bab ii tinjuan pustaka 2.1 dasar teori 2.1.1...
TRANSCRIPT
9
BAB II
TINJUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
2.1.1 Puskesmas
(a) Pengertian Puskesmas
Puskesmas menurut Departemen Kesehatan RI (2006) adalah unit
pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab
menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Sebagai unit
pelaksana teknis (UPTD) dinas kesehatan kabupaten/kota, Puskesmas berperan
menyelenggarakan sebagian dari tugas teknis operasional dinas kabupaten/kota
dan merupakan unit pelaksana tingkat pertama serta ujung tombak pembangunan
kesehatan di Indonesia. Upaya kesehatan tersebut diselenggarakan dengan
menitikberatkan kepada pelayanan untuk masyarakat luas guna mencapai derajat
kesehatan yang optimal, tanpa mengabaikan mutu pelayanan kepada perorangan.
Pengelolaan Puskesmas biasanya berada di bawah Dinas Kesehatan Kabupaten
dan Kota.
Puskesmas hanya bertanggung jawab untuk sebagian upaya
pembangunan kesehatan yang dibebankan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten atau
Kota sesuai dengan kemampuannya. Secara nasional, standar wilayah kerja
puskesmas adalah satu kecamatan. Tetapi apabila disatu kecamatan terdapat lebih
dari satu puskesmas, maka tanggung jawab wilayah keja dibagi antar puskesmas
dengan memperhatikan keutuhan konsep wilayah (desa, kelurahan, RW), dan
9
10
masing-masing puskesmas tersebut secara operasional bertanggung jawab
langsung kepada dinas kesehatan kabupaten/ kota (Trihono, 2005).
(b) Visi dan Misi Puskesmas
Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah
tercapainya kecamatan sehat menuju terwujudnya Indonesia sehat. Kecamatan
sehat adalah gambaran masyarakat kecamatan masa depan yang ingin dicapai
melalui penbangunan kesehatan, yakni masyarakat yang hidup di dalam
lingkungan dengan perilaku sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau
pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya (Sulastomo, 2007).
Misi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan puskesmas adalah
mendukung tercapainya misi pembangunan kesehatan nasional, yaitu :
a. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan di wilayah kerjanya.
b. Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat di
wilayah kerjanya.
c. Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan dan keterjangkauan
pelayanan kesehatan yang diselenggarakan puskesmas.
d. Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga, dan
masyarakat, serta lingkungannya (Sulastomo, 2007).
2.1.2 Lampiran Kepmenkes RI No.1428/MENKES/SK/XII/2006
Menurut Depkes RI (2006) tentang Pedoman Penyelenggaraan Kesehatan
Lingkungan Puskesmas, lampiran IV persyaratan sarana dan fasilitas sanitasi poin
4 berisi tentang syarat dan ketentuan penggelolaan limbah/sampah, yaitu:
1. Sampah infeksius harus dipisahkan dengan sampah non infeksius
11
2. Setiap ruangan harus disediakan tempat sampah yang terbuat dari bahan yang
kuat, cukup ringan, tahan karat, kedap air, dan mudah dibersihkan serta
dilengkapi dengan kantong plastik sebagai berikut:
a. Untuk sampah infeksius menggunakan kantong plastik berwarna kuning
b. Benda-benda tajam dan jarum ditampung pada wadah khusus seperti botol
c. Sampah plastik menggunakan kantong plastik berwarna hitam. Terpisah
antara sampah basah dan kering, dapat diolah sendiri atau pihak ketiga
untuk pemusnahannya.
3. Sampah infeksius dimusnahkan di dalam insinerator
4. Sampah domestik dapat dikubur, dibakar atau diangkut ke Tempat
Pembuangan Akhir.
2.1.3 Limbah Puskesmas
Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/dari proses alam
yang berbantuk padat. Sampah merupakan bahan yang tidak mempunyai nilai atau
tidak berharga untuk maksud biasa atau utama dalam pembuatan atau pemakaian
barang rusak atau bercacat dalam pembuatan manufaktur atau materi berlebihan
atau ditolak atau buangan. Sementara itu, limbah merupakan sisa dari suatu proses
produksi yang dibuang, yang dapat berbentuk padat, cair, atau gas. Dalam
penggunaan sehari-hari, istilah sampah dan limbah tidak perlu dipermasalahkan
(Djohan & Halim, 2013).
Sampah dan limbah rumah sakit/Puskesmas adalah semua yang dihasilkan
oleh kegiatan rumah sakit dan kegiatan penunjang lainnya. Apabila dibanding
dengan kegiatan instansi lain, maka dapat dikatakan bahwa jenis sampah dan
limbah rumah sakit dapat dikategorikan kompleks. Secara umum sampah dan
12
limbah rumah sakit/Puskesmas dibagi kedalam dua kelompok besar, yautu
sampah limbah klinis dan non klinis baik padat maupun cair (Asmadi, 2013).
Mengingat dampak yang mungkin timbul, maka diperlukan upaya
pengelolaan yang baik meliputi alat dan sarana, keuangan, dan tatalaksana
pengorganisasian yang ditetapkan dengan tujuan memperoleh kondisi rumah sakit
yang memenuhi persyaratan kesehatan lingkungan. Pembuangan limbah yang
berjumlah cukup besar paling baik jika dilakukan dengan memilah ke dalam
berbagai kategori. Pada tiap jenis kategori diterapkan cara pembuangan limbah
yang berbeda. Prinsip umum pembuangan limbah rumah sakit adalah sejauh
mungkin menghindari resiko kontaminasi dan trauma (Bastari, 2007).
Limbah Puskesmas adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan
Puskesmas yang berbentuk padat, cair, dan gas. Limbah Puskesmas bisa
mengandung bermacam-macam mikroorganisme dan tingkat pengolahan sebelum
dibuang. Menurut Djohan & Halim (2013), jenis limbah rumah sakit berdasarkan
bentuknya dibagi menjadi tiga, yaitu:
a. Limbah padat
Limbah padat rumah sakit adalah semua limbah rumah sakit yang berbentuk
padat akibat kegiatan rumah sakit yang terdiri atas limbah medis padat dan
nonmedis (Kepmenkes RI No.1204/MENKES/SK/X/2004), yaitu sebagi
berikut:
1. Limbah non medis, yaitu limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan
rumah sakit di luar medis yang berasal dari dapur, perkantoran, serta
taman dari halaman yang dapat dimanfaatkan kembali apabila ada
teknologi
13
2. Limbah medis padat, yaitu limbah padat yang terdiri atas limbah infeksius,
limbah patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis,
limbah container bertekanan, dan limbah dengan kandungan logam berat
yang tinggi.
3. Limbah infeksius adalah limbah yang terkontaminasi organisme patogen
yang tidak secara rutin ada di lingkungan dan organisme tersebut dalam
jumlah dan virulensi yang cukup untuk menularkan penyakit pada manusia
yang rentan.
4. Limbah sangat infeksius adalah limbah yang berasal dari pembiakan dan
stock (sediaan) bahan sangat infeksius, otopsi, organ binatang percobaan,
dan bahan lain yang diinokulasi, terinfeksi atau kontak dengan bahan yang
sangat infeksius.
b. Limbah cair
Limbah cair adalah semua air buangan termasuk tinja yang berasal dari
kegiatan rumah sakit, yang kemungkinan mengandung mikroorganisme,
bahan kimia beracun, dan radioaktif yang berbahaya bagi kesehatan.
Air limbah rumah sakit adalah seluruh buangan cair yang berassal dari hasil
proses seluruh kegiatan rumah sakit yang meliputi limbah cair dmestik yakni
buangan kamar dari rumah sakit yang kemungkinan mengandung
mikroorganisme, bahan kimia beracun, dan radioaktif.
c. Limbah gas
Limbah gas adalah semua limbah yang berbantuk gas yang berasal dari
kegiatan pembakaran di rumah sakit seperti insenertor, dapur, perlengkapan
generator, anastesi, dan pembuatan obat sitotoksis.
14
Selain itu, menurut Djohan & Halim (2013), jenis limbah rumah sakit
berdasarkan bahayanyanya dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Limbah nonmedis
Limbah nonmedis dirumah sakit merupakan limbah yang dihasilkan dari
kegiatan rumah sakit di luar medis berupa karton, kaleng dan botol, serta
sampah dari ruangan pasien yang dapat dimanfaatkan kembali apabila ada
teknologinya. Sebagian besar limbah ini merupakan limbah organik dan
bukan merupakan limbah B3, sehingga pengelolaannya dapat dilakukan
bersama-sama dengan sampah kota yang ada. Jenis limbah non medis tersebut
antara lain, limbah cair dari kegiatan laundry, limbah domestik cair dan
sampah padat (Adisasmito, 2009). Sampah padat non medis adalah semua
sampah padat diluar sampah padat medis yang dihasilkan dari berbagai
kegiatan, seperti berikut (Anies, 2006) :
1. Kantor/administrasi
2. Unit perlengkapan
3. Ruang tunggu
4. Ruang inap
5. Unit gizi atau dapur
6. Halaman parkir dan taman
7. Unit pelayanan
b. Limbah medis
Limbah medis merupakan limbah yang berasal dari pelayanan medis,
perawatan, ruang gigi, farmasi atau sejenisnya, pengobatan, serta penelitian
15
atau pendidikan yang menggunakan bahan-bahn beracun, infeksius berbahaya
atau bisa membahayakan kecuali jika dilakukan pengamanan tertentu.
2.1.4 Limbah Medis Padat
Limbah medis cenderung bersifat infeksius dan kimia beracun yang dapat
mempengaruhi kesehatan manusia, memperburuk kelestarian lingkungan hidup
apabila tidak dikelola dengan baik. Limbah medis puskesmas adalah semua
limbah yang dihasilkan dari kegiatan puskesmas dalam bentuk padat, cair, dan
gas. Berdasarkan potensi bahaya yang dapat ditimbulkannya, limbah medis telah
digolongkan sebagai berikut (Djohan & Halim, 2013):
a. Limbah benda tajam, yaitu materi yang dapat menyebabkan luka iris atau
luka tusuk, antara lain jarum, jarum suntik, skapel, peralatan infus, dan
pecahan kaca. Baik terkontaminasi atau tidak, benda semacam itu biasanya
dipandang sebagai limbah layanan kesehatan yang sangat berbahaya.
b. Limbah infeksius, yaitu limbah yang terkontaminasi organisme patogen
(bakteri, virus, parasit dan jamur) yang tidak secara rutin ada di lingkungan
dan organisme tersebut dalam jumlah dan virulensi yang cukup untuk
menularkan penyakit pada manusia rentan. Limbah infeksius mencakup
pengertian sebagai berikut:
Gambar 1: Contoh limbah medis benda tajam pisau bedah.
Sumber: Anonim, 2012
Gambar 2: Contoh limbah medis benda tajam jarum suntik.
Sumber: Anonim, 2012
16
1. Limbah yang berkitan dengan pasien yang memerlukan isolasi penyakit
menular (prawatan intensif)
2. Limbah laboratorium yang berkaitan dengan pemeriksaan mikrobiologi
dari poliklinik dan ruang perawatan.
c. Limbah patologis, yang meliputi organ, anggota badan, darah dan cairan
tubuh. Biasanya dihasilkan pada saat pembedahan atau autopsi. Jaringan
tubuh yang tampak nyata seperti anggota badan dan placenta yang tidak
memerlukan pengesahan penguburan hendaknya dikemas secara khusus dan
diberikan label serta diproses pada incinerator dibawah pengawasan petugas
berwenang.
d. Limbah sitotoksik, yaitu limbah dari bahan yang terkontaminasi dari
persiapan dan pemberian obat sitotoksis untuk kemoterapi kanker yang
mempunyai kemampuan untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan
sel hidup. Limbah ini harus dibakar dalam insenerator dengan suhu diatas
1000oC.
e. Limbah farmasi, yaitu terdiri dari obat-obatan, vaksin, dan serum
kedaluwarsa, tidak digunakan, tumpah, dan terkontaminasi, obat yang
terbuang karena karena batch yang tidak memenuhi spesifikasi atau kemasan
yang terkontaminasi, sarung tangan, masker, selang penghubung, obat yang
tidak diperlukan lagi atau limbah dari proses produksi obat yang harus
dibuang dengan tepat. Kategori ini mencakup barang yang akan dibuang
setelah digunakan untuk menagani produk farmasi, misalnya botol atau kotak
yang berisi reidu, sarung tangan, selang, masker, selang penghubung dan
ampul obat.
17
Gambar 3: Contoh sampah medis farmasi (ampul obat). Sumber: Dokumentasi pribadi
f. Limbah kimia, adalah limbah yang dihasilkan dari penggunaan bahan kimia
dalam tindakan medis, laboratorium, proses sterilisasi dan riset.
g. Limbah yang mengandung logam berat, termasuk dalam subkategori limbah
kimia berbahaya dan biasanya sangat toksik. Contohnya limbah merkuri yang
berasal dari bocoran peralatan kedokteran yang rusak (misalnya termometer
dan alat pengukur tekanan darah), pembatasan radiasi sinar x dan dibagian
diasnogtik.
h. Limbah kemasan bertekanan, berbagai jenis gas digunakan dalam kegiatan
instalasi kesehatan dan kerap dikemas dalam tabung, cartridge, dan kaleng
aerosol. Tabung-tabung tersebut dapat digunakan kembali kecuali tabung
aerosol. Penggunaan kemasan bertekanan harus sangat berhati-hati karena
dapat meledak jika terbakar atau tidak sengaja bocor.
i. Limbah Radioaktif, limbah radioaktif tidak dapat dibuang secara
sembarangan. Limbah radioaktif yang telah dikumpulkan dalam kurun waktu
tertentuharus mengirimkan limbah radioaktif yang dihasilkannya sesuai
dengan Peraturan Pemerintah RI Nomor 18 thun 1999, bahwa Badan Tenaga
Atom Nasional (BATAN) adalah instansi pengelolah limbah radioaktif.
18
2.1.5 Dampak Limbah terhadap Kesehatan dan Lingkungan
Layanan kesehatan selain untuk mencari kesembuhan, juga merupakan
depot bagi berbagai macam penyakit yang berasal dari penderita maupun dari
pengunjung yang berstatus karier. Kuman penyakit ini dapat hidup dan
berkembang di lingkungan sarana kesehatan, seperti udara, air, lantai, makanan
dan benda-benda peralatan medis maupun non medis. Dari lingkungan, kuman
dapat sampai ke tenaga kerja, penderita baru. Ini disebut infeksi nosokomial
(Anies, 2006).
Limbah layanan kesehatan yang terdiri dari limbah cair dan limbah padat
memiliki potensi yang mengakibatkan keterpajanan yang dapat mengakibatkan
penyakit atau cedera. Menurut Pruss (2005), sifat bahaya dari limbah layanan
kesehatan tersebut mungkin muncul akibat satu atau beberapa karakteristik
berikut:
1. Limbah mengandung agent infeksius.
2. Limbah bersifat genoktosik.
3. Limbah mengandung zat kimia atau obat – obatan berbahaya atau baracun.
4. Limbah bersifat radioaktif.
5. Limbah mengandung benda tajam.
Semua orang yang terpajan limbah berbahaya dari fasilitas kesehatan
kemungkinan besar menjadi orang yang beresiko, termasuk yang berada dalam
fasilitas penghasil limbah berbahaya, dan mereka yang berada diluar fasilitas serta
memiliki pekerjaan mengelola limbah semacam itu, atau yang beresiko akibat
kecerobohan dalam sistem manajemen limbahnya. Kelompok utama yang
beresiko antara lain :
19
1. Dokter, perawat, pegawai layanan kesehatan dan tenaga pemeliharaan rumah
sakit.
2. Pasien yang menjalani perawatan di instansi layanan kesehatan atau dirumah
3. Penjenguk pasien rawat inap.
4. Tenaga bagian layanan pendukung yang bekerja sama dengan instansi
layanan kesehatan masyarakat, misalnya, bagian binatu, pengelolaan limbah
dan bagian transportasi.
5. Pegawai pada fasilitas pembuangan limbah (misalnya, ditempat
penampungan sampah akhir atau incinerator, termasuk pemulung).
(a) Bahaya Akibat Limbah Infeksius Dan Benda Tajam
Limbah infeksius dapat mengandung berbagai macam mikroorganisme
pathogen. Patogen tersebut dapat memasuki tubuh manusia melalui beberapa
jalur:
1. Akibat tusukan, lecet, atau luka dikulit.
2. Melalui membrane mukosa.
3. Melalui pernafasan.
4. Melalui ingesti.
Contoh infeksi akibat terpajan limbah infeksius adalah infeksi
gastroenteritis dimana media penularnya adalah tinja dan muntahan, infeksi
saluran pernafasan melalui sekret yang terhirup atau air liur dan lain – lain. Benda
tajam tidak hanya dapat menyebabkan luka gores maupun luka tertusuk tetapi juga
dapat menginfeksi luka jika benda itu terkontaminasi pathogen. Karena resiko
ganda inilah (cedera dan penularan penyakit), benda tajam termasuk dalam
kelompok limbah yang sangat berbahaya. Kekhawatiran pokok yang muncul
20
adalah bahwa infeksi yang ditularkan melalui subkutan dapat menyebabkan
masuknya agens penyebab panyakit, misalnya infeksi virus pada darah (Pruss,
2005).
(b) Bahaya Limbah Kimia dan Farmasi
Kandungan zat limbah dapat mengakibatkan intosikasi atau keracunan
sebagai akibat pajanan secara akut maupun kronis dan cedera termasuk luka
bakar. Intosikasi dapat terjadi akibat diabsorbsinya zat kimia atau bahan farmasi
melalui kulit atau membaran mukosa, atau melalui pernafasan atau pencernaan.
Zat kimia yang mudah terbakar, korosif atau reaktif (misalnya formaldehide atau
volatile/mudah menguap) jika mengenai kulit, mata, atau membrane mukosa
saluran pernafasan dapat menyebabkan cedera. Cedera yang umum terjadi adalah
luka bakar (Pruss, 2005).
2.1.6 Pengelolaan Limbah Medis Padat
Pengelolaan limbah dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan-tindakan
yang dilakukan terhadap limbah, yang mulai dari tahap pengumpulan di tempat
sumber, pengangkutan, penyimpanan/penampungan, serta tahap pengolahan akhir
yang berarti pembuangan atau pemusnahan. Dalam ilmu kesehatan lingkungan,
suatu pengolahan limbah dianggap baik jika limbah yang diolah tidak menjadi
perantara penyebarluasan suatu penyakit. Syarat lain yang harus dipenuhi adalah
tidak mencemari udara, air atau tanah, tidak menimbulkan bau, dan tidak
menimbulkan kebakaran.persyaratan tersebut dapat dipenuhi dengan melakukan
pengolahan limbah dengan baik dan benar dari awal limbah tersebut dihasilkan
sampai dengan limbah tersebut dimusnahkan (pengolahan akhir) (Djohan &
Halim, 2013).
21
Berkaitan dengan pengelolaannya, limbah medis dikelompokkan menjadi
lima (Adisasmito, 2009), yaitu:
1. Golongan A
Limbah yang termasuk dalam golongan A, terdiri dari: dressing bedah, swab,
dan semua bahan yang tercampur dengan bahan tersebut, bahan linen dari
kasus penyakit infeksi, serta seluruh jaringan tubuh manusia (terinfeksi
maupun tidak), bangkai atau jaringan hewan dari laboratorium dan hal lain
yang berkaitan dengan swab dan dressing.
2. Golongan B
Limbah yang termasuk dalam golongan B, terdiri dari: syringe bekas, jarum,
cartridge, pecahan gelas, dan benda tajam lainnya.
3. Golongan C
Limbah yang termasuk dalam golongan C, terdiri dari: limbah dari ruang
laboratorium dan post-partum kecuali yang termasuk dalam golongan A.
4. Golongan D
Limbah yang termasuk dalam golongan D, terdiri dari: limbah bahan kimia
dan bahan farmasi tertentu.
5. Golongan E
Limbah yang termasuk dalam golongan E, terdiri dari: pelapis bed-pan
disposable, urinoir, incontinence-pad, dan stomage bags.
(a) Pengumpulan
Limbah medis yang dihasilkan dari setiap unit di perawatan ada penunjang
perawatan dikumpulkan sesuai peraturan dan kebijakan yang mengacu pada
Kepmenkes RI No.1428/Menkes/SK/XII/2006. Pengumpulan limbah ini
22
berdasarkan pemilahan jenis limbah medis padat mulai dari sumber yang terdiri
atas limbah infeksius, limbah patologi, limbah benda tajam, limbah kontainer
bertekanan dan limbah dengan kandungan logam berat yang tinggi.
Berikut persyaratan tempat pengumpulan limbah medis padat menurut Djohan &
Halim (2013), yaitu:
1. Terbuat dari bahan yang kuat, cukup ringan, tahan karat, kedap air, dan
mempunyai permukaan yang halus pada bagian dalamnya.
2. Di setiap penghasil limbah, harus tersedia tempat pengumpulan limbah yang
terpisah limbah medis dengan limbah non medis.
3. Kantong plastik diangkut setiap hari atau kurang sehari apabila 2/3 bagian
tempat limbah telah terisi.
4. Untuk benda-benda tajam hendaknya di tampung pada tempat khusus (safety
box) seperti botol atau karton yang aman.
5. Tempat pewadahan limbah medis infeksius dan sititoksis yang tidak langsung
kontak dengan limbah harus segera dibersihkan dengan larutan desinfektan
apabila akan dipergunakan kembali, sedangkan untuk kantong plastik yang
telah dipakai dan kontak langsung dengan limbah tersebut tidak boleh
dipergunakan lagi.
Penggunaan tabel yang sesuai dengan kategori limbah, detail warna dan lambang
pada wadah limbah medis adalah sebagai berikut:
23
Tabel 1: Jenis wadah dan label limbah medis padat sesuai kategorinya.
No Kategori Warna
Kontainer Lambang Keterangan
1 Radioaktif Merah
Kantong boks timbal dengan simbol radioaktif
2 Sangat Infeksius Kuning
Kantong plastik kuat, anti bocor, atau kontainer yang dapat disterilisasi dengan otoklaf
3 Limbah Infeksius, patologi dan anatomi
Kuning
Kantong plastik kuat dan anti bocor, atau kontainer
4 Sitotoksis Ungu
Kontainer plastik kuat dan anti bocor
5 Limbah kimia dan farmasi Coklat - Kantong plastik atau kontainer.
Standart pengumpulan dan penggunaan kode dan label medis ini berfungsi
untuk memilah-milah limbah sehingga limbah dapat dipisahkan di tempat
sumbernya. Beberapa ketentuan juga memuat hal berikut:
1. Bangsal harus memiliki minimal dua macam tempat limbah, satu untuk
limbah medis (di lapisi kantong plastik berwarna kuning) dan satunya untuk
limbah nonmedis (di lapisi kantong plastik berwarna hitam).
2. Semua limbah dari kamar operasi dianggap limbah medis.
3. Semua limbah dari kantor, biasanya berupa alat-alat tulis dianggap sebagai
limbah nonmedis.
4. Semua limbah yang keluar dari unit patologi harus dianggap sebagai limbah
medis dan perlu dinyatakan aman sebelum dibuang.
(b) Pemusnahan/Pembuangan Akhir
Limbah klinik harus dibakar (insinerasi), jika tidak mungkin harus
ditimbun dengan kapur dan ditanam limbah dapur sebaiknya dibuang pada hari
24
yang sama sehingga tidak sampai membusuk. Incinerator berukuran kecil atau
menengah dapat membakar pada suhu 1300oC-1500ºC atau lebih tinggi.
Incinerator modern yang baik tentu saja memiliki beberapa keuntungan antara lain
kemampuannya menampung limbah klinik maupun bukan klinik, termasuk benda
tajam dan produk farmasi yang tidak terpakai (Arifin, 2009).
Jika fasilitas insinerasi tidak tersedia, limbah klinik dapat ditimbun dengan
kapur dan ditanam. Menurut Sarwanta (2009), langkah-langkah pengapuran
(liming) tersebut meliputi yang berikut:
1. Menggali lubang, dengan kedalaman sekitar 2,5 meter.
2. Tebarkan limbah klinik didasar lubang sampai setinggi 75 cm.
3. Tambahkan lapisan kapur. Lapisan limbah yang ditimbun lapisan kapur
masih bisa ditambahkan sampai ketinggian 0,5 meter dibawah permukaan
tanah.
4. Akhirnya lubang tersebut harus ditututup dengan tanah.
Kebijakan pembuangan sampah lokal hendaknya tercantum berbagai
prosedur yang digunakan bila terjadi tumpahan sampah medis. Peringatan
hendaknya disertakan terutama pada sampah yang dapat membahayakan petugas
atau orang-orang yang berkaitan dengan pengankutan/pembuangan sampah atau
pembersihan sampah atau kepada masyarakat umum. Prosedur tersebut hendaknya
dikonsultasikan dengan unit-unit yang berkaitan seperti unit pemadam kebakaran,
kesehatan, polisi, otorita air dan sampah serta Dinas Kesehatan. Menurut Djohan
dan Halim (2013), teknik pengolahan sampah medis (medical waste) yang
mungkin diterapkan adalah:
25
1. Insenerasi
2. Sterilisasi dengan uap panas/autoclaving (pada kondisi uap jenuh bersuhu
121ºC
3. Sterilisasi dengan gas (gas yang digunakan berupa ethylene oxide atau
formaldehyde).
4. Desinfeksi zat kimia dengan proses grinding (menggunakan cairan kimia
sebagai desinfektan).
5. Inaktivasi suhu tinggi.
6. Radiasi (dengan ultraviolet atau ionisasi radiasi).
7. Microwave treatment.
8. Grinding and shredding (proses homogenisasi bentuk atau ukuran sampah).
9. Pemampatan/pemadatan, dengan tujuan untuk mengurangi volume yang
terbentuk.
Menurut Djohan & Halim (2013) pengolahan, pemusnahan, dan pembuangan
akhir limbah padat ada berbagai cara, antara lain sebagai berikut:
1. Limbah infeksius dan benda tajam
Limbah yang sangat infeksius harus disterilisasi dengan pengolahan panas
dan basah seperti autoclave, untuk limbah infeksius yang lain cukup dengan cara
disinfektan. Benda tajam harus diolah dengan insenerator. Setelah insenerasi atau
disinfeksi, residu dapat dibuang ke tempat pembuangan B3/TPA bila sudah aman.
2. Limbah farmasi
Limbah farmasi dalam dapat diolah dengan insenerator, rotary kiln,
dikubur secara aman, sanitary lanfill, dan dibuang ke air limbah. Limbah padat
farmasi dalam jumlah besar harus dikembalikan kepada distributor.
26
3. Limbah sitotoksis
Limbah sitotoksis sangat berbahaya dan tidak boleh dibuang dengan
penimbunan (landfill) atau ke saluran limbah umum. Pembuangan yang
dianjurkan adalah dikembalikan ke perusahaan distributornya, insenerasi pada
suhu 1200oC, dan degenerasi bahan kimiawi. Cara degenerasi kimiawi yang
mengubah senyawa sitotoksis menjadi senyawa tidak beracun dapat digunakan
tidak hanya untuk residu obat tapi juga untuk pencucian tempat urine, tumpahan
dan pakaian pelindung. Kapsulisasi juga dapat dipertimbangkan sebagai cara
pengolahan limbah sitotoksis.
4. Limbah bahan kimiawi
Limbah kimia biasa yang tidak dapat didaur ulang seperti gula, asam
amino, dan garam tertentu dapat dibuang ke saluran air kotor. Limbah berbahaya
dalam jumlah kecil seperti residu yang terdapat dalam kemasan sebaiknya
dibuang dengan insenerasi, kapsulisasi, atau landfill. Limbah bahan kimiawi
dalam jumlah besar yang komposisinya berbeda harus dipisahkan untuk
menghindari reaksi kimia, tidak boleh ditimbun karena dapat mencemari tanah,
limbah kimia desinfektan tidak boleh dikapsulisasi karena korosif dan mudah
terbakar.
(c) Teknologi Pengolahan Limbah Medis
Insenerator merupakan salah satu teknologi yang mengonversi materi
padat atau limbah padat menjadi gas dan residu yang lebih kecil volumenya.
Penggunaan insenerator ini sudah banyak digunakan karena pembakan limbah
padat dengan insenerator adalah cara yang paling mudah dan cepat untuk
memusnahkan limbah padat. Kelemahan penggunaan insenerator adalah tingginya
27
biaya investasi dan operasional yang mahal. Pada awal tahun 2013, harga sebuah
insenerator dengan kapasitas 60kg/jam berkisar 650 juta rupiah dan terus naik dari
waktu ke waktu sesuai dengan merk dan spesifikasi, dengan memanfaatkan bahan
bakar solar tentu biaya operasional insenerator juga menjadi salah satu
permasalahan yang tidak dapat dikesampingkan (Djohan & Halim, 2013).
Gambar 4: Contoh alat pembakar Insenerator. Sumber: Anonim, 2017
Tidak semua limbah padat dapat dibakar diinsenerator seperti pengisi
tekanan gas udara, limbah kimia reaktif dalam jumlah besar, limbah radioaktif,
garam perak, plastik PVC, merkuri dan kadmium, dan logam berat. Insenerator
merupakan teknologi pemusnahan yang disarankan untuk limbah benda tajam,
infeksius, dan patologi. Insenerator telah terbukti menjadi teknologi alternatif
untuk memusnahkan limbah medis. Insenerator jika dioperasikan dengan benar,
tidak akan menimbulkan resiko yang berlebihan serta dapat melakukan fungsi
pengelolaan limbah medis secara aman (Djohan & Halim, 2013).
Secara teknis, insenerator menggunakan teknik pembakaran dengan suhu
diatas 1000oC selama 2-3 jam (sesuai dengan kondisi), karena jika suhu
pembakaran <1000oC dapat mengakibatkan pembakaran yang tidak sempurna.
Pembakaran yang tidak sempurna berakibat meghasilkan emisi seperti karbon
28
monoksida dan terbentuknya senyawa dioksin dan furan yang merupakan senyawa
kimia yang tidak berwarna, tidak berbau, tetapi sangat beracun. Beberapa literatur
menyebutkan, bahwa insenerator skala kecil yang bersuhu <800oC, dapat
menimbulkan dioksin, furan dan polutan toksik abu (fly ash) (Djohan & Halim,
2013).
Oleh karena itu penangannannya pun harus memakai alat khusus yang
memiliki kriteria-kriteria yang ditentikan oleh WHO diantaranya sebagai berikut:
1. Pengurangan sampah yang efektif
2. Lokasi jauh dari area penduduk
3. Adanya sistem pemisahan sampah
4. Desain yang bagus
5. Pembakaran sampah mencapai suhu 1000oC
6. Emisi gas buang memenuhi standart baku mutu
7. Perawatan yang teratur dan periodik
8. Pelatihan staf dan managemen (Asmadi, 2013)
2.1.7 Sumber Belajar
(a) Pengertian Sumber Belajar
Menurut AECT (Association of Education and Communication
Technology), sumber belajar adalah meliputi semua sumber baik berupa data,
orang atau benda yang dapat digunakan untuk memberi fasilitas (kemudahan)
belajar bagi peserta didik. Sumber belajar adalah semua komponen sistem
intruksional baik yang secara khusus dirancang maupun yang menurut sifatnya
dapat dipakai atau dimanfaatkan dalam kegiatan pembelajaran (Warsita, dalam
29
Pranata, 2013). Menurut Warsita, dalama Pranata (2013) Sesungguhnya sumber
balajar banyak jenisnya. Adapun sumber belajar meliputi:
1. Pesan adalah informasi pembelajaran yang akan disampaikan yang dapat
berupa ide, fakta, ajaran, nilai dan data. Salam sistem persekolahan, pesan ini
berupa seluruh mata pelajaran yang disampaikan kepada peserta didik.
2. Orang adalah manusia yang berperan sebagai pencari, penyimpan, pengolah,
dan penyaji pesan.
3. Bahan merupakan perangkat lunak (software) yang mengandung pesan-pesan
pembelajaran yang biasanya disajikan melalui peralatan tertentu ataupun oleh
dirinya sendiri.
4. Alat adalah perangkat keras (hardware) yang digunakan untuk menyajikan
pesan yang tersimpan dalam bahan.
5. Teknik adalah prosedur atau langkah-langkah tertentu yang disiapkan dalam
menggunakan bahan, alat, lingkungan dan orang untuk menyampaikan pesan.
6. Latar/lingkungan adalah situasi disekitar terjadinya proses pembelajaran
tempat peserta didik menerima pesan pembelajaran.
(b) Pembuatan Poster
Menurut Kusuma (2009), Poster adalah lembar pengumuman/plakat untuk
menyampaikan informasi yang dipasang di tempat umum atau tempat yang dapat
dibaca oleh umum. Bahasa yang dipergunakan untuk membuat poster harus
singkat, padat, menarik, dan persuasif (bersifat mengajak). Fungsi Poster Poster
bisa menjadi sarana iklan, pendidikan, propaganda, dan dekorasi. Isi poster dapat
bertujuan untuk memberikan informasi, memberikan anjuran, memberikan
larangan, memberikan peringatan.
30
1) Karakteristik Poster:
a. Dapat menjangkau khalayak sasaran heterogen.
b. Mempunyai frekuensi tinggi sehingga dapat dilihat berkali-kali.
c. Cepat memperoleh perhatian.
d. Adanya kesatuan yang harmonis antara unsur-unsur penyusunan poster
seperti unsur teks verbal headline, bodycopy, caption (keterangan gambar),
unsur rupa / visualnya (ilustrasi/elemen disain).
e. Memberikan kejutan sehingga menarik perhatian, bisa dicapai dengan
kontras warna, ilustrasi, bentuk huruf dan komposisi.
2) Prinsip Desain poster:
a. Keseimbangan/ Balencing, keseimbangan merupakan prinsip dalam
komposisi yang menghindari kesan berat sebelah atas suatu bidang atau
ruang yang diisi dengan unsur-unsur rupa. Ada dua jenis keseimbangan
tata letak desain yang bisa diterapkan: desain simetris/ formal dan tidak
simetris/ asimetris/ non-formal.
b. Alur Baca/ Movement, alur baca yang diatur secara sistematis oleh
desainer untuk mengarahkan “mata pembaca” dalam menelusuri informasi,
dari satu bagian ke bagian yang lain.
c. Penekanan/ Emphasis, penekanan bisa dicapai dengan membuat judul atau
illustrasi yang jauh lebih menonjol dari elemen desain lain berdasarkan
urutan prioritas.
d. Kesatuan/ Unity, beberapa bagian dalam poster harus digabung atau
dipisah sedemikian rupa menjadi kelompok-kelompok informasi. Misalnya
nama gedung tempat acara berlangsung harus dekat dengan teks alamat.
31
e. Kesan/ Specific Appeal, poster dirancang untuk keperluan khusus
berdasarkan suatu tema. Hal ini untuk memberikan “kesan” suatu sentuhan
yang sesuai dengan produk, acara, atau layanan.
3) Secara Sederhana Poster Terbagi Menjadi 3 Jenis Yaitu :
a. Poster Niaga, berfungsi untuk menawarkan barang atau jasa tertentu.
b. Poster Kegiatan, poster kegiatan yaitu poster yang berisi kegiatan atau
kejadian penting yang akan dilaksanakan. Misalnya, poster konser musik,
pameran lukisan, perlombaan, pertandingan, atau pementasan drama.
c. Poster Layanan Masyarakat, poster layanan masyarakat yaitu poster yang
berisi pesan, informasi, dan penjelasan yang tujuannya untuk menyadarkan
masyarakat tentang suatu hal yang mengangkat kepentingan bersama.
Misalnya, poster lingkungan, pendidikan, kesehatan, dan sebagainya.
32
2.2 Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian digambarkan sebagai berikut:
Gambar 5: Kerangka Konsep
Sumber Belajar Biologi
Pengumpulan Pemusnahan/Pembuangan akhir
KepMenkes RI No.1428/Menkes/SK/
XII/2006
Sampah Padat
Sampah Cair
Sampah Gas
Kegiatan Puskesmas
Sampah Puskesmas
Sampah Domestik
Sampah Medis
Sistem Managemen Lingkungan Puskesmas
Sistem Managemen Kesehatan dan
Keselamatan Kerja Puskesmas
Wawancara dan Observasi
Data Sekunder Data Primer
Telaah Dokumen