bab ii - tinjauan pustaka - digilib.itb.ac.id · risiko apa saja yang berpotensi besar dalam ......
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. MANAJEMEN RISIKO
Risiko dapat disebut sebagai " Suatu cara sistematis yang berhadapan dengan potensi
terjadinya kejadian" (Beck, 1986). Risiko diasumsikan menjadi suatu ketidakpastian
yang dihubungkan dengan ramalan manapun dengan potensi terjadinya kejadian,
kemudian hanya ada ketidakpastian, sebab hanya pernah ada suatu ramalan
kemungkinan kejadian. Oleh karena itu, suatu risiko untuk ada, harus ada potensi
untuk terjadinya.
Risiko adalah ukuran dari besarnya probabilitas kejadian (frekuensi) dan
konsekuensinya (dampak) yang berpengaruh terhadap tujuan proyek.
Ada tiga komponen utama dalam resiko, yakni:
• Kejadian (event)
• Probabilitas dari kejadian (probability of occurrence)
• Dampak dari kejadian tersebut (impact)
Gambar 2.1. Risiko dan Komponen Yang Membentuknya1
1 Kerzner, Harold, PhD. “Project Management, A System Approach to Planning Scheduling and Controlling”. Canada. John Wiley & Sons, Inc, 6th Edition, 1998, p. 870
PRO
BABI
LITA
S
Dampak Besar
Risiko Rendah
Risiko Tinggi
Risiko Sedang
Probabilitas Tinggi
TINGKAT DAMPAK
6
Secara konseptual risiko dari setiap kejadian didifinisikan sebagai fungsi dari
ketidakpastian (uncertainty) dan kerusakan/kerugian (damage).
Risk = ƒ(event,uncertainty,damage)……………………….. (2.1)
Secara matematis dapat ditulis sebagai:
Risk = frekuensi x dampak .................................................. (2.2)
Berdasarkan dampaknya risiko terbagi atas beberapa tingkatan yakni yang pertama
risiko rendah (low risk) dimana dampak yang terjadi kecil dan tidak mempengaruhi
dari tujuan yang ada, yang kedua risiko sedang (moderate risk) dimana dampaknya
mulai terasa dan dapat mempengaruhi tujuan yang ada walaupun kurang signifikan,
sedangkan yang ketiga adalah risiko tinggi (high risk) dimana dampak yang terasa
sangat besar dan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tujuan yang ada.
Pada risiko tinggi (high risk) ini perlu diperhitungkan secara benar sehingga dapat
diminimalkan kerugian yang mungkin terjadi.
Manajemen risiko secara sistematis dapat membantu dalam:
Identifikasi, mengira-ngira dan menggolongkan risiko, membuat risiko secara
eksplisit
Memfokuskan pada risiko terbesar suatu proyek
Membuat informasi untuk pengambilan keputusan dalam menentukan sebuah
ketentuan
Meminimalisasikan potensial kerusakan yang akan terjadi
II.1.1. LINGKUP MANAJEMEN RISIKO
Manajemen risiko merupakan bagian dari keseluruhan proses manajemen proyek. Di
dalam manajemen risiko semua faktor risiko secara sistematis akan diidentifikasi,
dikaji dan di respons, sehingga semua ketidakpastian dapat dihindari, dikurangi,
ditransfer ataupun diterima. Langkah-langkah dalam melaksanakan manajemen risiko
adalah:
7
Menetapkan konteks, dengan menentukan tujuan yang obyektif dari studi kasus
ini dan mengembangkannya di dalam suatu kerangka kerja untuk analisa
selanjutnya.
Mengidentifikasi risiko, adalah dengan mengidentifikasi faktor-faktor risiko
yang berhubungan dengan aktivitas proyek secara komprehensif, menerapkan
judgement dari berbagai sumber, melakukan initial screening terhadap risk
events dan potential risk status dan mengembangkannya menjadi suatu
preliminary risk models
Menganalisis risiko, dengan menganalisa kondisi yang ada untuk menentukan
dampak yang mungkin timbul dan memperkirakan tingkat risiko yang mungkin
terjadi.
Mengevaluasi resiko, dengan membandingkan tingkat risiko dengan kriteria
yang telah ditetapkan untuk melakukan perencanaan dalam merespon risiko dan
skala prioritasnya serta menetukan tingkat risiko yang dapat diterima ataupun
yang memerukan treatment lebih lanjut
Merespons risiko, adalah merupakan usaha-usaha yang dilakukan agar semua
risiko yang telah diidentifikasi dan dievaluasi sudah mendapatkan penanganan
yang sesuai.
II.1.2. IDENTIFIKASI RISIKO
Identifikasi risiko adalah suatu proses untuk mengenali, menemukan, atau
mengidentifikasi risiko. Risiko dapat diidentifikasi melalui sumber dari risiko dan
dampak kerugian yang ditimbulkannya. Berdasarkan dampak tersebut dapat dinilai
risiko apa saja yang berpotensi besar dalam menimbulkan kerugian.
Risiko bisa diidentifikasi dan dikelompokkan berdasarkan sumber risiko kedalam
kategori berikut (Al-Bahar 1990, Smith 1999, Rahayu 1998)
8
a. Risiko Alam
Berhubungan dengan risiko-risiko akibat kejadian alam, termasuk juga risiko yang
dikategorikan sebagai risiko Act of God. Kejadian alam seperti curah hujan tinggi
atau terjadinya bencana alam akan mengganggu operasional jalan tol.
b. Risiko Desain
Yaitu berupa risiko yang berhubungan dengan desain, spesifikasi, teknologi baru,
perubahan desain dan lain-lain.
Desain yang salah atau tidak lengkap akan menyulitkan pihak pelaksana
pekerjaan.
c. Risiko Finansial dan Ekonomi
Kondisi perekonomian yang tidak stabil dapat menyulitkan/menghambat
kelangsungan operasional jalan tol. Ketidakstabilan perekonomian akan sangat
mengganggu kegiatan operasional karena kegiatan ini membutuhkan dukungan
finansial yang besar sehingga bila terjadi gangguan pada masalah finansial seluruh
kegiatan operasional dapat terganggu atau terhenti sama sekali.
d. Risiko berkaitan dengan Politik, Hukum dan Regulasi
Situasi politik, hukum dan peraturan sangat mempengaruhi iklim usaha di suatu
negara. Bila terjadi instabilitas politik, maka terdapat keraguan dari pihak investor
untuk menanamkan modalnya dan investor dapat menarik kembali modal yang
telah ditanamnya, hal ini tentu saja akan berdampak buruk pada kegiatan
operasional.
e. Risiko Konstruksi (Construction related risk)
Kegiatan pada suatu proyek konstruksi membutuhkan sumber daya yang besar,
tingkat penguasaan teknologi dan produk yang spesifik. Karakteristik khusus dari
proyek konstruksi ini mengandung potensi risiko yang tidak kecil. Pada tahap
pelaksanaan, berbagai risiko dapat muncul, hal ini timbul karena factor
ketidakpastian dalam tahapan ini bias sangat besar, bila kontraktor tidak memiliki
kemampuan yang cukup dalam bidang pelaksanaan.
f. Risiko Lingkungan
Risiko yang berhubungan dengan lingkungan, seperti polusi, kerusakan
lingkungan dan lain-lain. Risiko-risiko lingkungan ini tidak hanya mempengaruhi
9
pihak kontraktor dan owner, tetapi juga mempengaruhi pihak ketiga, seperti
masyarakat umum juga bias dirugikan.
Risiko-risiko diatas dapat diklasifikasikan menurut berbagai sudut pandang dan secara
umum risiko dapat diklasifikasikan berdasarkan dari tipenya, yaitu :
a. Risiko murni dan spekulatif (Flanagan, 1996)
Risiko murni sering disebut juga risiko statik adalah merupakan suatu konsep
yang melihat risiko sebagai suatu ketidakpastian yang dikaitkan dengan
kemungkinan adanya kerugian.
Sedangkan risiko spekulatif atau risiko dinamis adalah merupakan risiko yang
mempunyai kemungkinan memperoleh keuntungan atau mengalami kerugian.
b. Risiko fundamental dan risiko khusus.
Risiko fundamental merupakan risiko yang kemungkinannya dapat timbul pada
hampir sebagian besar anggota masyarakat. Sifat dari risiko fundamental antara
lain bersifat bencana/catastropic.
Risiko khusus adalah risiko yang menimpa perorangan secara pribadi. Sifat dari
risiko ini adalah bisa dikendalikan, tidak selalu bersifat bencana dan umumnya
dapat diasuransikan.
II.1.3. ALOKASI RISIKO
Setelah risiko diidentifikasi dalam sebuah proyek, risiko tersebut harus dialokasikan
kepada berbagai pihak yang terikat kontrak. Alokasi ini didasarkan penilaian terhadap
hubungan antara pihak-pihak yang terlibat dengan risiko tersebut. Alokasi risiko
merupakan penentuan dan pelimpahan tanggung jawab (responsibility) terhadap suatu
risiko.
Bunni (1986) menyatakan metode yang lebih sesuai untuk alokasi risiko adalah
dengan berdasarkan kendali atas kehadiran (occurence) dan efek yang ditimbulkannya
apabila risiko itu terjadi. Untuk beberapa kasus lebih cocok untuk mengalokasikan
risiko berdasarkan sifat risiko tersebut atau berdasarkan kemampuan atau
ketidakmampuan suatu pihak.
10
II.1.4. PENANGANAN RISIKO
Penanganan risiko yang sistematis adalah dengan menerapkan manajemen risiko
seperti yang disarankan Al-Bahar (1990), Flanagan (1993), Bing (1999)
Manajemen risiko adalah sebuah ilmu manajemen yang bertujuan untuk melindungi
aset, reputasi, dan profit dengan mengurangi kemungkinan losses dan kerugian
sebelum risiko tersebut terjadi dan untuk menjamin keuangan melalui asuransi dan
cara lain (Bing,1999)
Al Bahar (1990) mendefinisikan manajemen risiko sebagai suatu proses formal untuk
secara sistematis mengidentifikasi, menganalisa dan menangani risiko sepanjang
umur proyek untuk mendapatkan tingkat penerimaan pengurangan risiko.
Proses manajemen risiko yang digunakan oleh Al-Bahar (1990), Flanagan (1993) dan
Bing (1999) berupa :
1. Identifikasi risiko
2. Penilaian risiko
3. Penanganan risiko
Al-Bahar dalam model manajemen risikonya disamping adanya tiga tindakan
sistematis diatas juga menambahkan administrasi sistem dalam model manajemen
risikonya. Administrasi sistem meliputi corporate risk management policy dan adanya
review dan monitoring. Flanagan dalam model manajemen risikonya memasukkan
unsure risk attitude yaitu perilaku orang atau organisasi yang mempengaruhi
keputusan dalam menangani risiko. Minato (1998) juga menyatakan bahwa proses
manajemen risiko berupa siklus terus menerus yang mengandung analisa risiko,
strategi implementasi dan monitoring.
Identifikasi risiko dimulai dengan klasifikasi risiko. Flanagan (1993)
mengklasifikasikan risiko menjadi pure risk dan speculative risk. Smith (1999)
mengkatagorikan risiko menjadi risiko yang bisa diprediksi dan risiko yang tidak
terprediksi
11
II.1.5. PENILAIAN RISIKO DAN PROSES MANAJEMEN RISIKO
Dari lingkup manajemen resiko diatas dapat digambarkan dalam tahapan proses di
dalam melakukan penilaian risiko dan manajemen risiko yang merupakan suatu
rangkaian yang bersifat logis, sistematis dan aktivitas yang terdefinisi, sehingga
memungkinkan pengambil keputusan dalam melakukan identifikasi, pengukuran,
kuantifikasi, mengevaluasi dan mengelola risiko. Berikut ini adalah diagram alur yang
menjelaskan mengenai proses tersebut;
Tidak perlu pertimbangan lebih
lanjut
Penilaian kembali setelah beberapa
waktu
Jika bertanggung jawab terhadap risiko ini, apakah risiko ini akan dipindahkan
kepada pihak lain (Pengurangan Risiko)
Tentukan siapa yang bertanggung jawab terhadap
risiko ini (Alokasi Risiko)
Evaluasi dampak atau pengaruh terhadap operasional
(Evaluasi Risiko)
Apakah risiko ini dapat mempengaruhi operasional
kegiatan ?
Identifikasi Risiko
Tidak
Ya
Risiko dianggap penting
Pengaruh yang dapat diabaikan
Gambar 2.2. Diagram Alur Manajemen Risiko
12
II.2. PIHAK-PIHAK YANG TERLIBAT PADA INVESTASI JALAN TOL
Trend investasi pada sektor infrastruktur termasuk jalan tol beberapa tahun terakhir
cenderung menggunakan pola kerjasama pemerintah – swasta (public private
partnership) yang awalnya berangkat dari keterbatasan dana yang dimiliki pemerintah
untuk mengembangkan pertumbuhan infrastruktur.
Sementara proyek infrastruktur pada hakikatnya memiliki fungsi utama melayani
kebutuhan masyarakat dan memacu pertumbuhan sosial dan ekonomi suatu kawasan.
Dengan demikian partisipasi sektor swasta dalam investasi infrastruktur ini menjadi
opsi ”win-win solution” bagi pemerintah untuk bersama-sama mengembangkan
pertumbuhan infrastruktur.
Salah satu metode yang digunakan dalam pola kerjasama ini adalah dengan skema
build-operate-transfer (BOT) yang juga umum diterapkan pada proyek jalan tol di
Indonesia, dimana pihak-pihak yang terlibat tersebut adalah :
1. Prinsipal
Pada proyek jenis BOT ini, umumnya principal merupakan pemerintah ataupun
suatu badan yang merupakan perpanjangan tangan pemerintah.
2. Pemegang Konsesi (Concessionaire)
Setelah melalui tahapan identifikasi atas pentingnya kebutuhan akan suatu
fasilitas, pemerintah akan menunjuk dan memberikan masa konsesi kepada suatu
pihak. Pihak pemegang konsesi ini bisa merupakan badan usaha ataupun
konsorsium yang bertanggung jawab dalam mengembangkan (desain, pembiayaan
dan konstruksi), memelihara dan mengoperasikan fasilitas/infrastruktur.
Pemegang konsesi ini juga merupakan pemilik daripada fasilitas/infrastruktur
selama masa konsesi dan mengambil keuntungan atas investasi yang dilakukannya
atas penggunaan fasilitas tersebut.
3. Investor
Pembiayaan pengadaan fasilitas/infrastruktur oleh pemegang konsesi umumnya
memerlukan dukungan dana yang diperoleh dari pemodal (shareholder) maupun
kreditur (lenders). Kedua pihak inilah yang berperan sebagai pihak investor
13
dimana perbedaan diantara keduanya adalah pada jenis dana yang dikucurkan.
Pemodal dalam bentuk ekuitas sementara kreditur dalam bentuk pinjaman.
4. Kontraktor
Untuk merealisasikan fisik fasilitas/infrastruktur, pemegang konsesi menunjuk
pihak kontraktor. Dalam beberapa kasus, kontraktor bisa juga merupakan bagian
dari konsorsium pemegang konsesi, dimana dengan adanya keikutsertaan
kontraktor dalam konsorsium pemegang konsesi, akan lebih memastikan
efektifitas dan efisiensi pada tahap desain dan pelaksanaan proyek fasilitas.
5. Operator
Operator adalah pihak yang bertugas mengelola operasional fasilitas. Biasanya
operator merupakan pihak konsorsium pemegang konsesi karena fungsi yang
dijalankannya adalah kritikal, yakni memastikan perolehan pendapatan atas
investasi yang dilakukan sesuai bisnis plan.
Gambar. 2.3. Struktur Organisasi BOT
PRINSIPAL PEMERINTAH
CONCESSION AGREEMENT
SPONSORS
SHAREHOLDERS AGREEMENT
KREDITUR
LENDERS AGREEMENT
KONTRAKTOR
CONSTRUCTION AGREEMENT
OPERATOR
OPERATION AGREEMENT
PEMAKAI END USER
PEMEGANG KONSESI
modal
dividen
pinjaman + bunga
pinjaman
masa konsesi
fasilitas
fasilitaspendapatan operasi
tarif
konstruksi fasilitas
upah
ASURANSI CECR
PREMI
KLAIM
MENTERI KEUANGAN
14
II.3. KLASIFIKASI RISIKO PADA PENGOPERASIAN JALAN TOL
Dari sumber penelitian sebelumnya, yakni dari Benny (2002) yang mengembangkan
model manajemen risiko untuk asuransi contractors’ all risks (CAR) dan Adi (2003)
yang mengkaji aspek risiko kegagalan bangunan pada kelayakan proyek privatisasi
infrastruktur dijadikan sumber input dalam penelitian ini karena risiko-risiko yang
teridentifikasi pada masa konstruksi dan pada proses privatisasi ditemui pada saat
pengoperasian jalan tol (infrastruktur)
Tabel 2.1. Klasifikasi Risiko Pengoperasian Jalan Tol
Kategori Kode Keterangan Risiko
TL-1 Desain geometrik kurang tepat. TL-2 Desain perkerasan kurang tepat TL-3 Desain stabilitas lereng kurang tepat TL-4 Desain drainase kurang tepat
Risiko
Teknikal
TL-5 Desain jembatan kurang tepat KI-1 Kesalahan metoda pelaksanaan konstruksi KI-2 Kualitas bahan/ material konstruksi yang tidak sesuai spec
KI-3 Kualitas tenaga kerja/ peralatan yang buruk atau tidak memadai pada masa konstruksi
Risiko
Konstruksi
KI-4 Quality control kurang baik OP-1 Kualitas badan jalan tidak memenuhi standar pelayanan minimum
OP-2 Daya tahan bangunan/ fasilitas pendukung rendah (seperti toll both, palang kendaraan, marka jalan)
OP-3 Frekuensi pemeliharaan fasilitas yang kurang
OP-4 Ketidaktepatan kondisi operasi (seperti penempatan pintu masuk & keluar tol yang kurang tepat yang menimbulkan gangguan akses masuk & keluar tol)
OP-5 Rendahnya kapasitas layanan akibat penurunan peralatan pendukung (seperti peralatan transaksi, sistem informasi, kelistrikan/mekanikal)
Risiko
Operasi
OP-6 Kecelakaan kendaraan pengguna di jalan tol KL-1 Estimasi kenaikan tarif tidak tercapai
KL-2 Peningkatan biaya operasi dan pemeliharaan tidak sesuai bisnis plan
KL-3 Perkiraan demand yang kurang akurat (tidak tercapainya volume
lalu lintas)
KL-4 Penggabungan dengan fasilitas/infrastruktur lain (merger)
Risiko
Komersial
KL-5 Kompetisi (ada alternatif penggunaan infrastruktur lain)
15
Tabel 2.1. Klasifikasi Risiko Pengoperasian Jalan Tol (Lanjutan)
FM-1 Angin ribut, badai FM-2 Banjir FM-3 Tsunami FM-4 Temperatur & kelembaban yang ekstrem FM-5 Gempa bumi FM-6 Letusan gunung berapi FM-7 Kebakaran FM-8 Sambaran petir FM-9 Ledakan FM-10 Kejatuhan pesawat terbang FM-11 Asap, kabut FM-12 Tanah longsor (landslide) FM-13 Erosi FM-14 Pencurian dan perampokan FM-15 Tindakan vandalisme FM-16 Kerusuhan dan huru-hara
Risiko
Force
Majeure
FM-17 Tertabrak kendaraan TK-1 Produktivitas tenaga kerja yang rendah TK-2 Ketidakjujuran tenaga kerja TK-3 Ketidaktersediaan tenaga kerja TK-4 Pengurangan tenaga kerja TK-5 Kenaikan upah/gaji TK-6 Tanggung jawab pensiun
Risiko
Tenaga Kerja
TK-7 Pemogokan tenaga kerja FE-1 Depresiasi nilai tukar rupiah
FE-2 Inflasi
FE-3 Eskalasi harga
FE-4 Kenaikan nilai suku bunga
Risiko
Ekonomi /
Finansial
FE-5 Lesunya kondisi perdagangan dan ekonomi
16
Tabel 2.1. Klasifikasi Risiko Pengoperasian Jalan Tol (Lanjutan)
PL-1 Penyitaan/pengambilalihan secara resmi menurut hukum oleh pihak berwenang (pemerintah)
PL-2 Penyitaan/pengambilalihan secara tidak resmi menurut hukum oleh pihak berwenang (pemerintah)
PL-3 Perang, revolusi PL-4 Kudeta PL-5 Aksi terorisme dan sabotase
Risiko
Politik
PL-6 Demonstrasi atau kegiatan politik lain RG-1 Penghentian kontrak operasi oleh pihak berwenang (pemerintah)
RG-2 Pengalihan kontrak operasi oleh pihak berwenang (pemerintah) kepada operator lain.
Risiko
Regulasi RG-3 Perubahan kebijakan lama, amandemen, berlakunya kebijakan baru.
II.4. PROFIL PT. JASA MARGA (PERSERO) TBK.
II.4.1 Sejarah Perusahaan
Jasa Marga didirikan tahun 1978 ketika jalan bebas hambatan pertama yang
menghubungkan Jakarta dengan Bogor selesai dibangun. Dengan pertimbangan agar
biaya pengoperasian dan pemeliharaan ruas jalan tersebut dapat dilakukan secara
mandiri tanpa membebani anggaran Pemerintah, Menteri Pekerjaan Umum ketika itu,
Ir. Sutami mengusulkan pendirian sebuah persero untuk mengelola jalan tersebut.
Terbitlah Peraturan Pemerintah No. 4 tahun 1978 tentang Penyertaan Modal Negara
Republik Indonesia untuk pendirian persero.
Selanjutnya badan usaha PT Jasa Marga (Persero) dibentuk pada tanggal 1 Maret
1978 dengan tujuan menyelenggarakan jalan tol di Indonesia. Pada tanggal 9 Maret
1978, Presiden Soeharto meresmikan jalan tol tersebut sebagai jalan tol pertama di
Indonesia yang diberi nama Jagorawi dengan karyawan 200 orang.
Sejak itu Jasa Marga bersama Pemerintah terus membangun jalan-jalan tol baru di
wilayah Jabotabek, Bandung, Cirebon, Semarang, Surabaya dan Medan. Sampai
dengan akhir tahun 80-an, Jasa Marga adalah satu-satunya penyelenggara jalan tol di
Indonesia, hingga kemudian Pemerintah mengundang pula investor swasta.
17
Sesuai Undang Undang No. 38 tahun 2004 tentang Jalan yang berlaku sejak 18
Oktober 2004, fungsi Jasa Marga telah berubah dari penyelenggara jalan tol yang
berfungsi sebagai regulator menjadi investor jalan tol yang juga akan mendapat ijin
konsesi penyelenggaraan jalan tol dari Pemerintah. Jasa Marga siap bersaing dengan
investor jalan tol swasta dalam membangun, mengoperasikan dan memelihara jalan
tol.
Saat ini Jasa Marga telah berkembang pesat mengoperasikan 460,5 km jalan tol
dengan karyawan 5.640 orang.
Tahun 2003, Jasa Marga bekerja sama dengan investor dari Malaysia, melalui Net
One Solution Ltd. telah memberikan jasa manajemen pengoperasian Jembatan Tol
Jamuna di Bangladesh selama lima tahun.
II.4.2. Bidang Usaha
Bidang usaha perseroan adalah membangun dan menyediakan jasa pelayanan jalan
tol. Untuk itu perseroan melakukan aktifitas usaha sebagai berikut:
- Melakukan investasi dengan membangun jalan tol baru
- Mengoperasikan dan memelihara jalan tol
- Mengembangkan usaha lain untuk meningkatkan pelayanan kepada pemakai jalan
dan/meningkatkan hasil usaha perusahaan, seperti tempat istirahat, iklan, jaringan
serat optik, dan lain-lain
- Mengembangkan usaha lain dalam koridor jalan tol
II.4.3. Proses Bisnis Penyelenggara Jalan Tol
Proses bisnis perusahaan dimulai dari proses investasi yang meliputi analisa proyek,
penyusunan proposal bisnis, tender, perencanaan pendanaan, negosiasi dan persiapan
perjanjian legal. Dilanjutkan dengan tahap perencanaan dimulai dari studi kelayakan
hingga desain teknik rinci. Berikutnya tahap pengadaan yang dimulai dari pengadaan
lahan tanah yang dilakukan oleh pemerintah, tender jasa konstruksi hingga pengadaan
berbagai fasilitas untuk pengoperasian jalan tol. Memasuki masa operasi maka tahap
pemeliharaan yang bertujuan mempertahankan kondisi sarana dan prasarana akan
18
bersamaan dengan proses pelayanan. Pelayanan transaksi terkait dengan sistem
pembayaran sedangkan pelayanan lalu lintas terkait dengan perjalanan pemakai jalan.
Seluruh jalan tol milik Jasa Marga yang terdiri dari 13 ruas dioperasikan oleh 9 kantor
cabang dan 1 anak perusahaan yang tersebar di 6 daerah propinsi. Kantor cabang
merupakan cabang operasi.
Gambar 2.4. Proses Bisnis Penyelenggara Jalan Tol
Tabel 2.2. Lokasi Cabang dan Ruas
No. Cabang Ruas Panjang
(kilometer)
1. Jagorawi Jakarta – Bogor – Ciawi 46.00
2. Cawang – Tomang – Cengkareng Cawang – Tomang – Pluit
Prof. Dr. Ir. Sedyatmo (Cengkareng)
18.00
13.50
3. Jakarta – Cikampek Jakarta – Cikampek 72.00
4. Jakarta – Tangerang Jakarta – Tangerang
Serpong – Pondok Aren
27.00
13.10
5. Purbaleunyi Padalarang – Cileunyi
Cikampek – Padalarang
46.60
61.00
6. Surabaya – Gempol Surabaya – Gempol 42.00
7. Semarang Semarang 24.60
8. Belmera Belawan – Medan – Tanjung Morawa 34.40
9. Palimanan – Kanci Palimanan – Plumbon – Kanci 26.30
10. PT. Jalantol Lingkarluar Jakarta
(JLJ)*
Pondok Pinang – Kampung Rambutan
Kampung Rambutan – Hankam
Cakung – Cikunir
Pondok Pinang – Veteran
Jatiasih
14.80
4.00
8.80
4.00
4.38
Proses Investasi
Perencanaan Teknik
Pembangunan Konstruksi
Pemeliharaan - Pelayanan Transaksi - Pelalayanan Lalu Lintas
19
Tabel 2.3. Pendapatan Tol per Cabang Tahun 2006
No. Cabang Pendapatan Tol
(Juta Rupiah)
1. Jagorawi 263,282
2. Cawang – Tomang – Cengkareng 553,808
3. Jakarta – Cikampek 465,760
4. Jakarta – Tangerang 213,555
5. Purbaleunyi 339,308
6. Surabaya – Gempol 112,312
7. Semarang 30,712
8. Belmera 32,382
9. Palimanan – Kanci 40,399
10. PT. Jalantol Lingkarluar Jakarta (JLJ)* 218,932
Tabel 2.4. Volume Lalu Lintas per Cabang Tahun 2006
No. Cabang Volume Lalu Lintas
(Ribu Kendaraan)
1. Jagorawi 116,716
2. Cawang – Tomang – Cengkareng 257,262
3. Jakarta – Cikampek 105,230
4. Jakarta – Tangerang 106,514
5. Purbaleunyi 48,792
6. Surabaya – Gempol 55,919
7. Semarang 24,249
8. Belmera 15,950
9. Palimanan – Kanci 12,605
10. PT. Jalantol Lingkarluar Jakarta (JLJ)* 86,042
20
Tabel 2.5. Kinerja Teknis Perkerasan Jalan Tol Tahun 2006
No. Ruas Kondisi *
%
1. Jagorawi 100.00
2. Cawang – Tomang – Cengkareng 99.75
3. Jakarta – Cikampek 99.61
4. Jakarta – Tangerang 98.00
5. Purbaleunyi 95.32
6. Surabaya – Gempol 95.94
7. Semarang 99.24
8. Belmera 91.53
9. Palimanan – Kanci 93.02
Rata-rata Kinerja 96.93
* Kondisi baik dinilai terhadap pemenuhan kriteria sebagai berikut :
- Ketidakrataan permukaan jalan < 4 m/km skala IRI
- Kekesatan permukaan jalan μ >0,33 skala meter
- Lendutan 0,8 mm skala Failing Weight Deflectometer
- Kondisi Visual Permukaan Jalan
Gambar 2.5. Peta Jalan Tol Jakarta - Cikampek
21
Gambar 2.6. Peta Jalan Tol Jagorawi
Gambar 2.7. Peta Jalan Tol Dalam Kota Jakarta
22
II.5. PROFIL PT. CITRA MARGA NUSAPHALA PERSADA TBK.
Pada tanggal 13 April 1987, konsorsium beberapa perusahaan bersama-sama dengan
PT. Jasa Marga (Persero) membentuk PT. Citra Marga Nusaphala Persada yang
diberikan wewenang untuk membangun dan mengoperasikan ruas tol Cawang –
Tanjung Priok melalui skema BOT dan masa konsesi 22 tahun.
Panjang ruas tol seluruhnya adalah 15.66 km, dimana 12 km ruas jalan dibangun
struktur elevasi pilar diatas jalan dengan teknologi sosrobahu (free obstruction
technology based).
Kemudian dengan kesuksesan pembangunan ruas Cawang – Tanjung Priok pada
tahun 1990, pemerintah menawarkan untuk membangun ruas terakhir yang akan
mengintegrasikan jalan tol dalam kota, yakni ruas Tanjung Priok – Jembatan Tiga
(Jalan Tol Pelabuhan) dengan panjang ruas jalan 13.13 km. Pengoperasian ruas tol ini
dimulai tahun 1995 dan diberikan masa konsesi oleh pemerintah selama 30 tahun.
Gambar 2.8. Volume Lalu Lintas Ruas Cawang – Tg.Priok – Jembatan Tiga
23
II.6. ASURANSI
Asuransi hanya dilihat sebagai satu dari sejumlah metode yang digunakan dalam
menanggulangi risiko.
Dalam dunia asuransi yang dimaksud risiko adalah ketidakpastian yang menimbulkan
kerugian (uncertainty of loss) daIam arti finansial, dimana kerugian tersebut dapat
dinilai dengan uang.
Selain risiko, asuransi juga mengenal istilah Hazard, yaitu suatu keadaan yang
bersifat kualitatif yang mempunyai pengaruh terhadap kemungkinan terjadinya
kerugian ataupun besarnya dampak kerugian yang mungkin terjadi.
Hazard harus dibedakan dari perils. Perils adalah event yang menimbulkan kerugian
misalnya kebakaran, tabrakan, sedangkan hazard adalah faktor-faktor yang
mempengaruhi frekuensi maupun dampak dari perils yang dapat dikelompokkan
menjadi :
- Physical Hazard
Adalah suatu keadaan yang berkaitan dengan aspek fisik dari suatu benda, baik
benda yang dipertanggungkan maupun benda yang berdekatan. Aspek yang
menambah kemungkinan terjadinya atau besarnya kerugian dibandingkan dengan
risiko rata-rata disebut Poor Physical Hazards sedangkan aspek yang mengurangi
terjadinya kerugian dan besarnya kerugian disebut Good Physical Hazards.
Contoh : Konstruksi dari suatu bangunan. Bangunan dengan konstruksi kayu akan
lebih besar kemungkinannya terbakar dari konstruksi tembok.
Ciri-ciri dari Physical hazards ialah mudah diidentifikasi, dan mudah
diperbaiki/dirubah.
- Moral Hazards
Adalah keadaan yang berkaitan dengan sifat, pembawaan dan karakter manusia
yang dapat menambah besarnya kerugian dibanding dengan risiko rata-rata.
Manusia itu terutama adalah tertanggung sendiri yang bisa berupa individu
maupun suatu entitas.
24
Contoh : Tertanggung menyampaikan informasi yang tidak benar, kurang hati-hati
dan arogan.
Ciri-ciri moral hazards adalah sulit diidentifikaskan, namun kadang-kadang
tercermin dari keadaan-keadaan tertentu seperti, tidak rapi, tidak bersih, keadaan
dimana peraturan keamanan / keselamatan kerja tidak dilaksanakan sebagaimana
mestinya (tidak disiplin). Ciri lain dari moral hazards ialah sulit
diperbaiki/dirubah, karena menyangkut sifat, pembawaan ataupun karakter
manusia.
II.6.1. FUNGSI ASURANSI
Fungsi asuransi terbagi atas :
1) Fungsi Primer / Utama (Primary Function)
yakni penyediaan mekanisme pengalihan resiko melalui alat atau cara Common
Pool yang mana setiap pemegang polis membayar premi yang adil dan seimbang
sesuai dengan tingkat risiko kerugian atas pertanggungan yang dibawanya ke
dalam Common Pool.
a. Mekanisme Pengalihan Resiko (Risk Transfer Mechanism)
- Perorangan atau badan usaha dapat mengalihkan/memindahkan sebagian
dari ketidakpastian terjadinya suatu resiko kepada pihak lain.
- Membayar sejumlah premi yang relatif sangat kecil dibandingkan dengan
kerugian yang kemungkinan dihadapi.
- Ketidakpastian terhadap : "Terjadi atau tidak terjadi kerugian" dan
"Seberapa besar kerugian apabila terjadi"
b. Premi yang Adil dan Seimbang (Equitable Premiums)
- Kontribusi premi yang dibayar ke dalam Common Pool harus secara adil
pembebanannya kepada tertanggung.
- Tingkat resiko dari setiap objek: perfanggungan yang masuk dalam
Common Pool berbeda-beda.
- Tingkat resiko meliputi : Hazard dan Nilai (Value)
- Premi terdiri dari unsur Klaim (Claim Costs), Biaya Administrasi,
Cadangan (Contingency Loading) dan Profit Margin
25
2) Fungsi Subsidi / Tambahan (Subsidiary Function)
a. Mendorong pertumbuhan dunia usaha (Stimulus to Business Enterprise)
- Merubah fungsi dana yang tidak produktif dan menyalurkannya ke dalam
bentuk investasi pengembangan usaha bisnis yang produktif.
◊ Tanpa ada asuransi, perusahaan perlu membentuk cadangan (reserve)
untuk keperluan darurat yang menernpatkan masa depan usaha pada
kemungkinan untuk berjalan terus dalam bahaya.
◊ Cadangan ini nilainya tentu besar dan apabila diinvestasikan keluar
(secara eksternal) dengan kondisi yang bisa cepat liquid, rate of return-
nya akan relatif kecll.
◊ Dengan asuransi, biaya (fixed xost) untuk premi relatif kecil.
◊ Cadangan tadi dapat di release dan disalurkan untuk investasi internal
melalui pengembangan usaha atau peningkatan produksi.
- Keamanan (Security)
◊ Di perusahaan kecil asuransi merupakan alternatif utama daiam
menjaga kelangsungan usaha dari kemungkinan terjadinya kejadian
kerugian. Karena dapat dimengerti keterbatasan dana yang dimiliki.
◊ Di perusahaan yang lebih besar akan memberikan confidence bagi para
eksekutif dalam menghadapi kemungkinan kerugian.
◊ Perusahaan akan dapat lebih berkonsentrasi pada fungsi yang
sebenarnya untuk menjalankan usaha secara proper
◊ Mereka dapat berkonsentrasi pada sektor produksi don resiko-resiko
dagang tanpa dibebani kekuatiran akan tidak tercapainya sasaran usaha
oleh sebab kebakaran atau resiko-resiko yang diasuransikan.
◊ Pada situasi ekonomi yang sehat dan kuat tersedia padanya satu pasar
asuransi yang terorganisir dengan baik
b. Mencegah dan mengendalikan kerugian (Loss Prevention & Control)
- Survey asuransi akan menghasilkan rekomendasi dan riset dari kerjasama
dengan lembaga-lembaga terkait.
c. Manfaat sosial kepada masyarakat.
26
II.6.2. ASURANSI CIVIL ENGINEERING COMPLETED RISK (CECR)
Asuransi CECR didesain untuk memberikan perlindungan komprehensif atas struktur-
struktur pekerjaan teknik sipil setelah pembangunan (pada masa operasi) dimana
risiko kebakaran relatif sangat kecil.
Undang Undang No.18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, Bab VI, khusus
membahas tentang kegagalan bangunan yang menjadi tanggung jawab pengguna jasa
dan penyedia jasa. Dengan polis asuransi ini maka tanggung jawab pihak-pihak
tersebut dalam hal kerugian yang diakibatkan kegagalan bangunan selama masa
operasi akan dapat terkurangi (lebih kecil).
II.6.3. PROFIL POLIS ASURANSI CIVIL ENGINEERING COMPLETED
RISKS (CECR)
Jaminan Pokok
Polis ini menawarkan jaminan perlindungan atas kerugian atau kerusakan yang
disebabkan oleh :
1. Kebakaran
2. Sambaran petir
3. Ledakan
4. Benturan dari kendaraan rel, darat, air maupun binatang
5. Benturan dari pesawat terbang dan peralatan udara lainnya atau barang-barang
yang terjatuh darinya
6. Badai, angin ribut (gerakan udara yang lebih kuat dari Grade 8 pada Beaufort
Scale), banjir atau genangan, aksi gelombang pasang ataupun kerusakan akibat air
lainnya
7. Penurunan tanah, longsoran tanah, batuan atau pergerakan bumi lainnya
8. Gempa bumi, gunung berapi dan tsunami
9. Salju, longsoran salju, dan kerusakan akibat salju lainnya
10. Tindakan perusakan (vandalisme) dari seseorang
27
Jaminan Tambahan
Bahaya-bahaya lainnya tergantung daripada lokasi dan jenis risiko dapat ditambahkan
dengan menambahkan besaran premi. Beberapa jaminan tambahan yang umum
digunakan adalah :
1. Kerusuhan, pemogokan dan huru-hara
2. Terorisme dan Sabotase.
3. Pencurian dan perampokan.
4. Biaya pembersihan puing-puing/reruntuhan.
5. Biaya penghancuran dan peningkatan biaya untuk membangun kembali.
6. Biaya-biaya arsitek, surveyor dan konsultan teknik.
7. Biaya-biaya auditor.
8. Biaya pemadaman kebakaran.
9. Kualitas tenaga kerja yang buruk
10. Tanggung jawab hukum terhadap Pihak III.
11. Risiko konsekuensial (loss of profit / business interruption)
Jaminan Pengecualian
Dalam polis asuransi ini terdapat pula risiko-risiko yang tidak dapat dijamin, yakni :
1. Risiko Politik
2. Perang
3. Reaksi nuklir, radiasi nuklir ataupun kontaminasi radioaktif.
4. Kesengajaan atau kelalaian yang disengaja.
5. Kerusakan gradual yang muncul secara natural akibat penggunaan/operasional
struktur.
Manfaat
Dalam hal kerusakan yang dapat diperbaiki, ganti rugi adalah sebesar biaya-biaya
yang dibutuhkan untuk mengembalikan kondisi obyek pertanggungan dalam kondisi
sesaat sebelum terjadinya kerugian.
Dalam hal kerusakan total, ganti rugi adalah sebesar nilai aktual obyek pertanggungan
sesaat sebelum terjadinya kerugian
28
II.6.4. Perhitungan Besaran Premi Asuransi Civil Engineering Completed Risk
Salah satu fungsi utama asuransi adalah penyebaran risiko (spreading of risk). Dalam
hal yang sama perusahaan asuransi pun memerlukan proteksi atas tanggung jawab
yang dipikulnya dari kemungkinan kerugian keuangan yang mungkin terjadi. Dengan
demikian proses pengalihan risiko ini dilakukan lagi dengan metoda reasuransi.
Lebih jelasnya alur penyebaran risiko pada industri asuransi adalah sebagai berikut :
Gambar. 2.9. Alur Penyebaran Risiko Pada Asuransi
Sebagaimana alur penyebaran risiko pada gambar 2.9 diatas, demikian pula
penyebaran premi asuransi, karena premi merupakan komponen tanggung jawab
penanggung (perusahaan asuransi) atas risiko yang dijaminnya.
Premi asuransi merupakan suatu komponen besaran nilai tertentu yang harus
dibayarkan tertanggung yang terdiri atas premi risiko dan tambahan (loading) yang
mencakup biaya operasional, cadangan (adjustment) atas klaim dan keuntungan
berikut komisi agen.
Risiko Risiko Risiko
Asuradur AsuradurAsuradurAsuradur
Joint Protection
Reasuradur Reasuradur
Joint GLOBAL Protection
29
Gambar. 2.10. Komponen Premi Pada Asuransi
Perhitungan besar premi asuransi pada dasarnya adalah menggunakan prinsip statistik
“the law of large number” yang merupakan suatu teorema yang menjelaskan tentang
stabilitas jangka panjang suatu variabel acak. Dengan sampel yang saling bebas dan
terdistribusi sama maka nilai suatu pengamatan akan mendekati nilai tengah yang
diharapkan.
Dari teorema ini, perhitungan besar premi dilakukan dengan menggunakan
pengamatan terhadap data kejadian klaim yang pernah terjadi di masa lalu untuk
memprediksi potensi klaim di masa mendatang.
Berbagai macam alat/cara statistik dapat digunakan untuk mendapatkan prediksi besar
premi (forecasting). Salah satu metoda yang umum digunakan adalah metoda nilai
rata-rata bergerak (moving average).
Keharusan untuk melakukan estimasi individual risk daripada collective risk adalah
masalah utama dalam menghitung premi asuransi terutama pada jenis Property &
Casualty Insurance. Masalah ini merupakan dilema asuransi. Untuk itu perusahaan
asuransi melakukan estimasi collective risk yang diturunkan dari pengamatan data
statistik.
Namun demikian, untuk jenis risiko yang kejadiannya (occurence) jarang atau sangat
jarang, metoda ini tidak dapat diaplikasikan seperti misalnya pada risiko gempa bumi.
LOADING
(Agency Commission Fee) 10% - 15%
PROFIT 10% - 15%
EXPENSES 5%
RESERVES 10% - 20%
AVERAGE CLAIM 50% - 60%
Diskon Non Tehnis (Brokerage)
Risk Premium Rate
Loading Rate
30
Untuk jenis risiko ini dilakukan perhitungan dengan mengambil basis data periode
gempa bumi yang ”extra long” dan kemudian mengestimasi kerugian apabila terjadi.
Diagram alur berikut merupakan proses perhitungan rate premi yang diterapkan pada
Risiko Gempa Bumi :
Gambar. 2.11. Diagram Alur Perhitungan Rate Premi Gempa Bumi
Kejadian Gempa
Lokasi daerah (bujur & lintang)
Data historis Gempa (magnitude, hyposentrum),
diambil data histories kejadian gempa dalam 500
tahun terakhir Perhitungan jarak hiposentrum ke tiap daerah
Perhitungan vibrasi/ akselerasi di tiap daerah Topografi,
Dara tanah
Perhitungan tingkat kerusakan
Perhitungan tingkat kerugian ledakan/
kebakaran
Perhitungan tingkat kerugian banjir (tsunami)
Data-data statistik (perumahan,sensus,
kebakaran, kerusakan akibat air,
dll)
Perhitungan tingkat keparahan tiap daerah
Perhitungan estimasi klaim yang harus dibayar
Estimasi klaim per tahun / L
Rate Premi Asuransi Gempa Bumi / r
Nilai Pertanggungan Asuransi Gempa
Bumi / A
r = L / A
31
Polis standar asuransi CECR, dengan salah satu jaminan pokoknya berupa jaminan
atas kegagalan struktur oleh risiko gempa bumi menerapkan perhitungan rate premi
yang berbeda untuk tiap zona gempa. Ini dilakukan mempertimbangkan potensi
kerugian akibat klaim gempa bumi adalah lebih besar dibandingkan jenis risiko lain.
Berikut merupakan ilustrasi tarif premi standar untuk asuransi CECR Munich Re yang
dibedakan atas jenis okupasi bangunan dan zona gempa pada lokasi bangunan suatu
fasilitas/infrastruktur.
Tabel 2.6. Tarif Premi Standar Asuransi CECR
Rate - Per Mille (%o) Risks Zone-I Zone-II Zone-III Zone-IV
Bridges Dry docks Harbors Jetties Railway lines Rock Filled dams
7.83
6.09
5.07
4.53
Concrete dams
8.79
6.57
5.19
4.59
Earthen dams
9.63
6.99
5.43
4.59
Canals Irrigation system Tunnels Water reservoirs Weirs
10.04
7.82
6.44
5.84
Runways Water pipelines
10.88
8.24
6.68
5.84
A discount of 0.10 %o may be granted for opting out cover for Fire & Lightning.
EXCESS –
The Excess shall be 10 % of the sum insured.
32
II.6.5. Penilaian Yang Dilakukan Perusahaan Asuransi Dalam Menerima dan
Menetapkan Premi Asuransi Civil Engineering Completed Risk
Penilaian yang dilakukan perusahaan asuransi dalam melakukan perhitungan premi
ataupun menetapkan kondisi dan persyaratan polis lainnya adalah dengan melakukan
penilaian physical hazards obyek pertanggungan dan moral hazards dari subyek
pertanggungan. Dalam jenis asuransi CECR ini, perusahaan asuransi melakukan
penilaian terhadap :
Physical Hazards :
1. Deskripsi komponen struktur secara detail, yang meliputi :
a. Dimensi (panjang, ketinggian, kedalaman, bentangan dan kemiringan)
b. Pondasi (tipe, metode dan kedalaman)
c. Metode konstruksi yang diaplikasikan
d. Bahan/material konstruksi yang digunakan
2. Durasi tahap pelaksanaan proyek
a. Masa pelaksanaan/konstruksi
b. Masa pemeliharaan
3. Riwayat pertanggungan asuransi atas obyek yang akan diasuransikan
4. Riwayat kerugian/kegagalan bangunan
5. Eksposure struktur terhadap risiko-risiko pada jaminan polis
6. Kondisi lapisan tanah
7. Kondisi topografi
8. Tinggi muka air tanah
9. Kondisi meteorologi (curah hujan dan badai)
10. Sistem peringatan dini
11. Pekerjaan pemeliharaan struktur
12. Riwayat pekerjaan perbaikan yang dilaksanakan setelah tahap konstruksi
Moral Hazards :
1. Riwayat pemilik, pelaksana, sub-pelaksana, konsultan perencana dan pengawas.
33
II.6.6. BEBERAPA CONTOH KASUS KLAIM POLIS CIVIL ENGINEERING
COMPLETED RISKS (CECR)
Beberapa kasus yang pernah terjadi yang diperoleh dari website www.munichre.com
dimana fasilitas infrastruktur yang mengalami kerusakan diproteksi dengan polis
asuransi CECR adalah sebagai berikut :
A. Pelabuhan
Gambar 2.12. Tampak Kerusakan Bangunan Pemecah Gelombang
Nilai Kerugian : CHF 41,000,000 (property damage)
CHF 24,000,000 (loss of profit)
Obyek : Bangunan pemecah gelombang dan instalasi pelabuhan
Penyebab : Badai pasang laut (Storm tide) yang berlangsung selama
dua hari dengan angin kekuatan angin skala 8 dan 9
beaufort scale yang menyebabkan pecahnya bangunan
breakwater, merusak jaringan pipa minyak yang
dilindunginya
34
B. Silo
Gambar 2.13. Tampak Keruntuhan Bangunan Silo
Nilai Kerugian : CHF 750,000 (property damage)
CHF 375,000 (third party liability)
Obyek : Bangunan silo beton
Penyebab : Keruntuhan silo (collapse) disebabkan korosi yang terjadi
pada tulangan beton yang diawali dengan keretakan beton
penutup yang menyebabkan serangan udara agresif
terhadap tulangan.
Keterangan : Penyelidikan terhadap desain dan konstruksi yang
diimplementasikan pada bangunan mendapatkan bahwa
desain dan konstruksi dilaksanakan sesuai standar dan
faktor keamanan yang berlaku sehingga dijamin.
Pelajaran yang diambil pihak asuransi adalah harus
diterapkannya teori desain yang lebih modern dan
pengecekan terhadap penempatan posisi tulangan dan tes
beton yang memadai harus dilaksanakan sebelum
pengecoran.
35
C. Jembatan
Gambar 2.14. Tampak Keruntuhan Dak Jembatan
Nilai Kerugian : Nil (Tidak Dijamin)
Obyek : Dak Jembatan
Penyebab : Ketika sebuah trailer dengan berat 90T melewati badan
jembatan, terjadi keruntuhan secara tiba-tiba
Keterangan : Penyelidikan menemukan kualitas pekerjaan pengelasan
yang buruk pada jembatan. Kesalahan pekerjaan ini
(faulty workmanship) diperkuat dengan hanya
ditemukannya pengelasan yang buruk tersebut pada 16 m
dari 50 meter bentang jembatan.
Dikarenakan polis yang dibuat hanya menjamin risiko-
risiko pokok tanpa adanya perluasan jaminan terhadap
”bad workmanship” maka kerugian tidak dijamin.