bab ii tinjauan pustaka 2.1 peta geologi daerah penelitian
TRANSCRIPT
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Peta Geologi Daerah Penelitian
Pesawaran merupakan daerah dengan kondisi geologi yang disusun atas banyak
formasi. Formasi adalah kondisi geologi dimana tersusun atas satu atau beberapa
jenis batuan yang memiliki karakteristik yang sama [11]. Berdasarkan peta geologi
lembar Tanjung Karang, daerah di sekitar titik penelitian disusun atas formasi
batuan seperti pada Gambar 2.1 diantaranya yaitu formasi kantur (Tmpk), endapan
gunung api muda (Qhv), formasi hulusimopang (Tomh), alluvium (Qa), formasi
tarahan (Tpot), dasit piabung(Tmda), formasi lampung (Qti), formasi sabu (Tpos),
formasi menanga (Km), dan kompleks g kasih takterpisahkan (Pzg). Dimana pada
daerah penelitian termasuk kedalam formasi tarahan (Tpot), yang tersusun atas
batuan tuf padu dan batuan breksi dengan sisipan batuan rijang [12].
Gambar 2.1. Peta geologi daerah penelitian [12].
6
2.2 Tanah Longsor
2.2.1 Definisi dan Mekanisme Terjadinya Tanah Longsor
Tanah longsor dapat didefinisikan sebagai proses bergeraknya massa material yang
membentuk lereng seperti batuan, tanah, dan material campuran lainnya yang
bergerak ke bawah. Kecepatan, ukuran dan tingkat kerusakan tanah longsor sangat
beragam tergantung pada material yang bergerak seperti batuan, tanah, maupun
lumpur [13]. Pada dasarnya tanah longsor terdiri atas beberapa bagian seperti yang
diuraikan oleh Vernes (1978) pada Gambar 2.2 [14].
a. Mahkota longsoran merupakan daerah yang letaknya berdekatan dengan
bagian tebing utama pada longsoran.
b. Tebing utama longsoran adalah daerah permukan lereng yang curam dan
tidak terganggu dimana letaknya berada di bagian atas longsoran.
c. Kepala longsoran adalah daerah yang terletak di antara tebing utama dan
tebing minor.
d. Tebing minor adalah daerah permukaan yang curam pada maerial yang
bergerak dan terletak di bawah kepala longsoran.
e. Tubuh utama adalah daerah tanah longsor dimana letaknya pada material
yang bergerak.
f. Kaki longsoran adalah daerah tanah longsor yang gerakannya mulai dari jari
bidang gelincir kemudian menempel dengan permukaan tanah asli.
g. Jari kaki longsoran adalah daerah paling bawah longsoran yang jaraknya
paling jauh dari mahkota longsoran. Biasanya bentuknya yaitu lengkung,
yang terbentuk akibat material longsoran yang bergerak.
h. Bidang gelincir merupakan suatu bidang yang berfungsi sebagai landasan
ketika massa tanah mengalami pergerakankarena kedap air.
i. Material bergerak merupakan material yang bergerak menuruni lereng dari
posisi asli akibat gerakan dari longsoran.
j. Permukaan tanah yang asli adalah daerah permukaan lereng yang belum
pernah mengalami longsoran.
7
Gambar 2.2. Bagian-bagian tanah longsor [14].
Secara fisis, proses terjadinya tanah longsor dapat dianalogikan seperti benda yang
bergerak pada bidang miring seperti Gambar 2.3.
Gambar 2.3. Komponen gaya yang bekerja pada lereng [13].
Dari Gambar 2.3 akan didapatkan persamaan gaya-gaya yang bekerja pada bidang
miring sebagai berikut.
8
cosyW
W
(2.1)
cosyW W
(2.2)
sin xW
W
(2.3)
sinyW W
(2.4)
dimana merupakan sudut kemiringan (ᵒ), yW
merupakan gaya berat pada arah y
(N), W
merupakan gaya berat (N), dan xW
merupakan gaya berat pada arah x (N).
Pada umunya, prinsip terjadinya bencana tanah longsor biasanya akibat adanya
gaya-gaya yang bekerja pada lereng. Gaya tersebut berupa gaya pendorong dan
gaya penahan tidak seimbang, dimana tanah longsor akan terjadi saat gaya
penahannya lebih kecil daripada gaya pendorong pada lereng. Proses terjadinya
tanah longsor diawali ketika pada saat musim kemarau partikel tanah menyusut dan
terbentuklah retakan tanah (crack), sehingga ketika ada air hujan dengan intensitas
yang tinggi meresap ke tanah melalui crack akan menambah bobot tanah dan dapat
mengakibatkan tanah tersebut kehilangan kemampuannya dalam memikul beban
struktur di atasnya. Jika air tersebut terus mengalir dengan cepat dan menembus
hingga ke tanah kedap air atau lapisan keras yang berfungsi sebagai bidang gelincir,
lalu tanah akan menjadi licin dan tanah yang jenuh di atasnya akan mengalami
pergerakan ke bawah mengikuti lereng tersebut [5].
2.2.2 Klasifikasi Tanah Longsor
Tanah longsor memiliki banyak tipe sesuai dengan karakteristiknya masing-
masing. Menurut Vernes (1978) berdasarkan mekanisme gerakan dan material yang
bergerak pindah ke bawah, tanah longsor dibedakan menjadi beberapa tipe, antara
lain yaitu seperti pada Gambar 2.4 [14].
9
Runtuhan (Falls)
Robohan (Topples)
Rotational slide
Translational slide
Menyebar lateral
Debris flow
Debris avalanche
Earth flow
Creep
Gambar 2.4. Klasifikasi tanah longsor [14].
a. Runtuhan (Falls)
Runtuhan merupakan gerakan jatuhnya tanah, batu atau runtuhan yang jatuh
dari lereng atau tebing yang curam. Material mengalami pelepasan dengan
cara jatuh bebas, terpental ataupun menggelinding di lereng yang lebih
curam hingga medan yang rata.
b. Robohan (Topples)
Topples merupakan gerakan massa tanah yang terjadi ketika robohnya
batuan dengan cara berputar kedepan pada satu titik sumbu (bagian dari unit
batuan yang lebih rendah) yang disebabkan oleh berat lereng material dari
massa yang dipindahkan dan kandungan air pada rekahan batuan.
10
c. Gelincir (Slides)
Slides merupakan gerakan ke bawah dari suatu massa tanah atau batuan
yang terjadi pada permukaan bidang longsor. Berdasarkan geometri
bidangnya gelincirnya, longsoran dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu
sebagai berikut.
- Rotational slide, terjadi pada daerah dengan bidang gelincirnya
berbentuk cekung ke atas, dan arah gerakan longsornya berputar di
sumbu yang letaknya sejajar dengan permukaan tanah.
- Translational slide, terjadi pada daerah dengan bentuk bidang
gelincirnya rata dan pergerakan longsornya sedikit rotasi atau miring ke
arah kebelakang.
d. Menyebar lateral (Lateral spread)
Lateral spread merupakan tanah longsor yang terjadi ketika massa tanah
bergerak didorong oleh air. Kecepatan aliran tergantung pada kemiringan
lereng, volume dan tekanan air, dan jenis materialnya. Penyebaran lateral
biasanya terjadi pada lereng yang sangat landai atau pada dasarnya dataran
datar. Terjadi akibat adanya likuifaksi, atau suatu proses dimana tanah
menjadi jenuh terhadap air yang mengalami perubahan dari padat ke
keadaan cair.
e. Aliran (Flows)
Aliran adalaah gerakan perpindahan material longsoran dari lereng berupa
tanah atau lumpur dengan kadar air yang cukup tinggi. Hal tersebut
membuat material terlepas, mengalir dan bergerak secara spasial menuruni
lereng ke bawah. Longsoran aliran terbagi ke dalam beberapa jenis, yaitu
sebagai berikut.
- Debris flow adalah suatu bentuk gerakan massa penyusun lereng yang
bergerak cepat saat tanah gembur, batuan, dan terkadang bahan organik
bergabung dengan air membentuk bubur yang mengalir ke lereng
bawah. Penyebab terjadinya debris flow yaitu karena terjadinya aliran
air dipermukaan yang cukup kuat akibat hujan lebat mapun salju yang
mencair dengan cepat, yang mengikis lalu memindahkan tanah gembur
atau batuan pada lereng yang sangat curam.
11
- Debris avalanche adalah gerakan aliran massa tanah dan batuan dengan
pergerakan yang sangat cepat. Biasanya longsor jenis ini terjadi sering
pada daerah lereng yang terjal.
- Earth flow adalah jenis tanah longsor dengan material yang bergerak
membujur dari material halus atau batuan yang di dalamnya memiliki
kandungan mineral lempung.
- Creep adalah proses pergerakan massa material tanah atau batuan
secara lambat dan stabil pada suatu lereng.
2.2.3 Faktor Penyebab Tanah Longsor
Tanah longsor dapat disebabkan oleh dua faktor pengontrol yaitu faktor internal
dan eksternal. Faktor eksternal merupakan gaya pendorong terjadinya tanah
longsor. Gaya-gaya tersebut, diantaranya gaya berat tanah, tekanan air pori untuk
tanah yang mengandung air tanah, dan gaya gempa yang dipengaruhi oleh besarnya
nilai sudut kemiringan lereng, beban material serta berat jenis tanah/batuan
penyusun lereng. Sedangkan faktor internal (gaya penahan) terjadinya tanah
longsor diantaranya kuat geser tanah yang dipengaruhi oleh kepadatan tanah dan
kekuatan batuan [5].
Ada beberapa faktor lain yang menyebabkan terjadinya tanah longsor diantaranya
yaitu adanya gaya gravitasi pada lereng yang curam, intensitas hujan yang tinggi,
penggunaan lahan yang kurang baik bahkan tidak tepat, serta struktur geologi
menjadi faktor pendukung [15]. Namun sebagai daerah beriklim tropis yang
menjadi penyebab terjadinya tanah longsor di Indonesia yaitu tingginya intensitas
curah hujan dan kondisi geologi yang kompleks.
2.3 Stabilitas Lereng Dan Faktor Keamanan
2.3.1 Stabilitas Lereng
Lereng merupakan daerah permukaan tanah yang menghasilkan sudut kemiringan
akibat perbedaan permukaan tanah yang tinggi dan rendah. Lereng dapat terbentuk
melalui proses alami maupun melalui tangan manusia. Pada setiap lereng
12
kemungkinan untuk terjadi longsor selalu ada, karena apabila terdapat suatu tempat
dengan dua permukaan tanah yang ketinggiannya berbeda, maka akan
mengakibatkan komponen gravitasi dari berat memiliki kemampuan untuk
menggerakkan massa tanah dari posisi yang tinggi ke posisi yang lebih rendah.
Terdapat tiga jenis lereng menurut insinyur geoteknik yaitu sebagai berikut [16].
Lereng alami
Lereng yang terbentuk akibat proses alami dari, diantaranya erosi dan
gerakan tektonik.
Lereng buatan
Lereng ini terbentuk akibat adanya penggalian atau memotong tanah alami.
Lereng dibangun dari tanah,
Contoh dari lereng ini yaitu tanggul yang terletak di pinggir jalan raya atau
tanah bendungan.
Pada prinsipnya, massa tanah pada lereng memiliki dua jeni gaya, yaitu gaya
penggerak dan gaya penahan. Gaya penahan merupakan gaya yang dapat menahan
massa dari gerakan material pembentuk lereng yaitu berupa kohesi, gaya gesekan,
dan kekuatan geser tanah. Sedangkan gaya penggerak merupakan gaya yang
meyebabkan massa pembentuk lereng bergerak yaitu gaya berat dan gaya gravitasi.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kestabilan lereng antara lain sebagai
berikut [3].
- Geometri lereng
Geometri lereng yang mempengaruhi kestabilan dari lereng yaitu ketinggian
dan besar sudut lereng. Semakin landai suatu lereng maka tingkat kestabilannya
akan semakin tinggi.
- Sifat fisik dan mekanik material
Bobot isi merupakan salah satu sifat fisik yang berpengaruh dalam kestabilan
lereng. Sedangkan, sifat mekanik yang berpengaruh sedangkan sifat mekanik
yang mempengaruhi adalah kohesi dan sudut geser dalam.
- Struktur geologi
13
Struktur geologi yang dapat mempengaruhi kestabilan lereng diantaranya
bidang perlapisan, bidang erosi, dan sesar.
- Cuaca atau iklim
Akibat curah hujan, kadar air pada lereng meningkat dan membuat lereng
menjadi kurang stabil.
- Faktor getaran
Selain akibat gempa, getaran yang muncul dapat ditimbulkan dari aktifitas
manusia, seperti operasi alat berat dan peledakan (blasting) pada proses
penambangan.
- Ketidakseimbangan beban di puncak dan kaki lereng
Kestabilan lereng akan menurun apabila beban di puncak lereng lebih besar
daripada beban di kaki lereng.
2.3.2 Faktor Keamanan
Keamanan/stabilitas lereng dapat diidentifikasi berdasarkan besaran faktor
keamanan ( )FS pada lereng tersebut. Faktor keamanan sendiri adalah besar nilai
perbandingan antara gaya pendorong dengan gaya penahan pada suatu lereng.
Semakin besar gaya penahan maka lereng akan semakin stabil begitu pula
sebaliknya. Untuk itu agar lereng tetap stabil maka gaya pendorong terjadinya tanah
longsor harus lebih kecil daripada gaya penahannya. Persamaan faktor kemanannya
dapat dituliskan dalam persamaan 2.5 [17].
r
sFS
(2.5)
dimana FS merupakan faktor keamanan, s merupakan kekuatan geser rata-rata
pada tanah asli (kN/m2), dan r merupakan kekuatan geser rata-rata akibat longsor
(kN/m2). Kuat geser tanah merupakan gaya maksimum yang dapat dilakukan oleh
butir tanah untuk menahan tarikan maupun desakan. Ketika butir tanah saling
kontak, sehingga akan menghasilkan gaya geser yang menimbulkan adanya kuat
geser tanah. Keruntuhan terjadi sebagai akibat dari perpaduan atau kombinasi kritis
antara tegangan normal dengan tegangan geser. Bukan hanya tegangan normal dan
14
tegangan geser maksimum yang menjadi penyebab keruntuhan. Jika tegangan geser
pada suatu bidang dalam massa tanah lebih besar dari nilai yang diberikan oleh
persamaan 2.6 maka akan terjadi gerakan pada bidang tersebut. Pada metode ini
tidak bergantung pada parameter 'c dan ' , parameter tersebut dianggap sebagai
konstanta untuk tanah pada keadaan tertentu [17]. Kriteria keruntuhan Mohr-
Coulomb, persamaan kuat geser dapat ditulis sebagai berikut.
' ' 's c tg (2.6)
' ' 'r d dc tg (2.7)
dimana 'c merupakan kohesi pada tanah asli (kN/m²), 'dc merupakan kohesi pada
tanah akibat longsor (kN/m²), ' merupakan tekanan normal pada permukaan
longsor (N/m²), ' merupakan sudut gesekan pada tanah asli (ᵒ), dan 'd
merupakan sudut gesekan pada tanah akibat longsor (ᵒ).
Dari persamaan 2.6 disubstitusikan ke dalam persamaan 2.5 sehingga menjadi
' ' '
' ' 'd d
c tgFS
c tg
(2.8)
' '' ' ' ' .d d
c tgc tg
FS FS
(2.9)
Sehingga dapat diketahaui bahwa faktor keamanan memiliki hubungan dengan
kohesi dan gesekan seperti pada persamaan 2.10 sampai persamaan 2.13.
'
'c
d
cF
c (2.10)
'
'd
tgF
tg
(2.11)
Sehingga :
15
' tan '
' tan 'd d
c
c
(2.12)
' 'cFS F F
(2.13)
Dari perbandingan persamaan diatas akan mendapatkan faktor keamanan ( FS )
yang merupakan nilai kestabilan lereng. Dimana nilai-nilai kestabilan suatu lereng
adalah sebagai berikut [18].
FS > 1 : menunjukkan lereng stabil.
FS < 1 : menunjukkan lereng tidak stabil.
2.4 Metode Analisa Stabilitas Lereng
Metode analisa stabilitas lereng merupakan metode yang digunakan untuk
menentukan faktor keamanan dari bidang longsor suatu lereng. Terdapat beberapa
metode yang dapat dilakukan dalam analisis stabilitas lereng, salah satunya yaitu
dengan menggunakan metode Bishop.
Gambar 2.5. Tipe irisan geometri [19].
Sebenarnya jika diperhatikan bidang gelincir dari longsor sering mendekati
lengkung lingkaran seperti pada Gambar 2.5. Namun massa tanah pada setiap
16
daerah longsor tidak selalu sama, maka perlu dilakukan pembagian massa tanah
menjadi beberapa bagian yang disebut dengan irisan. Berat massa geser W
bekerja
melalui pusat gravitasinya dan bertanggung jawab atas momen penggerak di sekitar
pusat rotasi. Dimana d merupakan panjang lengan momen dan r merupakan jari-
jari permukaan gelincirnya. Sepanjang permukaan gelincirnya terdapat momen
resistif dari gaya geser. Dari Gambar 2.5. didapatkan hubungan faktor keamanan
dan gaya geser melalui persamaan sebagai berikut [19].
i ii i ri
l sS l
FS
(2.14)
dan
sin
i i
i i
l sFS
W
(2.15)
dimana iS
merupakan gaya geser (N), il merupakan lebar irisan (m),
i
merupakan sudut kemiringan lereng (ᵒ), dan iW
merupakan berat irisan (kN).
Bishop (1955) mengasumsikan bahwa resultan gaya di dalam irisan bekerja secara
horizontal. Gaya normal dan gaya geser pada irisan yang bekerja pada arah vertikal
mempunyai resultan nol. Berdasarkan irisan dari suatu benda, penjumlahan gaya
dalam arah vertikal adalah sebagai berikut [19].
Gambar 2.6. Gaya yang bekerja pada irisan [20].
17
Pada Gambar 2.6 merupakan gaya yang bekerja pada irisan dari lereng dimana 1,i iX X
merupakan gaya-gaya yang bekerja secara vertikal yang besar resultan gayanya nol,
sedangkan 1,i iE E
merupakan gaya-gaya yang bekerja secara horizontal. Pada metode
bishop ini resultan gaya yang mempunyai nilai yaitu resultan gaya horizontal. Gaya
geser ( )S
berada pada sumbu x yang tegak lurus terhadap gaya berat pada irisan.
Poligon gaya merupakan metode pengukuran yang dilakukan dengan cara
menentukan posisi atau titik yang dihitung dari pengukuran arah, sudut dan
jaraknya. Untuk mendapatkan faktor keamanan perlu diketahui terlebih dahulu
besar gaya geser yang terjadi pada irisan tersebut, sehingga persamaan parameter
gaya gesernya sebagai berikut.
' ' '1tani i i i iS c l P
FS
(2.16)
' '1tani i i i i i iS c l N u l
FS
(2.17)
sehingga persamaannya menjadi,
' '
'
sintan
1cos sin tan
ii i i i i i
i
i i i
W c l u lFSN
FS
(2.18)
dimanaiN
merupakan gaya normal efektif di dasar irisan (N), dan iu tekanan air
pori. Sehingga faktor keamanan dalam kesetimbangan momen di sekitar pusat
permukaan slip adalah sebagai berikut.
' 'tan
sin
ii i i i i
i i
c l N u l
FS
W
(2.19)
masukkan persamaan Ni kedalam persamaan (2.19).
' '
'
cos cos tan
cos (1/ )sin tan
sin
ii i i i i i i
i i i
i i
c l W u l
FS
FS
W
(2.20)
18
selanjutnya disederhanakan dengan mendefinisikan parameter aim sebagai berikut.
'1cos sin tanai i i im
FS (2.21)
masukkan ke dalam persamaan, sehingga faktor kemanannya sebagai berikut.
' ' 1cos cos tan
sin
ii i i i i i i
ai
i i
c l W u lm
FS
W
(2.22)
' '1 1cos cos tan .
sin
ii i i i i i i
aii i
FS c l W u lmW
(2.23)
2.5 Pengukuran Standar Dalam Analisa Longsor
Terdapat beberapa pengukuran standar dalam analisa stabilitas longsor yaitu uji
sampe tanah, uji triaksial dan pengukuran topografi. Uji sampel tanah dilakukan di
laboratorium yang terdiri dari uji kadar air tanah, uji berat volume tanah, uji analisis
saringan dan uji hidrometer untuk mengetahui sifat fisik tanah. Sedangkan uji
triaksial digunakan untuk menentukan nilai kekuatan geser tanah. Hasil yang
didapatkan berupa sudut geser tanah efektif ( )' dan nilai kohesi efektif ( 'c ).
Namun pada penelitian kali ini hanya dilakukan pengukuran topografi saja guna
meminimalisir biaya yang cukup tinggi.
2.5.1 Pengukuran Topografi
Topografi merupakan keberagaman kondisi muka bumi berdasarkan perbedaan
tinggi, bentuk, serta kemiringan pada daerah tertentu [21]. Hasil dari pengukuran
topografi adalah peta topografi yang memiliki dua bagian utama. Bagian pertama
adalah ukuran permukaan pada bidang datar yang disajikan dengan koordinat x ,
dan y . Sedangkan yang kedua ukuran berdasarkan variasi elevasi, disajikan dalam
koordinat z yang disebut dengan ukuran relief [22]. Keadaan topografi merupakan
kondisi yang menampilkan kontur atau kemiringan lereng. Apabila kondisi kontur
semakin kecil maka tingkat kemiringan lereng juga semakin kecil. Daerah dengan
19
kemiringan lereng yang cukup tinggi tidak disarankan untu dijadikan sebagi tempat
hunian. Dikarenakan lereng tersebut memiliki tingkat kestabilan lereng yang kecil.
Dalam pengukuran topografi, alat yang digunakan yaitu total station seperti pada
Gambar 2.8. Total station adalah teodolite yang sudah terhubung dengan alat
pengukur jarak eletronik. Teodolite dibuat guna mengetahui sudut horizontal dan
sudut vertikal dari suatu daerah [23]. Pengukuran topografi yang dilakukan akan
menghasilkan file yang tersimpan pada alat tersebut. Kemudian file dapat
dikonversi menjadi beberapa format diantaranya excel, autocad bahkan esri file.
Gambar 2.7. Alat total station (sumber : dokumentasi pribadi).