bab ii tinjauan pustaka a. pola asuh orang...
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pola Asuh Orang Tua
1. Pengertian Pola Asuh
Pola asuh orang tua adalah sikap orang tua dalam berinteraksi
dengan anak-anaknya. Sikap yang dilakukan orang tua antara lain
mendidik, membimbing, serta mengajarkan nilai-nilai yang sesuai dengan
norma-norma yang dilakukan di masyarakat (Suwono, 2008).
Pada dasarnya pola asuh dapat diartikan seluruh cara perlakuan
orang tua yang diterapkan pada anak. Banyak ahli mengatakan pengasuhan
anak adalah bagian penting dan mendasar, menyiapkan anak untuk
menjadi masyarakat baik. Terlihat bahwa pengasuhan anak menunjuk
kepada pendidikan umum yang ditetapkan. Pengasuhan terhadap anak
berupa suatu proses interaksi antara orang tua dengan anak. Interaksi
tersebut mencakup perawatan seperti dari mencukupi kebutuhan makan,
mendorong keberhasilan dan melindungi, maupun mensosialisasi (Jas &
Meta, 2004).
Mengasuh anak dapat menjadi sesuatu yang menantang, tetapi
membutuhkan waktu dan energi ekstra, strategi-strategi baru untuk
mengasuh anak. Belajar cara-cara baru mengasuh anak mungkin sulit
dilakukan, tetapi orang tua harus berusaha mencurahkan usaha untuk
mengurusi anak (Drew, 2006).
9
10
Cara orang tua mendidik anaknya disebut pola pengasuhan, di
dalam interaksinya dengan anak orang tua cenderung menggunakan cara-
cara tertentu yang dianggapnya paling baik bagi si anak. Setiap upaya
yang dilakukan dalam mendidik anak, mutlak didahului oleh tampilnya
sikap orang tua dalam mengasuh anak seperti :
a. Perilaku yang patut dicontoh
Artinya setiap perilaku yang dilakukan harus didasarkan pada
kesadaran bahwa perilakunya akan dijadikan lahan peniruan dan
identifikasi bagi anak-anaknya.
b. Kesadaran diri
Ini juga harus ditularkan pada anak-anak dengan mendorong mereka
agar perilaku kesehariannya taat kepada nilai-nilai moral, oleh sebab
itu orang tua senantiasa membantu mereka agar mampu melakukan
observasi diri melalui komunikasi dialogis, baik secara verbal maupun
nonverbal.
c. Komunikasi
Komunikasi yang terjadi antara orang tua dengan aanak-anaknya
terutama yang berhubungan dengan upaya membantu mereka untuk
memecahkan permasalahannya.
2. Tipe Pola Asuh
Pola asuh orang tua mempengaruhi seberapa baik anak
membangun nilai-nilai dan sikap-sikap anak yang bisa dikendalikan.
11
Baumrind, pakar perkembangan anak telah mengelompokkan pola asuh
kedalam empat tipe : (Drew, 2006).
a. Pola asuh bisa diandalkan
Orang tua yang bisa diandalkan menyeimbangkan kasih sayang
dan dukungan emosional dengan struktur dan bimbingan dalam
membesarkan anak-anak mereka. Orang tua tipe ini memperlihatkan
cinta dan kehangatan kepada anak. Mereka harus mendengarkan secara
aktif dan penuh perhatian, serta menyediakan waktu bertemu yang
positif secara rutin dengan anak. Orang tua tipe bisa diandalkan
membiarkan anak untuk menentukan keputusan sendiri dan mendorong
anak untuk membangun kepribadian.
Anak-anak dari orang tua yang bisa diandalkan cenderung
memiliki kebanggaan diri yang sehat, hubungan positif dengan
sebayanya, percaya diri, dan sukses.
b. Pola asuh otoriter
Pola asuh otoriter adalah pola pengasuhan anak yang bersifat
pemaksaan, keras dan kaku di mana orangtua akan membuat berbagai
aturan yang harus dipatuhi oleh anak-anaknya tanpa mau tahu perasaan
sang anak. Orang tua akan emosi dan marah jika anak melakukan hal
yang tidak sesuai dengan yang diinginkan oleh orang tuanya.
Hukuman mental dan fisik akan sering diterima oleh anak-anak
dengan alasan agar anak terus tetap patuh dan disiplin serta
menghormati orang tua yang telah membesarkannya.
12
Anak yang besar dengan teknik asuhan anak seperti ini biasanya
tidak bahagia, paranoid/selalu berada dalam ketakutan, mudah sedih
dan tertekan, senang berada di luar rumah, benci orang tua, dan lain-
lain. Namun dibalik itu biasanya anak hasil didikan orang tua otoriter
lebih bisa mandiri, bisa menjadi orang sesuai keinginan orang tua,
lebih disiplin dan lebih bertanggungjawab dalam menjalani hidup.
Orang tua otoriter menekankan batasan dan larangan diatas
respon positif. Orang tua sangat menghargai anak yang patuh terhadap
perintah orang tua dan tidak melawan.
Penelitian telah menunjukkan bahwa anak dari orang tua otoriter
bisa menjadi pemalu, penuh ketakutan, menarik diri, dan berisiko
terkena depresi.
c. Pola asuh permisif
Pola asuh permisif adalah jenis pola mengasuh anak yang tidak
peduli terhadap anak. Jadi apapun yang mau dilakukan anak
diperbolehkan seperti tidak sekolah, bandel, melakukan banyak
kegiatan maksiat, pergaulan bebas negatif, matrialistis, dan sebagainya.
Biasanya pola pengasuhan anak oleh orangtua semacam ini
diakibatkan oleh orangtua yang terlalu sibuk dengan pekerjaan,
kesibukan atau urusan lain yang akhirnya lupa untuk mendidik dan
mengasuh anak dengan baik. Dengan begitu anak hanya diberi materi
atau harta saja dan terserah anak itu mau tumbuh dan berkembang
menjadi apa.
13
Anak yang diasuh orangtuanya dengan metode semacam ini
nantinya bisa berkembang menjadi anak yang kurang perhatian,
merasa tidak berarti, rendah diri, nakal, memiliki kemampuan
sosialisasi yang buruk, kontrol diri buruk, salah bergaul, kurang
menghargai orang lain, dan lain sebagainya baik ketika kecil maupun
sudah dewasa.
Orang tua tipe permisif tidak memberikan struktur dan batasan
yang tepat bagi anak. Orang tua tipe ini cenderung mempercayai
bahwa ekspresi bebas dari keinginan hati dan harapan sangatlah
penting bagi perkembangan psikologis. Orang tua menyembunyikan
ketidaksabaran, kemarahan, atau kejengkelan pada anak.
d. Pola asuh campuran
Pola asuh campuran orang tua tidak konsisten dalam mengasuh
anak. Orang tua terombang-ambing antara tipe bisa diandalkan,
otoriter, atau permisif. Pada pola asuh ini orang tua tidak selamanya
memberikan alternatif seperti halnya pola asuh bias diandalkan, akan
tetapi juga tidak selamanya melarang seperti halnya orang tua yang
menerapkan otoriter dan juga tidak secara terus menerus membiarkan
anak seperti pada penerapan pola asuh permisif. Pada pola asuh
campuran orang tua akan memberikan larangan jika tindakan anak
menurut orang tua membahayakan, membiarkan saja jika tindakan
anak masih dalam batas wajar dan memberikan alternatif jika anak
paham tentang alternatif yang ditawarkan.
14
Anak yang diasuh orang tua dengan metode semacam ini
nantinya bisa berkembang menjadi anak yang tidak mempunyai
pendirian tetap karena orang tua yang tidak konsisten dalam mengasuh
anaknya.
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pola asuh anak adalah :
(Edward, 2006)
a. Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan dan pengetahuan orang tua serta
pengalamannya sangat berpengaruh dalam mengasuh anak.
b. Lingkungan
Lingkungan banyak mempengaruhi perkembangan anak, maka
tidak mustahil jika lingkungan juga ikut mewarnai pola-pola
pengasuhan yang diberikan orang tua terhadap anak.
c. Budaya
Sering kali orang tua mengikuti cara-cara yang dilakukan oleh
masyarakat dalam mengasuh anak, kebiasaan-kebiasaan masyarakat
disekitarnya dalam mengasuh anak. Karena pola-pola tersebut
dianggapnya berhasil dalam mendidik anak kearah kematangan. Orang
tua mengharapkan kelak anaknya dapat diterima di masyarakat dengan
baik, oleh karena itu kebudayaan atau kebiasaan masyarakat dalam
mengasuh anak juga mempengaruhi setiap orang tua dalam
memberikan pola asuh terhadap anaknya.
15
B. Perkembangan Bahasa
1. Pengertian perkembangan bahasa
Bahasa adalah sarana komunikasi dengan menyimbolkan pikiran
dan perasaan untuk menyampaikan makna kepada orang lain (Hurlock,
1995). Proses bicara melibatkan dua stadium aktivitas mental yaitu
membentuk pikiran termasuk di dalamnya memilih kata-kata yang akan
digunakan dan kemudian mengatur motorik vokalisasi dan kerja yang
nyata dari vokalisasi itu sendiri. Dalam sistem koordinasi tubuh manusia
pusat pengendali bahasa terletak di area broca dan korteks motorik di
anterior dan area wernicke di posterior pada hemisfer kiri dari otak.
Informasi yang berasal dari korteks pendengaran primer dan
sekunder, diteruskan ke bagian korteks temporo parietal posterior (area
wernicke), yang dibandingkan dengan ingatan yang sudah disimpan.
Kemudian jawaban diformulasikan dan disalurkan oleh fasciculus arcuata
ke bagian anterior otak dimana jawaban motorik dikoordinasi. Apabila
terjadi kelainan pada salah satu dari jalannya impuls ini, maka akan terjadi
kelainan bicara. Kerusakan pada bagian posterior akan mengakibatkan
kelainan bicara reseptif, sedangkan kerusakan dibagian anterior akan
menyebabkan kelainan bahasa ekspresif.
Fungsi berbahasa merupakan proses paling kompleks diantara
seluruh fase perkembangan. Fungsi berbahasa bersama fungsi
perkembangan pemecahan masalah visio-motor merupakan indikator
paling baik dari ada tidaknya gangguan perkembangan intelek. Gabungan
16
kedua fungsi perkembangan ini akan menjadi fungsi perkembangan sosial.
Perkembangan bahasa memerlukan fungsi reseptif dan ekspresif. Fungsi
reseptif adalah kemampuan anak untuk mengenal dan bereaksi terhadap
seseorang, terhadap kejadian lingkungan sekitarnya, mengerti maksud
mimik, dan nada suara dan akhirnya mengerti kata-kata. Fungsi ekspresif
adalah kemampuan anak mengutarakan pikirannya, dimulai dari
komunikasi preverbal (sebelum anak dapat berbicara), komunikasi dengan
ekspresi wajah, gerakan tubuh, dan akhirnya dengan menggunakan kata-
kata atau komunikasi verbal (Soetjiningsih, 1995).
2. Tugas-tugas perkembangan bahasa
Dalam berbahasa anak dituntut untuk menuntaskan atau menguasai
empat tugas pokok yang satu sama lainnya saling berkaitan (Yusuf, 2004).
Empat tugas pokok perkembangan bahasa antara lain :
a. Pemahaman
Yaitu kemampuan memahami makna ucapan orang lain
b. Pengembangan pembendaharaan kata
Pembendaharaan kata anak-anak berkembang dimulai secara
lambat pada usia dua tahun pertama, kemudian mengalami tempo yang
cepat pada usia pra sekolah dan terus meningkat setelah anak masuk
sekolah.
c. Penyusunan kata-kata menjadi kalimat
Kemampuan menyusun kata-kata menjadi kalimat pada
umumnya berkembang sebelum usia 2 tahun. Bentuk kalimat pertama
17
kalimat tunggal (kalimat satu kata) dengan disertai gesture (bahasa
tubuh) untuk melengkapi cara berfikirnya.
Menurut Davis, Garrison & Mc Carthy (1973) dalam Hurlock
(1995) menyatakan bahwa anak yang cerdas, anak wanita dan anak
yang berasal dari keluarga berada, bentuk kalimat yang diucapkannya
lebih panjang dan kompleks dibandingkan dengan anak yang kurang
cerdas, anak pria dan anak yang berasal dari keluarga miskin.
d. Ucapan
Kemampuan mengucapkan kata-kata merupakan hasil belajar
melalui imitasi (peniruan) terhadap suara-suara yang didengar anak
dari orang lain (pertama orang tua). Kejelasan ucapan itu baru tercapai
pada usia sekitar 3 tahun. Hasil studi tentang suara dan kombinasi
suara menunjukkan bahwa anak mengalami kemudahan dan kesulitan
dalam huruf-huruf tertentu. Huruf yang mudah diucapkan yaitu huruf
hidup (Vokal) a, i, u, e,o dan huruf mati (konsonan) b, m, n, p, dan t
sedangkan yang sulit diucapkan adalah huruf mati tunggal : z, w, s, g
dan huruf rangkap (diftong): st, str, sk, dan dr.
3. Tipe perkembangan bahasa
Ada dua tipe perkembangan bahasa anak yaitu sebagai berikut :
a. Egosentric speech
Yaitu berbicara pada dirinya sendiri (monolog).
18
b. Sosialized speech
Terjadi ketika berlangsung kontak antara anak dengan
temannya atau dengan lingkungannya. Perkembangan ini dapat dibagi
menjadi lima bentuk yaitu :
1) Adapted Information
Terjadi saling tukar gagasan atau adanya tujuan bersama yang
dicari
2) Criticism
Menyangkut penilaian anak terhadap ucapan atau tingkah laku
orang lain
3) Command (perintah), requeat (permintaan), threat (ancaman).
4) Question (pertanyaan)
5) Answer (jawaban)
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan bahasa
Menurut Hurlock (1995) ada beberapa faktor yang menyebabkan
perbedaan perkembangan bahasa anak terkait dalam proses belajar
berbicara seorang anak antara lain :
a. Kesehatan
Anak yang sehat, lebih cepat belajar berbicara dibanding anak
yang tidak sehat, hal ini dikarenakan motivasi yang lebih kuat untuk
menjadi anggota kelompok sosial dan berkomunikasi dengan anggota
kelompok tersebut.
19
b. Kecerdasan
Anak dengan kecerdasan yang tinggi, dalam belajar berbicara
lebih cepat dan memperlihatkan penguasaan bahasa yang lebih baik
dibanding anak yang tingkat kecerdasan yang rendah.
c. Keadaan sosial ekonomi
Anak dari keluaraga ekonomi mampu lebih mudah belajar
berbicara, pengungkapan perasaan dirinya lebih baik, dan lebih banyak
berbicara dibanding anak dari keluarga berada lebih banyak mendapat
dorongan dan bimbingan untuk berbicara dari anggota keluarga yang
lain. Keluarga dengan ekonomi yang rendah cenderung lebih
memfokuskan pada pemenuhan kebutuhan sehari-hari sehingga
perkembangan bahasa anak kurang diperhatikan.
d. Jenis kelamin
Anak perempuan lebih cepat belajar berbicara dibanding anak
laki-laki. Pada setiap jenjang umur, kalimat anak laki-laki lebih
pendek, dan kurang benar dalam tata bahasa, kosa katanya pun lebih
sedikit dan pengucapan kata kurang tepat dari pada anak perempuan.
e. Keinginan berkomunikasi
Semakin kuat dalam berkomunikasi dengan orang lain semakin
kuat motivasi anak untuk belajar berbicara dan semakin bersedia
menyisihkan waktu dan usaha yang dipergunakan untuk belajar.
20
f. Dorongan
Semakin banyak didorong untuk berbicara dengan
mengajaknya berbicara dan didorong menanggapinya, akan semakin
awal mereka belajar berbicara dan semakin baik kualitas bicaranya.
Disini orang tua khususnya ibu sebagai guru yang pertama bagi anak
untuk membantu kemampuan bicara anak. Pendapat ini didukung oleh
Soetjiningsih (1995) yang menyatakan bahwa anak yang mendapat
stimulasi yang terarah dan teratur akan lebih cepat berkembang
dibandingkan dengan anak yang kurang atau tidak mendapat stimulasi.
g. Ukuran keluarga
Anak tunggal atau anak dari keluarga kecil biasanya berbicara
lebih awal dan lebih baik dari pada anak dari keluarga besar, karena
orang tua dapat menyisihkan waktu yang lebih banyak untuk mengajar
anaknya berbicara.
h. Urutan kelahiran
Dalam keluarga yang sama, anak pertama lebih cepat berbicara
dibanding anak yang lahir kemudian. Hal ini karena orang tua dapat
menyisihkan waktunya yang lebih banyak untuk mengajar dan
mendorong anak yang lahir pertama dalam belajar dibanding untuk
anak yang lahir kemudian.
i. Metode pelatihan anak
Anak-anak dalam keluarga otoriter yang menekankan bahwa
”anak harus dilihat dan bukan didengar” disini terjadi hambatan
21
belajar, sedangkan keluarga dengan kebebasan dan demokratis akan
mendorong anak untuk belajar bicara.
j. Kelahiran kembar
Anak yang lahir kembar pada umumnya mengalami
keterlambatan dalam bicara karena mereka lebih banyak bergaul
dengan saudara kembarnya dan hanya memahami logat khusus yang
mereka miliki. Hal ini melemahkan motivasi mereka untuk belajar
berbicara agar dapat dipahami oleh orang lain.
k. Hubungan dengan teman sebaya
Semakin banyak hubungan anak dengan teman sebayanya
menyebabkan semakin besar keinginan mereka untuk diterima sebagai
anggota kelompok sebaya, hal ini akan memperbesar motivasi anak
untuk belajar berbicara.
l. Kepribadian
Anak yang dapat menyesuaikan diri dengan baik cenderung
mempunyai kemampuan bahasa yang lebih baik, baik secara kuntitatif
maupun secara kualitatif. Sehingga kemampuan bahasa juga dapat
dijadikan sebagai petunjuk anak sehat mental.
5. Bahaya yang dapat muncul dalam perkembangan bahasa
Dampak bicara pada penyesuaian sosial dan pribadi anak lebih
besar ketimbang dampak perkembangan motorik, karena bicara
melibatkan orang lain, mempengaruhi penyesuaian pribadi, sehingga
menimbulkan pengaruh yang besar terhadap penyesuaian sosial anak dari
22
pada keterampilan motorik yang dia miliki (Hurlock, 1995). Hal-hal yang
dapat mempengaruhi penyesuaian anak terhadap lingkungan sosial mereka
antara lain :
a. Tangis berlebihan
Bagi bayi dan balita tangis normal (tidak berlebihan) dapat
berguna karena tangisan normal merupakan kesempatan latihan untuk
koordinasi dan pertumbuhan otot bayi dan juga dapat meningkatkan
nafsu makan anak dan mendorong mereka untuk terlelap tidur.
Tangisan yang berlebihan dan berkepanjangan akan
berkembang menjadi suatu kebiasaan. Kebiasaan yang telah terbentuk
sukar ditanggulangi dan tidak akan hilang begitu saja. Sebaiknya
kebiasaan ini dihilangkan dan digantikan dengan bentuk komunikasi
yang lebih dapat diterima secara sosial.
b. Kesulitan dalam pemahaman
Karena kemampuan berkomunikasi bergantung pada
kemampuan memahami apa yang dikatakan orang lain dan
kemampuan bicara, maka anak yang tidak dapat memahami apa yang
dikatakan orang lain pada waktu berkomunikasi dengan mereka akan
mengalami hambatan sosial. Persaingan secara sosial akan
menimbulkan perasaan tidak mampu, rendah diri dan membosankan.
c. Keterlambatan bahasa
Apabila tingkat perkembangan bicara berada dibawah tingkat
kualitas perkembangan bicara anak yang umurnya sama yang dapat
23
diketahui dari ketepatan penggunaan kata, maka hubungan sosial anak
akan terhambat sama halnya apabila keterampilan bermain mereka
berada dibawah keterampilan teman sebayanya akan mempengaruhi
penyesuaian sosial anak. Kesan anggota kelompok sosial terhadap
mereka sebagai ”bayi penangis” akan menimbulkan pengaruh yang
merusak pada konsep diri anak.
d. Bicara cacat
Bicara cacat adalah bicara yang tidak tepat, secara kualitatif
kemampuan anak tidak memenuhi norma usia anak dan berisi lebih
besar kesalahan bicara untuk umur tersebut.
Bicara cacat berbeda dengan keterlambatan bicara, seperti apa
yang digambarkan diatas, yang berada dibawah norma untuk anak
tersebut yang secara kuantitatif karena kurangnya kosa kata, jeleknya
pengucapan dan kurang baiknya kalimat yang dibentuk dibandingkan
dengan anak yang normal pada umur tersebut.
e. Kerancuan bicara
Kerancuan bicara mengacu pada cacat ucapan yang serius.
Seringkali terjadi pada keluarga yang kedua orang tuanya mengalami
gangguan jiwa (neurotik), keluarga dengan hubungan antara anak
dengan orang tua tidak terjalin dengan baik, keluarga dengan ibu
memegang kepemimpinan/dominan dari pada ayah, keluarga dengan
ibu yang mengabaikan anaknya, keluarga dengan ibu yang terlalu
menuntut atau menaruh harapan yang berlebihan pada anak.
24
Kerancuan berkaitan dengan ketergantungan, kekotoran, kerusakan,
kegelisahan tidur, watak yang pemarah, kenegatifan, malu-malu, dan
kerewelan.
Kerancuan bicara anak dapat berupa :
1) Lipsing
Yaitu menggantikan bunyi huruf. Misalnya th untuk s,
seperti dalam ’thimple thimon’ dan w untuk r, seperti dalam ’wed
wose’. Lisping disebabkan oleh kesalahan atau pembentukan
rahang, gigi atau bibir dan kecenderungan terkait dengan bicara
kebayi-bayian.
2) Sluring
Yaitu bicara yang tidak jelas akibat tidak berfungsinya
bibir, lidah, atau rahang dengan baik. Kadang-kadang disebabkan
kelumpuhan organ suara atau karena otot lidah yang kurang
berkembang. Apabila emosi terganggu atau sedang merasa gembira
anak akan berkata dengan tergopoh-gopoh tanpa mengucapkan
setiap huruf dengan jelas.
3) Stutering
Stuttering (gagap) yaitu keragu-raguan, pengulangan bicara
disertai dengan kekejangan otot kerongkongan dan diafragma.
Stuttering timbul dari gangguan pernafasan yang disebabkan oleh
tidak terkoordinasinya otot bicara, disertai dengan gemetaran,
terhentinya bicara dan sewaktu-waktu pembicara tidak sanggup
25
mengeluarkan bunyi. Kemudian, apabila ketegangan otot berlalu,
kata-kata membanjiri keluar, yang kemudian disertai kekejangan
yang lain.
4) Cluttering
Adalah bicara dengan cepat dan membingungkan. Biasanya
terjadi pada anak yang pengendalian motorik dan perkembangan
bicara berlebihan yang dilakukan oleh orang normal, tidak seperti
stuttering, cluttering dapat diperbaiki jika anak memperhatikan
benar hal-hal yang ingin dikatakan.
f. Dwibahasa
Dwibahasa (bilingual) adalah kemampuan menggunakan dua
bahasa. Kemampuan ini tidak hanya dalam berbicara dan menulis
tetapi juga kemampuan memahami apa yang dikomunikasikan orang
lain, baik secara lisan maupun tulisan.
Bagi sebagian anak, dwibahasa merupakan gangguan yang
serius untuk belajar berbicara dengan benar. Akan tetapi penting
disadari bahwa pengarunya terhadap penyesuaian sosial dan pribadi
anak tidak sangat bergantung pada kedwibahasaan, tetapi pada kondisi
yang menimbulkannya. Dapat disimpulkan bahwa kedwibahasaan
lebih merupakan hambatan dari pada kelebihan bagi anak. Khususnya
usia pra sekolah karena dapat mempengaruhi penyesuaian sosialnya.
26
g. Kesulitan dalam percakapan
Sebagian besar anak menghadapi dua kesulitan dalam
percakapan dengan orang lain.kesulitan memahami orang lain dan
kesulitan mengekspresikan perasaannya, kedua kesulitan itu
menimbulkan bahaya bagi penyesuaian sosial hal didahului dengan
kesan yang kurang menyenangkan bagi lingkungan sosialnya.
h. Bicara yang tidak disetujui secara sosial.
Anak yang pembicaraannya menyangkut hal-hal yang tidak
disukai oleh masyarakat menimbulkan kesan jelek dan seringkali
memperoleh reputasi yang tidak menyenangkan.
6. Pemeriksaan pada perkembangan anak
a. Anamnesis
Pengambilan anamnesis harus mencakup uraian mengenai
perkembangan bahasa anak. Kecurigaan adanya gangguan bicara dan
tingkah laku yang bersamaan. Pertanyaan bagaimana anak bermain
dengan teman sebaya dapat mengungkap tabir tingkah laku.
b. Instrumen penyaring
Instrumen penyaring untuk menilai perkembangan bahasa.
Misalnya : Early Languge Melistone Scale (Caplan dan Gleason). The
Denver developmental screening test II / Denver II (Dodds dan
Kenburg), Reseptife- Expresif Emergent Language Scale.
27
c. Pemeriksaan fisik
Dapat digunakan untuk mengungkap penyakit lain dari
gangguan bahasa. Apakah ada mikrosefali, anomaly telinga luar, otitis
media yang berulang, sindrom Wiliam (fasies Elfin, perawakan
pendek, kelainan jantung, langkah yang tidak mantap), dan celah
palatum.
Gangguan otomotor dapat diperiksa dengan menyuruh anak
melakukan gerakan mengunyah, menjulurkan lidah dan mengulang
suku kata PA, TA, PA-TA, PA-TA-KA. Gangguan kemampuan
otomotor terdapat pada verbal apraksia.
d. Pengamatan saat bermain
Mengamati saat anak bermain dengan alat permainan yang
sesuai dengan umurnya, sangat membantu dalam mengidentifikasi
gangguan tingkah laku. Idealnya pemeriksa juga bermain dengan
anaknya. Tetapi ini tidak praktis dilakukan pada ruangan yang ramai.
Pengamatan anak saat bermain sendiri, selama pengambilan anamnesis
dengan orang tuanya, lebih mudah dilaksanakan. Anak yang
memperlakukan permainannya sebagai objek saja atau hanya sebagai
satu titik pusat perhatian saja, dapat merupakan petunjuk adanya
kelainan tingkah laku.
e. Pemeriksaan laboratorium
28
Semua anak dengan gangguan bahasa harus dilakukan tes
pendengaran. Jika hasilnya mencurigakan, maka perlu dilakukan
pemeriksaan “auditory brainstem responses”.
f. Konsultasi
Pemeriksaan dari psikologi/neuropsikiater anak diperlukan jika
ada gangguan bahasa dan tingkah laku. Pemeriksaan ini meliputi
riwayat dan tes bahasa, kemampuan kognitif dan tingkah laku. Ahli
psikologi wicara akan mengevaluasi cara pengobatan anak dengan
gangguan bicara. Anak akan diperiksa apakah ada masalah anatomi
yang mempengaruhi produksi suara.
7. The Denver developmental screening test (Denver II)
a. Pengertian
Denver II adalah salah satu metode skrining terhadap kelainan
perkembangan anak, yang dibuat oleh Fran Kenburg & J.B. Dodds,
yang mengetahui perkembangan bahasa anak pada saat pemeriksaan
saja dan dapat memperkirakan perkembangan anak dimasa yang akan
datang, bukan merupakan tes dignostik atau tes intelegensi, tetapi
memenuhi persyaratan yang diperlukan untuk metode skrining yang
baik. Tes ini dinilai lebih mudah dibanding tes perkembangan yang
lain dan dapat diandalkan serta menunjukkan validitas yang tinggi. Tes
ini dapat dilakukan kapan saja dengan menggunakan alat sederhana,
namun begitu Denver II tidak digunakan untuk mengetahui sebab-
sebab keabnormalan/keterlambatan dalam fase perkembangan.
29
Dari beberapa penelitian yang pernah dilakukan ternyata
Denver II secara efektif dapat mengidentifikasikan antara 85-100%
bayi dan anak prasekolah yang mengalami keterlambatan
perkembangan dan pada follow up selanjutnya ternyata dari 89%
kelompok Denver II mengalami kegagalan sekolah 5-6 tahun
kemudian.
b. Tujuan
1) Menafsirkan perkembangan personal sosial, motorik halus, bahasa
dan motorik kasar pada anak mulai usia 1 bulan sampai 6 tahun.
2) Mengetahui penyimpangan perkembangan secara dini, sehingga
upaya stimulasi dan upaya pemulihan dapat diberikan dengan
indikasi yang jelas sedini mungkin pada masa-masa kritis tumbuh
kembang.
c. Kegunaan Denver II
1) Untuk menilai perkembangan anak sesuai usia
2) Memantau anak yang tampak tidak sehat umur dari lahir sampai
umur 6 tahun
3) Menjaring anak tanpa gejala terhadap kemungkinan adanya
kelainan perkembangan
4) Memastikan apakah anak dengan persangkaan ada kelainan.
Apakah bebar-benar ada kelainan.
5) Memonitor anak dengan risiko perkembangan
30
d. Prinsip dalam melakukan pemeriksaan Denver II
1) Bertahap dan berkelanjutan
2) Dimulai dari tahap perkembangan yang telah dicapai anak
3) Buat suasana menjadi menyenangkan bagi anak
4) Dilakukan dengan wajar (tanpa paksaan atau hukuman jika anak
tidak mau melakukan) beri anak pujian jika berhasil.
5) Menggunakan alat bantu sederhana, tidak berbahaya dan mudah
didapat dalam memberi stimulasi pada anak
6) Sebelum dilakukan tes, alat diletakkan diatas meja dengan tujuan
anak senang dan pada saat tes hanya alat yang diperlukan.
7) Pemeriksaan menanyakan pada ibu atau pengasuh pada item yang
bertanda L
8) Perhatikan apa yang telah dilakukan anak secara spontan dan beri
penilaian.
e. Hal-hal yang perlu diperhatikan
Anak yang ada dalam kondisi dipertanyakan, abnormal atau
menolak kemampuan tes yang diberikan. Perlu tes kemampuan ulang
satu sampai dua minggu kemudian dan berikan kesempatan kepada
anak selama tiga kali untuk melakukan tes kemampuan yang diberikan.
Lakukan sektor yang kurang aktif terlebih dahulu. Personal
sosial, motorik halus, bahasa dan motorik kasar. Dimulai dari yang
mudah di lakukan, jika anak kurang tepat melakukan beri stimulus dan
lakukan tes ulang. Tes menggunakan alat yang sama dilakukan secara
31
berurutan. Tes dilakukan untuk sikap sektor dan mulailah dari sebelah
kiri garis umur terus ke kanan.
f. Persiapan alat
1) Alat peraga, benang wol, manik-manik, kubus berwarna : merah,
hijau, biru, kuning, bola tennis, bel kecil, kertas, pensil.
2) Lembar formulir denver II
3) Buku petunjuk sebagai referensi yang menjelaskan cara-cara
melakukan dan cara-cara penilaiannya.
g. Petunjuk pelaksanaan
1) Tarik garis sesuai umur kronologis untuk memotong garis
horizontal tugas perkembangan pada formulir denver II
2) Tes kemampuan anak terutama yang mendekati garis umur
3) Dilakukan secara berkelanjutan
4) Satu formulir dapat dipakai beberapa kali pada satu anak
5) Didampingi ibu atau pengasuh
6) Dalam keadaan santai
7) Memberikan posisi yang aman dan nyaman untuk anak
8) Menjelaskan tentang Denver II pada ibu atau pengasuh
9) Menggunakan test form dalam menentukan tingkat perkembangan
sesuai batas usia.
a) Menunjukkan standar anak normal bisa melakukan tugas/test
item ini sesuai dengan usia.
32
b) Ada beberapa item bertanda L, menunjukkan bahwa kita bisa
memperoleh skor dari orang tua
c) Nomor kecil disebelah kiri, bisa melihat petunjuk pelaksanaan
pada halaman dibaliknya.
10) Berikan huruf seperti dibawah ini tip kotak tes perkembangan yang
diberikan
a) P (Passed) = Lulus
Apabila anak dapat melakukan semua kemampuan tes
yang diberikan dengan baik. Atau ibu/pengasuh memberi
laporan L, tepat atau dapat dipercaya bahwa anak dapat
melakukan.
b) F (Fail) = Gagal
Apabila anak gagal atau tidak dapat melakukan test
kemampuan yang diberikan. Atau ibu/pengasuh memberi
laporan bahwa anak tidak dapat melakukan dengan baik.
c) No : No opportunity = tidak ada kesempatan
Anak tidak mempunyai kesempatan melakukan test
karena ada hambatan
d) R (Refusal) = menolak
Anak menolak untuk melakukan test.
33
e) B (By report) = Dengan bantuan orang tua
Anak melakukan test dengan bantuan dari orang tua.
Apabila anak dapat melakukannya, berarti lulus (P) sedangkan
apabila anak tidak dapat melakukannya, berarti gagal (F).
O = F (Fail/gagal)
M = R (Refusal/menolak)
V = P (Pass/lewat)
Setelah itu dihitung masing-masing sektor, berapa jumlah
P, berapa jumlah F dsb. Berdasarkan pedoman hasil tes
diklasifikasikan dalam normal, abnormal, meragukan dan tidak
dapat dites.
h. Interpretasi hasil tes
1) Normal
a) Lulus semua tes kemampuan yang diberikan atau tidak terdapat
keterlambatan / delay
b) Paling banyak satu caution/peringatan
c) Dapat dilakukan ulangan pemeriksaan pada kontrol kesehatan
berikutnya
2) Suspect
a) Apabila pada satu sektor didapatkan 2 tau lebih caution atau
delay atau lebih
34
b) Dapat dilakukan ulangan dalam 1-2 minggu untuk
menghilangkan faktor sesaat (rasa takut, keadaan sakit,
kelelahan).
3) Unstable/Tidak dapat diuji.
a) Apabila ada sektor menolak 1 atau lebih item sebelah kiri garis
umur.
b) Menolak lebih dari 1 item pada area 75%-90% (warna kelabu)
(Soetjiningsih, 1995).
35
C. Kerangka Teori
Keterangan :
* Variabel yang diteliti
Bagan 2.1 Kerangka Teori
Sumber : Modifikasi (Drew, 2006), (Edward, 2006), (Hurlock, 1995)
Faktor yang mempengaruhi pola asuh orang tua : 1. Tingkat pendidikan 2. Lingkungan 3. Budaya
Pola asuh orang tua * 1. Bisa diandalkan 2. Otoriter 3. Permisif 4. Campuran
Perkembangan bahasa *
Faktor yang mempengaruhi perkembangan bahasa 1. Kesehatan 2. Kecerdasan 3. Keadaan sosial ekonomi 4. Jenis kelamin 5. Keinginan berkomunikasi 6. Dorongan 7. Ukuran keluarga 8. Urutan kelahiran 9. Metode pelatihan anak 10. Kelahiran kembar 11. Hubungan dengan teman sebaya 12. Kepribadian
36
D. Kerangka Konsep
Bagan 2.2 Kerangka Konsep
E. Hipotesa Penelitian
Menurut Notoatmodjo (2003), hipotesa penelitian adalah jawaban
sementara penelitian, patokan duga atau dari sementara, yang kebenaranya
akan dibuktikan dalam penelitian tersebut, hipotesa dalam penelitian ini yaitu :
Ha : Ada hubungan pola asuh orang tua dengan perkembangan bahasa pada
anak usia 2-4 tahun.
Variabel Independen Variabel Dependen
Pola Asuh Orang Tua Perkembangan Bahasa Usia 2-4 Tahun