bab ii tinjauan pustaka 2.1 penelitian...
TRANSCRIPT
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Rizal (2012) dalam penelitiannya yang bertujuan untuk mengetahui
bagaimana pengaruh pertumbuhan ekonomi , upah minimum dan investasi terhadap
penyerapan tenaga kerja di Kota Malang dengan hasil variabel pertumbuhan ekonomi
dan investasi berpengaruh siqnifikan terhadap penyerapan tenaga kerja.
Endarwati (2014) dalam penelitiannya yang bertujuan untuk mengetahui
bagaimana pengaruh investasi, inflasi dan PDRB terhadap penyerapan tenaga kerja
sector perdagangan di Kabupaten Jember dengan hasil variable investasi dan PDRB
mempunyai pengaruh positif siqnifikan terhadap penyerapan tenaga kerja sedangkan
inflasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja.
Ariani (2013) dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana
pengaruh Variabel Jumlah Usaha, Nilai Investasi dan Upah Minimum Terhadap
Penyerapan Tenaga Kerja pada Industri Kecil dan Menengah dengan hasil variabel
Jumlah Usaha, Nilai Investasi dan Upah Minimum berpengaruh secara siqnifikan
terhadapPenyerapanTenagaKerja.
9
Perbedaan penelitian yang sekarang dengan penelitian terdahulu, objek
penelitian yang sekarang adalah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur dengan
variabel yang makroekonomi yang berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja
sedangkan penelitian yang terdahulu lebih berfokus pada usaha penyerapan tenaga
kerja sector Usaha Kecil dan Menengah.
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Difinisi Tenaga Kerja
Menurut BPS, pekerja atau tenaga kerja adalah semua orang yang bekerja di
perusahaan atau usaha tersebut. Tenaga kerja merupakan bagian penting dalam
sebuah proses produksi suatu perusahaan. Menurut UU No. 13 tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan, tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan
guna menghasilkan barang atau jasa, baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri
maupun untuk masyarakat dan merupakan modal bagi bergeraknya perekonomian
negara.
Menurut UU No. 20 tahun 1999 pasal 2 ayat 2, yang termasuk angkatan kerja
adalah penduduk dalam usia kerja (15 tahun ke atas). Sedangkan menurut Bank
Dunia angkatan kerja adalah penduduk dalam usia 15 - 64 tahun. Dari segi keahlian
dan pendidikannya, tenaga kerja dibedakan menjadi tiga golongan, yaitu tenaga kerja
kasar, tenaga kerja terampil, dan tenaga kerja terdidik. Tenaga kerja kasar adalah
tenaga kerja yang tidak berpendidikan atau rendah pendidikan dan tidak memiliki
keahlian dalam suatu bidang pekerjaan. Tenaga kerja terampil adalah tenaga kerja
10
yang memiliki keahlian dari pelatihan atau pengalaman kerja. Sedangkan tenaga kerja
terdidik adalah tenaga kerja yang memiliki pendidikan cukup tinggi dan ahli dalam
bidang tertentu.
Menurut Suparmoko (2002:48), penduduk dalam usia kerja dapat digolongkan
menjadi dua, yaitu angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja adalah
penduduk yang belum bekerja namun siap untuk bekerja atau sedang mencari
pekerjaan pada tingkat upah yang berlaku. Angkatan kerja terdiri atas golongan yang
bekerja, golongan yang menganggur dan mencari pekerjaan. Sedangkan yang
dimaksud bukan angkatan kerja adalah mereka yang masih sekolah, mengurus rumah
tangga, dan penerima pendapatan.
Sektor industri telah memainkan peranan penting dalam menyerap tenaga
kerja, meningkatkan jumlah unit usaha dan mendukung pendapatan rumah tangga
(Subri, 2003:56). Permintaan dan kesempatan tenaga kerja tidak hanya menyangkut
permasalahan bidang ekonomi, melainkan permasalahan dibidang sosial, terutama
inflasi dimasa-masa krisis ekonomi beberapa waktu lalu. Permasalahan kesempatan
kerja sebenarnya bukan hanya menyangkut bagaimana ketersediaan investasi dan
jumlah industri lapangan kerja, akan tetapi mempertanyakan apakah lapangan kerja
yang ada cukup mampu memberi imbal jasa yang layak bagi pekerja.
2.2.2 Pengertian Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
Menurut BPS, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja merupakan ukuran yang
menggambarkan jumlah angkatan kerja untuk setiap 100 tenaga kerja. Angkatan kerja
merupakan salah satu faktor positif dalam upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi.
11
Hal ini dapat dijelaskan dengan pengertian bahwa semakin banyak partisipasi
angkatan kerja yang bekerja, akan meningkatkan tingkat produksi yang akhirnya akan
berimbas pada naiknya pertumbuhan ekonomi.
2.2.3 Upah Minimum
Tingkat upah dalam bentuk sejumlah uang dalam kenyataannya tidak pernah
fleksibel dan cenderung terus-menerus turun karena lebih sering dan lebih banyak
dipengaruhi oleh berbagai macam kekuatan institusional seperti tekanan serikat
dagang atau serikat buruh. (Todaro 2000;327). Kemerosotan ekonomi selama dekade
1980-an yang melanda negara – negara Afrika-Amerika Latin mengakibatkan
merosotnya upah dan gaji riil di segenap instansi pemerintah, namun ternyata masih
banyak calon pekerja yang memburu posisi kerja di sektor formal meskipun mereka
tahu gajinya semakin lama semakin tidak memadai untuk membiayai kehidupan
mereka sehari-hari. Tingkat pengangguran (terutama pengangguran terselubung)
sangat parah dan bertambah buruk
Pembayaran kepada tenaga kerja dapat dibedakan dalam 2 pengertian yaitu
gaji dan upah. Gaji dalam pengertian sehari-hari diartikan sebagai pembayaran
kepada pekerja tetap dan tenaga kerja profesional seperti pegawai pemerintah, dosen,
guru, manajer dan akuntan. Pembayaran tersebut biasanya sebulan sekali. Upah
dimaksudkan sebagai pembayaran kepada pekerja kasar yang pekerjaannya selalu
berpindah-pindah, seperti misalnya pekerja pertanian, tukang kayu, buruh kasar dan
lain sebagainya. Teori ekonomi mengartikan upah sebagai pembayaran keatas jasa-
jasa fisik maupun mental yang disediakan oleh tenaga kerja kepada pengusaha,
12
dengan demikian dalam teori ekonomi tidak dibedakan antara pembayaran kepada
pegawai tetap dan pembayaran kepada pegawai tidak tetap. (Sukirno, 2008:350-351)
Upah adalah Hak Pekerja/Buruh atas Upah timbul pada saat terjadi Hubungan
Kerja antara Pekerja/Buruh dengan Pengusaha dan berakhir pada saat putusnya
Hubungan Kerja. (Undang-Undang Tenaga Kerja No.78 Tahun 2015, Bab 1, pasal 2,
Ayat 4)
Pemberian upah kepada tenaga kerja dalam suatu kegiatan produksi pada
dasarnya merupakan imbalan/balas jasa dari para produsen kepada tenaga kerja atas
prestasinya yang telah disumbangkan dalam kegiatan produksi. Upah yang diberikan
tergantung pada:
a. Biaya keperluan hidup minimum pekerja dan keluarganya;
b. Peraturan undang-undang yang mengikat tentang upah minimum pekerja;
c. Produktivitas marginal tenaga kerja;
d. Tekanan yang dapat diberikan oleh serikat buruh dan serikat pengusaha; dan
e. Perbedaan jenis pekerjaan.
Upah yang diberikan oleh para pengusaha secara teoritis dianggap sebagai
harga dari tenaga yang dikorbankan pekerja untuk kepentingan produksi, sehubungan
dengan hal itu maka upah yang diterima pekerja dapat dibedakan dua macam yaitu:
a. Upah Nominal, yaitu sejumlah upah yang dinyatakan dalam bentuk uang yang
diterima secara rutin oleh para pekerja;
13
b. Upah Riil adalah kemampuan upah nominal yang diterima oleh para pekerja jika
ditukarkan dengan barang dan jasa, yang diukur berdasarkan banyaknya barang
dan jasa yang bisa didapatkan dari pertukaran tersebut (Sukirno, 2008:351).
Kebijakan upah di Indonesia merujuk pada standar kelayakan hidup bagi para
pekerja. Undang Undang Repubik Indonesia No. 13/2003 tentang Tenaga Kerja
menetapkan bahwa upah minimum harus didasarkan pada standar kebutuhan hidup
layak (KHL). Pasal 1 Ayat 1 dari Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 1/1999,
mendefinisikan upah minimum sebagai ”Upah bulanan terendah yang meliputi gaji
pokok dan tunjangan tetap”. Sebagai imbalan dari pengusaha kepada pekerja, upah
yang diberikan dalam bentuk tunai harus ditetapkan atas dasar suatu persetujuan atau
peraturan perundang-undangan serta dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja
antara pengusaha dengan pekerja, termasuk tunjangan, baik untuk pekerja itu sendiri
maupun keluarganya. Upah minimum adalah upah pokok dan tunjangan yang
ditetapkan secara regional, sektoral maupun subsektoral. Peraturan Menteri tersebut
lebih jauh juga menetapkan upah minimum sektoral pada tingkat provinsi harus lebih
tinggi sedikitnya lima persen dari standar upah minimum yang ditetapkan untuk
tingkat provinsi. Demikian juga, upah minimum sektoral di tingkat kabupaten/kota
harus lebih tinggi lima persen dari standar upah minimum kabupaten/kota tersebut.
Melalui suatu kebijakan pengupahan, pemerintah Indonesia berusaha untuk
menetapkan upah minimum yang sesuai dengan standar kelayakan hidup. Upah
minimum yang ditetapkan pada masa lalu didasarkan pada Kebutuhan Fisik
14
Minimum, dan selanjutnya didasarkan pada Kebutuhan Hidup Minimum (KHM).
KHM ini adalah 20 persen lebih tinggi dalam hitungan rupiah jika dibandingkan
dengan Kebutuhan Fisik Minimum. Peraturan perundangan terbaru, UU No. 13/2015,
menyatakan bahwa upah minimum harus didasarkan pada Kebutuhan Hidup Layak,
akan tetapi perundangan ini belum sepenuhnya diterapkan, sehingga penetapan upah
minimum tetap didasarkan pada KHM. Pada masa sekarang, kelayakan suatu standar
upah minimum didasarkan pada kebutuhan para pekerja sesuai dengan kriteria di
bawah ini:
1. Kebutuhan hidup minimum (KHM);
2. Index Harga Konsumen (IHK);
3. Kemampuan perusahaan, pertumbuhannya dan kelangsungannya;
4. Standar upah minimum di daerah sekitar;
5. Kondisi pasar kerja; dan
6. Pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita.
Masalah dalam penetapan upah minimum regional adalah pada metode
perhitungannya (Iksan, 2010). Ada perbedaan nyata dari produktivitas antar sektor.
Sektor-sektor yang menggunakan buruh terdidik umumnya telah membayar upah
jauh di atas upah minimum karena hal ini mencerminkan produktivitas, tetapi banyak
sektor lain yang produktivitasnya ada di bawah upah minimum sehingga kebijakan
upah minimum akan memukul sektor ini yang umumnya sektor padat karya
15
Sistem pengupahan merupakan kerangka bagaimana upah diatur dan
ditetapkan agar dapat meningkatkan kesejahteraan pekerja. Pengupahan di Indonesia
pada umumnya didasarkan kepada tiga fungsi upah, yaitu : a) menjamin kehidupan
yang layak bagi pekerja dan keluarganya; b) mencerminkan imbalan atas hasil kerja
seseorang; c) menyediakan insentip untuk mendorong peningkatan produktivitas
pekerja (Sumarsono 2009:151). Beberapa ekonom melihat bahwa penetapan upah
minimum akan menghambat penciptaan lapangan kerja. Kelompok ekonom lainnya
dengan bukti empirik menunjukkan bahwa penerapan upah minimum tidak selalu
identik dengan pengurangan kesempatan kerja, bahkan akan mampu mendorong
proses pemulihan ekonomi (Sumarsono 2009:201)
Adam Smith (1776) dalam Pressman (2002:28-30), melalui The Wealth of
Nations menganalisis apa yang menyebabkan standar hidup meningkat dan
menunjukkan bagaimana kepentingan diri dan persaingan berperan dalam
pertumbuhan ekonomi (dan pada akhirnya menciptakan kesejahteraan). Pertumbuhan
ekonomi bisa berjalan karena adanya proses mekanisasi dan pembagian kerja,
selanjutnya pembagian kerja akan membuat produktivitas pekerja meningkat. Visi
dari The Wealth of Nations adalah : ”--- dari kepentingan pribadi dan kepentingan
nasional dalam harmoni yang sempurna akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi
dan kemakmuran yang terus menerus”.
Pemerintah memiliki tanggung jawab untuk membantu meningkatkan
kesejahteraan warganya antara melalui berbagai kebijakan di bidang ekonomi dan
sosial (Bentham, 1948 dalam Pressman, 2002:37-39), Marshall (1923) dalam
16
Pressman (2002: 92-97) juga melihat ekonomi dari pertimbangan moral untuk
membantu yang miskin, selain pertimbangan pasar, karena itu ia secara khusus
memperhatikan masalah distribusi pendapatan dan kemiskinan melalui pasar tenaga
kerja. Menururt Marshall, persediaan tenaga kerja yang tidak terlatih ditentukan oleh
prinsip populasi Malthusian. Sebagai reaksi terhadap upah yang tinggi, populasi akan
meningkat dan persediaan tenaga kerja juga akan meningkat.
2.2.4 Inflasi
Inflasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses dimana terjadi kenaikan
harga-harga yang berlaku dalam suatu perekonomian. Inflasi memiliki tingkat yang
berbeda dari satu periode ke periode lainnya dan berbeda pula dari satu negara ke
negara lainnya (Sadono Sukirno, 2001:15). Boediono (2008:155) juga mendefinisikan
inflasi merupakan kecendrungan dari harga-harga untuk naik secara umum dan terus
menerus, akan tetapi kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut
sebagai inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas atau mengakibatkan kenaikan
kepada sebagian besar dari harga-harga barang lainnya.
inflasi yang terjadi pada perekonomian disuatu daerah memiliki beberapa
dampak dan akibat yang diantaranya adalah inflasi dapat menyebabkan perubahan-
perubahan output dan tenaga kerja, dengan cara memotivasi perusahaan untuk
memproduksi lebih atau kurang dari yang telah dilakukannya tergantung intensitasi
inflasi yang terjadi. Apabila inflasi yang terjadi dalam perekonomian masih tergolong
ringan, perusahaaan berusaha akan menambah jumlah output atau produksi karena
inflasi yang ringan dapat mendorong semangat kerja produsen dari naiknya harga
17
yang mana masih dapat dijangkau oleh produsen. Keinginan perusahaan untuk
menambah output tentu juga dibarengi oleh pertambahan faktor-faktor produksi
seperti tenaga kerja. Pada kondisi tersebut permintaan tenaga kerja akan meningkat,
yang selanjutnya meningkatkan penyerapan tenaga kerja yang ada dan pada akhirnya
mendorong laju perekonomian melalui peningkatan pendapatan nasional. Sebaliknya,
apabila inflasi yang terjadi tergolong berat (hyper inflation) maka perusahaan akan
mengurangi jumlah ouput akibat tidak terbelinya faktor-faktor produksi dan
perusahaan juga akan mengurangi jumlah penggunaan tenaga kerja sehingga
penyerapan tenaga kerja semakin berkurang dan pengangguran bertambah. (Nanga
2005:248)
"Penularan" inflasi dari luar negeri ke dalam negeri bisa pula lewat kenaikan
harga barang ekspor, dan saluran-salurannya hanya sedikit berbeda dengan penularan
lewat kenaikan harga barang-barang impor. Bila harga barang-barang ekspor (seperti
kayu, karet timah dan sebagainya) naik, maka ongkos produksi dari barang-barang
yang menggunakan barang-barang tersebut dalam produksinya (perumahan, sepatu,
kaleng dan sebagainya) akan naik, dan kemudian harga jualnya akan naik pula
(Boediono, 1999:170).
Berdasarkan dari sebab inflasi dibedakan menjadi yaitu Inflasi tarikan
permintaan (Demand Pull Inflation) merupakan perubahan pada permintaan agregat.
Timbul apabila permintaan agregat meningkat lebih cepat dibandingkan dengan
potensi produktif perekonomian, menarik hingga keatas untuk menyeimbangkan
penawaran dan permintaan agregat. Salah satu teori inflasi tarikan-permintaan yang
18
berpengaruh menyatakan bahwa jumlah uang beredar adalah determinan utama inflasi
Alasan dibalik pendekatan ini adalah bahwa pertumbuhan jumlah uang beredar
meningkatkan permintaan agregatif, yang pada gilirannya meningkatkan tingkat
harga. Inflasi Dorongan Biaya (Cost Push Inflation) yang diakibatkan oleh adanya
kenaikan terhadap biaya produksi. Penambahan biaya produksi mendorong
peningkatan harga walaupun menghadapi resiko pengurangan terhadap permintaan
barang yang diproduksinya yang dapat menimbulkan adanya resesi.
Menurut Sadono Sukirno (1994:303) berdasarkan faktor-faktor yang
menimbulkanya, inflasi dapat dibedakan menjadi dua jenis:
1. Inflasi Tarikan Permintaan (Demand Pull Inflation)
Inflasi yang terjadi sebagai akibat dari tingkat perekonomian yang mencapai
tingkat pengangguran tenaga kerja penuh dan pertumbuhan ekonomi berjalan pesat.
Hal ini mengakibatkan permintaan masyarakat akan bertambah dengan pesat dan
perusahaan-perusahaan pada umumnya akan beroperasi pada kapasitas yang
maksimal. Kelebihan-kelebihan permintaan yang terwujud akan menimbulkan
kenaikan pada harga-harga.
2. Inflasi Desakan Biaya (Cost Push Inflation)
Inflasi yang terjadi sebagai akibat dari adanya kenaikan terhadap biaya
produksi. Kenaikan biaya produksi akan mendorong peningkatan harga walaupun
akan menghadapi resiko pengurangan terhadap permintaan barang yang
diproduksinya. Inflasi ini akan berkaitan pada kenaikan harga serta turunnya produksi
yang akan menimbulkan adanya resesi perekonomian.
19
Inflasi dan pengangguran dapat memiliki hubungan positif ataupun negatif.
Hubungan positif terjadi apabila tingkat inflasi yang dihitung adalah inflasi pada
harga-harga secara umum, maka tingginya tingkat inflasi akan berakibat pada
peningkatan tingkat bunga simpanan dan pinjaman. Oleh karena itu, dengan tingkat
bunga yang tinggi akan mengurangi investasi untuk mengembangkan sektor-sektor
yang produktif. Hal ini akan berpengaruh pada jumlah pengangguran yang tinggi
karena rendahnya kesempatan kerja sebagai akibat dari rendahnya investasi (Sukirno
2008:152).
Hubungan negatif antara inflasi dan pengangguran diperkenalkan oleh AW
Philips melalui kurva Philips. Kurva Philips menggambarkan adanya hubungan
negatif antara inflasi dan pengangguran.
Inflasi
Pengangguran
Gambar 1. Kurva Philips (Samuelson, 2011)
20
Dalam teori ini diasumsikan bahwa kenaikan inflasi terjadi karena adanya
kenaikan permintaan agregat. Tingginya permintaan akan mendorong tingginya harga
barang yang diikuti dengan berkurangnya stok barang perusahaan. Untuk memenuhi
permintaan pasar tersebut produsen akan melakukan penambahan kapasitas produksi
dengan melakukan penambahan jumlah tenaga kerja. Semakin tinggi permintaan akan
tenaga kerja, pengangguran cenderung semakin rendah.
2.2.5 Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi merupakan perkembangan kegiatan dalam
perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat
bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat (Sadono Sukirno, 1999).
Pertumbuhan ekonomi suatu negara didefinisikan sebagai kenaikan kapasitas dalam
jangka panjang dari negara yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai barang
dan jasa ekonomi kepada penduduknya. Kenaikan kapasitas tersebut ditentukan oleh
adanya kemajuan teknologi, institusional (kelembagaan) dan ideologis terhadap
berbagai keadaan yang ada (Todaro, 2000:211).
2.2.6 Teori Pertumbuhan Ekonomi
a. Teori Klasik
Menurut pandangan ahli-ahli ekonomi ada empat faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi yaitu: jumlah penduduk, jumlah stok barang-barang modal,
luas tanah dan kekayaan alam serta tingkat teknologi yang digunakan. Walaupun
menyadari bahwa pertumbuhan ekonomi tergantung pada banyak faktor, ekonom
klasik terutama mencurahkan perhatiannya kepada pengaruh pertambahan penduduk
21
terhadap pertumbuhan ekonomi. Dalam teori pertumbuhan, dimisalkan luas tanah dan
kekayaan alam adalah tetap jumlahnya dan tingkat teknologi tidak mengalami
perubahan.
Sedang berdasarkan kepada teori pertumbuhan klasik, dikemukakan suatu
teori yang menjelaskan hubungan antara pendapatan per kapita dan jumlah penduduk.
Teori tersebut dinamakan Teori Penduduk Optimal. Dari teori pertumbuhan klasik
dapat dilihat bahwa apabila terdapat kekurangan penduduk, produksi marginal adalah
lebih tinggi daripada pendapatan per kapita. Maka pertambahan penduduk akan
menaikkan pendapatan per kapita. Akan tetapi apabila pertambahan penduduk sudah
semakin tinggi, akan mempengaruhi fungsi produksi, yaitu produksi marginal akan
mulai mengalami penurunan. Oleh karena itu pertumbuhan pendapatan nasional dan
pendapatan per kapita menjadi semakin lambat. Penduduk yang bertambah terus akan
menyebabkan produksi marginal menjadi sama dengan pendapatan per kapita pada
suatu jumlah penduduk tertentu. Pada keadaan ini pendapata per kapita mencapai
nilai optimal. Jumlah penduduk pada waktu itu dinamakan penduduk optimal
(Sukirno, 1999:187).
b. Teori Neo-klasik
Teori pertumbuhan neo-klasik melihat dari segi penawaran. Menurut teori
yang dikembangkan Abramovits dan Solow, pertumbuhan ekonomi bergantung pada
perkembangan faktor-faktor produksi Dalam persamaan, pandangan ini dapat
dinyatakan dengan persamaan ∆𝑌𝑌 = 𝑓𝑓 (∆𝐾𝐾, ∆𝐿𝐿, ∆𝑇𝑇) dimana : ∆𝑌𝑌 : tingkat
22
pertumbuhan ekonomi ∆𝐾𝐾 : tingkat pertumbuhan barang modal ∆𝐿𝐿 : tingkat
pertumbuhan tenaga kerja ∆𝑇𝑇 : tingkat pertumbuhan teknologi (Sukirno, 1999:187).
Analisis Solow selanjutnya membentuk formula matematik untuk persamaan itu dan
seterusnya membuat pembuktian secara matematik untuk menunjukkan kesimpulan
sebagai berikut: 𝑔𝑔 = 𝑚𝑚. ∆𝐾𝐾 + 𝑡𝑡. ∆𝐿𝐿 + 𝑐𝑐. ∆𝑇𝑇 Keterangan: : tingkat
persentase pertumbuhan ekonomi 𝑚𝑚 : produktivitas modal marginal 𝑡𝑡 :
produktivitas marginal tenaga kerja Persamaan di atas pada hakekatnya menyatakan
tingkat pertumbuhan dan pembangunan ekonomi bergantung pada: (1). Pertambahan
modal dan produktifitas modal marginal (2). Pertambahan tenaga kerja dan
produktifitas tenaga kerja marginal (3). Perkembangan teknologi Sumbangan
terpenting dari teori neo-klasik bukan dalam hal menunjukkan faktor-faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, tetapi kemungkinan menggunakan teori
tersebut untuk mengadakan penelitian empiris untuk menentukan peranan sebenarnya
dari berbagai faktor dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi.
c. Teori Keynes
Menurut Keynes semakin besar pendapatan nasional, maka semakin besar
jumlah pekerjaan yang dihasilkan, demikian juga sebaliknya. Jumlah pekerjaan
bergantung pada permintaan efektif. Permintaan efektif menentukan tingkat
keseimbangan pekerjaan dan pendapatan. Permintaan efektif adalah permintaan yang
disertai oleh kemampuan untuk membayar barang-barang dan jasa-jasa yang diminta
23
tersebut, yang ada dalam perekonomian. Permintaan efektif terdiri dari permintaan
konsumsi dan permintaan investasi.
Investasi dapat menengahi antara pendapatan dan konsumsi. Jika jumlah
investasi yang dibutuhkan tidak terpenuhi maka harga permintaan akan turun lebih
rendah daripada harga penawaran agregat. Akibatnya pendapatan dan konsumsi akan
turun sampai ditengahi oleh investasi. Jumlah investasi bergantung pada efisiensi
marginal dari modal dan suku bunga.
d. Teori Harrod-Domar
Teori ini pada hakekatnya berusaha menerangkan syarat yang diperlukan agar
suatu perekonomian mencapai pertumbuhan yang kuat (steady growth) yaitu
pertumbuhan yang akan selalu menciptakan penggunaan alat-alat modal dan akan
selalu berlaku dalam perekonomian.
Dalam teori ini pembentukan modal dipandang sebagai suatu pengeluaran
yang akan menambah kemampuan suatu perekonomian dalam menghasilkan barang-
barang maupun sebagai pengeluaran yang akan menambah permintaan efektif
masyarakat (menaikkan pendapatan nasional). Menurut Harrod-Domar ada hubungan
ekonomi yang langsung antara besarnya stok modal (𝐾𝐾) dan jumlah produksi
nasional (𝑌𝑌). Hal ini dapat disusun dari model sederhana (Suryana, 2000:125)
Tabungan (𝑆) adalah beberapa proporsi (𝑠𝑠) dari pendapatan nasional (𝑌𝑌),
sehingga 𝑆𝑆 = 𝑠𝑠. 𝑌𝑌 2. Investasi (𝐼𝐼) sebagai perubahan stok modal (∆𝐾𝐾) maka 𝐼𝐼
= ∆𝐾𝐾 3. Stok modal membawa hubungan langsung dengan pendapatan nasional
24
(𝑌𝑌), maka ∆𝐾 = 𝐾. ∆ sedangkan 𝑆 harus sama dengan 𝐼, maka 𝑆 = 𝐼, maka 𝑆=𝑠.𝑌 =
𝐾.∆𝑌=∆𝐾=𝐼, disederhanakan menjadi: 𝑠.𝑌=𝐾.∆𝑌 dibagi dengan 𝑌 dan 𝐾, sehingga:
𝑠.𝑘=∆𝑌/𝑌, dimana ∆𝑌/𝑌 adalah tingkat pertumbuhan ekonomi. Persamaan
pertumbuhan ekonomi sederhana di atas dapat digunakan untuk memprediksi dan
merencanakan perekonomian di negara-negara berkembang. Logika ekonomi yang
terkandung dalam persamaan di atas bahwa agar suatu negara bisa tumbuh pesat
maka perekonomian harus menabung dan menginvestasikan sebanyak mungkin dari
proporsi output total (𝑌) atau PDB. Semakin banyak yang ditabung dan kemudian
diinvestasikan maka laju pertumbuhan ekonomi akan semakin cepat. Tetapi tingkat
pertumbuhan ekonomi yang nyata seharusnya pada produktivitas dan investasi
(Ariyanto, 2010:97).
2.2.7 Hubungan Upah Minimum Dengan Penyerapan Tenaga Kerja
Upah juga mempunyai pengaruh terhadap kesempatan kerja. Jika semakin
tinggi tingkat upah yang ditetapkan, maka berpengaruh pada meningkatnya biaya
produksi, akibatnya untuk melakukan efisiensi, perusahaan terpaksa melakukan
pengurangan tenaga kerja, yang berakibat pada rendahnya tingkat kesempatan kerja.
Sehingga diduga tingkat upah mempunyai pengaruh yang negatif terhadap
kesempatan kerja (Simanjuntak, 2002:87).
Kuantitas tenaga kerja yang dimintaakan menurun sebagai akibat dari
kenaikan upah. Apabila tingkat upah naik sedangkan harga input lain tetap, berarti
harga tenaga kerja relatif lebih mahal dari input lain. Situasi ini mendorong
25
pengusaha untuk mengurangi penggunaan tenaga kerja yang relatif mahal dengan
input-input lain yang harga relatifnya lebih murah guna mempertahankan keuntungan
yang maksimum. (Haryo, 2001).
2.2.8 Hubungan Inflasi dengan Penyerapan Tenaga Kerja
Dengan naiknya permintaan agregat, berdasarkan teori permintaan,
permintaan akan naik, kemudian harga akan naik pula. Dengan tingginya harga
(inflasi) maka untuk memenuhi permintaan tersebut produsen meningkatkan
kapasitas produksinya dengan menambah tenaga kerja (tenaga kerja merupakan satu-
satunya input yang dapat meningkatkan output) (Sukirno, 2004). Tingkat inflasi
mempunyai hubungan positif atau negatif terhadap kesempatan kerja. Apabila tingkat
inflasi yang dihitung adalah inflasi yang terjadi pada harga-harga secara umum, maka
tingginya tingkat inflasi yang terjadi akan berakibat pada peningkatan pada tingkat
bunga (pinjaman). Oleh karena itu, dengan tingkat bunga yang tinggi akan
mengurangi investasi untuk mengembangkan sektor-sektor yang produktif. Hal ini
akan berpengaruh pada rendahnya kesempatan kerja sebagai akibat dari rendahnya
investasi. Dengan adanya kecenderungan bahwa tingkat inflasi dan pengangguran
kedudukannya naik (tidak ada trade off) maka menunjukkan bahwa adanya perbedaan
dengan kurva philips dimana terjadi trade off antara inflasi yang rendah atau
pengangguran yang rendah. Jika tingkat inflasi yang diinginkan adalah rendah, maka
akan terjadi tingkat pengangguran yang sangat tinggi. Sebaliknya, jika tingkat inflasi
26
yang diinginkan tinggi, maka akan terjadi tingkat pengangguran yang relatif rendah.
Hutagalung & Sentosa (2013).
2.2.9 Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dengan Penyerapan Tenaga Kerja
Secara makro laju pertumbuhan kesempatan kerja dapat dikaitkan dengan
laju pertumbuhan ekonomi. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi akan
mempengaruhi laju pertumbuhan kesempatan kerja (Widodo, 1990:80). Upaya
meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang mampu menciptakan lapangan kerja yang
optimal dari segi jumlah, produktivitas dan efisiensi memerlukan kebijakan yang
memperhitungkan kondisi internal maupun perkembangan eksternal. Kondisi tersebut
merunpakan input bagi pengambil keputusan (Asaddin, 2001).
Dalam lapangan pekerjaan yang masih lowong ada suatu kebutuhan terhadap
tenaga kerja, misalnya dari perusahaan swasta atau BUMN dan kementerian-
kementerian pemerintah. Adapun kebutuhan tersebut berarti ada kesempatan kerja
bagi orang yang menganggur. Besarnya lapangan kerja yang masih lowong atau
kebutuhan tenaga kerja yang secara riil dibutuhkan oleh suatu perusahaan tergantung
pada banyak faktor, diantaranya paling utama adalah prospek usaha atau
pertumbuhan output dari perusahaan tersebut, ongkos tenaga kerja atau gaji yang
harus dibayar dan faktor produksi lainnya yang bisa menggantikan fungsi tenaga
kerja.
Permintaan atau konsumsi rumah tangga di pasar barang akan meningkat
jika produksi dari sisi penawaran di pasar barang meningkat dan terjadilah
27
pertumbuhan output. Apabila di semua pasar terjadi peningkatan output maka secara
agregat terjadi pertumbuhan ekonomi. Dengan dimisalkan rasio harga produksi
konstan dan teknologi tidak berubah untuk memenuhi permintaan rumah tangga yang
meningkat di pasar barang, perusahaan tersebut akan memerlukan ekstra tenaga kerja
dan mungkin juga ekstra barang modal arau mesin untuk bisa memproduksi ekstra
output yang diminta tersebut. Ini berarti permintaan atas tenaga kerja di dalam pasar
tenaga kerja bertambah.
2.2.10 Kerangka Pemikiran
2.2.11 Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan penelitian
masalah, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat
pernyataan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan
pada teori yang relevan, belum didasrakan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh
melalui pengumpulan data (Sugiyono, 2014)
UPAH MINIMUM
INFLASI PENYERAPAN
TENAGA KERJA
PERTUMBUHAN
EKONOMI
28
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas maka hipotesis penelitian adalah
diduga variabel Upah Minimum, Inflasi, Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh
signifikan Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja.