain yang
lebih dominan.
4 2007 EVI WARDHANI ANALISIS TINGKAT
KEBANGKRUTAN
MODEL ALTMAN DAN
FOSTER PADA
PERUSAHAAN
PERTAMBANGAN di
BURSA EFEK
JAKARTA
Analisis Tingkat
Kebangkrutan
Model Altman dan
Foster di Perusahaan
Pertambangan di
Bursa Efek Jakarta
yang dilakukan oleh
Evi Wardhani
(2007) menunjukkan
80% atau 12
perusahaan kategori
bangkrut pada tahun
2002 dan 2003, serta
60% atau 9
perusahaan kategori
bangkrut pada tahun
2004. Dalam
penelitian ini belum
dikaji hubungannya
dengan return
saham.