bab ii tinjauan pustaka a. kepatuhanrepository.ump.ac.id/5650/3/syarah nur hayah bab ii.pdf ·...
TRANSCRIPT
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kepatuhan
Kamus Besar Bahasa Indonesia (Pranoto,2007), patuh adalah
suka menurut perintah, taat pada perintah, sedangkan kepatuhan adalah
perilaku sesuai aturan dan berdisiplin. Kepatuhan didefinisikan sebagai
kesetiaan, ketaatan atau loyalitas. Kepatuhan yang dimaksud disini
adalah ketaatan dalam pelaksanaan prosedur cuci tangan sebelum dan
sesudah kontak dengan pasien. Smet (1994) kepatuhan adalah tingkat
seseorang melaksanakan suatu cara atau berperilaku sesuai dengan apa
yang disarankan atau dibebankan kepadanya. Dalam hal ini perawat
disarankan untuk selalu melakukan prosedur cuci tangan pada setiap
sebelum dan sesudah kontak dengan pasien. Dalam hal ini kepatuhan
perawat pelaksanaan prosedur tetap (protap) adalah untuk selalu
memenuhi petunjuk atau peraturan-peraturan dan memahami etika
keperawatan di tempat perawat tersebut bekerja.
Kepatuhan merupakan modal dasar seseorang berperilaku.
Demikian Kelman (1958) dikutip dalam Sarwono (1997) dijelaskan
bahwa perubahan sikap dan perilaku individu diawali dengan proses
patuh, identifikasi, dan tahap terakhir berupa internalisasi. Pada
awalnya individu mematuhi anjuran atau instruksi tanpa kerelaan
untuk melakukan tindakan tersebut dan seringkali karena ingin
menghindari hukuman atau sangsi jika dia tidak patuh, atau untuk
memperoleh imbalan yang dijanjikan jika dia mematuhi anjuran
Faktor-Faktor Yang..., Syarah Nur Hayah, Keperawatan S1 UMP,2014
13
tersebut. Tahap ini disebut tahap kepatuhan (compliance) biasanya
perubahan yang terjadi pada tahap ini sifatnya sementara, artinya
bahwa tindakan itu dilakukan selama masih ada pengawasan. Tetapi
begitu pengawasan itu mengendur atau hilang, perilaku itupun
ditinggalkan.
B. Perawat
Perawat atau Nurse berasal dari bahasa latin yaitu dari kata Nutrix
yang berarti merawat atau memelihara. Perawat adalah profesi yang
difokuskan pada perawatan individu, keluarga, dan masyarakat sehingga
mereka dapat mencapai, mempertahankan, atau memulihkan kesehatan
yang optimal dan kualitas hidup dari lahir sampai mati.
Paradigma sehat menuju Indonesia sehat tahun 2010 lebih
mengutamakan pelayanan promotif dan preventif dengan tidak
mengabaikan pelayanan kuratif dan rehabilitatif. (Depkes RI,1999).
Dengan demikian dalam pelayanan kesehatan, bisa tercapai derajat
kesehatan yang optimal. Keperawatan merupakan salah satu komponen
pembangunan bidang kesehatan. Oleh sebab itu keperawatan sekaligus
merupakan bagian integral dari sistem kesehatan nasional (Depkes RI,
1990).
C. Hand Hygiene (Kebersihan tangan atau Cuci tangan)
Hand hygiene adalah suatu pedoman yang ditetapkan oleh Centers
for Disease Control (CDC) (1985) untuk mencegah penyebaran dari
berbagai penyakit yang dikeluarkan melalui darah dilingkungan Rumah
sakit maupun sarana pelayanan kesehatan lain.
Faktor-Faktor Yang..., Syarah Nur Hayah, Keperawatan S1 UMP,2014
14
Mencuci tangan merupakan suatu proses yang secara mekanis
melepaskan kotoran dan debu dari kulit tangan dengan menggunakan
sabun biasa dan air, dengan tujuan untuk mencegah infeksi (Depkes,
2007). Mencuci tangan adalah membasahi tangan dengan air mengalir
untuk menghindari penyakit, agar kuman yang menempel pada tangan
benar-benar hilang. Mencuci tangan juga mengurangi pemindahan
mikroba ke pasien dan menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang
berada pada kuku, tangan dan lengan (Schaffer, et.al., 2000)
Hand hygiene adalah istilah yang digunakan untuk mencuci tangan
menggunakan antiseptik pencuci tangan. Pada tahun 2009,WHO
mencetuskan global patient safety challenge dengan clean care is safe
care, yaitu merumuskan inovasi strategi penerapan hand hygiene untuk
petugas kesehatan dengan My five moments for hand hygiene adalah
melakukan cuci tangan:
1. Sebelum bersentuhan dengan pasien.
2. Sebelum melakukan prosedur bersih atau steril.
3. Setelah bersentuhan dengan cairan tubuh pasien risiko tinggi.
4. Setelah bersentuhan dengan pasien.
5. Setelah bersentuhan dengan lingkungan sekitar pasien.
Dep Kes (2005) Cara cuci tangan yang dilaksanakan sesuai dengan
kebutuhan, yaitu :
1. Cuci tangan higenik atau rutin : mengurangi kotoran dan flora yang
ada di tangan dengan menggunakan sabun atau deterjen.
2. Cuci tangan aseptik :Sebelum tindakan aseptik pada pasien dengan
menggunakan aseptik.
Faktor-Faktor Yang..., Syarah Nur Hayah, Keperawatan S1 UMP,2014
15
3. Cuci tangan bedah (surgical hand scrub) : Sebelum melakukan
tindakan bedah cara aseptik dengan antiseptik dan sikat steril.
Teknik mencuci tangan biasa adalah membersihkan tangan dengan
sabun dan air bersih yang mengalir atau yang disiramkan, biasanya
digunakan sebelum dan sesudah melakukan tindakan yang tidak
mempunyai penularan penyakit (Dep Kes 2010).
Mencuci tangan adalah cara yang paling sederhana dan efektif
untuk mencegah transmisi silang di rumah sakit. Sebuah tindakan yang
sesungguhnya mudah dilakukan – sehingga tingkat kepatuhannya
seringkali diabaikan. Padahal menurut penelitian, dengan melakukan cuci
tangan yang benar, sekitar 30% - 40% penyakit menular dapat dicegah.
Kegagalan dalam menjaga kebersihan tangan adalah penyebab utama
infeksi nosokomial dan mengakibatkan penyebaran mikroorganisme
multiresisten di fasilitas pelayanan kesehatan (Endang Rahayu – Menkes
RI, 2009).
Kebersihan tangan (cuci tangan) merupakan suatu prosedur
tindakan membersihkan tangan dengan menggunakan sabun atau
antiseptik dibawah air mengalir atau dengan menggunakan handscrub
yang bertujuan untuk menghilangkan kotoran dari kulit secara mekanis
dan mengurangi jumlah mikroorganisme sementara. Persatuan
Pengendalian Infeksi Indonesia (Perdalin, 2010).
Sumurti (2008), cuci tangan dilakukan bertujuan untuk
mengangkat mikroorganisme yang ada di tangan, mencegah infeksi silang
(cross infection), menjaga kondisi steril, melindungi diri dan pasien dari
Faktor-Faktor Yang..., Syarah Nur Hayah, Keperawatan S1 UMP,2014
16
infeksi dan memberikan perasaan segar dan bersih. Prosedur cuci tangan
dilakukan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien. Selain mencuci
tangan dengan menggunakan sabun anti septik di bawah air mengalir, cuci
tangan juga dapat dilakukan dengan memakai handscrub berbasis alkohol.
Waktu untuk menggunakan handscrub antiseptik adalah kondisi
emergency dimana fasilitas cuci tangan sulit dijangkau, fasilitas cuci
tangan inadequat, saat ronde di ruangan yang memerlukan desinfeksi
tangan dan bukan pengganti cuci tangan bedah.
Cuci tangan dapat diklasifikasikan menurut jenis sabun atau
deterjen dan produk antimikroba yang digunakan. Cuci tangan
menggunakan sabun atau deterjen dapat menghambat aktivitas
mikroorganisme atau menghilangkan mikroorganisme secara mekanik
sedangkan penggunaan anti mikroba pada proses cuci tangan dapat
membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Proses ini
sering disebut dengan menghilangkan mokroorganisme secara kimiawi
(Girou et al., 2002).
Cuci tangan dengan menggunakan sabun dan deterjen efektif untuk
menghilangkan beberapa mikroorganisme flora normal yang hanya
menumpang sementara dikulit. Mikroorganisme yang menumpang dikulit
sering ditemukan pada tangan petugas kesehatan yang berasal dari pasien
yang terinfeksi dan dapat menyebabkan infeksi silang. (Garner dan
Favero, 2007). Cuci tangan menggunakan antiseptik tanpa sabun hanya
direkomendasikan apabila tidak terdapat wastafel atau tempat cuci tangan
dengan air (Boyce dan Pittet, 2002).
Faktor-Faktor Yang..., Syarah Nur Hayah, Keperawatan S1 UMP,2014
17
Syawir (2011) prosedur cuci tangan adalah sebagai berikut:
a. Basahi tangan setinggi pertengahan lengan bawah dengan air mengalir.
b. Taruh sabun di bagian telapak tangan yang telah basah. Buat busa
secukupnya tanpa percikan.
c. Gerakan cuci tangan terdiri dari gosokan kedua telapak tangan,
gosokan telapak tangan kanan di atas punggung tangan kiri dan
sebaliknya, gosok kedua telapak tangan dengan jari saling mengait,
gosok kedua ibu jari dengan cara menggenggam dan memutar, gosok
telapak tangan. Proses berlangsung selama 10-15 detik.
d. Bilas kembali dengan air sampai bersih.
e. Keringkan tangan dengan handuk atau kertas yang bersih atau tisu atau
handuk katun kain sekali pakai.
f. Matikan kran dengan kertas atau tisu.
g. Pada cuci tangan aseptik atau bedah diikuti larangan menyentuh
permukaan yang tidak steril.
c.1. Sarana Hand Hygiene
1. Air mengalir
Air adalah pelarut yang baik untuk sebagian besar bahan
sehingga air sering disebut pelarut universal. Air memiliki sifat yang
stabil, memiliki titik didih yang tinggi dan memiliki tegangan
permukaan yang tinggi. Sifat air tersebut merupakan karakteristik
penting untuk membersihkan tangan. Akan tetapi, air tidak dapat
menghilangkan lemak, minyak dan protein yang merupakan komponen
dari kotoran organik (WHO, 2006).
Faktor-Faktor Yang..., Syarah Nur Hayah, Keperawatan S1 UMP,2014
18
Petugas kesehatan (perawat) tidak melakukan cuci tangan sama
sekali karena beberapa alasan antara lain fasilitas cuci tangan yang
dapat menimbulkan resiko tidak melakukan prosedur cuci tangan
antara lain bahan untuk mencuci tangan menyebabkan iritasi dan kulit
kering, adanya tempat cuci tangan otomatis, lokasi tempat cuci tangan
yang tidak nyaman, dan tidak adanya sabun, kertas pengering dan
handuk (WHO, 2006).
2. Sabun dan Derterjen
Jumlah mikroorganisme semakin berkurang dengan
meningkatkannya frekuwensi cuci tangan, namun dengan seringnya
menggunakan sabun atau deterjen maka lapisan lemak kulit akan
hilang dan membantu menjadi kering dan pecah-pecah. Hilangnya
lapisan lemak akan memberi peluang untuk tumbuhnya kembali
mikroorganisme (Dep Kes, 2005).
Penggunaan sabun yang berlebihan akan menyebabkan iritasi
pada kulit menjadi kering. Sabun dapat menghilangkan kotoran,
sekresi pada permukaan kulit. Oleh karena itu, prosedur cuci tangan di
sarana kesehatan mengkombinasikan antara air sabun atau detergen
(WHO,2006 ; Katzung, 2007).
c.2. Instalasi Gawat Darurat
Gawat Darurat adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan
tindakan medis segera guna penyelamatan nyawa dan pencegahan
kecacatan lebih lanjut (UU no 44 tahun 2009).
Faktor-Faktor Yang..., Syarah Nur Hayah, Keperawatan S1 UMP,2014
19
Berdasarkan observasi Instalasi Gawat Darurat RSUD Prof.
Margono Soekarjo (RSMS) Purwokerto dalam memberikan pelayanan
kepada pasien dalam rangka pelaksanaan program patien safety
dilengkapi sarana pelayanan yaitu : Kamar mandi dengan WC Perawat
Tiga buah, Wasstafel Enam buah dengan Satu Wasstafel Pasien dan
Lima Wasstafel Perawat, dan Kamar mandi dengan WC Pasien Satu
buah.
Prioritas adalah penentuan mana yang harus didahulukan
mengenai penanganan dan pemindahan yang mengacu pada tingkat
ancaman jiwa yang timbul. Beberapa hal yang mendasari klasifikasi
pasien dalam sistem triage adalah kondisi klien yang meliputi :
1. Gawat adalah suatu keadaan yang mengancam nyawa dan
kecacatan yang memerlukan penangan dengan cepat dan tepat.
2. Darurat adalah suatu keadaan yang tidak mengancam nyawa tapi
memerlukan penanganan cepat dan tepat seperti kegawatan.
3. Gawat darurat adalah suatu keadaan yang mengancam jiwa
disebabkan oleh gangguan ABC (Airway / jalan nafas. Breathing
/pernafasan, Circulation / sirkulasi), jika tidak ditolong segera
maka dapat meninggal atau cacat (wijaya 2010).
Berdasarkan prioritas perawatan dapat dibagi menjadi empat
klasifikasi :
1. Gawat Darurat adalah keadaan yang mengancam nyawa atau
adanya gangguan ABC dan perlu tindakan segera, misalnya cardiac
Faktor-Faktor Yang..., Syarah Nur Hayah, Keperawatan S1 UMP,2014
20
arrest, penurunan kesadaran, trauma mayor dengan perdarahan
hebat.
2. Gawat tidak darurat adalah keadaan mengancam nyawa tetapi tidak
memerlukan tindakan darurat. Setelah dilakukan resusitasi maka
ditindak lanjuti oleh dokter spesialis, misalnya pasien kanker tahap
lanjut, fraktur, sickle cell dan lainnya.
3. Darurat tidak gawat adalah keadaan yang tidak mengancam nyawa
tetapi memerlukan tindakan darurat. Pasien sadar, tidak ada
gangguan ABC dan dapat langsung diberikan terapi defentive.
Untuk tindak lanjut dapat ke poliklinik, misalnya Laserasi, Fraktur
minor atau tertutup, Sistitis, Otitis media dan lainnya.
4. Tidak gawat tidak darurat adalah keadaan tidak mengancam nyawa
dan tidak memerlukan tindakan gawat. Gejala dan tanda klinis
ringan atau asimptomatis. Misalnya Penyakit Kulit, Batuk, Flu dan
sebagainya.
D. Faktor – faktor yang berhubungan dengan kepatuhan Hand Hygiene
(Kebersihan tangan atau Cuci tangan)
World Health Organization (WHO) (2006) menyatakan bahwa
faktor – faktor yang berhubungan dengan kepatuhan Hand Hygiene atau
kebersihan tangan (Cuci tangan) pada tenaga kesehatan antara lain :
1. Jenis profesi
WHO (2006) dan Boyce dan pittet (2002), dokter memiliki
resiko untuk tidak melakukan cuci tangan dibandingkan dengan
perawat. Hasil Albert and Condie F. (1981) dalam Musadad et al.
Faktor-Faktor Yang..., Syarah Nur Hayah, Keperawatan S1 UMP,2014
21
(1993) pada petugas kesehatan suatu intensive care unit di seattle,
Amerika menunjukan bahwa 41 % kontak petugas kesehatan dengan
pasien yang diikuti dengan mencuci tangan. WHO melakukan
penelitian (2006-2008), yang dilakukan di 43 rumah sakit di Costa
Rica, Italia, Mali, Pakistan dan Arab Saudi melakukan studi kepatuhan
mencuci tangan yang hasilnya dilaporkan United Press International
(UPI), kepatuhan Perawat untuk melakukan cuci tangan lebih baik dari
pada petugas kesehatan yang lain yaitu hampir 70 % sudah
melakukannya secara tepat. Sedangkan Dokter 40 % di rumah sakit
tersebut mencuci tangan dengan benar.
2. Jenis kelamin
Jenis kelamin dapat mempengaruhi tahap cuci tangan
seseorang antara laki-laki dan perempuan terdapat perbedaan
kebiasaan mengenai pola hidup bersih. Notoatmodjo (2007)
menyebutkan bahwa perilaku seseorang merupakan respon terhadap
rangsang dari luar, tetapi respon yang terjadi juga ditentukan oleh
faktor lain dari orang tersebut yang disebut dengan determinan
penyakit. Salah satu determinan perilaku yang berasal dari faktor
internal adalah jenis kelamin. Hal tersebut juga dapat menyebabkan
tahap cuci tangan antara laki-laki dan perempuan dapat berbeda.
Menurut Johnson et al (2003) bahwa tingginya angka cuci tangan pada
wanita dibanding pria dipengaruhi oleh perilaku penglihatan tangan
yang kotor. WHO (2006), jenis kelamin laki – laki merupakan salah
Faktor-Faktor Yang..., Syarah Nur Hayah, Keperawatan S1 UMP,2014
22
satu resiko untuk tidak mencuci tangan apabila dibandingkan dengan
wanita.
3. Tempat dan waktu bekerja
Kepatuhan terhadap cuci tangan lebih tinggi terjadi di bagian
ilmu penyakit dalam sebesar 36% jika dibandingkan dengan di bagian
perawatan intensif. Hal ini disebabkan dibagian penyakit dalam
terdapat banyak prosedur yang memiliki resiko tinggi terhadap
terjadinya kontaminasi bakteri. Kepatuhan tertinggi terdapat pada
bagian penyakit anak yaitu sebesar 59%. Tenaga kesehatan yang
bekerja di ruang perawat intensif dan bekerja pada akhir pekan
memiliki resiko lebih tinggi untuk tidak melakukan cuci tangan
(WHO, 2006).
4. Pemakaian sarung tangan
Rekomendasi penggunaan sarung tangan pada tenaga kesehatan
bertujuan untuk menghindari infeksi silang dari pasien ke tenaga
kesehatan dan dari pasien yang satu ke pasien yang lain. Menurut The
National Institute for occupational safety and Health Administration in
the USA (NIOSHA) menyarankan memakai sarung tangan selama
aktivitas perawatan pasien yang kemungkinan terjadi paparan darah
atau cairan tubuh yang mungkin terkontaminasi darah. Penelitian yang
dilakukan oleh Meengs et al (1994) dan zimakoff et al (1993)
menyebutkan bahwa tenaga kesehatan yang menggunakan sarung
tangan lebih sering mencuci tangan setelah melakukan perawatan
terhadap pasien. WHO (2006) menyebutkan pemakaian sarung tangan
Faktor-Faktor Yang..., Syarah Nur Hayah, Keperawatan S1 UMP,2014
23
pada tenaga kesehatan menimbulkan resiko untuk tidak melakukan
cuci tangan karena adanya kepercayaan dengan pemakaian sarung
tangan sudah tidak dibutuhkan lagi prosedur cuci tangan sebagai
tindakan pencegahan infeksi. WHO (2005) adanya kepercayaan pada
tenaga kesehatan yang menyatakan bahwa tidak perlu melakukan cuci
tangan jika menggunakan sarung tangan.
5. Sarana Cuci tangan
Ruang lingkup sanitasi rumah sakit menjadi luas mencangkup
upaya – upaya yang bersifat fisik seperti pembangunan sarana
pengolahan air limbah, penyediaan air bersih, fasilitas cuci tangan,
masker, fasilitas pembuangan sampah (Musadad, 1993).
Petugas kesehatan (perawat) tidak melakukan cuci tangan sama
sekali karena beberapa alasan antara lain fasilitas cuci tangan yang
dapat menimbulkan resiko tidak melakukan prosedur cuci tangan
antara lain bahan untuk mencuci tangan menyebabkan iritasi dan kulit
kering, adanya tempat cuci tangan otomatis, lokasi tempat cuci tangan
yang tidak nyaman, dan tidak adanya sabun, kertas pengering dan
handuk (WHO, 2006).
6. Ketersediaan waktu
Centers for Disease Control and Prevention (2002) melaporkan
bahwa keterbatasan waktu yang dibutuhkan perawat untuk pergi dari
tempat perawatan pasien, pergi ke sarana cuci tangan dan melakukan
cuci tangan serta mengeringkan tangan sebelum melakukan perawatan
terhadap pasien yang lain akan menghambat kegiatan cuci tangan pada
Faktor-Faktor Yang..., Syarah Nur Hayah, Keperawatan S1 UMP,2014
24
perawat. Keterbatasan waktu tenaga kesehatan dalam pelayanan
kesehatan meningkatkan resiko untuk tidak melakukan cuci tangan
(WHO,2006).
7. Keadaan Pasien
Pittet, et al .(1999) kepatuhan pada cuci tangan yang rendah
terjadi pada prosedur terhadap pasien yang memiliki resiko transmisi
penyakit tinggi seperti tindakan intravena, perawatan sistem
pernafasan. Sedangkan (WHO, 2006) keadaan pasien yang
membutuhkan penanganan segera dan keadaan pasien yang dianggap
tenaga kesehatan memiliki resiko infeksi yang kecil akan
meningkatkan resiko lebih tinggi untuk tidak melakukan cuci tangan.
8. Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari “tahu” dan ini terjadi
setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Menurut Notoatmodjo (2007) pengetahuan terdiri 6 tingkatan yaitu:
a. Tahu (know)
Tahu artinya mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk kedalaman pengetahuan, tingkat ini adalah
mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh
bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.
b. Memahami(comprehension)
Memahami artinya sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan
secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat
menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
Faktor-Faktor Yang..., Syarah Nur Hayah, Keperawatan S1 UMP,2014
25
c. Aplikasi (aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya.
d. Analisa (analysis)
Analisa adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu objek kedalam komponen komponen tetapi masih di dalam
struktur organisasi danmasih ada kaitannya satu dengan yang lain.
e. Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan
atau menghubungkan bagian bagian di dalam keseluruhan yang
baru.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan dengan kemampuan untuk
melakukan justifikasi atau penelitian terhadap suatu materi.
Sebagian besar pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang
sangat penting dalam pembentukan tindakan seseorang
(Notoatmojdo, 2003).
Tenaga kesehatan yang memiliki pengetahuan tentang
petunjuk dan manfaat mencuci tangan yang kurang baik akan lebih
beresiko untuk tidak melakukan cuci tangan (WHO, 2006).
9. Promosi dan Pemberian contoh
Notoatmodjo (2007), promosi kesehatan adalah upaya
memasarkan, menyebarluaskan, mengenal atau menjual kesehatan.
Promosi kesehatan dapat dilakukan pada tingkat preventif yaitu
Faktor-Faktor Yang..., Syarah Nur Hayah, Keperawatan S1 UMP,2014
26
promosi kesehatan pada kelompok orang yang sehat tetapi
memiliki resiko tinggi. Tempat- tempat pelayanan kesehatan
adalah tempat yang paling strategis untuk promosi kesehatan.
Kurangnya promosi dan pemberian contoh tentang prosedur cuci
tangan yang benar meningkatkan resiko pada tenaga kesehatan
untuk tidak melakukan cuci tangan (WHO, 2006).
10. Faktor – faktor yang lain
WHO (2006), peningkatan resiko pada tenaga kesehatan untuk
tidak melakukan cuci tangan adalah jumlah tenaga kesehatan yang
banyak, jenis bahan untuk cuci tangan yang tidak aman, tidak adanya
sanksi dan imbalan terhadap pelaksanaan cuci tangan, iklim
keselamatan tenaga kesehatan yang buruk ditempat pelayanan
kesehatan.
Muchlas (2008) mengemukakan bahwa faktor yang
mempengaruhi kepatuhan dapat dikategorikan menjadi faktor internal
dan faktor eksternal
a. Faktor Internal
1. Umur
Umur berpengaruh terhadap pola fikir seseorang dan pola fikir
berpengaruh terhadap perilaku seseorang. Umur seseorang secara
garis besar menjadi indikator dalam setiap mengambil keputusan
yang mengacu pada setiap pengalamannya, dengan semakin
banyak umur maka dalam menerima sebuahinstruksi dan dalam
melaksanaan suatu prosedur akan semakin bertanggung jawab dan
Faktor-Faktor Yang..., Syarah Nur Hayah, Keperawatan S1 UMP,2014
27
berpengalaman.Semakin cukup umur seseorang akan semakin
matang dalam berfikir dan bertindak (Evin, 2009).
2. Jenis kelamin
Jenis kelamin dapat mempengaruhi tahap cuci tangan seseorang
antara laki-laki dan perempuan terdapat perbedaan kebiasaan
mengenai pola hidup bersih.
3. Agama
Ajaran sistem yang mengatur tata keimanan kepada Tuhan Yang
Maha Kuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan
manusia dan manusia serta lingkungan. Itu tadi adalah pengertian
agama yang didapatkan dari KBBI atau kamus besar bahasa
Indonesia pengertian agama tadi bisa bermacam-macam tergantung
dari sudut pandang atau ruang lingkup yang dipelajari.
4. Pendidikan
Pendidikan berpengaruh terhadap pola fikir individu. Sedangkan
pola fikir berpengaruh terhadap perilaku seseorang dengan kata
lain pola pikir seseorang yang berpendidikan rendah akan berbeda
dengan pola pikir seseorang yang berpendidikan tinggi (Asmadi,
2010). Pendidikan keperawatan mempunyai pengaruh besar
terhadap kualitas pelayanan keperawatan (Asmadi, 2010).
Pendidikan yang tinggi dari seorang perawat akan memberi
pelayanan yang optimal.
Faktor-Faktor Yang..., Syarah Nur Hayah, Keperawatan S1 UMP,2014
28
5. Status perkawinan
Status yang membedakan seseorang antara yang sudah berkeluarga
atau belum berkeluarga.
6. Kepribadian atau sikap
Kepribadian adalah keseluruhan cara seorang individu bereaksi dan
berinteraksi dengan individu lain. Kepribadian paling sering
dideskripsikan dalam istilah sifat yang bisa diukur yang
ditunjukkan oleh seseorang.
7. Persepsi
Persepsi tentang protap akan diterima oleh penginderaan secara
selektif, kemudian diberi makna secara selektif dan terakhir diingat
secara selektif oleh masing-masing perawat. Dengan demikian
muncul persepsi yang berbeda tentang protap tersebut, sehingga
kepatuhan perawat didalam pelaksanaan protap tersebut juga akan
berbeda (Arumi, 2002).
8. Lama kerja
Masa kerja yang lama akan cenderung membuat seseorang betah
dalam sebuah organisasi hal ini disebabkan karena telah
beradaptasi dengan lingkungan yang cukup lama sehingga merasa
nyaman dalam pekerjaannya. Semakin lama seseorang bekerja
maka tingkat prestasi akan semakin tinggi, prestasi yang tinggi
dapat dari perilaku yang baik (Kreitner dan Kinichi 2004).
Faktor-Faktor Yang..., Syarah Nur Hayah, Keperawatan S1 UMP,2014
29
9. Motivasi
Motivasi adalah rangsangan, dorongan dan ataupun pembangkit
tenaga yang dimilki seseorang atau sekelompok masyarakat yang
mau berbuat dan bekerjasama secara optimal melaksanakan
sesuatu yang telah direncanakan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan (Azwar, 1996).
b. Faktor Ekternal
1. Organisasi
Sesuatu yang ada di dalam ruangan sebagai susunan organisasi
atau pembagian tugas masing-masing sesuai dengan tanggung
jawabnya masing-masing.
2. Kelompok
Suatu kumpulan yang terdiri dari bermacam-macam individu.
Kelompok disini adalah kelompok perawat dalam satu tim
kerjasama.
3. Pekerjaan
Suatu tugas yang mempunyai tanggung jawab masing-masing,
yang harus dipertanggung jawabkan.
4. Lingkungan
Faktor lingkungan menyangkut segala sesuatu yang ada disekitar
individu, baik fisik, biologis maupun sosial. Lingkungan eksternal
adalah halaman rumah sakit dan tempat pembuangan sampah atau
pengolahan limbah.
Faktor-Faktor Yang..., Syarah Nur Hayah, Keperawatan S1 UMP,2014
30
E. Kerangka Teori
FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN
PERAWAT DALAM PENERAPAN HAND HYGIENE
Gambar 2.1
Sumber : Modifikasi Menurut WHO (2006),
dan Muchlas(2008).
Faktor internal:
1. Umur
2. Jenis kelamin
3. Agama
4. Pendidikan
5. Status perkawinan
6. Kepribadian/sikap
7. Persepsi
8. Motivasi
9. Lama kerja
10.Jenis profesi
Faktor eksternal:
1. Organisasi
2. Kelompok
3. Pekerjaan
4. Lingkungan
5. Keadaan Pasien
6.Pemakaian sarung
tangan
7. Sarana cuci tangan
8. ketersediaan waktu
Kepatuhan
Hand Hygiene
Faktor-Faktor Yang..., Syarah Nur Hayah, Keperawatan S1 UMP,2014
31
F. Kerangka Konsep
FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN
PERAWAT DALAM PENERAPAN HAND HYGIENE DI INSTALASI
GAWAT DARURAT RSUD. PROF. MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO
Gambar 2.2 Kerangka konsep penelitian
Faktor Internal :
a. Umur
b. Jenis Kelamin
c. Pendidikan
d. Lama Kerja
e. Motivasi
faktor Eksternal :
a.SaranaCuci Tangan
b. Keadaan Pasien
C. Pekerjaan
Kepatuhan Hand
Hygiene Perawat
diIGD
Faktor-Faktor Yang..., Syarah Nur Hayah, Keperawatan S1 UMP,2014
32
A. Hipotesis
Hipotesa merupakan jawaban sementara terhadap rumusan
masalah penelitian, dimana rumusan masalah telah dinyatakan dalam
bentuk pertanyaan (Notoatmodjo, 2010). Jadi sebagai pertimbangan
hipotesanya adalah :
Ha : Ada pengaruh faktor internal : Jenis kelamin, Umur, Pendidikan,
Motivasi dan Lama kerja dengan kepatuhan Perawat dalam Hand
Hygiene di Instalasi Gawat Darurat.
Ho : Tidak ada pengaruh faktor internal : Jenis kelamin, Umur,
Pendidikan, Motivasi dan Lama kerja dengan kepatuhan Perawat
dalam Hand Hygiene di Instalasi Gawat Darurat.
Ha : Ada pengaruh faktor eksternal : Sarana cuci tangan, Keadaan pasien,
Pekerjaan dengan kepatuhan Perawat dalam Hand Hygiene di
Instalasi Gawat Darurat.
Ho : Tidak ada pengaruh faktor ekternal : Sarana cuci tangan, Keadaan
pasien, Pekerjaan dengan kepatuhan Perawat dalam Hand Hygiene
di Instalasi Gawat Darurat.
Faktor-Faktor Yang..., Syarah Nur Hayah, Keperawatan S1 UMP,2014