bab ii tinjauan pustaka merupakan penyakit dengan
TRANSCRIPT
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Demam Berdarah Dengue (DBD)
2.1.1 Pengertian Demam Berdarah Dengue
Demam berdarah dengue (Dengue Haemorraghic Fever) merupakan penyakit
infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri
otot dan/atau nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfademopati, diaesis
hemoragik dan perembesar plasma yang di tandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan
hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh ( Nisa, 2015).
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit menular yang
sering menimbulkan wabah dan menyebabkan kematian terutama pada anak. penyakit
DBD adalah penyakit infeksi oleh virus Dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk
Aedes aegypti, dengan ciri demam tinggi mendadak disertai manifestasi pendarahan
dan bertendensi menimbulkan rejatan (shock) dan kematian (Ditjen PPM&PI,2015)
Tidak semua yang terinfeksi virus dengue akan menujukkan manifestasi DBD berat. Ada
yang hanya bermanifestasi demam ringan yang akan sembuh dengan sendirinya atau
bahkan ada yang sama sekali tanpa gejala sakit (asimtomatik). Sebagian lagi akan
menderita demam dengue saja tidak menimbulkan kebocoran plasma dan
menyebabkan kematian (Kemenkes RI, 2013).
9
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau yang disebut juga Dengue
Haemorrahahig fever (DHF) merupakan salah satu penyakit menular yang disebabkan
oleh virus Dengue dengan gejala demam dan pendarahan serta dapat menyebar
dengan cepat di masyarakat karena vektornya tersedia, yaitu Aedes aegypti (Hutapea,
2015) Penyakit ini dapat menyebabkan kematian dalam waktu yang singkat dan dapat
menimbulkan wabah. DBD ditemukan di daerah tropis dan subtropis diseluruh dunia
(Elindra, 2015).
2.1.2 Etiologi DBD
DBD diketahui disebabkan oleh virus dengue. virus dengue merupakan
Mukleokapsid ikosahedral dan dibungkus oleh lapisan kapsul lipid. Virus ini termasuk
termasuk kedalam kelompok arbovirus B, flaviviridae, genus flavivirus. Flavivirus
merupakan virus yang berbentuk sferis, berdiameter 45-60 nm, mempunyai RNA positif
sense yang terselubung, bersifat termolabil, sensitif terhadap inaktivasi oleh dietel eter
natrium dioksikolat, stabil pada suhu 70oc (Hadinegoro, 2011)
Vektor utama dengue di Indonesia adalah Aedes aegypti betina, disamping pula
Aedes albopictus betina . Ciri-ciri nyamuk penyebab penyakit demam berdarah
(nyamuk aedes aegypti) (Shu PY, 2016) :
Badan kecil, warna hitam dengan bintik-bintik putih
Hidup di dalam dan sekitar rumah
Mengigit/ mengisap darah pada siang hari
Senang hinggap pada pakaian yang bergantung di daalam kamar
10
Bersarang dan bertelur di genangan air jernih di dalam dan di sekitar rumah
bukan di got/comberan
Di dalam rumah : bak mandi, tampayan, vas bunga, tempat minum burung,
dan lainnya.
Virus dengue memiliki 4 tipe penyebab DBD, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan
DEN-4. Tiap virus dapat dibedakan melaui isolasi virus di laboratorium infeksi oleh satu
tipe virus dengue akan memberikan imunitas yang menetap terhadap infeksi virus yang
sama pada masa yang akan datang. Namun hanya memberikan imunitas sementara
dan parsial terhadap infeksi tipe virus lainnya (Ginanjar, 2015).
Virus akan ditularkan pada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypty
memerlukan 8-10 hari untuk menyelesaikan masa inkubasi ekstrinsik dari lambung
sampai kelenjar ludah nyamuk tersebut. Sebelum demam muncul pada penderita,
virus ini sudah terlebih dulu berada dlam darah 1-2 hari. Setelahnya penderita berada
dalam kondisi virenia selama 4-7 hari (Ginanjar, 2015).
2.1.3 Gejala klinis
Gejala klinis mungkin timbul paska-infeksi virus dengue sangat beragam, mulai
dari demam tidak spesifik (sindrom infeksi demam virus ), demam dengue, demam
berdarah dengue (DBD), hingga yang terberat sindrom syok dengue (Ginanjar,2008).
Pada penderita penyakit DBD dapat ditemukan gejala-gejala klinis dan
laboratorium, sebagai berikut ( Tumbelaka, 2014) :
1. kriteria klinis
11
a. Demam tinggi yang berlangsung dalam waktu singkat antara 2-7 hari, yang dapat
mencapai 40oc. demam sering disertai gejala tidak spesifik, seperti tidak nafsu
makan (anoreksia), lemah badan (malaise), nyeri sendi dan tulang serta rasa sakit
daerah bola mata (retro-orbita) dan wajah yang kemerah-merahan ( flusing).
b. Tanda-tanda pendarahan seperti mimisan (epitaksis), perdarahan gusi, perdarahan
pada kulit seperti tes Rumpeleede (+), tekiae dan ekimosis, serta BAB berdarah
berwarna kehitaman (melena).
c. Pembesaran organ hati (hepatomegali)
d. Kegagalan sirkukasi darah yang ditandai dengan denyut nadi yang teraba lemah
dan cepat, ujung-ujung jari terasa dingin serta dapat disertai penurunan kesadaran
renjatan (syok) yang dapat menyebabkan kematian.
2. Kriteria Laboratoris
Diagnosis penyakit DBD ditegakkannya berdasarkan adanya dua kriteria klinis atau
lebih, ditambah dengan adanya minimal satu kriteria laboratoris.
Kriteria laboratories meliputi penurunan jumlah trombosit ( trombositopenia) ≤
100.000/mm3 dan peningkatan kadar hematokrit > 20% dari normal.
3. Derajat Keparahan/ Besar penyakit DBD
Derajat keparahan penyakit DBD berbeda-beda menurut tingkat keparahannya.
Tingkat keperahan DBD terbagi menjadi :
a. Derajat 1 : badan panas selama 5-7 hari, gejala umum tidak khas.
12
b. Derajat 2 : seperti derajat 1, disertai pendarahan spontaan pada kulit berupa
ptekiae dan ekimosis, mimisan (epistaksis), muntah darah ( hematemesis), buang
air besar berdarah berwarna merah kehitaman ( melena), perdarahan gusi,
perdarahan rahim (uterus), telinga dan sebagainya.
c. Derajat 3 : ada tanda-tanda kegagalan sirkulasi darah, seperti denyut nadi teraba
lemah dan cepat (>120x/menit), tekanan nadi selisih antara tekanan darah sistolik
dan diastolik menyempit (<120mmHg). DBD derajat 3 merupakan peringatan awal
yang mengarah pada terjadinya renjatan (syok).
d. Derajat 4 : denyut nadi tidak teraba, tekanan darah tidak terukur, denyut jantung
.140x/menit, ujung-ujung jari kaki dan tangan terasa dingin, tubuh berkeringat,
kulit membiru. DBD derajat 4 merupakan manifestasi syok, yang sering kali
berakhir dengan kematian.
2.1.4 Epidemiologi
1. Distribusi penyakit DBD menurut orang
Menurut WHO (2011) DBD dapat menyerang semua umur walaupun sampai
saat ini DBD lebih banyak menyerang anak-anak tetapi decade terakhir DBD terlihat
kecendrungan kenaikan proporsi pada kelompok dewasa, karena pada kelompok umur
ini mempunyai mobilitas tinggi dan sejalan dengan perkembangan trasportasi yang
lancer, sehingga memungkinkan tertular virus dengue lebih besar.
Pada awal epidemic, jenis kelamin pernah ditemukan perbedaan nyata antara
anak laki-laki dan perempuan. Beberapa Negara melaporkan banyak kelompok wanita
13
dengan Dengue Shock Syndrome (DDS) menunjukkan angka kemtian lebih tinggi dari
pada laki-laki. Singapura dan Malaysia pernah mencatat adanya perbedaan angka
kejadian infeksi di antara kelompok etnik. penduduk cina banyak terserang DBD dari
pada yang lain (Soegijanto,2013).
2. Distribusi penyakit DBD berdasarkan tempat
Penyakit DBD dapat menyebar pada semua tempat kecuali tempat-tempat
dengan ketinggian 100 meter dari permukaan laut karena pada tempat yang tinggi
dengan suhu yang rendah siklus perkembangan Aedes aegypti tidak sempurna (
Depkes RI,2013).
Depkes (2013), menyebutkan bahwa dalam kurun waktu 30 tahun sejak
ditemukan virus dengue di Surabaya dan Jakarta, baik dalam jumlah penderita maupu
daerah penyebaran penyakit meningkat pesat. Hingga saat ini DBD telah ditemukan di
seluruh provinsi di Indionesia dan 200 kota telah melaporkan adanya kejadian luar
biasa dengan IR meningkat dari 0,005 per 100.000 penduduk pada tahun 1968 menjadi
26-27 per 100.000 penduduk pada tahun 2004.
Meningkatkan jumlah kasus serta bertambahnya wilayah yang terjangkit
disebabkan karena semakin baiknya sarana trasnportasi, adanya pemukiman baru dan
terdapat vector penyakit nyamuk hampir seluruh wilayah Indonesia ( Depkes RI, 2013).
3.Distribusi Penyakit DBD Berdasarkan Waktu
Menurut Achmadi (2011), menyebutkan bahwa epidemic DBD di negara-negara
4 musim berlangsung pada musim panas walaupun ditemukan kasus DBD yang
14
sporadic pada musim dingin. Negara-negara kawasan Asia Tenggara, epidemic DBD
terutama terjadi pada musim hujan. Epidemi DBD yang berlangsung pada musim
hujan, erat kaitannya dengan kelembaban yang tinggi pada musism hujan. Kelembaban
yang tinggi merupakan lingkungan yang optimal bagi masa inkubasi (dapat
mempersingkat masa inkubasi) dan juga dapat meningkatkan aktivitas vektor penular
virus DBD.
2.1.5 Vektor Demam Berdarah Dengue (DBD)
Vektor Demam Berdarah Dengue yang utama di Indonesia adalah Aedes aegypti.
yang keberadaannya hingga dewasa ini masih tersebar di seluruh pelosok tanah air
dari 7 kota di pulau sumatera dan Kalimantan, menunjukkan bahwa rata-rata
persentase rumah dan tempat umum yang ditemukan jentik (premis index) masih
cukup tinggi, yaitu sebesar 28 % (WHO, 2012)
Ciri-ciri nyamuk yang menularkan penyakit DBD dengan nama Aedes aegypti
adalah sebagai berikut: berwarna hitam dengan loreng putih di sekujur tubuh nyamuk;
bisa terbang hingga radius 100 meter dari tempat menetas; nyamuk betina
membutuhkan darah setiap 2 hari sekali; nyamuk betina menghisap darah pada pagi
hari dan sore hari; senang hinggap di tempat gelap dan benda tergantunng didalam
rumah; hidup di lingkungan rumah; bangunan dan gedung; nyamuk bisa hidup sampai
2/bulan dengan rata-rata 2 minggu (Hindra, 2008)
Tempat yang bisa dijadikan tempat berterlur (kembangbiak) adalah di tempat
yang tergenang air bersih dalam waktu lama seperti bak mandi, Vas bunga, kaleng
15
bekas, pecahan botol, penampungan air, lubang WC, talang air, dan lain sebagainya. Air
kotor seperti got, air keruh, air empang, genangan yang berhubungan langsung dengan
tanah bukan tempat yang cocok bagi nyamuk Aedes bertelur (Damara, 2011).
Nyamuk penyebab DBD bertelur dengan ciri sebagai berikut: jumlah telur bisa
mencapai 100 buah, warna telur hitam dengan ukuran rata-rata 0,8mm, menetas
setelah 2 hari terendam air bersih, jika tidak ada air maka telur akan tahan menunggu
air selama 6 bulan. Setelah telur menetas lalu menjadi jentik nyamuk dengan ciri-ciri:
gerakan lincah dan bergerak aktif di dalam air bersih dari bawah permukaan untuk
mengambil udara nafas lalu kembali lagi ke bawah, memiliki ukuran 0,5 s-d 1 cm, jika
istirahat jentik terlihat tegak lurus dengan permukaan air, setelah 6-8 hari akan
berubah menjadi kepompong nyamuk. Kepompong nyamuk Aedes aegypti memiliki ciri
seperti di bawah ini: bergerak lambat di dalam air bersih, sering berada di permukaan
air, memiliki bentuk tubuh seperti koma, setelah usia 1-2 hari maka kepompong siap
berubah menjadi nyamuk baru dan siap mencelakakan umat manusia yang ada di
sekitarnya (Ginanjar, 2009).
2.1.6 Kebiasaan Nyamuk Aedes Aegypti
1. Kebiasaan Mengigit
Sifat nyamuk Aedes aegypti lebih menyukai mengigit manusia di siang hari dan sore
beristirahat didalam rumah atau bangunan (endoking dan eksofilling) nyamuk aktif
mengigit pada pukul 08:00-13:00 dan sore hari pukul 15:00-17:00 (Kemenkese RI, 2008)
2. Kebiasaan Mendapatkan Sumber Darah
16
Nyamuk aedes aegypti betina menghisap darah untuk proses pematangan
telurnya. Berbeda dengan nyamuk betina, nyamuk jantan tidak memerlukan darah,
tetapi menghisap sari bunga atau vector, jadi, nyamuk betinanlah yang berbahaya
(Kemenkes RI, 2008).
2.1.7 Diagnosis Banding
a. Pada awal perjalanan penyakit, diagnosis banding mencakup infeksi bakteri, virus
atau infeksi parasit seperti demam tifoit, campak, Influenza, hepatitis, demam
chikungunya, leptospirosis, dan malaria.
b. Perdarahan seperti petekei dan ekimosis ditemukan pada beberapa penyakit
infeksi misalnya sepsis dan meningitis maningokokus.
c. Idiopathic thrombocytopenic purpura (ITP) sulit dibedakan dengan demam
berdarah dengue derajat II, oleh karena didapatkan demam disertai perdarahan
dibawah kulit.
d. Perdarahan dapat juga terjadi pada leukemia stadium lanjut dan anemia aplastik
stadium lanjut (Depkes RI, 2011)
2.1.8 Cara Penularan
Virus berkembang dalam tubuh nyamuk selama 8-10 hari terutama dalam
kelenjar air liurnya, dan jika nyamuk ini mengigit orang lain maka virus dengue akan
dipindahkan bersama air liur nyamuk. Dalam tubuh manusia, virus akan berkembang
salama 4-6 hari dan orang tersebut akan mengalami sakit demam berdarah dengue.
17
Virus dengue memperbanyak diri dalam tubuh manusia dan berada dalam darah
selama satu minggu (Widoyono, 2008).
2.1.9 Pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD)
Dalam upaya pencegahan DBD ( Demam Berdarah Dengue), keluarga sebagai
salah satu manifestasi kelompok merupakan unit kelompok terkecil dari masyarakat
yang terdiri darai kepala keluarga dan anggota keluarga lainnya yang berkumpul dan
tinggal dalam satu rumah tangga karna pertalian darah dan ikatan keluarga atau
adopsi dimana satu dengan lainnya saling bergantungan dan berintraksi. Penerapan 3M
Plus (mengubur, menutup, membersihkan tempat genangan air serta memberikan
bubuk abate) yang dilakukan keluarga di rumah tangga merupakan factor yang
menentukan dalam keberhasilan pemberantasan DBD. Keberhasilan ini dikarenakan
kelompok keluarga merupakan kelompok kecil pada masyarakat. kelompok keluarga
yang efektif dalam partisispasi pengendaliaan DBD tentunya akan berakibat positif
dalam program pencegahan DBD ( Kemenkes RI, 2011).
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vector, yaitu
nyamuk aedes aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan
menggunakan beberapa metode yang tepat yaitu, :
1. Menjaga kebersihan lingkungan
Lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan
pemberantasan sarang nyamuk (TSN), pengelolaan sampah padat modifikasi tempat
18
perkembangbiakan nyamuk hasil sampling kegiatan manusia dan perbaikan desain
rumah (Nurjannah, 2013) sebagai contoh :
a. Menguras bak mandi/penampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu.
b. Mengganti/menguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali.
c. Menutup dengan rapat tempat penampungan air.
d. Mengubur kaleng-kaleng bekas, aki bekas, dan ban bekas di sekitar rumah dan lain
sebagainya (Nurjannah, 2013).
2. Biologis
pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik(
ikan adu/ikan cupang), dan baketi (Bt.H-14)( Nurjannah, 2013)
Upaya pengendalian secara biologis juga dapat dilakukan seperti pemanfaatan
agent biologis untuk pengendalian vektor DBD. Beberapa agen biologis yang sudah
digunakan dan terbukti mampu mengendalikan populasi vector DBD adalah dari
kelompok bakteri, predator seperti ikan pemakan jentik dan cyclop (copepod),
(Sukowati, 2010)
3. Kimiawi
Pengendalian secara kimiawi juga masih sering digunakan baik bagi program
pengendalian DBD dan masyarakat. Penggunaan insektisida dalam pengendalian vector
DBD bisa mengguntungkan sekaligus merugikan. Insetisida jika digunakan secara tepat
sasaran, tepat dosis, tepat waktu dan cakupan akan mampu mengendalikan vector dan
mengurangi dampak negativ terhadap lingkungan orgasme yang bukan sasaran.
19
Penggunaan Inteksida dalam jangka tertentu akan menimbulkan resistensi vector.
Intektisida untuk pengendalian DBD harus digunakan dengan bijak dan merupakan
media yang ampuh untuk pengendalian vector ( Sukowati, 2010).
Cara pengendalian ini antara lain dengan : pengasapan/ foging dengan
menggunakan malation dan fention, berguna untuk mengurangi kemungkinan
penularan sampai batas waktu tertentu. Memberikan bubuk abate (pemephon) pada
tempat-tempat penampungan air seperti, gentong air, vas bunga, kolam, dan lain-lain.
Cara yang paling efektif dalam mencegah penayakit DBD adalah dengan
mengkombinasikan cara-cara diatas, yang disebut dengan “ 3M Plus”, yaitu menutup,
menguras, menimbun, selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara
ikan pemakan jentik menebur larvasida, menggunakan kelambu pada waktu tidur,
memasang kasa, menyemprot dengan insektisida, menggunakan repellent, memasang
obat nyamuk, dan memeriksa jentik berkala (Nurjannah, 2013)
2.1.10 Pengobatan Demam Berdarah Dengue (DBD)
Pengobatan yang spesifik untuk DBD tidak ada, karena obat terhadap virus
dengue belum ada. Oleh karena itu prinsip dasar pengobatan penderita DBD adalah
penggantian cairan tubuh yang hilang karena kebocoran plasma ( Kemenkes RI, 2011).
2.2 Faktor Yang Berhubungan Dengan kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue
(DBD)
Penyakit menular merupakan hasil perpaduan berbagai faktor yang saling
mempengaruhi. Faktor tersebut yaitu lingkugan (environment), agen penyebab
20
penyakit (agent), dan pejamu (host). Ketiga faktor ini penting disebut sebagai segitiga
epidemiologi (epidemiological triangle). Hubungan ketiga faktor tersebut digambarkan
secara sederhana sebagai timbangan, yaitu agen penyebab penyakit pada suatu sisi dan
pejamu pada sisi yang lain dengan lingkungan sebagai penumpunya (Budiarto,dkk.
2003).
Bila agen penyakit dengan pejamu berda dalam keadaan seimbang, maka
seseorang berada dalam keadaan sehat. Perubahan keseimbangan akan menyebabkan
seseorang sehat atau sakit. Penurunan daya tahan tubuh seseorang akan menyababkan
bobot agen penyabab penyakit menjadi lebih berat sehingga seseorang menjadi sakit.
Demikian pula bila agen penyakit lebih banyak atau lebih ganas sedangkan faktor
pejamu tetap, maka bobot agen penyabab menjadi lebih berat. Sebaliknya bila daya
tahan tubuh seseotrang baik atau meningkat maka ia dalam keadan sehat. Apabila
faktor lingkungan berubah menjadi cenderung menguntungkan agen penyabab
penyakit, maka orang akan sakit . pada prakteknya seseorang menjadi sakit akibat
pengaruh berbagai faktor berikut (Widoyono, 2008)
2.2.1 Faktor Pejamu (host)
Virus dengue dapat menginfeksi manusia dan beberapa spesies primata.
Manusia merupakan reservoir utama virus dengue di daerah perkotaan. Beberapa
variabel yang berkaitan dengan karakteristik pejamu adalah umur, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan, imunitas, status gizi dan perilaku.
a. Umur Dan Jenis Kelamin
21
Selama awal tahun epidemi pada setiap negara penyakit demam berdarah
dengue ini kebanyakan menyerang anak-anak dan 95% kasus dilaporkan berumur
kurang dari 15 tahun. Walaupun demikian, berbagai negara melaporkan bahwa kasus-
kasus dewasa meningkatkan selama kejadian luar biasa.
Kelompok resiko tinggi meliputi anak berumur 5-9 tahun. philipina dan Malaysia
melaporkan banyak kasus berumur lebih 15 tahun. Walaupun Thailand, Myanmar,
Iindonesia dan Vietnam tetap melaporkan banyak kasus di bawah 14 tahun. Jenis
kelamin pernah ditemukan perbedaan nyata diantara anak laki- laki dan wanita.
Bebarapa Negara melaporkan banyak kelompok wanita mewujudkan angka kematian
yang tinggi dari pada laki-laki (Azwar, 2007).
b. Pendidikan
Pendidikan adalah suatu proses atau kegiatan untuk mengembangkan
kepribadian dan kemampuan individu atau masyarakat. Ini berarti bahwa pendidikan
adalah suatu pembentukan watak yaitu sikap disertai kemampuan dalam bentuk
kecerdasan, pangetahuan dan keterampilan. Seperti diketahui bahwa pendidikan
formal yang ada di Indonesia adalah tingkat sekolah dasar, sekolah lanjutan tingkat
pertama, sekolah lanjut tingkat atas, tingkat akademik/perguruan tinggi. Tingkat
pendidikan sangat menentukan daya nalar seseorang yang lebih baik, sehingga
memungkinkan menyerab informasi-informasi juga dapat berpikir secara rasional
dalam menaggapi informasi tiap masalah yang dihadapi (Notoatmodjo,2007).
c. Pekerjaan
22
Pekerjaan lebih banyak dilihat dari kemungkinan keterpaparan khusus dan
derajat keterpaparan tersebut serta besarnya resiko menuntut sifat pekerjaan juga
akan berpengaruh pada lingkungan kerja sifat social dan sifat social ekonomi karyawan
pada pekerjaan tertentu (Notoatmodjo, 2007).
d. Imunitas dan status gizi
Status gizi didapat orang dari nutrisi yang diberikan padanya. Ada tiga jenis
kekurangan gizi; ada yang kurang secara kualitatif dan ada juga yang kurang kuantitatif,
serta kekurangan keduanya. Apabila kuantitas nutrisi cukup, tetapi kualitasnya kurang
maka orang dapat menderita berbagai kekurangan vitamin, Mineral, protein dan lainya.
Tetapi apabila orang kurang nutrisinya, maka ia akan menderita apa yang disebut
marasmus. kombinasi keduanya sering kali ditemukan bersama-sama dengan
kekurangan kuantitas makanan. Secara umum kekurangan gizi akan berpengaruh
terhadap kekuatan daya tahan dan respons imunologis terhadap dan keracunan
(Soemirat, 2000).
e. Ras (Suku Bangsa)
Kecendrungan penyakit menular tertentu untuk menyerang ras tertentu masih
banyak diperdebatkan karena faktor ini berbaur dengan faktor lainnya seperti daya
tahan tubuh, gaya hidup, lingkungan dan lain sebagainnya.
f. Perilaku
Perilaku kesehatan (Health Behaviuor) adalah respon seseorang terhadap
stimulasi atau objek yang berkaitan dengan sehat-sakit, penyakit dan faktor-faktor yang
23
mempengaruhi sehat-sakit (kesehatan) seperti lingkungan, makanan, minuman dan
pelayanan kesehatan. Dengan kata lain perilaku adalah semua aktivitas atau kegiatan
seseorang baik yang dapat diamati (observable) maupun yang tidak dapat diamati
(unobservable) yang berkaitan dengan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan.
Pemeliharaan kesehatan ini mencakup (Notoatmodjo, 2007).
Mencegah atau melindungi diri dari penyakit dan masalah penyakit lain,
meningkatkan kesehatan dan mencari penyembuhan apabila sakit atau terkena
masalah kesehatan. Oleh sebab itu perilaku kesehatan ini garis besarnya
dikelompokkan menjadi dua yakni:
1) perilaku orang yang sehat agar tetap sehat dan meningkat. Oleh sebab itu perilaku
ini disebut perilaku sehat (health behavior) yang mencakup perilaku-perilaku (overt
dan covert behavior) dalam mencegah atau menghindari dari penyakit dan
penyebab penyakit atau masalah atau penyebab masalah (perilaku preventif), dan
perilaku dalam mengupayakan meningkatknya kesehatan.
2) Perilaku orang yang sakit atau telah terkena masalah kesehatan untuk memperoleh
penyembuhan atau pemecahan maslaah kesehatannya. Oleh karena itu perilaku ini
disebut pencarian pelayanan kesehatan (health seeking behavior).
2.2.2 faktor Agent
Penularan demam berdarah dengue umumnya melalui gigitan nyamuk Aedes
aegypti meskipun dapat juga ditularkan oleh Aedes albopictus yang biasanya hidup di
kebun-kebun. Nyamuk penular demam berdarah dengue ini terdapat di seluruh
24
pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat dengan ketinggian lebih dari 1000 meter
di atas permukaan laut (Depkes RI, 2010).
a. Morfologi Dan Lingkaran Hidup
1) Morfologi
Nyamuk dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan rata-rata nyamuk
lain dan mempunyai warna dasar hitam dengan binti-bintik putih pada bagian
badan dan kaki.
Kepompong (pupa) berbentuk seperti koma. Bentuknya lebih besar namun lebih
ramping dibanding larva (jentik)nya. Pupa berukuran lebih kecil jika dibandingkan
dengan rata-rata pupa nyamuk lain.
Jentik (larva) ada 4 tingkat (instar) jentik sesuai dengan pertumbuhan larva
tersebut, yaitu:
a) Instar I : berukuran paling kecil, yaitu 1-2 mm
b) instar II: 2,5-3,8 mm
c) instar III: lebih besar sedikit dari larva instar II
d) instar IV: berukuran paling besar 5 mm
Telur berwarna hitam dengan ukuran ±0,80mm, berbentuk oval yang
mengapung ssatu persatu pada permukaan air yang jernih atau menempel pada
dinding tenpat penampungan air.
2) Lingkaran Hidup
25
Nyamuk Aedes aegypti seperti juga nyamuk Anophelini lainya mengalami
metaforfosis sempurna yaitu : telur – jentik –kepompong –nyamuk. Stadium telur,
jentik dan kepompong hidup didalam air. Pada umumnya telur kan menetas menjadi
jentik dalam waktu ±2 hari setelah telur terendam air. Stadium jentik biasanya
berlangsung 6-8 hari, dan stadium kepompong berlangsung antara 2-4 hari.
Pertumbuhan dari telur menjadi nyamuk dewasa selama 9-10 hari. Umur nyamuk
betina dapat mencapai 2-3 bulan.
2.2.3 Hubungan Pengetahuan Dengan Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue
(DBD)
Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan pengideraan terhadap suatu objek tertentu. Pengeideraan terjadi melalui
panca indra manusi, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.
Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga pengetahuan
merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang
(Notoatmodjo, 2007)
Maka dapat disimpulkan pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui
mengenai sesuatu hal. Hasil tahu Ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan
terhadap sesuatu objek Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau
pengalaman orang lain, bisa juga dari perasaan, akal, fikiran dan institusinya
(Notoadmodjo, 2007).
26
Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan adalah merupakan hasil”tahu” dan
mi terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yaitu indra penglihatan.
pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian pengetahuan manusia diperoleh
melalui mata dan telinga.
Penetitian Rogers (1974) dalam Notoatmodjo (2003) mengungkapkan bahwa
sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang
tersebut terjadi proses yang berurutan,yakni:
1. Awarenes (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahu
iterlebih dahulu terhadap stimulus (objek).
2. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Disini sikap subjek
sudah mulai timbul.
3. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi
dirinya. Hal ini sikap responden sudah lebih baik lagi.
4. Trial, subjek telah ini mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang di
kehendaki oleh stimulus.
5. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan
sikapnya terhadap stimulus
Menurut Bloom dalam Notoatmodjo (2003), pengetahuan yang dicakup
didalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat,yakni:
27
1. Tahu (know), diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali
atau recall terhadap suatu yang spesiftk dari seluruh bahan yang dipelajari atau
rangsangan yang telah diterima.
2. Memahami (comprehension), diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan
secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterupsi materi
tersebut secara benar. Seseorang telah paham terhadap objek atau materi harus
dapat menjelaskan, menyebutkan contoh dan menyimpulkannya. Seseorang
dinyatakan telah memahami penyakit DBD apabila menjelaskan secara lengkap
meliputi cara pencegahan, penularan dan penyebab penyakit DBD
3. Aplikasi (application), diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya)serta menggunakan
metode, rumus dan prinsip dalam kontek atau situasi lain.Seseorang anggota
masyarakat pada tingkat aplikasi dapat menerapkan teori dengan menggunakan
peralatan yang ada dalam usaha pencegahan Sederhana penyakit DBD dilingkungan
masing-masing.
4. Analisis (analysis), diartikan suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur
organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama yang lain. Kemampuan
masyarakat dalam menganalisis penyakit DBD dapat dilihat dari penggunaan kata-
kata: dapat menggambarkan,membedakan, memisahkan dan mengelompokkan
28
berbagai masalah mengenai penyakit DBD yang meliputi cara pencegahan,
penularan dan penyebab.
5. Sintesis (synthesis), menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menguhubungan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseleuruhan yang
baru.dengan kata lain sintesis itu sustu kemampuan untuk menyusun formulasi baru
dari formulasi-formulasi yang ada. Seseorang pada tingkatan ini di harapkan dapat
menerapkan teori tenntang penyakit DBD pada berbagai macam situasi kondisi
berdasarkan keinginan dan kehendak dengan fleksibel tetapi tepat pada sasaran.
6. Evaluasi (evaluation), berkaitan dengan kemampuan untuk melakuka justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian itu berdasarkan suatu kriteria
yang telah ada. Dalam tingkat ini seseorang dapat melakukan penilaian terhadap
tindakan yang dilakukan orang lain tentang cara pencegahan, penularan dan
penyebab penyakit DBD melakukan evaluasi dan kemudian melakukan pembenahan
sehingga sesuai dengan materi dan aturan benar.
2.2.4 Hubungan Sikap Dengan Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)
Sikap adalah perasaan, pikiran, dan kecendrungan seseorang yang akan kurang
lebih bersifat permanen mengenai aspek-aspek tertentu dalam lingkungannya
(Mubarak, 2011) Sikap merupakan kontelasi kompen-kompenen kognitif, efektif, dan
konitif yang saling berinteraksi dalam memehami, merasakan dan berperilaku terhadap
suatu objek (Azwar, 2011)
29
Sikap masyarakat dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit DBD
merupakan kunci keberhasilan upaya pemberantasan DBD. Untuk mendorong
meningkatnya sikap masyarakat, maka berbagai penyuluhan dilaksanakan secara
intensif dan berkesinambungan melalui berbagai media massa dan sarana. Masyarakat
dapat ikut berperan dalam 3 upaya pemberantasan penyakit DBD tersebut. Sebagai
contoh sikap masyarakat yang berperan aktif dalam kegiatan surveilans penyakit yaitu
masyarakat dalam mengenali secara dini tanda-tanda penyakit DBD yang menimpa
salah satu anggota keluarga maupun tetangga mereka dan segera merujuk ke fasilitas
pelayan kesehatan terdekat sehingga bisa dilakukan tindakan diagnose secara dini dan
di beri pertolongan dan pengobatan dini (Sofia, 2011)
Masih adanya sikap negatif terhadap pencegahan DBD menandakan bahwa
masyarakat tidak menganggap serius bahaya penyakit DBD yang bisa berakibat fatal.
Masyarakat akan merasa tidak perlu untuk mencari penanganan yang segera apabila
terjangkit DBD. Hal ini bisa disebabkan karena iklim di Indonesia yang tropis.
Masyarakat bisa merasa terganggu dengan penggunaan pakaian yang panjang atau
lotion karena cuaca pada siang hari bisa sanga panas. Beberapa tempat juga terkadang
mengalami kesulitan dengan sumber air sehingga masyarakat merasa tidak perlu untuk
menguras bak mandi. Ditambah lagi dengan anggapan bahwa DBD hanya merupakan
tanggung jawab petugas kesehatan, membuat masyarakat tidak peduli akan bahaya
dari DBD itu sendiri (Al-dubai,2013).
30
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Alvardo (2011) menunjukkan terdapat
hubungan yang bermakna antara sikap dengan pencegahan penyakit DBD yaitu sikap
masyarakat dalam menangani kejadian penyakit DBD merupakan kunci keberhasilan
upaya pemberantasan penyakit DBD.
2.2.5 Hubungan faktor Lingkungan Dengan kejadian penyakit Demam Berdarah
Dengue (DBD)
Manajemen kesehatan lingkungan adalah upaya pengelolaan lingkungan untuk
mengurangi bahkan menghilangkan habitat perkembangbiakan nyamuk vektor
sehingga akan mengurangi kepadatan populasi. Manajemen akan berhasil dengan baik
apabila dilakukan oleh masyarakat, lintas sector, para pemegang kebijakan dan
lembaga swadya masyarakat melalui program kemitraan (Sukowati,2010).
Kemauan masyarakat dalam melakukan tindakan pencegahan vector DBD sesuai
dengan uraian dalam Depkes RI (2013), yang menyatakan dalam menurunkan angka
kejadian penyakit DBD sangat dibutuhkan partisipasi masyarakat untuk mendukung
program yang dilaksankan pemerintah. Partisipasi masyarakat adalah keadaan dimana
individu, keluarga maupun masyarkat untuk ikut bertanggung jawab terhadap
kesehatan diri, keluarga maupun masyarakat dan lingkungan. Sejalan dengan teori yang
dikemukakan oleh Tafsir (2014), Sikap adalah kesiapan atau kesedian seseorang untuk
bertingkah laku atau responden sesuatu baik terhadap rangsangan positif maupun
negatif. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas akan tetapi merupakan
faktor predisposisi bagi seseorang untuk berperilaku.
31
Adapun faktor lingkungan yang berhubungan dengan kejadian Penyakit DBD yaitu
1. Suhu Dan kelembaban
Suhu nyamuk Aedes Aeygpti dapat bertahan hidup pada suhu rendah, tetapi
metabolismenya menurun atau bahkan terhenti bila suhu turun sampain dibawah suhu
kritis. Pada suhu yang lebih dari 35oc juga mengalami perubahan dalam arti lebih
lambat terjadinya proses fisiologis. Telur nyamuk Aedes Aygepti dalam arti dengan
suhu 20-40oc akan menetas menjadi jentik dalam waktu 1-2 hari.
Menurut Michael (2006) dalam Kemenkes RI (2013), perubahan iklim dapat
menyebabkan perubahan suhu, kelembaban, curah hujan, arah udara sehingga
berpengaruh terhadap ekosistem daratan dan lautan serta kesehatan terutama pada
perkembangbiakan vector penyakit seperti nyamuk Aedes dan lainnya. Achmadi (2011)
juga menyatakan bahwa suhu lingkungan, kelembaban ketersediaan tutup pada
kontainer/ tempat penampungan air akan mempengaruhi bionomik nyamuk, seperti
perilaku mengigit, perilaku perkawinan, lama menetas telur dan lain sebagainya.
Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya suhu
udara suatu daerah yaitu: lama penyinaran matahari, sudut datang sinar matahari,
relief permukaan bumi, banyak sedikitnya awan, perbedaan letak lintang.
Hasil penelitian Sofia (2014) menunjukkan ada hubungan antara suhu udara
dengan kejadian DBD dengan nilai p = 0,003 dan OR = 2,9 (95% CI = 1,5 - 5,7) yang
berarti bahwa risiko untuk terjadinya DBD pada responden yang memiliki suhu udara
dalam rumah optimal untuk perkembangan nyamuk 2,9 kali lebih besar dibandingkan
32
dengan responden yang suhu udara di dalam rumahnya kurang optimal untuk
perkembangan nyamuk.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republic Indonesia Nomor
829/MENKES/SK/VII/1999 Tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan:
Suhu udara berkisar 18ocelcius sampai dengan 30ocelcius, Kelembaban berkisar
antara 40% sampai dengan 70%.
Kelembaban udara, umur nyamuk dipengaruhi oleh kelelambaban udara.
kelembaban yang rendah akan memperpendek umur nyamuk, secara umum penilaian
kelembaban dalam rumah dengan menggunakan hygrometer. Menurut indicator
pengawasan perumahan, kelembaban udara yang memenuhi syarat kesehatan dalam
rumah adalah 40-70% dan kelembaban udara yang tidak memenuhi syarat kesehatan
adalah <40%->70%.
2. Ketersediaan container/ tempat Penampungan Air (TPA )
Adanya keberadaan tempat penampungan air (TPA)/ breeding place akan
menciptakan peluang bagi nyamuk Aedes untuk berbangbiak. Hal ini dikarenakan
sebagian besar siklus hidup nyamuk (telur,larva, pupa) terjadi di dalam air. Nyamuk
yang berkembangbiak disekitar rumah akan lebih mudah menjangkau manusia (host),
dengan hal ini keberadaan tempat penampungan air di sekitar rumah akan
meningkatkan risiko penyebaran penyakit demam berdarah dengue ( Rahman, 2012).
Hal ini sejalan dengan Brunkard, et, al., (2014), factor risiko yang sangat penting
pada kejadian penyakit DBD adalah keberadaan habitat larva nyamuk Aedes.
33
Keberadaan container/ tempat penaampungan air berpotensi perkembangbiakan
vector dalam kontak dengan manusia sebagai hopes. Tingkat endimisitas penyakit DBD
dipengaruhi oleh keberadaan larva nyamuk Aedes aegypti pada kontainer/ tempat
penampungan air terutama yang digunakan untuk kebutuhan manusia.
3. Jenis Kontainer
Tempat perindukan nyamuk yang paling potensial untuk perkembangbiakan
nyamuk adalah tempat penampungan air yang digunakan unurk keperluan sehari-hari
seperti drum, bak mandi/WC ember dan sejenisnya.
4. Ketersediaan Tutup Pada Kontainer/ Tempat Penampungan Air
Penelitian Setyobudi (2011), juga menunjukkan keberadaan TPA (breeding
place) memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap keberadaan jentik
nyamuk Aedes aegypti. Begitu pula dengan penelitian Widyanto (2007) dalam
Setyobudi (2011), bahwa DBD disebabkan oleh karena keberadaan breeding place
positif jentik.
Adanya keberadaan tempat penampungan air (TPA) breeding place akan
menciptakan peluang bagi nyamuk Aedes untuk berkembangbiak. Hal ini dikarenakan
sebagian besar siklus hidup nyamuk (telur,larva, pupa) terjadi di dalam air. Nyamuk
yang berkembangbiak disekitar rumah akan lebih mudah menjangkau manusia (host),
dengan hal ini keberadaan tempat penampungan air di sekitar rumah akan
meningkatkan risiko penyebaran penyakit demam berdarah dengue ( Rahman, 2012).
34
Hal ini sejalan dengan Brunkard, et, al., (2014), factor risiko yang sangat penting
pada kejadian penyakit DBD adalah keberadaan habitat larva nyamuk Aedes.
Keberadaan container/ tempat penaampungan air berpotensi perkembangbiakan
vector dalam kontak dengan manusia sebagai hopes. Tingkat endimisitas penyakit DBD
dipengaruhi oleh keberadaan larva nyamuk Aedes aegypti pada kontainer/ tempat
penampungan air terutama yang digunakan untuk kebutuhan manusia.
Penampungan tutup pada container dengan benar mmemiliki dampak yang
signifiakn untuk mengurangi keberadaan larva nyamuk Aedes dibandingkan dengan
Kontainer tanpa penutup ( Tumbelaka, 2014).
Penelitian Arsin (2004) mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
kejadian DBD di kota Makasar menujukkan bahwa keberadaan tutup pada container
berhubungan dengan keberadaan vector DBD dengan adanya tutup berarti tempat
hidup bagi nyamuk Aedes aegypti tidak tersedia. Sedangkan penelitian yang dilakukan
oleh Sandra (2010), menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara ketersedian tutup
pada TPA (p=0,009) dengan kejadian DBD.
2.2 Perilaku Masyarakat
Perilaku masyarakat mempunyai peranan cukup penting terhadap penulran DBD.
Namun, perilaku tersebutharus didukung oleh pengetahuan ,sikap dan tindakan yang
benar. sekarang ini masih ada anggapan berkembang di masyarakat yang menunjukkan
perilaku tidak sesuai dengan anggapan bahwa DBD hanya terjadi di daerah kumuh dan
pemberantasan sarang nyamuk tidak tampak jelas hasilnya disbanding fogging.
35
Anggapan seperti ini sering diabaikan,padahalsangat berpengaruh terhadap perilaku
masyarakat dalam mengambil keputusan khususnya terhadap penularan DBD
(Zuiraini,2005).
Perilaku merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam menentukan
derajat kesehatan, karena ketiga faktor lain seperti lingkungan, kualitas pelayanan
kesehatan maupun genetika masih dapat dipengaruhi oleh perilaku. Perilaku yang tidak
sehat akan menimbulkan banyak penyakit. Perubahan perilaku tidak mudah untuk
dilakukan, namun mutlak diperlukan untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, 2010).
Para ahli psikologi pendidikan dalam Notoatmodjo (2012), perilaku dibaagi
menjadi perilaku dalam bentuk operasional menjadi:
1. Pengetahuan ( knowledge)
Pengetahuan yang positif tidak menjamin terjadinya sikap dan tindakan yang
positif pada seseorang, ada hal lain seperti sarana dan prasarana yang dapat
mempengaruhi seseorang untuk bersikap dan bertindak. Berperilaku seseorang
kesehatan dipengaruhi oleh 3 (tiga) faktor yaitu faktor predisposisi, faktor pemungkin
dan faktor penguat. Tersedianya sarana dan prasarana merupakan faktor pemungkin
untuk seseorang melakukan perilaku kesehatan.
Pengetahuan yaitu dengan diketahuinya situasi rangsangan dari luar, Menurut
Notoatmodjo (2012), pengetahuan adalah penginderaan terhadap suatu objek yang
dilakukan oleh seseorang. Pengetahuan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dimana
36
pengetahuan kesehatan akan berpengaruh pada perilaku sebagai hasil jangka
menengah dari pendidikan kesehatan, perilaku kesehatan akan berpengaruh pada
peningkatan indicator kesehatan masyarakat sebagai hasil dari pendidikan.
2. Sikap
Sikap yaitu tanggapan bathin terhadap keadaaan atau rangsangan dari luar diri
subjek atau kecendrungan untuk berespon ( secara positif dan negatif) terhadap orang
banyak, objek dan situasi tertentu. Menurut Notoatmodjo (2007), sikap adalah suatu
stimulus atau objek yang diterima seseorang yang masih tertutup. Sikap tidak dapat
langsung terlihat tetapi hanya dapat diartikan terlebih dahulu dari pada perilaku yang
tertutup. Sikap menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus
tertentu secara nyata. Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak
lansung.
Sikap terdiri dari berbagai tingkatan seperti menerima, merespon, menghargai
dan bertanggung jawab. Mengacu pada tingkatan sikap yang disebutkan di atas, dapat
dijelaskan bahwa tingkatan sikap responden mengenai penyakit DBD persentase
terbesar pada kategori baik dapat dikelompokkan pada tingkatan menerima dan
mampu merespon, menghargai dan bertanggung jawab namun masih ada responden
yang kurang mampu menghargai ataupun bertanggung jawab dalam kegiatan
pencegahan dan pengendalian penyakit DBD (Notoatmodjo,2003).
3. Tindakan
37
Tindakan/praktik (practice), sudah konkrit berupa perbuatan terhadap situasi dan
rangsangan dari luar. Menurut Notoatmodjo (2012), tindakan belum tentu
terlaksanakan dalam suatu sikap.
Faktor yang berpengaruh terhadap peningkatan kasus DBD adalah tingkat
pengetahuan dan perilaku dan peran serta masyarakat terhadap penanggulangan
DBD. Berdasarkan survei vektor DBD yang dilakukan di 9 wilayah perkotaan di
Indonesia tahun 1987, diketahui bahwa pengetahuan masyarakat tentang penyakit
DBD masih kurang (Marlina, 2005).
Dari hasil penelitian tentang hubungan antara pengetahuan, sikap, dan
perilaku masyarakat di Kabupaten Aceh Utara dan Kota Banda Aceh terhadap
pencegahan DBD, didapatkan bahwa pengetahuan masyarakat terhadap upaya
pencegahan DBD masih rendah yang akhirnya berpengaruh pada sikap dan perilaku
mereka (Indah R, 2011).
Pekerjaan seseorang berpengaruh terhadap pengetahuan dan sikap serta
perilaku untuk melakukan suatu tindakan, karena orang yang bekerja akan lebih
banyak berinteraksi dengan dunia luar baik teman ataupun lingkungan. Pengetahuan
tentang suatu obyek tertentu sangat penting bagi terjadinya perubahan perilaku yang
merupakan proses yang sangat kompleks. Selanjutnya dikatakan bahwa seseorang
akan memutuskan untuk menerima atau menolak perilaku baru maupun ide baru
tersebut (Akhmadi, 2012).
38
2.3.1 Pemberantasan Jentik Nyamuk
1. Angka bebas jentik (ABJ)
ABJ adalah salah satu indikator yang digunakan untuk mengetahui apakah
suatu wilayah sudah memenuhi target bebas dari jentik nyamuk DBD dan target yang
diharapkan 95% (Yuliansyah, 2004). Angka Bebas Jentik (ABJ) di Indonesia masih sekitar
80% Iebih rendah dari angka yang diharapkan. yaitu 95% itu sebabnya mengapa DBD
masih tinggi di Indonesia. Menurut Herminingrum (2011) ABJ diperoleh dari :
1. HI (House Indeks) Jumlah rumah yang ditemukan jentik dibagi jumlah rumah yang
diperiksa dikalikan seratus persen.
2. Cl (Contianer lndeks) Jumlah kontianer positifjentik dibagi jumlah kontianer yang
diperiksa dikalikan seratus persen
3. Bl (Berteu lndeks) Jumlah kontainer positif jentik dibagi jumlah rumah yang diperiksa
dikalikan seratus persen.
Untuk membunuh nyamuk DBD ada beberapa cara, yaitu semra mekanisme,
biologis dan kimia. Pemberantasan nyamuk Demam Berdarah akan lebih efektif jika
dilakukan pemeriksaan jentik berkala (PJB) yang dilakukan oleh petugas Puskesmas
disemua desa non endemis sekaligus memberikan abate pada penampungan air yang
ada jentiknya (Yuliansyah, 2004).
2. Cara Melakukan Pemeriksaan jentik
39
Pada waktu lstirahat, posislnya'hampir tegak Iurus dengan permukaan
3"Biasanya berada dl sekitar dinding tempat penampungan air. Setelah 68 hart jentik
Itu akan berkembang/berubah menjadi kepompong (Ginanjar, 2008).
Cara melakukan pemeriksaan jentik (Depkes RI, 2004) :
1. Periksalah bak mandi/WC, tempayan, drum dan tempat-tempat penampungan air
lainnya.
2. Jika tidak tampak, tunggu + 0.5-1 menit, jika ada jentik, ia akan muncul kepermukaan
air untuk bemafas.
3. Ditempat yang gelap gunakan senter
4. Periksa juga vas bunga, tempat minum burung, kaleng-kaleng bekaslplastik, ban
bekas.
5. Jentik-jentik yang ditemukan ditempat-tempat penampungan air yang tidak
beralaskan tanah (Bak bandi/wc, drum, tempayan dan sampat- sampah/barang-
barang bekas yang dapat menampung air hujan) dapat dipastikan bahwa jentik
tersebut adalah jentik nyamuk Aedes aegyptl penular penvakit DBD.
Cara mencatat hasil pemeriksaan jentik :
1. Tulis nama desa/kelurahan yang akan dilakukan pemeriksaan jentik, dan tanggal
pemeriksaan/survey
2. Tulis nama keluarga dan alamamya (RT/RW) pada kolom yang tersedia
3. Hitung jumlah conteiner yg ada air, kemudian hitung yg terdapat jentik pd kolom yg
telah ditentukan
40
4. Hitung jumlah seluruh container yang terdapat jentik pada kolom yang telah
ditentukan
5. Tulislah haI-hal yang perlu diterangkan pada kolom keterangan seperti
rumah/kavling kosong. penampungan air hujan, dan lain-lain (Depkes RI, 2004).
3. Pemberantasan Jentik
Pemberantasan terhadap jentik Aedes Aegypti yang dikenal dengan istilah
pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah dengue (PSN DBD). PSN DBD adalah
kegiatan memberantas telur, jentik dan kepompong nyamuk penuiar DBD (Aedes
aegypti) di tempat-tempat perkembangbiakannya. Tujuan PSN DBD ini adalah untuk
mengendalikan populasi nyamuk Aedes aegypti, sehingga penularan DBD dapat di
cegah atau di kurangi. Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian
vektornya, yaitu nyamuk Aedes aegypti (Baron, 2004).
Salah satu program pemerintah Republik Indonesia untuk mengontrol
keberadaan vector DBD dikenal dengan istilah pemberentasan Sarang Nyamuk Demam
Berdarah Dengue (PSN DBD). Apabila kegiatan pemberentasan Sarang Nyamuk DBD
dilaksanakan oleh seluruh masyarakat maka populasi nyamuk Aedes Aegypti dapat
ditekan sehingga penyakit DBD tidak terjadi lagi. Oleh karena itu, upaya penyuluhan
dan motivasi kepada masyarakat harus dilakukan secara terus menerus karena
keberadaan vektor nyamuk berkaitan erat dengan perilaku masyarakat. (Direktorat
Jendral Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan, 2015).
41
Saat ini salah satu cara yang paling tepat untuk memberantas nyamuk Aedes
aegypti adalah dengan memberantas jentik nyamuk ditempat perkembangbiakannya
.pemberantasan sarang nyamuk DBD ( PSN-DBD) dapat dilakukan dengan metode 3M
plus. Adapun program 3M plus itu terdiri atas: menguras bak mandi seminggu sekali,
menutup barang-barang bekas yang dapat menampung air hujan dan memungkinkan
air tergenang di dalamnya, serta teknik pemberian abatesis. Pelaksanaan 3M tersebut
minimal dilakukan seminggu sekali ( Rizal,2011)
Pemberentasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue dalam program
kesehatan dikenal dengan istilah 3M. pelaksanaan 3M meliputi, (WHO, 2011):
a. Mengurus tempat-tempat penampungan air seperti bak mandi,bak WC, dan
lain-lain. Praktek ini merupakan jumah pengurasan yang dilakukan oleh
masyarakat dalam 1 minggu. Dikatakan”baik” jika melakukan pengurasan lebih
atau sama dengan1 kali perminggu ( ≤ 1x perminggu), dan “tidak baik” jika
melakukan pengurasan kurang dari 1 kali per minggu ( < 1x kali per minggu ),
(Rahman, 2012).
b. Menutup rapat tempat-tempat penampungan air seperti tong, gendi, drum
maupun yang lainnya yang ada di luar maupun di dalam rumah. Praktik ini
merupakan prilaku masyarakat yang memperlukan tempat penampungan air
dengan baik, yaitu dengan memberikan tutup pada tempat penampungan air
sehingga nyamuk tidak dapat berkembangbiak, (Rahman, 2012).
42
c. Mengubur, memusnahkan atau menyingkirkan barang-barang bekas yang
dapat menampung air seperti kaleng bekas dan plastic bekas.Praktek inin
merupakan kebiasaan masyarakat dalam memperlakukan sampah rumah
tangga ataupun barang bekas yang ada di sekitar rumahnya seperti plastic,
kaleng bekaas, pecahan kaca, ember bekas dan lainnya memungkinkan
menjadi tempat perkembangbiaknya nyamuk dengan cara di kubur,
(Rahman,2012).
Kegiatan diatas dapat menjadikan tempat perindukan nyamuk Aedes tidak
sehingga dapat memutus mata rantai perkambangbiakan nyamuk, Selain kegiatan 3M,
kegiatan pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue ditambah dengan
tindakan plus yaitu (Rahman, 2012) :
1. Mengganti air vas bunga, tempat minum burung atau tempat-tempat lainnya yang
sejenis seminggu sekali.
2. Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancer/rusak
3. Menutup lubang-lubang pada potongan bamboo/pohon dan lain-lain, seperti
dengan tanah
4. Menaburkan bubuk larvasida, missalnya pada tempat-tempat yang sulit dikuras atau
daerah yang sulit air
5. Memasang kawat kasa
6. Memelihara ikan pemakan jentik di kolam/bak-bak penampungan air
7. Memghindari menggantung pakaian
43
8. Memakai obat yang dapat mencegah gigitan nyamuk
9. Mengupayakan pencahayaan dan ventilasi yang memadai
10. Menggunakan kelambu
2.3.2 Kebiasaan Masyarakat Menggantung pakaian dengan kejadian penyakit DBD
Kebiasaan menggatung pakaian di dalam rumah merupakan indikasi menjadi
kesenangan beristirahat nyamuk Aedes aegypti. Kegiatan PSN dan 3M ditambahkan
dengan cara menghindari kebiasan menggantung pakaian di dalam kamar merupakan
kegiatan yang mesti dilakukan untuk mengendalikan populasi nyamuk Aedes aegypti,
sehingga penularan penyakit DBD dapat di cegah dan di kurangi (Primadatu, 2012).
Kesenangan tempat nyamuk beristirahat adalah tempat yang gelap dan lembab,
di tempat-tempat tersebut nyamuk menunggu proses pematangan telur. (Kemenkes RI,
2005) salah satunya di tempat menggatung pakaian, karena intensitas cahaya yang
rendah dan kelembaban yang tinggi merupakan kondisi yang baik bagi nyamuk untuk
beristirahat. Intesitas cahaya dan kelembaban udara mempengaruhi aktifitas terbang
nyamuk dan kebiasaan meletakkan telurnya.
44
2.4 Kerangka Teori
Berdasarkan teori-teori diatas , diperoleh kerangka teori sebagai berikut:
Skema 2.2 Kerangka teori
Medifikasi Achmad (2011), Notoatmodjo(2012), Kemenkes (2016), Primadatu(2012)
Achmad (2011)
Lingkungan :
a. Suhu
b. Kelembaban
c. Ketersediaan container/
tempat Penampungan
Air (TPA )
d. Ketersediaan Tutup Pada
Kontainer/Tempat
Penampungan Air
e. Jenis container
Notoatmodjo (2012)Perilaku :
1. Pengetahuan2. Sikap3. Tindakan
Kejadian penyakit
Demam Berdarah
Dengue DBD
Primadatu,2012Kebiasaan MenggantungPakaian
Kemenkes, 2016Pemberantasan Jentik Nyamuk