bab ii tinjauan pustaka - pakarteori.files.wordpress.com · dicurahkan untuk jenis tanaman sehingga...

14
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Sistem Tumpang Sari Tumpang sari digunakan untuk meningkatkan produktivitas lahan, mengurangi risiko usahatani, serta menjamin kelangsungan pendapatan. Dilakukan dengan pengusahaan tanaman semusim (khususnya untuk lahan-lahan datar/landai), dan penggunaan tanaman penaung produktif. Jenisnya disesuaikan dengan kebutuhan petani, peluang pasar, nilai ekonomi, dan iklim makro yang ada (Karya Tani Mandiri, 2010). Menurut (Thahir, 1985), keuntungan bentuk sistem tumpang sari ini meliputi: 1. Banyaknya tanaman per Ha mudah diawasi dengan mengatur jarak di antara dan di dalam barisan. 2. Karena mengandung lebih sedikit jenis-jenis tanaman maka perhatian lebih dapat dicurahkan untuk jenis tanaman sehingga tanaman yang ditanam dapat dicocokkan dengan iklim, kesuburan dan tekanan tanah. 3. Menghasilkan produksi lebih banyak untuk dijual ke pasar 4. Risiko kegagalan kurang dibandingkan dengan monokultur 5. Kemungkinan merupakan bentuk yang memberikan produksi tertinggi, karena penggunaan tanah dan sinar matahari lebih efisien, dan 6. Banyak kombinasi jenis-jenis tanaman dapat menciptakan stabilitas biologis terhadap serangan hama dan penyakit. Universitas Sumatera Utara

Upload: truongdung

Post on 04-Mar-2019

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Pustaka

2.1.1. Sistem Tumpang Sari

Tumpang sari digunakan untuk meningkatkan produktivitas lahan, mengurangi risiko

usahatani, serta menjamin kelangsungan pendapatan. Dilakukan dengan pengusahaan

tanaman semusim (khususnya untuk lahan-lahan datar/landai), dan penggunaan

tanaman penaung produktif. Jenisnya disesuaikan dengan kebutuhan petani, peluang

pasar, nilai ekonomi, dan iklim makro yang ada (Karya Tani Mandiri, 2010).

Menurut (Thahir, 1985), keuntungan bentuk sistem tumpang sari ini meliputi:

1. Banyaknya tanaman per Ha mudah diawasi dengan mengatur jarak di antara dan

di dalam barisan.

2. Karena mengandung lebih sedikit jenis-jenis tanaman maka perhatian lebih dapat

dicurahkan untuk jenis tanaman sehingga tanaman yang ditanam dapat

dicocokkan dengan iklim, kesuburan dan tekanan tanah.

3. Menghasilkan produksi lebih banyak untuk dijual ke pasar

4. Risiko kegagalan kurang dibandingkan dengan monokultur

5. Kemungkinan merupakan bentuk yang memberikan produksi tertinggi, karena

penggunaan tanah dan sinar matahari lebih efisien, dan

6. Banyak kombinasi jenis-jenis tanaman dapat menciptakan stabilitas biologis

terhadap serangan hama dan penyakit.

Universitas Sumatera Utara

9

Selain memilki kelebihan, sistem pertanaman tumpang sari memilki beberapa

kekurangan diantaranya sebagai berikut :

1. Terjadi persaingan unsur hara antar tanaman.

2. Pertumbuhan tanaman akan saling menghambat.

2.1.2. Tomat

Tanaman tomat temasuk tanaman setahun (annual) yang berarti umur tanaman ini

hanya untuk satu kali periode panen. Setelah berproduksi, kemudian mati. Tanaman

ini berbentuk perdu atau semak dengan panjang biasa mencapai 2 m. Batang tomat

walaupun tidak sekeras tanaman tahunan, tetapi cukup kuat. Warna batang hijau dan

berbentuk persegi empat sampai bulat. Pada pemukaan batangnya ditumbuhi banyak

rambut halus terutama di bagian yang berwarna hijau. Di antara rambut-rambut

tersebut biasanya terdapat rambut kelenjar. Pada bagian buku-bukunya terjadi

penebalan dan kadang-kadang pada buku bagian bawah terdapat akar-akar pendek.

Sebagaimana tanaman dikotil lainnya, tanaman tomat berakar tunggang dan akar

samping yang menjalar tanah. Agar tanaman tomat dapat tumbuh secara optimal,

diperlukan iklim dan tanah seperti berikut:

1. Iklim dan Tanah

Tomat biasa hidup di dataran rendah sampai dataran tinggi, asal tanahnya tidak becek

atau tergenang. Sifat tanah yang cocok untuk tomat adalah tanah pH 5,5 – 6,5. Bila

target penanaman tomat adalah kegenjahannya, maka tomat cocok ditanam pada

tanah lempung berpasir yang baik drainasenya. Namun, bila yang ditargetkan adalah

Universitas Sumatera Utara

10

jumlah total produksi yang tinggi, maka tanah yang cocok adalah tanah lempung liat

dan lempung berdebu.

Tomat juga menyenangi tempat yang terbuka dan cukup sinar matahari. Kurangnya

sinar matahari menyebabkan pertumbuhan memanjang (etiolasi), lemah, dan pucat

karena pembentukan zat hijau daun tidak sempurna. Namun, sinar matahari yang

terlalu terik juga kurang baik karena transpirasi akan meningkat serta buah dan bunga

akan mudah gugur.

Tomat mempunyai rasa yang lezat ternyata tomat juga memiliki komposisi zat yang

cukup lengkap dan baik. Yang cukup menonjol dari komposisi tersebut adalah

vitamin A dan C. Berikut Tabel 3. Komposisi Zat Gizi Buah Tomat

Tabel 3. Komposisi Zat Gizi Buah Tomat

Zat Gizi Kandungan Gizi

Protein 1 g

Karbohidrat 4,2 g

Lemak 0,3 g

Kalsium (Ca) 5 mg

Fosfor (P) 27 mg

Zat besi (Fe) 0,5 mg

Vitamin A (karotena) 1.500 SI

Vitamin B (tiamin) 60 ug

Vitamin B2 (riboflavin) -

Vitamin C (asam askorbat) 40 mg

Bagian yang dapat dimakan 95% Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan

(Tim Penulis PS, 1997)

Universitas Sumatera Utara

11

2.1.3. Cabai

Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terung-terungan (Solanaceae). Keluarga

ini diduga memiliki sekitar 90 genus dan sekitar 2.000 spesies yang terdiri dari

tumbuhan herba, semak, dan tumbuhan kerdil lainnya. Dari banyaknya spesies

tersebut, hampir dapat dikatakan sebagian besar merupakan tumbuhan Negara tropis.

Secara umum cabai dapat ditanam di areal sawah maupun tegal, di dataran rendah

maupun tinggi, dan saat musim kemarau maupun musim penghujan. Namun

demikian, ada beberapa persyaratan tertentu yang harus diperhatikan agar tanaman

cabai dapat memberikan hasil yang baik. Agar mendapatkan hasil yang optimal,

berikut syarat tumbuh ideal bagi tanaman cabai:

1. Iklim

Cabai besar atau cabai merah, jenis cabai ini akan lebih sesuai bila ditanam di daerah

kering dan berhawa panas walaupun daerah tersebut merupakan daerah pegunungan.

Walaupun demikian, bila tanaman tersebut ditanam di daerah yang berkelembapan

tinggi dengan curah hujan per tahun 600 – 1.250 mm maka tanaman cabai mudah

diserang penyakit, terutama penyakit antrak (penyakit patek) yang sering menyerang

cabai dalam situasi yang sangat lembap.

2. Tanah

Tanah merupakan tempat tumbuh tanaman. Oleh karena itu, tanah harus subur dan

kaya akan bahan organik. Derajat keasaman tanahnya (pH tanah) antara 6,0 – 7,0,

tetapi akan lebih baik kalau pH tanahnya 6,5. Tanah harus berstruktur remah atau

Universitas Sumatera Utara

12

gembur. Walaupun demikian, cabai masih dapat ditanam di tanah lempung (berat),

tanah agak liat, tanah merah, maupun tanah hitam. Tanah yang demikian memang

harus diolah terlebih dahulu ditanami.

Secara umum buah cabai mempunyai banyak kandungan gizi yang masing-masing

jenisnya akan berlainan. Tabel 4. Menunjukkan kandungan gizi buah dari beberapa

jenis cabai, baik bentuk segar maupun kering.

Tabel 4. Kandungan Zat Gizi Buah Segar dan Kering Setiap 100 Gram Bahan

Kandungan Segar Kering

Cabai Cabai Cabai Cabai Cabai Cabai

Hijau Merah Rawit Hijau Merah Rawit

Kalori (kal) 23 31 103 - 311 -

Protein (g) 0,7 1 4,7 - 15,9 15

Lemak(g) 0,3 0,3 2,4 - 6,2 11

Karbohidrat(g) 5,2 7,2 19,9 - 61,8 33

Kalsium (mg) 14 29 45 - 160 150

Fosfor (mg) 23 24 85 - 370 -

Besi (mg) 0,4 0,5 2,5 - 2,3 9

Vit. A (SI) 260 470 11,050 - 576 1.000

Vit. B1 (mg) 0,05 0,005 0,05 - 0,04 0,5

Vit. C (mg) 84 18 70 - 50 10

Air (g) 93,4 90,9 71,2 - 10 8ml

b.d.d *) 82 85 85 - 85 85 Catatan : b.d.d = bagian yang dapat dimakan

Sumber : Departemen Kesehatan (Setiadi, 2004)

Universitas Sumatera Utara

13

2.2. Landasan Teori

2.2.1. Teori Usaha Tani

Ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengusahakan

dan mengkoordinir faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam sekitarnya sebagai

modal sehingga memberikan manfaat yang sebaik-baiknya. Sebagai ilmu

pengetahuan, ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara petani

menentukan, mengorganisasikan, dan mengkoordinasikan penggunaan faktor-faktor

produksi seefektif dan seefisein mungkin sehingga usaha tersebut memberikan

pendapatan semaksimal mungkin (Suratiyah, 2011).

2.2.1.1. Teori Biaya Usaha Tani

Menurut Soekartawi (1995), biaya usahatani diklasifikasikan menjadi dua, yaitu (a)

Biaya tetap (fixed cost) dan (b) Biaya tidak tetap (variable cost). Biaya tetap ini

umumnya didefinisikan sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya, dan terus

dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Jadi, besarnya

biaya tetap ini tidak tergantung pada besar-kecilnya produksi yang diperoleh. Di sisi

lain biaya tidak tetap atau biaya variabel biasanya didefinisikan sebagai biaya yang

besar-kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh.

2.2.1.2. Teori Penerimaan

Menurut Shinta (2011), penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang

dihasilkan dengan harga jual. Secara matematis dirumuskan sebagai berikut :

TR = Yi. Pi

Universitas Sumatera Utara

14

Bila komoditi yang diusahakan lebih dari satu maka rumusnya menjadi:

Keterangan :

TR = Total penerimaan monokultur

TRj = Total penerimaan join

Y = Produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani i

Py = Harga Y

n = jumlah macam tanaman yang diusahakan

2.2.1.3. Teori Pendapatan Usahatani

Menurut Soekartawi (1995), pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan

dan semua biaya. Jadi, secara matematis cara menghitung pendapatan usahatani pada

sistem monokultur adalah:

Keterangan :

Pd = Pendapatan usahatani

TR = Total penerimaan

TC = Total biaya

Menurut Mosher (1987), pendapatan total pada sistem tumpang sari adalah

pendapatan yang diperoleh dari pengurangan seluruh total penerimaan dari seluruh

Pd = TR - TC

TRj =

Universitas Sumatera Utara

15

jenis komoditi dan seluruh biaya dari seluruh jenis komoditi yang ditanami dalam

satu lahan.

Sehingga, secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:

Keterangan :

Pdj = Pendapatan join

TRj = Total penerimaan join

TCj = Total biaya join

i = komoditi (jenis komoditi budidaya)

n = jumlah komoditi

2.2.1.4. R/C Ratio

Menurut Soekartawi (1995), R/C adalah singkatan dari Return Cost Ratio, atau

dikenal sebagai perbandingan (nisbah) antara penerimaan dan biaya. Secara

matematik, hal ini dapat dituliskan sebagai berikut:

Keterangan:

TR = Total penerimaan

a = R/C

TR = Py.Y

TC = FC+VC

a = {(Py.Y)/(FC+VC)}

Universitas Sumatera Utara

16

TC = Total biaya

Py = Harga output

Y = output

FC = Biaya tetap (fixed cost)

VC = Biaya variabel (variabel cost)

R/C > 1 artinya suatu usahatani layak untuk diusahakan dan dikembangkan, R/C = 1

artinya suatu usaha tani mencapai titik impas (balik modal), dan R/C <1, artinya suatu

usahatani tidak layak diusahakan dan dikembangkan.

Menurut Shinta (2011), apabila komoditi yang diusahakan lebih dari satu, maka

rumusnya menjadi :

Keterangan :

Yi = Jumlah produk

Pi = Harga produk

Xn = Jumlah input

Pxn = Harga input

1..n = Jumlah jenis input

R/C≥1 artinya layak untuk diusahakan dan dikembangkan, R/C < 1 artinya tidak

layak untuk diusahakan dan dikembangkan.

=

Universitas Sumatera Utara

17

2.3. Penelitian Terdahulu

Pada penelitian yang dilakukan oleh Marlida Perdana Putri (2011) dengan judul

“Analisis Komparatif Usahatani Tumpang Sari Jagung dan Kacang Tanah dengan

Monokultur Jagung di Kabupaten Wonogiri” diperoleh kesimpulan bahwa besarnya

biaya mengusahakan pada usahatani monokultur jagung adalah Rp.

8.419.719,00/Ha/MT, besarnya penerimaan adalah Rp 14.313.521,00/Ha/MT.

Besarnya biaya mengusahakan pada usahatani tumpang sari jagung-kacang tanah

adalah Rp. 9.444.154,00/Ha/MT besarnya penerimaan adalah Rp.

17.896.633,00/Ha/MT, sehingga pendapatan yang diperoleh petani adalah Rp.

8.449479,00/Ha/MT. Usahatani tumpangsari jagung jagung kacang-tanah memiliki

pendapatan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan usahatani monokultur jagung

(Hasil uji t pendapatan menunjukkan bahwa thitung nilainya 6,24 lebih besar dari pada

ttabel yang nilainya 1,699). Usahatani tumpangsari jagung jagung-kacang tanah lebih

efisiensi menunjukkan bahwa thitung nilainya 4,672 lebih besar dari pada ttabel yang

nilainya 1,699.

Pada penelitian yang dilakukan Hidayani Tanjung (2005), dengan judul “Analisis

Usahatani Pola Tumpang Sari di Lahan Kering Berdasarkan Skala Usaha di Desa

Deram, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo diperoleh kesimpulan bahwa

tidak ada perbedaan nyata produktivitas per jenis tanaman pola tumpang sari antar

Universitas Sumatera Utara

18

skala usaha, tidak ada perbedaan nyata biaya produksi, penerimaan dan pendapatan

bersih usahatani pola tumpang sari antar skala usaha. Faktor sarana produksi, luas

lahan dan tenaga kerja berpengaruh nyata (secara simultan) terhadap produktivitas,

biaya produksi dan pendapatan bersih usahatani.

2.4. Kerangka Pemikiran

Dalam usaha agribisnis, petani merupakan manajer di lahannya sendiri. Petani yang

mengatur apa yang akan ditanam, dengan sistem monokultur atau tumpang sari di

lahan petani itu sendiri. Petani cenderung menanam secara monokultur apabila lahan

yang mereka miliki cukup luas pada satu jenis komoditi. Namun, apabila lahan petani

cenderung sempit maka sistem yang dilakukan biasanya adalah sistem tumpang sari.

Penggunaan lahan di lahan yang sempit merupakan kreativitas petani, petani

menanam lebih dari satu jenis tanaman di lahan yang sama atau sering disebut

tumpang sari.

Pola pertanaman tumpang sari sama umur secara agronomis diketahui keuntungannya

yaitu frekuensi panen serta pendapatan petani dapat ditingkatkan, mengurangi risiko

tidak berhasilnya pertanaman bila tenaga tumbuh dari beberapa jenis tanaman jelek,

distibusi tenaga yang merata sepanjang tahun yang sangat berbeda dengan sistem

monokultur, pengolahan tanah pada sistem tumpang sari minimal karena pengerjaan

tanah dan pemeliharaan tanaman per jenis tanaman akan lebih hemat dibandingkan

dengan pengerjaan tanah, dan pemeliharaan tanaman secara monokultur tanpa

penyisipan di dalamnya.

Universitas Sumatera Utara

19

Produksi merupakan hal yang ditunggu petani dalam melakukan usaha agribisnis,

biasanya produksi yang dihasilkan tergantung bagaimana cara petani merawat usaha

agribisnisnya sendiri. Untuk menghasilkan produksi yang bagus tentu saja petani

perlu mengeluarkan biaya-biaya pengeluaran untuk kelangsungan produksi tomat dan

cabai di lahan yang sama atau sering disebut biaya produksi. Biaya-biaya yang

dikeluarkan pada cabai monokultur, tomat monokultur, dan sistem tumpang sari

tomat-cabai tentu saja berbeda.

Penerimaan adalah hasil perkalian antara produksi dan harga penjualan. Dimana

produksi adalah hasil panen yang ditunggu petani dalam usaha agribisnis nya, harga

penjualan dalam hal ini sangat fluktuatif. Masalah ini terutama pada tanaman yang

ditumpangsarikan yaitu tomat dan cabai. Begitu juga dengan sistem monokultur yaitu

cabai monokultur dan tomat monokultur, harga masing-masing komoditi sangat

fluktuatif di pasar.

Pendapatan adalah hasil penerimaan dikurangi seluruh biaya yang dikeluarkan pada

saat kelangsungan usaha agribisnis. Sistem cabai monokultur, tomat monokultur dan

sistem tumpang sari tomat-cabai tentu saja memiliki pendapatan yang berbeda-beda.

Selanjutnya, dilakukan perbandingan analisis R/C Ratio Return Cost Ratio untuk

mengetahui kelayakan usaha agribisnis untuk dikembangkan. Apabila R/C Ratio >1

maka usaha agribisnis tersebut layak untuk diusahakan dan dikembangkan, R/C Ratio

= 1 maka usaha agrbisnis tersebut mencapai titik impas, R/C Ratio <1 maka usaha

Universitas Sumatera Utara

20

agribisnis tersebut tidak layak untuk diusahakan dan dikembangkan. Dari analisis

inilah terbukti sistem tanam apa yang lebih layak diusahakan dan dikembangkan.

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran

Keterangan : = menyatakan pengaruh

= menyatakan hubungan

Petani

Monokultur

Tumpang Sari

Cabai Produksi Penerimaan Pendapatan R/C Ratio

Harga Biaya Produksi Input

Tomat Produksi Penerimaan Pendapatan R/C Ratio

Input Harga Biaya Produksi

Tomat

+

Cabai Produksi Penerimaan Pendapatan R/C Ratio

Input Harga Biaya Produksi

Universitas Sumatera Utara

21

2.5 Hipotesis Penelitian

1. Besar penggunaan biaya produksi usaha agribisnis pola tanam tumpang sari lebih

tinggi apabila dibedakan dengan pola monokultur.

2. Penerimaan hasil penjualan dan pendapatan bersih secara pola tumpang sari lebih

tinggi apabila dibedakan dengan pola monokultur.

3. Usaha agribisnis pola tumpang sari menghasilkan R/C Ratio lebih tinggi apabila

dibedakan dengan pola monokultur di daerah penelitian.

Universitas Sumatera Utara