bab ii tinjauan pustaka 2.1. pengertian sosial...
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Sosial Ekonomi
Pengertian sosial ekonomi jarang dibahas secara bersamaan. Pengertian
sosial dan pengertian ekonomi sering dibahas secara terpisah. Pengertian sosial
dalam ilmu sosial menunjuk pada objeknya yaitu masyarakat. Sedangkan pada
departemen sosial menunjukkan pada kegiatan yang ditunjukkan untuk mengatasi
persoalan yang dihadapi oleh masyarakat dalam bidang kesejahteraan yang ruang
lingkup pekerjaan dan kesejahteraan sosial.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata sosial berarti segala sesuatu
yang berkenaan dengan masyarakat (KBBI,1996:958). Sedangkan dalam konsep
sosiologi, manusia sering disebut sebagai makhluk sosial yang artinya manusia
tidak dapat hidup wajar tanpa adanya bantuan orang laindisekitarnya. Sehingga
kata sosial sering diartikan sebagai hal-hal yang berkenaan dengan masyarakat.
Sementara istilah ekonomi sendiri berasal dari kata Yunani yaitu “oikos”
yang berarti keluarga atau rumah tangga dan “nomos” yaitu peraturan, aturan,
hukum. Maka secara garis besar ekonomi diartikan sebagai aturan rumah tangga
atau manajemen rumah tangga.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ekonomi berarti ilmu yang
mengenai asas-asas produksi, distribusi dan pemakaian barang-barang serta
kekayaan (seperti keuangan, perindustrian dan perdagangan)(KBBI,1996:251).
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
sosial ekonomi adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan pemenuhan
Universitas Sumatera Utara
kebutuhan masyarakat, antara lain sandang, pangan, perumahan, pendidikan,
kesehatan, dan lain-lain. Pemenuhan kebutuhan tersebut berkaitan dengan
penghasilan. Hal ini disesuaikan dengan penelitian yang akan dilakukan.
Untuk melihat kedudukan sosial ekonomi Melly G. Tan mengatakan
adalah pekerjaan, penghasilan, dan pendidikan. Berdasarkan ini masyarakat
tersebut dapat digolongkan kedalam kedudukan sosial ekonomi rendah, sedang,
dan tinggi (Koentjaraningrat, 1981:35).
2.2. Konsep Rumah Tangga
Rumah tangga yaitu seluruh urusan keluarga untuk hidup bersama,
dikerjakan bersama di bawah pimpinan seseorang yang ditetapkan, menurut
tradisi. Konstruksi sosial yang menggunakan ideologi gender menetapkan bahwa
pimpinan di dalam rumah tangga adalah ayah. Namun, pada beberapa daerah
pedesaan di Jawa, keputusan-keputusan yang menyangkut hidup anggotanya, ayah
selalu mengajak bermusyawarah ibu, serta anak-anak yang dianggap sudah
mampu (Murniati, 2004:203).
Agar kehidupan keluarga yang hidup di dalam sebuah rumah tangga
berjalan dengan baik, maka perlu dikembangkan pengelolaan yang disebut
manajemen rumah tangga. Di dalam manajemen rumah tangga terdapat tiga unsur
pokok, yang dalam praksisnya merupakan suatu proses. Tiga unsur pokok tersebut
adalah:
a) Pertama adalah perencanaan, yaitu menentukan lebih dahulu suatu tindakan
yang akan dikerjakan sesuai dengan tujuan dan sasaran anggotanya.
Universitas Sumatera Utara
b) Kedua adalah pelaksanaan, yaitu suatu pengendalian untuk mengetahui terjadi
penyimpangan atau tidak dalam pelaksanaannya.
c) Dan unsur yang terakhir adalah evaluasi dan refleksi yang dilakukan secara
periodik sesuai dengan kesepakatan seluruh anggota dalam rumah tangga.
Suatu hal yang manusiawi apabila orang tidak menyukai terhadap
kesalahan dan kegagalan yang terjadi berulang-ulang. Untuk itu perlu dilakukan
evaluasi, di mana evaluasi tersebut merupakan penilaian terhadap pekerjaan,
perbuatan, pelaksanaan kegiatan yang telah dikerjakan. Evaluasi sebaiknya
dilakukan di dalam musyawarah keluarga sebagai anggota rumah tangga. Setelah
dilakukan penilaian maka akan diperoleh nilai baik atau buruk.
Hasil dari penilaian tersebut dapat dikatakan sebagai tolak ukur. Tolak
ukur tersebut dibedakan atas dua. Pertama, rumah tangga yang berorientasi
kepada keselamatan jiwa dan raga para anggotanya, sedangkan tolak ukur kedua
adalah rumah tangga yang berorientasi kepada benda yang bersifat duniawi.
2.2.1. Peran dan Fungsi Rumah Tangga
Setiap rumah tangga mempunyai peran dan fungsi. Tetapi secara garis
besar dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Pemenuhan kebutuhan hidup, seperti bekerja untuk memenuhi pangan,
sandang, dan papan. Kegiatan belajar untuk anak, penyediaan dan
pemeliharaan pangan, sandang, papan serta kegiatan lain yang menyangkut
kebutuhan rumah tangga.
2. Administrasi, yaitu kegiatan yang menyangkut catat-mencatat. Kegiatan ini
meliputi penyediaan dan pengaturan catatan keuangan, kartu dan surat-surat
Universitas Sumatera Utara
penting yang dibutuhkan untuk urusan anggota rumah tangga (kartu keluarga,
surat nikah, ijazah, dan sebagainya).
3. Berhubungan dengan pihak luar dari rumah tangga, yaitu kegiatan
bernegosiasi, kegiatan berhubungan antarkeluarga dan kegiatan sosial lainnya
(Murniati, 2004:206).
2.3. Pengertian Keluarga
Keluarga dengan sistem konjungal, menekankan pada pentingnya
hubungan perkawinan (antara suami dan istri), ikatan dengan suami atau istri
cenderung dianggap lebih penting daripada ikatan dengan orangtua (Sunarto,
2004:63).
Keluarga juga dapat didefinisikan sebagai suatu kelompok dari orang-
orang yang disatukan oleh ikatan-ikatan perkawinan, darah, atau adopsi,
merupakan susunan rumah tangga sendiri, berinteraksi dan berkomunikasi satu
sama lain yang menimbulkan peranan-peranan sosial bagi suami istri, ayah dan
ibu, putra dan putri, saudara laki-laki dan perempuan, serta pemelihara
kebudayaan bersama (Khairuddin, 1997:7).
Definisi lain mengatakan bahwa, keluarga adalah sekelompok orang yang
diikat oleh perkawinan atau darah, biasanya meliputi ayah, ibu dan anak atau
anak-anak (Gunarsa, 1993:230).
Berdasarkan penjelasan di atas, maka terdapat beberapa bentuk atau tipe
keluarga, yaitu:
1. Keluarga inti (Nuclear Family) adalah keluarga yang terdiri dari Ayah, Ibu,
dan Anak-anak.
Universitas Sumatera Utara
2. Keluarga besar (Extended Family) adalah keluarga Inti ditambah dengan sanak
saudara, misalnya : nenek, kakek, keponakan, saudara sepupu, paman, bibi,
dan sebagainya.
3. Keluarga brantai (Serial Family) adalah keluarga yang terdiri dari satu wanita
dan pria yang menikah lebih dari satu kali dan merupakan satu keluarga inti.
4. Keluarga Duda / Janda (Single Family) adalah keluarga yang terjadi karena
perceraian atau kematian.
5. Keluarga berkomposisi (Camposite) adalah keluarga yang perkawinannya
berpoligami dan hidup secara bersama.
6. Keluarga Kabitas (Cahabitasion) adalah dua orang menjadi satu tanpa
pernikahan tapi membentuk suatu keluarga.
Keluarga Indonesia umumnya menganut tipe keluarga besar (extended
family) karena masyarakat Indonesia yang terdiri dari beberapa suku hidup dalam
suatu komuniti dengan adat istiadat yang sangat kuat.
2.3.1. Ciri-ciri Keluarga
Keluarga pada dasarnya merupakan suatu kelompok yang terbentuk dari
suatu hubungan seks yang tetap, untuk menyelenggarakan hal-hal yang berkenaan
dengan keorangtuaan dan pemeliharaan anak. Adapun ciri-ciri dari sebuah
keluarga di dalam masyarakat adalah sebagai berikut:
1. Unit terkecil dari masyarakat.
2. Terdiri atas 2 orang atau lebih.
3. Adanya ikatan perkawinan atau pertalian darah.
4. Hidup dalam satu rumah tangga.
Universitas Sumatera Utara
5. Di bawah asuhan seseorang kepala rumah tangga.
6. Berinteraksi diantara sesama anggota keluarga.
7. Setiap anggota keluarga mempunyai peran masing-masing.
8. Diciptakan untuk mempertahankan suatu kebudayaan.
2.3.2. Fungsi Keluarga
Menurut para ahli fungsi keluarga terbagi, sebagai berikut :
1. Fungsi Pendidikan. Dalam hal ini tugas keluarga adalah mendidik dan
menyekolahkan anak untuk mempersiapkan kedewasaan dan masa depan anak
bila kelak dewasa.
2. Fungsi Sosialisasi anak. Tugas keluarga dalam menjalankan fungsi ini adalah
bagaimana keluarga mempersiapkan anak menjadi anggota masyarakat yang
baik.
3. Fungsi Perlindungan. Tugas keluarga dalam hal ini adalah melindungi anak
dari tindakan-tindakan yang tidak baik sehingga anggota keluarga merasa
terlindung dan merasa aman.
4. Fungsi Perasaan. Tugas keluarga dalam hal ini adalah menjaga secara instuitif
merasakan perasaan dan suasana anak dan anggota yang lain dalam
berkomunikasi dan berinteraksi antar sesama anggota keluarga. Sehingga
saling pengertian satu sama lain dalam menumbuhkan keharmonisan dalam
keluarga.
5. Fungsi Religius. Tugas keluarga dalam fungsi ini adalah memperkenalkan dan
mengajak anak dan anggota keluarga yang lain dalam kehidupan beragama,
dan tugas kepala keluarga untuk menanamkan keyakinan bahwa ada
Universitas Sumatera Utara
keyakinan lain yang mengatur kehidupan ini dan ada kehidupan lain setelah di
dunia ini.
6. Fungsi Ekonomis. Tugas kepala keluarga dalam hal ini adalah mencari
sumber-sumber kehidupan dalam memenuhi fungsi-fungsi keluarga yang lain,
kepala keluarga bekerja untuk mencari penghasilan, mengatur penghasilan itu,
sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga.
7. Fungsi Rekreatif. Tugas keluarga dalam fungsi rekreasi ini tidak harus selalu
pergi ke tempat rekreasi, tetapi yang penting bagaimana menciptakan suasana
yang menyenangkan dalam keluarga sehingga dapat dilakukan di rumah
dengan cara nonton TV bersama, bercerita tentang pengalaman masing-
masing, dsb.
8. Fungsi Biologis. Tugas keluarga yang utama dalam hal ini adalah untuk
meneruskan keturunan sebagai generasi penerus.
Dari berbagai fungsi di atas terdapat 3 fungsi pokok keluarga terhadap
keluarga lainnya, yaitu :
1. Asih adalah memberikan kasih saying, perhatian, rasa aman, kehangatan,pada
anggota keluarga sehingga memungkinkan mereka tumbuh dan berkembang
sesuai usia dan kebutuhannya.
2. Asuh adalah menuju kebutuhan pemeliharaan dan perawatan anak agar
kesehatannya selalu terpelihara sehingga memungkinkan menjadi anak-anak
sehat baik fisik, mental, sosial, dan spiritual.
3. Asah adalah memenuhi kebutuhan pendidikan anak, sehingga siap menjadi
manusia dewasa yang mandiri dalam mempersiapkan masa depannya
Universitas Sumatera Utara
2.4. Pengertian Kekerasan dalam Rumah Tangga
Kekerasan adalah suatu perlakuan atau situasi yang menyebabkan realitas
aktual seseorang ada di bawah realitas potensialnya. Sedangkan rumah tangga
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah sesuatu yang berkenaan
dengan kehidupan keluarga dalam rumah. Sehingga dapat dinyatakan bahwa
kekerasan dalam rumah tangga adalah suatu perlakuan yang dialami oleh sebuah
keluarga sehingga menimbulkan potensi korban tidak berkembang.
Menurut Hasbianto bahwa kekerasan dalam rumah tangga adalah suatu
bentuk penganiayaan secara fisik maupun emosional atau psikologis, yang
merupakan suatu cara pengontrolan terhadap pasangan dalam kehidupan rumah
tangga (Sugihastuti, 2007:173). Dalam pengertian lain kekerasan dalam rumah
tangga merupakan suatu bentuk pelanggaran hak-hak asasi manusia dan kejahatan
terhadap kemanusiaan, juga merupakan tindakan diskriminasi.
Menurut Undang-undang Nomor 23 tahun 2004 mengenai Penghapusan
Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT). Di dalam Undang-undang
Nomor 23 Tahun 2004 dijelaskan bahwa “Kekerasan dalam Rumah Tangga
adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat
timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis,
dan/atau penelantaraan rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan
perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum
dalam lingkup rumah tangga.”
Kekerasan dalam rumah tangga mengacu pada tindakan yang dilakukan
dengan niat untuk menyakiti atau mencederai salah seorang anggota keluarga.
Tindakan kekerasan tersebut bukan merupakan tindakan tunggal, akan tetapi
Universitas Sumatera Utara
merupakan tindakan yang terjadi berulang-ulang bahkan dalam jangka waktu yang
lama dan terhadap korban yang sama.
Jika melihat komposisi anggota di dalam sebuah rumah tangga yang
biasanya terdiri ayah, ibu, dan anak-anak serta beberapa kerabat yang masih
memiliki pertalian darah, maka akan terbayang suatu kehidupan yang dipenuhi
kehangatan, kasih sayang dan sikap saling menghormati. Sehingga sangat
mustahil apabila terjadi suatu tindakan kekerasan yang korbannya merupakan
bagian dari anggota keluarga dengan pelakunya juga anggota keluarga itu sendiri.
Fenomena kekerasan dalam rumah tangga dapat dikatakan sebagai
fenomena gunung es. Hal ini terjadi disebabkan korbannya sebagian besar adalah
para perempuan dan anak-anak mereka. Sehingga apabila korban melaporkan
tindakan kekerasan yang mereka alami, maka akan muncul ketakutan tidak akan
terpenuhinya kebutuhan sehari-hari karena pelakunya adalah seorang suami yang
merupakan tulang punggung keluarga.
Selain itu, keadaan sosial ekonomi yang rendah juga mempengaruhi
terjadinya kekerasan dalam rumah tangga. Tuntutan kebutuhan hidup yang tinggi
membuat emosi seseorang mudah terpancing. Apabila hal tersebut tidak dapat
diredam, maka suatu tindakan kekerasan atau bahkan penelantaran keluarga oleh
seorang suami terhadap kelurganya sangat mungkin terjadi. Kurang tanggapnya
keluarga terdekat dan masyarakat sekitar tempat tinggal juga menyebabkan
kekerasan dalam rumah tangga dianggap oleh korban sebagai suatu yang normal
akibat tidak adanya respon dari lingkungan sekitarnya.
Universitas Sumatera Utara
2.4.1. Kekerasan dalam Rumah Tangga sebagai Masalah Sosial
Kekerasan dalam rumah tangga dapat dikatakan sebagai kekerasan yang
berbasis gender. Tindakan tersebut terjadi disebabkan sebagian besar korban
adalah perempuan yang identik dengan sifat pasif, sedangkan laki-laki merupakan
pemimpin dalam rumah tangga yang memiliki kekuasaan penuh terhadap
anggotanya dapat bertindak sesuai keinginannya .
Oleh karena itu, kekerasan dalam rumah tangga dalam studi masalah sosial
juga dapat dikategorikan ke dalam perilaku menyimpang. Dalam perpektif
masalah sosial, perilaku menyimpang tersebut terjadi karena terdapat
penyimpangan perilaku terhadap berbagai aturan-aturan sosial ataupun dari nilai
dan norma sosial yang berlaku. Perilaku menyimpang dianggap menjadi sumber
masalah sosial karena dapat membahayakan tegaknya sistem sosial. Penggunaan
konsep perilaku menyimpang secara tersirat mengandung makna bahwa ada jalur
baku yang harus ditempuh. Perilaku yang tidak melalui jalur baku tersebut berarti
telah menyimpang. Oleh karena itu jalur yang harus dilalui tersebut adalah jalur
pranata sosial (Soetomo, 2008:94).
Kekerasan dalam rumah tangga sangat sulit terungkap, karena masyarakat
menganggap bahwa segala sesuatu yang terjadi di dalam sebuah rumah tangga
merupakan sesuatu yang sangat privasi dan tidak perlu diketahui oleh masyarakat
luas. Tetapi kenyataannya bahwa berbagai kekerasan yang terjadi dalam konteks
keluarga merupakan masalah sosial yang tidak dapat dibiarkan, seperti:
penganiayaan fisik, seksual, dan emosional terhadap anak-anak, agresi sesama
saudara kandung, dan kekerasan dalam sebuah hubungan perkawinan.
Universitas Sumatera Utara
Hal tersebut di dalam studi perilaku menyimpang diidentifikasikan sebagai
penyimpangan tersembunyi atau penyimpangan terselubung. Penyimpangan
tersembunyi atau terselubung tersebut adalah perilaku seseorang dalam
melakukan perbuatan tercela akan tetapi tidak ada yang bereaksi atau melihatnya,
sehingga oleh masyarakat dianggap seolah-olah tidak ada masalah (Soekanto
dalam Soetomo, 2008:95).
2.4.2. Wujud Perilaku Kekerasan dalam Rumah Tangga
Berdasarkan uraian diatas, maka tindakan kekerasan dalam rumah tangga
termasuk ke dalam suatu perilaku yang menyimpang. Kekerasan dalam rumah
tangga dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Kekerasan secara fisik, yaitu perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh
sakit atau luka berat.
2. Kekerasan secara seksual, yaitu setiap perbuatan yang berupa pemaksaan
hubungan seksual, pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak wajar
dan/atau tidak disukai, pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk
tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu.
3. Kekerasan secara psikologis, yaitu perbuatan yang mengakibatkan ketakutan,
hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak
berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang.
4. Penelantaran rumah tangga, yaitu menelantarkan anggota keluarga tanpa
memberikan kewajiban dalam hal perawatan ataupun pemeliharaan dan juga
membatasi dan atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar
rumah tangga.
Universitas Sumatera Utara
Pada umumnya kekerasan yang diderita oleh korban baik secara fisik
maupun seksual bahkan penelantaran ekonomi terhadap dirinya akan berdampak
besar kepada kejiwaan atau psikis korban tindak kekerasan tersebut.
2.4.3. Faktor-Faktor Penyebab Kekerasan dalam Rumah Tangga
Suatu hal pada dasarnya tidak akan terjadi apabila tidak ada faktor-faktor
pendukung yang dapat menyebabkan kekerasan terjadi di dalam sebuah rumah
tangga, dalam hal ini kekerasan dalam rumah tangga dapat timbul dengan
beberapa faktor pendorongnya, antara lain :
1. Masalah komunikasi dan kepercayaan, hal ini sangat penting dalam suatu
hubungan dan tidak menutup kemungkinan jika komunikasi dan kepercayaan
tidak terbangun dengan baik akan menimbulkan suatu konflik.
2. Masalah kedudukan dari suami dan istri dalam suatu rumah tangga dimana hal
ini bukan tidak jarang merupakan salah satu faktor penyebab apalagi jika tidak
ada kesepahaman antar pasangan.
3. Masalah ekonomi, dimana kecenderungan jika sebuah keluarga sedang
terhimpit masalah keuangan akan mungkin menimbulkan tindakan-tindakan
yang dapat berbentuk kekerasan dan juga tidak menutup kemungkinan bagi
keluarga yang dipandang cukup dari segi ekonomi bisa jadi jadi keegoisan
akan muncul.
4. Masalah psikologi dari pasangan, jika salah satu dari suami istri memiliki
tempramen yang tinggi (emosional) dan bahkan dengan mudah “main tangan”,
hal ini juga bisa menjadi pemicu.
Universitas Sumatera Utara
5. Masalah seksual, banyak orang beranggapan istri adalah pihak yang
subordinat terutama dalam hal urusan ranjang karena dianggap hanya sebagai
pemuas, namun hal tersebut salah besar karena ada kesetaraan dalam hal ini.
Tapi pada kenyataan ada pasangan yang tidak puas sehingga akan
memunculkan kekerasan.
2.5. Kerangka Pemikiran
Rumah tangga merupakan suatu wadah yang di dalamnya terdiri dari
keluarga yang umumnya memiliki pertalian darah antar anggotanya. Setiap
anggotanya memiliki peran dan fungsi masing-masing, seperti ayah umumnya
adalah seorang yang menjadi tulang punggung perekonomian bagi keluarga dan
paling bertanggung jawab terhadap anggota keluarga lainnya, ibu berperan
sebagai pengatur keuangan rumah tangga dan melayani suami serta merawat
anak-anaknya, sedangkan anak sebagai anggota keluarga yang mendapatkan
proses sosialisasi segala tindak-tanduk dari orang lain disekelilingnya sebagai
pembentukan tingkah laku anak tersebut.
Secara umum, keluarga merupakan suatu lembaga yang berfungsi sebagai
sarana pendidikan, perlindungan, sosialisasi, religius, rekreasi, ekonomi dan
fungsi-fungsi lainnya. Fungsi-fungsi tersebut merupakan suatu hal yang harus di
dapatkan setiap anggotanya, sehingga keharmonisan di dalam sebuah keluarga
akan terwujud.
Namun, apabila fungsi-fungsi tersebut tidak dapat di jalankan dengan baik,
maka kemungkinan terjadinya penyimpangan di dalam sebuah keluarga sangatlah
besar. Salah satu contoh adalah apabila seorang ayah menyalahgunakan peran dan
fungsinya sebagai pemimpin, tetapi lebih menganggap dirinya adalah penguasa
Universitas Sumatera Utara
yang harus ditakuti dan dituruti setiap kehendaknya oleh setiap anggota keluarga
lainnya. Hal tersebut dapat mengakibatkan potensi yang ada dalam diri anggota
keluarga lainnya tidak berkembang.
Selain itu, penyalahgunaan kekuasaan tersebut dapat berakhir dengan
tindak kekerasan dalam rumah tangga. Hal ini dikarenakan, seorang kepala
keluarga memiliki hak untuk menghukum setiap tindakan yang dianggap tidak
sesuai oleh kepala keluarga. Hukuman yang biasanya diberikan berupa hukuman
fisik yang mengakibatkan luka maupun kata-kata penghinaan yang dapat
berakibat terhadap psikologi korbannya.
Tindakan kekerasan dalam rumah tangga juga dapat dikaitkan dengan
pengaruh sosial ekonomi di dalam sebuah rumah tangga. Rumah tangga yang
berasal dari keluarga dengan kondisi sosial ekonomi rendah, biasanya sering
terjadi konflik antara suami-istri. Hal tersebut biasanya disebabkan tuntutan
pemenuhan kebutuhan sehari-hari oleh anggota keluarga sulit untuk terpenuhi
akibat semakin tingginya harga kebutuhan pokok, sehingga menyebabkan kepala
keluarga yang menjadi tulang punggung perekonomian bagi keluarga
mendapatkan tekanan dari anggota keluarganya dan pada akhirnya menimbulkan
pertengkaran antara suami dan istri bahkan berakhir dengan kekerasan fisik. Tidak
tertutup kemungkinan akan terjadi penelantaran ekonomi oleh suami terhadap
keluarganya.
Tidak hanya terjadi pada rumah tangga sosial ekonomi rendah. Kekerasan
rumah tangga juga terjadi pada tingkatan sosial ekonomi tinggi. Bentuk kekerasan
yang terjadi dalam rumah tangga tingkatan sosial ekonomi tinggi pada umumnya
adalah kekerasan bersifat psikis yang dilakukan suami terhadap istri dan anak-
Universitas Sumatera Utara
anaknya. Salah satu contoh kasus adalah terjadi perselingkuhan yang dilakukan
suami. Hal tersebut terjadi karena suami menganggap dapat melakukan tindakan
sesuai dengan kehendaknya karena memiliki materi yang berlebih. Selain itu,
Tindakan tersebut dapat terjadi akibat terlalu banyak aktivitas suami maupun istri
sehingga komunikasi antara kedua belah pihak tidak terjalin dengan baik.
Bagan Alur Kerangka Pemikiran
Rumah Tangga Fungsi Keluarga - Fungsi pendidikan - Fungsi sosialisasi - Fungsi religius - Fungsi rekreasi - Fungsi perlindungan - Fungsi ekonomi
Keluarga
Rumah Tangga Sosial Ekonomi Tinggi
- Pemenuhan kebutuhan dapat terpenuhi dengan mudah
- Sangat bergantung terhadap kepala keluarga
- Tingkat pendidikan pada umumnya tinggi
Rumah Tangga Sosial Ekonomi Rendah
- Pemenuhan kebutuhan sulit untuk dipenuhi
- Tidak terlalu bergantung kepada kepala keluarga
- Tingkat pendidikan pada umumnya rendah
Kekerasan Dalam Rumah Tangga
- Kekerasan secara fisik - Kekerasan secara seksual - Kekrasan secara psikologis - Penelantaran ekonomi
Universitas Sumatera Utara
2.6. Hipotesa
Hipotesa adalah dugaan logis sebagai kemungkinan pemecahan masalah
yang hanya dapat diterima sebagai kebenaran bilamana setelah diuji ternyata
fakta-fakta atau kenyataan-kenyataan sesuai dengan dugaan tersebut (Nawawi,
1983:161)
Berdasarkan pengertian di atas
Ha : Ada pengaruh sosial ekonomi terhadap tindakan kekerasan dalam rumah
tangga di Kelurahan Durian, Kecamatan Medan Timur, Kota Medan.
Ho : Tidak ada pengaruh sosial ekonomi terhadap tindakan kekerasan dalam
rumah tangga di Kelurahan Durian, Kecamatan Medan Timur, kota Medan.
2.7. Definisi Konsep dan Defenisi Operasional
2.7.1. Definisi Konsep
Konsep merupakan abstraksi dari suatu fenomena yang dirumuskan atas
dasar generalisasi dari sejumlah karakteristik kejadian, keadaan, kelompok atau
individu tertentu (Singarimbun, 1989:34).
Adapun batasan konsep dalam penelitian ini adalah:
a. Pengaruh adalah suatu akibat yang ditimbulkan oleh suatu keadaan atau
kondisi.
b. Sosial ekonomi rumah tangga adalah keadaan atau kedudukan suatu kesatuan
sosial terkecil yang terdiri atas suami, istri dan anak yang diatur dalam posisi
tertentu dalam struktur mayarakat yang menentukan hak dan kewajiban
seseorang di dalam masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
c. Kekerasan dalam Rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang
terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan
secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk
ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan
kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
2.7.2. Definisi Operasional
Defenisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan
bagaimana cara untuk mengukur suatu variabel. Dengan kata lain defenisi
operasional adalah suatu informasi ilmiah yang sangat membantu peneliti lain
yang ingin menggunakan variabel yang sama (Singarimbun, 2006:46).
A. Variabel Bebas (Independent Variabel)
Variabel bebas (x) adalah segala gejala, faktor atau unsur yang
menentukan atau mempengaruhi ada atau munculnya gejala atau faktor atau unsur
kedua yang disebut sebagai variabel terikat. Tanpa variabel ini, maka variabel
berubah sehingga akan muncul menjadi variabel terikat yang berbeda atau bahkan
sama sekali tidak ada yang muncul (Nawawi, 1991:56).
Variabel bebas (x) dalam penelitian ini yaitu kondisi sosial ekonomi
rumah tangga. Indikatornya sebagai berikut:
1. Pendidikan suami-istri.
2. Pekerjaan suami-istri.
3. Penghasilan rumah tangga.
4. Pengeluaran rumah tangga.
Universitas Sumatera Utara
B. Variabel Terikat (Dependent Variabel)
Variabel terikat (y) adalah sejunlah gejala atau faktor maupun unsur yang
ada atau muncul dipengaruhi atau ditentukan adanya variabel bebas danbukan
karena adanya variabel lain (Nawawi, 1991:57).
Variabel terikat (y) dalam penelitian ini yaitu tindakan kekerasan dalam
rumah tangga. Indikatornya sebagai berikut:
1. Kekerasan secara fisik.
2. Kekerasan secara seksual.
3. Kekerasan secara psikis
4. Kekerasan secara ekonomi.
Universitas Sumatera Utara