bab ii tinjauan pustaka 2.1 pandan wangi (pandanus...

17
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) Pandan wangi tumbuh di daerah tropis dan banyak ditanam di halaman atau di kebun. Pandan kadang tumbuh liar di tepi sungai, tepi rawa dan di tempat-tempat yang agak lembap, tumbuh subur dari daerah pantai sampai daerah dengan ketinggian 500 mdpl. Helai daunnya berbentuk pita, tipis, licin, ujung runcing, tepi rata, bertulang sejajar, panjang 40 80 cm, lebar 3 5 cm, berduri tempel pada ibu tulang daun permukaan bawah bagian ujung-ujungnya dan berwarna hijau (Dalimartha, 1999). Berikut ini merupakan kenampakan tanaman pandan wangi pada Gambar 1. Gambar 1. Tanaman Pandan Wangi (Sumber: Dalimartha, 1999) Klasifikasi Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb) menurut Van Steenis (2008) adalah sebagai berikut : Regnum : Plantae Divisio : Spermatophyta

Upload: vobao

Post on 29-May-2019

252 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pandan Wangi (Pandanus ...media.unpad.ac.id/thesis/240110/2013/240110130021_2_1952.pdf8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.)

Pandan wangi tumbuh di daerah tropis dan banyak ditanam di halaman atau

di kebun. Pandan kadang tumbuh liar di tepi sungai, tepi rawa dan di tempat-tempat

yang agak lembap, tumbuh subur dari daerah pantai sampai daerah dengan

ketinggian 500 mdpl. Helai daunnya berbentuk pita, tipis, licin, ujung runcing, tepi

rata, bertulang sejajar, panjang 40 – 80 cm, lebar 3 – 5 cm, berduri tempel pada ibu

tulang daun permukaan bawah bagian ujung-ujungnya dan berwarna hijau

(Dalimartha, 1999). Berikut ini merupakan kenampakan tanaman pandan wangi

pada Gambar 1.

Gambar 1. Tanaman Pandan Wangi

(Sumber: Dalimartha, 1999)

Klasifikasi Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb) menurut Van

Steenis (2008) adalah sebagai berikut :

Regnum : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pandan Wangi (Pandanus ...media.unpad.ac.id/thesis/240110/2013/240110130021_2_1952.pdf8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius

9

Classis : Monocotyledonae

Ordo : Pandanales

Familia : Pandanaceae

Genus : Pandanus

Spesies : Pandanus amaryllifolius Roxb

Komponen penting yang terkandung dalam daun pandan adalah zat

volatilnya. Zat volatil yang terbanyak adalah 2-acetyl-1-pyrrolin dan 3-methyl-2-

(5H)-furanon, kemudian dalam jumlah yang lebih sedikit adalah 3-hexanol, 4-

methylpentanol, 3-heksanon, dan 2-heksanon (Katzer, 2012). Daun pandan juga

mengandung alkaloid, saponin, flavonoida, tanin, polifenol dan zat warna (Hidayat

dan Rodame, 2015). Menurut Dalimartha (1999), daun pandan wangi merupakan

salah satu tanaman yang digunakan sebagai tonikum, penambah nafsu makan,

penenang, penyedap, pewangi dan pemberi warna hijau pada masakan.

2.2 Minyak Atsiri

2.2.1 Tinjauan Umum Minyak Atsiri

Minyak atsiri disebut juga minyak eteris, minyak terbang, minyak esensial,

serta minyak aromatik merupakan minyak nabati yang berwujud cair kental pada

suhu ruang namun mudah menguap sehingga memberikan aroma yang khas.

Minyak atsiri terdiri dari beberapa komposisi dengan titik didih yang berbeda-beda.

Minyak atsiri tersusun oleh berbagai macam komponen senyawa, memiliki bau

khas, mudah menguap dan pada umumnya memiliki karakteristik indeks bias yang

tinggi dan tidak dapat bercampur dengan air tetapi mudah larut dalam pelarut

organik (Ketaren, 1985).

Sumber minyak atsiri terdapat pada bagian tertentu tanaman. Bagian ini

antara lain akar, biji, buah, bunga, daun, kulit kayu, ranting dan rimpang atau akar.

Bahkan ada jenis tanaman yang seluruh bagiannya mengandung minyak atsiri.

Kandungan minyaknya tidak akan sama antara bagian yang satu dengan bagian

yang lainnya. Minyak yang dihasilkan dengan cara ekstraksi lebih baik

dibandingkan dengan minyak hasil sulingan karena penggunaan panas selama

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pandan Wangi (Pandanus ...media.unpad.ac.id/thesis/240110/2013/240110130021_2_1952.pdf8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius

10

penyulingan akan merusak sebagian komponen minyak sehingga mengubah sifat-

sifat dan bau alamiah (Guenther, 1948).

2.2.2 Komponen Minyak Atsiri

Minyak atsiri biasanya terdiri dari berbagai campuran persenyawaan kimia

yang terbentuk dari unsur Karbon (C), Hidrogen (H), dan Oksigen (O). Pada

umumnya komponen kimia minyak atsiri dibagi menjadi dua golongan yaitu: 1)

Hidrokarbon, yang terutama terdiri dari persenyawaan terpen dan 2) Hidrokarbon

teroksigenasi (Ketaren, 1985).

1. Golongan hidrokarbon

Persenyawaan yang termasuk golongan ini terbentuk dari unsur Karbon (C)

dan Hidrogen (H). Jenis hidrokarbon yang terdapat dalam minyak atsiri sebagian

besar terdiri dari monoterpen (2 unit isopren), sesquiterpen (3 unit isopren), diterpen

(4 unit isopren) dan politerpen.

2. Golongan hidrokarbon teroksigenasi

Komponen kimia dari golongan persenyawaan ini terbentuk dari unsur

Karbon (C), Hidrogen (H) dan Oksigen (O). Persenyawaan yang termasuk dalam

golongan ini adalah persenyawaan alkohol, aldehid, keton, ester, eter dan fenol.

Ikatan karbon yang terdapat dalam molekulnya dapat terdiri dari ikatan tunggal,

ikatan rangkap dua, dan ikatan rangkap tiga. Terpen mengandung ikatan tunggal

dan ikatan rangkap dua.

Golongan hidrokarbon teroksigenasi merupakan senyawa yang penting

dalam minyak atsiri karena umumnya aroma yang lebih wangi dan mempunyai

kelarutan yang tinggi dalam alkohol encer, serta lebih tahan dan stabil terhadap

proses oksidasi dan resinifikasi. Sebaliknya, senyawa terpen lebih mudah

mengalami proses oksidasi dan resinifikasi di bawah pengaruh cahaya dan udara

atau pada kondisi penyimpanan yang kurang baik, sehingga dapat merusak aroma

dan menurunkan nilai kelarutan minyak dalam alkohol. Fraksi terpen perlu

dipisahkan untuk tujuan tertentu, misalnya untuk pembuatan parfum, sehingga

didapatkan minyak atsiri yang bebas terpen (Guenther, 1948).

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pandan Wangi (Pandanus ...media.unpad.ac.id/thesis/240110/2013/240110130021_2_1952.pdf8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius

11

2.2.3 Sifat Minyak Atsiri

Menurut Ketaren (1985), sifat-sifat minyak atsiri adalah sebagai berikut:

1. Memiliki aroma yang khas. Umumnya aroma ini mewakili aroma tanaman

penghasilnya. Aroma minyak atsiri satu dengan lainnya berbeda-beda.

2. Mempunyai rasa getir.

3. Mudah menguap pada suhu kamar tanpa mengalami dekomposisi.

4. Tersusun komponen senyawa hidrokarbon atau terpen dan kelompok

persenyawaan yang mengandung oksigen (oxygenated compound atau

terpen-O).

5. Tidak tahan disimpan lama untuk minyak atsiri dari bahan bunga dan daun

sedangkan minyak atsiri dari bahan berupa biji, kulit, akar dan kayu lebih

tahan disimpan lama.

6. Sangat mudah larut dalam pelarut organik.

7. Tidak larut dalam air.

2.2.4 Karakteristik Fisiko-Kimia Minyak Atsiri

Mutu minyak atsiri ditentukan oleh karakteristik alamiah masing-masing

minyak tersebut dan bahan-bahan asing yang tercampur di dalamnya. Menurut

Stahl (1985), mutu minyak atsiri ini dapat dinyatakan dalam sifat organoleptik atau

sifat fisiko-kimia. Karakteristik fisiko-kimia ini meliputi warna, bobot jenis, indeks

bias, kelarutan dalam alkohol, bilangan asam serta kandungan utama minyak atsiri.

1. Warna

Mengacu pada SNI 06-2385-2006, minyak atsiri berwarna kuning muda

hingga coklat kemerahan, namun setelah dilakukan penyimpanan minyak berubah

warna menjadi kuning tua hingga coklat muda. Menurut Ketaren (1985), minyak

akan berwarna gelap oleh penuaan, bau dan flavornya tipikal rempah, aromatik

tinggi, kuat dan tahan lama.

2. Bobot jenis

Menurut Guenther (1948), bobot jenis minyak atsiri didefinisikan sebagai

perbandingan antara bobot minyak atsiri dengan bobot air dengan volume yang

sama pada suhu yang sama. Bobot jenis minyak atsiri pada suhu 15oC umumnya

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pandan Wangi (Pandanus ...media.unpad.ac.id/thesis/240110/2013/240110130021_2_1952.pdf8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius

12

berkisar 0,696 – 1,188. Bobot jenis juga sering dihubungkan dengan fraksi berat

komponen-komponen yang terkandung di dalamnya. Semakin besar fraksi berat

yang terkandung dalam minyak tersebut, maka semakin besar pula nilai bobot

jenisnya.

3. Indeks Bias

Indeks bias merupakan perbandingan antara kecepatan cahaya di dalam

udara dengan kecepatan cahaya di dalam minyak atsiri pada suhu tertentu. Suhu

yang biasa digunakan untuk menyatakan nilai indeks bias adalah pada suhu 20oC

(Guenther, 1948). Menurut Ketaren (1985), indeks bias minyak atsiri berguna untuk

mengidentifikasi suatu komponen dan mendeteksi kemurnian minyak atsiri. Sama

halnya dengan bobot jenis, menurut Guenther (1948), komponen penyusun minyak

atsiri dapat mempengaruhi nilai indeks biasnya. Nilai indeks bias salah satunya

dipengaruhi dengan adanya air di dalam minyak atsiri. Semakin banyak kandungan

air dalam minyak atsiri, maka semakin kecil nilai indeks biasnya. Hal ini terjadi

karena sifat air yang mudah untuk membiaskan cahaya yang datang.

4. Kelarutan dalam alkohol

Minyak atsiri dapat larut dalam alkohol dengan perbandingan konsentrasi

tertentu. Dengan demikian dapat diketahui jumlah dan konsentrasi alkohol yang

dibutuhkan untuk melarutkan secara sempurna sejumlah minyak atsiri (Ketaren,

1985). Menurut Guenther (1948), menentukan kelarutan minyak atsiri tergantung

pada kecepatan daya larut dan kualitas minyak. Umumnya minyak atsiri yang kaya

akan komponen teroksigenasi lebih mudah larut dalam alkohol daripada komponen

yang kaya akan terpen. Semakin tinggi kandungan terpen maka semakin rendah

daya larutnya atau semakin sukar larut, karena senyawa terpen non teroksigenasi

merupakan senyawa non polar yang tidak mempunyai gugus fungsional. Minyak

yang tidak mengandung terpen larut dalam 3 – 10 bagian alkohol 70%. Nilai

kelarutan minyak akan berkurang karena pengaruh umur minyak atsiri, hal ini

terjadi karena akibat dari proses polimerisasi minyak selama penyimpanan.

Semakin rendah nilai kelarutan minyak atsiri dalam alkohol maka kualitas minyak

atsiri semakin baik.

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pandan Wangi (Pandanus ...media.unpad.ac.id/thesis/240110/2013/240110130021_2_1952.pdf8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius

13

5. Bilangan Asam

Bilangan asam menunjukkan kadar asam bebas dalam minyak atsiri.

Menurut Guenther (1948), bilangan asam adalah jumlah miligram Kalium

Hidroksida (KOH) yang dibutuhkan untuk menetralkan asam bebas dalam 1 gram

minyak. Bilangan asam suatu minyak atsiri bertambah bila umur simpan minyak

bertambah, terutama bila cara penyimpanan minyak kurang baik, proses seperti

oksidasi aldehida dan hidrolisis ester akan menambah bilangan asam. Bilangan

asam yang semakin tinggi dapat mempengaruhi terhadap mutu minyak atsiri yaitu

senyawa-senyawa asam tersebut dapat mengubah bau khas dari minyak atsiri.

Sebagian komponen minyak jika kontak dengan udara atau berada pada kondisi

lembab akan mengalami reaksi oksidasi dengan udara dan dikatalisasi oleh cahaya,

sehingga membentuk senyawa asam bebas. Jika penyimpanan minyak tidak

diperhatikan, maka akan semakin banyak pula senyawa asam bebas yang terbentuk.

Minyak yang telah dikeringkan dan dilindungi dari udara dan sinar matahari

memiliki jumlah asam bebas yang relatif rendah (Ketaren, 1985). Semakin tinggi

bilangan asam maka kualitas minyak atsiri semakin rendah.

6. Kadar Sisa Pelarut

Kadar sisa pelarut merupakan parameter yang menunjukkan banyaknya

pelarut yang tertinggal pada minyak atsiri. Kadar sisa pelarut yang masih terdapat

dalam minyak atsiri akan mempengaruhi mutunya, dimana semakin rendah kadar

sisa pelarut pada minyak atsiri maka mutunya semakin baik. Guenther (1948)

menyatakan, bahwa minyak atsiri merupakan campuran yang kompleks, sehingga

sulit untuk menentukan dengan pasti sisa pelarut yang tidak menguap. Hal ini

dikarenakan lilin dan bahan tidak menguap yang memiliki titik didih tinggi

cenderung mengikat komponen yang bertitik didih rendah sehingga pelarut yang

bertitik didih rendah masih terdapat pada absolute daun pandan wangi.

2.2.5 Minyak Daun Pandan Wangi

Minyak daun pandan wangi merupakan salah satu dari berbagai jenis

minyak atsiri yang diperoleh dari daun pandan wangi yang diekstraksi

menggunakan pelarut. Minyak tersebut tersusun dari banyak senyawa kimia di

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pandan Wangi (Pandanus ...media.unpad.ac.id/thesis/240110/2013/240110130021_2_1952.pdf8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius

14

dalamnya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Adiyasa et al. (2014), kandungan

senyawa kimia yang terdapat pada minyak atsiri daun pandan wangi tersusun atas

36 jenis senyawa, terdiri dari 20 senyawa teridentifikasi dan 16 senyawa tidak

teridentifikasi. Dari 36 jenis senyawa tersebut digolongkan ke dalam golongan-

golongan senyawa kimia. Hasil dari penggolongan senyawa kimia tersebut dapat

dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Penggolongan Senyawa Kimia pada Minyak Atsiri Daun Pandan Wangi

Penggolongan Senyawa Konsentrasi

Relatif (%)

Alkana Cyclododecane, Eicosane, Octadecane,

Cyclotetracosane, Tetracosane, Nonadecane 46,66

Alkena Cetene, 2-Tetradecene, 1-eicosene,1-docosene 31,22

Aldehid E-15-Heptadecenal 11,13

Tidak teridentifikasi 10,89

(Sumber: Adiyasa et al., 2014)

2.3 Ekstraksi

2.3.1 Tinjauan Umum Ekstraksi

Ekstraksi merupakan suatu proses pemisahan dari dua atau lebih fasa

dengan menggunakan suatu pelarut. Pelarut merupakan bahan yang ditambahkan

untuk membentuk fasa yang berbeda dari sumber fasa tersebut (Toledo, 2007).

Menurut Harborne (1987), alkohol adalah pelarut serba guna yang baik untuk

ekstraksi pendahuluan. Proses pemisahan dapat tercapai apabila senyawa yang akan

dipisahkan larut dalam pelarut, sedangkan komponen lainnya tetap pada tempat

semula. Dua fasa yang dimaksud dapat berupa padat-cair, cair-cair atau padat-gas

(Toledo, 2007).

Menurut Utami et al. (2009), prinsip dasar ekstraksi adalah berdasarkan

kelarutan. Untuk memisahkan zat terlarut yang diinginkan atau menghilangkan

komponen zat terlarut yang tidak diinginkan dari fasa padat, maka fasa padat

dikontakkan dengan fasa cair. Pada kontak kedua fasa tersebut, zat terlarut terdifusi

dari fasa padat ke fasa cair sehingga terjadi pemisahan dari komponen padat.

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pandan Wangi (Pandanus ...media.unpad.ac.id/thesis/240110/2013/240110130021_2_1952.pdf8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius

15

Ekstraksi padat-cair dapat dilakukan dengan berbagai metode, seperti ekstraksi

dengan bantuan gelombang mikro, sonikasi dan tekanan tinggi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses ekstraksi padat-cair diantaranya

adalah :

1. Lama Waktu Ekstraksi

Lamanya waktu ekstraksi akan mempengaruhi minyak yang dihasilkan.

Menurut Wuryantoro et al. (2014), semakin lama ekstraksi maka akan memberikan

kesempatan bersentuhan antara bahan dengan pelarut semakin besar sehingga

komponen bioaktif dalam larutan akan meningkat hingga mencapai titik jenuh.

2. Suhu Ekstraksi

Semakin tinggi suhu maka semakin tinggi rendemen yang diperoleh (Fuadi,

2012). Menurut Handajani et al. (2010), pada suhu yang rendah diduga masih

banyak minyak yang terperangkap dalam sel sehingga minyak lebih sedikit yang

terekstrak. Namun pada ekstraksi daun pandan wangi, suhu yang digunakan tidak

boleh terlalu tinggi karena akan menyebabkan rusaknya komponen minyak atsiri

yang terkandung di dalam daun pandan wangi.

3. Pengadukan

Menurut Artati dan Fadilah (2007), semakin cepat putaran pengadukan

maka akan menaikkan turbulensi (tumbukan) sehingga kontak antara bahan dengan

pelarut semakin sering, akibatnya difusi dan koefisien transfer massa dari

permukaan padatan ke pelarut semakin besar.

4. Banyaknya Pelarut yang Digunakan

Menurut Earle (1983), pelarutan fasa padat pada suatu zat pelarut

dipengaruhi oleh konsentrasi komponen fasa cair dalam keadaan jenuh.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bustan et al. (2008) tentang pengaruh

waktu ekstraksi dan ukuran partikel terhadap berat oleoresin jahe yang diperoleh

dalam berbagai jumlah pelarut organik (methanol), menunjukkan bahwa semakin

banyak pelarut yang digunakan terhadap berat bahan dasar, maka berat oleoresin

yang dihasilkan semakin besar, hal ini dikarenakan semakin banyak pelarut yang

berpenetrasi ke dalam bubuk jahe, yang memperbesar permukaan kontak.

Pernyataan ini diperkuat oleh Jayanudin et al. (2014) bahwa banyaknya pelarut

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pandan Wangi (Pandanus ...media.unpad.ac.id/thesis/240110/2013/240110130021_2_1952.pdf8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius

16

mempengaruhi luas kontak bahan dengan pelarut, semakin banyak pelarut maka

luas kontak akan semakin besar. Meratanya distribusi pelarut ke bahan akan

memperbesar rendemen yang dihasilkan. Banyaknya pelarut akan mengurangi

tingkat kejenuhan pelarut, sehingga komponen minyak atsiri akan terekstrak secara

sempurna.

2.3.2 Ultrasound-Assisted Extraction (UAE)

Metode ultrasonik biasa dikenal sebagai Ultrasound-Assisted Extraction

(UAE) merupakan metode ekstraksi dengan dibantu gelombang ultrasonik. Menurut

Keil (2007), metode ultrasonik merupakan metode ekstraksi non termal yang efektif

dan efisien. Teknik ini juga dikenal dengan sonokimia yaitu pemanfaatan efek

gelombang ultrasonik untuk mempengaruhi perubahan-perubahan yang terjadi pada

proses kimia (Garcia dan Castro, 2004). Menurut Wardiyati (2004), gelombang

bunyi yang dihasilkan oleh tenaga listrik (lewat transduser), diteruskan oleh media

cair ke medan yang dituju melalui fenomena kavitasi. Fenomena kavitasi yaitu

terbentuknya gelembung kecil pada media perantara, yang lama kelamaan

gelembung-gelembung akan bertambah besar dan akhirnya akan pecah dan

mengeluarkan tenaga besar, tenaga inilah yang digunakan untuk proses kimia.

Fenomena kavitasi dapat digambarkan seperti pada Gambar 2.

Gambar 2. Fenomena Kavitasi

(Sumber: Suslick, 1994)

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pandan Wangi (Pandanus ...media.unpad.ac.id/thesis/240110/2013/240110130021_2_1952.pdf8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius

17

Menurut Garcia dan Castro (2004), keuntungan utama ekstraksi gelombang

ultrasonik antara lain efisiensi lebih besar, waktu operasi lebih singkat dan biasanya

laju perpindahan massa lebih cepat jika dibandingkan dengan ekstraksi

konvensional menggunakan soxhlet. Efek mekanik dari gelombang ultrasonik yang

ditimbulkan akan meningkatkan penetrasi dari cairan menuju dinding membran sel,

mendukung pelepasan komponen sel dan meningkatkan transfer massa (Keil,

2007). Selain itu, metode ini juga lebih sedikit mengkonsumsi energi, dan

memungkinkan pengurangan pelarut, sehingga menghasilkan produk yang lebih

murni (Ardianti dan Joni, 2014). Menurut Wang et al. (2013), Ultrasound-Assisted

Extraction (UAE) telah terbukti menjadi metode ekstraksi yang sangat efektif untuk

mengurangi suhu ekstraksi dan jumlah pelarut serta memperpendek waktu

ekstraksi, yang sangat berguna untuk ekstraksi senyawa yang sensitif terhadap suhu

dan tidak stabil. Kekurangan metode ini yaitu sel biologis dapat terganggu oleh

daya ultrasonik yang memfasilitasi pelepasan isi sel (Brennan, 2006). Metode ini

telah diterapkan untuk mengekstrak komponen makanan seperti aroma (Xia et al.,

2006), antioksidan (Han et al., 2011), dan antibakteri (Lou et al., 2011).

1. Jenis-jenis Ultrasonik

Menurut Brennan (2006), ekstraksi dengan bantuan gelombang ultrasonik

dapat dilakukan dengan 2 jenis ultrasonik, yaitu:

a. Ultrasonic Baths

Transduser biasanya dipasang di bagian bawah tangki, beroperasi pada

frekuensi sekitar 40 kHz dan menghasilkan intensitas tinggi pada tingkat yang tetap

karena perkembangan gelombang berdiri yang diciptakan oleh pantulan gelombang

suara pada permukaan cairan atau udara. Transduser terikat ke dasar atau sisi tangki

dan energi ultrasonik dikirim langsung ke cairan di tangki. Kedalaman cairan

penting untuk menjaga intensitas tinggi ini dan tidak boleh kurang dari setengah

panjang gelombang ultrasonik dalam cairan (Brennan, 2006).

b. Ultrasonic Probes

Sistem ini menggunakan tanduk (probe) yang bisa dilepas untuk memperkuat

sinyal. Tanduk biasanya memiliki panjang setengah dari panjang gelombang atau

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pandan Wangi (Pandanus ...media.unpad.ac.id/thesis/240110/2013/240110130021_2_1952.pdf8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius

18

kelipatannya. Besarnya perolehan amplitudo tergantung pada bentuk dan perbedaan

diameter tanduk antara bagian yang digerakkan dan bagian pemancar (Brennan,

2006).

Pada penelitian ini, instrumen yang digunakan untuk melakukan ekstraksi pada

daun pandan wangi adalah sonikator jenis probes dengan merk Qsonica-Q500

seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 3. Ultrasonic Processor (Qsonica-Q500)

(Sumber: Qsonica Operation Manual)

Berikut spesifikasi alat Qsonica-Q500 ditunjukkan pada Tabel 2 sebagai berikut:

Tabel 2. Spesifikasi Qsonica-Q500

Generator

Input Voltage 100 VAC – 120 VAC @

50/60 Hz

220 VAC – 240 VAC @

50/60 Hz

Rated Current 10 Amps max. 5 Amp max.

Fuse Rating 15 Amp (slo-blo) 8 Amp (slo-blo)

Weight 15lbs (6,8 kg)

Dimensions 8”W x 15,25”L x 8,5”H

203 mm x 387 mm x 216 mm

Output Voltage 1000 V rms (max.)

Output Frequency 20 kHz

Conventer

Weight 2lbs. (900 g)

Dimensions 7,25”L x 2,5”Dia.

(183 mm x 63,5 mm)

Materials Alumunium Alloy

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pandan Wangi (Pandanus ...media.unpad.ac.id/thesis/240110/2013/240110130021_2_1952.pdf8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius

19

Tabel 2. Spesifikasi Qsonica-Q500 (Lanjutan)

Standard ½” Horn

Weight 0,75lbs. (340 g)

Dimensions 5,375”L x 0,5”Dia.

(136 mm x 13 mm)

Materials Titanium Alloy

Enviromental

Polution Degree 2

Installation Category II

Operating Limits

Temperature : (5 – 40)oC

Relative Humidity 10 – 95% (Non

Condensing)

Altitude: 6,651 ft. (2000)

Shipping/Storage

Temperature : (2 – 49)oC

Relative Humidity 10 – 95% (Non

Condensing)

Ambient Pressure Extremes : 40,000 ft

(12,192 m)

Restriction of Hazardous Substances

(ROHS)

Relative Humidity

Maximum relative humidity 80% for

temperatures up to 31oC decreasing

linearly to 50% relative humidity to

40oC

Other For indoor use only (Sumber: Qsonica Operation Manual)

Prinsip operasi dari Qsonica-Q500 ini yaitu generator elektronik ultrasonik

mengubah daya garis AC menjadi sinyal frekuensi 20 kHz yang menggerakkan

konventer piezoelectric/tranduser. Sinyal listrik ini diubah oleh transduser menjadi

getaran mekanis karena karakteristik internal kristal piezoelectric. Getaran

diperkuat dan dipancarkan sepanjang tanduk/probe dimana ujungnya memanjang

dan berkontraksi secara longitudinal. Lama waktu proses dan besar amplitudo dapat

diatur besarnya oleh pengguna melalui tombol layar sentuh. Saat pengguna

meningkatkan pengaturan amplitudo, intensitas sonikasi akan meningkat dalam

sampel.

Selain itu, pemilihan diameter ujung probe yang tepat merupakan faktor penting

dalam proses sonikasi sampel. Volume sampel yang akan diproses harus sesuai

dengan diameter ujung probe. Jika diameter ujung (Microtip probe) lebih kecil,

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pandan Wangi (Pandanus ...media.unpad.ac.id/thesis/240110/2013/240110130021_2_1952.pdf8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius

20

maka akan memberikan intensitas sonikasi tinggi namun energi yang terfokus pada

volume sampel kecil. Jika diameter ujung lebih besar, maka dapat memproses

volume sampel yang lebih besar namun intensitas sonikasi menjadi lebih rendah.

Berikut ukuran probe yang disesuaikan berdasarkan volume sampek ditunjukkan

pada Tabel 3.

Tabel 3. Ukuran Probe dan Volume Sampel

Tip Diameter Volume Sampel

1/16” (2mm) 0,2 ml – 5 ml

1/8” (3mm) 1 ml – 15 ml

1/4” (6mm) 5 ml – 50 ml

1/2” (12mm) 20 ml – 250 ml

3/4” (19mm) 50 ml – 500 ml

1” (25mm) 100 ml – 1000 ml

1” dengan booster 750 ml – 1500 ml (Sumber: Qsonica Operation Manual)

2. Faktor-faktor Proses UAE

Menurut Wardiyati (2004) hal-hal yang mempengaruhi kemampuan ultrasonik

untuk menimbulkan efek kavitasi pada proses ekstraksi antara lain:

a. Frekuensi

Meningkatnya frekuensi akan memperkecil tekanan minimum sehingga energi

lebih banyak diperlukan untuk pembentukan kavitasi dalam sistem. Sebagai contoh,

energi yang diperlukan untuk membuat kavitasi dalam air sepuluh kali lebih besar

dengan menggunakan frekuensi 400 kHz dibandingkan dengan menggunakan

frekuensi 10 kHz. Dengan alasan inilah frekuensi yang biasa digunakan pada

sonokimia berkisar antara 20 – 40 kHz.

b. Viskositas pelarut

Viskositas pelarut berpengaruh terhadap terjadinya proses kavitasi. Semakin

kental pelarut maka kavitasi semakin sulit terbentuk sehingga efisiensi proses

berkurang.

c. Tegangan permukaan dan tekanan uap

Tegangan permukaan dan tekanan uap berpengaruh terhadap terjadinya proses

kavitasi. Semakin rendah tegangan permukaan pelarut kavitasi akan semakin sulit

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pandan Wangi (Pandanus ...media.unpad.ac.id/thesis/240110/2013/240110130021_2_1952.pdf8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius

21

terjadi. Pelarut yang lebih volatil sering digunakan dalam proses sonokimia karena

pelarut ini mempunyai tekanan uap tinggi yang bisa memudahkan terbentuknya

gelembung. Uap pelarut ini akan mengisi gelembung tadi sehingga energi yang

diperlukan untuk terbentuknya kavitasi lebih kecil.

d. Tekanan luar

Kenaikan tekanan luar berarti kenaikan fase reaction (indeks bias) yang

diperlukan untuk mengawali terjadinya kavitasi. Lebih penting lagi bahwa kenaikan

tekanan luar akan menyebabkan bertambah besarnya intensitas untuk menimbulkan

fenomena pecahnya kavitasi dan secara konsekuensi akan meningkatkan pengaruh

sonokimia.

e. Suhu

Suhu memiliki pengaruh besar pada proses sonokimia. Pada suhu yang tinggi

tekanan uap dalam medium akan naik sehingga gelembung-gelembung kavitasi

akan mudah terbentuk. Gelembung kavitasi yang semakin membesar akhirnya

pecah dalam peristiwa ledakan kavitasi. Kenaikan suhu yang terlalu tinggi disertai

dengan pengurangan kekentalan dan tegangan permukaan mengakibatkan

gelembung yang pecah hanya sedikit. Pada suhu mendekati titik didih, gelembung

kavitasi timbul secara bersamaan dalam jumlah yang besar. Hal ini akan

menghalangi transmisi suara dan mengurangi efektivitas energi yang masuk ke

media cairan sehingga proses sonokimia kurang efisisien.

f. Intensitas amplitudo

Intensitas secara langsung sebanding dengan kuadrat amplitudo vibrasi sumber

ultrasonik. Tinggi rendahnya amplitudo dipengaruhi oleh tenaga ultrasonik yang

digunakan di dalam sistem. Secara umum, bertambahnya intensitas sonikasi akan

meningkatkan proses sonokimia, akan tetapi hal ini dibatasi oleh energi ultrasonik

yang masuk pada sistem.

2.4 Pelarut Organik

Pelarut umumnya adalah zat yang berada pada larutan dalam jumlah yang

besar sedangkan zat lainnya dianggap sebagai zat terlarut (Brady, 1987). Untuk

membedakan antara pelarut dengan zat yang dilarutkan, pelarut biasanya terdapat

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pandan Wangi (Pandanus ...media.unpad.ac.id/thesis/240110/2013/240110130021_2_1952.pdf8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius

22

dalam jumlah yang lebih besar (Guenther, 1948). Pelarut biasanya memiliki titik

didih yang rendah dan lebih mudah menguap. Sifat-sifat umum pelarut dapat dilihat

pada Tabel 4. Pelarut yang digunakan harus dapat mengekstrak substansi yang

diinginkan tanpa melarutkan material lainnya. Ekstraksi padat-cair atau leaching

adalah proses pengambilan komponen terlarut dalam suatu padatan dengan

menggunakan pelarut (Treyball, 1981).

Tabel 4. Sifat-sifat Umum Pelarut

(Sumber: Smallwood, 1996)

Semakin besar konstanta dielektrik suatu pelarut maka semakin polar

pelarut tersebut. Kepolaran senyawa organik akan meningkat dengan bertambahnya

gugus fungsi dan menurun dengan bertambahnya atom karbon (Gritter et al., 1991).

Bahan dan senyawa kimia akan mudah larut pada pelarut yang relatif sama

kepolarannya. Menurut Ketaren (1986), suatu zat dapat larut dalam pelarut jika

mempunyai nilai polaritas yang sama, yaitu zat polar akan larut dalam pelarut polar

dan tidak larut dalam pelarut non polar.

Beberapa hal yang menunjukkan kepolaran suatu pelarut yaitu momen

dipol, konstanta dielektrik, dan kelarutan dalam air. Semakin tinggi nilai momen

dipol dan konstanta dielektrik maka pelarut semakin polar. Besarnya tetapan

dielektrik dapat diatur dengan penambahan pelarut lain (Moore, 2008). Tetapan

dielektrik suatu campuran pelarut merupakan hasil penjumlahan dari tetapan

Pelarut Rumus

Kimia

Titik

Didih (oC)

Titik Beku

(oC)

Konstanta

Dielektrik

(20oC)

Bobot

Jenis

Kloroform CHCl3 61 -23 4,8 1,480

Aseton C3H6O 56 -95 20,6 0,790

Dietil Eter C4H10O 34,5 -116 4,3 0,715

Air H2O 100 0 79,7 1

Etil Asetat CH3-C(=O)-

CH2-CH3 77 -84 6,0

0,894

n-Heksan C6H14 69 -59 1,9 0,659

Benzena C6H6 80 5,5 2,28 0,879

Toluena C7H8 110,6 -95 2,38 0,867

Etanol C2H6O 78 -114 22,4 0,789

Metanol CH4O 64 -98 32,6 0,792

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pandan Wangi (Pandanus ...media.unpad.ac.id/thesis/240110/2013/240110130021_2_1952.pdf8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius

23

dielektrik masing-masing pelarut yang sudah dikalikan persentase (%) volume

masing-masing komponen pelarut.

Salah satu faktor yang paling menentukan berhasilnya proses ekstraksi

adalah mutu dari pelarut yang digunakan (Guenther, 1948). Pelarut yang ideal,

harus memenuhi syarat sebagai berikut :

1. Bersifat selektif

Pelarut dapat melarutkan semua zat yang akan diekstrak dengan cepat dan

sempurna.

2. Titik didih pelarut

Pelarut harus mempunyai titik didih yang cukup rendah, sehingga pelarut

mudah diuapkan tanpa menggunakan suhu tinggi pada proses pemurnian dan

jika diuapkan tidak tertinggal dalam eksrak.

3. Pelarut tidak larut dalam air

Jika pelarut larut dalam air maka air dalam daun akan ikut terekstraksi

sehingga menyebabkan minyak hasil ekstraksi mudah teroksidasi.

4. Pelarut bersifat inert

Artinya pelarut tidak bereaksi dengan komponen lain.

5. Pelarut harus mempunyai titik didih yang seragam dan jika diuapkan tidak

akan tertinggal dalam ekstrak setelah proses penguapan.

6. Harga murah, tidak beracun dan tidak mudah terbakar.

Pelarut yang baik untuk ekstraksi adalah pelarut yang memenuhi syarat-

syarat di atas. Namun tidak ada pelarut yang benar-benar ideal (Ketaren, 1985).

Masing-masing pelarut mempunyai efisiensi dan selektivitas yang berbeda-beda

dalam melarutkan senyawa-senyawa tertentu. Semakin banyak jumlah pelarut yang

digunakan semakin banyak pula rendemen minyak atsiri daun pandan wangi yang

dihasilkan, hal ini dikarenakan luas kontak semakin besar, sehingga distribusi

pelarut ke bahan akan semakin besar (Jayanudin et al., 2014).

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pandan Wangi (Pandanus ...media.unpad.ac.id/thesis/240110/2013/240110130021_2_1952.pdf8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius

24

Jenis-jenis bahan pelarut yang banyak digunakan untuk ekstraksi antara lain

(Guenther, 1948) :

1. Petroleum Eter

Merupakan pelarut non polar hasil penyulingan dengan titik didih 30 –

70oC, bersifat stabil dan mudah menguap, maka sangat baik untuk ekstraksi.

Penggunaan petroleum eter sangat menguntungkan karena bersifat selektif dalam

melarutkan zat, tapi mempunyai kelemahan yaitu kehilangan pelarut cukup besar

selama proses berlangsung. Petroleum eter bersifat toksik dan mudah terbakar. Eter

sulit untuk diperoleh sehingga menyebabkan harga pelarut ini relatif mahal.

2. Benzene

Adalah senyawa aromatik yang paling sederhana dengan rumus C6H6.

Merupakan pelarut non polar yang baik setelah eter. Benzene tidak hanya

melarutkan minyak atsiri tetapi juga melarutkan lilin, albumin, dan zat warna

sehingga minyak atsiri hasil ekstraksi dengan benzene berwarna lebih gelap dan

lebih kental. Biasanya digunakan untuk mengekstraksi minyak yang mempunyai

titik didih tinggi yaitu 80,1oC.

3. Heksana

Merupakan senyawa hidrokarbon golongan alkana dengan rumus C6H14

merupakan pelarut non polar dengan kisaran titik didih 65 – 70oC. Keuntungan

pelarut ini yaitu bersifat selektif dalam melarutkan zat yang ingin diekstrak,

menghasilkan sejumlah kecil lilin, albumin, dan zat warna, namun dapat

mengekstrak zat pewangi dalam jumlah besar.

4. Etanol

Mempunyai titik didih 78oC. Pelarut yang cukup baik untuk mengekstraksi

bahan kering, seperti daun-daunan, batang, akar, dan biji. Namun kekurangan dari

etanol adalah kurang bersifat selektif dan larut dalam air serta bersifat polar.