bab ii tinjauan pustaka 2.1 lahanerepo.unud.ac.id/15416/3/0604405047-3-bab_ii.pdf · ·...
TRANSCRIPT
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini memaparkan mengenai teori dasar pendukung yang mendasari
proses pembuatan rancang bangun Segementasi Citra Satelit untuk Klasifikasi
Jenis Penggunaan Lahan seperti:
2.1 Lahan
Pengertian secara luas tentang lahan ialah suatu daerah permukaan
daratan bumi yang ciri-cirinya mencakup segala tanda pengenalan, baik yang
dapat diramalkan bersifat mendaur, dari biosfer, atmosfer, tanah, geologi,
hidrologi dan populasi tumbuhan dan hewan, serta hasil kegiatan manusia pada
masa lalu dan masa kini, sejauh tanda-tanda pengenal tersebut memberikan
pengaruh atas penggunaan lahan oleh manusia pada masa kini dan mendatang
(FAO,1977).
Lahan merupakan kesatuan berbagai sumber daya daratan yang saling
berinteraksi membentuk suatu sistem structural dan fungsional. Sifat dan
perilaku lahan ditentukan oleh macam sumber daya. Faktor-faktor penentu sifat
dan perilaku lahan tersebut bermatra ruang dan waktu.
2.1.1 Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan seperti pada pengertian yang dikemukakan oleh para
ahli adalah sebagai berikut :
1. Arsyad (1989:207) mengemukakan bahwa penggunaan lahan adalah suatu
bentuk intervensi manusia terhadap lahan dalam rangka untuk memenuhi
kebutuhan kehidupan baik kebutuhan material maupun kebutuhan spiritual.
2. Vink dalam Sitorus (1989:37) mengemukakan bahwa penggunaan lahan
adalah setiap bentuk intervensi (campur tangan) manusia terhadap lahan
dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik materil maupun spiritual.
3. Arsyad (1989:207) mengemukakan bahwa pengelompokan tipe-tipe
penggunaan lahan sebagai berikut :
6
a) Perladangan
b) Tanaman semusim campuran, tanah darat, tidak intensif
c) Tanaman semusim campuran, tanah darat, intensif
d) Sawah
e) Perkebunan rakyat
f) Perkebunan besar
g) Hutan produksi
h) Hutan alami
i) Padang pengembalaan
j) Hutan lindung
k) Cagar alam
4. Anwar (1980:207) mengemukakan bahwa penggunaan lahan dapat
dikelompokan ke dalam dua golongan besar yaitu :
a) Penggunaan lahan pertanian
Penggunaan lahan pertanian dibedakan ke dalam jenis penggunaan
berdasarkan atas penyediaan air dan bentuk pemanfaatan di atas lahan
tersebut, berdasarkan hal ini dikenal macam penggunaan lahan :
Tegalan
Sawah
Perkebunan
Padang rumput
Hutan produksi
Hutan lindung
Padang alang-alang
b) Penggunaan lahan bukan pertanian dibedakan ke dalam beberapa bagian
seperti berikut :
Pemukiman
Industri
Tempat rekreasi
Pertambangan.
7
5. Sitorus (1989:57) mengemukakan bahwa pemanfaatan penggunaan lahan
dapat dikelompokan secara umum menjadi beberapa bagian yaitu:
a) Penggunaan lahan pedesaan dalam arti luas termasuk pertanian,
kehutanan, cagar alam, dan tempat-tempat rekreasi.
b) Penggunaan lahan perkotaan dan industri termasuk kota dan kompleks
industri, jalan raya, dan pertambangan. Penggunaan lahan perkotaan dan
kawasan industri serta jaringan jalan pada dasarnya berpengaruh terhadap
nilai ekonomis penggunaan lahan pertanian.
6. Sandy (1985:57) mengemukakan bahwa pemanfaatan lahan pertanian
dikelompokan ke dalam beberapa macam, yaitu:
a) Pekarangan, merupakan sebuah lahan kosong yang biasanya ada di depan
rumah dan biasanya ditanami oleh berbagai tanaman seperti buah-buahan,
sayur-sayuran dan sebagainya.
b) Sawah adalah lahan usaha pertanian yang secara fisik berpermukaan rata,
dibatasi oleh pematang, serta dapat ditanami padi, palawija atau tanaman
budidaya lainnya.
c) Ladang berpindah adalah daerah yang mempunyai penduduk yang jarang.
Pola penggunaan lahan di daerah yang masyarakatnya masih mempunyai
tradisi perladangan berpindah biasanya sesuai dengan pola lingkaran
konsentriknya Von Thunen.
d) Kebun campuran adalah jenis pemanfaatan yang sebenarnya kurang
intensif, meskipun jumlah tanaman di atas lahan yang sebenarnya banyak.
e) Tegalan adalah jenis pemanfaatan lahan kering yang cukup intensif.
Tegalan biasanya ditanami tanaman musiman dan biasanya terdapat di
daerah penduduk yang cukup padat.
f) Perkebunan, usaha dibidang perkebunan dapat dilihat dari beberapa segi.
Kalau dilihat dari segi usahanya yaitu seperti perkebunan rakyat dan
perkebunan negara.
7. Direktorat Tataguna Tanah (1984:16) mengemukakan bahwa penggunaan
lahan adalah sebagai berikut:
8
a) Pemukiman, adalah kelompok bangunan untuk tempat tinggal dengan
pekarangannya termasuk di sini perumahan dan emplasemen (stasiun,
pasar dan pabrik).
b) Sawah, tanah berpematang, ada saluran pengairan dan ditanami padi atau
tanaman musiman lainnya.
c) Tanah kering, yaitu terdiri atas tegalan (tanah kering yang diusahakan
menetap dengan tanaman semusim) dan ladang berpindah yaitu tanah
pertama yang ditanami tanaman semusim.
2.1.2 Klasifikasi Lahan
Klasifikasi penggunaan lahan didasarkan pada bentuk pemanfaatan dan
penggunaan lahan kota, yaitu penggunaan lahan dalam kaitannya dengan
pemanfaatan sebagai ruang pembangunan yang secara langsung tidak
dimanfaatkan potensi alam dari lahan, tetapi lebih ditentukan oleh adanya
hubungan tata ruang dengan penggunaan lain yang ada, misalnya ketersediaan
prasarana dan fasilitas umum lainnya. Klasifikasi penggunaan lahan menurut
Sandy (1975), sebagai berikut ini :
1. Lahan permukiman, meliputi perumahan termasuk perkarangan dan lapangan
olahraga.
2. Lahan jasa meliputi kantor pemerintahan, sekolah, puskesmas, dan tempat
ibadah.
3. Lahan perusahaan, meliputi pasar, toko, kios, dan tempat hiburan.
4. Lahan industri, meliputi pabrik dan percetakan.
5. Lahan kosong yang sudah diperuntukkan adalah lahan kosong yang sudah
dipatok namun belum didirikan bangunan.
Klasifikasi jenis penggunaan lahan berdasarkan Peraturan Menteri Negara
Agraria atau Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 tahun 1997, sebagai
berikut ini :
1. Lahan perumahan adalah areal lahan yang digunakan untuk kelompok rumah
berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang
dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan.
9
2. Lahan perusahaan, adalah areal lahan yang digunakan untuk suatu badan
hukum dan atau badan usaha milik pemerintah maupun swasta untuk kegiatan
ekonomi yang bersifat komersial bagi pelayanan perekonomian dan atau
tempat transaksi barang dan jasa.
3. Lahan industri atau pergudangan, adalah areal lahan yang digunakan untuk
kegiatan ekonomi berupa proses pengolahan bahan baku menjadi barang jadi
atau setengah jadi dan barang setengah jadi menjadi barang jadi.
4. Lahan jasa, adalah areal lahan yang digunakan untuk suatu kegiatan
pelayanan sosial dan budaya masyarakat kota, yang dilaksanakan oleh badan
atau organisasi kemasyarakatan, pemerintah maupun swasta yang
menitikberatkan pada kegiatan yang bertujuan pelayanan non komersial.
5. Persawahan, adalah areal lahan pertanian yang digenangi air secara periodik
terus-menerus ditanami padi dan diselingi dengan tanaman tebu, tembakau,
atau tanaman semusim lainnya.
6. Pertanian lahan kering semusim, adalah areal lahan pertanian yang tidak
pernah diairi dan mayoritas ditanami dengan tanaman umur pendek.
7. Lahan tidak ada bangunan, adalah tanah di dalam wilayah perkotaan yang
belum atau tidak digunakan untuk pembangunan perkotaan.
8. Lain-lain, adalah areal tanah yang digunakan bagi prasarana jalan, sungai,
bendungan, serta saluran yang merupakan buatan manusia maupun alamiah.
Klasifikasi penggunaan lahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
berdasarkan pada klasifikasi fungsi penggunaan lahan tersebut di atas dengan
modifikasi sesuai dengan fungsi penggunaan lahan yang ada di wilayah
penelitian. Perencanaan yang telah lalu serta beraneka ragam perkembangan
aktivitas kota, lahan perdagangan dan lahan perkantoran tersendiri tidak masuk
dalam lahan perusahaan. Penelitian ini lahan komersial meliputi lahan
perdagangan dan jasa diluar perdagangan grosir.
Lahan dapat dikelompokkan menjadi beberapa kelas, diantaranya sebagai
berikut:
1. Kelas I, merupakan lahan untuk segala jenis penggunaan tanpa memerlukan
tindakan pengawetan tanah yang spesifik. Lahan ini dicirikan dengan lereng
10
yang datar, bahaya erosi yang sangat kecil, solum tanah dalam, drainase baik,
mudah untuk diolah, dapat menahan air dengan baik, responsif terhadap
pemumpukkan, tidak terancam banjir, iklim mikro yang sesuai dengan
pertumbuhan tanaman.
2. Kelas II, merupakan lahan yang sesuai untuk segala jenis penggunaan
pertanian dengan sedikit hambatan dan ancaman kerusakan. Ciri-ciri dari
lahan kelas ini adalah lereng landai, kepekaan erosi sedang, tekstur tanah
halus, solum tanah agak dalam, struktur tanah kurang baik, salinitas ringan
sampai sedang, kadang terjadi banjir, drainase sedang, iklim mikro agak
kurang untuk tanaman.
3. Kelas III, merupakan lahan yang dapat digunakan untuk berbagai jenis usaha
pertanian dengan hambatan dan ancaman yang lebih besar dari pada lahan
kelas II. Ciri-ciri lahan kelas ini adalah lereng bergelombang atau miring,
drainase buruk, solum tanah sedang, permeabilitas tanah bagian bawah
lambat, peka terhadap erosi, kapasitas menahan air rendah, kesuburan tanah
rendah, sering terjadi banjir, lapisan cadas dangkal, salinitas sedang,
hambatan iklim agak besar.
4. Kelas IV, merupakan lahan yang memiliki faktor penghambat lebih besar
dibandingkan dengan lahan kelas III. Faktor penghambat pada lahan kelas ini
adalah lereng yang miring atau berbukit (15%-30%), kepekaan erosi besar,
solum tanah dangkal, kapasitas menahan air rendah, drainase jelek, salinitas
tinggi, iklim kurang menguntungkan, bila lahan ini akan digunakan untuk
tanaman semusim, maka perlu dibuatkan teras-teras, saluran drainase, crop
rotation dengan penutup tanah.
5. Kelas V, merupakan lahan yang tidak sesuai untuk tanaman semusim. Ciri-
ciri lahan ini adalah lereng datar atau cekung, sering tergenang dan banjir,
berbatu-batu, pada sistem perakaran tumbuhan sering ditemui catclay,
berawa-rawa. Lahan ini cocoknya untuk hutan produksi, hutan lindung,
padang penggembalaan, atau suaka alam.
6. Kelas VI, merupakan lahan yang tidak sesuai untuk pertanian.
Penggunaannya terbatas untuk padang penggembalaan, hutan produksi, hutan
11
lindung, atau cagar alam. Ciri-ciri lahan kelas ini adalah lereng agak curam
(30%-45%), ancaman erosi berat, solum tanah sangat dangkal, berbatu-batu,
iklim tidak sesuai. Pengelolaan lahan ini dapat diusahakan dengan cara
pembuatan teras bangku, strip cropping, penutupan tanah dengan rumput
perlu selalu diusahakan.
7. Kelas VII, merupakan lahan yang tidak sesuai untuk pertanian, jika ingin
dipaksakan harus digunakan teras bangku yang ditunjang dengan cara-cara
vegetatif untuk konservasi. Ciri-ciri lahan kelas ini adalah lereng curam
(45%-65%), solum tanah sangat dangkal, dan berbatu-batu.
8. Kelas VIII, merupakan lahan yang sangat tidak cocok untuk pertanian. Lahan
ini harus senantiasa didiamkan dalam keadaann alami. Lahan kelas ini sangat
berguna untuk hutan lindung, cagar alam, atau tempat rekreasi. Ciri-ciri lahan
kelas ini adalah lereng yang sangat curam (>65%), berbatu-batu, kapasitas
menahan air sangat rendah, solum tanah sangat dangkal, sering terlihat
adanya singkapan batuan, kadang-kadang seperti padang pasir berbatu
(Jamulya dan Sunarto, 1991).
2.2 Remote sensing
Remote Sensing merupakan terjemahan dari istilah penginderaan jauh.
Penginderaan Jauh (Remote Sensing ) adalah pengukuran data atau informasi
mengenai sifat dari sebuah fenomena, objek atau benda dengan menggunakan
sebuah alat perekam tanpa berhubungan langsung dengan bahan studi. Pengertian
Penginderaan Jauh (Remote Sensing) oleh para ahli sebagai berikut ini :
1. Menurut Lillesand dan Kiefer
Penginderaan jauh (remote sensing), adalah ilmu dan seni untuk memperoleh
informasi tentang obyek, daerah atau gejala dengan jalan menganalisis data
yang didapat dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap
obyek, daerah atau gejala yang dikaji.
12
Gambar 2. 1 Sistem Penginderaan Jauh
Empat komponen dasar dari sistem penginderaan jauh adalah target, sumber
energi, alur transmisi dan sensor. Komponen tersebut bekerja bersama untuk
mengukur dan mencatat informasi mengenai target tanpa menyentuh objek
kajian. Sumber energi yang menyinari atau memancarkan energi
elektromagnetik pada target mutlak diperlukan. Energi berinteraksi dengan
target dan sekaligus berfungsi sebagai media untuk meneruskan informasi
kepada sensor. Sensor adalah sebuah alat yang mengumpulkan dan mencatat
radiasi elektromagnetik, setelah melalui proses pencatatan data akan
dikirimkan kestasiun penerima dan diproses menjadi format yang siap pakai,
diantaranya berupa citra. Citra ini kemudian diintrepretasikan untuk mencari
informasi mengenai target. Proses interpretasi ini biasanya berupa gabungan
antara visual dan automatik dengan bantuan komputer dan perangkat lunak
pengolah citra. Keuntungan dalam menggunakan teknik penginderaan jauh
antara lain :
a) Lebih luasnya ruang lingkup yang bisa dipelajari
b) Lebih seringnya sesuatu fenomena bisa diamati
c) Dimungkinkannya penelitian di tempat-tempat yang susah atau berbahaya
untuk dijangkau manusia, seperti di kutub, hutan dan gunung berapi.
Teknologi penginderaan jauh dirancang untuk tujuan tertentu. Sensor
sangatlah terbatas untuk mengindera objek yang sangat kecil. Batas
kemampuan sebuah sensor dinamakan resolusi. Resolusi suatu sensor
merupakan indikator tentang kemampuan sensor atau kualitas sensor dalam
merekam suatu objek.
13
2. Menurut Lindgren
Penginderaan jauh (remote sensing), adalah bermacam-macam teknik yang
dikembangkan untuk mendapat perolehan dan analisis informasi tentang
bumi. Informasi tersebut khusus dalam bentuk radiasi elektromagnetik yang
dipantulkan atau dipancarkan dari permukaan bumi.
3. Menurut Sabins
Penginderaan jauh (remote sensing), adalah suatu ilmu untuk memperoleh,
mengolah dan menginterpretasi citra yang telah direkam yang berasal dari
interaksi antara gelombang elektromagnetik dengan suatu obyek.
4. Menurut Curran, 1985
Penginderaan jauh (remote sensing), yaitu penggunaan sensor radiasi
elektromagnetik untuk merekam gambar lingkungan bumi yang dapat
diinterpretasikan sehingga menghasilkan informasi yang berguna.
5. Menurut Colwell, 1984
Penginderaan jauh (remote sensing), yaitu suatu pengukuran atau perolehan
data pada objek di permukaan bumi dari citra radar.
6. Menurut Campbell, 1987
Penginderaan jauh (remote sensing), yaitu ilmu untuk mendapatkan informasi
mengenai permukaan bumi seperti lahan dan air dari citra yang diperoleh dari
jarak jauh, hal ini biasanya berhubungan dengan pengukuran pantulan atau
pancaran gelombang elektromagnetik dari suatu objek.
2.2.1 Citra Penginderaan Jauh
Data penginderaan jauh dapat berupa citra maupun non citra. Citra adalah
gambaran suatu objek dari pantulan atau pancaran radiasi elektromagnetik objek
yang direkam dengan cara optik, elektro optik, optik mekanik atau elektrik
sedangkan data non citra dapat berupa grafik, diagram, dan numerik. Citra
penginderaan jauh merupakan gambaran yang mirip dengan wujud aslinya
sehingga citra merupakan keluaran suatu sistem perekaman data dapat bersifat
optic, analog, dan digital (Purwadhi, 2001:23).
14
1. Citra Bersifat Optik
Citra ini biasa disebut citra fotografik yang berupa foto. Citra ini adalah
gambaran objek yang direkam dengan menggunakan kamera sebagai sensor,
film sebagai detektor, sedangkan tanpa elektromagnetik yang digunakan pada
spektrum tampak dan perluasanya.
2. Citra Bersifat Analog
Citra ini berupa sinyal video seperti gambar pada monitor televisi. Sistem
perekamnya menngunakan sistem gabungan optical scanning, sensornya
menggunakan kamera video, detektornya optik elektronik maupun tenaga
elektromagnetik dan perekamnya menggunakan spectrum tampak dan
perluasanya (0,4 – 1.3 μm).
3. Citra Bersifat Digital
Citra non fotografik pada umumnya direkam oleh satelit penginderaan jauh
bersifat digital, yang direkam dalam bentuk piksel. Citra ini direkam dengan
menggunakan sensor non kamera, detector yang digunakan lebih luas
dibandingkan dengan citra fotografik, sedangkan spektrum yang digunakan
dalam perekaman citra digital adalah spekrum tampak, ultraviolet, inframerah
dekat, infraerah termal dan gelombang mikro. Contoh citra digital adalah citra
SPOT, landsat, NOAA dan citra satelit lainnya.
2.2.2 Komponen Remote Sensing (Penginderaan Jauh)
Komponen dasar dari sistem penginderaan jauh (remote sensing) adalah
sebagai berikut :
1. Tenaga
Sumber tenaga yang digunakan dalam penginderaan jauh yaitu tenaga alami
dan tenaga buatan. Tenaga alami berasal dari matahari dan tenaga buatan
biasa disebut pulsa. Penginderaan jauh yang menggunakan tenaga matahari
disebut sistem pasif dan yang menggunakan tenaga pulsa disebut sistem aktif.
Sistem pasif dengan cara merekam tenaga pantulan maupun pancaran, dengan
menggunakan pulsa kelebihan dapat digunakan untuk pengambilan gambar
pada malam hari.
15
2. Objek
Objek penginderaan jauh adalah semua benda yang ada di permukaan bumi
seperti tanah, gunung, air, vegetasi dan hasil budidaya manusia, kota, lahan,
pertanian, hutan atau benda-benda yang diangkasa seperti awan.
3. Sensor
Sensor adalah alat yang digunakan untuk menerima tenaga pantulan maupun
pancaran.
4. Detector
Detector adalah alat perekam yang terdapat pada sensor untuk merekam
tenaga pantulan maupun pancaran
5. Wahana
6. Sarana
Menyimpan sensor seperti pesawat terbang, satelit, dan pesawat ulang-alik.
2.2.3 Resolusi Citra
Empat macam resolusi yang digunakan dalam penginderaan jauh, yaitu
resolusi spasial, resolusi spektral, resolusi radiometrik dan resolusi temporal,
menurut Jaya (2002) masing- masing resolusi tersebut adalah :
a. Resolusi spasial adalah ukuran terkecil dari suatu bentuk (feature) permukaan
bumi yang bisa dibedakan dengan bentuk permukaan di sekitarnya atau yang
ukurannya bisa diukur, misalnya data citra yang diambil dari Landsat
memiliki resolusi spasial 30 m x 30 m.
b. Resolusi spectral diartikan sebagai dimensi dan jumlah daerah panjang
gelombang yang sensitif terhadap sensor, misalnya citra Landsat TM
memiliki resolusi spektral sebesar 7 band dimana masing-masing band
memiliki rentang panjang gelombang sendiri-sendiri.
c. Resolusi radiometrik adalah ukuran sensitifitas sensor untuk membedakan
aluran radiasi (radiant flux) yang dipantulkan dari suatu obyek permukaan
bumi, misalnya radian pada panjang gelombang 0.6 - 0.7 um akan direkam
oleh detektor MSS band 5 dalam bentuk voltage.
16
d. Resolusi temporal merupakan frekuensi dari suatu sistem sensor merekam
suatu areal yang sama, misalnya Landsat TM mempunyai ulangan overpass
16 hari.
2.2.4 Interpretasi Citra Penginderaan Jauh
Interpretasi citra adalah perbuatan mengkaji foto udara atau citra dengan
maksud untuk mengidentifikasi objek dan menilai arti pentingnya objek tersebut.
Pengenalan objek yang tergambar pada citra, ada tiga rangkaian kegiatan yang
diperlukan, yaitu deteksi, identifikasi, dan analisis. Deteksi ialah pengamatan atas
adanya objek, identifikasi ialah upaya mencirikan objek yang telah dideteksi
dengan menggunakan keterangan yang cukup, sedangkan analisis ialah tahap
mengumpulkan keterangan lebih lanjut.
Unsur interpretasi citra terdiri atas sembilan unsur, yaitu rona atau warna,
ukuran, bentuk, tekstur, pola, tinggi, bayangan, situs, dan asosiasi dan
konvergensi bukti.
1. Rona (Tone)
Rona ialah tingkat kegelapan atau kecerahan objek pada citra, adapun warna
adalah wujud yang tampak oleh mata. Rona ditunjukkan dengan gelap –
putih. Tingkat kegelapan warna biru, hijau, merah, kuning dan jingga. Rona
dibedakan atas lima tingkat, yaitu putih, kelabu putih, kelabu, kelabu hitam,
dan hitam. Karakteristik objek yang mempengaruhi rona, permukaan yang
kasar cenderung menimbulkan rona yang gelap, warna objek yang gelap
cenderung menimbulkan rona yang gelap, objek yang basah atau lembap
cenderung menimbulkan rona gelap. Contoh pada foto pankromatik air akan
tampak gelap, atap seng dan asbes yang masih baru tampak rona putih,
sedangkan atap sirap ronanya hitam.
17
Gambar 2. 2 Contoh Foto Pankromatik
2. Bentuk (Shape)
Bentuk merupakan konfigurasi atau kerangka suatu objek, sehingga dapat
mencirikan suatu penampakan yang ada pada citra dapat di identifikasi dan
dapat dibedakan antar objek, dan dari penampakan pada citra maupun foto
udara dapat di identifikasi bentuk massa bangunan, maupun bentuk-bentuk
dasar fisik alam lainnya seperti jalan, sungai, kebun, hutan dan sebagainya.
Bentuk fisik dari citra ikonos maupun foto udara dapat ditentukan
penggunaan lahan suatu tempat, sebagai contoh bentuk penggunaan lahan
untuk kawasan industri atau pergudangan yang di cirikan dengan bentuk
bangunan yang seragam persegi dan massa bangunan yang cukup.
Gambar 2. 3 Contoh Penggunaan Lahan Untuk Industri
Kenampakan sungai berbeda dengan jalan raya, jika sungai berbentuk
berkelok-kelok sesuai dengan alirannya, tetapi jalan berbentuk lurus dan
teratur.
18
Gambar 2. 4 Kenampakan Sungai dan Jalan Raya
3. Ukuran (Size)
Ukuran adalah atribut obyek yang antara lain berupa jarak, luas, tinggi, lereng
dan volume. Ukuran obyek pada citra maupun foto udara merupakan fungsi
skala sehingga dalam memanfaatkan ukuran sebagai unsur interpretasi citra
harus selalu memperhatikan skala citranya, dengan kata lain ukuran
merupakan perbandingan yang nyata dari obyek-obyek dalam citra maupun
foto udara, yang mengambarkan kondisi di lapangan. Contoh perbedaan
antara ukuran lapangan biasa dengan stadion. Ukuran jalan lingkungan
berbeda dengan jalan arteri.
Gambar 2. 5 Perbedaan antara Ukuran Lapangan dan Stadion
19
4. Pola (Pattern)
Pola adalah hubungan susunan spasial objek. Pola merupakan ciri yang
menandai objek bentukan manusia ataupun alamiah. Pola aliran sungai sering
menandai bagi struktur geologi dan jenis tanah, misalnya pola aliran trellis
menandai struktur lipatan. kebun karet, kelapa sawit dan kebun kopi memiliki
pola yang teratur sehingga dapat dibedakan dengan hutan.
Gambar 2. 6 Pola Aliran Trellis
5. Bayangan (Shadow)
Bayangan bersifat menyembunyikan objek yang berada di daerah gelap.
Bayangan dapat digunakan untuk objek yang memiliki ketinggian, seperti
objek bangunan, patahan, menara.
Gambar 2. 7 Objek Bangunan yang Bersifat Shadow
6. Tekstur (Texture)
Tekstur merupakan ukuran frekuensi perubahan rona pada gambar objek.
Kesan tekstur bersifat relatif dari resolusi dan interpreter.
20
Gambar 2. 8 Tekstur
7. Situs (Site) atau Letak
Situs atau lokasi suatu obyek dalam hubungannya dengan obyek lain dapat
membantu dalam menginterpretasi foto udara ataupun citra ikonos. Situs ini
sering dikaitkan antara obyek dengan melihat obyek yang lain. Contoh situs
permukiman memanjang pada umumnya terletak disepanjang tepi jalan.
Gambar 2. 9 Situs Permukiman
8. Asosiasi (Association)
Asosiasi dapat diartikan sebagai keterkaitan antara obyek yang satu dengan
obyek yang lain, dengan kata lain asosiasi ini hampir sama dengan situs.
Obyek pada citra sering menjadi petunjuk adanya obyek yang lain, seperti
stasiun kereta api sering berasosiasi dengan jalan kereta api yang bercabang
(jumlahnya lebih dari satu).
21
Gambar 2. 10 Stasiun yang Berasosiasi dengan Rel-Rel Kereta Api
Teknik interpretasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu interpretasi
secara manual dan interpretasi secara digital.
1. Interpretasi Secara Manual
Interpretasi citra secara manual adalah interpretasi data penginderaan jauh
yang mendasarkan pada pengenalan ciri (karakteristik) objek secara
keruangan (spasial). Karakteristik objek yang tergambar pada citra dapat
dikenali berdasarkan unsur-unsur interpretasi. Interpretasi ini dilakukan pada
citra yang dikonversi dalam bentuk foto.
2. Interpretasi Secara Digital.
Interpretasi secara digital merupakan evaluasi kuantitatif tentang informasi
spektral yang disajikan pada citra. Analisis digital dapat dilakukan melalui
pengenalan pola spektral dengan bantuan computer (Lillesand dan Kiefer
dalam Purwadhi, 2001 : 26). Dasar interpretasi ini berupa klasifikasi piksel
berdasarkan nilai spectral dan dapat dilakukan dalam penelitian ini teknik
interpretasi yang digunakan adalah interpretasi secara manual, dengan
interpretasi manual mampu didapatkan penafsiran objek yang sesuai dengan
yang diharapkan baik itu jenis maupun letak objek secara relatif. Interpretasi
secara manual sangat kecil kemungkinan terjadi kesalahan penafsiran yang
perbedaannya terlalu jauh, meskipun demikian interpretasi secara manual
memakan waktu yang lama.
22
2.2.5 Teknologi penginderaan jauh
Sistem penginderaan jauh mencakup beberapa komponen utama yaitu
cahaya sebagai sumber energi, sensor sebagai alat perekam data, stasiun bumi
sebagai pengendali dan penyimpan data, fasilitas pemrosesan data, pengguna
data, secara diagramatik diperlihatkan pada gambar dibawah ini:
Gambar 2. 11 Diagram Sistem Penginderaan Jauh
Teknologi penginderaan jauh dikenal dua sistem yaitu penginderaan jauh
dengan sistem pasif (passive sensing) dan sistem aktif (active sensing).
Penginderaan dengan sistem pasif adalah suatu sistem yang memanfaatkan energi
almiah, khususnya energi (baca cahaya) matahari, sedangkan sistem aktif
menggunakan energi buatan yang dibangkitkan untuk berinteraksi dengan benda
atau obyek, sebagian besar data penginderaan jauh didasarkan pada energi
matahari. Alat perekam adalah sistem multispectral scanner yang bekerja dalam
selang cahaya tampak sampai inframerah termal. Sistem ini sebagian besar
adalah menggunakan sistem optik. Jumlah saluran (channel atau band) berbeda
dari satu sistem ke sistem yang lain. Landsat 7 misalnya mempunyai 7 bands,
SPOT 4 bands, ASTER 14 bands. Sistem hiperspektral jumlah saluran bahkan
dapat mencapai lebih dari 100, selain sistem pasif penginderaan dengan sistem
aktif menggunakan sumber energi buatan yang dipancarkan ke permukaan bumi
dan direkam nilai pantulnya oleh sensor. Sistem aktif ini biasanya menggunakan
gelombang mikro (micro wave) yang mempunyai panjang gelombang lebih
23
panjang dan dikenal dengan pencitraan radar (radar imaging). Sistem aktif pada
umumnya berupa saluran tunggal (single channel) mempunyai kelebihan
dibandingkan dengan sistem optik dalam hal mampu menembus awan dan dapat
dioperasikan pada malam hari karena tidak tergantung pada sinar matahari.
Sistem aktif antara lain diterapkan pada Radarsat (Kanada), ERS-1 (Eropa) dan
JERS (Jepang).
Sebuah platform Penginderaan Jauh dirancang sesuai dengan beberapa tujuan
khusus. Tipe sensor dan kemampuannya, platform, penerima data, pengiriman
dan pemrosesan harus dipilih dan dirancang sesuai dengan tujuan tersebut dan
beberapa faktor lain seperti biaya, waktu
1. Resolusi Sensor
Rancangan dan penempatan sebuah sensor terutama ditentukan oleh
karakteristik khusus dari target yang ingin dipelajari dan informasi yang
diinginkan dari target tersebut. Setiap aplikasi Penginderaan Jauh mempunyai
kebutuhan khusus mengenai luas cakupan area, frekuensi pengukuran dan
tipe energi yang akan dideteksi, oleh karena itu, sebuah sensor harus mampu
memberikan resolusi spasial, spectral dan temporal yang sesuai dengan
kebutuhan aplikasi.
2. Resolusi Spasial
Menunjukkan level dari detail yang ditangkap oleh sensor. Semakin detail
sebuah study semakin tinggi resolusi spasial yang diperlukan, sebagai
ilustrasi, pemetaan penggunaan lahan memerlukan resolusi spasial lebih
tinggi daripada sistem pengamatan cuaca berskala besar.
3. Resolusi Spektral
Menunjukkan lebar kisaran dari masing-masing band spektral yang diukur
oleh sensor. Sensor dengan kisaran band yang sempit pada bagian merah
dibutuhkan untuk mendeteksi kerusakan tanaman
4. Resolusi Temporal
Menunjukkan interval waktu antar pengukuran. Pengukuran setiap beberapa
menit diperlukan untuk memonitor perkembangan badai. Produksi tanaman
24
membutuhkan pengukuran setiap musim, sedangkan pemetaan geologi hanya
membutuhkan sekali pengukuran
2.2.6 Perekaman data
Sensor yang dapat digunakan untuk perekam data dapat berupa
multispectral scanner, vidicon atau multispectral camera. Rekaman data pada
umumnya disimpan sementara di dalam alat perekam yang ditempatkan di satelit
kemudian dikirimkan secara telemetri ke stasiun penerima bumi sebagai data
mentah (raw data). Data stasiun bumi mengalami pemrosesan awal
(preprocessing) seperti proses kalibrasi radiometri, koreksi geometri sebelum
dikemas dalam bentuk format baku yang siap untuk dipakai pengguna (users).
Pengguna data pada umumnya adalah masyarakat umum dengan tidak ada
pengecualian apakah militer, sipil, instansi pemerintah atau swasta. Pemesanan
dapat dilakukan langsung kepada stasiun penerima (user service) atau melalui
agen atau distributor lain.
2.2.7 Data penginderaan jauh
Data penginderaan jauh pada umumnya berbentuk data digital yang
merekam unit terkecil dari permukaan bumi dalam sistem perekam data. Unit
terkecil ini dikenal dangan nama piksel (picture element) yang berupa koordinat
3 dimensi (x,y,z). Koordinat x,y menunjukkan lokasi unit tersebut dalam
koordinat geografi x, y dan z menunjukkan nilai intensitas pantul dari tiap piksel
dalam tiap selang panjang gelombang yang dipakai. Nilai intensitas pantul dibagi
menjadi 256 tingkat berkisar antara 0 – 255 dimana 0 merupakan intensitas
terendah (hitam) dan 255 intensitas tertinggi (putih), dengan data citra asli (raw
data) tidak lain adalah kumpulan dari sejumlah piksel yang bernilai antara 0 -255.
Ukuran piksel berbeda tergantung pada sistem yang dipakai, menunjukkan
ketajaman atau ketelitian dari data penginderaan jauh, atau yang dikenal dengan
resolusi spasial.
25
Makin besar nilai resolusi spasial suatu data makin kurang detail data
tersebut dihasilkan, sebaliknya makin kecil nilai resolusi spasial makin detail data
tersebut dihasilkan.
Gambar 2. 12 Gambaran Perbedaan Nilai Resolusi Spasial Data
Gambar 2. 13 Perbedaan Nilai Resolusi Spasial pada Tampilan Citra
Penginderaan jauh selain resolusi spasial data juga mengenal suatu istilah
lain yaitu resolusi spektral. Data penginderaan jauh yang menggunakan satu
“band” pada sensornya hanya akan memberikan satu data intensitas pantul pada
tiap piksel, apabila sensor menggunakan 5 bands maka data pada tiap piksel akan
menghasilkan 5 nilai intensitas yang berbeda, dengan menggunakan banyak
bands (multiband) maka pemisahan suatu obyek dapat dilakukan lebih akurat
26
berdasarkan nilai intensitas yang khas dari masing-masing bands yang dipakai.
Ilustrasi resolusi spektral diperlihatkan pada Gambar 2.14.
Gambar 2. 14 Diagram yang Menunjukkan Resolusi Spektral dari Data Penginderaan Jauh
Multispectral.
2.2.8 Pemrosesan dan analisis data
Data penginderaan jauh berupa data digital maka penggunaan data
memerlukan suatu perangkat keras dan lunak khusus untuk pemrosesannya.
Komputer PC dan berbagai software seperti ERMapper, ILWIS, IDRISI,
ERDAS, PCI, ENVI dsb dapat dipergunakan sebagai pilihan, untuk keperluan
analisis dan interpretasi dapat dilakukan dengan dua cara :
1. Pemrosesan dan analisis digital
2. Analisis dan interpretasi visual.
Kedua metode ini mempunyai keunggulan dan kekurangan. Pemrosesan
digital berfungsi untuk membaca data, menampilkan data, memodifikasi dan
memproses, ekstraksi data secara otomatik, menyimpan, mendesain format peta
dan mencetak, sedangkan analisis dan interpretasi visual dipergunakan apabila
pemrosesan data secara digital tidak dapat dilakukan dan kurang berfungsi baik.
2.2.8.1 Pemrosesan Data Digital
Pemrosesan data secara digital dilakukan dengan menggunakan perangkat
lunak (software) yang khusus dibuat untuk keperluan tersebut, berbagai algoritma
tersedia di dalam perangkat lunak tersebut yang memungkinkan data
27
penginderaan jauh diproses secara otomatik. Salah satu contoh misalnya adalah
menggabungkan data (3-4 bands) dalam citra gabungan dengan menggunakan
filter merah, hijau dan biru (RGB) yang menghasilkan citra komposit (color
composite image). Masing-masing bands diberi filter yang berbeda dan
menghasilkan berbagai tampilan seperti terlihat pada Gambar 2.15.
Gambar 2. 15 Beberapa Color Composite Data Landsat
Pemrosesan secara digital lain misalnya adalah edge enhancement yang
bertujuan untuk menajamkan atau melembutkan tampilan citra seperti terlihat
pada Gambar 2.16.
Gambar 2. 16 Cara Mempertajam dan Memperlembut Tampilan Citra dengan Edge
Enhancement
Pemrosesan digital dapat pula dipakai untuk memperoleh data secara
otomatik (ekstraksi data). Ekstraksi ini antara lain dapat dipakai untuk
memetakan tanaman hijau (NDVI), klasifikasi (supervise dan unsupervise)
28
seperti dalam memetakan lahan (land cover), memetakan badan air dan
sebagainya seperti dapat dilihat pada gambar 2.17.
Gambar 2. 17 Ekstraksi Otomatik Peta Tutupan Lahan
2.2.8.2 Analisis Visual
Pemrosesan digital dimana hampir seluruh pekerjaan dilakukan oleh
komputer berbeda dengan analisis visual sebagian besar dilakukan oleh manusia.
Analisis digital komputer hanya dapat mengenal dan mengolah nilai spektralnya
saja, sedangkan analisis visual manusia dapat memperkirakan dan menentukan
suatu obyek berdasarkan sifat fisiknya seperti membedakan antara gajah dan
kucing disamping berdasarkan nilai spektralnya. Ciri pengenal yang biasa dipakai
dalam penafsiran potret udara secara utuh dapat diterapkan pada data citra
penginderaan jauh. Data potret udara, yang berupa data analog, penafsiran dalam
bentuk penarikan garis dan penandaan dilakukan pada lembar potretnya (hard
copy), sedangkan pada data digital selain dilakukan pada hard copy dapat juga
dilakukan langsung dari layar monitor dan hasilnya langsung disimpan dalam
bentuk data digital. Analisis visual hanya dapat dilakukan oleh manusia yang
terlatih dalam bidang pekerjaannya, dalam prakteknya tidak semua informasi di
permukaan bumi dapat diperoleh melalui pemrosesan digital maupun analisis
visual. Hasil maksimal didapat dengan kedua cara yang harus digabungkan yang
akan saling melengkapi.
29
2.3 Klasifikasi Citra Digital
Klasifikasi citra digital merupakan suatu proses penyusun, pengurutan
atau pengelompokan semua piksel (yang terdapat di dalam bands citra yang
bersangkutan) ke dalam beberapa kelas (kelompok) berdasarkan suatu kriteria
atau kategori objek sehingga menghasilkan peta tematik dalam bentuk raster.
Setiap piksel yang terdapat di dalam setiap kelas ini (hasil klasifikasi)
diasumsikan memiliki karakteristik yang homogeny. Tujuan proses ini adalah
untuk mengekstrak pola-pola respon spectral yang terdapat didalam citra itu
sendiri; pada umumnya berupa kelas lahan. Dua jenis klasifikasi, yaitu
klasifikasi tak terbimbing (unsupervised classification) dan klasifikasi terbimbing
(supervised classification).
1. Klasifikasi tak terbimbing adalah metode klasifikasi dimana piksel-piksel
yang berada dalam satu kelompok diberikan sebuah simbol yang menunjukan
bahwa piksel-piksel tersebut berada dalam satu klaster atau kelas spectral
yang sama, melalui penggunaan simbol-simbol tersebut maka dapat diperoleh
sebuah peta baru. Peta baru tersebut berhubungan dengan citra yang telah
diklaster tetapi piksel-piksel yang disajikan dalam simbol kemungkinan
berlainan dengan data multispektral asli dari permukaan bumi (Richards,
1987). Jaya (2002) menambahkan bahwa pengklasifikasian pada metode ini
menggunakan algoritme hirarkis (K-Mean) atau non hirarkis (isodata).
2. Klasifikasi terbimbing adalah suatu metode klasifikasi kuantitatif yang
dilakukan dengan memilih sejumlah piksel yang memawakili masing-masing
kelas atau kategori yang diinginkan melalui penggunaan training area, untuk
itu diperlukan proses pengenalan pola spectral untuk tiap-tiap obyek yang
memungkinkan terekam pada citra dalam hubungannya dengan panjang
gelombang yang digunakan. Pemulihan sampel untuk tiap-tiap kelas obyek
dilakukan secara langsung oleh interpreter (purpoisive sampling). Sampel
obyek disini merupakan sampel area. Jumlah sampel untuk kelas biasanya
lebih dari satu sampel, dan diusahakan homogen. Pengujian sampel biasanya
dilakukan dengan menampilkan nilai stastik dari setiap sampel, misalnya nilai
minimum dan maksimum maupun nilai standar deviasinya. Metode yang
30
umumnya di pakai adalah minum distance, parallelepiped dan maximum
likelihood.
a. Klasifikasi dengan Minimum Distance
Klasifikasi dengan minimum distance merupakan metode klasifikasi yang
paling sederhana, dalam klasifikasi ini, pertama ditentukan nilai spectral
rerata untuk tiap kelas. Nilai ini disebut dengan vektor rerata.
Pengkelasan pada piksel diluar nilai piksel sampel didasarkan pada jarak
minimum (dalam arti nilai piksel) dengan nilai rata-rata yang terdekat dari
nilai spektral piksel sampel. Piksel mempunyai jarak (nilai piksel) lebih
jauh daripada suatu jarak yang telah ditetapkan analis, maka akan
diklasifikasikan sebagai kelas tak dikenal, cara klasifikasi ini secara
matematik sederhana dan penghitungannya efisien, tetapi memiliki
keterbatasan yaitu tidak peka terhadap tingkat perbedaan varian pada data
tanggapan spektral (Lillesand/Kiefer, 1979).
b. Klasifikasi dengan Parallelepiped Classification
Problem klasifikasi yang muncul sebagian dapat diatasi dengan teknik
parallepiped classification dimana batas interval setiap kelas ditentukan.
Batas setiap kelas adalah nilai minimum dan nilai maksimum dari setiap
daerah contoh, dengan nilai rerata merupakan pusat dari kelas tersebut.
Seluruh piksel dalam citra dibandingkan dengan batas nilai tersebut yang
berupa kotak, bila piksel berada di dalam interval nilai tertentu yang
merupakan kelas spektral tertentu. Teknik ini sederhana, cepat dan
efisien, tetapi terdapat kelemahan bila kotak-kotak yang mewakili kelas-
kelas terpilih saling bertampalan, dan adanya kelas tidak terklasifikasi bila
nilai piksel di luar kotak dan kenyataannya bahwa korelasi yang terdapat
diantara piksel dalam dua saluran atau lebih menghasilkan distribusi
spasialnya menjadi memanjang (Howard, J.A, 1996)
c. Klasifikasi dengan Maximum Likelihood
Peningkatan dalam klasifikasi dilakukan dengan mengganti parameter
interval sederhana dengan parameter statistik, dengan asumsi bahwa
distribusi sampel adalah normal. Setiap daerah contoh dijabarkan dengan
31
nilai rerata aritmetiknya (rerata vektor) dan parameter matrik kovarian.
Seluruh piksel pada citra secara statistik dibandingkan untuk
menentukan batas kelas menurut garis kontur tingkat probabilitasnya.
Kenyataan menunjukkan bahwa distribusi spasial dan korelasi piksel
sesuai dengan parameter kontur probabilitas elipsoidal, bukan seperti
kotak, dan hasilnya semakin baik ketika jumlah bands yang digunakan
semakin banyak. Kelemahan metode klasifikasi ini adalah banyak
perhitungan, sehingga memerlukan waktu proses lama dan biaya tinggi,
tetapi kendala ini dapat diatasi dengan bermunculannya prosessor baru
yang jauh lebih cepat (Howard, J.A, 1996).
2.4 Penajaman citra (Image Enhancement)
Penajaman citra dilakukan untuk lebih memudahkan interpretasi visual
dan pemahamanan terhadap suatu citra. Keuntungan dari citra digital adalah
memungkinkan kita untuk melakukan manipulasi nilai piksel suatu citra,
walaupun citra telah dikoreksi terhadap pengaruh radiometric, atmosperik dan
karakteristik sensor sebelum data citra didistribusikan kepada pengguna, akan
tetapi tampakan citra masih tetap kurang optimal untuk interpretasi visual.
Teknik penajaman citra digunakan dalam rangka:
1. Perbaikan citra
2. Meningkatkan perubahan skala keabuaan nilai kecerahan piksel dalam hal
kualitas cetak fotografik untuk interpretasi dalam pengolahan tanpa kembali
pada analisis digital interaktif
3. Langkah pertama dalam proses subyektif klasifikasi digital
Citra asli (raw imagery) adalah data yang penting umumnya tersebar pada
porsi yang sempit dari kisaran DN yang tersedia (umumnya 8 bits atau 256
level). Penajaman Kontras (contras enhancement) meliputi perubahan nilai DN
asli sehingga lebih banyak kisaran DN yang digunakan sehingga peningkatan
kontras antara target dengan latar belakangnya. Kunci untuk memahami
Penajaman Kontras adalah memahami konsep histogram citra. Histogram
adalah suatu penampilan grafik dari nilai kecerahan (brightness) yang ada pada
32
suatu citra. Nilai kecerahan adalah 0 - 255 yang terpampang pada sumbu x dari
suatu grafik, sedangkan frekuensi dari kejadiannya dari setiap nilai pada suatu
citra di gambarkan pada sumbu y.
Metode dari penajaman citra ini, yaitu penajaman kontras (contrast
enhancement) yang juga dikenal sebagai penajaman global (global
enhancement) dan penajaman lokal (spatial atau local enhancement).
Penajaman kontras adalah mentransformasi seluruh bagian dari citra asli dengan
menggunakan pendekatan statistik, contohnya adalah perentangan kontras
linear (linear contras stretch), perentangan dengan kesetaraan histogram
(histogram equalitzed stretch) dan perentangan kontras perbagian (piece wise
contrast stretch). Penajaman lokal adalah penajaman berdasarkan pada kondisi
lokal yang dijadikan penentuan untuk penajaman seluruh citra, contohnya
adalah penghalusan citra (image smoothing) dan penajaman citra (image
sharpening).
a. Penarikan kontras linear (linear contrast stretch)
Penajaman citra yang paling sederhana dan mudah adalah dengan cara
penarikan kontras linear (linear contras stretch), bila piksel suatu citra
ditayangkan dalam bentuk aslinya akan nampak sebagai citra dengan
kontras rona rendah, karena interval nilai spektralnya sempit, pada citra
semacam ini obyek-obyek penting dapat tidak terdeteksi oleh penafsir.
Tahapan ini meliputi identifikasi kisaran nilai DN dari citra terendah dan
tertinggi (umumnya adalah nilai kecerahan terendah dan maksimum dari
suatu citra), kemudian DN pada nilai terendah dari histogram di tarik ke
ekstrem hitam yaitu nilai nol dan nilai DN tertinggi dari histogram ditarik ke
nilai ekstrem putih atau 255. DN lainnya akan akan terdistribusi secara
linier diantara dua nilai ekstrem tersebut (0 dan 255), sebagai contoh jika
sebaran citra asli antara 30 (terendah) dan 180 tertinggi, maka citra akan
ditarik dari nilai DN 30 menjadi nol dan dari DN 180 menjadi 255.
33
Gambar 2. 18 Proses Linear Stretching
b. Piece Wise Linear Stretch
Teknik ini merupakan pengembangan dari teknik linear stretch akan tetapi
penarikan DN tidak dilakukan secara otomatis untuk seluruh histogram, pada
teknik ini, peranan para analisis sangat besar untuk menentukan DN yang
akan dipertajam berdasarkan histogram yang ada. Tujuannya adalah hanya
akan mempertajam bagian dari objek tertentu.
Gambar 2. 19 Histogram Piece Wise dan Citra sebelum dan setelah penajaman dengan
teknik piece wise
c. Histogram Equalized Technique
Distribusi yang seragam dari nilai DN untuk seluruh citra tidak selalu
diinginkan oleh para analisis, terutama sekali jika kisaran DN dari input citra
tidaklah seragam, untuk kasus ini teknik histogram equalized lebih
disarankan untuk diaplikasikan. Teknik ini DN didistribusikan kembali
34
berdasarkan kepada frekuensi kumulatif DN. Detil informasi atau area
dengan frekuensi nilai DN yang ada sangat kecil dan akan di pertajam
relatif terhadap area lainya dari bentuk aslinya, maka teknik histogram ini
sangatlah dianjurkan, misalnya ada bagian dari citra adalah air di mulut
sungai dan air lainnya pada citra mempunyai DN dari kisaran 0 sampai 70.
Penajaman hanya ditujukan pada bagian air ini, mungkin kita ingin
melihat sedimennya, maka penajaman hanya dilakukan pada bagian kecil
dari histogram yang mempresentasikan air (40 - 70) ke dalam kisaran
maksimum (0 - 255). Semua piksel di bawah atau di atas nilai tersebut akan
di berikan nilai nol dan 255, sehingga detil informasi dari area yang bukan
air menjadi hilang atau berkurang, akan tetapi detil informasi dari air akan
menjadi lebih tajam. Gambar 2.27 menyajikan citra asli yang belum di
pertajam dan citra yang dipertajam dengan teknik Histogram equalized.
Gambar 2. 20 Teknik Histogram Equalized
d. Teknik penajaman dengan operasi penyaringan (filtering)
Proses lebih lanjut untuk mendapatkan citra yang optimal untuk interpretasi
adalah dengan menggunakan operasi filter. Operasi filter adalah transformasi
citra secara lokal, maksudnya adalah citra yang baru dihitung berdasarkan
nilai piksel sekitar citra terdahulu. Operasi filter umumnya dilakukan pada
masing-masing band (single bands) bukan dalam bentuk komposit. Filter
didesain untuk mempertajam atau mempertegas bentukan atau obyek
tertentu pada suatu citra yang didasari oleh frekuensi spasialnya. Frekuensi
spasial didasari pada konsep kondisi tekstur dari citra yang berhubungan
dengan frekuensi kerapatan warna yang tampak pada citra. Tekstur kasar pada
35
citra disebabkan oleh adanya perubahan warna yang sangat pendek atau kasar
pada area yang sempit sehingga menghasilkan frekuensi yang tinggi.
Daerah yang halus (smooth) adalah daerah yang mempunyai frekuensi
perubahan warna yang sangat kecil dari beberapa piksel saja, artinya
mempunyai frekuensi spatial yang rendah. Filter biasanya terdiri dari susunan
yang terdiri dari baris dan kolom (yang dikenal dengan istilah kernel). Filter
adalah suatu jendela yang terdiri dari beberapa dimensi piksel (misal filter
3 x 3 , filter 5 x 5 ataupun filter 7 x 7 ) yang bergerak pada seluruh piksel di
citra satelit, dasarnya adalah menggunakan pendekatan hitungan matematika
pada nilai piksel yang ada di bawah jendela filter. Hasilnya adalah piksel
dengan nilai baru yang merupakan hasil dari kombinasi linear dari beberapa
nilai piksel disekitar lokasinya. Filter bergerak pada kolom dan lajur dan
penghitungan berulang untuk semua bagian dari citra hasilnya adalah citra
dengan nilai piksel baru. Filter dapat digunakan untuk mempertajam
beberapa bentukan dengan cara membuat jendela filter bervariasi. Nilai
untuk beberapa jenis filter yang sering digunakan dapat dilihat pada Gambar
2.10, sedangkan Gambar 2.11 menunjukkan contoh citra asli dan citra yang
telah melalui operasi filtering. Low pass dirancang untuk daerah yang luas
dan homogen menjadi tampilan warna yang rendah sehingga menurunkan
detail dari citra, sehingga low pas filter digunakan untuk menghaluskan
penampilan citra. Low pas filter dikenal juga dengan istilah smoothing filter
karena berguna untuk menghaluskan citra.
2.5 SATELIT PENGINDERAAN JAUH
Khayalan akan adanya bentuk satelit oleh Jules Verne pada Tahun 1865,
Arthur Clark Tahun 1951 diwujudkan oleh satelit Sputnik yang diorbitkan Rusia
pada Tahun 1957. Amerika Serikat tidak mau kalah dengan meluncurkan satelit
cuaca TIROS-1 pada Tahun 1960. Sejak itu kedua negara adidaya saling
berlomba dalam ruang angkasa dengan berbagai jenis satelitnya, dari gambar-
gambar yang diperoleh satelit Apollo, Gemini di sekitar 1970an, Amerika
membuat kejutan dengan meluncurkan satelit pemetaan sumberdaya alam ERTS-
36
1 (sekarang dikenal dengan LANDSAT). Sukses yang peroleh Amerika dengan
Landsatnya membuat negara-negara maju seperti Perancis, Kanada, Jepang,
India, Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE) menyusul ikut meluncurkan satelit
sumberalam sejenis. Sampai saat ini dan 2007 an akan ada 25 satelit komersial
mengorbit di ruang angkasa yang datanya dapat diakses di seluruh dunia. Satelit
penginderaan jauh pada umumnya mempunyai berbagai keunggulan, antara lain :
1. Cakupannya sangat luas memberikan gambaran sinoptik yang baik.
2. Memberikan liputan ulang pendek (repetitive coverage).
3. Memeberikan sensitifitas spektral yang besar dibanding potret udara.
4. Format digital.
5. Kompatibel dengan GIS.
6. Data berbentuk elektronik yang mudah disebar luaskan.
2.6 Citra Landsat
Satelit landsat (landsat satellite) merupakan salah satu contoh satelit
sumber daya yang menghasilkan citra multispektral. Satelit landsat pertama kali
diluncurkan pada Tahun 1972 dengan nama ERST-1. Keberhasilan satelit ini,
dilanjutkan dengan peluncuran satelit kedua dengan nama Landsat-1, hingga
Tahun 1991 telah diluncurkan sebanya lima satelit (Landsat-1 sampai Landsat-5).
Landsat TM (Land satellite Thematic Mapper) adalah satelit sumber daya bumi
generasi kedua yang merupakan penyempurnaan dari landsat generasi pertama.
Keunggulan dari satelit ini adalah pada jumlah saluran yang digunakan sebanyak
7 saluran (bands) serta digunakan saluran inframerah tengah dan inframerah
termal. Citra Landsat ETM+ mempunyai spesifikasi antara lain resolusi spektral
tinggi, yaitu mempunyai 8 saluran sehingga kemampuan membedakan obyek
relatif tinggi. Liputan citra yang luas membuat citra ini mempunyai kemampuan
memberikan gambaran suatu daerah secara kenampakan yang berkesinambungan
(sinoptic overview) sehingga akan memudahkan dalam interpretasi suatu daerah
yang luas. Citra Landsat ETM+ mempunyai resolusi temporal atau mampu
merekam daerah yang sama setiap 16 hari sekali, hal ini sangat bermanfaat untuk
memperoleh data terbaru tentang daerah penelitian.
37
Citra Landsat generasi ke-7 telah ditingkatkan resolusi spasialnya, yaitu
dengan sensor ETM+ selain menghasilkan citra dengan 7 saluran seperti pada
sensor TM, ditambah saluran (bands) ke-8 yang mempunyai resolusi spasial 15
meter (pankromatik) kemudian dari sensor HRMSI dihasilkan citra multispectral
(4 bands) dengan resolusi spasial 10 meter serta 1 bands citra pankromatik
dengan resolusi spasial 5 meter. (Khakhim N, 2003)
Landsat yang masih berotasi sampai sekarang adalah landsat 5 yang
merupakan satelit sumber alam generasi baru yang telah beroprasi penuh. Satelit
ini berada pada ketinggian 705 km yang terdiri atas multimission modular
spesecraft, yaitu modul pesawat sebagai pendukung posisi dan keberadaan satelit,
dan instrumen modul yaitu modul instrumen penginderaan jauh. Satelit ini 22
mempunyai orbit yang tidak berubah (sunsynchronous) dan hampir polar karena
orbitnya tidak berhimpitan dengan bumi, melainkan beda sebesar 8.20 searah
jarum jam. Orbit sunsynchronous disebabkan sudut antara bidang matahari, pusat
bumi dan bidang orbit satelit dibuat tetap sebesar 37,50 (Lillesand dan Kiefer,
1994).
Rotasi bumi dari barat ke timur dan orbit satelit yang sunsynchronous
menyebapkan satelit mengitari bumi lebih dari 10 kali sehari, setiap putaran
membutuhkan waktu sekitar 98 menit. Proyeksi lintasan satelit bergeser dari arah
timur ke barat sejauh 2,752 km di sepanjang katulistiwa. Landsat bergerak dari
utara ke selatan dengan menyapu permukaan bumi selebar 185 km dan dapat
meliput hampir seluruh permukaan bumi dan beberapa daerah laut (Lillesand dan
Kiefer, 1994).
Lillesand dan Kiefer (1994) dalam Purwadhi (2001) bahwa satelit
LANDSAT 7 saat ini membawa dua sensor, yaitu ETM+ dan High Resolution
Multispectral Stereo Imager (HRMSC). Desain ETM + titik beratnya untuk
berkelanjutan (continuity) dari program LANDSAT 4, 5, dan 6, yaitu lebar liputan
185 km. Desain sensor ETM + seperti ETM pada LANDSAT 7 ditambah dua
sistem model kalibrasi untuk gangguan kalibrasi untuk gangguan radiasi matahari
(Dua Model Solar kallibrator Sistem) dengan penambahan lampu kalibrasi untuk
38
fasilitas koreksi radiomatrik. Lillesand dan Kiefer (1994), ke tujuh bands pada
landsat untuk pemetaan tematik adalah :
1. Band 1 : bands yang digunakan untuk menyediakan penetrasi yang
ditingkatkan untuk menditeksi air seperti halnya mendukung analisa
penggunaan daratan, lahan, dan karakteristik tumbuh-tumbuhan
2. Band 2 : terutama dirancang untuk melihat puncak faktor refleksi tumbuh-
tumbuhan hijau untuk menekankan diskriminasi tumbuhtumbuhan dan
penilaian tenaga
3. Band 3 : band yang paling utama untuk diskriminasi tumbuh-tumbuhan. dan
menekankan kontras antara tumbuh-tumbuhan dan bukan tumbuh-tumbuhan
menonjolkan kontras di dalam kelas tumbuh-tumbuhan
4. Band 4 : bands dipilih untuk menjadi responsif pada sejumlah tumbuh-
tumbuhan biomassa. Hal ini akan membantu identifikasi panen, dan akan
menekankan perbandingan lahan panen dan air daratan
5. Band 5 : penentuan jenis air, dan kondisi-kondisi embun lahan
6. Band 6 : mendiskripsikan formasi batu karang
7. Band 7 : bands ini dilengkapi inframerah untuk mengetahui penggolongan
tumbuh-tumbuhan, menganalisa embun, dan banyak lainnya yang
berhubungan dengan gejala apa.
2.7 Metode Maksimum Likelihood
Ide dasar dari metode maksimum likelihood adalah mencari nilai
parameter yang memberi kemungkinan (likelihood) yang paling besar untuk
mendapatkan data yang terobservasi sebagai estimator
Fungsi densitas bersama f(x1,…,xn; ) dari variabel-variabel acak x1, x2,
…, xn dinamakan fungsi likelihood. Untuk x1,…,xn yang tetap fungsi likelihood
merupakan fungsi dari dan akan dinotasikan dengan L( ), yakni L( )=
f(x1,…,xn; ). x1, x2, …, xn adalah sampel acak dari f(x,) maka
n
i
ixfL1
),()(
39
Misalkan L( )= f(x1,…,xn; ), , merupakan fungsi densitas
bersama dari variabel-variabel acask x1, x2, …, xn.. Estimator maksimum
likelihood (Maximum Likelihood Estimator / MLE) untuk , dinotasikan dengan
adalah nilai yang memaksimumkan fungsi likelihood L( ).
merupakan interval terbuka dan jika L( ) terdiferensialkan dan
mencapai nilai maksimum pada maka MLE merupakan penyelesaian dari
persamaan maksimum likelihood
0)(
Ld
d
secara ekuivalen merupakan penyelesaian dari persamaan maksimum
likelihood
0)(ln
Ld
d
Persamaan yang terakhir umumnya lebih mudah digunakan untuk mencari
estimator maksimum likelihood .
Contoh
x1, x2, …. xn, merupakan sampel acak dari distribusi Poisson, x~POI( )
dengan fungsi densitas
,...2,1,0,!
);(
xx
exf
x
Fungsi likelihood
n
i
i
nx
n
i
i
x
exfL
n
i
i
1
1 !
),()(1
dan fungsi log likelihood
n
i
i
n
i
i xnxL11
!lnln)(ln
.
Persamaan maksimum likelihoodnya adalah
40
0)(ln1
nx
Ld
d n
i
i
yang mempunyai penyelesaian nx . Jadi MLE dari adalah nx .
Kasus dimana estimator maksimum likelihood ada tetapi tidak dapat
diperoleh dengan menyelesaikan persamaan likelihood.
Teorema
adalah MLE dari dan u( ) adalah fungsi dari maka )ˆ(u adalah
MLE dari u( ).
2.8 Root Mean Square Deviation (RMSD) atau Root Mean Square Error
(RMSE)
Root Mean Square Deviation (RMSD) atau Root Mean Square Error
(RMSE) biasanya digunakan untuk mengukur perbedaan antara nilai yang
diprediksi oleh model (penduga) dan nilai sebenarnya yang diobservasi.
)2 ) ˆ(()ˆ()ˆ( EMSERMSD
RMSD adalah akar kuadrat dari varians, yang dikenal sebagai standard
error, dalam beberapa disiplin ilmu, RMSD yang digunakan untuk
membandingkan perbedaan antara dua hal yang mungkin berbeda, yang tidak
diterima sebagai standar, contoh ketika mengukur jarak rata-rata antara dua
benda persegi panjang, yang dinyatakan sebagai vektor acak
41
Rumusnya menjadi:
%RMSD, rumusnya adalah:
%RMSD ( 1, 2) = RMSD ( 1, 2) *
Contoh:
1 adalah data pengolahan satelit dan 2 adalah data perhitungan di lapangan.
menghitung nilai RMSD dan %RMSD:
Tabel 2. 1 Contoh Perhitungan RMSD dan %RMSD
No Lahan Luas Hasil A
(x1 - x2)2 x1
(data satelit)
x2
(data lap.)
1 Pemukiman x1,1 = 10 x2,1 = 11 1
2 Sawah x1,2 = 4 x2,2 = 2 4
3 Tegal x1,3 = 11 x2,3 = 11 0
Hasil B
SUM(Hasil A)
1 + 4 + 0 = 5
Hasil C
Hasil B / Jumlah Data
5/3 = 1,67
Hasil D
akar kuadratkan Hasil C
√1,67 = 1,29
Jadi, Nilai RMSD (Ɵ1, Ɵ2) 1,29
Hasil E
Jumlah data x 100
3 x 100 = 300
Hasil F
SUM(X2)
11 + 2 + 11 =
24
Hasil G
%RMSD
1,29 x 300 /
24
= 16,125 %
Jadi, Nilai %RMSD (Ɵ1, Ɵ2) 16,125 %
42
Penjelasan Tabel:
Menghitung RMSD:
Langkah 1: Untuk setiap lahan (no 1 sampai no 3), hitung (x1 - x2)2 . Simpan
hasilnya di table Hasil A.
Langkah 2: Jumlahkan semua data di kolom hasil A: 1 + 4 + 0 = 5.
Langkah 3: Hasil B dibagi jumlah data yang ada: 5 / 3 = 1,67
Langkah 4: akarkuadratkan Hasil C: √1,67 = 1,29
Menghitung %RMSD:
Langkah 1: Hitung nilai RMSD (di atas sudah didapatkan) = 1,29
Langkah 2: Jumlah data kalikan 100 = 3 x 100 = 300
Langkah 3: Jumlahkan semua data lapangan (x2) = 11 + 2 + 11 = 24
Langkah 4: Hitung nilai %RMSD = 1,29 x 300 / 24 = 16,125 %
2.9 Visual Basic 2008
Visual Basic berasal dari singkatan BASIC (Beginner’s All-purpose
Symbolic Instruction Code) yang dibuat oleh Profesor lhon Kemeny dan Thomas
Kurtz dari Darmont pada pertengahan Tahun 1960. Perintah-perintah bahasa
program yang digunakan adalah bahasa lnggris, dengan tujuan dapat
mempermudah programmer yang menggunakan bahasa pemrograman ini.
Bahasa pemrograman BASIC dikembangkan dengan berbagai bentuk,
diantaranya adalah Microsoft QBASIC, QUICKBASIC, GWBASIC, IBM BASICA,
dan Apple BASIC. Apple BASIC dikembangkan oleh Steve Wozniak, seorang
karyawan Hewlett-Packard yang pada akhirnya pada bulan April 1976 secara
resmi membentuk perusahaan Apple Computer.
Kemudahan menggunakan bahasa pemrograman BASIC akhirnya
mendorong Microsoft untuk mengembangkan bahasa BASIC dengan GUI-
BASED. Graphical User Interface membuat pengguna bahasa Basic semakin
senang dengan komponen yang disediakan oleh pembuatnya, mereka merasakan
43
kemudahan dalam menggunakan dan membuat program dengan bahasa yang
berbasis visual.
Bahasa pemrograman Visual Basic berkembang dengan berbagai versi,
dan sampai pada akhimya muncul bahasa pemrograman Visual Basic 2008 atau
Visual Basic 9. Visual Basic 2008 adalah salah satu kelompok bahasa
pemrograman yang dibuat oleh Microsoft dan tergabung dalam satu paket bahasa
pemrograman Microsoft Visual Studio 2008.
Paket pemrograman tersebut terdiri dari Microsoft Visual C# 2008,
Microsoft Visual Basic 2008, Microsoft C++ 2008, dan Microsoft Web Developer
2008.