bab ii tinjauan umum tentang perseroan terbatas dan
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PERSEROAN TERBATAS DAN
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
A. Tinjauan Umum Tentang Perseroan Terbatas
Kehadiran Perseroan Terbatas (PT) sebagai suatu bentuk badan usaha
dalam kehidupan sehari-hari tidak lagi dapat diabaikan. Tidak berlebihan bila
dikatakan bahwa kehadiran Perseroan Terbatas sebagai salah satu sarana
untuk melakukan kegiatan ekonomi sudah menjadi suatu keniscayaan yang
tidak dapat di tawar-tawar. Praktik bisnis yang dilakukan oleh para pelaku
usaha, baik itu pedagang, industrialis, investor, kontraktor, distributor, bankir,
perusahaan asuransi, pialang, agen dan lain sebagainya tidak lagi dipisahkan
dari kehadiran Perseroan Terbatas. Berbisnis dengan mempergunakan
Perseroan Terbatas, baik dalam skala mikro, kecil, dan menengah maupun
berskala besar merupakan model yang paling banyak dan paling lazim
dilakukan. Perseroan Terbatas merupakan bentuk usaha kegiatan ekonomi
yag paling disukai saat ini.28
1. Pengertian Perseroan Terbatas
Kata Perseroan dalam pengertian umum adalah perusahaan atau
organisasi usaha. Sedangkan Perseroan Terbatas adalah salah satu bentuk
organisasi usaha yang ada dan dikenal dalam sistem hukum dagang di
28 Binoto Nadapdap. Hukum Perseroan Terbatas, berdasrkan undang-udang no 40 tahun 2007, Edisi Revisi, Permata Aksara, Jakarta, 2013, hlm. 2.
23
indonesia.29 Bentuk-bentuk badan usaha yang dikenal dalam sistem
hukum dagang indonesia adalah Perseroan Firma (Fa), Perseroan
komanditer (CV yaitu Comanditaire Vennootschap), dan Perseroan
Terbatas (PT). Bentuk-bentuk ini diatur dalam buku ke satu Bab III
bagian ke 1 Kitab undang-undang hukum dagang (KUHD). Selain itu
masih ada lagi bentuk usaha lain yang diataur dalam kitab undang-undang
hukum perdata yang disebut maatschap atau persekutuan (perdata).30
Kehadiran Perseroan Terbatas dalam kehidupan masyarakat kita
sudah dikenal jauh sebelum zaman kemerdekaan.31 Istilah Perseroan
Terbatas (PT) yang digunakan dewasa ini, dulu dikenal dengan istilah
Naamloze Vennotschap disingkat NV. Singkatannya juga lama digunakan
di indonesia sebelum diganti dengan singkatan PT. Sebenarnya bentuk ini
berasal dari Perancis dengan singkatan SA atau Societe Anonyme yang
secara harfiah artinya Perseroan tanpa nama. Maksudnya adalah bahwa
PT. Itu tidak menggunakan nama salah seorang atau lebih diantara para
pemegang sahamnya, melainkan memperoleh namanya dari tujuan dari
perusahaan saja (Pasal 36 KUHD).32 Bagaimana asal muasal
digunakannya istilah-istilah Perseroan Terbatas tidak dapat ditelusuri.
Sebutan tersebut telah menjadi baku di dalam masyarakat bahkan juga
dibakukan dalam di dalam peraturan perundang-undangan, misalnya UU
No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (sebelumnya diatur dalam
29 I.G. Rai Widjaya, Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, Edisi Revisi, Cetakan Ke 6, Kesain Blanc, Jakarta, 2006, hlm. 1. 30 Ibid,. 31 Binoto Nadapdap, Op. Cit. hlm 7. 32 I.G. Rai Widjaya, Loc. Cit,
24
UU No.1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas) dan UU No. 8 Tahun
1995 tentang Pasar Modal.33 Sebelumnya sudah ada ketentuan mengenai
Perseroan Terbatas peninggalan zaman hindia belanda, sebagai mana
yang termuat dalam kitab undang-undang hukum dagang (Wetboek Van
Koophandel), Staatstblaad tahun 1847 No. 23 dalam Buku Kesatu Titel
ketiga bagian ketiga, mulai dari Pasal 36 sampai dengan Pasal 56.
Perubahan terhadap KUHD ini dilakukan melalui undang-undang No. 4
Tahun 1971.34
Istilah Perseroan Terbatas terdiri dari dua kata, yakni Perseroan
dan terbatas. Perseroan merujuk pada modal PT yang terdiri dari atas
sero-sero atau saham-saham. Kata terbatas merujuk kepada tanggung
jawab pemegang saham yang luasnya hanya terbatas pada nominal semua
saham yang di milikinya.35 Meskipun demikian, dalam keadaan tertentu
bisa saja pemilik saham dapat dimintai pertanggung jawaban lebih dari
saham yang dimilikinya.
Definisi Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang didirikan
berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar
yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang
ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksananya (Pasal
1 butir (1) UUPT).36
33 Ridwan khairandy, Hukum Perseroan Terbatas, UII Press, Yogyakarta, 2014, hlm. 1. 34 Binoto Nadapdap, Loc. Cit, 35 Ridwan khairandy, Loc. Cit, 36 Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perseroan Terbatas di indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996, hlm. 5.
25
Seperti yang disebutkan dalam rumusan diatas, Perseroan adalah
badan hukum, yang berarti Perseroan merupakan subjek hukum di mana
Perseroan sebagai sebuah badan yang dapat di bebani hak dan kewajiban
seperti halnya manusia pada umumnya. Oleh karena itu sebagai badan
hukum, Perseroan Terbatas mempunyai kekayaan sendiri yang terpisah
dengan kekayaan pengurusnya. Dalam melakukan kegiatan yang dilihat
jangan perbuatan pengurusnya atau pejabatnya, tetapi yang harus dilihat
adalah adalah Perseroannya, karena yang bertanggung jawab adalah
Perseroan. Dalam hal ini tanggung jawab Perseroan Terbatas diwakili
oleh Direksinya (Pasal 1 angka 5 UUPT).37
Kemudian disebutkan pula Perseroan didirikan berdasarkan
perjanjian, hal ini menunjukkan sebagai suatu perkumpulan dari orang-
orang yang bersepakat mendirikan sebuah badan usaha yang berbentuk
Perseroan Terbatas. Berhubung dasarnya menggunakan perjanjian, maka
tidak dapat dilepaskan dari syarat yang di tetapkan Pasal 1320
KUHPerdatadata dan asas-asas penjanjian lainnya.38 Menurut Pasal 1320
syarat sahnya suatu perjanjian adalah :
a. Adanya kesepatakan kedua belah pihak, maksudnya adalah kedua
belah pihak menyetujui dan sepakat dengan apa-apa saja hal pokok
yang dalam perjanjian yang akan di buatnya.
b. Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum, yakni untuk
melakukan suatu perbuatan hukum haruslah sudah dewasa dan sehat
37 Gatot Supramono, Hukum Perseroan Terbatas Yang Baru, Djambatan, Jakarta, 1996, hlm. 2. 38 Ibid, hlm. 3.
26
pikiran. Ketentuan dewasa menggunakan parameter umur, namun
dalam berbagai ketentuan Undang-Undang diatur secara berbeda
berapa umur yang dapat dikatakan dewasa, menurut
KUHPerdatadata dewasa adalah telah berumur 21 tahun bagi laki-
laki dan 19 tahun bagi wanita. Sedangkan dalam Undang-Undang
No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan adalah telah berumur 19 tahun
bagi laki-laki dan 16 tahun bagi wanita. Namun untuk menentukan
peraturan mana yang akan digunakan, maka dapat dilihat dari
perbuatan hukum yang akan dilakukan, dalam hal ini perbutan
hukum yang akan dilakukan adalah pendirian Perseroan Terbatas
maka Peraturan yang digunakan untuk menentukan dewasa atau
tidaknya haruslah merujuk pada KUHPerdatadata.
c. Adanya obyek, maksudnya suatu perjanjian yang dibuat haruslah
berobyek yang jelas. Obyek perjanjian dalam hal ini tentu adalah
pendirian Perseroan Terbatas.
d. Adanya kausa yang halal, maksudanya suatu perjanjian itu dibuat
bukanlah sesuatu yang dilarang.
Mengenai modal dasar Perseroan yang disebutkan terbagi dalam
saham, bahwa dari kata terbagi dapat diketahui modal Perseroan tidak satu
atau dengan kata lain tidak berasal dari satu orang, melainkan modalnya
dipecah menjadi beberapa atau sejumlah saham. Mengapa demikian,
karena hal itu dalam hubugannya dengan pendirian Perseroan berdasarkan
perjanjian yang berarti modal Perseroan harus dimiliki beberapa orang.
27
Dengan demikian dalam suatu Perseroan pasti terdapat sejumlah
pemegang saham. Para pemegang saham pada prinsipnya hanya
bertanggung jawab senilai saham yang dimasukkannya dalam Perseroan.39
2. Perseroan Terbatas sebagai badan hukum
Kenyataan kemasyaratan dewasa ini, bukan hanya manusia saja yang
oleh hukum diakui sebagai subjek hukum. Untuk memenuhi kebutuhan
manusia itu sendiri, kini dalam hukum juga diberikan pengakuan sebagai
subjek hukum pada bukan manusia. Subjek hukum yang bukan manusia
itu disebut sebagai badan hukum (legal person). Jadi, badan hukum
adalah pendukung hak dan kewajiaban berdasarkan hukum yang bukan
manusia, yang dapat menuntut atau dituntut subjek hukum lain di muka
pengadilan. Subjek hukum hanya ada dua, yakni manusia dan badan
hukum.
Badan hukum adalah subjek hukum ciptaan manusia berdasar pada
undang-undang, diberi status sebagai pendukung hak dan kewajiban,
seperti manusia. Ciri-ciri dari sebuah badan hukum adalah :40
a. memiliki kekayaan sendiri yang terpisah dari kekayaan orang-orang yang menjalan dari kegiatan badan hukum tersebut
b. memiliki hak dan kewajiban-kewajiban orang-orang yang menjalankan kegiatan badan hukum tersebut
c. memiliki tujuan tertentu d. berkesinambungan (memiliki kontinuitas) dalam arti
keberadaannya tidak terikat pada orang-orang tertentu, karena hak-hak dan kewajibannya tetap ada meskipun orang-orang yang menjalankannya berganti
39 Ibid, 40 Mochtar Kusumaatmadja dan Arief Sidharta, Pengantar Ilmu Hukum Suatu Pengenalan Pertama Ruang Lingkup Berlakunya Ilmu Hukum, Buku I, Alumni, Bandung, 2000, hlm. 82.
28
Menurut ketentuan undang-undang, eksistensi badan hukum di
indonesia di klasifikasikan menjadi tiga golongan, yaitu :41
a. Badan hukum yang dibentuk pemerintah (penguasa negara)
badan hukum yang dibentuk oleh pemerintah (penguasa
negara) adalah badan hukum publik yang sengaja diadakan oleh
pemerintah untuk kepentingan negara, seperti lembaga-lembaga
negara, departemen-departemen pemerintahan, daerah otonom,
badan usaha milik daerah (BUMD). Badan hukum ini lazim
disebut sebagai badan hukum publik dibentuk pemerintah melalui
undang-undang, atau peraturan pemerintah. Apabila dibentuk
melalui undang-undang, pembentukan badan hukum publik itu
adalah presiden bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Apabila dibentuk melalui peraturan pemerintah, pembentukan
badan hukum publik itu adalah presiden sebagai kepala
pemerintahan
b. Badan hukum yang diakui oleh pemerintah (penguasa negara)
Badan hukum yang diakui pemerintah adalah badan hukum
yang dibentuk oleh pihak swasta atau pribadi negara untuk
kepentingan pribadi pembentuknya sendiri. Akan tetapi, badan
hukum tersebut mendapat persetujuan dari pemerintah menurut
undang-undang. Pengakuan itu diberikan oleh pemerintah karena
isi anggaran dasarnya tidak dilarang undang-undang, tidak
41 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, Cetakan Ke V, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2014, hlm. 24.
29
bertentangan dengan ketertiban umum dan badan hukum itu tidak
akan melanggar undang-undang. Pengakuan itu diberikan
pemerintah melalui pengesahan anggaran dasarnya.
Badan hukum ini umumnya bertujuan memperoleh
keuntungan atau kesejahteraan masyarakat melalui kegiatan usaha
tertentu, seperti Perseroan Terbatas dan koperasi.
c. Badan hukum yang diperbolehkan atau untuk suatu tujuan
tertentu yang bersifat ideal
Badan hukum yang diperbolehkan adalah badan hukum
yang tidak dibentuk oleh pemerintah dan tidak pula memerlukan
pengakuan dari pemerintah menurut undang-undang, tetapi
diperbolehkan karena tujuannya yang bersifat ideal dibidang
pendidikan, sosial, keagamaan, ilmu pengetahuan, kemanusiaan
dan kebudayaan. Badan hukum seperti ini selalu berupa yayasan,.
Untuk mengetahui apakah anggaran dasar badan hukum itu tidak
dilarang undang-undang, tidak bertentangan degang ketertiban
umum, dan kesusialaan masyarakat, akta yang memuat anggaran
dasar harus dibuat di muka notaris, karena notaris adalah pejabat
umum resmi yang diberi wewenang membantu membuatkan akta
autentik berdasarkan pada peraturan perundang-undang.
Badan hukum tersebut, seperti yayasan pendidikan, yayasan
sosial, yayasan keagamaan, dan yayasan kemanusiaan (Pasal
1653 KUHPdt)
30
Apabila dilihat dari klasifikasi tersebut diatas maka jelas Perseroan
Terbatas masuk dalam jenis badan yang diakui pemerintah, Perseroan
Terbatas sendiri diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007,
pada Pasal 7 ayat (4) menyebutkan bahwa Perseroan memperoleh status
sebagai badan hukum pada tanggal diterbitkannya keputusan menteri
mengenai pengesahan badan hukum Perseroan, pengesahan menteri
tersebut merupakan bentuk pengakuan dari negara.
Ditinjau dari wewenang hukum yang diberikan kepada badan hukum,
maka badan hukum dapat pula di klasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu :42
a. Badan hukum publik (kenegaraan)
Yaitu badan hukum yang dibentuk oleh pemerintah dan diberi
wewenang menurut hukum publik, misalnya, departemen
pemerintahan, lembaga-lembaga negara dan daerah otonom.
Contohnya, negara, pemerintah provinsi, pemerintah
kota/kabupaten.
b. Badan hukum privat (perdata)
Yaitu badan hukum yang dibentuk oleh pemerintah atau swasta
diberi wewenang menurut hukum perdata. Contoh, yayasan,
koperasi, dan Perseroan Terbatas.
Nindyo Pramono menyatakan bahwa filosofi pendirian badan
hukum adalah bahwa dengan kematian pendirinya, harta kekayaan badan
hukum tersebut daharapkan masih dapat bermamfaat oleh orang lain. Oleh
42 Ibid, hlm. 26.
31
karena itu, hukum menciptakan suatu kreasi “sesuatu” yang kemudian oleh
hukum dianggap atau diakui sebagai subjek mandiri seperti halnya orang.
Kemudian “sesuatu” itu oleh ilmu hukum disebut sebagai badan hukum.
Agar badan hukum itu dapat bertindak seperti halnya orang alamiah, maka
diperlukan organ sebagai alat bagi badan hukum itu untuk menjalin
hubungan hukum dengan pihak ketiga.43
Secara teoritik, baik dinegara common law maupun civil law
dikenal beberapa ajaran atau doktrin yang menjadi landasan teoritik
keberadaan badan hukum. Ada beberapa konsep terkemuka tentang
personalitas badan hukum (legal person), Yakni :44
a. Legal Personality as legal person45
Menurut konsep ini badan hukum adalah ciptaan atau rekayasa
manusia, badan merupakan hasil sautu fiksi manusia. Kapasitas
hukum badan hukum ini didasarkan hukum positif, maka negara
mengakui dan menjamin personalitas hukum badan tersebut. Badan
hukum yang memiliki hak dan kewajiban tersebut diperlakukan sama
dengan manusia sebagai real person.
b. Corporate Realism46
Menurut konsep ini personalitas hukum suatu badan hukum berasal
dari suatu kenyataan dan tidak diciptakan oleh proses inkorporasi,
yakni pendirian badan hukum yang didasarkan pada peraturan
43 Ridwan khairandy, Op.Cit, hlm. 7. 44 Ibid, 45 konsep Legal Personality as Legal Person ini dikenal pula dengan istilah teori fiksi 46 Pendekatan ini Corporate realism ini dikenal juga dengan istilah Teori Kenyataan Yuridis.
32
peraturan perudang-undangan. Suatu badan hukum tidak memiliki
personalitas sendiri yang dikaui negara. Personalitas hukum ini tidak
didasarkan pada fiksi, tetapi didasarkan pada kenyataan alamiah
layaknya manusia.
Di dalam pendekatan yang demikian, ada kesulitan untuk
menjelaskan mengapa beberapa badan seperti persekutuan perdata dan
perkumpulkan yang tidak berbadan hukum (unincorporated
associatio) yang juga dalam realitas, di sejumlah negara tidak diakui
sebagai badan hukum.
c. Theory of the Zweckvermogen
Menurut konsep ini suatu badan hukum terdiri atas sejumlah
kekayaan yang digunakan untuk tujuan tertentu. Teori ini dapat
ditelusuri kedalam sistem hukum yang menentukan seperti hukum
Jerman, bahwa institusi dalam hukum publik (anstalten) dan
endowmen dalam hukum perdata (stiftungen) adalah badan hukum
yang ditentukan oleh suatu obyek dan tujuan, dan tidak ditentukan
oleh individual anggotanya.
d. Aggregation Theory
Teori ini disebut sebagai teori “Symbolist” atau teoritik “bracker”,
dan dalam versi modren dikenal sebagai “corporate nominalism”
secara teoritik berhubungan dengan teori fiksi. Pandangan
individulistik ini menyatakan bahwa mahkluk (human being) dapat
menjadi subjek atau penyandang hak dan kewajiban timbul atau lahir
33
dari hubungan hukum dan oleh karenanya benar-benar menjadi badan
hukum. Menurut konsep personalitas korporasi, badan hukum ini
adalah semata-mata suatu nama bersama (collective name), suatu
simbol bagi para anggota korporasi.
e. Modern Views on Legal Personality
Hukum nasional modern dewasa ini menggabungkan antara realist
and fictionist theory dalam mengatur hubungan bisnis domestik dan
internasional, di satu sisi mengakui realitas sosial yang ada dibelakang
personalitas hukum, dan sisi lain, memperlakukan badan hukum
dalam sejumlah aspek sebagai suatu fiksi.
Bila Pasal 1329 KUHPerdata adalah dasar hukum yang
menyatakan bahwa orang pribadi adalah subjek hukum maka dasar hukum
yang menyatakan badan apa saja yang merupakan badan hukum adalah
Pasal 1654 KUHPerdata. Pasal ini menyatakan bahwa semua perkumpulan
yang sah adalah seperti halnya dengan orang-orang preman, berkuasa
melakukan tindakan-tindakan perdata, dengan tidak mengurangi
peraturan-peraturan umum, dalam mana kekuasaan itu telah diubah,
dibatasi atau ditundukkan pada acara-acara tertentu.47 Namun dalam
KUHPerdata tidak menerangkan apa saja badan yang sah itu. Menurut
hemat penulis badan hukum yang sah adalah badan hukum yang diakui
pemerintah, ketentuannya diatur dalam peraturan perundang-undangan,
47 Hardijan Rusli, Perseroan Terbatas dan Aspek Hukumnya, cetakan 1, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1996, hlm.22.
34
seperti halnya undang-undang Perseroan Terbatas, undang-undang
yayasan, undang-undang koperasi.
Hukum Perseroan Terbatas yang di singkat NV. Mula-mula diatur
dalam KUHD, pada buku pertama, titel ketiga bagian ketiga, yang
berjudul tentang Perseroan Terbatas, terdiri dari Pasal 36-56, jadi hanya 26
Pasal saja sehingga benar-benar sangat singkat sekali. Jika dihitung dari
kelahiran KUHD, yakni pada tahun 1847 dengan staatsblad 1847-23
sampai diundangkan UU No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas
sebagai pengganti hukum Perseroan Terbatas, kelansungan eksistensinya
hampir lebih 150 tahun. Selama kolonial belanda, ketentuan Pasal 36-56
yang mengatur Perseroan Terbatas, boleh dikatakan tidak pernah
mengalami perubahan, ketentuan Pasal-Pasal yang mengatur Perseroan,
tidak ikut mengalami perubahan atau penambahan.48 Namun pada saat ini
undang-undang yang mengatur Perseroan Terbatas telah diperbaharui
dengan lahirnya undang-undang No. 40 tahun 2007.
Pasal 1 angka 1 UUPT 2007, berbunyi :
Perseroan Terbatas yang selanjutnya Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasar perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang yang di tetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya
Bertilik dari ketentuan Pasal 1 angka 1 diatas, elemen pokok yang
melahirkan suatu Perseroan sebagai suatu badan huku (rechtspersoon,
legal person, legal entity), harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
48 M. Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm. 27.
35
a. Merupakan Persekutuan Modal
Perseroan sebagai badan hukum memiliki “modal dasar” yang
disebut juga authorized capital, yakni jumlah modal yang disebutkan
atau dinyatakan dalam akta pendirian.49Modal dasar tersebut, terdiri
dan dibagi atas saham atau sero (aandelen, share, stock). Modal yang
terdiri dan dibagi atas saham itu, dimasukkan para pemegang saham
dalam status mereka sebagai anggota Perseroan dengan jalan
membayar saham tersebut kepada Perseroan. Jadi, ada beberapa orang
pemegang saham yang bersekutu mengumpulkan modal untuk
melaksanakan kegiatan perusahaan yang dikelola Perseroan. Besarnya
modal dasar Perseroan menurut Pasal 31 ayat (1) UUPT 2007, terdiri
atas seluruh “nilai nominal” saham. Selanjutnya menurut Pasal 32
ayat (1) tersebut, modal dasar Perseroan paling sedikit Rp50.000.000,-
(lima puluh juta rupiah).50
Penegasan Perseroan adalah badan hukum yang merupakan
persekutuan modal merupakan penegasan bahwa Perseroan tidak
mementingkan sifat kepribadian para pemegang saham yang ada di
dalamnya. Penegasan ini ditujukan pula untuk membedakan secara
jelas substansi atau sifat badan usaha Perseroan dibandingkan dengan
badan usaha lainnya, seperti persekutuan perdata.51
Dalam kenyataannya, tidak semua Perseroan bertujuan untuk
menghimpun dana semata (persekutuan atau asosiasi modal) dan
49 Ibid, hlm. 34. 50 Ibid, 51 Ridwan Khairandy, Hukum Perseroan Terbatas, Op.Cit., hlm. 32.
36
mengabaikan sifat kepribadian atau hubungan pribadi pemegang
saham. Perseroan dapat diklasifikasikan menjadi dua macam
Perseroan, yakni Perseroan tertutup dan Perseroan terbuka. Di dalam
Perseroan tertutup hubungan pribadi pemegang saham masih
diutamakan. Mereka saling mengenal secara dekat dan tidak banyak
jumlanya. Pemegang saham Perseroan semacam seringkali berasal
dari anggota keuarga atau sahabat karib sendiri sehingga seringkali
pula Perseroan semacam ini di sebut PT keluarga. Ini berlainan
kondisinya dengan Perseroan terbuka. Di sini yang diutamakan untuk
menghimpun modal sebanyak mungkin dan mengabaikan hubungan
pribadi para pemegang saham. Mereka juga dapat tidak saling
mengenal antara satu dengan yang lain. Bagi Perseroan yang
melakukan penawaran umum dipasar modal, jumlah para pemegang
saham ratusan orang baik pribadi maupun badan hukum, baik dari
dalam negeri maupun luar negeri.52
b. Didirikan Berdasarkan Perjanjian
Perseroan sebagai badan hukum didirikan berdasar “perjanjian”
demikian penegasan bunyi Pasal 1 angka 1 UUPT 2007. Kalau begitu,
pendirian Perseroan sebagai persekutuan modal diantara pendiri
dan/atau pemegang saham, harus memenuhi ketentuan hukum
perjanjian yang diatur dalam Buku Ketiga KUHPerdatadata,
khususnya Bab ke dua, bagian kesatu tentang ketentuan umum
52 Ibid,
37
perjanjian (Pasal 1313-1319) dan bagian kedua tentang syarat-syarat
sahnya perjanjian (Pasal 1320-1337), serta Bagian Ketiga tentang
akibat perjanjian (Pasal 1338-1341).
Berarti, ditinjau dari segi hukum perjanjian, pendirian Perseroan
bersifat badan hukum bersifat kontraktual (contractual, by contract)
yakni berdirinya Perseroan merupakan akibat dari lahirnya perjanjian.
Selain bersifat kontraktual, juga bersifat konsensual (consuel,
consensual) berupa adanya kesepakatan untuk mengikat perjanjian
mendirikan Perseroan.53
Sesuai ketentuan Pasal 27 ayat (1) UUPT, supaya perjanjian
untuk mendirikan Perseroan sah menurut undang-undang, pendirianya
paling sedikit 2 (dua) “orang” atau lebih. Hal itu ditegaskan pada
penjelasan Pasal 27 ayat (1) alinea kedua, bahwa prinsip yang berlaku
berdasar undang-undang ini, Perseroan sebagai badan hukum
didirikan berdasar perjanjian, oleh karena itu mempunyai lebih dari
satu orang pemegang saham. Adapun yang dimaksud dengan orang
menurut penjelasan dimaksud, adalah :54
1) Orang perseorangan, (naturlijke person,natural person) baik
warga negara maupun orang asing.
2) Badan hukum indonesia atau badan hukum asing.
Pasal 1313 KUHPerdatadata menyebutkan bahwa perjanjian
adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
53 M. Yahya Harahap, Op.Cit. Hlm. 34. 54 Ibid, hlm. 35
38
mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Mariam
Darusman Badrulzaman mengatakan bahwa para sarjana hukum
perdata pada umumnya berpendapat bahwa definisi perjanjian yang
terdapat diatas tidak lengkap dan terlalu luas. Tidak lengkap karena
dirumuskan itu hanya mengenai perjajian sepihak saja. Dikatakan
terlalu luas karena mencakup perbuatan didalam hukum keluarga
seperti janji kawin, yang merupakan perjanjian juga, tetapi sifatnya
berbeda dengan perjanjian yang diatur dalam Buku III
KUHPerdatadata yang kreterianya dapat dinilai secara materiil,
dengan kata lain dinilai dengan uang.55
Menurut J. Satrio definisi perjanjian berdasarkan Pasal 1313
KUHPerdatadata tersebut diatas mengandung banyak kelemahan
karena kata “Perbuatan” kalau dilihat dalam skema peristiwa hukum,
maka peristiwa hukum yang timbul karena perbuatan atau tindakan
manusia yang lain (yang bukan tindakan hukum) seperti
Onrechtmagedaad dan Zaakwaarmening. suatu Onrechtmagedaad
memang bisa timbul karena perbuatan orang, dan sebagai akibat
timbul karena perbuatan perbuatan orang, dan sebagai akibatnya
timbul suatu perikatan. Di dalam perikatan orang yang satu terikat
untuk memberikan suatu prestasi tertentu (ganti rugi) kepada orang
lain yang dirugikan tetapi semua sepakat bahwa suatu tindakan yang
melawan hukum tidak didasarkan atas dan bukan merupakan suatu
55 Ridwan Khairandy, Hukum Perseroan Terbatas, Op.Cit, hlm. 34.
39
perjanjian karena suatu akibat hukumnya, yaitu terikatnya yang satu
untuk membayar ganti rugi kepada yang lain, sama sekali tidak
diperjanjikan sebelumnya. Di dalam suatu perjanjian para pihak sudah
tau, sudah membayangkan akibat hukum yang akan muncul dari
perjanjian mereka, dan mereka sebenarnya sengaja melakukan
tindakan tersebut dengan tujuan agar akibat hukumnya yang sangat
dikehendaki muncul. Sautu tidakan yang menimbulkan akibat hukum
yang memang dikehendaki atau dianggap oleh undang-undang
dikehendaki disebut tidakan hukum. Karenanya kata “perbuatan’
dalam Pasal 1313 kitab undang-undang hukum perdata lebih tepat
kalau diganti dengan kata “perbuatan/tindakan hukum”. Keuntungan
digunakan istilah tindakan hukum tidak hanya untuk menunjukkan,
bahwa akibat hukumnya dikehendaki atau dianggap dikehendaki,
tetapi di dalamnya juga sudah tersimpul adanya “sepakat’ yang
merukan ciri perjanjian yang tidak mungkin ada pada
Onrechtmatigedaad dan zaakwaarmening.56
Oleh karena PT dinyatakan sebagai badan hukum yang dirikan
perjanjian, maka pendirian PT harus pula tunduk kepada persyaratan
sahnya perjanjian yang ditentukan dalam KUHPerdatadata. Pasal
1320 KUHPerdatadata menentukan adanya 4 (empat) syarat sahnya
suatu perjanjian, yakni :57
56 Ibid, hlm. 34-35. 57 Ibid, hlm. 36.
40
1) Adanya katanya sepakat bagi mereka yang mengikatkan
dirinya;
2) Kecakapan para pidak untuk membuat suatu perikatan;
3) Harus suatu hal tertentu; dan
4) Harus ada suatu sebab (causa) yang halal.
c. Melakukan Kegiatan Usaha
Sesuai Tujuan Perseroan didirikan adalah untuk mendapatkan
keuntungan, untuk mencapai tujuan itu maka Perseroan harus
melakukan kegiatan usaha. Jika UUPT menggunakan istilah
melakukan kegiatan usaha, KUHD menggunakan istilah menjalankan
perusahaan. Ini berbeda dengan istilah perbuatan perniagaan yang
terdapat dalam Pasal 2 sampai 5 KUHD (lama) yang secara rinci
menjelaskan menjelaskan makna perbuatan perniagaan tersebut,
istilah perusahaan dan menjalankan perusahaan yang dianut KUHD
sekarang tidak ada penjelasannya. Menurut H.M.N. Purwosutjipto, hal
tersebut rupanya memang oleh pembentuk undang-undang, agar
pengertian perusahaan berkembang baik dengan gerak langkah dalam
lalu lintas perusahaan sendiri. Pengembangan makna tersebut
diserahkan kepada dunia ilmiah dan yurisprudensi. Dalam
perkembangannya, defini otentik perusahaan dapat pula ditemukan di
dalam beberapa undang-undang.58
58 Ibid, hlm. 58-59
41
Menurut pemerintah Belanda ketika membacakan Memorie Van
Toelichting (penjelasan) rencana undang-undang Wetboek Van
Koophandel di muka parlemen menyebutkan, bahwa perusahaan
adalah keseluruhan perbuatan yang dilakukan secara terus menerus,
dengan mencari laba bagi dirinya sendiri. Menurut Molengraaf,
perusahaan adalah keseluruhan perbuatan yang dilakukan secara terus
menerus, bertindak ke luar untuk mendapatkan suatu pengahasilan,
dengan cara memperniagakan barang-barang atau mengadakan
perjanjian perdagangan.59
Pada Pasal 18 UUPT ditegaskan, maksud dan tujuan serta
kegiatan usaha itu, harus dicantumkan dalam AD (anggaran dasar)
Perseroan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan penjelasan Pasal 18, maksud dan tujuan merupakan
merupakan “usaha poko’ Perseroan. Sedang “kegiatan usaha”
merupakan “kegiatan yang dijalankan” oleh Perseroan dalam rangka
mencapai maksud dan tujuan, kegiatan usaha harus di rinci secara
jelas dalam AD (anggaran dasar) dan rincian tersebut tidak boleh
bertentangan dengan undang-undang.60
Kalau begitu, suatu Perseroan yang tidak mempunyai kegiatan
usaha, dianggap tidak eksis lagi. Meskipun dalam AD ada
dicantumkan secara rinci kegiatan, namun apabila kegiatan yang
disebut dalam AD (anggaran dasar) tidak ada aktivitasnya, pada
59 Ibib, 60 60 M. Yahya Harahap, Op.Cit. Hlm. 36.
42
dasarnya Perseroan itu dianggap tidak eksis lagi sebagai badan
hukum. Dalam keadaan seperti itu, lebih baik Perseroan itu di
bubarkan berdasarkan keputusan RUPS oleh para pemegang saham
berdasarkan Pasal 142 ayat (1) huruf a Jo. Pasal 142 ayat (3) UUPT,
maupun berdasarkan putusan pengadilan sesuai ketentuan Pasal 142
ayat (1) huruf c Jo. Pasal 146 UUPT.61
d. Modal Dasar Perseroan Terbatas Seluruhnya Terabagi Dalam
Saham
Agar badan hukum dapat berinteraksi dalam pergaulan hukum
seperti membuat perjanjian, melakukan kegiatan usaha tertentu
diperlukan modal. Modal awal badan hukum itu berasal dari kekayaan
pendiri yang dipisahkan. Modal awal itu menjadi kekayaan badan
hukum, terlepasa dari kekayaan pendiri. Oleh karena itu salah satu
ciri-ciri utama suatu badan hukum seperti Perseroan (termasuk
perusahaan Perseroan yang disingkat persero) adalah kekayaan yang
terpisah kekayaan pendiri badan hukum itu.62
Pasal 31 ayat (1) UUPT menyebutkan bahwa modal Perseroan
terdiri seluruh nilai nominal saham. Modal dasar (maatschappelijk
kapitaal atau authorized capital) merupakan nilai keseluruhan nilai
nominal saham yang ada dalam Perseroan. Pasal 32 ayat (2) UUPT
menentukan, bahwa modal dasar Perseroan paling sedikit sejumlah Rp
50.000.000,00- (lima puluh juta rupiah). Namun Pasal 32 ayat (2)
61 Ibid, 62 Ridwan Khairandy, Hukum Perseroan Terbatas, Op.Cit, hlm. 60.
43
UUPT menentukan pula bahwa untuk bidang usaha tertentu
berdasarkan undang-undang atau peraturan pelaksanaan yang usaha
tertentu tersebut, jumlah minimum modal Perseroan dapat diatur
berbeda. Misal pengaturan jumlah modal bagi perusahaan-perusahaan
yang berkaitan dengan kegiatan pasar modal diatur berdasar undang –
undang Nomor 8 Tahun 1995 Jo. PP Nomor 45 tahun 1995.
Penentuan jumlah modal minimum jauh lebih tinggi daripada yang
ditentukan Pasal 25 ayat (1) UUPT.63
Besarnya jumah modal dasar Perseroan itu tidaklah
menggambarkan kekuatan finansial riil Perseroan, tetapi hanya
menentukan jumlah maksimum modal dan saham yang dapat
diterbitkan. Jika Perseroan akan menambah modal yang melebihi
jumlah modal tersebut, Perseroan harus mengubah anggaran dasar.
Perubahan anggaran dasar tersebut harus diputus RUPS.64
Besarnya jumlah modal dasar itu disebutkan secara tegas dalam
akta pendirian Perseroan atau anggaran Perseroan. Misal ditentukan
modal Perseroan adalah sejumlah Rp.250.000.000.000,00- terbagi atas
250.000.000 saham, masing-masih saham bernilai nominal sejumlah
Rp.1.000,00-.65
3. Organ Perseroan Terbatas
Perseroan Terbatas selaku badan hukum dianggap sama
kedudukannya didepan hukum seperti manusia, ia memiliki hak dan
63 Ibid, 64 Ibid, 65 Ibid,
44
kewajiban, dapat menggugat dan dapat didugat di hadapan hukum. Akan
tetapi pada kenyataannya, ia hanyalah subjek hukum ciptaan manusia
yang secara nyata tidak dapat melakukan kegiatan seperti manusia, ia
memerlukan organ untuk menjalankan Perseroan Terbatas tersebut.
Sebagai suatu badan hukum, pada prinsipnya Perseroan Terbatas
dapat memiliki segala hak dan kewajiban yang dimiliki oleh setiap orang-
perorangan, dengan pengecualian hal-hal yang bersifat pribadi, yang
hanya mungkin dilaksanakan oleh orang perorangan, seperti yang diatur
dalam Buku Pertama Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dan
sebagian dari Buku Kedua Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang
kewarisan. Guna melaksanakan segala hak dan kewajiban yang
dimilikinya tersebut, ilmu hukum telah merumuskan fungsi dan tugas dari
masing-masing organ Perseroan tersebut, yang berbeda antara yang satu
dengan yang lainnya. Organ-organ tersebut kita kenal dengan sebutan
Rapat Umum Pemegang Saham; Direksi; dan Dewan Komisaris;.66
Berikut akan dijelaskan organ-organ tersebut.
d. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
Pasal 1 angka 2 dari Undang-Undang No.40 Tahun 2007 yang
diundangkan pada tanggal 16 agustus 2007 (lembaran negara RI,
Tahun 2007 No. 06, Tambahan Lembaran Negara RI No. 4756)
menempatkan Rapat Umum Pemegang saham yang selanjutnya di
sebut RUPS dalam urutan pertama dari 3 (tiga) organ Perseroan.
66 Ahmad yani dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis, Perseroan Terbatas, Edisi 1, Cetakan 3, PT Grafindo Persada, jakarta, 2003, hlm. 77.
45
Kedua organ Perseroan lainnya adalah Direksi dan Dewan Komisaris.
Indonesia sebagaimana negara-negara yang menganut hukum sipil
(Civil law system) menganut two-tier management system di mana
terdapat lembaga Direksi yang menjalankan manajemen perusahaan
dan Dewan Dewan Komisaris yang bertugas mengawasi jalannya
manajemen (pengurusan) perusahaan oleh Direksi.67
Ini berbeda dengan negara-negara common law yang mengenal
Single-tier Managemen structure di mana manajemen Perseroan
dibawah kontrol penuh dari Direksi, sedangkan pengawasan atas
nama manajemen yang dilakukan oleh Direksi berada ditangan para
pemegang saham, badan pembentuk undang-undang, para kreditur
Perseroan, dan pihak lainnya yang memiliki kepentingan. Sistem
Common Law tersebut tidak mengenal lembaga Dewan Dewan
Komisaris.68
Menilik kebelakang pada saat berlakukunya undang-undang
Perseroan Terbatas yang lama masih berlaku, yaitu Undang-Undang
No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, Pasal 1 Butir 3
disebutkan bahwa RUPS adalah organ Perseroan paling tinggi dan
berkuasa untuk menentukan arah dan tujuan Perseroan.69 Hal ini
dikarenakan di tempatkannya RUPS dalam urutan pertama dari 3
(tiga) organ Perseroan, selain itu RUPS juga memiliki wewenang
67 Cornelis Simanjuntak dan Natalie Mulia, Organ Perseroan Terbatas, Edisi 1, Cetakan 1, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm. 1. 68 Ibid, 69 Ahmad yani dan Gunawan Widjaja, Op. Cit, hlm. 78.
46
yang tidak diberikan kepada Direksi dan Dewan Komisaris Perseroan.
Sampai dengan berlakunya Undang-Undang No. 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas, RUPS tetap ditempatkan pada urutan
pertama dari organ Perseroan, namun Pasal yang menyatakan bahwa
RUPS adalah organ Perseroan tertinggi sudah tidak dicantumkan lagi.
Sekalipun pembentuk undang-undang sama sekali tidak
bermaksud untuk memberikan peringkat terhadap lembaga RUPS,
Direksi dan Dewan Dewan Komisaris dalam pengertian lembaga yang
satu lebih superior dari lembaga yang lain yang karenanya inferior.
Alasan penempatan RUPS sebagai organ Perseroan yang utama tidak
terlepas dari esensi pendirian suatu Perseroan Terbatas yang
berasarkan Pasal 1 angka 1 UUPT, merupakan persekutuan modal dari
para pendiri Perseroan tersebut. Sebagai pendiri Perseroan dan
sekaligus pemegang saham Perseroan telah memberikan kontribusi
modal (kapital) awal (initial capital) untuk menjalankan kegiatan
usaha, sudah seyogyanya setiap keputusan yang menyangkut tujuan
awal (original objective) para pendiri dalam mendirikan Perseroan
berada ditangan mereka melalui lembaga RUPS. Alasan lainnya
adalah pengangkatan dan pemberhentian anggota Direksi dan Dewan
Dewan Komisaris dimana anggota Direksi dan dewan Direksi bukan
dari Rapat Direksi atau Dewan Dewan Komisaris, namun diangkat
dan diberhentikan oleh RUPS, dan ini memperlihatkan kekuasaan
47
yang besar yang tidak dipunyai oleh organ Perseroan yang lain, yaitu
Direksi dan Dewan Dewan Komisaris.70
Menurut Misahardi Wilatamarta walaupun dalam struktur
Perseroan, RUPS mempunyai kekuasaan yang tertinggi, tetapi hal
tersebut bukan berarti bahwa RUPS mempunyai jenjang tertinggi
diantara organ Perseroan, tetapi sekedar mempunyai kekuasaan
tertinggi bila wewenang tersebut tidak dilimpahkan kepada organ
Perseroan lain. Jadi masing-masing organ Perseroan mempunyai tugas
dan wewenang yang berdiri sendiri.71
Berbeda halnya dengan Direksi dan Dewan Dewan Komisaris
yang kewenangan utamanya jelas disebutkan dalam UUPT,
kewenangan RUPS yang oleh Pasal 75 ayat (1) UUPT diartikan
sebagai kewenangan yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan
Dewan Komisaris, mengaharuskan pembaca UUPT tersebut meneliti
dan memahami Pasal demi Pasal dalam UUPT dan tidak jarang
pengertian “berhak dan “wewenang” yang melekat pada RUPS
menimbulkan kebingungan. Untuk mengetahui kewenangan apa saja
yang dimiliki RUPS yang diberikan UUPT yang diatur dalam UUPT
tidak jarang memakai frasa “hak’ atau “berhak”, sebagai berikut :72
1) Menyetujui perbuatan hukum yang dilakukan calon pendiri
untuk kepentingan Perseroan yang belum didirikan sehingga
perbuatan hukum calon pendiri tersebut mengikat Perseroan
70 Cornelis Simanjuntak dan Natalie Mulia, Op. Cit, hlm. 2. 71 Ridwan Khairandy, Hukum Perseroan Terbatas, Op.Cit, hlm. 223. 72 Cornelis Simanjuntak dan Natalie Mulia, Op. Cit, hlm. 4.
48
setelah Perseroan menjadi badan hukum (Pasal 13 ayat (1)
UUPT)
2) Menyetujui perbuatan hukum yang dilakukan pendiri setelah
pendirian Peseroan (Pasal 14 UUPT0
3) Menyetujui usulan perubahan anggaran dasar Perseroan (Pasal
19-28 UUPT)
4) Menyetujui penyetoran saham dalam bentuk benda tidak
bergerak (Pasal 34 ayat (3) UUPT)
5) Menyetujui hak tagih pemegang saham atau kreditor terhadap
Perseroan sebagai kompensasi penyetoran saham dalam
permodalan Perseroan (Pasal 35 UUPT)
6) Menyetujui maksud Perseroan untuk membeli kembali saham
(bay back) yang telah dikeluarkan (Pasal 38 UUPT)
7) Menyerahkan kewenangan untuk memberikan persetujuan atas
maksud Perseroan untuk membeli kembali saham (buy back)
yang telah dikeluarkan Dewan Dewan Komisaris (Pasal 39
UUPT)
8) Menyetujui penambahan modal Perseroan yaitu, modal dasar,
modal yang ditempatkan dan modal disetor (Pasal 41 ayat (1)
UUPT)
9) Menyerahkan kewenangan untuk memberikan persertujuan
pelaksanaan keputusan RUPS tentang penambahan modal
49
Perseroan kepada Dewan Dewan Komisaris (Pasal 41 ayat (2)
UUPT)
10) Menyetujui pengurangan modal Perseroan, yaitu modal dasar,
modal ditempatkan, dan modal disetor (Pasal 44 UUPT)
11) Menyetujui pemindahan hak atas saham apabila disyaratkan
oleh anggaran dasar Perseroan (Pasal 57 ayat (1) huruf b
UUPT)
12) Menyetujui rencana kerja tahunan yang di susun Direksi
apabila disayaratkan oleh anggaran dasar Perseroan (Pasal 64
ayat (2) dan (3) UUPT)
13) Menolak untuk mengesahkan laporan keuangan laporan
keuangan Perseroan yang termasuk dalam kualifikasi :
Perseroan yang bergerak di bidang pengerahan dana
masyarakat atau Perseroan yang mengeluarkan surat
pengakuan utang atau Perseroan yang merupakan Perseroan
terbuka atau Perseroan yang merupakan yang mempunyai aset
dan/atau jumlah peredaran usaha paling sedikit
Rp50.000.000.000,00- (lima puluh miliar rupiah) atau
Perseroan yang laporan keuangannya wajib di audit akuntan
publik sebagai mana yang disyaratkan peraturan perundang-
undangan, yang mana Direksi Perseroan tersebut ternyata tidak
meyerahkan laporan keuangan Perseroan tersebut kepada
50
akuntan publik untuk di audit (Pasal 68 ayat (1) dan (2)
UUPT)
14) Menyetujui laporan tahunan Perseroan dan mengesahkan
perhitungan tahunan Perseroan (Pasal 69 ayat (1) UUPT)
15) Menyetujui penggunaan laba bersih termasuk penentuan
jumlah penyisihan untuk cadangan (Pasal 71 ayat (1) UUPT)
16) Mengatur tata cara pengambilan deviden yang telah
dimasukkan ke dalam cadangan khusus (Pasal 73 ayat (2)
UUPT)
17) Menyetujui penggabungan (merger), peleburan,
pengambilalihan atau pemisahan, pengajuan permohonan agar
Perseroan dinyatakan pailit, perpanjangan jangka waktu
berdirinya dan pembubaran Perseroan (Pasal 89 ayat (1)
UUPT)
18) Menetapkan pembagian tugas dan wewenang pengurusan
Perseroan di antara anggota Direksi (Pasal 92 ayat (5) UUPT)
19) Mengangkat anggota Direksi (Pasal 94 ayat (1) UUPT) dan
anggota Dewan Dewan Komisaris (Pasal 111 ayat (1) UUPT)
20) Memberhentikan anggota Direksi (Pasal 94 ayat (5) Jo. Pasal
105 ayat (1) UUPT) dan anggota Dewan Dewan Komisaris
(Pasal 115 ayat (5) dan Pasal 119 UUPT)
51
21) Menetapkan besaran gaji dan tunjangan anggota Direksi (Pasal
96 ayat (1) UUPT) dan anggota Dewan Dewan Komisaris
(Pasal 113 UUPT)
22) Menetapkan pembatasan atau persyaratan kewenangan Direksi
(Pasal 98 ayat (3) UUPT)
23) Penunjukan pihak luar anggota Direksi dan Dewan Dewan
Komisaris Perseroan untuk mewakili Perseroan dalam hal
terdapat seluruh anggota Direksi dan Dewan Dewan Komisaris
mempunyai benturan kepentingan (conflict of interest) dengn
Perseroan (Pasal 99 ayat (2) huruf c UUPT)
24) Menyetujui maksud Direksi untuk mengalihkan kekayaan atau
menjadikan jaminan utang kekayaan Perseroan yang
merupakan lebih dari 50% (lima puluh persen) dari kekayaan
bersih Perseroan (Pasal 102 ayat (1) UUPT)
25) Menyetujui atau menolak rencana/maksud Direksi untuk
mengajukan permohonan pailit atas Perseroan (Pasal 104 ayat
(1) UUPT)
26) Mencabut atau menguatkan keputusan Dewan Dewan
Komisaris yang memberhentikan sementara anggota Direksi
(Pasal 106 ayat (6) UUPT)
27) Meminta laporan Dewan Dewan Komisaris tentang tugas
pengawasan yang telah dilakukan selama tahun buku yang
baru lampau (Pasal 116 huruf c UUPT)
52
28) Memberikan kewenangan kepada Dewan Dewan Komisaris
untuk melakukan tindakan pengurusan Perseroan apabila
Direksi tidak ada atau apabila seluruh anggota Direksi
mempunyai benturan kepentingan dengan Perseroan (Pasal
118 ayat (1) UUPT)
29) Mengangkat Dewan Komisaris independen (Pasal 120 ayat (2)
UUPT)
30) Menyetujui rencana penggabungan yang disusun Direksi dan
sebelumnya telah mendapatkan persetujuan Dewan Dewan
Komisaris Perseroan(Pasal 123 ayat (3) UUPT)
31) Menyetujui pengambilalihan (Pasal 125 ayat (4) Jo. Pasal 126
ayat (2) dan Pasal 127 ayat (1) UUPT) dan rencana pengambil
alihan (Pasal 128 ayat (1) UUPT)
32) Menyetujui pembubaran Perseroan (Pasal 142 ayat (1) huruf a
UUPT)
33) Menunjuk likuidator (Pasal 142 ayat (3) Jo. Pasal 145 ayat (2)
UUPT)
34) Menyetujui laporan pertanggungjawaban likuidator atas
likuiditas Perseroan yang dilakukannya (Pasal 152 ayat (1)
UUPT)
e. Direksi
Pengurusan dalam Perseroan Terbatas dilakukan oleh orang
perorangan yang ditugaskan oleh Perseroan Terbatas dalam organ
53
yang dinamakan Direksi (di bawah pengawasan Dewan Dewan
Komisaris). Direksi menurut Pasal 1 butir 5 Undang-Undang No. 40
tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas adalah organ Perseroan yang
berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan
untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan
Perseroan serta mewakili Perseroan, baik didalam maupun diluar
pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.73
Walaupun tidak ada rumusan yang jelas dan pasti mengenai
kedudukan Direksi dalam suatu Perseroan Terbatas, yang jelas Direksi
merupakan badan pengurus Perseroan paling tinggi. Hal ini karena
Direksi berhak dan berwenang untuk menjalankan perusahaan,
bertindak untuk dan atas nama Perseroan (baik di dalam maupun di
luar pengadilan) dan bertanggung jawab atas pengurusan dan jalannya
Perseroan untuk kepentingan dan tujuan Perseroan. Ini sebagai mana
disimpulkan dari Pasal 1 angka 5 Jo. Pasal 82 Jo. Pasal 92 dan Pasal
98 UUPT.74
Undang-undang Perseroan Terbatas mensyaratkan bahwa
anggota Direksi haruslah orang perorangan. Itu berarti sistem hukum
Perseroan indonesia tidak dikenal pengurus Perseroan oleh badan
hukum lainnya ataupun badan usaha lainnya secara ex officio (baik
yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum). Orang
73 Gunawan Widjaja, 150 Tanya Jawab Tentan Perseroan Terbatas, Cetakan Kedua, Forum Sahabat, Jakarta, 2008, hlm. 63. 74 Adrian Sutedi, Buku Pintar Hukum Perseroan Terbatas, Cetakan Pertama, Raih Asa Sukses, Jakarta, hlm. 97.
54
perseorangan (yang diangkat menjadi anggota Direksi) adalah mereka
yang cakap untuk bertindak dalam hukum, tidak pernah dinyatakan
pailit oleh pengadilan ataupun anggota Direksi atau Dewan Komisaris
(Perseroan lain) yang pernah dinyatakan bersalah telah menyebabkan
pailitnya Perseroan tersebut, dan belum pernah di hukum penjara
karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara
dalam jangka waktu 5 tahun (terakhir), terhitung sejak tanggal
pengangkatannya.75 Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 93 ayat (1)
UUPT, Pasal ini jelas menunjukkan yang dapat menjadi anggota
Direksi hanyalah manusia (naturan person), melarang badan hukum
atau badan usaha menjadi anggota Direksi. Di beberapa negara
memang ada yang memperbolehkan badan usaha menjabat sebagai
anggota Direksi, salah satunya Hongkong.76
Tugas dan kewajiban serta wewenang Direksi suatu Perseroan
Terbatas menurut undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas telah ditegaskan dalam Pasal 92 ayat (1) yang
menyatakan “Direksi menjalankan kepengurusan Perseroan untuk
kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan
Perseroan”, selanjutnya dalam Pasal 97 ayat (1) menyatakan : Direksi
bertanggung jawab atas pengurusan sebagimana yang dimaksud
dalam Pasal 92 ayat (1)”. Dari Pasal 92 ayat (1) dan Pasal 97 ayat (1)
dapat diketahui bahwa Direksi dalam menjalankan jabatannya harus
75 Ibid, 76 Ibid,
55
berorientasi pada kepentingan dan tujuan Perseroan. Artinya, kegiatan
yang dilakukan dan keputusan yang diambil harus dilaksanakan demi
kepentingan dan tujuan Perseroan. Pasal 92 dan Pasal 97 itu
memberikan pagar bagi tugas yang harus dilaksanakan oleh Direksi
menjadi tanggung jawabnya. Pagar tersebut adalah “kepentingan
Perseroan”. Dengan kata lain, Direksi tidak dibenarkan untuk
melakukan hal-hal dengan mengatas namakan Perseroan atau
menggunakan Perseroan yang bertujuan bukan untuk kepentingan
Perseroan, atau bertentangan dengan kepentingan Perseroan.77
Terkait dengan kewajiban Direksi, Anisitus Amanat
mengklarifikasikan kewajiban Direksi menjadi dua bagian, yakni
kewajiban yang berkaitan dengan Perseroan dan RUPS, yang akan
diuraikan sebagai berikut :78
1) Kewajiban Direksi yang berkaitan dengan Perseroan
a) Mengusahakan pendaftaran akta pendirian atas akta
perubahan anggaran dasar Perseroan secara lengkap
b) Mengadakan dan menyimpan daftar pemegang saham dan
daftar khusus yang memuat keterangan mengenai
kepemilikan saham dari anggota Direksi atau Dewan
Komisaris beserta keluarganya pada Perseroan tersebut
atas Perseroan lain
77 Ibid, hlm. 101. 78 Ridwan Khairandy, Hukum Perseroan Terbatas, Op.Cit, hlm. 273
56
c) Mendaftarkan atau mencatat setiap pemindahan hak atas
saham disertai dengan tanggal dan hari pemindahan hak
dalam daftar pemegang saham atau daftar khusus
d) Dengan iktikat baik dan penuh tanggung jawab
menjalankan tugas pengurusan Perseroan untuk
kepentingan dan usaha Perseroan
e) Menyelenggarakan pembukuan Perseroan
f) Membuat laporan tahunan dan dokumen keuangan
Perseroan
g) Memelihara seluruh daftar, risalah, dan dokumen
keuangan Perseroan
h) Direksi dan anggota Direksi wajib melaporkan kepada
Perseroan mengenai kepemilikan sahamnya beserta
keluarganya pada Perseroan tersebut dan Perseroan lain
2) Kewajiban Direksi yang berkaitan dengan RUPS
a) Meminta persetujuan RUPS, jika ingin membeli kembali
saham yang telah dikeluarkan
b) Meminta persetujuan RUPS, jika Perseroan ingin
menambah atau mengurangi besarnya jumlah modal
Perseroan
c) Menyampaikan laporan tahunan
d) Menanda tangani laporan tahunan sebelum disampaikan
kepada RUPS
57
e) Menyampaikan laporan secara tertulis tentang perhitungan
tahunan
f) Pada saat diselenggarakan RUPS, Direksi mengajukan
semua dokumen Perseroan
g) Menyelenggarakan panggilan RUPS
h) Meminta persetujuan RUPS, jika hendak melakukan
tindakan hukum pengalihan atau menjadikan jaminan uang
atas seluruh atau sebagian besar aset Perseroan
i) Menyusun rancangan penggabungan, peleburan, dan
pengambilalihan untuk disampaikan kepada RUPS guna
mendapatkan keputusannya
j) Mengumumkan dalam dua surat kabar harian tentang
rencana penggabungan, peleburan dan penambilalihan
Perseroan paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum
panggilan RUPS dilakukan.
f. Dewan Komisaris
Organ ketiga dalam Perseroan adalah Dewan Komisaris. Dewan
Komisaris menurut Pasal 1 angka 6 UUPT adalah sebagai organ
Perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/
atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberikan nasihat
kepada Direksi. Ketentuan ini ketentuan ini dilanjutkan oleh Pasal 108
ayat..(1)..UUPT.yang.menyebutkan.bahwa.dewan...Dewan..Komisaris
melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan, baik mengenai
58
Perseroan maupun usaha Perseroan, dan memberi nasihat kepada
Direksi.79
Menurut Pasal 108 ayat (2) UUPT, pengawasan dan pemberian
nasehat dilakukan untuk kepentingan Perseroan sesuai dengan maksud
dan tujuan Perseroan. Penjelasan Pasal 108 ayat (2) UUPT
menjelaskan bahwa yang dimaksud “untuk kepentingan dan sesuai
dengan maksud dan tujuan Perseroan” adalah bahwa pengawasan dan
pemberian nasehat yang dilakukan oleh Dewan Dewan Komisaris
tidak untuk kepentingan pihak atau golongan tertentu. Pengawasan
dan pemberi nasehat itu untuk kepentingan Perseroan secara
menyeluruh dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan.80
Dalam melaksanakan, Dewan Komisaris dalam Perseroan
Terbatas tunduk pada beberapa prinsip yuridis Menurut ketentuan
UUPT. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut :81
1) Dewan Komisaris merupakan badan pengawas, (badan supervisi)
selain mengawasi tindakan Direksi, Dewan Komisaris juga
mengawasi Perseroan secara umum.
2) Dewan Komisaris merupakan badan independen, seperti halnya
Direksi dan RUPS, pada prinsipnya Dewan Komisaris merupakan
badan yang independen, Dewan Komisaris tidak tunduk kepada
79 Ridwan khairandy, Pokok-Pokok Hukum Dagang Indonesia, Revisi Pertama, UII PRESS, Yogyakara, 2014, hlm. 128. 80 Ibid, 81 Ibid,
59
kekuatan siapapun dan Dewan Komisaris melaksanakan tugasnya
semata-mata hanya untuk kepentingan Perseroan.
3) Dewan Komisaris tidak mempunyai otoritas manajemen (non
Executive) meskipun Dewan Komisaris merupakan pengambilan
keputusan (decision maker) tetapi pada prinsipnya Dewan
Komisaris tidak memiliki otoritas manajemen. Pihak yang memiliki
tugas manajemen atau eksekutif hanyalah Direksi.
4) Dewan Komisaris tidak bisa memberikan instruksi yang mengikat
kepada Direksi walaupun tugas utama Dewan Komisaris adalah
untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas-tugas
Direksi, tetapi Dewan Komisaris tidak berwenang untuk
memberikan instruksi-instruksi langsung kepada Direksi. Hal ini
dikarenakan jika kewenangan ini diberikan kepada Dewan
Komisaris, maka posisinya akan berubah dari badan pengawas
menjadi badan eksekutif. Sehingga dalam hal ini fungsi
pengawasan Dewan Komisaris dilakukan melalui jalan sebagai
berikut :
a) Menyetujui tindakan-tindakan tertentu yang diambil oleh
Direksi
b) Memberhentikan Direksi untuk sementara
c) Memberi nasihat kepada Direksi, baik meminta maupun tidak,
dalam rangka pelaksanaan pengawasan.
60
5) Dewan Komisaris tidak dapat diperintah oleh RUPS, meskipun
diketahui bahwa RUPS memiliki kekuasaan tertinggi dalam suatu
Perseroan. RUPS Sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dapat
memberhentikan Dewan Komisaris, dengan atau tanpa
menunjukkan alasan pemberhentiannya (With Or Without cause)
Kedudukan sebagai Dewan Komisaris bukan lagi merupakan
kedudukan yang empuk tanpa resiko. Hal ini karena UUPT
menetapkan persyaratan yang cukup ketat bahwa bagi seseorang yang
ingin menduduki jabatan sebagai Dewan Komisaris Harus Memiliki
fiduciary Duty terhadap Perseroan mengenai kepemilikan saham yang
di Perseroan.
Terhadap laporan keuangan yang disediakan ternyata tidak
benar dan atau menyesatkan, maka berdasarkan ketentuan Pasal 69
ayat (3) UUPT, anggota Direksi dan anggota Dewan Dewan
Komisaris secara tanggung renteng bertanggung jawab terhadap pihak
yang dirugikan. Dalam Pasal 72 ayat (5) dan (6), Direksi dan Dewan
Dewan Komisaris bertanggung jawab secara tanggung renteng atas
kerugian Perseroan, dalam hal pemegang saham tidak dapat
mengembalikan deviden interim yang telah dibagikan yang
seharusnya dikembalikan oleh pemegang saham kepada Perseroan.
61
Dalam UUPT juga terdapat ketentuan khusus yang mengatur
tanggung jawab Dewan Komisaris, yakni Pasal 114 yang menyatakan
:82
1) Dewan Dewan Komisaris bertanggung jawab atas pengawasan
Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 ayat (1)
2) Setiap anggota Dewan Dewan Komisaris wajib dengan itikad baik,
kehati-hatian, dan bertanggung jawab dalam menjalankan tugas
pengawasan dan pemberian nasihat kepada Direksi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 108 ayat (1) untuk kepentingan Perseroan
dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan.
3) Anggota Dewan Dewan Komisaris ikut bertanggung jawab secara
pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan
bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sebagaimana dimaksud
pada ayat (2)
4) Dalam hal Dewan Dewan Komisaris terdiri atas 2 anggota Dewan
Dewan Komisaris atau lebih, tanggung jawab sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) berlaku secara tanggung renteng bagi
setiap anggota Dewan Dewan Komisaris
5) Anggota Dewan Dewan Komisaris tidak dapat
dipertanggungjawabkan atas kerugian sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) apabila dapat membuktikan :
82 Adrian sutedi, Op. Cit. hlm. 136
62
a) Setelah melakukan pengawasan dengan itikad baik dan kehati-
hatian untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud
dan tujuan Perseroan
b) Tidak mempunyai kepentingan pribadi, baik langsung maupun
tidak langsung atas tindakan pengurusan Direksi yang
mengakibatkan kerugian
c) Telah memberikan nasihat kepada Direksi untuk mencegah
timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut
6) Atas nama Perseroan, pemegang saham yang mewakili paling
sedikit 1/10 (setu per sepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham
dengan hak suara dapat menggugat anggota Dewan Dewan
Komisaris yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan
kerugian pada Perseroan ke pengadilan negeri.
Pasal 117 ayat (1) UUPT menentukan dalam anggaran dasar
dapat diucapkan wewenang kepada Dewan Dewan Komisaris untuk
memberikan persetujuan atau bantuan kepada Direksi, dalam
melakukan perbuatan hukum tertentu. Penjelasan Pasal 117 ayat (1) PT
menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan memberikan persetujuan
adalah memberikan persetujuan secara tertulis dari Dewan Dewan
Komisaris. Selanjutnya dijelaskan pula bahwa yang dimaksud dengan
bantuan adalah tindakan Dewan Dewan Komisaris mendampingi
Direksi dalam melakukan perbuatan hukum tertentu. Persetujuan atau
bantuan oleh Dewan Dewan Komisaris kepada Direksi dalam
63
melakukan perbuatan hukum tertentu yang dimaksud ayat ini bukan
merupakan tindakan pengurusan.83
Pasal 117 ayat (2) UUPT menentukan bahwa dalam hal
anggaran dasar menetapkan persyaratan pemberian persetujuan
bantuan tersebut diatas, tanpa persetujuan atau bantuan Dewan Dewan
Komisaris, perbuatan hukum tetap Perseroan sepanjang pihak lainnya
dalam perbuatan hukum tersebut beritikad baik. Penjelasan Pasal 117
ayat (2) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan “perbuatan
hukum tetap mengikat Perseroan” adalah perbuatan hukum yang
dilakukan tanpa persetujuan Dewan Dewan Komisaris sesuai dengan
ketentuan anggaran dasar tetap mengikat Perseroan, kecuali dapat
dibuktikan pihak lainnya tidak beritikad baik. Ketentuan sebagaimana
dimaksud ayat ini dapat mengakibatkan tanggung jawab pribadi
Direksi sesuai dengan ketentuan UUPT.84
Berdasarkan anggaran dasar atau keputusan RUPS, Dewan
Komisaris dapat melakukan tindakan pengurusan Perseroan dalam
keadaan tertentu dan jangka waktu tertentu. Dalam tindakan
pengurusan tersebut berlaku semua ketentuan mengenai hak,
wewenang, dan kewajiban Direksi terhadap Perseroan dan pihak
ketiga. Ditambah oleh penjelasan Pasal 11 ayat (2) UUPT yang
menyatakan bahwa ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan
83 Ridwan khairandy, Pokok-Pokok Hukum Dagang Indonesia, Op. Cit. hlm. 135. 84 Ibid,
64
kewenangan kepada Dewan Dewan Komisaris untuk melakukan
pengurusan Perseroan dalam hal Direksi tidak ada. Adapun yang
dimaksud dengan dalam keadaan tertentu antara lain dalam Pasal 99
ayat (2) huruf b dan Pasal 107 huruf c UUPT. Berdasarkan Pasal 99
ayat (2) huruf c UUPT Dewan Dewan Komisaris mewakili Perseroan
dalam hal seluruh anggota Direksi memiliki benturan kepentingan
dengan Perseroan kemudian berdasarkan Pasal 107 huruf c UUPT,
Dewan Dewan Komisaris mewakili Perseroan apabila seluruh anggota
Direksi berhalangan atau diberhentikan sementara.85
Anggota Dewan Dewan Komisaris diangkat oleh RUPS. Untuk
pertama kali pengangkatan anggota Dewan Dewan Komisaris
dilakukan oleh pendiri dalam akta pendirian sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 ayat (2) huruf b. Anggota Dewan Dewan Komisaris
diangkat untuk jangka waktu tertentu dan dapat diangkat kembali.
Anggaran dasar mengatur tata cara pengangkatan, penggantian, dan
pemberhentian tersebut. Dalam hal RUPS tidak menentukan saat mulai
berlakunya pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota
Dewan Dewan Komisaris, pengangkatan, penggantian, dan
pemberhentian mulai berlaku sejak ditutupnya RUPS. Dalam hal
terjadi pengangkatan, penggantian, anggota Dewan Dewan Komisaris,
Direksi wajib memberitahukan Perubahan tersebut kepada Menteri
untuk dicatat dalam daftar Perseroan Terbatas dalam jangka waktu
85 Ibid, hlm. 136.
65
paling lambat 30 hari terhitung sejak tanggal keputusan RUPS
tersebut. Dalam hal pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(7) belum dilakukan, menteri menolak setiap Pemberitahuan tentang
perubahan susunan Dewan Dewan Komisaris selanjutnya yang
disampaikan kepada Menteri oleh Direksi.86
Pengangkatan anggota Dewan Dewan Komisaris yang tidak
memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 ayat
(1) dan ayat (2) batal karena hukum Sejak saat anggota Dewan Dewan
Komisaris lainnya atau deteksi mengetahui tidak terpenuhinya
persyaratan tersebut. Dalam hal jangka waktu paling lambat 7 hari
terhitung sejak diketahui, Direksi harus menemukan batalnya
pengangkatan anggota Dewan Dewan Komisaris yang bersangkutan
dalam surat kabar dan pemberitahuannya kepada Menteri untuk dicatat
dalam daftar Perseroan Terbatas. Perbuatan hukum yang telah
dilakukan oleh anggota Dewan Dewan Komisaris untuk dan atas nama
Dewan Dewan Komisaris sebelum pengangkatannya batal, tetap
mengikat dan menjadi tanggung jawab Perseroan Terbatas. Ketentuan
dalam jangka waktu paling lambat 7 hari terhitung sejak, Direksi harus
umumkan batalnya pengangkatan anggota Dewan Dewan Komisaris
yang bersangkutan dalam surat kabar dan memberitahukannya kepada
Menteri untuk dicatat dalam daftar Perseroan Terbatas tidak
mengurangi tanggung jawab anggota Dewan Dewan Komisaris
86 Binoto Nadapdap, Hukum Perseroan Terbatas, Berdasarkan ..., Op. Cit, hlm, 110.
66
angkutan terhadap kerugian Perseroan Terbatas sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 114 dan Pasal 115.87
B. Tinjauan umum tentang Corporate social reponsibility (CSR)
1. Sejarah Corporate social responsibility (CSR)
Konsep tanggung jawab sosial perusahaan yang mengemuka lahir
sejak sekitar tahun 1900-an, berawal dari konsep kekayaan di Amerika
serikat. Adalah Andrew Carnegie, seorang konglomerat pendiri
perusahaan U.S. Steel, yang pada 1889 menerbitkan buku berjudul The
Gospel Of Wealth. Secara garis besar buku ini mengemukakan pernyataan
klasik mengenai tanggung jawab sosial perusahaan. Kemudian pemikiran
Carnegie didasarkan pada dua prinsip : prinsip amal dan dan prinsip
mengurus harta orang lain. Keduanya bersifat paternalistik dalam
pengertian memandang para pemilik bisnis mempunyai peran sebagai
orang tua terhadap karyawan dan pelanggannya.88
Carnagie secara lebih rinci mengemukan bahwa prinsip amal
menganjurkan kepada para anggota masyarakat yang memiliki
keberuntungan dalam kehidupannya untuk membantu anggota yang
kurang beruntung melalui berbagai cara, baik yang lansung maupun tidak
lansung. Sedangkan prinsip kepengurusan harta orang lain, adalah bahwa
para pelaku bisnis merupakan kelompok masyarakat yang memiliki
kesempatan untuk mengurusi sumber-sumber daya yang dapat digunakan
87 Ibid, 88 Poerwanto, Corporate Soscial Responsibility : Menjinakkan Gejolak Sosial Di Era Pornografi, Pustaka pelajar, Yogyakarta, 2010, hlm. 17.
67
untuk menggandakan kekayaan atau sumber-sumber miliki masyarakat,
dan mengembalikan sebagian dari hasilnya untuk kepentingan masyarakat
itu sendiri.89
2. Pengertian Corporate social responsibility (CSR)
Robert J. Hughes dan Kapoor (1985) mendifinisakan bahwa
tanggung jawab sosial perusahaan adalah pengakuan bahwa kegiatan-
kegiatan bisnis mempunyai dampak kepada masyarakat, dan dampak
tersebut menjadi pertimbangan dalam mengambil keputusan bisnis.
Kemedian David Baron (2003) mendefiniskan tanggung jawab sosial
perusahaan sebagai komitmen moral terhadap prinsip-prinsip khusus atau
mendistribusikan kembali sebagaian dari kekayaan perusahaan kepada
pihak lain.90
Word Business Council For Sustainable Development (WBCSD),
(2004) secara khusus mengarahkan tanggung jawab sosial lebih di
fokuskan pada pembangunan ekonomi. WBCSD menggambarkan
tanggung jawab sosial sebagai “Business commitmen to contribute
sustainable economic development, working with employees, their
families and local community, and society at large to improve their
quality of live”. Definisi tersebut menunjukkan bahwa setiap perusahaan
harus bertanggung jawab secara ekonomi terhadap karyawan dan
keluarganya, masyarakat sekitar lokasi perusahaan dengan tujuan untuk
meningkatkan kualitas hidup mereka. Karyawan dalam hal ini menjadi
89 Ibid, 90 Poerwanto, Op. cit, hlm. 18.
68
bagian pokok dari proses produksi. Pemahaman tersebut dapat diartikan
bahwa tanggung jawab sosial perusahaan yang utama adalah karyawan.
Karyawan yang berkualitas akan mendukung produk yang berkualitas
pula. Kualitas karyawan mencakup kondisi fisik kerja, upah serta balas
jasa lain.91
Pada tahun 2005 pakar pemasaran Philip Kotler Bersama Nancy
Lee mendifinisikan tanggung jawab sosial perusahaan sebagai komitmen
untuk memperbaiki kesejahteraan komunitas melalui praktik-praktik
kebijakan berbisnis dan dengan keterlibatan-keterlibatan dari sumber-
sumber perusahaan. Menurut mereka, elemen kunci dalam definisi
tersebut adalah kebijakan. Sedangkan istilah kesejahteraan komintas
termasuk didalamnya adalah kondisi kehidupan manusia dan juga isu-isu
lingkungan. Sedangkan C. Ferrel, George Hirt, dan Linda Ferrel (2006)
mendifinisikan tanggug jawab sosial sebagai kewajiban para pelaku bisnis
untuk memaksimalkan dampak positif dan meminimalkan dampak negatif
pada masyarakat.92 Sedangkan menurut Poerwanto tanggung jawab sosial,
adalah jiwa perusahaan untuk mencapai tujuan-tujuan bisnis yang
mencakup citra perusahaan, promosi, meningkatkan penjualan,
membangun kepercayaan, serta keuntungan. Dalam konteks lingkungan
eksternal, tanggung jawab sosial berperan dalam memenuhi kebutuhan
91 Ibid, 92 Ibid, hlm. 19.
69
masyarakat seperti kesempatan kerja dan stabilitas sosial-ekonomi-
budaya.93
Selain didefinisikan oleh berbagai pakar, CSR juga sudah di
definisikan oleh beberapa peraturan perundang undangan, diantaranya :
a. Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan adalah komitmen
Perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi
berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan
lingkungan yang bermanfaat, baik bagi Perseroan sendiri, komunitas
setempat, maupun masyarakat pada umumnya.
b. Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 6 Tahun 2016
tentang Penyelenggaraan Tanggung Jawab Sosial Dan Lingkungan
Perusahaan
Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan adalah
tanggung jawab yang melekat pada setiap Perusahaan untuk tetap
menciptakan hubungan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan
lingkungan, nilai, norma, budaya masyarakat, untuk berperan serta
dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi berkelanjutan guna
meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat,
bagi perusahaan sendiri, komunitas setempat, maupun
masyarakat pada umumnya.
93 Ibid, hlm. 21.
70
c. Peraturan Bupati Bantul Nomor 04 Tahun 2015 tentang
Penyelenggaraan Tanggung Jawab Sosial (Corporate Social
Responsibility)
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan yang selanjutnya disebut
Corporate Social Responsibility (CSR) adalah tanggungjawab yang
meleka pada setiap perusahaan untuk tetap menciptakan hubungan
yang serasi, seimbang dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma
dan budaya masyarakat setempat
3. Corporate Social Responsibility Dalam Perspektif Shareholder Theory
Dan Stakeholder Theory
Sejak awal kemunculannya CSR telah membuat dua pandangan
yang berbeda tentang kewajiban CSR
a. CSR Dalam Perspektif Shareholder Theory
Shareholder Theory melihat bahwa fokus praktek CSR adalah
pada manajer yang menjalankan tanggung jawab pokok (akumulasi
lama) dan tanggung jawab sebagai pihak fidusier untuk menghemat
dan meningkatkan kekayaan yang dipercaya shareholder kepadanya
tanpa kecurangan. Sedangkan tanggung jawab lain yang dipikulkan
kepadanya harus berada di bawah tanggung jawab tertentu. Manajer
yang baik harus mengajukan pertanyaan kepada dirinya sendiri
yaitu “have..we..are..met..our fiduciary..duties to the..share. holders”.
Pertanyaan..ini meskipun kelihatannya sederhana, tetapi tidak mudah
untuk dijawab, karena seorang manajer yang beretika dalam
71
mengambil suatu tindakan harus memperhatikan aspek legalitas dan
transparansi. Setiap tindakan akan mengandung implikasi kepada
masa depan perusahaan, oleh sebab itu jangan tidak etis. Jika seorang
manajer menggunakan sumber daya perusahaan untuk tindakan yang
ilegal dan membuat perusahaan dan manajer terkena sanksi
tertentu, baik pidana maupun perdata.94
Persoalan berikutnya adalah indikator apa yang digunakan untuk
menyatakan etis atau tidak aktifnya suatu tindakan CSR yang diambil
oleh manajer perusahaan. Berdasarkan Shareholder Teori, Adapun
indikator yang dapat digunakan untuk menentukan suatu tindakan
manajer perusahaan baru bisa dikatakan etis bila mampu menciptakan
kekayaan atau keuntungan bagi shareholders dalam melakukan
kegiatan usahanya. Jika indikator ini tidak terpenuhi berarti Manager
telah..melakukan..tindakan..tidak..etis.atau.dalam.bahasa..Milton fried
man’s dipakai sebagai tindakan amoral. Berkaitan dengan hal
tersebut, Philip R.P. Coelo, james E. McClure & John A. Spry, dalam
artikel mereka yang berjudul The Social Responsibility Of Corporate
Managemen, A Classical Critik Critique, tahun 2003 dikritik oleh
Fredrick R. Post. Ia mengatakan bahw Shareholder theory dan atau
Stakeholder theory yang mereka sebut sebagai “Friedman Paradigm”
tidak mempresentasikan satu-satunya metode yang dapat digunakan
untuk menentukan etika CSR dengan berbagai alasan diantaranya
94 Isa Wahyudi dan Busyra azhari, Op. cit, hlm 68.
72
berkaitan dengan tidak komprehensif secara intelektual, menyebabkan
manajemen bertindak tidak jujur, menciptakan rawan
etika, melahirkan pertanyaan-pertanyaan yang sulit untuk dijawab,
cenderung menghasilkan chaos Absolute atau kriminalitas, dan sangat
merusak dasar kapitalisme yang praktis dan etis. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada kutipan sebagai berikut :95
“...”intelelectually incomprehensible”. “Providing opening for
corruption”, “causing managers (to act) deceitfully”. (creating) an
ethical quagmire”, “(creating) unansuwerable questions”, “too
frequenly resulting in absolute chaos or criminality”, and “(being)
profoundly corrosive to practical and foundation of capitalism”...
Lebih lanjut Frederick R. Post menjelaskan bahwa Shareholder
theory yang dibangun pada abad ke 19 telah memberikan legalitas
dalam hubungan antara manager dan direktur dengan Shareholder
theory. Mereka tidak hanya terikat secara legalitas hukum negara,
tetapi juga terikat atas dasar kontrak agensi. Atas dasar hubungan ini
tanggung jawab hukum disamakan dengan tanggung jawab mora dan
sosial. Sedangkan tanggung jawab minimalis muncul mengikuti
mengikuti tanggung jawab minimum moral yang tertera dalam
hukum. Sehingga Milton Friedman’s menegaskan betul bahwa dengan
mengikuti dan mentaati hukum berarti telah melaksanakan tanggung
jawab sosial seketika. Adapun argumentasi yang digunakan
95 Ibid, hlm 69-70
73
Friedman’s adalah bahwa ada satu dan hanya satu kewajiban sosial
perusahaan yaitu menggunakan Resources dan terlibat dalam aktivitas
yang direncanakan untuk meningkatkan profit sepanjang sejalan
dengan aturan hukum yang ada. Maka dalam menghadapi terbuka dan
pasar bebas harus secara “fair” tanpa ada unsur penipuan dan atau
kecurangan.96
b. CSR Dalam Perspektif Stakeholder Theory
Sebelum membahas lebih lanjut mengenai Stakeholder theory,
terlebih dahulu harus dipahami pengertian dari terminologi
Stakeholder itu sendiri. Terminologi ini sangat populer dan telah
digunakan oleh banyak pihak dalam hubungannya dengan berbagai
konteks disiplin ilmu, misalnya manajemen bisnis, ilmu komunikasi,
pengelolaan sumber daya alam, sosiologi, hukum dan sebagainya.
Lembaga-lembaga publik pun juga telah menggunakan secara luas
istilah stakeholders ini kedalam proses-proses pengambilan dan
implementasi keputusannya. Secara sederhana stakeholder sering
dinyatakan sebagai para pihak, lintas pelaku, atau pihak-pihak yang
terkait dengan suatu isu, kepentingan dan atau rencana tertentu.97
Ramizes dalam bukunya Cultivating Peace, mengidentifikasikan
berbagai pendapat mengenai Stakeholder. Beberapa defini yang
penting dikemukakan oleh para ahli, seperti Freedman (1984) yang
mendefinisikan Stakeholder yaitu “any group or individual who can
96 Ibid, 97 Ibid, hlm. 73.
74
affect or is acffected by the achivement of the organization’s
objectives”. Terjemahan bebasnya adalah sebagai kelompok atau
individu yang dapat mempengaruhi dan atau dipengaruhi oleh suatu
pencapaian tujuan tertentu. Sedangkan Biset (1998) secara singkat
mendefinisikan Stakeholder merupakan orang dengan suatu
kepentingan atau perhatian pada permasalahan tertentu. Stakeholder
ini sering di definisikan sebagai suatu dasar tertentu sebagai suatu
dasar tertentu sebagaimana yang dikemukakan Freedman yaitu dari
segi kekuatan dan kepentingan terhadap isu. Sedangkan Grimble and
Wellard (1996) melihat Stakeholders dari segi posisi penting dan
pengaruh yang mereka miliki.98
Berdasarkan pengertian Stakeholders tersebut, jelaslah bahwa
bicara Stakeholders theory berarti membahas hal-hal yang berkaitan
dengan kepentingan berbagai pihak. Teori lahir atas kritikan dan
kegagalan Shareholders theory atau Freedman Paradigm dalam upaya
meningkatkan tanggung jawab perusahaan, yang terletak pada
tanggung jawab tunggal managemen kepada Shareholders. Atau
dengan bahasa lain, Philip R.P. Coelho, James E. & John A Spry
menyebutnya dengan “the list of stakeholders includes only
shareholders”. Kegagalan tersebut mendorong munculnya
Stakeholders theory yang melihat Shareholders merupakan bagian
dari stakeholders itu sendiri. Atas dasar kedekatannya pada pihak yag
98 Ibid, hlm. 74.
75
terkait dengan perusahaan, maka Stakeholders ini dapat
dikelompokkan atas 2 (dua) yaitu :99
1) Kelompok Primer
Kelompok ini terdiri atas pemilik modal atau saham
(owners), kreditor, karyawan, pemasok, konsumen, penyalur, dan
pesaing atau rekanan.
2) Kelompok Sekunder
Sedangkan kelompok sekunder terdiri atas pemeerintah
setempat, pemerintah asing, kelompok sosial, media masa,
kelompok pendukung, masyarakat pada umumnya dan
masyarakat setempat.
Sedangakan menurut ODA (1995). Jika dilihat dari berbagai
kebijakan, program, dan proyek pemerintah (publik) stakeholders
dapat dikelompokkan atas 3 (tiga) yaitu :100
1) Primer Stakeholders
Merupakan Stakeholders yang memiliki kepentingan secara
lansung dengan suatu kebijakan, kegiatan, program dan atau
proyek tertentu, mereka harus ditempatkan sebagai penentu
utama, mereka antara lain :
a) Masyarakat dan tokoh masyarakat.
99 Ibid, 100 Ibid, hlm. 76.
76
Masyarakat di sini adalah mereka yang di identifikasikan
memperoleh mamfaat dan atau yang terkena dampak
(kehilangan tanah dan kemungkinan kehilangan mata
pencaharian) dari suatu kegiatan tertentu. Sdangkan yang
dimaksud tokoh masyarakat adalah anggota masyarakat yang
oleh masyarakat ditokohkan pada suatu wilayah tertentu dan
sekaligus dianggap sebagai pihak yang dapat mewakili
aspirasi masyarakat.
b) Pihak manajer publik adalah lembaga/badan publik yang
bertanggung jawab dalam pengambilan dan implementasi
suatu keputusan.
2) Secondary Stakeholders
Adalah Stakeholders yang tidak memiliki kaitan
kepentingan secara lansung terhadap suatu kebijakan, program
dan proyek, tetapi memiliki kepedulian (consern) dan
berpengaruh terhadapa sikap masyarakat dan keputusan legal
pemerintah. Stakeholders pendukung (sekunder) terdiri dari a.
Lembaga (aparat) pemerintah dalam suatu wilayaht tetapi tidak
memiliki tanggung jawab lansung. b. Lembaga pemerintah yang
terkait dengan issu tetapi tidak memiliki kewenangan secara
lansung dalam pengambilan keputusan. c. Lembaga swadaya
masyarakat (LSM) setempat : LSM yang bergerak di bidang yang
sejalan dengan rencan, mamfaat, dampak yang muncul yang
77
memiliki “concern” (termasuk organisasi masa yang terkait). Di
perguruan tinggi: kelompok akademisi ini memiliki pengaruh
penting dalam pengambilan keputusan pemerintah. d. Pengusaha
(Badan Usaha) yang terkait.
3) Key Stakeholders
Adalah Stakeholders yang memiliki kewenangan secara
legal dalam hal pengabilan keputusan. Stakeholders kunci yang
dimaksud adalah unsur eksekutif sesuai levelnya, legislatif, dan
istansi. Misalnya, Stakeholders kunci untuk suatu keputusan
untuk suatu proyek level daerah kabupaten.
Salah seorang tokoh Stakeholders theory yaitu Kenneth
Andrew, di mana pada tahun 1972 ia memberikan ilustrasi ringkas
berkaitan dengan upaya peningkatan tanggung jawab perusahaan di
luar Shareholders. Ia menyatakan bahwa eksekutif perusahaan
sekarang ini orang yang tidak dapat membatasi dirinya untuk hanya
menjalankan aktivitas ekonomi, sekaligus mengabaikan konsekuensi.
Oleh karena mau tidak mau para manager harus mengarahkan
dirinya dan perusahaan kepada masalah sosial karena mereka
terstimulasi untuk melakukan hal tersebut. Para manager harus
menyadari bahwa suatu perusahaan privat yang besar adalah sebuah
institusi publik dan manajemen yang dijalankan menurut pedoman
78
nilai moral yang terkandung dalam kesadaran perusahaan itu
sendiri.101
Apabila Stakeholders theory ini dilihat dari perspektif CSR,
maka akan berdampak negatif pada pondasi praktis dan etika
kapitalisme serta melemahkan kewajiban menejer kepada
Shareholders. Berkaitan dengan hal tersebut Sonny Keraf
menegaskan bahwa teori ini bermuara pada prinsip minimal yaitu
tidak merugikan hak dan kepentingan pihak yang berkepentingan
dalam suatu bisnis. Hal ini bermakna bahwa suatu bisnis harus
dijalankan secara baik dan etis demi kepentingan semua pihak yang
terkait dengan bisnis tersebut. Pada akhirnya teori digunakan demi
kepentingan perusahaan itu sendiri, agar perusahaan tersebut berhasil
dan bertahan lama.102
4. Pengaturan Tanggung Jawab Sosial Dan Lingkungan Perusahaan Di
Indonesia (CSR)
Corporate social responsibily di indonesia diatur dalam beberapa
peraturan perundang-undangan sampai ketingkat Peraturan Bupati,
diantaranya Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman
Modal, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-Undang Nomor 4 Tahun
2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Selain berupa
101 Ibid, hlm. 80. 102 Ibid, hlm. 81.
79
Undang-Undang juga diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP), yaitu PP
Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha
Pertambangan Mineral dan Batubara dan PP Nomor 47 tahun 2012
tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas serta
peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor : PER-
09/NIBU/07/2015 tentang Program Kemitraan Dan Program Bina
Lingkungan Badan Usaha Milik Negara. Untuk mengupas lebih jauh
ketentuan apa saja yang harus dipenuhi perusahaan dalam melaksanakan
CSR maka peraturan perundang-undangan tersebut akan di bahas satu
persatu.
a. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Dalam undang-undang ini tidak di sebutkan bagai mana CSR
akan dilakukan, melainkan hanya menyebutkan Perseroan Terbatas
seperti apa yang wajib melakukan kegiatan CSR. Pasal 1 angka 3
menjelaskan apa itu CSR atau yang dikenal dalam undang-undang
ini dengan sebutan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan adalah
komitmen Perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan
ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan
lingkungan yang bermanfaat, baik bagi Perseroan sendiri, komunitas
setempat, maupun masyarakat pada umumnya.
Kemudian pada Pasal 74 UUPT pada dasarnya mengatur
mengenai hal-hal sebagai berikut :
80
1) Tanggung jawab sosial dan lingkungan (CSR) wajib untuk
perusahaan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang
dan atau berkaitan dengan sumber daya alam. Yang
dimaksud dengan “perseroan yang menjalankan kegiatan
usahanya di bidang sumber daya alam adalah perseroan yang
kegiatan usahanya mengelola dan memanfaatkan sumber
daya alam, contohnya seperti tambang batu bara. Sedangkan
yang dimaksud perseroan yang menjalankan kegiatan
usahanya yang berkaitan dengan sumber daya alam adalah
perseroan yang tidak mengelola dan tidak memanfaatkan
sumber daya alam secara lansung, tetapi kegiatan usahanya
berdampak pada fungsi kemampuan sumber daya alam.
2) Tanggung jawab sosial dan linkungan (CSR) ini merupakan
kewajiaban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan
sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan
dengan memperhatikan kepatutan.
3) Mengenai sanksi, dikatakan bahwa perseroan yang tidak
melaksanakan kewajiban CSR akan dikenai sanksi sesuai
dengan ketentuan peraturan perudang-undangan yang
berlaku.
b. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup
81
Berdasarkan pasal 68 UU Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup, setiap orang yang melakukan kegiatan usaha
berkewajiban :
1) Memberikan informasi yang terkait degan perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup secara benar, akurat, terbuka
dan tepat waktu;
2) Menjaga keberlansungan fungsi lingkungan hidup; dan
3) Menaati ketentuan tentang baku mutu lingkungan hidup
dan/atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.
c. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal
Pasal 15 hurup b undang-undang penanaman modal ini
disebutkan bahwa setiap penanam modal wajib melaksanakan CSR
atau yang dikenal dalam undang-undang ini sebagai tanggung jawab
sosial, tidak disebutkan “dan lingkungan”. Menurut penjelasan Pasal
15 hurup b undang-undang penanaman modal adalah tanggung
jawab yang melekat pada setiap perusahaan penanaman modal untuk
tetap menciptakan hubungan yang serasi, seimbang, dan sesuai
dengan lingkungan, nilai, norma dan budaya masyrakat setempat.
Sedangkan yang dimaksud dengan penanam modal adalah
perseorangan atau badan usaha yang melakukan penanaman modal
yang dapat berupa penanam modal dalam negeri dan penanam modal
asing (Pasal 1 angka 4 UU Penanaman Modal).
82
Selain itu di dalam Pasal 16 UU Penanaman Modal juga diatur
bahwa setiap penanam modal bertanggung jawab untuk menjaga
kelestarian lingkungan hidup, ini tentu termasuk dalam bagian CSR.
Jika penanam modal tidak melakukan kewajibannya untuk
melakukan CSR, maka berdasarkan Pasal 34 UU Penanaman Modal,
penanam modal dapat dikenai sanksi administratif berupa :
1) Peringatan tertulis
2) Pembatasan kegiatan usaha
3) Pembekuan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanam modal;
atau
4) Pencabutan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal
Selain dikenai sanksi administratif, penanam modal juga dikenai
sanksi lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku (Pasal 43 ayat (3) UU Penanaman Modal).
d. PP Nomor 47 tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan
Lingkungan Perseroan Terbatas (PP CSR)
Pasal 2 PP CSR menyebutkan bahwa setiap Perseroan selaku
subjek hukum mempunyai tanggung jawab sosial dan lingkungan,
Tanggung jawab sosial dan lingkungan menjadi kewajiban bagi
Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau
berkaitan dengan sumber daya alam berdasarkan Undang-Undang.
Pasal 4 mengatur bahwa Tanggung jawab sosial dan lingkungan
dilaksanakan oleh Direksi berdasarkan rencana kerja tahunan
83
Perseroan setelah mendapat persetujuan Dewan Dewan Komisaris
atau RUPS sesuai dengan anggaran dasar Perseroan, kecuali
ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan. Rencana kerja
tahunan Perseroan memuat rencana kegiatan dan anggaran yang
dibutuhkan untuk pelaksanaan tanggung jawab sosial dan
lingkungan. Realisasi anggaran untuk pelaksanaan tanggung jawab
sosial dan lingkungan yang dilaksanakan oleh diperhitungkan
sebagai biaya Perseroan.
Namun seperti halnya peraturan yang lain, PP ini tidak
menyebutkan sanksi yang jelas bagi perusahaan yang tidak
melakukan kegiatan CSR, dalam PP ini hanya disebutkan bahwa
pihak yang tidak melaksanakan CSR hanya disebutkan dapat dikenai
sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, padahal PP ini diharapkan dapat membuat aturan yang lebih
jelas mengenai bagaimana pelaksanaannya.
e. Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 6 Tahun 2016
tentang Penyelenggaraan Tanggung Jawab Sosial Dan Lingkungan
Perusahaan (Perda CSR DIY)
Pasal 1 angka 1 Perda CSR DIY mendefenisikan bahwa
Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan atau disebut dengan
CSR adalah tanggung jawab yang melekat pada setiap
Perusahaan untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi,
seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, budaya
84
masyarakat, untuk berperan serta dalam pelaksanaan
pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas
kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, bagi perusahaan
sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya.
Dan pada angka 2 nya disebutka bahwa proses penyelenggaraan
CSR haruslah disinergikan dengan proram pembangunan daerah.
Pasal 5 ayat 1 Perda CSR DIY juga membatasi ruang lingkup
meliputi bantuan pembiayaan program penyelenggaraan
kesejahteraan sosial, pengentasan kemiskinan, kompensasi
pemulihan dan/atau peningkatan fungsi lingkungan hidup dan
bantuan pembiayaan program peningkatan pertumbuhan ekonomi
berkualitas berbasis kerakyatan yang selaras dengan program-
program Pemerintah Daerah.
Pasal 8 ayat 1 Setiap perusahaan yang berbadan hukum wajib
menjadi anggota Forum TSLP (CSR). Perusahaan berbadan hukum
meliputi perusahaan yang :
1) izin usahanya diterbitkan oleh Daerah;
2) merupakan anak perusahaan/cabang/unit pelaksana yang
berada di wilayah DIY;
3) lokasi usahanyaberada di lintas wilayah Kabupaten/Kota;
dan/atau
4) memberikan manfaat dan dampak negatif lintas wilayah
kabupaten/kota.
85
Berdasarkan Pasal 7 Perda CSR DIY menyebutkan tugas Forum
TSLP meliputi:
1) menyusun tata tertib Forum TSLP;
2) menyusun program TSLP secara terencana, terpadu,
harmonis, dan efisien berdasarkan data yang diperoleh dari
Pemerintah Daerah melalui Sekretariat Forum TSLP;
3) mengoordinasikan dan menyinkronisasikan program TSLP
dengan program Pemerintah Daerah; dan
4) melaporkan pelaksanaan TSLP yang disampaikan setiap 1 (satu)
tahun sekali kepada Pemerintah Daerah dengan tembusan
kepada Pimpinan DPRD
Perusahaan yang tidak menjadi anggota Forum TSLP dapat
dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis dan publikasi di
media cetak (Pasal 8 ayat (3) Perda CSR DIY). Pasal 14 Perda CSR
DIY mengharuskan Program dan kegiatan direncanakan dan
ditumbuh kembangkan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial,
mengentaskan kemiskinan, Pemberdayaan ekonomi masyarakat,
memperkokoh keberlangsungan usaha para pelaku usaha dan
memelihara fungsi-fungsi lingkungan hidup secara berkelanjutan.
Program dan kegiatan TSLP meliputi:
1) peningkatan kesejahteraan masyarakat;
2) bina lingkungan, sosial, kebudayaan dan pendidikan;
3) bina lingkungan hidup;
86
4) peningkatan pelayanan dan fasilitas pendukung kesehatan
masyarakat;
5) kemitraan usaha mikro, kecil, dan menengah serta koperasi; dan
program langsung pada masyarakat, penyediaan, dan
perbaikan infrastruktur pendukung.
Pasal 15 Perda CSR DIY juga mengharuskan Pembiayaan
pelaksanaan program dan kegiatan TSLP dialokasikan dari
keuntungan bersih setelah pajak atau harus dialokasikan secara
khusus dari mata anggaran lain yang ditentukan dengan
memperhatikan kemampuan perusahaan, serta sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagi perusahaan yang
menjalankan kegiatan usaha di bidang dan /atau berkaitan
dengan sumber daya alam, berkewajiban melaksanakan TSLP
dengan biaya yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai
biaya operasional perusahaan dengan memperhatikan ukuran usaha,
jenis usaha, cakupan pemangku kepentingan dan kinerja keuangan.
f. Peraturan Bupati Bantul Nomor 04 Tahun 2015 tentang
Penyelenggaraan Tanggung Jawab Sosial (Perbup Bantul tentang
CSR)
Pasal 3 Perbup Bantul tentang CSR mengatur bahwa Perusahaan
(dalam perbup disebut sebagai pemberi) wajib membuat program
dan kegiatan CSR yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai
biaya yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan asas
87
kepatutan dan kewajaran. Persyaratan penerima CSR adalah sebagai
berikut :
1) perorangan/kelompok/masyarakat/SKPD memiliki identitas
yangjelas dan berdomisili di Kabupaten Bantul;
2) belum pernah mendapatkan bantuan sejenis dari sumber
dana lain dalam waktu bersamaan; dan
3) diutamakanyang memiliki keterkaitan dan mendukung program
kegiatan prioritas Kabupaten.
Permohonan CSR sebagai berikut :
1) calon penerima CSR mengajukan usulan kepada
Bupati untuk mendapatkan CSR;
2) Bupati menugaskan Tim CSR untuk melaksanakan
identifikasi, verifikasi dan peninjauan lokasi terhadap proposal
yang disampaikan kepada Bupati; dan
3) berdasarkan usulan Tim CSR, Bupati menyampaikan usulan
kepada pemberi (Perusahaan)
5. Corporate Social Responsibility dalam ISO 26000
Salah satu kendala pelaksanaan CSR adalah belum adanya standar
yang bersifat baku. Akibatnya CSR, khusus yang di Indonesia diterapkan
sekenanya saja. Padahal jika diterapkan dengan baik dan tepat maka CSR
tersebut dapat berpontensi mengentaskan kemiskinan di negeri
ini. Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
yang menyinggung tanggung jawab sosial dan lingkungan (CSR) pun
88
belum dapat menjadi panduan memadai. Atas tidak adanya standar
pelaksanaan CSR yang baku ini kita mau perlu mengapresiasi beberapa
inisiatif internasional yang membantu implementasi CSR. Inisiatif
tersebut misalnya oleh organisasi internasional independen Global
Reporting..Initiative (GRI)..lembaga..pemerintah..Organization..For..Eco
nomic Coop-Ration And Development (OECD), lembaga non pemerintah
seperti Caux Reuntables dan organisasi standarisasi internasional
(International Standards Organization/ISO).103
Perumusan ISO 26000 diikuti oleh lebih dari 90 negara dan 40
organisasi internasional yang terdiri dari berbagai ahli yang berbeda-beda
bidang kerjanya. Para ahli yang ikut merumuskan ini berasal dari berbagai
macam stakeholder diantaranya : konsumen, pemerintah, industri,
pekerja, NGO, peneliti, akademisi dan lainnya. Setelah dirumuskan
selama bertahun-tahun sejak 2004 silam, ISO 26000 Akhirnya telah
dicapai kesepakatan dengan disetujui draft terakhir pada pengujung 2010
Silam. Dalam rangka mencapai kesepakatan International, maka
diadakan jajak pendapat terkait final draft International standard
(FDIS) ISO 26000 yang ditutup pada 12 September 2010. Dalam jajak
pendapat tersebut, 94% dari suara negara anggota menyetujui, dan dapat
dukungan dari sebagian besar anggota lainnya.104
Perlu dicatat bahwa ISO 26000 tidak secara khusus mengatakan
dirinya sebagai petunjuk mengenai tanggung jawab sosial perusahaan atau
103 Joko Prasetyo dan Miftachul Huda, Corporate Social Responsibility : Kunci Meraih Kemuliaan Bisni, Samudra Biru, Yogyakarta, 2011, hlm. 93. 104 Ibid, hlm. 94.
89
CSR. ISO 26000 menganggap bahwa semua jenis organisasi (organisasi
masyarakat sipil, perusahaan dan pemerintah) dalam berbagai ukuran
memiliki tanggung jawab sosial yang pada dasarnya sama. Dengan kata
lain dokumen tersebut mengatakan bahwa tanggung jawab sosial
sesungguhnya adalah tanggung jawab organisasi atas dampak dari
keputusan dan tindakannya. Ringkasnya, ISO 26000 hanya memuat
guidelines (panduan) saja dan bukan requirements (kewajiban), karena
memang ISO 26000 memang tidak dirancang sebagai standar sistem
manajemen dan tidak digunakan sebagai standar sertifikasi sebagaimana
ISO 9001 ataupun jenis ISO lainnya. Namun demikian, sekalipun ISO
26000 tidak secara khusus menjadi panduan tanggung jawab sosial dari
perusahaan, dan bahkan tidak sementereng ISO lainnya yang digunakan
sebagai standar stratifikasi, tidaknya ISO 26000 ini mampu menjadi
panduan praktik CSR yang tidak menentu khusus yang di Indonesia.105
Tanggung jawab sosial menurut ISO 26000 memiliki cakupan yang
sangat luas. Tidak hanya berkaitan dengan prilaku etis terhadap
masyarakat namun juga tata kelola organisasi, praktik terhadap pekerja,
isu konsumen dan lain sebagainya. Maka Corporate Social Responsibility
pada dasarnya memiliki cakupan yang tidak sempit. Subjek inti tanggung
jawab sosial sangat banyak mulai dari tata kelola organisasi, praktik
terhadap pekerja, lingkungan, berarti koperasi yang adil, isu-isu
konsumen, pengembangan masyarakat, hingga hak asasi manusia (HAM).
105 Ibid, hlm. 95.
90
Oleh karenanya, sesuai dengan konsep ini, maka CSR tidakhanya Sempit
pada pengembangan masyarakat atau lingkungan saja, tetapi mencakup
aspek-aspek yang telah dijelaskan diatas. Untuk lebih jelasnya berikut
akan dijelaskan tentang subjek inti CSR :106
a. Tata kelola organisasi yang baik
Perusahaan Sudah Selayaknya menerapkan tata kelola
organisasi yang baik, disamping secara aktif mengimplementasikan
CSR. Kerapkali perusahaan dalam menerapkan tata kelola perusahaan
yang baik, namun semangat dalam menerapkan CSR. Perusahaan
tidak hanya berhadapan dengan masyarakat, tetapi juga para
pemangku kepentingan lainnya seperti pemegang saham. Oleh
karenanya, perusahaan wajib menerapkan Good Corporate
Governance melalui penerapan prinsip-prinsip di antaranya
fairness, transparancy, accountability, ataupun responsibility. Hal
yang sangat sangat ironis apabila suatu perusahaan secara gencar
menerapkan CSR tetapi dalam organisasinya sendiri tidak jujur dan
tidak akuntabel terhadap shareholders.
b. Praktik terhadap pekerja (Labour Practices)
Tanggung jawab sosial tidaknya berkaitan dengan masyarakat,
akan tetapi secara internal juga berkewajiban untuk berpraktik secara
adil, khususnya dalam kaitan dengan pekerjaannya. Akhir-akhir ini di
berbagai penjuru kota cara mudah dapat ditemukan adanya
106 Ibid, hlm. 99-102
91
demonstrasi dari buruh pabrik. Isu demonstrasi biasanya menyangkut
upah buruh yang rendah dan tidak sesuai dengan kebutuhan hidup
layak (KLH). Suatu perusahaan tidak dapat dikatakan baik jika
tidak mengupah buruh secara layak, sekalipun sudah melaksanakan
CSR yang baik. Sebab, tanggung jawab sosial yang baik tercermin
dari sikap perusahaan dalam memperlakukan guruny tanggung jawab
sosial yang baik tercermin dari sikap perusahaan dalam
memperlakukan buruh nya.
c. Lingkungan (The Environment)
Kegiatan bisnis kerapkali berdampak kerusakan terhadap
lingkungan. Terlebih bisnis tersebut bergerak di bidang eksplorasi
alam. Ketidakseimbangan alam embun kadangkala timbul akibat
aktivitas perusahaan. Oleh karena itu, tanggung jawab sosial
perusahaan tidak boleh tidak harus memperhatikan aspek
keseimbangan lingkungan ini. Inilah subjek inti yang paling mendasar
dan tidak boleh ditinggalkan oleh sebuah perusahaan dalam
menerapkan CSR.
d. Praktek operasi yang adil (Fair Operating Practices)
Tanggung jawab sosial perusahaan dalam kacamata ISO 26000
bersifat menyeluruh, dari hulu sampai hilir. Oleh karenanya, praktik
CSR tidak hanya dijalankan diluar praktik operasi perusahaan, namun
juga menyatu dengan praktik operasional perusahaan tersebut. Dalam
ISO 26000 fair operating practices dapat mencakup antara lain : anti
92
korupsi, responsible political involvement, fair competition,
promoting social responsibility in the value chain, dan respect the
property Rights.
e. Isu-isu konsumen (Customer Issues)
Isu-isu konsumen ini mencakup antara lain : pemasaran yang
terbuka, melindungi keselamatan dan kesehatan konsumen, konsumsi
yang berkelanjutan, layanan konsumen dan komplain, perlindungan
dan privasi data konsumen, pelayanan terhadap akses, dan pendidikan
dan penyadaran terhadap konsumen.
f. Pengembangan..dan..peribadatan..masyarakat (Communnity.Involvem-
ent And Development)
Yang biasanya dikenal dengan praktik CSR biasanya hanya
menyangkut community development. Namun dalam ISO 26000
ditambahkan involvement. Sejarah akademik pada hakekatnya hal ini
sama. Hanya saja, community involvement development lebih
menekankan kepada keterlibatan masyarakat dalam pemberdayaan
atau pengembangan masyarakat.
g. Hak asasi manusia (Human Right)
Sejak inti implementasi CSR yang selanjutnya adalah hak asasi
manusia. Hak asasi manusia meliputi mulai dari hak-hak dasar
seseorang hingga hak sosial, hukum dan ekonomi. Tentunya hak-hak
ini berkaitan dengan Internal organisasi maupun secara eksternal di
luar organisasi. Dalam mengimplementasikan CSR perusahaan
93
diwajibkan menghormati sekaligus menjunjung tinggi hak hak asasi
seseorang. Sangat ironis apabila suatu korporasi telah melakukan
kegiatan pemberdayaan masyarakat namun di pihak lain disuruh
mengabaikan hak-hak hidup seorang yang paling asasi.
6. Corporate Social Responsibility Dalam Perspektif Hukum Islam.
Dalam Islam tidak ada tempat bagi orang yang kikir. Jangankan
bagi orang kaya dan hidup berkecukupan, terhadap orang dalam kondisi
pas-pasan pun perilaku berbagi amat dianjurkan. Dalam surah Al Imron
ditegaskan bahwa surga disediakan bagi orang-orang yang menafkahkan
hartanya dalam keadaan lapang maupun sempit. “... orang orang yang
menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan
orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan)
orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan” (QS. Ali
imron : 134)
Artinya, berderma bukan berkaitan dengan keadaan kaya saja, akan
tetapi sekalipun seseorang berada dalam kondisi pas-pasan bahkan
miskin, berderma adalah sebuah keharusan. Maka, untuk konteks
perusahaan, ketika meraup laba besar ataupun sulit karena diterpa krisis,
bukan halangan untuk CSR. Bahkan dalam sudut pandang
spiritual, berderma akan melahirkan keajaiban-keajaiban. Anjuran untuk
bersedekah dalam kondisi apapun seperti ditunjukkan dalam ajaran islam
ini, setidaknya dapat memberi petunjuk tentang polemik dana CSR.
Selama ini muncul pelangi apakah dana CSR itu diambil dari pendapatan
94
bersih ataupun pendapatan kotor perusahaan. Berdasarkan hal ini, maka
Direksi tidak perlu memilah-milah jumlah keuntungan bersih ataupun
pendapatan kotor. Jika berdasarkan pendapatan bersih, belum tentu
perusahaan memperoleh keuntungan. Sehingga, yang paling baik adalah
untung atau rugi perusahaan sebaiknya melakukan CSR. Siapa tahu dari
kegiatan CSR tersebut justru akan meningkatkan pendapatan di kemudian
hari.107
Basis pelaksanaan CSR, jika kita merujuk ajaran Islam pada
intinya adalah kekayaan tidak boleh menumpuk pada satu kelompok
orang tertentu saja. Sebab Islam sangat mengutuk perilaku
mengumpulkan harta benda tanpa peduli dengan orang lain. Allah SWT
mengecam orang yang hanya menghitung harta dan kikir.108 Dalam surah
Al Humazah, Allah SWT memperingatkan kepada orang-orang seperti
ini:
“kecelakaan lah bagi setiap pengumpat lagi pencela (1) yang
mengumpulkan harta dan menghitung-hitung (2) ia mengira bawa
hartanya itu dapat mengenalkannya (3) sekali-kali
tidak, sesungguhnya dia benar-benar akan dilemparkan ke dalam
Huthamah (4) ...“
CSR yang berlandaskan Islam kurang lengkap tanpa adanya
praktik usaha yang berbasis pada konsep pemberdayaan masyarakat
Islam. Pemberdayaan masyarakat Islam sebenarnya merupakan konsep
107 Joko Prasetyo dan Miftachul Huda, Op. Cit, hlm. 70. 108 Ibid, hlm. 72.
95
yang tidak jauh berbeda dengan pemberdayaan masyarakat pada
umumnya. Hanya saja, pemberdayaan masyarakat Islam lebih
menonjolkan dan mengedepankan nilai-nilai keislaman dalam
implementasinya. Pemberdayaan masyarakat Islam bukan juga sebagai
konsep yang latah dan cara menggunakan legitimasi Islam. Penekanan
kerja pemberdayaan adalah pada prinsip pemberdayaan itu sendiri (to
employer), bukan pertolongan (to help). Ini sealur dengan konsep
pemberdayaan yang lebih menekankan kepada kekuasaan (the
power) masyarakat.109
Dalam kaitan nya dengan program CSR, maka program-program
yang diimplementasikan sebaiknya jauh dari pelaksanaan yang hanya tidak
jauh ataupun tidak lebih dari hanya sekedar formalitas belaka. CSR harus
diterapkan dalam program pemberdayaan dan benar-benar mampu
mensejahterakan masyarakat. Dalam Islam sebenarnya perubahan itu
terpusat pada manusia, disamping tentu saja ada sistem-sistem di luar
manusia yang berpengaruh. Namun pemberdayaan secara individual harus
dapat tercapai. Bahkan dalam semua surat dalam Al Quran disebutkan
bahwa Allah SWT tidak akan mengubah suatu kaum tanpa adanya upaya
perubahan dalam masyarakat itu sendiri, firman Allah “...Sesungguhnya
Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah
keadaan yang pada diri mereka sendiri...” (Q.s Ar Ra’d ayat 11).
109 Ibid, hlm. 76.
96
CSR dalam perspektif Islam merupakan konsekuensi inhern dari
ajaran islam itu sendiri. Tujuan dari syariat Islam (Maqashid al syariah)
adalah maslahah sehingga bisnis adalah upaya untuk menciptakan
maslahah, bukan sekedar mencari keuntungan. Bisnis dalam Islam
memiliki posisi yang sangat mulia sekaligus strategis karena bukan
sekedar diperbolehkan di dalam Islam, melainkan justru diperintahkan
oleh Allah dalam Al Qur‟an.110 Sebagaimana dijelaskan dalam Al
Qur‟an
كثیرا لعلكم فإذا واذكروا الله لاة فانتشروا في الأرض وابتغوا من فضل الله قضیت الص
تفلحون
Artinya: Apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung (Q.S. Al-Jumu’ah: 10)
جمیعا إن على كل ولكل وجھة ھو مولیھا فاستبقوا الخیرات أین ما تكونوا یأت بكم الله الله
شيء قدیر
Artinya : Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu (Q.S. Al Baqarah: 148)
Sebenarnya, dalam pandangan Islam sendiri kewajiban melaksanakan
CSR bukan hanya menyangkut pemenuhan kewajiban secara hukum dan
moral, tetapi juga strategi agar perusahaan dan masyarakat tetap survive
110 Ali Syukron, “CSR dalam Perspektif Islam dan Perbankan Syariah”, Economic: Jurnal Ekonomi dan Hukum Islam, Vol. 5, No. 1, 2015, hlm. 3.
97
dalam jangka panjang. Jika CSR tidak dilaksanakan maka akan terdapat lebih
banyak biaya yang harus ditanggung perusahaan. Sebaliknya jika
perusahaan melaksanakan CSR dengan baik dan aktif bekerja keras
mengimbangi hak-hak dari semua stakeholders berdasarkan kewajaran,
martabat, dan keadilan, dan memastikan distribusi kekayaan yang adil,
akan benar-benar bermanfaat bagi perusahaan dalam jangka panjang.
Seperti meningkatkan kepuasan, menciptakan lingkungan kerja yang aktif
dan sehat, mengurangi stres karyawan meningkatkan moral,
meningkatkan produktivitas, dan juga meningkatkan distribusi
kekayaan di dalam masyarakat. Tujuan keadilan sosioekonomi dan
distribusi pendapatan dan kekayaan yang merata merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari falsafah moral Islam dan didasarkan pada komitmennya yang
pasti terhadap persaudaraan(brotherhood) dan kemanusiaan.111
Falsafah moral Islam yang tercermin dalam CSR disebutkan dalam
Al-Qur‟an, yaitu:112
a. Menjaga lingkungan dan melestarikannya
لك كتبنا على بني إسرائیل أنھ من قتل نفسا بغیر نفس أو فساد في الأرض من أجل ذ
ھم رسلنا فكأنما قتل الناس جمیعا ومن أحیاھا فكأنما أحیا الناس جمیعا ولقد جاءت
لك في الأرض لمسرفون بالبینات ثم إن كثیرا منھم بعد ذArtinya : Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka
111 Ibid, hlm. 4. 112 Ibid,
98
seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi. (Q.S Al-Maidah ayat 32)
b. Upaya untuk menghapus kemiskinan
سول ولذي القربى والیتامى على رسولھ من أھل القرى فللھ وللر ما أفاء الله
سول والمساكین وابن السبیل كي لا یكون دولة بین الأغنیاء منكم وما آتاكم الر
شدید العقاب إن الله فخذوه وما نھاكم عنھ فانتھوا واتقوا الله
Artinya : Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu,,maka,,tinggalkanlah.,Dan.bertakwalah...kepada.Allah.Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya. (Surat Al-Hasyr ayat 7)
c. Mendahulukan sesuatu yang bermoral bersih daripada sesuatu yang
secara moral kotor, walaupun mendatangkan keuntungan yang lebih
besar.
كن الذین كفروا یفترون عل من بحیرة ولا سائبة ولا وصیلة ولا حام ول ى ما جعل الله
الكذب وأكثرھم لا یعقلون الله
Artinya : Allah sekali-kali tidak pernah mensyari'atkan adanya bahiirah,
saaibah, washiilah dan haam. Akan tetapi orang-orang kafir membuat-buat
kedustaan terhadap Allah, dan kebanyakan mereka tidak mengerti (Surat
Al-Maidah ayat 103)
99
d. Jujur dan amanah
سول وتخونوا أماناتكم وأنتم تعلمون یا أیھا الذین آمنوا لا تخونوا والر الله
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati
Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati
amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.
(Surat Al-Anfal ayat 27)
100