bab ii tinjauan teori 2.1. masa nifas 2.1.1. definisi masa...
TRANSCRIPT
11
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1. Masa Nifas
2.1.1. Definisi Masa Nifas
Dalam bahasa Latin, waktu tertentu setelah melahirkan
anak disebut puerperium, yaitu dari kata puer yang artinya
bayi dan parous artinya melahirkan. Puerperium berarti
masa setelah melahirkan bayi. Masa nifas (puerperium)
adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai
hingga alat-alat kandungan kembali seperti pra hamil
(Bahiyatun, 2009).
Beberapa pengertian tentang masa nifas antara lain:
a. Masa nifas (Puerperium) adalah periode dari lahirnya
placenta sampai 6 minggu setelahnya (Edmons, 2012).
b. Masa nifas adalah periode yang dimulai dengan
berakhirnya tahap ketiga persalinan dan masih
berlangsung hingga organ genital diasumsikan telah
kembali ke kondisi normal mereka lagi. Durasi normal
masa nifas ini adalah 6 minggu setelah kelahiran
(Gopalan, 2005).
12
c. Masa nifas atau puerperium adalah masa setelah ibu
melahirkan bayi, yang digunakan untuk memulihkan
kesehatannya (Syafrudin, 2009).
d. Masa nifas adalah waktu dimana tubuh ibu kembali
normal seperti sebelum hamil. Sebagian besar
perubahan fisik akan komplet dalam 6 minggu (Norwitz
dkk, 2007).
Lama masa nifas yaitu 6-8 minggu. Nifas dibagi dalam
tiga periode, yaitu :
1. Puerperium dini, yaitu kepulihan ketika ibu telah
diperbolehkan berdiri dan berjalan.
2. Puerperium intermedial, yaitu kepulihan menyeluruh alat-
alat genital.
3. Remote puerperium, yaitu waktu yang diperlukan untuk
pulih dan sehat sempurna, terutama bila selama hamil
atau waktu persalinan mempunyai komplikasi.
2.1.2. Tujuan Asuhan Masa Nifas
Dalam masa nifas ini, ibu memerlukan perawatan dan
pengawasan yang dilakukan selama ibu tinggal di rumah
sakit maupun setelah keluar dari rumah sakit. Menurut
(Pitriani, dkk., 2014), tujuan dari perawatan masa nifas
adalah :
13
a. Menjaga kesehatan ibu dan bayi, baik secara fisik
maupun psikologis.
b. Melaksanakan skrining yang komprehensif, mendeteksi
masalah, mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi
dan mencegah infeksi pada ibu maupun bayinya.
c. Mendukung dan memperkuat keyakinan diri ibu dan
memungkinkan ia melaksanakan peran ibu dalam situasi
keluarga dan budaya yang khusus.
d. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan
kesehatan diri, nutrisi, keluarga berencana, menyusui,
pemberian imunisasi kepada bayinya dan perawatan
bayi sehat.
e. Memberikan pelayanan keluarga berencana.
f. Mempercepat involusi alat kandungan.
g. Melancarkan fungsi gastrointestinal atau perkemihan.
h. Melancarkan pengeluaran lokia.
i. Meningkatkan kelancaran peredaran darah sehingga
mempercepat fungsi hati dan pengeluaran sisa
metabolisme.
2.1.3. Tahapan Masa Nifas
Bahiyatun (2009), menjelaskan beberapa tahapan
pada masa nifas yaitu:
a. Periode Taking In (hari ke 1-2 setelah melahirkan)
14
1. Ibu masih pasif dan bergantung dengan orang lain.
2. Perhatian ibu tertuju pada kekhawatiran perubahan
tubuhnya.
3. Ibu akan mengulangi pengalaman-pengalaman waktu
melahirkan.
4. Memerlukan ketenangan dalam tidur untuk
mengembalikan keadaan tubuh ke kondisi normal.
5. Nafsu makan ibu biasanya bertambah sehingga
membutuhkan peningkatan nutrisi. Kurangnya nafsu
makan menandakan proses pengembalian kondisi
tubuh tidak berlangsung normal.
b. Periode Taking On/Taking Hold (hari ke 2-4 setelah
melahirkan)
1. Ibu memperhatikan kamampuan menjadi orang tua
dan meningkatkan tanggung jawab akan bayinya.
2. Ibu memfokuskan perhatian pada pengontrolan fungsi
tubuh, BAK, BAB dan daya tahan tubuh.
3. Ibu berusaha untuk menguasai keterampilan merawat
bayi seperti menggendong, menyusui, memandikan
dan mengganti popok.
4. Ibu cenderung terbuka menerima nasihat bidan dan
kritikan pribadi.
15
5. Kemungkinan ibu mengalami depresi postpartum
karena merasa tidak mampu membesarkan bayinya.
c. Periode Letting Go
1. Terjadi setelah ibu pulang kerumah dan dipengaruhi
oleh didikan serta perhatian keluarga.
2. Ibu sudah mengambil tanggung jawab dalam
merawat bayi dan memahami kebutuhan bayi
sehingga akan mengurangi hak ibu dalam kebebasan
dan hubungan sosial.
3. Depresi postpartum sering terjadi pada masa ini.
2.1.4. Perubahan Yang Terjadi Selama Masa Nifas
2.1.4.1. Perubahan Sistem Reproduksi
Menurut Pitriani (2014), selama masa nifas alat-alat
internal maupun eksternal berangsur-angsur kembali ke
keadaan sebelum hamil. Perubahan keseluruhan alat
genetalia ini disebut involusi. Pada masa ini terjadi juga
perubahan penting lainnya, perubahan-perubahan yang
terjadi antara lain sebagai berikut.
a. Uterus: Involusi uterus atau pengerutan uterus
merupakan suatu proses dimana uterus kembali ke
kondisi sebelum hamil.
b. Lokia: Akibat involusi uteri, lapisan luar desidua yang
mengelilingi situs plasenta akan menjadi nekrotik.
16
Desidua yang mati akan keluar bersama dengan sisa
cairan. Percampuran darah dan desidua inilah yang
dinamakan lokia. Lokia adalah ekskresi cairan rahim
selama masa nifas dan mempunyai reaksi
basa/alkalis yang membuat organisme berkembang
lebih cepat dari pada kondisi asam yang ada pada
vagina normal. Lokia mempunyai bau yang amis
(anyir) meskipun tidak terlalu menyengat dan
volumenya berbeda-beda ada setiap wanita. Total
jumlah rata-rata pengeluaran lokia sekitar 240-270 ml.
Lokia mengalami perubahan karena proses involusi.
c. Vagina dan Perineum
Selama proses persalinan vulva dan vagina
mengalami penekanan serta peregangan, setelah
beberapa hari persalinan kedua organ ini kembali
dalam keadaan kendor. Rugae timbul kembali pada
minggu ketiga. Himen tampak sebagai tonjolan kecil
dan dalam proses pembentukan berubah menjadi
karankulae mitiformis yang khas bagi wanita
multipara. Ukuran vagina akan selalu lebih besar
dibandingkan keadaan sebelum persalinan pertama.
Perubahan pada perineum pasca melahirkan
terjadi pada saat perineum mengalami robekan.
17
Robekan jalan lahir dapat terjadi secara spontan
ataupun dilakukan episiotomi dengan indikasi
tertentu.
2.1.4.2. Perubahan Sistem Pencernaan
Sistem gastrointestinal selama kehamilan
dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya tingginya
kadar progesteron yang dapat mengganggu
keseimbangan cairan tubuh, meningkatkan kolesterol
darah, dan melambatkan kontraksi otot-otot polos.
Beberapa hal yang berkaitan dengan perubahan pada
sistem pencernaan, antara lain:
a. Nafsu makan: Pasca melahirkan, biasanya ibu
merasa lapar sehingga diperbolehkan untuk
mengkonsumsi makanan. Pemulihan nafsu
makan diperlukan waktu 3-4 hari sebelum faal
usus kembali normal.
b. Motilitas: Secara khas, penurunan tonus dan
motilitas otot traktus cerna menetap selama
waktu yang singkat setelah bayi lahir. Kelebihan
analgesia dan anastesia bisa memperlambat
pengembalian tonus dan motilitas ke keadaan
normal.
18
c. Konstipasi: Pasca melahirkan ibu sering
mengalami konstipasi. Hal ini disebabkan tonus
otot usus menurun selama proses persalinan dan
awal masa postpartum, diare sebelum
persalinan, enema sebelum melahirkan, kurang
makan, dehidrasi, hemoroid maupun laserasi
jalan lahir.
2.1.4.3. Perubahan Sistem Perkemihan
Perubahan yang terjadi pada sistem ini antara lain :
a. Fungsi sistem perkemihan
b. Sistem urinaris: Perubahan hormonal pada masa
hamil (kadar steroid yang tinggi) turut
menyebabkan peningkatan fungsi ginjal,
sedangkan penurunan kadar steroid setelah
wanita melahirkan sebagian menjelaskan
penyebab penurunan fungsi ginjal selama masa
postpartum. Fungsi ginjal akan kembali normal
dalam waktu satu bulan setelah melahirkan.
c. Komponen urea: Glikosaria ginjal diinduksi oleh
kehamilan menghilang. Laktosuria positif pada ibu
menyusui merupakan hal normal. Blood Urea
Nitrogen (BUN) yang meningkat selama
19
postpartum merupakan akibat autolisis uterus
yang berinvolusi.
d. Diuresis postpartum:
Dalam 12 jam setelah melahirkan, ibu
membuang kelebihan cairan yang tertimbun
dijaringan selama ia hamil. Salah satu mekanisme
untuk mengurangi cairan yang teretensi selama
masa hamil adalah diaphoresis luas, terutama
pada malam hari, selama 2-3 hari pertama setelah
melahirkan.
Diuresis postpartum yang disebabkan oleh
penurunan kadar esterogen, hilangnya
peningkatan tekanan vena pada tingkat bawah,
dan hilangnya peningkatan volume darah akibat
kehamilan, merupakan mekanisme tubuh untuk
mengatasi kelebihan cairan. Kehilangan cairan
melalui keringat dan peningkatan jumlah urine
menyebabkan penurunan berat badan sekitar 2,5
kg selama masa postpartum. Pengeluaran
kelebihan cairan yang tertimbun selama hamil
kadang-kadang disebut kebalikan metabolisme air
pada masa hamil (reversal of the water
metabolism of pregnancy).
20
2.1.4.4. Perubahan Sistem Muskuloskeletal
Otot-otot uterus berkontraksi segera setelah
partus. Pembuluh-pembuluh darah yang berada
diantara anyaman otot-otot uterus akan terjepit.
Proses ini akan menghentikan pendarahan setelah
placenta dilahirkan.
Ligamen-ligamen, diafragma pelvis, serta fasia
yang meregang pada waktu persalinan berangsur-
angsur menjadi ciut dan pulih kembali sehingga tidak
jarang uterus jatuh kebelakang dan menjadi
retrofleksi karena ligamentum retundum menjadi
kendor. Tidak jarang pula wanita mengeluh
“kandungannya turun” setelah melahirkan karena
ligamen, fasia, jaringan penunjang alat genitalia
menjadi kendor. Stabilitas secara sempurna terjadi
pada 6-8 minggu setelah persalinan.
2.1.4.5. Perubahan Tanda–Tanda Vital
Perubahan pasca melahirkan juga terjadi pada
tanda-tanda vital, yaitu :
a. Suhu: Suhu tubuh wanita inpartu tidak lebih dari
37,2 0C. Sesudah partus dapat naik kurang lebih
0,5 0C dari keadaan normal, namun tidak akan
melebihi 8 0C. Sesudah 2 jam pertama
21
melahirkan umumnya suhu badan akan kembali
normal. Bila suhu lebih dari 38 0C, mungkin
terjadi infeksi pada klien.
b. Nadi: Denyut nadi normal pada orang dewasa
60-80 kali per menit. Pasca melahirkan, denyut
nadi dapat menjadi bradikardi maupun lebih
cepat. Denyut nadi yang melebihi 100 kali per
menit harus diwaspadai, kemungkinan infeksi
atau perdarahan postpartum.
c. Tekanan Darah: Tekanan darah adalah tekanan
yang dialami darah pada pembuluh arteri ketika
darah dipompa oleh jantung. Tekanan darah
harus dalam keadaan stabil.
2.1.4.6. Perubahan Sistem Integumen
Menurut Stright (2005), perubahan juga terjadi
pada sistem integument yaitu :
a. Melanin menurun secara bertahap setelah
melahirkan, menyebabkan penurunan
hiperpigmentasi (namun demikian, warnanya
tidak akan kembali ke status sebelum hamil).
b. Perubahan vascular kehamilan yang tampak
akan hilang dengan penurunan kadar esterogen.
22
2.1.5. Perawatan–perawatan Pada Masa Nifas
Hal-hal yang perlu diketahui ibu selama menjalani
masa nifas dirumah yaitu :
1) Aktivitas: Aktivitas yang cukup beralasan sangat
dianjurkan untuk dilakukan. Tidur siang harus
dilakukan untuk memulihkan tenaga ibu.
2) Hygiene personal: Kebersihan diri ibu membantu
mengurangi sumber infeksi. Mandi setiap hari sangat
dianjurkan, setelah ibu cukup kuat beraktivitas untuk
melakukan hygiene personal. Hygiene personal
dilakukan untuk mengurangi ketidaknyamanan pada
ibu, misalnya mengganti pembalut.
3) Hubungan seksual: Hubungan seksual tidak boleh
dilakukan segera, karena involusi uteri belum
kembali normal dan kemungkinan luka episiotomy
belum pulih. Sekitar 70% wanita melakukan
hubungan seksual pada minggu ke 8 postpartum. Ibu
dianjurkan untuk menyusui bayinya karena dengan
menyusui akan menekan produksi estrogen yang
tentu saja akan berpengaruh pada pemulihan alat –
alat kandungan.
4) Istirahat: Setelah bayi lahir, kebanyakan wanita
sangat emosional dan merasa letih. Ibu beristirahat
23
di tempat tidur selama 24 jam pertama, setelah itu
sebaiknya ia bangkit dan berjalan untuk
meningkatkan otot-ototnya, meningkatkan aliran
darah, dan mempercepat pengeluaran lokia.
5) After pain: Jika perineum robek atau dilakukan
episiotomi saat melahirkan, ibu akan merasa sakit di
perineum yang mungkin berlanjut beberapa minggu
atau kadang-kadang sampai beberapa bulan.
6) Eliminasi: Dalam 24 jam pertama setelah
melahirkan, kadang-kadang ibu merasa susah
berkemih karena robekan selama melahirkan pada
jaringan vagina dan jaringan sekeliling kandung
kemih.
7) Depresi postpartum: Antara 8-12 % wanita tidak
dapat menyesuaikan peran sebagai orang tua dan
menjadi sangat tertekan dan mencari bantuan
dokter. Depresi yang terdeteksi secara klinis
biasanya muncul pada 6-12 minggu pertama setelah
kelahiran, tetapi mungkin tidak akan diketahui
sampai jauh setelah itu. Karena alasan ini, dokter
meminta ibu untuk mengisi kuesioner pendek (skala
Depresi Postpartum Edinburg) dalam kunjungan
dokter setelah melahirkan.
24
8) Kontrasepsi: Pemberian ASI berarti memberi susu
dari payudara ibu secara teratur. Dengan demikian
ibu akan terlindung terhadap kehamilan dan tidak
perlu menggunakan kontrasepsi. Jika ibu memilih
menggunakan pengganti ASI, resiko kehamilan
terjadi 6 minggu setelah melahirkan.
2.1.6. Tanda–tanda Bahaya Masa Nifas
Menurut Pitriani (2014), ada beberapa tanda-tanda
bahaya selama masa nifas, yaitu :
1. Perdarahan hebat atau peningkatan perdarahan
secara tiba-tiba (melebihi haid biasa atau jika
perdarahan tersebut membasahi lebih dari 2
pembalut saniter dalam waktu setengah jam).
2. Pengeluaran cairan vaginal dengan bau busuk yang
menyengat.
3. Rasa nyeri di perut bagian bawah atau punggung.
4. Sakit kepala yang terus-menerus, nyeri epigastric
atau masalah penglihatan.
5. Pembengkakan pada wajah dan tangan, demam,
muntah, rasa sakit sewaktu buang air seni atau
merasa tidak enak badan.
6. Payudara memerah, panas, dan / atau sakit.
25
7. Kehilangan selera makan untuk waktu yang
berkepanjangan.
8. Merasa sangat sedih atau tidak mampu mengurus
diri sendiri atau bayi.
9. Merasa sangat letih atau bernafas terengah-engah.
2.1.7. Kebijakan Program Nasional Masa Nifas
Berdasarkan program dan kebijakan teknis masa nifas,
paling sedikit dilakukan 4 kali kunjungan masa nifas.
Kunjungan masa nifas terdiri dari :
a. Kunjungan I (6-8 jam setelah persalinan), bertujuan :
1. Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri.
2. Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan,
rujuk jika perdarahan berlanjut.
3. Memberikan konseling pada ibu atau salah satu
anggota keluarga bagaimana mencegah perdarahan
masa nifas karena atonia uteri.
4. Pemberian ASI awal.
5. Melakukan hubungan antara ibu dan bayi baru lahir.
6. Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah
hypotermi.
b. Kunjungan II (6 hari setelah persalinan) bertujuan :
26
1. Memastikan involusi uterus berjalan normal yaitu uterus
berkontraksi, fundus dibawah umbilicus, tidak ada
perdarahan abnormal, tidak ada bau.
2. Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau
perdarahan abnormal.
3. Memastikan ibu mendapat cukup makanan, cairan dan
istirahat.
4. Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak
memperlihatkan tanda-tanda penyulit.
5. Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan
pada bayi, tali pusat, menjaga bayi tetap hangat dn
merawat bayi sehari-hari.
c. Kunjungan III (2 minggu setelah persalinan), tujuan dari
kunjungan ke III ini masih sama dengan tujuan pada
kunjungan ke II.
d. Kunjungan IV (6 minggu setelah persalinan), bertujuan :
1. Menanyakan pada ibu tentang penyulit-penyulit yang ia
alami atau bayi alami.
2. Memberikan konseling untuk KB secara dini.
27
2.2. Konsep Budaya dalam Perawatan Masa Nifas
2.2.1. Definisi Budaya
Budaya adalah “sesuatu” yang hidup, berkembang, dan
bergerak menuju titik tertentu (Endraswara, 2006).
Menurut Luddin (2010), budaya dapat dipahami sebagai
pola makna yang tertanam dalam simbol dan ditransmisikan
secara historis, sebuah sistem konsepsi turunan yang
diekspresikan dalam bentuk simbolik yang digunakan orang-
orang untuk berkomunikasi, bertahan hidup dan
mengembangkan pengetahuan mereka tentang hidup dan
sikap terhadapnya.
Tradisi adalah suatu warisan berwujud budaya dari
nenek moyang, yang telah menjalani waktu ratusan tahun
dan tetap dituruti oleh mereka-mereka yang lahir
belakangan. Tradisi diikuti karena dianggap akan
memberikan semacam pedoman hidup bagi mereka, tradisi
itu dinilai sangat baik oleh mereka yang memilikinya, bahkan
dianggap tidak dapat diubah atau ditinggalkan oleh mereka
(Simanjuntak, 2016).
2.3. Perawatan Tradisional
Perawatan tradisional terdiri dari dua suku kata yaitu
perawatan yang berarti cara, proses, pemeliharaan, dan
tradisional yang berarti menurut budaya atau sikap dan cara
28
berpikir serta bertindak yang selalu berpegang teguh pada
norma dan adat kebiasaan yang ada secara turun-temurun.
Jadi perawatan tradisional adalah proses pemeliharaan
menurut budaya atau adat istiadat yang telah ada secara
turun-temurun (KBBI, 2008).
WHO menyatakan pengobatan/perawatan tradisional
adalah ilmu dan seni pengobatan berdasarkan himpunan
dari pengetahuan dan pengalaman praktek, baik yang dapat
diterangkan secara ilmiah maupun tidak, dalam melakukan
diagnosis, prevensi dan pengobatan terhadap ketidak
seimbangan fisik, mental atau sosial (Noorkasiani dkk.,
2009).
2.3.1. Perawatan Tradisional Masyarakat TTS
Di masyarakat kabupaten TTS terdapat sebuah tradisi
postpartum yang masih dilakukan hingga saat ini, tradisi
tersebut adalah tradisi se’i dan tatobi. Tradisi se’i adalah
tradisi memanaskan/memanggang ibu yang baru melahirkan
bersama bayinya selama 40 hari. Tradisi ini mengharuskan
ibu dan bayinya duduk atau tidur di atas tempat tidur dengan
bara api dibawahnya selama 40 hari. Hal ini mereka lakukan
dirumah, baik itu dirumah adat (rumah bulat) maupun
dirumah modern. Masyarakat setempat meyakini bahwa
tradisi ini dapat bermanfaat untuk mempercepat pemulihan
29
kesehatan ibu yang baru melahirkan dan bayinya menjadi
lebih kuat. Sedangkan tatobi adalah tradisi mengompres
tubuh ibu menggunakan air panas dengan tujuan agar tubuh
ibu menjadi lebih segar, atau bisa juga dikatakan tatobi
adalah kompres panas pada ibu pasca melahirkan. Hal ini
dilakukan karena mereka menganggap ibu yang baru
melahirkan bersifat dingin, sehingga harus dipanaskan. Se’i
dan tatobi adalah tradisi yang sudah dilakukan sejak dulu.
Ada sebagian masyarakat yang percaya jika tidak
melakukan tradisi se’i dan tatobi maka akan mendatangkan
malapetaka, tetapi sebagian lainnya hanya menganggap
tradisi itu untuk membuat tubuh lebih kuat dan segar
(Soerachman, 2013).
2.4. Pengertian Persepsi
Persepsi adalah seperangkat proses yang dengannya
kita mengenali, mengatur dan mengartikan rangsangan
yang ada di lingkungan kita (Stenberg, 2006). Keberadaan
ilusi-ilusi persepsi menunjukkan apa yang kita serap (lewat
organ-organ indra) tidak selalu sama dengan apa yang kita
mengerti (didalam pikiran kita). Pikiran kita harus
memberikan data indrawi yang dimilikinya dan
memanipulasi informasi tersebut untuk menciptakan
30
representasi-representasi mental tentang objek-objek, sifat-
sifat maupun hubungan-hubungan spesial lingkungannya.
Menurut Supratman (2016), manusia memandang
dunianya melalui persepsi. Persepsi merupakan
pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-
hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi
dan menafsirkan pesan. Oleh karena itu, dapat dikatakan
bahwa persepsi adalah tanggapan atau pendapat
seseorang tentang suatu objek yang sangat menentukan
perilakunya terhadap objek tersebut. Persepsi seseorang
terhadap rangsangan atau stimulus yang diterimanya akan
berbeda satu dengan lainnya. Hal tersebut juga dijelaskan
oleh Babu (2014), bahwa dalam rantai stimulus-respon (S-
R), disamping perhatian ada persepsi. Persepsi adalah
istilah dalam psikologi yang mengacu pada pengetahuan
nyata yang bersifat langsung dari dunia, dan juga dari
proses spikologis kita sendiri sebagai sensasi- baik internal
maupun eksternal. Persepsi adalah proses memahami
sensasi atau memberikan makna pada informasi sensorik,
dengan demikian itu adalah proses kognitif memilih,
mengatur dan menafsirkan informasi sensori menjadi pola
bermakna.
31
Hardjana (2003), dalam bukunya yang berjudul
“Komunikasi Intrapersonal & Interpersonal”, juga
mengartikan persepsi sebagai pandangan orang tentang
kenyataan. Persepsi merupakan proses yang kompleks
yang dilakukan orang untuk memilih, mengatur, dan
memberi makna pada kenyataan yang dijumpai
disekelilingnya. Persepsi dipengaruhi oleh pengalaman,
pendidikan, dan kebudayaan. Yang menentukan persepsi
bukan jenis atau bentuk stimuli, tetapi karakteristik orang
yang memberi respons pada stimuli tersebut.
Menurut Sunaryo (2004), ada 2 macam persepsi yaitu:
1. External perception, yaitu persepsi yang terjadi karena
adanya rangsang yang datang dari luar diri individu.
2. Self-perception, yaitu persepsi yang terjadi karena
adanya rangsang yang berasal dari dalam diri individu.
Dalam hal ini yang menjadi objek adalah dirinya sendiri.