bab ii tinjauan pustaka a. kekambuhan...
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kekambuhan gangguan jiwa
1. Pengertian
Kekambuhan adalah peristiwa timbulnya kembali gejala-gejala
yang sebelumnya sudah memperoleh kemajuan (Stuart dan Laraia, 2001).
Pada gangguan jiwa kronis diperkirakan mengalami kekambuhan 50%
pada tahun pertama, dan 70% pada tahun kedua (Yosep, 2006).
Kekambuhan biasanya terjadi karena adanya kejadian – kejadian buruk
sebelum mereka kambuh (Wiramihardja, 2007).
a. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kekambuhan penderita
gangguan jiwa dalam Keliat, 1996 meliputi :
1) Klien
Sudah umum diketahui bahwa klien yang gagal memakan obat
secara teratur mempunyai kecenderungan untuk kambuh.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa 25% - 50% klien
pulang dari rumah sakit tidak memakan obat secara teratur
(Appleton (1982) dikutip oleh Sullinger (1998)).
2) Dokter
Makan obat secara teratur dapat mengurangi frekuensi
kekambuhan, namun pemakaian obat neuroleptik yang lama dapat
8
menimbulkan efek samping Tardive Diskinesia yang dapat
mengganggu hubungan sosial seperti gerakan tidak terkontrol.
Dokter yang memberi resep diharapkan tetap waspada
mengidentifikasi dosis terapeutik yang dapat mencegah kambuh
dan menurunkan efek samping.
3) Penanggung Jawab Klien (case manager)
Setelah klien pulang kerumah maka perawat Puskesmas tetap
bertanggung jawab atas program adaptasi klien di rumah.
4) Keluarga
Klien yang tinggal dengan keluarga dengan ekspresi emosi yang
tinggi diperkirakan kambuh dalam waktu 9 bulan. Hasilnya 57
persen kembali dirawat dari keluarga dengan ekspresi emosi tinggi
dan 17% kembali dirawat dengan ekspresi emosi rendah (Vaugh
dan Snyder).
5) Lingkungan sekitar
Lingkungan sekitar tempat tinggal klien yang tidak mendukung
dapat juga meningkatkan frekuensi kekambuhan. Misalnya
masyarakat menganggap klien sebagai individu yang tidak berguna,
mengucilkan klien, mengejek klien dan seterusnya.
b. Menurut Murphy, M. F., & Moller, M.D. (1993), faktor risiko untuk
kambuh dalam Videbeck, 2008 adalah :
1) Faktor risiko kesehatan
a) Gangguan sebab dan akibat berpikir
9
b) Gangguan proses informasi
c) Gizi buruk
d) Kurang tidur
e) Kurang olahraga
f) Keletihan
g) Efek samping pengobatan yang tidak dapat ditoleransi
2) Faktor risiko lingkungan
a) Kesulitan keuangan
b) Kesulitan tempat tinggal
c) Perubahan yang menimbulkan stress dalam peristiwa
kehidupan
d) Keterampilan kerja yang buruk, ketidakmampuan
mempertahankan pekerjaan
e) Tidak memiliki transportasi/sumber – sumber
f) Keterampilan sosial yang buruk, isolasi social, kesepian
g) Kesulitan interpersonal
3) Faktor risiko perilaku dan emosional
a) Tidak ada kontrol, perilaku agresif, atau perilaku kekerasan
b) Perubahan mood
c) Pengobatan dan penatalaksanaan gejala yang buruk
d) Konsep diri rendah
e) Penampilan dan tindakan berbeda
f) Perasaan putus asa
10
g) Kehilangan motivasi
c. Gejala- gejala kambuh
Herz dan Menville (1980, dikutip oleh Sullinger, 1988) dalam Keliat,
(1996) mengkaji gejala kambuh yang diidentifikasi oleh klien dan
keluarganya, yaitu nervous, tidak nafsu makan, sukar konsentrasi, sulit
tidur, depresi, tidak ada minat dan menarik diri. Pada gangguan jiwa
psikotik akan timbul gejala positif yang lebih aktif seperti waham,
halusinasi, gangguan pikiran, ekoprasia, asosiasi longgar, flight of
ideas (Videbeck, 2008).
d. Strategi yang dapat membantu keluarga untuk mencegah
kekambuhan:
1) Mengenali tanda kambuh.
2) Menjalani pengobatan yang sesuai.
3) Menghindari situasi yang mungkin memicu timbulnya gejala.
Seperti film – film atau program di televisi, pengalaman baru.
4) Mempelajari tentang keadaan sakit yang diderita anggota
keluarganya.
5) Melaksanakan latihan teknik managemen stress. Contoh meditasi,
berpikir positif, dan nafas dalam.
6) Melaksanakan aktivitas secara terstruktur. (CAMH, 2009)
Seseorang yang menderita gangguan jiwa harus diberi
semangat dan nasehat untuk mengatur keadaan dirinya dan untuk
menghindari kekambuhan. Tim kesehatan menyatakan bahwa klien
11
menyimpan catatan harian mengenai perasaan dan perilakunya sehingga
mereka secara signifikan dapat mengalami perubahan dan peringatan
tanda akan kekambuhannya. Banyak klien yang mempelajari dan
mengenali pribadi mereka dengan adanya catatan tersebut.
Memelihara pola hidup juga penting untuk setiap orang
khususnya klien gangguan jiwa. Mengambil dosis obat yang benar pada
waktu yang sama setiap hari sangat diperlukan. Membantu
mengingatkan klien dalam meminum obat dengan menggunakan pil
boxe untuk setiap dosis harian. Hal tersebut dapat menolong mereka
bila mereka harus mengambil dosis pengobatan.
Dalam sebuah riset menyatakan bahwa tidur yang cukup dapat
mempengaruhi pikirannya dan dapat mencegah kekambuhan. Jika
intensitas tidurnya terlalu banyak, dapat diidentifikasi jika hal tersebut
adalah tanda dari depresi. Namun sebaliknya, jika intensitas tidurnya
kurang mungkin menandakan jika klien merasa khawatir. (Veague,
2009)
Memelihara pola hidup sehat, memonitor dan memeriksakan
anggota keluarga yang mengalami kekambuhan gangguan jiwa dapat
membantu mencegah kekambuhan yang dialaminya.
2. Gangguan jiwa
Sehat – sakit dan adaptasi – maladaptasi merupakan konsep yang
berbeda. Tiap konsep berada pada rentang yang terpisah. Rentang sehat –
12
sakit berasal dari sudut pandang medis, sedangkan rentang adaptasi –
maladaptasi berasal dari sudut pandang keperawatan. Seseorang yang
mengalami sakit baik fisik maupun jiwa dapat beradaptasi terhadap
keadaan sekitarnya. Sebaliknya, jika seseorang tidak terdiagnosis sakit
mungkin memiliki respons koping yang maladaptif. Kedua rentang ini
menggambarkan model praktik keperawatan dan medis yang saling
melengkapi (Stuart, 2006).
Pada abad ke-19, penderita gangguan jiwa dinyatakan tidak dapat
disembuhkan dan dibelenggu dalam penjara tanpa diberi makanan, tempat
teduh, atau pakaian yang cukup. Namun, saat ini gangguan jiwa
diidentifikasi dan ditangani sebagai masalah medis. American Psychiatric
Association (1994) mendefinisikan gangguan jiwa sebagai “suatu sindrom
atau pola psikologis atau perilaku yang penting secara klinis yang terjadi
pada seseorang dan dikaitkan dengan adanya distres (misalnya gejala
nyeri) atau distabilitas (yaitu kerusakan pada satu atau lebih area fungsi
yang penting) atau disertai peningkatan risiko kematian yang
menyakitkan, nyeri, distabilitas, atau sangat kehilangan
kebebasan” (Videbeck, 2008).
Kriteria umum untuk mendiagnosis gangguan jiwa meliputi
ketidakpuasan dengan karakteristik, kemampuan, dan prestasi diri;
hubungan tidak efektif atau tidak memuaskan; tidak puas hidup didunia;
atau koping yang tidak efektif terhadap peristiwa kehidupan dan tidak
terjadi pertumbuhan personal (Videbeck, 2008).
13
Macam – macam gangguan jiwa jika di tinjau dari segi
keperatawan meliputi respon ansietas dan gangguan ansietas, respon
psikofisiologis dan gangguan tdur serta gangguan somatoform, respon
konsep diri dan gangguan disosiatif, respon emosional dan gangguan alam
perasaan, respon protektif diri dan perilaku bunuh diri,respon
neurobiologis dan skizofrenia serta gangguan psikotik,respon sosial dan
gangguan kepribadian, respon kognitif dan gangguan jiwa organik, respon
kimiawi dan gangguan yang berhubungan dengan zat,respon pengaturan
makan gan gangguan makan, serta respon seksual dan gangguan seksual.
B. Pelaksanaan fungsi perawatan kesehatan keluarga
1. Keluarga
a. Definisi
1) Bailon dan Maglaya (1978), mendefinisikan keluarga sebagai dua
atau lebih individu yang bergabung karena hubungan darah,
perkawinan, atau adopsi. Mereka hidup dalam satu rumah tangga,
melakukan interaksi satu sama lain menurut peran masing –
masing, serta menciptakan dan mempertahankan suatu budaya
(Sudiharto, 2007).
2) Friedman (1998), definisi keluarga adalah dua atau lebih individu
yang bergabung karena ikatan tertentu untuk saling membagi
pengalaman dan melakukan pendekatan emosional, serta
14
mengdentifikasikan dirimereka sebagai bagian dari keluarga
(Sudiharto, 2007).
3) Menurut BKKBN (1999) keluarga adalah dua orang atau lebih
yang dibentuk berdasarkan ikatan perkawinan yang sah, mampu
memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan meteriil yang layak,
bertaqwa kepada Tuhan, memiliki hubungan yang selaras dan
simbang antara anggota keluarga dan masyarakat serta
lingkungannya (Sudiharto, 2007).
4) Departemen Kesehatan RI (1998), keluarga adalah unit terkecil
dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga serta beberapa
orang yang berkumpul dan tinggal di bawah suatu atap dalam
keadaan saling ketergantungan (Murabak dkk, 2006).
Dari kedua definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa
karakeristik keluarga adalah :
1) Anggota keluarga biasanya hidup bersama atau jika terpisah
mereka tetap memperhatikan satu sama lain.
2) Anggota keluarga berinteraksi atau satu sama lain dan masing –
masing mempunyai peran sosial suami, istri, anak, kakak dan adik.
3) Mempunyai tujuan ; a) Menciptakan dan mempertahankan budaya;
b) Meningkatkan perkembangan fisik, psikologis, dan sosial
anggota (Murwani, 2007).
15
b. Peran keluarga
Peran adalah sesuatu yang diharapkan secara normatif dari
seorang dalam situasi sosial tertentu agar dapat memenuhi harapan –
harapan. Peran keluarga adalah tingkah laku spesifik yang diharapkan
oleh seseorang dalam konteks keluarga. Jadi peran keluarga
menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal, sifat, kegiatan
yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu.
Setiap anggota keluarga mempunyai peran masing – masing
antara lain adalah :
1) Ayah
Ayah sebagai pemimpin keluarga mempunyai peran sebagai
pencari nafkah, pendidik, pelindung / pengayom, pemberi rasa
aman bagi setiap anggota keluarga dan juga sebagai anggota
masyarakat kelompok sosial tertentu.
2) Ibu
Ibu sebagai pengurus rumah tangga, pengasuh dan pendidik anak –
anak, pelindung keluarga dan juga sebagai pencari nafkah
tambahan keluarga dan juga sebagai anggota masyarakat kelompok
sosial tertentu.
3) Anak
Anak berperan sebagai pelaku psikososial sesuai dengan
perkembangan fisik, mental, sosial dan spiritual (Setiadi, 2008).
16
c. Fungsi keluarga
Menurut Friedman (1999), lima fungsi dasar keluarga adalah
sebagai berikut :
1) Fungsi afektif
Adalah fungsi internal keluarga untuk pemenuhan kebutuhan
psikososial, saling mengasuh dan memberikan cinta kasih, serta
saling menerima dan mendukung.
2) Fungsi sosialisasi
Adalah proses perkembangan dan perubahan individu keluarga,
tempat anggota keluarga beriteraksi sosial dan belajar berperan di
lingkungan sosial.
3) Fungsi reproduksi
Adalah fungsi keluarga meneruskan kelangsungan keturunan dan
menambah sumber daya manusia.
4) Fungsi ekonomi
Adalah fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga,
seperti sandang, papan dan pangan (Sudiharto, 2007).
5) Fungsi perawatan kesehatan
Adalah kemampuan keluarga untuk merawat keluarga yang
mengalami masalah kesehatan. Kesanggupan keluarga
melaksanakan perawatan atau pemeliharaan kesehatan dapat dilihat
dari tugas kesehatan keluarga yang dilaksanakan. Selain keluarga
mampu melaksanakan fungsi dengan baik, keluarga juga harus
17
melakukan tugas kesehatan keluarga. Tugas kesehatan keluarga
adalah sebagai berikut:
a) Mengenal masalah kesehatan keluarga.
Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak boleh
diabaikan karena tanpa kesehatan segala sesuatu tidak akan
berarti dan karena kesehatanlah kadang seluruh kekuatan
sumber daya dan dana keluarga habis. Orang tua perlu
mengenal keadaan kesehatan dan perubahan – perubahan yang
dialami anggota keluarga. Perubahan sekecil apapun yang
dialami anggota keluarga secara tidak langsung menjadi
perhatian keluarga atau orang tua. Apabila terjadi adanya
perubahan keluarga perlu dicatat kapan terjadinya, perubahan
apa yang terjadi, dan seberapa besar perubahannya.
b) Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat.
Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk
mencari pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan
keluarga, dengan pertimbangan siapa diantara keluarga yang
mempunyai kemampuan memutuskan untuk menentukan
tindakan keluarga. Tindakan kesehatan yang dilakukan oleh
keluarga diharapkan tepat agar masalah kesehatan dapat
dikurangi atau bahkan diatasi. Jika keluarga mempunyai
keterbatasan dapat meminta bantuan orang dilingkungan
tinggal keluarga agar memperoleh bantuan (Murabak dkk,
18
2006). Dalam mengatasi masalah kesehatan yang terjadi pada
keluarga, yang mengambil keputusan dalam pemecahannya
adalah tetap kepala keluarga atau anggota keluarga yang
dituakan. Hal ini didasarkan pemikiran sebagai berikut :
(1) Hak dan tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga.
(2) Kewenangan dan otoritas yang telah diakui oleh masing –
masing anggota keluarga.
(3) Hak dalam menentukan masalah dan kebutuhan pelayanan
terhadap keluarga / anggota keluarga yang bermasalah
(Setiadi, 2008).
c) Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit.
Seringkali keluarga telah mengambil tindakan yang tepat dan
benar, tetapi keluarga memiliki keterbatasan yang telah
diketahui oleh keluarga sendiri. Jika demikian, anggota
keluarga yang mengalami mengalami gangguan kesehatan
perlu memperoleh tindakan lanjutan atau perawatan agar
masalah yang lebih parah tidak terjadi. Perawatan dapat
dilakukan di institusi pelayanan kesehatan atau di rumah
apabila keluarga telah memiliki kemampuan melakukan
tindakan untuk pertolongan pertama.
19
d) Mempertahankan suasana rumah yang sehat atau memodifikasi
lingkungan.
Rumah adalah sebagai tempat tinggal tempat berteduh,
berlindung dan bersosialisasi bagi anggota keluarga, sehingga
anggota keluarga mempunyai waktu lebih banyak berhubungan
dengan lingkungan tempat tinggal. Oleh karenanya kondisi
rumah haruslah dapat menjadikan lambang ketenangan,
keindahan, dan ketentraman, dan yang lebih penting adalah
dapat menunjang derajat kesehatan bagi anggota keluarga.
e) Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada di masyarakat.
Keluarga atau anggota keluarga harus dapat memanfaatkan
sumber fasilitas kesehatan yang ada disekitar, apabila
mengalami gangguan atau masalah yang berkaitan dengan
penyakit. Keluarga dapat berkonsultasi atau meminta bantuan
tenaga keperawatan dalam rangka memecahkan problem yang
dialami anggota keluarga, sehingga keluarga dapat bebas dari
segala macam penyakit (Mubarak dkk, 2006).
Pelaksanaan yang merupakan suatu sikap belum otomatis
terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk mewujudkan
sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau
suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain fasilitas. Disamping
fasilitas, juga diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak lain
20
misalnya dari suami, istri atau anggota keluarga yang lain. Praktik ini
mempunyai beberapa tingkatan, yaitu:
a) Persepsi (perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan
tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktek tingkat
pertama. Misalnya seorang kepala keluarga yang memilih tempat
pelayanan kesehatan untuk anggota keluarganya yang mengalami
gangguan jiwa.
b) Respon terpimpin (guided response)
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar,
merupakan indicator praktek tingkat dua.
c) Mekanisme (mecanism)
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar
secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka
ia sudah mencapai praktek tingkat tiga. Misalnya seorang pasien
yang melakukan rawat jalan tepat pada waktunya tanpa menunggu
gejala kekambuhan.
d) Adopsi (adoption)
Adaptasi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah
berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah
dimodifikasinya tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.
Misalnya keluarga sudah dapat melaksanakan fungsi perawatan
kesehatan keluarga dengan baik dan benar.
21
Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek
kesehatan, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap
apa yang diketahui, proses selanjutnya diharapkan ia akan
melaksanakan atau mempraktekkan apa yang diketahui atau
disikapinya (dinilai baik).
Pengukuran pelaksanaan dapat dilakukan secara tidak
langsung yakni dengan wawancara, baik wawancara terstruktur,
maupun wawancara mendalam terhadap kegiatan – kegiatan yang
telah dilakukan beberapa jam, hari, atau bulan yang lalu (recall)
(Notoatmodjo, 2003).
d. Faktor – faktor yang menciptakan halangan atau rintangan terhadap
perkembangan kesehatan keluarga antara lain :
1) Uang, ini merupakan halangan utama karena kurangnya biaya dari
keluarga dan peran pembiayaan dari pemerintah secara otomatis
akan memperlambat proses keperawatan dirumah.
2) Sikap dan sosialisasi dari perawat yang hanya berorientasi pada
penyakit dan hanya menyatakan dengan kata – kata tentang betapa
pentingnya peningkaan kesehatan tanpa menunjukkan secara praktis
cara yang harus dilakukan masyarakat melalui tindakan – tindakan
yang nyata.
3) Sistem nilai yang kita anut, yang masih berpaham materialisme dan
akumulasi harta benda sehingga perawatan yang dilakukan oleh
tenaga profesionalisme berpacu kepada orang yang berdiut tanpa
22
memperlihatkan dampak jika yang tidak berduit tidak ditangani pun
akan menular terhadap anggota masyarakat yang lain (Setiadi,
2008).
23
C. Kerangka teori
Gambar 2.1 : Kerangka Teori
Sumber : Sullinger, (1988) dalam Keliat, B.A (1996)
D. Kerangka Konsep
Variabel bebas Variabel terikat
Gambar 2.2 : Kerangka Konsep
Kekambuhan
Faktor – faktor yang
mempengaruhi kekambuhan :
Klien
Dokter
Penanggungjawab klien
Keluarga
Lingkungan sekitar
Pelaksanaan fungsi perawatan kesehatan
keluargaKekambuhan
24
E. Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas : pelaksanaan fungsi perawatan kesehatan keluarga.
2. Variabel Terikat : kekambuhan anggota keluarga yang mengalami
gangguan jiwa.
F. Hipotesa
Ada hubungan antara pelaksanaan fungsi perawatan kesehatan keluarga
dengan kekambuhan anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa di
Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gondohutomo Semarang.
25