bab ii tinjauan pustaka - unmuha
TRANSCRIPT
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penyakit Yang Berkaitan Personal Hygiene
Tidakkah kita menyadari sekarang penyakit menjadi bermacam-macam
jenisnya. Banyak yang menjadi faktor penyebabnya, salah satunya adalah akibat dari
personal hygiene yang buruk, tidak menjaga lingkungan dengan baik dan perilaku yang
tidak hygienis. Sama halnya dengan penyakit yang berkaitan personal hygiene dimana
penyakit tersebut terjadi akibat dari personal hygiene yang buruk. Menurut Hidayat
(2012) penyakit yang terkait dengan Personal hygiene yang buruk yaitu seperti
penyakit kulit, penyakit infeksi, penyakit menular dan penyakit saluran cerna atau
bahkan menghilangkan fungsi bagian tubuh tertentu.
Menurut sudarto (1996) yang dikutip oleh mustikawati (2013), personal
hygiene yang tidak baik akan mempermudah tubuh terserang berbagai penyakit,
seperti penyakit kulit, penyakit infeksi penyakit mulut, penyakit saluran cerna dan
dapat menghilangkan fungsi bagian tubuh tertentu, seperti halnya kulit. Personal
hygiene sangat dipengaruhi oleh nilai individu dan kebiasaan, sehingga personal
hygiene merupakan hal penting dan harus diperhatikan karena personal hygiene
akan mempengaruhi kesehatan dan psikis seseorang.
Personal Hygiene berasal dari bahasa yunani yaitu personal artinya perorangan dan
hygiene berarti sehat. Kebersihan perorangan adalah suatu tindakan untuk memelihara
13
kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis (Laksamana,
dkk, 2012).
Kebersihan diri (personal hygiene) merupakan kebersihan diri sendiri yang
dilakukan untuk mempertahankan kesehatan, baik secara fisik maupun psikologis.
Menurut entjang dalam Sri (2015) pengertian personal hygiene atau hygiene
perseorangan (usaha kesehatan pribadi) adalah upaya dari seseorang untuk
memelihara dan mempertinggi derajat kesehatannya sendiri. Tujuan dari personal
hygiene adalah:
a. Meningkatkan derajat kesehatan seseorang
b. Memelihara kebersihan diri seseorang
c. Memperbaiki personal hygiene yang kurang
d. Pencegahan penyakit
e. Meningkatkan percaya diri seseorang
f. Menciptakan keindahan.
Pentingnya Personal hygiene dalam kehidupan manusia untuk meningkatkan
derajat kesehatan seseorang, memelihara kebersihan diri, pencegahan penyakit,
meningkatakan percaya diri dan menciptakan keindahan (Tarwoto dan Wartonah,
2010). Ukuran kebersihan diri seseorang tergantung bagaimana orang tersebut secara
fisik dan psikologi mampu melakukan dan menampilkan perawatan dirinya. Manusia
perlu menjaga kebersihan lingkungan dan diri agar tetap sehat dan tidak bau, sehingga
tidak menyebarkan kotoran atau menularkan kuman penyakit (potter dan Perry, 2010).
14
2.1.1. Macam-Macam Penyakit Yang Berkaitan Personal Hygiene
Penyakit pada dasarnya merupakan hasil hubungan interaktif antara manusia
dengan lingkungan, antara perilaku dengan komponen lingkungan yang memiliki
potensi penyakit. Oleh karena itu, pemahaman terhadap faktor risiko penyakit yang
berakar pada faktor kependudukan dapat, mengurangi terjadinya faktor risiko itu
sendiri (Achmadi, 2011).
Menurut Hidayat (2012) penyakit yang terkait dengan Personal hygiene
yang tidak baik yaitu seperti penyakit kulit, penyakit infeksi, penyakit menular
dan penyakit saluran cerna atau bahkan menghilangkan fungsi bagian tubuh
tertentu.
Berikut jenis-jenis Penyakit yang berkaitan personal hygiene (Anies, 2015) :
a. Diare
b. ISPA
c. Penyakit Kulit
d. Sakit Gigi
e. Batuk
2.1.1.1. Diare
Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan konsitensi
lembek atau cair dan frekuensinya lebih dari 3 kali sehari. Secara klinis penyebab diare
terjadi akibat bakteri, virus, malabsorsi, alergi dan keracunan. Penyebab yang paling
sering adalah bakteri yang setiap hari dijumpai dalam jumlah besar yang berasal dari
lingkungan kotor (Irianto, 2014).
15
Penyakit diare merupakan penyakit yang sering dijumpai pada masyarakat.
Personal hygiene yang baik akan membawa efek yang baik bagi kesehatan. Demikian
pula sebaliknya, Personal hygiene yang buruk akan menjadi sumber munculnya
berbagai macam penyakit antara lain penyakit Diare. Dimana seseorang yang tidak
menjaga kebersihan dirinya seperti tidak mencuci tangan sebelum makan hal ini akan
berdampak pada kesehatan dikarenakan nasi yang akan kita makan akan
terkontaminasi dengan kuman sehingga masuk kedalam usus pencernaan dan
terjadilah diare (Harahap, 2013).
Tanda dan gejala awal diare ditandai dengan, gelisah, suhu meningkat, nafsu
makan menurun, tinja cair (lendir dan tidak menutup kemungkinan diikuti keluarnya
darah, anus lecet, dehidrasi (bila terjadi dehidrasi berat maka volume darah berkurang,
nadi cepat dan kecil, denyut jantung cepat, tekanan darah turun, keadaan menurun
diakhiri dengan syok), berat badan menurun, turgor kulit menurun, mata dan ubun-
ubun cekung, mulut dan kulit menjadi kering (Octa dkk, 2014).
2.1.1.2. ISPA
ISPA atau infeksi saluran pernapasan akut mengandung 2 unsur, yaitu infeksi
dan saluran pernapasan. Pengertian infeksi adalah masuknya kuman atau
mikroorganisme kedalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan
gejala penyakit (Gunawan, 2010).
Salah satu terjadinya Penyakit ISPA dikarenakan kondisi kebersihan dirinya
buruk, contohnya seseorang yang telah melakukan aktivitas seperti menyapu dan dia
tidak mencuci tangan sehingga kuman akan menempel ditanggannya, saat tangannya
16
memegang hidung dan kuman yang ada ditangannya akan masuk kedalam sistem
pernapasan sehingga terjadilah infeksi pada salura pernapasan. Personal hygiene yang
baik akan membawa efek yang baik bagi saluran pernapasan. Demikian pula sebaliknya,
Personal hygiene yang buruk akan menjadi sumber munculnya penyakit ISPA.
Seperti halnya penelitian yang dilakukan oleh Ridwan A dan Zahriani (2016)
peneliti menemukan beberapa perilaku yang tidak baik yang telah
menyebabkanterjadinya gangguan pemenuhan kebutuhan kebersihan bagi balita yaitu
sebagian besar orang tua (41.7%) tidak mencuci tangan balita setiap kali balita selesai
bermain dan juga banyak orang tua (52.2%) tidak memperhatikan kebersihan kuku dan
tangan anak balita penderita ISPA.
Widoyono (2011) menjabarkan ISPA adalah penyakit saluran pernapasan akut
dengan perhatian khusus pada radang paru (Pneumonia), dan bukan penyakit
tenggorokan dan telinga. Menurut Amin (2011) ISPA bila mengenai saluran pernapasan
bawah, khususnya pada bayi, anak-anak dan orang tua, memberikan gambaran klinik
yang berat dan jelek, berupa bronchitis, dan banyak yang berakhir dengan kematia.
ISPA disebabkan oleh adanya infeksi pada bagian saluran pernapasan. Proses
terjadinya ISPA di awali dengan masuknya beberapa bakteri dari genus streptokokus,
stafilokokus, pneumokokus, hemofiluss, bordetella dan korinebakterium dan virus dari
golongan mikrovirus (termaksuk di dalamnya virus parainfluenza dan virus campak).
Kuman ini akan melekat pada sel epitel hidung dengan mengikuti proses pernapasan
maka kuman tersebut bisa masuk ke broncus dan masuk kedalam saluran pernapasan,
yang menyebabkan demam, batuk, pilek, sakit kepala dan sebagainya (Murni, 2014).
17
2.1.1.3. Penyakit Kulit
Penyakit kulit merupakan penyakit yang sering dijumpai pada masyarakat.
Personal hygiene yang baik akan membawa efek yang baik bagi kulit. Demikian pula
sebaliknya, Personal hygiene yang buruk akan menjadi sumber munculnya berbagai
macam penyakit antara lain penyakit kulit (Harahap, 2013).
1. Faktor penyebab penyakit kulit
Faktor- faktor yang mempengaruhi tingginya prevalensi penyakit kulit adalah
iklim yang panas dan lembab yang memungkinkan bertambah suburnya jamur,
kebersihan perorangan yang kurang baik dan faktor ekonomi yang kurang
memadai (Harahap, 2013).
2. Gejala penyakit kulit
Diagnosis penyakit kulit dan penanganan terapeutik dilakukan dengan terlebih
dahulu mengenali perubahan pada kulit yang dapat diamati secara klinis yaitu
efloresen. Efloresen kulit dapat berubah pada waktu berlangsungnya penyakit.
Untuk mempermudah dalam pembuatan diagnosis, ruam kulit dibagi menjadi
beberapa kelompok yaitu efloresen primer yang terdapat pada kulit normal dan
efloresen sekunder yang berkembang pada kulit yang berubah (Maharani, 2015).
3. Jenis jenis penyakit kulit
a. Dermatitis
Adalah kelainan kulit yang mana kulit tampak meradang dan iritasi.
Dermatistis dapat muncul akibat alergi. Dermatitits biasanya menyerang daerah
18
tubuh tertentu, sedangkan alergi dapat menyerang seluruh tubuh atau berganti-
ganti.
Gejala yang utama dari dermatitis adalah rasa gatal. Gejala lain ditandai
dengan timbulnya warna kemerahan pada kulit, terasa panas dan dingin yang
berlebihan pada kulit yang terkena dermatitis serta tampak lepuhan lepuhan
kecil dan kulit bersisik yang kena pada permukaan kulit yang disertai dengan
pembekakan.
b. Kudis atau Skabies
Skabies adalah suatu penyakit kulit yang sangat gatal terutama pada waktu
malam hari sebelum tidur, mudah menular, dan disebabkan oleh sarcoptes
Scabei sinonim bagi penyakit ini adalah penyakit gudik, kudis.
Penyakit skabies sering terdapat pada tempat tempat atau daerah daerah
yang padat penduduknya dengan keadaan hygiene yang jelek, misalnya
ditempat tempat pengungsian, peperangan dan ditempat lain yang
penghuninya padat. Kepadatan tersebut memungkinkan hubungan satu dengan
yang lain sangat mudah, sehingga penularan penyakit sukar dihindarkan
(Irianto, 2014).
c. Herpes Zoster
Herpes Zoster adalah jenis penyakit kulit yang disebabkan oleh virus
Varisela zostier yang menetap laten di akar saraf. Virus Varisela zostier
umumnya hanya mempengaruhi satu saraf saja, pada satu sisi tubuh. Saraf
dikulit, dada atau perut dan wajah bagian atas adalah yang paling sering
19
terkena. Gejala penyakit ini diantaranya terasa demam, pilek, cepat lelah, nyeri
sendi, sakit kepala,pusing, rasa sakit seperti terbakar, kulit sensitive dan timbul
bintik kecil kemerahan pada kulit.
d. Alergi
Alergi adalah reaksi sistem imun tubuh yang bersifat spesifik terhadap
rangsangan suatu bahan yang pada orang lain biasanya tidak berbahaya bagi
kesehatan tubuh (Soedarto, 2012). Alergi adalah suatu reaksi hipersensitivitas
yang diawali oleh mekanisme imunologis, yaitu akibat induksi oleh IgE yang
spesifik terhadap alergi tertentu, yang berikatan dengan selmast. Reaksi timbul
akibat paparan terhadap bahan yang pada umumnya tidak berbahaya dan
ditemukan dalam lingkungan disebut alergi (Wistiani dan Notoatmojo, 2011).
e. Urtikaria
Urtikaria adalah erupsi kulit yang menimbul (wheal) berbatas tegas,
berwarna merah lebih pucat pada bagian tengah, dan memucat bila ditekan
disertai rasa gatal. Hal yang mendasari terjadinya urtikaria adalah triple
response dari lewis, yaitu eritem akibat dilapisi kapiler timbulnya flare akibat
dilatasi arteriolar yang diperantarai reflex akson saraf dan timbulnya wheal
akibat ekstrafasasi cairan karena meningkatkan permeabilitas vaskuler (Ikatan
Dokter Anak Indonesia, 2010).
2.1.1.4. Sakit Gigi
Kesehatan gigi atau sering disebut dengan kesehatan rongga mulut adalah
keadaan rongga mulut, termasuk gigi geligi dan struktur jaringan pendukungnya bebas
20
dari penyakit dan rasa sakit, berfungsi secara optimal, yang akan menjadikan percaya
diri serta hubungan
Kesehatan gigi merupakan salah satu aspek dari seluruh kesehatan yang
merupakan hasil dari interaksi antara kondisi fisik, mental, dan sosial. Aspek fisik yaitu
keadaan kebersihan gigi dan mulut, bentuk gigi, dan air liur yang dapat mempengaruhi
kesehatan gigi dan mulut. Kebersihan gigi dan mulut adalah keadaan gigi geligi yang
berada di dalam rongga mulut dalam keadaan bersih bebas dari plak dan kotoran lain
yang berada di atas permukaan gigi seperti debris, karang gigi, dan sisa makanan
(Setyaningsih, 2007).
Upaya memelihara kesehatan gigi yang utama harus ditujukan untuk
mengendalikan pertumbuhan bakteri di dalam rongga mulut karena pertumbuhan
bakteri mulut yang tidak terkontrol merupakan penyebab utama terjadinya
permasalahan gigi dan mulut (Ghofur, 2012).
2.1.1.5. Batuk
Batuk merupakan suatu rangkaian reflex yang terdiri dari reseptor batuk, saraf
aferen, pusat batuk, saraf eferen dan efektor. Reflex batuk tidak akan sempurna
apabila salah satu unsurnya tidak terpenuhi. Adanya rangsangan pada reseptor batuk
akan dibawa oleh saraf aferen ke pusat batuk yaitu medulla untuk diteruskan ke
efektor melalui saraf eferen (Guyton, 2008).
Gejalanya yaitu demam yang tinggi disertai otot tubuh yang kaku, bersin-bersin,
hidung tersumbat, dan sakit tenggorokan. Namum batuk berdahak juga timbul akibat
peradangan pada paru-paru. Penyebabnya batuk disebkan oleh adanya peradangan
21
pada lapisan lendir saluran pernapasan. Pencegahannya bisa dilakukan dengan cara
menghindari daerah berdebu, kurangin minuman-minuman berdebu dan kurangi
kontak dengan orang yang sedang batuk (Hasan, 2010).
2.1.2. Macam-Macam Personal Hygiene
Wartonah (2010), macam-macam personal hygiene antara lain:
a. Kebersihan kulit
Kebersihan kulit merupakan cerminan kesehatan yang paling pertama
memberikan kesan. Oleh karena itu perlu memelihara kulit sebaik-baiknya
pemeliharaan kulit tidak dapat terlepas dari kebersihan lingkungan, makanan yang
dimakan serta kebiasaan hidup sehari-hari. Dalam memelihara kebersihan kulit
kebiasaan kebiasan yang harus selalu diperhatikan adalah menggunakan barang-barang
keperluan sehari-hari memiliki sendiri, minimal mandi 2x sehari, mandi memakai
sabun, menjaga kebersihan pakaian, makan yang bergizi terutama sayur dan buah, dan
menjaga kebersihan lingkungan.
b. Kebersihan rambut
Rambut yang terpelihara dengan baik akan membuat rambut bersih dan indah
sehingga akan menimbulkan kesan bersih dan tidak berbau. Dengan selalu memelihara
rambut dan kulit kepala, maka perlu memperhatikan kebersihan rambut dengan
mencuci rambut sekurang-kurangnya 2x seminggu, mencuci rambut memakai shampoo
/sabun pencuci rambut lainnya dan sebaiknya memakai alat alat pemeliharaan rambut
lainnya.
22
Menurut (saryono & widianti, 2011) masalah yang sering terjadi pada rambut:
a. Ketombe pelepasan kulit kepala yang di sertai rasa gatal
b. Alopesia atau kehilangan rambut
c. Pediculosis capitis yaitu kutu pada daerah rambut
d. Pediculosis corporis yaitu kutu pada badan seperti di ketiak
e. Kebersihan gigi dan mulut
Perawatan gigi dan mulut merupakan bagian penting yang harus di perhatikan
kebersihannya sebab melalui organ ini berbagai kuman dapat masuk. Hygiene mulut
membantu mempertahankan status kesehatan mulut, gigi dan bibir, membersihakan
gigi dari partikel partikel makanan, plak, bakteri dan mengurangi ketidaknyamanan
yang dihasilkan dari bau dan rasa yang tidak nyaman. Dapat dilakukan dengan cara
menyikat gigi, berkumur dengan obat kumur atau antiseptik, menyikat lidah dan
membersihkan gigi palsu jika ada sehabis makan. (Hidayat & Tandiari, 2016).
Menggosok gigi dengan teratur dan baik akan membersihkan gigi sehingga
terlihat bersih. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menjaga kebersihan gig adalah
menggosok gigi secara teratur dan di anjurkan setiap habis makan, memakai sikat gigi
sendiri, menghindari makanan-makanan yang merusak gigi, membiasakan makan buah-
buahan yang menyehatkan gigi dan memeriksa gigi secara-secara teratur.
c. Membersihkan telinga
Hal yang diperhatikan kebersihan telinga adalah membersihkan telinga secara
teratur, dan tidak mengorek-ngorek telinga dengan benda tajam.
23
d. Kebersihan tangan, kaki dan kuku
Seperti halnya kulit, tangan kaki dan kuku harus diperhatikan dan ini tidak
terlepas dari kebersihan lingkungan dan sekitar kebiasaan hidup sehari-hari. Tangan,
kaki dan kuku yang bersih menghindarkan kita dari berbagai penyakit. Kuku dan tangan
kotor dapat menyebabkan bahaya kontaminasi dan menimbulkan penyakit-penyakit
tertentu. Untuk menghindari bahaya kontaminasi maka perlu harus membersihkan
tangan sebelum makan, memotong kuku secara teratur, membersihkan lingkungan dan
mencuci kaki sebelum tidur.
2.1.3.Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Personal Hygiene
Sri (2015) faktor faktor yang mempengaruhi personal hygiene antara lain:
a. Body Image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri,
misalnya Karena ada perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan
kebersihannya.
b. Praktik Sosial
Kelompok sosial mempengaruhi seseorang dalam pelaksanaan praktik personal
Hygiene. Termasuk produk dan frekuensi perawatan pribadi selama masa kanak-kanak,
kebiasaan keluarga juga mempengaruhi hygiene, misalnya frekuensi mandi dan waktu
mandi. Pada masa remaja, Hygiene pribadi dipengaruhi oleh teman, misalnya remaja
wanita mulai tertarik pada penampilan pribadi dan mulai memakai riasan wajah. Pada
masa dewasa, teman dan kelompok kerja membentuk harapan tentang penampilan
24
pribadi. Sedangkan pada lansia beberapa praktik hygiene berubah karena kondisi
hidupnya dan sumber daya yang tersedia.
c. Sosial Budaya dan kepercayaan
Kebudayaan dan nilai pribadi mempengaruhi kemampuan perawatan personal
hygiene. Seseorang dari latar belakang kebudayaan yang berbeda, mengikuti praktek
perawatan personal hygiene yang berbeda. Keyakinan yang didasari kultur sering
menentukan definisi tentang kesehatan dan perawatan diri. Dalam merawat pasien
dengan praktik hygiene yang berbeda, perawat menjadi pembuat keputusan atau
mencoba untuk menentukan standar kebersihannya.
d. Status sosial ekonomi
Personal Hygiene memerlukan biaya untuk membeli bahan untuk kebersihan diri
sehingga pada masyarakat dengan sosial ekonomi yang rendah mungkin akan
mengesampingkan perawatan dirinya sehingga personal hygiene mereka kurang.
e. Pengetahuan
Pengetahuan yang baik tentang personal hygiene sangat penting karena dapat
meningkatkan kesehatan misalnya penderita diabitus militus harus selalu menjaga
kebersihan dirinya agar kesehatannya dapat terjaga.
f. Kebiasaan
merupakan kepercayaan masyarakat terhadap pengalaman masa lalu, pengaruh
teman tempat tinggal dan pengaruh dari keluarga. Kebiasaan dapat di kategorikan dari
baik dan kurang, jika pengaruh masyarakat positif terhadap pemanfaatan pusat
25
pelayanan kesehatan maka akan terdorong untuk memanfaatkan dan melakukan
kunjungan ke fasilitas kesehatan yang tersedia.
2.1.4. Dampak Masalah Personal Hygiene
Dampak yang seringtimbul akibat kurangnya personal hygiene menurut
(Tarwoto, 2010).
a. Dampak fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak terpeliharanya
kebersihan perorangan dengan baik. Gangguan fisik yang sering terjadi adalah
gangguan integritas kulit, gangguan membran mukosa mulut, infeksi pada mata dan
telinga serta gangguan fisik pada kuku.
b. Dampak sosial
Masalah yang berhubungan dengan personal hygiene adalah gangguan
kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri,
aktualisasi diri, dan gangguan interaksi sosial.
2.1.5. Usaha Menjaga Personal Hygiene
Menurut Sri (2015) beberapa upaya yang dimaksud antara lain :
1. Memelihara kebersihan diri pakaian, rumah dan lingkungannya. Beberapa
usaha dapat dilakukan antara lain seperti dengan mandi 2x / hari,cuci
tangan sebelum dan sesudah makan,dan buang air besar pada tempatnya.
2. Memakan makanan yang sehat dan bebas dari bibit penyakit.
3. Meningkatkan daya tahan tubuh dan kesehatan jasmani
4. Menghindari terjadinya kontak dengan sumber penyakit.
26
5. Melengkapi rumah dengan fasilitas-fasilitas yang menjamin hidup sehat
seperti sumber air yang baik,kakus yang sehat.
6. Pemeriksaan kesehatan
2.2. Hubungan Karakteristik Dengan Penyakit Yang Berkaitan personal Hygiene Pada
Lanjut Usia
Istilah “karakter” sering kali diucapkan oleh banyak orang. Sering terdengar
orang mengatakan kata karakter untuk membedakan antara orang yang satu dengan
yang lainnya. Hal tersebut dikarenakan karakter setiap orang pasti berbeda-beda atau
ciri-ciri yang dimiliki setiap orang itu tidak sama.
Setiawan dalam Agus dan Hamrin (2012) kata “karakter” berasal dari kata
dalam bahasa latin, yaitu “kharakter”. Kata ini mulai banyak digunakan dalam bahasa
Prancis sebagai “charactere” pada abad ke-14. Ketika masuk ke dalam bahasa Inggris,
kata “caractere” ini berubah menjadi “character.” Selanjutnya dalam bahasa Indonesia
menjadi “karakter”.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang dimaksud dengan
karakteristik adalah ciri atau sifat yang berkemampuan untuk memperbaiki kualitas
hidup. Karakteristik adalah ciri-ciri khusus atau mempunyai sifat khas sesuai dengan
perwatakan tertentu. Karakteristik adalah mengacu kepada karakter dan gaya hidup
seseorang serta nilai- nilai yang berkembang secara teratur sehingga tingkah laku
menjadi lebih konsisten dan mudah di perhatikan (Nanda, 2013).
27
Selanjutnya menurut Robbins dalam gaffar (2017), mengatakan bahwa
Karakteristik individu mencakup umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan masa
kerja dalam organisasi.
2.2.1. Hubungan Umur dengan penyakit yang Berkaitan personal hygiene pada
lansia
Menurut Nugroho dalam Ramadhan dan Sabrina (2016) lanjut usia adalah
seseorang yang mencapai usia 60 tahun keatas. Lansia merupakan kelompok usia
dimana untuk melakukan segala sesuatu temasuk melakukan personal hygiene
menurun karena dipengaruhi oleh faktor usia. Di lihat dari segi fisik, kelompok lansia
sangat mengharapkan perhatian khusus dari keluarga untuk membantu dan
memotivasi mereka menerapkan personal hygiene dalam kehidupan sehari-hari.
Personal hygiene sangat penting dalam usaha mencegah timbulnya peradangan
mengingat sumber infeksi bisa saja timbul bila kebersihan kurang mendapat perhatian.
Kebersihan badan, tempat tidur, kebersihan rambut, kuku dan mulut atau gigi perlu
mendapat perhatian perawatan khusus. Semua itu akan mempengaruhi kesehatan
lanjut usia. Personal hygiene yang baik akan mempengaruhi terhadap peningkatan citra
tubuh individu. Sebaliknya, personal hygiene yang kurang tentunya akan
mempengaruhi penurunan pada citra tubuh seseorang sehingga akan berdampak pada
kesehatan seperti munculnya penyakit yang terkait dengan personal hygiene.
Makin tua umur seseorang maka proses-proses perkembangan mentalnya
bertambah baik, akan tetapi pada umur tertentu, bertambahnya proses perkembangan
mental ini tidak secepat seperti ketika berumur belasan tahun (Singgih, 1998 dalam
28
Hendra AW, 2008). Selain itu Abu Ahmadi, 2001 dalam Hendra AW, 2008 juga
mengemukakan bahwa memang daya ingat seseorang itu salah satunya dipengaruhi
oleh umur. Dari uraian ini maka dapat kita simpulkan bahwa bertambahnya umur
seseorang dapat berpengaruh pada pertambahan pengetahuan yang diperolehnya,
akan tetapi pada umur umur tertentu atau menjelang usia lanjut kemampuan
penerimaan atau mengingat suatu pengetahuan akan berkurang.
Menurut Sarbi (2008) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit yang
berkaitan personal hygiene), hasil penelitian menunjukkan bahwa umur responden
mempunyai pengaruh bermakna terhadap penanganan penyakit yang berkaitan
personal hygiene, dimana umur yang muda berpeluang 12 kali menderita penyakit yang
berkaitan personal hygiene dibandingkan dengan umur yang sudah tua.
Sedangkan menurut Mustikawati (2013) menyatakan bahwa Penyakit yang
ditimbulkan oleh perilaku personal hygiene yang tidak baik dapat menyerang semua
usia baik kanak-kanak, remaja atau dewasa. Pada orang dewasa, ia akan memiliki
kemandirian untuk melakukan perilaku personal hygiene yang baik, disebabkan karena
semakin banyaknya pengetahuan, pengalaman yang didapatkan mengenai kesehatan.
2.2.2. Hubungan Jenis Kelamin dengan penyakit yang Berkaitan personal hygiene
pada lansia
Perbedaan gender juga dapat merupakan salah satu aktor yang mempengaruhi
psikologi lanjut usia, sehingga akan berdampak pada bentuk adaptasi yang digunakan,
hasil penelitian yang dilakukan Raharnie, dkk. (2011) di Makasar, Zayyid (2006) di
Malaysia dan Onayemi, dkk (2012) di Nigeria menunjukkan bahwa laki-laki cenderung
29
lebih rentan terinfeksi scabies dengan prevalensi 58% dibandingkan wanita. Prevalensi
scabies pada wanita cenderung lebih rendah dari pada laki-laki, diduga disebabkan
wanita cenderung lebih peduli terhadap personal hygiene dibandingkan laki-laki
(Setyaningrum dalam Juliansyah dan Minartami, 2017).
Menurut Mustikawati (2013), risiko permasalahan penyakit yang terkait dengan
perilaku personal hygiene dapat terjadi pada semua orang, tidak memandang laki laki
atau perempuan. Jenis kelamin merupakan perbedaan fisologis dan biologis yang dapat
membedakan laki-laki dan perempuan. karakteristik antara laki-laki dan perempuan
pun berbeda, baik dari segi fisik, sikap dan tindakan ( Juliansyah dan minartami, 2017).
Lansia laki-laki cenderung dalam status kawin sampai mereka sangat tua dan
meninggal. Lansia laki-laki cenderung untuk mendapatkan bantuan/perawatan dari
isteri mereka, sedangkan lansia perempuan seringkali tidak mendapatkan ini karena
kematian suami. Namun pada umumnya lansia perempuan yang ditinggalkan suami,
hidup bersama dengan anaknya terutama anak perempuan, sehingga masih
mendapatkan perawatan yang cukup baik. Oleh sebab itu dengan adanya perawatan
yang lebih baik dan jauh dari penyakit yang berkaitan personal hygiene, maka harapan
hidup lansia perempuan lebih panjang dari pada lansia laki-laki dikarenakan (Wahyuni
dalam safitri.N.C., utami. Y.W, 2011).
Menurut Naftassa dan Putri (2018) Hasil analisis menunjukan bahwa adanya
hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian penyakit yang berkaitan personal
hygiene dengan nilai p < dari 0.005 yaitu 0.009. Pada penelitian ini, perempuan lebih
banyak mengalami penyakit yang berkaitan personal hygiene yaitu 96.2%.
30
2.2.3. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Penyakit Berkaitan Personal Hygiene
pada lansia
Pendidikan adalah upaya untuk memberikan pengetahuan sehingga terjadi
perubahan perilaku positif yang meningkat. Orang yang memiliki pendidikan yang baik
memiliki kemampuan untuk menyerap dan memahami pengetahuan yang diterimanya,
sehingga semakin baik pendidikan seseorang, maka semakin mudah ia untuk menyerap
dan memahami pengetahuan yang ia terima (Mustikawati, 2013).
Pendidikan atau pengetahuan mengenai pernyakit yang berkaitan personal
hygiene dapat diterima sejak masa kanak kanak, sehingga ia akan menjadi suatu
kebiasaan ketika dewasa maupun lansia. Pada lansia Apabila mengetahui dan
mempraktekkan perilaku personal hygiene maka dia bisa meningkatkan derajat
kesehatannya (Mustikawati, 2013).
Tingkat pendidikan juga merupakan hal terpenting dalam menghadapi masalah.
Semakin tinggi pendidikan lansia, diharapkan wawasan mengenai penyakit yang
berkaitan personal hygiene yang dimilikinya akan semakin luas sehingga
pengetahuanpun juga akan meningkat, sebaliknya semakin rendahnya pendidikan
responden, akan mempersempit wawasan mengenai personal hygine sehingga
muncullah penyakit yang terkait personal Hygiene (Notoatmojo, 2010).
Menurut luthfianti (1998), bahwa tingkat pendidikan tidak berpengaruh
terhadap perilaku kesehatan, karena informasi dapat diperoleh dari luar rumah atau
lingkungan.
31
Pendidikan adalah upaya untuk memberikan pengetahuan sehingga terjadi
perubahan perilaku positif yang meningkat. Orang yang memiliki pendidikan yang baik
memiliki kemampuan untuk menyerap dan memahami pengetahuan yang diterimanya,
sehingga semakin baik pendidikan seseorang, maka semakin mudah ia untuk menyerap
dan memahami pengetahuan yang ia terima. Kategori pendidikan menurut (UU No. 20
Tahun 2003) yaitu Tinggi jika diatas SMA, menengah Jika SMA/ sederajat dan dasar jika
tidak sekolah, SD dan SMP/ sederajat. Pendidikan diklasifikasikan menjadi 2 yaitu tinggi
(SMA dan Perguruan Tinggi) dan Rendah ( Tidak sekolah, SD dan SMP/ Sederajat).
2.3. Hubungan Pengetahuan Dengan Penyakit Yang Berkaitan Personal Hygiene
Pada Lanjut Usia
Notoadmodjo (2010) tingkat pengetahuan tentang penyakit yang berkaitan
personal hygiene akan mempengaruhi praktik hygiene, karena apabila seseorang
memiliki pengetahuan tentang penyakit yang berkaitan personal hygiene yang baik,
maka akan memungkinkan seseorang untuk merawat kebersihan dirinya, seperti
kebersihan kulit,rambut, gigi dan mulut, telinga, tangan,kaki dan kuku, hal tersebut
dilakukan untuk menghindari terjadinya penyakit, namun sebaliknya jika lansia yang
berpengetahuan kurang atau rendah maka lansia tersebut tidak mengetahui
bagaimana cara menjaga kebersihan dirinya sehingga muncullah penyakit yang
berkaitan dengan personal hygiene.
Menurut Naftassa dan putri (2018) menyatakan ada hubungan yang bermakna
antara pengetahuan dengan kejadian penyakit yang berkaitan personal Hygiene
32
dengan nilai OR 1.04 dan nilai p-value 0.009 artinya pengetahuan kurang akan
mengalami penyakit yang berkaitan personal Hygiene 1.04 kali berisiko dibandingkan
dengan pengetahuan baik.
Menurut Mustikawati (2013) pengetahuan tentang penyakit yang berkaitan
personal hygiene sangat penting, karena pengetahuan yang baik dapat meningkatkan
kesehatan. Pengetahuan tentang pentingnya personal hygiene dan implementasinya
bagi kesehatan mempengaruhi praktik personal hygiene. Namun pengetahuan itu
sendiri tidaklah cukup, lansia juga harus termotivasi untuk memelihara personal
hygienenya. Lansia dengan pengetahuan tentang pentingnya personal hygiene akan
selalu menjaga kebersihan dirinya untuk mencegah dari kondisi atau keadaan sakit.
Menurut Tawi (2013), pengukuran pengetahuan dibagi atas 2 kategori, antara lain:
a. Baik : > mean/median
b. Kurang : < mean/media
Ada 6 (enam) tingkatan pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif, yaitu:
1. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu
yang spesifik dari keseluruhan bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah
diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.
Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain
menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya. Sebagai
33
contohnya lansia mampu menyatakan pengertian dari penyakit yang berkaitan
personal hygiene.
2. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara
benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,
menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek
yang dipelajari. Misalnya lansia dapat menjelaskan tentang manfaat melakukan
personal hygien.
3. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Misalnya cara melakukan
kebersihan rambut dengan cara melakukan keramas secara baik untuk mencegah
terjadinya penyakit yang berkaitan personal hygiene.
4. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke
dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih
ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan
kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan,
memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya. Misalnya dengan menganalisis
tentang manfaat melakukan personal hygiene.
34
5. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Misalnya, dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkas, dapat
menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah
ada. Contohnya menyusun, merencanakan atau meringkas teori tentang penyakit yang
berkaitan personal hygiene.
6. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Misalnya dapat membandingkan antara
lansia yang menderita penyakit yang terkait personal hygiene dan yang tidak. Penilaian
penilaian ini didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan
kriteria-kriteria yang telah ada (Notoatmodjo,2010).
2.4. Hubungan Perilaku Dengan Penyakit Yang Berkaitan Personal Hygiene Pada
Lanjut Usia
Perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik dapat diamati
langsung maupun tidak langsung yang diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2014).
Perilaku adalah keyakinan mengenai tersedianya atau tidaknya kesempatan dan
sumber yang diperlukan. Kebutuhan personal hygiene harus menjadi prioritas utama
bagi lansia karena dengan personal hygiene yang baik membuat lansia memiliki resiko
35
yang rendah untuk mengalami penyakit infeksi pada mata dan telinga (Gateaway,
2013).
Personal Hygiene senantiasa harus terpenuhi karena merupakan tindakan
pencegahan primer yang spesifik untuk meminimalkan mikroorganisme bakteri yang
pada akhirnya mencegah seseorang terkena penyakit (Kuntoro, 2015).
Personal hygiene adalah tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan
seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis dari ujung rambut sampai kaki. Personal
hygiene diperlukan untuk meminimalkan terjangkit penyakit terutama yang
berhubungan dengan kebersihan diri yang buruk. Kebersihan diri yang buruk akan
mempermudah tubuh terserang berbagai penyakit seperti penyakit kulit, penyakit
infeksi, mulut, dan saluran cerna. Perilaku lansia dalam menjaga kebersihan dirinya bisa
dilakukan dengan menjaga kebersihan kulit, rambut, gigi dan mulut, telinga, tangan,
kaki dan kuku untuk mengindar terjadinya penyakit yang berkaitan personal hygiene
(Atikah, 2012).
Kebiasaan atau perilaku buruk juga dapat berdampak buruk bagi kesehatan.
Sebagai contoh perilaku jarang mandi dan sering meminjam baju dari teman bisa
menyebabkan gangguan kesehatan berupa penyakit kulit skabies. Penelitian yang
dilakukan oleh Rohmawati (2010) di Surakarta menunjukkan bahwa terdapat hubungan
antara perilaku jarang mandi dan sering meminjam baju teman dengan timbulnya
penyakit skabies. Mandi termasuk salah satu dari personal hygiene yang harus di
perhatikan. Selain mandi, banyak aspek lainnya dari personal hygiene yang
mempengaruhi kesehatan. Salah satu contohnya adalah rutin memotong dan
36
membersihkan kuku. Ketidakpatuhan terhadap penjagaan kebersihan kuku dapat
mempengaruhi kesehatan dan menimbulkan penyakit yaitu infeksi cacing.
Menurut rahmayani,dkk (2014) menyatakan bahwa Masyarakat yang
mempunyai perilaku buruk dengan frekuensi kejadian penyakit yang berkaitan personal
hygiene 1- 4x/tahun sebanyak 25 orang responden (29,5%). Berdasarkan hasil uji chi-
square didapatkan p value 0,019 < 0,005 yang menunjukkan ada hubungan antara
perilaku dengan frekuensi kejadian penyakit yang berkaitan personal hygiene. Odd’s
Ratio (OR) sebesar 0,145 (0,1), ini menunjukkan bahwa warga yang mempunyai
perilaku buruk mempunyai peluang 0,1 kali terkena yang berkaitan personal hygiene
dibandingkan dengan warga yang memilki perilaku baik.
Menurut Lawrence Green (1993) dalam Notoatmodjo (2014), bahwa faktor
yang menentukan terjadinya perubahan perilaku kesehatan adalah kesehatan
seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh faktor-faktor, yakni faktor perilaku dan
faktor diluar perilaku, selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau dibentuk dari 3
faktor :
1. Faktor predisposisi (predisposing factors) yang mencangkup pengetahuan dan
sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat
terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem yang dianut
masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial dan tingkat ekonomi dan
sebagainya.
2. Faktor pendukung (enabling factors) yang mencangkup ketersediaan sarana
dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat misalnya, ketersediaan
37
peralatan kebersihan diri seperti sabun, shampoo, sikat gigi, ketersediaan air
bersih dan tempat pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja dan
sebagainya. Termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti puskesmas,
rumah sakit, poliklinik dan sebagainya.
3. Faktor pendorong (reinforcing factors) yang meliputi faktor sikap dan perilaku
tokoh masyarakat, tokoh agama, sikap dan perilaku petugas kesehatan.
Termasuk juga disini undang-undang , peraturan-peraturan baik dari segi pusat
maupun dari pemerintahan daerah, yang terkait dengan kesehatan.
2.5. Hubungan Sosial Budaya Dengan Penyakit Yang Berkaiatan Personal Hygiene
Pada Lanjut Usia
Menurut Tumanggor (2010) sosial budaya adalah konsep, keyakinan, nilai,dan
norma yang dianut masyarakat yang memengaruhi perilaku mereka dalam upaya
menjawab tantangan kehidupan yang berasal dari alam sekelilingnya.
Dalam kehidupan masyarakat, tokoh masyarakat menduduki posisi yang penting. Ia
dianggap sebagai orang yang serba tahu dan mempunyai pengaruh besar terhadap
masyarakat sehingga segala tindak tanduknya merupakan pola aturan yang patut
diteladani masyarakat. Hal ini juga berlaku terhadap penyakit yang berkaitan personal
hygiene. Banyak tokoh tokoh masyarakat yang menganggap bahwa jika seorang lansia
sakit maka sudah menjadi suatu kebudayaan untuk tidak dimandikan (Saleh, 2012).
Kebudayaan adalah Faktor yang dapat mempengaruhi personal hygiene seseorang,
sebagai contoh orang eropa umumnya mandi sekali dalam seminggu karena cuaca
38
dieropa dingin (Saryono, 2011). Kebudayaan dan nilai pribadi mempengaruhi
kemampuan perawatan personal hygiene (kebersihan kulit, rambut, telinga, mulut dan
gigi, tangan, kaki dan kuku). Seseorang dari latar belakang kebudayaan yang berbeda,
mengikuti praktek perawatan personal hygiene yang berbeda. Keyakinan yang didasari
kultur sering menentukan definisi tentang kesehatan dan perawatan diri. Personal
hygiene sangat dipengaruhi oleh nilai individu dan kebiasaan, sehingga personal
hygiene merupakan hal penting dan harus diperhatikan karena Personal Hygiene akan
mempengaruhi kesehatan dan psikis seseorang (Tarwoto dalam Mustikawati, 2013).
Sumber-sumber di dalam suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola
hidup yang pada umumnya disebut kebudayaan. Kebudayaan ini terbentuk dalam
waktu yang lama sebagai akibat dari kehidupan suatu masyarakat bersama.
Kebudayaan selalu berubah baik secara lambat maupun cepat, sesuai dengan
peradaban umat manusia. Kepercayaan sering diperoleh dari orang tua, kakek, atau
nenek (Notoatmodjo, 2012).
Menurut Tarwoto dalam Mustikawati (2013) Seorang lansia jika sosial budayanya
baik maka akan baik pula personal hygiene nya namun sebaliknya jika kebudayaan
lansia buruk maka akan buruk pula personal hygienenya. Sosial budaya seorang lansia
bisa dilihat dari kebiasaannya dalam menjaga kebersihan dirinya. Hal tersebut harus
diperhatikan untuk meningkatkan derajat kesehatan lansia dan terhindar dari penyakit
yang berkaitan personal hygiene.
39
2.6. Konsep Lansia
2.6.1. Pengertian Lansia
Lanjut usia (lansia) merupakan kelompok orang yang sedang mengalami suatu
proses perubahan secara bertahap dalam jangka waktu tertentu. Berdasarkan definisi
secara umum, seseorang dikatakan lansia apabila usianya 60 tahun ke atas,baik pria
maupun wanita. Sedangkan Departeman kesehatan RI menyebutkan seseorang
dikatakan berusia lanjut usia dimulai dari usia 55 tahun keatas. Menurut Badan
Kesehatan Dunia (WHO) usia lanjut dimulai dari usia 60 tahun (Kushariyadi, 2010;
Indriana, 2012; Wallnce, 2007).
2.6.2. Batasan Umur Lanjut Usia
Batasan-batasan umur yang mencakup batasan umur lansia dari pendapat
berbagai ahli yang di kutip dari Nugroho (2008):
1. Menurut undang-undang nomor 13 tahun 1998 dalam bab I pasal 1 ayat II
yang berbunyi “lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun
keatas”.
2. Menurut WHO:
a. Usia pertengahan : 45-59 tahun
b. Lanjut usia : 60–74 tahun
c. Lanjut usia tua : 75-90 tahun
d. Usia sangat tua : diatas 90 tahun (Kushariyadi, 2010)
40
2.6.3. Tugas Perkembangan Pada Lanjut Usia
Menurut Havighurst dalam Stanley (2007) tugas perkembangan adalah tugas
yang muncul pada periode tertentu dalam kehidupan suatu individu. Ada beberapa
tahapan perkembangan yang terjadi pada lansia,yaitu :
1) Penyesuaikan diri kepada penurunan kesehatan dan kekuatan fisik.
2) Penyesuaian diri kepada masa pension dan hilangnya pendapatan.
3) Penyesuaaian diri kepada kematian pasangan dan orang terdekat lainnya.
4) Pembentukan gabungan (pengelompokan) yang sesuai dengannya.
5) Pemenuhan kewajiban sosial dan kewarganeraan.
6) Pembentukan kepuasan pengaturan dalam kehidupan.
2.6.4. Perubahan Yang Terjadi Pada Lanjut Usia
Menurut Mujahidullah (2012) ada beberapa perubahan yang akan terjadi
pada lansia diantaranya adalah perubahan fisik, intlektual, dan keagamaan.
1) Perubahan fisik
a) Sel, saat seseorang memasuki usia lanjut keadaan sel dalam tubuh akan
berubah, seperti jumlahnya yang menurun,ukuran lebih besar sehingga
mekanisme perbaikan selakan terganggu dan proposi protein diotak, otot,
ginjal, darah dan hati berkurang.
b) Sistem persyarafan, keadaan system persyarafan pada lansia akan mengalami
perubahan,seperti mengecilnya syaraf panca indra. Pada indra pendengaran
akan terjadi gangguan pendengaran seperti hilangnya kemampuan
pendengaran pada telinga. Pada indra penglihatan akan terjadi seperti
41
kekeruhan pada kornea,hilangnya daya akomodasi dan menurunnya lapang
pandang. Pada indra peraba akan terjadi seperti respon terhadap nyeri
menurun dan kelenjar keringat berkurang. Pada indra pembau akan
terjadinya seperti menurunnya kekuatan otot pernafasan, sehingga
kemampuan membau juga berkurang.
c) Sistem Kardiovaskuler, pada lansia jantung akan mengalami pompa
darah yang menurun,ukuran jantung secara kesuruhan menurun dengan
tidaknya penyakit klinis,denyut jantung menurun,katup jantung pada lansia
akan lebih tebal dan kaku akibat dari akumulasi lipid. Tekanan darah sistolik
meningkat pada lansia kerana hilangnya distensi bilityarteri. Tekanan darah
diastolic tetap sama atau meningkat.
2) Perubahan intelektual
Menurut Hochana deldan Kaplan dalam Mujahidullah (2012), akibat proses
penuaan juga akan terjadi kemunduran pada kemampuan otak seperti
perubahan intelegenita Quantion( IQ) yaitu fungsi otak kanan mengalami
penurunan sehingga lansia akan mengalami kesulitan dalam berkomunikasi non
verbal,pemecehan masalah, konsentrasi dan kesulitan mengenal wajah
seseorang. Perubahan yang lain adalah perubahan ingatan,karena penurunan
kemampuan otak maka seorang lansia akan kesulitan untuk menerima
rangsangan yang diberikan kepadanya sehingga kemampuan untuk mengingat
pada lansia juga menurun.
42
2.7. Kerangka Teori
Kerangka teoritis dari Penelitian ini dapat digambar sebagai berikut:
kerjaan
Gambar 2. 1 Kerangka Teori
Sumber : Modifikasi Lawrence W. Green (1993) dalam Notoadmojo (2007)
Keterangan:
= Tidak diteliti
Faktor predisposisi Umur Jenis Kelamin Pendidikan Pengetahuan Pekerjaan Perilaku Sosial Budaya
Faktor pemungkin : Sarana
Prasarana jarak dan
keterjangkauantempatpelayanan
Faktor penguat : Tokoh
masyarakat Petugas
kesehatan
Penyakit Yang BerkaitanPersonal Hygiene Pada
Lansia
Faktor karakteristikmenurut Robbins(2015) :
Umur Jenis kelamin Pendidikan Pekerjaan