bab iii metamorf
TRANSCRIPT
BAB III
BATUAN METAMORF
3.1. Tinjauan Umum Batuan Metamorf
Batuan metamorf merupakan batuan hasil malihan dari batuan yang telah ada sebelumnya
yang ditunjukkan dengan adanya perubahan komposisi mineral, tekstur dan struktur
batuan yang terjadi pada fase padat (solid slate) akibat adanya perubahan temperatur,
tekanan dan kondisi kimia di kerak bumi (Ehlers & Blatt, 1982).
Menurut H. G. F. Winkler (1967), metamorfisme adalah proses yang mengubah mineral
suatu batuan pada fase padat karena pengaruh terhadap kondisi fisika dan kimia dalam
kerak bumi, dimana kondisi tersebut berbeda dengan sebelumnya. Proses tersebut tidak
termasuk pelapukan dan diagenesa.
Metamorfisme terjadi pada keadaan padat (padat ke padat) meliputi proses kristalisasi,
reorientasi dan pembentukan mineral-mineral baru serta terjadi dalam lingkungan yang
sama sekali berbeda dengan lingkungan batuan asalnya terbentuk.
Banyak mineral yang mempunyai batas-batas kestabilan tertentu yang jika dikenakan
tekanan dan temperatur yang melebihi batas tersebut maka akan terjadi penyesuaian
dalam batuan dengan membentuk mineral-mineral baru yang stabil. Disamping karena
pengaruh tekanan dan temperatur, metamorfisme juga dipengaruhi oleh fluida, dimana
fluida (H2O) dalam jumlah bervariasi di antara butiran mineral atau pori-pori batuan yang
pada umumnya mengandung ion terlarut akan mempercepat proses metamorfisme.
Batuan metamorf memiliki beragam karakteristik. Karakteristik ini dipengaruhi oleh
beberapa faktor dalam pembentukan batuan tersebut yaitu,
• Komposisi mineral batuan asal
• Tekanan dan temperatur saat proses metamorfisme
• Pengaruh gaya tektonik, dan
• Pengaruh fluida
Batuan beku dan batuan sedimen terbentuk sebagai akibat adanya proses kimia fisika dan
atau proses biologis pada kondisi permukaan maupun kondisi dalam bumi. Karena bumi
merupakan suatu sistem yang dinamik, setelah terbentuk batuan dapat mengalami suatu
kondisi baru yang dapat megakibatkan perubahan tekstur, struktur maupun komposisi
mineral.
Jika perubahan ini terjadi pada kondisi temperatur dan tekanan tertentu diatas kondisi
terjadinya diagenesis dan dibawah kondisi terjadinya pelelehan maka perubahan tersebut
dikenal sebagai metamorfosa.
Ciri utama metamorfosa ini adalah perubahan tersebut terjadi saat batuan tetap pada
kondisi padat sedangkan kondisi kimianya terletak dibawah zona pelapukan dan sementasi
(Ehlers & Blatt, 1982). Menurut Bucher dan Frey (1994), metamorfosa merupakan suatu
proses yang mengakibatkan perubahan komposisi mineral dan atau struktur dan atau
komposisi kimia batuan.
Perubahan tersebut disebabkan oleh kondisi fisik dan atau kimia yang berbeda dengan
yang umumnya terjadi pada zona pelapukan, sementasi dan diagenesis. Perubahan
temperatur dapat terjadi oleh karena berbagai macam sebab antara lain oleh adanya
pemanasan akibat intrusi magmatik dan perubahan gradien geothermal. Panas dalam skala
kecil juga bisa terjadi akibat adanya gesekan/friksi selama terjadinya deformasi suatu
massa batuan.
Pada batuan silikat batas bawah terjadinya metamorfosa umumnya pada suhu 1500 ± 500
C yang ditandai dengan munculnya mineral-mineral mg-carpholite, glaucophane, lawsonite,
paragonite, prehnite atau stilpnomelane. Sedangkan batas atas terjadinya metamorfosa
sebelum terjadinya pelelehan adalah berkisar 6500 – 11000 C, tergantung jenis batuan
asalnya (Bucher & Frey, 1994).
Aktivitas kimiawi fluida dan gas yang berada pada jaringan antar butir batuan mempunyai
peranan yang penting dalam metamorfosa. Fluida aktif yang banyak berperan adalah air
beserta karbon dioksida , asam hidroklorik dan hidroflourik. Umumnya fluida dan gas
tersebut bertindak sebagai katalis atau solven serta bersifat membantu reaksi kimia dan
penyetimbangan mekanis. Oleh (Huang, 1962).
Batuan metamorf dibagikan menjadi tiga kategori berdasarkan pada wujudnya di
lapangan : batuan metamorf senduh, batuan metamorf dinamik, batuan metamorf rantau.
Kawasan batuan metamorf rantau telah dibagi menjadi tiga kategori bergantung kepada
kedudukan tektonik sejagat, yaitu kawasan perisai Pracambria, jaluran orogeni Fanerozoik,
dan dasar lautan.
Kajian terhadap batuan yang dilaut dari dasar lautan, dan baru-baru ini pula dalam proyek
pengeboran laut dalam menunjukkan kehadiran batuan metamorf, kebanyakan adalah
batuan beku dan batuan metamorf. Bataun dari dasar lautan adalah muda secara
perbandingan geologinya, yang paling tua dijumpai berasal dari zaman Jura.
Batuan berkomposisi kegranitan hampir tidak dijumpai dari dasar lautan dan ini sangat
berlawanan dengan kelimpahan dan pentingnya batuan ini di kawaasan perisai dan jaluran
orogeni. Komposisi batuan dasar lautan, dan struktur serta metamorfismenya, dapat
dijelaskan dengan melihat dari sudut pertumbuhannya melalui penghamparan dari
pematangan tengah laut.
3.1.1. Tipe Metamorfosa
Batuan metamorf atau batuan malihan adalah batuan yang terbentuk akibat proses
perubahan temperatur dan atau tekanan dari batuan yang telah ada sebelumnya. Akibat
bertambahnya temperatur dan/atau tekanan, batuan sebelumnya akan berubah tektur dan
strukturnya sehingga membentuk batuan baru dengan tekstur dan struktur yang baru pula.
Tabel. 3.1. Batuan metamorf berdasarkan derajat metamorfosa
Contoh batuan metamorf tersebut adalah sebagai berikut, yaitu :
• Batusabak atau slate yang merupakan perubahan batulempung
• Batumarmer yang merupakan perubahan dari batugamping
• Batukuarsit yang merupakan perubahan dari batupasir
Tabel. 3.2.Nama batuan, tekstur, derajat metamorfosa dan asal batuan.
Apabila semua batuan-batuan yang sebelumnya terpanaskan dan meleleh maka akan
membentuk magma yang kemudian mengalami proses pendinginan kembali dan menjadi
batuan-batuan baru lagi. Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi, metamorfosa
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu metamorfosa lokal dan metamorfosa regional.
3.1.1.1. Tipe metamorfiosa lokal
Metamorfosa lokal merupakan proses metamorfosa yang terjadi pada daerah yang sempit
berkisar antara beberapa meter sampai kilometer saja. Jenis metamorfosa ini dapat
dibedakan menjadi :
1. Metamorfosa kontak / thermal
Tipe metamorfosa ini faktor yang paling berpengaruh adalah pada temperatur tinggi, yaitu
metamorfosa yang diakibatkan oleh kenaikan temperatur yang tinggi, dan biasanya jenis
ini ditemukan pada kontak antara tubuh intrusi magma/ekstrusi dengan batuan di
sekitarnya dengan lebar 2 – 3 km. Salah satu contohnya adalah pada zona intrusi yang
dapat menyebabkan pertambahan suhu pada daerah disekitar intrusi.
Gambar 3.1. Pembentukan batuan pada intrusi magma
2. Metamorfosa dislokasi / kataklastik / dinamo / kinematik.
Jenis metamorfosa ini dijumpai pada daerah yang mengalami dislokasi. Misalnya pada
daerah sesar besar, dimana proses metamorfosa terjadi pada lokasi dimana massa batuan
tersebut mengalami penggerusan.
Gambar 3.2. Pembentukan batuan pada zona sesar
Makin dalam ke arah kerak bumi pengaruh tekanan hidrostatika semakin besar. Sedangkan
tekanan pada bagian kulit bumi yang dekat dengan permukaan saja, metamorfosa
semacam ini biasanya didapatkan di daerah sesar/patahan.
Metamorfosa pada jens ini diakibatkan oleh kenaikan tekanan. Tekanan yang berpengaruh
disini ada dua macam, yaitu:
• hidrostatis yaitu yang mencakup ke segala arah dan
• stress yaitu yang mencakup satu arah saja.
3.1.1.2. Tipe metamorfosa regional
Metamorfosa regional atau disebut juga metamorfosa dinamothermal adalah merupakan
metamorfosa yang terjadi pada daaerah yang sangat luas. Metamorfosa ini dapat
dibedakan menjadi :
1. Metamorfosa Regional / dinamothermal.
Gambar 3.3. pembentukan batuan pada Zona Subduksi
Metamorfosa ini terjadi pada kulit bumi bagian dalam, dimana faktor yang berpengaruh
adalah temperatur dan tekanan yang sangat tinggi akibat dari adanya proses orogenesa
dan sebarannya sangat luas.
2. Metamorfosa beban / burial.
Istilah ini diberikan oleh Combs (1961). Tetapi terjadi pada daerah geosinklin (cekungan
sedimentasi yang dasarnya terus menurun), sehingga akibat adanya pembebanan sedimen
yang tebal dibagian atas maka lapisan sedimen yang berada dibawah cekungan akan
mengalami proses metamorfosa.
Gambar. 3.4. Cekungan sedimentasi
3.1.2. Struktur Batuan Metamorf
Struktur batuan metamorf adalah kenampakan batuan yang berdasarkan ukuran, bentuk
atau orientasi unit poligranular batuan tersebut (Jackson, 1970). Pembahasan mengenai
struktur juga meliputi susunan bagian massa batuan termasuk hubungan geometrik antar
bagian serta bentuk dan kenampakan internal bagian-bagian tersebut (Bucher & Frey,
1994). Secara umum struktur batuan metamorf dapat dibedakan menjadi struktur foliasi
dan nonfoliasi.
3.1.2.1. Struktur Foliasi
Yaitu struktur pada batuan metamorf yang ditunjukkan oleh adanya penjajaran mineral-
mineral penyusun batuan metamorf. Struktur ini mencakup :
1. Struktur Skistosa (Schistosity)
Terbentuk adanya susunan parallel mineral-mineral pipih, prismatik atau lentikular
(umumnya mika atau klorit) yang berukuran butir sedang sampai kasar. Batuannya disebut
schist (sekis). Jadi, struktur skistosa ini adalah suatu struktur dimana mineral pipih (biotit,
muskovit, felspar) lebih dominan dibandingkan mineral butiran/prismatik.
Karena banyaknya mineral pipih ini maka pada batuan terlihat adanya kesan sejajar dan
penjajaran mineral pipih yang berbutir, keadaan ini disebut ”segregation bending”.
Struktur biasanya dihasilkan oleh proses metamorfosa regional, bisa juga metamorfosa
kontak bila magmanya mempunya kekuatan injeksi yang maksimal (Turner, 1954).
2. Struktur Gneisik (Gnessic)
Suatu struktur dimana jumlah mineral yang granular / berbutir relatif lebih banyak dari
mineral pipih. Sehingga kenampakan kesejajaran adalah dari mineral yang granular.
Terbentuk oleh adanya perselingan lapisan penjajaran mineral yang mempunyai bentuk
berbeda, umumnya antara mineral-mineral granular (feldspar dan kuarsa) dengan mineral-
mineral tabular atau prismatik (mineral ferromagnesium). Penjajaran mineral ini umumnya
tidak menerus melainkan terputus-putus. Batuannya disebut gneiss.
Gambar. 3.5. Batuan dengan Struktur Gneisik
3. Struktur Slaty cleavage
Dalam struktur ini hampir sama dengan struktur skistosa, hanya mineral-mineralnya
berukuran dan kesan kesejajaran mineralnya halus sekali (dari mineral lempung).
Umumnya ditemukan pada batuan metamorf berbutir sangat halus (mikrokristalin) yang
dicirikan oleh adanya bidang-bidang belah planar yang sangat rapat, teratur dan sejajar.
Batuannya disebut slate (batusabak).
4. Struktur Phyllitic
Struktur ini hampir mirip dengan slaty cleavage, hanya mineralnya dan kesan
kesejajarannya sudah mulai agak kasar, terlihat rekristalisasi yang lebih besar dan mulai
terlihat pemisahan mineral pipih dengan mineral granular. Batuannya disebut phyllite (filit)
Gambar. 3.6. Foliasi pada batuan metamorf
3.1.2.2. Struktur non-Foliasi
Struktur non-folisi adalah struktur pada batuan metamorf dimana tidak terlihat adanya
penjajaran mineral penyusun batuan metamorf. Yang termasuk dalam struktur foliasi
adalah sebagai berikut.
1. Struktur Hornfelsik
Dicirikan oleh adanya butiran-butitan mineral yang seragam. Terbentuk akibat adanya
metamorfosa thermal dan yang dibentuk oleh mozaic mineral-mineral equidimensional dan
equigranular dan umumnya berbentuk polygonal. Batuannya disebut hornfels (batutanduk).
Gambar. 3.7. Struktur-struktur pada batuan metamorf
2. Struktur Kataklastik
Struktur kataklastik adalah struktur yang berkembang oleh adanya penghancuran
terhadap batuan asal yang mengalami metamorfosa dinamo. Terbentuk oleh
pecahan/fragmen batuan atau mineral berukuran kasar dan umumnya membentuk
kenampakan breksiasi. Struktur kataklastik ini terjadi akibat metamorfosa kataklastik.
Batuannya disebut cataclasite (kataklasit).
3. Struktur Milonitik
Struktur ini hampir sama dengan struktur pilonitik, hanya butirannya lebih halus lagi, serta
dibedakan oleh adanya liniasi dari belahan permukaan yang berbentuk paralel, dimana
struktur ini dihasilkan oleh adanya penggerusan mekanik pada metamorfosa kataklastik.
Ciri struktur ini adalah mineralnya berbutir halus menunjukkan kenampakan goresan-
goresan searah dan belum terjadi rekristalisasi mineral-mineral primer. Batuannya disebut
mylonite (milonit).
4. Struktur Pilonitik
Struktur ini menyerupai milonit tetapi butirannya lebih kasar dan strukturnya mendekati
tipe struktur pada filit (pilonit = filit – milonit) tetapi umumnya telah terjadi rekristalisasi.
Ciri-ciri lainnya adalah kenampakan kilap sutera pada batuan yang mempunyai struktur ini.
Batuannya disebut phyllonite (filonit)
5. Struktur Flaser
Seperti struktur kataklastik dimana struktur batuan asal berbentuk lensa yang tertanam
pada massa dasar milonit.
6. Struktur Augen
Seperti struktur falser, hanya lensa-lensanya terdiri dari butir-butir felspar dalam massa
dasar yang lebih halus.
7. Struktur Granulose
Struktur ini hampir sama dengan struktur hornfelsik, hanya butirannya mempunyai ukuran
yang tidak sama besar.
8. Struktur Liniasi
Adalah struktur yang diperlihatkan oleh kumpulan mineral yang berbentuk seperti jarum
(fibrous).
Tabel 3.3. Struktur pada batuan metamorf
FOLIASI NON-FOLIASI
Komposisi kompleks banyak terdapat berbagai jenis mineral Komposisi sederhana, hanya
terdapat beberapa mineral. Seperti kalsit atau kwarsa
Banyak mineral baru yang terbentuk akibat dari pengaruh P atau T Tidak terbentuk
mineral baru dengan perubahan T dan atau P
Tekstur yang berlapis-lapis
Tekstur granular dan equi-dimensi
Banyak batuan dengan beragam komposisi,
Beberapa batu dengan komposisi yang sederhana
Struktur skistosa, Gnessic, Milonitik, Slaty cleavage dan struktur Phyllitic Struktur
hornfelsik kataklastik, milonitik, pilonitik, augen, granulose dan struktur liniasi.
3.1.3. Tekstur Batuan Metamorf
Tekstur merupakan kenampakan batuan yang berdasarkan pada ukuran, bentuk dan
orientasi butir mineral individual penyusun batuan metamorf (Jackson, 1970). Penamaan
tekstur batuan metamorf umumnya menggunakan awalan blasto atau akhiran blastic yang
ditambahkan pada istilah dasarnya. Penamaan tekstur tersebut akan dibahas pada bagian
berikut ini.
I. Tekstur berdasarkan ketahanan terhadap proses metamorfosa
Berdasarkan ketahanannya terhadap proses metamorfosa ini tekstur batuan metamorf
dapat dibedakan menjadi :
1. Relict/Palimset/Sisa
Tekstur ini merupakan tekstur batuan metamorf yang masih menunjukkan sisa tekstur
batuan asalnya atau tekstur batuan asalnya masih tampak pada batuan metamorf tersebut.
Awalan blasto digunakan untuk penamaan tekstur batuan metamorf ini.
Contohnya adalah blastoporfiritik yaitu batuan metamorf yang tekstur porfiritik batuan
beku asalnya masih bisa dikenali. Batuan yang mempunyai kondisi seperti ini sering
disebut batuan metabeku atau metasedimen. Dibedakan atas :
• Blastopsefitik, tekstur dengan ukuran butir lebih besar dari pasir(gravel).
• Blastopsemit, tekstur dengan ukuran butir pasir
• .Bastopelitik, tekstur dengan ukuran butir lempung.
• Blastoporfiritik, tekstur sisa dari batuan asal yang porfiritik.
2. Kristaloblastik
Tekstur kristloblastik adalah merupakan tekstur batuan metamorf yang terbentuk oleh
sebab adanya proses metamorfosa itu sendiri. Batuan dengan tekstur ini sudah mengalami
rekristalisasi sehingga tekstur asalnya tidak tampak.
Penamaan pada tekstur ini dengan menggunakan akhiran blastik dapat dibedakan atas,
sebagai berikut ini :
• Lapidoblastik, terdiri dari mineral-mineral tabular/pipih yang relatif terorientasi, seperti
mineral mika group (muskovit, biotit).
• Nematoblastik, terdiri dari mineral-mineral prismatik yang relatif terorientasi, seperti
mineral plagioklas, K-felspar, piroksin.
• Granoblastik, terdiri dari mineral-mineral granular (equidimensional) yang relatif
terorientasi, seperti mineral kwarsa. Biasanya memperlihatkan batas-batas sutura (tidak
teratur) dengan bentuk mineral yang anhedral.
• Porfiriblastik, tekstur yang memperlihatkan beberapa mineral dengan ukuran yang lebih
besar dikelilingi oleh mineral yang lebih kecil.
II. Tekstur berdasarkan ukuran butir
Berdasarkan ukuran butirnya, tekstur batuan metamorf dapat dibedakan menjadi :
• Fanerit, bila butiran kristal masih dapat dilihat dengan mata
• Afanit, Bila butiran kristal tidak dapat dibedakan dengan mata
III. Tekstur berdasarkan bentuk individu kristal
Berdasarkan bentuk individu kristal pada batuan metamorf dapat dibedakan menjadi :
• Euhedral, bila kristal dibatasi oleh bidang permukaan kristal itu sendiri
• Subhedral, bila kristal dibatasi sebagian oleh bidang permukaannya sendiri dan sebagian
oleh bidang permukaan kristal disekitarnya.
• Anhedral, bila kristal dibatasi seluruhnya oleh bidang permukaan kristal lain
disekitarnya.
Pengertian bentuk kristal ini sama dengan yang dipergunakan pada batuan beku.
Berdasarkan bentuk kristal tersebut maka tekstur batuan metamorf dapat dibedakan
menjadi :
• Idioblastik, apabila mineralnya dibatasi oleh Kristal berbentuk euhedral
• Xenoblastik/Hypidioblastik, apabila mineralnya dibatasi oleh kristal berbentuk anhedral.
IV. Tekstur berdasarkan bentuk mineral
Berdasarkan bentuk mineralnya tekstur batuan pada batuan metamorf, teksturnya dapat
dibedakan menjadi :
• Lepidoblastik, apabila mineral penyusunnya berbentuk tabular
• Nematoblastik, apabila mineral penyusunnya berbentuk prismatik
• Granoblastik, yaitu apabila mineral penyusunnya berbentuk granular, equidimensional,
batas mineralnya bersifat sutured (tidak teratur) dan umumnya kristalnya berbentuk
anhedral.
• Granuloblastik, apabila mineral penyusunnya berbentuk granular, equidimensional, batas
mineralnya bersifat unsutured (lebih teratur) dan umumnya kristalnya berbentuk anhedral.
Selain tekstur yang telah disebutkan diatas terdapat beberapa tekstur khusus lainnya yang
umumnya akan tampak pada pengamatan petrografi, yaitu:
• Porfiroblastik, apabila terdapat beberapa mineral yangh ukurannya lebih besar tersebut
sering disebut sebagai porphyroblastis.
• Poikiloblastik/Sieve Texture mrupakan tekstur porfiroblastik dengan porphyroblasts
tampak melingkupi beberapa kristal yang lebih kecil.
• Mortar teksture, apabila fragmen mineral yang lebih besar terdapat pada massa dasar
material yang berasal dari kirstal yang sama yang terkena pemecahan (crushing).
• Decussate texture yaitu tekstur kristaloblastik batuan polimeneralik yang tidak
menunjukkan keteraturan orientasi.
• Sacaroidal Texture yaitu tekstur yang kenampakannya seperti gula pasir.
Batuan mineral yang hanya terdiri dari satu tekstur saja, sering disebut bertekstur
homeoblastik, sedangkan batuan yang mempunyai lebih dari satu tekstur disebut
bertekstur heteroblastik.
• Tekstur heteroblastik, bila batuan metamorf mempunyai lebih dari satu tekstur, seperti
lepidoblastik dan granuloblastik.
• Tekstur homeoblastik, bila batuan metamorf hanya mempunyai satu tekstur saja.
Gambar. 3.8. Tekstur pada batuan metamorf
3.1.4. Komposisi Mineral Batuan Metamorf
Mineral-mineral yang terdapat pada batuan metamorf dapat berupa mineral yang berasal
dari batuan asalnya maupun dari mineral baru yang terbentuk akibat proses metamorfisme
sehingga dapat digolongkan menjadi tiga jenis, yaitu sebagai berikut.
1. Mineral yang umumnya terdapat pada batuan beku dan batuan metamorf seperti kuarsa,
felspar, muskovit, biotit, hornblende, piroksen, olivin dan bijih besi.
2. Mineral yang umumnya terdapat pada batuan sedimen dan batuan metamorf seperti
kuarsa, muskovit, mineral-mineral lempung, kalsit dan dolomit.
3. Mineral indeks batuan metamorf seperti garnet, andalusit, kianit, silimanit, stautolit,
kordierit, epidot dan klorit.
Proses pertumbuhan mineral saat terjadinya metamorfosa pada fase padat dapat dibedakan
menjadi secretionary growth, concentrionary growth dan replacement (Ramberg, 1952
dalam Jackson, 1970). Secretionary growth merupakan pertumbuhan kristal hasil reaksi
kima fluida yang terdapat pada batuan yang terbentuk akibat adanya tekanan pada batuan
tersebut. Concentrionary growth adalah proses pendesakan kristal oleh kristal lainnya
untuk membuat ruang pertumbuhan.
Sedangkan replacement merupakan proses penggantian mineral lama oleh mineral baru.
Kemampuan mineral untuk membuat ruang bagi pertumbuhannya tidak sama satu dengan
yang lainnya. Hal ini dapat ditunjukkan dengan oleh percobaan Becke, 1904 (Jackson,
1970).
Percobaan ini menghasilkan Seri Kristaloblastik yang menunjukkan bahwa mineral pada
seri yang tinggi akan lebih mudah membuat ruang pertumbuhan dengan mendesak mineral
pada seri yang lebih rendah. Mineral dengan kekuatan kristaloblastik tinggi umumnya
besar dan euhedral.
Tekanan merupakan faktor yang mempengaruhi stabilitas mineral pada batuan metamorf
(Huang, 1962). Dalam hal ini dikenal dua golongan mineral yaitu stress mineral dan
antistress mineral. Mineral-mineral tersebut umumnya merupakan penciri batuan yang
terkena deformasi sangat kuat. seperti sekis.
1. Mineral Stress
Mineral stress adalah suatu mineral yang stabil dalam kondisi tekanan (tahan terhadap
tekanan) , dimana mineral dapat terbentuk pipih / tabular, prismatik, maka mineral
tersebut akan tumbuh tegak lurus terhadap arah gaya / stress.
Contoh : Mica Zeolit
Trenmolit – aktinolit Glaukovan
Hornblende Klorit
Serpentine Epidote
Sillimenite Staurolit
Klanit Antofilit
1. Mineral Antistress
Mineral antistress adalah mineral yang terbentuk dalam kondisi tekanan dan biasanya
berbentuk equidimensional.
Contoh : Kuarsa Kalsit
Felspar Kordierit
Garnet
Selain mineral stress dan mineral antistress ada juga mineral yang khas dijumpai pada
batuan metamorf, antara lain :
Contoh : Sillimenit (1) Garnet (1)
Kianit (1) Grafit (2)
Epidote (3) Klorit (3)
Keterangan :
(1) mineral khas dari metamorfosa regional
(2) mineral yang khas dari metamorfosa thermal
(3) mineral yang khas yang dihasilkan oleh efek larutan kimia.
3.2. Klasifikasi Batuan Metamorf
Batuan metamorf adalah batuan yang terbentuk sebagai akibat dari proses metamorfosa
pada batuan yang sudah ada karena perubahan temperatur (T), tekanan (P), atau
Temperatur (T) dan Tekanan (P) secara bersamaan. Klasifikasian tersebut adalah sebagai
berikut, yaitu :
3.2.1. Berdasarkan komposisi kimia
Disini ditinjau terhadap unsur-unsur kimia yang terkandung didalam batuan metamorf,
yang akan mencirikan batuan asal sebelum batuan metamorf tersebut terbentuk yang
dicirikan dengan kelebihan atau kekurangan kandungan SiO2.
Berdasarkan komposisi kimianya, maka batuan metamorf terbagi menjadi lima kelompok,
yaitu sebagai berikut.
1. Calcic Metamophic Rock
Adalah batuan metamorf yang berasal dari batuan yang bersifat kalsik (kaya unsur Al),
umumnya terdiri dari batu lempung dan serpih. Contoh : batu sabak dan phylitic.
2. Quartz Feldpathic Rock
Adalah batuan metamorf yang berasal dari batuan yang kaya akan unsur kuarsa dan
felspar, batuan asal umumnya terdiri dari batu pasir, batuan beku basa dan lain-lain.
Contoh : gneiss.
3. Calcareous Metamorphic Rock
Adalah batuan metamorf yang berasal dari batu gamping dan dolomit. Contoh : marmer
(batugamping termetamorfosakan secara kontak maupun regional).
4. Basic Metamorphic Rock
Adalah batuan metamorf yang berasal dari batuan beku basa, semi basa dan menengah.
Serta tufa atau batuan sedimen yang bersifat napalan dengan kandungan unsur-unsur K,
Al, Fe, dan Mg.
5. Magnesian Metamorphic Rock
Adalah batuan metamorf yang berasal dari batuan yang kaya akan unsur Mg. Contoh :
serpentinit, skiss, klorite.
3.2.2. Berdasarkan asosiasi di lapangan
Dipakai kriteria lapangan dan asosiasi mineral serta tekstur yang berhubungan dengan
alam, dan penyebab tekanan dan temperatur. Misalnya pada suatu zona sesar kita
dapatkan batuan metamorf dengan struktur kataklastik, maka dari sini kita bisa
memperkirakan jenis metamorfosanya.
3.3. Hubungan antara Tekstur dan Struktur Batuan Metamorf
Facies merupakan suatu pengelompokkan mineral-mineral metamorfik berdasarkan
tekanan dan temperatur dalam pembentukannya pada batuan metamorf. Setiap facies pada
batuan metamorf pada umumnya dinamakan berdasarkan jenis batuan (kumpulan mineral),
kesamaan sifat-sifat fisik atau kimia. Dalam hubungannya, tekstur dan struktur batuan
metamorf sangat dipengaruhi oleh tekanan dan temperatur dalam proses metamorfisme.
Gambar. 3.9. Fase batuan metamorf
Dan dalam facies metamorfisme, tekanan dan temperatur merupakan faktor dominan,
dimana semakin tinggi derajat metamorfisme (facies berkembang), struktur akan semakin
berfoliasi dan mineral-mineral metamorfik akan semakin tampak kasar dan besar. Berikut
ini merupakan batuan-batuan metamaorf, yaitu :
1. Slate
Slate merupakan batuan metamorf terbentuk dari proses metamorfosisme batuan sedimen
Shale atau Mudstone (batulempung) pada temperatur dan suhu yang rendah. Memiliki
struktur foliasi (slaty cleavage) dan tersusun atas butir-butir yang sangat halus (very fine
grained).
Gambar. 3.10. Batuan Slate
• Asal : Metamorfisme Shale dan Mudstone
• Warna : Abu-abu, hitam, hijau, merah
• Ukuran butir : Very fine grained
• Struktur : Foliasi (Slaty Cleavage)
• Komposisi : Quartz, Muscovite, Illite
• Derajat metamorfisme : Rendah
• Ciri khas : Mudah membelah menjadi lembaran tipis
2. Filit
• Asal : Metamorfisme Shale
• Warna : Merah, kehijauan
• Ukuran butir : Halus
• Stuktur : Foliated (Slaty-Schistose)
• Komposisi : Mika, kuarsa, klorit
• Derajat M : Rendah – Intermediate
Gambar. 3.11. Batuan Filit
Merupakan batuan yang terbentuk dari kelanjutan proses metamorfosisme dari Slate. Ciri
khasnya adalah membelah mengikuti permukaan gelombang.
3. Gneiss
Merupakan batuan yang terbentuk dari hasil metamorfosisme batuan beku dalam
temperatur dan tekanan yang tinggi. Dalam Gneiss dapat diperoleh rekristalisasi dan foliasi
dari kuarsa, feldspar, mika dan amphibole dengan ciri khas adalah kwarsa dan feldspar
nampak berselang-seling dengan lapisan tipis kaya amphibole dan mika.
Gambar. 3.12. Batuan Gneiss
• Asal : Metamorfisme regional siltstone, shale, granit
• Warna : Abu-abu
• Ukuran butir : Medium – Coarse grained
• Struktur : Foliated (Gneissic)
• Komposisi : Kuarsa, feldspar, amphibole, mika
• Derajat metamorfisme : Tinggi
4. Sekis
Asal : Metamorfisme siltstone, shale, dan basalt
Warna : Hitam, hijau, ungu
Ukuran butir : Fine – Medium Coarse
Struktur : Foliated (Schistose)
Komposisi : Mika, grafit, hornblende
Derajat M : Intermediate – Tinggi
Gambar. 3.13. Batuan Sekis
Mineral pada batuan ini umumnya terpisah menjadi berkas-berkas bergelombang yang
diperlihatkan dengan kristal yang mengkilap. Ciri khas batuan ini adalah foliasi yang
kadang bergelombang, terkadang terdapat kristal garnet
5. Marmer
Terbentuk ketika batu gamping mendapat tekanan dan panas sehingga mengalami
perubahan dan rekristalisasi kalsit. Utamanya tersusun dari kalsium karbonat. Marmer
bersifat padat, kompak dan tanpa foliasi.
Gambar. 3.14. Batuan Marmer
• Asal : Metamorfisme batu gamping, dolostone
• Warna : Bervariasi
• Ukuran butir : Medium – Coarse Grained
• Struktur : Non foliasi
• Komposisi : Kalsit atau Dolomit
• Derajat metamorfisme : Rendah – Tinggi
• Ciri khas : Tekstur berupa butiran seperti gula, terkadang terdapat fosil, bereaksi dengan
HCl.
6. Kuarsit
- Asal : Metamorfisme sandstone ( - Warna : Abu-abu, kekuningan, c cokelat dan merah
- Ukuran butir : Medium coarse
- Struktur : Non foliasi
- Derajat. M : Intermediate – tinggi
Gambar. 3.15. Batuan Kwarsit
Adalah suatu batuan metamorf yang keras dan kuat (lebih keras dibanding glas). Terbentuk
ketika batupasir (sandstone) mendapat tekanan dan temperatur yang tinggi. Ketika
batupasir bermetamorfosis menjadi kuarsit, butir-butir kuarsa mengalami rekristalisasi,dan
biasanya tekstur dan struktur asal pada batupasir
terhapus oleh proses metamorfosis .
7. Milonit
Milonit merupakan batuan metamorf kompak. Terbentuk oleh rekristalisasi dinamis
mineral-mineral pokok yang mengakibatkan pengurangan ukuran butir-butir batuan. Butir-
butir batuan ini lebih halus dan dapat dibelah seperti schistose.
Gambar. 3.16. Batuan Milonit
• Asal : Metamorfisme dinamik
• Warna : Abu-abu, kehitaman, coklat, biru
• Ukuran butir : Fine grained
• Struktur : Non foliasi
• Komposisi : Kemungkinan berbeda untuk setiap batuan
• Derajat metamorfisme : Tinggi
• Ciri khas : Dapat dibelah-belah
8. Hornfels
Hornfels terbentuk ketika shale dan claystone mengalami metamorfosis oleh temperatur
dan intrusi beku, terbentuk di dekat dengan sumber panas seperti dapur magma, dike, sil.
Hornfels bersifat padat tanpa foliasi, warnanya abu-abu, biru kehitaman, hitam dengan
ukuran butir yang fine grained dan ciri khasnya lebih keras dari glas dan tekstur merata.
9. Serpentinit
Serpentinit, batuan yang terdiri atas satu atau lebih mineral serpentine dimana mineral ini
dibentuk oleh proses serpentinisasi (serpentinization). Serpentinisasi adalah proses proses
metamorfosis temperatur rendah yang menyertakan tekanan dan air, sedikit silica mafic
dan batuan ultramafic teroksidasi dan ter-hidrolize dengan air menjadi serpentinit.
Gambar. 3.18. Batuan Serpentinit
- Asal : Batuan beku basa
- Warna : Hijau terang / gelap
- Ukuran butir : Medium grained
- Struktur : Non foliasi
- Komposisi : Serpentine
- Ciri khas : Kilap berminyak dan lebih keras dibanding kuku jari
3.4. Dasar Penamaan
Kebanyakan nama batuan metamorf didasarkan pada kenampakan struktur dan teksturnya.
Untuk memperjelas banyak dipergunakan kata tambahan yang menunjukkan ciri khusus
batuan metamorf tersebut, misalnya keberadaan mineral pencirinya (contohnya sekis,
klorit) atau nama batuan beku yang mempunyai komposisi yang sama (contohnya granite,
gneiss).
Beberapa nama batuan juga berdasarkan jenis mineral penyusun utamanya (contohnya
kuarsit) atau dapat pula dinamakan berdasarkan fasies metamorfiknya (misalnya granulit).
Selain batuan yang penamaannya berdasarkan struktur, batuan metamorf lainnya yang
banyak dikenal antara lain :
• Amphibolit yaitu batuan metamorf dengan besar butir sedang sampai kasar dan mineral
utama penyusunnya adalah amfibol (umumnya hornblende) dan plagioklas. Batuan ini
dapat menunjukkan schystosity bila mineral prismatiknya terorientasi.
• Eclogit yaitu batuan metamorf dengan besar butir sedang sampai kasar dan mineral
penyusun utamanya adalah piroksen ompasit (diopsid kaya sodium dan aluminium) dan
garnet kaya pyrope.
• Granulit, yaitu tekstur batuan metamorf dengan tekstur granoblastik yang tersusun oleh
mineral utama kuarsa dan felspar serta sedikit piroksen dan garnet. Kuarsa dan garnet
yang pipih kadang dapat menunjukkan struktur gneissic.
• Serpentinit, yaitu batuan metamorf dengan komposisi mineralnya hampir semuanya
berupa mineral kelompok serpentin. Kadang dijumpai mineral tambahan seperti klorit, talk
dan karbonat yang umumnya berwarna hijau.
• Marmer, yaitu batuan metamorf dengan komposisi mineral karbonat (kalsit atau dolomit)
dan umumnya bertekstur granoblastik.
• Skarn, yaitu marmer yang tidak murni karena mengandung mineral calc-silikat seperti
garnet, epidot. Umumnya terjadi karena perubahan komposisi batuan disekitar kontak
dengan batuan beku.
• Kuarsit, yaitu batuan metamorf yang mengandung lebih dari 80% kuarsa.
• Soapstone, yaitu batuan metamorf dengan komposisi mineral utama talk.
• Rodingit, yaitu batuan metamorf dengan komposisi calc-silikat yang terjadi akibat alterasi
metasomatik batuan beku basa didekat batuan beku ultrabasa yang mengalami
serpentinitasi.
Penamaan batuan metamorf lainnya dapat didasarkan pada :
• Berdasarkan tekstur dan struktur.
Contoh : batusabak / slate, filit, gneiss, skiss, granulit.
• Berdasarkan komposisi mineral penyusun yang dominan.
Contoh : kwarsit, aphiboit, marmer.
• Berdasarkan jenis batuan asal dengan menambahkan kata ”meta” didepannya. Contoh :
meta batupasir, meta batugamping
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan
4.1.1. Batuan Beku
• Petrologi adalah ilmu yang mempelajari tentang batuan, baik keterdapatannya maupun
cara terbentuknya dipermukaan bumi yang mencakup mengenai cara terjadinya,
komposisi, klasifikasi batuan serta hubungannya dengan proses-proses dan sejarah
geologinya.
• Ukuran butir batuan beku adalah fanerik dan afaniatik.
• Secara individu bentuk butir mineral batuan beku adalah euhedral, subhedral dan
anhedral
• Berdasarkan tempat pembentukan magma, maka batuan beku dibedakan atas dua yaitu :
Batuan beku vulkanik (ekstruksif), yaitu batuan yang terbentuk dari hasil pembekuan
magma yang membeku di permukaan (di luar)
Batuan beku plutonik (intrusive), yaitu batuan yang terbentuk dari hasil pembekuan
magma yang membeku di dalam.
• Klasifikasi batuan beku berdasarkan kimiawinya dapa dilihat dari kandungan SiO2-nya.
Maka batuan beku dapat diklasifikasikan atas :
Kandungan SiO2 > 60 % adalah batuan beku asam
Kandungan SiO2 52 - 60 % adalah batuan beku intermedier
Kandungan SiO2 45 – 52 % adalah batuan beku basa
Kandungan SiO2 < 45 % adalah batuan beku ultrabasa
• Struktur batuan beku adalah sebagai barikut massiv, xenolit, scoria, vesikuler dan
amikdoloidal.
• Penamaan batuan beku dapat dilakukan berdasarkan tekstur dan komposisi mineral atau
(streckeisen, 1974) yang berdasarkan atas kehadiran mineral kwarsa, plagioklas dan
orthoklas.
4.1.2. Batuan Metamorf
• Batuan metamorf adalah batuan yang berasal dari batuan asal yang telah mengalami
metamorfosa
• Berdasarkan atas proses pembentukannya batuan metamorf dibedakan menjadi:
Metamorfosa Regional (dominan tekanan)
Metamorfosa Beban (dominan tekanan)
Metamorfosa Termal (dominan temperatur)
Metamorfosa Kataklastik (dominan temperatur)
• Tekstur batuan metamorf adalah tekstur Kristaloblastik, Palimset dan tekstur lain seperti
tekstur Heteroblastik dan Homeoblastik.
• Struktur batuan metamorf adalah Foliasi dan Non-foliasi
• Bentuk individu batuan metamorf adalah Idioblastik, Hypioblastik dan Xenoblastik.
• Berdasarkan komposisi kimianya, maka batuan metamorf terbagi menjadi lima kelompok,
yaitu sebagai berikut.
Calcic Metamophic Rock
Contoh : batu sabak dan phylitic.
Quartz Feldpathic Rock
Contoh : gneiss.
Calcareous Metamorphic Rock
Contoh : marmer (batugamping termetamorfosakan secara kontak maupun regional).
Basic Metamorphic Rock
Adalah batuan metamorf yang berasal dari batuan beku basa, semi basa dan menengah.
Serta tufa atau batuan sedimen yang bersifat napalan dengan kandungan unsur-unsur K,
Al, Fe, dan Mg.
Magnesian Metamorphic Rock
Adalah batuan metamorf yang berasal dari batuan yang kaya akan unsur Mg. Contoh :
serpentinit, skiss, klorite.
• Jenis-jenis batuan metamorf adalah sebagai berikut
Batuslate merupakan batuan metamorf terbentuk dari proses metamorfosisme batuan
sedimen Shale atau Mudstone (batulempung) pada temperatur dan suhu yang rendah.
Batufilit merupakan batuan yang terbentuk dari kelanjutan proses metamorfosisme dari
Slate. Ciri khasnya adalah membelah mengikuti permukaan gelombang.
Batugneis merupakan batuan yang terbentuk dari hasil metamorfosisme batuan beku
dalam temperatur dan tekanan yang tinggi.
Batusekis adalah mineral pada batuan ini umumnya terpisah menjadi berkas-berkas
bergelombang yang diperlihatkan dengan kristal yang mengkilap. Ciri khas batuan ini
adalah foliasi yang kadang bergelombang, terkadang terdapat kristal garnet
Batumarmer terbentuk ketika batu gamping mendapat tekanan dan panas sehingga
mengalami perubahan dan rekristalisasi kalsit. Utamanya tersusun dari kalsium karbonat.
Marmer bersifat padat, kompak dan tanpa foliasi.
Batukwarsit terbentuk ketika batupasir (sandstone) mendapat tekanan dan temperatur
yang tinggi. Ketika batupasir bermetamorfosis menjadi kuarsit, butir-butir kuarsa
mengalami rekristalisasi,dan biasanya tekstur dan struktur asal pada batupasir terhapus
oleh proses metamorphosis
Batumilonit merupakan batuan metamorf kompak. Terbentuk oleh rekristalisasi dinamis
mineral-mineral pokok yang mengakibatkan pengurangan ukuran butir-butir batuan. Butir-
butir batuan ini lebih halus dan dapat dibelah seperti schistose.
• Penamaan batuan metamorf adalah:
Berdasarkan Tekstur/Struktur
Berdasarkan komposisi mineral yang dominan
Berdasarkan jenis batuan asal dengan menambahkan kata ”meta” didepannya, contoh :
meta batupasir, dll
4.2. Saran
• Untuk mempelajari batuan sebaiknya jangan hanya dilaboratorium tetapi perlu
diadakannya praktek lapangan agar praktikan dapat mengetahui jenis-jenis dari batuan
tersebut di lingkungan asalnya
• Untuk lebih memahami tata cara pendeskripsian sebaiknya dilakukan ujian teori setiap
sebelum dan sesudah melakukan pendeskripsian
• Asisten diharapkan mau memberi contoh dalam menjaga kebersihan laboratorium
petrologi
• Hendaknya fasilitas yang mendukung kelancaran praktikum, misalnya buku-buku yang
berhubungan dengan praktikum diperbanyak.
D I P O S K A N O L E H