bab ii tinjauan pustaka a. minat beli 1. pengertian minat...
TRANSCRIPT
16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Minat Beli
1. Pengertian Minat Beli
Minat beli menurut Ferdinand (2006) adalah pernyataan mental dari
diri konsumen yang merefleksikan rencana pembelian sejumlah produk
dengan merek tertentu. Sedangkan menurut Kotler (2005) minat beli adalah
sesuatu yang timbul setelah menerima rangsangan dari produk yang
dilihatnya, dari sana timbul ketertarikan untuk mencoba produk tersebut
sampai pada akhirnya timbul keinginan membeli agar dapat memilikinya.
Sedangkan menurut Howard (dalam Essence, 2015) minat beli adalah
sesuatu yang berhubungan dengan rencana konsumen untuk membeli produk
serta banyaknya unit produk yang dibutuhkan pada periode tertentu. Menurut
Thamrin (2003) minat beli merupakan bagian dari komponen perilaku
konsumen dalam sikap mengkonsumsi, kecenderungan responden untuk
bertindak sebelum keputusan membeli benar-benar dilaksanakan. Sedangkan
pengertian minat beli menurut Setiawan dan Ihwan (2004) terdapat beberapa
pengertian yaitu: 1) Minat Beli mengarah kepada individu yang memiliki
kemauan untuk membeli, 2) Minat Beli juga dapat dijadikan sebagai tolak
ukur keinginan seseorang dalam membeli, 3) Minat Beli berhubungan dengan
perilaku pembelian yang dilakukan secara terus menerus oleh seseorang.
17
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa minat beli adalah
proses awal yang dilakukan oleh konsumen terhadap suatu produk atau jasa
sebelum melakukan keputusan pembelian, apabila konsumen telah menerima
rangsangan dari produk yang dilihatnya sehingga timbul keinginan untuk
memiliki dan tertarik untuk membeli produk atau jasa maka konsumen akan
pengambilan keputusan pembelian untuk memperoleh produk atau jasa
tersebut.
2. Aspek-aspek Minat Beli
Menurut Ferdinand (2006) yang menjadi indikator minat beli seorang
konsumen adalah sebagai berikut, yaitu:
1. Minat transaksional, yaitu kecenderungan seseorang untuk membeli
produk. Hal ini bermaksud yakni konsumen telah memiliki minat untuk
melakukan pembelian pada produk yang diinginkan.
2. Minat referensial, yaitu kecenderungan seseorang untuk mereferensikan
produk kepada orang lain. Hal ini bermaksud yakni konsumen yang telah
memiliki minat beli akan menyarankan kepada orang lain untuk
melakukan pembelian pada produk yang sama.
3. Minat preferensial, yaitu minat yang menggambarkan perilaku seseorang
yang memiliki preferensi utama pada produk tersebut. Preferensi ini hanya
dapat diganti jika terjadi sesuatu dengan produk prefrensinya.
4. Minat eksploratif, minat ini menggambarkan perilaku seseorang yang
selalu mencari informasi mengenai produk yang diminatinya dan mencari
informasi untuk mendukung sifat-sifat positif dari produk tersebut.
18
Menurut Kinnear dan Taylor (dalam Sukmawati, 1994) aspek-aspek
dalam minat beli adalah sebagai berikut:
1. Ketertarikan, yaitu menunjukkan adanya pemusatan terhadap perhatian dan
perasaan yang senang.
2. Keinginan, yaitu ditunjukkan dengan adanya dorongan rasa untuk
memiliki.
3. Keyakinan, ditunjukkan dengan adanya perasaan percaya diri terhadap
kualitas, daya guna, dan keuntungan dari produk yang akan dibeli.
Berdasarkan aspek-aspek minat beli yang telah dikemukakan oleh
beberapa ahli, dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek minat beli adalah minat
transaksional, minat referensial, minat preferensial, minat eksploratif,
ketertarikan, keinginan dan keyakinan. Peneliti memilih untuk menggunakan
aspek-aspek minat beli menurut Ferdinand (2006) yaitu minat transaksional,
minat referensial, minat preferensial dan minat eksploratif untuk membuat alat
ukur minat beli produk Bloods Industries Yogyakarta. Dalam penelitian
sebelumnya tentang minat beli yang dilakukan oleh Hermawan dan Harti
(2014) menggunakan aspek-aspek minat beli dari Ferdinand (2006) untuk
mengukur minat beli.
3. Faktor-faktor Minat Beli
Menurut Lidyawatie (2008), menjelaskan ada beberapa faktor yang
mempengaruhi minat beli konsumen yaitu:
1. Perbedaan pekerjaan, artinya dengan adanya perbedaan pekerjaan
seseorang dapat diperkirakan minat terhadap tingkat pekerjaan yang ingin
19
dicapainya, aktivitas yang dilakukan, penggunaan waktu senggangnya, dan
lain.
2. Perbedaan sosial ekonomi, artinya seseorang yang mempunyai sosial
ekonomi tinggi akan lebih mudah mencapai apa yang diinginkannya
daripada yang mempunyai sosial ekonomi rendah.
3. Perbedaan hobi atau kegemaran, artinya bagaimana seseorang
menggunakan waktu sesungguhnya.
4. Perbedaan jenis kelamin, artinya minat wanita akan berbeda dengan minat
pria, misalnya dalam pola belanja.
5. Perbedaan usia, artinya usia anak-anak, remaja, dewasa dan orangtua akan
berbeda minatnya terhadap suatu barang, aktivitas benda dan seseorang.
Menurut Swastha dan Irawan (2001) mengemukakan faktor-faktor
yang mempengaruhi minat membeli berhubungan dengan
1. Perasaan dan emosi, bila seseorang merasa senang dan puas dalam
membeli barang atau jasa maka hal itu akan memperkuat minat membeli.
2. Ketidakpuasan, bila seseorang tidak puas dalam membeli barang atau jasa
maka hal itu akan menghilangkan minat.
Menurut Kotler dan Armstrong (2008), minat beli merupakan bagian
dari perilaku membeli sehingga faktor-faktor yang mempengaruhi minat beli
kurang lebih sama dengan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
membeli. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi minat beli, yaitu:
1. Faktor-faktor Kebudayaan, berpengaruh luas dan mendalam terhadap
perilaku konsumen.
20
a. Kebudayaan, faktor penentu keinginan dan perilaku seseorang yang
paling mendasar. Jika makhluk yang lebih rendah perilakunya
sebagian besar diatur oleh naluri, maka perilaku manusia sebagian
besar adalah dipelajari. Anak yang dibesarkan dalam sebuah
masyarakat mempelajari seperangkat nilai dasar, persepsi, preferensi
dan perilaku melalui sebuah proses sosialisasi yang melibatkan
keluarga dan berbagai lembaga penting lainnya.
b. Sub budaya, setiap budaya mempunyai kelompok-kelompok sub
budaya yang lebih kecil yang merupakan identifikasi dan sosialisasi
yang khas untuk perilaku anggotanya. Ada empat macam sub budaya
yaitu kelompok-kelompok kebangsaan, kelompok-kelompok
keagamaan, kelompok-kelompok ras dan wilayah-wilayah geografis.
Semua faktor ini akan mempengaruhi makanan yang menjadi
pilihannya, pilihan pakaian, rekreasi, dan aspirasi tentang kerja atau
karirnya.
c. Kelas sosial, yaitu kelompok dalam masyarakat, dimana setiap
kelompok cenderung memiliki nilai, minat dan tingkah laku yang
sama.
2. Faktor-faktor Sosial, tingkah laku konsumen juga di pengaruhi oleh faktor-
faktor sosial, yaitu :
a. Kelompok Referensi, yaitu kelompok-kelompok yang memberikan
pengaruh langsung atau tidak langsung terhadap sikap dan perilaku
seseorang. Kelompok ini biasanya disebut dengan kelompok
21
keanggotaan, yaitu sebuah kelompok yang dapat memberikan
pengaruh secara langsung terhadap seseorang. Adapun anggota
kelompok ini biasanya merupakan anggota dari kelompok primer
seperti keluarga, teman, tetangga dan rekan kerja yang berinteraksi
dengan secara langsung dan terus menerus dalam keadaan yang
informal.
b. Keluarga, para anggota keluarga dapat memberikan pengaruh yang
kuat terhadap perilaku pembeli. Dalam sebuah organisasi pembelian
konsumen, keluarga dibedakan menjadi dua bagian. Pertama keluarga
yang dikenal dengan istilah keluarga orientas. Keluarga jenis ini
terdiri dari orangtua dan saudara kandung seseorang yang dapat
memberikan orientasi agama, politik dan ekonomi serta ambisi
pribadi, harga diri dan cinta. Kedua keluarga yang terdiri dari
pasangan dan jumlah anak yang dimiliki seseorang. Keluarga jenis ini
biasa dikenal dengan keluarga prokreasi.
c. Peran dan status, yaitu kedudukan seseorang dalam setiap kelompok
dapat dijelaskan dalam pengertian peranan dan status. Setiap peranan
membawa satu status yang mencerminkan penghargaan umum oleh
masyarakatnya meliputi kelompok acuan, keluarga serta peran dan
status. Peran dan status seseorang di dalam masyarakat dapa
mempengaruhi perilaku pembelian. Semakin tinggi peran seseorang
didalam sebuah organisasi maka akan semakin tinggi pula status
22
mereka dalam organisasi tersebut dan secara langsung dapat
berdampak pada perilaku pembeliannya.
3. Faktor-faktor Pribadi
a. Usia dan Tahap Daur Hidup, yaitu pembelian seseorang terhadap
barang dan jasa akan berubah-ubah selama hidupnya. Demikian
halnya dengan selera seseorang berhubungan dengan usianya.
b. Pekerjaan, yaitu dengan adanya kelompok-kelompok pekerjaan,
perusahaan dapat memproduksi produk sesuai dengan kebutuhan
kelompok pekerjaan tertentu.
c. Keadaan Ekonomi, yaitu keadaan ekonomi seseorang dapat dilihat
dari tingkah pendapatan yang dapat berpengaruh terhadap pilihan
produk. Biassanya pemilihan produk dilakukan berdasarkan keadaan
ekonomi seseorang seperti besaran penghasilan yang dimiliki, jumlah
tabungan, hutang dan sikap terhadap belanja atau menabung.
d. Gaya Hidup, yaitu dapat diartikan sebagai sebuah pola hidup
seseorang yang terungkap dalam aktivitas, minat dan opininya yang
terbentuk melalui sebuah kelas sosial dan pekerjaan. Tetapi, kelas
sosial dan pekerjaan yang sama tidak menjamin munculnnya sebuah
gaya hidup yang sama. Melihat hal ini sebagai sebuah peluang dalam
kegiatan pemasaran, banyak pemasar yang mengarah kepada gaya
hidup seseorang.
e. Kepribadian dan Konsep Diri, yaitu kepribadian merupakan ciri-ciri
psikologis yang membedakan setiap orang sedangkan konsep diri
23
lebih kearah citra diri. Setiap orang memiliki berbagai macam
karakteristik kepribadian yang berbeda-beda yang dapat
mempengaruhi aktivitas kegiatan kepribadiannya. Kepribadian
merupakan ciri bahwa psikologis manusia yang berbeda yang
menghasilkan sebuah tanggapan relatif tetap dan bertahan lama
terhadap lingkungannya. Kepribadian biasanya digambarkan dengan
menggunakan ciri bawaan seperti kepercayaan diri, dominasi,
kemampuan bersosialisasi, pertahanan diri dan kemampuan
beradaptasi.
4. Faktor Psikologis
a. Motivasi, yaitu suatu kebutuhan yang cukup kuat mendesak untuk
mengarahkan seseorang agar dapat mencari pemuas terhadap
kebutuhan itu.
b. Persepsi, yaitu proses individu memilih, merumuskan dan
menafsirkan masukan informasi dari panca indera untuk menciptakan
suatu gambaran yang berarti mengenai dunia. Persepsi juga
merupakan interpretasi dari sensasi dan proses pemilihan informasi
akan hal-hal tertentu yang berarti bagi konsumen. Menurut Kotler dan
Keller (2009) dalam pemasaran, persepsi lebih penting dari pada
realitas karena persepsi itu yang akan mempengaruhi perilaku aktual
konsumen dan mempengaruhi bagaimana seseorang memutuskan
untuk menggunakan suatu produk atau jasa. Sedangkan menurut
Durianto, Sugiarto dan Sitinjak (2001) persepsi konsumen terhadap
24
kualitas keseluruhan dari suatu produk atau jasa dapat menentukan
nilai dari produk atau jasa tersebut dan berpengaruh secara langsung
kepada keputusan pembelian konsumen dan loyalitas mereka terhadap
merek.
c. Belajar, yaitu menggambarkan perubahan dalam perilaku seseorang
individu yang bersumber dari pengalaman. Kebanyakan perilaku
manusia diperoleh dengan mempelajarinya. Belajar adalah perubahan
yang terjadi dalam proses pemikiran seseorang yang disebabkan oleh
pengalaman sebelumnya. Belajar memegang peran penting dari
tingkah laku, terutama bagi seseorang yang baru pertama kali
membeli barang.
d. Kepercayaan, yaitu suatu gagasan deskriptif yang dimiliki seseorang
tentang sesuatu. Kepercayaan itu mungkin didasarkan akan
pengetahuan, pendapat, dan keyakinan nyata. Keyakinan ini
membentuk citra terhadap merek dan produk, hal ini akan
menyebabkan seseorang akan bertindak sesuai dengan
kepercayaannya.
e. Sikap, yaitu sudut pandang seseorang terhadap sesuatu. Para produsen
pada umumnya berusaha memahami sikap pelanggan potensial dan
berfungsi atas dasar tersebut akan lebih efisien bagi produsen untuk
menggunakan sikap pelanggan sebagai landasan bergerak daripada
berusaha mengubahnya karena sikap cenderung menetap dan sulit
untuk diubah.
25
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang
mempangaruhi minat beli antara lain adalah perbedaan pekerjaan, perbedaan
sosial ekonomi, perbedaan hobi atau kegemaran, perbedaan jenis kelamin,
perbedaan usia, faktor kebudayaan (budaya, sub budaya, dan kelas ekonomi),
faktor sosial (kelompok referensi, keluarga, peran dan status), faktor pribadi
(usia dan tahap daur hidup, pekerjaan, keadaan ekonomi, gaya hidup, serta
kepribadian dan konsep diri), faktor psikologis (motivasi, persepsi, belajar,
kepercayaan dan sikap).
Beberapa faktor-faktor minat beli yang dikemukakan oleh beberapa
ahli, peneliti memilih faktor persepsi, lebih spesifikasinya yaitu faktor
persepsi dari individu terhadap suatu kualitas produk yang dikemukakan oleh
Kotlet dan Armstrong (2008). Faktor persepsi konsumen terhadap kualitas
produk merupakan hal yang penting, persepsi adalah salah satu faktor yang
menjadi pertimbangan dalam memilih suatu produk.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa persepsi terhadap
kualitas keseluruhan dari suatu produk akan berpengaruh bagi konsumen
untuk memutuskan pembelian sehingga peneliti menentukan faktor kualitas
produk sebagai variabel bebas dalam penelitian ini. Bagi konsumen kualitas
produk sangat berpengaruh terhadap minat beli konsumen terhadap suatu
produk. Dari kualitas produk, konsumen dapat memilih untuk membeli atau
tidak produk yang dilihat dan dinilai, sebab kualitas produk merupakan bahan
pertimbangan bagi konsumen untuk menggunakan produk yang harapanya
dapat memberikan manfaat yang diinginkan bagi setiap konsumen.
26
B. Kualitas Produk
1. Pengertian Kualitas Produk
Kualitas produk menurut Garvin (1988) suatu kondisi dinamis yang
berhubungan dengan produk, manusia atau tenaga kerja, proses, serta
lingkungan yang mematuhi atau melebihi harapan pelanggan atau konsumen.
Sedangkan menurut Gaspersz (2005) adalah totalitas dari karakteristik suatu
produk yang menunjang kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang
dispesifikasikan atau diterapkan. Menurut Kotler (2005) merupakan
karakteristik produk atau jasa yang bergabung pada kemampuannya untuk
memuaskan kebutuhan pelanggan, yang dinyatakan atau diimplementasikan.
Sedangkan menurut Wijaya (2011) kualitas produk dan jasa diidentifikasikan
sebagai keseluruhan gabungan karakteristik produk dan jasa yang dihasilkan
dari pemasaran, rekayasa, produksi, dan pemeliharaan yang membuat produk
dan jasa tersebut dapat digunakan memenuhi harapan pelanggan atau
konsumen.
Menurut Tjiptono (2006) definisi kualitas yaitu perpusat pada upaya
memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketepatan dalam
menyampaikan sesuatu untuk mengimbangi harapan pelanggan. Sedangkan
menurut Durianto, Sugiarto dan Sitinjak (2001) kualitas produk didefinisikan
sebagai persepsi konsumen terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan
suatu produk atau jasa layanan berkaitan dengan apa yang diharapkan oleh
konsumen. Tidak jauh berbeda menurut Ferrinadewi (2008) kualitas produk
27
merupakan persepsi dari konsumen terhadap keseluruhan kualitas atau
keunggulan/ kebaikan suatu produk dalam menjalankan fungsinya untuk
memenuhi harapan konsumen. Sedangkan menurut Mowen dan Minor (2002)
mendefinisikan kualitas produk sebagai evaluasi menyeluruh pelanggan atas
kebaikan barang dan jasa.
Berdasarkan definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa kualitas produk
merupakan persepsi yang diberikan oleh konsumen terhadap keseluruhan
karakteristik, keunggulan dan kebaikan suatu produk dalam menjalankan
fungsi yang diharapkan oleh konsumen sehingga konsumen bisa terpuaskan.
2. Aspek-aspek Kualitas Produk
Menurut Garvin (dalam Tjiptono, 2011) mengemukakan delapan
faktor-faktor kualitas produk dengan contoh aplikasi pada produk mobil,
yaitu:
1. Kinerja (performance), karakteristik operasi pokok dari produk inti (core
product) yang dibeli, misalnya kecepatan, konsumsi bahan bakar, jumlah
penumpang yang dapat diangkut, kemudahan dan kenyamanan dalam
mengemudi, dan sebagainya.
2. Fitur atau ciri-ciri tambahan (feature), yaitu karakteristik sekunder atau
pelengkap suatu produk, misalnya kelengkapan interior dan eksterior
seperti dash board, AC, sound system, door lock system, power streering,
dan sebagainya.
28
3. Reabilitas (reliability), yaitu kemungkinan kecil suatu produk akan
mengalami kerusakan atau gagal dipakai, misalnya mobil tidak sering
mogok/ ngadat/ rewel/ rusak.
4. Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to specificationsi), yaitu
sejauh mana karakteristik desain dan operasi memenuhi standar-standar
yang telah ditetapkan sebelumnya. Misalnya standar keamanan dan emisi
terpenuhi, seperti ukuran as roda untuk truk tentunya harus lebih besar
daripada mobil sedan.
5. Daya tahan (durability), berkaitan dengan berapa lama produk tersebut
dapat terus digunakan. Dimensi ini mencakup umur teknis maupun umur
ekonomis penggunaan mobil.
6. Serviceability, meliputi kecepatan, kompetensi, kenyamanan, kemudahan
direparasi; serta penanganan keluhan secara memuaskan. Layanan yang
diberikan tidak terbatas hanya sebelum penjualan, tetapi juga selama
proses penjualan hingga purna jual, yang juga mencakup layanan reparasi
dan ketersediaan komponen yang dibutuhkan.
7. Estetika, yaitu daya tarik produk terhadap panca indera, misalnya bentuk
fisik mobil yang menarik, model/desain yang artistik, warna, dan
sebagainya.
8. Kesesuaian yang dipersepsikan (perceived quality), yaitu citra dan reputasi
produk serta tanggung jawab perusahaan terhadapnya. Biasanya karena
kurangnya pengetahuan pembeli akan atribut atau fitur produk yang akan
dibeli, maka pembeli mempersepsikan kualitanya dari aspek harga, nama
29
merek, iklan, reputasi perusahaan, maupun negara pembuatnya (country-
of-origin, country-of-manufacture, country-of-assembly, atau country-of-
brand) umumnya orang akan mempersepsikan merek Mercedes. Roll
Royce, Porsche, dan BMW sebagai jaminan mutu.
Menurut Gaspersz (2008) menjelaskan bahwa aspek-aspek kualitas
produk meliputi 8 aspek, yaitu:
1. Performance, karakteristik operasi pokok dari produk inti dan dapat
didefinisikan sebagai tampilan dari sebuah produk seseungguhnya.
Tampilan sebuah produk merupakan pencerminan bagaimana sebuah
produk itu disajikan atau ditampilkan kepada pelanggan. Tingkat
pengukuran tampilan pada dasarnya mengacu pada tingkat karakteristik
dasar produk itu beroperasi. Sebuah produk dikatakan memiliki tampilan
yang baik bilamana dapat memenuhi harapan. Bagi setiap produk/ jasa,
dimensi performance bisa berlainan, tergantung pada functionalvalue yang
dijanjikan oleh perusahaan. Untuk bisnis makanan, dimensi performance
adalah rasa yang enak. Variabel ini dapat diukur dengan indikator tampilan
produk.
2. Keandalan (reliability), yaitu tingkat kendalan suatu produk atau
konsistensi keandalan sebuah produk didalam proses operasionalnya
dimata konsumen. Keandalan sebuah produk juga merupakan ukuran
kemungkinan suatu produk tidak akan rusak atau gagal dalam suatu periode
waktu tertentu. Sebuah produk dikatakan memiliki keandalan yang tinggi
bilamana dapat menarik kepercayaan dari konsumen terkait kualitas
30
keandalan sebuah produk. Dimensi performance dan reability sekilas
hampir sama tetapi mempunyai perbedaan yang jelas. Reability lebih
menunjukkan probabilitas produk menjalankan fungsinya. Variablel ini
dapat diukur dengan indikator keandalan produk.
3. Keistimewaan tambahan (features), yaitu karakteristik sekunder atau
pelengkap dan dapat didefinisikan sebagai tingkat kelengkapan atribut-
atribut yang ada pada sebuah produk. Pada titik tertentu, performance dari
setiap merek hampir sama tetapi justru perbedaannya terletak pada fiturnya.
Ini juga mengakibatkan harapan pelanggan terhadap dimensi performance
relatif homogen dan harapan terhadap fitur relatif heterogen. Variabel ini
dapat diukur dengan indikator keistimewaan tambahan.
4. Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to specifications), yaitu sejauh
mana karakteristik desain dan operasi memenuhi standar-standar yang telah
ditetapkan sebelumnya dan dapat didefinisikan sebagai tingkat dimana
semua unit yang diproduksi identik dan memenuhi spesifikasi sasaran yang
dijanjikan. Definisi diatas dapat dijelaskan bahwa tingkat conformance
sebuah produk dikatakan telah akurat bilamana produk-produk yang
dipasarkan oleh produsen telah sesuai perencanaan perusahaan yang berarti
merupakan produk-produk yang mayoritas diinginkan pelanggan. Variabel
ini dapat diukur dengan indikator kesesuaian dengan spesifikasi.
5. Daya tahan (durability), berkaitan dengan berapa lama produk tersebut
dapat terus digunakan dan dapat didefinisikan sebagai suatu ukuran usia
31
operasi produk yang diharapkan dalam kondisi normal dan/atau berat.
Variabel ini dapat diukur dengan indikator usia produk.
6. Serviceability (service ability), meliputi kecepatan, kompetensi,
kenyamanan, mudah direparasi, serta penanganan keluhan yang
memuaskan dan dapat didefinisikan sebagai suatu ukuran kemudahan
memperbaiki suatu produk yang rusak atau gagal. Disini artinya bilamana
sebuah produk rusak atau gagal makakesiapan perbaikan produk tersebut
dapat dihandalkan, sehingga konsumen tidak merasa dirugikan. Variabel ini
dapat diukur dengan indikator kecepatan, penanganan keluhan.
7. Keindahan (aesthethics), yaitu keindahan produk terhadap panca indera dan
dapat didefinisikan sebagai atribut-atribut yang melekat pada sebuah
produk, seperti warna, model atau desain, bentuk, rasa, aroma dan lain-lain.
Pada dasarnya Aesthetics merupakan elemen yang melengkapi fungsi dasar
suatu produk sehingga performance sebuah produk akan menjadi lebih baik
dihadapan pelanggan. Variabel ini dapat diukur dengan indikator warna,
model dan desain.
8. Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality), yaitu kualitas yang
dirasakan. Bilamana diterapkan pada pengukuran kualitas makanan dan
minuman maka perceived quality merupakan kualitas dasar yang dimiliki.
Variabel ini dapat diukur dengan indikator kualitas produk.
32
Menurut Kotler dan Keller (2007) kualitas produk memiliki beberapa
aspek, yaitu:
1. Bentuk, yaitu banyak produk dapat didiferensiasi berdasarkan bentuk,
ukuran, model atau struktur fisik produk. Banyak bentuk produk-produk
seperti aspirin. Walaupun aspirin pada hakikatnya merupakan komoditas,
ia dapat didiferensiasikan berdasarkan ukuran dosis, bentuk, warna,
lapisan luar, masa fungsi.
2. Fitur (feature), yaitu sebagian produk dapat ditawarkan dengan fitur yang
berbeda-beda yang melangkapi fungsi dasar produk. Sebuah perusahaan
dapat mengidentifikasi dan menyeleksi fitur baru yang tepat dengan
mensurvei pembeli saat ini dan kemudian menghitung nilai pelanggan
dibandingan dengan biaya perusahaan untuk masing-masing fitur.
3. Mutu kinerja, sebagian besar produk dibangun menurut salah satu dari
empat level kinerja: rendah, rata-rata, tinggi, dan unggul. Mutu kinerja
adalah level berlakunya karakteristik dasar produk. Perusahaan tidak harus
merancang level kinerja setinggi mungkin. Perusahaan manufaktur harus
merancang satu level kinerja yang sesuai dengan pasar sasaran dan level
kinerja pesaing. Perusahaan harus juga merancang mutu kinerja sepanjang
waktu. Terus menerus-menerus memperbaiki produk dapat menghasilkan
pendapatan dan pangsa pasar yang besar.
4. Mutu kesesuaian (conformance quality), yaitu pembeli mengharapkan
produk memiliki mutu kesesuaian adalah tingkat kesesuaian dan
pemenuhan semua unit yang diproduksi terhadap spesifikasi sasaran yang
33
dijanjikan. Misalkan, Porsche 944 dirancang untuk mencapai kecepatan 60
mil per jam dalam 10 detik. Jika setiap Porsche 944 yang keluar dari lini
perakitan memenuhi spesifikasi itu, model itu dikatakan memiliki mutu
kesesuaian yang tinggi. Masalah yang terkait dengan mutu kesesuaian
yang rendah adalah bahwa produk itu akan mengecewakan beberapa
pembeli.
5. Daya tahan (durability), yaitu ukuran usia yang diharapkan atas
beroperasinya produk dalam kondisi normal dan/atau berat, merupakan
atribut yang berharga untuk produk-produk tertentu. Pembeli biasanya
akan membayar lebih untuk mendapatkan kendaraan dan peralatan dapur
yang mempunyai reputasi tinggi karena tahan lama. Akan tetapi, kaidah itu
tunduk pada beberapa persyaratan.
6. Keandalan (realibility), adalah ukuran probabilitas bahwa produk tertentu
tidak akan rusak atau gagal dalam periode waktu tertentu. Maytag, yang
memproduksi kebanyakan peralatan rumah tangga, memiliki reputasi luar
biasa karena menciptakan peralatan yang andal.
7. Mudah diperbaiki, yaitu kemudahan diperbaiki adalah ukuran kemudahan
untuk memperbaiki produk ketika produk itu rusak atau gagal. Sifat
mudah diperbaiki yang ideal adalah jika pemakai dapat membetulkan
sendiri produk itu dengan biaya atau waktu yang relatif kecil. Beberapa
produk menyertakan fitur diagnostik yang memungkinkan petugas servis
memperbaiki masalah tertentu melalui telefon atau memberi saran
pemakai mengenai cara memperbaikinya.
34
8. Gaya (style), yaitu menggambarkan penampilan dan perasaan yang
ditimbulkan oleh produk itu oleh pembeli. Gaya memiliki keunggulan
karena menciptakan kekhasan yang sulit ditiru. Sisi negatifnya, gaya yang
kuat tidak selalu berarti kinerjanya tinggi. Contohnya mobil dapat
kelihatan sangat sensasioanal, tetapi menghabiskan terlalu banyak waktu
di bengkel reparasi.
Menurut Wijaya (2011) ada delapan dimensi kualitas produk, yaitu:
1. Kinerja (performance), adalah tingkat konsistensi dan kebaikan fungsi-
fungsi produk. Kinerja yang superior (unggul) dapat terjadi dalam
berbagai bentuk, seperti kenyamanan dan kesenangan ketika memakai
produk rumah tangga, kualitas suara dalam komponen audio, atau
prosessing yang lebih cepat dan memori yang lebih besar dalam komputer.
2. Keindahan (esthetics), berhubungan dengan penampilan wujud produk
(misalnya gaya dan keindahan) serta penampilan fasilitas, peralatan,
personalia, dan materi komunikasi yang berkaitan dengan jasa. Style atau
model menggambarkan bagaimana baiknya produk dipandang dan
dirasakan oleh pembeli.
3. Kemudahan perawatan dan perbaikan (service ability), berkaitan dengan
tingkat kemudahan merawat dan memperbaiki produk.
4. Keunikan (features), adalah karakteristik produk yang berbeda secara
fungsional dari produk-produk sejenis. Misalnya, fungsi mobil adalah
untuk alat transportasi. Namun, mobil tertentu mungkin dilengkapi dengan
mesin empat silinder, transmisi manual, pembungkus tempat duduk,
35
tempat duduk untuk empat penumpang, dan rem cakram roda depan;
sementara mobil yang lainnya dilengkapi dengan mesin enem silinder,
transmisi otomatis, tempat duduk kulit, tempat duduk untuk enam
penumpang dan rem anti kejut.
5. Reabilitas, adalah probabilitas produk atau jasa menjalankan fungsi yang
dimaksud dalam jangka waktu tertentu.
6. Daya tahan (durability), didefinisikan sebagai umur manfaat dari fungsi
produk.
7. Kualitas kesesuaian (quality of conformance), adalah ukuran mengenai
apakah produk atau jasa telah memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan.
8. Kegunaan yang sesuai (fitness for use), adalah kecocokan dari produk
menjalankan fungsi-fungsi sebagaimana yang diiklankan atau dijanjikan.
Berdasarkan aspek kualitas produk yang telah dikemukakan oleh
beberapa ahli, dapat disimpulkan bahwa aspek kualitas produk diantaranya
adalah tampilan (performance), keandalan (reliability), keistimewaan
tambahan (features), kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to
specifications), daya tahan (durability), serviceability (service ability),
keindahan (aesthethics), kualitas yang dipersepsikan (perceived quality),
bentuk, mutu kinerja, mutu kesesuaian (conformance quality), mudah
diperbaiki, gaya (style), kualitas kesesuaian (quality of conformance), dan
kegunaan yang sesuai (fitness for use). Peneliti memilih untuk menggunakan
aspek kualitas produk menurut Garvin (dalam Tjiptono, 2011) yaitu kinerja
(performance), fitur atau ciri-ciri tambahan (feature), reabilitas (reliability),
36
kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to specificationsi), daya tahan
(durability), serviceability, estetika, dan kesesuaian yang dipersepsikan
(perceived quality) untuk membuat alat ukur kualitas produk Bloods
Industries Yogyakarta. Pada penelitian sebelumnya tentang kualitas produk
yang dilakukan oleh Tjahjaningsih dan Yuliani (2009) menggunakan aspek
dari Garvin untuk mengukur kualitas produk.
C. Hubungan antara Kualitas Produk Dengan Minat Beli Produk Bloods
Industries Yogyakarta
Membangun kualitas produk sangat penting bagi kelangsungan suatu
usaha, perusahaan dituntut untuk menghasilkan produk yang berkualitas agar
menghasilkan produk yang sesuai dengan keinginan konsumen dan menciptakan
kualitas produk yang baik. Bagi konsumen kualitas produk sangat berpengaruh
terhadap minat beli suatu produk. Hal tersebut menjadikan konsumen memilih
untuk membeli atau tidak produk yang dilihat dan dinilai, sebab kualitas produk
merupakan bahan pertimbangan bagi konsumen untuk menggunakan produk yang
harapannya dapat memberikan manfaat yang diinginkan bagi setiap konsumen.
Konsep penilaian kualitas produk lebih berdasarkan penilaian objektif dari
persepsi yang terbentuk terhadap kualitas produk yang dinilai oleh konsumen, jika
produk tersebut baik maka akan menaikkan minat beli seorang konsumen, hal
tersebut akan membuat konsumen yakin dan beranggapan bahwa kualitas produk
yang baik yaitu sesuai dengan apa yang dipersepsikan, kualitas produk
37
menekankan nilai pada suatu produk yang dinilai oleh konsumen, jika produk
tersebut baik maka akan meningkatkan minat beli seorang konsumen, hal tersebut
akan membuat konsumen yakin dan beranggapan bahwa kualitas produk yang
baik mempunyai mutu yang tinggi karena pembeli mengharapkan produk yang
dibeli sesuai dengan apa yang dipersepsikan, biasanya karena kurangnya
pengetahuan pembeli akan atribut atau fitur produk yang akan dibeli maka
pembeli mempersepsikan kualitanya dari aspek harga, nama merek, iklan, reputasi
perusahaan, maupun negara pembuatnya. Menurut Ferrinadewi (2008) kualitas
produk merupakan persepsi dari konsumen terhadap keseluruhan kualitas atau
keunggulan atau kebaikan suatu produk dalam menjalankan fungsinya untuk
memenuhi harapan konsumen.
Reputasi produk yang memiliki kualitas yang baik sebanding dengan hal
diatas maka akan meningkatkan minat beli pada seorang konsumen, tidak hanya
itu produk yang dapat menarik konsumen karena keindahannya, mempunyai
model, warna dan desain yang sesuai dengan keinginan konsumen juga
mempengaruhi minat beli pada konsumen. Menurut Amanah (2010) keindahan
dalam sebuah produk tidak dapat dinilai secara objektif, keindahan yang terdapat
dalam sebuah produk tergantung dari kepribadian konsumen. Amanah (2010)
lebih lanjut menyatakan bahwa konsumen akan merasa percaya diri dan bangga
saat menggunakan produk yang sesuai dengan kepribadiannya.
Produk yang berkualitas berdaya tahan lama yaitu produknya tidak mudah
rusak atau gagal saat digunakan dalam periode waktu tertentu, jika produk rusak
atau gagal saat digunakan produsen dapat menanggapi keluhan dengan baik dan
38
dapat melayani melalui berbagai media, yaitu layanan yang diberikan tidak
terbatas hanya sebelum penjualan, tetapi juga selama proses penjualan hingga
purna jual juga mempengaruhi kepuasan dan minat beli konsumen. Menurut
Kotler dan Amstrong (2008) kepuasan pelanggan sebagai suatu tingkatan produk
yang dirasa sesuai dengan harapan konsumen. Kepuasan konsumen terhadap
pembelian tergantung pada kinerja aktual produk tersebut, sehingga sesuai dengan
harapan konsumen. Sedangkan menurut Tumangkeng (2013) pelanggan akan puas
bila pelayanan yang diberikan pemberi layanan dapat benar-benar membuat
pelanggan merasa nyaman.
Kesesuaian spesifikasi yang sesuai pada produk tentunya juga
meningkatkan minat beli pada konsumen karena dengan diciptakannya produk
yang sesuai dengan spesifikasi dan standar yang telah ditetapkan, sejauh mana
karakteristik desain dan operasi memenuhi standar-standar yang telah ditetapkan
sebelumnya dan memenuhi spesifikasi sasaran yang dijanjikan telah sesuai
dengan produk yang ditawarkan, kemungkinan kecil suatu produk akan
mengalami kerusakan atau gagal dipakai, yaitu kehandalan produk yang baik
sehingga tidak mudah rusak dalam jangka waktu tertentu. Menurut Amanah
(2010) kehandalan dalam sebuah produk juga merupakan pertimbangan bagi
konsumen untuk membeli atau tidak sebuah produk yang dinilai.
Produk yang mempunyai fitur yang bermanfaat sehingga dapat
melangkapi fungsi utama produk dan produk tersedia dalam berbagai varian yang
memiliki fungsi masing-masing dan bermanfaat, nyaman saat dipakai dan
mempunyai tampilan yang modis sesuai yang diharapkan oleh konsumen, hal
39
tersebut dapat mempengaruhi kepuasan dan kepercayaan diri bagi konsumen. Jika
konsumen puas dengan produk yang akan dibeli, maka hal tersebut
memungkinkan konsumen meningkatkan minatnya untuk melakukan pembelian.
Menurut Kotler & Keller (2006) dalam membeli suatu produk, konsumen akan
mengarahkan pada fungsi dan manfaat produk tersebut. Konsumen akan membeli
produk sesuai dengan kebutuhan dan manfaat yang akan diperoleh. Jika suatu
produk yang dibeli sesuai dengan kebutuhan dan mempunyai manfaat seperti yang
konsumen harapkan, maka konsumen cenderung akan membeli produk tersebut.
Sedangkan minat beli akan rendah ketika kualitas produk yang akan dibeli
oleh konsumen tidak sesuai dengan yang semestinya yaitu produk yang tidak
sesuai dengan apa yang dipersepsikan karena reputasi produk yang buruk, tidak
mempunyai keindahan, model, warna dan desain yang sesuai dengan keinginan
konsumen, produk mudah rusak atau gagal saat digunakan dalam periode waktu
tertentu, jika produk rusak atau gagal saat digunakan produsen tidak menanggapi
keluhan dengan baik dan layanan yang diberikan sangat terbatas, reputasi yang
kurang baik, karakteristik desain dan operasi yang tidak memenuhi standar-
standar yang telah ditetapkan sebelumnya, kehandalan produk yang kurang baik
sehingga produk mudah rusak dalam jangka waktu tertentu
Produk yang mempunyai fitur yang kurang bermanfaat, kurang nyaman
saat dipakai dan mempunyai desain tampilan yang tidak sesuai dengan yang
diharapkan oleh konsumen, jika hal tersebut terjadi maka dapat mempengaruhi
kepuasan dan kepercayaan diri bagi konsumen. Jika konsumen tidak puas dengan
40
produk yang akan dibeli, maka hal tersebut memungkinkan konsumen
menurunkan minatnya untuk melakukan pembelian.
D. Hipotesis
Ada hubungan yang positif antara kualitas produk dengan minat beli
produk Bloods Industries Yogyakarta pada pengunjung kawasan distro Demangan
Baru. Semakin tinggi kualitas produk, cenderung tinggi minat beli produk Bloods
Industries Yogyakarta, sebaliknya semakin rendah kualitas produk, cenderung
rendah minat beli produk Bloods Industries Yogyakarta.