bab iii analisis model - digilib.itb.ac.id · optimasi logistik seringkali malah menambah biaya....
TRANSCRIPT
BAB III
ANALISIS MODEL
Analisis model yang dilakukan berbasis pada cara pendefinisian rencana dan
arsitektur di EAP (lihat gambar II.2), yang terdiri dari empat langkah yaitu
persiapan, analisis kondisi saat ini, analisis tujuan ke depan (data, aplikasi, dan
teknologi), dan diakhiri dengan metode implementasinya. Adapun analisis yang
dilakukan pada penelitian ini tidak mencakup metode implementasi. Di antara
analisis kondisi saat ini dan analisis tujuan ke depan akan disisipkan kegiatan
observasi model yang saat ini sudah ada.
Pemetaan dari cara pendefinisian rencana dan arsitektur di EAP dengan langkah-
langkah analisis model yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Pada tahap persiapan (planning initation), akan dilakukan penentuan lingkup
dari model.
2. Pada tahap business modeling, akan dilakukan analisis tentang kondisi supply
chain pertanian Indonesia saat ini.
3. Pada tahap identifikasi current system & technology, akan dilakukan
identifikasi tentang teknologi pendukung yang saat ini sudah digunakan untuk
mendukung supply chain pertanian Indonesia saat ini.
4. Pada tahap identifikasi data, application & technology architecture, akan
dilakukan analisis terhadap elemen-elemen model. Aspek data, aplikasi, dan
teknologi akan menjadi bagian dari elemen-elemen penyusun model. Sebelum
melakukan analisis terhadap elemen-elemen penyusun model, akan dilakukan
beberapa kegiatan yaitu:
a. Observasi model CPFR
b. Identifikasi kebutuhan model
c. Analisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap supply demand
komoditas pertanian Indonesia
d. Analisis elemen model
24
Gambar III.1 menunjukkan skema analisis penelitian ini berdasarkan cara EAP
dalam mendefinisikan rencana dan arsitektur suatu enterprise.
Menentukan Lingkup Model
Analisis Kondisi Saat Ini
• Supply Chain Pertanian Indonesia Saat Ini
• Teknologi Pendukung Saat Ini
Analisis Tujuan ke Depan
• Observasi Model CPFR• Identifikasi Kebutuhan
Model• Analisis Faktor• Analisis Elemen Model
Planning InitiationBusiness Modelling, Current System &
Technology
Data, Application, and Technology Architecture
Gambar III.1 Skema Analisis
III.1 Identifikasi Tujuan dan Lingkup Model
Fase pertama dari EAP adalah initiation planning. Salah satu aktivitas pada fase
ini adalah melakukan identifikasi tujuan dan lingkup dari enterprise. Dalam
penelitian ini, tahapan analisis yang pertama kali dilakukan adalah melakukan
identifikasi tujuan dan lingkup dari model supply demand komoditas pertanian di
Indonesia.
Tujuan dari model yang akan dibangun adalah menggambarkan suatu proses
kolaborasi supply demand suatu komoditas pertanian antar wilayah di Indonesia.
Suatu wilayah dapat berperan sebagai produsen, dapat pula berperan sebagai
konsumen. Untuk menyederhanakan model, tidak akan dimasukkan unsur
perantara (misal distributor, retailer, pasar induk, dan lain-lain) ketika suatu
komoditas berada di suatu wilayah hingga komoditas tersebut sampai di tangan
konsumen akhir (orang atau organisasi).
Lingkup model yang dimaksud adalah lingkup dari enterprise. Sedangkan
enterprise yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu lingkungan supply
chain komoditas pertanian yang terdiri dari partisipan supply chain seperti yang
25
disebutkan pada bab II.3.3, yaitu produsen, distributor, retailer, konsumen, dan
service provider. Dalam penelitian ini, akan ditambahkan satu partisipan lain yaitu
regulator. Regulator disini berfungsi perencana dan pengatur proses kolaborasi
antar partisipan yang lain dalam melakukan aktivitas-aktivitas supply chain
komoditas pertanian di Indonesia.
Dalam penelitian ini, tidak semua partisipan akan menjadi konsiderasi dalam
pembuatan model. Service provider tidak menjadi konsiderasi karena fungsinya
yang hanya sebagai pendukung aktivitas partisipan yang lain. Distributor dan
retailer juga tidak menjadi konsiderasi sesuai dengan pernyataan pada awal sub
bab ini.
Oleh karena itu, lingkup enterprise yang sekaligus menjadi lingkup model dalam
penelitian ini adalah regulator, produsen, dan konsumen.
III.2 Analisis Kondisi Saat Ini
Layer kedua dari EAP fokus pada kondisi enteprise saat ini. Dalam penelitian ini,
tahapan analisis yang kedua adalah melakukan identifikasi analisis terhadap
kondisi supply chain pertanian Indonesia saat ini. Sesuai dengan tahapan pada
layer kedua dari EAP, analisis dilakukan terhadap model bisnis dan teknologi
pendukung yang saat ini digunakan.
III.2.1 Supply Chain Pertanian Indonesia Saat Ini
Tahapan pertama dari layer kedua EAP adalah memodelkan bisnis. Dalam
analisis model yang akan dibangun, pemodelan bisnis dilakukan dengan
melakukan identifikasi terhadap kondisi supply chain pertanian Indonesia saat ini.
Berikut identifikasi supply chain pertanian Indonesia saat ini:
1. Di akhir tahun, pemerintah menetapkan target jumlah produksi suatu
komoditas pertanian untuk dihasilkan oleh suatu wilayah di tahun berikutnya.
2. Tidak ada pengaturan dari pemerintah pusat tentang distribusi suatu komoditas
pertanian dari suatu wilayah yang memiliki kelebihan jumlah produksi ke
wilayah lain yang kekurangan komoditas tersebut. Untuk mendapatkan
26
komoditas pertanian dari wilayah yang lain, suatu wilayah mengikuti lelang
komoditas pertanian.
3. Impor suatu komoditas belum secara lengkap melihat jumlah produksi
komoditas tersebut di seluruh wilayah Indonesia, sehingga seringkali terjadi
produksi lokal menjadi mubazir karena adanya produk dari luar.
4. Tidak tersedianya informasi atas jumlah produksi untuk suatu komoditas
pertanian secara cepat dan tepat.
5. Tidak tersedianya informasi atas jumlah yang telah dikonsumsi untuk suatu
komoditas pertanian secara cepat dan tepat.
6. Distribusi bibit dan pupuk bersubsidi ke suatu wilayah seringkali tidak
mencukupi atau berlebihan dan terlambat, sehingga dapat mengganggu proses
produksi.
7. Petani di Indonesia tidak memiliki akses terhadap informasi yang cukup
terhadap kondisi supply demand pertanian di Indonesia secara umum, di
wilayahnya secara khusus.
III.2.2 Teknologi Pendukung Saat Ini
Tahapan kedua dari layer kedua EAP adalah analisa sistem dan teknologi saat ini.
Dalam analisis model yang akan dibangun, tahapan ini dilakukan dengan
melakukan identifikasi terhadap teknologi informasi yang saat ini sudah
diterapkan untuk mendukung aktivitas supply chain pertanian di Indonesia.
Saat ini, untuk mendukung aktivitas supply chain pertanian di Indonesia
sebenarnya sudah mulai diterapkan beberapa teknologi informasi pendukung. Hal
ini bisa dilihat dari sudah diimplementasikannya Sistem Informasi Pengolahan
dan Pemasaran Hasil Pertanian (SINGOSARI), yang bisa diakses di
http://agribisnis.net/singosari/index.php. Selain itu, juga sudah diterapkannya
teknologi mobile, yaitu informasi harga beras via SMS.
27
Sistem-sistem yang sudah disiapkan tersebut memiliki fungsi untuk
mengumpulkan informasi mengenai supply, demand, harga, distribusi, dan lain
sebagainya dari suatu komoditas pertanian yang didapat atau diisi langsung oleh
petugas atau operator di daerah. Sayangnya, sistem tersebut masih jarang sekali
dimutakhirkan datanya.
III.3 Observasi Model CPFR
Untuk memudahkan dalam analisis model yang akan dibangun, akan dilakukan
observasi terhadap model yang sudah ada terlebih dahulu. Observasi ini
merupakan pra analisis model yang merupakan pelaksanaan dari layer ketiga dari
EAP yaitu data, application & technology architecture. Model yang akan
diobservasi adalah model CPFR (Collaborative, Planning, Forecasting, and
Replenishment). Model ini dipilih karena:
1. Model ini adalah salah satu contoh model supply chain
2. Model ini menggunakan prinsip kolaborasi antar partisipannya
3. Pada model ini, supply suatu produk berdasarkan atas demand terhadap
produk tersebut.
Sebelum membahas CPFR terlebih dahulu harus dilakukan pembahasan terhadap
konsep ECR yang melatarbelakangi konsep CPFR.
III.3.1 ECR
ECR (Effective Consumer Response) adalah konsep manajemen yang
komprehensif berbasis kolaborasi vertikal di proses manufaktur dan retail dengan
tujuan untuk memenuhi kebutuhan konsumen secara efisien.
Komponen utama dari ECR adalah supply chain management (SCM) dan
category management (CM). SCM melihat dari sisi logistik, sedangkan CM
melihat dari sisi pemasaran. Dalam penelitian ini, yang diobservasi hanyalah
bagian SCM-nya saja (Seifert, 2003).
28
III.3.1.1 Tujuan Konsep ECR
Tujuan utama dari ECR adalah untuk mentransformasi solusi individu yang
kurang optimal pada rantai pasok (supply chain) individu menjadi solusi yang
komprehensif. Tujuan konkritnya, dalam dunia logistik kooperatif dan kemudian
di SCM, adalah untuk menghapus ketidakefisienan yang terjadi karena sekuens
yang terkoordinasi pada rantai pasok, misalnya inventori atau informasi yang idle
untuk waktu yang lama atau penggudangan atas stok yang tidak perlu (Seifert,
2003).
Dalam pemasaran kooperatif, tujuannya adalah untuk mengoreksi kecenderungan
yang salah dalam aktivitas promosi, pensortiran keputusan, dan pengenalan
produk. Permasalahan utamanya adalah tidak adanya atau tidak cukupnya
informasi atas kebutuhan konsumen.
Sasaran dari ECR adalah untuk memungkinkan produsen, retailer, dan konsumen
berpartisipasi dalam pembentukan nilai untuk mendapatkan win-win solution di
antara ketiganya (Seifert, 2003).
III.3.1.2 Prinsip Push ke Prinsip Pull pada Supply Chain
ECR melakukan rekayasa ulang terhadap supply chain. Yang berkembang saat ini
adalah aliran proses di supply chain menggunakan prinsip push. Yaitu volume
produk di-push dari pihak produsen. Hal ini menyebabkan (Seifert, 2003):
1. Produksi tidak sinkron dengan demand terhadap produk tersebut yang
menyebabkan tidak efisiennya penggudangan di sisi retailer dan produsen.
2. Retailer membeli produk dalam jumlah besar untuk mendatkan discount,
tetapi menyebabkan pembengkakan biaya di sisi lain di supply chain.
3. Tidak tentunya rencana produksi dan rendahnya level layanan ke konsumen.
Permasalahan ini akan menjadi lebih besar jika produsen terus-menerus
meningkatkan jumlah produksi. Hal ini dapat menyebabkan penuhnya gudang
retailer yang memaksa retailer untuk menurunkan harga untuk meningkatkan
29
demand konsumen yang dapat menurunkan keuntungan di sisi retailer dan
produsen.
Dengan ECR, akan terjadi kebalikannya. Prinsip pull menggunakan konsumen
sebagai referensi dan tidak berusaha untuk menekan produksi ke channel
distribusi. Kebutuhan dan perilaku konsumen menjadi konsiderasi utama. Demand
ditentukan melalui pengukuran yang didapatkan dari riset pasar dan analisis data.
Produksi dan distribusi di supply chain disinkronkan dengan informasi yang
didapatkan oleh retailer. Distribusi ditujukan untuk produsen dan konsumen.
Terjadi pertukaran informasi antar tiap partisipan di supply chain. Penjelasan
terhadap reengineering atas prinsip ini (Seifert, 2003) dapat dilihat pada gambar
III.2.
Gambar III.2 Reengineering Rantai Pasok (Supply Chain)
III.3.1.3 ECR-Supply Chain Management
Kerjasama antar partisipan seringkali menimbulkan konflik. Setiap partisipan
ingin meminimalkan biayanya. Optimasi logistik seringkali malah menambah
biaya. Optimasi pada suatu tahap di supply chain tidak membawa optimasi di
keseluruhan tahap di supply chain. SCM menawarkan solusi optimasi yang
komprehensif di supply chain dengan tujuan efisiensi sistem secara total (Seifert,
2003).
30
Untuk mendapatkan hasil yang diharapkan, proses suppy chain planning (SCP)
yang merupakan bagian awal dari SCM harus dilakukan. Tabel III.2 memaparkan
aplikasi-aplikasi utama di SCP (Seifert, 2003).
Tabel III.1 Aplikasi Utama di Supply Chain Planning Aplikasi SCP Keterangan
Perencanaan Kebutuhan
(Demand Planning)
Optimasi kuantitas demand.
Perencanaan Distribusi
(Distribution Planning)
Perencanaan distribusi berorientasi demand, misalnya
memperhitungkan gap produksi dan keterlambatan
pengiriman.
Perencanaan Sumber Daya
Terbatas
(Constraint-Based Master
Planning)
Menghasilkan perencanaan secara real time dengan
konsiderasi keterbatasan material, kapasitas, dan
individu dalam jaringan distribusi, manufaktur, dan
pemasok yang terintegrasi.
Perencanaan Transportasi
(Transportation Planning)
Perencanaan transportasi memberikan transparansi
yang diperlukan dan hal itu dapat mengakomodasi
setiap perpindahan produk.
Perencanaan dan
Penjadwalan Proses
Manufaktur
(Manufacturing Planning and
Scheduling)
Rencana detail atas produksi. Memastikan rencana
dependensi dan rencana waktu secara tepat.
Perancangan dan Optimasi
Jaringan
(Network Design and
Optimization)
Memodelkan keseluruhan supply chain dan situasi
bisnisnya dalam rangka untuk merekomendasikan
strategi yang paling ekonomis. Dengan demikian,
perusahaan dapat dengan cepat dan mudah melihat
keadaan supply chain.
Tersedia untuk Janji
(Available to Promise)
Ikatan akan ketersediaan dan perjanjian waktu
pengiriman menjadi mungkin melalui pandangan yang
terintegrasi di supply chain. Dengan demikian, semua
inventori, pesanan, sumber daya (transportasi,
kapasitas produksi, personel, dll) yang tersedia, dan
alternatif supplier harus diperhitungkan.
31
III.3.2 CPFR
III.3.2.1 Definisi
Collaborative, Planning, Forecasting, and Replenishment (CPFR) adalah inisiatif
dari semua partisipan di supply chain yang ingin meningkatkan hubungan antar
partisipan melalui proses perencanaan bersama dan berbagi informasi.
CPFR merupakan evolusi dan perbaikan dari konsep ECR. CPFR melibatkan
tingkat kepercayaan antar partisipan yang lebih tinggi dibandingkan ECR dan
sepakat bukan hanya berbagi data, tetapi juga mendapatkan perbaikan terukur atas
kualitas data.
CPFR dikembangkan karena adanya kesempatan untuk mengendalikan dan
mengoptimasi keseluruhan proses supply chain dengan lebih baik, dikarenakan
adanya internet dan B2B marketplace.
CPFR dan Collaborative Customer Relationship Management (CCRM)
melahirkan konsep bisnis generasi kedua dari ECR. CCRM merupakan
pengembangan di sisi demand yang memungkinkan terjadinya koordinasi
manajemen di semua touch point konsmen (point of sales, TV, radio, call center,
email, internet, dll).. Ciri utama dari CPFR adalah memiliki hubungan yang kuat
pada perhitungan di sisi demand. Komponen perencanaan (planning) dan
forecasting membutuhkan pertukaran informasi secara intesif, bukan hanya pada
level logistik, tetapi juga di perencanaan manajemen, pemasaran, dan keuangan.
Manajemen senior dapat menggunakan CPFR atas kelebihannya di efisiensi pada
SCM strategis (Seifert, 2003).
III.3.2.2 Model Proses CPFR
Proses model CPFR dibagi menjadi tiga fase. Fase pertama adalah fase
perencanaan/planning (langkah 1 dan 2), fase kedua adalah fase
perkiraan/forecasting (langkah 3 – 8), dan fase ketiga adalah replenishment
(langkah 9). Gambar III.3 menunjukkan model proses CPFR (Seifert, 2003).
32
Gambar III.3 Model Proses CPFR
III.3.3 Kesimpulan Observasi
Dari observasi yang dilakukan terhadap konsep ECR dan CPFR, dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Konsep ECR yang melibatkan semua partisipan supply chain sesuai dengan
kebutuhan dari model yang akan dibangun dalam penelitian ini yang
33
mensyaratkan terjadinya kolaborasi antar titik, dimana titik ini dapat berperan
sebagai produsen atau supplier dan dapat juga berperan sebagai konsumen.
2. Konsep CPFR yang menerapkan perencanaan dan perkiraan (forecasting)
sesuai dengan kebutuhan dari model yang akan dibangun yang bertujuan agar
tidak terjadi over supply atau supply yang kurang untuk suatu komoditas di
suatu wilayah. Karena dengan adanya perencanaan dan perkiraan yang baik
diharapkan supply suatu komoditas di suatu titik dapat dipenuhi sesuai dengan
demand di titik tersebut.
3. Model proses CPFR tidak menangani partisipan regulator yang menjadi
lingkup penelitian ini.
4. Dari model CPFR dapat dirangkum langkah-langkah aktvitas kolaborasi
supply chain sebagai berikut:
a. Membuat kesepakatan kolaborasi.
b. Pada tahap perencanaan, setelah kesepakatan kolaborasi dilakukan, yang
pertama kali dilakukan adalah membuat rencana bisnis bersama. Dalam
membuat rencana bisnis bersama, yang paling penting adalah mengetahui
kemampuan masing-masing partisipan kolaborasi untuk membuat rencana
bisnis yang efektif. Dapat disimpulkan bahwa pada tahap perencanaan
yang pertama kali dilakukan adalah melakukan identifikasi potensi
masing-masing partisipan kolaborasi.
c. Setelah potensi semua partisipan kolaborasi teridentifikasi, yang
selanjutnya dilakukan adalah membuat perkiraan penjualan, atau dengan
kata lain membuat perkiraan demand dari pasar yang akan dituju.
Perkiraan yang dibuat harus disertai dengan identifikasi kesalahan yang
mungkin terjadi. Oleh karena itu, pada suatu saat perkiraan demand
tersebut harus dapat dikoreksi.
d. Langkah berikutnya adalah membuat perkiraan pemesanan atau dapat
dikatakan dengan membuat target produksi. Sama seperti membuat
perkiraan demand, membuat target produksi juga harus disertai dengan
34
identifikasi kesalahan yang mungkin terjadi. Oleh karena itu, pada suatu
saat target produksi tersebut harus dapat dikoreksi.
e. Setelah target produksi ditetapkan, berikutnya adalah proses produksi.
f. Setelah produksi dilakukan, langkah terakhir adalah melakukan
pengiriman produk.
5. Model proses CPFR dapat digunakan sebagai acuan untuk membangun model
sesuai tujuan penelitian ini.
III.4 Identifikasi Kebutuhan Model
Sebelum memulai analisis faktor yang berpengaruh terhadap model, harus
didefinisikan terlebih dahulu kebutuhan dari model yang akan dibangun.
Kebutuhan model ini akan menjadi arahan dalam menentukan faktor-faktor yang
berpengaruh dan elemen-elemen penyusun model. Identifikasi kebutuhan model
ini merupakan pra analisis model yang merupakan pelaksanaan dari layer ketiga
dari EAP yaitu data, application & technology architecture.
Model supply demand komoditas pertanian di Indonesia harus memenuhi
kebutuhan sebagai berikut:
1. Model yang dibuat adalah model supply demand sehingga harus mencakup
proses supply yang berdasarkan pada demand, seperti prinsip pull yang
ditunjukkan pada gambar III.2.
2. Karena supply berdasarkan pada demand, maka model harus mencakup
aktivitas perencanaan yang berskala nasional.
3. Aktivitas perencanaan harus disertai dengan koreksi atas perencanaan.
4. Model yang dibuat memanfaatkan dukungan teknologi informasi.
5. Aktivitas operasi pada model harus lengkap sesuai dengan kategori operasi
supply chain pada bab II.3.4.
35
6. Model yang dibuat harus dapat melibatkan partisipasi masyarakat atau
organisasi masyarakat yang ingin berkontribusi untuk kemajuan pertanian di
Indonesia.
7. Untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat Indonesia pada umumnya,
masyarakat petani pada khususnya, model yang dibuat harus dilengkapi
dengan aktivitas berbagi pengetahuan (sharing knowledge).
8. Model yang dibuat harus dapat menunjukkan hubungan supply demand di
Indonesia dengan manca negara.
9. Model yang dibuat harus dapat memberikan solusi terhadap permasalahan
masih terjadinya over supply suatu komoditas pertanian di suatu wilayah dan
kekurangan pasokan atas komoditas yang sama di wilayah yang lain.
III.5 Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Supply Demand Komoditas
Pertanian
Untuk mendefinisikan faktor-faktor yang mempengaruhi supply demand
komoditas hasil pertanian di Indonesia, akan dilihat dari perspektif pada
framework pemodelan ARCON. Faktor-faktor ini akan menjadi dasar dalam
penentuan elemen-elemen penyusun model. Aktivitas ini merupakan salah satu
aktivitas dari analisis model yang merupakan pelaksanaan dari layer ketiga dari
EAP yaitu data, application & technology architecture.
Berikut adalah analisa untuk mendefinisikan faktor-faktor yang mempengaruhi
supply demand komoditas pertanian di Indonesia.
III.5.1 Perspektif Daur Hidup
Faktor daur hidup supply chain akan mempengaruhi supply demand komoditas
pertanian di Indonesia karena pendefinisian daur hidup dari suatu supply chain
akan mempengaruhi aktivitas-aktivitas dalam supply chain tersebut.
36
III.5.2 Perspektif Karakteristik Lingkungan
III.5.2.1 Endogenous Elements
Faktor-faktor yang mempengaruhi supply demand komoditas pertanian sesuai
dengan dimensi yang terdapat pada endogenous elements adalah:
1. Faktor Struktural
Faktor struktural adalah partisipan dari kolaborasi supply demand komoditas
pertanian Indonesia. Faktor ini menjadi penting karena partisipan inilah yang
melakukan aktivitas-aktivitas pada supply chain komoditas pertanian.
Semakin lengkapnya dan semakin baiknya hubungan antar partisipan, maka
semakin baik pula aktivitas kolaborasi tersebut.
2. Faktor Fungsional
Faktor fungsional adalah aktivitas-aktivitas yang terjadi pada kolaborasi
supply demand komoditas pertanian Indonesia. Faktor ini merupakan salah
satu faktor yang paling penting karena semakin lengkapnya dan semakin
terintegrasinya fungsi-fungsi atau aktivitas-aktivitas pada kolaborasi maka
semakin efektif dan efisien pula kegiatan kolaborasi tersebut.
3. Faktor Komponensial
Faktor komponensial terdiri dari beberapa faktor:
a. Faktor Sumber Daya Informasi
Sumber daya informasi menjadi faktor penting dalam supply demand
komoditas pertanian sesuai dengan penjelasan pada bab 2.3.2 tentang area
SCM.
b. Faktor Perangkat Lunak
Faktor perangkat lunak menjadi faktor yang penting dalam supply demand
komoditas pertanian karena perangkat lunak dibutuhkan dalam mengelola
data dan informasi yang dibutuhkan pada poin (a) dalam melakukan
aktivitas supply chain.
37
c. Faktor Perangkat Keras
Faktor perangkat keras dapat mempengaruhi supply demand komoditas
pertanian sebagai perangkat teknologi yang menjalankan perangkat lunak
pada poin (b).
d. Faktor Sumber Daya Manusia (SDM)
Faktor SDM dapat mempengaruhi supply demand komoditas pertanian
sebagai pengguna yang menggunakan perangkat lunak pada poin (b).
4. Faktor Tingkah Laku
Faktor tingkah laku menjadi penting karena budaya dan perilaku dari setiap
partisipan pada kolaborasi supply demand komoditas pertanian dapat
mempengaruhi aktivitas di dalam kolaborasi.
III.5.2.2 Exogenous Interactions
Faktor-faktor yang mempengaruhi supply demand komoditas pertanian sesuai
dengan dimensi yang terdapat pada exogenous interactions adalah:
1. Faktor Pasar
Faktor pasar (market) yang tentunya akan sangat mempengaruhi kegiatan
supply chain karena akhir dari aktivitas supply chain adalah memasarkan atau
menjual produknya ke pasar.
2. Faktor Dukungan
Faktor dukungan misalnya dukungan asuransi dan dukungan manajemen
keuangan dapat mempengaruhi supply demand komoditas pertanian karena
dengan dukungan yang sesuai dari pihak ketiga, dapat meningkatkan kinerja
dari aktivitas supply demand komoditas pertanian.
3. Faktor Masyarakat
Suatu aktivitas supply chain pasti akan dipengaruhi oleh kondisi dan peran
dari masyarakat di sekitarnya, misalnya kondisi sosial politik, kondisi
ekonomi, tingkat pendidikan, tingkat peranan dari masyarakat, dan
38
sebagainya. Semakin sesuai antara kondisi dan peran masyarakat dengan
kondisi yang diharapkan oleh aktivitas supply chain komoditas pertanian,
maka akan semakin baik aktivitas tersebut.
4. Faktor Konstitusi
Faktor konstitusi dapat mempengarui aktivitas kolaborasi supply demand
pertanian di Indonesia, karena faktor ini dapat menarik partisipan lain untuk
menggabungkan diri dalam kolaborasi supply demand pertanian.
III.6 Analisis Elemen Model
Untuk mendefinisikan elemen model supply demand komoditas hasil pertanian di
Indonesia, akan menggunakan framework pemodelan ARCON. Oleh karena itu,
berikut adalah analisa untuk tiga perspektif yang terdapat pada framework
pemodelan ARCON. Setiap elemen model ini merupakan pencerminan dari hasil
yang didapat dari layer ketiga EAP yaitu arsitektur data dan aplikasi. Sedangkan
arsitektur teknologi akan menjadi bahasan khusus setelah analisis elemen model.
III.6.1 Perspektif Daur Hidup
Salah satu faktor yang mempengaruhi supply demand komoditas pertanian di
Indonesia adalah daur hidup dari proses kolaborasi dari enterprise pertanian di
Indonesia. Daur hidup ini merupakan salah satu dari entitas arsitektur data di EAP
tentang enterprise pertanian di Indonesia.
Berikut analisa daur hidup enterprise pertanian di Indonesia.
1. Creation
Pada tahap ini akan mencakup proses inisiasi dan pembentukan enterprise
pertanian Indonesia. Sebelum tahap ini dilakukan diasumsikan enterprise
pertanian belum terbentuk, dan pada tahap ini dilakukan inisiasi pembentukan
enterprise pertanian yaitu dengan menentukan visi dari enterprise pertanian
dan bentuk kerjasama antar partisipan di kolaborasi di dalam enterprise
pertanian.
39
2. Operation
Sesuai dengan kategorisasi operasi supply chain yang telah dijelaskan pada
sub bab 2.3.4, terdapat empat langkah operasi supply chain, yaitu:
a. Plan atau perencanaan
Aktivitas-aktivitas pada tahap ini misalnya pengumpulan informasi,
melakukan perkiraan terhadap demand, dan penentuan target produksi.
b. Source atau pengadaan
Untuk domain permasalahan pertanian, aktivitas-aktivitas pada tahap
pengadaan misalnya pengadaan bibit dan pupuk dari pemerintah pusat ke
daerah-daerah.
c. Make atau produksi
Aktivitas-aktivitas yang dilakukan adalah aktivitas yang menghasilkan
komoditas pertanian yang siap untuk didistribusikan ke wilayah-wilayah
yang membutuhkan.
d. Deliver atau distribusi
Yaitu tahapan supply chain yang terdiri atas operasi pengiriman komoditas
ke wilayah-wilayah yang membutuhkan hingga ke konsumen akhir.
Sebagai batasan pada model ini, aktivitas distribusi hanya dari suatu
wilayah ke wilayah yang lain, tidak sampai ke konsumen akhir.
3. Evolution
Tahap evolution seharusnya ada dalam suatu CNO atau dalam hal ini
enterprise pertanian, karena aktivitas-aktivitas yang terjadi di tahap operation
pasti akan mengalami perubahan seiring dengan berjalannya proses kolaborasi
di enteprise pertanian. Akan tetapi, untuk membatasi permasalahan, tahap
evolusi ini tidak menjadi bagian dari model yang akan dibangun.
4. Dissolution
Kolaborasi supply demand pertanian bukanlah kolaborasi dalam waktu yang
singkat, sehingga tahap ini tidak menjadi bagian dari model yang akan
dibangun.
40
5. Metamorphosis
Tahap ini seharusnya ada dalam suatu CNO atau dalam hal ini enterprise
pertanian, karena seiring dengan berjalannya proses kolaborasi di enterprise
pertanian, kemungkinan besar akan terdapat perubahan visi dan misi dari
proses kolaborasi, misalnya karena bergabungnya aspek perdagangan,
perindustrian, atau yang lainnya. Tahap ini juga tidak menjadi bagian dari
model untuk membatasai permasalahan.
Gambar III.4 menjelaskan daur hidup enterprise pertanian yang seharusnya dan
gambar III.5 menjelaskan daur hidup enterprise pertanian yang menjadi lingkup
dalam model yang dibangun. Pada aktivitas operation di kedua gambar
sebenarnya terjadi siklus yang selalu berulang di setiap periode perencanaan
tertentu, yaitu tiap satu tahun.
Creation-Visi, MisiKolaborasi
-Kontrak Kerjasama
Aktivitas Harian
Operation-Perencanaan-Pengadaan-Produksi-Distribusi
Evolution
Metamorphosis
Gambar III.4 Daur Hidup Enterprise Pertanian yang Lengkap
Sesuai dengan analisa daur hidup, maka daur hidup enterprise pertanian yang
menjadi lingkup dalam model ini adalah creation dan operation.
Creation-Visi, MisiKolaborasi
-Kontrak Kerjasama
Aktivitas Harian
Operation-Perencanaan-Pengadaan-Produksi-Distribusi
Gambar III.5 Daur Hidup Enterprise Pertanian pada Lingkup Model
41
III.6.2 Perspektif Karakteristik Lingkungan
Berikut analisa karakteristik lingkungan enterprise pertanian di Indonesia.
III.6.2.1 Endogenous Elements
Terdapat empat buah dimensi untuk dapat menggambarkan karakteristik internal
enterprise pertanian di Indonesia, yaitu:
1. Dimensi Struktural
Sesuai dengan identifikasi lingkup model yang sudah dilakukan, partisipan
yang terlibat di dalam model ini adalah regulator, produsen, dan konsumen.
a. Regulator adalah partisipan yang berfungsi dalam pengaturan proses
kolaborasi supply demand pertanian antar wilayah di Indonesia. Dalam
model ini, yang berperan sebagai regulator adalah pemerintah pusat.
Pemerintah pusat dipilih sebagai pengatur dan pembuat keputusan dalam
supply chain komoditas pertanian karena seperti yang ditunjukkan pada
gambar III.6, pemerintah pusat yang menjadi pemimpin atau pengendali
partisipan-partisipan yang lain.
b. Produsen adalah partisipan yang berfungsi dalam proses produksi
komoditas pertanian. Dalam model ini, produsen diwakili oleh suatu
wilayah, karena partisipan kolaborasi yang terlibat dalam model ini adalah
suatu wilayah atau daerah.
c. Konsumen adalah partisipan yang mendapatkan supply komoditas
pertanian dari produsen. Dalam model ini, konsumen diwakili oleh suatu
wilayah, karena partisipan kolaborasi yang terlibat dalam model ini adalah
suatu wilayah atau daerah. Sehingga, suatu wilayah atau daerah dapat
berfungsi sebagai produsen maupun konsumen.
Lingkup wilayah (baik produsen maupun konsumen) dalam model ini adalah
wilayah provinsi. Lingkup wilayah provinsi dipilih karena pembagian
teritorial terbesar dari wilayah Indonesia adalah wilayah provinsi. Adapun
42
yang mewakili wilayah provinsi sebagai partisipan dari model adalah
pemerintah provinsi (pemprov).
Hubungan struktural antara regulator, produsen, dan konsumen dapat dilihat
pada gambar III.6 berikut.
Regulator (Pemerintah Pusat)
Pemprov A
Produsen Konsumen
Pemprov B
Produsen Konsumen
Pemprov XX
Produsen Konsumen
Gambar III.6 Hubungan Struktural Partisipan
Partisipan yang telah didefinisikan di atas merupakan salah satu dari entitas
arsitektur data di EAP tentang enterprise pertanian di Indonesia, yaitu entitas
tempat atau konsep.
2. Dimensi Fungsional
Berdasarkan kesimpulan yang didapatkan dari observasi model CPFR,
aktivitas-aktivitas utama dalam proses kolaborasi supply chain antara lain:
persetujuan kontrak kolaborasi, identifikasi potensi partisipan kolaborasi yang
disertai dengan koreksi, membuat perkiraan demand pasar yang disertai
dengan koreksi, menentukan target produksi, produksi, dan distribusi.
Dalam supply chain komoditas pertanian Indonesia, aktivitas-aktivitas yang
dilakukan mengikuti aktivitas-aktivitas pada model proses CPFR dengan
beberapa tambahan dan modifikasi sesuai dengan kebutuhan daur hidup yang
telah didefinisikan sebelumnya. Aktivitas-aktivitas tersebut adalah:
Tahap Creation : Visi, Misi Kolaborasi
a. Membuat visi, misi, dan tujuan kolaborasi supply demand pertanian.
Sebelum terjadinya persetujuan kontrak kolaborasi, regulator atau
pemerintah pusat harus mendefinisikan terlebih dahulu visi, misi, dan
tujuan dari kolaborasi supply chain komoditas pertanian Indonesia agar
43
setiap provinsi yang menjadi partisipan kolaborasi ini memiliki visi yang
sama untuk mensukseskan tujuan dari kolaborasi.
Tahap Creation : Kontrak Kerjasama
b. Membentuk kerjasama kolaborasi
Setelah visi, misi, dan tujuan ditetapkan, kemudian akan dilakukan
persetujuan kontrak kolaborasi antar peserta kolaborasi, yaitu antara
pemerintah pusat sebagai regulator dengan pemerintah provinsi sebagai
produsen dan konsumen, serta antar pemerintah provinsi.
Tahap Operation : Perencanaan
c. Identifikasi potensi wilayah (provinsi) yang disertai dengan koreksi
Yang dilakukan pada aktivitas ini adalah memperkirakan potensi suatu
provinsi untuk menghasilkan suatu komoditas pertanian. Perkiraan
didasarkan pada informasi terkait, seperti luas tanah, iklim, dan lainnya.
Karena dasarnya adalah perkiraan, maka harus ditangani jika ternyata
perkiraan yang dilakukan meleset dari realisasi yang terjadi di lapangan.
Oleh karena itu, dibutuhkan koreksi atas perkiraan potensi jika terjadi
ketidaksesuian antara perkiraan dengan realisasi.
d. Membuat perkiraan demand yang disertai dengan koreksi
Yang dilakukan pada aktivitas ini adalah membuat perkiraan atas
kebutuhan (demand) dari penduduk di suatu provinsi akan suatu
komoditas pertanian. Perkiraan didasarkan pada informasi terkait, seperti
jumlah penduduk, data historis tentang demand komoditas tersebut di
tahun-tahun yang lalu, dan lainnya. Karena dasarnya adalah perkiraan,
maka harus ditangani jika ternyata perkiraan yang dilakukan meleset dari
realisasi yang terjadi di lapangan. Oleh karena itu, dibutuhkan koreksi atas
perkiraan demand jika terjadi ketidaksesuian antara perkiraan dengan daya
konsumsi masyarakat akan komoditas tersebut.
44
e. Identifikasi potensi impor dan kebutuhan ekspor
Karena wilayah manca negara tidak menjadi bagian dari partisipan
kolaborasi, maka identifikasi potensi wilayah manca negara dalam
menghasilkan suatu komoditas pertanian serta kebutuhan (demand)
wilayah manca negara akan ekspor suatu komoditas pertanian ditangani
secara khusus.
f. Identifikasi metode distribusi terbaik
Yang dilakukan pada aktivitas ini adalah menentukan metode distribusi
terbaik untuk mendistribusikan suatu jenis komoditas dari provinsi
produsen ke provinsi lain yang membutuhkan. Faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap pemilihan metode distribusi antara lain alternatif
metode distribusi yang mungkin, umur kesegaran hasil komoditas, dan
lainnya.
g. Menentukan target produksi
Dari empat aktivitas sebelumnya, maka akan ditentukan besaran jumlah
produksi suatu komoditas pertanian yang harus dihasilkan oleh suatu
provinsi. Dari besaran yang telah ditentukan tersebut, harus ditentukan
pula berapa bagian untuk konsumsi internal provinsi tersebut, berapa
bagian yang harus didistribusikan ke provinsi lain, provinsi yang
menerima tersebut terdiri dari provinsi apa saja dan berapa bagian dari
masing-masing provinsi penerima, serta berapa bagian yang akan diekspor
ke manca negara.
Tahap Operation : Pengadaan
h. Distribusi bibit dan pupuk
Yang dilakukan pada oleh pemerintah pusat pada aktivitas ini adalah
mendistribusikan bibit dan pupuk ke seluruh provinsi di Indonesia dengan
jumlah dan waktu berdasarkan target produksi tiap provinsi yang telah
ditetapkan pada aktivitas penentuan target produksi.
45
Tahap Operation : Produksi
i. Produksi
Yaitu aktivitas produksi atau budi daya pertanian. Di dalam model yang
akan dibangun, aktivitas produksi hanya menjadi bagian dari proses supply
chain, tidak dibahas secara mendetail.
Tahap Operation : Distribusi
j. Distribusi
Yang dilakukan pada aktivitas ini adalah mendistribusikan hasil produksi
komoditas pertanian yang telah dihasilkan sesuai dengan besaran dan
wilayah tujuan yang telah ditetapkan pada aktivitas penentuan target
produksi.
Pada tahap operation akan terbentuk suatu siklus yang selalu berulang setiap
tahun. Artinya, di akhir suatu periode tahunan akan dilakukan lagi aktivitas
identifikasi potensi wilayah, perkiraan demand, dan lainnya untuk
pelaksanaan produksi di periode tahun berikutnya.
Aktivitas-aktivitas yang tercakup pada model yang akan dibangun ditunjukkan
pada gambar III.7.
Membuat visi, misi, dan tujuan
Membentuk kerjasama
Identifikasi potensi wilayah
Memperkirakan demand wilayah
Identifikasi potensi impor dan kebutuhan ekspor
Identifikasi metode distribusi
terbaik
Menentukan target
produksi
Distribusi bibit dan pupuk
Produksi
Distribusi
Gambar III.7 Aktivitas Supply Chain Pertanian Indonesia
46
Aktivitas yang telah didefinisikan di atas merupakan salah satu dari entitas
arsitektur data di EAP tentang enterprise pertanian di Indonesia, yaitu entitas
kegiatan.
3. Dimensi Komponensial
Elemen pada dimensi komponensial yang terlibat pada model ini adalah :
a. Sumber Daya Informasi (Information Resources)
Seperti yang disebutkan pada bab 2.3.2, informasi merupakan basis dalam
pembuatan keputusan di empat area yang lain (produksi, inventori, lokasi,
dan transportasi). Informasi merupakan hal yang menghubungkan semua
aktivitas dan operasi di supply chain. Ketika hubungan tersebut kuat (data
yang akurat, tepat waktu, dan lengkap), maka pembuat keputusan dapat
menghasilkan keputusan yang baik untuk operasinya dan cenderung
membawa keuntungan terhadap semua proses supply chain secara
keseluruhan.
Dalam model yang akan dibangun, informasi ditujukan untuk mendukung
aktivitas-aktivitas perencanaan pada tahap operation, karena dengan
dukungan informasi, aktivitas perencanaan diharapkan akan menjadi lebih
baik. Dengan perencanaan yang lebih baik, aktivitas-aktivitas berikutnya
diharapkan akan menjadi lebih baik pula.
Informasi yang dibutuhkan dalam model yang akan dibangun untuk
mendukung aktivitas-aktivitas perencanaan antara lain:
1. Informasi wilayah secara umum
Informasi ini digunakan sebagai salah satu parameter untuk
menghitung potensi wilayah dalam memproduksi suatu komoditas
pertanian. Yang termasuk ke dalam informasi wilayah secara umum
adalah:
47
a. Luas wilayah
b. Iklim wilayah (termasuk curah hujan, kelembaban, dan faktor-
faktor lain yang mempengaruhi kemampuan produksi suatu
komoditas pertanian.
c. Luas wilayah yang sudah digunakan untuk pertanian
d. Luas wilayah yang berpotensi untuk digunakan sebagai lahan atau
area pertanian
e. Jumlah petani
2. Informasi tentang karakteristik suatu komoditas
Informasi ini digunakan sebagai salah satu parameter untuk
menghitung potensi wilayah dalam memproduksi suatu komoditas
pertanian yang pada akhirnya berpengaruh terhadap penetapan target
produksi suatu komoditas di suatu wilayah. Yang termasuk ke dalam
informasi karakteristik suatu komoditas adalah:
a. Masa panen dalam setahun
b. Iklim yang cocok
c. Masa penyimpanan maksimal
d. Sarana transportasi yang dapat digunakan untuk mengangkut hasil
komoditas
e. Jenis-jenis produk yang dapat dihasilkan dari komoditas beserta
harga rata-rata dari masing-masing produk tersebut
f. Harga standar dari produk utama komoditas tersebut yang
ditetapkan oleh regulator (pemerintah pusat).
3. Informasi potensi wilayah terhadap suatu komoditas
Informasi ini digunakan sebagai salah satu parameter untuk
menghitung potensi wilayah dalam memproduksi suatu komoditas
pertanian yang pada akhirnya berpengaruh terhadap penetapan target
48
produksi suatu komoditas di suatu wilayah. Yang termasuk ke dalam
informasi wilayah secara umum adalah:
a. Luas tanah sudah digunakan untuk produksi komoditas tertentu di
suatu wilayah
b. Jumlah produksi komoditas dari tahun ke tahun (data historis) di
wilayah tersebut
c. Jumlah petani yang memproduksi komoditas tertentu di suatu
wilayah
4. Informasi demand wilayah terhadap suatu komoditas
Informasi ini digunakan sebagai parameter untuk memperkirakan
(forecast) demand dari suatu komoditas pertanian di suatu wilayah
yang pada akhirnya berpengaruh terhadap penetapan target produksi
suatu komoditas di suatu wilayah. Yang termasuk ke dalam kelompok
informasi ini adalah:
a. Jumlah penduduk di suatu wilayah yang dilengkapi dengan sebaran
umur, jenis kelamin, tingkat pendapatan, dan tingkat pendidikan
b. Jumlah produksi dari komoditas yang terserap di pasar dari tahun
ke tahun (data historis)
5. Informasi distribusi antar wilayah
Informasi ini digunakan sebagai parameter untuk menentukan jalur
distribusi terbaik untuk menyalurkan komoditas pertanian ke wilayah-
wilayah yang membutuhkan. Yang termasuk ke dalam kelompok
informasi ini adalah:
a. Metode-metode distribusi yang dapat digunakan dari suatu wilayah
ke wilayah yang lain (n ke n).
b. Biaya distribusi dari masing-masing metode
c. Lama waktu distribusi dari masing-masing metode
49
6. Informasi kuantitas hasil produksi
Yaitu informasi jumlah atau kuantitas hasil komoditas yang telah
diproduksi pada suatu waktu (per tiga bulan atau per bulan). Dengan
adanya informasi ini diharapkan dapat menjadi koreksi atas perkiraan
potensi wilayah atas suatu komoditas pertanian.
7. Informasi kuantitas hasil produksi terserap
Yaitu informasi jumlah produksi dari komoditas di tahun ini yang
sudah terserap oleh konsumen akhir yang selalu dipantau per periode
waktu tertentu (misalnya per bulan atau per tiga bulan). Dengan
adanya informasi ini diharapkan dapat menjadi koreksi atas perkiraan
(forecast) demand atas suatu komoditas pertanian di suatu wilayah
yang telah ditetapkan sebelumnya.
8. Informasi supply demand dari manca negara
Informasi ini digunakan sebagai parameter untuk menentukan
kebijakan ekspor dan impor komoditas pertanian yang pada akhirnya
menjadi salah satu faktor yang menentukan target produksi suatu
komoditas di suatu wilayah. Yang termasuk ke dalam kelompok
informasi ini adalah:
a. Informasi penawaran kerjasama impor suatu komoditas pertanian
dari manca negara.
b. Informasi permintaan kerjasama ekspor suatu komoditas pertanian
ke manca negara.
Beberapa informasi (seperti informasi harga) tidak menjadi bagian dalam
perhitungan potensi, perkiraan demand, atau perhitungan target produksi,
melainkan hanya sebagai informasi bagi petani dan masyarakat umum.
Dengan mengetahui harga pasar dan harga standar dari komoditas yang
mereka hasilkan, diharapkan dapat meningkatkan daya jual petani.
50
Gambar III.8 menunjukkan hubungan antar informasi yang dibutuhkan dan
peran dari informasi tersebut.
Informasi Wilayah secara
Umum
Informasi Tentang Karakteristik suatu
Komodtias
Informasi Potensi Wilayah terhadap suatu Komoditas
Informasi DemandWilayah terhadap suatu Komoditas
Informasi Distribusi Antar Wilayah
Informasi Kuantitas Hasil
Produksi
Informasi Supply Demand Manca Negara
Identifikasi Potensi Wilayah
Menentukan Target Produksi
Memperkirakan DemandWilayah
Identifikasi Metode
Distribusi Terbaik
koreksi
Informasi Kuantitas Hasil
Produksi Terserap
koreksi
Identifikasi Potensi Impor dan Kebutuhan Ekspor
Gambar III.8 Hubungan antara Peran yang Diharapkan dengan Informasi yang
Dibutuhkan
Informasi yang dibutuhkan yang telah didefinisikan di atas merupakan
salah satu dari entitas arsitektur data di EAP tentang enterprise pertanian
di Indonesia.
b. Sistem Informasi Berbasis Komputer
Sistem informasi berbasis komputer berperan sebagai enabler dalam
aktivitas-aktivitas yang akan digambarkan dalam model. Sistem informasi
supply demand komoditas pertanian Indonesia terdiri atas empat sub
sistem yaitu:
1. Sub Sistem Pengumpul Data
Sub sistem ini harus dapat mengumpulkan data dengan efektif dan
efisien dari berbagai sumber yang memiliki perhatian atau
51
berkepentingan terhadap supply chain pertanian di Indonesia. Sistem
ini harus dapat menampung segala jenis informasi yang dibutuhkan
untuk perkiraan demand dan penetapan target produksi atas suatu
komoditas pertanian di suatu wilayah.
Dari delapan kelompok informasi yang sudah diidentifikasi, berikut
adalah kelompok informasi yang harus dikelola pada sub sistem ini:
a. Informasi wilayah secara umum
b. Informasi tentang suatu komoditas
c. Informasi potensi wilayah terhadap suatu komoditas
d. Informasi demand wilayah terhadap suatu komoditas
e. Informasi distribusi antar wilayah
f. Informasi supply demand dari manca negara
Owner atau pemilik dari sub sistem pengumpul data ini adalah
pemerintah pusat dan pengelola sistem ini adalah pemerintah pusat dan
seluruh pemerintah provinsi.
Sub sistem pengumpul data ini selain digunakan oleh pemerintah pusat
dan pemerintah provinsi yang bertanggungjawab untuk memasukkan
data primer, harus dapat pula digunakan oleh masyarakat luas dengan
memanfaatkan segala jenis media yang biasa digunakan, misalnya via
SMS, web (internet), ataupun laporan manual ke lembaga yang
ditunjuk di suatu wilayah sebagai data sekunder atau data
pembanding.
Informasi yang diperoleh di sub sistem ini menjadi masukan untuk sub
sistem pendukung pembuatan keputusan dan portal informasi pasar.
2. Sub Sistem Pendukung Pembuatan Keputusan
Sub sistem pendukung pembuatan keputusan dibutuhkan untuk
aktivitas-aktivitas perencanaan, yaitu identifikasi potensi wilayah,
52
memperkirakan demand wilayah, identifikasi metode distribusi terbaik,
identifikasi potensi impor dan kebutuhan ekspor, serta menentukan
target produksi. Dengan adanya sub sistem ini diharapkan dapat
membantu pihak regulator dalam melakukan penentuan target produksi
di suatu wilayah dan wilayah yang harus di-supply oleh wilayah
tertentu (termasuk besarannya) untuk suatu komoditas tertentu.
Sub sistem pendukung pembuatan keputusan ini akan mendapatkan
input dari sub sistem pengumpul data untuk membantu dalam
memperkirakan demand komoditas dan menetapkan target produksi di
suatu wilayah. Selain itu, sistem ini juga akan mendapatkan input dari
sub sistem pelaporan hasil produksi dan konsumsi hasil produksi
sebagai koreksi atas potensi wilayah dan koreksi atas perkiraan
demand wilayah.
Owner atau pemilik dari sub sistem ini adalah pemerintah pusat,
karena pemerintah pusat-lah yang berperan sebagai pembuat keputusan
tentang target produksi suatu komoditas di suatu wilayah bekerjasama
dengan pemerintah provinsi di wilayah tersebut.
3. Sub Sistem Realisasi Produksi dan Konsumsi
Sub sistem ini digunakan oleh setiap provinsi di Indonesia untuk
memberikan laporan tentang jumlah produksi komoditas pertanian
yang telah dihasilkan serta laporan jumlah hasil produksi komoditas
pertanian yang telah dikonsumsi atau dibeli oleh konsumen akhir
sampai saat pelaporan dilakukan. Pelaporan harus dilakukan setiap
bulan sehingga dapat dilihat trend produksi dan konsumsi suatu
komoditas di suatu wilayah dan dapat dilihat untuk rekapitulasi seluruh
Indonesia. Dengan adanya sistem pelaporan produksi dan konsumsi
yang terintegrasi dengan sub sistem pendukung pembuatan keputusan,
maka dapat diprediksi error yang terjadi antara target produksi dengan
realisasi produksi, dan error yang terjadi antara perkiraan demand
dengan daya konsumsi yang sebenarnya. Prediksi error tersebut
53
berguna untuk koreksi atas target produksi suatu komoditas di suatu
wilayah.
Owner atau pemilik dari sub sistem ini adalah pemerintah pusat,
sedangkan pengelolanya adalah masing-masing pemerintah provinsi di
Indonesia. Setiap pemerintah provinsi bertanggungjawab dalam meng-
update laporan hasil produksi suatu komoditas yang dihasilkan oleh
provinsinya dan laporan konsumsi komoditas yang sama setiap
bulannya.
Seperti halnya sub sistem pengumpul data, sub sistem ini juga harus
melibatkan masyarakat umum atau lembaga terkait untuk memberikan
laporan produksi dan konsumsi suatu komoditas sebagai data
pembanding atas data primer yang diinputkan oleh operator di
pemerintah provinsi.
4. Portal Informasi Pasar
Sub sistem ini merupakan suatu portal informasi supply demand
komoditas pertanian, termasuk di dalamnya harga produk suatu
komoditas, bagi pihak-pihak yang membutuhkan. Selain itu, di dalam
portal informasi pasar ini juga terdapat berita-berita dan artikel-artikel
yang terkait pertanian dan forum diskusi. Dengan adanya portal
informasi ini diharapkan fungsi kontrol selain dilakukan oleh regulator,
juga dapat dilakukan oleh masyarakat umum. Fungsi lain dari portal
informasi ini adalah adanya sharing knowledge antar pengguna sistem
serta sebagai salah satu media bagi pemerintah dalam menyebarkan
informasi yang berguna tentang pertanian di Indonesia.
Portal informasi pasar ini akan mendapatkan input dari sub sistem
pengumpul data dan sub sistem realisasi produksi dan konsumsi.
Owner atau pemilik dari sub sistem ini adalah pemerintah pusat,
sedangkan pengelolanya adalah masing-masing pemerintah provinsi di
Indonesia. Adapun penggunanya selain owner dan pengelola adalah
54
masyarakat umum yang memiliki perhatian atau berkepentingan
terhadap supply demand pertanian di Indonesia. Setiap orang dapat
berdiskusi dan menuliskan ide dan pendapatnya tentang supply
demand pertanian di Indonesia baik dalam forum maupun dalam
bentuk artikel.
Keempat sub sistem tersebut harus saling terintegrasi seperti ditunjukkan
pada gambar III.9 .
Sub Sistem Pengumpul Data
Sub Sistem Pendukung Pembuatan Keputusan
Sub Sistem Realisasi Produksi dan Konsumsi
Target Produksi
KoreksiRencana
Portal Informasi Pasar
Gambar III.9 Hubungan Antar Sistem Informasi
Hubungan antara sistem informasi dengan informasi yang dibutuhkan
ditunjukkan pada gambar III.10.
Sub Sistem Pengumpul Data
Sub Sistem Pendukung Pembuatan Keputusan
Sub Sistem Realisasi Produksi dan Konsumsi
Portal Informasi Pasar
Informasi Wilayah secara
Umum
Informasi Tentang Karakteristik suatu
Komodtias
Informasi Potensi Wilayah terhadap suatu Komoditas
Informasi DemandWilayah terhadap suatu Komoditas
Informasi Distribusi
Antar Wilayah
Informasi Kuantitas Hasil
Produksi
Informasi Supply Demand Manca Negara
Informasi Kuantitas Hasil
Produksi Terserap
Berita dan Artikel
Gambar III.10 Hubungan antara Sistem Informasi dengan Informasi yang
Dibutuhkan
55
Sedangkan hubungan antara sistem informasi dengan aktivitas-aktivitas
perencanaan ditunjukkan pada gambar III.11.
Sub Sistem Pengumpul Data
Sub Sistem Pendukung Pembuatan Keputusan
Sub Sistem Realisasi Produksi dan Konsumsi
Portal Informasi Pasar
Identifikasi Potensi Wilayah
Menentukan Target
Produksi
Memperkirakan DemandWilayah
Identifikasi Metode
Distribusi Terbaik
Identifikasi Potensi Impor dan Kebutuhan Ekspor
supply data
supply data
Gambar III.11 Hubungan antara Sistem Informasi dengan Aktivitas Perencanaan
Sistem informasi yang telah didefinisikan di atas merupakan salah satu
dari entitas arsitektur aplikasi di EAP tentang enterprise pertanian di
Indonesia. Adapun penjelasan tentang keempat sub sistem yang tercakup
di dalam sistem informasi supply demand komoditas pertanian Indonesia
dapat dilihat pada lampiran B.
c. Sumber Daya Manusia
Salah satu elemen yang harus diperhatikan pada dimensi komponensial
adalah elemen sumber daya manusia (SDM). SDM yang terlibat dalam
model ini adalah:
1. Operator dari pemerintah pusat sebagai regulator
Merupakan SDM di bawah koordinasi pemerintah pusat yang
bertanggungjawab untuk mengelola:
a. Informasi tentang karakteristik suatu komoditas.
56
b. Informasi supply demand dari manca negara.
c. Informasi distribusi antar wilayah, berkoordinasi dengan
pemerintah provinsi yang terkait.
Selain informasi tersebut, pemerintah pusat juga memiliki peran dalam
sharing knowledge yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas supply
chain komoditas pertanian di Indonesia.
Dari identifikasi tanggung jawab informasi di atas, dapat disimpulkan
bahwa operator pemerintah pusat bertanggungjawab untuk mengelola
sub sistem sebagai berikut:
a. Sub sistem pengumpul data
b. Portal informasi pasar
Selain kedua sub sistem tersebut, operator pemerintah pusat juga
menggunakan sub sistem pendukung pembuatan keputusan sebagai
sistem yang dapat membantu dalam aktivitas perencanaan kolaborasi
supply demand komoditas pertanian Indonesia.
2. Operator dari pemerintah provinsi
Merupakan SDM di bawah koordinasi pemerintah provinsi yang
bertanggungjawab untuk mengelola:
a. Informasi wilayahnya secara umum
b. Informasi potensi wilayah terhadap suatu komoditas
c. Informasi demand wilayah terhadap suatu komoditas
d. Informasi kuantitas hasil produksi
e. Informasi kuantitas hasil produksi yang terserap atau telah
dikonsumsi
f. Informasi distribusi antar wilayah, berkoordinasi dengan
pemerintah pusat
57
Selain sejumlah informasi tersebut, masyarakat umum juga memiliki
peran dalam sharing knowledge yang bertujuan untuk meningkatkan
kualitas supply chain komoditas pertanian di Indonesia.
Dari identifikasi tanggung jawab informasi di atas, dapat disimpulkan
bahwa operator pemerintah provinsi bertanggungjawab untuk
mengelola sub sistem sebagai berikut:
a. Sub sistem pengumpul data
b. Sub sistem realisasi produksi dan konsumsi
c. Portal informasi pasar
Selain ketiga sub sistem tersebut, operator pemerintah pusat juga
enggunakan sub sistem pendukung pembuatan keputusan sebagai
sistem yang dapat membantu dalam aktivitas perencanaan kolaborasi
supply demand komoditas pertanian Indonesia.
Hubungan antara SDM dengan informasi yang dibutuhkan ditunjukkan
pada gambar III.12 dan hubungan antara SDM dengan sistem informasi
ditunjukkan pada gambar III.13.
Informasi Wilayah secara
Umum
Informasi Tentang Karakteristik suatu
Komodtias
Informasi Potensi Wilayah terhadap suatu Komoditas
Informasi DemandWilayah terhadap suatu Komoditas
Informasi Distribusi Antar
Wilayah
Informasi Kuantitas
Hasil Produksi
Informasi Supply Demand Manca Negara
Informasi Kuantitas Hasil
Produksi Terserap
Operator Pemerintah Pusat
Operator Pemerintah Provinsi
Sharing Knowlegde
Gambar III.12 Hubungan antara SDM dengan Informasi yang Dibutuhkan
58
Sub Sistem Pengumpul Data
Sub Sistem Pendukung Pembuatan Keputusan
Sub Sistem Realisasi Produksi dan Konsumsi
Portal Informasi Pasar
Operator Pemerintah Pusat
Operator Pemerintah Provinsi
Gambar III.13 Hubungan antara SDM dengan Sistem Informasi yang Digunakan
SDM yang telah didefinisikan di atas merupakan salah satu dari entitas
arsitektur data di EAP tentang enterprise pertanian di Indonesia, yaitu
entitas orang.
d. Hardware atau perangkat keras
Perangkat keras tidak menjadi bagian dari model karena hanya sudah
menjadi bagian dari sistem informasi yang telah disebutkan.
4. Dimensi Tingkah Laku
Elemen yang terlibat pada dimensi ini adalah dimensi kontrak dan persetujuan
kerjasama (termasuk batasan dan kondisi). Elemen budaya dan tingkah laku
tidak menjadi pembahasan pada penelitian ini.
III.6.2.2 Exogenous Interactions
Terdapat empat buah dimensi untuk dapat menggambarkan interaksi enterprise
pertanian Indonesia dengan lingkungan sekitarnya, yaitu:
1. Dimensi Market
Partisipan yang terlibat pada dimensi ini adalah wilayah di luar lingkungan
kolaborasi, atau dalam hal ini manca negara sebagai sumber impor dan atau
target ekspor.
Interaksi yang terjadi dengan pihak luar negeri itu antara lain:
59
a. Identifikasi potensi impor
b. Membuat perkiraan (forecasting) kebutuhan (demand) ekspor
Interaksi-interaksi tersebut dilakukan oleh partisipan pemerintah pusat. Dalam
model ini, partisipan luar negeri dapat diwakilkan oleh partisipan pemerintah
pusat.
Seperti halnya partisipan pada dimensi struktural, elemen pada dimensi market
ini juga merupakan salah satu dari entitas arsitektur data di EAP tentang
enterprise pertanian di Indonesia, yaitu entitas tempat atau konsep.
2. Dimensi Dukungan
Model yang dibuat tidak melibatkan dimensi dukungan (support) sebagai
batasan dari penelitian ini.
3. Dimensi Masyarakat
Partisipan yang terlibat pada dimensi ini adalah masyarakat umum dan
organisasi masyarakat yang memiliki perhatian atau kepentingan terhadap
kondisi supply demand pertanian di Indonesia. Organisasi masyarakat yang
mungkin berada pada dimensi ini antara lain: Koperasi Unit Desa (KUD),
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di bidang pertanian, karang taruna,
kelompok tani, gabungan kelompok tani, kelompok pedagang pasar, dan
yayasan lembaga konsumen.
Organisasi masyarakat dapat memberikan sejumlah informasi antara lain:
a. Informasi potensi wilayah terhadap suatu komoditas
b. Informasi demand wilayah terhadap suatu komoditas
c. Informasi kuantitas hasil produksi
d. Informasi kuantitas hasil produksi yang terserap atau telah dikonsumsi
Selain sejumlah informasi tersebut, masyarakat umum dan organisasi
masyarakat juga memiliki peran dalam sharing knowledge yang bertujuan
untuk meningkatkan kualitas supply chain komoditas pertanian di Indonesia.
60
Dengan adanya tambahan partisipan masyarakat umum dan organisasi
masyarakat, maka hubungan antara SDM dengan informasi yang dibutuhkan
di gambar III.12 menjadi seperti yang ditunjukkan pada gambar III.14.
Informasi Wilayah secara
Umum
Informasi Tentang Karakteristik suatu
Komodtias
Informasi Potensi Wilayah terhadap suatu Komoditas
Informasi DemandWilayah terhadap suatu Komoditas
Informasi Distribusi Antar
Wilayah
Informasi Kuantitas
Hasil Produksi
Informasi Supply Demand Manca Negara
Informasi Kuantitas Hasil
Produksi Terserap
Operator Pemerintah Pusat
Operator Pemerintah Provinsi
Masyarakat Umum
Organisasi Masyarakat
Sharing Knowlegde
Gambar III.14 Hubungan antara SDM Internal dan Eksternal dengan Informasi
yang Dibutuhkan
Selain itu, dengan adanya tambahan partisipan masyarakat umum dan
organisasi masyarakat, maka hubungan antara SDM dengan sistem informasi
supply demand komoditas pertanian Indonesia pada gambar III.13 menjadi
seperti yang ditunjukkan pada gambar III.15.
Sub Sistem Pengumpul Data
Sub Sistem Pendukung Pembuatan Keputusan
Sub Sistem Realisasi Produksi dan Konsumsi
Portal Informasi Pasar
Operator Pemerintah Pusat Operator Pemerintah Provinsi
Masyarakat Umum
Organisasi Masyarakat
Gambar III.15 Hubungan antara SDM Internal dan Eksternal dengan Sistem
Informasi yang Digunakan
61
62
Seperti halnya dimensi SDM, elemen pada dimensi masyarakat juga
merupakan salah satu dari entitas arsitektur data di EAP tentang enterprise
pertanian di Indonesia, yaitu entitas orang.
4. Dimensi Konstitusi
Model yang dibuat tidak melibatkan dimensi konstitusi sebagai batasan dari
penelitian ini.
III.6.3 Perspektif Level Abstraksi
Level abstraski yang akan dibuat adalah level spesifik, karena model yang dibuat
adalah model spesifik untuk kolaborasi supply demand di domain yang spesifik
yaitu pertanian. Selain itu, model yang dibuat tidak menggambarkan rencana
implementasi dari seluruh atau sebagian dari aktivitas supply demand pertanian.
Pada bab selanjutnya, perspektif level abstraksi ini tidak akan dibawa lagi menjadi
pembahasan karena sudah ditetapkan bahwa level abstraksi yang akan digunakan
adalah level spesifik.
III.7 Arsitektur Teknologi
Arsitektur terakhir dari layer ketiga EAP adalah arsitektur teknologi. Arsitektur
teknologi bukanlah analisis detail kebutuhan atau rancangan jaringan dan
perangkat lunak enteprise, akan tetapi teknologi apa yang dapat mendukung bisnis
di dalam lingkungan yang berbagi informasi. Di dalam arsitektur teknologi ini
akan mencerminkan bagaimana platform dari teknologi yang akan mendukung
model supply demand komoditas pertanian di Indonesia.
Arsitektur teknologi dari model supply demand komoditas pertanian di Indonesia
dapat dilihat pada lampiran C.