bab iii metamorf

24
BAB III BATUAN METAMORF 3.1. Tinjauan Umum Batuan Metamorf Batuan metamorf merupakan batuan hasil malihan dari batuan yang telah ada sebelumnya yang ditunjukkan dengan adanya perubahan komposisi mineral, tekstur dan struktur batuan yang terjadi pada fase padat (solid slate) akibat adanya perubahan temperatur, tekanan dan kondisi kimia di kerak bumi (Ehlers & Blatt, 1982). Menurut H. G. F. Winkler (1967), metamorfisme adalah proses yang mengubah mineral suatu batuan pada fase padat karena pengaruh terhadap kondisi fisika dan kimia dalam kerak bumi, dimana kondisi tersebut berbeda dengan sebelumnya. Proses tersebut tidak termasuk pelapukan dan diagenesa. Metamorfisme terjadi pada keadaan padat (padat ke padat) meliputi proses kristalisasi, reorientasi dan pembentukan mineral-mineral baru serta terjadi dalam lingkungan yang sama sekali berbeda dengan lingkungan batuan asalnya terbentuk. Banyak mineral yang mempunyai batas-batas kestabilan tertentu yang jika dikenakan tekanan dan temperatur yang melebihi batas tersebut maka akan terjadi penyesuaian dalam batuan dengan membentuk mineral-mineral baru yang stabil. Disamping karena pengaruh tekanan dan temperatur, metamorfisme juga dipengaruhi oleh fluida, dimana fluida (H2O) dalam jumlah bervariasi di antara butiran mineral atau pori-pori batuan yang pada umumnya mengandung ion terlarut akan mempercepat proses metamorfisme. Batuan metamorf memiliki beragam karakteristik. Karakteristik ini dipengaruhi oleh beberapa faktor dalam pembentukan batuan tersebut yaitu, • Komposisi mineral batuan asal • Tekanan dan temperatur saat proses metamorfisme • Pengaruh gaya tektonik, dan • Pengaruh fluida Batuan beku dan batuan sedimen terbentuk sebagai akibat adanya proses kimia fisika dan atau proses biologis pada kondisi permukaan maupun kondisi dalam

Upload: robert-white

Post on 14-Aug-2015

48 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB III Metamorf

BAB III

BATUAN METAMORF

3.1. Tinjauan Umum Batuan Metamorf 

Batuan metamorf merupakan batuan hasil malihan dari batuan yang telah ada sebelumnya

yang ditunjukkan dengan adanya perubahan komposisi mineral, tekstur dan struktur

batuan yang terjadi pada fase padat (solid slate) akibat adanya perubahan temperatur,

tekanan dan kondisi kimia di kerak bumi (Ehlers & Blatt, 1982).

Menurut H. G. F. Winkler (1967), metamorfisme adalah proses yang mengubah mineral

suatu batuan pada fase padat karena pengaruh terhadap kondisi fisika dan kimia dalam

kerak bumi, dimana kondisi tersebut berbeda dengan sebelumnya. Proses tersebut tidak

termasuk pelapukan dan diagenesa.

Metamorfisme terjadi pada keadaan padat (padat ke padat) meliputi proses kristalisasi,

reorientasi dan pembentukan mineral-mineral baru serta terjadi dalam lingkungan yang

sama sekali berbeda dengan lingkungan batuan asalnya terbentuk.

Banyak mineral yang mempunyai batas-batas kestabilan tertentu yang jika dikenakan

tekanan dan temperatur yang melebihi batas tersebut maka akan terjadi penyesuaian

dalam batuan dengan membentuk mineral-mineral baru yang stabil. Disamping karena

pengaruh tekanan dan temperatur, metamorfisme juga dipengaruhi oleh fluida, dimana

fluida (H2O) dalam jumlah bervariasi di antara butiran mineral atau pori-pori batuan yang

pada umumnya mengandung ion terlarut akan mempercepat proses metamorfisme.

Batuan metamorf memiliki beragam karakteristik. Karakteristik ini dipengaruhi oleh

beberapa faktor dalam pembentukan batuan tersebut yaitu,

• Komposisi mineral batuan asal

• Tekanan dan temperatur saat proses metamorfisme

• Pengaruh gaya tektonik, dan

• Pengaruh fluida

Batuan beku dan batuan sedimen terbentuk sebagai akibat adanya proses kimia fisika dan

atau proses biologis pada kondisi permukaan maupun kondisi dalam bumi. Karena bumi

merupakan suatu sistem yang dinamik, setelah terbentuk batuan dapat mengalami suatu

kondisi baru yang dapat megakibatkan perubahan tekstur, struktur maupun komposisi

mineral.

Page 2: BAB III Metamorf

Jika perubahan ini terjadi pada kondisi temperatur dan tekanan tertentu diatas kondisi

terjadinya diagenesis dan dibawah kondisi terjadinya pelelehan maka perubahan tersebut

dikenal sebagai metamorfosa.

Ciri utama metamorfosa ini adalah perubahan tersebut terjadi saat batuan tetap pada

kondisi padat sedangkan kondisi kimianya terletak dibawah zona pelapukan dan sementasi

(Ehlers & Blatt, 1982). Menurut Bucher dan Frey (1994), metamorfosa merupakan suatu

proses yang mengakibatkan perubahan komposisi mineral dan atau struktur dan atau

komposisi kimia batuan.

Perubahan tersebut disebabkan oleh kondisi fisik dan atau kimia yang berbeda dengan

yang umumnya terjadi pada zona pelapukan, sementasi dan diagenesis. Perubahan

temperatur dapat terjadi oleh karena berbagai macam sebab antara lain oleh adanya

pemanasan akibat intrusi magmatik dan perubahan gradien geothermal. Panas dalam skala

kecil juga bisa terjadi akibat adanya gesekan/friksi selama terjadinya deformasi suatu

massa batuan.

Pada batuan silikat batas bawah terjadinya metamorfosa umumnya pada suhu 1500 ± 500

C yang ditandai dengan munculnya mineral-mineral mg-carpholite, glaucophane, lawsonite,

paragonite, prehnite atau stilpnomelane. Sedangkan batas atas terjadinya metamorfosa

sebelum terjadinya pelelehan adalah berkisar 6500 – 11000 C, tergantung jenis batuan

asalnya (Bucher & Frey, 1994).

Aktivitas kimiawi fluida dan gas yang berada pada jaringan antar butir batuan mempunyai

peranan yang penting dalam metamorfosa. Fluida aktif yang banyak berperan adalah air

beserta karbon dioksida , asam hidroklorik dan hidroflourik. Umumnya fluida dan gas

tersebut bertindak sebagai katalis atau solven serta bersifat membantu reaksi kimia dan

penyetimbangan mekanis. Oleh (Huang, 1962).

Batuan metamorf dibagikan menjadi tiga kategori berdasarkan pada wujudnya di

lapangan : batuan metamorf senduh, batuan metamorf dinamik, batuan metamorf rantau.

Kawasan batuan metamorf rantau telah dibagi menjadi tiga kategori bergantung kepada

kedudukan tektonik sejagat, yaitu kawasan perisai Pracambria, jaluran orogeni Fanerozoik,

dan dasar lautan.

Kajian terhadap batuan yang dilaut dari dasar lautan, dan baru-baru ini pula dalam proyek

pengeboran laut dalam menunjukkan kehadiran batuan metamorf, kebanyakan adalah

batuan beku dan batuan metamorf. Bataun dari dasar lautan adalah muda secara

perbandingan geologinya, yang paling tua dijumpai berasal dari zaman Jura.

Page 3: BAB III Metamorf

Batuan berkomposisi kegranitan hampir tidak dijumpai dari dasar lautan dan ini sangat

berlawanan dengan kelimpahan dan pentingnya batuan ini di kawaasan perisai dan jaluran

orogeni. Komposisi batuan dasar lautan, dan struktur serta metamorfismenya, dapat

dijelaskan dengan melihat dari sudut pertumbuhannya melalui penghamparan dari

pematangan tengah laut.

3.1.1. Tipe Metamorfosa

Batuan metamorf atau batuan malihan adalah batuan yang terbentuk akibat proses

perubahan temperatur dan atau tekanan dari batuan yang telah ada sebelumnya. Akibat

bertambahnya temperatur dan/atau tekanan, batuan sebelumnya akan berubah tektur dan

strukturnya sehingga membentuk batuan baru dengan tekstur dan struktur yang baru pula.

Tabel. 3.1. Batuan metamorf berdasarkan derajat metamorfosa

Contoh batuan metamorf tersebut adalah sebagai berikut, yaitu :

• Batusabak atau slate yang merupakan perubahan batulempung

• Batumarmer yang merupakan perubahan dari batugamping

• Batukuarsit yang merupakan perubahan dari batupasir

Tabel. 3.2.Nama batuan, tekstur, derajat metamorfosa dan asal batuan.

Apabila semua batuan-batuan yang sebelumnya terpanaskan dan meleleh maka akan

membentuk magma yang kemudian mengalami proses pendinginan kembali dan menjadi

batuan-batuan baru lagi. Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi, metamorfosa

dapat dibedakan menjadi dua, yaitu metamorfosa lokal dan metamorfosa regional.

3.1.1.1. Tipe metamorfiosa lokal

Metamorfosa lokal merupakan proses metamorfosa yang terjadi pada daerah yang sempit

berkisar antara beberapa meter sampai kilometer saja. Jenis metamorfosa ini dapat

dibedakan menjadi :

1. Metamorfosa kontak / thermal

Page 4: BAB III Metamorf

Tipe metamorfosa ini faktor yang paling berpengaruh adalah pada temperatur tinggi, yaitu

metamorfosa yang diakibatkan oleh kenaikan temperatur yang tinggi, dan biasanya jenis

ini ditemukan pada kontak antara tubuh intrusi magma/ekstrusi dengan batuan di

sekitarnya dengan lebar 2 – 3 km. Salah satu contohnya adalah pada zona intrusi yang

dapat menyebabkan pertambahan suhu pada daerah disekitar intrusi.

Gambar 3.1. Pembentukan batuan pada intrusi magma

2. Metamorfosa dislokasi / kataklastik / dinamo / kinematik.

Jenis metamorfosa ini dijumpai pada daerah yang mengalami dislokasi. Misalnya pada

daerah sesar besar, dimana proses metamorfosa terjadi pada lokasi dimana massa batuan

tersebut mengalami penggerusan.

Gambar 3.2. Pembentukan batuan pada zona sesar

Makin dalam ke arah kerak bumi pengaruh tekanan hidrostatika semakin besar. Sedangkan

tekanan pada bagian kulit bumi yang dekat dengan permukaan saja, metamorfosa

semacam ini biasanya didapatkan di daerah sesar/patahan.

Metamorfosa pada jens ini diakibatkan oleh kenaikan tekanan. Tekanan yang berpengaruh

disini ada dua macam, yaitu: 

• hidrostatis yaitu yang mencakup ke segala arah dan

• stress yaitu yang mencakup satu arah saja. 

3.1.1.2. Tipe metamorfosa regional 

Metamorfosa regional atau disebut juga metamorfosa dinamothermal adalah merupakan

metamorfosa yang terjadi pada daaerah yang sangat luas. Metamorfosa ini dapat

dibedakan menjadi :

1. Metamorfosa Regional / dinamothermal.

Gambar 3.3. pembentukan batuan pada Zona Subduksi

Page 5: BAB III Metamorf

Metamorfosa ini terjadi pada kulit bumi bagian dalam, dimana faktor yang berpengaruh

adalah temperatur dan tekanan yang sangat tinggi akibat dari adanya proses orogenesa

dan sebarannya sangat luas.

2. Metamorfosa beban / burial.

Istilah ini diberikan oleh Combs (1961). Tetapi terjadi pada daerah geosinklin (cekungan

sedimentasi yang dasarnya terus menurun), sehingga akibat adanya pembebanan sedimen

yang tebal dibagian atas maka lapisan sedimen yang berada dibawah cekungan akan

mengalami proses metamorfosa.

Gambar. 3.4. Cekungan sedimentasi

3.1.2. Struktur Batuan Metamorf

Struktur batuan metamorf adalah kenampakan batuan yang berdasarkan ukuran, bentuk

atau orientasi unit poligranular batuan tersebut (Jackson, 1970). Pembahasan mengenai

struktur juga meliputi susunan bagian massa batuan termasuk hubungan geometrik antar

bagian serta bentuk dan kenampakan internal bagian-bagian tersebut (Bucher & Frey,

1994). Secara umum struktur batuan metamorf dapat dibedakan menjadi struktur foliasi

dan nonfoliasi.

3.1.2.1. Struktur Foliasi

Yaitu struktur pada batuan metamorf yang ditunjukkan oleh adanya penjajaran mineral-

mineral penyusun batuan metamorf. Struktur ini mencakup :

1. Struktur Skistosa (Schistosity)

Terbentuk adanya susunan parallel mineral-mineral pipih, prismatik atau lentikular

(umumnya mika atau klorit) yang berukuran butir sedang sampai kasar. Batuannya disebut

schist (sekis). Jadi, struktur skistosa ini adalah suatu struktur dimana mineral pipih (biotit,

muskovit, felspar) lebih dominan dibandingkan mineral butiran/prismatik.

Karena banyaknya mineral pipih ini maka pada batuan terlihat adanya kesan sejajar dan

penjajaran mineral pipih yang berbutir, keadaan ini disebut ”segregation bending”.

Struktur biasanya dihasilkan oleh proses metamorfosa regional, bisa juga metamorfosa

Page 6: BAB III Metamorf

kontak bila magmanya mempunya kekuatan injeksi yang maksimal (Turner, 1954).

2. Struktur Gneisik (Gnessic)

Suatu struktur dimana jumlah mineral yang granular / berbutir relatif lebih banyak dari

mineral pipih. Sehingga kenampakan kesejajaran adalah dari mineral yang granular.

Terbentuk oleh adanya perselingan lapisan penjajaran mineral yang mempunyai bentuk

berbeda, umumnya antara mineral-mineral granular (feldspar dan kuarsa) dengan mineral-

mineral tabular atau prismatik (mineral ferromagnesium). Penjajaran mineral ini umumnya

tidak menerus melainkan terputus-putus. Batuannya disebut gneiss.

Gambar. 3.5. Batuan dengan Struktur Gneisik

3. Struktur Slaty cleavage

Dalam struktur ini hampir sama dengan struktur skistosa, hanya mineral-mineralnya

berukuran dan kesan kesejajaran mineralnya halus sekali (dari mineral lempung).

Umumnya ditemukan pada batuan metamorf berbutir sangat halus (mikrokristalin) yang

dicirikan oleh adanya bidang-bidang belah planar yang sangat rapat, teratur dan sejajar.

Batuannya disebut slate (batusabak).

4. Struktur Phyllitic

Struktur ini hampir mirip dengan slaty cleavage, hanya mineralnya dan kesan

kesejajarannya sudah mulai agak kasar, terlihat rekristalisasi yang lebih besar dan mulai

terlihat pemisahan mineral pipih dengan mineral granular. Batuannya disebut phyllite (filit)

Gambar. 3.6. Foliasi pada batuan metamorf

3.1.2.2. Struktur non-Foliasi

Struktur non-folisi adalah struktur pada batuan metamorf dimana tidak terlihat adanya

penjajaran mineral penyusun batuan metamorf. Yang termasuk dalam struktur foliasi

adalah sebagai berikut.

Page 7: BAB III Metamorf

1. Struktur Hornfelsik

Dicirikan oleh adanya butiran-butitan mineral yang seragam. Terbentuk akibat adanya

metamorfosa thermal dan yang dibentuk oleh mozaic mineral-mineral equidimensional dan

equigranular dan umumnya berbentuk polygonal. Batuannya disebut hornfels (batutanduk).

Gambar. 3.7. Struktur-struktur pada batuan metamorf

2. Struktur Kataklastik

Struktur kataklastik adalah struktur yang berkembang oleh adanya penghancuran

terhadap batuan asal yang mengalami metamorfosa dinamo. Terbentuk oleh

Page 8: BAB III Metamorf

pecahan/fragmen batuan atau mineral berukuran kasar dan umumnya membentuk

kenampakan breksiasi. Struktur kataklastik ini terjadi akibat metamorfosa kataklastik.

Batuannya disebut cataclasite (kataklasit).

3. Struktur Milonitik

Struktur ini hampir sama dengan struktur pilonitik, hanya butirannya lebih halus lagi, serta

dibedakan oleh adanya liniasi dari belahan permukaan yang berbentuk paralel, dimana

struktur ini dihasilkan oleh adanya penggerusan mekanik pada metamorfosa kataklastik.

Ciri struktur ini adalah mineralnya berbutir halus menunjukkan kenampakan goresan-

goresan searah dan belum terjadi rekristalisasi mineral-mineral primer. Batuannya disebut

mylonite (milonit).

4. Struktur Pilonitik

Struktur ini menyerupai milonit tetapi butirannya lebih kasar dan strukturnya mendekati

tipe struktur pada filit (pilonit = filit – milonit) tetapi umumnya telah terjadi rekristalisasi.

Ciri-ciri lainnya adalah kenampakan kilap sutera pada batuan yang mempunyai struktur ini.

Batuannya disebut phyllonite (filonit)

5. Struktur Flaser

Seperti struktur kataklastik dimana struktur batuan asal berbentuk lensa yang tertanam

pada massa dasar milonit.

6. Struktur Augen

Seperti struktur falser, hanya lensa-lensanya terdiri dari butir-butir felspar dalam massa

dasar yang lebih halus.

7. Struktur Granulose

Struktur ini hampir sama dengan struktur hornfelsik, hanya butirannya mempunyai ukuran

yang tidak sama besar.

8. Struktur Liniasi

Adalah struktur yang diperlihatkan oleh kumpulan mineral yang berbentuk seperti jarum

(fibrous).

Page 9: BAB III Metamorf

Tabel 3.3. Struktur pada batuan metamorf

FOLIASI NON-FOLIASI

Komposisi kompleks banyak terdapat berbagai jenis mineral Komposisi sederhana, hanya

terdapat beberapa mineral. Seperti kalsit atau kwarsa

Banyak mineral baru yang terbentuk akibat dari pengaruh P atau T Tidak terbentuk

mineral baru dengan perubahan T dan atau P

Tekstur yang berlapis-lapis 

Tekstur granular dan equi-dimensi

Banyak batuan dengan beragam komposisi,

Beberapa batu dengan komposisi yang sederhana

Struktur skistosa, Gnessic, Milonitik, Slaty cleavage dan struktur Phyllitic Struktur

hornfelsik kataklastik, milonitik, pilonitik, augen, granulose dan struktur liniasi.

3.1.3. Tekstur Batuan Metamorf

Tekstur merupakan kenampakan batuan yang berdasarkan pada ukuran, bentuk dan

orientasi butir mineral individual penyusun batuan metamorf (Jackson, 1970). Penamaan

tekstur batuan metamorf umumnya menggunakan awalan blasto atau akhiran blastic yang

ditambahkan pada istilah dasarnya. Penamaan tekstur tersebut akan dibahas pada bagian

berikut ini.

I. Tekstur berdasarkan ketahanan terhadap proses metamorfosa

Berdasarkan ketahanannya terhadap proses metamorfosa ini tekstur batuan metamorf

dapat dibedakan menjadi :

1. Relict/Palimset/Sisa

Tekstur ini merupakan tekstur batuan metamorf yang masih menunjukkan sisa tekstur

Page 10: BAB III Metamorf

batuan asalnya atau tekstur batuan asalnya masih tampak pada batuan metamorf tersebut.

Awalan blasto digunakan untuk penamaan tekstur batuan metamorf ini.

Contohnya adalah blastoporfiritik yaitu batuan metamorf yang tekstur porfiritik batuan

beku asalnya masih bisa dikenali. Batuan yang mempunyai kondisi seperti ini sering

disebut batuan metabeku atau metasedimen. Dibedakan atas : 

• Blastopsefitik, tekstur dengan ukuran butir lebih besar dari pasir(gravel).

• Blastopsemit, tekstur dengan ukuran butir pasir

• .Bastopelitik, tekstur dengan ukuran butir lempung.

• Blastoporfiritik, tekstur sisa dari batuan asal yang porfiritik.

2. Kristaloblastik

Tekstur kristloblastik adalah merupakan tekstur batuan metamorf yang terbentuk oleh

sebab adanya proses metamorfosa itu sendiri. Batuan dengan tekstur ini sudah mengalami

rekristalisasi sehingga tekstur asalnya tidak tampak. 

Penamaan pada tekstur ini dengan menggunakan akhiran blastik dapat dibedakan atas,

sebagai berikut ini :

• Lapidoblastik, terdiri dari mineral-mineral tabular/pipih yang relatif terorientasi, seperti

mineral mika group (muskovit, biotit).

• Nematoblastik, terdiri dari mineral-mineral prismatik yang relatif terorientasi, seperti

mineral plagioklas, K-felspar, piroksin.

• Granoblastik, terdiri dari mineral-mineral granular (equidimensional) yang relatif

terorientasi, seperti mineral kwarsa. Biasanya memperlihatkan batas-batas sutura (tidak

teratur) dengan bentuk mineral yang anhedral.

• Porfiriblastik, tekstur yang memperlihatkan beberapa mineral dengan ukuran yang lebih

besar dikelilingi oleh mineral yang lebih kecil.

II. Tekstur berdasarkan ukuran butir 

Berdasarkan ukuran butirnya, tekstur batuan metamorf dapat dibedakan menjadi :

• Fanerit, bila butiran kristal masih dapat dilihat dengan mata

• Afanit, Bila butiran kristal tidak dapat dibedakan dengan mata

III. Tekstur berdasarkan bentuk individu kristal

Berdasarkan bentuk individu kristal pada batuan metamorf dapat dibedakan menjadi :

Page 11: BAB III Metamorf

• Euhedral, bila kristal dibatasi oleh bidang permukaan kristal itu sendiri

• Subhedral, bila kristal dibatasi sebagian oleh bidang permukaannya sendiri dan sebagian

oleh bidang permukaan kristal disekitarnya.

• Anhedral, bila kristal dibatasi seluruhnya oleh bidang permukaan kristal lain

disekitarnya.

Pengertian bentuk kristal ini sama dengan yang dipergunakan pada batuan beku.

Berdasarkan bentuk kristal tersebut maka tekstur batuan metamorf dapat dibedakan

menjadi :

• Idioblastik, apabila mineralnya dibatasi oleh Kristal berbentuk euhedral

• Xenoblastik/Hypidioblastik, apabila mineralnya dibatasi oleh kristal berbentuk anhedral.

IV. Tekstur berdasarkan bentuk mineral

Berdasarkan bentuk mineralnya tekstur batuan pada batuan metamorf, teksturnya dapat

dibedakan menjadi :

• Lepidoblastik, apabila mineral penyusunnya berbentuk tabular

• Nematoblastik, apabila mineral penyusunnya berbentuk prismatik

• Granoblastik, yaitu apabila mineral penyusunnya berbentuk granular, equidimensional,

batas mineralnya bersifat sutured (tidak teratur) dan umumnya kristalnya berbentuk

anhedral.

• Granuloblastik, apabila mineral penyusunnya berbentuk granular, equidimensional, batas

mineralnya bersifat unsutured (lebih teratur) dan umumnya kristalnya berbentuk anhedral.

Selain tekstur yang telah disebutkan diatas terdapat beberapa tekstur khusus lainnya yang

umumnya akan tampak pada pengamatan petrografi, yaitu:

• Porfiroblastik, apabila terdapat beberapa mineral yangh ukurannya lebih besar tersebut

sering disebut sebagai porphyroblastis.

• Poikiloblastik/Sieve Texture mrupakan tekstur porfiroblastik dengan porphyroblasts

tampak melingkupi beberapa kristal yang lebih kecil.

• Mortar teksture, apabila fragmen mineral yang lebih besar terdapat pada massa dasar

material yang berasal dari kirstal yang sama yang terkena pemecahan (crushing).

• Decussate texture yaitu tekstur kristaloblastik batuan polimeneralik yang tidak

menunjukkan keteraturan orientasi.

Page 12: BAB III Metamorf

• Sacaroidal Texture yaitu tekstur yang kenampakannya seperti gula pasir.

Batuan mineral yang hanya terdiri dari satu tekstur saja, sering disebut bertekstur

homeoblastik, sedangkan batuan yang mempunyai lebih dari satu tekstur disebut

bertekstur heteroblastik.

• Tekstur heteroblastik, bila batuan metamorf mempunyai lebih dari satu tekstur, seperti

lepidoblastik dan granuloblastik.

• Tekstur homeoblastik, bila batuan metamorf hanya mempunyai satu tekstur saja.

Gambar. 3.8. Tekstur pada batuan metamorf

3.1.4. Komposisi Mineral Batuan Metamorf

Mineral-mineral yang terdapat pada batuan metamorf dapat berupa mineral yang berasal

dari batuan asalnya maupun dari mineral baru yang terbentuk akibat proses metamorfisme

sehingga dapat digolongkan menjadi tiga jenis, yaitu sebagai berikut.

1. Mineral yang umumnya terdapat pada batuan beku dan batuan metamorf seperti kuarsa,

felspar, muskovit, biotit, hornblende, piroksen, olivin dan bijih besi.

2. Mineral yang umumnya terdapat pada batuan sedimen dan batuan metamorf seperti

kuarsa, muskovit, mineral-mineral lempung, kalsit dan dolomit.

3. Mineral indeks batuan metamorf seperti garnet, andalusit, kianit, silimanit, stautolit,

kordierit, epidot dan klorit.

Page 13: BAB III Metamorf

Proses pertumbuhan mineral saat terjadinya metamorfosa pada fase padat dapat dibedakan

menjadi secretionary growth, concentrionary growth dan replacement (Ramberg, 1952

dalam Jackson, 1970). Secretionary growth merupakan pertumbuhan kristal hasil reaksi

kima fluida yang terdapat pada batuan yang terbentuk akibat adanya tekanan pada batuan

tersebut. Concentrionary growth adalah proses pendesakan kristal oleh kristal lainnya

untuk membuat ruang pertumbuhan. 

Sedangkan replacement merupakan proses penggantian mineral lama oleh mineral baru.

Kemampuan mineral untuk membuat ruang bagi pertumbuhannya tidak sama satu dengan

yang lainnya. Hal ini dapat ditunjukkan dengan oleh percobaan Becke, 1904 (Jackson,

1970). 

Percobaan ini menghasilkan Seri Kristaloblastik yang menunjukkan bahwa mineral pada

seri yang tinggi akan lebih mudah membuat ruang pertumbuhan dengan mendesak mineral

pada seri yang lebih rendah. Mineral dengan kekuatan kristaloblastik tinggi umumnya

besar dan euhedral.

Tekanan merupakan faktor yang mempengaruhi stabilitas mineral pada batuan metamorf

(Huang, 1962). Dalam hal ini dikenal dua golongan mineral yaitu stress mineral dan

antistress mineral. Mineral-mineral tersebut umumnya merupakan penciri batuan yang

terkena deformasi sangat kuat. seperti sekis.

1. Mineral Stress 

Mineral stress adalah suatu mineral yang stabil dalam kondisi tekanan (tahan terhadap

tekanan) , dimana mineral dapat terbentuk pipih / tabular, prismatik, maka mineral

tersebut akan tumbuh tegak lurus terhadap arah gaya / stress.

Contoh : Mica Zeolit

Trenmolit – aktinolit Glaukovan

Hornblende Klorit

Serpentine Epidote

Sillimenite Staurolit

Klanit Antofilit

1. Mineral Antistress

Mineral antistress adalah mineral yang terbentuk dalam kondisi tekanan dan biasanya

berbentuk equidimensional.

Page 14: BAB III Metamorf

Contoh : Kuarsa Kalsit

Felspar Kordierit

Garnet

Selain mineral stress dan mineral antistress ada juga mineral yang khas dijumpai pada

batuan metamorf, antara lain :

Contoh : Sillimenit (1) Garnet (1)

Kianit (1) Grafit (2)

Epidote (3) Klorit (3) 

Keterangan : 

(1) mineral khas dari metamorfosa regional

(2) mineral yang khas dari metamorfosa thermal

(3) mineral yang khas yang dihasilkan oleh efek larutan kimia.

3.2. Klasifikasi Batuan Metamorf

Batuan metamorf adalah batuan yang terbentuk sebagai akibat dari proses metamorfosa

pada batuan yang sudah ada karena perubahan temperatur (T), tekanan (P), atau

Temperatur (T) dan Tekanan (P) secara bersamaan. Klasifikasian tersebut adalah sebagai

berikut, yaitu :

3.2.1. Berdasarkan komposisi kimia

Disini ditinjau terhadap unsur-unsur kimia yang terkandung didalam batuan metamorf,

yang akan mencirikan batuan asal sebelum batuan metamorf tersebut terbentuk yang

dicirikan dengan kelebihan atau kekurangan kandungan SiO2.

Berdasarkan komposisi kimianya, maka batuan metamorf terbagi menjadi lima kelompok,

yaitu sebagai berikut.

1. Calcic Metamophic Rock

Adalah batuan metamorf yang berasal dari batuan yang bersifat kalsik (kaya unsur Al),

umumnya terdiri dari batu lempung dan serpih. Contoh : batu sabak dan phylitic.

Page 15: BAB III Metamorf

2. Quartz Feldpathic Rock

Adalah batuan metamorf yang berasal dari batuan yang kaya akan unsur kuarsa dan

felspar, batuan asal umumnya terdiri dari batu pasir, batuan beku basa dan lain-lain.

Contoh : gneiss.

3. Calcareous Metamorphic Rock

Adalah batuan metamorf yang berasal dari batu gamping dan dolomit. Contoh : marmer

(batugamping termetamorfosakan secara kontak maupun regional).

4. Basic Metamorphic Rock

Adalah batuan metamorf yang berasal dari batuan beku basa, semi basa dan menengah.

Serta tufa atau batuan sedimen yang bersifat napalan dengan kandungan unsur-unsur K,

Al, Fe, dan Mg.

5. Magnesian Metamorphic Rock

Adalah batuan metamorf yang berasal dari batuan yang kaya akan unsur Mg. Contoh :

serpentinit, skiss, klorite.

3.2.2. Berdasarkan asosiasi di lapangan

Dipakai kriteria lapangan dan asosiasi mineral serta tekstur yang berhubungan dengan

alam, dan penyebab tekanan dan temperatur. Misalnya pada suatu zona sesar kita

dapatkan batuan metamorf dengan struktur kataklastik, maka dari sini kita bisa

memperkirakan jenis metamorfosanya.

3.3. Hubungan antara Tekstur dan Struktur Batuan Metamorf

Facies merupakan suatu pengelompokkan mineral-mineral metamorfik berdasarkan

tekanan dan temperatur dalam pembentukannya pada batuan metamorf. Setiap facies pada

batuan metamorf pada umumnya dinamakan berdasarkan jenis batuan (kumpulan mineral),

kesamaan sifat-sifat fisik atau kimia. Dalam hubungannya, tekstur dan struktur batuan

metamorf sangat dipengaruhi oleh tekanan dan temperatur dalam proses metamorfisme. 

Gambar. 3.9. Fase batuan metamorf

Page 16: BAB III Metamorf

Dan dalam facies metamorfisme, tekanan dan temperatur merupakan faktor dominan,

dimana semakin tinggi derajat metamorfisme (facies berkembang), struktur akan semakin

berfoliasi dan mineral-mineral metamorfik akan semakin tampak kasar dan besar. Berikut

ini merupakan batuan-batuan metamaorf, yaitu :

1. Slate

Slate merupakan batuan metamorf terbentuk dari proses metamorfosisme batuan sedimen

Shale atau Mudstone (batulempung) pada temperatur dan suhu yang rendah. Memiliki

struktur foliasi (slaty cleavage) dan tersusun atas butir-butir yang sangat halus (very fine

grained).

Gambar. 3.10. Batuan Slate 

• Asal : Metamorfisme Shale dan Mudstone

• Warna : Abu-abu, hitam, hijau, merah

• Ukuran butir : Very fine grained

• Struktur : Foliasi (Slaty Cleavage)

• Komposisi : Quartz, Muscovite, Illite

• Derajat metamorfisme : Rendah

• Ciri khas : Mudah membelah menjadi lembaran tipis

2. Filit

• Asal : Metamorfisme Shale

• Warna : Merah, kehijauan

• Ukuran butir : Halus

• Stuktur : Foliated (Slaty-Schistose)

• Komposisi : Mika, kuarsa, klorit 

• Derajat M : Rendah – Intermediate

Gambar. 3.11. Batuan Filit 

Merupakan batuan yang terbentuk dari kelanjutan proses metamorfosisme dari Slate. Ciri

khasnya adalah membelah mengikuti permukaan gelombang.

3. Gneiss

Merupakan batuan yang terbentuk dari hasil metamorfosisme batuan beku dalam

Page 17: BAB III Metamorf

temperatur dan tekanan yang tinggi. Dalam Gneiss dapat diperoleh rekristalisasi dan foliasi

dari kuarsa, feldspar, mika dan amphibole dengan ciri khas adalah kwarsa dan feldspar

nampak berselang-seling dengan lapisan tipis kaya amphibole dan mika.

Gambar. 3.12. Batuan Gneiss 

• Asal : Metamorfisme regional siltstone, shale, granit

• Warna : Abu-abu

• Ukuran butir : Medium – Coarse grained

• Struktur : Foliated (Gneissic)

• Komposisi : Kuarsa, feldspar, amphibole, mika

• Derajat metamorfisme : Tinggi

4. Sekis

Asal : Metamorfisme siltstone, shale, dan basalt

Warna : Hitam, hijau, ungu

Ukuran butir : Fine – Medium Coarse

Struktur : Foliated (Schistose) 

Komposisi : Mika, grafit, hornblende

Derajat M : Intermediate – Tinggi

Gambar. 3.13. Batuan Sekis 

Mineral pada batuan ini umumnya terpisah menjadi berkas-berkas bergelombang yang

diperlihatkan dengan kristal yang mengkilap. Ciri khas batuan ini adalah foliasi yang

kadang bergelombang, terkadang terdapat kristal garnet

5. Marmer

Terbentuk ketika batu gamping mendapat tekanan dan panas sehingga mengalami

perubahan dan rekristalisasi kalsit. Utamanya tersusun dari kalsium karbonat. Marmer

bersifat padat, kompak dan tanpa foliasi.

Gambar. 3.14. Batuan Marmer 

• Asal : Metamorfisme batu gamping, dolostone

• Warna : Bervariasi

• Ukuran butir : Medium – Coarse Grained

Page 18: BAB III Metamorf

• Struktur : Non foliasi

• Komposisi : Kalsit atau Dolomit

• Derajat metamorfisme : Rendah – Tinggi

• Ciri khas : Tekstur berupa butiran seperti gula, terkadang terdapat fosil, bereaksi dengan

HCl.

6. Kuarsit

- Asal : Metamorfisme sandstone ( - Warna : Abu-abu, kekuningan, c cokelat dan merah 

- Ukuran butir : Medium coarse

- Struktur : Non foliasi

- Derajat. M : Intermediate – tinggi 

Gambar. 3.15. Batuan Kwarsit 

Adalah suatu batuan metamorf yang keras dan kuat (lebih keras dibanding glas). Terbentuk

ketika batupasir (sandstone) mendapat tekanan dan temperatur yang tinggi. Ketika

batupasir bermetamorfosis menjadi kuarsit, butir-butir kuarsa mengalami rekristalisasi,dan

biasanya tekstur dan struktur asal pada batupasir 

terhapus oleh proses metamorfosis .

7. Milonit 

Milonit merupakan batuan metamorf kompak. Terbentuk oleh rekristalisasi dinamis

mineral-mineral pokok yang mengakibatkan pengurangan ukuran butir-butir batuan. Butir-

butir batuan ini lebih halus dan dapat dibelah seperti schistose.

Gambar. 3.16. Batuan Milonit

• Asal : Metamorfisme dinamik

• Warna : Abu-abu, kehitaman, coklat, biru

• Ukuran butir : Fine grained

• Struktur : Non foliasi

• Komposisi : Kemungkinan berbeda untuk setiap batuan

• Derajat metamorfisme : Tinggi

• Ciri khas : Dapat dibelah-belah

8. Hornfels 

Page 19: BAB III Metamorf

Hornfels terbentuk ketika shale dan claystone mengalami metamorfosis oleh temperatur

dan intrusi beku, terbentuk di dekat dengan sumber panas seperti dapur magma, dike, sil.

Hornfels bersifat padat tanpa foliasi, warnanya abu-abu, biru kehitaman, hitam dengan

ukuran butir yang fine grained dan ciri khasnya lebih keras dari glas dan tekstur merata.

9. Serpentinit 

Serpentinit, batuan yang terdiri atas satu atau lebih mineral serpentine dimana mineral ini

dibentuk oleh proses serpentinisasi (serpentinization). Serpentinisasi adalah proses proses

metamorfosis temperatur rendah yang menyertakan tekanan dan air, sedikit silica mafic

dan batuan ultramafic teroksidasi dan ter-hidrolize dengan air menjadi serpentinit.

Gambar. 3.18. Batuan Serpentinit 

- Asal : Batuan beku basa 

- Warna : Hijau terang / gelap

- Ukuran butir : Medium grained

- Struktur : Non foliasi

- Komposisi : Serpentine

- Ciri khas : Kilap berminyak dan lebih keras dibanding kuku jari

3.4. Dasar Penamaan

Kebanyakan nama batuan metamorf didasarkan pada kenampakan struktur dan teksturnya.

Untuk memperjelas banyak dipergunakan kata tambahan yang menunjukkan ciri khusus

batuan metamorf tersebut, misalnya keberadaan mineral pencirinya (contohnya sekis,

klorit) atau nama batuan beku yang mempunyai komposisi yang sama (contohnya granite,

gneiss).

Beberapa nama batuan juga berdasarkan jenis mineral penyusun utamanya (contohnya

kuarsit) atau dapat pula dinamakan berdasarkan fasies metamorfiknya (misalnya granulit).

Selain batuan yang penamaannya berdasarkan struktur, batuan metamorf lainnya yang

banyak dikenal antara lain :

• Amphibolit yaitu batuan metamorf dengan besar butir sedang sampai kasar dan mineral

utama penyusunnya adalah amfibol (umumnya hornblende) dan plagioklas. Batuan ini

dapat menunjukkan schystosity bila mineral prismatiknya terorientasi.

• Eclogit yaitu batuan metamorf dengan besar butir sedang sampai kasar dan mineral

penyusun utamanya adalah piroksen ompasit (diopsid kaya sodium dan aluminium) dan

Page 20: BAB III Metamorf

garnet kaya pyrope.

• Granulit, yaitu tekstur batuan metamorf dengan tekstur granoblastik yang tersusun oleh

mineral utama kuarsa dan felspar serta sedikit piroksen dan garnet. Kuarsa dan garnet

yang pipih kadang dapat menunjukkan struktur gneissic.

• Serpentinit, yaitu batuan metamorf dengan komposisi mineralnya hampir semuanya

berupa mineral kelompok serpentin. Kadang dijumpai mineral tambahan seperti klorit, talk

dan karbonat yang umumnya berwarna hijau.

• Marmer, yaitu batuan metamorf dengan komposisi mineral karbonat (kalsit atau dolomit)

dan umumnya bertekstur granoblastik.

• Skarn, yaitu marmer yang tidak murni karena mengandung mineral calc-silikat seperti

garnet, epidot. Umumnya terjadi karena perubahan komposisi batuan disekitar kontak

dengan batuan beku.

• Kuarsit, yaitu batuan metamorf yang mengandung lebih dari 80% kuarsa.

• Soapstone, yaitu batuan metamorf dengan komposisi mineral utama talk.

• Rodingit, yaitu batuan metamorf dengan komposisi calc-silikat yang terjadi akibat alterasi

metasomatik batuan beku basa didekat batuan beku ultrabasa yang mengalami

serpentinitasi.

Penamaan batuan metamorf lainnya dapat didasarkan pada :

• Berdasarkan tekstur dan struktur.

Contoh : batusabak / slate, filit, gneiss, skiss, granulit.

• Berdasarkan komposisi mineral penyusun yang dominan.

Contoh : kwarsit, aphiboit, marmer.

• Berdasarkan jenis batuan asal dengan menambahkan kata ”meta” didepannya. Contoh :

meta batupasir, meta batugamping

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan 

4.1.1. Batuan Beku

• Petrologi adalah ilmu yang mempelajari tentang batuan, baik keterdapatannya maupun

cara terbentuknya dipermukaan bumi yang mencakup mengenai cara terjadinya,

komposisi, klasifikasi batuan serta hubungannya dengan proses-proses dan sejarah

Page 21: BAB III Metamorf

geologinya.

• Ukuran butir batuan beku adalah fanerik dan afaniatik.

• Secara individu bentuk butir mineral batuan beku adalah euhedral, subhedral dan

anhedral

• Berdasarkan tempat pembentukan magma, maka batuan beku dibedakan atas dua yaitu :

Batuan beku vulkanik (ekstruksif), yaitu batuan yang terbentuk dari hasil pembekuan

magma yang membeku di permukaan (di luar)

Batuan beku plutonik (intrusive), yaitu batuan yang terbentuk dari hasil pembekuan

magma yang membeku di dalam. 

• Klasifikasi batuan beku berdasarkan kimiawinya dapa dilihat dari kandungan SiO2-nya.

Maka batuan beku dapat diklasifikasikan atas :

Kandungan SiO2 > 60 % adalah batuan beku asam

Kandungan SiO2 52 - 60 % adalah batuan beku intermedier

Kandungan SiO2 45 – 52 % adalah batuan beku basa

Kandungan SiO2 < 45 % adalah batuan beku ultrabasa

• Struktur batuan beku adalah sebagai barikut massiv, xenolit, scoria, vesikuler dan

amikdoloidal.

• Penamaan batuan beku dapat dilakukan berdasarkan tekstur dan komposisi mineral atau

(streckeisen, 1974) yang berdasarkan atas kehadiran mineral kwarsa, plagioklas dan

orthoklas.

4.1.2. Batuan Metamorf

• Batuan metamorf adalah batuan yang berasal dari batuan asal yang telah mengalami

metamorfosa

• Berdasarkan atas proses pembentukannya batuan metamorf dibedakan menjadi: 

Metamorfosa Regional (dominan tekanan)

Metamorfosa Beban (dominan tekanan)

Metamorfosa Termal (dominan temperatur)

Metamorfosa Kataklastik (dominan temperatur)

• Tekstur batuan metamorf adalah tekstur Kristaloblastik, Palimset dan tekstur lain seperti

tekstur Heteroblastik dan Homeoblastik.

• Struktur batuan metamorf adalah Foliasi dan Non-foliasi

• Bentuk individu batuan metamorf adalah Idioblastik, Hypioblastik dan Xenoblastik.

• Berdasarkan komposisi kimianya, maka batuan metamorf terbagi menjadi lima kelompok,

Page 22: BAB III Metamorf

yaitu sebagai berikut.

Calcic Metamophic Rock

Contoh : batu sabak dan phylitic.

Quartz Feldpathic Rock

Contoh : gneiss.

Calcareous Metamorphic Rock

Contoh : marmer (batugamping termetamorfosakan secara kontak maupun regional).

Basic Metamorphic Rock

Adalah batuan metamorf yang berasal dari batuan beku basa, semi basa dan menengah.

Serta tufa atau batuan sedimen yang bersifat napalan dengan kandungan unsur-unsur K,

Al, Fe, dan Mg.

Magnesian Metamorphic Rock

Adalah batuan metamorf yang berasal dari batuan yang kaya akan unsur Mg. Contoh :

serpentinit, skiss, klorite.

• Jenis-jenis batuan metamorf adalah sebagai berikut

Batuslate merupakan batuan metamorf terbentuk dari proses metamorfosisme batuan

sedimen Shale atau Mudstone (batulempung) pada temperatur dan suhu yang rendah.

Batufilit merupakan batuan yang terbentuk dari kelanjutan proses metamorfosisme dari

Slate. Ciri khasnya adalah membelah mengikuti permukaan gelombang.

Batugneis merupakan batuan yang terbentuk dari hasil metamorfosisme batuan beku

dalam temperatur dan tekanan yang tinggi.

Batusekis adalah mineral pada batuan ini umumnya terpisah menjadi berkas-berkas

bergelombang yang diperlihatkan dengan kristal yang mengkilap. Ciri khas batuan ini

adalah foliasi yang kadang bergelombang, terkadang terdapat kristal garnet

Batumarmer terbentuk ketika batu gamping mendapat tekanan dan panas sehingga

mengalami perubahan dan rekristalisasi kalsit. Utamanya tersusun dari kalsium karbonat.

Marmer bersifat padat, kompak dan tanpa foliasi.

Batukwarsit terbentuk ketika batupasir (sandstone) mendapat tekanan dan temperatur

yang tinggi. Ketika batupasir bermetamorfosis menjadi kuarsit, butir-butir kuarsa

mengalami rekristalisasi,dan biasanya tekstur dan struktur asal pada batupasir terhapus

oleh proses metamorphosis

Page 23: BAB III Metamorf

Batumilonit merupakan batuan metamorf kompak. Terbentuk oleh rekristalisasi dinamis

mineral-mineral pokok yang mengakibatkan pengurangan ukuran butir-butir batuan. Butir-

butir batuan ini lebih halus dan dapat dibelah seperti schistose.

• Penamaan batuan metamorf adalah:

Berdasarkan Tekstur/Struktur

Berdasarkan komposisi mineral yang dominan

Berdasarkan jenis batuan asal dengan menambahkan kata ”meta” didepannya, contoh :

meta batupasir, dll 

4.2. Saran

• Untuk mempelajari batuan sebaiknya jangan hanya dilaboratorium tetapi perlu

diadakannya praktek lapangan agar praktikan dapat mengetahui jenis-jenis dari batuan

tersebut di lingkungan asalnya

• Untuk lebih memahami tata cara pendeskripsian sebaiknya dilakukan ujian teori setiap

sebelum dan sesudah melakukan pendeskripsian 

• Asisten diharapkan mau memberi contoh dalam menjaga kebersihan laboratorium

petrologi

• Hendaknya fasilitas yang mendukung kelancaran praktikum, misalnya buku-buku yang

berhubungan dengan praktikum diperbanyak.

D I P O S K A N O L E H