bab ii tinjauan pustaka a. landasan pustaka 1. pengertian ...repository.ump.ac.id/5877/3/gurit...
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Pustaka
1. Pengertian Gagal Ginjal Kronik
PERNEFRI (2003) mengungkapkan bahwa penyakit ginjal
kronis adalah kerusakan ginjal setidaknya 3 bulan atau lebih,
penurunan fungsi ginjal yang irreversible dengan akibat penurunan
laju filtrasi glomerulus, sehingga tubuh tidak dapat mempertahankan
homeostasis tubuh. Akibat penurunan laju filtrasi glomerulus,
bermanifestasi kelainan patologis dan kerusakan ginjal menyebabkan
ketidakseimbangan komposisi zat dalam darah serta peningkatan hasil
metabolisme tubuh yang disebut dengan toksin uremik seperti ureum,
kreatinin, asam urat, fosfat, asam organik dan anorganik, beberapa
enzim dan hormon, serta sisa metabolism peptide dan protein lainnya.
Berdasarkan panduan National Kidney Foundation (NKF) dan
kelompok kerja Kidney Disease Outcome Quality Initiative (KDOQI),
penyakit ginjal kronis diartikan sebagai kelainan ginjal berupa
kelainan struktural atau fungsional, yang ditandai oleh kelainan
patologi atau pertanda kerusakan ginjal secara laboratorik atau
kelainan pada pemeriksaan pencitraan (radiologi), dengan atau tanpa
penurunan fungsi ginjal yang ditandai dengan penurunan laju filtrasi
Perbedaan Waktu Dialisis..., Gurit Dewanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
glomerulus (LFG) yang berlangsung lebih dari 3 bulan serta adanya
penurunan LFG <60 ml/ menit per 1.73 m2 luas permukaan tubuh
(LPT) selama lebih dari 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal.
Gagal Ginjal Kronik adalah ketidakmampuan ginjal untuk
mempertahankan keseimbangan & integritas tubuh yang muncul
secara bertahap sebelum terjun ke fase penurunan faal ginjal tahap
akhir. Penyakit Ginjal Kronik adalah kerusakan ginjal atau penurunan
faal ginjal lebih atau sama dengan tiga bulan sebelum diagnosis
ditegakkan (NKF-DOQI, 2002).
Gagal Ginjal Kronis (chronic renal failure) adalah kerusakan
ginjal progresif yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (urea
dan limbah niterogen lainnya yang beredar dalam darah serta
komplikasinya jika tidak dilakukan dialysis atau transplantasi ginjal).
(Nursalam, 2006).
2. Penyebab Cronic Kidney Dialisis
Menurut Price dan Wilson (2006) penyebab penyakit ginjal
kronis adalah : Glomerulonefritis, Nefrosklerosis Hipertensif, Penyakit
kolagen (lupus sistemik), Sindrom Nefrotik, Nefrotik Toksik, Penyakit
Endokrin (Diabetes)
Guyton dan Hall (1997) mengatakan penyakit ginjal kronis
disebabkan oleh hilangnya sejumlah besar nefron fungsional yang
Perbedaan Waktu Dialisis..., Gurit Dewanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
bersifat irreversibel. Pada umumnya penyakit ginjal kronis dapat terjadi
akibat gangguan pembuluh darah, glomerulus, tubulus, interstisium
ginjal dan traktus urinarius bagian bawah. Walaupun begitu banyak
penyakit yang dapat menimbulkan penyakit ginjal kronis, namun
hasilnya sama yaitu penurunan jumlah nefron fungsional.
Umumnya gagal ginjal kronik disebabkan penyakit ginjal
intrinsik difus dan menahun. Tetapi hampir semua nefropati bilateral
dan progresif akan berakhir dengan gagal ginjal kronik. Umumnya
penyakit diluar ginjal, misalnya nefropati obstruktif dapat menyebabkan
kelainan ginjal instrinsik dan berakhir dengan gagal ginjal kronik.
Glomerulonefritis, hipertensi esensial dan pielonefritis merupakan
penyebab paling sering dari gagal ginjal kronik, kira-kira 60%. Gagal
ginjal kronik yang berhubungan dengan penyakit ginjal polikistik dan
nefropati obstruktif hanya 15-20% (Enday Sukandar, 2006).
3. Patofisiologi
Penyakit ginjal kronis dapat memunculkan terjadinya sindrom
uremik dengan gejala kompleks yang berkaitan dengan retensi
metabolit nitrogen. Dua kelompok gejala klinis dapat terjadi pada
sindrom uremik. Pertama gangguan fungsi pengaturan dan ekskresi,
kelainan volume cairan dan elektrolit, ketidakseimbangan asam basa,
retensi metabolit nitrogen dan metabolit lainnya, serta anemia yang
disebabkan oleh defisiensi sekresi ginjal. Kedua, timbul gejala yang
Perbedaan Waktu Dialisis..., Gurit Dewanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
merupakan gabungan kelainan kardiovaskuler, neuromuskuler, saluran
cerna, dan kelainan lainnya (Price & Wilson, 1995).
4. Tanda dan Gejala
Menurut Mansjoer (1999), gejala klinis yang timbul pada pasien
penyakit ginjal kronis yaitu ; keadaan umum menimbulkan fatique,
malaise, gagal tumbuh, kulit pucat berwarna hitam kekuningan, mudah
lecet. Sistem kardiovaskuler terganggu ditandai dengan hipertensi,
kelebihan cairan, gagal jantung, penurunan libido, impotensi,
infertilitas menunjukan manifestasi klinis pada sistem reproduksi.
Menurut Enday Sukandar (2006), Gejala subyektif (symptoms)
yaitu ; Umum : lemah badan, cepat lelah. Saluran cerna : nafsu makan
turun, mual dan muntah, lidah hilang rasa, cegukan. Neuromuskular :
tungkai lemah, parestesi, kram otot-otot, daya konsentrasi turun,
insomnia dan gelisah. Kelamin : libido menurun (hilang), nokturia atau
oliguria. Kardiovaskuler : sesak nafas, sembab, batuk, nyeri
pericardial. Gejala Obyektif (signs) yaitu ; Umum : Nampak sakit,
mengurus. Kulit : hiperpigmentasi, kering (eksoriasis), Kepala :
sembab (puffy), anemia, retinopati. Kardiovaskuler : hipertensi,
kardiomegali, sembab. Laboratorium ; Kenaikan BUN & Kreatinin
serum, anemia normokrom normositer, lekopenia, trombopati /
trombositopenia, hiperurikemia, hiperfospatemia, hipokalsemia,
proteinuria, hematuria dan silinderuria.
Perbedaan Waktu Dialisis..., Gurit Dewanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
5. Komplikasi
Komplikasi kardiovaskuler merupakan penyebab kematian
utama pada pasien penyakit ginjal kronik (Dewayani, 2007).
Komplikasi yang seringkali ditemukan pada penderita penyakit ginjal
kronik adalah anemia, osteodistrofi ginjal, gagal jantung, disfungsi
ereksi (impoten), gangguan metabolisme kalsium dan fosfat (Alam &
Hadibroto, 2007). Smeltzer & Brenda (2002) menjelaskan bebarapa
komplikasi yang timbul pada hemodialisis yaitu : hipotensi, nyeri
dada, pruritus, gangguan ketidakseimbangan hemodialisis, kram otot
dan mual muntah.
6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada penyakit ginjal kronik dapat dilakukan
dengan terapi pergantian fungsi ginjal yang terdiri dari tiga cara, yaitu
hemodialisis, peritoneal dialysis, dan pencangkokan ginjal. Terapi
pengganti ginjal terdiri dari terapi dialysis dan transplantasi ginjal.
Terdapat dua jenis terapi dialysis yaitu hemodialisis dan peritoneal
dialysis. Sampai saat ini terapi hemodialisis lebih banyak dipilih
karena proses yang lebih singkat dan lebih efisien terhadap
pengeluaran zat-zat dengan berat molekul rendah (Ignatavicius &
Workman, 2006). Hemodialisis dilakukan untuk mencegah keracunan
ureum dan komplikasi lain sebelum pencangkokan dilakukan.
Pengobatan dan pendekatan gizi serta diet dilakukan untuk mengurangi
Perbedaan Waktu Dialisis..., Gurit Dewanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
gejala dan beban kerja ginjal jika penyakit ginjal kronik belum masuk
stadium akhir. Tindakan tersebut bertujuan untuk mencegah agar
penyakit ginjal kronik tidak berjalan secara progresif (Hartono, 2008)
B. Hemodialisis
1. Pengertian Hemodialisis
Menurut Price & Wilson (1995) hemodialisis didefinisikan
sebagai pergerakan larutan dan air dari darah pasien melewati
membrane semipermeabel (dialyzer) ke dalam dialisat. Dialiser juga
dapat dipergunakan untuk memindahkan sebagian besar volume
cairan. Pemindahan ini melalui proses ultrafiltrasi dimana tekanan
hidrostatik menyebabkan aliran yang besar dari air plasma (dengan
perbandingan sedikit larutan) melalui membrane. Dengan
memperbesar jalan masuk pada vaskuler, antikoagulasi dan produksi
dialiser yang dapat dipercaya dan efisien, hemodialisa talah menjadi
metode yang dominan dalam mengobati gagal ginjal akut dan kronis di
Amerika Serikat (Tisher & Wilcox, 1997).
Menurut konsensus Perhimpunan Nefrologi Indonesia
(PERNEFRI, 2003) secara ideal semua pasien dengan Laju Filtrasi
Glomerulus (LFG) kurang dari 15 mL/menit, LFG kurang dari 10
mL/menit dengan gejala uremia/malnutrisi, dan LFG kurang dari 5
mL/menit walaupun tanpa gejala dapat menjalani dialysis. Selain
indikasi tersebut juga disebutkan adanya indikasi khusus yaitu apabila
Perbedaan Waktu Dialisis..., Gurit Dewanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
terdapat komplikasi akut seperti oedema paru, hiperkalemia, asidosis
metabolik berulang, dan nefropati diabetik.
Tisher & Wilcox (1997) menyebutkan bahwa hemodialisis
biasanya dimulai ketika bersihan kreatinin menurun dibawah 10
mL/menit, ini sebanding dengan kadar kreatinin serum 8 – 10 mg/dL.
Pasien yang terdapat gejala uremia dan secara mental dapat
membahayakan dirinya juga dianjurkan menjalani hemodialisis.
Menurut Tisher & Wilcox juga menyebutkan bahwa indikasi relative
dari hemodialisis adalah azotemia simtomatis berupa enselopati, dan
toksin yang dapat didialisis. Sedangkan indikasi khusus adalah
perikarditis uremia, hiperkalemia, kelebihan cairan yang tidak
responsif dengan diuretic (oedem pulmonum), dan asidosis yang
tidak dapat diatasi.
Hemodialisis merupakan suatu proses yang digunakan pada
pasien dalam keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialysis jangka
pendek (beberapa hari hingga beberapa minggu) atau pasien dengan
penyakit ginjal stadium terminal (ESRD ; end-stage renal diasease)
yang membutuhkan terapi jangka panjang atau terapi permanent.
Sehelai membrane sintetik yang semi permeable menggantikan
glomerulus serta tubulus renal dan bekerja sebagai filter bagi ginjal
yang terganggu fungsinya itu. Bagi penderita GGK, hemodialisis akan
mencegah kematian. Namun demikian, hemodialisis tidak
menyembuhkan atau memulihkan penyakit ginjal dan tidak mampu
Perbedaan Waktu Dialisis..., Gurit Dewanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
mengimbangi hilangnya aktifitas metabolik atau endokrin yang
dilaksanakan ginjal dan dampak dari gagal ginjal serta terapinya
terhadap kualitas hidup pasien.
Hemodialisis adalah suatu teknik untuk memindahkan atau
membersihkan solut dengan berat molekul kecil dari darah secara
difusi melalui membrane semipermeabel (Noer, 2006).
Menurut (Noer, 2006), indikasi untuk memulai Hemodialisis
adalah:
a. Timbulnya sindroma uremia berupa latergi, anoreksia, atau
muntah yang mengganggu aktifitas sehari-hari.
b. Gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit yang
mengancam jiwa, misalnya hiperkalemi yang tidak respon
terhadap pengobatan konservatif.
c. Gejala kelebihan cairan yang tidak dapat diatasi dengan terapi
diuretik.
d. Terjadi gagal tumbuh yang menetap meskipun telah dilakukan
terapi konservatif yang adekuat.
Menurut Tisher & Wilcox (1997) kontra indikasi dari
hemodialisis adalah hipotensi yang tidak responsive terhadap presor,
penyakit stadium terminal, dan sindrom otak organik. Sedangkan
menurut PERNEFRI (2003) adalah tidak mungkin didapatkan akses
Perbedaan Waktu Dialisis..., Gurit Dewanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
vaskuler pada hemodialisis, akses vaskuler sulit, instabilitas
hemodinamik dan koagulasi. Kontra indikasi yang lain adalah penyakit
Alzheimer, demensia multi infark, sindrom hepatorenal, sirosis hati
lanjut dengan enselpoati dan keganasan lanjut (PERNEFRI, 2003).
2. Tujuan Tindakan Hemodialisis
Menurut Havens dan Terra (2005) tujuan dari pengobatan
hemodialisis antara lain :
a. Menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi, yaitu
membuang sisa-sisa metabolism dalam tubuh, seperti ureum,
kreatinin, dan sisa metabolism yang lain.
b. Menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh
yang seharusnya dikeluarkan sebagai urin saat ginjal sehat.
c. Meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita penurunan
fungsi ginjal.
d. Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu program
pengobatan yang lain.
3. Prinsip dalam Tindakan Hemodialisis
Suatu mesin hemodialsis yang digunakan untuk tindakan
hemodialisa berfungsi mempersiapkan cairan dialisa (dialisat),
mengalirkan dialisat dan aliran darah melewati suatu membrane
semipermeabel, dan memantau fungsinya termasuk dialisat dan sirkuit
Perbedaan Waktu Dialisis..., Gurit Dewanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
darah corporeal. Pemberian heparin melengkapi antikoagulasi
sistemik. Darah dan dialisat dialirkan pada sisi yang berlawanan untuk
memperoleh efisiensi maksimal dari pemindahan larutan. Komposisi
dialisat, karakteristik dan ukuran membrane dalam alat dialisat, dan
kecepatan aliran darah dan larutan mempengaruhi pemindahan larutan
(Tisher & Wilcox, 1997).
Menurut Corwin (2000) hemodialisis adalah dialisa yang
dilakukan diluar tubuh. Selama hemodialisis darah dikeluarkan dari
tubuh melalui sebuah kateter masuk kedalam sebuah mesin yang
dihubungkan dengan sebuah membrane semipermeabel (dialiser) yeng
terdiri dari dua ruangan. Satu ruangan dialirkan darah dan ruangan
yang lain dialirkan dialisat, sehingga keduanya terjadi difusi. Setelah
darah selesai dilakukan pembersihan oleh dialiser darah dikembalikan
kedalam tubuh melalui arterio venosa shunt (AV-shunt).
Selanjutnya Price dan Wilson (1995) juga menyebutkan bahwa
suatu system dialisa terdiri dari dua sirkuit, satu untuk darah dan satu
lagi untuk cairan dialisa. Darah mengalir dari pasien melalui tabung
plastic (jalur arteri/blood line), melalui dialisse hollow fiber dan
kembali kepasien melalui jalur vena. Cairan dialisa membentuk saluran
kedua. Air kran difiltrasi dan dihangatkan sampai sesuai dengan suhu
tubuh, kemudian dicampur dengan konsentrat dengan perantaraan
pompa pengatur, sehingga terbentuk dialisat atau bak cairan dialisa.
Dialisat kemudian dimasukan kedalam dialiser, dimana cairan akan
Perbedaan Waktu Dialisis..., Gurit Dewanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
mengalir diluar serabut berongga sebelum keluar melalui drainase.
Keseimbangan antara darah dan dialisat terjadi sepanjang membran
semipermeabel dari hemodialiser melalui proses difusi, osmosis dan
ultrafiltrasi.
Ultrafiltrasi terutama dicapai dengan membuat perbedaan
tekanan hidrostatik antara darah dengan dialisat. Perbedaan tekanan
hidrostatik dapat dicapai dengan meningkatkan resistensi terhadap
aliran vena, atau dengan menimbulkan efek vakum dalam ruang
dialisat dengan memainkan pengatur tekanan negative. Perbedaan
tekanan hidrostatik diantara membrane dialisa juga meningkatkan
kecepatan difusi solute. Sirkuit darah pada system dialisa dilengkapi
dengan larutan garam atau NaCl 0,9 %, sebelum dihubungkan dengan
sirkuit penderita. Tekanan darah pasien mungkin cukup untuk
mengalirkan darah melalui sirkuit ekstrakorporal (diluar tubuh), atau
mungkin juga memerlukan pompa darah untuk membantu aliran
dengan Quick Blood (QB) (sekitar 200 sampai 400 ml/menit)
merupakan aliran kecepatan yang baik. Heparin secara terus menerus
dimasukan pada jalur arteri melalui infuse lambat untuk mencegah
pembekuan darah, proses ini yang disebut heparin kontinyu. Perangkap
bekuan darah atau gelembung udara dalam jalur vena akan
menghalangi udara atau bekuan darah kembali ke dalam aliran darah
pasien. Untuk menjamin keamanan pasien, maka hemodialiser modern
Perbedaan Waktu Dialisis..., Gurit Dewanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
dilengkapi dengan monitor-monitor yang memiliki alarm untuk
berbagai parameter (Price & Watson, 1995).
C. Pengertian Lamanya Hemodialisis
Menurut PERNEFRI (2003) waktu atau lamanya hemodialisa
disesuikan dengan kebutuhan individu. Tiap hemodialisa dilakukan 4 – 5
jam dengan frekuensi 2 kali seminggu. NKF (2001) menyebutkan
hemodialisa idealnya dilakukan 10 – 15 jam/minggu dengan QB 200 – 300
mL/menit. Sedangkan menurut Corwin (2000) hemodialisis memerlukan
waktu 3 – 5 jam dan dilakukan 3 kali seminggu. Pada akhir interval 2 – 3
hari diantara hemodialisis, keseimbangan garam, air, dan pH sudah tidak
normal lagi. Hemodialisis ikut berperan menyebabkan anemia karena
sebagian sel darah merah rusak dalam proses hemodialisa.
Durasi (td) hemodialisis berdasarkan konsep urea kinetic Kt/V tidak
dapat menjamin dialisis adekuat, diputuskan consensus (pusat dialisis di
Eropah) durasi hemodialisis 12-15 jam perminggu (terbagi 3 sesi dengan
4-5 jam setiap sesi) dianggap sebagai Gold Standard dengan kondisi untuk
menjamin hemodialisis adekuat (Enday Sukandar, 2006).
Lama sesi dialisis adalah satu-satunya faktor terpenting yang
menentukan Klirens suatu zat terlarut. Perubahan pada parameter lain
hampir selalu menyebabkan pengurangan waktu dialisis pasien. Klirens
dari zat terlarut dengan BM kecil pada short dialisis dapat diprtahankan
dengan menggunakan membrane high flux, aliran darah yang tinggi dll,
Perbedaan Waktu Dialisis..., Gurit Dewanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
hasil jangka panjangnya belum jelas, terutama bila control volume
ekstraseluler tidak adekuat (hipertensi yang persisten) dan klirens molekul
dengan BM besar tidak dipertahankan.
D. Adekuasi Hemodialisis
NKF-DOQI (2006) menyarankan bahwa dosis hemodialisis adalah 3
kali per minggu dengan waktu hemodialisis 5 jam. Pengukuran kecukupan
dosis hemodialisis dapat diukur dengan Urea Reduction Ratio (URR).
Target URR adalah 70 % atau target URR minimal adalah 65 %.
PERNEFRI (2003) menjelaskan setiap pasien hemodialisis harus
diresepkan dan direncanakan dosis tindakan hemodialisis. Dosis
hemodialisis adalah 10 – 15 jam/minggu atau disesuikan dengan
kebutuhan individu. Tiap hemodialisa dilakukan 4 – 5 jam dengan
frekuensi 2 kali per minggu. Tujuan penentuan frekuensi hemodialisis
adalah untuk mencapai adekuasi hemodialisis. Pengukuran frekuensi
adekuasi hemodialisis dilakukan sekali dalam sebulan atau minimal sekali
dalam enam bulan.
Kriteria klinik dialisis adekuat menurut Enday Sukandar (2006)
adalah: Keadaan umum dan status nutrisi baik, normotensi, Tanpa
presentasi klinik terkait anemia, Keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam
basa masih normal, Metabolisme fosfat dan kalsium terkontrol tanpa
osteodistrofi, Rehabilitasi optimal yang berhubungan dengan aspek
kehidupan pribadi, keluarga dan profesi, dan Kualitas hidup normal.
Perbedaan Waktu Dialisis..., Gurit Dewanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
Suhardi (2005) menyampaikan tanda – tanda hemodialisis yang
adekuat adalah tercapai berat badan kering, pasien terlihat baik, bebas
sindrom uremia, nafsu makan baik, tekanan darah terkendali baik, dan
hemoglobin > 10 gr%.
E. Kerangka Teori
Kerangka teori menggambarkan hubungan varibel-variabel yang akan
diteliti. Kerangka teori dalam penelitian ini adalah :
Skema: 2.1. Kerangka Teori Cronic Kidney Disease berdasar “ Model
Adaptasi Roy "
Sumber : Enday Sukandar, 2006
Penyakit
ginjal
kronik
Hemodialisa
Ureum
Kreatin
Menurun
- QD - QB - Waktu - Membran
dializer
- Keadaan umum dan nutrisi baik - Tanpa presentasi klinik terkait anemia - Keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa masih normal - Metabolisme fosfat dan kalsium terkontrol tanpa osteodistrofi - Rehabilitasi optimal - Kualitas hidup optimal
Hemodialisa Adekuat
Perbedaan Waktu Dialisis..., Gurit Dewanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
F. Kerangka Konsep
Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah :
Skema 2.2. Kerangka Konsep Penelitian
G. Hipotesis
Terdapat dua hipotesis, yaitu hipotesis nihil atau hipotesis statistic
(Ho) dan hipotesis kerja yang disebut juga hipotesis alternative atau
hipotesis riset (Ha). Hipotesis (Ha) dalam penelitian ini adalah ada
perbedaan waktu hemodialisis terhadap ureum kreatin pasien hemodialisa
di RSUD Banyumas.
Karakteristik Pasien : - Umur - Pekerjaan - Jenis Kelamin - Berat Badan
Penurunan kadar
Ureum Kreatin
Variabel Independen
Waktu Dialisis
Variabel Dependen
Perbedaan Waktu Dialisis..., Gurit Dewanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
Perbedaan Waktu Dialisis..., Gurit Dewanto, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014