bab ii tinjauan pustaka 2.1 tanaman kakaorepository.ump.ac.id/5509/3/titin dwi hendriyani_bab...

25
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kakao Tanaman kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu anggota dari familia Sterculiaceae yang berasal dari hutan tropis Amerika Tengah dan Amerika Selatan bagian utara. Kakao banyak dimanfaatkan oleh suku Indian Maya dan suku Astek sebagai bahan makanan dan minuman (Baon & Wardani, 2010). Pada abad ke 15, kakao mulai dikenalkan di Eropa dan menyebar ke seluruh dunia mulai saat itu (Susanto, 1994). Di Indonesia, kakao diperkenalkan pertama kali oleh bangsa Spanyol di Minahasa pada tahun 1560 dan menyebar ke hampir seluruh wilayah Indonesia pada akhir abad 18 (Susanto, 1994). Pada saat ini, Indonesia menjadi negara penghasil kakao terbesar kedua di dunia setelah Pantai Gading dengan total produksi mencapai 900 ribu ton pada tahun 2012 (FAO, 2014). Dengan kondisi tersebut, kakao menjadi komoditas perdagangan utama bagi Indonesia dengan total devisa mencapai US$ 1,2 milyar pada tahun 2010 (FAO, 2014). 2.1.1 Morfologi Tanaman Kakao Tanaman kakao berbentuk pohon dengan dengan tinggi dapat mencapai 3 - 8 meter (van Steenis et al., 2008). Tanaman kakao bersifat dimorfisme, yaitu memiliki 2 macam percabangan. Cabang yang tumbuh ke atas disebut cabang ortrotof dan cabang yang pertumbuhannya ke samping disebut cabang plagiotrof. Tanaman kakao yang masih muda akan memiliki batang yang lurus, namun pada 9 Pengaruh Penambahan Thidiazuron…, Titin Dwi Hendriyani, FKIP UMP, 2014

Upload: others

Post on 22-Sep-2019

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kakaorepository.ump.ac.id/5509/3/Titin Dwi Hendriyani_BAB II.pdf · 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA . 2.1 Tanaman Kakao . Tanaman kakao (Theobroma cacao

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Kakao

Tanaman kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu anggota dari

familia Sterculiaceae yang berasal dari hutan tropis Amerika Tengah dan Amerika

Selatan bagian utara. Kakao banyak dimanfaatkan oleh suku Indian Maya dan

suku Astek sebagai bahan makanan dan minuman (Baon & Wardani, 2010). Pada

abad ke 15, kakao mulai dikenalkan di Eropa dan menyebar ke seluruh dunia

mulai saat itu (Susanto, 1994).

Di Indonesia, kakao diperkenalkan pertama kali oleh bangsa Spanyol di

Minahasa pada tahun 1560 dan menyebar ke hampir seluruh wilayah Indonesia

pada akhir abad 18 (Susanto, 1994). Pada saat ini, Indonesia menjadi negara

penghasil kakao terbesar kedua di dunia setelah Pantai Gading dengan total

produksi mencapai 900 ribu ton pada tahun 2012 (FAO, 2014). Dengan kondisi

tersebut, kakao menjadi komoditas perdagangan utama bagi Indonesia dengan

total devisa mencapai US$ 1,2 milyar pada tahun 2010 (FAO, 2014).

2.1.1 Morfologi Tanaman Kakao

Tanaman kakao berbentuk pohon dengan dengan tinggi dapat mencapai 3 -

8 meter (van Steenis et al., 2008). Tanaman kakao bersifat dimorfisme, yaitu

memiliki 2 macam percabangan. Cabang yang tumbuh ke atas disebut cabang

ortrotof dan cabang yang pertumbuhannya ke samping disebut cabang plagiotrof.

Tanaman kakao yang masih muda akan memiliki batang yang lurus, namun pada

9

Pengaruh Penambahan Thidiazuron…, Titin Dwi Hendriyani, FKIP UMP, 2014

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kakaorepository.ump.ac.id/5509/3/Titin Dwi Hendriyani_BAB II.pdf · 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA . 2.1 Tanaman Kakao . Tanaman kakao (Theobroma cacao

10

umur sekitar 10 bulan akan membentuk cabang plagiotrof (Karmawati et al.,

2010).

Berdasarkan percabangannya, daun kakao juga bersifat dimorfisme yaitu

daun yang tumbuh pada cabang ortotrop memiliki tangkai daun yang panjang (7,5

- 10 cm), sedangkan pada cabang plagiotrop memiliki tangkai daun lebih pendek

yaitu sekitar 2,5 cm (Susanto, 1994). Helaian daun berbentuk bulat telur terbalik

memanjang (obovatus) dengan panjang pada daun dewasa mencapai 10 – 48 cm

dan lebar dapat mencapai 4 - 20 cm. Ujung daun meruncing (acuminatus) dengan

pangkal daun berbentuk runcing (acutus) (Backer & Bakhuizen van den Brink,

1963).

Bunga kakao berkembang dari berkas ketiak daun pada batang dan beberapa

cabangnya (cauliflori; Backer & Bakhuizen van den Brink, 1963). Tempat

tumbuh bunga tersebut lama – kelamaan menebal dan membesar disebut dengan

bantalan bunga (cushion; Gambar 2.1 A). Bunga kakao umumnya berwarna

putih, ungu dan kemerahan. Jumlah bunga dalam satu pohon dapat mencapai

sekitar 10.000 kuntum bunga setiap tahun, namun yang berhasil tumbuh dan

berkembangbiak menjadi buah hanya sekitar 10 - 50 bunga saja (Susanto; 1994).

Setiap kuntum bunga tersusun atas 5 daun kelopak (sepala) berbentuk lanset

berwarna putih dengan panjang dapat mencapai 6 – 8 mm dan 5 daun mahkota

(petala) berbentuk cekung dengan panjang dapat mencapai 2,5 - 4 mm serta organ

kelamin (Gambar 2.1 B; Backer & Bakhuizen van den Brink, 1963). Bunga

kakao merupakan bunga banci (hermaproditus) dengan organ betina (gynaecium)

terdiri atas bakal buah (ovary), tangkai putik (stylus), dan kepala putik (stigma).

Pengaruh Penambahan Thidiazuron…, Titin Dwi Hendriyani, FKIP UMP, 2014

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kakaorepository.ump.ac.id/5509/3/Titin Dwi Hendriyani_BAB II.pdf · 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA . 2.1 Tanaman Kakao . Tanaman kakao (Theobroma cacao

11

Putik bunga kakao berwarna putih berukuran pendek (Backer & Bakhuizen van

den Brink, 1963). Organ kelamin jantan (androecium) terdiri dari 5 benang sari

(stamen) dan staminodia. Stamen merupakan organ kelamin jantan fertile karena

mampu menghasilkan tepung sari (pollen) dengan diameter 2 - 3 mikron,

sedangkan staminodia merupakan organ kelamin jantan yang steril berwarna ungu

tua dengan ujung putih, ukurannya dapat mencapai 4 – 6 mm (Backer &

Bakhuizen van den Brink, 1963).

Gambar 2.1 A. Bunga kakao yang muncul dari batang (kauliflori), sebagian

kuntum bungan masih kuncup dan sebagian telah mekar; B.

Diagram bunga yang telah mekar menunjukkan staminodia dan

petala (Rahardjo, 2011)

Proses pembungaan kakao diawali dengan terbentuknya kuncup bunga.

Setelah 30 hari, kuncup bunga akan mekar yang menandakan putik dan benang

sari telah masak dan siap untuk melakukan penyerbukan dan pembuahan. Setelah

mengalami penyerbukan yang umumnya dibantu oleh serangga, bakal biji akan

tumbuh menjadi biji dan bakal buah akan tumbuh menjadi buah (Rahardjo, 2011)

Buah kakao termasuk buah buni, berbentuk bulat memanjang dengan ujung

meruncing (obovatus; Backer & Bakhuizen van den Brink, 1963). Buah kakao

memilki panjang mencapai 12 – 22 cm dan lebar dapat mencapai 6 – 10 cmm

Staminodia

Stamen

Stigma

A B

Petala

Pengaruh Penambahan Thidiazuron…, Titin Dwi Hendriyani, FKIP UMP, 2014

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kakaorepository.ump.ac.id/5509/3/Titin Dwi Hendriyani_BAB II.pdf · 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA . 2.1 Tanaman Kakao . Tanaman kakao (Theobroma cacao

12

berwarna hijau, kuning dan merah tergantung kultivarnya (Backer & Bakhuizen

van den Brink, 1963). Buah kakao terdiri atas kulit buah (pod), arilus (pulp) dan

biji (Saleh, 1998). Pada setiap buah kakao dapat dihasilkan biji sebanyak 30 - 50

butir tergantung kultivarnya (Prawoto & Winarsih, 2010). Di bagian dalamnya

terdapat kulit biji (testa) yang membungkus 2 kotiledon. Biji kakao tidak memiliki

masa dorman sehingga terkadang ditemukan biji yang telah berkecambah di

dalam buah yang terlambat dipanen (Prawoto & Winarsih, 2010).

Tanaman kakao memiliki sistem perakaran tunggang yang bercabang

(Siregar et al., 2010). Panjang akar tanaman kakao dapat mencapai 15 meter ke

arah bawah dan 8 meter ke arah lateral (Siregar et al., 2010). Sebagian besar akar

lateral kakao (mendatar) berkembang dekat permukaan tanah (surface root feeder)

yaitu pada kedalaman 0 - 30 cm (Prawoto & Winarsih, 2010).

2.1.2 Kultivar Kakao

Kakao memiliki tiga kultivar yang umumnya dibudidayakan yaitu Criollo,

Forestero, dan Trinitario.(Gambar 2.2). Kakao Criollo merupakan jenis kakao

yang mulia atau bermutu tinggi karena memiliki cita rasa yang khas, fermentasi

biji lebih singkat dan rasanya tidak terlalu pahit (Susanto, 1994). Namun

demikian, kultivar ini memiliki pertumbuhan yang kurang kuat, masa berbuah

lambat sehingga produktivitasnya rendah, dan mudah terserang hama dan

penyakit (Prawoto & Winarsih, 2010). Criollo memiliki buah dengan permukaan

kulit yang kasar dengan alur – alurnya yang jelas. Buah kakao kultivar Criollo

memiliki tebal tetapi lunak sehingga mudah dipecahkan serta memiliki kadar

lemak dalam biji yang rendah (Karmawati et al., 2010). Warna buah pada saat

Pengaruh Penambahan Thidiazuron…, Titin Dwi Hendriyani, FKIP UMP, 2014

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kakaorepository.ump.ac.id/5509/3/Titin Dwi Hendriyani_BAB II.pdf · 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA . 2.1 Tanaman Kakao . Tanaman kakao (Theobroma cacao

13

muda umumnya berwarna merah dan jika sudah masak warna berubah menjadi

orange, ujung buah berbentuk tumpul sedikit bengkok dan tiap buah berisi biji

yang dapat mencapai 30 - 40 biji dengan bentuk biji bulat dan endosperm

berwarna putih (Susanto, 1994).

Kakao Forestero, dikenal dengan kakao curah atau kakao lindak karena

memiliki rasa biji yang pahit. Namun kakao forestero memiliki pertumbuhan yang

kuat, cepat berbuah sehingga produksinya lebih tinggi, serta relatif lebih tahan

terhadap serangan hama dan penyakit (Susanto, 1994). Kakao Forestero memiliki

kulit buah berwarna hijau, agak keras dengan permukaan yang halus serta

memiliki alur yang agak dalam. Endosperm kakao Forestero berwarna ungu tua

(Prawoto & Winarsih, 2010).

Kakao Trinitario merupakan hasil persilangan dari kakao Criollo dan

Forastero sehingga terdapat jenis – jenis baru yang mutunya lebih baik, buah

maupun bijinya (Susanto, 1994).

Gambar 2.2 Tiga kultivar kakao meliputi (A) Criollo, (B) forastero dan (C)

Trinitario (Karmawati et al., 2010)

Pengaruh Penambahan Thidiazuron…, Titin Dwi Hendriyani, FKIP UMP, 2014

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kakaorepository.ump.ac.id/5509/3/Titin Dwi Hendriyani_BAB II.pdf · 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA . 2.1 Tanaman Kakao . Tanaman kakao (Theobroma cacao

14

2.1.3 Manfaat Tanaman Kakao

Kakao dibudidayakan oleh masyarakat untuk dimanfaatkan buahnya. Kulit

buah kakao dapat dimanfaatkan sebagai pakan pakan ternak (Gambar 2.3 A

Sihombing, 2008), bahan baku kompos (Dachlan et al., 2009), selain itu juga

sebagai bahan baku pembuatan arang aktif untuk adsorben logam berat (Masitoh

& Sianit, 2013). Pulp buah kakao juga dapat dimanfaatkan untuk produk pangan

seperti nata de cacao (Gambar 2.3 B; Elizabeth, 2006)

Bagian buah kakao yang paling penting adalah biji kakao. Biji kakao dapat

diolah menjadi cacao butter dan cacao powder. Cocoa butter dapat dimanfaatkan

untuk berbagai macam produk pangan seperti bahan dalam pembuatan permen

dan kembang gula, serta non pangan seperti seperti sebagai bahan baku

pembuatan sabun (Yulia, 2012). Cacao powder juga memiliki banyak manfaat

dalam produk pangan maupun non pangan seperti hot choco, ice cream choco

(Gambar 2.3 C; Zairisman, 2006) serta dalam bidang kosmetik seperti masker

dan spa (Gambar 2.3 D)

Pengaruh Penambahan Thidiazuron…, Titin Dwi Hendriyani, FKIP UMP, 2014

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kakaorepository.ump.ac.id/5509/3/Titin Dwi Hendriyani_BAB II.pdf · 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA . 2.1 Tanaman Kakao . Tanaman kakao (Theobroma cacao

15

Gambar 2.3 Kulit buah kakao yang dimanfaatkan untuk pakan ternak (A); Pulp

sebagai bahan baku pembuatan nata de cocoa (B); cocoa powder

untuk bahan baku makanan (ice cream) (C) dan masker(D). Sumber

dari www.google.com/images/cocoa

2.2 Budidaya Kakao dan Permasalahan Kakao di Indonesia

2.2.1 Budidaya Kakao

Di Indonesia, Kakao merupakan salah satu tanaman budidaya yang

memiliki peran penting bagi perekonomian Indonesia. Hal tersebut karena,

Indonesia memiliki luas area perkebunan kakao terbesar kedua di dunia yang dari

tahun ke tahun yang terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2001, luas area

perkebunan kakao di Indonesia hanya sekitar 800 ribu ha, sedangkan pada tahun

2012, luas area perkebunan kakao mencapai lebih dari 1,7 juta ha. Dengan luas

perkebunan tersebut menempatkan Indonesia sebagai negara dengan luas area

perkebunan terbesar ke dua di dunia setelah Pantai Gading dengan luas area

perkebunan kakao mencapai 25 juta ha pada tahun 2012 (Gambar 2.4; FAO,

2014).

Pengaruh Penambahan Thidiazuron…, Titin Dwi Hendriyani, FKIP UMP, 2014

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kakaorepository.ump.ac.id/5509/3/Titin Dwi Hendriyani_BAB II.pdf · 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA . 2.1 Tanaman Kakao . Tanaman kakao (Theobroma cacao

16

Gambar 2.4 Perkembangan luas area perkebunan kakao dari tahun 2001-2012

(FAO, 2014).

Luasnya area perkebunan kakao di Indonesia tersebut mengakibatkan

produksi kakao di Indonesia menjadi tinggi. Indonesia merupakan negara dengan

total produksi kakao terbesar kedua di dunia, dengan total produksi biji kakao

rata-rata mencapai lebih dari 900 ribu ton pada tahun 2012 (Gambar 2.5; FAO.

2014). Hal tersebut menjadikan kakao sebagai komoditas eksport terbesar ketiga

setelah karet dan minyak sawit dengan nilai eksport mencapai sekitar US $ 1,2

milyar pada tahun 2010 (FAO, 2014).

Pengaruh Penambahan Thidiazuron…, Titin Dwi Hendriyani, FKIP UMP, 2014

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kakaorepository.ump.ac.id/5509/3/Titin Dwi Hendriyani_BAB II.pdf · 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA . 2.1 Tanaman Kakao . Tanaman kakao (Theobroma cacao

17

Gambar 2.5 Produksi Kakao dunia pada Tahun 2012 (FAO, 2014).

2.2.2 Permasalahan Budidaya Kakao di Indonesia

Indonesia merupakan negara dengan total produksi kakao terbesar kedua di

dunia (Gambar 2.5; FAO, 2014), namun tingginya produksi tersebut dikarenakan

Indonesia memiliki luas area perkebunan kakao yang tinggi pula (Gambar 2.4;

FAO,2014). Dalam hal produktivitas, perkebunan kakao di Indonesia tergolong

rendah dan hanya menempati urutan ke – 17 dalam hal produktivitas kakao dari

58 negara penghasil kakao di dunia (Gambar 1.1; FAO, 2014). Produktivitas

perkebunan kakao di Indonesia hanya sekitar 550 kg untuk setiap hektar per

tahunnya. Jika dibandingkan dengan negara lain seperti Thailand dan Guatemala,

total produksi tersebut sangat rendah, hanya seperlima produktivitas kakao dari

kedua negara tersebut.

Pengaruh Penambahan Thidiazuron…, Titin Dwi Hendriyani, FKIP UMP, 2014

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kakaorepository.ump.ac.id/5509/3/Titin Dwi Hendriyani_BAB II.pdf · 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA . 2.1 Tanaman Kakao . Tanaman kakao (Theobroma cacao

18

Banyak faktor yang diduga menjadi penyebab rendahnya produktivitas

kakao di Indonesia, diantaranya adalah usia tanaman kakao yang cukup tua (lebih

dari 25 tahun). Saat ini hampir 90 % dari total perkebunan kakao di Indonesia

telah berusia tua dan harus segera diremajakan (Taufik et al,. 2010). Disamping

itu faktor bibit kakao yang berkualitas rendah juga memegang peran peting dalam

hal rendahnya produktivtias kakao di Indonesia (Limbongan, 2012). Oleh karena

itu, diperlukan upaya untuk meningkatkan kualitas bibit kakao yang unggul dalam

jumlah yang banyak dan dalam waktu yang singkat guna mengatasi permasalahan

di atas.

2.2.3 Pembibitan Tanaman Kakao

Mayoritas petani kakao di Indonesia penyediaan bibit secara generatif

melalui biji. Biji kakao yang dipanen dari tanaman kakao yang unggul dibersihkan

dari pulp kemudian dikeringkan sampai kadar air 40% selanjutnya

dikecambahkan selama 12 hari. Benih yang telah dikecambahkan kemudian

dipelihara selama 4 - 5 bulan sampai siap untuk di tanam di lahan (Rahardjo,

2011).

Teknik pembibitan tersebut mampu menghasilkan benih dalam jumlah yang

masal serta waktu yang relatif singkat. Namun, bibit yang dihasilkan memilki

variasi genetik yang tinggi dan tidak sama dengan induknya (Maximova et al.,

2002). Hal tersebut karena kakao melakukan penyerbukan silang dalam

menghasilkan biji. Bunga kakao bersifat protogini yang artinya putik masak lebih

awal daripada kepalasari sehingga serbuk sari tidak mampu membuahi putik dari

Pengaruh Penambahan Thidiazuron…, Titin Dwi Hendriyani, FKIP UMP, 2014

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kakaorepository.ump.ac.id/5509/3/Titin Dwi Hendriyani_BAB II.pdf · 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA . 2.1 Tanaman Kakao . Tanaman kakao (Theobroma cacao

19

kuntum yang sama (Prawoto, 2008). Sebagai akibatnya biji yang dihasilkan tidak

memiliki sifat genetik yang seragam karena memilik dua induk yang berbeda.

Alternatif lain yang mulai banyak digunakan oleh para petani untuk

menghasilkan bibit yang relatif sama dengan induknya dengan cara pembibitan

secara vegetatif melalui stek, okulasi dan sambung pucuk (Rahardjo, 2010).

Pembibitan dengan stek dilakukan dengan cara memotong batang atau pucuk

tanaman kakao yang masih muda kemudian ditanam ke dalam pot yang telah

berisi medium. Stek akan mulai tumbuh akar setelah berumur tiga minggu dan

siap untuk ditanam di lahan setelah berumur enam bulan (Raharjo, 2010).

Teknik ini mudah dilakukan dan menghasilkan bibit dengan sifat genetis

yang sama dengan induknya (Siregar et al., 2010). Namun teknik tersebut masih

memiliki tingkat keberhasilan rendah yaitu 27 % pada tanaman kakao (Abdoellah,

2008). Akibatnya, teknik tersebut tidak mampu menghasilkan bibit dalam jumlah

masal serta merusak tanaman induk yang akan di stek (Rahardjo, 2010).

Cara vegetatif lain yang digunakan oleh petani adalah melalui okulasi. Mata

tunas yang berwarna hijau dari pohon kakao berkualitas ditempelkan ke batang

bawah bibit kakao yang diperoleh dari perkecambahan biji. Mata tunas kemudian

diikat dengan tali plastik dan dibiarkan tumbuh dan berkembang menjadi batang

baru. Bibit yang dihasilkan dengan teknik ini memerlukan waktu sekitar 4 - 5

bulan sebelum ditanam ke lahan. Teknik ini memiliki kelebihan antara lain

mampu menghasilkan bibit secara masal dengan sifat sesuai dengan induk yang

dijadikan sumber mata tunas serta tingkat keberhasilan mencapai 90% (Rahardjo,

2010). Namun teknik ini membutuhkan mata tunas yang banyak sehingga

Pengaruh Penambahan Thidiazuron…, Titin Dwi Hendriyani, FKIP UMP, 2014

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kakaorepository.ump.ac.id/5509/3/Titin Dwi Hendriyani_BAB II.pdf · 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA . 2.1 Tanaman Kakao . Tanaman kakao (Theobroma cacao

20

merusak tanaman induknya. Disamping itu, keterbatasan mata tunas yang

dibutuhkan menyebabkan jumlah bibit yang dihasilkan juga terbatas (Rahardjo,

2010).

Cara lain yang digunakan oleh petani kakao adalah melalui sambung pucuk

(Siregar et al., 2010). Teknik ini dilakukan dengan cara memotong cabang muda

dari tanaman yang berkualitas kemudian disambungkan pada bibit kakao yang

berasal dari biji. Teknik sambung pucuk ini akan menghasilkan bibit dengan sifat

genetika yang sama dengan induknya, akan tetapi teknik tersebut memiliki tingkat

keberhasilan yang relatif rendah serta akan dihasilkan bibit dengan jumlah yang

terbatas, karena terbatasnya jumlah pucuk yang akan disambung (Karmawati et

al., 2010).

2.3 Perkembangan Penelitian Embriogenesis Somatik Kakao

Salah satu teknik yang dapat digunakan untuk mengatasi kelemahan

pembibitan kakao secara konvensional khususnya dalam hal menghasilkan bibit

secara masal dengan kualitas yang seragam dan sama dengan induknya adalah

dengan menggunakan teknik kultur jaringan. Kultur jaringan tanaman merupakan

teknik perbanyakan tanaman dengan cara mengisolasi bagian tanaman dan

ditumbuhkan pada media tanam buatan yang aseptis (Hendaryono & Wijayani,

1994). Teknik ini dapat memperbanyak tanaman dalam jumlah besar dengan

waktu yang singkat serta menghasilkan bibit yang seragam dengan induknya

(Avivi et al., 2010). Namun demikian, tidak semua tanaman mampu diperbanyak

menggunakan teknik kultur jaringan. Disamping itu teknik ini juga memerlukan

Pengaruh Penambahan Thidiazuron…, Titin Dwi Hendriyani, FKIP UMP, 2014

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kakaorepository.ump.ac.id/5509/3/Titin Dwi Hendriyani_BAB II.pdf · 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA . 2.1 Tanaman Kakao . Tanaman kakao (Theobroma cacao

21

keahlian khusus, serta harus dilakukan di laboratorium sehingga membutuhkan

biaya yang relatif mahal (Hendaryono & Wijayani, 1994).

Beberapa teknik kultur jaringan telah dikembangkan untuk perbanyakan

bibit kakao seperti melalui kultur pucuk dan kultur tunas aksiler (Zulkarnain,

2009). Namun, kultur pucuk kakao belum berhasil diaplikasikan dalam jumlah

masal serta memiliki beberapa kendala seperti tumbuhan yang dihasilkan

memiliki pertumbuhan yang lambat dan memiliki akar serabut (Zulkarnain, 2009).

Teknik kultur tunas aksiler juga belum berhasil untuk diaplikasikan pada tanaman

kakao (Figuera et al., 1991)

Salah satu teknik kultur jaringan yang mulai dikembangkan untuk

menyediakan bibit kakao secara in vitro adalah dengan menggunakan teknik

embryogenesis somatik (Winarsih et al., 2003; Avivi et al., 2010). Embryogenesis

somatik adalah teknik budidaya tanaman secara in vitro dimana sel somatik

berkembang membentuk tumbuhan baru melalui tahap perkembangan embryo

yang spesifik tanpa melalui peleburan sel gamet (Purnamaningsih, 2002). Pada

teknik embryogenesis somatik ada beberapa tahap, yaitu (1) induksi kalus

embriogenik (2) induksi embrio somatik (3) perkecambahan dan (4) aklimatisasi

(Gambar 2.6; Li et al., 1998)

Pada tahap induksi kalus remah (friabel), eksplan ditanam pada medium

yang mengandung zat pengatur tumbuh tertentu sehingga terinduksi kalus. Kalus

remah memiliki ciri berupa kalus yang lunak, mudah dipisah- pisahkan dan

berwarna kuning kecoklat- coklatan, (Hilyatunnisa, 2013; Purwasih, 2013;

Rahayu, 2013;). Kalus remah kemudian dapat diinduksi pembentukan embryo

Pengaruh Penambahan Thidiazuron…, Titin Dwi Hendriyani, FKIP UMP, 2014

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kakaorepository.ump.ac.id/5509/3/Titin Dwi Hendriyani_BAB II.pdf · 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA . 2.1 Tanaman Kakao . Tanaman kakao (Theobroma cacao

22

dengan cara memindahkan ke dalam medium dengan penambahan auksin dengan

konsentrasi rendah (Purnamaningsih, 2002). Tahapan pembentukan embryo

dimulai dari fase globular, hati, torpedo dan kotiledon (Gambar 2.6;

Purnamaningsih, 2002).

Embryo somatik yang terbentuk kemudian dikecambahkan pada medium

dengan konsentrasi zat pengatur tumbuh yang sangat rendah atau bahkan tidak

diberikan sama sekali untuk menjadi tanaman lengkap dengan tunas dan akar

(Purnamaningsih, 2002). Tahap terakhir adalah aklimatisasi, pada tahap ini bibit

tanaman dipindahkan ke lingkungan ex vitro (Purnamaningsih, 2002).

Gambar 2.6 Tahap perkembangan morfologi embryo somatik kakao; (a) embryo

tahap globular; (b) embryo tahap heart; (c) embryo tahap torpedo;

(d) embryo tahap kotiledon; (e) planlet; dan (f) aklimatisasi (Li et al.,

1998).

Kelebihan dari kultur embryogenesis somatik kakao antara lain mampu

menghasilkan bibit dalam jumlah besar (Li et al., 1998), sifat genetik yang sama

dengan induknya (Avivi et al., 2010), serta tanaman yang dihasilkan memiliki

akar tunggang seperti tanaman yang berasal dari biji (Li et al., 1998). Namun

demikian, teknik ini juga memiliki kendala berupa tingkat keberhasilan

Pengaruh Penambahan Thidiazuron…, Titin Dwi Hendriyani, FKIP UMP, 2014

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kakaorepository.ump.ac.id/5509/3/Titin Dwi Hendriyani_BAB II.pdf · 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA . 2.1 Tanaman Kakao . Tanaman kakao (Theobroma cacao

23

pembentukan embryo somatik rendah dan bervariasi dari 1 - 100 % tergantung

medium dan eksplan yang digunakan (Li et al., 1998; Winarsih et al., 2003; Avivi

et al., 2010) dan memerlukan penanganan yang intensif dengan tenaga kerja yang

terampil (Purnamaningsih, 2002).

Teknik embryogenesis somatik telah berhasil digunakan untuk produksi

bibit berbagai tanaman seperti tanaman cendana (Santalum album L.; Sukmadjaja,

2005), manggis (Garcinia indica Choiss; Thengane et al., 2006) maupun kopi

(Coffea Arabica L.; Riyadi & Tirtoboma, 2004) dengan tingkat keberhasilan yang

tinggi, yaitu sekitar 80 % - 100 %. Pada tanaman kakao, embryogenesis somatik

juga telah dicobakan untuk menghasilkan bibit yang unggul. Namun, sampai saat

ini tingkat keberhasilannya masih sangat bervariasi antara 1 sampai 100 %

bergantung kultivar kakao yang digunakan. Jumlah embryo yang dihasilkan dari

setiap eksplan yang ditanam juga bervariasi dari 1 sampai 45 buah embrio somatik

per eksplan tergantung kultivar yang digunakan (Li et al., 1998)

Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan keberhasilan induksi

embryogenesis somatik kakao, seperti penggunaan berbagai jenis eksplan

(Siregar, 1991; Chantrapradist & Kanchanapoom, 1995; Li et al., 1998), uji

berbagai medium dasar (Li et al., 1998; Winarsih et al., 2003; Avivi et al., 2010)

maupun penambahan garam nutrient dengan konsentrasi tertentu ke dalam

medium tanam (Minyaka et al., 2008; Emile et al., 2010).

Penelitian pertama tentang embryo somatik kakao dilakukan oleh Esan pada

tahun 1977 dengan menggunakan eksplan jaringan embryo zigotik, namun tingkat

keberhasilan yang diperoleh masih sangat rendah (Maximova et al., 2002).

Pengaruh Penambahan Thidiazuron…, Titin Dwi Hendriyani, FKIP UMP, 2014

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kakaorepository.ump.ac.id/5509/3/Titin Dwi Hendriyani_BAB II.pdf · 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA . 2.1 Tanaman Kakao . Tanaman kakao (Theobroma cacao

24

Eksplan embryo zigotik yang diisolasi dari buah muda juga sudah dicobakan

untuk induksi embryogenesis somatik kakao, namun persentase keberhasilan juga

masih rendah 27 %, serta memiliki sifat genetik yang bervariasi (Diniarti, 1991).

Eksplan kotiledon juga pernah dicobakan untuk menginduksi pembentukan

embryo somatik kakao, namun eksplan yang digunakan tidak berhasil

menginduksi embryo (0 %) (Cahantrapradist & Kanchanapoom, 1995).

Salah satu eksplan yang dilaporkan memiliki tingkat keberhasilan relatif

tinggi serta merupakan sel somatik sehingga memiliki sifat genetik yang seragam

adalah eksplan staminodia dan petala (Li et al., 1998). Hasil penelitian tersebut

menunjukkan bahwa tingkat keberhasilan embryo somatik bervariasi antara 1

sampai 100 % tergantung genotip yang digunakan (Li et al., 1998; Winarsih et al.,

2003; Avivi et al., 2010).

Di Universitas Muhammadiyah Purwokerto, upaya pembibitan kakao

melalui teknik embryogenesis somatik juga telah dilakukan dengan menggunakan

kultivar Criollo. Pada penelitian yang dilakukan oleh Rahayu (2013) dengan

menanam kalus pada medium DKW (Driver & Kuniyuki, 1984) dengan

penambahan kinetin 5.10-7

M & 10-6

M 2,4-D ke dalam medium tanam. Medium

tersebut mampu menginduksi kalus bersifat embryogenik dan medium DKW yang

hanya ditambah kinetin 5.10-8

M berhasil menginduksi embryo somatik, meskipun

tingkat keberhasilan masih relatif rendah yaitu 1 %.

Hasil yang sama juga dilaporkan oleh Purwasih (2013) menggunakan

medium DKW yang dikombinasikan dengan 10-6

M 2,4-D & 10-7

M BAP

merupakan medium yang digunakan untuk menginduksi kalus. Medium tersebut

Pengaruh Penambahan Thidiazuron…, Titin Dwi Hendriyani, FKIP UMP, 2014

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kakaorepository.ump.ac.id/5509/3/Titin Dwi Hendriyani_BAB II.pdf · 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA . 2.1 Tanaman Kakao . Tanaman kakao (Theobroma cacao

25

dapat membentuk kalus dengan tipe yang friable sehingga mampu untuk

membentuk embryo somatik. Namun, tingkat keberhasilan dalam induksi embryo

masih rendah sekitar 1%.

Penelitian yang dilaporkan oleh Hilyatunnisa (2013) menggunakan eksplan

staminodia dan petala yang ditanam pada medium DKW dengan kombinasi 10-7

M Adenin & 5 x 10-7

2,4-D berhasil untuk menginduksi kalus tetapi penelitian ini

belum berhasil menginduksi embryo. Penambahan air kelapa ke dalam medium

tanam juga belum dapat meningkatkan keberhasilan induksi embryo somatik

kakao.

Upaya lain juga telah dilakukan untuk meningkatkan keberhasilan induksi

embryo somatik kakao diantaranya adalah dengan menggunakan beberapa

medium dasar seperti medium MS (Murashige & Skoog, 1962), dan DKW

(Driver & Kuniyuki, 1984). Medium MS telah dicobakan untuk menginduksi

embryogenesis somatik kakao, namun tingkat keberhasilannya sangat rendah (0 –

11 %; Alemanno et al., 1996). Medium DKW berhasil menginduksi pembentukan

embryo somatik dengan tingkat keberhasilan yang lebih baik, namun persentae

keberhasilannya sangat tergantung kultivar yang digunakan (Li et al., 1998;

Maximova et al., 2002).

Selain menggunakan beberapa medium dasar, upaya lain yang juga telah

dilakukan untuk meningkatkan keberhasilan induksi embryo somatik kakao

adalah dengan penambahan kadar garam makronutrient (Minyaka et al., 2008;

Emile et al., 2010). Minyaka et al. (2008) melakukan penelitian induksi embryo

somatik pada tanaman kakao dengan menambahkan K2SO4 dan MgSO4 ke dalam

Pengaruh Penambahan Thidiazuron…, Titin Dwi Hendriyani, FKIP UMP, 2014

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kakaorepository.ump.ac.id/5509/3/Titin Dwi Hendriyani_BAB II.pdf · 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA . 2.1 Tanaman Kakao . Tanaman kakao (Theobroma cacao

26

media. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat keberhasilan induksi embrio

somatik kakao dapat mencapai 40 %. Penelitian yang sama juga dilakukan oleh

Emile et al. (2010), namun hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa tingkat

keberhasilannya lebih rendah dibandingkan penelitian Minyaka et al. (2008) yaitu

kurang dari 30 %.

2.4 Medium Tanam

Medium kultur jaringan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan

dalam perbanyakan tanaman secara in vitro (Yusnita, 2003). Sampai saat ini

teredapat lebih dari 200 komposisi medium dasar yang banyak digunakan untuk

kultur jaringan. Beberapa komposisi medium dasar yang banyak digunakan dalam

kultur jaringan antara lain medium dasar MS (Murashige & Skoog, 1962) yang

dapat digunakan untuk hampir semua jenis kultur; medium dasar B5 (Gambrog,

1968) yang dapat digunakan untuk kultur sel pada tanaman kedelai dan legume

lain, medium dasar WPM (Woody Plant Medium, 1981) yang banyak digunakan

untuk tanaman berkayu, maupun medium dasar DKW (Driver & Kuniyuki, 1984)

yang banyak digunakan untuk embryogenesis somatik (Hendaryono & Wijayanti,

1994). Pada umumnya, media kultur jaringan mengandung unsur garam makro,

garam mikro, vitamin, asam-asam amino essensial, gula dan zat pengatur tumbuh

(ZPT).

2.4.1 Makronutrien

Kebutuhan garam-garam mineral didalam kultur jaringan kurang lebih sama

dengan tanaman utuh. Unsur makro dibutuhkan dalam jumlah cukup besar, pada

umumnya diberikan dalam bentuk persenyawaan (Nursetiadi, 2008). George &

Pengaruh Penambahan Thidiazuron…, Titin Dwi Hendriyani, FKIP UMP, 2014

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kakaorepository.ump.ac.id/5509/3/Titin Dwi Hendriyani_BAB II.pdf · 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA . 2.1 Tanaman Kakao . Tanaman kakao (Theobroma cacao

27

Sherrington (1984) menyebutkan beberapa persenyawaan makronutrien yang

umum digunakan pada medium kultur jaringan, antara lain: Nitrogen (N), Fosfor

(P), Kalium (K), Sulfur (S), Kalsium (Ca) dan Magnesium (Mg). Unsur – unsur

makro biasanya diberikan dalam bentuk garam berupa NH4NO3, KNO3,

CaCl2.2H2O, MgSO4.7H2O dan KH2PO4. Macam dan konsentrasi garam makro

yang optimum untuk tiap-tiap komponen untuk memenuhi pertumbuhan yang

maksimal bagi setiap jenis tanaman dan setiap jenis eksplan sangat bervariasi.

Salah satu garam yang banyak ditambahkan ke dalam medium tanam adalah

garam magnesium sulfat (MgSO4). Garam MgSO4 mengandung ion sulfat yang

mampu meningkatkan proses metabolisme seperti sintesis asam amino dan

sintesis protein di dalam sel (Saito, 2004; Leustek, 2002). Sulfur banyak

ditemukan sebagai komponen penyusun asam amino sistein dan metionin, dan

sebagai penyusun vitamin thiamin dan biotin, serta penyusun koenzim A

(Salisbury & Ross, 1995). Kondisi tersebut merupakan prasarat utama untuk

terjadi proses – proses biologi pada tumbuhan tinggi termasuk proses

embryogenesis (Minyaka, 2008). Ion Mg yang terdapat pada garam MgSO4

memiliki peran penting dalam mengaktifkan banyak enzim seperti enzim-enzim

yang dibutuhkan dalam reaksi fotosintesis dan respirasi maupun enzim-enzim

untuk sintesis asam deoksiribonukleat (DNA) dan asam ribonukleat (RNA;

Salisbury & Ross, 1995).

Penelitian penambahan makronutrien terhadap keberhasilan embryogenesis

somatik pada beberapa jenis tanaman telah dilaporkan pada tanaman wortel

(Daucus carrota cv. Nants). Induksi embryo somatik dengan menggunakan

Pengaruh Penambahan Thidiazuron…, Titin Dwi Hendriyani, FKIP UMP, 2014

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kakaorepository.ump.ac.id/5509/3/Titin Dwi Hendriyani_BAB II.pdf · 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA . 2.1 Tanaman Kakao . Tanaman kakao (Theobroma cacao

28

medium tanpa penambahan MgSO4 hanya mampu menghasilkan embryo dengan

tingkat keberhasilan yang rendah, yaitu 20 embryo dari setiap eksplan yang

ditanam, sedangkan induksi embryo somatik yang dilakukan dengan kadar

MgSO4 yang tinggi (4 x 10-3

M) mampu meningkatkan jumlah embryo yang

terinduksi hampir sepuluh kali lipat menjadi 200 embryo dari setiap eksplan yang

ditanam (Ghasemi et al., 2009).

Hal yang sama juga dilaporkan pada tanaman kanola (Brassica napus L.),

yaitu induksi embryo somatik tidak dapat dilakukan pada medium tanpa

penambahan MgSO4, sedangkan pada medium dengan penambahan MgSO4

mampu menginduksi pembentukan embryo somatik (Lim & Loh, 1992). Pada

tanaman Magnolia, penambahan magnesium dengan konsentrasi tinggi mampu

menginduksi pembentukan embryo somatik, sedangkan penambahan magnesium

dengan konsentrasi rendah hanya mampu menginduksi pembentukan kalus tanpa

diikuti pembentukan embryo somatik (Valova et al.,1996)

Pada tanaman kakao, penelitian tentang pengaruh penambahan MgSO4 ke

dalam medium tanam untuk meningkatkan produksi embryo somatik juga telah

dilaporkan. Penambahan konsentrasi MgSO4 ke dalam medium tanam

berpengaruh secara nyata meningkatkan keberhasilan induksi embryo somatik

kakao, tetapi tingkat keberhasilannya masih tergantung pada genotipe kakao yang

digunakan. Pada eksplan petala yang diisolasi dari kakao bergenotipe Sca 6,

penambahan 1,5 x 10-3

M MgSO4 ke dalam medium tanam tidak mampu

menginduksi pembentukan embryo somatik, sedangkan penambahan MgSO4

sebanyak 4 kali lebih tinggi (6 x10-3

M) mampu menginduksi embryo somatik

Pengaruh Penambahan Thidiazuron…, Titin Dwi Hendriyani, FKIP UMP, 2014

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kakaorepository.ump.ac.id/5509/3/Titin Dwi Hendriyani_BAB II.pdf · 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA . 2.1 Tanaman Kakao . Tanaman kakao (Theobroma cacao

29

sampai 40 % (Minyaka et al., 2008). Hal yang berbeda terjadi pada genotipe IMC

6 dimana eksplan yang sama ditanam pada medium dengan penambahan 1,5x10-3

M MgSO4 hanya menginduksi sekitar 7 % embryo dan penambahan MgSO4

sampai konsentasi 6 x10-3

M hanya mampu meningkatkan keberhasilan induksi

embryo kurang dari 15 % (Minyaka et al.;2008).

Penelitian tentang pengaruh penambahan MgSO4 ke dalam medium tanam

terhadap keberhasilan induksi embryo somatik pada tanaman kakao kultivar

Criollo belum pernah dilaporkan, maka pada penelitian ini dilaporkan uji tentang

hal tersebut pada penelitian ini.

2.4.2 Mikronutrien

Unsur hara mikro adalah unsur yang diperlukan dalam jumlah sedikit.

George dan Sherrington (1984) menyebutkan beberapa persenyawaan

mikronutrien yang umum digunakan pada medium kultur jaringan, antara lain:

Klor (Cl), Mangan (Mn), Besi (Fe), Tembaga (Cu), Seng (Zn), Bor (B), dan

Molibdenum (Mo). Unsur – unsur mikro biasanya diberikan dalam bentuk

MnSO4.4H2O, ZnSO4.4H2O, H3BO3, KJ, NaMoO4.2H2O, CuSO4.5H2O dan

CoCl2.6H2O (Indrianto, 2002). Meskipun diperlukan dalam jumlah sedikit, namun

jika tidak ada unsur hara mikro di dalam medium tanam dapat menyebabkan

kelainan pertumbuhan.

2.4.3 Vitamin

Vitamin memilki fungsi katalitik pada sistem enzim dan dibutuhkan dalam

jumlah kecil. Vitamin – vitamin yang sering digunakan dalam media kultur

jaringan antara lain tiamin (vitamin B1), piridoksin (vitamin B6) dan asam

Pengaruh Penambahan Thidiazuron…, Titin Dwi Hendriyani, FKIP UMP, 2014

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kakaorepository.ump.ac.id/5509/3/Titin Dwi Hendriyani_BAB II.pdf · 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA . 2.1 Tanaman Kakao . Tanaman kakao (Theobroma cacao

30

nikotinat. George dan Sherrington (1984) memasukan beberapa macam vitamin

yang umum digunakan pada berbagai medium dasar, antara lain: thiamin-HCl,

niasin, glisin, piridoksin HCl, myo-inositol, asam folat, sianokobalamin,

riboflavin, biotin, kolin klorida, kalsium pantetonat, piridoksin fosfat dan

nikotinamida (Hendaryono & Wijayanti, 1994).

2.4.4 Asam – Asam Amino

Asam –asam amino berperan penting untuk pertumbuhan dan diferensiasi

kalus. Kebutuhan asam amino untuk setiap tanaman berbeda beda. Asparagin dan

Glutamin berperan dalam metabolisme asam amino, karena dapat menjadi

pembawa dan sumber amonia untuk sintesis asam – asam amino baru dalam

jaringan. Adapun asam amino yang umum ditambahkan pada medium adalah:

glutamine, glycine, L-cyteine, L-arginine, L-Aaspartic acid, L-methionine.

(Hendaryono & Wijayanti, 1994).

2.4.5 Gula

Pada kultur in vitro, sel dan jaringan tumbuhan belum sempurna dalam

melakukan asimilasi fotoautotrof, sehingga diperlukan gula sebagai sumber

karbon dan energi. Selain sebagai sumber energi bagi sel dan jaringan, gula juga

berfungsi sebagai penjaga keseimbangan tekanan osmotik potensial didalam

medium. Gula pada umumnya diberikan pada medium kultur berupa sukrosa atau

komponen-komponennya seperti monosakarida glukosa atau fruktosa.

(Hendaryono & Wijayanti, 1994).

Pengaruh Penambahan Thidiazuron…, Titin Dwi Hendriyani, FKIP UMP, 2014

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kakaorepository.ump.ac.id/5509/3/Titin Dwi Hendriyani_BAB II.pdf · 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA . 2.1 Tanaman Kakao . Tanaman kakao (Theobroma cacao

31

2.4.6 Zat Pengatur Tumbuh

Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) merupakan senyawa organik baik yang

disintesis oleh tumbuhan itu sendiri (hormon) maupun senyawa sintetik dalam

konsentrasi sangat rendah mampu mendukung, menghambat, atau menimbulkan

respon bagi tumbuhan (Salisbury & Ross, 1995). Secara umum ada lima

kelompok ZPT yang digunakan dalam kultur jaringan, yaitu auksin, sitokinin.

giberelin, etilen, dan asam abisat (Salisbury & Ross, 1995).

Salah satu ZPT yang banyak digunakan pada kultur jaringan adalah

sitokinin. Sitokinin berperan dalam memacu dalam pembelahan sel dan

pembentukan organ, mendorong pemanjangan sel, menunda penuaan, memacu

perkembangan kloroplas dan sintesis protein (Salisbury & Ross, 1995). Pemberian

sitokinin ke dalam medium, kultur jaringan juga penting dalam meningkatkan

keberhasilan pembelahan sel, ploriferasi pucuk, morfogenesis pucuk,

perkecambahan biji (Zulkarnain, 2009). Pemberian sitokinin dalam konsentrasi

yang relative tinggi akan merangsang pembentukan tunas (Hendaryono &

Wijayanti, 1994). Berbagai macam ZPT golongan sitokinin yaitu BA (benzil

adenin), kinetin (furfuril amino purin), 2-Ip (dimethyl allyl aminopurin), dan

zeatin serta TDZ (Thidiazuron) (Salisbury & Ross, 1995). Salah satu

sitokininyang biasa digunakan dalam kultur jaringan dari golongan sitokinin

adalah Thidiazuron (TDZ)

2.4.6.1 Thidiazuron (TDZ)

Thidiazuron (TDZ) merupakan zat pengatur tumbuh golongan sitokinin

dengan rumus kimia C9H8N4OS dengan berat molekul 220,251 g mol -1

(Gambar

Pengaruh Penambahan Thidiazuron…, Titin Dwi Hendriyani, FKIP UMP, 2014

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kakaorepository.ump.ac.id/5509/3/Titin Dwi Hendriyani_BAB II.pdf · 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA . 2.1 Tanaman Kakao . Tanaman kakao (Theobroma cacao

32

2.7; Windujati, 2011). TDZ merupakan salah satu sitokinin sintetik yang memiliki

kemampuan lebih baik dalam menginduksi tunas, diantara sitokinin lain seperti

benzylaminopurin dan kinetin (Mok & Mok, 2001). ZPT ini berfungsi memacu

pembentukan tunas adventif (Huetterman dan Prece, 1993), menginduksi proses

pembelahan sel secara cepat pada kumpulan sel meristem sehingga terbentuk

primordia tunas (George danSherington, 1984).

Gambar 2.7 Rumus bangun Thidiazuron (Salisbury & Ross, 1995)

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penambahan TDZ ke dalam

medium tanam telah berhasil digunakan untuk menginduksi embryo somatik pada

tanaman cendana (Santalum album L.). Pada tanaman tersebut, penambahan 9 x

10-6

TDZ ke dalam medium MS berhasil menginduksi pembentukan embryo

somatik dengan tingkat keberhasilan mencapai 33 % (Sukmadjaja, 2005). Pada

tanaman pule pandak (Rauvolfia serpentina L.), penambahan 2.7 x 10-5

TDZ yang

dikombinasikan dengan 2,2 x 10-6

2,4-D ke dalam medium MS berhasil

menginduksi embryo dengan tingkat keberhasilan mencapai 100 % (Sugito,

2006).

Pada tanaman kakao, penambahan TDZ ke dalam medium tanam berhasil

menginduksi pembentukan embryo somatik, namun tingkat keberhasilannya

sangat bervariasi tergantung genotipe yang digunakan. Pada genotipe Sca6,

penambahan 22,7 x 10-8

M TDZ ke dalam medium DKW mampu menginduksi

pembentukan embrio somatik dengan tingkat keberhasilan mencapai 100 %,

Pengaruh Penambahan Thidiazuron…, Titin Dwi Hendriyani, FKIP UMP, 2014

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kakaorepository.ump.ac.id/5509/3/Titin Dwi Hendriyani_BAB II.pdf · 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA . 2.1 Tanaman Kakao . Tanaman kakao (Theobroma cacao

33

sedangkan pada genotipe yang lain seperti ICS da Pound hanya berhasil

menginduksi pembentukan embryo somatik dengan tingkat keberhasilan kurang

dari 10 % (Li et al.,1998). Jumlah embryo yang berhasil diinduksi dari setiap

eksplan staminodia yang ditanampun juga bervariasi tergantung genotipe yang

digunakan. Pada Sca6, penambahan 22,7 x 10-8

M TDZ ke dalam medium DKW

mampu menginduksi embryo somatik sebanyak lebih dari 45 embrio per eksplan,

sedangkan pada genotipe Pound dan ICS, penambahan TDZ ke dalam medium

tanam dengan konsentrasi tersebut hanya mampu menginduksi kurang dari 3

embryo per eksplan yang ditanam (Li et al., 1998).

Penelitian penambahan sitokinin ke dalam medium terhadap keberhasilan

induksi embryo somatik kakao kultivar Criollo telah dilakukan (Rahayu, 2013),

namun sitokinin yang digunakan adalah kinetin. Penambahan TDZ ke dalam

medium tanam untuk menginduksi pembentukan embryo somatik kultivar Criollo

belum pernah dilaprokan sehingga pada penelitian ini dlaporkan tentang hal

tersebut untuk pertama kalinya.

Pengaruh Penambahan Thidiazuron…, Titin Dwi Hendriyani, FKIP UMP, 2014