bab ii tinjauan pustaka 2.1 tekanan darah pada …wisuda.unud.ac.id/pdf/1002106090-3-bab ii.pdf ·...

32
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tekanan Darah pada Penderita Hipertensi 2.1.1 Pengertian Tekanan darah merupakan salah satu parameter hemodinamika yang sederhana dan mudah dilakukan pengukurannya. Tekanan darah menggambarkan situasi hemodinamika seseorang saat itu. Hemodinamika adalah suatu keadaan dimana tekanan darah dan aliran darah dapat mempertahankan perfusi atau pertukaran zat di jaringan tubuh (Muttaqin, 2009). Tekanan darah adalah desakan darah terhadap dinding-dinding arteri ketika darah tersebut dipompa dari jantung ke jaringan. Tekanan darah merupakan gaya yang diberikan darah pada dinding pembuluh darah. Tekanan ini bervariasi sesuai pembuluh darah terkait denyut jantung. Tekanan pada arteri besar bervariasi menurut denyutan jantung. Tekanan ini paling tinggi ketika ventrikel berkontraksi (tekanan sistolik) dan paling rendah ketika ventrikel berelaksasi. Tekanan darah digolongkan normal jika tekanan darah sistolik tidak melampaui 140 mmHg dan tekanan darah diastolik tidak melampaui 90 mmHg dalam keadaan istirahat, sedangkan hipertensi adalah tekanan darah tinggi yang bersifat abnormal. Tekanan darah normal bervariasi sesuai usia, sehingga setiap diagnosis hipertensi harus bersifat spesifik usia. Secara umum, seseorang dianggap mengalami hipertensi apabila tekanan darahnya lebih tinggi dari 140 mmHg sistolik atau 90 mmHg diastolik. (Sugiharto, 2007). 9

Upload: lamkien

Post on 31-Jan-2018

225 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tekanan Darah pada Penderita Hipertensi

2.1.1 Pengertian

Tekanan darah merupakan salah satu parameter hemodinamika yang sederhana

dan mudah dilakukan pengukurannya. Tekanan darah menggambarkan situasi

hemodinamika seseorang saat itu. Hemodinamika adalah suatu keadaan dimana

tekanan darah dan aliran darah dapat mempertahankan perfusi atau pertukaran zat di

jaringan tubuh (Muttaqin, 2009).

Tekanan darah adalah desakan darah terhadap dinding-dinding arteri ketika

darah tersebut dipompa dari jantung ke jaringan. Tekanan darah merupakan gaya

yang diberikan darah pada dinding pembuluh darah. Tekanan ini bervariasi sesuai

pembuluh darah terkait denyut jantung. Tekanan pada arteri besar bervariasi menurut

denyutan jantung. Tekanan ini paling tinggi ketika ventrikel berkontraksi (tekanan

sistolik) dan paling rendah ketika ventrikel berelaksasi. Tekanan darah digolongkan

normal jika tekanan darah sistolik tidak melampaui 140 mmHg dan tekanan darah

diastolik tidak melampaui 90 mmHg dalam keadaan istirahat, sedangkan hipertensi

adalah tekanan darah tinggi yang bersifat abnormal. Tekanan darah normal bervariasi

sesuai usia, sehingga setiap diagnosis hipertensi harus bersifat spesifik usia. Secara

umum, seseorang dianggap mengalami hipertensi apabila tekanan darahnya lebih

tinggi dari 140 mmHg sistolik atau 90 mmHg diastolik. (Sugiharto, 2007).

9

Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan

sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik di atas 90 mmHg. Hipertensi

merupakan penyebab utama gagal jantung, stroke, dan gagal ginjal. Disebut juga

sebagai “pembunuh diam-diam” karena orang dengan hipertensi sering tidak

menampakkan gejala. Hipertensi merupakan risiko morbiditas dan mortalitas

premature, yang meningkat sesuai dengan peningkatan tekanan sistolik dan diastolik.

Begitu penyakit ini diderita, tekanan darah pasien harus dipantau dengan interval

teratur karena hipertensi merupakan kondisi seumur hidup (Brunner & Suddarth,

2002).

Sekitar 5% pengidap hipertensi memperlihatkan peningkatan cepat tekanan

darah yang apabila tidak diterapi, menyebabkan kematian dalam 1 atau 2 tahun.

Sindrom klinis ini disebut hipertensi maligna atau dipercepat, ditandai dengan

hipertensi berat (tekanan diastol lebih dari 120 mmHg), gagal ginjal, serta perdarahan

dan eksudat retina, dengan atau tanpa papil edema. Kelainan ini dapat timbul pada

orang yang sebelumnya normotensi, tetapi lebih sering pada pengidap hipertensi

jinak, baik esensial maupun sekunder (Robbins, 2012, 379).

2.1.2 Klasifikasi Hipertensi

2.1.2.1 Klasifikasi berdasarkan Etiologi

a. Hipertensi Primer (Essensial)

Lebih dari 90% pasien dengan hipertensi merupakan hipertensi essensial

(hipertensi primer) (Chobaniam AV, 2003). Beberapa mekanisme yang mungkin

berkontribusi untuk terjadinya hipertensi ini telah diidentifikasi, namun belum

satupun teori yang tegas menyatakan patogenesis hipertensi tersebut. Hipertensi

sering turun temurun dalam suatu keluarga, hal ini setidaknya menunjukkan bahwa

faktor genetik memegang peranan penting pada patogenesis hipertensi primer.

Menurut data, bila ditemukan gambaran bentuk disregulasi tekanan darah yang

monogenik dan poligenik mempunyai kecenderungan timbulnya hipertensi essensial.

Banyak karakteristik dari gen-gen ini yang mempengaruhi keseimbangan natrium,

tetapi juga didokumentasikan adanya mutasi-mutasi genetik yang merubah ekskresi

kallikrein urine, pelepasan nitric oxide, ekskresi aldosteron. Steroid adrenal, dan

angiostensinogen (Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2006).

Salah saru penyebab hipertensi yaitu gaya hidup modern, sebab dalam gaya

hidup modern situasi penuh tekanan dan stress. Dalam kondisi tertekan, adrenalin dan

kortisol dilepas ke aliran darah sehingga menyebabkan peningkatan tekanan darah.

Gaya hidup yang penuh kesibukan juga membuat orang kurang berolah raga dan

berusaha mengatasi stresnya dengan merokok, minum alkohol atau kopi sehingga

resiko terkena hipertensi. Kedua yaitu pola makan yang salah dan yang ketiga adalah

berat badan berlebih (Gunawan, 2007).

b. Hipertensi Sekunder

Kurang dari 10% penderita hipertensi merupakan sekunder dari penyakit

komorbid atau obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan tekanan darah. Obat-obat

tertentu, baik secara langsung ataupun tidak, dapat menyebabkan hipertensi atau

memperberat hipertensi dengan menaikkan tekanan darah. Apabila penyebab

sekunder dapat diidentifikasi, maka dengan menghentikan obat yang bersangkutan

atau mengobati atau mengoreksi kondisi komorbid yang menyertainya sudah

merupakan tahap pertama dalam penanganan hipertensi sekunder (Dosh SA, 2001).

2.1.3 Klasifikasi berdasarkan Derajat Hipertensi

Berikut ini adalah klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa (umur ≥ 18

tahun) berdasarkan JNC-VII (The Joint National Committee On Prevention,

Detection Evaluation, and Treatment Of High Blood Presssure)

Tabel 2. Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC-VII

Klasifikasi Tekanan Darah Tekanan Darah Sistolik

(mmHg)

Tekanan Darah Diastolik

(mmHg)

Normal < 120 < 80

Prehipertensi 120-139 80-89

Hipertensi stage 1 140-159 90-99

Hipertensi stage 2 ≥ 160 ≥ 100

Sumber : Chobaniam AV, 2003, 2560-2572

Klasifikasi tekanan darah mencakup empat kategori, dengan nilai normal pada

tekanan darah sistolik < 120 mmHg dan tekanan darah diastolik < 80 mmHg.

Prehipertensi tidak dianggap sebagai kategori penyakit tetapi mengidentifikasi

pasien-pasien yang tekanan darahnya cenderung meningkat ke klasifikasi hipertensi

di masa yang akan datang. Ada dua tingkat (stage) hipertensi (Chobaniam AV, 2003).

Hipertensi stage 1, sebagian besar penderita hipertensi termasuk dalam

kelompok ini. Sedangkan hipertensi stage 2 merupakan kelompok yang mempunyai

risiko terbesar untuk terkena serangan jantung, stroke atau masalah lain yang

berhubungan dengan hipertensi (Sugiharto, 2007).

2.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tekanan Darah

Tekanan darah dipengaruhi oleh curah jantung dan tahanan perifer. Terdapat

berbagai faktor yang mempengaruhi curah jantung dan tahanan perifer yang akan

mempengaruhi tekanan darah. Hubungan tekanan darah, curah jantung, dan tahanan

perifer dapat dilihat dengan rumus sebagai berikut :

Autoregulasi

TEKANAN DARAH = CURAH JANTUNG x TAHANAN PERIFER

Preload Kontraktilitas Konstriksi Hipertrofi

fungsional struktural

Volume cairan Konstriksi vena

Retensi Na Luas Aktivitas Renin Perubahan

ginjal infiltrasi simpatis angiotensin membran sel

Asupan Na Hiper

Insulinemia

Faktor genetik Stress Faktor genetik Obesitas

Gambar 1. Faktor yang berpengaruh terhadap tekanan darah

Ada beberapa macam faktor yang dapat menyebabkan perubahan tekanan

darah, di antaranya adalah :

a. Faktor yang mempengaruhi hipertensi yang tidak dapat diubah :

1. Umur

Bertambahnya usia, resiko untuk menderita penyakit hipertensi juga semakin

meningkat karena disebabkan berkurangnya elastisitas pembuluh darah. Pada

orang berusia lanjut, arteri lebih keras dan kurang fleksibel, hal ini

mengakibatkan peningkatan tekanan sistolik. Tekanan diastolik juga

meningkat karena dinding pembuluh darah tidak lagi retraksi secara fleksibel

pada penurunan tekanan darah. (Sheps, 2005).

2. Jenis Kelamin

Pada pria umumnya lebih banyak memiliki tekanan darah yang lebih tinggi

daripada perempuan. Hal ini disebabkan dari pola aktivitas dan pengaruh

hormonal. Namun, perempuan yang mengalami menopause lebih variasi

tekanan darahnya karena perubahan hormon berperan dalam perubahan

tekanan darah pada perempuan usia lanjut (Muhammadun AS, 2010).

3. Riwayat Keluarga atau genetik

Seseorang yang anggota keluarganya mempunyai riwayat tekanan darah

tinggi, biasanya penyakit tersebut akan menurun kepada anak-anaknya.

Tentunya faktor ini juga dipengaruhi faktor-faktor lingkungan lain (Sheps,

2005). Beberapa mutasi genetik pada gen-gen pengatur tekanan darah akan

menyebabkan sebuah keluarga lebih rentan terhadap hipertensi daripada

keluarga yang tidak memiliki riwayat hipertensi (Kumar, 2004).

b. Faktor yang mempengaruhi hipertensi yang dapat diubah :

1. Obesitas

Kelebihan berat badan akan mengakibatkan kerja jantung lebih berat dan

dapat menyebabkan hipertropi jantung dalam jangka lama dan tekanan darah

akan naik.

2. Merokok

Merokok merupakan faktor risiko terjadinya hipertensi. Nikotin dalam rokok

akan mengakibatkan peningkatan tekanan darah. Nikotin yang masuk ke

dalam pembuluh darah dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri

dan mengakibatkan proses aterosklerosis denyut jantung meningkat dan

kebutuhan oksigen yang disuplai otot-otot jantung. Nikotin akan menaikkan

tekanan darah baik sistolik maupun diastolik.

3. Stress

Pada situasi stress, saraf simpatis akan meningkatkan tekanan darah

intermien. Stress dengan peninggian aktivitas saraf simpatis menyebabkan

konstriksi fungsional dan hipertrofi struktural. Stress akan menstimulasi

aktivitas saraf simpatis yang akan menyebabkan peningkatan tahanan perifer

dan curah jantung.

4. Konsumsi Garam Berlebih

Diet tinggi garam dapat mengecilkan diameter dari arteri sehingga jantung

harus memompa lebih keras untuk mendorong volume darah yang meningkat

melalui ruang yang semakin sempit, maka terjadilah penyakit hipertensi.

Konsumsi garam berlebih menyebabkan natrium di dalam cairan intraseluler

meningkat. Kenaikan kadar natrium intraselular akan meninggikan kadar

kalium intraselular sehingga akan menyebabkan peninggian tahanan perifer

dan peningkatan tekanan darah.

2.1.5 Patofisiologis Hipertensi

Hipertensi terjadi karena adanya gangguan dalam sistem peredaraan darah dan

menyebabkan darah tidak dapat disalurkan ke seluruh tubuh dengan lancar. Gangguan

tersebut dapat berupa gangguan sirkulasi darah, gangguan keseimbangan cairan

dalam pembuluh darah atau komponen dalam darah yang tidak normal. Hal ini akan

berdampak pada meningkatnya tekanan dalam pembuluh darah (Price & Wilson,

2002).

Penurunan ekskresi natrium pada keadaan tekanan arteri normal merupakan

peristiwa awal dalam hipertensi, kemudian dapat menyebabkan meningkatnya

volume cairan, curah jantung, dan vasokontriksi perifer sehingga tekanan darah

meningkat. Pada keadaan tekanan darah yang lebih tinggi, ginjal dapat

mengekskresikan lebih banyak natrium untuk mengimbangi asupan dan mencegah

retensi cairan. Hal ini menyebabkan peningkatan stabil tekanan darah (Price &

Wilson, 2002).

Pengaruh vasokontriksi merupakan penyebab primer hipertensi. Selain itu,

pengaruh vasokontroksi yang kronis atau berulang dapat menyebabkan penebalan

struktural pembuluh resistensi. Perubahan struktural pada dinding pembuluh mungkin

terjadi pada awal hipertensi, mendahului dan bukan mengikuti vasokontriksi

(Robbins, 2012).

2.1.6 Komplikasi Hipertensi

Tekanan darah tinggi dalam jangka waktu lama akan merusak endhotel arteri

dan mempercepat atherosclerosis. Komplikasi dari hipertensi termasuk rusaknya

organ tubuh seperti jantung, mata, ginjal, otak, dan pembuluh darah besar. Bila

penderita hipertensi memiliki faktor-faktor resiko kardiovaskuler lain maka akan

meningkatkan mortalitas dan morbiditas akibat gangguan kardiovaskulernya tersebut

(Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2006).

Hipertensi yang tidak diobati akan mempengaruhi semua sistem organ dan

akhirnya akan memperpendek harapan hidup sebesar 10-20 tahun. Menurut Gray

(2005) kerusakan organ yang terjadi berkaitan dengan derajat keparahan hipertensi.

Perubahan-perubahan utama organ yang terjadi akibat hipertensi adalah :

a. Jantung

Komplikasi berupa infark miokard, angina pektoris, dan gagal jantung.

b. Ginjal

Terjadinya gagal ginjal dikarenakan kerusakan progresif akibat tekanan tinggi

pada kapiler-kapiler ginjal, glomerulus. Rusaknya glomerulus, darah akan

mengalir ke unit-unit fungsional ginjal dan nefron akan terganggu sehingga

menjadi hipoksik dan kematian. Rusaknya membrane glomerulus, protein akan

keluar melalui urin sehingga tekanan osmotik koloid plasma berkurang dan

menyebabkan edema.

c. Otak

Komplikasi berupa stroke dan serangan iskemik. Stroke dapat terjadi pada

hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak mengalami

hipertrofi dan menebal sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang diperdarahi

berkurang.

d. Mata

Komplikasi berupa perdarahan retina, gangguan penglihatan, hingga kebutaan

2.1.7 Mekanisme Fisiologis Pengaturan Tekanan Darah pada Penderita

Hipertensi

Tekanan darah bergantung pada curah jantung dan tahanan perifer. Curah

jantung dipengaruhi oleh frekuensi denyut jantung dan stroke volume. Frekuensi

denyut jantung dipengaruhi oleh saraf simpatis yang akan meningkatkan frekuensi

dan saraf parasimpatis yang akan menurunkan frekuensi denyut jantung. Aliran balik

vena diatur oleh saraf simpatis yang akan mengkonstriksikan pembuluh darah vena.

Tekanan darah juga dipengaruhi oleh volume darah yang bergantung pada

keseimbangan cairan dan elektrolit yang diatur oleh sistem renin-angiotensin-

aldosteron (Sherwood, 2004).

Di samping itu, pengaruh tekanan darah adalah tahanan perifer total yang

dipengaruhi oleh diameter arteriola dan viskositas darah. Saraf simpatis juga akan

mempengaruhi diameter arteriola dengan memberikan efek vasokonstriksi.

Vasopresin dan angiotensin II merupakan zat vasokonstriktor yang mempengaruhi

diameter arteriola (Sherwood, 2004).

Sistem renin-angiotensin-aldosteron merupakan sistem endokrin yang paling

penting dalam mengontrol tekanan darah Renin dilepas sebagai jawaban terhadap

stimulasi dari sistem saraf simpatis dan juga bertanggung jawab mengkonversi

substrat renin (angiotensinogen) menjadi angiotensin II di paru-paru oleh angotensin

converting enzyme. Angiotensin II adalah vasokonstriktor yang kuat dan

mengakibatkan peningkatan tekanan darah serta menstimulasi pelepasan aldosteron

dari zona glomerulosa kelenjar adrenal yang mengakibatkan tekanan darah yang

berkaitan dengan retensi garam dan air (Lumantobing, 2008).

Sistem saraf simpatis dibagi menjadi tiga, yaitu serabut saraf simpatis

pembuluh darah, dan serabut saraf simpatis jantung. Serabut vasokonstriktor simpatis

terdapat hampir di seluruh pembuluh darah di dalam tubuh dan akan mengeluarkan

norepinephrine yang akan berikatan dengan adrenoreseptor dalam membran sel otot

polos pembuluh darah. Serabut vasokonstriktor simpatis menerima perintah dari area

vasomotor di medulla sedangkan serabut vasodilator simpatis menerima perintah dari

korteks serebral yang berhubungan dengan neuron di hipotalamus (Boron &

Boulpaep, 2005). Sistem simpatis mempengaruhi jantung yang membentuk plexus di

dekat jantung. Serat postganglion yang mensekresikan norepinephrine, menpersarafi

SA node, atrium, dan ventrikel, sehingga meningkatkan frekuensi dan kontraktilitas

jantung. Saraf simpatis yang masuk di bagian kanan lebih mempengaruhi frekuensi

jantung karena banyak mempersarafi SA node, namun saraf simpatis yang masuk

melalui bagian kiri lebih mempengaruhi kontraktilitas (Boron & Boulpaep, 2005).

Saraf parasimpatis hanya berperan kecil dalam pengaturan sirkulasi dan

pengaruh yang paling penting terhadap sirkulasi adalah pengaturan frekuensi jantung

melalui serabut saraf parasimpatis menuju ke jantung melalui nervus vagus.

Perangsangan saraf parasimpatis yang menuju ke jantung akan menyebabkan

pelepasan hormon asetilkolin pada ujung saraf vagus. Hormon ini akan menurunkan

frekuensi irama nodus sinus dan menurunkan eksitabilitas serabut penghubung A-V

yang terletak diantara otot-otot polos atrium dan nodus A-V (Guyton, 2007).

Seluruh bagian dari medulla yang mengatur regulasi jantung disebut medullary

cardiovascular center yang dibagi menjadi cardiac dan vasomotor center dan bagian

tersebut dibagi lagi menjadi cardioacceletory dan cardioinhibitory serta area

vasokonstriktor dan vasodilator. Aktivitas cardiac center dipengaruhi oleh

baroreseptor, kemoreseptor, dan bagian otak yang lebih tinggi khususnya hipotalamus

(Boron & Boulpaep, 2005; Sherwood, 2004).

Gambar 2. Mekanisme pengaturan tekanan darah (Sumber : Sherwood, 2004)

2.1.8 Penatalaksanaan Hipertensi

2.1.8.1 Penatalaksanaan Farmakologi

Keputusan untuk memberikan obat antihipertensi berdasarkan beberapa faktor

seperti derajat tekanan darah, terdapatnya kerusakan organ target, dan terdapatnya

manifestasi klinis penyakit kardiovaskuler atau faktor resiko lain (Sugiharto, 2007).

Terdapat sembilan kelas obat antihipertensi. Diuretik, penyekat beta,

penghambat enzim konversi angiotensin, penghambat reseptor angiotensin, dan

antagonis kalsium dianggap sebagai obat antihipertensi utama. Kebanyakan pasien

dengan hipertensi memerlukan dua atau lebih obat antihipertensi untuk mencapai

target tekanan darah yang diinginkan. Yang harus diperhatikan adalah resiko untuk

hipotensi ortostatik, terutama pada pasien-pasien dengan diabetes, disfungsi

autonomik, dan lansia (Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2006).

2.1.8.2 Penatalaksanaan Non Farmakologi

Pendekatan non farmakologi merupakan penanganan awal sebelum

penambahan obat-obatan hipertensi. Pada pasien hipertensi yang terkontrol,

pendekatan non farmakologi dapat membantu pengurangan dosis obat pada sebagian

penderita (Suyono, 2001).

Pengobatan non farmakologis sama pentingnya dengan pengobatan

farmakologis, terutama pada pengobatan hipertensi derajat satu. Pengobatan non

farmakologis dapat mengendalikan tekanan darah sehingga pengobatan farmakologis

tidak diperlukan atau pemberiannya dapat ditunda. Jika obat antihipertensi

diperlukan, pengobatan farmakologis dapat dipakai sebagai pelengkap untuk

mendapatkan hasil pengobatan yang lebih baik (Sugiharto, 2007).

Penderita hipertensi dianjurkan untuk berhenti merokok dan mengurangi

asupan alkohol. Olah raga yang teratur terbukti dapat menurunkan tekanan darah.

Olah raga dapat menimbulkan perasaan santai dan mengurangi berat badan sehingga

dapat menurunkan tekanan darah. Pengurangan asupan garam, penurunan konsumsi

lemak jenuh dan meningkatkan konsumsi lemak tidak jenuh, serta upaya penurunan

berat badan dapat menurunkan tekanan darah sehingga dapat digunakan sebagai

langkah awal pengobatan hipertensi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa

beberapa mineral bermanfaat mengatasi hipertensi, seperti kalium terbukti dapat

mengurangi resiko terjadinya stroke dan penurunan tekanan darah arteri dimana

terdapat pada seledri, kol, dan jamur. Mengkonsumsi kalsium dan magnesium yang

terdapat pada kacang-kacangan, susu, dan produk susu juga bermanfaat dalam

penurunan tekanan darah (Sugiharto, 2007).

Salah satu pengobatan non farmakologis adalah dengan terapi bekam.

Melakukan terapi bekam secara rutin dapat memelihara atau mengontrol tekanan

darah dan menjaga fungsi organ tubuh. Bekam juga bermanfaat untuk memperbaiki

fungsi hati agar dapat berperan secara maksimal dalam mengatur aliran darahnya.

Pada jantung, bekam akan meringankan kerja jantung dalam memompa darah

sehingga memperlancar aliran darah dalam tubuh (Umar, 2012). Titik pembekaman

pada penderita hipertensi diutamakan di beberapa titik di punggung karena titik-titik

tersebut dapat menurunkan tekanan darah secara cepat (Sharaf, 2012).

2.1.9 Cara Mengukur Tekanan Darah

Tekanan darah arteri dapat diukur baik secara langsung maupun tidak

langsung. Metode langsung memerlukan insersi kateter kecil ke dalam arteri.

Pemantauan tekanan darah secara langsung hanya dilakukan untuk situasi perawatan

intensif. Metode tidak langsung yang paling umum memerlukan penggunaan

sfignomanometer dan stetoskop. Perawat mengukur tekanan darah secara tidak

langsung dengan menggunakan auskultasi dan palpasi. Auskultasi merupakan teknik

yang paling sering digunakan (Potter & Perry, 2005).

Ada beberapa yang harus diperhatikan sebelum mengukur tekanan darah

sebab apabila tidak diperhatikan akan mempengaruhi hasil tekanan darah.

Pemeriksaan tekanan darah sebaiknya dilakukan dalam posisi duduk dengan siku

lengan menekuk di atas meja dengan posisi telapak tangan menghadap ke atas dan

posisi lengan setinggi jantung (Umar, 2012). Beberapa langkah yang dilakukan pada

pemeriksaan tekanan darah menggunakan sfignomanometer dan stetoskop adalah

sebagai berikut :

a. Manset dipasang pada lengan atas dengan batas bawah manset 2-3 cm dari lipat

siku dan posisi pipa manset harus menekan tepat di atas denyutan arteri dari lipat

siku (arteri brakialis)

b. Stekoskop diletakkan tepat di atas arteri brakialis

c. Raba denyut arteri pada pergelangan tangan (arteri radialis)

d. Manset dipompa hingga denyut arteri radialis menghilang dan terus dipompa

hingga tekanan manset mencapai 30 mmHg setelah denyut arteri radialis

menghilang

e. Katup manset lalu dibuka dan tekanan manset dibiarkan menurun perlahan

dengan kecepatan 2-3 mmHg/detik

f. Bila bunyi pertama terdengar, itulah tekanan sistolik dan bunyi terakhir yang

masih terdengar adalah tekanan diastolik

g. Turunkan tekanan manset sampai 0 mmHg kemudian manset dilepaskan dari

tangan

2.2 Terapi Bekam Basah

2.2.3 Pengertian Terapi Bekam Basah

Bekam merupakan pengobatan yang sudah ada sejak 2000 tahun sebelum

Masehi. Sebagai pengobatan yang paling lama, bekam sudah dikenal luas di

masyarakat dengan segala versinya, seperti cupping therapy, kop, blood letting

therapy, al-hijamah, candhuk, dan lain-lainnya. Tidak hanya di Indonesia,

pengobatan bekam juga menyebar rata di semua benua (Umar, 2012).

Terapi bekam basah adalah metode penyembuhan dengan mengeluarkan darah

perifer melalui permukaan kulit dengan cara melukai kulit dengan jarum dilanjutkan

dengan penghisapan menggunakan piranti kop yang divakumkan. Terapi bekam

terbagi menjadi dua, bekam kering dan bekam basah. Terapi bekam kering dilakukan

dengan penghisapan pada permukaan kulit di bagian tubuh tertentu menggunakan

piranti kop vakum selama 3-4 menit. Terapi bekam basah di awali dengan pengkopan

pada daerah tertentu selama 3-4 menit. Setelah cup dilepas, dilakukan perlukaan

daerah yang sama menggunakan jarum steril, dilanjutkan dengan cupping berikutnya

(Majid, 2009).

2.2.4 Titik Bekam

Penentuan titik bekam merupakan hal yang pokok dalam terapi bekam. Terapi

bekam menggunakan mekanisme jaring dan prinsip perwakilan jadi tidak semua

bagian tubuh dilukai untuk mengeluarkan darah. Menurut asas fisiologi, bagian depan

tubuh tidak dianjurkan. Tubuh bagian belakang berdekatan dengan pusat susunan

saraf otak dan sumsum tulang belakang. Titik perwakilan yang dimaksud adalah

ganglion yang menyebar di kanan dan kiri tulang belakang. Dengan aplikasi terapi

pada titik-titik perwakilan, dapat terjadi perbaikan pada berbagai organ dan bagian

tubuh. Ganglion-ganglion saling bergabung membentuk pleksus simpatis. Terdapat

tiga bagian utama ganglion yang membentuk pleksus masing-masing mewakili

berbagai organ, yaitu pleksus jantung, pleksus seliaka, dan pleksus mesentrikus

(Majid, 2009).

Menurut Majid (2009) berdasarkan letak ganglion tersebut, pemilihan titik

bekam yang efektif sekaligus memininalkan terjadinya anemia pada saat perlukaan

dapat dipetakan sebagai berikut :

Gambar 3. Titik Bekam (Sumber : Majid, 2009, 34)

a. Titik 1 atau titik kahil terletak disekitar tonjolan tulang leher belakang nomor 7

(processus spinosus vertebaecervicalis VII). Pada terapi bekam dikenal dengan

istilah titik atas yang dapat memperbaiki sirkulasi darah menuju otak.

b. Titik 2 dan 3 atau titik paru-paru belakang terletak pada linea paravertebralis

dextra dan sinistra, pada vertebra thoracal ke 3-4. Titik bekam pada posisi ini

membantu mengeluarkan gas toksik yang berada di paru, mengeluarkan pathogen

yang terdapat di hati dan juga membantu kelancaran peredaran darah menuju

jantung.

c. Titik 4 dan 5 atau titik liver belakang terletak pada linea paravertebralis dextra

dan sinistra, pada vertebra thoracal ke 9-10. Titik ini mewakili organ-organ tubuh

berfungsi untuk produksi darah, yaitu hati dan sumsum tulang belakang dan sangat

efektif untuk meningkatkan daya imun.

d. Titik 6 dan 7 atau titik ginjal terletak pada linea paravertebralis dextra dan

sinistra, pada vertebra lumbal ke 2-3. Titik ini merupakan titik-titik yang mewakili

wilayah tubuh bagian tengah hingga bawah, yaitu saluran pencernaan dan ginjal.

2.2.5 Alat Bekam

Menurut Asosiasi Bekam Indonesia (Divisi Diklat dan Litbang Asosiasi Bekam

Indonesia, 2012) untuk menunjang kenyamanan terapi bekam dibutuhkan alat yang

sekiranya cukup lengkap, antara lain :

a. Kop Bekam

Gambar 4. Kop Bekam (Sumber : nabawi.org)

Kop bekam berfungsi untuk menarik kulit dan darah dari tubuh pasien. Cara

penggunaannya adalah pertama tentukan tempat atau lokasi yang akan dibekam,

kemudian sedot tiga hingga lima kali atau sesuaikan dengan daya tahan tubuh

pasien.

b. Pompa Bekam

Gambar 5. Pompa Bekam (Sumber : nabawi.org)

Pompa bekam berfungsi sebagai pegangan atau alat untuk memudahkan agar kop

bekam dapat ditarik dengan mudah. Cara penggunaannya adalah tempelkan ujung

pompapada ujung kop bekam, kemudian tarik beberapa kali sampai kop bekam

dapat menempel dengan baik pada area titik bekam.

c. Lancing Device

Gambar 6. Lancing Device (Sumber : Divisi Diklat dan Litbang Asosiasi Bekam

Indonesia, 2012, 38)

Lancing Device berfungsi untuk memasang lancet atau jarum steril. Cara

penggunaannya adalah buka penutup lancing kemudian masukkan lancetke dalam

lubang ujung lancing dan tutup kembali. Setting ukuran kedalaman pada lancing

device atau pen lancet, kemudian tekan pematik pen lancet agar terjadi luka kecil

pada permukaan kulit.

d. Lancet atau Jarum Steril

Gambar 7. Lancet (Sumber : nabawi.org)

Lancet atau Jarum Steril yaitu alat yang digunakan untuk perlukaan pada titik

bekam. Cara penggunaannya adalah masukkan gagang lancet pada lancing device

dan pastikan sudah masuk dengan sempurna, kemudian buka kepala jarumnya.

e. Handscoon

Gambar 8. Handscoon (Sumber : nabawi.org)

Handscoon berfungsi untuk melindungi kontak langsung antara pembekam dan

pasien dari zat-zat atau materi berbahaya yang dapat merugikan kedua belah pihak.

Cara penggunaannya adalah masukkan kedua tangan ke dalam handscoon atau

sarung tangan sebelum kontak langsung dengan tubuh pasien.

f. Masker

Gambar 9. Masker (Sumber : nabawi.org)

Masker berfungsi sebagai media untuk proteksi terhadap penyebaran pathogen dari

pasien dan atau penterapisnya. Cara penggunaannya adalah sangkutkan karet yang

berada di kedua sisi masker pada ke dua telinga.

g. Kassa Steril

Gambar 10. Kassa Steril (Sumber : Divisi Diklat dan Litbang Asosiasi Bekam

Indonesia, 2012, 40)

Kassa steril berfungsi untuk membersihkan lokasi pembekaman pada permukaan

kulit pasien, baik sebelum atau sesudah pembekaman dan untuk membersihkan

darah bekam dan juga sebagai penutup luka bekas bekam agar luka terbuka tidak

terinfeksi. Cara penggunaannya adalah berikan minyak herbal pada kassa steril

dan jepit dengan menggunakan klem arteri, kemudian usapkan dengan lembut

pada area bekam dengan gerakan memutar dari tengah ke luar.

h. Baskom Stainless

Gambar 11. Baskom Stainless (Sumber : Divisi Diklat dan Litbang Asosiasi

Bekam Indonesia, 2012, 40)

Baskom stainless berfungsi untuk menampung gelas bekam yang sedang atau telah

dipakai. Cara penggunaannya adalah lepaskan kop bekam yang ada di tubuh

pasien, kemudian letakkan dalam baskom stainless.

i. Nampan Stainless

Gambar 12. Nampan Stainless (Sumber : Divisi Diklat dan Litbang Asosiasi

Bekam Indonesia, 2012, 41)

Nampan stainless berfungsi untuk menyimpan perlengkapan bekam, terutama kop,

lancing device, lancet, pompa yang belum dipakai, dan beberapa perlengkapan

lainnya. Cara penggunaannya adalah letakkan alat bekam seperti kop, lancing

device, lancet, pompa dan beberapa perlengkapan lainnya yang belum digunakan

ke dalam nampan stainless.

j. Neirbeken

Gambar 13. Neirbeken (Sumber : nabawi.org)

Neirbeken berfungsi untuk menampung lancing device dan klem arteri yang

sedang digunakan. Cara penggunaannya adalah letakkan lancing device dan klem

arteri yang sedang digunakan atau sudah digunakan.

k. Baskom Stainless Tertutup

Gambar 14. Baskom Stainless Tertutup (Sumber : Divisi Diklat dan Litbang

Asosiasi Bekam Indonesia, 2012, 41)

Baskom stainless tertutup berfungsi untuk menampung sementara darah bekam.

Cara penggunaannya adalah masukkan darah bekam pasien dalam baskom

stainless tertutup, kemudian buang darah bekam ke dalam wadah penampung

khusus.

l. Tempat Sampah

Gambar 15. Tempat sampah (Sumber : Divisi Diklat dan Litbang Asosiasi Bekam

Indonesia, 2012, 41)

Tempat sampah berfungsi untuk menampung limbah berupa kassa steril, sarung

tangan, dan masker. Cara penggunaannya adalah masukkan kantung plastik ke

dalam tempat sampah sebelum digunakan. Sediakan dua tempat sampah dan

masukkan kantung plastik warna kuning untuk limbah infeksius dan warna hitam

untuk limbah domestik pada dalam tempat sampah sebelum digunakan.

m. Skort atau Apron

Gambar 16. Skort atau Apron (Sumber : Divisi Diklat dan Litbang Asosiasi

Bekam Indonesia, 2012, 42)

Skort atau apron berfungsi untuk melindungi tubuh atau baju pembekam dari

percikan darah bekam dan minyak herbal. Cara penggunaannya adalah kenakan

saat akan melakukan pembekaman.

n. Goggle

Gambar 17. Goggle (Sumber : Divisi Diklat dan Litbang Asosiasi Bekam

Indonesia, 2012, 43)

Goggle atau kaca mata berfungsi untuk melindungi mata dari percikan darah yang

mungkin terjadi saat membekam. Cara penggunaannya adalah kenakan saat mulai

membekam sampai proses pembekaman selesai.

o. Minyak Herbal

Gambar 18. Minyak herbal (Sumber : nabawi.org)

Minyak herbal berfungsi sebagai media pelembut kulit dan anti septik yang

digunakan sebelum dan sesudah pembekaman. Cara penggunaannya adalah lumuri

area kulit yang akan dibekam dengan menggunakan kassa steril.

2.2.6 Proses Terapi Bekam Basah

Bekam basahmerupakan pengobatan yang terdiri dari empat proses, yaitu

penghisapan kulit dan jaringan bawah kulit, pembiaran gelas dalam posisi tekanan

negatif, pengeluaran darah, dan titik yang tepat (Umar, 2012).

a. Proses penghisapan akan merangsang syaraf-syaraf pada permukaan kulit.

Rangsangan ini akan dilanjutkan pada cornu posterior medulla spinalis ke

thalamus yang akan menghasilkan endorphin dan sebagian rangsangan akan

diteruskan melalui serabut aferen simpatik menuju motor neuron dan

menimbulkan refleks intubasi simpatis sehingga menimbulkan intubasi nyeri

secara general melalui siklus endorphin dan segmental simpatis.

b. Tekanan negatif yang ditimbulkan dari penghisapan menyebabkan kongesti pasif

dari jaringan lokal di permukaan superfisial serta meningkatkan dilatasi pembuluh

darah. Hal ini akan meningkatkan volume aliran darah dan mempercepat sirkulasi

darah sehingga suplai darah ke kulit menjadi lebih baik. Selain itu juga

menyebabkan jaringan kulit dan darah dalam keadaan hipoksia karena oksigen

terhisap oleh gelas bekam. Kondisi ini akan mengaktifkan hipoxia inducible factor

dan menstimulasi hormon Epo sehingga terjadi regenerasi eritrosit. Proses ini juga

menimbulkan efek anestesi pada ujung-ujung syaraf sensorik sehingga mampu

mengurangi rasa nyeri pada pasien dan membantu mengurangi rasa nyeri saat

poses penyayatan untuk mengeluarkan darah.

c. Pada proses pengeluaran darah , suhu kulit di area local akan meningkat dan

terjadilah proses perbaikan metabolisme. Proses ini mengakibatkan perbaikan

sirkulasi darah, membuang stasis darah, membuang patogen angin dan patogen

basah, melancarkan darah, membuang patogen dingin dan meredakan nyeri.

d. Proses terakhir adalah titik yang tepat. Bekam pada titik yang tepat akan

menimbulkan proses pengobatan yang lebih efektif dan berlipat.

2.2.7 Mekanisme Terapi Bekam Basah

Bekam adalah cara pengobatan dengan membekam titik-titik di permukaan

kulit. Titik yang dibekam bisa berupa titik akupuntur, akupresur, refleksi, dan yang

sedang berkembang di Indonesia adalah membekam pada titik-titik meridian

akupuntur. Titik meridian adalah bagian tertentu dari tubuh yang sangat sensitif.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa titik meridian mengandung kumpulan

syaraf dan motor-neuron dan pembuluh darah mikrovaskuler. Titik meridian juga

disebut motor point yang terletak pada perlekatan otot syaraf. Otot-otot tersebut

mengandung banyak mitokondria, pembuluh darah, dan mioglobin. Jika bekam

dilakukan tepat pada titik-titik tadi akan terjadi proses pada kapiler dan arteriola,

peningkatan jumlah leukosit, limfosit, dan sistem retikulo-endothelial, pelepasan

ACTH, kortison, endorphin, enkefalin, dan faktor humoral lain. Selain itu juga terjadi

efek anti peradangan, penurunan serum lemak trigliserida, fosfolipida, dan kolesterol

LDL, merangsang proses lipolisis jaringan lemak dan mengatur kadar glukosa darah

agar normal (Umar, 2008).

Proses penyembuhan terjadi apabila bekam dilakukan pada titik-titik meridian

tersebut dimana titik tersebut akan bekerja langsung pada sistem endokrin,

metabolisme, dan peningkatan imunitas. Selain itu akan terjadi pelepasan zat

neuorokimia seperti endorphin yang bisa mengurangi nyeri. Nyeri akan hilang

disertai dengan peningkatan oksigen dan aliran darah dari titik pembekaman sehingga

menyebabkan otot menjadi rileks. Pada setiap penghisapan kulit akan diikuti dengan

pengumpulan jaringan bawah kulit dan darah, serta komponen yang terdapat di

bawah kulit. Penghisapan akan merangsang syaraf-syaraf pada pemukaan kulit dan

akan dilanjutkan pada cornu posterior medulla spinalis serta traktus spino thalamikus

ke arah thalamus yang akan menghasilkan endorphin. Sebagian rangsangan akan

diteruskan melalui serabut aferen simpatik menuju ke motor neuron dan

menimbulkan refleks intubasi nyeri secara general melalui siklus endorphin dan

segmental simpatis (Umar, 2008).

Akibat tekanan negatif yang ditimbulkan dari penghisapan menyebabkan

kongesti pasif dari jaringan lokal di permukaan superfisial dan meningkatkan dilatasi

pembuluh darah sehingga akan meningkatkan volume aliran darah dan mempercepat

sirkulasi darah dan suplai darah ke kulit menjadi lebih baik. dengan demikian, sel-sel

di permukaan kulit dan jaringan bawah kulit dapat dipertahankan daya vitalitasnya.

Pada bekam basah, setelah penghisapan kulit akan dilanjutkan dengan mengeluarkan

darah sehingga suhu kulit di area lokal akan meningkat dan disertai dengan dilatasi

kapiler dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah sehingga menghasilkan

perbaikan metabolisme. Terjadinya proses penekanan titik-titik pembekaman di

bawah kulit di sepanjang meridian karena adanya efek penghisapan dan penarikan

kulit karena tekanan negatif. Dapat dikatakan bahwa efek terapi tidak hanya

mengenai bagian permukaan kulit yang dibekam saja akan tetapi bisa menembus ke

dalam jaringan di bawahnya. (Umar, 2008).

2.2.8 Kontraindikasi Bekam Basah

Meskipun bekam terbukti efektif, namun tidak semua orang atau bagian tubuh

bisa dilakukan pembekaman. Ada beberapa pertimbangan, antara lain :

a. Kulit keriput

b. Anemia

c. Mengkonsumsi obat pengencer darah

d. Penyakit kulit kronis

e. Demam tinggi

f. Hipotensi

g. Kelainan darah (hemofilia dan kanker darah)

h. Oedema anasarka

i. Kelainan pembuluh darah

j. Trombosit rendah

k. Adanya infeksi terbuka

l. Mengalami dehidrasi

m. Hipotermi

2.3 Pengaruh Terapi Bekam Basah terhadap Penurunan Tekanan Darah

Memilih titik yang tepat maka bekam basah akan membantu penanganan

hipertensi. Titik bekam disesuaikan keluhan dan ada atau tidaknya komplikasi karena

titik bekam pada satu pasien bisa berbeda dengan pasien lainnya. Titik utama pada

hipertensi adalah titik 1 atau titik kahil, titik 2 dan 3 atau titik paru-paru belakang,

titik 4 dan 5 atau titik liver belakang, dan titik 6 dan 7 atau titik ginjal. Ketujuh titik

ini bisa diberikan pada semua kasus hipertensi. Titik kahil terletak di sekitar tonjolan

tulang leher belakang nomor 7 (processus spinosus vertebaecervicalis VII). Titik

paru-paru belakang terletak pada linea paravertebralis dextra dan sinistra, pada

vertebra thoracal ke 3-4. Titik liver belakang terletak pada linea paravertebralis

dextra dan sinistra, pada vertebra thoracal ke 9-10. Titik ginjal terletak pada linea

paravertebralis dextra dan sinistra, pada vertebra lumbal ke 2-3 (Umar, 2012).

Mekanisme penyembuhan bekam basah pada hipertensi didasarkan atas teori

aktivasi organ, dimana bekam akan mengaktivasi organ yang mengatur aliran darah

seperti hati, ginjal, dan jantung agar organ-organ ini tetap aktif dalam mengatur

peredaran darah sehingga tekanan darah tetap terjaga. Bekam juga berusaha

menyeimbangkan secara alamiah bila ada tekanan darah yang meningkat (Umar,

2012).

Pembekaman di kulit akan menstimulasi kuat saraf permukaan kulit yang akan

dilanjutkan pada cornu posterior medulla spinalis melalui saraf A-delta dan C, serta

traktus spino thalamicus ke arah thalamus yang akan mengahasilkan endorphin.

Sebagian rangsangan akan diteruskan melalui serabut aferen simpatis menuju motor

neuron dan menimbulkan reflek intubasi nyeri dan dilatasi pembuluh darah.

Selanjutnya endorphin akan meningkatkan aktivitas saraf simpatis sehingga curah

jantung akan menurun dan tekanan darah akan turun. Meningkatnya aktivitas saraf

simpatis juga akan mempengaruhi dilatasi diameter arteriola sehingga otot halus yang

terdapat pada dindingnya akan membuat pembuluh darah menjadi lebih lebar

sehingga tahanan perifer total menurun dan tekanan darah akan menurun (Ridho,

2012).

Gambar 19. Mekanisme terapi bekam terhadap penurunan tekanan darah (Sumber :

Ridho, 2012)