bab ii tinjauan pustaka a. landasan penelitian terdahulueprints.umm.ac.id/41167/3/bab ii.pdf ·...
TRANSCRIPT
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Penelitian Terdahulu
Hasil penelitian terdahulu dilakukan oleh Purnama (2012) tentang
Penyaluran Pembiayaan pada Perbankan Syariah Indonesia. berdasarkan
penelitian diperoleh data bahwa hasil Dana Pihak Ketiga (DPK) berpengaruh
signifikan terhadap penyaluran pertumbuhan pembiayaan. Non Performing
Financing tidak berpengaruh (tidak signifikan) terhadap penyaluran
pertumbuhan pembiayaan. Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) tidak
berpengaruh (tidak signifikan) terhadap penyaluran pertumbuhan pembiayaan.
Financing To Deposit Ratio tidak berpengaruh (tidak signifikan) terhadap
penyaluran pertumbuhan pembiayaan. Akan tetapi, hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa variabel dana pihak ketiga, financing to deposit rasio,
non perfoming financing, sertifikat wadiah bank Indonesia secara bersama-
sama mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap penyaluran
pertumbuhan pembiayaan, dengan kemampuan variabel-variabel independent
(DPK, NPF, SWBI, FDR) dalam menjelaskan variabel dependent (PYD) yaitu
sebesar 99.8972%, sedangkan sisanya sebesar 0.1028% dipengaruhi oleh
variabel-variabel independent lainnya di luar model.
Arianti (2012) mengenai analisis pengaruh DPK, CAR, NPF, dan
ROA terhadap pembiayaan pada perbankan syariah. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa koefisien CAR, NPF, dan ROA tidak menunjukkan
7
pengaruh yang signifikan dengan taraf signifikansi 5%. Sedangkan untuk
koefisien DPK menunjukkan pengaruh yang signifikan. Hipotesis
menyebutkan bahwa CAR berdasarkan hasil perhitungan data diperoleh hasil
bahwa koefisien regresi untuk variabel CAR sebesar -15374 dengan nilai t
hitung -0,387 lebih kecil dari t tabel 2,02 serta nilai signifikansi sebesar 0,701.
Ini berarti H2 ditolak, artinya CAR negatif tidak signifikan terhadap
pembiayaan karena nilai signifikansinya lebih besar dari 0,05.
Adzimatinur F, (2013) mengenai Faktor yang Mempengaruhi Besaran
Pembiayaan Perbankan Syariah Di Indonesia. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa dalam jangka panjang, tingkat bagi hasil, DPK, dan FDR
memberikan pengaruh positif dan signifikan terhadap pembiayaan, artinya
tingkat bagi hasil, DPK, dan FDR semakin tinggi, maka semakin banyak
pembiayaan yang disalurkan. Sedangkan NPF memberikan pengaruh yang
signifikan negatif, artinya NPF bisa menjelaskan pergerakan pembiayaan
perbankan syariah baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. ROA
dan BOPO tidak berpengaruh signifikan terhadap pembiayaan, artinya
keuntungan yang diperoleh bank tidak disalurkan kepada pembiayaan karena
sumber dana yang disalurkan kepada pembiayaan berasal dari dana pihak
ketiga. Guncangan yang terjadi pada pembiayaan, NPF, dan ROA direspon
positif oleh pembiayaan dan akan stabil dalam jangka panjang. Sedangkan
guncangan yang terjadi pada tingkat bagi hasil, DPK, FDR, dan BOPO
direspon negatif oleh pembiayaan dan akan stabil dalam jangka panjang.
8
Menurut Nurbiaty (2017) hasil penelitian menunjukkan bahwa NPF,
bagi hasil tidak berpengaruh signifikan terhadap penyaluran pembiayaan
berbasis bagi hasil, sedangkan DPK berpengaruh signifikan terhadap
penyaluran pembiayaan berbasis bagi hasil.
Berdasarkan keseluruhan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa isi
bahasan dari tiga penelitian terdahulu dan topik penulis memiliki beberapa
persamaan yaitu membahas mengenai penyaluran pembiayaan. Dan perbedaan
antara penelitian terdahulu dengan topik penulis adalah variabel yang
digunakan. Terdapat relevansi antara penelitian sekarang dengan penelitian-
penelitian terdahulu, yang mana peneliti sekarang menggunakan 3 variabel
Independen, yaitu Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Financing
(NPF), dan Return On Asset (ROA) terhadap penyaluran pembiayaan BUS
dan UUS tahun 2011-2015.
B. Landasan Teori
1. Perbankan Syariah
Menurut Sudarsono (2008:27) Bank berasal dari kata bangue dalam
bahasa Prancis dan banco dalam bahasa Italia yang berarti peti, lemari, atau
bangku. Kata peti atau lemari menyiratkan fungsi sebagai tempat menyimpan
benda-benda berharga, seperti peti emas, peti berlian, peti uang, dan
sebagainya. Istilah bank tidak disebutkan secara eksplisit di dalam Al-Qur’an.
Jika di maksud adalah sesuatu yang memiliki unsur-unsur seperti struktur,
manajemen, fungsi, hak dan kewajiban maka semua itu disebut dengan jelas,
9
seperti zakat, shodaqoh (sedekah), ghanimaah (rampasan perang), bai’ (jual
beli), dayn (utang dagang), maal (harta), dan sebagainnya yang memiliki
fungsi yang dilakukan oleh peran tertentu dalam kegiatan ekonomi.
Berdasarkan Undang-Undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah, Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang
Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan
usaha, serta cara dan proses dalam melaksankan kegiatan usahanya. Kegiatan
operasional perbankan syariah di Indonesia dimulai pada tahun 1991 melalui
pendirian PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk. Perkembangan perbankan
syariah berjalan lebih lambat dibandingkan dengan bank konvensional.
Operasional perbankan syariah didasarkan pada Undang-Undang No.7 Tahun
1992 tentang Perbankan yang kemudian diperbarui dalam Undang- Undang
No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
Bank syariah adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariah, yaitu aturan perjanjian berdasarkan hukum islam
antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana atau pembiayaan kegiatan
usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, Bank
syariah juga lembaga keuangan atau perbankan yang operasional dan
produknya dikembangkan berdasarkan pada Al-Qur’an dan Hadist atau
dengan kata lain, lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan
pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta
peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariat
Islam.
10
Efisiensi mengacu pada prinsip saling membantu secara sinergis untuk
memperolehkeuntungansebesarmungkin. Keadilan mengacu pada hubungan
yang tidak dicurangi, ikhlas, dengan persetujuan yang matang atas proporsi
masukan dan keluarannya. Kebersamaan mengacu pada prinsip saling
menawarkan bantuan dan nasihat untuksalingmeningkatkanproduktivitas.
Kegiatan bank syariah dalam hal penentuan harga produknya sangat berbeda
denganbankkonvensional.
Penentuan harga bagi bank syariah didasarkan pada kesepakatan antara
bank dengan nasabah penyimpan dana sesuai dengan jenis simpanan dan
jangka waktunya, yang akan menentukan besar kecilnya porsi bagi hasil yang
akan diterima penyimpan. Dalam perkembangannya kehadiran bank syariah
ternyata tidak hanya dilakukan oleh masyarakat muslim, akan tetapi juga
masyarakat nonmuslim.
a. Fungsi Bank Syariah
Menurut Ismail (2011:39) bank syariah mempunyai tiga fungsi
utama yaitu menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk titipan dan
investasi, menyalurkan dan kepada masyarakat yang membutuhkan dana
dari bank, dan juga memberikan pelayanan dalam bentuk jasa perbankan
syariah.
b. Tujuan Bank Syariah
Menurut Sudarsono (2003:45) Bank syariah mempunyai beberapa
tujuan,diantaranya:
11
1) Mengarahkan kegiatan ekonomi umat untuk ber-muamalat secara
islam, khususnya muamalat yang berhubungan dengan perbankan,
agar terhindar dari praktek-praktek riba atau jenis-jenis
usaha/perdagangan lain yang mengandung unsur gharar (tipuan),
dimana jenis-jenis usaha tersebut selain dilarang dalam islam, jua telah
menimbulkan dampak negatif terhadap kehidupan ekonomi rakyat.
2) Untuk menciptakan suatu keadilan di bidang ekonomi dengan jalan
meratakan pendapatan melalui kegiatan investasi, agar tidak terjadi
kesenjangan yang amat besar antara pemilik modal dengan pihak yang
membutuhkan dana.
3) Untuk meningkatkan kualitas hidup umat dengan jalan membuka
peluang berusaha yang lebih besar terutama kelompok miskin, yang
diarahkan kepada kegiatan usaha yang produktif, menuju terciptanya
kemandirian usaha.
4) Untuk menanggulangi masalah kemiskinan, yang pada umumnya
merupakan program utama dari negara-negara yang sedang
berkembang. Upaya bank syariah di dalam mengentaskan kemiskinan
ini berupa pembinaan nasabah yang lebih menonjol sifat kebersamaan
dari siklus usaha yang lengkap seperti program pembinaan pengusaha
produsen, pembinaan pedagang perantara, program pembinaan
konsumen, program pengembangan modal kerja dan program
pengembangan usaha bersama.
12
5) Untuk menjaga stabilitas ekonomi dan moneter. Dengan aktivitas bank
syariah akan mampu menghindari pemanasan ekonomi diakibatkan
adanya inflasi, menghindari persaingan yang tidak sehat antara
lembaga keuangan.
6) Untuk menyelamatkan ketergantungan ummat islam terhadap bank
non syariah.
c. Peran Bank Syariah
Menurut Tim Pengembangan Perbankan Syariah Institut Bankir
Indonesia, peran bank syariah adalah:
1) Menjadi perekat nasionalisme baru, artinya bank syariah dapat menjadi
fasilitator aktif bagi terbentuknya jaringan usaha ekonomi kerakyatan.
2) Memberdayakan ekonomi umat dan beroperasi secara transparan.
Artinya pengelolaan bank syariah harus didasarkan pada visi ekonomi
kerakyatan, dan upaya ini terwujud jika ada mekanisme operasi yang
transparan.
3) Memberikan return yang lebih baik. Artinya investasi di bank syariah
tidak memberikan janji yang pasti mengenaireturn (keuntungan) yang
diberikan kepada investor. Oleh karena itu bank syariah harus mampu
memberikan return yang lebih baik dibandingkan dengan bank
konvensional. Sebaliknya, nasabah pembiayaan akan memberikan bagi
hasil sesuai dengan keuntungan yang diperolehnya. Oleh karena itu
pengusaha harus bersedia memberikan keuntungan yang tinggi kepada
bank syariah.
13
4) Mendorong penurunan spekulasi di pasar keuangan. Artinya, bank
syariah mendorong terjadinya transaksi produktif dari dana
masyarakat.Dengan demikian, spekulasi dapat ditekan.
5) Mendorong pemerataan pendapatan. Artinya bank syariah bukan hanya
mengumpulkan dana pihak ket iga, namun dapat mengumpulkan dana
Zakat, Infaq dan Shadaqah (ZIS). Dana ZIS dapat disalurkan melalui
pembiayaan Qardul Hasan, sehingga dapat mendorong pertumbuhan
ekonomi. Pada akhirnya terjadi pemerataan ekonomi.
6) Peningkatan efisiensi mobilisasi dana. Artinya, adanya produk al
mudharabah al-mugayyadah, berarti terjadi kebebasan bank untuk
melakukan investasi atas dana yang diserahkan oleh investor, bank
memperoleh komisi atau bagi hasil, bukan karena spread bunga.
7) Uswah Hasanah, implementasi moral dalam penyelenggaraan usaha
bank.
8) Meminimalisir adanya Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN) yang
menyebabkan krisis ekonomi.
2. Islam dan Perbankan Syariah
Islam adalah suatu pandangan/cara hidup yang mengatur semua isi
kehidupan manusia, maka tidak ada satu pun aspek kehidupan manusia yang
terlepas dari ajaran islam, termasuk aspek ekonomi. Lalu bagaimanakah
dengan perbankan? Apakah islam juga mengatur lembaga keuangan ini?
Bukankah di zaman Nabi Muhammad SAW dulu belum ada bank?
14
Dalam ushul fiqh, ada kaidah yang menyatakan bahwa “maa laa yatimm
al-wajib illa bihi fa huwa wajib”, yakni sesuatu yang harus ada untuk
menyempurnakan yang wajib, maka ia wajib diadakan. Mancari nafkah (yakni
melakukan kegiatan ekonomi) adalah wajib. Dan karena pada zaman modern
ini kegiatan perekonomian tidak akan sempurna tanpa adanya lembaga
perbankan, lembaga perbankan ini pun wajib diadakan. Dengan demikian,
maka kaitan antara islam dengan perbankan menjadi jelas.
Di samping itu, karena masalah ekonomi/perbankan ini termasuk ke
dalam bab muamalah, maka Nabi Muhammad SAW tentunya tidak
memberikan aturan-aturan yang rinci mengenai masalah islam. Bukankah nabi
menyatakan bahwa “antum a’lamu bi umuri al-dunyakum”? (kalian lebih
mengetahui urusan dunia kalian). Al-qur’an dan Sunnah hanya memberikan
prinsip-prinsip dan filosofi dasar, dan menegaskan larangan-larangan yang
harus dijauhi. Dengan demikian, yang harus dilakukan adalah
mengindentifikasi hal-hal yang dilarang oleh islam. Selain itu, semuanya
diperbolehkan dan dapat melakukan inovasi dan kreativitas.
3. Pembiayaan Syariah
Pembiayaan syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang
dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara
bank dengan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan
tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan bagi hasil. Pemberian
pinjaman /pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil,jual beli,
atau sewa beli yang terbebas dari penetapan bunga dan memberikan rasa
15
aman,karena yang diberikan kepada nasabah adalah barang bukan uang dan
tidak ada beban bunga yang ditetapkan di muka.
Menurut Undang-Undang nomor 21 Tahun 2008 Pembiayaan adalah:
Penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa:
a. Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah
b. Transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam
bentuk ijarah muntahiya bitamlik
c. Transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam dan istishna
d. Transaksi pinjam-meminjam dalam bentuk piutang qardh, dan
e. Transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi
multijasa.
Berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan/atau
UUS dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi
fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu
tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil.
4. Penyaluran Pembiayaan
Menurut Rivai (2013:40) penyaluran pembiayaan dipengaruhi oleh faktor
eksternal dan faktor internal yang mempengaruhi usaha bank dalam perhitungan
dan pengalokasian dana dalam bentuk pembiayaan. Faktor eksternal berupa
kondisi perekonomian, kegiatan dan kondisi pemerintah, kondisi atau
perkembangan pasar uang atau pasar modal, kebijakan pemerintah dan peraturan
BI. Dan faktor internal yaitu, produk bank, kebijiakan suku bunga, kualitas
layanan, suasana kantor bank, lokasi kantor dan reputasi bank.
16
5. Prinsip Dasar Operasional Bank Syariah
Menurut Muhammad (2005:86-87) secara garis besar, hubungan ekonomi
berdasarkan syariah Islam ditentukan oleh hubungan akad yang terdiri dari
lima konsep dasar akad. Bersumber dari kelima konsep dasar inilah dapat
ditemukan produk-`produk bank syariah. Kelima konsep tersebut yaitu:
a. Prinsip Simpanan Murni (al-Wadi’ah)
Prinsip simpanan murni merupakan fasilitas yang diberikan oleh
bank syariah untuk memberikan kesempatan kepada pihak yang berlebihan
dana untuk menyimpan dananya dalam bentuk al-Wadi’ah. Fasilitas al-
Wadi’ah biasa diberikan untuk tujuan investasi guna mendapatkan
keuntungan seperti halnya tabungan dan deposito. Dalam dunia perbankan
konvensional al-Wadi’ah identik dengan giro.
b. Prinsip Bagi Hasil (syirkah)
Sistem ini adalah suatu sistem yang meliputi tata cara pembagian
hasil usaha antara penyedia dana dengan pengelola dana. Pembagian hasil
usaha ini dapat terjadi antara bank dengan penyimpan dana, maupun
antara bank dengan nasabah penerima dana. Bentuk produk yang
berdasarkan prinsip ini adalah mudharabah dan musyarakah. Lebih jauh
prinsip mudharabah dapat dipergunakan sebagai dasar baik untuk produk
pendanaan (tabungan dan deposito) maupun pembiayaan, sedangkan
musyarakah lebih banyak untuk pembiayaan atau penyertaan.
17
c. Prinsip Jual Beli (at-Tijarah)
Prinsip ini merupakan suatu sistem yang menerapkan tata cara jual
beli, dimana bank akan membeli terlebih dahulu barang yang dibutuhkan
atau mengangkat nasabah sebagai agen bank melakukan pembelian barang
atas nama bank, kemudian bank menjual barang tersebut kepada nasabah
dengan harga sejumlah harga beli ditambah keuntungan (margin).
Implikasinya dapat berupa murabahah, salam, dan istishna’.
d. Prinsip Sewa (al-Ijarah)
Prinsip ini secara garis besar terbagi atas dua jenis, pertama ijarah
sewa murni, seperti halnya penyewaan traktor dan alat-alat produk lainnya
(operating lease). Dalam teknis perbankan, bank dapat membeli dahulu
equipment yang dibutuhkan nasabah kemudian menyewakan dalam waktu
dan hanya yang telah disepakati kepada nasabah. Kedua, bai al-takjiri atau
ijarah al-muntahiyah bit tamlik merupakan penggabungan sewa dan beli,
dimana si penyewa mempunyai hak untuk memiliki barang pada akhir
masa sewa (financial lease).
e. Pinsip Jasa (al-Ajr wal Umulah)
Prinsip ini meliputi seluruh layanan non-pembiayaan yang
diberikan bank. Bentuk-bentuk yang berdasarkan prinsip ini antara lain
bank garansi, kliring, inkaso, jasa transfer, dan lain-lain. Secara syariah
prinsip ini didasarkan pada konsep al-Ajr wal Umulah.
18
6. Perbedaan Bunga dan Bagi Hasil
Kecenderungan masyarakat menggunakan sistem bunga (interest
ataupun usury) lebih bertujuan untuk mengoptimalkan pemenuhan
kepentingan pribadi, sehingga kurang mempertimbangkan dampak sosial yang
ditimbulkannya. Berbeda dengan sistem bagi hasil (profit sharing), sistem ini
berorientasi pemenuhan kemaslahatan hidup umat manusia.
Adapun berbedaan bunga dan bagi hasil menurut Sudarsono (2003)
dapat dijelaskan lebih jauh dalam tabel berikut :
Tabel 2.1 Perbedaan antara Bunga dan Bagi Hasil
Bunga Bagi Hasil
a. Penentuan bunga dibuat
pada waktu akad dengan
asumsi harus selalu untung.
a. Penentuan besarnya
rasio/nisab bagi hasil
dibuat pada waktu akad
dengan berpedoman pada
kemungkinan untung rugi.
b. Besarnya presentase
berdasarkan pada jumlah
uang (modal) yang
dipinjamkan.
b. Besarnya rasio bagi hasil
berdasarkan pada jumlah
keuntungan yang
diperoleh.
c. Pembayaran bunga tetap
seperti dijanjikan tanpa
pertimbangan apakah proyek
yang dijalankan oleh pihak
nasabah untung atau rugi.
c. Bagi hasil bergantung
pada keuntungan proyek
yang dijalankan.
d. Jumlah pembayaran bunga
tidak meningkat sekalipun
jumlah keuntungan berlipat
atau keadaan ekonomi
sedang booming.
e. Eksistensi bunga diragukan
(kalau tidak dikecam) oleh
semua agama termasuk
islam.
d. Jumlah pembagian laba
meningkat sesuai dengan
peningkatan jumlah
pendapatan.
e. Tidak ada yang
meragukan keabsahan
bagi hasil.
Sumber : Antonio (2001:65)
19
7. Macam-Macam Pembiayaan Bank Syariah
a. Pembiayaan Mudharabah
Menurut Karim (2010:38) mudharabah adalah persetujuan kongsi
antara harta dari salah satu pihak dengan kerja dari pihak lain. Rukun
dalam mudharabah yaitu, antara lain :
1). Pelaku (pemilik modal maupun pelaksana usaha)
2). Objek mudharabah (modal dan kerja)
3). Persetujuan kedua belah pihak (ijab-qobul)
4). Nisbah keuntungan
b. Pembiayaan Musyarakah
Menurut Karim (2011:28) Bentuk umum dari usaha bagi hasil
adalah musyarakah (syirkahatausyarikah). Transaksi musyarakah dilandasi
adanya keinginan para pihak yang bekerjasama untuk meningkatkan nilai
asset yang mereka miliki secara bersama-sama. Termasuk dalam
golonganmusyarakah adalah semua bentuk usaha yang melibatkan dua
pihak atau lebih dimana mereka secara bersama-sama memadukan seluruh
bentuk sumber daya baikyangberwujudmaupuntidakberwujud.
Secara spesifik bentuk kontribusi dari pihak yang bekerjasama dapat
berupa dana, barang perdagangan (trading asset), kewiraswastaan
(entrepreneurship), kepandaian (skill), kepemilikan (property), peralatan
(equipment) , atau intangible asset (seperti hak paten atau goodwill),
kepercayaan/reputasi (credit worthiness) dan barang-barang lainnya yang
dapat dinilai dengan uang. Dengan merangkum seluruh kombinasi dari
20
bentuk kontribusi masing-masing pihak dengan atau tanpa batasan waktu
menjadikan produk ini sangat fleksibel.
c. Pembiayaan Murabahah
Menurut Karim (2010:39) murabahah adalah akad jual beli barang
dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (marjin) yang
disepakati oleh penjual dan pembeli. Akad ini merupakan salah satu
bentuk natural certainty contract, karena dalam murabahah ditentukan
berapa required rate of profit-nya (keuntungan yang ingin diperoleh).
d. Pembiayaan Salam
Salam adalah transaksi jual beli di mana barang yang
diperjualbelikan belum ada. Oleh karena itu barang diserahkan secara
tangguh sedangkan pembayaran dilakukan tunai. Bank bertindak sebagai
pembeli, sementara nasabah sebagai penjual. Sekilas transaksi ini mirip
jual beli ijon, namun dalam transaksi ini kuantitas, kualitas, harga, dan
waktu penyerahan barang harus ditentukan secara pasti.
Dalam praktek perbankan, ketika barang telah diserahkan kepada
bank, maka bank akan menjualnya kepada rekanan nasabah atau kepada
nasabah itu sendiri secara tunai atau secara cicilan. Harga jual yang
ditetapkan bank adalah harga beli bank dari nasabah ditambah keuntungan.
Dalam hal bank menjualnya secara tunai biasanya disebut pembiayaan
talangan (bridging financing).
Sedangkan dalam hal bank menjualnya secara cicilan, kedua pihak
harus menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran. Harga jual
21
dicantumkan dalam akad jual-beli dan jika telah disepakati tidak dapat
berubah selama berlakunya akad. Umumnya transaksi ini diterapkan
dalam pembiayaan barang yang belum ada seperti pembelian komoditi
pertanian oleh bank untuk kemudian dijual kembali secara tunai atau
secara cicilan.
e. Pembiayaan Istisna’
Menurut Karim (2010:40) Istisna’ adalah bahwa dalam DSN-MUI,
dijelaskan jual beli istisna’ adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan
pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang
disepakati antara pemesanan (pembeli, mustashni’) dan penjual (pembuat,
shani’). Pada dasarnya, pembiayaan istisna’ merupakan transaksi jual beli
cicilan pula seperti transaksi murabahah muajjal. Namun, berbeda dengan
jual beli murabahah dimana barang diserahkan dimuka sedangkan uangnya
dibayar cicilan, dalam jual beli istisna’ barang di serahkan dibelakang,
walaupun uangnya juga sama-sama dibayar secara cicilan.
f. Pembiayaan Ijarah
Menurut Karim (2010:41) ijarah adalah akad pemindahan hak guna
(manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu mulai
pembayaran sewa/upah, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan
barang itu sendiri. Dengan demikian, dalam akad ijarah tidak ada
perubahan kepemilikan, tetapi hanya perpindahan hak guna saja dari
menyewakan kepada penyewa.
22
g. Pembiayaan Qardh
Menurut Karim (2011:30) Qardh adalah pinjaman uang.
Aplikasi qardh dalam perbankan biasanyadalamempathal,yaitu:
1. Sebagai pinjaman talangan haji, dimana nasabah calon haji diberikan
pinjaman talangan untuk memenuhi syarat penyetoran. Biaya
perjalanan haji. Nasabah akan melunasinya sebelum keberangkatannya
ke haji.
2. Sebagai pinjaman tunai (cash advanced) dari produk kartu kredit
syariah, dimana nasabah diberi keleluasaan untuk menarik uang tunai
milik bank melalui ATM. Nasabah akan mengembalikannya sesuai
waktu yang ditentukan.
3. Sebagai pinjaman kepada pengusaha kecil, dimana menurut
perhitungan bank akan memberatkan si pengusaha bila diberikan
pembiayaan dengan skema jual beli, ijarah, atau bagi hasil.
4. Sebagai pinjaman kepada pengurus bank, dimana bank me¬nyediakan
fasilitas ini untuk memastikan terpenuhinya kebutuhan pengurus bank.
Pengurus bank akan mengembalikannya secara cicilan melalui
pemotongan gajinya.
8. Produk Operasional Bank Syariah
Menurut Muhammad (2005:88-103) Pada sistem operasi bank syariah,
pemilik dana menanamkan uangnya di bank tidak dengan motif mendapatkan
bunga, tetapi dalam rangka mendapatkan keuntungan bagi hasil. Dana nasabah
23
tersebut kemudian disalurkan kepada pihak yang membutuhkan, dengan
perjanjianpembagiankeuntungansesuaikesepakatan.
a. Penyaluran Dana
Dalam penyaluran dananya kepada nasabah, secara garis besar
produk pembiayaan syariah terbagi dalam empat kategori yang dibedakan
berdasarkan tujuan penggunaannya, yaitu :
1). Pembiayaan dengan prinsip jual-beli (Ba’i).
Prinsip jual-beli dilaksanakan sehubungan dengan adanya
perpindahan kepemilikan barang atau denda (transfer of property).
Tingkat keuntungan bank ditentukan di depan dan menjadi bagian harga
atas barang yang di jual. Transaksi jual-beli dapat dibedakan berdasarkan
bentuk pembayarannya dan waktu penyerahan barangnya, yakni sebagai
berikut :
a). pembiayaan murabahah
b). pembiayaan salam
c). pembiayaan istisna’
2). Pembiayaan dengan prinsip sewa (ijarah)
Produk pembiayaan syariah yang didasarkan atas prinsip bagi
hasil adalah pembiayaan ijarah.
3). Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil (syirkah)
Produk pembiayaan syariah yang didasarkan atas prinsip bagi
hasil adalah pembiayaan musyarakah dan mudharabah.
24
4). Pembiayaan dengan prinsip akad pelengkap.
Produk pembiayaan yang berdasarkan atas prinsip akad
pelengkap adalah hiwalah (ahli utang piutang), rahn (gadai), Qardh,
wakalah (perwalikan), kafalah (garansi bank).
b. Produk Penghimpunan Dana
Penghimpunan dana di bank syariah dapat berbentuk giro,
tabungan dan deposito. Prinsip operasional syariah yang diterapkan dalam
penghimpunan dana masyarakat adalah prinsip wadiah dan mudharabah.
c. Jasa Perbankan
Selain menjalankan fungsinya sebagai intermediaries
(penghubung) antara pihak yang membutuhkan dana (deficit unit) dengan
pihak yang kelebihan dana (surplus unit), bank syariah dapat pula
melakukan berbagai pelayanan jasa perbankan kepada nasabah dengan
mendapat imbalan berupa sewa atau keuntungan. Jasa perbankan tersebut
yaitu sharf (jual-beli valuta asing) dan ijarah (sewa).
9. Kondisi Perbankan Syariah
Perbankan syariah nasional di periode Februari 2017 masih tumbuh
positif. Sebut saja dari sisi permodalan, berdasarkan data Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) pertumbuhan rasio kecukupan modal bank umum syariah
(BUS) tercatat 1,64% secara tahunan yakni menjadi 17,04%.
Kemudian, dari segi aset, perbankan syariah mencatatkan Rp 355,88 triliun.
Jumlah ini menyumbangkan kontribusi sebesar 40% untuk industri keuangan
syariahnasional.
25
Sementara itu, dari segi pembiayaan tercatat tumbuh Rp 252,69 triliun atau
tumbuh 16,22% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya Rp 217,4
triliun. Sedangkan untuk dana pihak ketiga (DPK) tercatat Rp 287,08 triliun atau
tumbuh 21,28% dibandingkan periode yang sama tahun lalu Rp 236,7triliun.
Menurut OJK intermediasi perbankan syariah masih berjalan baik, ini
tercermin dari Financing Deposit Ratio (FDR) untuk Bank Umum Syariah
(BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS) yang berada di posisi 87,45%. Beban
Operasional dan Pendapatan Operasional tercatat 89,22% turun 175 basis poin
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya."OJK sebagai regulator
akan terus berupaya untuk mendorong pertumbuhan industri jasa keuangan
syariah di Tanah Air.
Antara lain dengan meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap
produk dan jasa keuangan syariah," ujar Deputi Komisioner OJK Pengawas
Industri Keuangan Non Bank (IKNB) I Edi Setiadi, dalam keterangan tertulis.
Anak usaha syariah Bank Negara Indonesia (BNI), berdasarkan laporang
keuangan perseroan per kuartal I 2017 mencatatkan jumlah aset Rp 29,86
triliun atau tumbuh 21,01% dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya Rp 24,68 triliun.
Ini ditopang oleh pembiayaan yang tumbuh 17,83% dan dana pihak
ketiga (DPK) menjadi Rp 4,89 triliun atau tumbuh 23,38%. Selain BNI
Syariah, CIMB Niaga Syariah per kuartal I 2017 juga mencatatkan
pertumbuhan positif, untuk pembiayaan tercatat Rp 10,98 triliun atau tumbuh
44,5% secara tahunan. Kemudian DPK tercatat Rp 9,71 triliun atau
26
tumbuh19%. Dari laporan keuangan kuartal I 2017, Bank Mandiri Syariah
mencatatkan total aset Rp 80 triliun. Lalu total pembiayaan Rp 55,4 triliun dan
total DPK Rp 71 triliun. (Detik Finance).
10. Ukuran Kinerja Bank
a. Capital Adequacy Ratio (CAR)
Menurut Taswan (2010:166) Capital Adequacy Ratio adalah
perbandingan modal bank dengan aktiva tertimbang menurut risiko. Semakin
tinggi rasio CAR mengindikasikan bank tersebut semakin sehat
permodalannya. Pemenuhan CAR minimum 8% mengindikasikan bank
mematuhi regulasi permodalan.
Menurut Dendawijaya (2000:87) Kekayaan suatu bank terdiri dari
aktiva lancar dan aktiva tetap yang merupakan penjamin solvabilitas bank,
sedangkan dana (modal) bank dipergunakan untuk modal kerja dan penjamin
likuiditas bank bersangkutan. Dana bank adalah sejumlah uang yang dimiliki
dan dikuasai suatu bank dalam kegiatan operasionalnya. Menurut Peraturan
Bank Indonesia Nomor 3/21/PBI/2001, bank wajib menyediakan modal
minimum sebesar 8% dari aktiva tertimbang menurut risiko yang dinyatakan
dalam rasio Capital Adequacy Ratio (CAR).
Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah rasio yang memperlihatkan
seberapa jauh seluruh aktiva bank yang mengandung risiko (kredit,
penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain) ikut dibiayai dari dana
modal sendiri bank disamping memperoleh dana-dana dari sumber-sumber
diluar bank, seperti dana masyarakat, pinjaman (utang), dan lain-lain. Semakin
27
tinggi CAR maka semakin besar pula sumber daya finansial yang dapat
digunakan untuk keperluan pengembangan usaha dan mengantisipasi potensi
kerugian yang diakibatkan oleh penyaluran kredit.
Modal Bank
CAR = X 100%
Total Aktiva Tertimbang
Menurut Risiko
Capital Adequacy Rasio (CAR) adalah rasio yang berkaitan dengan faktor
permodalan bank untuk mengukur kecukupan modal yang dimiliki bank untuk
menunjang aktiva yang mengandung resiko (Pratiwi, 2012). CAR menunjukkan
rasio permodalan yang menunjukkan kemampuan bank dalam menyediakan dana
untuk keperluan pengembangan usaha dan menampung resiko kerugian dana yang
diakibatkan oleh kegiatan operasi bank. CAR menunjukkan sejauh mana asset bank
masih ditutupi equity bank yang tersedia. Semakin tinggi CAR semakin baik
kondisi sebuah bank (Nusantara, 2009).
b. Non Performing Financing (NPF)
Menurut Antonio (2001:34) pengendalian biaya mempunyai hubungan
terhadap kinerja lembaga perbankan, sehingga semakin rendah tingkat NPL
(ketat kebijakan kredit) maka akan semakin kecil jumlah pembiayaan yang
disalurkan oleh bank, dan sebaliknya. Semakin ketat kebijakan kredit/analisis
pembiayaan yang dilakukan bank (semakin ditekan tingkat NPF) akan
menyebabkan tingkat permintaan pembiayaan oleh masyarakat turun. Sebagai
indikator yang menunjukkan kerugian akibat risiko kredit adalah tercermin
dari besarnya non performing loan (NPL), dalam terminologi bank syariah
disebut non perfoming financing (NPF).
28
Non Performing Financing (NPF) adalah rasio antara pembiayaan
yang bermasalah dengan total pembiayaan yang disalurkan oleh bank syariah.
Berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan oleh Bank Indonesia kategori yang
termasuk dalam NPF adalah pembiayaan kurang lancar, diragukan dan macet.
Pembiayaan Bermasalah
NPF = X 100%
Total Pembiayaan
Menurut Rivai (2013:51) Pada perbankan syariah pembiayaan bermasalah
disebut dengan Non Performing Finance (NPF), sedangkan pada bank
konvensional Non Performing Loan (NPL). Pembiayaan bermasalah adalah
pembiayaan yang memiliki kemungkinan timbulnya risiko dikemudian hari bagi
bank dalam arti luas. Pembiayaan tersebut tergolong dalam perhatian khusus,
kurang lancar, diragukan dan macet serta golongan lancar yang berpotensi
menunggak.
Non Performing Financing (NPF) adalah tingkat kredit macet pada bank
tersebut. Semakin rendah NPF maka bank semakin mengalami keuntungan.
Sebaliknya, bank akan mengalami kerugian bila tingkat NPF tinggi.
c. Return On Asset (ROA)
Menurut Prastowo (2005:47) Return On Asset merupakan ratio untuk
mengukur kemampuan perusahaan dalam memanfaatkan aktivanya untuk
memperoleh laba. Ratio ini mengukur tingkat kembalian investasi yang telah dilakukan
oleh perusahaan dengan menggunakan seluruh dana (aktiva) yang dimilikinya.
Ratio Return On Asset (ROA) ini dihitung dengan cara sebagai berikut:
Laba sebelum pajak
ROA =
Rata-rata total aset
29
Laba yang dipakai di sini adalah laba sebelum pajak, untuk
menggambarkan besarnya laba yang diperoleh perusahaan sebelum
didistribusikan baik kepada kreditor maupun pemilik perusahaan.
Menurut Taswan (2010:167) Return On Asset ialah mengindikasikan
kemampuan bank menghasilkan laba dengan menggunakan asetnya. Semakin
besar rasio ini mengindikasikan, semakin baik kinerja bank.
Menurut Dendawijaya (2000:89) Return on Asset (ROA) merupakan
suatu pengukuran kemampuan manajemen bank dalam memperoleh
keuntungan secara keseluruhan. Jika ROA suatu bank semakin besar, maka
semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut dan
semakin baik posisi bank tersebut dari segi pengamanan asset. Dalam rangka
mengukur tingkat kesehatan bank terdapat perbedaan kecil antara perhitungan
ROA berdasarkan teoritis dan cara perhitungan berdasarkan ketentuan Bank
Indonesia.
11. Hubungan Antar Variabel
1. Pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR) terhadap Pembiayaan Yang
Diberikan.
Capital Adequacy Ratio adalah rasio kecukupan modal yang berfungsi
menampung risiko kerugian yang kemungkinan dihadapi oleh bank. Semakin
tinggi CAR maka semakin baik kemampuan bank tersebut untuk menanggung
risiko dari setiap kredit/aktiva produktif yang berisiko.
30
Tingkat kecukupan modal bank memiliki kaitan dengan penyaluran
pembiayaan karena terdapat ketentuan yang disyaratkan oleh otoritas moneter
terkait masalah permodalan ini sehingga berakibat meningkatnya CAR.
2. Pengaruh Non Performing Financing (NPF) terhadap Pembiayaan Yang
Diberikan.
Jika semakin rendah tingkat NPF maka akan semakin tinggi jumlah
pembiayaan yang disalurkan oleh bank. Kredit bermasalah yang tinggi dapat
menimbulkan keengganan bank untuk menyalurkan kredit karena harus
membentuk cadangan penghapusan yang besar sehingga Pembiayaan
cenderung rendah.
Maharani (2010) menyimpulkan bahwa variabel CAR dan DPK
berpengaruh positif dan signifikan, sedangkan NPF berpengaruh negatif
signifikan terhadap penyaluran pembiayaan.
Donna (2008) menunjukkan bahwa tingkat bagi hasil (return),
ekspektasiprofit di sektor riil, dana pihak ketiga, modal per aset, dan
pendapatan berpengaruh terhadap besar kecilnya pembiayaan. Sedangkan
untuk Non Performing Financing tidak berpengaruh pada pembiayaan.
Menurut Adzimatinur (2013) NPF memberikan pengaruh yang
signifikan negative, artinya NPF bisa menjelaskan pergerakan pembiayaan
perbankan syariah baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
3. Pengaruh Return On Asset (ROA) terhadap Pembiayaan Yang Diberikan.
Semakin besar tingkat keuntungan (ROA) yang didapat oleh bank,
maka semakin besar pula upaya manajemen menginvestasikan keuntungan
31
tersebut dengan berbagai kegiatan yang menguntungkan manajemen, terutama
dangan penyaluran pembiayaan. Selain itu semakin besar suatu bank
menghasilkan laba, berarti bank sudah efektif dalam mengelola asetnya.
Menurut Adzimatinur (2013) ROA dan BOPO tidak berpengaruh
signifikan terhadap pembiayaan, artinya keuntungan yang diperoleh bank
tidak disalurkan kepada pembiayaan karena sumber dana yang disalurkan
kepada pembiayaan berasal dari dana pihak ketiga. Guncangan yang terjadi
pada pembiayaan, NPF, dan ROA direspon positif oleh pembiayaan dan akan
stabil dalam jangka panjang. Sedangkan guncangan yang terjadi pada tingkat
bagi hasil, DPK, FDR, dan BOPO direspon negatif oleh pembiayaan dan akan
stabil dalam jangka panjang.
Berdasarkan pada landasan teori dan hasil penelitian sebelumnya serta
permasalahan yang telah dikemukakan, maka berikut disajikan kerangka
pemikiran yang dituangkan dalam model penelitian pada gambar berikut:
12. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran penelitian disusun bertujuan untuk memberikan
gambaran penelitian yang akan dilakukan sesuai dengan teori-teori yang
dijelaskan yaitu mengenai capital adequacy ratio, non performing financing,
return on asset yang dapat mempengaruhi pembiayaan yang diberikan. Maka,
secara sederhana kerangka pemikiran dapat dirumuskan pada gambar dibawah
ini :
32
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
13. Hipotesis
Berdasarkan pada tinjauan teori dan penelitian terdahulu, maka dapat
dinyatakan hipotesa sebagai berikut :
1. Diduga Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Financing
(NPF), dan Return On Asset (ROA) secara simultan berpengaruh
signifikan terhadap pembiayaan yang diberikan Bank Umum Syariah.
2. Diduga Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Financing
(NPF), dan Return On Asset (ROA) secara parsial berpengaruh signifikan
terhadap pembiayaan yang diberikan Bank Umum Syariah.
Capital
Adequacy
Ratio (X1)
Pembiayaan
Yang
Diberikan(Y)
Non
Performing
Financing
(X2)
Return On
Asset (X3)