bab ii tujuan pustaka 2.1 kayu 2.1.1 penjelasan kayueprints.umm.ac.id/39012/3/bab ii.pdf ·...

25
5 BAB II TUJUAN PUSTAKA 2.1 KAYU 2.1.1 Penjelasan Kayu 2.1. Kayu Kayu adalah bagian batang atau cabang atau cabang serta ranting tumbuhan yang mengeras karena mengalami liknifikasi (pengayuan). Kayu digunakan untuk berbagi keperluan, mulai memasak, membuat perabot (meja,kursi),bahan bangunan (pintu, jendela, rangka atap), bahan kertas, dan banyak lagi. Kayu juga dapat dimanfaatkan sebagai hiasan hiasan rumah tangga dan sebagainya. Penyebab terbentuknya kayu adalah akibat akumulasi selulosa dan lignin pada sel berbagai jaringan di batang. Ilmu perkayuan (dendrologi) mempelajari berbagai aspek mengenai klasifikasi kayu serta sifat kimia, fisika, dan mekanika kayu dalam berbagai kondisi penanganan. (Sumber: http//id.wikipedia.org/wiki/Kayu).

Upload: others

Post on 29-Oct-2020

13 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TUJUAN PUSTAKA 2.1 KAYU 2.1.1 Penjelasan Kayueprints.umm.ac.id/39012/3/BAB II.pdf · Kekuatan dan keawetannya digolongkan ke dalam kelas kuat III-IV dan kelas awet III-IV

5

BAB II

TUJUAN PUSTAKA

2.1 KAYU

2.1.1 Penjelasan Kayu

2.1. Kayu

Kayu adalah bagian batang atau cabang atau cabang serta ranting tumbuhan

yang mengeras karena mengalami liknifikasi (pengayuan). Kayu digunakan untuk

berbagi keperluan, mulai memasak, membuat perabot (meja,kursi),bahan bangunan

(pintu, jendela, rangka atap), bahan kertas, dan banyak lagi. Kayu juga dapat

dimanfaatkan sebagai hiasan – hiasan rumah tangga dan sebagainya.

Penyebab terbentuknya kayu adalah akibat akumulasi selulosa dan lignin pada

sel berbagai jaringan di batang. Ilmu perkayuan (dendrologi) mempelajari berbagai

aspek mengenai klasifikasi kayu serta sifat kimia, fisika, dan mekanika kayu dalam

berbagai kondisi penanganan. (Sumber: http//id.wikipedia.org/wiki/Kayu).

Page 2: BAB II TUJUAN PUSTAKA 2.1 KAYU 2.1.1 Penjelasan Kayueprints.umm.ac.id/39012/3/BAB II.pdf · Kekuatan dan keawetannya digolongkan ke dalam kelas kuat III-IV dan kelas awet III-IV

6

2.1.2 Macam – Macam Kayu

1. Kayu Sengon

Kayu sengon memiliki manfaat dan kegunaan yang serbaguna mulai

dari daun hingga akar dapat digunakan untuk beragam manfaat. Bagian yang paling

bermanfaat dari pohon sengon adalah kayunya. Dengan harga menggiurkan sengon

banyak diusahan untuk berbagai keperluan dalam bentuk kayu olahan berupa papan

– papan dengan ukuran tertentu sebagai bahan baku pembuat peti, papan penyekat,

pengecoran semen dalam konstruksi dan lain – lain.

Sengon menghasilkan kayu yang ringan sampai agak ringan dengan densitas

640 kg/m pada kadar air 15%. Agak padat, berserat lurus dan agak kasar, namun

mudah dikerjakan. Kayu terasnya kuning mengkilap sampai kecoklat – coklatan.

Kekuatan dan keawetannya digolongkan ke dalam kelas kuat III-IV dan kelas awet

III-IV.

2. Kayu Mahoni

Kayu mahoni merupakan salah satu jenis kayu khas daerah tropis. Kayu

mahoni mempunyai karakteristik dan ciri – ciri khusus yang hanya terdapat pada

jenis kayu itu sendiri. Warna teras atau tengah kayu berwarna merah muda (biasa

2. Kayu Mahoni

Kayu mahoni merupakan salah satu jenis kayu khas daerah tropis. Kayu

mahoni mempunyai karakteristik dan ciri – ciri khusus yang hanya terdapat pada

jenis kayu itu sendiri. Warna teras atau tengah kayu berwarna merah muda (biasa

dibilang pucat) tetapi ada juga kayu mahoni yang berwarna merah tua. Sedangkan

bagian tepi kayu selalu berwarna putih. Kayu mahoni memiliki tekstur halus. Kayu

mahoni mempunyai tingkat kekerasan III – IV dan tingkat keawetan III – IV.

Page 3: BAB II TUJUAN PUSTAKA 2.1 KAYU 2.1.1 Penjelasan Kayueprints.umm.ac.id/39012/3/BAB II.pdf · Kekuatan dan keawetannya digolongkan ke dalam kelas kuat III-IV dan kelas awet III-IV

7

2.2 Mesin Crusher Kayu

Mesin crusher kayu adalah alat untuk menghancurkan limbah – limbah

kayu. Mesin crusher kayu ini digunakan untuk menghacurkan kayu – kayu atau

ranting untuk dijadikan serbuk kayu yang akan diproduksi dalam kapasitas prosuksi

yang kecil.

2.3 Tahapan – Tahapan dalam Perancangan

Perancangan adalah kegiatan awal dari suatu rangkaian dalam proses

pembuatan produk. Tahap perancangan tersebut dibuat keputusan – keputusan

penting yang mempengaruhi kegiatan – kegiatan lain yang menyusulnya

(Dharmawan,2004: 1). Sehingga, sebelum sebuah produk dibuat terlebih dahulu

dilakukan proses perancangan yang nantinya menghasilkan sebuah gambar skets

atau gambar sederhana dari produk yang akan dibuat. Gambar skets yang telah

dibuat kemudian digambar kembali dengan aturan gambar sehingga dapat

dimengerti oleh semua orang yang ikut terlibat dalam proses pembuatan produk

tersebut. Gambar hasil perancangan adalah hasil akhir dari proses perancangan dan

sebuah produk dibuat setelah dibuat gambar – gambar rancangannya dalam hal

penting, artinya rancangan hasil kerja perancang tidak ada gunanya jika rancangan

tersebut tidak dibuat. Sebaliknya pembuat tidak dapat merealisasikan benda teknik

tanpa terlebih dahulu dibuat gambar rancangannya (Dharmawan, 2004:2).

Mengenai gambar rancangan yang akan dikerjakan oleh pihak produksi berupa

gambar dua dimensi yang dicetak pada kertas dengan aturan dan standar gambar

kerja yang ada.

Hasil pertama dari sebuah rancangan mesin tidaklah pernah sempurna.

Langkah demi langkah harus dijalani sebelum hasil yang ideal tercapai. Hal – hal

Page 4: BAB II TUJUAN PUSTAKA 2.1 KAYU 2.1.1 Penjelasan Kayueprints.umm.ac.id/39012/3/BAB II.pdf · Kekuatan dan keawetannya digolongkan ke dalam kelas kuat III-IV dan kelas awet III-IV

8

yang perlu diperhatikan dalam pengembangan lanjut sebuah rancangan mesin harus

mencapai taraf tertentu adalah: hambatan yang timbul, hal yang mana akan

memperlancar pengembangan itu sendiri. Dalam mendesain tidak mungkin

mengingat semua pokok – pokok utama secara serentak. Secara bertahap

mengumpukan pokok – pokok utama dan pengalaman. Menurut G. Neimann ada

beberapa tahapan dalam perancangan, yaitu:

1. Mula pertama, tugas desain yang bagaimanakah harus dipenuhi? Faktor

– faktor utama apa yang sangat menentukan untuk konstruksi? Bahan –

bahan, jumlah produk, cara produksi, bahan setengah jadi manakah yang

patut dipertimbangkan?

2. Menentukan ukuran – ukuran utama dengan perhitungan kasar.

3. Menentukan atlernatif – alternatif dengan sketsa tangan.

4. Memilih bahan. Bahan – bahan umumnya yang mudah didapat

dipasaran seperti baja karbon diprioritaskan pemakaiannya.

5. Bagaimana memproduksi. Konstruksi dan cara pembuatan elemen –

elemen tergantung dari jumlah produk yang akan dihasilkan.

6. Mengamati desain secara teliti. Setelah menyelesaikan desain berskala

konstruksi diuji berdasarkan pokok – pokok utama yang menentukan

dengan cara yang teliti.

Adapun hal – hal yang harus diperhatikan adalah:

a. Perubahan sebuah pokok utama dapat mengubah desain secara

menyeluruh.

Page 5: BAB II TUJUAN PUSTAKA 2.1 KAYU 2.1.1 Penjelasan Kayueprints.umm.ac.id/39012/3/BAB II.pdf · Kekuatan dan keawetannya digolongkan ke dalam kelas kuat III-IV dan kelas awet III-IV

9

b. Mengubah konstruksi sebuah desain sebelum diproduksi adalah jauh

lebih menghemat waktu bila dibandingkan dengan perubahan –

perunahan yang dilakukan waktu atau setelah produksi berjalan.

c. Hasil konstruksi yang matang biasanya dicapai setelah dilakukan

bermacam – macam desain dan perbaikan – perbaikan.

d. Konstruksi yang terbaik merupakan hasil kompromi dari berbagai

ragam tuntutan para pemakai.

7. Merencanakan sebuah elemen: gambar kerja bengkel (workshop

blueprint). Pokok – pokok utama yang harus diperhatikan dalam

meneliti gambar kerja adalah sebagai berikut:

a. Ukuran: apakah elemen tersebut lengkap dan jelas ukurannya?

Apakah ukuran – ukuran tesebut sudah termasuk bagian yang

terpotong dalam proses pembuatan?

b. Tolenransi dan simbol pengerjaan.

c. Nama bahan dan jumlah produk.

d. Apakah desain ini menngikuti standar dan norma yang berlaku?

e. Keterangan mengenai metode – metode khusus pengerasan

(hardening), celup dingin (quenching), pelapisan permukaan,

semprot pasir (sand blasting) dan sebagainya yang akan dialami

elemen – elemen tersebut.

8. Gambar lengkap dan daftar elemen. Setelah semua ukuran – ukuran

elemen dilengkapi, baru dibuat gambar lengkap dengan daftar elemen –

elemen.

Page 6: BAB II TUJUAN PUSTAKA 2.1 KAYU 2.1.1 Penjelasan Kayueprints.umm.ac.id/39012/3/BAB II.pdf · Kekuatan dan keawetannya digolongkan ke dalam kelas kuat III-IV dan kelas awet III-IV

10

2.4 Teori Dasar Perencanaan Elemen Mesin

2.4.1 Perencanaan Daya Motor

Untuk menghitung daya motor terlebih dahulu mendefinisikan daya yaitu:

Daya = 𝑢𝑠𝑎ℎ𝑎 𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎

𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢

Daya motor (P) dihitung dengan :

P = T + ω atau P = T . 2.𝜋.𝑛

60 (R.S.Khurmi, 1980: 2)

Dimana :

P = Daya yang diperlukan (kW)

T = Torsi (N.m)

ω = Kecepatan sudut (rad/s)

n = Putaran motor (rpm)

Torsi :

T = F.R (Robert L. Mott, 2009: 9)

Dimana:

T = Torsi (N.m)

F = Gaya yang bekerja pada mesin crusher kayu (N)

R = Jari – jari disk pisau (m)

Page 7: BAB II TUJUAN PUSTAKA 2.1 KAYU 2.1.1 Penjelasan Kayueprints.umm.ac.id/39012/3/BAB II.pdf · Kekuatan dan keawetannya digolongkan ke dalam kelas kuat III-IV dan kelas awet III-IV

11

2.4.2 Poros

Gambar 2.2. Poros

Poros merupakan salah satu bagian penting dari setiap mesin. Karena

hampir semua mesin meneruskan tenaga bersama – sama dengan putaran, oleh

karenanya poros memegang peranan utama dalam transmisi dalam sebuah mesin.

Poros dibedakan menjadi tiga macam berdasarkan penerusan dayanya (Sularso dan

Kiyokatsu Suga,2002:1) yaitu:

1. Poros Transmisi

Poros macam ini mendapatkan beban puntir murni atau puntir dan

lentur. Daya ditransmisikan kepada poros ini melalui kopling, roda gigi,

puli sabuk dan sprocker rantai dll.

2. Poros Spindel

Poros transmisi yang relatif pendek, seperti poros utama mesin

perkakas, dimana beban utamanya berupa puntiran yang disebut

spindel. Syarat utama yang harus dipenuhi poros ini adalah deformasi

harus kecil dan bentuk ukurannya harus teliti.

3. Poros Gandar

Poros seperti dipasang diantara roda – roda kereta barang, dimana

tidak mendapat beban puntir, bahkan kadang – kadang tidak boleh

berputar, disebut gandar. Gandar hanya memperoleh beban lentur

Page 8: BAB II TUJUAN PUSTAKA 2.1 KAYU 2.1.1 Penjelasan Kayueprints.umm.ac.id/39012/3/BAB II.pdf · Kekuatan dan keawetannya digolongkan ke dalam kelas kuat III-IV dan kelas awet III-IV

12

kecuali jika digerakkan oleh penggerak dia akan mengalami beban

puntir juga.

Poros untuk umumnya biasanya dibuat dari baja batang yang ditarik

dingin dan difinis, baja karbon konstruksi (disebut bahan S – C) yang

dihasilkan dari ingot yang di – “kill” (baja yang dideoksidasikan

dengan ferosilikon dan di cor; kadar karbon terjamin) (JIS G3123).

Meskipun demikian bahan ini kelurusannya agak kurang tetap dan dapat mengalami

deformasi karena tegangan yang kurang seimbang misalnya bila diberi alur pasak,

karena ada tegangan sisa didalam terasnya. Tetapi penarikan dingin membuat

permukaan poros menjadi keras dan kekuatannya bertambah besar. Untuk

mengetahui jenis baja karbon yang sering dipakai untuk poros (lihat tabel 2.1

dibawah ini).

Tabel 2.1. JIS 2123 batang baja karbon di finish dingin (sering dipakai untuk

poros). Sumber: ( Sularso dan Kiyokatsu Suga, 2002: 330)

Hal – hal penting dalam perhitungan poros:

1. Kekerasan Poros

Page 9: BAB II TUJUAN PUSTAKA 2.1 KAYU 2.1.1 Penjelasan Kayueprints.umm.ac.id/39012/3/BAB II.pdf · Kekuatan dan keawetannya digolongkan ke dalam kelas kuat III-IV dan kelas awet III-IV

13

Harus direncanakan sehingga cukup kuat untuk menahan puntir dan

lentur, tarik atau tekan.

2. Kekuatan Poros

Kemampuan poros untuk menahan beban lentur atau defleksi puntir

yang terlalu besar.

3. Korosi

Kemampuan poros untuk tahan terhadap fluida yang korosit.

4. Putaran Kritis

Poros harus direncanakan sedemikian rupa sehingga putaran kerjanya

lebih rendah dari putaran kritis.

5. Bahan Poros

Dalam perencanaan poros harus diperhatikan bahan poros. Biasanya

poros untuk mesin tersebut dari baja batang yang ditarik dari definis,

baja karbon konstruksi mesin (disebut baja S – C). Baja yang

dioksidakan dengan ferro silikon dan dicor. Baha poros harus bersifat

tahan aus, umumnya dibuat dari baja paduan dengan pengerasan kulit

yang sangat tahan keausan. Contohnya: baja chrom nikel, molibden,

baja chrom, baja chrom molibden dan lain – lain.

Tabel 2.2. Baja Karbon Untuk Konstruksi dan Baja Batang yang

Didefinisikan Untuk Poros.

Standar dan

macam

Lambang Perlakuan

Panas

Kekuatan

Tarik

(kg/ mm2)

Keterangan

baja karbon

konstruksi

mesin

S3OC Penormalan 48

S35C - 52

S40C - 55

S45C - 58

Page 10: BAB II TUJUAN PUSTAKA 2.1 KAYU 2.1.1 Penjelasan Kayueprints.umm.ac.id/39012/3/BAB II.pdf · Kekuatan dan keawetannya digolongkan ke dalam kelas kuat III-IV dan kelas awet III-IV

14

(JIS G

4501)

S50C - 62

S55C - 66

Batang baja

yang difinis

dingin

S35C-D - 53 Ditarik

dingin,

digerinda,

dibubut, atau

gabungan

antara hal-hal

tersebut

S45C-D - 60

S55C-D - 72

Sumber: (Sularso dan Kiyokatsu Suga, 2002: 7)

Tabel 2.3. Baja Paduan Untuk Poros

Standar dan

macam

Lambang Perlakuan Panas Kekuatan Tarik

(kg/ mm2)

Baja khrom

inkel

(JIS G 4102)

SNC 2 - 84

SNC 3 - 95

SNC 21 Pengerasan kulit 80

SNC 22 - 100

Baja khrom

nilai molibden

(JIS G 4103)

SNCM 1 - 85

SNCM 2 - 95

SNCM 7 - 100

SNCM 8 - 104

SNCM 22 Pengerasan kulit 90

SNCM 23 - 100

SNCM 25 - 120

Baja khrom

(JIS G 4104)

SCr 3 - 90

SCr 4 - 95

SCr 8 - 100

SCr 21 Pengerasan kulit 80

SCr 22 - 86

Baja khrom

molibden (JIS G

4109)

SCM 2 85

SCM 3 95

SCM 4 100

SCM 5 106

SCM21 Pengerasan kulit 89

SCM22 - 99

SCM23 - 100

Sumber: ( Sularso dan Kiyokatsu Suga, 2002: 3)

Pada umumnya baja diklasifikasikan baja lunak, baja liat, baja agak keras,

yang banyak dipilih untuk poros. Kandungna karbon dapat dilihat dalam tabel 2.4.

Page 11: BAB II TUJUAN PUSTAKA 2.1 KAYU 2.1.1 Penjelasan Kayueprints.umm.ac.id/39012/3/BAB II.pdf · Kekuatan dan keawetannya digolongkan ke dalam kelas kuat III-IV dan kelas awet III-IV

15

baja agak keras umumnya baja yang di “kill”. Apabila diberi perlakuan panas yang

tepat menjadi bahan poros yang baik.

Tabel 2.4. Penggolongan Baja Secara Umum

Golongan Kadar C (%)

Baja lunak -0,25

Baja liat 0,2 – 0,3

Baja agak keras 0,3 – 0,5

Baja keras 0,5 – 0,8

Baja sangat keras 0,8 – 1

Sumber: ( Sularso dan Kiyokatsu Suga, 2002: 4)

Meski demikian untuk perencanaan yang baik, tidak dapat dianjurkan untuk

memilih baja atas dasar klasifikasi yang terlalu umum. Sebaiknya pemilihan bahan

dilakukan atas dasar standart yang ada.

Tabel 2.5. Standart Baja

Nama Standar Jepang

(JIS)

Standar Amerika (AIS) Inggri (BS)

dari Jerman (DIN)

Bajak kontruksi

mesin

S29C AISI 1025, B5060 A25

S30C AISI 1030, B5060 A30

S35C AISI 1035, B5060 A35, DIN C35

S40C AISI 1040, B5060 A40

S45C AISI 1045, B5060 A45, DIN C45

S50C CK45

S55C AISI 1050, BS060 A50, DIN

S1.80.11 AISI 1056, BS060 A55

Baja lempa SF 40, 45, 50, 55 ASTM A105-73

Baja nikel

khrom

SF 40, 45, 50,55 ASTM A105-73

Baja nikel

khrom

SNCM 1 AISI 4337

SNCM 2 B5830M31

SNCM 7 AISI BS45, BS En 1990

SNCM 8 AISI 4340, B5817, M40, 816, M40

SNCM 22 AISI 4315

SNCM 23 AISI 4320, BS End325

SNCM 25 BS En39 b

Baja khrom SCr 3 AISI 5135, BS530 A36

SCr 4 AISI 5140, BS530 A40

Page 12: BAB II TUJUAN PUSTAKA 2.1 KAYU 2.1.1 Penjelasan Kayueprints.umm.ac.id/39012/3/BAB II.pdf · Kekuatan dan keawetannya digolongkan ke dalam kelas kuat III-IV dan kelas awet III-IV

16

SCr 5 AISI 5145

SQ21 AISI 5115

SCr22 AISI 5120

Baja khrom

moalbden

SCM 2 AISI 4130, DIN 34 CrMo4

SCM 3 AISI 4135, BS708 A37,

DIN34CrMO4

SCM 4 AISI 4140, BST98, M40

SCM 5 DIN42CrMo4

AISI 4145, DIN50CrMo4

Sumber: ( Sularso dan Kiyokatsu Suga, 2002: 5)

Perhitungan gaya yang terjadi pada poros menggunakan rumus sebagai

berikut:

a. Daya Rencana poros pada transmisi dapat menggunakan persamaan

(Pd) :

𝑃𝑑 = 𝑃. 𝑓𝑐 (Sularso dan Kiyokatsu Suga, 2002:7)

Dimana :

Tabel 2.6. Faktor Koreksi Daya yang akan Ditransmisikan.

Daya yang Akan Ditransmisikan fc

Daya rata-rata yang diperlukan 1,2 - 2,0

Daya maksimum yang diperlukan 0,8 - 1,2

Daya normal 1,0 - 1,5

Sumber: ( Sularso dan Kiyokatsu Suga, 2002: 7)

b. Momen Puntir Rencana pada poros transmisi dapat mengguanakan

persamaan (T) :

T = 9,74 x 105𝑃𝑑

𝑛1

(Sularso dan Kiyokatsu Suga, 2002:7)

Pd = Daya yang direncanakan (kW)

P = Daya yang diperlukan (kW)

𝑓𝑐 = Faktor koreksi

Page 13: BAB II TUJUAN PUSTAKA 2.1 KAYU 2.1.1 Penjelasan Kayueprints.umm.ac.id/39012/3/BAB II.pdf · Kekuatan dan keawetannya digolongkan ke dalam kelas kuat III-IV dan kelas awet III-IV

17

Dimana :

c. Gaya tarik v – belt pada pembebanan poros dapat menggunakan

persamaan :

(T1 – T2) = 𝑇

𝑅 (Daryanto,2000: 117)

Dimana :

T = Torsi motor (kg.mm)

R = Jari – jari puli pada poros (mm)

d. Tegangan geser pada poros transmisi dapat menggunakan persamaan :

𝜏𝑖𝑗𝑖𝑛 =16 .𝜏

𝜋 .𝑑2 (Sularso dan Kiyokatsu Suga, 2002: 8)

Dimana :

τijin = Tegangan geser yang diijinkan (kg/mm2)

T = Kekuatan tarik (kg.mm)

d = Diameter poros (mm)

𝜏𝑔 ≥ 𝜏 (aman)

e. Tegangan yang diijinkan dapat menggunakan persamaan :

𝜏𝑔 =𝜎𝐵

(𝑆𝑓1 𝑥 𝑆𝑓2) (Sularso dan Kiyokatsu Suga, 2002: 8)

Dimana:

𝜏𝑔 = Tegangan geser yang diijinkan (kg/mm2)

𝜎𝐵 = Kekuatan tarik (kg.mm)

Sf1 = Faktor keamanan untuk baja karbon, yaitu 6,0

T = Momen puntir / Torsi (kg.mm)

Pd = Daya yang direncanakan (kW)

𝑛1 = Kec. putaran pada poros (rpm)

Page 14: BAB II TUJUAN PUSTAKA 2.1 KAYU 2.1.1 Penjelasan Kayueprints.umm.ac.id/39012/3/BAB II.pdf · Kekuatan dan keawetannya digolongkan ke dalam kelas kuat III-IV dan kelas awet III-IV

18

𝑆𝑓1 = Faktor keamanan untuk baja karbon dengan alur

pasak dengan harga 1,3-3,0

f. Menentukan diameter poros

𝑑𝑠 ≥ [(5,1

(𝜏𝑔) √(𝐾𝑚. 𝑀)2 + (𝐾𝑡. 𝑇)2]

1/3

(Sularso dan Kiyokatsu Suga, 2002: 8)

Dimana :

𝑑𝑠 = Diameter poros (mm)

𝐾𝑡= Faktor koreksi

T = Momen puntir (kg.mm)

𝜏𝑔 = Tegangan geser yang diijinkan (kg/mm2)

M = Momen lentur (kg.mm2)

𝐾𝑚 = Faktor koreksi

2.4.3 Perencanaan Sabuk V dan Puli sebagai Transmisi Daya

Gambar 2.3. Sabuk V

Sabuk digunakan untuk mentransmisikan daya motor kebagian poros.

Pemilihan sabuk dan puli dilakukan agar tidak terjadinya kehilangan gaya – gaya

yang ditransmisikan. Sabuk – V merupakan sabuk yang tidak berujung dan

diperkuat dengan penguat tenunan dan tali. Sabuk – V terbuat dari karet dan bentuk

Page 15: BAB II TUJUAN PUSTAKA 2.1 KAYU 2.1.1 Penjelasan Kayueprints.umm.ac.id/39012/3/BAB II.pdf · Kekuatan dan keawetannya digolongkan ke dalam kelas kuat III-IV dan kelas awet III-IV

19

penampungnya berupa trapesium. Bahan yang digunakan untuk membuat inti sabuk

itu sendiri adalah terbuat dari tenunan tetoron.

Penampung puli yang digunakan berpasangan dengan sabuk juga harus

berpenampung trapesium juga. Puli merupakan elemen penerus putaran yang

diputar oleh sabuk penggerak.

(a) Sabuk V standart (b) Sabuk V sempit

Gambar 2.4. Persinggungan antara sisi sabuk V dan Alur Pully

( Sularso dan Kiyokatsu Suga, 2002: 172)

Bagian sabuk yang sedang membelit pada puli mengalami lengkungan

sehingga lebar bagian dalamnya akan bertambah besar (Sularso dan Kiyokatsu

Suga, 2002:163). Gaya gesekan yang terjadi juga bertambah karena bentuk bajinya

yang akan menghasilkan transmisi daya yang besar pada tegangan yang relatif

rendah. Adapun bentuk konstruksi macam – macam penampang sabuk – V yang

umum dipakai terlihat pada gambar dibawah.

Page 16: BAB II TUJUAN PUSTAKA 2.1 KAYU 2.1.1 Penjelasan Kayueprints.umm.ac.id/39012/3/BAB II.pdf · Kekuatan dan keawetannya digolongkan ke dalam kelas kuat III-IV dan kelas awet III-IV

20

Gambar 2.5. Konstruksi Sabuk – V dan Ukuran Penampang Sabuk – V

( Sularso dan Kiyokatsu Suga, 2002: 164)

Pemilihan penampang sabuk – V yang cocok ditentukan atas dasar daya

rencana dan putaran poros penggerak. Daya rencananya sendiri dapat diketahui

dengan mengalihkan daya yang akan diteruskan dengan faktor koreksi yang ada.

Lazimnya sabuk tipe – V dinyatakan panjang kelilingnya dalam ukuran inchi. Jarak

antar sumbu poros harus sebesar 1,5 sampai dua kali diameter puli besar (Sularso

dan Kiyokatsu Suga,2002:166).

Sudut lilit atau sudut kontak θ dari sabuk pada antar puli penggerak harus

diusahakan sebesar mungkin untuk mengurangi selip antara sabuk dan puli dan

memperbesar panjang kontaknya. Transmisi sabuk dapat dibagi menjadi tiga

kelompok yaitu sabuk rata, sabuk dengan penampang trapesium dan sabuk dengan

gigi. Sebagian besar transmisi sabuk menggunakan sabuk – V karena mudah

pemakaiannya dan harganya yang murah. Kelemahannya dari sabuk – V yaitu

mudah pemakaiannya dan harganya yang murah. Kelemahannya dari sabuk – V

yaitu transmisi sabuk dapat memungkinkan untuk terjadinya slip. Oleh karena itu,

Page 17: BAB II TUJUAN PUSTAKA 2.1 KAYU 2.1.1 Penjelasan Kayueprints.umm.ac.id/39012/3/BAB II.pdf · Kekuatan dan keawetannya digolongkan ke dalam kelas kuat III-IV dan kelas awet III-IV

21

maka perencanaan sabuk – V perlu dilakukan untuk memperhitungkan jenis sabuk

uang digunakan dan panjang sabuk yang akan digunakan.

Perhitungan yang digunakan dalam perencanaan sabuk – V dan puli antara

lain:

a. Daya rencana sabuk – V dapat menggunakan persamaan (Pd) :

Pd = P. fc (Sularso dan Kiyokatsu Suga,2002:7)

Dimana :

Pd = Daya yang direncanakan (kW)

P = Daya yang diperlukan (kW)

fc = Faktor koreksi

b. Momen rencana sabuk – V dapat menggunakan persamaan (T) :

T = 9,74 x 105𝑃𝑑

𝑛1 (Sularso dan Kiyokatsu Suga,2002:166)

Dimana :

T = Momen puntir / torsi (kg.mm)

Pd = Daya yang direncanakan (kW)

n1 = Kecepatan putaran pada poros (rpm)

c. Diameter Puli dapat menggunakan persamaan :

𝑁1

𝑁2 =

𝐷𝑝

𝑑𝑝 (Sularso dan Kiyokatsu Suga,2002:166)

Page 18: BAB II TUJUAN PUSTAKA 2.1 KAYU 2.1.1 Penjelasan Kayueprints.umm.ac.id/39012/3/BAB II.pdf · Kekuatan dan keawetannya digolongkan ke dalam kelas kuat III-IV dan kelas awet III-IV

22

Dimana :

N1 = Putaran poros penggerak (rpm)

N2 = Putaran poros yang digerakkan (rpm)

dp = Diameter puli penggerak (mm)

Dp = Diameter puli yang digerakkan (mm)

d. Kecepatan sabuk dapat menggunakan persamaan :

V = 𝜋.𝑑𝑝.𝑛𝑝

60x1000 (Sularso dan Kiyokatsu Suga,2002:170)

Dimana :

dp = Diameter puli penggerak (mm)

Dp = Diameter puli yang digerakkan (mm)

np = Putaran motor (rpm)

V = Kecepatan sabuk (m/s)

e. Panjang Keliling sabuk – V dapat meggunakan persamaan (L) :

L = 2C + 𝜋

2( dp + Dp) +

1

4𝐶(Dp – dp)

2

(Sularso dan Kiyokatsu Suga,2002: 170)

Dimana :

dp = Diameter puli penggerak (mm)

Dp = Diameter puli yang digerakkan (mm)

L = Panjang keliling sabuk (mm)

C = Jarak sumbu poros (mm)

Page 19: BAB II TUJUAN PUSTAKA 2.1 KAYU 2.1.1 Penjelasan Kayueprints.umm.ac.id/39012/3/BAB II.pdf · Kekuatan dan keawetannya digolongkan ke dalam kelas kuat III-IV dan kelas awet III-IV

23

f. Jarak sumbu poros puli penggerak dapat menggunakan persamaan (C) :

b = (2 x L) – 3,14(dp + Dp)

C = 𝑏+ √𝑏2−8(𝐷𝑝+𝑑𝑝)2

8 (Sularso dan Kiyokatsu Suga,2002:17)

Dimana :

dp = diameter puli penggerak (mm)

Dp = diameter puli yang digerakkan (mm)

L = Panjang keliling sabuk (mm)

C = Jarak sumbu poros (mm)

g. Sudut kontak pada puli penggerak dapat menggunakan persamaan (θ) :

b = 1800 - 57(𝐷𝑝−𝑑𝑝)

𝐶

Faktor koreksi (Kθ) = 0,99 (Sularso dan Kiyokatsu Suga,2002:173)

Dimana :

dp = Diameter puli penggerak (mm)

Dp = Diameter puli yang digerakkan (mm)

L = Panjang keliling sabuk (mm)

C = Jarak sumbu poros (mm)

𝜃 = Sudut kontak

Page 20: BAB II TUJUAN PUSTAKA 2.1 KAYU 2.1.1 Penjelasan Kayueprints.umm.ac.id/39012/3/BAB II.pdf · Kekuatan dan keawetannya digolongkan ke dalam kelas kuat III-IV dan kelas awet III-IV

24

2.4.4 Perencanaan Bantalan

Gambar 2.6. Bantalan

Bantalan adalah elemen mesin yang mampu menumpu poros beban

sehingga putaran atau gesekan bolak – baliknya dapat langsung secara halus, aman

dan panjang usia pemakaiannya. Bantalan harus cukup kokoh untuk

memungkinkan poros suatu mesin bekerja dengan baik.

2.4.4.1 Klasifikasi Bantalan

Bantalan dapat diklasifikasikan berdasarkan :

1. Berdasarkan dasar gerakan bantalan terhadap poros.

a. Bantalan luncur

Bantalan ini terjadi gesekan luncur antara poros dengan bantalan

karena permukaan poros ditumpu oleh permukaan bantalan dengan

perantara lapisan pelumas.

b. Bantalan gelinding

Pada bantalan ini terjadi gesekan gelinding antara bagian yang

berputar dengan diam melalui pitmen gelinding seperti bola atau

peluru, roll yaitu antara roll jarum dengan roll bulat.

2. Atas dasar arah beban pada poros

a. Bantalan radial

Page 21: BAB II TUJUAN PUSTAKA 2.1 KAYU 2.1.1 Penjelasan Kayueprints.umm.ac.id/39012/3/BAB II.pdf · Kekuatan dan keawetannya digolongkan ke dalam kelas kuat III-IV dan kelas awet III-IV

25

Arah beban ditumpu bantalan ini adalah tegak lurus terhadap sumbu

poros.

b. Batalan aksial

Arah beban ini sejajar dengan sumbu poros.

c. Batalan gelinding khusus

Bantalan ini dapat menumpu beban yang arahnya sejajar dan tegak

lurus sumbu poros.

Gambar 2.7 Macam – macam Bantalan Luncur

Sumber : Sularso, Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin, hal. 104

Page 22: BAB II TUJUAN PUSTAKA 2.1 KAYU 2.1.1 Penjelasan Kayueprints.umm.ac.id/39012/3/BAB II.pdf · Kekuatan dan keawetannya digolongkan ke dalam kelas kuat III-IV dan kelas awet III-IV

26

Gambar 2.8 Macam – macam Bantalan Gelinding

Sumber : Sularso, Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin, hal 129

Perhitungan yang digunakan dalam perencanaan bantalan antara lain :

1. Dalam perencaan bantalan luncur dapat menggunakan persamaan :

a. Bantalan luncur dapat menggunakan persamaan (W) :

W = w . L

Dimana :

W = Beban bantalan (kg)

w = Beban per satuan panjang (kg /mm)

L = Panjang Bantalan (mm)

b. Momen maksimum bantalan luncur dapat menggunakan persamaan

(M) :

Page 23: BAB II TUJUAN PUSTAKA 2.1 KAYU 2.1.1 Penjelasan Kayueprints.umm.ac.id/39012/3/BAB II.pdf · Kekuatan dan keawetannya digolongkan ke dalam kelas kuat III-IV dan kelas awet III-IV

27

M =𝑤.𝐿

2 =

𝑊.𝐿

2

c. Diameter poros pada bantalan luncur dapat menggunakan persanaan :

d ≥ √5,1 𝑊𝐿

𝑡𝑎

2

dimana :

ta = Tegangna lentur yang diijinkan (kg / mm)

d. Panajang Bantalan dapat menggunakan persamaan (L) :

L = 𝜋

1000.60 x

𝑊𝑁

(𝑝𝑣)𝑎

Dimana :

(pv) a = faktor tekanan kecepatan maksimal yang digunakan.

e. Tekanan Permukaan dapat menggunakan persamaan (p) =

P = 𝑊

𝐿𝑑 (kg/mm2)

f. Kecepatan Keliling dapat menggunakan persamaan :

V = 𝜋.𝑑.𝑛

1000.60 (m/s)

g. Kecepatan Gesekan dapat menggunakan persamaan :

H = µ . W 𝜋.𝑑.𝑛

1000.60 (kg.m/s)

h. Daya yang diperlukan untuk melawan gesekan dapat menggunakan

persamaan:

PH = 𝐻

120 (kw)

2.4.5 Menentukan Daya Motor

Pada mesin penghancur ini menggunakan sistem potong. Dalam

menentukan daya motor mesin penghancur ini dapat dihitung berdasarkan

Page 24: BAB II TUJUAN PUSTAKA 2.1 KAYU 2.1.1 Penjelasan Kayueprints.umm.ac.id/39012/3/BAB II.pdf · Kekuatan dan keawetannya digolongkan ke dalam kelas kuat III-IV dan kelas awet III-IV

28

diameter lintasan potong penghancur. Gaya potong yang didapat

menghancurkan material kayu, momen potong dan putaran penggiling. Gaya

yang digunakan untuk memotong kayu dapat dihitung dengan persamaan

berrikut.

Perhitungan dalam perencanaan daya motor adalah :

a. Gaya Potong pada kayu dapat menggunakan persamaan (Fp):

Fp = σa . Ap (kg)

Dimana : σa = Tegangan Geser (kg/mm2)

Ap = Luas Penampang Pisau (mm2)

b. Kecepatan Makan pada mesin penghancur kayu dapat menggunakan

persamaan (Vs):

Vf = 𝑍.1000

𝑎.𝑊𝑏 (cm3/menit) (Taufiq Rochim,1985:21)

Dimana :

a = Celah antar pisau (mm)

Wb = Panjang Pisau Potong (mm)

c. Momen yang terjadi pada mesin penghancur kayu (T)

T = Fp x r (kg.m) (Sularso,1991:45)

Dimana :

T = Momen yang terjadi (kg)

Fp = Gaya Potong yang Terjadi (kg)

r = Jari – jari Lintasan potong (mm)

d. Daya Motor yang dibutuhkan pada mesin penghancur kayu (P):

P = T x ω (Kw) (Sularso,1991:49)

Page 25: BAB II TUJUAN PUSTAKA 2.1 KAYU 2.1.1 Penjelasan Kayueprints.umm.ac.id/39012/3/BAB II.pdf · Kekuatan dan keawetannya digolongkan ke dalam kelas kuat III-IV dan kelas awet III-IV

29

Dimana :

P = Daya yang Dibutuhkan (Kw)

T = Momen yang Terjadi (kg)

ω = Kecepatan Sudut = 2𝜋𝑛

60 (rad/detik)

n = Putaran (rpm)