bab ii tinjauan pustaka a. peran ibu dalam mengatasi...
TRANSCRIPT
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Peran Ibu dalam Mengatasi Kesulitan Makan pada Balita
1. Pengertian Peran
Peran adalah perangkat tingkah laku yang diharapkan atau dimiliki
oleh orang di masyarakat, peran terutama ditentukan oleh ciri-ciri individu
yang bersifat khas atau istimewa (Depdiknas, 2002). Peran juga dapat
diartikan sebagai perilaku yang berkenaan dengan siapa yang memegang
posisi tertentu. Posisi mengidentifikasi status atau tempat seseorang dalam
suatu sistem sosial (Biddle dalam Friedman, 1998).
Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang
lain terhadap kedudukan dalam suatu sistem. Sistem membutuhkan sentuhan
atau tindakan seseorang yang dapat mengelola, menjaga, merubah, dan
memperbaiki suatu sistem. Suatu sistem membutuhkan peran dari seseorang.
Peran dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar dan
bersifat stabil (Ali, 2002).
2. Pengertian Ibu
Ibu adalah salah satu dari kedudukan sosial yang mempunyai banyak
peran, peran sebagai seorang istri dari suaminya, sebagai ibu dari anak-
anaknya, dan sebagai seorang yang melahirkan menyusui dan merawat anak-
anaknya. Ibu juga berfungsi sebagai benteng keluarga yang menguatkan
anggota-anggota keluarganya. Ibu sebagai seorang yang sangat penting dalam
rumah tangga. Ibu yang merawat anak-anaknya, menyediakan makanan untuk
anggota keluarganya dan terkadang bekerja untuk menambah pendapatan
keluarga. Peran ibu adalah tingkah laku yang dilakukan seorang ibu terhadap
keluarganya untuk merawat suami dan anak-anaknya (Santoso, 2009).
2
3. Pengertian Balita
Pengertian balita dari beberapa sumber menyebutkan bahwa balita
adalah merupakan salah satu periode usia manusia setelah bayi sebelum anak
awal. Rentang usia balita dimulai dari dua sampai dengan lima tahun, atau
biasa digunakan perhitungan bulan yaitu 24-60 bulan. Periode usia ini disebut
juga sebagai usia prasekolah (Ensiklopedia). Balita adalah anak yang berumur
di bawah lima tahun, tidak termasuk bayi karena bayi mempunyai karakter
makan yang khusus (Irianto, 2009).
Menurut Santoso (2009) menyatakan bahwa balita adalah anak yang
berumur 12-59 bulan, pada masa ini ditandai dengan proses pertumbuhan dan
perkembangan yang sangat pesat. Proses pertumbuhan dan perkembangan
akan disertai dengan perubahan yang memerlukan zat-zat gizi yang jumlahnya
lebih banyak dengan kualitas tinggi. Balita termasuk kelompok rawan gizi,
mereka mudah menderita kelainan gizi karena kekurangan makanan yang
dibutuhkan, hal ini disebabkan balita sering mengalami gangguan kesulitan
makan (Santoso, 2009).
4. Peran Ibu Dalam Mengatasi Kesulitan Makan pada Balita
Peran seorang ibu sangat besar dalam proses kehidupan awal seorang
anak. Sejak bayi lahir, ibu yang menyusui atau menyuapi makanan ke mulut
bayi. Freud menempatkan tokoh ibu paling penting dalam perkembangan
seorang anak. Sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya, ibu mempunyai
peranan untuk mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh serta pendidik
untuk anak-anaknya, pelindung dan sebagai salah satu kelompok dari peranan
sosialnya, dan sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya, di samping itu
ibu juga bisa mencari nafkah untuk tambahan dalam menopang ekonomi
keluarganya (Dagun, 2002).
Menurut Maharani (2009), menyatakan bahwa seorang ibu harus
mengetahui berbagai hal yang terkait dengan perannya meliputi mengetahui
makanan bergizi, jadwal makanan, cara mempersiapkan, cara menyajikan
3
serta dalam mempersiapkan perlengkapan makannya. Seorang ibu harus
mampu melatih makan pada anaknya dan sanggup mengantisipasi sewaktu
anak susah makan. Winarsho (2009) menyatakan bahwa peran ibu dalam
memberikan makanan pada anak balita adalah sebagai berikut :
a. Membentuk pola makan anak
Pola makan adalah cara seseorang dalam memilih makanan dan
memakannya sebagai tanggapan terhadap pengaruh fisiologis, psikologis
budaya dan sosial (Waryana, 2010). Makanan berperan penting dalam
pertumbuhan fisik dan kecerdasan anak. Pola makan yang baik dan teratur
perlu diperkenalkan sejak dini. Penting sekali membina dan
mengembangkan keterampilan makan pada anak yang dimulai sejak dini.
Kebutuhan bahan makanan perlu diatur, sehingga bayi mendapatkan
asupan gizi yang diperlukan secara utuh sesuai dengan usia dan
kebutuhannya.
Pola makan anak sebaiknya diatur sesuai dengan waktu lapar dan
pengosongan lambungnya. Perhatikan juga jarak waktu pemberian makan,
supaya anak tidak diberi makan ketika masih kenyang. Tidak benar
memaksa anak menghabiskan makanannya jika anak sudah tidak mau
makan. Sikap memaksa hanya akan membuat anak trauma pada makanan.
Pola makan kelompok masyarakat atau keluarga akan menjadi pola
makan anak dimana seorang anak itu tinggal. Seorang anak dapat
memiliki kebiasaan makan dan selera makan, yang terbentuk dari
kebiasaan dalam masyarakatnya. Jika menyusun hidangan untuk anak, hal
yang perlu diperhatikan adalah memenuhi kebutuhan zat gizi untuk hidup
sehat dan bertumbuh kembang. Kecukupan zat gizi ini berpengaruh pada
kesehatan dan kecerdasan anak, maka pengetahuan dan kemampuan
mengelola makanan sehat untuk anak adalah suatu hal yang amat penting
(Santoso, 2009).
4
Makan dapat dijadikan media untuk mendidik anak supaya anak
dapat menerima, menyukai, memilih makanan dan menentukan jumlah
makanan yang cukup dan bermutu, dengan demikian dapat dibina
kebiasaan yang baik tentang waktu makan. Melalui cara pemberian makan
yang teratur anak biasa makan pada waktu yang lazim dibiasakan.
Kebiasaan itu dengan sendirinya akan membentuk pola makan pada balita
(Santoso, 2009).
b. Menciptakan situasi yang menyenangkan
Suasana makan juga menentukan mood anak, jika di lingkungan
rumah ada taman bermain tak ada salahnya jika mengajak anak main di
sana. Suasana bertemu teman-teman sepermainannya akan membuat anak
cenderung lebih bersemangat makan. Namun perlu diingat makanan yang
dibawa harus ditutup dengan baik untuk menghindari debu dan kuman.
Tidak benar memaksa anak untuk makan, biarkan anak makan atas
inisiatif sendiri. Seperti halnya orang dewasa nafsu makan anak juga
dipengaruhi suasana hatinya. Anak sedang merasa tidak bahagia, tertekan
atau tidak dicintai dapat menyebabkan selera makan anak akan menurun.
Cara lain yang bisa dilakukan adalah dengan memberi kesempatan kepada
anak untuk memilih menu favoritnya. Suasana makan yang
menyenangkan juga bisa diciptakan didalam rumah bisa sambil nonton
televisi, mendengarkan lagu kesenangan, atau makan bersama-sama
keluarga yang lain, sehingga menambah nafsu makan pada anak.
c. Penyajian makanan yang menarik
Penyajian makanan yang menarik bisa dilakukan dengan banyak
cara diantaranya perhatikan dalam menyajikan makanan. Penyajian
makanan yang menarik dapat merangsang keinginan anak untuk makan.
Penyajian makanan yang menarik dapat dengan menggunakan perangkat
makan yang menarik misalnya bergambar karakter kartun yang lucu
5
dengan warna-warna yang menarik, variasi menu dan berikan perubahan
rasa.
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi peran ibu dalam mengatasi kesulitan
makan pada balita
Peran dipengaruhi oleh banyak hal. Termasuk dalam hal ini adalah
peran ibu dalam mengatasi kesulitan makan pada balita. Beberapa hal yang
dapat menjadi faktor-faktor yang mempengaruhi peran ibu dalam mengatasi
makan pada balita adalah sebagai berikut (Santoso, 2009).
a. Pendidikan
Bidang pendidikan memegang peranan penting. Semakin tinggi
pendidikan semakin mudah menerima hal-hal baru dan bisa menyesuaikan
dengan mudah. Pendidikan yang semakin tinggi memungkinkan seseorang
untuk dapat menerima informasi tentang pengetahuan gizi dengan baik
dan dapat memperbaiki gizi keluarga terutama untuk balita (Notoadmodjo,
2002).
b. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap suatu objek. Ibu sangat membutuhkan
pengetahuan yang cukup untuk mengetahui perannya. Peran dalam hal ini
yaitu untuk mengatasi kesulitan makan pada balita (Notoadmodjo, 2003).
c. Perilaku
Perilaku adalah merupakan perbuatan atau tindakan dan perkataan
seseorang yang sifatnya dapat diamati, digambarkan dan dicatat oleh
orang lain ataupun orang yang melakukannya. Untuk dapat menyusun
menu yang adekuat seorang ibu perlu memiliki pengetahuan mengenai
bahan makanan, zat gizi dan cara pengolahan makanan. Pengolahan
makanan yang tepat akan meningkatkan mutu makanan yang akan
dikonsumsi oleh balita (Notoadmodjo, 2002).
6
d. Sikap
Sikap adalah pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan
untuk bertindak, sikap senantiasa terarah terhadap suatu hal atau objek.
Manusia dapat mempunyai sikap terhadap bermacam-macam hal. Sikap
seseorang terhadap makanan dipengaruhi oleh pelajaran dan pengalaman
yang diperoleh sejak masa kanak-kanak tentang makan dan makanan
(Santoso, 2004).
Sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan
bukan merupakan pelaksana motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu
tindakan atau aktivitas akan tetapi merupakan presdisposisi tindakan atau
perilaku, begitu juga sikap ibu dalam menentukan jenis makanan yang
mengandung zat gizi cukup dan sesuai dengan kebutuhan anak. Ibu dapat
menentukan sikap dalam mengatasi kesulitan makan pada balitanya
dengan cara yang sesuai kemampuan masing-masing ibu (Notoadmodjo,
2002).
e. Perhatian
Perhatian adalah keaktifan jiwa yang diarahkan kepada suatu obyek
(Ahmadi, 2003). Dewasa ini sering kali ibu terpaksa meninggalkan
anaknya untuk bekerja meskipun ibu sangat mencintai anaknya. Keadaan
seperti ini mau tidak mau ibu tidak bisa memberi kasih sayang penuh pada
anaknya. Umumnya ibu tidak mengerti bahwa pada umur yang begitu
awal sudah ada kebutuhan psikologis yang perlu dipenuhi. Ibu yang
bekerja mungkin tidak bisa memperhatikan jenis makanan, frekuensi
makan dan zat gizi yang dibutuhkan anak dengan sempurna. Ibu tidak
cukup waktu untuk memperhatikan dan mengatur segala sesuatu yang
berkaitan dengan makan anak. Pemberian makan pada balita
membutuhkan perhatian ibu termasuk dalam peran ibu dalam mengatasi
kesulitan makan pada balita (Santoso, 2004).
7
f. Ekonomi
Kekurangan pendapatan ekonomi keluarga membawa konsekuensi
buruk. Kurangnya pendapatan keluarga akan menyebabkan ketahanan
pangan akan terganggu. Kemampuan rumah tangga memperoleh makanan
untuk memenuhi kebutuhan nutrisi untuk seluruh anggota keluarganya
akan semakin berkurang. Ketidakberdayaan keluarga memenuhi
persediaan pangan secara langsung akan berpengaruh terhadap pemenuhan
nutrisi anggota keluarganya termasuk untuk anak balitanya (Santoso,
2004).
g. Keterampilan
Keterampilan ibu dalam memilih, memasak dan menghidangkan
makanan anak dapat berpengaruh terhadap pemenuhan nutrisi anak.
Keterampilan ibu dalam memilih keragaman bahan dan keragaman jenis
masakan juga sangat diperlukan untuk menghindari kebosanan anak
terhadap makanan. Ibu yang memiliki keterampilan dalam memasak,
memilih bahan dan menyajikan akan menghasilkan makanan yang
menarik saat disajikan. Keterampilan dalam memberikan atau menyuapi
makanan pada anak akan meningkatkan kemauan anak untuk makan
(Santoso, 2004).
h. Penyediaan makanan
Penyediaan makanan dipengaruhi oleh kondisi-kondisi yang
bersifat hasil karya manusia seperti sistem pertanian. Termasuk disini
pengadaan setelah dimasak, makanan akan dihidangkan untuk anak.
Makanan yang dihidangkan oleh ibu harus disajikan dengan menarik,
dengan begitu anak merasa senang bahkan puas sehingga meningkatkan
selera makan, gairah makan dan nafsu makan anak. Selanjutnya anak
dapat mengkonsumsi semua zat-zat gizi yang dibutuhkan (Sediaoetama,
2000). Pengadaan makanan perlu diperhitungkan, persediaan bahan
makanan yang dibutuhkan anak diseimbangkan dengan nilai rata-rata
8
kecukupan makanan yang dibutuhkan sesuai umur dan berat badan anak
(Santoso, 2000).
i. Ketersediaan waktu ibu
Dewasa ini seringkali seorang ibu terpaksa meninggalkan anaknya
karena harus bekerja, padahal sebagai seorang ibu masih harus
bertanggung jawab terhadap peran yang diembannya. Salah satunya
berperan dalam memenuhi kebutuhan nutrisi untuk anak terutama disaat
balita mengalami kesulitan makan. Ibu yang memilki banyak waktu untuk
anak akan membuat waktu untuk sering bersama. Kebersamaan itu dapat
memberikan keakraban antara ibu dan anak. Keakraban antara ibu dan
anak akan sangat menguntungkan disaat anak mengalami kesulitan makan.
Ibu akan mudah untuk mengatasinya karena anak sudah merasa nyaman
dan percaya sama ibunya. Ibu yang tidak memiliki ketersediaan waktu
akan berpengaruh terhadap perannya dalam mengasuh anaknya (Santoso,
2004).
B. Kesulitan Makan pada Balita
1. Konsep Makan
Makan merupakan salah satu naluri yang diperoleh manusia sejak
lahir. Setiap orang mempunyai selera dan faktor sesuai pergaulan dan
kebiasaan makan sehari-hari. Balita juga akan makan makanan yang
diberikan oleh ibu atau pengasuhnya, sesuai dengan menu yang biasa
diberikan sehari-hari (Waryana, 2010).
Maulana (2007) menyatakan bahwa proses makan terjadi melalui 2
fase yaitu :
a. Fase pra makan
Proses makan yang baik dimulai dari ketika anak merasa lapar dan
memberikan sinyal ingin makan. Pusat lapar di otak menerima sinyal dari
banyak sel dalam tubuh. Ketika sinyal ini dirasakan nafsu makan anak
9
akan meningkat, hal ini ditandai dengan memberikan tanda pada orang
dewasa melalui menangis, rewel, murung bahkan balita yang sudah bisa
bicara akan mengatakan bahwa dia ingin makan.
b. Fase makan
Proses ini dimulai dari proses mekanik membawa makanan
kemulut, mengisi mulut dengan makanan, menguyah, dan kemudian
menelan. Diperlukan koordinasi sensoris dan juga gerakan motorik kasar
dan halus. Fase ini dibagi lagi menjadi tiga yaitu fase oral (di mulut), fase
faring (di tenggorokan) dan fase esofagus (di pipa saluran makanan).
Fase oral umumnya dibagi menjadi 2 bagian yaitu fase persiapan
dan fase transfer makanan. Fase persiapan makanan padat dihancurkan
secara mekanis dan dibasahi oleh air ludah untuk membuat bolus
makanan yang bisa siap untuk ditelan. Fase transfer makanan dimulai
dari gerakan bolus dari lidah sampai ke farings. Fase ini diperlukan
pengaturan otot-otot di rongga mulut yang baik.
Fase farings terjadi proses menelan, yang secara tidak disadari. Fase
ini terjadi pemberhentian pernafasan sejenak agar makanan tidak masuk
ke saluran nafas, hingga melewati esofagus dan masuk ke lambung. Jika
terdapat kelainan di esofagus ini dapat menyebabkan kesulitan makan,
misalnya, esofagitis yang menimbulkan rasa nyeri dan menyebabkan anak
sulit makan.
2. Pengertian Kesulitan Makan
Masalah makan pada anak umumnya adalah masalah kesulitan makan.
Hal ini penting diperhatikan karena dapat menghambat tumbuh kembang
optimal pada anak. Tujuan memberi makan pada anak diantaranya untuk
memenuhi kebutuhan zat gizi yang cukup dalam kelangsungan hidupnya,
pemulihan kesehatan sesudah sakit, untuk aktivitas, pertumbuhan dan
perkembangan. Pelaksanaannya ternyata seringkali timbul kesulitan makan
10
anak yaitu kurangnya nafsu makan anak karena kesulitan makan pada balita
(Santoso, 2009).
Kesulitan makan adalah ketidakmampuan untuk makan dan menolak
makanan tertentu (Santoso, 2009). Gangguan kesulitan makan pada anak
sering kita jumpai pada masyarakat awam yang belum memahami prosedur
pemenuhan kebutuhan nutrisi pada anak. Masyarakat awam masih banyak
yang belum memahami pentingnya nutrisi pada anak (Hidayat, 2005).
Kesulitan makan adalah suatu gejala dari berbagai penyakit atau
gangguan fungsi tubuh. Kesulitan makan bukan merupakan suatu bentuk
diagnosis atau penyakit tersendiri. Definisi kesulitan adalah jika anak tidak
mau atau menolak untuk makan, atau mengalami kesulitan mengkonsumsi
makanan atau minuman dengan jenis dan jumlah sesuai usia secara fisiologis
(alamiah dan wajar), yaitu mulai dari membuka mulutnya tanpa paksaan,
mengunyah, menelan hingga sampai terserap dipencernaan secara baik tanpa
paksaan dan tanpa pemberian vitamin dan obat tertentu (Judarwanto, 2005).
3. Gejala Kesulitan makan
Menurut Maulana (2007) menyatakan bahwa gejala kesulitan makan
pada balita diantaranya adalah:
a. Kesulitan menguyah, menghisap, menelan makanan atau hanya bisa
makan makanan lunak atau cair
b. Memuntahkan atau menyembur-nyemburkan makanan yang sudah masuk
di mulut anak
c. Makan berlama-lama dan memainkan makanan
d. Sama sekali tidak mau memasukkan makanan ke dalam mulut atau
menutup mulut rapat
e. Memuntahkan atau menumpahkan makanan dan menepis suapan
f. Tidak banyak menyukai variasi makanan
g. Kebiasaan makan yang aneh dan ganjil.
11
4. Faktor-faktor Penyebab Kesulitan Makan
Suatu masalah pasti dipengaruhi oleh beberapa hal. Termasuk juga
kesulitan makan pada balita juga dipengaruhi oleh beberapa faktor. Ada
beberapa faktor yang menyebabkan masalah kesulitan makan yaitu faktor
organik, faktor nutrisi dan faktor psikologi (Zaviera, 2008).
a. Faktor organik
Proses makan terjadi mulai dari memasukkan makan di mulut,
mengunyah, dan menelan. Kemampuan koordinasi pergerakan motorik
kasar di sekitar mulut sangat berperan dalam proses makan tersebut.
Pergerakan motorik tersebut berupa koordinasi gerakan menggigit,
mengunyah, dan menelan yang dilakukan oleh otot lainnya di sekitar
mulut.
Proses makan melibatkan berbagai organ tubuh turut berperan
mulai dari unsur-unsur pada rongga mulut (bibir, gigi geligi, palatum dan
lidah) sampai ke usus yang dipengaruhi oleh sistem saraf. Gangguan
saluran pencernaan tampaknya merupakan faktor penyebab terpenting
dalam gangguan proses makan di mulut. Jika terdapat gangguan saluran
cerna maka hal itu akan mempengaruhi fungsi susunan saraf pusat,
sehingga terjadi gangguan fungsi susunan saraf pusat.
Gangguan fungsi susunan saraf pusat tersebut berupa gangguan
neuroanatomis dan neurofungsional. Salah satu manifestasi klinis yang
terjadi adalah gangguan koordinasi motorik kasar pada mulut. Berbagai
kelainan atau penyakit pada organ-organ tersebut pada umumnnya akan
mengakibatkan gangguan yang menyebabkan gangguan makan.
Gangguan bisa berupa berupa saat anak mengalami sariawan, sakit
tenggorokan atau adanya penyakit di organ pencernaan.
b. Faktor nutrisi
Balita merupakan golongan konsumen semipasif atau semiaktif
sehingga pemenuhan kebutuhan nutrisi masih bergantung pada orang lain,
12
khususnya ibu atau pengasuhnya. Perlu diketahui saat ini terjadi
perubahan pola makan dari makanan bayi ke dewasa. Pengetahuan ibu
dalam kemampuan menentukan jenis harus jumlah makanan yang
diberikan kepada anak harus sesuai perkembangan usianya. Ketepatan
jenis dan jumlah makanan sangat menentukan pemenuhan gizi pada
balita.
c. Faktor psikologi
Seringkali terjadi kelainan psikologi disebabkan kekeliruan
pengelolaan orang tua dalam hal mengatur makan anaknya. Ada orang tua
yang bersikap terlalu melindungi dan ada orang tua yang terlalu
memaksakan anaknya makan terlalu banyak melebihi keperluan anak.
Keadaan saat anak jauh dari ibunya dan perasaan takut berlebihan pada
makanan juga dapat menyebabkan anak tidak mau makan. Sikap suka
memaksakan makanan menyebabkan bayi atau anak merasakan proses
makan sebagai saat yang tidak menyenangkan, hal ini berakibat
menimbulkan sikap anti terhadap makanan. Sikap yang terlalu obsesif dan
overprotektif akan berakibat negatif pada anak (Santoso, 2009).
Sifat yang menonjol pada balita adalah rasa ingin tahu segala hal di
sekitarnya. Sifat ini menyebabkan perhatian terhadap makanan berkurang
dan sering kali menolak diberi makan. Perilaku makan yang sering
tampak adalah membiarkan makanan tetap dalam mulut tapi tidak
dikunyah, melepeh, atau justru lebih menyukai makanan yang cair atau
yang diminum agar lekas habis (proses makan lebih cepat selesai).
5. Bentuk Kesulitan Makan
Balita yang mengalami kesulitan makan umumnya menunjukkan
sikap-sikap tertentu. Balita tersebut mungkin menunjukkan sikap yang
memperlihatkan salah satu dari bentuk kesulitan makan. Beberapa bentuk
kesulitan makan adalah psikogenik anoreksia, dawling dan menolak untuk
menguyah makanan (Maulana, 2008) :
13
a. Psikogenik anoreksia
Psikogenik anoreksia adalah berkurangnya nafsu makan yang
disebabkan oleh faktor psikologis. Hal ini perlu dibedakan dengan
anoreksia yang disebabkan oleh adanya penyakit organik. Berkurangnya
nafsu makan yang disebabkan oleh penyakit organik biasanya timbul
mendadak dan pada seluruh makanan.
b. Dawling
Dawling adalah makan dengan cara lambat sekali yang disebabkan
karena faktor psikologis dan bukan faktor bawaan. Biasanya anak akan
membiarkan makanan dalam mulut tanpa dikunyah. Makanan akan
dibiarkan tetap dalam mulut sekalipun dikunyah akan membutuhkan
waktu yang sangat lama.
c. Menolak untuk Menguyah Makanan
Balita sering kali menunjukkan sifat menolak makan. Sesekalinya
balita mau membuka mulutnya makanan tersebut tidak dikunyah, namun
hanya didiamkan didalam mulut. Makanan yang sudah dimasukkan dalam
mulut enggan untuk dikunyah hanya didiamkan dalam mulut, bahkan
makanan yang sudah ditelan dikeluarkan kembali lewat mulut setelah
adanya usaha untuk mengeluarkannya.
6. Dampak Kesulitan Makan
Komplikasi yang dapat ditimbulkan akibat kesulitan makan
bermacam-macam. Salah satu yang dapat ditimbulkan adalah kekurangan
kalori dan protein, yang dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan atau
gagal tumbuh. Tampilan klinisnya adalah terjadi gangguan dalam
peningkatan berat badan, bahkan terjadi kecenderungan berat badan tetap
dalam keadaan yang cukup lama. Normal anak usia di atas 2 tahun
seharusnya terjadi peningkatan berat badan 2 kilogram dalam setahun, namun
pada anak yang sulit makan peningkatan berat badan itu sulit ditempuh.
14
Kesulitan makan pada anak banyak mengakibatkan dampak negatif
(Maulana, 2007).
Dampak dari kesulitan makan mengakibatkan beberapa hal yang
berkaitan dengan kekurangan gizi. Gizi merupakan salah satu penentu
kualitas sumber daya manusia. Akibat kekurangan gizi akan menyebabkan
beberapa efek serius seperti kegagalan pertumbuhan fisik tidak optimalnya
perkembangan dan kecerdasan, akibat lain adalah terjadinya penurunan
produktifitas, menurunnya daya tahan tubuh terhadap penyakit yang akan
meningkatkan risiko kesakitan dan kematian (Soekirman, 2000).
Waryana (2010) menyatakan bahwa beberapa dampak yang bisa
diakibatkan karena kesulitan makan pada balita yaitu sebagai berikut :
a. Kekurangan Gizi
Kesulitan makan pada anak yang berkepanjangan bisa
mengakibatkan kekurangan protein, karbohidrat dan beberapa vitamin
dan mineral. Kekurangan beberapa zat gizi tersebut akan membuat anak
jatuh dalam keadaan Kurang Kalori Protein (KKP). KKP merupakan
penyakit gangguan gizi yang cukup sering di Indonesia. Di Indonesia
angka kejadiannya cukup tinggi pada anak di bawah 5 tahun. Untuk
menentukan klasifikasi berat ringannya kurang kalori protein (KKP)
dapat menggunakan beberapa cara, yang paling sering digunakan dan
cukup mudah adalah dengan melihat berat badan dan umur anak
disesuaiakan dengan grafik Kartu Menuju Sehat (KMS).
b. Menurunnya Daya Intelegensi
Anak usia 1-5 tahun merupakan usia yang sangat penting dalam
pertumbuhan dan perkembangan sel–sel otak. Secara garis besar ada tiga
jenis faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi perkembangan
kecerdasan, salah satunya adalah pertumbuhan fisik biomedik otak.
Faktor fisik biomedis otak memerlukan peran penting nutrisi. Nutrisi ini
akan terkandung di dalam makanan. Makanan dengan kualitas kadar gizi
15
dan kuantitas yang optimal akan mendukung pertumbuhan otak yang
optimal. Kekurangan salah satu atau beberapa zat gizi yang diperlukan
akan mengganggu pertumbuhan dan perkembangan otak anak, sehingga
anak berkurang daya kecerdasannya.
c. Menurunnya daya ketahanan anak
Tubuh anak terdapat suatu zat yang berfungsi untuk menjaga
ketahanan tubuh anak dari berbagai penyakit. Zat-zat tersebut akan
diproduksi dengan baik pada kondisi kecukupan gizi. Balita yang
kekurangan zat gizi maka akan menjadi rentan terhadap serangan
penyakit oleh karena menurunnya daya imunitas anak.
7. Upaya Mengatasi Kesulitan Makan
Kesulitan makan pada balita jelas berakibat akan mempengaruhi
terhadap keadaan gizi seorang anak. Perlu diusahakan upaya untuk mengatasi
kesulitan makan agar tidak terjadi efek yang buruk dari kesulitan makan
tersebut. Upaya tersebut meliputi menghilangkan penyebab kesulitan makan
tersebut, pengobatan, dan cara-cara lainnya. Secara garis besar upaya yang
bisa dilakukan untuk mengatasi kesulitan makan pada balita adalah upaya
dietik dan upaya psikologis (Santoso, 2009).
a. Upaya dietik
Upaya ini berhubungan dengan pengaturan makanan yaitu
merancang makanan. Adapun faktor–faktor yang perlu diperhatikan
dalam pengaturan makanan yaitu, umur dan berat badan anak, keadaan
penyakit anak, keadaan alat penerima (mulut, gigi geligi, usus dan
sebagainya), kebiasaan makan, selera, kesukaan, aneka ragam atau variasi
hidangan, penerimaan dan toleransi anak terhadap makanan yang
diberikan.
Bantuan seorang ahli gizi dapat membantu untuk merancang
makanan anak yang memenuhi persyaratan dengan memperhatikan
jumlah kebutuhan anak. Setiap nutrien disesuaikan dengan daftar
16
kebutuhan nutrien dan jumlah makanan. Jenis bahan makanan yang akan
dipilih untuk menentukan nutrien yang diperlukan dengan menggunakan
daftar komposisi. Bentuk makanan yang akan diberikan bisa dengan
kreiteria khusus yaitu dalam bentuk biasa, lunak, saring atau cair. jadwal
waktu makan dalam sehari dan cara pemberian makanan dengan cara
biasa atau memakai alat juga bisa ditentukan.
b. Upaya psikologis
Hubungan emosional antara anak dan ibu hendaknya baik. Ibu perlu
sabar, tenang, dan tekun. Adakan suasana yang menyenangkan untuk
anak. Berikan pujian apabila anak melakukan cara makan dengan baik
serta cukup makan. Gunakan alat makan yang menarik, disukai anak, dan
sesuai dengan kondisi anak sehingga memudahkan anak untuk makan.
C. Nutrisi pada Balita
1. Pengertian Nutrisi
Lima tahun pertama dalam kehidupan anak adalah periode
pertumbuhan yang sangat penting dan akan mempengaruhi dan menentukan
perkembangan anak selanjutnya. Proses Pertumbuhan dan perkembangan
pada balita sangat dipengaruhi oleh asupan gizi yang diperoleh. Asupan gizi
yang diberikan sesuai dengan kebutuhan anak maka akan dapat mendukung
untuk meningkatkan kesehatan dan kecerdasan anak, untuk itu perlu
diberikan nutrisi yang tepat (Novaria, 2008).
Nutrisi adalah ikatan kimia yang diperlukan oleh tubuh untuk
melakukan fungsinya. Nutrisi berfungsi untuk menghasilkan energi,
membangun dan memelihara jaringan serta mengatur proses kehidupan,
untuk itu di butuhkan nutrisi atau gizi yang seimbang (Almatsier, 2002). Gizi
adalah makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti,
absorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat
17
yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan
fungsi normal dari organ-organ serta menghasilkan energi (Santoso, 2009).
Gizi merupakan makanan yang dapat memenuhi kesehatan. Zat gizi
adalah unsur yang terdapat dalam makanan dan dapat mempengaruhi
kesehatan, yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya yaitu
menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan. Zat-zat gizi
yang berasal dari makanan diperlukan oleh manusia untuk memenuhi
kebutuhan. Kebutuhan zat gizi seseorang berbeda-beda tergantung dari
ukuran tubuh dan usianya termasuk balita yang memiliki ukuran sendiri.
2. Kebutuhan Nutrisi pada Balita
Kebutuhan nutrisi merupakan kebutuhan yang sangat penting dalam
membantu proses pertumbuhan dan perkembangan anak. Apabila kebutuhan
nutrisi pada anak terpenuhi, diharapkan anak dapat tumbuh dengan tepat
sesuai dengan usianya. Pemenuhan kebutuhan nutrisi pada anak harus
seimbang dan mengandung semua zat gizi yang diperlukan oleh tubuh yang
mengandung nilai gizi (Hidayat, 2005).
Gizi yang diperoleh seorang anak melalui konsumsi makanan setiap
hari berperan besar untuk kehidupan anak tersebut. Makanan merupakan
kebutuhan mendasar bagi kehidupan manusia khususnya anak balita. Karena
di dalam makanan tersebut mengandung zat gizi (Santoso, 2009). Zat gizi
diartikan sebagai zat kimia yang terdapat dalam makanan yang diperlukan
manusia untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, sehingga
membutuhkan gizi yang harus dipenuhi (Supariasa, 2004). Kebutuhan gizi
yang harus diperoleh pada masa balita diperlukan untuk menghasilkan energi.
Energi dalam tubuh diperoleh terutama dari karbohidrat, lemak dan protein.
Zat tersebut bisa diperoleh dari mengkonsumsi makanan padat, karena pada
balita sudah bisa mengkonsumsi makanan padat selain ASI (Waryana, 2010).
Asupan utama yang berbentuk padat sangat dibutuhkan pada usia
prasekolah. Usia prasekolah merupakan periode keemasan (golden age)
18
dalam proses perkembangan. Periode keemasan dapat diartikan bahwa pada
aspek tersebut aspek kognitif, fisik, motorik, dan psikososial seorang anak
berkembang secara cepat, untuk memenuhi dan mencapai kebutuhan dari
masing-masing aspek itu dibutuhkan stimulasi dan asupan nutrisi yang baik
(Zaivera, 2008).
Tujuan pemenuhan nutrisi pada anak adalah untuk memenuhi
kebutuhan zat gizi yang cukup dalam kelangsungan hidupnya, untuk
beraktifitas, dan untuk proses pertumbuhan dan perkembanganya (Santoso,
2009). Anak-anak berusia enam bulan sampai satu tahun biasanya
membutuhkan 700-900 kalori setiap hari, dari makanan dan susu ibu. Anak-
anak berusia dua tahun seharusnya mengkonsumsi 1.300–1.400 kalori,
bertambah 100 kalori setiap tahun. Kebutuhan anak sangat bervariasi sesuai
dengan ukuran dan aktivitasnya (Downsen, 2002).
3. Zat Makanan
Zat makanan sebagai asupan nutrisi yang baik akan didapatkan dari
makanan yang bergizi (Santoso, 2009). Makanan adalah bahan selain obat
yang mengandung zat gizi dan unsur-unsur kimia yang dapat diubah menjadi
zat gizi, yang berguna bila dimasukkan ke dalam tubuh (Waryana, 2010).
Tubuh memerlukan makanan yang baik. Makanan yang baik adalah makanan
yang memiliki nilai gizi.
Gizi adalah zat kimia (makanan) dan zat-zat yang diperlukan oleh
tubuh untuk melakukan fungsinya menghasilkan energi, membangun dan
memelihara jaringan serta mengatur proses-proses kehidupan yang
berhubungan dengan pemeliharaan & peningkatkan kesehatan. Zat makanan
atau zat gizi merupakan bahan dasar penyusun bahan makanan (Sediaotema,
2000). Zat gizi terdiri atas :
a. Karbohidrat
Karbohidrat terutama terdapat dalam bahan makanan yang berasal
dari tumbuh–tumbuhan dan hanya sedikit yang termasuk bahan makanan
19
hewani. Umumnya karbohidrat nabati yang dimakan manusia adalah
berasal dari biji, batang, dan akar tumbuhan dimana karbohidrat ini
tertimbun. Jenis buah–buahan seperti pisang, nangka, sawo mengandung
banyak karbohidrat. Karbohidrat berbentuk zat tepung seperti beras,
gandum, maupun umbi disebut amilum.
Fungsi karbohidrat terutama adalah sebagai sumber utama energi
yang murah. Karbohidrat yang tidak dapat dicerna masih memiliki fungsi
yaitu memberikan volume kepada lambung dan usus sehingga
menimbulkan rasa kenyang, memberikan rangsangan mekanik dan
melancarkan aliran bubur makanan serta memudahkan pembuangan tinja.
Karbohidrat yang berlebih dalam konsumsi akan disimpan sebagai
glikogen dalam otot dan hati, yang dapat digunakan tubuh bila
diperlukan.
b. Protein
Protein merupakan struktur nutrien kompleks yang terdiri dari
asam-asam amino. Protein akan dihidrolisis oleh enzim-enzim proteolitik.
Asam-asam amino akan dilepaskan kemudian akan diserap oleh usus.
Beberapa fungsi protein diantaranya adalah menggantikan protein yang
hilang selama proses metabolisme yang normal dan protein menghasilkan
jaringan baru. Protein diperlukan dalam pembuatan protein-protein yang
baru dengan zat khusus dalam tubuh yaitu enzim, hormon dan
haemoglobin.
c. Lemak
Selain mensuplai energi, lemak berfungsi sebagai cadangan energi
tubuh, pelindung organ tubuh dan menyediakan asam lemak esensial
yang berfungsi sebagai anti peradangan, bagi kelancaran aliran darah dan
fungsi sendi. Beberapa fungsi lemak yang lainnya adalah pertama sebagai
sumber utama energi yaitu cadangan dalam jaringan tubuh dan bantalan
bagi organ tertentu dari tubuh. Kedua sebagai sumber asam lemak, yaitu
20
zat gizi yang esensial bagi kesehatan kulit dan rambut. Ketiga berfungsi
sebagai pelarut vitamin–vitamin (A, D, E dan K ) yang larut dalam lemak.
d. Vitamin
Vitamin merupakan zat organik yang umumnya tidak dapat
dibentuk dalam tubuh. Vitamin berperan sebagai katalisator organik,
mengatur proses metabolisme dan fungsi normal tubuh. Ditubuh vitamin
mempunyai peran utama sebagai zat pengatur dan pembangun bersama
zat lain melalui pembentukan enzim, antibiotik dan hormon. Masing-
masing vitamin mempunyai peranan khusus yang tidak dapat digantikan
oleh vitamin atau zat gizi lain. Ada 2 jenis vitamin diantaranya adalah
vitamin larut lemak yaitu vitamin A, D, E, K, dan vitamin larut air yaitu
vitamin B dan C, vitamin ini tidak disimpan dalam tubuh jadi harus ada
didalam diet setiap harinya.
e. Mineral
Mineral merupakan unsur esensial bagi fungsi normal sebagian
enzim, dan sangat penting dalam pengendalian sistem cairan tubuh.
Mineral merupakan komponen esensial pada jaringan lunak, cairan dan
rangka. Rangka mengandung sebagian besar mineral. Tubuh tidak dapat
mensintesis sehingga harus disediakan lewat makanan. Tiga fungsi
mineral yaitu konstituen tulang dan gigi (contoh: kalsium, magnesium,
fosfor), pembentukan garam-garam yang larut dan mengendalikan
komposisi cairan tubuh (contoh Na, Cl, K, Mg, P), bahan dasar enzim dan
protein.
21