bab ii tinjauan pustaka dan metode pengamatan a ... · self assessment system adalah suatu sistem...
TRANSCRIPT
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN METODE PENGAMATAN
A. Pengertian Prosedur
Prosedur berasal dari bahasa Inggris “procedure” yang bisa diartikan
sebagai cara atau tata cara. Akan tetapi kata procedure lazim digunakan dalam
kosa kata Bahasa Indonesia yang dikenal dengan kata prosedur. Dalam kamus
manajemen, prosedur diartikan tata cara melakukan pekerjaan yang telah
dirumuskan dan diwajibkan. Biasanya suatu prosedur meliputi bagaimana,
bilamana dan oleh siapa, tugas harus diselesaikan.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2000:1106), prosedur diartikan
sebagai berikut:
1. Tahap- tahap kegiatan untuk menyelesaikan suatu aktivitas
2. Metode langkah demi langkah secara pasti dalam memecahkan suatu masalah
Prosedur menurut The Liang Gie, (2000:187) adalah suatu rangkaian
metode yang telah menjadi pola tetap dalam melakukan suatu pekerjaan yang
merupakan suatu kebulatan.
Moekijat (2000:53) mengatakan bahwa:
“Suatu prosedur adalah serangkaian tugas yang saling berhubungan yang
merupakan urutan menurut waktu dan cara tertentu untuk melakukan
pekerjaan yang harus diselesaikan.”
Menurut Mulyadi (2013:6) mengartikan, prosedur sebagai
“Suatu urutan kegiatan krerikal, biasanya melibatkan beberapa orang dalam
satu departemen atau lebih yang dibuat untuk menjamin penanganan secara
seragam transaksi perusahaan yang terjadi berulang-ulang.”
6
Prosedur dalam Tata Laksana Perkantoran dan Penerapan menurut Moenir,
(1983: 117) dibagi menjadi 2 (dua), yaitu:
1. Prosedur umum, yaitu prosedur-prosedur yang menyangkut bidang
pekerjaan yang bersifat umum (general) dan berlaku secara nasional yang
menjadi tanggung jawab manager atas
2. Prosedur khusus (lokasi), yaitu prosedur yang dibuat dan hanya berlaku
secara lokal yang artinya untuk lingkungan tertentu
Suatu prosedur dapat memberikan beberapa manfaat menurut Mulyadi,
(2013:15) diantaranya :
a. Lebih memudahkan dalam langkah-langkah kegiatan yang akan datang
b. Mengubah pekerjaan yang berulang-ulang menjadi rutin dan terbatas,
sehingga menyederhanakan pelaksanaan dan untuk selanjutnya mengerjakan
yang perlunya saja.
c. Adanya suatu petunjuk atau program kerja yang jelas dan harus dipatuhi
oleh seluruh pelaksana
d. Membantu dalam usaha meningkatkan produktifitas kerja yang efektif dan
efisien.
Dari pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa prosedur merupakan
tugas dan tahap yang berurutan dengan menghubungkan satu sama lain sebagai
suatu cara atau metode dalam menjalankan suatu pekerjaan sesuai dengan aturan
yang berlaku serta sebagai pedoman bertindak untuk mencapai suatu tujuan
tertentu.
B. Pajak
1. Pengertian Pajak
Pengertian pajak menurut Rochmat Soemitro, dalam buku Perpajakan
Indonesia, karangan Thomas Sumarsan (2012:3),
“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-
undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal
7
(kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang
digunakan untuk membayar pengeluaran umum.”
Pajak adalah kontribusi wajib pajak negara yang terutang oleh
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,
dengan tidak mendapat imbalan secara langsung dan digunakan untuk
keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Menurut,
Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Kententuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan.
Kedua pengertian diatas, dapat disimpulkan pajak merupakan iuran wajib
pajak kepada negara yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang yang
digunakan untuk keperluan negara, tanpa mengharapkan imbalan demi
kemakmuran rakyat.
2. Fungsi Pajak
Fungsi pajak menurut Mardiasmo, (2011:1) dibedakan menjadi dua
antara lain:
a. Fungsi menerima (Budgetair) yaitu memasukkan uang sebanyak-
banyaknya berkas negara, dengan tujuan untuk membiayai pengeluaran-
pengeluaran negara.
b. Fungsi mengatur (Regulerend) yaitu pajak digunakan sebagai alat
untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam
bidang sosial dan ekonomi dengan tujuan tertentu.
Dari kedua fungsi diatas, dapat disimpulkan bahwa fungsi pajak
digunakan sebagai APBN yang selanjutnya digunakan untuk mengatur
pembiayaan negara dan dalam fungsi perpajakan dapat diperoleh dalam
menerima dan mengatur untuk pembiayaan negara dan melaksanakan
kebijakan pemerintah dengan tujuan tertentu.
8
3. Sistem Pemungutan Pajak
Sistem pemungutan pajak menurut Mardiasmo (2011:7), dibedakan
menjadi 3 antara lain:
a. Official Assessment System
Official Assessment System adalah suatu sistem pemungutan yang
memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan
besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. (Mardiasmo, 2011,7)
Ciri-cirinya:
1) Wajib Pajak bersifat pasif.
2) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada
fiskus.
3) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh
fiskus.
b. Self Assessment System
Self Assessment System adalah suatu sistem pemungutan pajak
yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan
sendiri besarnya pajak yang terutang. (Mardiasmo, 2011,7)
Ciri-cirinya:
1) Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
2) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada
pada Wajib Pajak sendiri.
3) Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan
melaporkan sendiri pajak yang terutang.
c. With Holding System
With Holding System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang
memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan
Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya Pajak
yang terutang oleh Wajib Pajak. (Mardiasmo, 2011,8).
Ciri-cirinya: Wewenang menentukan besarnya pajak yang
terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan Wajib Pajak”.
9
Secara garis besar sistem pemungutan pajak terdiri dari Official
Assessment System, Self Assessment System, dan With Holding System.
Tiga sistem tersebut mempunyai pengertian yang berbeda namun
mempunyai fungsi yang sama untuk diberikan wewenang dalam
menentukan besarnya pajak yang terutang, maka pemungutan pajak
dilarang diborongkan. Setiap wajib pajak membayar pajak yang
terutang berdasarkan surat ketetapan pajak atau dibayar sendiri oleh
wajib pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan.
C. Wajib Pajak
1. Pengertian Wajib Pajak
Menurut Mardiasmo, pengertian Wajib Pajak adalah orang pribadi
atau badan, meliputi pembayaran pajak, pemotongan pajak, dan pemungutan
pajak yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan
ketentuan Peraturan Perundang-Undangan perpajakan. (2011: 23)
Dalam UU No. 28 Tahun 2007 tentang perubahan UU No. Tahun
2000 tentang KUP disebutkan bahwa:
“Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayaran
pajak, pemotongan pajak, dan pemungutan pajak, yang mempunyai
hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang- undangan perpajakan”.
Kesimpulan dari kedua pengertian diatas, maka pengertian Wajib
Pajak merupakan orang pribadi atau badan yang membayar, pemotongan,
dan pemungutan pajak dengan hak dan kewajiban tersebut dalam
perundang-undangan yang telah ditetapkan.
2. Hak-hak dan Kewajiban Wajib Pajak
a. Hak-hak yang dimiliki oleh Wajib Pajak:
1) Memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
10
2) Mengajukan penundaan pembayaran atau mengangsur utang pajak
yang telah jatuh tempo.
3) Meminta perpanjangan batas waktu penyampaian Surat
Pemberitahuan (SPT).
4) Melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan dalam jangka waktu 2
(dua) tahun sepanjang Direktur Jenderal Pajak belum melakukan
pemeriksaan.
5) Mengajukan keberatan dan banding.
b. Kewajiban yang harus dipenuhi setiap Wajib Pajak (WP):
1) Mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak
(NPWP), terutama yang berpenghasilan melebihi Penghasilan
Tidak Kena Pajak (PTKP) dan dikukuhkan sebagai Pengusaha
Kena Pajak (PKP) bagi pengusaha.
2) Melunasi semua utang pajaknya.
3) Melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) ke Kantor Pelayanan
Pajak (KPP) setempat atau ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar.
4) Untuk Wajib Pajak Badan diwajibkan melakukan pembukuan dan
melakukan pencatatan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak
melakukan pekerjaan bebas maupun Wajib Pajak Orang Pribadi
yang melakukan pekerjaan bebas yang diijinkan melakukan
pencatatan.
5) Memberikan bukti-bukti yang diminta petugas pajak ketika
dilakukan pemeriksaan.
3. Macam-macam Wajib Pajak
Macam-macam Wajib Pajak terdiri dari dua, yaitu:
a. Orang Pribadi
Wajib Pajak Orang Pribadi meliputi:
1) WP Orang Pribadi Karyawan yaitu WP Orang Pribadi yang hanya
menerima/memperoleh penghasilan dari satu atau lebih pemberi
11
kerja atau penghasilan lainnya selain dari usaha/pekerjaan bebas.
Contohnya, PNS dan Non PNS.
2) WP Orang Pribadi Non Karyawan yaitu Wajib Pajak Orang Pribadi
yang menerima/memperoleh penghasilan dari usaha/pekerjaan
bebas atau penghasilan lainnya. Contoh penghasilan dari usaha,
yaitu Dagang, Jasa, dan Industri. Sedangkan contoh pekerjaan
bebas, yaitu Dokter, Pengacara, Konsultan, Arsitek, dll. (Surat
Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE - 06/PJ/2012)
b. Badan adalah sekumpulan orang atau modal yang merupakan kesatuan
baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha.
Meliputi: perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya,
badan usaha milik negara, dll.
Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa macam Wajib Pajak
Orang Pribadi mempunyai wewenang masing-masing untuk melaporkan
penghasilan dari usaha yang diperoleh pekerjaan masing-masing, baik dari
segi pengusaha, PNS dan Non PNS. Dalam hal ini, penulis akan
menjelaskan tentang Wajib Pajak Orang Pribadi.
D. Pengertian Pajak Penghasilan
Pengertian pajak penghasilan menurut Siti Resmi (2011:74),
“Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan terhadap
Subyek Pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam suatu
tahun pajak.”
Pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap Subyek
Pajak atas Penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak atau
dapat pula dikenakan pajak untuk penghasilan dalam bagian Tahun Pajak,
apabila kewajiban pajak subyektifnya, dimulai atau berakhir dalam tahun
pajak. Erly Suandy (2006:8)
Dari kedua pengertian Pajak Penghasilan tersebut dapat
disimpulkan bahwa Pajak Penghasilan merupakan pajak yang dipungut
oleh pemerintah pusat yang dikenakan dan harus ditanggung oleh subyek
12
pajak (yang telah memenuhi kriteria yang telah ditetapkan dalam
peraturan perpajakan) atas penghasilan yang diperolehnya dalam satu
tahun pajak.
E. Surat Pemberitahuan (SPT)
1. Pengertian Surat Pemberitahuan (SPT) dan pengisian SPT
Menurut Mardiasmo (2011:31), Surat Pemberitahuan (SPT) adalah
surat yang oleh Wajak Pajak (WP) digunakan untuk melaporkan
perhitungan dan pembayaran pajak, obyek pajak dan bukan obyek pajak
atau harta dan kewajiban.
Setiap wajib pajak mengisi SPT dalam bahasa Indonesia
menggunakan huruf latin angka Arab satuan mata uang rupiah, dan
menandatangani serta menyampaikan ke Kantor Direktorat Jendral Pajak
tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan.
Wajib Pajak yang telah mendapatkan izin Menteri Keuangan untuk
menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata
uang selain rupiah, wajib menyampaikan SPT dalam bahasa Indonesia dan
mata uang Rupiah yang diizinkan.
Fungsi Surat Pemberitahuan bagi Wajib Pajak menurut Mardiasmo
(2011:31) adalah sebagai sarana Wajib Pajak untuk melaporkan dan
mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah wajib pajak yang
sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang:
a. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri atau
melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam satu Tahun
Pajak atau Bagian Tahun Pajak
b. Penghasilan yang merupakan obyek pajak atau bukan obyek pajak
c. Pemotongan/pemungutan pajak orang atau badan lain dalam 1 (satu)
Masa Pajak
13
Jenis SPT menurut Mardiasmo (2011: 34), secara garis besar
dibedakan menjadi dua yaitu:
1) SPT Masa adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk
melaporkan penghitungan dan pembayaran pajak yang terutang dalam
suatu Masa Pajak.
2) SPT Tahunan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk
melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak yang terutang dalam
suatu Tahun Pajak
2. Prosedur Penyelesaian Surat Pemberitahuan (SPT)
Dalam prosedur penyelesaian SPT dilakukan dengan dua cara, antara
lain secara online dan manual. Secara online, berarti Wajib Pajak dapat
melaporkan secara elektronik melalui E-Filling, namun disini penulis akan
menjelaskan penyelesaikan secara manual. Prosedur penyelesaian SPT
menurut Mardiasmo (2011:32), diantaranya adalah
a. Wajib Pajak harus mengambil sendiri blangko SPT (Surat
Pemberitahuan Pajak) pada kantor pelayanan Pajak setempat dengan
menunjukkan NPWP
b. SPT harus diisi dengan benar, jelas, dan lengkap sesuai dengan
petunjuk yang diberikan. Pengisian formulir SPT (Surat Pemberitahuan
Pajak) yang tidak benar mengakibatkan pajak yang terutang kurang
bayar dan akan dikenakan sanksi perpajakan.
c. SPT diserahkan kembali ke Kantor Pelayanan Pajak yang bersangkutan
dalam batas waktu tertentu, dan akan diberikan tanda terima dalam
batas waktu yang ditentukan, dan akan diberikan tanda terima
tertanggal. Apabila SPT dikirim melalui Kantor Pos harus dilakukan
secara tercatat, dan tanpa bukti serta tanggal pengiriman dianggap
sebagai tanda bukti dan tanggal pengiriman.
14
d. Bukti-bukti yang harus dilampirkan pada SPT (Surat Pemberitahuan
Pajak), antara lain:
1) Untuk Wajib Pajak yang mengadakan pembukuan yaitu laporan
keuangan berupa neraca laporan rugi laba serta keterangan-
keterangan lain yang diperlukan untuk menghitung besarnya
penghasilan kena pajak.
2) Untuk SPT masa PPN sekurang-kurangnya memuat Jumlah Dasar
Pengenaan Pajak, jumlah Kena Pajak Keluaran, jumlah Pajak
Masukan yang dapat dikreditkan, jumlah kekurangan atau
kelebihan pajak
3) Untuk Wajib Pajak yang menggunakan norma perhitungan yaitu
perhitungan jumlah peredaran yang terjadi dalam tahun pajak yang
bersangkutan.
Dalam prosedur penyelesaian Surat Pemberitahuan di atas, maka
Wajib Pajak harus mengambil blangko SPT sendiri, kemudian Wajib Pajak
harus mengisi blangko tersebut dengan benar. Lalu Surat Pemberitahuan
tersebut diserahkan kembali ke Kantor Pelayanan Pajak yang bersangkutan
dalam batas waktu tertentu dan membawa bukti-bukti yang harus
dilampirkan di dalam Surat Pemberitahuan tersebut untuk ditindak lanjuti.
3. Pembetulan Surat Pemberitahuan (SPT)
Pembetulan Surat Pemberitahuan merupakan surat yang digunakan
Wajib Pajak untuk membenarkan kesalahan dalam pengisian formulir Surat
Pemberitahuan yang dilakukan untuk mengurangi beban Wajib Pajak dalam
melakukukan kesalahannya. Dengan cara membetulkan SPT, maka Wajib
Pajak tidak mendapatkan sanksi.
Apabila diketahui terdapat kesalahan pada SPT, Wajib Pajak dapat
melakukan pembetulan SPT atas kemauan sendiri dengan menyampaikan
pernyataan tertulis dalam jangka waktu 2 tahun sesudah saat terutang pajak
atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak.
15
Adapun syarat yang harus dipenuhi sebagai berikut:
a. Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan.
Pembetulan SPT tersebut berakibat utang pajak menjadi lebih besar,
maka dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% sebulan
atas jumlah pajak yang kurang bayar, dihitung sejak saat penyampaian
SPT berakhir sampai dengan tanggal pembayaran karena pembetulan
SPT.
b. Telah dilakukan tindakan pemeriksaan, tetapi sebelum dilakukan
tindakan penyidikan. Selanjutnya, Wajib Pajak dengan kemauan sendiri
mengungkapkan ketidak beneran pembuatan dengan disertai pelunasan
kekurangann pembayaran jumlah pajak yang sebenarnya terutang
beserta sanksi administrasi berupa denda dua kali jumlah pajak yang
kurang bayar.
Sekalipun jangka waktu pembetulan Surat Pemberitahuan (SPT) telah
berakhir, dengan syarat Direktur Jendral Pajak belum menerbitkan surat
ketetapan pajak. Wajib Pajak dengan kesadaran sendiri dapat
mengungkapkannya dalam satu laporan tersendiri terutang ketidak benaran
pengisian Surat Pemberitahuan Pajak (SPT) atas pengungkapan Wajib Pajak
berakibat, sebagai berikut:
a. Pajak- pajak yang masih harus dibayarkan menjadi lebih besar
b. Rugi berdasarkan ketentuan perpajakan menjadi lebih kecil
c. Jumlah harta menjadi lebih besar
d. Jumlah modal menjadi lebih besar
Pajak yang kurang dibayar yang timbul sebagai akibat pengungkapan
ketidak benaran pengisian SPT tersebut, beserta sanksi administasi berupa
kenaikan sebesar 50% dari pajak yang kurang dibayar, harus melunasi
sebelum laporan disampaikan.
16
Dari penjelasan diatas, pembetulan Surat Pemberithuan (SPT)
dilakukan apabila Wajib Pajak melakukan kesalahan dalam mengisi Surat
Pemberitahuan, maka Wajib Pajak dapat melakukan pembetulan SPT atas
kemauan sendiri dengan menyampaikan penyataan tertulis dalam waktu dua
tahun sesudah berakhirnya tahun pajak. Dengan syarat Direktur Jenderal
Pajak (DJP) belum melakukan tindakan pemeriksaan, apabila telah
dilakukan pemeriksaan tetapi belum dilakukan ttindakan penyidikan maka
dapat dilakukan pembetulan.
4. Batas Waktu Penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT)
Batas waktu penyampaian SPT menurut Mardiasmo (2011: 35) adalah:
a. Penyampaian SPT Tahunan PPh Badan paling lambat 4 bulan sejak
akhir Tahun Pajak
b. SPT Masa paling lambat dua puluh hari setelah akhir Masa Pajak.
Khusus untuk Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai
disampaikan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya
Masa Pajak.
c. SPT Tahunan PPh Orang Pribadi paling lambat tiga bulan setelah akhir
Tahun Pajak
Dari uraian diatas, maka batas waktu dalam penyampaian Surat
Pemberitahuan ada 3 penyampaiannya, diantaranya Surat Pemeberitahuan
Tahunan PPh badan paling lambat 4 bulan akhir tahun, Surat Pemberitahuan
Masa berakhir 20 hari setelah akhir pajak, dan Surat Pemberitahuan
Tahunan PPh Orang Pribadi berakhir 3 bulan setelah akhir Tahun.
F. Sanksi Administrasi
1. Landasan Hukum
Landasan hukum mengenai sanksi administrasi diatur dalam masing-
masing pasal undang-undang ketentuan umum perpajakan. Sanksi
adminstrasi dapat dijatuhkan apabila wajib pajak melakukan pelanggaran
terutama atas kewajiban yang ditentukan dalam Undang-Undang Ketentuan
17
Umum Perpajakan seperti yang tercantum dalam Undang-Undang No. 16
Tahun 2009 tentang perubahan ke 3 atas Undang-Undang No. 6 Tahun
1983. Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
2. Pengertian Sanksi Administrasi
Sanksi Administrasi yang diatur dalam Undang-Undang No. 16 Tahun 2009
tentang perubahan ke 3 atas Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 Tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, menyatakan bahwa pengertian
sanksi administrasi merupakan pembayaran kerugian kepada negara
khususnya berupa denda, bunga, dan kenaiaknya, maka dapat dijelaskan
dengan pengertian berikut:
a. Denda adalah sanksi administrasi yang dikenakan terhadap
pelanggaran yang berkitan dengan kewajiban pelaporan
b. Bunga adalah sanksi administrasi yang dikenakan terhadap
pelanggaran yang berkaitan dengan kewajiban pembayaran pajak.
c. Kenaikan adalah sanksi administrsi yang berupa kenaikan jumlah
pajak yang harus dibayar, terhadap pelanggaran berkaitan dengan
kewajiban yang diatur dalam ketentuan material.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
pengertian sanksi administrasi merupakan pembayaran kerugian kepada
negara khususnya yang berupa denda yang dikenakan terhadap pelanggaran
kewajiban pelaporan, bunga yang dikenakan terhadap pelanggaran
kewajiban pembayaran pajak, dan kenaikan berupa kenaikan jumlah pajak
yang harus dibayar, terhadap pelanggaran berkaitan dengan kewajiban yang
diatur dalam ketentuan material, dengan demikian wajib pajak agar tidak
melalaikan kewajibannya untuk mentaati peraturan perundang-undangan
perpajakan.
18
3. Sanksi Terlambat atau Tidak Menyampaikan Surat Pemberitahuan
(SPT)
Surat Pemberitahuanan (SPT) yang tidak disampaikan atau
disampaikan tidak sesuai dengan batas waktu yang ditentukan, dikenakan
sanksi administrasi menurut Mardiasmo (2011:36).
Sanksi administrasi berupa denda, antara lain:
a. SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Rp 100.000
b. SPT Tahunan PPh Badan Rp 1.000.000
c. SPT Masa PPN Rp 500.000
d. SPT masa lainnya RP 100.000
Apabila Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan
SPT atau menyampaikan SPT, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap,
atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga
menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara, maka Wajib Pajak tersebut
wajib melunasi kekurangan pembayaran jumlah pajak yang terutang beserta
sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 200% (dua ratus persen) dari
jumlah pajak yang kurang dibayar yang ditetapkan melalui penerbitan Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar. Setiap orang yang karena kealpaannya:
a. Tidak Menyampaikan SPT atau
b. Menyampaikan SPT, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau
melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat
menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara dan perbuatan
tersebut merupakan perbuatan setelah perbuatan pertama kali, didenda
paling sedikit 1 (satu) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau
kurang bayar, atau pidana kurangan paling singkat 3 (tiga) bulan atau
paling lama 1 (satu) tahun.
19
G. Prosedur Penghapusan Sanksi Administrasi
Prosedur Penghapusan Sanksi Admnistrasi terdiri dari 4 tahapan,
yaitu:
1. Pembetulan Surat Pemberitahuan
2. Pengajuan Penghapusan Sanksi Wajib Pajak, yang berupa kegiatan:
a. Daftar dan sampaikan SPT bagi yang belum terdaftar
b. Sampaikan SPT bagi yang belum menyampaikan SPT namun
sudah mempunyai NPWP
c. Ber-NPWP, namun menyampaikan SPT tidak benar
d. Pembetulan SPT
e. Mengambil formulir SPT dan melengkapinya
f. Melaporkan kepada TPT
3. Penanganan Adminstrasi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta,
dengan kegiatan:
a. Wajib pajak melaporkan ke TPT
b. Mengagendakan Surat Masuk dari TPT
c. Merekap data yang telah diagendakan
d. Menunggu surat persetujuan dari Sekretaris untuk ditindak lanjuti
e. Berkas dikirim ke Kanwil
4. Penyelesaian di Kanwil
a. Meneliti kelengkapan permohonan PMK 91
b. Menerbitkan Surat Keputusan
H. Metode Pengamatan
Berkaitan metode pengamatan yang digunakan dalam pengamatan ini
dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Lokasi Pengamatan
Pengamatan ini dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Surakarta, yang beralamat di Jl. Kyai H. Agus Salim No. 1 Laweyan,
Surakarta. Dengan pertimbangan sebagai berikut:
a. Lokasi tersebut merupakan tempat magang
20
b. Dalam lokasi tersebut terdapat permasalahan yang ingin dikaji
dalam pengamatan ini.
c. Di dalam melaksanakan KKMA, penulis diberikan ijin untuk
mengamati di Kantor Pelayanan Pajak Pratama.
2. Jenis Pengamatan
H.B Sutopo (2002:49-54), pengamatan ini menggunakan jenis
metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah
yang di selidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan
obyek pengamatan pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang
nampak atau sebagaimana adanya. Sedangkan yang dimaksud bersifat
kualitatif adalah pengamatan yang bersifat atau mempunyai
karakteristik bahwa data yang ditanyakan dalam keadaan sewajarnya
dan sebagaimana adanya.
Dalam melaksanakan pengamatan, penulis menggunakan
pendekatan deskriptif dengan observasi peran penuh. Jenis observasi
peran penuh diartikan bahwa pengamat memang memiliki peran dalam
lokasi pengamatannya, sehingga benar-benar terlibat dalam suatu
kegiatan yang diamatinya. H.B Sutopo,(2002:68:69)
Dalam pengamatan ini penulis mendeskripsikan tentang Prosedur
Penghapusan Sanksi Administrasi atas Pembetulan Surat Pemberithuan
(SPT) Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi mulai dari Wajib Pajak
mengajukan permohonan, kemudian petugas Kantor Pelayanan Pajak
memverifikasi permohonan tersebut, dilanjutkan dikirimkan ke Kantor
Direktur Jenderal Pajak.
3. Sumber Data
Apabila penulis sudah menentukan suatu obyek pengamatan,
maka langkah selanjutnya adalah menetapkan sumber mana yang paling
diperlukan dan tepat untuk dimanfaatkan bagi pengamatan tersebut.
Yang dimaksud sember data dalam pengamatan ini adalah subyek
21
darimana data diperoleh. Adapun sumber data yang digunakan dalam
pengamatan ini menurut H.B Sutopo (2002:49-54) adalah sebagai
berikut:
a. Narasumber,
Informan menurut H.B Sutopo (2002:50) adalah seseorang
atau sekelompok orang yang mengetahui secara jelas tentang suatu
keadaan sehingga dapat memberikan informasi. Dengan memberikan
beberapa pernyataan yang sudah terstruktur kemudian satu persatu
diperdalam untuk memperoleh keterangan yang lebih lanjut.
Penulis memperoleh data dari hasil wawancara kepada pihak-
pihak yang memahami hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan
dan pengamatan. Dalam hal-hal pengamatan ini penulis
mendapatkan data dari Narasumber (informan) yaitu pegawai Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Surakarta pada bagian unit Seksi
Pelayanan.
Selain dari Seksi Pelayanan, penulis memperoleh sumber dari
Wajib Pajak yang sedang melakukan permohonan penghapusan
sanksi atas pembetulan Surat Pemberitahuan yang dilakukan di
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta.
b. Peristiwa, aktivitas dan perilaku
H.B Sutopo (2002:51-52) dalam buku yang berjudul “Metode
Penelitian Kualitatif” mengemukakan bahwa dari peristiwa atau
aktivitas, penulis bisa mengetahui proses bagaimana sesuatu terjadi
secara lebih pasti karena menyaksikan sendiri secara langsung.
1) Peristiwa yaitu sebagai sumber data memang sangat beragam,
dari berbagai peristiwa, baik yang terjadi secara sengaja maupun
tidak, aktivitas rutin yang berulang atau hanya satu sekali terjadi,
aktivitas yang formal ataupun yang tidak formal, dan juga yang
tertutup ataupun yang terbuka untuk bisa diamati oleh siapa saja.
2) Aktivitas merupakan kegiatan yang formal dan bisa diamati oleh
siapa saja tanpa persyaratan tertentu.
22
3) Perilaku yaitu dengan berbagai permasalahan yang memerlukan
pemahaman lewat kajian terhadap perilaku atau sikap dari para
pelaku dalam aktivitas yang dilakukan atau yang terjadi
sebenarnya secara langsung.
c. Dokumen
H.B Sutopo (2002:54), mengemukakan bahwa “dokumen
merupakan bahan tertulis yang berkaitan denngan suatu peristiwa
atau aktivitas tertentu, yaitu merupakan rekaman tertulis bisa berupa
gambar atau atau benda peninggalan yang berkaitan dengan
peristiwa tertentu) dan rekaman yang bersifat formal dan terencana
dalam organisasi.”
Dokumen yang diperoleh penulis yaitu dokumen-dokumen
pendukung mengenai prosedur penghapusan sanksi administrasi atas
pembetulan surat pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan
Wajib Pajak Orang Pribadi, meliputi jumlah Wajib Pajak yang
menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT), Wajib Pajak yang
mengajukan Permohonan Pembetulan di Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Surakarta berdasarkan ijin dari pihak perusahaan.
4. Teknik Pengumpulan Data
H.B Sutopo (2002:58), teknis pengumpulan data dapat diuji
keaslian dokumen tertentu guna mendapatkan data yang diperlukan
untuk menjawab permasalahannya. Dokumen yang digunakan dalam
pengamatan ini, antara lain:
a. Observasi
Menurut H.B Sutopo (2002:64) “Teknik observasi digunakan
untuk menggali data dari sumber data yang berupa peristiwa, tempat,
atau lokasi, benda serta rekaman gambar”. Observasi dapat
dilakukan secara langsung dengan mengambil peran atau tidak
berperan. Dalam pemaparan tersebut penulis melakukan observasi
langsung melalui pengamatan dan pencatatan secara sistematik
23
terdapat aktivitas-aktivitas yang terjadi pada seksi Pelayanan pada
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta dan penulis juga
menggunakan observasi berperan aktif dan observasi berperan pasif.
Observasi berperan aktif ini merupakan cara khusus dan peneliti
tidak bersikap pasif sebagai pengamat, tetapi memainkan berbagai
peran yang dimungkinkan dalam suatu situasi yang berkaitan dengan
penelitiannya, dengan mempertimbangkan akses yang bisa
diperolehnya dan dimanfaatkan bagi pengumpulan data. Pengamatan
ini dilakukan selama satu bulan, terhitung dari 18 Januari sampai
dengan 17 Februari 2016 di Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Surakarta.
b. Wawancara
H.B Sutopo (2002;58), wawancara yaitu cara untuk
mendapatkan informasi dengan bertanya langsung kepada responden
atau pihak yang dianggap komitmen. Teknik ini dipakai penulis agar
data yang diperoleh lebih hidup dan lengkap. Teknik wawancara
yang penulis gunakan adalah wawancara mendalam dimana
pertanyaan yang mengarah pada kedalaman informasi.
Wawancara yang dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak
Surakarta bagian Pelayanan bersama Bapak Muhammad Taufiq yang
dilakukan secara informal dan dilakukan beberapa kali untuk
mendapatkan kejelasan tentang jumlah wajib pajak, Jumlah yang
mengajukan Pembetulan, dan Tata cara penghapusan sankis yang
dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama tersebut.
c. Pencatatan Dokumen
Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data yang
dilakukan dengan mengambil catatan-catatan dan arsip-arsip yang
diperlukan yang berkaitan dengan obyek pengamatan H.B. Sutopo
(2002:54). Dalam mengkaji dokumentasi, pengamatan perlu menguji
keaslian dokumen tersebut, dengan kesaksian seseorang yang tahu,
atau dengan mengkaji beragam aspek formalnya. Teknik
24
pengumpulan data dilakukan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Surakarta yang dilakukan dengan cara pengumpulan data dengan
mempelajari secara tertulis kegiatan penghapusan sanksi
administrasi atas pembetulan Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak
Penghasilan Orang Pribadi, mulai dari proses jumlah Wajib Pajak,
jumlah Wajib Pajak Pembetulan, jumlah yang mengajukan
permohonan penghapusan, selanjutnya petugas Kantor Pelayanan
Pajak Pratama Surakarta menverifikasi data tersebut, kemudian data
tersebut dikirim ke Kantor Direktur Jenderal Pajak (Kanwil).
d. Studi Pustaka
Merupakan suatu metode pengumpulan data dengan cara
mengumpulkan data dan membaca buku-buku dari sumber
kepustakaan atau sumber lain yang berkaitan dengan Prosedur
Penghapusan Sanksi Administrasi atas Pembetulan Surat
Pemberitahuan (SPT) Pajak Penghasilan Orang Pribadi dan laporan
penelitian-penelitian sebelumnya yang sesuai dengan pengamatan.
5. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis interaktif.
H.B Sutopo (2002:61-63), teknik analisis interaktif yaitu teknik analisis
data kualitatif yang dilakukan secara interaktif dan berlangsung terus
menerus sampai tuntas sehingga data akan terkumpul semua dan
berperan aktif serta interaktif depanjang proses pengamatan. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat gambar berikut ini:
25
Gambar 2.1
Model Analisis Interaktif
(Sumber: H. B Sutopo, 2002: 61- 63)
Dalam gambar diatas, dapat dijelaskan bahwa proses analisis
Interaktif terdapat tiga komponan utama, sebagai:
a. Reduksi Data
Komponen pertama dalam analisis yang merupakan proses seleksi,
pemfokusan, penyederhanaan, proses ini berlangsung terus
sepanjang pelaksanaan pengamatan
b. Sajian Data
Komponen analisis kedua yang merupakan suatu rakitan organisasi,
informasi, deskripsi dalam bentuk narasi yang memungkinkan
simpunan pengamatan dapat dilakukan
c. Penarikan Simpulan dan Verifikasi
Dari awal pengumpulan data, pengamatan sudah harus memahami
berbagai hal yang ditemui dengan melakukan pencatatan peraturan-
peraturan, pola-pola, pernyataan-penyataan dan berbagai proposi.