bab ii tinjauan pustaka 2.1. limbah industri 2.1.1...
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Limbah Industri
2.1.1. Pengertian Limbah Industri
Limbah adalah buangan yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu
tidak dikehendaki lingkungannya karena tidak mempunyai nilai ekonomi. Limbah
yang mengandung bahan polutan yang memiliki sifat racun dan berbahaya dikenal
dengan limbah B3, yang dinyatakan sebagai bahan yang dalam jumlah relatif sedikit
tetapi berpotensi untuk merusak lingkungan hidup dan sumberdaya (Ginting, 2007).
2.1.2. Klasifikasi Limbah Industri
Berdasarkan nilai ekonominya limbah dibedakan menjadi limbah yang
mempunyai nilai ekonomis dan limbah yang tidak memiliki nilai ekonomis. Limbah
yang memiliki nilai ekonomis yaitu limbah dimana dengan melalui suatu proses
lanjut akan memberikan suatu nilai tambah. Limbah non ekonomis adalah suatu
limbah yang walaupun telah dilakukan proses lanjut dengan cara apapun tidak akan
memberikan nilai tambah kecuali sekedar untuk mempermudah sistem pembuangan.
Limbah jenis ini sering menimbulkan masalah pencemaran dan kerusakan lingkungan
(Kristanto, 2002).
2.2. Limbah Cair
2.2.1. Pengertian Limbah Cair
Secara umum dapat dikemukakan bahwa limbah cair adalah cairan buangan
yang berasal dari rumah tangga dan industri serta tempat-tempat umum lainnya dan
mengandung bahan atau zat yang dapat membahayakan kesehatan manusia serta
mengganggu kelestarian lingkungan hidup (Kusnoputranto, 1985).
2.2.2. Sumber Air Limbah
Beberapa sumber air limbah antara lain adalah (Kusputranto, 1985) :
1. Air limbah rumah tangga (domestic wastes water)
2. Air limbah kota praja (municipal wastes water)
3. Air limbah industri (industrial wastes water)
2.2.3. Parameter Air Limbah
Beberapa parameter yang digunakan dalam pengukuran kualitas air limbah
antara lain : (Kusnoputranto, 1985).
1. Kandungan Zat Padat
Yang diukur dari kandungan zat padat ini adalah dalam bentuk Total Solid
Suspended (TSS) dan Total Dissolved Solid (TDS). TSS adalah padatan yang
menyebabkan kekeruhan air yang tidak larut dan tidak dapat mengendap langsung.
TDS adalah padatan yang menyebabkan kekeruhan pada air yang sifatnya terlarut
dalam air.
2. Kandungan Zat Organik
Zat organik di dalam penguraiannya memerlukan oksigen dan bantuan
mikroorganisme. Salah satu penentuan zat organik adalah dengan mengukur BOD
(Biochemical Oxygen Demand) dari buangan tersebut. BOD adalah jumlah oksigen
yang dibutuhkan oleh bakteri untuk melakukan dekomposisi aerobik bahan-bahan
organik dalam larutan, di bawah kondisi waktu dan suhu tertentu (biasanya lima hari
pada 200C).
3. Kandungan Zat Anorganik
Beberapa komponen zat anorganik yang penting untuk mengawasi kualitas air
limbah antara lain : Nitrogen dalam senyawaan Nitrat, Phospor, H2O dalam zat
beracun dan logam berat seperti Hg, Cd, Pb dan lain-lain.
4. Gas
Adanya gas N2, O2, dan CO2 pada air buangan berasal dari udara yang larut ke
dalam air, sedangkan gas H2S, NH3, dan CH4 berasal dari proses dekomposisi air
buangan. Oksigen di dalam air buangan dapat diketahui dengan mengukur DO
(Dissolved Oxygen). Jumlah oksigen yang ada di dalam sering digunakan untuk
menentukan banyaknya/besarnya pencemaran organik dalam larutan, makin rendah
DO suatu larutan makin tinggi kandungan zat organiknya.
5. Kandungan Bakteriologis
Bakteri golongan Coli terdapat normal di dalam usus dan tinja manusia.
Sumber bakteri patogen dalam air berasal dari tinja manusia yang sakit. Untuk
menganalisa bakteri patogen yang terdapat dalam air buangan cukup sulit sehingga
parameter mikrobiologis digunakan perkiraan terdekat jumlah golongan coliform
(MPN/ Most Probably Number) dalam sepuluh mili buangan serta perkiraan
terdekat jumlah golongan coliform tinja dalam seratus mili air buangan.
6. pH (Derajat Keasaman)
Pengukuran pH berkaitan dengan proses pengolahan biologis karena pH yang
kecil akan menyulitkan, disamping akan mengganggu kehidupan dalam air bila
dibuang ke perairan terbuka.
7. Suhu
Suhu air buangan umumnya tidak banyak berbeda dengan suhu udara tapi lebih
tinggi daripada suhu air minum. Suhu dapat mempengaruhi kehidupan dalam air.
Kecepatan reaksi atau pengurangan, proses pengendapan zat padat serta kenyamanan
dalam badan-badan air.
2.2.4. Tujuan Pengolahan Limbah Cair Industri
Pengolahan limbah cair industri mempunyai tujuan (Pandia, 1995) :
1. Penghilangan bahan tersuspensi dan terapung
2. Penghilangan organisme patogen
3. Pengolahan bahan organik yang terbiodegradasi
4. Peningkatan pengertian tentang dampak pembuangan limbah yang tidak diolah atau
sebagian diolah terhadap lingkungan.
5. Peningkatan pengetahuan dan pemikiran tentang efek jangka panjang yang mungkin
akan ditimbulkan oleh komponen tertentu dalam limbah yang dibuang ke badan air.
6. Peningkatan kepedulian nasional untuk perlindungan lingkungan.
7. Pengembangan berbagai metoda yang sesuai untuk pengolahan limbah.
2.2.5. Sistem Pengolahan Limbah Cair
Pengolahan limbah dengan memanfaatkan teknologi pengolahan dapat dilakukan
dengan cara fisika, kimia, dan biologis atau gabungan ketiga sistem pengolahan tersebut.
Berdasarkan sistem unit operasinya teknologi pengolahan limbah diklasifikasikan
menjadi unit operasi fisik, unit operasi kimia dan unit operasi biologi. Sedangkan bila
dilihat dari tingkatan perlakuan pengolahan maka sistem pengolahan limbah diklasifikasi
menjadi : Pre treatment, Primary treatment system, Secondary treatment system,
Tertiary treatment system. Setiap tingkatan treatment terdiri pula atas sub-sub treatment
yang satu dengan yang laain berbeda.
1. Pre Treatment
Pengolahan pendahuluan digunakan untuk memisahkan padatan kasar, mengurangi
ukuran padatan, memisahkan minyak atau lemak dan proses menyetarakan fluktuasi
aliran limbah pada bak penampung. Unit yang terdapat dalam pengolahan pendahuluan
adalah :
a. Saringan (bar screen)
b. Pencacah (communitor)
c. Bak penangkap pasir (grit chamber)
d. Penangkap lemak dan minyak (skimmer and grease trap)
e. Bak penyetaraan (equlization basin)
2. Primary Treatment
Pengolahan tahap pertama bertujuan untuk mengurangi kandungan padatan
tersuspensi melalui proses pengendapan (sedimentation). Pada proses pengendapan
partikel padat dibiarkan mengendap ke dasar tangki. Bahan kimia biasanya ditambahkan
untuk menetralisasi dan meningkatkan kemampuan pengurangan padatan tersuspensi.
Dalam unit ini pengurangan BOD dapat mencapai 35% sedangkan suspended solid
berkurang sampai 60%. Pengurangan BOD dan padatan pada tahap awal ini selanjutnya
akan membantu mengurangi beban pengolahan tahap kedua.
3. Secondary Treatment
Pengolahan kedua ini mencakup proses biologis untuk mengurangi bahan-bahan
organik melalui mikroorganisme yang ada di dalamnya. Pada proses ini sangat
dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain jumlah air limbah, tingkat kekotoran, jenis
kotoran yang ada dan sebagainya reaktor pengolahan lumpur aktif (activated sludge) dan
saringan penjernihan biasanya dipergunakan dalam tahap ini. Pada proses penggunaan
lumpur aktif, maka air limbah yang telah lama ditambahkan pada tangki aerasi dengan
tujuan untuk memperbanyak jumlah bakteri secara cepat agar proses biologis dalam
menguraikan bahan organik berjalan lebih cepat. Lumpur aktif tersebut dikenal sebagai
MLSS (Mizeed Liquiour Suspended Solid), dalam proses biologis ada dua hal yang
penting yaitu:
a. Proses Penambahan Oksigen
Pengambilan zat pencemar yang terkandung di dalam air limbah merupakan tujuan
pengolahan air limbah. Penambahan oksigen adalah salah satu usaha dari
pengambilan zat pencemar tersebut sehingga konsentrasi zat pencemar akan
berkurang atau bahkan dihilangkan sama sekali. Zat yang diambil dapat berupa gas,
cairan ion, koloid, atau bahan tercampur.
b. Pertumbuhan bakteri dalam bak reaktor
Bakteri diperlukan untuk menguraikan bahan organik yang ada di dalam air limbah.
Oleh karena itu, diperlukan jumlah bakteri yang cukup untuk menguraikan bahan-
bahan organik tersebut. Bakteri yang digunakan ini memerlukan bahan makanan,
yaitu lumpur. Untuk penambahan bahan makanan agar persediaan makan lebih
banyak maka digunakan lumpur. Lumpur yang digunakan untuk penambahan
makanan ini disebut lumpur aktif (activated sludge). Pemberian lumpur aktif ini
dilakukan sebelum memasuki bak aerasi dengan mengambil lumpur dari bak
pengendapan kedua atau dari bak pengendapan akhir (final sedimentation tank).
4. Tertiary Treatment
Pengolahan ini adalah lanjutan dari pengolahan terdahulu, pengolahan jenis ini baru
akan dipergunakan apabila pada pengolahan pertama dan kedua masih banyak terdapat
zat tertentu yang masih berbahaya bagi masyarakat umum. Pengolahan ketiga ini
merupakan pengolahan secara khusus sesuai dengan kandungan zat terbanyak dalam air
limbah, biasanya dilaksanakan pada pabrik yang menghasilkan air limbah yang khusus
pula. Beberapa jenis pengolahan yang sering dipergunakan antara lain :
a. Saringan pasir
Penyaringan adalah pengurangan lumpur tercampur dan partikel koloid dari air
limbah dengan melewatkan pada media yang porous. Saringan pasir ini ada 2
jenis yaitu saringan pasir lambat dan saringan pasir cepat.
b. Saringan multimedia
Penyaring dengan multimedia ini dengan menggunakan saringan yang berbeda
granulanya, misalnya : 0,5 meter antrasit dengan diameter 1 milimeter pada
bagian atas 0,3 meter pasir silika dengan diameter 0,5 m. Satu set penyaring
menghasilkan 2,7 - 5,4 liter/meter kubik perdetik.
c. Micro Staining
Saringan micro staining terdiri dari bahan drum yang diputar, sedangkan drum
itu dibungkus ayakan bahan stainless steel. Pada penggunaannya drum diputar
dengan 2/3 bagian dari drum terendam di dalam air limbah sehingga air yang
cukup jernih dapat masuk ke dalam drum sedangkan lumpur tertahan pada
ayakan pembungkusnya dan melekat sehingga ikut terangkat ke atas pada waktu
berputar.
c. Vaccum Filter
Saringan ini terdiri dari drum horizontal yang dilapisi dengan filter medium atau
spiral, kemudian diputar dalam campuran lumpur dan limbah dengan ¼ bagian
dari drum terendam larutan.
d. Penyerapan
Penyerapan secara umum adalah proses pengumpulan benda-benda terlarut yang
terdapat dalam antara dua permukaan.
e. Pengurangan besi dan mangan
Keberadaan ferric dan manganic larutan dapat berbentuk dengan adanya pabrik
tenun, kertas dan proindustri. Fe dan Mn dapat dihilangkan dari dalam air
dengan melakukan oksidasi menjadi Fe (OH)3 dan MnO2 yang tidak larut dalam
air, kemudian diikuti dengan pengendapan dan penyaringan. Oksidator utama
adalah molekul-molekul oksigen dari udara, klosin atau KmnO4 .
f. Osmosis bolak-balik
Osmosis bolak-balik adalah satu diantara sekian banyak teknik pengurangan
bahan mineral yang diterapkan untuk memproduksi air yang siap dipergunakan
lagi.
g. Pembunuhan bakteri (desinfektan)
Pembunuhan bakteri bertujuan untuk mengurangi atau membunuh
mikroorganisme patogen yang ada dalam air limbah.
h. Pengolahan lanjut (ultimate disposal)
Dari setiap tahap pengolahan air limbah maka hasilnya adalah berupa lumpur
yang perlu dilakukan pengolahan secara khusus agar lumpur tersebut dapat
digunakan kembali untuk keperluan kehidupan misalnya untuk menimbun
lubang.
2.3. Limbah Lumpur
2.3.1. Pengertian Lumpur Bor
Lumpur bor adalah fluida yang dipakai dalam pengeboran yang terdiri dari
bahan dasar atau bahan aditif atau hasil campuran keduanya yaitu bahan dasar dan
bahan aditif (PerMen ESDM RI, 2006).
Bahan dasar adalah fluida dasar lumpur bor dalam bentuk bahan dasar air,
bahan dasar minyak dan bahan dasar sintetis. Bahan aditif adalah bahan tambahan
untuk pembuatan lumpur, dapat berupa padatan atau cairan yang dicampurkan pada
bahan dasar dengan fungsi khusus.
Lumpur pemboran menurut definisi API (American Petroleum Institute, 2003)
adalah fluida sirkulasi yang digunakan dalam pemboran dan memiliki peranan yang
penting dalam keberhasilan proses pemboran itu sendiri.
Lumpur pengeboran adalah fluida yang digunakan dalam proses pengeboran
yang diedarkan atau dipompakan dari permukaan melalui pipa bor menuju mata bor
dan akan kembali ke permukaan melalui Annulus (celah antara pipa bor dengan
lubamg sumur) sambil membawa cutting pemboran (Growcock, 2005).
2.3.2. Pengertian Limbah Lumpur
Limbah lumpur adalah sisa-sisa pemakaian lumpur bor yang telah
dipergunakan pada proses pengeboran minyak dan tidak dipergunakan lagi (PerMen
ESDM RI, 2006).
2.3.3. Jenis Lumpur Bor
1. Fresh Water Muds
Lumpur yang fasa cairnya adalah air tawar dengan kadar garam yang kecil
(kurang dari 10000 ppm = 1 % berat garam) berfungsi sebagai fase kontinyu 65%
berat bobot dan clay sebagai pembentuk mud itu sendiri.
2. Salt Water Muds (air asin)
Lumpur ini digunakan untuk membor garam massive (saltdome) atau salt
stringer (lapisan formasi garam) dan kadang-kadang bila ada aliran garam yang
terbor.
3. Oil Base Mud
Lumpur yang dibuat dengan minyak sebagai fase kontinyu dan attapulgite sebagai
pengganti bentonite memiliki kadar air dibawah 3 - 5% volume untuk mengontrol
viscositas, menaikan gel strength, efek kontaminasi, untuk menaikan gel strength
perlu ditambahkan zat kimia. Manfaat dari Oil Base Mud adalah untuk melepaskan
drill pipe yang terjepit dan mempermudah pemasangan casing dan liner.
4. Gaseous Drilling Fluids
Lumpur yang dibuat dengan udara atau gas sebagai fase continue dan air sebagai
fase dispersant dibawah 5% volume total, lumpur ini digunakan pada pemboran
daerah yang memiliki kondisi air sangat minim serta pada pemboran daerah dengan
jenis batuan yang sangat keras dan bertemperatur tinggi.
2.3.4. Komposisi Lumpur Bor
Lumpur bor secara umum terbuat dari bongkahan bentonit yang dicampur
dengan air untuk viskositas yang diinginkan. Bahan aditif lain yang juga ditambahkan
adalah barium sulfat (barit), kalsium karbonat (kapur) atau hematite yang berfungsi
sebagai pemberat, caustic soda (NaOH) dan potassium hydroxide sebagai pengatur
pH serta bahan tambahan lainnya, seperti pengatur air tapisan (fluid loss control),
penstabil lapisan lempung (shale stabilizer). Sedangkan bongkahan bentonit sendiri
berfungsi sebagai pengental lumpur (viscofisier) dengan komposisi terbesar dari
adonan lumpur ini adalah air.
2.3.5. Sifat-Sifat Fisik Lumpur Pengeboran
1. Berat Jenis
Berat jenis lumpur pengeboran sangat besar pengaruhnya dalam mengontrol
tekanan formasi, sebab dengan naiknya berat jenis lumpur maka tekanan lumpur akan
naik pula.
Dengan perhitungan sebagai berikut :
Dimana : D = Berat jenis lumpur
W = Berat lumpur
V = Volume lumpur
2. Tekanan Hidrostatik
Tekanan hidrostatik lumpur didefinisikan sebagai fungsi tekanan per satuan
luas yang secara matematis dinyatakan sebagai berikut :
Dimana : P = Tekanan hidrostatik lumpur
A = Luas penampang
h = Tinggi kolom lumpur
D = W V
P = 0.052 h D a
D = Berat jenis
3. Viskositas
Salah satu sifat lumpur yang menentukan daya tahan terhadap pergerakan,
dimana tahanan ini terjadi disebabkan oleh pergesekan antar partikel-partikel dari
lubang bor. Viskositas menyatakan kekentalan dari lumpur bor, dimana viskositas
memegang peranan dalam pengangkatan serbuk bor ke permukaan. Makin kental
lumpur, maka pengangkatan cutting kurang sempurna, dan akan mengakibatkan
cutting tertinggal didalam lubang bor serta mengakibatkan tejepitnya rangkaian pipa
pemboran. Akan tetapi bila lumpur pemboran mempunyai harga viskositas yang
terlalu tinggi maka dapat mengakibatkan permasalahan pemboran seperti loss
circulation.
4. Gel Strength
Waktu lumpur bersirkulasi besaran yang berperan adalah viskositas, sedangkan
ketika sirkulasi berhenti yang memegang peranan adalah gel strength. Lumpur akan
menjadi gel saat tidak ada sirkulasi. Hal ini disebabkan oleh gaya tarik menarik antara
partikel-partikel padatan lumpur. Saat lumpur berhenti bersirkulasi, lumpur harus
mempunyai gel strength yang dapat menahan cutting dan material pemberat lumpur
agar jangan turun, sehingga padatan tidak menumpuk dan mengendap di annulus, dan
mencegah pipa terjepit. Akan tetapi jika gel strength terlalu tinggi akan menyebabkan
beratnya kerja pompa lumpur untuk memulai sirkulasi kembali. Walaupun pompa
mempunyai daya yang kuat, pompa tidak boleh mempompakan lumpur dengan daya
yang besar karena formasi akan pecah.
5. Yield Point
Bagian dari resistensi untuk mengalir oleh gaya tarik-menarik antar partikel.
Jadi Yield Point merupakan angka yang menunjukkan shearing stress yang
diperlukan untuk mensirkulasikan lumpur kembali. Dengan kata lain lumpur tidak
akan dapat sirkulasi sebelum diberikan shearing stress sebesar yield point. Yield
Point sangat penting diketahui untuk perhitungan hidrolika lumpur, dimana yield
point mempengaruhi hilangnya tekanan waktu lumpur disirkulasikan.
6. Filtrasi dan Mud cake
Ketika terjadi kontak antara lumpur dan batuan porous, batuan tersebut akan
bertindak sebagai saringan yang memungkinkan fluida dan partikel-partikel kecil
melewatinya. Fluida yang hilang ke dalam batuan disebut filtrate, sedangkan partikel-
partikel besar tertahan di permukaan dan membentuk lapisan batuan disebut mud
cake.
7. pH Lumpur
pH dipakai untuk menentukan tingkat kebasaan dan keasaman dari lumpur bor.
pH dari lumpur yang dipakai berkisar 8.5 – 12. Jadi lumpur bor yang digunakan
adalah dalam suasana basa. Lumpur sebaiknya tidak terlalu basa karena akan
menaikkan viskositas dan gel strength dari lumpur.
2.3.6. Aditif
Aditif merupakan bahan yang ditambahkan sehingga mud memiliki
kemampuan untuk mengatasi masalah yang terjadi pada saat pemboran berlangsung,
adapun aditif yang dipakai dalam pemboran meliputi :
a. Thinner: Material yang ditambahkan untuk mengurangi densitas lumpur
Contoh: Lignosulfonate, Lignin, Alkylene oxide polimer, Quebranco
(Dispersant), Phosphate, Sodium tanate, Surfactant.
c. Viscosifier: Material yang ditambahkan kedalam lumpur untuk mengontrol
viscositas. Contoh: Clay, Acrylic polimer, Hidroksi metil selulosa, Polimer,
viscosifier, Polysaccharide.
d. Weighting agent: Material yang ditambahkan kedalam lumpur untuk
menambah berat lumpur. Contoh : Galena, Barite, Kalcium karbonate.
e. Special aditif: Material khusus untuk lumpur. Contoh: Viscositas reducer,
Chemical breaker, Fluid loss reducer, pH adjustment.
f. Loss circulation material: bahan yang ditambahkan pada lumpur untuk
menanggulangi loss pada pemboran. Contoh seperti tertera pada Tabel
dibawah ini :
Tabel 2.1 Material yang Ditambahkan untuk Menangani Terjadinya Loss Circulation
Bahan Tipe
Kulit Kacang Butiran
Plastik Butiran
Batu Kapur Butiran
Belerang Butiran
Percite Butiran
Cellophane Lembaran
Serbuk Gergaji Serat
Rumput Ilalang Serat
Jerami Serat
Kulit Biji Kapas Butiran
Ilalang Rawa Serat
Kertas Kaca Lembaran
Hancuran Kayu Serat
Sumber : Mufhashal, 2010
2.3.7. Fungsi Lumpur Bor
Secara umum, ada beberapa fungsi dari penggunaan lumpur dalam proses
pemboran. Diantaranya sebagai berikut :
1. Melumasi dan mendinginkan mata bor. Gesekan antara mata bor dengan
formasi (batuan) akan menimbulkan panas, dengan aliran lumpur dapat
menurunkan suhunya.
2. Memberikan tekanan hidrolik ke motor yang mendorong mata bor di dasar
lubang.
3. Mengangkat serpihan batuan (cutting) ke permukaan.
4. Membawa semen dan bahan lainnya ke tempat yang dibutuhkan dalam
sumur.
5. Menjaga cutting tidak jatuh kedasar lubang bor saat pemboran dihentikan
sementara,
6. Menahan sebagian berat drill pipe dan casing: selama proses pemboran
berlangsung berat drill pipe serta casing dapat menimbulkan efek penekanan
terhadap formasi, lumpur akan mengurangi effek tersebut dengan
memberiikan gaya angkat keatas
7. Mengurangi efek negatif pada formasi: saat pemboran berlangsung lumpur
akan menjaga lubang bor terhadap tekanan yang diberikan oleh formasi.
8. Mendapatkan informasi (mud log, sample log): dalam pemboran kadang-
kadang lumpur dianalisa apakah mengandung hidrokarbon atau tidak,
pemeriksaan cutting sampel pun dapat menentukan formasi apa yang sedang
ditembus.
2.3.8. Langkah-Langkah Pembuatan Lumpur Bor
Adapun langkah-langkah pembuatan lumpur dalam proses pemboran minyak
bumi adalah :
1.Tambahkan natrium hidroksida sebanyak 0.25 lb/bbl dan 0.12 lb/bbl
kalium hidroksida untuk membuang ion kalsium dan magnesium dalam air.
Akan tetapi bila air tidak mengandung magnesium, kalium hidroksida tidak
perlu digunakan.
2. Larutkan bentonite dalam air, maksudnya adalah membuat larutan yang
terdiri hanya dari bentonite tanpa ada campuran bahan lainnya.
3.Untuk mencampur polimer, mulai dengan mengencerkan polimer terlebih
dahulu. Jika lumpur menjadi terlalu kental tambahkan kalium klorida guna
effisiensi pemompaan, garam ini akan mengurangi viskositas, jaga batas
pH antara 9.0 - 9.5. setelah viskositas telah dikurangi, tambahkan polimer
yang tersisa.
4.Tambahkan barite dan mulailah mengaduk lumpur sampai setara
kekentalannya, periksa viskositas dan densitas secara berkala karena
viskositas mungkin akan menurun akibat pengadukan awal. Bila terus
terjadi tambahkan polimer penambah viskositas atau prehidrat bentonite.
2.3.9. Pengolahan Limbah Lumpur Bor
Tujuan utama pengolahan limbah lumpur bor adalah menurunkan kadar zat-
zat kimia yang terkandung dalam lumpur bor sampai pada tingkat yang diizinkan
dilepas ke lingkungan setelah dibandingkan dengan angka baku mutu menurut
PerMen LH No. 04 Tahun 2007. Lumpur sisa pemboran merupakan limbah yang
memerlukan proses pengolahan terlebih dahulu sebelum dilepas ke lingkungan
setelah semua parameter pemeriksaan di bawah baku mutu baik yang ditetapkan oleh
pemerintah. Berdasarkan teori pengolahan limbah cair, ada lima langkah pengolahan
untuk mengolah limbah lumpur bor ini, yaitu :
1. Pre Treatment
Pada tahap ini lumpur dari lokasi pemboran akan ditampung pada sebuah
kolam yang disebut Pit. Pelakuan pertama di Pit ini adalah penyaringan menggunakan
screen bar terhadap padatan-padatan kasar, seperti plastik, kayu, dedaunan yang ikut
terbawa bersama lumpur ketika disedot dengan vaccum truck. Selain itu pada tahap
Pre treatment dilakukan juga pemisahan minyak dari cairan menggunakan
pelampung minyak yang dinamakan floating boom. Minyak yang memiliki berat jenis
lebih ringan daripada air akan mengapung ke atas dan akan melekat pada pelampung
minyak.
2. Primary Treatment
Tahap selanjutnya adalah tahap pengolahan pertama. Perlakuan pada tahap ini
adalah pemisahan antara padatan dan cairan dengan menginjeksikan bahan kimia.
Tahap ini disebut juga Chemical Treatment. Zat kimia yang diinjeksi memiliki fungsi
untuk mempercepat proses pengendapan di tangki sedimentasi. Zat kimia yang
diinjeksi pertama kali adalah Aluminium sulfat (Al2SO4) berfungsi sebagai flokulan
yang membentuk flok-flok sehingga terpisah padatan dengan cairan. Selanjutnya
injeksi coastic soda (NaOH) yang berfungsi menetralkan pH setelah pemberian
Al2SO4. Berikutnya injeksi koagulan berupa polimer untuk membentuk flok-flok
yang lebih besar sehingga mempercepat proses pengandapan secara gravitasi. Setelah
penginjeksian ketiga zat kimia ini limbah akan diendapkan untuk memisahkan
padatan dan cairannya.
3. Secondary Treatment
Pada tahap ini dilakukan filtrasi menggunakan saringan pasir dan saringan
karbon. Fungsi dari keduanya berbeda, saringan pasir berfungsi menyaring padatan
yang masih terdapat dalam cairan sedangkan saringan karbon berfungsi sebagai
penangkap atau penyerap zat-zat organik yang terlarut dalam cairan.
4. Tertiery Treatment
Pada tahap ini cairan akan ditampung pada sebuah Pit untuk di aerasi dengan
aerator. Fungsi aerasi ini adalah menyuplai O2 untuk pengolahan secara biologi oleh
bakteri aerobik untuk penurunan kadar COD dalam limbah. Kemudian limbah akan
dialirkan ke dalam multimedia filter yang terdiri dari pasir silika, zeolit dan kerikil.
Berikutnya limbah akan disaring dengan ultra filtrasi dan reverse osmosis.
5. Ultimate Treatment
Pada tahap ini merupakan pengolahan lanjutan dari serangkaian pengolahan
limbah lumpur. Pengolahan lanjutan terhadap limbah lumpur bor adalah pengolahan
padatan yang telah dipisahkan dari cairan, dikumpulkan pada sebuah tanki khusus
yang disebut solid tank. Padatan ini akan dipress terlebih sehingga benar-benar kering
dan dimanfaatkan menjadi bahan baku batako yang dicampur dengan bahan lain,
pasir dan semen.
2.3.10. Parameter Air Olahan Lumpur Bor
1. Chemical Oxygen Demand (COD)
COD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan agar limbah organik yang ada dalam
air limbah dapat teroksidasi melalui reaksi kimia. Penetapan COD berfungsi untuk
mengukur banyaknya oksigen setara dengan bahan organik dalam sampel air, yang
dioksidasi oleh senyawa oksidator kuat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
COD adalah oksidator kuat yang dibutuhkan untuk mengoksidasi senyawa organik
dalam air (Sunu, 2001).
2. pH (Derajat Keasaman)
Pengukuran pH berkaitan dengan proses pengolahan biologis karena pH yang kecil
akan lebih menyulitkan, disamping akan mengganggu kehidupan dalam air bila
dibuang ke perairan terbuka.
3. Gas
Gas H2S dan NH3 yang ditemukan dalam lumpur berasal dari proses dekomposisi
air buangan.
4. Phenol.
Salah satu komponen anorganik yang terkandung dalam limbah lumpur adalah
Phenol. Phenol dengan konsentrasi 0.005/liter dalam air minum menimbulkan rasa
dan bau bereaksi dengan khlor yang membentuk khlorophenol (Ginting, 2007).
5. Oil dan Grease
Minyak dan lemak dan merupakan bahan organis bersifat tetap dan sukar
diuraikan bakteri. Limbah ini membuat lapisan pada permukaan air sehingga
membentuk selaput. Berat jenisnya yang lebih kecil dari air maka minyak tersebut
berbentuk lapisan tipis di permukaan air dan menutup permukaan yang
mengakibatkan terbatasnya oksigen masuk dalam air.
6. Temperatur
Limbah yang mempunyai temperatur panas yang akan mengganggu pertumbuhan
biota tertentu. Temperatur yang dikeluarkan suatu limbah cair harus merupakan
temperatur alami. Suhu berfungsi memperlihatkan aktifitas kimiawi dan biologis.
Pada suhu tinggi pengentalan cairan berkurang dan mengurangi sedimentasi. Tingkat
zat oksidasi lebih besar pada suhu tinggi dan pembusukan jarang terjadi pada suhu
rendah.
2.3.11. Pengaruh Limbah Lumpur Terhadap Kesehatan Masyarakat
Keberadaan limbah lumpur pengeboran di lingkungan apabila tidak dilakukan
pengolahan sebelumnya dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada manusia,
khususnya yang bermukim di sekitar pembuangan limbah lumpur dan berhubungan
langsung dengan limbah lumpur. Gangguan dapat bersifat akut dan kronis. Hal ini
disebabkan oleh kandungan dalam lumpur yang berbahaya bagi manusia jika
terkontaminasi. Beberapa parameter lumpur bor yang diperiksa dan dinilai berbahaya
bagi kesehatan manusia adalah Phenol, Khlorida, Fluorida dan Logam berat. Efek
yang ditimbulkan masing-masing kandungan tersebut adalah sebagai berikut :
a. Karakteristik dari senyawa Phenol merupakan senyawa berwarna merah muda
yang mudah masuk dalam kulit sehat dan menimbulkan rasa terbakar. Keracunan
akut menyebabkan gejala gastro-intestinal, sakit perut, kelainan koordinasi bibir,
mulut dan tenggorokan. Dapat pula terjadi perforasi usus. Keracunan khronis
menimbulkan gejala gastro-intestinal, sulit menelan dan hipersalivasi, kerusakan
ginjal dan hati dan dapat pula diikuti kematian.
b. Dalam industri perminyakan Khlorida adalah konstituen yang dipantau ketat dari
sistem lumpur. Kenaikan khlorida dalam sistem lumpur dapat mengindikasikan
kemungkinan pengeboran ke dalam formasi air asin bertekanan tinggi. Efek
buruk Khlorida terhadap manusia adalah penyakit ginjal dan overactivity dari
kelenjar paratiroid (Hiperparatiroidisme), mengakibatkan kelebihan produksi
hormon paratiroid (PTH) dalam mengatur kadar kalsium dan fosfat sehingga
terjadi kelebihan kalsium dan fosfat dalam tubuh yang berakibat pada ginjal.
c. Ditemukannya Fluorida yang melebihi ambang batas dalam tubuh dapat
berpotensi osteoporosis, kerusakan otak, kemandulan dan keretakan tulang
pinggul. Kadar 0.1 ppm pun tetap saja menunjukkan kenaikan angka statistik
keretakkan tulang pinggul yang signifikan.
d. Masukknya logam berat dalam tubuh seperti Arsen, Timbal, Boron, Kobalt,
Merkuri dan lainnya menyebabkan efek kronis pada tubuh yaitu karsinogenik
dan cacat bawaan.
2.3.12. Pengaruh Limbah Lumpur Terhadap Lingkungan
Pembuangan langsung lumpur bor ke lingkungan khususnya ke badan air
dapat menimbulkan pada resiko di perairan. Endapan lumpur yang tinggi
menunjukkan kadar TSS dan TDS yang tinggi pula. Hal ini menyebabkan kekeruhan
pada air sehingga air menjadi berwarna dan tidak dapat digunakan lagi sesuai
fungsinya, seperti untuk air minum, mencuci dan mandi. Selanjutnya, apabila
ditemukannya phenol sebagai salah satu campuran lumpur yang melebihi ambang
batas menyebabkan air berasa dan bertambah kuat jika air mengandung chlor. Selain
itu, keberadaan phenol pada perairan dapat menganggu biota air seperti Crustacea
(kutu air), zooplankton, fitoplankton, bentos, cacing dan serangga. Ini mengingat
kemampuan biodegradasi phenol di perairan cukup lama yaitu antara 1s/d 9 hari.
Keberadaan H2S dan NH3 yang terdapat di dalam lumpur apabila tidak
diturunkan sampai pada batas yang diizinkan akan menimbulkan bau yang tidak
sedap pada badan air penerima limbah.
2.5 Kerangka Konsep
Pengolahan Lumpur
a. Pre Treatment b. Primary
Treatment c. Secondary
Treatment d. Tertiery
Treatment e. Ultimate
Cairan
Parameter sesudah pengolahan :
a. COD b. H2S c. NH3 d. pH e. TDS f. Phenol g. Minyak dan
Lemak
Memenuhi baku mutu menurut Permen LH No. 04 Tahun 2007
Tidak memenuhi baku mutu menurut Permen LH No. 04 Tahun 2007
Limbah lumpur
PT Chevron
Padatan Batako