bab iii latar belakang dan pemikiran-pemikiran … · 2012. 11. 5. · bab iii latar belakang dan...

28
BAB III LATAR BELAKANG DAN PEMIKIRAN-PEMIKIRAN KRISTOLOGI DALAM PLURALISME AGAMA 3.1. Pendahuluan Setiap agama di Indonesia, tidak dapat memungkiri fakta adanya fenomena pluralitas agama dan pengaruhnya dalam kehidupan bersama. Akan tetapi, di satu sisi, semua agama dan pemeluk agama memiliki klaimnya masing- masing mengenai keabsolutan kebenaran-kebenaran yang diimani atau yang diminati oleh masing-masing agama. Dengan adanya eksistensi agama, di tengah kemajemukan dan keunikan agama, maka sangat berpotensi untuk melahirkan fanatisme terhadap agama sendiri, dan antipati terhadap orang yang memeluk agama lain. Oleh karena itu, para tokoh-tokoh agama terus mengadakan pertemuan-pertemuan untuk berdialog dengan tujuan meningkatkan toleransi antar umat beragama. Di kalangan Kristen sendiri, metode dialogis merupakan kekuatan yang sangat diandalkan. Namun, tanpa disadari metode dialog telah merubah arti dan hakikat masing-masing agama, termasuk merubah arti dan hakikat agama Kristen. Hal ini dikarenakan metode dialog telah melangkah lebih jauh dari metode dialog sebelumnya. Dimana, sebelumnya dialog dilihat hanya sebagai wadah persekutuan antar umat beragama; akan tetapi dalam perkembangan selanjutnya, dialog menjadi usaha masing-masing agama untuk mempelajari kebenaran agama lain sampai pada taraf menerima keabsahan, kebenaran semua agama.

Upload: others

Post on 27-Mar-2021

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB III LATAR BELAKANG DAN PEMIKIRAN-PEMIKIRAN … · 2012. 11. 5. · BAB III LATAR BELAKANG DAN PEMIKIRAN-PEMIKIRAN KRISTOLOGI DALAM PLURALISME AGAMA 3.1. Pendahuluan Setiap agama

BAB III

LATAR BELAKANG DAN PEMIKIRAN-PEMIKIRAN

KRISTOLOGI DALAM PLURALISME AGAMA

3.1. Pendahuluan

Setiap agama di Indonesia, tidak dapat memungkiri fakta adanya

fenomena pluralitas agama dan pengaruhnya dalam kehidupan bersama. Akan

tetapi, di satu sisi, semua agama dan pemeluk agama memiliki klaimnya masing-

masing mengenai keabsolutan kebenaran-kebenaran yang diimani atau yang

diminati oleh masing-masing agama. Dengan adanya eksistensi agama, di tengah

kemajemukan dan keunikan agama, maka sangat berpotensi untuk melahirkan

fanatisme terhadap agama sendiri, dan antipati terhadap orang yang memeluk

agama lain. Oleh karena itu, para tokoh-tokoh agama terus mengadakan

pertemuan-pertemuan untuk berdialog dengan tujuan meningkatkan toleransi antar

umat beragama.

Di kalangan Kristen sendiri, metode dialogis merupakan kekuatan yang

sangat diandalkan. Namun, tanpa disadari metode dialog telah merubah arti dan

hakikat masing-masing agama, termasuk merubah arti dan hakikat agama Kristen.

Hal ini dikarenakan metode dialog telah melangkah lebih jauh dari metode dialog

sebelumnya. Dimana, sebelumnya dialog dilihat hanya sebagai wadah

persekutuan antar umat beragama; akan tetapi dalam perkembangan selanjutnya,

dialog menjadi usaha masing-masing agama untuk mempelajari kebenaran agama

lain sampai pada taraf menerima keabsahan, kebenaran semua agama.

Page 2: BAB III LATAR BELAKANG DAN PEMIKIRAN-PEMIKIRAN … · 2012. 11. 5. · BAB III LATAR BELAKANG DAN PEMIKIRAN-PEMIKIRAN KRISTOLOGI DALAM PLURALISME AGAMA 3.1. Pendahuluan Setiap agama

Dalam konteks kekristenan, pemikiran dan sikap seperti ini dianut dan dipelopori

oleh kaum pluralis. Kaum pluralis menolak semua klaim agama yang bersifat

eksklusif, absolut, unik dan final. Pluralisme menolak konsep kefinalitasan,

eksklusivisme yang normatif dan keunikan Yesus Kristus. Paradigma ini

merupakan kritik atas kristosentrisme yang muncul dalam kekristenan. Menurut

mereka, semua kebenaran-kebenaran dalam agama dan tentang agama adalah

relatif. Dengan demikian, pluralisme adalah suatu tantangan sekaligus bahaya

yang sangat serius bagi kekristenan.

Sehubungan dengan hal tersebut, maka untuk memahami konsep kaum

pluralis khususnya konsep kristologinya, maka dalam bab ini, penulis akan

memaparkan mengenai pengertian pluralisme, latar belakang bangkitnya

pluralisme, serta pemikiran-pemikiran Kristologi dalam pluralisme.

3.2. Pengertian Pluralisme Agama

Pluralisme1 agama adalah istilah khusus dalam kajian agama-agama.

Pluralisme agama dapat didefinisikan ke dalam tiga pengertian. 2Pertama, ia dapat

menunjuk kepada fakta kemajemukan agama yaitu fakta berbagai macam agama

disepanjang sejarah manusia dalam berbagai kebudayaan. Pluralisme agama

dalam pengertian ini adalah sebuah pernyataan tentang fenomena obyektif

kemajemukan agama-agama. Kedua, pluralisme agama menunjuk kepada fakta

kemajemukan agama dan kesadaran terhadap fakta tersebut. Kesadaran yang

1 Kata Pluralitas mengacu pada konteks yang didalamnya kita hidup–suatu kompleksitas

fenomena masyarakat yang terdiri dari berbagai macam kebudayaan, agama dan ideologi.

Sedangkan Pluralisme adalah suatu paham, sikap yang menerima validitas atau keabsahan bahwa

semua agama adalah sama 2 Daniel B. Clendenin, Many Gods, Many Lords “an interpretative theory about how one

should handle the many competing truth-claims made by the various religions” (Grand Rapids:

Baker, 1995) hlm. 12

Page 3: BAB III LATAR BELAKANG DAN PEMIKIRAN-PEMIKIRAN … · 2012. 11. 5. · BAB III LATAR BELAKANG DAN PEMIKIRAN-PEMIKIRAN KRISTOLOGI DALAM PLURALISME AGAMA 3.1. Pendahuluan Setiap agama

membawa kepada persetujuan dan pengakuan bahwa kemajemukan agama

merupakan sesuatu yang baik. Ketiga, pluralisme agama dapat juga berarti

penerimaan terhadap kemajemukan agama-agama dan mengakui bahwa semua

agama pada akhirnya menunju kepada realitas mendasar yang sama dan semua

orang-orang percaya dari keyakinan agama dan iman yang berbeda-beda

mendapat keselamatan yang sama efektif.

Dalam pengertian yang ketiga ini, pluralisme agama merupakan suatu

paham, sikap yang berupaya untuk mengakui dan menerima validitas atau

keabsahan bahwa semua agama adalah sama, sehingga dengan demikian

kebenaran-kebenaran yang beragam dapat saling mengisi dan melengkapi.

Dengan kata lain, mereka saling membuka diri untuk dapat menerima semua

keberadaan agama-agama yang lainnya, dengan tidak membicarakan atau

mempertajam keberbedaan pengajaran agama masing-masing. Jadi, dalam

pengertian ini, pluralisme agama secara sederhana berarti ”agama-agama pada

hakikatnya setara, sama-sama benar dan sama-sama menyelamatkan”. Semua

agama pada dasarnya menuju pada Allah, hanya jalannya yang berbeda-beda.

Sehubungan dengan pengertian di atas tersebut, maka David Breslaur

seperti yang dikutip oleh Wisma Pandia menyebut pluralisme sebagai: suatu

situasi dimana bermacam-macam agama berinteraksi dalam suasana saling

menghargai dan dilandasi kesatuan rohani meskipun mereka berbeda.3 Oleh sebab

itu Newbigin memberikan pendapatnya yaitu: Perbedaan-perbedaan antara agama-

agama adalah bukan pada masalah kebenaran dan ketakbenaran, tetapi tentang

perbedaan persepsi terhadap satu kebenaran; ini berarti bahwa berbicara tentang

3 Wisma Pandia, Teologi Pluralisme Agama-agama (Tangerang : Literatur Sekolah

Tinggi Theologi Injili Philadelphia) hlm. 4-5

Page 4: BAB III LATAR BELAKANG DAN PEMIKIRAN-PEMIKIRAN … · 2012. 11. 5. · BAB III LATAR BELAKANG DAN PEMIKIRAN-PEMIKIRAN KRISTOLOGI DALAM PLURALISME AGAMA 3.1. Pendahuluan Setiap agama

kepercayaan-kepercayaan keagamaan sebagai benar atau salah adalah tidak

diperkenankan. Selanjutnya Newbigin mengatakan, bahwa Kepercayaan

keagamaan adalah masalah pribadi. Setiap orang berhak untuk mempercayai iman

masing-masing.4 Walaupun pada kenyataannya bahwa masalah agama bukanlah

semata-mata masalah pribadi tetapi juga masalah sosial. Dimana pada dasarnya

semua orang saling berhubungan antara satu dengan yang lain baik dalam

lingkungan maupun dalam suatu komunitas.

Dari definisi di atas, tampak bahwa pluralisme tidak menolak perbedaan

tetapi menerimanya, malah menolak konsep eksklusivisme yang menganggap

dirinya sendiri yang paling benar dan berbeda dari agama lain sehingga dapat

mengganggu kesatuan yang diinginkan. Pluralisme mengusulkan agar para

pemeluk agama mengakui kebenaran dari semua bentuk keagamaan dan

meninggalkan klaim-klaim masa lalu tentang bentuk agama yang “satu-satunya”

atau yang tertinggi. Pluralisme memberikan satu format keagamaan yang baru,

yaitu semua agama pada dasarnya sama-sama benar dan sama-sama

menyelamatkan.

3.3. Latar Belakang Bangkitnya Pluralisme Agama

3.3.1. Fakta Kemajemukan dan Dialog Agama

Salah satu faktor bangkitnya pluralisme adalah masalah

kemajemukan agama. Fakta tentang keberagaman agama dan

kemajemukannya adalah satu hal yang tidak bisa dipungkiri oleh siapa

pun juga. Kesadaran dan pemahaman akan kemajemukan itu tidak hanya

4 Lesslie Newbigin, Injil Dalam Masyarakat Majemuk (Jakarta: BPKGunung Mulia,

1993) hlm

Page 5: BAB III LATAR BELAKANG DAN PEMIKIRAN-PEMIKIRAN … · 2012. 11. 5. · BAB III LATAR BELAKANG DAN PEMIKIRAN-PEMIKIRAN KRISTOLOGI DALAM PLURALISME AGAMA 3.1. Pendahuluan Setiap agama

sampai pada tingkat mengalami keberadaan agama lain, tetapi juga

dituntut untuk membangun hubungan yang baik dan toleransi yang lebih

luas. Dalam masyarakat yang majemuk ini, maka perlu dikembangkan

sikap pluralisme, yakni mengakui, menghormati, bahkan membela

eksistensi orang lain dengan ketotalitasannya, hak dan pola hidupnya,

paham dan keyakinannya. Apabila satu agama menuntut kebebasan

untuk meyakini sepenuhnya agama dan keyakinan mereka maka agama

tersebut pun harus menghormati dan mengakui hak orang lain untuk

meyakini sepenuhnya agama dan keyakinannya juga.5

Teologi pluralisme agama berupaya untuk mencari makna

teologis dari masing-masing agama. Upaya tersebut dimaksudkan untuk

merekonstruksi ajaran agama masing-masing sehingga dapat tercipta

dialog yang sehat antar iman. Upaya tersebut berkaitan dengan keimanan

Kristen, yakni bagaimana kekristenan menafsirkan Kristologi secara

baru sehingga mampu memberi tempat bagi agama-agama lain. Hal ini

disebabkan selama ini, agama Kristen menganggap bahwa agama

mereka yang paling benar dibanding dengan agama lain. Mereka

mengangap bahwa di luar Kristus tidak ada keselamatan. Kristus

merupakan satu-satunya jalan untuk memperoleh keselamatan. Dengan

kata lain, kaum pluralisme mengatakan bahwa kristologi yang ada tidak

dirumuskan dalam konteks pluralisme agama-agama dalam masyarakat

yang majemuk. Bagi kaum pluralis, apabila kristologi di atas tersebut

tidak ditafsirkan kembali, maka dapat menimbulkan konflik antar umat

5 Tim Balitbang PGI, Agama dan Dialog: Pencerahan, Pendamaian dan Masa Depan

(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003) hlm. 459-460

Page 6: BAB III LATAR BELAKANG DAN PEMIKIRAN-PEMIKIRAN … · 2012. 11. 5. · BAB III LATAR BELAKANG DAN PEMIKIRAN-PEMIKIRAN KRISTOLOGI DALAM PLURALISME AGAMA 3.1. Pendahuluan Setiap agama

beragama dan cita-cita untuk mewujudkan kesatuan semua agama tidak

akan tercapai.6 Sekalipun pada kenyataannya bahwa konflik tetap terjadi

Faktor lain yang menyebabkan bangkitnya pluralisme agama

adalah adanya usaha mengadakan dialog yang lebih luas sehingga

memungkinkan terjadinya suatu transformasi diri. Tujuan dialog ini

menurut knitter, adalah untuk mengevaluasi diri bahwa jikalau Allah

hanya satu saja, tidakkah layak kalau juga ada hanya satu agama?

Apakah agama-agama itu semuanya mempunyai sesuatu yang sama di

dalam diri mereka? Bagaimanakah agama-agama itu saling berhubungan

satu sama lain? Apakah agama-agama yang banyak sesungguhnya hanya

satu? Lebih spesifik lagi, bagaimanakah agama saya mempunyai kaitan

dengan agama-agama lainnya? Dapatkah saya belajar sesuatu dari

agama-agama lain? Dapatkah saya belajar lebih banyak lagi dari agama-

agama tersebut, ketimbang yang saya dapatkan dari agama saya sendiri?7

Sementara itu tiga orang teolog pluralis Asia yaitu Raimundo

Panikkar, Stanley Samartha, dan Choan Seng Song adalah orang yang

menyetujui konsep dialog sebagai misi utama semua agama, terutama

kekristenan.

Song dan Panikkar setuju bahwa dialog adalah,

”perjumpaan yang sejati dengan orang lain kepercayaan dan ideologi

lain dan menemukan bahwa ada jalan lain untuk mengenal kebenaran

dari pada yang telah dipelajari.” Song mengusulkan adanya pertobatan

dialogis, yaitu: “Berbalik dari memakai dialog sebagai alat untuk

6 Tim Balitbang PGI, Meretas Jalan Teologi Agama-Agama di Indonesia: Theologia

Religionum (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000) hlm. 23

7 Paul F. Knitter, Satu Bumi Banyak Agama: Dialog Multi-Agama dan Tanggung Jawab

Global, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006) hlm. 130-132

Page 7: BAB III LATAR BELAKANG DAN PEMIKIRAN-PEMIKIRAN … · 2012. 11. 5. · BAB III LATAR BELAKANG DAN PEMIKIRAN-PEMIKIRAN KRISTOLOGI DALAM PLURALISME AGAMA 3.1. Pendahuluan Setiap agama

mengubah iman kepercayaan lain dan melangkah masuk ke dalam

kehidupan mitra-mitra dialog.” Stanley Samartha berpendapat bahwa,

“Seorang Kristen harus mendekati dialog atas dasar Teosentris dan

bukan atas dasar Kristosentris. Hal ini membebaskan orang Kristen dari

anggapan diri sebagai pemilik wahyu dan kebenaran satu-satunya.”.

Dengan dasar konsep inkarnasi, ia mendorong supaya orang Kristen

untuk berani berdialog. Oleh karena itu ia mengartikan bahwa dialog

adalah, ”Upaya untuk memahami dan menyatakan partikularitas kita

bukan hanya dalam kaitan dengan warisan kita sendiri tetapi juga dalam

hubungan dengan warisan rohani tetangga-tetangga.” 8

Sedangkan Raimundo Panikkar menyatakan bahwa, “melalui

dialog-dialog pengalaman-pengalaman partikular mengenai kebenaran-

Kristus bagi orang Kristen, Veda bagi orang Hindu dapat diperluas dan

diperdalam sehingga menyingkap pengalaman-pengalaman partikular

mengenai kebenaran. Melalui dialog akan terjadi perluasan dan

pendalaman setiap pengalaman partikular mengenai kebenaran ilahi.

”Song menyetujui bahwa dialog ialah, perjumpaan yang sejati dengan

orang lain kepercayaan dan ideologi lain dan menemukan bahwa ada

jalan lain untuk mengenal kebenaran daripada yang telah kita pelajari. 9

3.3.2. Relativisme Sebagai Salah Satu Titik Tolak Pluralisme.

Berbicara tentang perkembangan pluralisme, maka hal tersebut

tidak terlepas dari masalah relativisme. Relativisme mengatakan bahwa

kebenaran adalah relatif, tergantung siapa yang melihatnya. Penganut

8 Pluralitas Agama dan Dialog. Internet, www. Makalah Sahabat Awam. (Jumat, 5, 08

/2011: 19.30 Wib) 9 Ibid

Page 8: BAB III LATAR BELAKANG DAN PEMIKIRAN-PEMIKIRAN … · 2012. 11. 5. · BAB III LATAR BELAKANG DAN PEMIKIRAN-PEMIKIRAN KRISTOLOGI DALAM PLURALISME AGAMA 3.1. Pendahuluan Setiap agama

relativisme percaya bahwa agama-agama yang ada juga bersifat relatif.

Masing-masing agama benar menurut penganut-komunitasnya. Agama

apa pun tidak berhak menghakimi iman orang lain. Yang dimaksud

dengan relativisme, ialah bahwa semua agama adalah relatif, terbatas,

tidak sempurna dan merupakan suatu proses pencarian. Oleh karena itu,

kekristenan adalah agama terbaik untuk orang Kristen, Hindu adalah

agama terbaik untuk orang Hindu. Moto kaum puralis ialah ”agamamu

benar menurutmu, agamaku benar menurutku. Semua agama sama-sama

benar”.10

Relativisme agama seolah-olah ingin membawa prinsip win-

win solution ke dalam area kebenaran.

Menurut Lumintang, Ernst Troelstch merupakan tokoh peletak

Pluralisme modern, memulai refleksi teologisnya dengan berupaya

mengatasi konflik besar antara relativisme dan kemutlakan kristiani.

Titik pijak awalnya dari pemahaman bagaimana Allah menyatakan

dirinya dalam sejarah manusia. Troeltsch berusaha membuat sintesis

antara relativisme historis dan absolutisme religius. Ia mengatakan

bahwa “Masalah yang dihadapi oleh pendekatan sejarah bukanlah

bagaimana membuat sebuah pilihan ini atau itu antara relativisme dan

absolutisme, namun bagaimana menggabungkan keduanya.”11

Tokoh lain yang merupakan peletak dasar Pluralisme yaitu John

Hick dan Gordon Kaufman yang meletakkan relativisme yang lebih

dalam dari Troeltsch. Kaufman mengusulkan agar para pemeluk agama

mengakui relativitas historis semua bentuk keagamaan dan dengan

10

Stevri I Lumintang, Theologia Abu-Abu; Pluralisme Agama, edisi revisi, (Malang:

Gandum Mas, 2004) hlm. 67 11

Ibid

Page 9: BAB III LATAR BELAKANG DAN PEMIKIRAN-PEMIKIRAN … · 2012. 11. 5. · BAB III LATAR BELAKANG DAN PEMIKIRAN-PEMIKIRAN KRISTOLOGI DALAM PLURALISME AGAMA 3.1. Pendahuluan Setiap agama

demikian menanggalkan klaim-klaim masa lalu tentang bentuk agama

”satu-satunya” atau bentuk yang ”tertinggi”.12

Hick memberikan makna

lebih jauh terhadap kesadaran tentang relativitas historis. Ia

menyimpulkan:

Tampaknya kita tak mungkin membuat penilaian global bahwa suatu

tradisi keagamaan yang satu lebih banyak menyumbangkan kebaikan

atau lebih sedikit keburukan daripada yang lain; atau bahwa satu tradisi

memberikan keseimbangan yang lebih baik antara kebaikan dan kejahatan

dari pada tradisi lain. Sebagai totalitas yang amat besar dan kompleks,

tradisi-tradisi dunia tampaknya lebih kurang setara satu sama lain. Tak

satupun dapat disebutkan secara khusus sebagai yang sungguh-sungguh

lebih unggul.13

Relativisme telah menjadi api yang membakar semangat kaum

pluralis dalam berdialog dengan pendekatan yang inklusif, dan

membuang finalitas Yesus. Dari pernyataan-pernyataan di atas maka

dapat diambil suatu kesimpulan bahwa relativisme adalah salah satu titik

tolak yang dipakai oleh kaum Pluralis, secara khusus dipakai oleh John

Hick sebagai salah satu dasar dalam meletakkan pandangan pluralis.

3.3.3. Pergeseran Pandangan Teologi Katolik Roma dan Dewan Gereja Dunia.

Munculnya teologi pluralisme agama mulanya dipelopori oleh

para teolog Katolik. Hal ini dikarenakan mereka yang terlebih dahulu

mengubah posisi mereka yang semula eksklusif menjadi inklusif

kemudian menjadi pluralis. Baru beberapa tahun kemudian diikuti oleh

teolog Protestan. Berkaitan dengan hal tersebut, maka ada dua peristiwa

besar yang sangat mempengaruhi perkembangan teologi gereja-gereja

se-dunia, yakni konsili Vatikan II (tahun 1961-1965), dan sidang raya

Dewan Gereja-gereja se-dunia di Uppsala (1968). Beberapa teolog

12

John Hick dan Paul F. Knitter, Mitos Keunikan Agama kristen, (Jakarta: BPk Gunung

Mulia, 2001) hlm, xiii 13

Ibid

Page 10: BAB III LATAR BELAKANG DAN PEMIKIRAN-PEMIKIRAN … · 2012. 11. 5. · BAB III LATAR BELAKANG DAN PEMIKIRAN-PEMIKIRAN KRISTOLOGI DALAM PLURALISME AGAMA 3.1. Pendahuluan Setiap agama

Katolik yang pikirannya sangat mempengaruhi perkembangan

pluralisme, yakni Karl Rahner, Raimundo Panikkar, Stanley Samartha

dan Paul F. Knitter. Karl Rahner menghancurkan posisi eksklusivisme

yang tradisional yang dipegang gereja Katolik dengan mengemukakan

teorinya bahwa Allah menghendaki semua orang diselamatkan.14

Knitter mengatakan bahwa Konsili Vatikan II (1961-1965)

merupakan suatu tonggak sejarah tentang agama-agama lain. Dengan

kata lain konsili Vatikan II merupakan tonggak sejarah bagi bangkitnya

semangat pluralisme, dimana belum pernah sebelumnya gereja membuat

pernyataan resmi yang begitu luas dan mendalam yang berhubungan

dengan agama-agama lain; belum pernah sebelumnya gereja Katolik

mengatakan berbagai hal yang positif tentang agama-agama lain; belum

pernah sebelumnya gereja mengajak umat Kristiani untuk bersikap serius

dan berdialog dengan agama-agama lain. Dibandingkan dengan sikap

"extra ecclesiam nulla salus" (di luar gereja, tidak ada keselamatan) yang

berlangsung dari abad ke 15- ke 16.15

Perubahan ini bukan saja terjadi di kubu Katolik tetapi juga dari

Kristen Protestan sendiri, khususnya yang menyebut diri dari aliran arus

utama, yaitu gereja-gereja yang tergabung dalam satu semangat

oikumenikal yang dipayungi oleh Dewan Gereja-gereja se-dunia (DGD).

Sidang Raya IV Dewan Gereja-gereja se-Dunia pada tanggal 14-19 Juli

1968 di Uppsala menjadi titik tolak sikap gereja dalam perjumpaannya

dengan agama-agama lain bahwa: ”Pertemuan dengan orang-orang yang

14

Stevri I Lumintang, Theologia Abu-abu: Pluralisme Agama, hlm. 81-82 15

Paul F. Knitter, Pengantar teologi Agama-Agama, (Yogyakarta: Kanasius, 2008), hlm.

87-88

Page 11: BAB III LATAR BELAKANG DAN PEMIKIRAN-PEMIKIRAN … · 2012. 11. 5. · BAB III LATAR BELAKANG DAN PEMIKIRAN-PEMIKIRAN KRISTOLOGI DALAM PLURALISME AGAMA 3.1. Pendahuluan Setiap agama

berbeda keyakinan atau orang-orang yang tidak beriman harus

memimpin kepada dialog. Pendekatan orang Kristen kepada orang yang

tidak beriman harus manusiawi, bersifat pribadi, relevan dan rendah hati.

Sebagai orang Kristen kita percaya bahwa Kristus berbicara dalam

bentuk dialog, menyatakan diri-Nya kepada mereka yang tidak mengenal

Dia dan mengoreksi pengetahuan mereka yang terbatas dan kabur.

Dialog dan proklamasi Injil adalah berbeda. Para teolog yang menganut

dan memelopori pluralisme agama mengembangkan teologi agama-

agama bertolak dari rumusan-rumusan dari hasil beberapa konferensi

yang diadakan oleh DGD. Hal itu mengindikasikan bahwa rumusan-

rumusan DGD turut memberikan kontribusi bagi muncul dan

berkembangnya pluralisme dalam teologi Kristen.16

C.S. Song mendefinisikan misi berarti mencari persekutuan

dengan orang-orang lain dalam kasih Allah, dan menyetujui dialog

sebagai perjumpaan yang sejati dengan orang lain kepercayaan dan

ideologi lain dan menemukan bahwa ada jalan lain untuk mengenal

kebenaran daripada yang telah kita pelajari.17

Ioanes Rakhmat mengakui

bahwa dalam kekristenan terjadi pergesaran sikap terhadap orang

beragama lain, yakni dari monolog menjadi dialog.18

Sedangkan Olaf

Schumann mengatakan, bahwa dialog adalah suatu usaha positif untuk

mendapatkan pengertian yang lebih dalam mengenai kebenaran melalui

saling pengertian akan keyakinan. Dengan kata lain, ia menganjurkan

16

Stevri I Lumintang, Theologia Abu-abu: Pluralisme Agama, hlm.81-88 17

C.S. Song, Sebutkanlah Nama-Nama Kami, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993) hlm.

154 18

Ioanes Rakhmat, Pluralitas Agama, Dialog dan Perspektif Kristiani, hlm 75

Page 12: BAB III LATAR BELAKANG DAN PEMIKIRAN-PEMIKIRAN … · 2012. 11. 5. · BAB III LATAR BELAKANG DAN PEMIKIRAN-PEMIKIRAN KRISTOLOGI DALAM PLURALISME AGAMA 3.1. Pendahuluan Setiap agama

untuk menemukan kebenaran melalui berdialog dengan orang beragama

lain.

3.3.4. Perubahan dari Modernisme ke Postmodernisme: Pergesaran

Paradigma Eksklusivisme ke Pluralisme

Sebelum kehidupan modern muncul, pemikiran masa pramodern

selalu menempatkan Allah sebagai pusat dari segala pemikiran,

kebudayaan dan masyarakat. Pusat dari seluruh kehidupan manusia dan

semua kreatifitas artistik adalah persoalan „pertemuan‟ (encounter)

dengan Allah. Oleh karena penekanan yang terlalu berlebihan pada

aspek ketuhanan ini, maka tidak heran jika kemudian, kehidupan

manusia dianggap hanya sebagai duniawi, fana, dan keadaan sementara

di tengah perjalanan kepada keberadaan yang nyata dalam kekekalan

dengan Allah.19

Bermula dari Renaissance dan humanisme yang berhasil

membuat perubahan yang radikal, tema yang berpusat pada Tuhan

berbelok ke arah manusia. Persoalan waktu dan materi menjadi perhatian

utama manusia. Masa pencerahan yang terjadi pada abad ketujuhbelas

dan kedelapanbelas membawa suatu pemikiran yang baru. Masa

pencerahan itu disebut sebagai modernisme yang membawa pemikiran

ke arah yang berlawanan dengan asas-asas utama orang Kristen.

Semangat modernisme menempatkan kemajuan kepada akal budi

19

Penulis menyadari banyaknya pendapat yang berbeda mengenai pembagian periode

antara pramodern, modern, dan postmodern. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa terdapat

ketidaksepahaman mengenai kapan bermula dan berakhirnya masing-masing era. Dalam tulisan ini

penulis setuju dengan pendapat Hille, yang dimaksud dengan pramodern disini secara sederhana

berarti masa abad-abad permulaan sampai abad pertengahan, dan masa modern dimulai pada abad

ke-17 awal abad ke-20, serta postmodernisme dimulai pada abad ke-20 (Rolf Hille, “From

Modernity to Post-modernity: Taking Stock at the Turn of the Century,” Evangelical Review of

Theology 24/2 [2000] 117-118).

Page 13: BAB III LATAR BELAKANG DAN PEMIKIRAN-PEMIKIRAN … · 2012. 11. 5. · BAB III LATAR BELAKANG DAN PEMIKIRAN-PEMIKIRAN KRISTOLOGI DALAM PLURALISME AGAMA 3.1. Pendahuluan Setiap agama

sebagai tujuan utamanya dan menolak wahyu ilahi sebagai pencerahan

yang sejati. Manusia dipandang sebagai makhluk berakal yang menjadi

pusat kegiatan hidup. Rasio kemudian juga dipandang sebagai kata kunci

yang senantiasa menjadi pusat dalam percakapan modernisasi. Rasio

juga menjadi satu-satunya alat untuk mencapai kemajuan peradaban.

Sebagai akibatnya dalam bidang teologia penekanan mereka terhadap

rasio membuat mereka memandang Alkitab bukan lagi sebagai wahyu

ilahi yang otoritatif.20

Dalam masa modernisme ini seorang filsuf Jerman George

Hegel, yang merupakan salah satu bapak Liberalisme modern mulai

mengemukakan perpaduan teologia dan filosofi, seperti juga halnya

agama dan rasio. Konsepnya itu (pemikiran dialektis) akhirnya

membawa perubahan yang besar terhadap para teolog. Menurut Hegel

tidak ada kebenaran yang permanen, bahkan Allah sendiri berubah.

Pendekatan Hegel membuka jalan yang menggeser habis pemikiran

religius dari hal yang absolut menjadi hal yang relatif dan subyektif.

Penekanan unsur intelektual di dalam hal religius yang akhirnya merusak

prinsip alkitabiah.21

Namun pada akhirnya kerangka pemikiran ini mulai berubah

seiring dengan perkembangan peradaban dan pola pikir rasio yang

cenderung pragmatis. Konsep pemikiran modernisme ini berubah

menjadi postmodernisme. Pada dasarnya, postmodern muncul sebagai

20

Gene Edward Veith, “Postmodernisme: Spiritualitas Tanpa Kebenaran” disadur oleh

Gunung Maston dari Postmodern Times: A Christian Guide to Contemporary Thought and Culture

http://www.geocities.com/reformed_movement/artikel /spiritual.html, (Jumat, 15 Juli, 2011, pkl.

15.50. Wib) 21

Ibid

Page 14: BAB III LATAR BELAKANG DAN PEMIKIRAN-PEMIKIRAN … · 2012. 11. 5. · BAB III LATAR BELAKANG DAN PEMIKIRAN-PEMIKIRAN KRISTOLOGI DALAM PLURALISME AGAMA 3.1. Pendahuluan Setiap agama

reaksi terhadap fakta tidak pernah tercapainya impian yang dicita-citakan

dalam era modern. Era modern yang berkembang antara abad kelima

belas sampai dengan delapan belas dan mencapai puncaknya pada abad

sembilan belas dan dua puluh. Berbeda dengan filsafat modern yang

berusaha memutlakkan kebenaran hanya berdasarkan rasio dan ilmu

pengetahuan, postmodernisme justru memberikan pernyataan bahwa

tidak ada kebenaran yang bersifat mutlak dan universal (relativ). Istilah

postmodernisme sendiri muncul pada tahun 1917 yang dikemukakan

oleh seorang filsuf Jerman Rudolf Pannwitz, untuk menggambarkan

nihilisme22

menurut terminologi Nietzsche.23

Dalam bidang teologi istilah postmodernisme pertama kali

digunakan di Inggris pada tahun 1939 oleh Bernard Iddings Bells,

seorang teolog yang mengetengahkan kegagalan modernisme sekuler

dan kembalinya agama dalam kehidupan manusia. Postmodernisme ini

akhirnya merambat ke segala bidang keilmuan dan kehidupan

masyarakat, termasuk pula teologi. Akhirnya melahirkan teologi

pembebasan, teologi religionum dan etik global. Dimana konflik

universalitas-lokalitas atau kesatuan-kepelbagaian mulai dipercakapkan

dengan terbuka dan serius. Akhirnya muncullah pluralisme dan

relativisme. Dalam konteks teologi Kristiani maka pertanyaannya

adalah; apakah masih dimungkinkan untuk meyakini kebenaran

22

Nihilisme adalah sebuah pandangan filosofi yang sering dihubungkan dengan Friedrich

Nietzsche. Nihilisme mengatakan bahwa dunia ini, terutama keberadaan manusia di dunia, tidak

memiliki suatu tujuan. Nihilis mengatakan, bahwa tidak ada bukti yang mendukung keberadaan

pencipta, moral sejati tidak diketahui, dan etika sekular adalah tidak mungkin. Karena itu,

kehidupan tidak memiliki arti, dan tidak ada tindakan yang lebih baik daripada yang lain. 23

Ibid

Page 15: BAB III LATAR BELAKANG DAN PEMIKIRAN-PEMIKIRAN … · 2012. 11. 5. · BAB III LATAR BELAKANG DAN PEMIKIRAN-PEMIKIRAN KRISTOLOGI DALAM PLURALISME AGAMA 3.1. Pendahuluan Setiap agama

universal dari Allah? Apakah kebenaran Allah tersebut tidak menjadi

kisah agung yang menindas?24

Dalam era postmodernisme ini, ide relativis ini mulai diperluas,

yang akhirnya membawa akibat teologis yang lebih besar bagi teologia

religionum. Paul F Knitter menjelaskan keunikan Kristus tersebut

sebagai “sebuah keunikan rasional”. Yang akhirnya mengakui kebenaran

yang diyakini orang Kristen bersifat relatif ditengah arena agama-agama

lain, yang menurut mereka tidak serta merta berarti mengabaikan

keunikan kebenaran tersebut, namun sebaliknya mengakui keunikan

tersebut dalam relasi dengan orang lain.25

Kelompok postmodernisme mengemukakan paradigma teologi

religionum, yaitu, inklusivisme26

dan pluralisme. Kehadiran Inklusivis

ini sendiri pun dianggap tidak memadai oleh para Pluralis. Oleh sebab

itu kelompok Pluralis menawarkan sesuatu yang baru, yakni konsep

relativitas, yang ditekankan pada universalitas kasih Allah yang lebih

luas bagi dunia. Pluralisme menekankan teosentrisme, yaitu menekankan

bahwa semua agama-agama memusatkan diri kepada Allah dan Kristus

bukanlah satu-satunya jalan keselamatan. Didalam buku Mitos Keunikan

Agama Kristen Paul Knitter mengemukakan didalam prakatanya:

24

Ibid 25

John Hick dan Paul F Knniter, Mitos Keunikan Agama kristen, hlm xi 26

Inklusivisme muncul dengan sebuah penolakan konsep eksklusivisme yang

menekankan tentang keselamatan satu-satunya didalam Kristus Yesus. Inklusivisme muncul

dengan ide yaitu dengan menawarkan konsep universalitas kasih Allah bagi agama-agama lain.

Allah diyakini mengerjakan keselamatan dalam agama-agama lain, walau tidak lengkap dan justru

dipenuhi oleh Kristus sendiri. Hal ini dimunculkan oleh para kaum inklusivis karena menurut

mereka sikap eksklusivis merupakan hal yang negatif bagi agama lain, karena sikap ini kurang

memberi tempat pemahaman aktual agama-agama lain.

Page 16: BAB III LATAR BELAKANG DAN PEMIKIRAN-PEMIKIRAN … · 2012. 11. 5. · BAB III LATAR BELAKANG DAN PEMIKIRAN-PEMIKIRAN KRISTOLOGI DALAM PLURALISME AGAMA 3.1. Pendahuluan Setiap agama

“Pemahaman-pemahaman baru digambarkan sebagai setiap upaya untuk

melangkah lebih jauh dari dua model umum yang telah mendominasi

sikap-sikap Kristen terhadap agama-agam lain sampai kini: pendekatan

eksklusivis”konservatif”, yang menemukan keselamatan hanya di dalam Kristus dan yang hanya melihat sedikit, kalaupun ada, nilainya ditempat

lainnya, dan sikap inklusiv “liberal” yang mengakui kekayaan yang menyelamatkan dalam iman lain, tetapi kemudian memandang kekayaan

ini sebagai hasil karya penebusan Kristus dan sebagai sesuatu yang telah

dipenuhi di dalam Kristus. Kami ingin mengumpulkan para teolog yang

menjelajah berbagai kemungkinan akan posisi pluralis- suatu upaya

melangkah meninggalkan penekanan pada superioritas atau finalitas

Kristus dan agama Kristen menuju pengakuan akan validitas mandiri jalan-

jalan lain.27

3.4. Pemikiran-Pemikiran Kristologi Dalam Pluralisme Agama

3.4.1. Metode Pendekatan Kristologi Pluralisme

Dalam melakukan pendekatan Kristologinya, kaum Pluralisme

memakai dua metode. Metode yang pertama adalah Kristologi dari

bawah dan yang kedua adalah Kristologi fungsional. Pada dasarnya ada

dua pendekatan yang dilakukan dalam metodologi kristologi, yakni

kristologi dari atas dan kristologi dari bawah serta kristologi fungsional

dan kristologi ontologis. Kedua pendekatan ini tidak dapat dipisahkan

ketika melakukan penelitian terhadap kristologi yang akan di bahas

dalam bab tiga.

3.4.1.1. Kristologi dari bawah

Metode ini adalah metode yang berusaha untuk memahami ke-

Tuhanan Yesus yang dimulai dari manusia Yesus dari Nazaret,

kemudian bertanya bagaimana caranya Ia menjadi Allah. Metode ini

disebut juga Vonunten, metode yang sama juga dipakai oleh kaum

Adaptionis, bahwa Yesus menjadi Allah karena diangkat Allah Bapa

pada saat pembaptisan-Nya. Oleh karena itu, Pannenberg berkata,

segala sesuatu bergantung pada hubungan antara klaim Yesus dengan

27

Ibid, Hlm, x-xi

Page 17: BAB III LATAR BELAKANG DAN PEMIKIRAN-PEMIKIRAN … · 2012. 11. 5. · BAB III LATAR BELAKANG DAN PEMIKIRAN-PEMIKIRAN KRISTOLOGI DALAM PLURALISME AGAMA 3.1. Pendahuluan Setiap agama

konfirmasi oleh Allah itu sendiri. Dengan kata lain, ke-Allahan Yesus

tidak berasal dari diri-Nya sendiri, melainkan diteguhkan oleh Allah

Bapa melalui peristiwa ajaib, di antaranya ialah kebangkitan. Itu

berarti, kebangkitan Yesus bukanlah disebabkan dari diri-Nya sendiri,

tetapi dari Allah Bapa saja. Hal ini tentu bertentangan dengan natur

keilahian Yesus yang ada sejak kekekalan (Yoh. 1:1-3), selain Bapa,

Yesus sendiri turut berperan dalam karya kebangkitan-Nya sendiri (I

Kor. 15:20-28, 45-49).

Kristologi pluralis pada hakikatnya cenderung sama dengan

kelompok sekularis, yang melihat Yesus sebagai manusia biasa,

pemuda Yahudi yang dipilih Allah untuk menerima Roh-Nya.

Sehingga ia menjadi manusia super.28

Kesimpulan ini merupakan

kesimpulan dari Kristologi dari bawah.

3.4.2.2. Kristologi Fungsional

Kristologi fungsional menekankan pada karya Kristus, yaitu

Apakah yang Yesus lakukan? Kaum Pluralisme dalam bukunya

“Wajah Yesus di Asia“ mengatakan yang penting bukan siapakah

Yesus melainkan di mana Dia berada? (Apakah Ia bersama dengan

orang miskin atau Ia bersama dengan orang kaya). Kaum Pluralis

umumnya melihat Allah dari sudut manfaat seperti Allah mengasihi,

dan memberi hidup. Berkenaan dengan Kristologi fungsional ini kaum

28

Stevri I Lumintang, Theologia Abu-abu: Pluralisme Agama, hlm. 142-143

Page 18: BAB III LATAR BELAKANG DAN PEMIKIRAN-PEMIKIRAN … · 2012. 11. 5. · BAB III LATAR BELAKANG DAN PEMIKIRAN-PEMIKIRAN KRISTOLOGI DALAM PLURALISME AGAMA 3.1. Pendahuluan Setiap agama

Pluralis sangat berupaya mengembangkannya, hal ini terlihat dari buku

“Wajah Yesus di Asia” dalam konteks pluralisme agama-agama.29

Sebuah contoh yang jelas dari Kristologi fungsional ialah karya

Oscar Cullmann berjudul Christology of the New Testament.

Pendekatan yang digagaskan Cullman dalam Kristologi ini adalah

pemakaian “sejarah Keselamatan” (Heilsgeschichte) sebagai prinsip

prangkum dalam penyelidikan berbagai gelar untuk Yesus dalam

Perjanjian Baru. Dengan demikian tampaklah bahwa Kristologi

Cullman dipusatkan pada apa yang dilakukan Yesus. Kristologi

merupakan sebuah doktrin yang berfokus pada sebuah “peristiwa‟ dan

bukan doktrin tentang sifat-sifat".30

Perlu dipertanyakan apakan memang benar Perjanjian Baru

lebih menekankan fungsi atau karya Kristus daripada pribadi atau sifat-

Nya sebagaimana yang dikemukakan oleh kaum pluralis. Sebuah

Kristologi baru dapat dikatakan lengkap dan memadai apabila sudah

menghadapi dari memadukan perkara yang ontologis dan fungsional.

Bagi kaum pluralis, Kristologi fungsional merupakan bekal utama

mereka, dalam perumusan teologi, terutama sebagai jalan bagi mereka

dalam merumuskan konsep Kristologi Konstekstual mereka.

3.4.3. Yesus Sejarah

Secara umum teologi Pluralis mendasarkan Kristologi mereka pada

Yesus sejarah, yaitu suatu paham yang mula-mula diperkenalkan oleh theologi

Liberal. Dimana teologi liberal mendasari asumsinya atas dasar rasionalisme

29

Ibid. Hlm. 143-144 30

Oscar Cullman, The Christology of the New Testament, edisis revisi (Philadelphia:

Westminster, 1963) hlm. 9

Page 19: BAB III LATAR BELAKANG DAN PEMIKIRAN-PEMIKIRAN … · 2012. 11. 5. · BAB III LATAR BELAKANG DAN PEMIKIRAN-PEMIKIRAN KRISTOLOGI DALAM PLURALISME AGAMA 3.1. Pendahuluan Setiap agama

bahwa hal-hal yang bersifat mujizat dan supranatural dalam Alkitab tidak

mungkin terjadi. Kaum pluralis mempersoalkan Yesus sejarah melalui relasi

yang kritis mengenai relasi antara peristiwa Yesus dan waktu penulisan.

Mereka menyimpulkan bahwa apa yang ditulis oleh para penulis Injil tentang

Yesus, sebenarnya bukanlah Yesus sesungguhnya atau bukan Yesus yang

benar-benar ada secara historis, melainkan Yesus yang menurut pikiran murid-

murid atau para penulis Injil. Oleh sebab itu mereka menganggap Injil penuh

dengan dongeng dan mitos. Karena itu Yesus yang dikenal dalam Alkitab oleh

orang Kristen sekarang, bukan Yesus sebenarnya melainkan Yesus mitos para

penulis Injil.31

Ada empat tokoh yang memulai penelitian tentang Yesus sejarah ini,

yaitu David Strauss dengan bukunya “A New Life Of Jesus” dan Ernast

Renan, dengan bukunya ”Life Of Jesus”. Keduanya memandang Yesus

sebagai manusia biasa yang baik, sebagai seorang guru yang memiliki

kebenaran-kebenaran rohani karena itu mereka menolak keillahian Yesus.

Kemudian Adolf Von Harnack dengan bukunya yang terkenal “What is

Christianity?” berpendapat bahwa; Injil-injil tidak memberikan kepada kita

arti mengenai susunan biografi Yesus, karena mereka menceritakan kepada

kita sedikit mengenai awal kehidupan Yesus. Albert Schweitzer dengan

bukunya “Quest of the Historical Jesus” membangun asumsinya dengan

menyatakan bahwa Injil-injil adalah tidak dapat dipercaya dan bahwa Yesus

sejarah adalah seorang yang biasa, sebagai dongeng yang telah mengalami

perkembangan. Jadi penyelidik Yesus sejarah melihat Yesus hanya sebagai

31

Stevri I Lumintang, Theologia Abu-abu: Pluralisme Agama, hlm. 145

Page 20: BAB III LATAR BELAKANG DAN PEMIKIRAN-PEMIKIRAN … · 2012. 11. 5. · BAB III LATAR BELAKANG DAN PEMIKIRAN-PEMIKIRAN KRISTOLOGI DALAM PLURALISME AGAMA 3.1. Pendahuluan Setiap agama

manusia biasa saja yang rohani dan bermoral serta memiliki kebenaran-

kebenaran rohani.32

Akhirnya penyelidikan Yesus sejarah ini terus menerus berkembang

yang pada dasarnya isu sebenarnya adalah tidak mempercayai kitab Injil-injil

Kanonik sebagai sumber pemahaman tentang Yesus. Misi Yesus hanya

digambarkan sebagai pejuang sosial dan menggambarkan aspek utama yaitu

rohani membuang semua unsur-unsur supranatural, menghilangkan inti utama

dari kekristenan dan membuang pandangan Kristen tradisional. Memandang

Yesus sebagai manusia biasa yang baik dan bermoral tinggi dan yang patut

diteladani oleh orang Kristen. Inilah fakta yang sudah dan sedang merusak

kekristenan dewasa ini.33

Roy Eckardt yang dapat juga disebut sebagai seorang teolog Pluralis

menyatakan bahwa: “Kristologi harus didasarkan pada Yesus Sejarah. Atau

lebih baik lagi, pengkajian ini mendekati persoalan Kristologi dari suatu

pandangan sejarah umum diterima sekarang. Ioanes Rahmat juga seorang

yang dapat disebut teolog Pluralis Indonesia, ia juga merupakan penganut

Yesus Sejarah. Ia percaya bahwa kematian tentang Yesus dalam Injil-injil

adalah ciptaan penulis, dan ia pun membedakan ucapan asli Tuhan Yesus dan

yang produk dari para penulis (Yesus Seminar : Yesus tidak pernah menuntut

diriNya disebut dan diakui sebagai Mesias. Hal ini merupakan kesalahan para

murid Yesus dan orang Kristen masa kini).34

Borg dan Sugirtharajah menggali

32

Wisma Pandia, Teologi Pluralisme Agama-agama, , hlm. 18 33

Ibid 34

Iones Rahmat, Serba-serbi Doktrin: Yesuslah Satu-satunya Jalan, (Tangerang : Sirao

Credentia Center) hal. 8-9

Page 21: BAB III LATAR BELAKANG DAN PEMIKIRAN-PEMIKIRAN … · 2012. 11. 5. · BAB III LATAR BELAKANG DAN PEMIKIRAN-PEMIKIRAN KRISTOLOGI DALAM PLURALISME AGAMA 3.1. Pendahuluan Setiap agama

ulang Yesus dan menegaskan bahwa memahami Yesus sejarah berarti

memahami Yesus yang sesungguhnya

Dengan demikian mereka mencela orang Kristen yang terlalu

menekankan finalitas Yesus Kristus dan kemutlakanNya. Kaum pluralis ingin

menafsir ulang Injil dan membersihkan semua yang mereka anggap sebagai

mitos.

3.4.4. Kristologi Kosmik

Kristologi Kosmik memandang Yesus sebagai penyelamat yang hadir

tanpa batas tempat dan waktu untuk menyelamatkan semua manusia sekalipun

tanpa mengakui ke-Tuhanan-Nya. Mereka di antaranya adalah Karl Rahner

dengan teori Anonymous Christian-nya, yang menyatakan bahwa Kristus juga

hadir dalam agama-agama lain tanpa Yesus. Dalam teori Kristosentrisnya

Rahner menyatakan, “Allah menghendaki semua orang diselamatkan (1 Tim.

2:4), dan iman dalam Yesus Kristus perlu untuk keselamatan. Ini berarti

bahwa semua orang mendapat kesempatan percaya”. Rahner mencoba untuk

mendamaikan antara rahmat Allah dan keeksklusifan Kristus yang bekerja di

semua agama. Bahwa keselamatan orang Kristen adalah melalui Kristus,

namun ada juga keselamatan melalui agama lain. Menurut Rahner bahwa,

kemungkinan keselamatan secara universal secara ontologis berdasarkan

tindakan kreatif Allah dan secara historis dihadirkan dalam peristiwa Yesus.35

Kristologi Kosmik pertama kali dicetuskan oleh Joseph Sittler. Ia

membangun Kristologi Kosmiknya didasarkan atas Kolose 1:15-20. Sittler

menafsirkan Kolose 1:15-20 dengan memfokuskan penelitian terhadap

35

Dikutip oleh Stevri I. Lumintang, Theologia Abu-Abu, Hlm. 157

Page 22: BAB III LATAR BELAKANG DAN PEMIKIRAN-PEMIKIRAN … · 2012. 11. 5. · BAB III LATAR BELAKANG DAN PEMIKIRAN-PEMIKIRAN KRISTOLOGI DALAM PLURALISME AGAMA 3.1. Pendahuluan Setiap agama

pernyataan-pernyataan yang nampak secara eksplisit seperti “Segala Sesuatu

yang diciptakan oleh Dia dan untuk Dia” muncul enam kali dalam teks

tersebut menerangkan mengenai pencapaian secara maksimum, dimana

penebusan Allah adalah untuk seluruh alam semesta dalam jangkauan yang

luas, dimana Kristus digambarkan di situ sebagai Kristus Kosmik yang

menyelamatkan semua ciptaan. Sehingga Yesus tidak hanya dimengerti dalam

pengertian Yesus Historis dari Nazaret melainkan juga Yesus yang

menyatakan diri dalam semua ciptaan.36

Sangat jelas bahwa Kristologi kosmik ini merupakan interpretasi yang

keliru, dan penggunaan sistem penafsiran yang terbuka. Hal ini ditandai

dengan penggunaan kritik kanonik untuk membuktikan kehadiran Yesus di

luar kekristenan. Hal yang sama juga dilakukan oleh kaum Pluralis seperti

Hick dan C.S Song, yang menyatakan bahwa pribadi kedua Allah Tritunggal

berinkarnasi bukan hanya sekali melainkan berkali-kali di banyak tempat dan

dalam banyak wujud. Kehadiran Yesus bagi mereka tidak dapat dibatasi oleh

ruang dan waktu, juga tidak dapat dibatasi oleh semua batasan budaya dan

agama. Oleh sebab itu, Samartha menegaskan bahwa Kristologi partikularis

tidak cukup mampu untuk menuntun semua manusia, kecuali dengan

Kristologi Kosmik.37

3.4.5. Kristologi yang Theosentris

Kristologi yang theosentris ini dimunculkan oleh Paul F Knitter. Ia

percaya bahwa model Theosentris mengarahkan perhatiannya langsung pada

36

D.A. Carson, The Gagging of God, Christianity Confrits Pluralism (Leicester: Inter-

Varsity Press, 1966) Hlm. 44 37

Dikutip oleh Stevri I. Lumintang, Theologia Abu-Abu, Pluralisme agama, Edisi revisi,

Hlm. 159

Page 23: BAB III LATAR BELAKANG DAN PEMIKIRAN-PEMIKIRAN … · 2012. 11. 5. · BAB III LATAR BELAKANG DAN PEMIKIRAN-PEMIKIRAN KRISTOLOGI DALAM PLURALISME AGAMA 3.1. Pendahuluan Setiap agama

kekurangan-kekurangan dan juga mempertahankan nilai-nilai dari model

pilihannya dan berisi harapan terbesar bagi dialog antar agama di masa depan

dan bagi evolusi yang terus dilanjutkan atas makna Yesus Kristus bagi dunia

ini. Pemahaman semacam ini memandang Yesus bukan sebagai tokoh yang

eksklusif atau bahkan yang normatif. Melainkan theosentris, sebagai

pengejahwantahan (sakramen akte suci, inkarnasi) dari penyataan dan

keselamatan Ilahi yang relevan untuk umum. 38

Lebih lanjut Knitter menegaskan pandangan theosentris mengikuti

contoh jalan Yesus dari Nazaret sebab Yesus dan intinya tentang kerajaan

sorga sendiri bersifat theosentris. Yesus tidak pernah mengambil tempat

Allah. Kristosentrisme tanpa theosentrisme mudah menjadi suatu

penyembahan berhala yang melanggar dan merusak bukan saja pernyataan

kristiani melainkan juga pernyataan yang ditentukan pada kepercayaan-

kepercayaan lain. Jadi semua teks Alkitab yang menegaskan Yesus sebagai

Allah dianggap sebagai buah pikiran dari murid-murid.39

Knitter tidak

mengakui Yesus sebagai Allah bukan karena ia tidak mampu menemukan

bukti-bukti Alkitab yang berbicara mengenai keilahian Yesus, melainkan dia

hanya melihat tek-teks yang mendukung konsep Pluralisnya.

Sementara Stanley Samartha menuliskan bahwa suatu Kristologi

theosentrik memberikan ruang teologis lebih besar bagi orang-orang Kristen

untuk hidup bersama dengan sesama mereka yang memeluk kepercayaan-

kepercayaan lain. “Kristomonisme” tidak berlaku adil sepenuhnya terhadap

38

Paul F. Knitter, No Other name? A Critical Survey of Christian Attitude Toward The

World Relegions (New York: Orbis Books, 1989), 66 39

Ibid. Hlm. 171-172

Page 24: BAB III LATAR BELAKANG DAN PEMIKIRAN-PEMIKIRAN … · 2012. 11. 5. · BAB III LATAR BELAKANG DAN PEMIKIRAN-PEMIKIRAN KRISTOLOGI DALAM PLURALISME AGAMA 3.1. Pendahuluan Setiap agama

seluruh bukti Perjanjian Baru, juga tidak memberi penekanan cukup pada

makna ketritunggalan dari iman Kristen.40

3.4.6. Inkarnasi Allah

Masalah inkarnasi merupakan salah satu hal yang paling diserang.

Konsep sekularisasi dan transedensi Allah serta pengalaman universalitas

Allah, membuat kaum Pluralisme mengemukakan penafsiran mengenai

inkarnasi seturut dengan paham mereka.

3.4.6.1. Inkarnasi yang metaforis.

Tokoh yang merupakan penggagas inkarnasi yang metaforis

adalah John Hick.

Inkarnasi metaforis ini dimunculkan untuk

membuktikan bahwa konsep inkarnasi yang dipahami oleh kaum

eksklusif adalah salah dan harus ditinggalkan.

Ia menolak paham

keselamatan yang dianut oleh kelompok eksklusif. Baginya keselamatan

harus dipahami sebagai transformasi. Baginya tidak ada saran mengenai

perlunya seorang pengantara atau tidak ada karya penebusan yang dapat

memampukan Allah untuk mengampuni. Ia mendasarkan pendapatnya

ini atas dasar tentang doa Tuhan Yesus mengenai pengampunan dosa.

Dimana baginya, pengampunan dosa yang diajarkan Tuhan Yesus adalah

langsung dari Bapa tanpa harus melalui Yesus. Komentarnya ini

diperkuat dengan menggunakan perumpamaan tentang anak yang hilang

yang baginya langsung diampuni Bapa tanpa pengantara.41

40

Stanley Samartha, “Salib dan Bianglala : Kristus di dalam Suatu Kehidupan. Dalam

“Wajah Yesus di Asia.” 41

John Hick, The Metaphor of God Incarnate: Christologi in a Pluralistic Age

((Lousville: Westminster Press, 1993), hlm. 127

Page 25: BAB III LATAR BELAKANG DAN PEMIKIRAN-PEMIKIRAN … · 2012. 11. 5. · BAB III LATAR BELAKANG DAN PEMIKIRAN-PEMIKIRAN KRISTOLOGI DALAM PLURALISME AGAMA 3.1. Pendahuluan Setiap agama

Lebih jauh, Hick memberikan tiga alasan utama untuk menolak

konsep tradisional atau eksklusif mengenai inkarnasi, sekaligus

menegaskan konsep inkarnasinya yang metaforis:42

Pertama, Hick

menyimpulkan bahwa jika Yesus adalah Allah Pencipta yang kekal

menjadi manusia, maka itu menjadi sangat sulit untuk memandang

Yesus sebagai fenomena yang sederajat dengan tradisi-tradisi agama

lain. Ini adalah sangat tidak mungkin bahwa sintesis yang relatif

demikian diterima oleh para ahli sejarah dan agama. Inkarnasi Yesus

sebagai salah satu dari sekian banyak inkarnasi di dalam dunia Romawi,

dimana Allah tidak selalu dipahami sebagai Allah yang mengambil rupa

manusia saja. Menurut Hick, yang mereka sembah itu disebut Tuhan

(God) di dalam gereja Kristen, disebut Adonai di dalam sinagoga

Yahudi, disebut Allah di dalam masjid Muslim, disebut Ekoamkar di

dalam gurudwara Sikh, dan disebut Rama atau Krishna di dalam kuil

Hindu.43

jelaslah ia meragukan inkarnasi eksklusif.

Kedua, Yesus sebagai Allah yang berinkarnasi secara literal

adalah tidak benar. Karena itu tidak memiliki arti literal bahwa Yesus

adalah Allah, melainkan suatu aplikasi kepada Yesus dari suatu konsep

mistis yang berfungsi sebagai analogi dari anggapan mengenai keilahian

Anak. Yesus memang adalah Anak Allah namun itu adalah konsep

mistis karena itu, bagi Hick, inkarnasi tidaklah bergantung pada

terminologi “Anak Allah”. Berkaitan dengan itu, Hick mengakui bahwa

inkarnasi adalah terlalu misterius.

42

Ibid 43

Paul F Knitter, Pengantar Teologi Agama-Agama, Prakata oleh John Hick,

(terjemahan) (Yogyakarta: Kanasius, 2008) hlm 143-145

Page 26: BAB III LATAR BELAKANG DAN PEMIKIRAN-PEMIKIRAN … · 2012. 11. 5. · BAB III LATAR BELAKANG DAN PEMIKIRAN-PEMIKIRAN KRISTOLOGI DALAM PLURALISME AGAMA 3.1. Pendahuluan Setiap agama

Ketiga, dengan dukungan yang sangat kuat dari para ahli

Perjanjian Baru yang Liberal, ia berpendapat bahwa inkarnasi

merupakan perkembangan pemikiran gereja mula-mula; sedangkan

Yesus sendiri tidak pernah berpikir bahwa diri-Nya akan menempuh

cara yang demikian. Jadi sebutan anak Allah, Mesias, menjadi Anak

Allah, yang berakhir pada rumusan Tritunggal, merupakan sebutan dan

rumusan dari perkembangan pemikiran gereja.

3.4.6.2. Inkarnasi yang Multireligius.

Inkarnasi yang multireligius adalah konsep inkarnasi yang tidak

hanya terjadi pada agama-agama lain. Tokoh yang menganut paham ini

adalah Song, Panikkar dan Karl Rahner. Song memahami bahwa

inkarnasi Yesus hanyalah sebagai salah satu inkarnasi Allah. Karena

Allah juga berinkarnasi dalam semua agama dan kebudayaan. Ia juga

memahami bahwa inkarnasi bukan hanya dalam pengertian inkarnasi

pribadi kedua Allah Tritunggal, yakni Kristus, melainkan Song

mengakui adanya inkarnasi Allah dalam banyak bentuk, bahwa Allah

tidak hanya menyatakan dirinya dalam agama Kristen, melainkan juga

menyatakan dirinya di dalam agama lain bahkan dalam budaya.

Sementara itu Panikkar dalam konsep “ The Unknown Christ of

Hinduism” menyebutkan bahwa Yesus adalah Kristus tetapi Kristus

bukanlah Yesus karena di dalam agama Hindu pun sesungguhnya

mengakui Kristus yang tidak dikenal atau terselubung. Jadi agama Hindu

pun mengakui Kristus, hanya tidak dikenal. Kristus ini merupakan

misteri ilahi yang berinkarnasi dalam sejarah dan budaya manusia.

Page 27: BAB III LATAR BELAKANG DAN PEMIKIRAN-PEMIKIRAN … · 2012. 11. 5. · BAB III LATAR BELAKANG DAN PEMIKIRAN-PEMIKIRAN KRISTOLOGI DALAM PLURALISME AGAMA 3.1. Pendahuluan Setiap agama

Dengan kata lain bahwa Allah tidak hanya berinkarnasi melalui dan di

dalam Yesus, melainkan juga dalam agama yang lain. Jadi Allah menjadi

manusia tidak selalu bernama Kristus, melainkan juga terdapat di dalam

Hindu yang dikenal sebagai Isharam, dalam kekristenan dikenal sebagai

Yesus dari Nazaret. Panikkar membedakan antara Yesus dan Kristus.

Yesus baginya adalah bagian dari Kristus dan Kristus tentu lebih dari

Yesus Kristus sebagai misteri Ilahi bukan suatu realita yang mempunyai

banyak nama, tetapi dalam setiap nama yang berbeda-beda di masing-

masing agama, Kristus ada dan meyelamatkan.

Sementara itu Karl Rahner dengan Anonymous Christ

menempatkan Kristus yang tidak bernama, artinya ialah Kristus ada di

agama-agama lain, sekalipun tidak bernama Kristus. Kristus tanpa nama,

yang ada disemua agama-agama adalah Kristus yang menyelamatkan.

Dengan kata lain, bahwa Allah yang menyelamatkan, tidak hanya

menyatakan diri-Nya melalui berinkarnasi menjadi mausia di dalam dan

melalui Kristus (bernama) dalam agama Kristen, juga adalah Allah yang

menyatakan diri dengan cara inkarnasi melalui Kristus (tanpa nama

Kristus) di agama-agama lain. Karena itu Kristus bukan hanya monopoli

orang Kristen.44

3.5. Kesimpulan

Setiap agama di Indonesia, tidak dapat memungkiri fakta adanya

fenomena pluralitas agama dan pengaruhnya dalam kehidupan bersama. Akan

tetapi, di satu sisi, semua agama dan pemeluk agama memiliki klaimnya masing-

44

Paul F. Knitter, Pengantar Teologi Agama-Agama, Hlm. 122

Page 28: BAB III LATAR BELAKANG DAN PEMIKIRAN-PEMIKIRAN … · 2012. 11. 5. · BAB III LATAR BELAKANG DAN PEMIKIRAN-PEMIKIRAN KRISTOLOGI DALAM PLURALISME AGAMA 3.1. Pendahuluan Setiap agama

masing mengenai keabsolutan kebenaran-kebenaran yang diimani atau yang

diminati oleh masing-masing agama. Pluralisme agama adalah istilah khusus

dalam kajian agama-agama. Pluralisme adalah suatu paham, sikap yang menerima

validitas atau keabsahan bahwa semua agama adalah sama. Kaum pluralis

menolak semua klaim agama yang bersifat eksklusif, absolut, unik dan final.

Pluralisme menolak konsep kefinalitasan, eksklusivisme yang normatif dan

keunikan Yesus Kristus

Faktor-faktor bangkitnya pluralisme adalah masalah kemajemukan agama,

dialog antar agama, Perubahan dari Modernisme ke Postmodernisme, dan

relativisme. Kaum Pluralis umumnya melihat Allah dari sudut manfaat seperti

Allah mengasihi, dan memberi hidup. Kaum pluralis juga mempersoalkan Yesus

sejarah melalui relasi yang kritis mengenai relasi antara peristiwa Yesus dan

waktu penulisan. Mereka menyimpulkan bahwa apa yang ditulis oleh para penulis

Injil tentang Yesus, sebenarnya bukanlah Yesus sesungguhnya atau bukan Yesus

yang benar-benar ada secara historis, melainkan Yesus yang menurut pikiran

murid-murid atau para penulis Injil.