bab ii tinjauan pustaka 2.1 menarche
TRANSCRIPT
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Menarche
2.1.1 Pengertian
Menarche adalah haid yang pertama terjadi yang merupakan ciri khas
kedewasaan seorang wanita yang sehat dan tidak hamil. Biasanya menarche
rata-rata terjadi pada usia 11-13 tahun. Namun dalam dasawarsa terakhir ini,
usia menarche telah bergeser ke usia yang lebih muda (Wiknjosastro, 2012).
2.1.2 Faktor yang Berhubungan dengan Usia Menarche
Beberapa hasil penelitian terdahulu menunjukkan adanya penurunan usia
menarche yang diduga berhubungan dengan faktor endogen yaitu genetik dan
faktor eksogen, yaitu status sosial ekonomi keluarga, status gizi, keadaan
keluarga, tempat tinggal, kegiatan fisik dan keterpaparan terhadap media massa
orang dewasa (Ginarhayu, 2012). Sedangkan menurut Sanjatmiko (2014) tiga
lingkungan sosial budaya bekerja secara simultan menjadi pendukung
percepatan usia menarche remaja, yaitu lingkungan rumah tangga, lingkungan
pendidikan formal dan lingkungan peer group. Dalam lingkungan rumah tangga,
faktor dominan yang menentukan seperti pola konsumsi nutrisi, media
komunikasi dan proses sosialisasi. Dalam lingkungan pendidikan formal yaitu
proses sosialisasi pengetahuan formal sekolah dan non formal. Sedangkan dalam
lingkungan peer group pola konsumsi nutrisi, media komunikasi serta sosialisasi
11
dalam lingkungan peer group merupakan faktor-faktor yang mendukung ke arah
percepatan usia menarche pada remaja.
2.1.3 Reaksi Remaja Wanita terhadap Menarche
Menurut Dariyo (2014), tidak semua individu mampu menerima
perubahan fisiologis semasa remaja. Para ahli psikologi perkembangan secara
umum mengungkapkan dua jenis reaksi remaja wanita terhadap datangnya haid
pertama (menarche), yaitu sebagai berikut:
1. Reaksi negatif, yaitu suatu pandangan yang kurang baik dari seorang remaja
wanita ketika dirinya memandang terhadap munculnya menstruasi. Ketika
muncul menstruasi pertama, seorang individu akan merasakan adanya
keluhan-keluhan fisiologis (sakit kepala, sakit pinggang, mual-mual, muntah)
maupun kondisi psikologis yang tidak stabil (bingung, sedih, stres, cemas,
mudah tersinggung, marah dan emosional). Hal ini kemungkinan karena
ketidaktahuan remaja tentang perubahan-perubahan fisiologis yang terjadi
pada awal kehidupan seorang remaja wanita, maka menstruasi dianggap
sebagai sesuatu hal yang tidak baik. Oleh karena itu, peran orang tua
maupun guru di sekolah agar bersedia memberi informasi yang benar
tentang kondisi perubahan masa-masa remaja agar dapat mengurangi sikap
yang membingungkan bagi remaja.
2. Reaksi positif, ialah individu yang mampu memahami, menghargai dan
menerima adanya menstruasi pertama sebagai tanda kedewasaan seorang
wanita. Sikap yang positif akan menjadi salah satu tolok ukur kedewasaan
12
seseorang (the maturity of personality). Umumnya mereka yang dewasa
ditanda dengan konsep diri (self- concept) yang positif, yakni memiliki
kemampuan untuk melihat gambaran diri mengenai kelebihan dan
kekurangan diri sendiri, artinya mereka mampu untuk mengevaluasi diri (self-
awareness). Dari kemampuan tersebut akan menumbuhkan perasaan untuk
dapat menghargai diri sendiri (self-esteem), yang akhirnya akan membentuk
rasa percaya diri (self-confidence). Orang yang percaya diri akan memiliki rasa
optimis dan penuh harapan terhadap masa depannya.
2.1.4 Resiko Menarche Dini
Beberapa laporan penelitian menunjukkan, menarche dini memiliki resiko
lebih besar terhadap munculnya kanker pada wanita. Direktur Breast Cancer
Research Program di Amerika yang mengatakan bila terjadi haid pertama
sebelum usia 12 tahun, risiko kanker payudara meningkat 50% dibanding dengan
usia 16 tahun. Selain itu, karena hormon seksualnya lebih cepat berkembang,
secara fisik mereka juga menjadi lebih cepat dewasa. Sayangnya, perkembangan
tersebut tidak diiringi oleh perkembangan mental. Akibatnya anak-anak yang
mengalami menarche dini juga lebih berisiko mengalami gangguan psikologis dan
perilaku. Menurut Dr. Amarullah Siregar, ahli naturopati dari Klinik Bio-RX,
Jakarta, menarche dini juga menyebabkan produksi hormon kortisol meningkat
secara tajam. Padahal, kortisol merupakan ‘hormon kematian’. Jika kadarnya
terlalu tinggi, sel-sel di dalam tubuh akan lebih cepat dan terjadilah proses
penuaan dini (aging). Hormon dehidroepiandrosterone (DHEA) yang bertugas
13
mengatur sistem metabolisme dan fungsi kerja hormon seperti estrogen,
progesteron, testosteron, serta kortisol, juga menjadi lebih cepat ‘lelah’.
Kelelahan ini membuat proses metabolisme di dalam tubuh jadi terganggu.
Akibatnya, anak-anak yang mengalami menarche dini juga lebih berisiko
mengalami metabolic syndrome (Pratitasari, 2013).
2.1.5 Patofisiologi
Secara sederhana, diawali dari produksi GnRH yang berlebihan yang
menyebabkan kelenjar pituitary meningkatkan produksi luteinizing hormone (LH)
dan follicle stimulating hormone (FSH). Peningkatan jumlah LH menstimulasi
produksi hormon seks steroid oleh sel granul pada ovarium. Peningkatan kadar
esterogen menyebabkan fisik berubah dan mengalami perkembangan dini
meliputi pembesaran payudara serta mendorong pertumbuhan badan.
Peningkatan kadar FSH mengakibatkan pengaktifan kelenjar gonad dan akhirnya
membantu pematangan folikel pada ovarium (Kumalasari dan Andyantoro,
2012).
2.2 Usia Menarche Normal
Pada remaja putri, pubertas ditandai dengan permulaan menstruasi
(menarche). Dalam 100 tahun terakhir ini usia menarche telah bergeser ke usia
yang lebih muda, dikarenakan meningkatnya kesehatan umum dan gizi. Saat ini
usia gadis remaja pada waktu menarche bervariasi lebar, yaitu antara 10-16
tahun dengan rata-rata 12,5 tahun (Nugroho, 2014).
14
Usia menarche dini atau biasanya <12 tahun menyebabkan masalah pada
remaja dan ketidaksiapan karena pematangan organ reproduksi yang kemudian
mengakibatkan dismenore. Kejadian dismenore dikarenakan belum mencapai
kematangan biologis (Wulandari & Ungsianik, 2013). Usia menarche <12 tahun
mempunyai efek jangka pendek terjadinya dismenore dan perlu diperhatikan
masalah kesehatannya yaitu kejadian dismenore (Proverawati & Misaroh, 2012).
2.3 Menstruasi
2.3.1 Pengertian
Menstruasi atau haid adalah perdarahan secara periodik dan siklik dari
uterus, disertai pelepasan (deskuamasi) endometrium. Menstruasi atau haid
adalah perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus, disertai pelepasan
endometrium. Terjadi saat lapisan dalam rahim luruh dan keluar (Proverawati &
Misaroh, 2012).
2.3.2 Siklus Menstruasi
Secara sederhana Sanjatmiko (2014) menjelaskan mekanisme terjadinya
haid, dimana menurutnya haid merupakan bagian dari proses regular yang
mempersiapkan tubuh perempuan setiap bulannya untuk kehamilan. Daur ini
melibatkan beberapa tahap yang dikendalikan oleh interaksi hormon yang
dikeluarkan oleh hipotalamus yaitu FSH (Folikel Stimulating Hormons) dan LH
(Luteinesing Hormons), kelenjar di bawah otak depan, dan indung telur. Pada
permulaan daur, lapisan sel rahim mulai berkembang dan menebal. Lapisan ini
berperan sebagai penyokong bagi janin yang sedang tumbuh jika perempuan itu
15
hamil. Hormon FSH (Folikel Stimulating Hormons) dan LH (Luteinesing Hormons)
memberi sinyal pada telur di dalam indungnya untuk mulai berkembang. Tak
lama kemudian, sebuah telur di lepaskan dari indungnya dan mulai bergerak
menuju tuba fallopi, terus ke rahim. Jika telur tidak dibuahi oleh sperma, lapisan
rahim dalam akan berpisah dari dinding uterus dan mulai luruh serta akan
dikeluarkan melalui vagina. Periode pengeluaran darah dikenal sebagai periode
haid, berlangsung selama ± 3-7 hari.
Menurut Winkjosastro (2012) menerangkan bahwa pada tiap siklus haid
dikenal tiga masa utama, ialah sebagai berikut:
1. Masa haid: selama 2-8 hari. Pada waktu itu endometrium dilepas, sedangkan
pengeluaran hormon-hormon ovarium paling rendah atau minimum.
2. Masa proliferasi: terjadi sampai hari ke-14. Pada waktu itu endometrium
tumbuh kembali, disebut dengan endometrium mengadakan proliferasi.
Antara hari ke 12-14 dapat terjadi pelepasan ovum dari ovarium yang disebut
ovulasi.
3. Sesudahnya dinamakan masa sekresi. Pada akhir masa ini endometrium
berubah kearah sel-sel desidua, terutama yang berada di seputar pembuluh-
pembuluh arterial. Keadaan ini memudahkan adanya nidasi.
Siklus menstruasi pada wanita tidak sama, dengan varians normal antara
26-32 hari atau 28-35 hari. Oleh karena korpus luteum mempunyai umur sekitar
8-10 hari, dapat diperhitungkan terdapat pergeseran dari ovulasi (pelepasan
telur) yang mempengaruhi perhitungan masa subur. Mengetahui minggu subur
16
sangat penting berkaitan dengan upaya dapat hamil bagi yang menginginkan
atau menghindari hubungan seksual bagi yang ber-KB dengan sistem “pantang
berkala” (Winkjosastro, 2012).
Gambar 2.1 Siklus Menstruasi
2.4 Prementruasi (PMS).
2.4.1 Pengertian Premestruasi Syndrome (PMS)
Menstruasi adalah peristiwa paling penting pada masa pubertas remaja
putri dan merupakan penanda biologis terjadi kematangan seksual (Almatsier
dkk, 2011). Pada beberapa wanita, sebelum siklus menstruasi berlangsung akan
mengalami beberapa perubahan hormonal dan fisiologi menstruasi seperti, nyeri
payudara, kembung, dan perubahan psikologis yang biasa di sebut dengan
syndrome premenstruasi (Nelson, 2012).
Premestruasi syndrome (PMS) adalah kumpulan gejala fisik, psikologis
dan emosi yang terkait dengan siklus menstruasi wanita. Sekitar 80-95% wanita
17
mengalami gejala-gejala premenstruasi yang dapat menganggu beberapa aspek
dalam kehidupannya. Gejala tersebut dapat diperkirakan dan biasanya terjadi
secara regular pada dua minggu periode sebelum menstruasi. Hal ini dapat hilang
begitu dimulainya mestruasi, namun dapat pula berlanjut setelahnya. Syndrome
premenstruasi ini dapat sangat hebat pengaruhnya sehingga mengharuskan
mereka beristirahat dari sekolah atau kantornya (Sukarni & Wahyu, 2013).
Premenstrusi syndrome merupakan suatu keadaan yang menerangkan
bahwa sejumlah gejala terjadi secara rutin dan berhubungan dengan siklus
menstruasi. Biasanya, gejala tersebut muncul pada 7-10 hari sebelum menstruasi
dimulai (Manan, 2011).
Syndrome premenstruasi adalah sakit, cepat tersinggung dan marah
tanpa alasan yang jelas sering dirasakan oleh beberapa perempuan pada hari-
hari menjelang menstruasi. Hal ini sering dianggap biasa oleh masyarakat.
Namun, jika ini dibiarkan dampaknya akan menganggu aktiviras sehari-hari,
menganggu hubungan dengan orang-orang terdekat, baahkan ada yang sampai
ingin bunuh diri, bila komdisi ini berlangsung selama tiga kali siklus menstruasi
berturut-turut. Jika ini dibiarkan maka akan menimbulkan gangguan yangt lebih
parah yang di sebut dengan disforia pramenstruasi PMDD (Laila, 2011).
Premenstruasi syndrome (PMS) merupakan kondisi kompleks dan tidak
begitu di mengerti yang terdiri atas satu atau lebih dari sejumlah gejala fisik dan
psikologis yang dimulai pada fase luteal dari siklus menstruasi yang terjadi hingga
pada derajat tertentu dapat mempengaruhi gaya hidup, pekerjaan dan aktivitas
18
lainnya. Sekitar 30-80% wanita mengalami gangguan suasana hati (mood) atau
somatis yang terjadi selama siklus menstruasi. Gejala yang sering timbul pada
PMS diantaranya pembengkakan perut, rasa penuh dalam panggul, edema pada
ekstermitas bawah, nyeri payudara dan penambahan berat badan. Perubahan
tingkah laku atau emosi, sakit kepala, kelelahan dan sakit pinggang (Lowdermilk,
2013).
Pada hakikatnya factor yang paling berpengaruh pada siklus menstruasi
salah satunya adalah ketidakseimbangan hormone dan salah satunya faktornya
adalah hormone terganggu diantaranya stress, penyakit, perubahan berat badan
dan gaya hidup (Ismail, 2015)
2.4.2 Penyebab Premenstruasi syndrome (PMS)
Sampai saat ini penyebab premenstruasi syndrome (PMS) belum bisa di
jelaskan secara ilmiah. Beberapa teori menyebutkan premenstruasi syndrome
(PMS) terjadi karena tidak keseimbangan hormone estrogen. Walaupun
demikian, premenstruasi syndrome baiasanya lebih muda terjadi pada wanita
yang lebih peka terhadap perubahan hormonal siklus haid (Nugroho & Utama,
2014).
Menurut Saryono dan Sejati (2010) penyebab dari premenstruasi
syndrome (PMS) adalah :
1. Faktor Hormonal
Premenstruasi syndrome (PMS) terjadi pada sekitar 70-90% wanita usia subur
dan lebih sering ditemukan pada wanita berusia 20-40 tahun. Peran hormone
19
ovarium tidak begitu jelas, tetapi gejala premenstruasi syndrome (PMS)
sering berkembang ketika ovarium tertekan. Faktor hormonal yaitu terjadi
ketidakseimbangan antara hormone estrogen dan progesterone. Kadar
hormone estrogen sangat berlebihan dan melampaui batas normal
sedangkan kadar progesterone menurun. Hal ini dapat menyebabkan
perbedaan genetik pada sensitivitas reseptor dan system pembawa pesan
yang menyampaikan pengeluaran hormone seks dalam sel.
2. Faktor Kimiawi
Faktor kimiawi sangat mempengaruhi munculnya premenstruasi syndrome
(PMS). Bahan-bahan kimia tertentu didalam otak seperti serotonin, berubah-
ubah selama siklus menstruasi. Serotonin sangat mempengaruhi suasana hati
yang berhubungan dengan gejala depresi, kecemasan, ketertarikan,
kelelahan, perubahan pola makan, kesulitan untuk tidur, agresif dan
peningkatan selera.
3. Faktor genetik
Faktor genetik juga memainkan suatu peran yang sangat penting yaitu
insidensi prementruasi syndrome (PMS) dua kali lebih tinggi pada kembar
satu telur (monozigot) dibandingkan kemabar dua telur. Faktor genetic dapat
dilihat dari riwayat keluarga, sebuah penelitian menemukan bahwa ada
hubungan signifikan antara riwayat keluarga dengan PMS (Abdillah, 2010)
dan dari hasil penelitian Amjad, dkk (2014) terdapat hubungan antara riwayat
ibu dan saudara kandung perempuan dengan kejadian PMS. Dimana
20
seseorang yang memliki ibu atau saudra kandung perempuan yang
mengalami PMS lebih banyak yang menderita PMS dari pada yang tidak
memiliki saudara kandung.
4. Faktor psikologis
Faktor psikis yaitu stres sangat besar pengaruhnya terhadap keadaan hormon
seseorang sehingga dapat mempengaruhi terjadinya premenstruasi syndrome
(PMS). Gejala-gelaja premenstruasi akan semakin meningkat jika di dalam diri
seorang wanita mengalami tertekan.
5. Faktor gaya hidup
Faktor gaya hidup didalam diri seseorang terhadap pengaturan pola makan
juga memengang peran yang tidak kalah penting. Makan terlalu banyak atau
terlau sedikit sangat berperan terhadap gejala-gejala premenstruasi
syndrome (PMS).
Faktor gaya hidup yang berhubungan dengan PMS terdiri atas aktivitas fisik,
pola tidur, asupan zat gizi mikro dan status gizi (Masho dkk, 2005).
2.4.3 Gejala Premenstruasi syndrome (PMS)
Gejala PMS biasanya hanya berlangsung selama beberapa hari sebelum
menstruasi, meskipun beberapa perempuan terkadang mengalami gejala-gejala
tersebut sampai siklus menstruasi berakhir. Meskipun tidak ada ada tes untuk
membuktikan keberadaan PMS, namun bagi perempuan yang pernah
mengalaminya tahu bahwa PMS itu nyata. Gejala-gejala PMS ini diperkirakan
disebabkan oleh fluktuasi kadar hormone menjelang menstruasi (Riyanto, 2011).
21
Menurut Ernawati (2017) menyatakan bahwa gejala premenstruasi
syndrome merupakan sekumpulan gejala yang meliputi gejala fisik, mental dan
perilaku. Secara definisi gejala ini terjadi beberapa hari terjadi sebelum
menstruasi serta akan menghilang pada hari pertama atau kedua haid. Menurut
penelitian 3-8% mungkin mengalami gangguan yang lebih berat yang di sebut
PMDD (Premenstruasi Dysphoric Disorder). PMS dan PMDD tidak sama, wanita
dengan PMDD dapat mengalami depresi sampai seminggu atau lebih sebelum
dapat haid, sedangkan premenstruasi syndrome lebih pendek durasinya, lebih
ringan, dan gejalanya lebih ke arah fisik.
Gejala yang sering terjadi menurut Departement of Health and Human
Services di USA (2009), berdasarkan chart PMS Symptoms Tracker yaitu
berjerawat, payudara bengkak dan nyeri tekan, merasa lelah tanpa sebab,
mempunyai masalah tidur, kelainan perut (kram, nyeri, merasa penuh dan
kembung), badan dan ekstermitas membengkak, konstipasi atau diare, nyeri
kepala atau punggung, perubahan selera makan atau selera makan tinggi, nyeri
pada sendi atau otot, susah konsentrasi atau susah mengingat, ketengangan
mudah marah, perubahan mood atau ingin menangis, cemas, gelisah, panic atau
depresi.
Menurut Pawesti & Untari (2015), Gejala premenstruasi syndrome (PMS)
bermacam macam pada setiap wanita, dan terjadi hampir mempengaruhi
seluruh tubuh manusia.
1. Behavior Symptoms
22
Perubahan tingkah laku ini biasanya meliputi: Lelah, Insomnia (Susah
Tidur), Makan Berlebihan, Perubahan Gairah (Libido).
2. Psychologic Symptoms
Perubahan ini biasanya cenderung mengalami seperti: Mudah
tersinggung, Mudah marah, Depresi, Mudah sedih, Cenggeng, Cemas, Susah
konsentrasi, Binggung, Sulit istirahat, Merasa kesepian, agresif dan tertekan.
3. Physical Symptoms
Gejala fisik ini di rasakan seperti :
a. Gastrointestinal: sakit kepala, perut kembung, perubahan nafsu makan,
daerah panggul terasa berat tertekan, mual, muntah, perubahan berat
badan dank ram abdominal.
b. Payudara: payudara terasa penuh, bengkak, mengeras dan nyeri.
c. Permasalah pada kulit: kulit wajah, leher tampak merah dan terasa
terbakar dan tumbuh jerawat.
d. Vaskuler dan neurologi: pusing, pingsan, tidak bertenaga, sakit kepala,
lelah, nyeri sendi.
2.4.4 Jenis-Jenis Premenstruasi syndrome (PMS)
Menurut Abraham dalam Saryono dan Sejati (2010), jenis premenstruasi
syndrome antara lain :
a. Pre-menstruasi syndrome (PMS) tipe A (Anxiety)
Pre-menstruasi syndrome (PMS) tipe A ditandai dengan gejala seperti rasa
cemas, sensitive, saraf tegang, perasaan labil, gejala ini timbul akibat
23
ketidak seimbangan hormone estrogen dan progesterone. Pada penderita
ini sebaiknya banyak mengkonsumsi makanan berserat dan mengurangi
atau membatasi minum kopi.
b. Pre-menstruasi syndrome (PMS) tipe H (Hyperhydration)
Pre-menstruasi syndrome (PMS) tipe H ditandai dengan gejala edema
(pembengkakan) perut kembung, nyeri pada buah dada, pembengkakan
pada tangan dan kaki, peningkatan berat badan sebelum haid.
Pembengkakan haid itu terjadi akibat berkumpulnya air dalam dan
jaringan di luar sel (ekstrasel) karena tingginya asupan gula dan garam
pada diet makanan serta membatasi minum sehari-hari.
c. Pre-menstruasi syndrome (PMS) tipe C (Craving)
Pre-menstruasi syndrome (PMS) tipe C ditandai dengan rasa lapar Ingin
mengkonsumsi makanan yang manis-manis (biasanya coklat) dan
karbohidrat sederhana (biasanya gula). Rasa ingin menyantap makanan
manis dapat di sebabkan oleh stress, tinggi garam dalam diet makan tidak
terpengaruhinya asam lemak esensional (omega 6), kurangnya
magnesium.
d. Pre-menstruasi syndrome (PMS) tipe D (Depression)
Pre-menstruasi syndrome (PMS) tipe D ditandai dengan gejala rasa
depresi, ingin menangis, lemah, gangguan tidur, pelupa, binggung, sulit
dalam mengucapkan kata-kata, kadang-kadang mubcul rasa ingin bunuh
diri atau mencoba bunuh diri.
24
2.4.5 Faktor Resiko Premenstruasi syndrome (PMS)
Premenstruasi syndrome (PMS) biasanya terjadi pada wanita yang lebih
peka terhadap perubahan hormonal dan siklus menstruasi (Saryono dan Sejati,
2010) beberapa faktor yang meningkatkan terjadi premenstruasi syndrome
adalah :
1. Wanita yang pernah melahirkan, premenstruasi syndrome akan lebih berat
jika setelah melahirkan beberapa anak, terutama kehamilan dengan
komplikasi toksemia.
2. Status perkawinan, wanita yang sudah menikah lebih banyak mengalami
premenstruasi syndrome di banding dengan wanita yang belum menikah.
3. Usia, semakin bertambahnya usia, terutama antar 30-45 tahun.
4. Faktor stress akan memperberat gangguan premenstruasi syndrome hal ini
akan mempengaruhi kejiwaan dan koping dalam menyelesaikan masalah.
5. Diet, kebiasaan makan tinggi gula juga akan memperparah premenstruasi
syndrome.
6. Kekurangan zat-zat gizi, seperti kurang vitamin c, magnesium, dan zat besi.
Kebiasaan merokok dan minuman beralkohol juga dapat memperparah
premenstruasi syndrome.
2.4.6 Penanganan Premenstruasi syndrome (PMS)
Menurut Sylvia (2010), terapi premenstruasi syndrome dibagi menjadi
tiga kategori, yaitu :
1. Terapi Obat
25
Menggunakan analgesic (yang dapat di beli bebas). Pengobatan
premenstruasi syndrome dapat menggunakan analgesic (obat penghilanag
rasa sakit) dan bersifat simptomatis, hanya membantu mengatasi rasa nyeri
dan gejala sedang lainnya serta bersifat sementara. Analgesic yang di jual
bebas seperti parasetamol, asetaminofen dapat digunakan untuk mengatasi
nyeri. Namun analgesic yang di jual bebas tidak efektif terhadap beberapa
gejala fisik atau emosional yang lebih parah.
2. Menggunakan anti depresi
Obat anti depresi seperti selective serotonin reuptake inhibitor (SSRIs)
dapat digunakan setiap hari sebelum menstruasi. SSRIs membantu
mengurangi dampak perubahan hormone pada zat kimiawi otak
(neurotransmitter), misalnya serotonin. Selain itu, anti depresi non SSRIs juga
dapat di gunakan untuk pengobatan premenstruasi syndrome. Penggunaan
kedua obat jenis ini harus dengan pengawasan dan resep dokter.
3. Vitamin B6
Vitamin B6 berperan sebagai kofaktor dalam proses akhir
pembentukan neurotransmitter, yang akan mempengaruhi system endokrin
otak agar menjadi lebih baik.
4. Mengunakan kontrasepsi oral
Pil kontrasepsi oral yang mengandung kombinasi progestin-
drospirenon dapat membantu mengatasi berbagai gejala premenstruasi
syndrome yang parah atau berat.
26
5. Psikoterapi
Psikoterapi, merupakan suatu pengobatan yang di berikan dengan
cara-cara psikologik. Untuk premenstruasi syndrome dapat di berikan berupa:
a. Terapi relaksasi
b. Kognitif perilaku
c. Psikoterapi dinamik
Terapi relaksasi bermanfaat meredakan secara relatif cepat
ketegangan yang dialami seorang perempuan saat mengalami PMS, namun
hal itu dapat dicapai bagi yang telat berlatih setiap hari. Prinsipnya adalah
melatih pernafasan (menarik nafas dalam dan lambat lalu mengeluarkannya
secara perlahan-lahan), mengendurkan seluruh otot tubuh dan mensugesti
pikiran kearah konstruktif atau yang di inginkan akan di capai. Dalam proses
terapi, dokter akan membimbing seorang perempuan melakukan ini secara
perlahan-lahan, biasanya 20-30 menit atau lebih lama lagi. Setelah iu,
perempuan tersebut diminta untuk melakukannya sendiri dirumah setiap
hari,sehingga bila PMS muncul tubuh sudah siap bila di ajak untuk rileks dan
santai (Sylvia, 2010).
Selain itu di berikan pula salah satu dari terapi kognitif perilaku dan
psikoterapi dinamik. Pemilihan ini berdasarkan kondisi saat itu, motivasi
individu dan kepribadiaanya, serta tentunya pertimbangan dokter yang akan
melakukannya. Kedua jenis terapi ini akan berhasil bila motivasi individu yang
27
akan dibantu itu tinggi serta bersedia bekerja sama dengan terapis atau
dokternya (Sylvia, 2010).
Pada kognitif perilaku, individu diajak untuk besama-sama melakukan
restrukturisasi kognitif, yaitu membentuk kembali pola perilaku dan pikiran
yang irasional dan menggatinya dengan yang lebih rasional. Terapi biasanya
berlangsung 30-45 menit. Individu kemudian diberi pekerjaan rumah yang
harus dibuat setiap hari. Pekerjaan rumah ini akan dibahas pada kunjungan
berikutnya. Biasanya terapi ini memerlukan 10-15 kali pertemuan, bisa kurang
dari itu namun dapat pula lebih, tergantung pada kondisi individu yang
mengalaminya (Andrews, 2011).
Pada psikoterapi dinamik, individu diajak untuk lebih memahami diri
dan kepribadiannya, bukan sekedar menghilangkan gejalanya semata. Pada
biasanya individu lebih banyak berbicara, sedangkan dokter lebih banyak
mendengar, kecuali pada individu yang benar-benar pendiam, maka dokter
yang lebih aktif. Hal ini tentu memerlukan kerjasama yang baik antara individu
dengan dokternya, serta kesabaran kedua belah pihak.
2.4.7 Pencengahan Prementruasi Syndrome (PMS)
Menurut Andrews (2011), terdapat 4 cara pencegahan PMS, yaitu:
1. Edukasi dan konseling
Tatalaksana pertama kali adalah menyainkan seorang wanita bahwa
wanita lainnya pun ada yang memiliki keluhan yang sama ketika menstruasi.
Pencatatan secara teratur siklus menstruasi setiap bulannya dapat
28
memberikan gambaran seorang wanita mengenai waktu terjadinya
premenstruasi syndrome untuk mengenali gejala yang akan terjadi sehingga
dapat mengantispasi waktu setiap bulannya ketika ketidakstabilan emosi
sedang terjadi.
2. Modifikasi gaya hidup
Wanita dengan gejala ini sebaiknya mendisdikusikan
masalahnyadengan orang terdekatnya, baik pasangan, teman, maupun
keluarga. Terkadang konfrontasi atau pertengkaran dapat di hindari apabila
pasangan maupun teman mengerti dan mengenali penyebab dari kondisi
tidak stabil wanita tersebut.
3. Diet
Penurunan asupan garam dan karbohidrat (nasi, kentang, roti) dapat
mencegah edema pada beberapa wanita. Penurunan konsumsi kafein (kopi)
juga dapat menurunkan ketegangan, kecemasan dan insomnia (sulit tidur).
Pola makan disarankan lebih sering namun dalam porsi kecil karena
berdasarkan bukti bahwa selama periode premenstruasi terdapat gangguan
pengambilan glukosa untuk energi. Menjaga berat badan, karena berat badan
yang berlebihan dapat meningkatkan risiko menderita premenstruasi
syndrome (PMS).
4. Obat-obatan
29
a. Apabila gejala premenstruasi syndrome begitu hebatnya sampai
menganggu aktifitas sehari-hari, umumnya modifikasi hidup jarang berhasil
dan perlu di bantu dengan obat-obatan.
b. Asam mefenamat (500mg, 3 kali sehari) berdasarkan penelitian dapat
mengurangi gejala premenstruasi syndromeseperti dismenorhea dan
menoragia (menstruasi dalam jumlah banyak) namun tidak semua. Asam
mefenamat tidak diperbolehkan pada wanita yang sensitive dengan aspirin
atau memiliki resiki ulkus peptikum.
c. Obat penenang seperti alparazolam atau triazolam, dapat digunakan pada
wanita yang merasakan kecemasan, ketengangan berlebihan, maupun sulit
tidur.
Menurut Barizad (2015) dampak gejala PMS, yang tidak di tangani dengan
baik antara lain :
1. Mengakibatkan stress fisik dan psikis. Jika dilakukan penangganan terhadap
stres tersebut maka dapat mengakibatkan deplesimagnesium. Deplesi itu
dapat mengakibatkan kerapuhan tulang dan meningkatnya resiko patah
tulang akibat tulang yang kropos menjadi lebih besar.
2. PMS yang sudah parah tidak di tangani dengan baik dapat berlanjut menjadi
PMS Dysphoric Disorder (PMDD) menyatakan bahwa wanita yang
mengalami PMDD mengalami kegagalan penyesesuaian sosial dan
pengurangan kualitas kehidupan. Kegagalan ini berupa gangguan pada diri
kita sendiri berupa emosi yang tidak stabil dan rasa cepat marah. Kondisi ini
30
menyebabkan wanita tersebut menjadi lebih sering marah ketika mengalami
menstruasi sehingga membuat orang lain tidak nyaman untuk berinteraksi.
2.5 Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Premenstruasi Syndrome
Adapun faktor yang berkontribusi terhadap terjadinya PMS, antara lain :
2.5.1 Hubungan Usia Menarce Dengan Kejadian Premenstruasi syndrome
(PMS).
Menurut (Trihono, 2013) menarche merupakan hal wajar untuk
perempuan, di Indonesia usia menarche rata-rata terjadi pada usia 13 tahun,
kemudian menstruasi yang lebih awal terjadi pada saat umur kurang dari 9 tahun
dan kejadian lebih lambat terjadi sampai umur 20 tahun. Wanita yang
mengalami menstruasi pertama sering dibuat gelisah karena mental yang kurang
siap dan perubahan hormonal. Hal tersebut salah satunya dipengaruhi usia.
Menarche dapat menimbulkan berbagai masalah salah satunya yaitu
keluhan nyeri saat menstruasi atau yang biasa disebut dismenore. Dismenore
yaitu suatu kondisi yang dirasakan saat sebelum atau pada saat menstruasi yang
ditandai dengan rasa nyeri atau kram pada perut bagian bawah yang timbul
karena kontraksi pada distrimik miometrium yang berupa nyeri dan bukan
karena suatu penyakit tertentu (Trimayasari & Kuswandi, 2014).
Usia menarche dini atau biasanya <12 tahun menyebabkan masalah pada
remaja dan ketidaksiapan karena pematangan organ reproduksi yang kemudian
mengakibatkan dismenore. Kejadian dismenore dikarenakan belum mencapai
31
kematangan biologis (Wulandari & Ungsianik, 2013). Usia menarche <12 tahun
mempunyai efek jangka pendek terjadinya dismenore dan perlu diperhatikan
masalah kesehatannya yaitu kejadian dismenore (Proverwati & Misaroh, 2012).
Dismenore primer dipengaruhi oleh usia wanita itu sendiri. Pada usia 20-
22 tahun, usia ini kemungkinan banyak terjadinya dismenore primer karena
statusnya yang belum menikah dan juga belum melakukan hubungan seksual.
Semakin bertambahnya usia maka semakin melebar leher rahim sehingga sekresi
hormon prostaglandin akan berkurang. Menurunnya fungsi saraf rahim karena
penuaan akan menghilangkan dismenore primer nantinya (Novia & Puspitasari,
2012).
2.5.2 Hubungan Status Gizi Dengan Kejadian Premenstruasi syndrome (PMS).
Status gizi merupakan keadaan keseimbangan dalam tubuh yang
merupakan hasil akhir dari keseimbangan antara konsumsi makanan dan
penggunaan zat-zat gizi di dalam tubuh. Status gizi merupakan hal yang penting
dari kesehatan manusia. Status gizi manusia dapat mempengaruhi fungsi organ
tubuh salah satunya adalah fungsi reproduksi (Waryana, 2010).
Remaja wanita perlu mempertahankan status gizi yang baik dengan cara
mengkonsumsi makanan seimbang. Asupan gizi yang baik akan mempengaruhi
pembentukan hormon-hormon yang terlibat dalam menstruasi yaitu hormon FSH
(Follicle-Stimulating Hormone), LH (Luteinizing Hormone), estrogen dan juga
progesteron. Hormon FSH, LH dan estrogen bersama-sama akan terlibat dalam
siklus menstruasi, sedangkan hormon progesteron mempengaruhi uterus yaitu
32
dapat mengurangi kontraksi selama siklus haid (Trimayasari dan Kuswandi,
2013).
Masalah gizi makro adalah masalah gizi yang utamanya disebabkan
ketidakseimbangan antara kebutuhan dan asupan energi dan protein.
Kekurangan zat gizi makro umumnya disertai dengan kekurangan zat gizi mikro
(Notoatmodjo, 2012). Kekurangan zat gizi tersebut akan mempengaruhi status
kesehatan seseorang yang mempengaruhi fungsi organ tubuh. Salah satu
dampak akibat kekurangan zat gizi tersebut akan menyebabkan gangguan organ
reproduksi pada wanita. Gangguan perkembangan organ reproduksi ini dapat
berupa gangguan saat menstruasi yang disebut sindrom pra menstruasi
(Dharmady 2010).
Indeks Massa Tubuh diukur dengan cara membagi berat badan dalam
satuan kilogram dengan tinggi badan satuan meter kuadrat (Supariasa, 2012).
��� = ������(��)
���������(�)����������(�)
Saat ini untuk mengetahui status gizi remaja dalam dalam masa
pertumbuhan dapat menggunakan IMT berdasarkan umur. IMT/U merupakan
cara atau alat untuk memantau status gizi anak yang berusia 5 hingga 19 tahun.
Nilai IMT normal untuk kelompok umur yang berbeda tergantung nilai dari Z
score IMT nya. Untuk mengetahui nilai IMT/U langkah pertama hitung terlebih
dahulu IMT nya kemudian hasil perhitungannya diklasifikasikan menurut tabel
IMT/U menurut Z-score (Dwi, 2011).
33
Menurut WHO (2012), klasifikasi IMT anak dan remaja dapat dilihat pada
tabel di bawah ini :
Tabel 2.1 Standart Penilaian Status Gizi Berdasarkan IMT/Umur
Kategori Z Score
Sangat Kurus < -3 SD
Kurus ≥ -3 SD sampai ≤ -2 SD
Normal -2 SD sampai +2 SD
Overweight ≥ +2 SD sampai ≤ +3 SD
Obesitas >+3 SD
Sumber: WHO (2012)
2.5.3 Hubungan Riwayat Keluarga Dengan Kejadian Premenstruasi syndrome
(PMS).
Genetik merupakan faktor yang memainkan peran penting pada kejadian
PMS. Dimana, gen sangat erat kaitannya dengan insidens PMS, yang biasanya
terjadi dua kali lebih tinggi (93%) pada kembar satu telur disbanding kembar dua
telur (44%) (Mahmood, 2012). Hal ini dikarenakan faktor genetic ini memiliki
kaitannya yang sangat erat dengan perubahan hormone dan serotonin di dalam
tubuh. Penelitian terbaru pada prilaku manusia, telah meneliti peran genetic
dalam etiologi dari PMS, dimana terdapat varian pada gen reseptor alpha yang
dapat mnyebabkan resiko kejadian PMS.
2.5.4 Hubungan Pola Olah Raga (Aktifitas Fisik) Dengan Kejadian Premenstruasi
syndrome (PMS).
34
Olah raga berupa lari dikatakan dapat mengurangi keluhan. Berolahraga
dapat mengurangi stress dengan cara memilih waktu untuk keluar dari rumah
dan pelampiasan untuk melepas marah atau kecemasan yang terjadi. Beberapa
wanita mengatakan pada saat dia mengenal PMS dapat membuat relaksasi dan
tidur di malam hari.
Aktifitas fisik merupakan faktor yang dapat mengurangi rasa sakit akibat
PMS, sehingga apabila aktifitas fisik rendah dapat meningkatkan keparahan dari
PMS, seperti rasa tegang, emosi, dan depresi. Sebuah teori menyebutkan dengan
adanya aktifitas fisik akan meningkatkan produksi endorphin sehingga
menurunkan kadar estrogen dan hormone steroid lainnya. Memperlancar
transpor oksigen di otot, menurunkan kadar kortisol dan meningkatkan prilaku
psikologis (Young, 2014).
Menjaga berat badan merupakan salah satu penangganan PMS, karena
berat badan yang berlebihan dapat meaningkatkan resiko menderita PMS
(Widayati, 2014). Hasil penelitian menunjukan peluang terjadinya PMS lebih
besar pada wanita yang tidak melakukan olah raga rutin dari pada wanita yang
sering melakukan olah raga. Karena olah raga sangat berpengaruh terhadap
terjadinya PMS. Menyatakan bahwa aktifitas olahraga yang teratur dan
berkelanjutan berkontribusi untuk meningkatkan produksi dan pelepasan
endorphin. Endorphin memerankan peran dalam pengaturan estrogen. Wamita
yang mengalami PMS, terjadi karena kelebihan estrogen, kelebihan estrogen
dapat di cegah dengan meningkatnya endorphin. Hal ini membuktikan olah raga
35
yang teratur dapat mencegah atau mengurangi PMS, pada wanita yang
melakukan olahraga secara rutin hormone estrogen akan lebih tinggi sehingga
kemungkinan akan terjadi PMS lebih besar.
Berdasarkan takaran yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan
Republik Indonesia frekuensi olah raga yang dapat dilakukan 3-5 kali dalam
seminggu, dalam waktu 20-30 menit sedangkan Nurlela at al (2013) melakukan
pengukuran terhadap aktivitas olah raga pada masyarakat umum, rutinitas di
ukur berdasarkan aktivitas rutin minimal 1 kali setiap minggu dengan waktu 15-
60 menit.
2.6 Kerangka Teori
Berdasarkan tinjauan kepustakaan maka kerangka pemikiran didasarkan :
Premenstruasi syndrome
(PMS)
Gambar 2.1 Kerangka Teoritis berdasarkan Masho et
all (2005) dan Saryono dan Sejati (2010)
Masho et al., (2015)
Faktor Biologi :
1. Umur
2. Ras
3. Umur
menarche
4. Lama
menstruasi
5. Status Gizi
6. Riwayat
Keluarga
Faktor Prilaku :
1. Stress
2. Perilaku makan
3. Aktifitas fisik
Faktor Sosial :
1. Pendidikan
2. Sosial ekonomi
Saryono dkk, (2010)
Penyebab PMS :
1. Faktor Hormonal
2. Faktor Kimiawi
3. Faktor Genetik
4. Faktor Psikologis
5. Faktor gaya hidup
36
BAB III
KERANGKA KONSEP
3.1 Kerangka Konsep
Berdasarkan analisis kejadian premenstruasi syndrome (PMS) Pada Siswi
SMPN 1 Jeumpa Kabupaten Aceh Barat Daya faktor yang mempengaruhi masalah
premenstruasi syndrome pada usia reproduksi menurut para ahli, maka peneliti
dapat menggambarkan kerangka penelitian sebagai berikut:
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 3.1 Kerangkap Konsep
3.2 Variabel Penelitian
1. Variabel independen meliputi usia menarce, status gizi, riwayat
keluargaa dan aktifitas fisik.
2. Variabel dependen meliputi premenstruasi syndrome (PMS).
Premenstruasi Syndrome
(PMS)
Usia Menarce
Status Gizi
Riwayat keluarga
Aktifitas Fisik
37
3.3 Definisi Operasional
Tabel 3.1
Definisi Operasinal
N
O
Variabel Definisi
Operasional
Cara
Ukur
Alat
Ukur
Hasil
Ukur
Skala
Ukur
Variabel Dependen
1. Premenstruasi
syndrome
Kumpulan keluhan dan
gejala fisik, emosional dan
perilaku yang terjadi pada
wanita reproduksi, yang
muncul secara siklik dalam
rentang waktu 7-10 hari
sebelum menstruasi dan
hilang setelah darah keluar
pada tingkatan yang
mampu mempengaruhi
gaya hidup dan aktivitas
siswi.
Menyebark
an angket
yang
berisikan 10
pertanyaan
Angket - Ada jika
� ≥ 12,8
- Tidak Ada
jika
� < 12,8
Ordinal
Variabel Independen
1. Usia Menarce Usia pertama kali remaja
mendapatkan menstruasi
Menyebark
an angket
yang
berisikan 1
pertanyaan
Angket - Dini jika
usia <12
tahun
- Normal
jika usia
12 – 20
tahun
Ordinal
2. Status Gizi Suatu ukuran mengenai
kondisi tubuh seseorang
yang dapat dilihat melalui
pengukuran antropometri
Melakukan
Pengukuran
- Pengukur
Tinggi
Badan
-Timbangan
merk GEA
Normal jika
-2SD s.d
+2SD
Tidak
Normal jika
IMT <-2SD
atau >+2SD
Ordinal
38
3.
Riwayat
keluarga
Ada atau tidaknya anggota
keluarga (ibu/atau saudara
kandung perempuan) yang
memiliki riwayat
mengalami PMS yang
sampai menganngu
aktifitas harian, yang di
ketahui berdasarkan
pengakuan ibu atau
saudara kandung
perempuan.
Menyebarka
n angket
yang
berisikan 1
pertanyaan
Angket - Ada
- Tidak Ada
Ordinal
4. Aktifitas fisik Kegiatan atau aktifitas
yang dilakukan sehari-hari
untuk pembakaran kalori
Menyebarka
n angket
yang
berisikan 16
pertanyaan
Angket - Ringan
- Sedang
- Berat
Ordinal
3.4 Pengukuran Variabel Penelitian
Untuk memperoleh hasil ukur penelitian dilakukam dengan cara sebagai
berikut:
1. Pre menstruasi syndrome
a. Ada : jika hasil jawaban responden ≥ 12,8
b. Tidak Ada : jika hasil jawaban responden < 12,8
2. Usia Menarche
a. Dini : jika hasil jawaban usiaMenarce < 12 tahun
b. Normal : jika hasil jawaban usia menarche ≥ 12 tahun
3. Status Gizi
a. Normal : jika hasil IMT jika -2SD s.d +2SD
b. Tidak Normal : jika hasil IMT responden <-2SD atau >+2SD
39
4. Riwayat keluarga
1. Ada : jika terdapat anggota keluarga memiliki riwayat
gejala PMS
2. Tidak Ada : jika terdapat anggota keluarga yang tidak memiliki
riwayat gejala PMS
5. Aktifitas fisik
a. Ringan (rerata < 600 METs-menit);
b. Sedang (rera ta 600 - <1500 METs-menit);
c. Berat (rerata ≥ 1500 METs-menit
3.5 Hipotesis Penelitian
Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Ha : Ada hubungan antara usia menarche dengan analisis premenstruasi
syndrome pada siswi kelas 3 SMPN 1 jeumpa tahun 2019
Ho: Tidak ada hubungan antara usia menarche dengan analisis pre
menstruasi syndrome pada siswi kelas 3 SMPN 1 jeumpa tahun 2019
2. Ha : Ada hubungan antara status gizi dengan analisis pre menstruasi
syndrome pada siswi kelas 3 SMPN 1 jeumpa tahun 2019
Ho : Tidak ada hubungan antara status gizi dengan analisis pre menstruasi
syndrome pada siswi kelas 3 SMPN 1 jeumpa tahun 2019
3. Ha : Ada hubungan riwayat keluarga dengan analisis pre menstruasi
syndrome pada siswi kelas 3 SMPN 1 jeumpa tahun 2019
40
Ho : Tidak ada hubungan riwayat keluarga dengan analisis pre menstruasi
syndrome pada siswi kelas 3 SMPN 1 jeumpa tahun 2019
4. Ha : Ada hubungan aktifitas fisik dengan analisis pre menstruasi syndrome
pada siswi kelas 3 SMPN 1 jeumpa tahun 2019
Ho : Tidak ada hubungan aktifitas fisik dengan analisis pre menstruasi syndrome
pada siswi kelas 3 SMPN 1 jeumpa tahun 2019