bab iii kajian isi -...
TRANSCRIPT
329
BAB III
KAJIAN ISI
Kajian isi naskah Sêrat Srutjar diungkapkan berdasarkan pada hasil yang
telah didapat pada kajian filologis yang berupa suntingan teks.
A. Sinopsis
Dalam penelitian filologi jika tanpa penyajian terjemahan, setidak-
tidaknya ada sinopsisi atau ikhtisar yaitu penuturan yang ringkas tetapi
merangkum keseluruhan isi. (Darusuprapta, 1984: 91). Sinopsis ini berguna untuk
mempermudah pembaca dalam memahami isi dari bahasa sumber ke dalam
bahasa sasaran secara cepat (lebih efisien).
Pembuatan sinopsis dari Sêrat Srutjar ini didasarkan pada urutan bab
nomor tembang yang berjumlah 92 pada dan pembahasan isi. Setiap satu buah
bab tembang terdiri atas tiga bab bagian, yaitu bagian tembang, bagian penjelasan
secara umum dan bagian penjelasan secara khusus kata / kalimat tembang. Berikut
adalah sinopsis isi dari Sêrat Srutjar :
Bagian awal penulisan, berisi kolofon, penjelasan awal, dan pengantar
penulisan dari Sêrat Srutjar.
Tembang 1-2, menceritakan perihal perasaan pengarang pada awal
penulisan Sêrat Sruti dan permintaan maaf apabila pembaca kurang berkenan.
Tembang 3-5, menceritakan supaya meniru perilaku orang suci “pandhita”
yang suci lahir batinnya yang digambarkan harum seperti bertubuh kayu cendana.
330
Tembang 6-11, menceritakan perihal bagaimana cara bersikap di dalam
suatu pertemuan orang banyak “pasamuan” dengan penjelasan sikap yang boleh
dilakukan dan tidak boleh dilakukan.
Tembang 12-16, menceritakan perihal bagaimana cara bersikap rendah
hati tidak pamer.
Tembang 17-22, menceritakan perihal perilaku orang cendekia dan
perilaku nistha, madya, utama dalam kejahatan.
Tembang 23-25, menceritakan perihal perilaku orang pembesar yang
seharusnya membantu orang miskin dan tidak menelantarkannya.
Tembang 26-30, menceritakan perihal perilaku seorang pendeta yang
selalu memikirkan negaranya dan derajat seorang bangsawan yang lebih rendah
dibandingkan derajat seorang yang tawakub.
Tembang 31-44, menceritakan secara mendetail tentang perilaku dan
kewajiban seorang bangsawan di kalangan istana, dan bagaimana cara bersikap di
sekitar istana kerajaan.
Tembang 45-52, menceritakan perihal berbagai hal yang menjadi perintah
dan kepercayaan raja kepada para bangsawan / abdi untuk dilakukan sebaik
mungkin.
Tembang 53-69, menceritakan perihal perilaku yudanegara di depan raja
dan penjelasan lebih lanjut supaya bersopan santun yang baik di dalam suatu
pertemuan besar / paseban
Tembang 70-72, menceritakan perihal bagaimana cara mengasihi kepada
sesama di dalam negara, dan bagaimana mengupayakan kesejahteraan negara.
331
Tembang 73-82, menceritakan perihal raja sebagai seorang pengadil dan
penjabaran ajaran Asthabrata yang harus diteladani oleh semua pembesar
kerajaan.
Tembang 83-90, menceritakan perihal pertapaan seorang pimpinan perang
/ senapati yang mengalahkan pertapaan seorang wiku / petapa. Dijelaskan pula
keadaan seorang pemimpin perang yang nistha, madya, dan utama.
Tembang 91-92, menceritakan harapan supaya diteladani dan keterbatasan
pengarang yang harus dimaklumi oleh pembaca. Masih banyak hal yang akan
disampaikan tetapi belum bisa dituliskan.
Bagian penutup tembang, berisi kolofon selesainya penulisan dan perintah
untuk mempelajari kembali ajaran yang telah diberikan.
B. Ajaran / Piwulang dalam Sêrat Srutjar (Sruti Jarwa)
Sêrat Srutjar merupakan salah satu naskah piwulang yang secara
keseluruhan berisi tentang ajaran / piwulang yang mengandung nilai keluhuran
moral dan memuat pemikiran tentang pengajaran moral secara baik menurut
ukuran suatu bangsa. Berikut adalah beberapa pokok ajaran / piwulang yang ada
di dalam Sêrat Srutjar yang ditemukan oleh peneliti:
No. Isi Ajaran / piwulang Penjabaran ajaran dalam
bab nomor tembang
1. Ajaran Pandhita Brata 3-5
2. Ajaran Seba Subasita 6-16
3. Ajaran Sarjana Sujana Brata 17-30
332 4. Ajaran Abdi Tama 31-44
5. Ajaran Suwita Tama 46-52
6. Ajaran Yudanegara 53-70
7. Ajaran Ratu Tama 71-74
8. Ajaran Asthabrata 75-81
9. Ajaran Prawira Tama 83-90
Tabel V. Pokok ajaran Sêrat Srutjar
Secara umum, ajaran / piwulang dalam Sêrat Srutjar mengandung kaidah
yang memolakan kelakuan dan hubungan-hubungan sosial yang dilembagakan
sebagai adat kebiasaan, adat istiadat, prinsip moralitas dan etika.
Derajat proses internalisasi akan menanam pada individu suatu budi-
nurani, yaitu kemampuan menilai dan memutuskan kelakuan mana yang baik dan
yang buruk. Baik dengan contoh atau model, maupun dari ajaran individu belajar
memolakan kelakuannya berdasarkan norma-norma yang berlaku di
lingkungannya beserta segala sanksinya
Pada hakekatnya prinsip moralitas seseorang bertopang pada kesadaran /
perasaan akan kedudukan diri seseorang yang mempunyai konsekuensi luas dalam
membawakan peranannya dalam interaksi sesamanya. Dalam hubungan ini
sosialisasi juga mencakup pembudidayaan kepribadian yang penuh perasaan
tentang harga diri, artinya pandai menempatkan dirinya dalam segala hal
pergaulan, segala pertimbangan dan kebijaksanaan. Kehalusan terletak pada
kemampuan menyesuaikan kelakuan terhadap berbagai nuansa dari situasi
hubungan sosial. (Sartono Kartodirjo dkk, 1988: 9)
333
Setelah membaca isi dari naskah dapat dilihat dengan jelas bahwa ajaran /
piwulang dalam Sêrat Srutjar tidak hanya terfokus pada satu hubungan saja, tetapi
mencakup beberapa etika hubungan sosial berdasarkan norma yang berlaku.
Ajaran agama Islam yang kental di dalam Sêrat Srutjar mempengaruhi
sedikit banyaknya ajaran tersebut, termasuk ajaran keseimbangan hubungan dalam
Islam “hablumminallah, hablumminannas, hablumminalalam”. Keseimbangan ini
dilakukan secara bersamaan dan telah merasuk ke dalam segala hubungan sosial
masyarakat Jawa pada umumnya.
Berikut adalah penggolongan ajaran dalam Sêrat Srutjar berdasarkan
hubungan prinsip moralitas dan ajaran Islam :
No. Jenis Hubungan Manusia Ditunjukkan dalam Ajaran :
1 Manusia dengan Tuhan
(hablumminallah)
- Pandhita Brata
- Prawira Tama
2. Manusia dengan sesama
manusia
(habluminannas)
- Seba Subasita
- Abdi Tama
- Suwita Tama
- Yudanegara
3. Manusia dengan diri
sendiri
- Asthabrata
- Sujana Sarjana Brata
4. Manusia dengan alam
(habluminal alam)
- Ratu Tama
- Asthabrata
Tabel VI. Kaitan hubungan manusia dengan ajaran Sêrat Srutjar
334
1. Ajaran Pandhita Brata
Dalam sêrat ini dijelaskan tentang ajaran “pandhita brata” yaitu ajaran agar
meniru perilaku seorang pandhita yang diibaratkan memiliki tubuh dari kayu
cendana, yang wangi kebaikannya menyebar ke seluruh penjuru.
a. Seorang wiku memiliki kebaikan yang luhur dan membalas semua
perbuatan buruk dengan segala perbuatan baik.
…kêlakuan bêcik kang kaya pandhita pêngawak kayu cêndhana, têgêse budine jaba jêro padha becike. Dene tandhane, yèn wis dialakake sapadha-padha ora lara atine, malah malês kabêcikan. Mêngkono iku wahyuning budhi kang mêtu têka nglangit. Lan tumuruning wahyu barêngi sumilaking mega mêndhung tibaning wahyu marang budhi, satêmah ilang budine kang ala kari bêcike. Mulane kang katon sadina dina budine mung awèh kabêcikan ing sapadhaning urip. [2515 / Penjelasan tembang ke-3] Terjemahan : Kelakuan baik yang seperti pendeta berbadan kayu cendana, maksudnya budi di dalam dan luar sama baiknya. Adapun tanda-tandanya adalah jika sudah diperolok / dijelek-jelekkan oleh sesama tidak sakit hati, tetapi malah membalas dengan kebaikan. Seperti itulah wahyu dari budi yang muncul dari langit dan turunnya bersamaan dengan menyingkirnya mega mendung saat turun wahyu dalam budi, kemudian hilanglah budi yang buruk tersisalah yang baik. Maka dari itu yang terlihat sehari-hari adalah budi yang selalu memberikan kebaikan kepada sesama.
b. Terbuka mata hati dan bisa memahami hakikat diri sendiri.
Dene yèn wis bisa kaya kêlakuane pandhita mau, iku pinangka dadi pancadan undhake drajate. Padha lan drajate wong kang wus dhêmên marang awake dhewe lan yèn wis têrang pamikire. Dadi wis mêlèk mataning ati ilanging aling-alinge ati, kawit wêruh marang wujude dzat kang ora rusak. Ananging yèn atine misih cacad, ya ora bisa mêlèk matane kang ana ati. [2517 / Penjelasan tembang ke-4] Terjemahan : Adapun jika bisa meniru kelakuan pendeta itu, maka akan naik derajatnya sama derajat dengan orang yang sudah mengerti tentang diri sendiri dan sudah tercerahkan pikirannya. Jadi setelah terbuka mata hati akan hilang pula hijab yang menutup hati dan mulai mengerti tentang wujud dzat yang tidak bisa rusak. Tetapi apabila hatinya masih cacad, maka tidak akan bisa membuka mata hati.
335
c. Mampu membedakan dengan jelas mana perbuatan yang baik dan yang
buruk, mana perbuatan yang seharusnya dilakukan dan tidak pantas
dilakukan.
Sakwise rampung olèhe dhèngêr pirantine barang kêlakuan bêcik kang pancèn bisa misahake kêlakuan ala lan kêlakuan bêcik. Lan bisa anglêbur barang kêlakuane kang ala kang bakal dadi pocapan lan rêrasanane wong akèh kang marang awake. Ya sênadyan anaa sing mawut budine menyang kabêcikan, nanging bok mênawa misih bawur durung bisa matrapake siji-sijining. Sabab bok menawa misih bawur, durung bisa matrapake siji-sijining kêlakuan bêcik. Dene yèn kêlakona mêngkono, satêmah kêliru, kang pancèn dudu lakune dilakokake, kang pancèn wis lakune ora dilakokake, têgêse mêngkono iku, budine kang misih akèh cacade, dene yèn wis nyata, bisa buwang alaning kêlakuan kaya kang dhuwur mau. [2519 / penjelasan tembang ke-5] Terjemahan : Sesudah paham dan mengerti tentang pembeda dari perbuatan baik, yang tentu bisa memisahkan kelakuan buruk dan kelakuan baik, dan juga bisa menghilangkan perbuatan buruk yang akan menjadi pergunjingan orang banyak kepada dirinya. Walaupun ada yang kurang tepat budinya dalam melakukan kebaikan karena masih kabur pandangannya dalam memandang suatu perbuatan baik. Jika terjadi seperti itu, akan menjadi suatu kekeliruan. Perbuatan yang bukan tugasnya malah dilakukan, dan perbuatan yang menjadi tugasnya malah tidak dilakukan. Seperti itulah budi yang masih banyak cacatnya, oleh karena itu jika sudah paham maka akan bisa membuang kelakuan buruk seperti contoh diatas.
d. Hatinya akan ditetapkan oleh Tuhan untuk selalu melakukan kebaikan
kepada semua orang di negara.
Wis ta, sing têtêp bae atimu, yaiku rupaning nugraha ganjaraning Allah, dene êmpane apa sing dadi wulang wirayate amêsthi nglabêti kabêcikane marang nêgara utawa dhèwèke rinêksa marang Allah. [2519 / penjelasan tembang ke-5] Terjemahan : Sudahlah, tetapkanlah hatimu. Itulah salah satu bentuk pemberian ganjaran Allah. Adapun tugas yang menjadi pelajaran bagi hambanya tentulah melakukan kebaikan kepada negaranya ataupun dirinya akan dijaga oleh Allah.
336 2. Ajaran Seba Subasita
Ketika sudah bisa menghilangkan perilaku buruk dalam suatu
perbincangan orang banyak, maka perlu diperhatikan juga beberapa hal yang
penting berhubungan dengan sopan santun bersikap (subasita) dalam suatu
paseban pertemuan besar (pasamuan).
Ada larangan yang harus diperhatikan, yaitu :
a. Jangan berbusana yang tidak sesuai dengan derajat pemakainya
kang dhisik, rupane barang pênganggo ora murwat lan drajate kang nganggo. [2521 / penjelasan tembang ke-6]
b. Jangan memakai pakaian yang baunya tidak enak
Kapindhone, aja nganggo sandhangan kang ala ambune [2521 / penjelasan tembang ke-6]
c. Jauhilah tingkah laku delapan bab
….lan aja nglakoni tingkah kang wolung bab. [2521 / penjelasan tembang ke-6] Tingkah laku delapan bab adalah sebagai berikut :
1) Pertama, dalam pertemuan besar harus menempatkan diri sesuai
dengan urutan derajat
Dene kang dhisik, yen ana pasamuan akèh lungguhe kang urut, gêdhe ciliking drajat. [2521 / penjelasan tembang ke-6]
2) Kedua, posisi duduk harus tertib. Jangan sila tumpang dan jangan sila
timpuh
Kapindho: silane sing tata aja sila tumpang, aja timpuh [2521 / penjelasan tembang ke-6]
3) Ketiga, jangan tegang dan jangan posisi menantang
337
Kaping têlu, aja methêngthêng, malang kadhak [2521 / penjelasan tembang ke-6]
4) Keempat, jangan bertopang dagu, jangan tengak-tengok.
Kaping papat, aja sanggawang, aja sêduwa mênyang ngarêp mênyang buri [2521 / penjelasan tembang ke-6]
5) Kelima, jangan kagetan dan jangan jelalatan pandangannya.
Kaping lima, aja kagètan, jlalatan [2521 / penjelasan tembang ke-6]
6) Keenam, jangan sering bergerak tangan dan tubuhnya.
Kaping nêm, tangane aja sraweyan, aja linggih megas-megos [2521 / penjelasan tembang ke-6]
7) Ketujuh, jangan terlihat kelelahan dan jangan ngantuk
Kaping pitu, aja dhêlêg-dhêlêg, aja ngantuk [2521 / penjelasan tembang ke-6]
8) Kedelapan, jangan terlalu sering mondar-mandir tanpa ada kerjaan dan
jangan kekurangan bahan obrolan.
Kaping wolu, aja lunga saka ngênggon bola-bali kang tanpa gawe, lan aja kêkurangan praboting pikir, kang bakal diucapake. [2521 / penjelasan tembang ke-6]
Dalam sebuah pertemuan dan pergaulan umum, maka perlu diperhatikan
untuk sopan santun dan etika supaya dapat diterima dan diperhatikan di
masyarakat. Berikut adalah ajaran yang berkaitan dengan tingkah laku sehari-hari
di masyarakat :
a. Pertama, berbusanalah yang baik dan selalu ramah ketika berbicara dengan
orang lain.
Yèn wis bisa ngilangake ala lan sarupane sapêjagongan ing siji-sijine, kênyataane barang tingkah kang ala iku kudu wêruh barang pênganggo sing ora pantês dinggo sêpatemon lan priyayi akèh.. [2521 /penjelasan tembang ke-6]
338
Terjemahan : Jika sudah bisa menghilangkan perbuatan buruk dalam suatu perbincangan, kenyataannya tingkah laku buruk itu juga harus diketahui juga busana yang tidak pantas dipakai untuk pertemuan bangsawan banyak.
Dene sing dhisik kudu sing têmên, iku ditêtumana aja nganti owah surasaning sapocapan lan yèn ngucap sing manis. Ulate kang sumèh, patrap mengkono iku mênyanga ngêndi-êndi ora kêna pisah. [2521 / penjelasan tembang ke-6] Terjemahan : Adapun yang pertama harus diperhatikan dan harus dibiasakan jangan sampai berubah, adalah dalam perbincangan ketika berbicara harus baik dan enak di dengar, pandangan wajah yang ceria. Kebiasaan tersebut jangan sampai ditinggalkan di setiap tempat.
b. Kedua, orang harus mengetahui duga kira / batasan untuk mencegah
perbuatan yang tidak pantas dilakukan. Apabila ada sesuatu kesalahan
maka tegurlah dengan sehalus mungkin.
Dene kang kaping pindho kudu ngulah duga-duga lan kudu mêgati pikir kang bakal diucapake ora pantês kawêtu pêrnahing pasamuan. Sabab yèn ngucapake pikir kang ora pantês prênahe kawêtu, ora wurung ditomahake dhasar wis gawene nylathokake pangucap sing ala, kang iku aja mêngkono. Dene prayogane malah-malah bisaa bêcikake surasane barang sapocapan kang bakal dadi padu…[2523 / penjelasan tembang ke-7] Terjemahan : Adapun yang kedua, haruslah bisa mengetahui duga-kira / batasan dan memikirkan apa yang akan dibicarakan pantas tidaknya dikeluarkan dalam suatu pertemuan besar. Karena ketika membicarakan pikiran yang tidak pantas dikeluarkan maka akan dicap sebagai seorang penjilat yang selalu berbicara jelek. Janganlah seperti itu, adapun lebih baik ketika bisa membenarkan maksud dalam pembicaraan yang akan menjadi suatu pertentangan..
c. Ketiga, perbuatan orang hendaknya jangan lepas dari keseimbangan yang
diikuti pula oleh kemantapan dan kenyataan sesuai dengan keadaan dan
waktu berlakunya.
Dene kang kaping têlu, sing bisa mêtara barang pênggawe iku dadi timbanganing duga-duga lan dipikira swaraning sapocapan. Lirih sêrune kang murih sêdhêng ananging manuta mangsa kalaning palungguhan.
339
Lan yèn krungu wong ngajak sapocapan têka kiwa têngên iku salah sijine aja ditampik ya uga saurana kabèh. Ananging saure amung ditêngahana sawêtara, lan timbangana tanduking polah bae. [2525 / penjelasan tembang 8] Terjemahan : Adapun ketiga, yang bisa mempertimbangkan barang perbuatan itu menjadi pertimbangan dan dipikirkan sebelum diucapkan menjadi perkataan. Pelan kerasnya suara harus diusahakan tengah-tengah saja menurut waktu dan keadaan saat itu. Dan apabila mendengar orang mengajak berbincang dari kiri dan kanan jangan ditolak serta jawablah semua. Tetapi jawablah hanya seperlunya saja dan pertimbangkanlah perilakumu.
d. Keempat, hendaknya dengan tepat orang berlaku benar sebagai imbangan
duga-kira, sehingga segala sesuatunya akan berjalan sebagaimana
mestinya.
Wulang kang kaping pat sing bênêr olèhe mrayoga, sêbarang kêlakuan lan pangucap yaiku sing nimbangi kêlakuan duga wêtara. Dadi kêlakon becike sênadyan tibaa têngah pinggire sapocapan. Awake ora kêna rêrasan ala, sabab awite cêcaturan pangucape ora ana kang saru [2526 /penjelasan tembang ke-9) Terjemahan : Ajaran yang keempat adalah mengusahakan dengan benar segala kelakuan dan ucapan dengan menimbangi kelakuan duga kira. Jadi berlaku benar dan baik walaupun berada di tengah dan akhir ucapan. Dirinya tidak terkena pergunjingan yang buruk karena ucapannya tidak ada yang jelek.
e. Kelima, hendaknya dalam hal keberanian orang bersikap berani karena
tidak ragu-ragu atau was-was lagi. Sebetulnya sikap berani itu berat karena
perlu banyak pertimbangan.
Wulang kaping lima iku mêruhake kèhing prakarane wong ana pasêmuan sing gêlêm ngêtokake kuwanen iku diwêstani wong nêmpuh abot kang tanpa pikir. Pêngrasane ora pêkewuh sabab pasêmuan iku akèh lire.. [2527 / penjelasan tembang ke-10] Terjemahan : Ajaran yang kelima itu menunjukkan banyaknya perkara / hal seseorang dalam suatu pertemuan. Seseorang yang mau mengeluarkan keberanian itu disebut orang yang menanggung hal berat yang tanpa pikir. Rasanya tidak canggung karena pertemuan besar itu banyak macamnya.
340
f. Keenam, hendaknya orang mampu memikir dan merasakan yang sejauh-
jauhnya. Mampu menangani segala macam hal dan mampu berbahasa dan
bergaul secara luas.
Wulang kaping nêm iku, sing bisa nganam-anam pikir bêcik lan nyulami kabisan kang durung têrang lan sing durung bisa lan sing wasis sêkabèhing basa. Sênajan basaning pitik iwèn manuk: ya uga bisaa sabab unine pitik iwèn manuk iku kabèh kêna dinggo panêngêran utawa bisaa nyambungi nalar becik. Kabisane wong akèh sing bisa kabèh utawa sing bisa duga pênyananing uwong lan sing asih rêrapekan rakêtan padhaning urip. Kang sarta têpang lakoni agamaning Allah. [2529 / penjelasan tembang ke-11] Terjemahan : Ajaran yang keenam adalah bisa mengusahakan berpikir baik dan mengusahakan keahlian yang belum jelas dan belum bisa serta menjadi seseorang yang pandai berbicara dengan semua bahasa. Walaupun bahasa ayam dan burung juga bisa diusahakan sebagai tanda untuk menyambungkan dengan pikiran yang baik. Kemampuan kebanyakan orang harus dikuasai atau harus bisa mengerti keinginan orang dan hidup bertenggangrasa dengan sesama hidup. Dan mengetahui serta melakukan agama Allah.
Dalam sebuah pertemuan atau pasamuan, apabila ingin menjabarkan atau
memamerkan suatu keahlian / kepandaian maka sebaiknya dipikirkan matang-
matang terlebih dahulu. Jangan sampai nantinya malah mendatangkan malu atau
aib karena telah diketahui orang banyak dan dicap sebagai tukang pamer. Berikut
adalah ajaran yang dicontohkan dalam Sêrat Srutjar :
a. Jangan suka memamerkan keberanian untuk berperang di dalam
pertemuan.
Sing wani pêrang aja katon kuwanène olèhe ngaling-alingi kuwanèn sing prayoga têka ing duga watarane. Lan yèn bakal angucapake gêpok kuwanène rungak-rungak kaclathune lan sing ngarah-arah pandêlênge marang wong sak pêjagongan kabèh, sabab utamaning priyayi iku ngêkêr kuwanèn lan yèn ana kang sujana satêmah kawruhan. Sabab wis utama nyakup barang kabisan, mulane ngluwihi awase marang wong kiwa têngêne sarta sing awas pandêlênge ananging olèhe angawasake yèn ana
341
wong sujana iku aja nganti diclathokake sabab ora wurung kawruhan ngakèh satêmah dicacad. [2531 / penjelsan tembang ke-12] Terjemahan : Yang berani maju berperang jangan sampai terlihat keberaniannya dan tutupilah keberanian dengan baik menurut duga-kira. Jika ingin memamerkan keberanian, maka dengarkanlah pembicaraan sekelilingmu, karena keutamaan bangsawan itu bisa mengukur keberanian dan apabila ada seorang yang pandai nantinya akan ketahuan karena sudah bisa mencakup segala kemampuan. Maka dari itu awasilah sekitarmu, karena ketika ada seseorang yang pandai janganlah engkau pamer, sebab nantinya akan kalah dalam pengetahuan dan akhirnya diolok-olok.
b. Jangan suka memamerkan kemampuan dengan tujuan agar dipuji, nantinya
hanya malu yang didapatkan.
Wong duwe barang kabisan iku yèn bakal diucapake utawa arêp diêmpakake ana pasamuan dêlênga ulat liringe rewange jagongan. Sabab yèn ora condhong karêpe satêmah diewani, dene wong kaduk gêmisa iku akèh sing gêthing satêmah dipaido diwaoni. Wusana bisane ora dadi sabab êntèk diwaoni wong akèh sêjane dialêma pintêr wusana kawirangan. [2532 / penjelasan tembang ke-13] Terjemahan : Seseorang yang mempunyai suatu kemampuan ketika ingin diucapkan atau ingin ditunjukkan dalam pertemuan besar maka perhatikanlah teman yang diajak berbicara. Karena ketika tidak berkenan keinginannya maka akan dikecewakan. Adapun orang yang merasa bisa itu banyak yang membenci dan kemudian dijauhi. Akhirnya kemampuannya tidak berguna karena banyak di remehkan orang banyak, inginnya dipuji kepandaiannya tetapi akhirnya malu yang didapat.
c. Jangan suka berbohong dengan tujuan hanya ingin dipuji
Lan kayata wong saguh wani mati, mangka sing mau wis nglakoni wirang lan saupama ana uwong kang saguh wani mati nanging sing mau wis nglakoni wirang. Mêngkono iku saguhe goroh, barang sanggupe êntek ora dadi, ya saikia sênajan besuka ya padha dene ora klakon. Sabab kêbangêten ora dipikir gawene, mung bungah dialêma gagrak lan katona kêndêle. [2534 / penjelasan tembang ke-14] Terjemahan : Dan seperti orang yang berikrar berani mati, sedangkan hal tersebut sudah melakukan perbuatan memalukan dan diumpamakan ada orang yang berikrar berani mati tetapi masih melakukan hal memalukan. Hal tersebut
342
ikrarnya hanya bohong belaka, kesanggupannya hilang dan walaupun sekarang atau besok tidak akan terlaksana karena sudah kelewatan tidak dipikirkan perbuatannya hanya ingin senang dipuji pemberani dan banyak keberaniannya.
d. Jangan terlihat banyak tingkah tetapi hanya pamer saja, usahakan menjadi
seseorang yang tenang.
Yèn ana pasêmuan iku bêcik sing amêm nanging ulate sing manis. Sênajan wani aja katon kumanikani lan aja dhêmên umbag. Rèkane kaya banthèng lagi têmbirang ngêkèhake swara rosa mêdeni, pêngrasa ora ana sing ngungkuli. Sing mêngkono iku polahe wong bêngkrakan lumuh kêsosor.. [2636 / penjelasan tembang ke-15] Terjemahan : Ketika ada di pertemuan besar itu baiknya tenang tetapi dengan wajah yang manis. Walaupun pemberani, tetapi tidak menonjolkan diri dan pamer seperti banteng yang buas mengeluarkan suara yang kuat dan menyeramkan seperti tidak ada yang mampu mengalahkan. Seperti itulah tingkah laku orang yang banyak tingkah dan sembrono.
e. Jangan berlebihan dalam pamer kemampuan, itu adalah ciri-ciri seorang
yang buruk perangainya.
Apa manèh yèn nunggang jaran solahe angluwihi, uga landheane diêmbat-êmbat banjur ditumbakake ing lêmah rekane kaya kurang mungsuh. Jarane banjur disandêrake nganggo alok bêkik-bêkik. dene sing mêngkono iku jênênge wong cêndhala tangèh yèn pintêra mênyang kabêcikan. Dene yèn ngêtokake kapintêrane ora tinggal pambêkane olehe dakdir. [2537 / penjelasan tembang ke-16] Terjemahan : Apalagi ketika mengendarai kuda tingkahnya berlebihan, juga tombaknya dimain-mainkan kemudian ditombakkan ke tanah seperti kurang musuh. Kudanya kemudian dihentikan dengan suara kuda yang menyeringah. Seperti itulah seorang yang buruk perangainya dan tidak mungkin pandai dalam hal kebaikan. Adapun ketika mengeluarkan kemampuan tidak akan ditinggalkan kesombongannya.
343 3. Ajaran Sarjana Sujana Brata
Perbuatan buruk janganlah dilakukan. Ikutilah tingkah laku para sarjana /
cerdik cendikia, tentunya akan mampu membawa kebaikan bagi orang-orang
maupun negara. Para pembimbing negara dan para cerdik cendikia memiliki
kedudukan dan sikap sopan-santun untuk menuju kepada kebaikan. Mereka takut
apabila tidak melaksanakan suatu kebaikan.
Barang pênggawe ala iku aja dilakoni, amung nganggoa wuruke wong sarjana lan wong sujana. Iku sing pêsthi bisa gawe bêcik mênyang awake lan kèhing kabêcikan iku ora susah ngatonake, salagi katon sêthithik amasthi mashur pocapane.. [2538 / penjelasan tembang ke-17]
Tetapi apabila ada seseorang cendikia masih belum bisa meninggalkan
perbuatan tercela (contoh : mempersuntinng wanita tetapi tidak dinikah) , maka
itu adalah suatu keburukan yang besar. Sebagai akibatnya jiwanya akan
terselubung kejahatan dan hilang kewibawaannya. Seperti kutipan penjelasan
tembang ke-18 berikut :
Ananging wong agung kang ambêg sujana iku dakwêtara ana cacade, sabab kaya-kaya gêlêm ngambah wêwêngkon sing ala.. Wusanane jangkah kang ora-ora mulane mêngkono tandhane ana ala bêcike diwêngku bae. Yaiku cacade wong melik dudu wajibe, mangsa ningkah iku pênggawe wajib. Dhèwèke ora gêlêm nglakoni , dadi satêmah klakuane bêcik kalingan drajad tur kelangan agamaning Allah. [2539 / penjelasan tembang ke-18] Terjemahan : Tetapi orang besar yang cendikia itu masih ada cacatnya karena seperti masih ingin merambah hal-hal yang tercela.. Akhirnya langkah yang tidak benar seperti itu menandakan adanya baik buruk hanya dibiarkan saja. Yaitu cacatnya orang memiliki yang bukan miliknya, karena nikah itu adalah wajib. Dirinya tidak mau melakukannya, maka kemudian perbuatan baik tertutup derajatnya dan kehilangan agama Allah.
344
Telah menjadi hukum sejak dahulu tentang segala pekerti yang dilakukan
orang. Ada tiga macam batasan bagi segala sesuatu yang terjabarkan di alam
dunia ini, termasuk yang dilaksanakan oleh para pemimpin negara maupun para
raja, yaitu nista, madya dan utama (hina, sedang dan utama). Tiga hal ini berlaku
di semua hal kehidupan manusia, baik hal baik ataupun hal buruk.
Ana dene kang mau wis ana anggêr-anggêre kang dinggo ugêr-ugêr, bab prakarane mikir kaluwihan duga watara olèhe nyrambahi mênyang nêgara murih bêcike wong gêdhe-gêdhe kabèh. Dene anggêr-anggêr iku jênênge têlung bab kaya kang dakpêncarake ing layang têmbang dhandhanggula iki. Dene prakara têlung bab iki pambêganing ratu lan nayakane mau kudu dhèngêr pambêgan nistha madya utama. Lan têgêse têlu iku bêcik tan ucapake [2541 / penjelasan tembang ke-19] Terjemahan : Ada pula yang terdapat dalam pedoman yang dijadikan panutan, yaitu bab memikirkan kelebihan duga kira tentang bagaimana bergaul di dalam negara mengusahakan kebaikan semua pembesar. Ada pun pedoman itu disebut tiga bab seperti yang akan saya jabarkan di tembang dhandhanggula ini. Perkara tiga bab ini adalah perilaku raja dan rakyatnya harus mengerti perilaku nista (hina), madya (sedang) dan utama. Maksud dari ketiga tersebut baiknya tidak diucapkan.
Sebagai seorang bangsawan yang cendikia, maka suatu kewajiban untuk
membantu sesama dengan memberikan sedekah kepada orang yang kurang
mampu. Hal ini berbeda dengan orang yang durjana yang tidak mau memberikan
bantuan kepada orang miskin, akhirnya banyak orang miskin yang mencari makan
dengan tindakan tercela seperti mencuri.
Kang mau wong sujana lan bojakrama utawa wong durjana iku padha kumpul. Ora ana wong durjana dora cara, sabab wong gêdhe sujana iku sing mratakake bojakrama marang wong cilik kabèh. Nanging wong gêdhe iku lawas-lawas lali, gêlêm ngurangi bojakrama marang wong cilik. sêtêmah wong cilik padha golèk pangan dhewe lan padha kabacut solahe kabèh marang pênggawe ala. [2542 / penjelasan tembang ke-20] Terjemahan : Itulah tadi orang cendikia memberikan makanan atau orang jahat yang berkumpul. Karena setiap bangsawan yang cendikia itu yang meratakan makanan kepada rakyat kecil semua. Tetapi bangsawan itu akhirnya lupa
345
dan mau mengurangi pemberiannya kepada rakyat kecil, lalu rakyat yang kesulitan mencari makan sendiri dan terlanjur berbuat kejahatan untuk makan.
Bangsawan yang kurang memberikan santunan dan bantuan kepada rakyat
kecil akan menumbuhkan tindakan kriminal rakyat karena terdesak mencari
makan. Berhati-hatilah terhadap pencuri karena dalam hal berbuat kejahatan, juga
terbagi menjadi tiga bab yaitu nistha (hina), madya (sedang) dan utama.
a. Pencuri utama, adalah pencuri yang mencuri barang milik raja yang berada
di dalam kraton.
Lan sawênèh ana maling, sing dimalingi barang kagunganing ratu tur maling iku sabên dina sumaos ana ngarsa dalêm. Dene bisane jukuk barang kagungan dalêm ora wêngi pêtêngan bae, amasthi padhang weleh-weleh katon. [2543 / penjelasan tembang ke-21]
b. Pencuri madya, adalah pencuri beralatkan yang beraksi saat orang tidur
atau lupa mengunci pintu.
Maling sêdhêng iku karêpe mung kandhêg nênungkul saturuning uwong, gaman gunting bae wis ngrampungi padha karo wênganing lawang. [2546 / penjelasan tembang ke-22]
c. Pencuri nistha, adalah pencuri yang beraksi di siang hari dan mengambil
segala sesuatu barang yang ditinggal lengah.
Maling nistha iku dhêmêne yèn maling awan, iku sing ngluwihi nguthuh karo ora ering katon nyang uwong. Dadi ya duwèke sapa-sapa anggêr kêsilib banjur dijukuk. [2546 / penjelasan tembang ke-22]
Maka selalu ingat-ingatlah sebagai seorang bangsawan haruslah selalu
memberikan bantuan santunan kepada yang membutuhkan, karena itulah letak
keunggulan derajat kebangsawanannya. Sudah kewajiban seorang bangsawan
346 untuk membantu kesengsaraan orang kecil semua. Janganlah menghardik orang
yang meminta bantuan, bantulah sebisamu.
Iya mung boja krama iku, sing ngluwihi bêcike kêlênggahane wong agung kabèh. Sabab wis kuwajibane wong agung iku yèn rumêksaa sangsarane wong cilik kabèh. Lan aja nampik yèn katêkan wong krêtiyasa utawa wong sugih lan wong miskin. Mêsthi dipangkata boja kramane samurwate wonge, dene karêpe kang têka iku mêngko katon yèn wis ana têmbunge. [2547 / penjelasan tembang ke-23]
Orang miskin dan rakyat kecil sudah sengsara, bantulah sebisamu dan
jangan menambah penderitaannya. Jangan mentang-mentang tinggi derajatnya
kemudian berbuat seenaknya kepada orang miskin yang butuh bantuan
Mulane dadi kêbacut luwene wis jêjaluk arang entuk wuwuh kêna nglara. Ana sing bêdhilên, ana sing bubrah padha ditalèni jarit amoh iku cêdhaka nyang wong gêdhe malah dioyahke asu, sabab pêngrasane yèn kasor drajate cêdhak manèh yèn gêlêma didhungi bae ora wèh. [2549 / penjelasan tembang ke-24]
Orang yang tidak mau membantu sesamanya merupakan orang yang lupa
kepada asal mulanya diciptakan, agama Allah dan janjinya di akherat dulu. Maka
persiapkanlah dirimu untuk pertanggungjawaban di akherat kelak.
Ya sing mêngkono iku polane wong pangling dhèk ajal kamulane. Mangka wis kocap ing pira-pira kitab dhèk awit jaman Ajali sakabèhe duryate Kangjêng Nabi Adam padha ngandikan marang pasamuan ngayunaning Allah sarta diwiji-wiji kêdhawahan aja nganti pangling marang jodhone lan aja pangling marang panunggale sarta aja lali marang kawitane awit kabèh iku padha duryat. Mangka wêkasane padha lali mênyang pêncaring kadadean. [2550 / penjelasan tembang ke-25]
Janganlah dilupakan tugas sebagai pembesar di negara adalah memberikan
contoh yang baik kepada bawahannya, jangan mementingkan supaya hanya baik
dipandang dan dipuji orang banyak saja tetapi buktikanlah dengan mau
347 memberikan sandang pangan kepada orang miskin. Selain itu bisa menyelesaikan
masalah perselisihan dengan benar.
Nanging sing sêmbada ora olehe bêciki bala garwa kêbisane, sabab iku sing minangka pagêre awake donya ngakherat. Aja ngamungake bêcik-bêcike didêlêng bae lan aja dhêmên-dhêmêne wong akèh kae, sabab mêngkene bêcike didêlêng asihe wong akèh mau anaa nyatane gêlêma nguwèhi sandhang pangan myang wong miskin. Lan bisaa ngrampungi sing bênêr barang susah prêkarane wong para padu. Mêngkono iku pama digaliha kang bênêr surasane wulang iki ora-orane luput barang ciptane galihe. [2553 / penjelasan tembang ke-26]
Perilaku yang derajadnya lebih tinggi dari perang sabil adalah perilaku
seorang pembesar / raja yang mampu mendengarkan apa yang menjadi keinginan
rakyat di sekitarnya.
Ana manèh kêlakuan sing bêcik sing ngungkuli prang sabil, sing ngantèk nglurug sabalane ngrusak mungsuh luput awit prakara ngrusak agama. Dene kang ngungkuli yèn ta ratu iku gêlêma rêmbugan sabên dina ngrasakake kojah wirayat kang kuna-kuna, sênajan wirayate wong samêngko. [2556 / penjelasan tembang ke-28]
Seorang bangsawan / pembesar perlu disadari bahwa derajatnya masih di
bawah derajat para pertapa yang sudah tidak tertarik kenikmatan dunia. Maka dari
itu sebagai seorang bangsawan / pembesar harus mengimbangi dengan ibadah
kepada Allah.
Ananging wong agung ing nagara iku yèn ditimbang drajate ngakherat durung madhani karo sing pêtitis tuwakupe ana guwa kang minangka ungguling yudha. Sabab wis mênang nggone pêrang karo sêpi sabên dina wuwuh-wuwuh ilange pêndhêlênge mênyang nikmating donya awit wis klimput karêm marang Allah.. [2558 / penjelasan tembang ke-30]
348 4. Ajaran Abdi Tama
Seseorang yang mengabdi di dalam kerajaan, seyogyanya memiliki
tingkah laku yang baik dan bisa dicontoh oleh para kawula / rakyat banyak. Maka
dari itu perlu diketahui beberapa hal yang menjadi kewajiban seorang abdi yang
utama. Berikut adalah beberapa ajaran abdi tama dalam Sêrat Srutjar :
a. Ketika menjadi seorang yang kaya dan dekat dengan raja, maka jangan
merasa sombong. Perbanyaklah memberi sedekah kepada sesama.
Wong iki sing wis lumrah sêmangsa sugih ambêge ngêgung-gungake, ya sênajan sêthithik kanêpsune ananging yèn akèh kêsukaning donya kêwêkasane nêmu susah. Mulane sing padha sugih iku o ya sênajan lilane utawa bêloboha, ananging ora bisa têtêp bêcike sabab sok katut ambêge olèhe dakdir supama dakdire diyitnani, mangka bisa mari. [2562 / penjelasan tembang ke-31] Terjemahan : Seseorang sudah terbiasa menjadi kaya perilakunya suka menyombongkan diri, walaupun hanya sedikit nafsunya tetapi jika banyak keinginan di dunia maka akan menemui kesusahan. Maka dari itu orang kaya harus rela dan suka memberi, tetapi belum bisa tetap baiknya sebab bisa terbawa perilaku sombong. Jika sombongnya dihilangkan maka bisa sembuh.
b. Seyogyanya berhati-hati dan menjaga sopan santun dalam menghadap raja
ataupun dengan rekan satu golongan.
Iku rak wajib diati-ati ya apa saktataning prentah dilakoni apa manèh sing wis duwe lungguh ya wêruha nyang lungguhe. Lan bêcik sih-sinihane nyang kanca sak golongane sarta awèha maklum nyang sakpadhane utawa kacakêpa barang prêkara sak plinggihan. Sabab wis ana jalarane kayata laku, linggih, solah, muna, muni kabèh iku rak wis dadi panêngêran. [2564 / penjelasan tembang ke-32] Terjemahan : Itulah wajib berhati-hati untuk semua tatanan perintah yang dilakukan, apalagi yang sudah mempunyai kedudukan maka harus paham. Baik-baiklah dengan rekan satu golongan dengan mengucapkan salam kepada mereka atau cukupkanlah masalah pada satu golongan. Karena sudah menjadi sebab seperti kelakuan, kedudukan, perilaku, pembicaraan semua sudah menjadi penanda.
349
c. Ketika mendapatkan perintah dari patih maka segeralah dilaksanakan,
karena patih adalah wakil dari raja dan berwenang menggantikan raja.
Iku lêburên ciptaning ati ala mênyang patih, ya iku kêlakuane wong ana pasêban. Awit wong suwita iku wêtune barang solah bawa sing bênêr prêsasat dheweke wayang diwayangake marang wayang. Wis kawêtu mênyang wayang sing dadi dhalang iku sing têmên mung pasraha kêrsaning ratu. [2565 / penjelasan tembang ke-33] Terjemahan : Hilangkanlah prasangka buruk kepada patih, itulah kelakuan orang-orang dalam paseban. Karena orang yang mengabdi itu menunjukkan tingkah laku yang benar seperti wayang yang diwayangkan oleh wayang. Sudah semestinya wayang yang menjadi dalang itu adalah keinginan raja.
d. Pengabdianmu kepada negara / raja janganlah engkau kaitkan dengan
kecintaanmu kepada anak istrimu dan orang di sekitarnu.
Lan yèn ana barang prakarane aja trêsna marang anak bojo, sedulur, pawong mitra kêkaruh, batur sakpadhane, liya prakara mênyang awake dhewe sabab yèn nganti murina prakarane satêmah yèn bangêt dhewèke tut ala ora wurung kangèlan tur bilulungan. [ 2568 / penjelasan tembang ke-34] Terjemahan : Ketika ada suatu masalah, jangan mencintai anak istri, saudara, teman, pembantu. Berbeda masalah dengan diri sendiri, sebab ketika sampai terkena masalahnya maka dirinya akan ikut tercela dan akhirnya akan kesulitan dan kebingungan.
e. Dalam paseban akan banyak suatu percakapan, maka berhati-hatilah dalam
mengambil suatu berita dari banyak percakapan tersebut.
Lan wong ana pasêban iku yèn ngrungokake wong caturan babing pêgawean lan ngrungokake wêrna-wêrnaning wêrta saking ramening catur wis prêsasat têkaning gara-gara. Nanging ora nganti lawas nuli salin-sumalin sing dadi kabar cature. [2568 / penjelasan tembang ke-35] Terjemahan : Dan orang yang berada di paseban itu ketika mendengarkan orang berbincang bab pekerjaan dan mendengarkan banyaknya berita dari ramainya ucapan sudah seperti datangnya gara-gara / keributan. Tetapi tidak lama kemudian akan saling berganti apa yang menjadi kabar perbincangannya.
350
f. Dalam suatu paseban, ketika sang patih memberikan perintah maka
dengarkanlah baik-baik dan tanyakan apa yang kurang jelas. Jangan
sampai keliru dalam melakukan perintah nantinya akan dicela.
Lan wong ana pêseban iku sing nawikani solah bawaning uwong, sabab solah bawa iku mênawa wis tampa prentahing patih dene yèn dhewekke ora dhengêr dadi kainan olèhe seba. [2571 / penjelasan tembang ke-36] Terjemahan : Dan orang yang berada di paseban itu harus bisa mengerti tingkah laku seseorang, sebab tingkah laku itu setelah menerima perintah dari patih dan dirinya tidak mengerti akan menjadi bahan ejekan orang-orang yang menghadap.
g. Apabila sudah dipercaya raja maka akan diberikan pujian dan hadiah,
maka segeralah dibagi dengan rekan sepenanggungan.
Yèn wis asih iku supama diutus nglakoni sêdhengah, yèn wis rampung mêsthi dialêm utawa dikudang diupamakake kaya sing wis kêbênêran. Dene kawêkase bandhane yèn dèn sihi mêsthi akèh pêparinge, nanging pêparing iku aja kasèp nuli diwratakna nyang kancane sing padha kêtara. [2573 / penjelasan tembang ke-37] Terjemahan : Ketika sudah diasihi seumpama diutus untuk melakukan sesuatu, saat sudah selesai pasti dipuji atau ditinggikan seperti sudah benar semua. Adapun kemudian hartanya saat diasihi pasti banyak pemberiannya, tetapi pemberian itu jangan terlambat segera bagikanlah dengan rekan-rekan yang sudah berjasa.
h. Hendaknya orang harus selalu berhati-hati dan menerapkan ketelitian.
Jangan dikira masalah kecil juga merupakan suatu cobaan / perangkap.
Lan manèh sadina-dinane ratu iku aringe amung karo wong wadon, mulane mêngkono sing diutus mriksani nyang manganti ngiras dadi kala yèn ana kluputane polahe sing padha seba lan dadi kala mênyang atine sing padha seba. Dene mêngkono iku kudu ngati-ati sabab dhèwèke ora wêruh nyang krêsaning gusti. [2575 / penjelasan tembang ke-38] Terjemahan : Dan lagi sehari-hari raja itu dekatnya hanya dengan wanita, maka dari itu seorang wanitalah yang diutus melihat di Manganti sebagai perangkap ketika ada kesalahan perilaku dan jadi perangkap hati orang yang
351
menghadap. Seperti itulah harus berhati-hati sebab dirinya tidak tahu apa yang menjadi keinginan raja.
i. Ketika mengabdi kepada raja, jangan hanya mengandalkan keberanian saja
karena akan dianggap tidak berkompeten.
Wong suwita ratu iku aja ngandêlake têguh kuwanène. Dene yèn ana sing kaya mêngkono iku wong busuk jênênge, sabab padha bae karo wong katon kuwirangane lan wong mêngkono iku ora bisa cêdhak mênyang ratu utawa ora diandêl mênyang ratu.[2578 / penjelasan tembang ke-39] Terjemahan : Orang yang mengabdi kepada raja jangan hanya mengandalkan keteguhan keberanian. Adapun jika ada yang seperti itu adalah orang yang busuk namanya, sebab sama saja dengan orang yang terlihat keburukannya. Dan orang yang seperti itu tidak bisa dekat dengan raja tau diandalkan raja.
j. Saat raja memberikan suatu isyarat, maka tanggaplah apa yang diinginkan
raja tanpa harus menanyakan apa yang diinginkannya.
Dene wong cêdhak nyang ratu iku yèn gustine maringi sasmita sakêclapan iku sing bisa nampani lan poma sing rapête nutupi ulate aja nganti kêtara, sabab gustine cuwa kêprècèta sasmitane.[2580 / penjelasan tembang ke-40] Terjemahan : Adapun orang yang dekat dengan raja, ketika sang raja memberikan sekelebat isyarat yang bisa mengerti dan kemudian menutupi maksudnya agar tidak diketahui. Karena sang raja akan kecewa jika isyaratnya dijelaskan.
k. Hanya orang terpilih yang mampu mengerti dan memahami isyarat raja.
Apabila bisa mengerti isyarat raja maka pertanda akan mendapatkan cinta
dari raja.
Dhasar diparingi sasmita pindha urubing agni bêning, lunturing sih dalêm nikmate rak ngrambahi mênyang sing disihi. Dhasare pilih-pilih wong sing diparêngi mênyang ratu kêjaba tata carane wis rujuk nyang gusti nanging bab sarjuning galih saksat ora kêna winurukake. [2582 / penjelasan tembang ke-41] Terjemahan : Memang ketika diberikan isyarat seperti nyala api yang bening, kasih sayang dari raja akan merambat kepada seorang yang diasihi. Sudah
352
semestinya orang terpilih yang diinginkan raja karena tata perilakunya sudah sesuai dengan apa yang raja inginkan. Tetapi bab kecocokan hati seperti itu tidak bisa terjabarkan.
l. Menurutlah apa yang menjadi sabda seorang raja, karena kita ibarat
wayang dan raja merupakan dalangnya yang menjalankan cerita.
Dene klakuane wong seba iku mung kudu nurut nyang ngarsane sing diseba. Yèn wis duwe pikir sing mêngkono ya iku sing dadi jalaran ngêmori kêrsaning gusti. Sabab wong ngawula iku rak kaya wayang, padha dikonclathu mêngkene mêngkono ya tirokna bae, wong dudu karêpmu dhewe. [2583 / penjelasan tembang ke-42] Terjemahan : Adapun kelakuan seseprang yang meghadap harus menurut kepada raja yang dihadap. Ketika sudah memiliki pemikiran seperti itu merupakan suatu alasan kuat untuk dekat dengan keinginan raja, karena seorang rakyat itu seperti wayang yang diomongkan begini-begitu hanya bisa menirukan saja karena bukan keinginan kita.
m. Hal yang tidak menyenangkan dalam paseban adalah percakapan tidak
menentu yang tidak bisa membedakan mana yang rahasia dan tidak
rahasia.
Wong ana paseban iku sing mêgahake mung prakara siji, iku yèn ana wong kêbacut clathune nylathokake babing agama lan olèhe ngucap ora pisan yèn anaa wadine utawa kawite clatu ora ana sing takon. [2584 / penjelasan tembang ke-43] Terjemahan : Orang-orang dalam paseban itu yang paling menjengkelkan adalah apabila ada seseorang yang keterlaluan bicaranya membicarakan bab agama dan tidak sekali-kali membicarakan suatu rahasia atau berbicara tanpa ditanya.
n. Banyak orang yang berbicara seakan-akan mendapatkan wahyu dari Allah,
padahal dirinya jauh dari sikap cendikia.
Èmpêre kaya wis katurunan wahyu Allah. Dene sakabèhe agama kaya wis dibuka ana ati, kok wong clathu sok nganèh-nganèhi mangka durung ana adate wong kêtiban wahyu jlêg sêka dhuwur sing tanpa jalaran. [2586 / penjelasan tembang ke-44] Terjemahan :
353
Seperti sudah mendapat wahyu dari Allah. Adapun semua agama seperti sudah dibuka di hati, kok ada seseorang berbicara aneh-aneh padahal belum ada sejarahnya orang mendapat wahyu seketika jatuh dari atasnya tanpa sebab.
5. Ajaran Suwita Tama
Kita harus tahu bagaimana hendaknya sikap orang yang mengabdi (suwita)
untuk mendapatkan kepercayaan raja. Banyak macamnya kepercayaan raja kepada
abdinya yaitu, dipercaya memimpin bala tentara, dipercaya menyimpan harta,
dipercaya bab wanita, dipercaya menghadapi perang, dipercaya ulah kebaikan,
dipercaya menjaga ketertiban dan sopan santun, dan dipercaya untuk membina
semua keterampilan. Berikut adalah kepercayaan raja kepada abdinya dalam Sêrat
Srutjar:
a. Ketika ingin dipercaya bab wanita, maka harus berhati-hati, bersih dan
halus dalam kelakuan serta berjanji setia kepada raja ketika menghadap
sendirian.
Dene yèn diandêl mênyang babing wong wadon iku kudu akèh duga-duganing ati kang alus prayoga rêsiking klakuan kang sarta têmên-têmên yèn seba dhewekan marang ratune sing bangêt prasêtyane. [2588 / penjelasan tembang ke-46]
b. Ketika ingin dipercaya bab harta keduniawian, apabila ada pemberian raja
segera dibagikan kepada rekan sepenanggungan.
Dene yèn diandêl mênyang donya sakpadhane iku yèn ana pêparinging ratu aja dipangangên-angên nyang kancane, nuli dumên mênyang sing padha duwe cêkêlan warata lan kang nglakoni gawe kabèh. [2590 / penjelasan tembang ke-47]
354
c. Ketika ingin dipercaya bab pangan, janganlah memikirkan diri sendiri agar
kepercayaan raja bertambah. Hendaknya mengarahkan dan memberikan
kepada yang tepat.
Dene yèn ora urut panyuwune ya uga misih cacad, apadene yèn bangêta karêp ngarah kagunganing ratu pêsthi ora dipindho pêngandêle gustine. Sabab ya sapa wonge gêlêm marêgi lawang lan sapa wonge sing gêlêm makani rangas. Wusana ora lulus sihe ratune [2592 / penjelasan tembang ke-48]
d. Ketika ingin dipercaya bab olah berperang, maka harus menguasai strategi
perang secara matang untuk menumpas musuh. Tetapi jangan sampai
strategi itu diketahui seseorang atau bawahannya.
Dene yèn diandêl ulah pêrang iku kudu wêruh pratikêle yèn arêp mupus ing barang prakara pakewuhing pêrang kang wis ora kêna binudi ing tingkah ananging pamupuse aja nganti kawruhan sapadhane lan marang klèrèhane sapangisor. [2593 / penjelasan tembang ke-49]
e. Menguasai strategi perang tidak akan cukup apabila belum dilandasi
kedekatan kepada Allah. Maka dari itu perbanyaklah beribadah dan
mengheningkan cipta rasa.
Ananging sênajan wisa pintêr andum ajar gêlaring pêrang iku durung dadi yèn durung awas lan karsane kang gawe urip. Dene yèn murih tibaning wahyu nuli tuwakupa ngênêngêna budi solah bawa rasa, amung ciptaa anêgês karsaning Allah utawa elinga yèn sakabèhe iki kawulaning Allah. [2595 / penjelasan tembang ke-50]
f. Ketika ingin dipercaya bab olah kesenian, maka kuasailah sastra dan seni
karawitan.
Dene yèn diandêl ulah karawitan, ananging karawitan iku sing mau ora ana dene pinangkane têka têmbang kawi lan têmbang kidung dhèk jaman panji. Iku salagi pandugi dalêm ingkang sinuhun, para kadang kadeyan sing nganggit jarwakake pêncaring krawitan. [2596 / penjelasan tembang ke-51]
355
g. Ketika raja memberikan kepercayaannya, usahakan dikerjakan dengan
baik bersama anak buahmu. Ajarilah keterampilan kepada mereka dengan
memberikan contoh yang baik.
Sabab sing mau wis diarah iku supaya klakona pêngarahe marang balane kabèh lan sing padha dadi pêngarêp aja tinggal kapintêran kang alus murih prayoga lan elinga ing cacêkêlane. Yèn amung drêma digadhuhi wae mulane budine kudu sing alus, aja murka. Sabab supaya bênêra barang prentahe lan bênêra barang wuruke mênyang klèrèhane. [2598 / penjelasan tembang ke-52]
6. Ajaran Yudanegara
Dalam suatu pertemuan agung yang berada di istana, tertib dan sopan
santun pada tempat persebaan raja harus selalu diupayakan. Yudanegara adalah
suatu sikap tingkah laku yang harus dipahami oleh para punggawa kerajaan ketika
berada di dalam negara / istana harus berkelakuan baik yang tidak mengurangi
kebenaran keadilan.
Têgêse “yudanêgara” iku pêranging ati kang prayoga wong ana nagara. Lire yuda, pêrang. Iku têmbung kawi. Lire nagara, yèn lagi têmbunging candra sastra lire na, padhang. Yèn têmbung kawi lire gara, gêdhe. Dene kumpuling têmbung sakarone na utawa gara iku yèn disarèhake mèngkene, amadhangi desa kang gêdhe. Dene kang dadèkake padhang yèn ora kêkurangan adil kang bênêr.
[2600 / penjelasan khusus tembang ke-53] Terjemahan : Maksud “yudanegara” adalah perang dalam hati yang baik seseorang di dalam negara. Arti dari “yuda” adalah perang, itu adalah kata kawi. Arti dari “nagara” sebagai kata candra sastra, arti “na” adalah terang. Dan kata kawi “gara” berarti besar. Adapun jika kedua kata disatukan maka artinya adalah menerangi desa yang besar, yang menjadikan terang adalah ketika tidak kekurangan adil yang benar.
356 Berikut adalah beberapa perilaku yudanagara dalam Sêrat Srutjar :
a. Tertib sopan santun pada tempat persebaan raja hendaknya ditangkap
dan disampaikan dengan kerlingan mata tanpa ucapan kata. Saat raja
belum datang, jagalah suasana jangan sampai terbabar suatu
pembicaraan. Jika ada yang melanggar hendaknya diingatkan lewat
isyarat tanpa mengeruhkan suasana.
Dene yèn nalika paseban gêdhe sadurunge sang ratu miyos, iku wong nagara kang ana paseban kawit ngêmpakake kaprameyan pêranging ati kang murih prayoga. Pratikêle kudu lirik-linirik supaya ningaa prabotan solah bawane kang padha seba. Sabab yèn ana sing nêrak larangan mêsthi entuk luput lan aja wani ngucap sambungan warta-winartakake. `[2600 / penjelasan tembang ke-53]
b. Tunjukkan senyum keramahan jika ingin mengingatkan para
punggawa yang berbuat ricuh, usahakan olehmu biar rasa hatinya enak
menangkap peringatanmu. Hendaknya tampak kelapangan hatimu pada
waktu ia menerima petunjukmu itu.
Dene rupa pratikêl kang murih kêl, kang murih kêna angêsori atine uwong kang gêdhe lagi bariwut. Olèhe ngalingake saknalika iku dienakana atine diwèhana sasmita kang têtela lan ulate kang lêjar, esême kang manis. Endi sing dadi lupute awake dhewe dinggoa tuladha, diningakna marang kang luput sarta mèsêma kang manis. [2602 / penjelasan tembang ke-54]
c. Jangan membeda-bedakan dalam memberikan sikap ramah dan asih
kepada sesama, karena sudah kewajiban setiap manusia untuk asih
kepada sesamanya.
Dene ing kabêcikan mau aja dibeda karo sing dikawruhi sadina-dinane iki. Babe yèn takon lan prentah tuwin angèlikake mênyang sakpadhane utawa mênyang bature iku sing asih-asih têmbunge, sabab elinga dhèk jaman misih duryat wis dijangji dikon eling sapadhane
357
wusana tutug jamaning urip padha lali. [2605 / penjelasan tembang ke-55]
d. Perbuatanmu yang menenangkan dan menyenangkan kepada sesama
itu disebut negara krama, maka sampai sekarang akan menjadi sebuah
contoh baik. Janganlah memilih dalam berbuat baik, walaupun kepada
rakyat kecil maka lakukanlah perbuatan baik tersebut.
Mêngkono iku klakuan ngayêmake lan ngarisake sakpadhane, yaiku sing diarani nagara krama. Mulane nganti sêprene ditiru ditêpa barang solah tanduke lan aja dumèh dheweke wong cilik arêp ora gêlêm nandukake clathu bêcik sabab ngrasa yèn dheweke wong ala. [2607 / penjelasan tembang ke-56]
e. Janganlah hanya memandang pangkat saja kepada orang yang ingin
kita hormati, karena kita tidak tahu bagaimana baik-buruk hatinya.
Pandanglah roman mukanya untuk mengetahui bagaimana sekelebat isi
hatinya.
Sênajan wong ana pucuk gunung sing angkêr kang ora ana ngupamani angkêre, ya aja dibeda olèhe ngaji-aji karo priyayi nagara sabab pocapane wis ana. Sêgara sing luwih jêro kêna dijajagi yen atine uwong ora kêna dijajagi, ananging ya kêna dijajagi yèn bênêr pratikêle. Dene yèn arêp wêruh karêping uwong rupaning kênyatahan wis katon ana ulat, dêlêngên pasang sêmuning liring mêngko katon barang karêpe sakwêtara [2609 / penjelasan tembang ke-57]
f. Berhati-hatilah dalam memandang seseorang, jangan sampai seseorang
tersebut curiga dan memandang kita sebagai musuh. Maka selalu
pasanglah raut muka yang ramah dan manis. Itulah yang disebut
yudanegara, yaitu memerangi rasa yang buruk di dalam diri menjadi
rasa yang baik di dalam suatu paseban.
358
Dene yèn wis ora gajêg-gajêg olèhe ninga tanduk liringing uwong iku mung jaganana bae lan aja kagètan. Sabab sing bisa nutupi wadining uwong utawa awasêna gawene liring iku supama liringe ala nyang kowe, mangka kowe kudu nuli ningaa babare. Yaiku sing diarani yudanagara, sabab atine sing ora bênêr kudu dipêrangi dhewe apamanèh yèn ana pasêmuan lan pêseban gêdhe pêsthi kudu nglakoni yudanêgara. [2611 / penjelasan tembang ke-58]
g. Jatuhnya sabda raja merupakan panah yudanegara yang berisi curahan
hati suci yang terarahkan kepada siapa saja. Siapapun yang terkena
panah yudanegara akan menerima dengan senang hati karena
diumpamakan sabda raja seperti mahkota yang bersinar-sinar terang
dan baik. Isyarat raja jatuh secara halus kepada perdana menteri.
Êmpaning yudanagara iku awor pangandikaning ratu kang arum. Saking kèhe pangandika saengga panah tumêmpuh nanging kang kêtiban ora kêna binastu. pinarêng tiba mênyang putra santana, pinarêng mênyang nayaka lan sapa kang kêtiban pangandika ya iku wong kêna panah yudanagara. Sabab wêtuning pangandika pêngarahe luwih alus tur bênêr pêtitis. Dene yèn dicandra pangandika kang yudanagara mêngkene, bêcik landhêp padhanging grahita ratu pinangka makutha. Lan paraning sasmita amung katampan padhange ciptaning mantri pamungkas, dene kamadakaning ratu pinangka binggêl. [2613 / penjelasan tembang ke-59]
h. Tertib dan rancahnya di tempat persebaan raja karena tampak
keluhuran sabda raja. Sabda raja mengikat hati menawan rasa seakan-
akan setiap jiwa di paseban sudah dipasrahkan. Siapapun yang
kejatuhan sabda raja tidak dapat berkilah dan tidak dapat dibantah
karena tertutup oleh besarnya derajat keraton dan banyaknya
pemberian raja.
Sabab pangarahe mulane didêrêsi pangandika suwe-suwe tatune anaa kang tlanjêr satêmah sapa kang katiban pangandika prasasat pinundhut nyawane ana paseban. Sabab sakala iku kang para nayaka
359
rumangsa nyawane kawasesa ing ratu, tur kalêban drajating karaton lan gunging pêparing. [2615 / penjelasan tembang ke-60]
i. Siapapun yang terkena sabda raja akan hilang rasa was-was dan syak
wasangkanya, serta segera tunduk takluk kepada raja. Karena merasa
dirinya tidak ada harganya dan mendapatkan kasih dari raja.
Sabab pangandika kanthi yudanagara sapa kang kabyukan pangandika amasthi atine jugrug kang wani ing ratu lan saking kumrakêting pangandika bisa ngacakki antêping ati kang kukuh satêmah awakke saksat kumliyang kang tanpa rêga. Têgêse apa saktibane awakke tamtu nurut narima ing parentah awit sang ratu wis katon têngêre yèn asih. [2617 / penjelasan tembang ke-61]
j. Apabila seseorang mendapatkan kasih raja untuk dititahkan menjadi
senapati perang, maka orang tersebut pasti akan melakukan dengan
baik perintah tersebut dengan mengerahkan prajuritnya. Segala musuh
kafir pasti akan kalah dan rusak karena senapati yang dipilih raja
memiliki keunggulan.
Lan supama têngêre mau tumiba ginawe senapati utawa tungguling pêrang amasthi kang antuk sih mêrês budine kang murih banjure bêcik angrèh bala kabèh. Sênajan ditêmpuhna mungsuh kapir pira-pira pasthi unggul, sabab anêmpuhe iyêg sabala awit bisaning senapati bêcik angêmonging bala êndi kang tinêmpuh pasthi rusak. [2619 / penjelasan tembang ke-62]
k. Ketika ditunjuk sebagai senapati perang, bukannya perasaan sedih
tetapi perasaan senang yang didapat. Hal tersebut dikarenakan rasa
cintanya kepada raja yang telah memberikan kepercayaan kepadanya,
walaupun nyawa taruhannya tetapi merupakan suatu kehormatan besar.
Lan saengga iku ditutugna panggagase ya malah wuwuh trêsna. Sênajan satêngaha turu ya kagèt sabab dipikir lungguhe dhewe wis
360
gêdhe, wuwuh diganjar kêsenapatèn satêmah karêpe salin babar pisan tur iku pêngrasane wis bênêr. Nanging ora eling yèn pêrang iku kawêkasan pati sak gon-gone. [2621 / penjelasan tembang ke-63]
l. Apabila ingin berbicara di dalam paseban hendaknya tepat
pertimbangannya dan disesuaikan dengan waktu dan suasana. Roman
muka hendaknya tenang biasa dan memperhatikan suasana dalam
pembicaraan.
Mulane wong clathu iku sing pêtitis, aja nganti kawêtu yèn durung têrang pasêmone kawêkasane lan rosing karêp kang bakal diucapake malah ulate sing amêm. Dene yèn duwe pêngarah ngêntènana lan kêparênge, ulate kang diarah, pênyawaning ulat sing tlatèn nanging aja kêmba gunême lan ulate dhewe sing bisa iriban. [2623 / penjelasan tembang ke-64]
m. Janganlah dilupakan setiap keadaan haruslah memperhatikan duga-
kira dalam pembicaraan, bedakanlah konteks berbicara antara
pembicaraan dengan bangsawan dan dengan rakyat biasa. Bisalah
melebur dalam pembicaraan rakyat biasa menurut keadaannya.
Karo aja lali patraping duga watara, aja sok ngêmor priyayi lan wong rucah. Sabab wong rucah iku ora kalêbu cacah, nanging aja kadak-dakake. Ya sorana basa sakpatute, wong cilik iku barang clathune sing gêdhe sêgaramu lan sing bisa tatane caturan lan wong tani, ya sakbangsane tanduran caturna. [2625 / penjelasan tembang ke-65]
n. Keutamaan kelakuan adalah membuat senang hati orang lain, adapun
yang bisa melakukan perbuatan tersebut akan menjadi landasan
berbuat baik ke sesama hidup. Maka welas asihlah kepada sesama dan
selalu merawat orang tua. Ketika ingin mencuci keburukan hati, maka
bertobatlah kepada Allah.
361
Pêngarêping kêlakuan iku ngenaki atining uwong. Dene kautamaning ati sing bisa nglakoni pênggawe bêcik iku pinangka dadi pancadan ing antarane siji-sijine kalakuan bêcik lan sing wêlas asih sakpadhaning urip sing dhêmên tilik nyang wong tuwa.. [2627 / penjelasan tembang ke-66]
o. Sebagai bangsawan jika berbicara harus bergantian, jangan seperti
unggas yang berkokok saling sahut-sahutan. Ketika tidak berbicara
usahakan tenang seperti menyimpan sesuatu hal.
Lan priyayi mono yèn caturan aja ting jrêleh barêngan, mundhak kaya pêtoking pitik banyak bèbèk caturan ting brêngok iku. Kêmandhange rak bawur swara dirungokake ya ora gênah kawitaning catur lan wangsulaning catur ora ana wong dhengêr. Dene bêcike priyayi iku yèn ora clathu wangune sing amêm, sing kaya ngêmu wadi pasanging ulat sing wingit.. [2629 / penjelasan tembang ke-67]
p. Bila engkau berbicara dalam suatu pertemuan orang banyak,
hendaknya disesuaikan sikap dan kata-katamu itu dengan iklim
maupun situasi pertemuan tersebut.
Dene yèn ana pasêmuan caturmu sing gêntèn aja barêngan, sêru lirihe calathu sing sêdhêng duganên sakrungune sing kok jak caturan bae, karo caturmu sing pêtitis aja bola-bali. [2631 / penjelasan tembang ke-68]
q. Pikiran dan perbuatanmu itu terbentuk dari segala perilaku dari
lingkungan sehari-hari. Dari sanalah akan diterima oleh cipta dan
rasamu akhirnya mempengaruhi perbuatanmu.
Mangka wong iki ciptane sêdina-dina wis pêsthi kawoworan sabab ngrungokake sêbawane barang-barang iku dadi atine kisruh. Kayata upamane mêngkono kowe lagi satêngah mikir nuli ninga wong mlayu-mlayu lan krungu swara sêru, mêsthine atimu kagèt, ulatmu iya banjur mengo sabab dêlêng sing mlayu lan ngrungokake swara mau. Wêkasan pêmikirmu gèsèh, têrus lan pangucapmu. [2632 / penjelasan tembang ke-69]
362
r. Jika ingin dihormati dan dikasihi oleh orang lain, maka awalilah
mengasihi dirimu sendiri dengan menghentikan perbuatan buruk dan
tidak menggunakan semua barang haram ditubuh.
Dene yèn atimu kudu disihi marang sakpadhaning urip, iku kawitane mêrgane disihi awakmu dhewe iku dhêmênana. Dene prêtikêle wong dhêmên mênyang awake dhewe iku mêngkene, gulumu iku pêpêtên aja nganti kêlêbon barang panganan utawa ombèn-ombèn sing pancèn katon kharam kabèh. [2634 / penjelasan tembang ke-70]
7. Ajaran Ratu Tama
Melihat perwujudan lahiriah memang tidak tampak perbedaan antara raja
dengan orang-orang kecil semua. Namun demikian, karena kemampuan
menghimpun segala yang ada, mampu memegang peradilan negara, dan semua
perwatakan yang ada di dunia dikuasai olehnya secara teratur dan tertib digunakan
untuk mencapai kesejahteraan. Maka dari hal tersebut beliaupun lebih hebat dan
tinggi derajatnya dari orang lain. Berikut adalah kedudukan seorang raja dalam
Sêrat Srutjar :
a. Raja merupakan wakil Allah di dunia yang berhak menguasai kekayaan
untuk menyejahterakan negara.
Lan manèh êndi ta bedane ratu karo wong cilik, ananging ewa mêngkono sarèhning kamulyaning ratu kabiyanton ing bala kabèh, dadi wênang yèn nglumpukna donya sabab anaa kang dinggo maringi marang balane kabèh. Lan wis pancène ratu iku nampani bulu pêti têka ing amanca kang supaya cukupa dinggo nutugi pambêkan bêciki nêgarane sak bawahane kabèh lan kênaa dinggo mulut marang atining bala. [2636 / penjelasan tembang ke-71]
Terjemahan : Dan manakah bedanya raja dengan rakyat kecil, tetapi seperti itulah sebuah kemuliaan raja dibantu oleh prajurit semua dan berwenang untuk mengumpulkan harta, karena untuk memberi kepada para rakyatnya
363
semua. Dan sudah ketetapan bahwa raja itu menerima upeti dari daerah luar supaya cukup untuk memberikan kesejahteraan negara dan bawahannya semua dan untuk menyenangkan hati rakyat.
b. Dalam mengusahakan kesejahteraan negara, raja meminta pertolongan
para ahli ilmu yang mengerti ilmu kiri (keduniawian), perbintangan dan
nujum. Para ahli tersebut dipercaya dalam urusan dunia tetapi
bertentangan dengan ajaran agama.
Dene sarat arjaning nagara iku mundhuta pitulunging ajar, sabab kang mau-mau ajar bisa matrapake surasaning sarat awit sing dilakokake ngelmu pangiwa, ramal, palintangan. Mulane yèn matur bab agama aja digugu, marga tekading ajar luwih rêgêd niyate arêp kêdawa-dawa ora nrima urip sêpisan. Dene ing laire sing katon sêdinane ya nyata bêcik, sabab bisa mitulungi sakpadhaning urip lan bêtah tapa, nanging muntir agamaning Allah ciptane jaluk aja kêna pati mung kênaa nitis marang sakkarêpe dhewe. [2638 / penjelasan tembang ke-72] Terjemahan : Adapun syarat kesejahteraan negara itu mintalah pertolongan para Ajar, karena ajar dapat mengamalkan ilmu kiri, ramal dan perbintangan. Jika berkata bab agama jangan dihiraukan karena niatnya ajar lebih kotor dan tidak mau hidup sekali. Adapun lahirnya memang baik sehari-harinya, karena bisa menolong sesama hidup dan tahan dalam bertapa. Tetapi urusan agama Allah dia tidak mau terkena kematian dan hanya ingin menitis seenak hatinya.
c. Raja berkuasa atas segala hukum di dunia dan sebagai pengadil kejahatan
di negara. Walaupun keluarga raja berbuat salah maka raja akan
menghukumnya juga.
Lan manèh ratu iku wêsi asate sing akèh wêrnane lan sing nglarani kabèh utawa ngadêgêna gêdhong kang gêdhe, piranti diisèni wong katrap dosa kang mrêtanggung saliya putra niyaka sêntana. Dene yèn wis têmên bênêr pangadilane sênajan putra sêntana sapangisor amasthi ora ana suwala, malah adile kawruhan misuwur saisining bumi kabèh yèn sarta nurut kukuming agama sarak Rasulullah, sabab tanah Jawa iki nurut sarengate tanah Arab. Tanah Arab nurut kadising Rasullullah, mangka kadising Rasulullah amung nuduhake panggawe bêcik. Mulane satiba-tibane donya akherat slamêt. [2640 / penjelasan tembang ke-73]
364
Terjemahan : Dan lagi, raja sebagai pemegang hukum mempunyai banyak hukuman untuk menyakiti semua dan serta mendirikan penjara yang besar sebagai alat penghukum orang-orang yang berdosa selain putra sentana. Dan ketika sudah mengalami pengadilan walaupun putra atau keluarga raja ketika sudah bersalah maka tidak bisa mengelak lagi untuk dihukum. Keadilan hukum tersebut akan terkenal seisi bumi ketika berpegang pada hukum agamanya Rasulullah. Karena tanah Jawa ini menurut syariat tanah Arab, tanah Arab menurut Hadis Rasulullah, adapun Hadis Rasulullah hanya menunjukkan hal-hal baik. Maka dari itu, diusahakan selamat dunia akhirat.
d. Seorang raja ataupun pembesar kerajaan hendaknya mengingat ajaran
Asthabrata yang diajarkan Sri Rama kepada Wibisana untuk mengatur
ketertiban negara.
Lan sêkabèhe iku sing pêsthi pamikire bisaa awèh srêjuning ati nyang wong saknagara sarta pantês wong gêdhe-gêdhe iku yèn nyakêpa pênganggoning kabisan kang wolung bab kaya dene klakuane sing digulang bêthara Rama sing diwurukake nyang Wibisana. Olèhe dunungake asale kêbisan wolung bab iku padha digunêm ing prayogane klakuan wolu mau, awit bêcik pratikêling prênatan. [2643 / penjelasan tembang ke-74] Terjemahan : Dan semua itu yang pasti supaya bisa memberi kenyamanan hati kepada semua orang di negara dan sepantasnya para pembesar itu menguasai kemampuan delapan bab seperti kelakuan yang diajarkan Ramawijaya kepada Wibisana. Maka dari itu bagaimana kemampuan delapan bab tersebut diusahakan menjadi kelakuan delapan tadi untuk dijadikan baiknya hal-hal panutan tatanan.
365 8. Ajaran Asthabrata
Asthabrata adalah delapan kelakuan yang harus dilakukan seorang raja /
pembesar meneladani sifat delapan dewa. Ajaran ini diajarkan oleh Ramawijaya
kepada Wibisana sebagai bekal untuk memimpin negeri Alengka. Dalam sêrat ini,
dimaksudkan Asthabrata juga menjadi bekal utama bagi raja dan para pembesar
kerajaan. Adapun isi dari delapan ajaran Asthabrata dalam Sêrat Srutjar adalah
sebagai berikut :
a. Indra Brata, yaitu kelakuan Bathara Indra yang berbuat kebajikan yang
merata kepada semua yang hidup. Ia berbuat enak dan membawa
ketenangan hati seluruh manusia. Pemberiannya tiada henti-hentinya, tiada
seorang pun yang lolos dari pemberian budi baiknya.
Bathara Endra iku kaluwihane nglakokake witing kabêcikan, sabab mratani olèhe ngurmati sakpadhaning urip lan awèh enak atine wong sakjagad dieman aja nganti susah utawa mratani olèhe dana donya sêtêmah êmpaning dana ora ana kang ora ayêm. [2644 / penjelasan tembang ke-75]
b. Yama brata, yaitu kelakuan Bathara Yama yang ditakuti semua orang
karena teguh dalam memegang hukum. Semua kejahatan dibasmi tanpa
memandang bulu, walaupun keluarganya atau siapa pun yang berbuat jahat
akan terkena siksanya.
Dene yèn klakuane Bathara Yama kêncêng olèhe matrapake ukum nyang sakrupaning sing nglakoni ala durjana. Senadyan mênyang anak brayate dhewe ya ora dibeda olèhe matrapi, malah dadining pati ora awang-awangên ngêtrapake. [2644 / penjelasan tembang ke-75]
366
c. Surya brata, yaitu kelakuan Bathara Surya yang mengedepankan
kerukunan, diibaratkan bersatunya enam bab rasa yaitu manis, gurih,
pedas, asin, asam dan pahit. Kerukunan ini membuat orang mudah saling
memberi dan diberi dengan ikhlas karena sifat dari bathara surya yang
membuat tenteram dan tidak tergesa-gesa.
Dene kalakuane Bathara Surya ngêtrapake pirukun, paworing rasa kang nêm bab, legi, gurih, pêdhês, asin, kêcut, pait. Êmpaning rukun jaluk-jinaluk, wèwèh-winèwèhan, kang marga panggawe ayêm ora kêsusu. [2647 / penjelasan tembang ke-76]
d. Candra brata, yaitu kelakuan Bathara Candra yang selalu membuat senang,
menarik hati, membuat orang selalu berbahagia, dan terkenal bisa
membuat pandai orang yang merasa bodoh dengan memberikan
keterampilan.
Dene kêlakuane Bathara Candra ngenaki lan awèh suka padhaning urip, sarta manggung sumèh ulate kang tungtung mèsêm lan mintir danane murih suka sarta wis kocap bisa mintêrake wong bodho. Kang awit olèhe dunungake barang klakuan kang tansah mindêng olèhe awèh bangêting katêmênan. [2648 / penjelasan tembang ke-77]
e. Bayu brata, yaitu kelakuan Bathara Bayu yang selalu bisa mawas
pemikiran orang banyak. Walaupun ketika dipandang wajah bathara Bayu
sangat angker, tetapi ketika dimintai pertolongan selalu akan membantu
karena sifatnya yang baik hati, rela dan besar rasa keikhlasannya. Ketika
sudah mempunyai suatu keyakinan maka tidak akan goyah, tetapi hatinya
mudah memberikan maaf.
Dene yèn disawang ulate Bathara Bayu amasthi katon wingit, malah wangune ora kêna dijaluki tulung ananging êntroking kênyataan têlênge karêpe ngluwihi blaba tur lila lan pangèsthining ati gêdhe pamupusane
367
narima, sama yèn wis dadi bêbêre ora kêna owah ananging ciptaning ati mung kudu ngapura [2651 / penjelasan tembang ke-78]
f. Cakra brata, yaitu kelakuan Bathara Cakra yang selalu bertahan
mengusahakan kesejahteraan tanpa henti-hentinya. Kelakuannya
membawa rasa enak dan tenteram kepada sesama manusia. Bathara Cakra
memberikan kesejahteraan tanpa diketahui orang banyak, yaitu berwujud
orang yang mencari kebaikan yang nyata.
Dene kang kaping nêm kalakuane Bathara Cakra iku kadhêmênane mung gawe arjaning nagara lan dhêmên ngenaki atining uwong, nanging olèhe matrapake disangkribi ora kawruhan akèh. Lan ya iku ujude wong golèk kabêcikan kang nyata, sabab olèhe ngatrapake kabêcikan ora katon saka awake dhewe. [2653 / penjelasan tembang ke-79]
g. Baruna brata, yaitu kelakuan Bathara Baruna yang perwatakannya selalu
lurus bagaikan lepasnya panah. Ia menitik beratkan laku pada keteguhan
dan ketangguhan sifat perwatakannya yang kuat pendiriannya dalam
membina sifat-sifat kecerdikan. Rela hatinya hatinya untu menanggapi
segala kesulitan untuk menghimpun kepandaian di dunia. Ia berpandangan
bahwa jika kepandaian tidak digunakan untuk mencapai kesejahteraan
maka kepandaian itu tiada artinya.
Gunêm ugêr-ugêr kaping pitu Bathara Baruna, pambêgane kaya panah, kudu kêncêng kêlakuan lan pêtitis pênganggite barang kêlakuan bêcik kang pantês kanggo sêjagad sarta kukuh ora kêna owah utawa dhêmên gunêm barang kabisan ora wêgah yèn kasoran kêbisane, ora isin murih kungkulan sabab murih undhaking bisa. Dene pêngarahe bisaa ngimpun kapintêran sajagad, aja ana sing ilang kècèr kapintêran ing donya, nanging ora mikir jênênging jagad. [2655 / penjelasan tembang ke-80]
368
h. Brama brata, yaitu kelakuan Bathara Brama yang memiliki sifat api selalu
membakar menghanguskan segala hal bagaikan buasnya harimau jika
dalam suatu peperangan. Sifat pemberani dan tidak takut dalam
menghadapi musuh seperti api yang berkobar-kobar tidak akan ada musuh
yang lolos dari amukannya.
Dene kêlakuane Bathara Barama patrape yèn ana paprangan kaya macan kang galak, sapira kèhing mungsuh lan sadhêngaha mungsuhe ora ana kinawêdèn lan ora melik patêluking mungsuh. Awit ora wêgah ngrusak mungsuh kang padha prawira lan ora kêtungkul liyane pênggawe pêrang mung manggung sêngkud pangrusaking mungsuh bae. [2658 / penjelasan tembang ke-81]
9. Ajaran Prawira Tama
Seorang prajurit menerima kemuliaan apabila gugur dalam medan perang.
Sedangkan tinggi kedudukan jiwanya apabila memperoleh kemenangan dalam
berperang. Itulah bertapanya para perwira yang mengalahkan tapa seorang wiku.
Ia bertapa meninggalkan jejak pemuka dari segala pertapa dan dihormati di dalam
peperangan. Berikut adalah ajaran bagi seorang perwira prajurit dalam Sêrat
Srutjar :
a. Prajurit yang maju dalam peperangan derajatnya lebih tinggi mengalahkan
pertapaan para wiku, karena pertapaan seorang satria adalah pasrah
menyerahkan nyawanya kepada Tuhan untuk berperang. Maka dari itu
kematian dalam perang merupakan sesuatu yang mulia, dan apabila
memenangkan perang akan mendapatkan kemuliaan dunia.
Dene kang minangka dhepoke ya ora liya mung sajroning gêlar. Iku kawêkasaning tapa kang luhur dhewe lan supama dadi panutan bisa murih gampange pakewuhing pêrang kang marga wani lan lila ing pati, yaiku wis entuk tapaning prawira lan tapa jroning pêrang iku ngasorake tapaning pandhita, nanging yèn tapane iku wis nglakoni mênang pêrang.
369
Dene yèn wis mêngkono wis jênêng sirahing tapa lan wis nungkuli tapaning pandhita kang ana pucuking gunung wêsi, sabab wis kêlakon disêmbah sêmbah mungsuh sajroning pêrang. [2662 / penjelasan tembang ke-83]
b. Jika engkau berperang untuk membawa kemenangan, engkau harus
waspada kepada jalan gerak untuk menempuh dan memagutnya.
Bulatkanlah tekadmu dengan berpegang teguh kepada agamamu.
Janganlah takut untuk mati, jika engkau benar maka agamamu akan
memayungi dan melindungimu.
Ratu lan sènapati iku yèn mangun pêrang murih mênanging papan. Iku sing prêtela ingêring dlanggung kanan kèringing paprangan. Dene kalah mênanging pêrang, bênêr lupute wis kawêngku ana kawitaning prakara dadining pêrang lan sajroning pêrang sing jêjêg agamane tumêkaning pati aja nganti owah, sabab agama iku amung murih bêcik aja nganti kasêlan barang pênggawe kharam. Dene yèn kasêlan kang mêngkono amêsthi gêdhe bilahine lan yèn bisa nêtêpi agama sajroning pêrang. O, ya sênajan anaa panah sayuta yèn sêdyamu bêcik ora-orane gêpok nyang awakmu sabab agama mau sing mayungi. [2664 / penjelasan tembang ke-84]
c. Pada awal berperang janganlah engkau mendahului menyerang, kecuali
jika suasana yang memaksa untuk menyerang. Sikap dan pekerti itu ada
ditempatnya masing-masing sesuai dengan situasi dan kondisi. Ingatlah
jangan engkau menyombongkan diri terutama dengan sesumbarmu yang
besar, tetapi perbanyaklah berdzikir kepada Allah. Keunggulan seorang
perwira adalah bila ia tidak mempergunakan senjata terlebih dahulu
apabila benar-benar diperlukan.
Wong pêrang iku kawitane pêrang sapisan aja dhisik kinibakake gêgaman. Dene yèn atine dhêg-dhêgan ya dhisikana. Barang iki tindak tanduk rak ana gone dhewe-dhewe karo yèn pêrang aja sumbar-sumbar swaraning pêrang sing pantês kaprungu iku kêjaba mung dikir. Sabab ratuning dina kiyamah lagèk angarsakake padu wong ana paprangan. Mulane sapa sing didu pêrang lila patine yaiku sing kêpirêng dikire mênyang sing ngadu.
370
Dene têtêping uwong sing luwih prawira ana sajroning pêrang. Iku aja nyêkêl gêgaman dhisik kêjaba wis kêbutuh pêngarêping baris kabotan. [2667 / penjelasan tembang ke-85]
d. Hilangnya musuh karena dipukul perang. Janganlah gentar apabila musuh
terlalu banyak. Bila raja ingin memberikan bantuan maka biarlah prajurit
pilihan yang tak terlalu banyak mendampingi raja di kanan kirinya.
Hendaknya prajurit tersebut merupakan pasukan yang berani mati dan
tidak ragu-ragu dalam memberikan pertolongan.
Ilanging mungsuh sing dadi pêkewuh iku kajaba dipêrangi, karo aja wêdi kèhe balaning mungsuh. Dene ratu yèn arêp mangkat têtulung mantrine sing padha prawira konên ana buri gawa bala aja akèh-akèh. Nanging sing padha lila nyang patine kabèh konên ngiring-ngiringana kiwa têngên mau sing padha nunggang jaran pilihana, kiranên duga-duga sing isin kalah sakpadhaning uwong. nek wis mêngkono nuli mangkata blas, aja katon yèn bakal têtulung barise kabotan. [2668 / penjelasan tembang ke-86]
e. Wakilkanlah kedudukan sebagai pemimpin perang kepada perwira yang
terpercaya dapat diandalkan. Berperang dimisalkan seperti orang yang
bertapa di ujung tombak. Apabila kematian menjemput maka akan
kembali menjadi tanah, asal manusia itu sendiri. Adapun bagi mereka yang
lebih tinggi ilmunya tidak memandang berlakunya sakit dan mati, karena
hidupnya telah bersatu dengan penciptanya.
Dene kasenapatène wakila marang prawirane kang wis diandêl gone ngêtohake patine yaiku lakuning tapa sakpucuking braja. Lan mulane diarani tapa sabab atine suka lila dêlêng lejême wangsiting Allah yèn bakal akèh mênusa kang pinundhut sakjroning paprangan bakal dibalèkake dadi bumi manèh, dene nyawane ya masthi mumbul marang akherat kamulane. Têgêse wis miranti dhewe-dhewe kang wadhag bali marang wadhag, kang alus bali marang alus. Dene kang wis linuwih ora ana lara pati ya uga padha uripe lan uripe tunggal lan Kang Gawe. [2669 / penjelasan tembang ke-87]
371
f. Dalam perang terdapat peraturan siapa yang berkehendak membunuh
maka akan dibunuh. Maka janganlah takut untuk membunuh musuh,
seranglah dengan senjatamu agar hilang nyawa musuhmu.
Sêprandene dêlêng nyang mungsuh bae wêdi. Yèn sing bênêr malah mungsuhe dilangna nyawane dadi ora entuk dene olehe ngasah tumbak kêris. Ngêndi ana kok ngilang-ngilangake landhêpe gêgamane iku rak mêngkono ciptane, yèn dimpakna gêgamane nèk diwalês gamaning mungsuh. Wis ta, aja ngrasani brajaning mungsuh mangsa bisaa matèni ora, najan wonge sing marakake ya ora wênang matèni, wong wis akèh walêring kitab sapa sing matèni ya bakal dipatèni. Mulane aja wêdi barang iku rak walêsan bae. [2671 / penjelasan tembang ke-88]
g. Menurut kata orang terdahulu, hina, madya dan utamanya menteri perang
adalah sebagai berikut, kehinaan menteri apabila dia mati terlebih dahulu
sedangkan prajuritnya masih bertempur di medan perang. Menteri yang
madya adalah menteri yang tewas bersamaan dengan prajuritnya di medan
perang. Keutamaan menteri adalah apabila prajuritnya semua telah tewas
dan dia masih maju di medan perang dengan senjatanya.
Lan kayata mantri-mantri iku yèn ana paprangan bênêre rak kayaa kojahe wong kuna kae nganggo matrapake nistha madya tama. Nisthaning mantri pêrange mati dhisik. Madyaning mantri mati barêng bala kabèh. Utamaning mantri balane wis mati kabèh dheweke lagi mandhi tumbak. [2673 / penjelasan tembang ke-89]
h. Prajurit dan negara akan Berjaya jika dipimpin oleh pemimpin yang baik
dan bijaksana. Apabila baik rajanya maka baik pula negaranya, dan
apabila buruk rajanya maka hancurlah kerajaannya.
Pama manèh kaya ratu karo nêgarane. Anggêr ratune ala, nêgarane ya rusuh. Lan manèh têngêr barising ratu iku rak katon ana bandera sing nuduhake maju unduring baris. Wong ora beda gêlaring pêrang karo tulising layang. Sabab mêngkene, nèk bêndera mêtu gêlare ya ditata sênajan layang ya mêngkono. Anggêr ana padane ya ana têmbunge,
372
sêmono uga jênênging mantri, mantri patih, mantri nayaka, mantri pangisor kabèh iku kawêngku mantri patih. [2674 / penjelasan tembang ke-90]
Itulah tadi beberapa ajaran dalam Sêrat Srutjar menurut kacamata peneliti.
Masih banyak ajaran yang belum tergali oleh peneliti bila di teliti dari sudut
pandang lain. Diharapkan ajaran / piwulang yang ada dalam Sêrat Srutjar tersebut
bisa dimanfaatkan dan dikembangkan menurut jaman sekarang, peneliti hanya
bisa menggali sedangkan pemanfaatannya diserahkan kembali kepada masyarakat
umum khususnya para pelestari budaya Jawa.