bab ii tinjauan pustaka a. pola asuh orang...

28
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Asuh Orang Tua 1. Pengertian Pola Asuh Pola asuh orang tua adalah sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya. Sikap yang dilakukan orang tua antara lain mendidik, membimbing, serta mengajarkan nilai-nilai yang sesuai dengan norma-norma yang dilakukan di masyarakat (Suwono, 2008). Pada dasarnya pola asuh dapat diartikan seluruh cara perlakuan orang tua yang diterapkan pada anak. Banyak ahli mengatakan pengasuhan anak adalah bagian penting dan mendasar, menyiapkan anak untuk menjadi masyarakat baik. Terlihat bahwa pengasuhan anak menunjuk kepada pendidikan umum yang ditetapkan. Pengasuhan terhadap anak berupa suatu proses interaksi antara orang tua dengan anak. Interaksi tersebut mencakup perawatan seperti dari mencukupi kebutuhan makan, mendorong keberhasilan dan melindungi, maupun mensosialisasi (Jas & Meta, 2004). Mengasuh anak dapat menjadi sesuatu yang menantang, tetapi membutuhkan waktu dan energi ekstra, strategi-strategi baru untuk mengasuh anak. Belajar cara-cara baru mengasuh anak mungkin sulit dilakukan, tetapi orang tua harus berusaha mencurahkan usaha untuk mengurusi anak (Drew, 2006). 9

Upload: vankhue

Post on 04-Jun-2018

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pola Asuh Orang Tua

1. Pengertian Pola Asuh

Pola asuh orang tua adalah sikap orang tua dalam berinteraksi

dengan anak-anaknya. Sikap yang dilakukan orang tua antara lain

mendidik, membimbing, serta mengajarkan nilai-nilai yang sesuai dengan

norma-norma yang dilakukan di masyarakat (Suwono, 2008).

Pada dasarnya pola asuh dapat diartikan seluruh cara perlakuan

orang tua yang diterapkan pada anak. Banyak ahli mengatakan pengasuhan

anak adalah bagian penting dan mendasar, menyiapkan anak untuk

menjadi masyarakat baik. Terlihat bahwa pengasuhan anak menunjuk

kepada pendidikan umum yang ditetapkan. Pengasuhan terhadap anak

berupa suatu proses interaksi antara orang tua dengan anak. Interaksi

tersebut mencakup perawatan seperti dari mencukupi kebutuhan makan,

mendorong keberhasilan dan melindungi, maupun mensosialisasi (Jas &

Meta, 2004).

Mengasuh anak dapat menjadi sesuatu yang menantang, tetapi

membutuhkan waktu dan energi ekstra, strategi-strategi baru untuk

mengasuh anak. Belajar cara-cara baru mengasuh anak mungkin sulit

dilakukan, tetapi orang tua harus berusaha mencurahkan usaha untuk

mengurusi anak (Drew, 2006).

9

10

Cara orang tua mendidik anaknya disebut pola pengasuhan, di

dalam interaksinya dengan anak orang tua cenderung menggunakan cara-

cara tertentu yang dianggapnya paling baik bagi si anak. Setiap upaya

yang dilakukan dalam mendidik anak, mutlak didahului oleh tampilnya

sikap orang tua dalam mengasuh anak seperti :

a. Perilaku yang patut dicontoh

Artinya setiap perilaku yang dilakukan harus didasarkan pada

kesadaran bahwa perilakunya akan dijadikan lahan peniruan dan

identifikasi bagi anak-anaknya.

b. Kesadaran diri

Ini juga harus ditularkan pada anak-anak dengan mendorong mereka

agar perilaku kesehariannya taat kepada nilai-nilai moral, oleh sebab

itu orang tua senantiasa membantu mereka agar mampu melakukan

observasi diri melalui komunikasi dialogis, baik secara verbal maupun

nonverbal.

c. Komunikasi

Komunikasi yang terjadi antara orang tua dengan aanak-anaknya

terutama yang berhubungan dengan upaya membantu mereka untuk

memecahkan permasalahannya.

2. Tipe Pola Asuh

Pola asuh orang tua mempengaruhi seberapa baik anak

membangun nilai-nilai dan sikap-sikap anak yang bisa dikendalikan.

11

Baumrind, pakar perkembangan anak telah mengelompokkan pola asuh

kedalam empat tipe : (Drew, 2006).

a. Pola asuh bisa diandalkan

Orang tua yang bisa diandalkan menyeimbangkan kasih sayang

dan dukungan emosional dengan struktur dan bimbingan dalam

membesarkan anak-anak mereka. Orang tua tipe ini memperlihatkan

cinta dan kehangatan kepada anak. Mereka harus mendengarkan secara

aktif dan penuh perhatian, serta menyediakan waktu bertemu yang

positif secara rutin dengan anak. Orang tua tipe bisa diandalkan

membiarkan anak untuk menentukan keputusan sendiri dan mendorong

anak untuk membangun kepribadian.

Anak-anak dari orang tua yang bisa diandalkan cenderung

memiliki kebanggaan diri yang sehat, hubungan positif dengan

sebayanya, percaya diri, dan sukses.

b. Pola asuh otoriter

Pola asuh otoriter adalah pola pengasuhan anak yang bersifat

pemaksaan, keras dan kaku di mana orangtua akan membuat berbagai

aturan yang harus dipatuhi oleh anak-anaknya tanpa mau tahu perasaan

sang anak. Orang tua akan emosi dan marah jika anak melakukan hal

yang tidak sesuai dengan yang diinginkan oleh orang tuanya.

Hukuman mental dan fisik akan sering diterima oleh anak-anak

dengan alasan agar anak terus tetap patuh dan disiplin serta

menghormati orang tua yang telah membesarkannya.

12

Anak yang besar dengan teknik asuhan anak seperti ini biasanya

tidak bahagia, paranoid/selalu berada dalam ketakutan, mudah sedih

dan tertekan, senang berada di luar rumah, benci orang tua, dan lain-

lain. Namun dibalik itu biasanya anak hasil didikan orang tua otoriter

lebih bisa mandiri, bisa menjadi orang sesuai keinginan orang tua,

lebih disiplin dan lebih bertanggungjawab dalam menjalani hidup.

Orang tua otoriter menekankan batasan dan larangan diatas

respon positif. Orang tua sangat menghargai anak yang patuh terhadap

perintah orang tua dan tidak melawan.

Penelitian telah menunjukkan bahwa anak dari orang tua otoriter

bisa menjadi pemalu, penuh ketakutan, menarik diri, dan berisiko

terkena depresi.

c. Pola asuh permisif

Pola asuh permisif adalah jenis pola mengasuh anak yang tidak

peduli terhadap anak. Jadi apapun yang mau dilakukan anak

diperbolehkan seperti tidak sekolah, bandel, melakukan banyak

kegiatan maksiat, pergaulan bebas negatif, matrialistis, dan sebagainya.

Biasanya pola pengasuhan anak oleh orangtua semacam ini

diakibatkan oleh orangtua yang terlalu sibuk dengan pekerjaan,

kesibukan atau urusan lain yang akhirnya lupa untuk mendidik dan

mengasuh anak dengan baik. Dengan begitu anak hanya diberi materi

atau harta saja dan terserah anak itu mau tumbuh dan berkembang

menjadi apa.

13

Anak yang diasuh orangtuanya dengan metode semacam ini

nantinya bisa berkembang menjadi anak yang kurang perhatian,

merasa tidak berarti, rendah diri, nakal, memiliki kemampuan

sosialisasi yang buruk, kontrol diri buruk, salah bergaul, kurang

menghargai orang lain, dan lain sebagainya baik ketika kecil maupun

sudah dewasa.

Orang tua tipe permisif tidak memberikan struktur dan batasan

yang tepat bagi anak. Orang tua tipe ini cenderung mempercayai

bahwa ekspresi bebas dari keinginan hati dan harapan sangatlah

penting bagi perkembangan psikologis. Orang tua menyembunyikan

ketidaksabaran, kemarahan, atau kejengkelan pada anak.

d. Pola asuh campuran

Pola asuh campuran orang tua tidak konsisten dalam mengasuh

anak. Orang tua terombang-ambing antara tipe bisa diandalkan,

otoriter, atau permisif. Pada pola asuh ini orang tua tidak selamanya

memberikan alternatif seperti halnya pola asuh bias diandalkan, akan

tetapi juga tidak selamanya melarang seperti halnya orang tua yang

menerapkan otoriter dan juga tidak secara terus menerus membiarkan

anak seperti pada penerapan pola asuh permisif. Pada pola asuh

campuran orang tua akan memberikan larangan jika tindakan anak

menurut orang tua membahayakan, membiarkan saja jika tindakan

anak masih dalam batas wajar dan memberikan alternatif jika anak

paham tentang alternatif yang ditawarkan.

14

Anak yang diasuh orang tua dengan metode semacam ini

nantinya bisa berkembang menjadi anak yang tidak mempunyai

pendirian tetap karena orang tua yang tidak konsisten dalam mengasuh

anaknya.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pola asuh anak adalah :

(Edward, 2006)

a. Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan dan pengetahuan orang tua serta

pengalamannya sangat berpengaruh dalam mengasuh anak.

b. Lingkungan

Lingkungan banyak mempengaruhi perkembangan anak, maka

tidak mustahil jika lingkungan juga ikut mewarnai pola-pola

pengasuhan yang diberikan orang tua terhadap anak.

c. Budaya

Sering kali orang tua mengikuti cara-cara yang dilakukan oleh

masyarakat dalam mengasuh anak, kebiasaan-kebiasaan masyarakat

disekitarnya dalam mengasuh anak. Karena pola-pola tersebut

dianggapnya berhasil dalam mendidik anak kearah kematangan. Orang

tua mengharapkan kelak anaknya dapat diterima di masyarakat dengan

baik, oleh karena itu kebudayaan atau kebiasaan masyarakat dalam

mengasuh anak juga mempengaruhi setiap orang tua dalam

memberikan pola asuh terhadap anaknya.

15

B. Perkembangan Bahasa

1. Pengertian perkembangan bahasa

Bahasa adalah sarana komunikasi dengan menyimbolkan pikiran

dan perasaan untuk menyampaikan makna kepada orang lain (Hurlock,

1995). Proses bicara melibatkan dua stadium aktivitas mental yaitu

membentuk pikiran termasuk di dalamnya memilih kata-kata yang akan

digunakan dan kemudian mengatur motorik vokalisasi dan kerja yang

nyata dari vokalisasi itu sendiri. Dalam sistem koordinasi tubuh manusia

pusat pengendali bahasa terletak di area broca dan korteks motorik di

anterior dan area wernicke di posterior pada hemisfer kiri dari otak.

Informasi yang berasal dari korteks pendengaran primer dan

sekunder, diteruskan ke bagian korteks temporo parietal posterior (area

wernicke), yang dibandingkan dengan ingatan yang sudah disimpan.

Kemudian jawaban diformulasikan dan disalurkan oleh fasciculus arcuata

ke bagian anterior otak dimana jawaban motorik dikoordinasi. Apabila

terjadi kelainan pada salah satu dari jalannya impuls ini, maka akan terjadi

kelainan bicara. Kerusakan pada bagian posterior akan mengakibatkan

kelainan bicara reseptif, sedangkan kerusakan dibagian anterior akan

menyebabkan kelainan bahasa ekspresif.

Fungsi berbahasa merupakan proses paling kompleks diantara

seluruh fase perkembangan. Fungsi berbahasa bersama fungsi

perkembangan pemecahan masalah visio-motor merupakan indikator

paling baik dari ada tidaknya gangguan perkembangan intelek. Gabungan

16

kedua fungsi perkembangan ini akan menjadi fungsi perkembangan sosial.

Perkembangan bahasa memerlukan fungsi reseptif dan ekspresif. Fungsi

reseptif adalah kemampuan anak untuk mengenal dan bereaksi terhadap

seseorang, terhadap kejadian lingkungan sekitarnya, mengerti maksud

mimik, dan nada suara dan akhirnya mengerti kata-kata. Fungsi ekspresif

adalah kemampuan anak mengutarakan pikirannya, dimulai dari

komunikasi preverbal (sebelum anak dapat berbicara), komunikasi dengan

ekspresi wajah, gerakan tubuh, dan akhirnya dengan menggunakan kata-

kata atau komunikasi verbal (Soetjiningsih, 1995).

2. Tugas-tugas perkembangan bahasa

Dalam berbahasa anak dituntut untuk menuntaskan atau menguasai

empat tugas pokok yang satu sama lainnya saling berkaitan (Yusuf, 2004).

Empat tugas pokok perkembangan bahasa antara lain :

a. Pemahaman

Yaitu kemampuan memahami makna ucapan orang lain

b. Pengembangan pembendaharaan kata

Pembendaharaan kata anak-anak berkembang dimulai secara

lambat pada usia dua tahun pertama, kemudian mengalami tempo yang

cepat pada usia pra sekolah dan terus meningkat setelah anak masuk

sekolah.

c. Penyusunan kata-kata menjadi kalimat

Kemampuan menyusun kata-kata menjadi kalimat pada

umumnya berkembang sebelum usia 2 tahun. Bentuk kalimat pertama

17

kalimat tunggal (kalimat satu kata) dengan disertai gesture (bahasa

tubuh) untuk melengkapi cara berfikirnya.

Menurut Davis, Garrison & Mc Carthy (1973) dalam Hurlock

(1995) menyatakan bahwa anak yang cerdas, anak wanita dan anak

yang berasal dari keluarga berada, bentuk kalimat yang diucapkannya

lebih panjang dan kompleks dibandingkan dengan anak yang kurang

cerdas, anak pria dan anak yang berasal dari keluarga miskin.

d. Ucapan

Kemampuan mengucapkan kata-kata merupakan hasil belajar

melalui imitasi (peniruan) terhadap suara-suara yang didengar anak

dari orang lain (pertama orang tua). Kejelasan ucapan itu baru tercapai

pada usia sekitar 3 tahun. Hasil studi tentang suara dan kombinasi

suara menunjukkan bahwa anak mengalami kemudahan dan kesulitan

dalam huruf-huruf tertentu. Huruf yang mudah diucapkan yaitu huruf

hidup (Vokal) a, i, u, e,o dan huruf mati (konsonan) b, m, n, p, dan t

sedangkan yang sulit diucapkan adalah huruf mati tunggal : z, w, s, g

dan huruf rangkap (diftong): st, str, sk, dan dr.

3. Tipe perkembangan bahasa

Ada dua tipe perkembangan bahasa anak yaitu sebagai berikut :

a. Egosentric speech

Yaitu berbicara pada dirinya sendiri (monolog).

18

b. Sosialized speech

Terjadi ketika berlangsung kontak antara anak dengan

temannya atau dengan lingkungannya. Perkembangan ini dapat dibagi

menjadi lima bentuk yaitu :

1) Adapted Information

Terjadi saling tukar gagasan atau adanya tujuan bersama yang

dicari

2) Criticism

Menyangkut penilaian anak terhadap ucapan atau tingkah laku

orang lain

3) Command (perintah), requeat (permintaan), threat (ancaman).

4) Question (pertanyaan)

5) Answer (jawaban)

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan bahasa

Menurut Hurlock (1995) ada beberapa faktor yang menyebabkan

perbedaan perkembangan bahasa anak terkait dalam proses belajar

berbicara seorang anak antara lain :

a. Kesehatan

Anak yang sehat, lebih cepat belajar berbicara dibanding anak

yang tidak sehat, hal ini dikarenakan motivasi yang lebih kuat untuk

menjadi anggota kelompok sosial dan berkomunikasi dengan anggota

kelompok tersebut.

19

b. Kecerdasan

Anak dengan kecerdasan yang tinggi, dalam belajar berbicara

lebih cepat dan memperlihatkan penguasaan bahasa yang lebih baik

dibanding anak yang tingkat kecerdasan yang rendah.

c. Keadaan sosial ekonomi

Anak dari keluaraga ekonomi mampu lebih mudah belajar

berbicara, pengungkapan perasaan dirinya lebih baik, dan lebih banyak

berbicara dibanding anak dari keluarga berada lebih banyak mendapat

dorongan dan bimbingan untuk berbicara dari anggota keluarga yang

lain. Keluarga dengan ekonomi yang rendah cenderung lebih

memfokuskan pada pemenuhan kebutuhan sehari-hari sehingga

perkembangan bahasa anak kurang diperhatikan.

d. Jenis kelamin

Anak perempuan lebih cepat belajar berbicara dibanding anak

laki-laki. Pada setiap jenjang umur, kalimat anak laki-laki lebih

pendek, dan kurang benar dalam tata bahasa, kosa katanya pun lebih

sedikit dan pengucapan kata kurang tepat dari pada anak perempuan.

e. Keinginan berkomunikasi

Semakin kuat dalam berkomunikasi dengan orang lain semakin

kuat motivasi anak untuk belajar berbicara dan semakin bersedia

menyisihkan waktu dan usaha yang dipergunakan untuk belajar.

20

f. Dorongan

Semakin banyak didorong untuk berbicara dengan

mengajaknya berbicara dan didorong menanggapinya, akan semakin

awal mereka belajar berbicara dan semakin baik kualitas bicaranya.

Disini orang tua khususnya ibu sebagai guru yang pertama bagi anak

untuk membantu kemampuan bicara anak. Pendapat ini didukung oleh

Soetjiningsih (1995) yang menyatakan bahwa anak yang mendapat

stimulasi yang terarah dan teratur akan lebih cepat berkembang

dibandingkan dengan anak yang kurang atau tidak mendapat stimulasi.

g. Ukuran keluarga

Anak tunggal atau anak dari keluarga kecil biasanya berbicara

lebih awal dan lebih baik dari pada anak dari keluarga besar, karena

orang tua dapat menyisihkan waktu yang lebih banyak untuk mengajar

anaknya berbicara.

h. Urutan kelahiran

Dalam keluarga yang sama, anak pertama lebih cepat berbicara

dibanding anak yang lahir kemudian. Hal ini karena orang tua dapat

menyisihkan waktunya yang lebih banyak untuk mengajar dan

mendorong anak yang lahir pertama dalam belajar dibanding untuk

anak yang lahir kemudian.

i. Metode pelatihan anak

Anak-anak dalam keluarga otoriter yang menekankan bahwa

”anak harus dilihat dan bukan didengar” disini terjadi hambatan

21

belajar, sedangkan keluarga dengan kebebasan dan demokratis akan

mendorong anak untuk belajar bicara.

j. Kelahiran kembar

Anak yang lahir kembar pada umumnya mengalami

keterlambatan dalam bicara karena mereka lebih banyak bergaul

dengan saudara kembarnya dan hanya memahami logat khusus yang

mereka miliki. Hal ini melemahkan motivasi mereka untuk belajar

berbicara agar dapat dipahami oleh orang lain.

k. Hubungan dengan teman sebaya

Semakin banyak hubungan anak dengan teman sebayanya

menyebabkan semakin besar keinginan mereka untuk diterima sebagai

anggota kelompok sebaya, hal ini akan memperbesar motivasi anak

untuk belajar berbicara.

l. Kepribadian

Anak yang dapat menyesuaikan diri dengan baik cenderung

mempunyai kemampuan bahasa yang lebih baik, baik secara kuntitatif

maupun secara kualitatif. Sehingga kemampuan bahasa juga dapat

dijadikan sebagai petunjuk anak sehat mental.

5. Bahaya yang dapat muncul dalam perkembangan bahasa

Dampak bicara pada penyesuaian sosial dan pribadi anak lebih

besar ketimbang dampak perkembangan motorik, karena bicara

melibatkan orang lain, mempengaruhi penyesuaian pribadi, sehingga

menimbulkan pengaruh yang besar terhadap penyesuaian sosial anak dari

22

pada keterampilan motorik yang dia miliki (Hurlock, 1995). Hal-hal yang

dapat mempengaruhi penyesuaian anak terhadap lingkungan sosial mereka

antara lain :

a. Tangis berlebihan

Bagi bayi dan balita tangis normal (tidak berlebihan) dapat

berguna karena tangisan normal merupakan kesempatan latihan untuk

koordinasi dan pertumbuhan otot bayi dan juga dapat meningkatkan

nafsu makan anak dan mendorong mereka untuk terlelap tidur.

Tangisan yang berlebihan dan berkepanjangan akan

berkembang menjadi suatu kebiasaan. Kebiasaan yang telah terbentuk

sukar ditanggulangi dan tidak akan hilang begitu saja. Sebaiknya

kebiasaan ini dihilangkan dan digantikan dengan bentuk komunikasi

yang lebih dapat diterima secara sosial.

b. Kesulitan dalam pemahaman

Karena kemampuan berkomunikasi bergantung pada

kemampuan memahami apa yang dikatakan orang lain dan

kemampuan bicara, maka anak yang tidak dapat memahami apa yang

dikatakan orang lain pada waktu berkomunikasi dengan mereka akan

mengalami hambatan sosial. Persaingan secara sosial akan

menimbulkan perasaan tidak mampu, rendah diri dan membosankan.

c. Keterlambatan bahasa

Apabila tingkat perkembangan bicara berada dibawah tingkat

kualitas perkembangan bicara anak yang umurnya sama yang dapat

23

diketahui dari ketepatan penggunaan kata, maka hubungan sosial anak

akan terhambat sama halnya apabila keterampilan bermain mereka

berada dibawah keterampilan teman sebayanya akan mempengaruhi

penyesuaian sosial anak. Kesan anggota kelompok sosial terhadap

mereka sebagai ”bayi penangis” akan menimbulkan pengaruh yang

merusak pada konsep diri anak.

d. Bicara cacat

Bicara cacat adalah bicara yang tidak tepat, secara kualitatif

kemampuan anak tidak memenuhi norma usia anak dan berisi lebih

besar kesalahan bicara untuk umur tersebut.

Bicara cacat berbeda dengan keterlambatan bicara, seperti apa

yang digambarkan diatas, yang berada dibawah norma untuk anak

tersebut yang secara kuantitatif karena kurangnya kosa kata, jeleknya

pengucapan dan kurang baiknya kalimat yang dibentuk dibandingkan

dengan anak yang normal pada umur tersebut.

e. Kerancuan bicara

Kerancuan bicara mengacu pada cacat ucapan yang serius.

Seringkali terjadi pada keluarga yang kedua orang tuanya mengalami

gangguan jiwa (neurotik), keluarga dengan hubungan antara anak

dengan orang tua tidak terjalin dengan baik, keluarga dengan ibu

memegang kepemimpinan/dominan dari pada ayah, keluarga dengan

ibu yang mengabaikan anaknya, keluarga dengan ibu yang terlalu

menuntut atau menaruh harapan yang berlebihan pada anak.

24

Kerancuan berkaitan dengan ketergantungan, kekotoran, kerusakan,

kegelisahan tidur, watak yang pemarah, kenegatifan, malu-malu, dan

kerewelan.

Kerancuan bicara anak dapat berupa :

1) Lipsing

Yaitu menggantikan bunyi huruf. Misalnya th untuk s,

seperti dalam ’thimple thimon’ dan w untuk r, seperti dalam ’wed

wose’. Lisping disebabkan oleh kesalahan atau pembentukan

rahang, gigi atau bibir dan kecenderungan terkait dengan bicara

kebayi-bayian.

2) Sluring

Yaitu bicara yang tidak jelas akibat tidak berfungsinya

bibir, lidah, atau rahang dengan baik. Kadang-kadang disebabkan

kelumpuhan organ suara atau karena otot lidah yang kurang

berkembang. Apabila emosi terganggu atau sedang merasa gembira

anak akan berkata dengan tergopoh-gopoh tanpa mengucapkan

setiap huruf dengan jelas.

3) Stutering

Stuttering (gagap) yaitu keragu-raguan, pengulangan bicara

disertai dengan kekejangan otot kerongkongan dan diafragma.

Stuttering timbul dari gangguan pernafasan yang disebabkan oleh

tidak terkoordinasinya otot bicara, disertai dengan gemetaran,

terhentinya bicara dan sewaktu-waktu pembicara tidak sanggup

25

mengeluarkan bunyi. Kemudian, apabila ketegangan otot berlalu,

kata-kata membanjiri keluar, yang kemudian disertai kekejangan

yang lain.

4) Cluttering

Adalah bicara dengan cepat dan membingungkan. Biasanya

terjadi pada anak yang pengendalian motorik dan perkembangan

bicara berlebihan yang dilakukan oleh orang normal, tidak seperti

stuttering, cluttering dapat diperbaiki jika anak memperhatikan

benar hal-hal yang ingin dikatakan.

f. Dwibahasa

Dwibahasa (bilingual) adalah kemampuan menggunakan dua

bahasa. Kemampuan ini tidak hanya dalam berbicara dan menulis

tetapi juga kemampuan memahami apa yang dikomunikasikan orang

lain, baik secara lisan maupun tulisan.

Bagi sebagian anak, dwibahasa merupakan gangguan yang

serius untuk belajar berbicara dengan benar. Akan tetapi penting

disadari bahwa pengarunya terhadap penyesuaian sosial dan pribadi

anak tidak sangat bergantung pada kedwibahasaan, tetapi pada kondisi

yang menimbulkannya. Dapat disimpulkan bahwa kedwibahasaan

lebih merupakan hambatan dari pada kelebihan bagi anak. Khususnya

usia pra sekolah karena dapat mempengaruhi penyesuaian sosialnya.

26

g. Kesulitan dalam percakapan

Sebagian besar anak menghadapi dua kesulitan dalam

percakapan dengan orang lain.kesulitan memahami orang lain dan

kesulitan mengekspresikan perasaannya, kedua kesulitan itu

menimbulkan bahaya bagi penyesuaian sosial hal didahului dengan

kesan yang kurang menyenangkan bagi lingkungan sosialnya.

h. Bicara yang tidak disetujui secara sosial.

Anak yang pembicaraannya menyangkut hal-hal yang tidak

disukai oleh masyarakat menimbulkan kesan jelek dan seringkali

memperoleh reputasi yang tidak menyenangkan.

6. Pemeriksaan pada perkembangan anak

a. Anamnesis

Pengambilan anamnesis harus mencakup uraian mengenai

perkembangan bahasa anak. Kecurigaan adanya gangguan bicara dan

tingkah laku yang bersamaan. Pertanyaan bagaimana anak bermain

dengan teman sebaya dapat mengungkap tabir tingkah laku.

b. Instrumen penyaring

Instrumen penyaring untuk menilai perkembangan bahasa.

Misalnya : Early Languge Melistone Scale (Caplan dan Gleason). The

Denver developmental screening test II / Denver II (Dodds dan

Kenburg), Reseptife- Expresif Emergent Language Scale.

27

c. Pemeriksaan fisik

Dapat digunakan untuk mengungkap penyakit lain dari

gangguan bahasa. Apakah ada mikrosefali, anomaly telinga luar, otitis

media yang berulang, sindrom Wiliam (fasies Elfin, perawakan

pendek, kelainan jantung, langkah yang tidak mantap), dan celah

palatum.

Gangguan otomotor dapat diperiksa dengan menyuruh anak

melakukan gerakan mengunyah, menjulurkan lidah dan mengulang

suku kata PA, TA, PA-TA, PA-TA-KA. Gangguan kemampuan

otomotor terdapat pada verbal apraksia.

d. Pengamatan saat bermain

Mengamati saat anak bermain dengan alat permainan yang

sesuai dengan umurnya, sangat membantu dalam mengidentifikasi

gangguan tingkah laku. Idealnya pemeriksa juga bermain dengan

anaknya. Tetapi ini tidak praktis dilakukan pada ruangan yang ramai.

Pengamatan anak saat bermain sendiri, selama pengambilan anamnesis

dengan orang tuanya, lebih mudah dilaksanakan. Anak yang

memperlakukan permainannya sebagai objek saja atau hanya sebagai

satu titik pusat perhatian saja, dapat merupakan petunjuk adanya

kelainan tingkah laku.

e. Pemeriksaan laboratorium

28

Semua anak dengan gangguan bahasa harus dilakukan tes

pendengaran. Jika hasilnya mencurigakan, maka perlu dilakukan

pemeriksaan “auditory brainstem responses”.

f. Konsultasi

Pemeriksaan dari psikologi/neuropsikiater anak diperlukan jika

ada gangguan bahasa dan tingkah laku. Pemeriksaan ini meliputi

riwayat dan tes bahasa, kemampuan kognitif dan tingkah laku. Ahli

psikologi wicara akan mengevaluasi cara pengobatan anak dengan

gangguan bicara. Anak akan diperiksa apakah ada masalah anatomi

yang mempengaruhi produksi suara.

7. The Denver developmental screening test (Denver II)

a. Pengertian

Denver II adalah salah satu metode skrining terhadap kelainan

perkembangan anak, yang dibuat oleh Fran Kenburg & J.B. Dodds,

yang mengetahui perkembangan bahasa anak pada saat pemeriksaan

saja dan dapat memperkirakan perkembangan anak dimasa yang akan

datang, bukan merupakan tes dignostik atau tes intelegensi, tetapi

memenuhi persyaratan yang diperlukan untuk metode skrining yang

baik. Tes ini dinilai lebih mudah dibanding tes perkembangan yang

lain dan dapat diandalkan serta menunjukkan validitas yang tinggi. Tes

ini dapat dilakukan kapan saja dengan menggunakan alat sederhana,

namun begitu Denver II tidak digunakan untuk mengetahui sebab-

sebab keabnormalan/keterlambatan dalam fase perkembangan.

29

Dari beberapa penelitian yang pernah dilakukan ternyata

Denver II secara efektif dapat mengidentifikasikan antara 85-100%

bayi dan anak prasekolah yang mengalami keterlambatan

perkembangan dan pada follow up selanjutnya ternyata dari 89%

kelompok Denver II mengalami kegagalan sekolah 5-6 tahun

kemudian.

b. Tujuan

1) Menafsirkan perkembangan personal sosial, motorik halus, bahasa

dan motorik kasar pada anak mulai usia 1 bulan sampai 6 tahun.

2) Mengetahui penyimpangan perkembangan secara dini, sehingga

upaya stimulasi dan upaya pemulihan dapat diberikan dengan

indikasi yang jelas sedini mungkin pada masa-masa kritis tumbuh

kembang.

c. Kegunaan Denver II

1) Untuk menilai perkembangan anak sesuai usia

2) Memantau anak yang tampak tidak sehat umur dari lahir sampai

umur 6 tahun

3) Menjaring anak tanpa gejala terhadap kemungkinan adanya

kelainan perkembangan

4) Memastikan apakah anak dengan persangkaan ada kelainan.

Apakah bebar-benar ada kelainan.

5) Memonitor anak dengan risiko perkembangan

30

d. Prinsip dalam melakukan pemeriksaan Denver II

1) Bertahap dan berkelanjutan

2) Dimulai dari tahap perkembangan yang telah dicapai anak

3) Buat suasana menjadi menyenangkan bagi anak

4) Dilakukan dengan wajar (tanpa paksaan atau hukuman jika anak

tidak mau melakukan) beri anak pujian jika berhasil.

5) Menggunakan alat bantu sederhana, tidak berbahaya dan mudah

didapat dalam memberi stimulasi pada anak

6) Sebelum dilakukan tes, alat diletakkan diatas meja dengan tujuan

anak senang dan pada saat tes hanya alat yang diperlukan.

7) Pemeriksaan menanyakan pada ibu atau pengasuh pada item yang

bertanda L

8) Perhatikan apa yang telah dilakukan anak secara spontan dan beri

penilaian.

e. Hal-hal yang perlu diperhatikan

Anak yang ada dalam kondisi dipertanyakan, abnormal atau

menolak kemampuan tes yang diberikan. Perlu tes kemampuan ulang

satu sampai dua minggu kemudian dan berikan kesempatan kepada

anak selama tiga kali untuk melakukan tes kemampuan yang diberikan.

Lakukan sektor yang kurang aktif terlebih dahulu. Personal

sosial, motorik halus, bahasa dan motorik kasar. Dimulai dari yang

mudah di lakukan, jika anak kurang tepat melakukan beri stimulus dan

lakukan tes ulang. Tes menggunakan alat yang sama dilakukan secara

31

berurutan. Tes dilakukan untuk sikap sektor dan mulailah dari sebelah

kiri garis umur terus ke kanan.

f. Persiapan alat

1) Alat peraga, benang wol, manik-manik, kubus berwarna : merah,

hijau, biru, kuning, bola tennis, bel kecil, kertas, pensil.

2) Lembar formulir denver II

3) Buku petunjuk sebagai referensi yang menjelaskan cara-cara

melakukan dan cara-cara penilaiannya.

g. Petunjuk pelaksanaan

1) Tarik garis sesuai umur kronologis untuk memotong garis

horizontal tugas perkembangan pada formulir denver II

2) Tes kemampuan anak terutama yang mendekati garis umur

3) Dilakukan secara berkelanjutan

4) Satu formulir dapat dipakai beberapa kali pada satu anak

5) Didampingi ibu atau pengasuh

6) Dalam keadaan santai

7) Memberikan posisi yang aman dan nyaman untuk anak

8) Menjelaskan tentang Denver II pada ibu atau pengasuh

9) Menggunakan test form dalam menentukan tingkat perkembangan

sesuai batas usia.

a) Menunjukkan standar anak normal bisa melakukan tugas/test

item ini sesuai dengan usia.

32

b) Ada beberapa item bertanda L, menunjukkan bahwa kita bisa

memperoleh skor dari orang tua

c) Nomor kecil disebelah kiri, bisa melihat petunjuk pelaksanaan

pada halaman dibaliknya.

10) Berikan huruf seperti dibawah ini tip kotak tes perkembangan yang

diberikan

a) P (Passed) = Lulus

Apabila anak dapat melakukan semua kemampuan tes

yang diberikan dengan baik. Atau ibu/pengasuh memberi

laporan L, tepat atau dapat dipercaya bahwa anak dapat

melakukan.

b) F (Fail) = Gagal

Apabila anak gagal atau tidak dapat melakukan test

kemampuan yang diberikan. Atau ibu/pengasuh memberi

laporan bahwa anak tidak dapat melakukan dengan baik.

c) No : No opportunity = tidak ada kesempatan

Anak tidak mempunyai kesempatan melakukan test

karena ada hambatan

d) R (Refusal) = menolak

Anak menolak untuk melakukan test.

33

e) B (By report) = Dengan bantuan orang tua

Anak melakukan test dengan bantuan dari orang tua.

Apabila anak dapat melakukannya, berarti lulus (P) sedangkan

apabila anak tidak dapat melakukannya, berarti gagal (F).

O = F (Fail/gagal)

M = R (Refusal/menolak)

V = P (Pass/lewat)

Setelah itu dihitung masing-masing sektor, berapa jumlah

P, berapa jumlah F dsb. Berdasarkan pedoman hasil tes

diklasifikasikan dalam normal, abnormal, meragukan dan tidak

dapat dites.

h. Interpretasi hasil tes

1) Normal

a) Lulus semua tes kemampuan yang diberikan atau tidak terdapat

keterlambatan / delay

b) Paling banyak satu caution/peringatan

c) Dapat dilakukan ulangan pemeriksaan pada kontrol kesehatan

berikutnya

2) Suspect

a) Apabila pada satu sektor didapatkan 2 tau lebih caution atau

delay atau lebih

34

b) Dapat dilakukan ulangan dalam 1-2 minggu untuk

menghilangkan faktor sesaat (rasa takut, keadaan sakit,

kelelahan).

3) Unstable/Tidak dapat diuji.

a) Apabila ada sektor menolak 1 atau lebih item sebelah kiri garis

umur.

b) Menolak lebih dari 1 item pada area 75%-90% (warna kelabu)

(Soetjiningsih, 1995).

35

C. Kerangka Teori

Keterangan :

* Variabel yang diteliti

Bagan 2.1 Kerangka Teori

Sumber : Modifikasi (Drew, 2006), (Edward, 2006), (Hurlock, 1995)

Faktor yang mempengaruhi pola asuh orang tua : 1. Tingkat pendidikan 2. Lingkungan 3. Budaya

Pola asuh orang tua * 1. Bisa diandalkan 2. Otoriter 3. Permisif 4. Campuran

Perkembangan bahasa *

Faktor yang mempengaruhi perkembangan bahasa 1. Kesehatan 2. Kecerdasan 3. Keadaan sosial ekonomi 4. Jenis kelamin 5. Keinginan berkomunikasi 6. Dorongan 7. Ukuran keluarga 8. Urutan kelahiran 9. Metode pelatihan anak 10. Kelahiran kembar 11. Hubungan dengan teman sebaya 12. Kepribadian

36

D. Kerangka Konsep

Bagan 2.2 Kerangka Konsep

E. Hipotesa Penelitian

Menurut Notoatmodjo (2003), hipotesa penelitian adalah jawaban

sementara penelitian, patokan duga atau dari sementara, yang kebenaranya

akan dibuktikan dalam penelitian tersebut, hipotesa dalam penelitian ini yaitu :

Ha : Ada hubungan pola asuh orang tua dengan perkembangan bahasa pada

anak usia 2-4 tahun.

Variabel Independen Variabel Dependen

Pola Asuh Orang Tua Perkembangan Bahasa Usia 2-4 Tahun