bab ii tinjauan pustaka a. penelitian...
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu dapat digunakan sebagai perbandingan hasil penelitian yang
pernah dilakukan dengan penelitian yang sedang dilakukan oleh peneliti, berikut beberapa
penelitian terdahulu yang mendukung judul penelitian ini :
1. Analisis yang dilakukan oleh Luh Diah Citraresmi Cahyadi yang berjudul “Analisis
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Industri Kreatif Kota
Denpasar” dengan hasil modal, investasi, dan teknologi berpengaruh signifikan
terhadap jumlah produksi tapi tidak berpengaruh tidak langsung terhadap penyerapan
tenaga kerja pada industry pakaian jadi di kota denpasar. Sedangkan tingkat upah
berpengaruh tidak signifikan terhadap jumlah produksi pada industry pakaian jadi di
kota denpasar.
2. Analisis yang dilakukan oleh Siti Zulfiyah yang berjudul “Analisis Kontribusi Sektor
Industri Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri Di Indonesia” dengan
hasil variable upah minimum berpengaruh signifikan dan bertanda negative terhadap
penyerapan tenaga kerja di sector industry, artinya dengan adanya kenaikan upah
minimum maka terjadi penurunan terhadap penyerapan tenaga kerja.
3. Analisis yang dilakukan oleh Rezal Wicaksono yang berjudul “Pngaruh PDB Sktor
Riil, Suku Bunga Riil, Jumlah Unit Usaha Terhadap Tingkat Penyerapan Tenaga
Kerja Pda Industri Manufaktur Sedang Dan Besar Di Indonesia Tahun 1990-2008”
Penlitian ini mengguanakan metode analisis regresi dengan data yang akan diolah
merupakan data time series.
4. Analisis yang dilakukan oleh Bobby Anggriawan yang berjudul “Analisis Penyerapan
Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Manufaktur (Besar & Sedang) Di Provinsi Jawa
Timur Tahun 2007-2011” Penelitian ini menggunakan metode analisis regresi dengan
data yang akan diolah merupakan data panel.
B. Tinjauan Teori
1. Teori Tenaga Kerja
Simanjuntak (1985) menjelaskan bahwa tenaga kerja adalah penduduk yang
sudah atau sedang bekerja, yang sedang mencari pekerjaan dan melakukan kegiatan lain
seperti bersekolah atau mengurus rumah tangga dengan batasan umur 15 tahun.
Teori permintaan menurut Simanjuntal (1985) menerangkan tentang ciri
hubungan antara jumlah permintaan dengan harga. Sehubungan dengan tenaga kerja,
permintaan tenaga kerja berarti hubungan antara tingkat upah dengan kuantitas tenaga
kerja yang dikehendaki untuk diperkerjakan. Permintaan pengusaha atas tenaga kerja
berlainan dengan permintaan masyarakat terhadap barang dan jasa. Masyarakat membeli
barang dan jasa karena barang tersebut memberikan kepuasan kepadanya. Sementara
pengusaha memperkerjakan seseorang karena orang tersebut membantu memproduksi
barang dan jasa untuk dijual kepada masyarakat. Dengan kata lain, pertambahan
permintaan terhadap tenaga kerja bergantung pertambahan permintaan masyarakat akan
barang dan jasa yang diproduksi. Permintaan tenaga kerja seperti itu dinamakan derived
demand.
Pengusaha memperkerjakan seseorang karena membantu memproduksi barang
dan jasa untuk dijual kepada masyarakat. Oleh karena itu, kenaikan permintaan pengusaha
terhadap tenaga kerja, tergantung dari permintaan masyarakat akan barang yang akan
diproduksi. Simanjuntak (1985) mendefinisikan yang dimaksud dengan permintaan adalah
keseluruhan hubungan antara berbagai tingkat upah dan jumlah permintaan. Sedangkan
jumlah yang diminta berarti banyaknya permintaan pada suatu tingkat harga tertentu.
2. Permintaan Tenaga Kerja
Bellante dan Jackson (1990) menjelaskan seberapa banyak suatu lapangan usaha
akan mempekerjakan tenaga kerja dengan berbagai tingkat upah pada suatu periode
tertentu. Permintaan pengusaha atas tenaga kerja berlainan dengan permintaan masyarakat
terhadap barang dan jasa. Masyarakat membeli barang karena barang tersebut memberikan
keunaan kepada konsumen. Akan tetapi bagi pengusaha memperkerjakan seseorang
bertujuan untuk membantu memproduksi barang dan jasa untuk dijual kepada masyarakat.
Dengan kata lain, pertambahan permintaan pengusaha terhadap tenaga kerja tergantung
dari pertambahan permintaan masyarakat terhadap barang yang diproduksinya. Oleh
karena itu, permintaan akan tenaga kerja merupakan permintaan turunan.
Fungsi permintaan tenaga kerja biasanya didasarkan pada teori ekonomi
neoklasik, dimanadalam ekonomi pasar diasumsikan bahwa pengusaha tidak dapat
mempengaruhi harga pasar (pricetaker). Dalam hal memaksimalkan laba, pengusaha
hanya dapat mengatur berapa jumlah tenagakerja yang dapat dipekerjakan. Fungsi
permintaan tenaga kerja didasarkan pada :
a. Tambahanhasil marjinal
Yaitu tambahan hasil (output) yang diperoleh dengan penambahan seorang
pekerjaatau istilah lainnya disebut Marjinal Physical Product dari tenaga kerja
(MPPL).
b. Penerimaanmarjinal
Yaitu jumlah uang yang akan diperoleh pengusaha dengan tambahan hasil
marjinaltersebut atau istilah lainnya disebut Marginal Revenue (MR).
Penerimaan marjinal di sinimerupakan besarnya tambahan hasil marjinal
dikalikan dengan harga per unit, sehingga MR =VMPPL = MPPL. P, dan
c. Biaya marjinal
Yaitu jumlah biaya yang dikeluarkan pengusahadengan mempekerjakan
tambahan seorang pekerja, dengan kata lain upah karyawan tersebut.Apabila
tambahan penerimaan marjinal lebih besar dari biaya marjinal, maka
mempekerjakanorang tersebut akan menambah keuntungan pemberi kerja,
sehingga ia akan terus menambahjumlah pekerja selama MR lebih besar dari
tingkat upah.
1. Penawaran Tenaga Kerja
Anonim (1990) berpendapat penawaran adalah suatu hubungan antara suatu
subyek dengan harga yang dikenakan terhadab obyek tersebut. Yang merupakan syarat
utama dari penawaran adalah adanya obyek yang ditawarkan dan kesepakatan harga dari
obyek yang ditawarkan tersebut. Penawaran tenaga kerja adalah suatu hubungan antara
tenaga kerja sebagai obyek (yang ditawarkan) dengan besarnya upah yang sesuai dengan
keinginan tenaga kerja sebagai harga dari tenaga kerja tersebut.
Seperti halnya dengan penawaran yang lain, penawaran tenaga kerja juga
mempunyai hubungan positif dengan upah. Hubungan positif disini mempunyai
pengertian bahwa jika upah yang diberikan semakin tinggi, maka semakin tinggi pula
tenaga kerja yang ditawarkan. Anonim (1990) menyimpulkan bahwa penawaran adalah
hubungan antara harga dan kuantitas.Dalam hal tenaga kerja, penawaran adalah hubungan
antara tingkat upah dan jumlah tenaga kerja yang siap disediakan oleh pemilik tenaga
kerja.
Tenaga kerja memiliki dua pilihan dalam mengalokasi waktu mereka, yaitu
untuk bekerja dalam tujuan mendapatkan imbalan upah yang tinggi dan untuk waktu luang.
Upah sebagai harga dari tenaga kerja dalam pengertian tersebut menjadi acuan utama bagi
tenaga utama mau melakukan suatu pekerjaan. Dari sini dapat dikatakan bahwa upah
merupakan tujuan utama dari sebuah penawaran tenaga kerja. Semakin tinggi upah yang
dikenakan terhadap tenaga kerja maka akan semakin tinggi pula penawaran yang di
lakukan. Seperti sifat setiap individu dalam memenuhi kebutuhan, seorang tenaga kerja
juga selalu berusaha untuk memaksimalkan kepuasannya, yaitu berusaha untuk mencari
upah yang tinggi.
Model klasik mengasumsikan setiap penawaran jasa tenaga kerja anak selalu
berusaha memaksimalkan tingkat kepuasan mereka, yaitu mendapatkan upah yang tinggi.
Sementara itu tingkat kepuasan itu sendiri dipengaruhi oleh pendapatan riil dan waktu
luang. Ada trade off antara pendapatan riil dan waktu luang, yaitu semakin banyak waktu
yang digunakan untuk bekerjadalam rangka mendapatkan pendapatan tinggi maka waktu
luang menjadi sedikit.
2. Elastisitas Permintaan Tenaga Kerja
Elastisitas permintaan tenaga kerja adalah persentase perubahan permintaan
akan tenaga kerja dan tingkat pendapatan yang berlaku adalah berbanding terbalik
sehingga jika tingkat pendapatan naik akan menyebabkan jumlah orang yang dipekerjakan
akan menurun. Maka persamaan elastisitas permintaan tenaga kerja secara umum adalah ;
𝒆 =𝚫𝐍
𝚫𝐖𝐗𝑾
𝑵
Dimana :
e : elastisitas permintaan tenaga kerja
ΔN : perubahan jumlah tenaga kerja
ΔW : perubahan tingkat upah
𝑊 : tingkat upah berlaku
N : jumlah pekerja awal
Elastisitas permintaan tenaga kerja menurut simanjuntak (1985) dipengaruhi oleh
beberapa factor, antara lain :
a. Kemungkinan subtitusi tenaga kerja dengan factor produksi yang lain, seperti
modal, semakin kecil kemungkinan modal untuk menggantikan factor tenaga kerja
maka semakin kecil pula elastisitas permintaan akan tenaga kerja. Tapi hal ini juga
dipengaruhi oleh teknologi dan skill atau kemampuan tenaga kerja.
b. Elastisitas terhadap barang atau jasa yang dihasilkan. Misalnya terjadi peningkatan
terhadap permintaan barang atau jasa suatu perusahaan dalam masyarakat maka
elastisitas permintaan akan tenaga kerja akan meningkat.
c. Proporsi biaya karyawan (upah) terhadap seluruh biaya produksi. Biaya terhadap
tenaga kerja merupakan biaya terbesar dari total biaya produksi, dan hal ini pasti
menjadi pertimbangan bagi manajemen suatu usaha. Yang pada akhirnya akan
mempengaruhi elastisitas permintaan tenaga kerja.
d. Elastisitas persediaan dari factor pelengkap lainnya. Misalnya listrik, bahan baku,
peralatan dan lain-lain. Makin banyak factor pelengkaptersebut biasanya pasti
diperlukan tenaga kerja yang lebih banyak untuk menanganinya, sehingga
elastisitas permintaan akan tenaga kerja juga akan semakin besar.
3. Faktor Yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja
Menurut Sumarsono (2003) dalam Subekti (2007), permintaan tenaga kerja
berkaitan dengan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan oleh suatu lapangan usaha. Faktor-
faktor yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja adalah tingkat upah, nilai produksi
dan investasi. Perubahan pada faktor-faktor tersebut akan mempengaruhi jumlah tenaga
kerja yang diserap suatu lapangan usaha. Tingkat upah akan mempengaruhi tingkat biaya
produksi.
Nicholson (1999) dalam teori Pasar Tenaga Kerja dan Dampak Upah
Minimum menjelaskan bahwa tenaga kerja dalam perekonomian ditentukan oleh
permintaan dan penawaran tenaga kerja. Keseimbangan mekanisme pasar kerja ini akan
menghasilkan tingkat upah dan tenaga kerja keseimbangan. Kenaikan dalam penawaran
tenaga kerja yang didorong oleh bertambahnya Angkatan kerja akan menyebabkan
penurunan dalam tingkat upah dan kenaikan dalam penyerapan tenaga kerja. Pergeseran
keseimbangan pasar kerja ini didasarkan pada asumsi, jika sektor riil memiliki rencana
untuk melakukan ekspansi produksi.
Menurut Sudarsono (1988) dalam Subekti (2007) nilai produksi adalah tingkat
produksi ataukeseluruhan jumlah barang yang merupakan hasil akhir proses produksi pada
suatu unit usaha yang selanjutnya akan dijual atau sampai ke tangan konsumen. Apabila
permintaan hasil produksi perusahaan atau industri meningkat, produsen cenderung untuk
menambah kapasitas produksinya. Untuk maksud tersebut produsen akan menambah
penggunaan tenaga kerjanya. Perubahan yang mempengaruhi permintaan hasil produksi,
antara lain adalah naik turunnya permintaan pasar akan hasil produksi dari perusahaan
yang bersangkutan, tercermin melalui besarnya volume produksi, dan harga barang-barang
modal yaitu nilai mesin atau alat yang digunakan dalam proses produksi.
Dalam Subekti (2007) Nilai output suatu daerah diperkirakan akan mengalami
peningkatan hasil produksi dengan bertambahnya jumlah perusahaan yang memproduksi
barang yang sama. Para pengusaha akan membutuhkan sejumlah uang yang akan diperoleh
dengan tambahan perusahaan tersebut, demikian juga dengan tenaga kerja. Perusahaan
yang jumlahnya lebih besar akan menghasilkan output yang besar pula, sehingga semakin
banyak jumlah perusahaan/unit yang berdiri maka akan semakin banyak kemungkinan
untuk terjadi penambahan output produksi.
Menurut Sudarsono (1988) Dalam Subekti (2007), perubahan faktor-faktor lain
yang mempengaruhi permintaan hasil produksi, antara lain adalah naik turunnya
permintaan pasar akan hasil produksi dari perusahaan yang bersangkutan, tercermin
melalui besarnya volume produksi, dan harga barang-barang modal yaitu nilai mesin atau
alat yang digunakan dalam proses produksi. Lain halnya dengan Simanjuntak (1985) yang
menyatakan bahwa pengusaha memperkerjakan seseorang karena itu membantu
memproduksi barang/jasa untuk dijual kepada konsumen. Oleh karena itu, kenaikan
permintaan pengusaha terhadap tenaga kerja, tergantung dari kenaikan permintaan
masyarakat akan barang yang diproduksi.
Investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran atau pembelanjaan penanaman-
penanaman modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal, mesin-mesin dan
perlengkapanperlengkapan produksi yang yang akan dioperasikan oleh tenaga manusia
untuk menambah kemampuan memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia
dalam perekonomian (Sukirno, 1997 dalam Subekti 2007). Sedangkan menurut Dumairy
(1996) investasi adalah penambahan barang modal secara neto positif. Seseorang yang
membeli barang modal tetapi ditujukan untuk mengganti barang modal yang telah
mengalami kerusakan dalam proses produksibukanlah merupakan investasi, tetapi disebut
dengan pembelian barang modal untuk mengganti (replacement). Pembelian barang modal
ini merupakan investasi pada waktu yang akan datang.
4. Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri
Menurut Boediono (2000) penyerapan tenaga kerja merupakan jumlah tertentu
dari tenaga kerja yangdigunakan dalam suatu unit usaha tertentu atau dengan kata lain
penyerapan tenaga kerja adalah jumlah tenaga kerja yang bekerja dalam suatu unit usaha.
Dalam penyerapantenaga kerja ini dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor eksternal dan
faktor internal. Faktor eksternal tersebut antara lain tingkat pertumbuhan ekonomi, tingkat
inflasi, pengangguran dan tingkat bunga. Dalam dunia usaha tidaklah memungkinkan
mempengaruhi kondisi tersebut, maka hanyalah pemerintah yang dapat menangani dan
mempengaruhi factor eksternal. Dengan melihat keadaan tersebut maka dalam
mengembangkan sektor industri kecil dapat dilakukan dengan menggunakan faktor
internal dari industri yang meliputi tingkat upah,produktivitas tenaga kerja, modal, serta
pengeluaran tenaga kerja non upah. Adapun factor tersebut diuraikan sebagai berikut:
a. Tingkat Upah
Upah merupakan penerimaan sebagai imbalan dari pemberi kerja kepada
penerima kerja untuk pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan. Berfungsi
sebagai kelangsungan kehidupan yang layak bagi kemanusiaan dan produksi,
dinyatakan atau dinilai dalam bentuk yang ditetapkan sesuai persetujuan, Undang-
undang dan peraturan, dan dibayar atas dasar suatu perjanjian kerja antara pemberi
kerja dan penerima kerja. Menurut Boediono (2000) tenaga kerja merupakan salah
satu faktor produksi yang digunakan dalam melaksanakan proses produksi. Dalam
proses produksi tenaga kerja memperoleh pendapatan sebagai balas jasa dari usaha
yang telah dilakukannya yakni upah. Maka pengertian permintaan tenaga kerja adalah
tenaga kerja yang diminta oleh pengusaha pada berbagai tingkat upah.
Ehrenberg ( 1998) menyatakan apabila terdapat kenaikan tingkat upah rata-rata,
maka akan diikuti oleh turunnya jumlah tenaga kerja yang diminta, berarti akan terjadi
pengangguran. Atau kalau dibalik, dengan turunnya tingkat upah rata-rata akan diikuti
oleh meningkatnya kesempatan kerja, sehingga dapat dikatakan bahwa kesempatan
kerja mempunyai hubungan terbalik dengan tingkat upah. Pendapat serupa juga
dikemukakan oleh Haryo Kuncoro (2001), di mana kuantitas tenaga kerja yang
diminta akan menurun sebagai akibat dari kenaikan upah. Apabila tingkat upah naik
sedangkan harga input lain tetap, berarti harga tenaga kerja relatif lebih mahal dari
input lain. Situasi ini mendorong pengusaha untuk mengurangi penggunaan tenaga
kerja yang relatif mahal dengan input-input lain yang harga relatifnya lebih murah
guna mempertahankan keuntungan yang maksimum.
Fungsi upah secara umum, terdiri dari :
1) Untuk mengalokasikan secara efisien kerja manusia, menggunakan sumber
daya tenaga manusia secara efisien, untuk mendorong stabilitas dan
pertumbuhan ekonomi.
2) Untuk mengalokasikan secara efisien sumber daya manusia Sistem
pengupahan (kompensasi) adalah menarik dan menggerakkan tenaga kerja
ke arah produktif, mendorong tenaga kerja pekerjaan produktif ke pekerjaan
yang lebih produktif.
3) Untuk menggunakan sumber tenaga manusia secara efisien Pembayaran
upah (kompensasi) yang relative tinggi adalah mendorong manajemen
memanfaatkan tenaga kerja secara ekonomis dan efisien. Dengan cara
demikian pengusaha dapat memperoleh keuntungan dari pemakaian tenaga
kerja. Tenaga kerja mendapat upah (kompensasi) sesuai dengan keperluan
hidupnya.
4) Mendorong stabilitas dan pertumbuhan ekonomi Akibat alokasi pemakaian
tenaga kerja secara efisien, sistem perupahan (kompensasi) diharapkan dapat
merangsang, mempertahankan stabilitas, dan pertumbuhan ekonomi.
b. Modal
Modal dan tenaga kerja merupakan faktor produksi yang penting dan kedua
duanya dapat bersifat saling mengganti. Hal ini diperkuat teori Henderson dan
Qiuandt (1986 ) yang dibentuk dalam persamaan
Q = (L,K,N)
dimana :
Q = Output
L = Labour
K = Kapital
N = Sumber Daya
Modal adalah dana yang digunakan dalam proses produksi saja, tidak termasuk
nilai tanah dan bangunan yang ditempati atau biasa disebut dengan modal kerja.
Masalah modal sering kali disoroti sebagai salah satu factor utama penghambat
produksi dan dengan demikian juga penggunaan tenaga kerja.Pernyataan "Working
Capital Employee Labour" berarti bahwa tersedianya modal kerja yang cukup
mempunyai efek yang besar terhadap penggunaan tenaga kerja.
Modal juga dapat digunakan untuk membeli mesin-mesin atau peralatan untuk
melakukan peningkatan proses produksi. Dengan penambahan mesin-mesin atau
peralatan produksi akan berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja hal ini
dikarenakan mesin-mesin atau peralatan produksi dapat menggantikan tenaga kerja.
Jadi semakin banyak modal yang digunakan untuk membeli mesin-mesin atau
peraralatan maka menurunkan penyerapan tenaga kerja.
Pengertian Modal Kerja
Gambaran yang lebih jelas mengenai modal kerja ada beberapa
pendapat menurut para ahli mengenai pengertian modal kerja diantaranya :
1) Menurut Sofyan Syafri Harahap (2001:266) yang menyatakan
bahwa: “ Modal kerja adalah aktiva lancar dikurangi hutang
lancar”.Menurut Agnes Sawir (2005:129) yang menyatakan bahwa
modal kerja adalah: “ Keseluruhan aktiva lancar yang dimiliki
perusahaan atau dapat pula dimaksudkan sebagai dana yang harus
tersedia untuk membiayai kegiatan operasi perusahaan sehari-hari”.
2) Menurut Sutrisno (2007:39) menyatakan bahwa :“Modal kerja
adalah dana yang diperlukan oleh perusahaan untuk memenuhi
kebutuhan operasional perusahaan sehari-hari, seperti pembelian
bahan baku, pembayaran upah buruh, membayar hutang dan
pembayaran lainnya”.
3) Menurut Bambang Riyanto (2001:57) mengemukakan tiga konsep
pengertian modal kerja, yaitu:
a. Konsep Kuantitatif
Konsep ini didasarkan atas kualitas dana yang ditanam dalam unsur-
unsur aktiva lancar, yaitu aktiva yang dipakai sekali dan akan
kembali menjadi bentuk semula, atau aktiva dengan dana yang
tertanam didalam yang akan bebas lagi dalam waktu singkat.
Konsep ini sering disebut Gross Working Capital.
b. Konsep Kualitatif
Konsep ini didasarkan pada aspek kualitatif, yaitu kelebihan aktiva
lancar dari hutang lancarnya. Modal kerja menurut konsep ini
adalah sebagian dari aktiva lancar yang benar-benar digunakan
untuk membiayai operasi perusahaan yang bersifat rutin tanpa
menggangu likuditasnya. Konsep ini sering disebut Net Working
Capital.
c. Konsep Fungsional
Konsep ini didasarkan pada fungsi dana dalam menghasilkan
pendapatan. Setiap dana yang digunakan dalam perusahaan
dimaksudkan untuk menghasilkan pendapatan, dengan kalkulasi
sebagian dana digunakan untuk menghasilkan pendapatan pada
periode tersebut (current income) dan sebagian lagi digunakan
untuk menghasilkan pendapatan pada periode-periode berikutnya
(future income).
Menurut definisi yang dikemukakan oleh para ahli di atas, pengertiaan
modal tidaklah sama, hal tersebut dikarenakan perbedaan cara pandang para ahli tersebut
tentang modal itu sendiri. Pada awal mulanya para ahli melihat bahwa modal itu hanya
ditinjau dari wujudnya (konkrit) saja namun seiring dengan perkembangannya, maka
pengertiaan modal itu tidak hanya dilihat dari wujudnya saja tetapi modal juga dapat
ditinjau dari bentuk tidak wujudnya (abstrak) yakni ditekankan pada kekuasaan memakai
atau menggunakan barang-barang modal.
Jenis-Jenis Modal Kerja
Menurut Bambang Riyanto (2001:61) menyatakan jenis-jenis modal kerja
adalah sebagai berikut :
1. Modal Kerja Permanen (Permanent Working Capital) merupakan modal
kerja yang harus tetap ada pada perusahaan agar dapat menjalankan
fungsinya. Dengan kata lain modal kerja yang terus menerus diperlukan bagi
kelancaran usaha. Model kerja permanen dapat dibedakan menjadi :
a) Modal Kerja Primer (Primary Working Capital)
Modal kerja primer merupakan jumlah modal kerja minimum yang harus
tersedia pada perusahaan untuk menjamin kontinuitas usaha atau
operasinya.
b) Modal Kerja Normal (Normal Working Capital)
Modal kerja normal merupakan jumlah modal kerja yang diperlukan
untuk menyelenggarakan luas produksi yang normal.
2. Modal Kerja Variabel (Variabel Working Capital) merupakan modal kerja
yang jumlahnya berubah-ubah karena keadaan darurat yang tidak diketahui
sebelumnya. Modal kerja variabel dapat dibedakan menjadi :
a) Modal Kerja Musiman (Seasonal working Capital)
Modal kerja musiman merupakan modal kerja yang jumlahnya berubah-
ubah disebabkan karena fluktuasi musim.
b) Modal Kerja Siklus (Cyclical Working Capital)
Modal kerja siklus merupakan modal kerja yang jumlahnya berubah-
ubah yang disebabkan fluktuasi konyungtur.
c) Modal Kerja Darurat (Emergency Working Capital)
Modal kerja darurat merupakan modal kerja yang besarnya berubah-
ubah karena adanya keadaan darurat yang tidak diketahui sebelumnya.
a. Faktor-Faktor Modal Kerja
Menurut Munawir (2001:117) modal kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantanya adalah:
1. Sifat atau tipe perusahaan
Modal kerja suatu perusahaan dagang relative lebih rendah bila dibandingkan
dengan modal kerja perusahaan industri, karena tidak memerlukan investasi
yang besar dalam kas, piutang maupun persediaan kebutuhan uang tunai pada
perusahaan dagang. Untuk membelanjai operasi dapat dipenuhi dari
penghasilan atau penerimaan saat itu juga.
2. Usaha yang dubutuhkan untuk memproduksi atau memperoleh barang yang
akan dijual serta harga per satuan barang tersebut.
Kebutuhan modal kerja suatu perusahaan berhubungan langsung dengan
waktu yang dibutuhkan untuk memperoleh barang yang akan dijual maupun
bahan baku yang akan diproduksi sampai barang itu dijual. Semakin panjang
waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi atau memperoleh barang
tersebut semakin besar pula modal kerja yang dibutuhkan. Disamping itu
pula harga pokok per satuan barang itu juga mempengaruhi besar kecilnya
modal kerja yang dibutuhkan. Semakin besar harga pokok per satuan barang
yang akan dijual semakin besar pula kebutuhan modal kerja.
3. Syarat pembelian bahan baku
Syarat pembelian bahan baku yang akan digunakan untuk memproduksi
barang atau barang dagang sangat mempengaruhi jumlah modal kerja yang
dibutuhkan untuk perusahan yang bersangkutan. Jika syarat yang diterima
pada waktu pembelian menguntungkan, makin sedikit dana yang
diinvestasikan dalam persedian bahan baku atau barang dagangan,
sebaliknya bila pembayaran atas bahan atau barang yang akan dibeli tersebut
harus dilakukan dalam jangka waktu pendek maka uang kas diperlukan untuk
membiayai semakin besar pula.
4. Syarat penjualan
Semakin lunak kredit yang diberikan oleh perusahaan kepada para pembeli
akan mengakibatkan semakin besarnya jumlah modal kerja yang harus
diinvestasikan dalam sektor piutang. Untuk memperendah jumlah modal
kerja yang harus diinvestasikan yang harus di sektorkan dalam bentuk
piutang dan untuk memperkecil resiko adanya piutang yang akan tartagih
sebaiknya perusahaan memberikan potongan tunai kepada para pembeli,
karena dengan demikian pembeli akan tertarik untuk segera membayar
utangnya dalam periode diskon tersebut.
5. Tingkat pertukaran persedian (inventory turnover)
Menunjukan berapa kali persediaan tersebut diganti, semakin tinggi tingkat
pertukaran persediaan maka jumlah modal kerja yang diinvestasikan dalam
persediaan semakin rendah. Untuk dapat mencari tingkat perputaran
persediaan yang tinggi maka harus diadakan perencanaan dan pengendalian
persediaan secara teratur dan efisien. Semakin cepat atau semakin tinggi
tingkat perputaran persediaan akan memperkecil resiko terhadap kerugian
yang disebabkan penurunan mutu atau karena perubahan selera konsumen,
disamping menghemat ongkos menyimpan dan pemeliharaan terhadap
persediaan barang tersebut.
b. Manfaat Modal Kerja
Modal kerja sebaiknya tersedia dalam jumlah yang cukup agar
memungkinkan perusahaan untuk beroperasi secara ekonomis dan tidak
mengalami kesulitan keuangan. Adapun manfaat dari tersedianya modal kerja
yang cukup menurut Jumingan (2001:67) adalah sebagai berikut :
1. Melindungi perusahaan dari akibat buruk berupa turunnya nilai aktiva lancar,
seperti adanya kerugian karena debitur tidak membayar, turunnya nilai
persediaan karena harganya merosot.
2. Memungkinkan perusahaan untuk melunasi kewajiban-kewajiban jangka
pendek tepat pada waktunya.
3. Memungkinkan perusahaan untuk dapat membeli barang dengan tunai
sehingga mendapatkan keuntungan berupa potongan harga.
4. Menjamin perusahaan memiliki credit standing dan dapat mengatasi
peristiwa yang tidak dapat diduga seperti kebakaran, pencurian dan
sebagainya.
5. Memungkinkan untuk memiliki persediaan dalam jumlah yang cukup guna
melayani permintaan konsumennya.
6. Memungkinkan perusahaan dapat memberikan syarat kredit yang
menguntungkan kepada pelanggan.
7. Memungkinkan perusahaan dapat beroperasi dengan lebih efisien karena
tidak ada kesulitan dalam memperoleh bahan baku, jasa, dan suplai yang
dibutuhkan.
8. Memungkinkan perusahaan mampu bertahan dalam periode resesi atau
depresi.
5. Teori Produksi
Menurut Mankiw (2003) produksi dapat diartikan sebagai kegiatan optimalisasi
dari factor-faktor produksi seperti, tenaga kerja, modal, dan lain lainnya oleh perusahaan
untuk menghasilkan produk berupa barang-barang dan jasa-jasa. Secara teknis, kegiatan
produksi dilakukan dengan mengombinasikan beberapa input untuk menghasilkan
sejumlah output. Dalam pengertian ekonomi, produksi didefinisikan sebagai usaha
manusia untuk menambah atau menciptakan daya atau nilai suatu barang atau benda untuk
memenuhi kebutuhan manusia.
Contoh produksi adalah menanam padi, menggiling padi, mengangkut beras,
memperdagangkan beras, dan menjual nasi dan makanan. Contoh yang lebih modern
adalah produksi pembuatan benang, produksi pembuatan kain, produksi pembuatan
kendaraan bermotor, dan produksi pembuatan computer dan sebagainya.
6. Teori Kurva Philips
Terdapat suatu trade-off antara tingkat inflasi dan tingkat pengangguran, yaitu
bila tingkat pengangguran tinggi, laju inflasi rendah; sedangkan bila tingkat pengangguran
rendah, laju inflasi tinggi. Keadaan ini pertama kali dikemukakan oleh A.W. Phillips pada
tahun 1958 yang mulanya melukiskan hubungan antara tingkat perubahan upah dengan
tingkat perubahan kesempatan kerja.
Kurva Phillips ini memiliki tiga ciri yaitu :
1. mempunyai lereng yang negatif , sehingga kurva ini turun dari kiri atas ke
kanan bawah.
2. Kurva Phillips mempunyai intersep pada sumbu horizontal pada tingkat
pengangguran natural, di mana pada saat itu tingkat inflasi sama degan nol.
3. Kurva ini menunjukkan tanggapan tingkat pengangguran terhadap
perubahan tingkat inflasi. Ini ditunjukkan oleh besar kecilnya lereng kurva
Phillips tersebut.
Kurva Phillips ini tidak selalu tetap letaknya, tetapi seperti pendapat Friedman dan
Phelps, bahwa kurva Phillips tidak menunjukkan suatu hubungan jangka panjang yang
stabil. Kurva Phillips itu akan bergeser ke luar bila pengambil keputusan mencoba
mempertahankan tingkat pengangguran di bawah tingkat pengangguran natural, dan
sebaliknya bila tingkat pengangguran dibiarkan berada di atas tingkat pengangguran
natural, maka kurva Phillips akan bergeser ke bawah. Selanjutnya Friedman dan Phelps
seperti halnya dengan Phillips sendiri menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat
pengangguran semakin cepat kenaikan tingkat upah dan harga; dan semakin tinggi inflasi
akan semakin cepat pada kenaikan tingkat upah.
7. Industri Manufaktur
Manufacturing atau Manufaktur berasal dari bahasa Latin,manus(tangan)
dan factus (membuat) sehingga dapat diartikan membuat dengan tangan atau manual.
Modern manufaktur dapat di artikan sebagai pengerjaan secara automatis dan mesinnya di
kontrol komputer dengan pengawasan manual.
Manufaktur merupakan suatu cabang industri yang mengaplikasikan peralatan
dan suatu medium proses untuk transformasi bahan mentah menjadi barang jadi untuk
dijual. Upaya ini melibatkan semua proses antara yang dibutuhkan untuk produksi dan
integrasi komponen-komponen suatu produk.
Manufaktur dapat di definisikan dari dua sisi yaitu Teknologi dan Ekonomi.
a. Darisisi Teknologi
Manufaktur merupakan aplikasi dari proses fisika dan kimia untuk mengubah
geometri, property dan / atau tampilan material awal menjadi part atau produk,
manufaktur termasuk juga perakitan beberapapart menjadi produk. Proses manufakur
melibatkan kombinasi dari machinery, tools, power dan tenaga kerja
b. Dari sisi Ekonomi
Manufaktur merupakan transformasi material menjadi item yang mempunyai
penambahan nilai (value) melalui suatu proses dan / atau perakitan. Misalkan pasir di
ubah menjadi kaca (glass).
Menurut Heizer, dkk (2005), manufaktur berasal dari kata manufacture yang berarti
membuat dengan tangan (manual) atau dengan mesin sehingga menghasilkan sesuatu
barang.Manufaktur juga dapat diartikan sebagai kegiatan-kegiatan memproses pengolahan
input menjadi output.Kegiatan manufaktur dapat dilakukan oleh perorangan
(manufacturer) maupun oleh perusahaan (manufacturing company). Sedangkan industri
manufaktur adalah kelompok perusahaan sejenis yang mengolah bahan-bahan menjadi
barang setengah jadi atau barang jadi yang bernilai tambah lebih besar. Contoh industri
manufaktur, misalnya:
1. Pakaian dan Tekstil
2. Minyak, Kimia dan Plastik
3. Elektronika, Komputer dan Transportasi
4. Makanan
5. Logam
6. Kayu, Kulit dan Kertas
Berdasarkan jenis proses produksi atau berdasarkan sifat manufakturnya, perusahaan
manufaktur dibagi menjadi 2 (dua) jenis, yakni
a. Perusahaan dengan jenis proses produksi terus-menerus
(continuous process atau continuous manufacturing).
b. Perusahaan dengan proses produksi yang terputus-putus
(intermitten process atau intermitten manufacturing).
Strategi respons terhadap permintaan konsumen mendefinisikan bagaimana suatu
perusahaan industri manufaktur akan memberikan tanggapan atau respons terhadap
permintaan konsumen. Pada dasarnya strategi respons terhadap permintaan konsumen
dapat diklasifikasikan dalam kategori: Design-to-Order, Make-to-Order, Assemble-to-
Order, Make-to-Stock.
8. Teori Industri
Arsyad (1992) mengungkapkan sektor industri disebut sebagai leading sector
atau sector pemimpin. Hal ini dikarenakan dengan adanya pembangunan industri, maka
akan memacu dan mengangkat pembangunan sektor-sektor lainnya seperti sektor pertanian
dan sektor jasa. Pertumbuhan industri yang pesat akan merangsang sektor pertanian untuk
menyediakan bahan baku bagi industri. Sektor jasa juga turut berkembang dengan
berdirinya lembaga keuangan, lembaga pemasaran, dan sebagainya, yang semuanya akan
mendukung lajunya pertumbuhan industri.
Klasifikasi Industri
1. Jenis industri berdasarkan pengelompokan tenaga kerja
Pengelompokan industri berdasarkan jumlah tenaga kerja dibedakan menjadi
empat kriteria, antara lain (BPS, 2003):
a) Industri Besar
Industri yang menggunakan tenaga kerja 100 orang ataulebih
b) Industri menegah
Industri yang menggunakan tenaga kerja antara 20-99 orang
c) Industri kecil
Industri yang mengunakan tenaga kerja antara 5-19 orang
d) Industri mikro/rumah tang
Industri yang menggunakan tenaga kerja kurang dari 5 orang.
2. Jenis industri berdasarkan nilai asset netto yang diatur dalam undang
undang No.9 Tahun 1995, dimana:
a) Industri Besar
Usaha yang memiliki asset netto (tanpa gedung dan tanah) sebesar Rp
10.000.000.000 keatas.
b) Industri menegah
Usaha yang memiliki asset netto (tanpa gedung dan tanah) antaraRp
200.000.000–Rp 10.000.000.000
c) Industri kecil dan Mikro
Usaha yang memiliki asset neto (tanpa gedung dan tanah ) tidak lebih
dari Rp 200.000.000
3. Jenis industry berdasarkan klasifikasi
Berdasarkan Internasional standart of industrial Clasification (ISIC),
dengan berdasarkan pendekatan kelompok komoditas industry manufaktur
terbagi atas beberapa kelompok komoditas.
11. Teori upah
Menurut UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pengertian upah
adalah suatu penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha kepada buruh atau pekerja untuk
sesuatu pekerjaan atau jasa yang telah atau dilakukan, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk
uang yang ditetapkan menurut suatu persetujuan, atau peraturan perundang-undangan, dan
dibayarkan atas dasar perjanjian kerja antara pengusaha dengan buruh atau pekerja.Menurut
Simanjuntak (1985) pada dasarnya teori yang mendasari sistem pengupahan adalah:
a. Upah Menurut Kebutuhan
Ajaran Karl Marx pada dasarnya berpusat pada 3 hal, yaitu :
1) Teori Nilai
Karl Marx berpendapat bahwa hanya buruh yang merupakan sumber nilai
ekonomi. Jadi nilai suatu barang adalah nilai dari jasa buruh atau dari jumlah
waktu kerja yang digunakan untuk memproduksi barang tersebut. akibat dari
teori ini adalah harga barang berbeda menurut jumlah jasa buruh yang
dialokasikan untuk seluruh proses produksi tersebut.
2) Teori Pertentangan Kelas
Dalam hal ini Karl Marx berpendapat bahwa kapitalis selalu berusaha untuk
menciptakan barang-barang modal untuk mengurangi penggunaan buruh.
Dengan demikian akan menimbulkan pengangguran besar besaran. Dengan
adanya pengangguran ini pengusaha dapat menekan upah. Akibat dari sistem
ini adalah bahwa tiada jalan lain bagi buruh kecuali untuk bersatu merebut
kapital dari pengusaha menjadi milik bersama.
3) Terbentuknya Masyarakat Komunis
Sebagai konsekuensi dari kedua ajaran Karl Marx tentang teori nilai dan
pertentangan kelas adalah terbentuknya masyarakat komunis. Dalam
masyarakat ini seseorang tidak menjualkan tenaga kerjanya kepada orang
lain, tetapi masyarakat itu melalui partai buruh akan mengatur apa dan berapa
jumlah produksi. Dalam masyarakat impian Marx tersebut, “tiap orang harus
bekerja menurut kemampuannya, dan tiap orang memperoleh menurut
kebutuhannya.”
b. Upah Sebagai Imbalan
Teori Neo Klasik mengemukakan bahwa dalam rangka memaksimumkan
keuntungan tiap tiap pengusaha menggunakan faktor-faktor produksi sedemikian
rupa sehingga tiap factor produksi yang dipergunakan menerima atau diberi
imbalan sebesar nilai pertambahan hasil marjinal dari faktor produksi tersebut.
Ini berarti bahwa pengusaha mempekerjakan sejumlah karyawan sedemikian rupa
sehingga nilai pertambahan hasil marjinal seseorang sama dengan upah yang
diterima orang tersebut. Dengan kata lain tingkat upah yang dibayarkan oleh
pengusaha adalah:
W = VMPPL = MPPL × P
Dimana :
W = tingkat upah yang dibayarkan pengusaha kepada karyawan
P = harga jual barang dalam rupiah per unit barang
MPPL = marginal physical product of labor atau penambahan hasil
marjinalpekerja, diukur dalam unit barang per unit waktu
VMPPL= value of marginal physical product of labor atau nilai pertambahan
hasil marjinal pekerja atau karyawan
Nilai pertambahan hasil VMPPL, merupakan nilai jasa yang diberikan
oleh karyawan kepada pengusaha. Sebaliknya upah, W, dibayarkan oleh
pengusaha kepada karyawan sebagai imbalan terhadap jasa karyawan yang
diberikan kepada pengusaha. Dalam rangka memaksimalkan keuntungan,
pengusaha memberikan imbalan kepada setiap faktor produksi sebesar nilai
tambahan hasil marjinal masing-masing faktor produksi tersebut. Imbalan
terhadap modal disebut rendemen. Tingkat renedemen mencerminkan harga
satu unit modal. Seperti halnya tingkat upah dalam persamaan (2.12), maka
tingkat rendemen sama dengan nilai tambahan hasil marjinal dari satu unit
modal, sehingga:
r = VMPPL = MPPL × P
Dimana :
r = tingkat rendemen modal
VMPPL = nilai pertambahan hasil marjinal modal atau value of marginal
physical product of capital
P = harga jual barang produksi
Dengan asumsi bahwa terdapat mobilitas sempurna atas tenaga kerja dan
modal, maka tingkat upah di berbagai perusahaan seharusnya sama, dan tingkat
rendemen di berbagai alternative investasi juga sama.