bab iii identifikasi data a. ruwatan potong rambut gimbal ... · versi kedua menceritakan bahwa...
TRANSCRIPT
29
BAB III
IDENTIFIKASI DATA
A. Ruwatan Potong Rambut Gimbal di Dieng
Bagi masyarakat Indonesia, ritual budaya merupakan salah satu warisan
leluhur yang masih dilakukan hingga saat ini. Ritual budaya tersebut mempunyai
cara, maksud dan tujuan yang berbeda-beda antara kelompok masyarakat yang
satu dengan masyarakat yang lainnya dalam pelaksanaannya. Hal ini disebabkan
oleh adanya perbedaan lingkungan tempat tinggal, adat serta tradisi yang
diwariskan secara turun temurun. Ruwatan potong rambut gimbal adalah salah
satu ritual budaya yang masih dijaga dan dilestarikan oleh masyarakat Dieng,
Kabupaten Wonosobo.
Gambar 7. Penonton menyaksikan prosesi ruwatan
1. Ruwatan Potong Rambut Gimbal
Dieng berasal dari bahasa kawi, “Di” memiliki arti tempat atau gunung dan
“hyang” yang berarti dewa, sehingga Dieng dapat diartikan sebagai tempat
tinggi yang menjadi persemayaman para dewa. Di wilayah ini terjadi
fenomena unik yaitu rambut gimbal yang tumbuh di kalangan anak-anak
Wonosobo atau Dieng yang muncul bukan dari bawaan lahir atau sejak lahir.
30
Rambut gimbal ini muncul kurang lebih ketika anak tersebut beranjak dua
tahun. Kemunculan tumbuh rambut gimbal datang secara tiba-tiba yakni
ditandai dengan sakit panas dan esok harinya tiba-tiba rambutnya telah
melekat satu dengan lainnya atau menjadi gimbal. Meskipun telah dikeramas,
rambut yang telah gimbal tersebut tidak kembali seperti semula dan harus
dilakukan upacara ruwatan agar rambut mereka tumbuh normal kembali.
Anak-anak rambut gimbal ini memiliki jenis rambut gimbal yang beraneka
ragam yaitu:
a. Gimbal Pari, rambut gimbal yang tumbuh memanjang membentuk
ikatan kecil-kecil menyerupai bentuk padi.
b. Gimbal Jatha, rambut gimbal yang memiliki sekumpulan rambut
gimbal yang besar besar tetapi tidak lekat menjadi satu.
c. Gimbal Wedhus, merupakan rambut gimbal yang menyerupai bulu
domba.
Fenomena rambut gimbal itu menurut kepercayaan masyarakat setempat
berhubungan dengan asal-usul terbentuknya Kabupaten Wonosobo yang salah
satu bagian wilayahnya berupa Dataran Tinggi Dieng. Pada zaman dahulu
dipercaya ada seorang sesepuh yang bernama Kyai Kolodete yang telah
berhasil membuka dan membangun kawasan Wonosobo untuk pertama
kalinya. Kyai Kolodete adalah seorang tumenggung dari kerajaan Medang
Kamuliang, yaitu kerajaan yang berdiri sebelum kerajaan Majapahit dan
sesudah kerajaan Kediri. Kyai Kolodete dipercaya memiliki kekuatan spiritual.
Beliau dipercaya oleh Ratu Laut Selatan untuk menjaga Dataran Tinggi Dieng.
Salah satu ciri khas dari Kyai Kolodete ini adalah rambutnya yang gimbal atau
31
dalam istilah lokal disebut gimbal atau masyarakat sekitar lebih sering
menyebutnya gimbal.
Ada beberapa versi tentang asal-usul munculnya anak-anak rambut
gimbal di Dieng. Versi yang pertama ialah zaman dahulu kala rambut gimbal
dipercaya sebagai titipan Kyai Kolodete. Kyai Kolodete merupakan salah satu
tokoh yang membuka atau babad alas Wonosobo dan Kyai Kolodete juga
berambut gimbal. Konon Kyai Kolodete sangat menyukai dan menyayangi
anak-anak kecil, beliau pun menitipkan rambut gimbal beliau kepada anak-
anak di Wonosobo. Kyai Kolodete berpesan bahwa anak-anak yang memiliki
rambut gimbal merupakan keturunannya dan pesan beliau untuk tidak menyia-
siakan mereka karena anak ini sangatlah istimewa.
Versi kedua menceritakan bahwa Kyai Kolodete merupakan seorang
pejuang yang memiliki rambut gimbal. Konon rambut gimbal yang dimiliki
Kyai Kolodete sangatlah panjang hingga sampai telapak kaki. Rambut gimbal
beliau dianggap mengganggu saat perang tiba sehingga dititipkan kepada
anak-anak yang disayanginya. Kyai Kolodete telah mewariskan atau
menitipkan rambut gimbal beliau kepada anak cucunya yang berada di
Dataran Tinggi Dieng. Roh Kyai Kolodete kemudian menjadi penguasa di
daerah pegunungan Dieng.
Versi lain yang tak berkaitan dengan Kyai Kolodete adalah rambut
gimbal merupakan kutukan dari Raja Kidang Garungan yang merasa ditipu
oleh Putri Shinta Dewi. Versi ini berkaitan dengan legenda terjadinya kawah
Sikidang. Raja Kidang Garungan ingin meminang Putri Shinta Dewi yang
cantik jelita. Namun Sang Putri tidak ingin menerima lamaran raja tersebut
32
karena Raja Kidang Garungan tak berkepala manusia melainkan berkepala
kijang. Untuk menolaknya, Putri Shinta Dewi mengajukan syarat agar
dibuatkan sumur untuk wilayah kekuasaannya yang tengah dilanda kekeringan
dalam satu hari. Persyaratan tersebut disetujui oleh sang Raja. Putri Shinta
Dewi yang tak mau mengakui kesaktian raja tersebut dan harus menikahinya
jika persyaratannnya terpenuhi, ia pun mengubur hidup-hidup saat Raja
Kidang Garungan menggali sumur. Raja tak terima ditipu begitu saja, ia
mengutuk seluruh keturunan Putri Shinta Dewi akan berambut gimbal.
Dalam kesehariannya, anak-anak yang berambut gimbal di Dataran
Tinggi Dieng tidaklah berperilaku berbeda dari anak-anak lainnya yang
berambut normal, hanya saja mereka terkadang terlihat lebih aktif dan kuat.
Perkelahian antara sesama anak berambut gimbal pun sering terjadi, misalnya
dalam perebutan mainan. Jika ditanya mengenai perasaan mereka memiliki
rambut yang berbeda dari kebanyakan orang pada umumnya, mereka
menganggap hal itu biasa saja. Hal itu disebabkan karena mereka masih
kanak-kanak sehingga belum mengerti dan belum memikirkan masalah
penampilan.
Kepercayaan masyarakat Dieng bahwa anak berambut gimbal merupakan
titisan Kyai Kolodete membuat mereka memberikan perlakuan yang berbeda
terhadap anak-anak gimbal. Mereka menganggap bahwa kedudukan anak
gimbal lebih tinggi dari anak sebayanya yang lain karena anak gimbal
dipercaya dapat memberikan berkah bagi keluarga dan lingkungan di
sekitarnya. Bahkan, ada sebagian warga yang meyakini bahwa adanya anak
berambut gimbal dapat membuat hasil panen petani melimpah dan dagangan
33
para pedagang menjadi laku keras. Tak mengherankan jika setiap permintaan
dan ucapan dari si anak gimbal dinilai seperti ucapan leluhur yang harus selalu
dituruti. Jika tidak dituruti, petaka bisa menimpa keluarga, bahkan dampaknya
bisa meluas ke warga sekitarnya. Selain itu, anak gimbal juga dipercaya
memiliki kemampuan untuk melakukan kontak batin dengan makhluk halus.
Di satu sisi, anak gimbal memang dipercaya dapat memberikan berkah.
Namun, di sisi lain kehadiran anak gimbal juga menyebabkan keresahan
tersendiri bagi keluarganya sebab jika si anak gimbal tetap memiliki rambut
gimbal sampai mereka remaja, petaka akan datang dan mencelakai si anak
gimbal. Anak gimbal tersebut dapat berubah menjadi gila, atau bahkan
meninggal dunia. Namun sayangnya, prosesi pemotongan rambut gimbal ini
tidak dapat sertamerta dilaksanakan. Pemotongan rambut gimbal harus meru-
pakan keinginan pribadi dari si anak berambut gimbal. Jadi, meskipun pihak
keluarga mencoba memotong rambut gimbal anaknya berkali-kali tanpa ada
keinginan dari si anak, rambut gimbal si anak tersebut akan tetap tumbuh.
Bahkan hal itu dapat menyebabkan anak tersebut menjadi sakit. Hal itulah
yang menimbulkan kerisauan tersendiri bagi keluarga si anak gimbal.
2. Eksistensi Ruwatan Potong Rambut Gimbal di Dieng Saat Ini
Masyarakat Jawa memang tak lepas dari tradisi warisan leluhur, salah
satunya adalah tradisi ruwatan anak-anak Dieng yang berambut gimbal atau
gembel (sebutan untuk anak berambut gimbal oleh warga sekitar Dieng)
dengan penuh kasih sayang dan harus mengembalikan rambut yang dianggap
sebagai titipan dari leluhur Dieng. Tradisi ini tentu masih dijaga oleh warga
34
Dieng dengan mengadakan ruwatan bilamana sang anak gimbal tersebut
meminta untuk diruwat.
Upacara adat ini menjadi salah satu event tahunan dalam Dieng Culture
Festival. DCF merupakan sebuah gagasan dari pelaku wisata kawasan Dieng
yang tergabung dalam Kelompok Sadar Wisata Dieng Pandawa, acara tersebut
menggabungkan konsep budaya dengan wahana wisata alam. Diselenggarakan
pertama kali pada tahun 2010 atas kerjasama dari Equator Sinergi Indonesia,
Pokdarwis Dieng Pandawa dan Dieng Ecotourism. Sebelum adanya event
Dieng Culture Festival sudah ada acara serupa yakni Pekan Budaya Dieng
yang diadakan oleh masyarakat dan pemuda Dieng. Ketika memasuki tahun
ke-3 Pekan Budaya, bersamaan dengan berdirinya Kelompok Sadar Wisata
dan masyarakat merubah nama event tersebut menjadi Dieng Culture Festival.
POKDARWIS Dieng Pandawa adalah sebuah wadah komunitas atau
kelompok pemuda, pemudi, dan pelaku sadar wisata yang berasal dari
kawasan Dieng, termasuk di antaranya dari pelaku homestay, tour guide,
UKM, kerajinan, agrowisata, keamanan serta pemasaran. Adapun tujuan dari
POKDARWIS Dieng Pandawa yaitu mengenalkan pada masyarakat tentang
pentingnya sadar wisata dan juga sebagai bentuk dukungan pengembangan
pariwisata Dieng serta melestarikan peninggalan budaya leluhur yang ada di
sekitarnya.
3. Komponen Ritual Ruwatan Potong Rambut Gimbal
a. Peralatan yang Digunakan dalam Prosesi Ruwatan
Peralatan yang dipergunakan dalam prosesi ruwatan potong rambut gimbal
terdiri dari:
35
1) Dupa, dalam tradisi ruwatan dupa tidak boleh ketinggalan, dupa
digunakan untuk berdoa.
2) Gentong air, gayung, bunga (kembang setaman) yang dipergunakan
untuk memandikan peserta ruwatan.
3) Gunting digunakan untuk memotong rambut gimbal.
4) Mangkok berisi air dan bunga untuk tempat rambut yang sudah
dipotong.
5) Tujuh lembar kain putih yang melambangkan kesucian peserta ruwatan.
6) Dua puluh satu uang logam yang melambangkan rejeki bagi peserta
ruwatan.
7) Cincin emas sebagai lambang kekuatan dan keagungan.
8) Jajan pasar seperti jadah, jenang, bubur merah, bubur putih, wajik,
buah-buahan.
b. Pakaian yang Digunakan untuk Prosesi Ritual Ruwatan Potong Rambut
Gimbal
1) Kain Jarik
Kain Jarik yang dipakai biasanya adalah kain batik dengan motif
lereng, kain bermotif lereng ini melambangkan keagungan dan
kewibawaan, sehingga peserta yang mengikuti prosesi terlihat lebih
agung dan berwibawa.
2) Baju Atasan
Peserta pria memakai baju beskap hitam atau warna lain tetapi polos
tanpa motif dan blangkon. Peserta wanita memakai kain kebaya
36
dengan warna bebas. Warna-warna yang beragam ini melambangkan
keanekaragaman budaya dan suku bangsa.
3) Pakaian Putih
Pakaian warna putih ini dipilih sebagai lambang kesucian dan
kebersihan hati peserta ruwatan.
4. Makna Ruwatan Rambut Gimbal di Desa Dieng
Fenomena rambut gimbal sudah ada sejak dahulu kala dan secara turun
temurun tradisi ruwatan potong rambut gimbal masih dilakukan hingga
sekarang. Keadaan tersebut menandakan bahwa makna ruwatan potong
rambut gimbal masih dimengerti dan dipercayai oleh masyarakat Dieng.
Pemahaman masyarakat Dieng tentang makna simbolik ruwatan potong
rambut gimbal tersebut melalui sebuah proses komunikasi kultural dengan
memanfaatkan atau menggunakan media cerita.
Bagi masyarakat Dieng fenomena rambut gimbal sering menjadi bahan
cerita, terkadang menjadi obrolan yang menarik bagi mereka dengan
menggunakan bahasa asli mereka. Implikasi dari cerita dan obrolan tersebut
yang menjadikan masyarakat Dieng secara keseluruhan mengerti akan makna
simbolik ruwatan potong rambut gimbal.
Tidak hanya mengerti tentang makna di balik ruwatan itu saja tetapi juga
tata cara dan bagaimana harus menangani anak berambut gimbal harus mereka
pahami. Bagi mereka yang mempunyai anak yang berambut gimbal, tata cara
tersebut harus dipelajari. Dalam hal ini tata cara aturan mengenai rambut
gimbal dapat diperoleh dari tokoh- tokoh pemangku adat dan sesepuh Desa
lewat momen ngendong. Jadi ngendong bagi pemangku adat merupakan cara
37
untuk mengkomunikasikan makna simbolik ruwatan potong rambut gimbal,
juga merupakan media pembelajaran bagi mereka yang memiliki anak
berambut gimbal.
Pemaknaan masyarakat Dieng terhadap ritual potong rambut gimbal
tidak sertamerta dilakukan oleh masyarakat atau lembaga kultural setempat,
tapi melalui proses yang cukup panjang. Proses pemaknaan dan pola ini jelas
membutuhkan interaksi masyarakat dengan kultural lingkungannya. Karena
itu beberapa aspek atau faktor yang ada dalam kehidupan masyarakat Dieng
sangat berperan. Makna yang timbul dimasyarakat bisa berawal dan diawali
dari latar budaya yang mereka miliki.
Budaya ruwatan potong rambut gimbal yang hingga sekarang masih
dilakukan merupakan indikasi bahwa masyarakat Dieng yang masih
memegang teguh tradisi-tradisi nenek moyang mereka, meskipun seiring
dengan berkembangnya jaman proses dan tata caranya memengalami
pergeseran namun esensi dari ruwatan tersebut tetap sama. Di sisi lain, latar
agama masyarakat tidak bertentangan dengan ruwatan potong rambut gimbal.
Mayoritas agama di Dieng masih tergolong Islam kejawen, yang justru masih
kental dengan adat istiadat dan mitos-mitos serta kearifan lokal. Selain itu
tingkat pendidikan yang relatif rendah membentuk pola pikir masyarakat
cenderaung terpengaruh oleh kebudayaan yang ada.
Dari hasil interaksi beberapa elemen yang ada di masyarakat Dieng
tersebut terciptalah makna simbolik ruwatan potong rambut gimbal sehingga
disepakati untuk mengadakan kegiatan ritual, lewat upacara adat, setiap
38
pemotongan rambut Gimbal. Keadaan tersebut menjadikan sebuah kelompok
kultur masyarakat di Dieng.
Bagi masyarakat Dieng, upacara ruwatan ini memiliki makna yang
sangat sakral dalam kehidupan mereka. Ketenangan hati mereka akan tercapai
jika anak mereka yang memiliki rambut gimbal telah diruwat dan dipotong
rambut gimbalnya. Mereka sangat yakin dan percaya sekali bahwa setelah
anaknya yang berambut gimbal diruwat dan dipotong rambutnya yang gimbal
maka si anak tersebut akan terbebas dari apa yang dititipkan oleh Kyai
Kolodete.
3. Urutan Prosesi Ruwatan Rambut Gimbal
Sebelum anak gimbal memasuki masa remaja, rambut gimbal yang
dimilikinya harus dipotong guna menghindari petaka yang mungkin terjadi.
Namun, pemotongan rambut gimbal ini hanya bisa dilaksanakan apabila si
anak sendiri yang memintanya dan pelaksanaannya biasanya dilakukan
melalui sebuah upacara adat yang disebut ruwatan. Ruwatan, dalam
Ensiklopedia Nasional Indonesia (1990), berarti upacara untuk membebaskan
orang dari nasib buruk yang akan menimpa. Ruwatan ini biasanya dipimpin
oleh sesepuh desa atau orang yang dianggap memiliki ilmu magis yang
berasal dari desa tersebut. Upacara ruwatan rambut gimbal di Dieng itu
bertujuan untuk memohon kepada Tuhan agar malapetaka yang menimpa anak
berambut gimbal dihilangkan serta agar anak tersebut terbebas dari pengaruh
kesaktian roh Kyai Kolodete sehingga rambut gimbal si anak dapat berubah
kembali normal.
39
Gambar 8. Prosesi ruwatan
Sama seperti halnya upacara adat yang lain, ruwatan potong rambut
gimbal memiliki tahapan-tahapan tersendiri. Proses upacara ini dijabarkan
sebagai berikut:
a. Kirab
Anak-anak gimbal yang akan diruwat wajib di-kirab (melakukan pawai)
yang dimulai dari rumah pemangku adat di desa Dieng Kulon menuju ke
komplek candi pandawa (Arjuna) sejauh satu kilometer. Kirab dilakukan
dengan berjalan kaki bersama-sama rombongan orang yang membawa
sesaji tasyakuran. Sepanjang kirab itu berlangsung para penonton pun ikut
mengikuti sampai lokasi peruwatan.
b. Keramas
Sesampainya di pemberhentian pertama, anak-anak gimbal tersebut
lehernya dikalungi selendang (kain mori) putih oleh pemangku adat.
Kemudian anak-anak itu langsung dicuci rambutnya. Upacara pencucian
40
rambut dengan air sumur dan kembang tujuh rupa ini dipimpin oleh
pemangku adat. Sang pemangku adat memimpinnya dengan mantra-
mantra khusus dan doa agama islam yang dibawakan dengan bahasa Jawa.
c. Penyambutan di Panggung Hiburan
Setelah melewati tahap pencucian rambut, para anak gimbal dibawa ke
panggung hiburan yang letaknya tak jauh dari sendang sedayu. Anak
gimbal beserta ribuan penonton akan dihibur oleh pertunjukan kesenian
seperti Ampyak-Ampyak Pringgondhani, dan tarian-tarian tradisional khas
Dieng.
d. Pemotongan Rambut Gimbal
Setelah melewati tiga tahap sebelumnya akhirnya masuklah pada inti acara.
Pemotongan rambut anak gimbal dilakukan tepat di depan candi Arjuna.
Di depan candi telah berjajar berbagai sesaji dan barang yang diminta oleh
anak gimbal tersebut. Prosesi ini masih dipimpin oleh pemangku adat,
tetapi siapa saja boleh memotong rambut gimbal dari anak tersebut. Turis
asing sekalipun pernah memotong rambut gimbal dari salah seorang anak
yang diruwat.
e. Larung
Rambut gimbal yang sudah dipotong tadi kemudian dibungkus dengan
kain mori berwarna putih. Potongan rambut gimbal ini dilarung di Telaga
Warna. Tahapan yang terakhir kali ini merupakan sebuah pilihan.
Melarung atau menghanyutkan rambut gimbal ke sebuah telaga bukanlah
hal yang wajib untuk dilakukan. Masing-masing keluarga memiliki hak
untuk itu. Makna dari pelarungan tersebut adalah mengembalikan apa
41
yang telah diberikan oleh alam. Semua yang diberikan kemudian
dikembalikan.
4. Simbol Instrumen Ruwatan Potong Rambut Gimbal
a. Tumpeng Robyong
Tumpeng Robyong adalah tumpeng putih yang harus ada ketika ritual
ruwatan potong rambut gimbal, bentuknya sama seperti tumpeng pada
umumnya yaitu berbentuk kerucut, ditaruh di atas tampah yang ujung atas
tumpeng terdapat telur ayam utuh. Bawang merah utuh, cabai merah,
aneka buah seperti tomat, salak, dan apel semuanya ditusuk seperti sate
menggunakan bilah dari bambu yang tertancap melingkar di sekelilingnya.
Makna Tumpeng robyong menurut masyarakat Dieng adalah bahwa hidup
ini senantiasa dikelilingi berbagai sifat-sifat kehidupan siluman, agar lepas
dari gangguan itu harus dibuat sesaji agar terlepas dari cengkeraman
siluman dan kembali berkembang secara wajar.
b. Jajan Pasar
Jajan pasar adalah berbagai jenis makanan kecil yang biasa dijual di pasar-
pasar seperti jenang, onde-onde, dan apem. Makna dari jajan pasar adalah
diharapkan setelah diruwat bisa lebih dewasa tidak lagi seperti anak kecil,
tetapi dapat hidup mandiri dapat menjadi teladan.
c. Bakaran Menyan
Saat prosesi ruwatan tepatnya sebelum membaca doa menyan dibakar.
Asap pembakaran menyan tersebut bermaksud agar doa yang diminta bisa
sampai kepada Tuhan yang Maha Kuasa.
42
d. Larungan Rambut Gimbal
Larungan adalah pembuangan rambut gimbal ke sungai Serayu yang ada
di Dieng, sungai tersebut mengalir sampai laut selatan. Pelarungan
potongan rambut gimbal ke sungai menyimbolkan pengembalian bala
(kesialan) yang dibawa si anak kepada para dewa dan Nyi Roro Kidul.
B. Koloni sebagai Penerbit Buku Komik Tentang Upacara Ruwatan
Rambut Gimbal di Dieng
Koloni yang memiliki kepanjangan “Komik Lokal Indonesia” ini
merupakan salah satu penerbit komik lokal bagian dari PT Gramedia Utama yang
telah menerbitkan komik lokal sejak tahun 2003. Pada tahun 2007 penerbit ini
vakum tidak merilis komik lokal tanpa alasan tertentu, kemudian kembali aktif
merilis komik anak bangsa di tahun 2009. Koloni berlokasi di Gedung Kompas
Gramedia lantai 3 Jalan Palmerah Barat 29-37 Jakarta Pusat.
1. Ketentuan Publikasi
Koloni kembali membuka kesempatan kerjasama dengan pekomik lokal
melalui jalur penerbitan cetak dan digital. Untuk jalur penerbitan cetak, jenis
komik yang lebih besar kemungkinan untuk diterima adalah:
a. Komik Religi
b. Komik Edukasi
c. Komik Pengembangan Diri
d. Komik Curhat
e. Komik Perjalanan (Travelling)
43
Tak hanya komik yang berdasarkan kisah nyata, Koloni juga menerima
komik fiksi dan mencari jenis komik sebagai berikut:
a. Komedi
b. Slice of Life atau kehidupan sehari-hari
Setelah pemuatan naskah selesai, Koloni menyarankan naskah untuk
dikirimkan dalam bentuk CD/DVD dengan kelengkapan sebagai berikut:
a. Logline, Sinopsis (singkat padat)
b. Hasil final komik Anda, minimal 1 bab pertama (dalam bentuk Hi-res JPG,
ukuran 112 x 176 atau 132 x 200 mm, western binding). Untuk distribusi
digital, kami menerima komik berwarna.
c. Data Diri: Nama lengkap sesuai KTP/kartu NPWP, alamat sesuai kartu
NPWP/KTP, nomor rekening bank & nama sesuai buku tabungan, alamat
e-mail, nomor telepon yang bisa dihubungi.
Kemudian naskah komik tersebut dikirimkan ke redaksi Koloni dengan
alamat:
Redaksi komik Koloni
Gedung Kompas Gramedia lantai 3
Jalan Palmerah Barat 29-37 Jakarta Pusat 10270
2. Royalti
Koloni menggunakan sistem royalti, dalam artian Koloni akan mem-
bayarkan sejumlah uang dari estimasi jumlah eksemplar komik yang berhasil
diserap pasar (Minimum Guaranteed Royalty System). Sistem ini persis sama
dengan kerjasama yang dilakukan dengan penerbit dari luar negeri.
44
C. Target Market dan Target Audience
Berdasarkan data yang dikumpulkan, maka target market dan target
audience dapat dijabarkan ke dalam poin-poin berikut:
1. Demografis
a) Jenis Kelamin : remaja laki-laki dan perempuan
b) Usia : 12-24 tahun
c) Pendidikan : SMP hingga perguruan tinggi
2. Psikografis
Minat membaca buku untuk remaja di Indonesia masihlah rendah,
terlebih untuk remaja yang tidak dibiasakan membaca buku sedari kecil.
Mereka cenderung memilih buku yang tampak menarik kovernya atau lebih
banyak berisi gambar seperti komik. Remaja Indonesia lebih memilih komik
bergenre komedi kehidupan sehari-hari, romansa dan aksi. Untuk saat ini,
komik jepang atau yang disebut manga masih menjadi pilihan pertama mereka
meskipun ketertarikan pada komik lokal mulai meningkat.
3. Hasil Pengumpulan Data
Untuk mengetahui pengetahuan, minat dan pandangan masyarakat
mengenai komik, dibutuhkan data dengan cara menyebarkan angket terbuka
kepada masyarakat secara online. Angket disebarkan melalui website bernama
surveymonkey,com. Dasar dari penyebaran angket ini adalah untuk
mengetahui pola perilaku para target audience sehingga dapat dibuat media
yang tepat untuk menerapkan komunikasi mengenai produk yang
bersangkutan kepada target audience yang dituju. Berikut pertanyaan-
pertanyaan yang diajukan dalam survei:
45
a. Usia
b. Jenis kelamin
c. Seringkah anda membaca komik?
69%
29%
2%
12-19 tahun
20-24 tahun
>24 tahun
42%
58%
Laki-laki
Perempuan
71%
9%
20%
Ya
Tidak
Jarang
46
d. Seringkah anda membaca komik lokal?
e. Media apa yang anda gunakan untuk membaca komik?
f. Selama ini, anda meminjam atau membeli buku komik?
75%
9%
16%
Ya
Tidak
20%
26%
8%
46%
Buku Komik
Web Comic
Koran/Majalah
Semuanya
54%
10%
36% Meminjam
Membeli
Keduanya
47
g. Genre komik yang sering anda baca
h. Apa yang anda cari dari membaca komik?
i. Menurut anda, style apa yang menarik untuk komik?
12%
34%
16%
14%
9%
12%
3% fantasy
romance
comedy
slice of life
mystery
aksi
lainnya
25%
23%
52%
Gambar
Alur cerita
keduanya
82%
0% 18%
Jepang
Amerika
Eropa
48
j. Apakah anda mengenal tentang ruwatan potong rambut gimbal di Dieng?
D. Kompetitor/Komparasi
1. Garudayana
Gambar 9. Garudayana oleh Is Yuniarto
Komik lokal karya Is Yuniarto yang rilis di tahun 2009 dan diterbitkan
oleh Koloni. Garudayana mengangkat tema wayang yang merupakan cerita
yang biasanya didasarkan pada epos Ramayana atau Mahabarata dengan
68%
32% Ya
Tidak
49
karakter utamanya yaitu Kirana. Kisahnya sendiri mengenai petualangan
Kinara sang seorang pencari harta karun yang pada suatu hari menemukan
telur Garuda di situs kuno Lembah Para Batara. Namun ternyata situs tersebut
adalah tempat persembunyian seekor Ashura Api yang sedang menantikan
menetasnya telur Garuda untuk dimangsa. Tokoh pewayangan yang
senantiasa muncul lainnya adalah Gatotkaca.
Komik ini ditargetkan untuk anak usia remaja baik laki-laki maupun
perempuan untuk mengenalkan cerita pewayangan dengan gaya pop manga.
Garudayana didistribusikan ke seluruh Indonesia. Promosi yang dilakukan
dimulai dari launching buku, melalui website dan media sosial.
Gambar 10.Garudayana oleh Is Yuniarto
50
2. Merdeka di Sunda Kelapa
Komik karya salah satu anak bangsa yang diterbitkan oleh Koloni pada
tahun 2012. Ockto Baringbing, Seta dan Bayu mengangkat tentang sejarah
perjuangan Indonesia melawan penjajah. Merdeka di Sunda Kelapa
mengisahkan tentang Dani dan teman sekelompok tugas sekolahnya
mengunjungi tugu proklamasi. Mereka lagi-lagi mendapatkan pengalaman tak
biasa, terbawa ke masa lalu dan ikut berjuang bersama para pahlawan nasional
demi bisa kembali ke dunia nyata. Dalam buku komik Merdeka di Bukit
Selarong, Dani dan teman-temannya membantu Pangeran Dipenogoro. Kini ia
dan yang lain turut bertarung bersama Fatahillah melawan penjajah Portugis.
Gambar 11. Merdeka di Sunda Kelapa karya Ockto Baringbing, Seta, Bayu
(sumber: m&c website)
Komik ini ditargetkan untuk pembaca remaja yang menyukai sejarah
ataupun untuk mempelajari tentang perjuangan pahlawan nasional. Merdeka
di Sunda Kelapa didistribusikan ke seluruh Indonesia. Promosi yang dilakukan
melalui website dan jejaring sosial.
51
E. Analisa SWOT
Untuk mengetahui kekurangan dan kelebihan game Pusaka Nusantara
maka digunakan analisis SWOT. Analisis SWOT adalah suatu metode
perancangan yang digunakan untuk mengevalusi empat segi kekuatan (strenght),
kelemahan (weakness), peluang (opportunity), dan ancaman(threat). Berikut
penjabarannya:
1. Kekuatan (strenght)
Kekuatan dari komik ruwatan potong rambut gimbal terletak pada konsep
cerita yang mengangkat tema budaya Indonesia terlebih fokus pada salah satu
adat istiadatnya. Saat ini belum banyak komikus lokal yang menciptakan
komik dengan tema tersebut.
2. Kelemahan (weakness)
Hanya terfokus pada salah satu kegiatan tradisi lokal membuat komik ini
sulit memasukkan unsur kebudayaan lain. Terlebih lagi genre yang diangkat
adalah kehidupan sehari-hari yang belum tentu menarik untuk sebagian
pembaca.
3. Peluang (opportunity)
Minimnya komik Indonesia yang mengangkat tema tentang budaya
Indonesia serta minat pembaca terhadap komik lokal yang mulai tumbuh
menjadikan kekuatan bagi komik ruwatan rambut gimbal di Dieng.
4. Ancaman (threat)
Semakin banyaknya komikus lokal yang membuat komik dengan tema
budaya dan penyajiannya lebih menarik menjadi ancaman utama bagi komik
ini.
52
Dari paparan tersebut maka muncullah analisa data melalui Analisa
SWOT.
Analisa Ruwatan Potong
Rambut Gimbal di
Dieng
Garudayana Merdeka di Sunda
Kelapa
Strenght Belum ada komik
yang mengangkat
tema ini
Mengenalkan salah
satu budaya
Indonesia
Mengangkat tema
pewayangan yang
dianggap
membosankan oleh
anak muda saat ini
Salah satu komik
lokal yang
menghidupkan
kembali produksi
komik lokal
Mengangkat tema
perjuangan
Indonesia yang
dapat menjadi
pembelajaran
bagi pelajar
Indonesia
Weakness Hanya mengangkat
tentang ruwatan
rambut gimbal
Genre slice of life
Komik bersambung
yang tidak memiliki
jadwal terbit tetap
membuat pembaca
menunggu
kelanjutannya
Kurang stabilnya
gambar komikus
membuat komik
ini terlihat tidak
dilakukan dengan
sungguh-sungguh
Opportunity Minimnya komik
yang menceritakan
adat-istiadat
Indonesia
Mulai banyaknya
pembaca manga yang
menanti karya
komikus lokal
menjadi kesempatan
komik ini untuk lebih
banyak pembaca
Minimnya komik
lokal tentang
perjuangan
pahlawan yang
melibatkan tokoh
dari masa depan
Threat Semakin banyaknya
komikus lokal yang
memulai
menciptakan komik-
komik yang
mengangkat tema
yang lebih menarik
Jika muncul komik
tema wayang yang
lebih menarik dari
Garudayana, maka
tak heran jika
peminatnya mulai
beralih ke komik lain
Jika muncul tema
perjuangan yang
lebih menarik
dari sisi visual
maupun
storytelling, maka
peminatnya dapat
beralih ke komik
lain