bab iii temuan dan pembahasan a. temuan 1. sejarah …
TRANSCRIPT
24
BAB III
TEMUAN DAN PEMBAHASAN
A. TEMUAN
1. Sejarah Islamic Center Mataram
Perencanaan pembangunan Islamic Center Mataram telah lama dilakukan
oleh pemerintah NTB. Ide pembangunan ini telah ada sejak Drs. H. Lalu Serinata
baru satu tahun menjabat sebagai Gubernur NTB di tahun 2004. Berbagai pertemuan
dilakukan pada saat itu seperti study banding keluar daerah dan rapat rapat koordinasi
dimana seluruh pembiayaan tersebut didanai oleh APBD Provinsi NTB tahun 2004
dalam sub bidang Agama dan Pendidikan BAPPEDA. Setelah masa jabatan Drs. H.
Lalu Serinata berakhir kemudian dilanjutkan oleh Gubernur selanjutnya yaitu Dr.
TGKH. M. Zainul Majdi MA atau kerap dipanggil dengan Tuan Guru Bajang (TGB)
yang dilantik pada tanggal 8 September 2008. Berdasasrkan wawancara dengan
Bp.Sulaiman Ketua Unit Pengelola Islamic Center, dirinya mengklaim bahwa
dibangunnya Islamic Center merupakan kebutuhan dari masyarakat Lombok dengan
visinya yaitu sebagai Pusat Syiar Islam yang unggul dan Modern.
Walaupun Islamic Center mulanya berasal dari Barat, namun setelah di
adopsi di Indonesia tentu saja ada pemodifikasian dan adaptasi dengan kebutuhan
masyarakat dimana Islamic Center itu dibangun. Selain itu, di Indonesia sendiri juga
sudah memiliki panduan terkait pembangunan Islamic Center yang tertulis dalam
Petunjuk pelaksanaan (JUKLAK) proyek Islamic centre di seluruh Indonesia oleh
Departemen Agama, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat (DITJEN BIMAS)
Islam, Direktorat Penerangan Agama, 1976 . (Muis, 2010, p. 15) Dalam buku
petunjuk ini, Islamic Center di klasifikasikan menjadi empat tingkatan yaitu, Tingkat
Pusat, Regional, Kabupaten/Kota dan Kecamatan. Islamic Center Mataram di
wacanakan oleh Gubernur karena Islamic Center Mataram berada di Klasifikasi
tingkat regional dimana masjidnya bertaraf Provinsi dan dilengkapi dengan fasilitas
yang hampir sama dengan taraf Nasional namun berciri regional. Fasilitas taraf
nasional yaitu dimana Islamic Center memiliki fasilitas penelitian dan
pengembangan, perpustakaan, museum dan pameran, ruang musyawarah, ruang
rapat, ruang konferensi, pusat radio dakwah dan sebagainya.
25
Islamic Center NTB sendiri dibangun bersebelahan dengan Masjid Raya
sebelumnya yaitu Masjid At-Taqwa dengan jarak yang lebih kurang 20-30 Meter.
Masjid At Taqwa sendiri dikatakan sebagai “masjid raya sebelumnya” karena
pernyataan dari Bp. Sulaiman Jamsuri bahwa masjid Raya yang ada di Provinsi
Mataram otomatis diganti dari yang sebelumnya masjid At-Taqwa menjadi Masjid
Hubbul Wathan yang ada di Islamic Center setelah Islamic Center di resmikan.
Pembangunan Islamic Center secara resmi dimulai ketika pembuatan Detail
Engineer Desain (DED) pada tahun 2009 yang dilaksanakan oleh PT. Penta
Rekayasa dari bandung. Hasil dari sayembara tersebut adalah Islamic Center akan
terdiri dari beberapa bangunan di antaranya, bangunan masjid, minaret utama masjid,
gedung pertemuan/serbaguna, pusat kajian agama islam serta perpustakaan dan
museum islam.
Pemancangan perdana dilakukan pada tahun 2010 dengan peletakan batu
pertama yang dilakukan oleh TGB dan dihadiri oleh mantan mentri pembangunan
daerah Helmy Faishal Zaini, wakil gubernur pada waktu itu Ir. H. Badrul Munir,
MM, Pimpinan DPRD Provinsi NTB, beberapa Muspida NTB, Pejabat lingkup
pemerintah provinsi, tokoh agama dan tokoh masyarakat. Sejak pemancangan tahun
2010, kemudian pemabangunan kompleks Islamic Center dilakukan secara bertahap
dan terus menerus sampai sekarang gedung masjid Islamic center telah dibangun juga
beberapa fasilitas umum lainnya.
Kawasan Islamic Center menempati area seluas 74,749 M2/7,75 Ha dimana
area ini dulunya merupakan bangunan gedung SPP/SPMA, SMP 6 Mataram, Gedung
KONI, Masjid Raya Attaqwa Mataram dan Kantor Dinas Perkebunan serta
Disnakertrans.
Awal mula pembangunan Islamic Center Mataram menuai banyak
pertanyaan terutama tentang fungsi Islamic Center di mataram yang bernotabene
pulau seribu masjid dimana masjid bisa kita temui setiap desa disana. Pertanyaan
yang muncul terutama mengapa Islamic Center dibangun bersebelahan dengan
masjid Raya sebelumnya (Najamudin, 2018).
Sulaiman Jamsuri, Ketua Unit Pengelola Islamic Center saat di wawancara
mengklaim bahwa Islamic menjadi kebutuhan untuk warga NTB sebagai pusat
26
kegiatan dan syiar Islam berdasarkan visi dari Islamic Center dan kemudian warga
NTB juga menikmati Islamic Center baik sebagai tempat ibadah maupun wisata.
Namun saat ditanya apakah Islamic Center sengaja di jadikan tempat untuk
para wisatawan, Bp. Sulaiman mengatakan bahwa kemegahan dari Islamic Center
dan arsiterktur bagus lah yang mungkin membuat orang orang ramai untuk datang.
“kita tidak tahu ee tiba tiba mungkin dari arsitekturnya yang sangat
megah, apa bagus, orang orang ramai ke lombok”. (Wawancara 12
November 2018)
Gambar 3. Sholat berjamaah di Masjid Hubbul Wathan
Gambar 2. Kegiatan Berwisata Foto di
Islamic Center
27
Teks wawancara di atas dapat dilihat bahwa Islamic Center diwacanakan
sebagai tempat wisata oleh para pengelola berdasarkan praktik praktik yang
dilakukan dalam ruang tersebut. Namun penciptaan ruang Islamic Center sebagai
tempat wisata bukan hanya dititik beratkan kepada pelaku ruang, namun juga kepada
pihak pengelola sebagai penyedia fasilitas wisata untuk para pelancong.
Bangunan pertama yang berdiri di kawasan Islamic center adalah Masjid
Raya Hubbul Wathan yang di klaim oleh kepala unit pengelola Islamic Center
sebagai Masjid Raya pertama di Mataram. Namun Masjid Hubbul Wathan adalah
pengganti masjid Raya sebelumnya yaitu Masjid Attaqwa yang sekarang akan di
jadikan sebagai sub dari Islamic Center yaitu perpustakaan dan musium tetapi masih
dalam tahap perencanaan.
Penggantian Masjid Raya dari At-Taqwa menjadi masjid Hubbul Wathan
menuai banyak kontrofersi terutama dari jamaah tabliq masjid At-Taqwa yang bisa
dibilang telah menguasai Masjid At-Taqwa sebagai pusat kegiatan dakwahnya. Salah
satu masalah yang timbul adalah dualisme pemanfaat yang sangat terasa di Masjid
ini, dimana pemerintah telah mengosongkan kegiatan agama di At-Taqwa dan
mengalokasikannya ke Islamic Center Hubbul Wathan tetapi jamaah tablig yang ada
disana masih menggunakan tempat tersebut.
Peresmian penggunaan Masjid Hubbul Wathan Islamic Center dilakukan
pada hari senin, 12 September 2016 oleh Gubernur NTB pada saat itu Dr. TGKH.
M. Zainul Majdi, MA. ditandai dengan pemukulan bedug usai sholat Idul Adha 1437
H serta penandatanganan prasasti.
Masjid Raya sendiri adalah masjid yang letaknya berada di Ibu Kota Provinsi,
ditetapkannya sebagai masjid raya yaitu oleh Gubernur setempat dan berdasarkan
rekomendasi dari Kepala kantor wilayah kementrian agama Provinsi dan dijadikan
sebagai pusat kegiatan keagaman tingkat Provinsi serta di biaya oleh Pemerintah
Provinsi melalui APBD dan dana Masyarakat Berdasarkan keputusan Gubernur NTB
Nomor : 451.7-91 Tahun 2017 tentang pembentukan Dewan Pengurus Masjid
Hubbul Wathan Islamic center NTB 2017-2022 telah di bentuk Dewan pengurus
Masjid dalam rangka mewujudkan pengelolaan masjid Hubbul Wathan yang baik
dan berkelanjutan (Sumber : Pamflet Islamic Center)
28
Menurut wawancara dengan Kepala Unit Pengelola Islamic Center, akan ada
bangunan bangunan lain yang akan dibangun di kawasan Islamic Center, Salah
satunya adalah Gedung pendidikan yang masih dalam perencanaan untuk dibangun
musium dan perpustakaan dengan fokus kajiam Islam. Bangunan lainnya yang akan
dibangun adalah Hotel syariah dan taman bekerja sama dengan bank NTB Syariah
untuk menunjang dan mengkoordinir berbagai kegiatan di tingkat Provinsi
(Wawancara 12 November 2018)
Selain itu, di Islamic Center ini rencananya akan dibangun Hotel syariah.
Hotel ini adalah manifestasi dari wisata Halal Lombok, NTB yang mendapatkan
penghargaan oleh Republika sebagai destinasi wisata halal favorit dalam Anugerah
Syariah Republika (ASR) 9 November 2018. Selain itu, Lombok, NTB juga pernah
mendapatkan predikat sebagai destinasi halal terbaik di Indonesia dan destinasi
wisata halal honeymoon didunia. (https://travel.tempo.co/read/1194060/lombok-
memiliki-wisata-halal-terbaik-di-indonesia-versi-imti/full&view=ok Akses14 Mei
2019)
Dengan ini, Halal Tourism adalah wacana yang bergerak dibidang pariwisata,
Ia didefinisikan sebagai sebuah system berpariwisata berdasarkan syari’at, aturan
dan standar standar Islam, artinya Islamic Center di Mataram sebagai tempat
pembinaan keagamaan terhubung dengan wacana pariwisata/leisure, wacana yang
sama sekali lain dari wacana religius. Dengan wacana halal tourism, praktik
rekreasi/bersenang-senang menjadi benar dan sah dilakukan di tempat yang
transenden.
Gambar 4. Masjid sebagai Fasilitas pendukung Wacana Religi
29
Masjid dan Minaret berada pada satu Kawasan Islamic Center. Kedua
fasilitas ini mempunyai fungsi yang berbeda juga dapat merepresentasi makna yang
berbeda dalam melihat Islamic Center, dimana ketika kita berkunjung ke masjidnya
maka kita akan merasakan Islamic Center sebagai sebuah tempat berdoa dan
menyembah tuhan, namun ketika mengunjungi minaret, kita adalah seorang
wisatawan yang datang tidak lebih hanya untuk menikmati keindahannya bahkan
tanpa motivasi transenden sekalipun. Sampai saat ini, Islamic Center menyediakan
banyak fasilitas dan layanan penunjang wisata religi mereka, mulai dari Ruang sholat
sampai tempat parkir untuk mototr dan mobil. Fasilitas yang disediakan antara lain :
1. Ruang Sholat (Masjid) yang luas di lantai 1 dan lantai Mezzanin yang dapat
menampung 15.000 Jamah
2. Minaret 99 (Asmaul Husna) dengan tinggi 114 meter yang menjadi wisata
favorit pengunjung ketika datang di Islamic Center dengan tarif Rp.5000
3. 4 Ruang Rapat/Pertemuan yang memiliki daya tampung 150 Orang tiap
ruangannya
4. 4 Lantai Gedung Pendidikan
5. Gedung serbaguna dengan daya tampung 3000 Orang
6. Tempat Wudhu yang berada di Lt.1 Sebanyak 242 Keran dan di Lt.2
Sebanyak 80 keran
Gambar 5 . Pemandangan dari atas Minaret 99
30
7. Kamar mandi dan toilet yang disediakan di Lt.1 damn Lt.2 yang totalnya ada
44 unit
8. Tempat penitipan Sandal dan sepatu
9. Taman halaman dan pelataran masjid, dan Plaza terbuka yang masih masih
dalam perencanaan pembangunan juga tempat parkir yang belum selesai
pembangunannya.
Selain itu, ada beberapa layanan yang disediakan di Islamic Center, antara lain :
1. Penggunaan ruang sholat utama sebagai tempat akad nikah yang dijadwalkan
pukul 08.00-10.00 WITA
2. Penggunaan Gedung serbaguna sebagai tempat diadakannya kegiatan seperti
workshop , seminar, ruang rapat, manasik haji dan lain-lain
3. Wisata religi untuk anak sekolah semua tingkatan, masyarakat sekitar,
mancanegara, study banding, dan sebagainya
4. Tour Minaret 99 Isalmic Center, dimana pengunjung di persilahkan naik
dengan biaya sebesar 5000/orang untuk naik ke Menara Asmaul Husna
Islamic Center masih dipergunakan sebagai pusat kegiatan Islam juga wisata
Religi untuk semua kalangan walaupun Islamic Center kemarin sempat mengalami
kerusakan parah akibat gempa yang melanda Pulau Lombok dari tanggal 29 Juli
sampai Agustus 2018.
31
2. Mediasi Islamic Center
Mediasi Islamic Center Lombok dilakukan dengan beragam bentuk medium.
Sebagai objek yang di mediasi, ada beberapa media yang akan dianalis dalam sub-
bab ini , diataranya yaitu pamphlet, website, akun Islamic Center di media sosial dan
artikel dari beberapa media online yang memuat berita mengenai Islamic Center.
Gambar diatas merupakan salah satu pamflet yang diproduksi oleh pengelola
Islamic Center yang bertujuan memberikan Informasi terkait kepengurusan, fasilitas,
layanan, profile masjid, kegiatan serta sejarah singkat tentang Islamic Center.
Pamflet ini dibuat semacam Company Profile oleh UPT Islamic Center. Pamflet
tersebut merupakan salah satu cara pengelola menjual fasilitas dan layanan yang ada
di Islamic Center.
Para pembaca pamflet ini disuguhkan informasi bahwa Islamic Center
menyediakan layanan seperti bangunan utama masjid yang bisa dijadikan tempat
akad nikah. Gedung serbaguna bisa disewakan untuk rapat, workshop, seminar,
resepsi pernikahan dan lain lain. Layanan Lainnya adalah wisata religi untuk anak
sekolah semua tingkatan. Konten di pamflet ini memposisikan bahwa Islamic Center
bukan sekedar ruang religi tetapi juga tempat wisata bahkan tempat serbaguna yang
bisa digunakan dan di nikmati untuk mereka yang membayar. Ia adalah
objek/destinasi wisata. Sementara teks tersebut memposisikan jamaah yang datang
sebagai wisatawan.
Gambar 6. Company Profile Islamic Center
32
Pamflet biasanya di gunakan sebagai medium untuk mempromosikan
sesuatu, pamphlet yang menawarkan fasiltas bahkan sering kita jumpai di tempat
tempat wisata/Heritage. Keberadaan pamphlet ini memposisikan ruang ini menjadi
ruang yang Inklusif dan terkomersialisasikan, karena ada beberapa ruangan di
Islamic Center yang disewakan untuk umum seperti ballroom untuk pesta
pernikahan, begitu juga dengan minaret.
Minaret yang di pungut biaya Rp.5000 untuk naik dan melihat kota mataram.
Fasilitas minaret ini dilengkapi dengan tour guide yang menemani wisatawan untuk
naik keatas, selain itu juga terdapat video profile Lombok dan Islamic Center yang
disediakan saat berada di lift untuk membantu tour gaet memberi penjelasan kepada
pengunjung.
Mediasi yang dilakukan lewat pamflet seperti ini mengambil andil yang besar
dalam mengkonstruk keruangan Islamic Center. Mediasi yang dilakukan menambah
keberagaman sudut pandang pengunjung dalam melihat Islamic Center sebagai suatu
ruang. Model representasi itu tidak hanya memposisikan Islamic Center ini sebagai
tempat pusat kegiatan agama tetapi juga sebagai objek wisata. Konstruk keruangan
subjek pada tempat tersebut dikonstruk oleh mediasi yang dilakukan. Misalnya
pemahaman Muhammad Sofiyuddin, Mahasiswa Universitas Mataram.
“Kalo saya tu tempat e... apa ya, wisatawan menurut saya, menurut
saya. Tempat wisatawan.” (Wawancara tanggal 15 November 2018)
Gambar 7. Lift menuju wisata Minaret
33
Selain pamphlet, mediasi Islamic Center NTB juga menggunakan website.
Website Islamic Center telah dikunjungi sebanyak 46.531 kali semenjak Postingan
pertama mereka yang meliput Khazanah Ramadhan tahun 2017 dan di posting pada
tanggal 25 mei 2017. Website Islamic Center NTB sangat aktif memposting kegiatan
kegiatan mereka terutama yang bertaraf Nasional namun mereka belum terlihat aktif
memposting kegiatan mereka lagi semenjak Lombok di landa musibah gempa 7,0
SR pada tahun 2018 lalu, terlihat dari postingan terakhirnya pada tanggal 27 Juli
2018, dua hari sebelum gempa terjadi dan mengakibatkan banyak kerusakan
termasuk di Islamic Center.
Website ini sebagian besar berisi kegiatan mereka. Website Islamic Center
di produksi oleh UPT Islamic Center dan dengan tujuan untuk memberikan informasi
mulai dari seputar kegiatan harian disana seperti jadwal sholat, jadwal dialog ba’da
sholat, khotbah jumat sampai kegiatan tahunan seperti Khazanah Ramadhan, Bazaar,
Pameran, Tabligh Akbar, Sholat Idul Fitri, Idul Adha beserta Pemotongan Qurban
dan lain lain.
Namun demikian, tampilan depan dari Website Islamic center
memperlihatkan beberapa logo familiar yang menunjukan identitas Islamic center
sebagai sebuah tempat pariwisata di Nusa Tenggara Barat. Beberapa logo dalam
desain cover website Islamic Center adalah logo Pesona Indonesia dan Pesona
Lombok Sumbawa.
Pesona Indonesia merupakan suatu Country Brand sebagai salah satu upaya
mempromosikan keanekaragaman budaya maupun fasilitas pariwisata indonesia
dimata dunia yang di cetus oleh Mentri Pariwisata, Arief
Gambar 8. Laman awal Website Islamic
Center
34
Yahya.(https://travel.kompas.com/read/2014/12/24/164500827/Peluncuran.Wonder
ful.Indonesia.dan.Pesona.Indonesia.)
Selain Pesona Indonesia, terdapat juga Logo dari Pesona Lombok Sumbawa
yang merupakan event ajang tahunan yang di selenggarakan oleh Dinas Pariwisata
Nusa Tenggara Barat. Event ini di adakan di pulau Lombok dan Sumbawa dengan
tujuan menarik wisatawan melalui program program kegiatan yang diadakan di
beberapa tempat wisata di Lombok dan Sumbawa. Pesona Lombok sumbawa sudah
memasuki tahun kelimanya di tahun 2018 dan dengan diadakannya event pada tahun
2018 itu juga sekaligus moment untuk NTB sebagai provinisi yang mempunyai
potensi pariwisata bangkit dari keterpurukan mereka setelah musibah gempa yang
melanda.
Dua logo yang terpampang pada laman awal Website Islamic Center
merupakan suatu simbol/tanda yang merepresentasikan Identitas bahwa Islamic
Center bukan hanya sebuah tempat beribadah bahkan Pusat kegiatan Islam, namun
juga sebagai sebuah ruang dimana para pelancong lokal maupun mancanegara dapat
menikmati keindahan, kemegahan juga fasilitas yang disediakan dengan label wisata
halal, dimana wisata halal itu sendiri di definisikan oleh Akademisi M.Battour dan
M.Nazari Ismail yaitu Objek atau tindakan yang melibatkan ummat muslim dalam
Industri Pariwisata terkait apa yang boleh dan tidak diperbolehkan menurut ajaran
Islam. Dalam hal ini hukum dan syariat Islam menjadi dasar untuk menyediakan
produk berupa barang atau jasa.
Gambar 9 adalah bagaimana kemudian Islamic Center yang sudah berdiri
sebagai suatu ruang dimediasi oleh media. Peneliti mengambil dua sampel artikel
yang membahas mengenai Islamic Center. Kedua artikel ini membahas Islamic
Center yang menjadi destinasi wisata religi yang ada di Mataram, NTB. Tempo.co
Gambar 9. Mediasi Islamic Center melalui
krjogja
35
membahas mengenai salah satu spot wisata yang banyak di kunjungi oleh wisatawan
baik nusantara atu mancanegara yaitu menara 99 Asmaul Husna, mulai dari tiket
masuk, fasilitas dan pelayanan yang disediakan sampai ukuran dari menara 99 itu
sendiri. Dalam Tempo.co, mereka menuliskan kalimat yang di kutip dari ucapan
Kepala Unit Badan pengelola Islamic Center bahwa tiket masuk ke Islamic Center
cukup murah. Kalimat ini merupakan kalimat yang sering digunakan untuk menjual
sesuatu, sehingga kita dapat melihat Islamic Center sebagai sebuah objek komoditas
yang mempunyai nilai jual tersendiri ketika ia di sematkan sebagai sebuah tempat
wisata religi.
Krjogja, pada gambar 10 menulis tentang ramainya Islamic Center yang di
isi oleh banyak kegiatan baik religi maupun non religi yang positif. Pada artikelnya
juga Krjogja menulis bahwa energi NTB sebagai pulau seribu masjid juga telah
terakumulasi dengan adanya Islamic Center yang luas.
Kedua artikel sama sama mengangkat Islamic Center sebagai pilihan
destinasi wisata di NTB yaitu wisata religi yang mempunyai standar untuk itu.
Namun hal yang menarik adalah ketika destinasi wisata dan pusat kegiatan Islam
telah berada dalam suatu ruang yang sama, begitu juga dengan para penikmatnya
yaitu wisatawan dan jamaah yang telah berbagi ruang. Peneliti melihat bahwa telah
tercipta suatu ruang atau bahkan “manusia baru” yang bisa kita definisikan bersama
ataupun sebuah fenomena baru terkait ruang keislaman yang lebih fleksibel.
Gambar 10. Mediasi Islamic Center
melalui krjogja
36
Mediasi yang dilakukan lewat media online ternyata juga sampai kebeberapa
Informan yang telah peneliti wawancara. Salah satu Informan, Nina Nurwaida
Anggita Pradani, seorang penulis buku anak dari Bima mendapat informasi
mengenai Islamic Center melalui artikel yang didapatnya dari Internet yang
membahas Islamic Center sebagai suatu tempat pariwisata Lombok dan telah
menjadi Icon untuk Kota seribu masjid ini.
”Artikel itu.. mm artikel itu terus bilangnya yaa jadi pariwisata
lombok gitu, yaa tentang pariwisata itu kan salah satunya ini”
Kemudian Informan lain yaitu Baiq Sita Andila masyarakat asli Lombok
yang berkuliah dijogja juga mengatakan bahwa dia mengetahui adanya Islamic
Center lewat media, sehingga dia tertarik untuk datang dan melihat untuk pertama
kalinya.
“…mereka lebih banyak yang tau karena juga melihat dari media
terus saya terpacu mas masa sih saya dari lombok sendiri saja nggak perah
kesini gitu loh…”
Setelah berkeliling, Baiq mengaku bahwa dia tertarik dengan Islamic Center
karena di tempat ini dia bise sekaligus beribadah, berwisata dan juga beristirahat.
Berdasarkan data dan hasil wawancara, Website dan artikel sangat berperan
dalam bagaimana kemudian Islamic Center didefinisikan tanpa merasakan langsung
ruang tersebut, impresi yang dibuat unutuk pembaca sangat cukup sehingga orang
dapat langsung menyebut Islamic Center sebagai tempat wisata, Icon kota dan tentu
saja ruang religi. Hasil wawancara ini juga mengkonfirmasi wacana yang timbul di
Islamic Center yaitu wacana pariwisata dan religi, dua wacana ini muncul dan tidak
terpisahkan karena disatukan dengan sebuah konsep yaitu Wisata Religi. Melalui ini
kita dapat melihat bahwa telah tercipta “kategori konsumen” baru oleh Islamic
Center, yaitu mereka yang mecari keindahan, kenikmatan dunia tanpa harus
kehilangan keislamannya dengan berada didalam ruang ini.
Mediasi Islamic Center NTB lainnya dilakukan melalui media sosial. Islamic
Center mempunyai akun di media sosial yang populer di Indonesia; facebook,
Instagram dan youtube. Offical Facebook Islamic Center tidak banyak
mendeskripsikan sesuatu mengenai Islamic Center di Facebooknya padahal, laman
37
ini telah di sukai oleh 8.413 akun dan di ikuti oleh 9.656 pengguna facebook
semenjak pertama kali di buat pada tanggal 31 Mei 2017. Akun facebook Islamic
Center memuat sangat banyak dokumentasi ceramah. Informasi yang bisa didapatkan
di akun ini antara lain penceramah ditiap waktu sholat, imam, kajian yang di
sampaikan juga moderator. Sebagian besar konten yang di tampilkan berisi ceramah
yang di isi oleh Ustadz, ulama, syeikh, dan juga tamu tamu besar dari dalam dan luar
negeri.
Berbeda dengan websitenya yang belum aktif memposting, sampai saat ini
akun facebook Islamic Center masih aktif memposting ceramah. Postingan terakhir
yang dilakukan pada Mei 2019 dimana kontennya berisi Live kegiatan Sholat selama
bulan Ramadhan, Sholat 5 Waktu dan kegiatan keagamaan lainnya . (Akun Facebook
Islamic Center)
Dalam akun facebook Islamic Center hampir semua kontennya memuat
tentang kegiatan keagamaan di Masjid Hubbul Wathan. Kita tidak akan mendapati
kegiatan disekitar masjid di official akun Islamic Center kecuali foto foto yang tertaut
dengan akun Instagramnya, artinya mediasi yang dilakukan pengelola lewat akun
Facebooknya menitik beratkan fungsi Islamic Center sebagai tempat Ibadah
ketimbang tempat wisata dan memposisikan pengunjung yang di tuju sebagai jamaah
Masjid Hubbul Wathan, bukan wisatawan. Akun Facebook Islamic Center tertaut
juga dengan akun Instagram mereka sehingga semua postingan foto kegiatan mereka
di Instagram juga dikirim ke album facebook alhasil para pengunjung Instagram pun
dapat melihat foto yang mereka unggah melalui instagram di Facebook Islamic
Gambar 11. Gambar Instagram yang tertaut di FB Isalmic Center
38
Center. Foto foto kegiatan di Instagram yang tertaut misalnya seperti Bazzar, Tabligh
akbar, Seminar, Jumat Berkah, Wisuda, Olimpiade dan banyak lagi kegiatan lainnya.
Instagram merupakan salah satu media yang sangat aktif digunakan oleh
pengurus Islamic Center dalam memediasi kegiatannya. Kegiatan yang di posting
mulai dari kegiatan religi sampai non religi. Postingan terakhir yang di upload adalah
acara resepsi pernikahan yang dilakukan di bangunan utama Islamic Center yaitu
Masji Hubbul Wathan. Postingan pertama dilakukan pada tanggal 12 mei 2017
bekerjasama dengan Republika Online mengadakan Lomba Foto dan VLOG dengan
hadiah jutaan rupiah. Postingan pertama ini merupakan bentuk ajakan dari Pengelola
Islamic Center agar masyarakat dapat berpartisipasi dalam lomba tersebut sekaligus
untuk memperkenalkan Islamic Center yang ada di NTB lewat Republika Online.
Pada Gambar.9 terlihat kegiatan di Islamic center yang notabene adalah
bukan kegiatan religi. Pada postingan yang terdapat foto mahasiswa dengan
Almamater UNRAM (Universitas Mataram) adalah konten dengan caption dimana
pihak pengelola mengkonfirmasi kepada publik bahwa Islamic Center sudah siap dan
aman untuk dipergunakan lagi yang dalam tulisannya mencakup kegiatan agama,
tour menara 99 dan kegiatan lainnya. Dalam postingannya ini dapat dilihat bahwa
pengelola ingin meredakan kekhawatiran pelancong untuk datang ke Islamic Center
akibat gempa tahun 2018 lalu yang menimbulkan kerusakan yang cukup parah
sehingga masjid dan fasilitas wisatanya ditutup untuk sementara waktu. Postingan
tersebut menandakan bahwa Islamic Center NTB telah siap di pergunakan lagi, baik
Gambar 12. Gambar Instagram yang tertaut di FB Isalmic Center
39
sebagai tempat beribadah, wisata, pernikahan ataupun sebagai tempat kegiatan
lainnya.
Dalam Official akun Instagramnya, konten yang diposting cenderung
merupakan kegiatan disekitar masjid Islamic Center dimana wacana ruang pariwisata
menjadi lebih menonjol disini. Melakukan konfirmasi bahwa Islamic Center siap
digunakan kembali setelah pemeriksaan berarti mengajak para jamaah dan
wisatawan untuk “ramai lagi” datang ke Islmic Center. Foto normalnya selalu selaras
dengan caption, walaupun dalam kalimat menunjukkan bahwa Islamic Center aman
untuk kegiatan keagamaan, tour menara dan kegiatan lainnya, namun foto yang
terpampang adalah foto mahasiswa yang sedang berfoto di atas minaret, artinya
medium ini telah melegitimasi Islamic Center sebagai ruang pariwisata
Salah satu Media juga yang digunakan untuk menyebarkan informasi tekait
kegiatan Islamic Center adalah Youtube. Youtube yang dibuat oleh pengelola kurang
lebih mempunyai konten yang sama dengan akun Facebooknya yaitu video siaran
ulang sholat, video ceramah, tilawah, kajian kajian dan video kegiatan lainnya baik
ketika mereka mengundang tamu dari luar maupun dalam negeri. Bukan hanya
mengupload video, Islamic Center juga rutin melakukan live sholat terutama untuk
hari hari besar seperti Idul Fitri, Idul Adha. Kegiatan Live dapat dilakukan karena
didalam masjid terdapat fasilitas berupa wifi yang dapat di akses.
Akun Youtube dari Islamic Center sendiri sampai sekarang belum aktif lagi
dalam memuat konten atau kegiatan mereka. Vedio terakhir di upload satu tahun
Gambar 13. Beranda Youtube Islamic
Center
40
yang lalu. Sampai saat ini juga video video yang ada di akun Youtube Islamic Center
telah dilihat oleh puluhan ribu orang dengan subscriber sebanyak 1.195 ribu.
Islamic Center di promosikan melalui beberapa official akun sosial media
yang mereka buat, juga di dukung oleh mediasi dari beberapa media yang membahas
Islamic Center sebagai salah satu destinasi wisata yang ada di pulau lombok.
Walaupun pengikut sosial media mereka terbilang banyak, namun ada beberapa
sosial media yang sampai sekarang belum aktif memposting kegiatan di Islamic
center seperti Youtube dan Website.
Berbagai macam mediasi dapat kita temui melalui beberapa Official akun
dari Islamic Center mataram, Bererapa mediasi mewacanakan Islamic Center sebagai
tempat wisata dengan teks teks yang ditunjukan seperti pada akun Instagram dan
media online (Krjogja dan Tempo.co sebagai sample) namun ada beberapa teks juga
yang dimediasi (Akun Youtube dan Facebook) yang melegitimasi wacana Islamic
Center sebagai tempat ibadah dengan hanya memposting kegiatan keagamaan.
Mediasi Islamic Center mengkonstruk sebuah tempat wisata sekaligus religi,
artinya terjadi kontestasi dalam memaknai Islamic Center. Terlepas dari kontestasi
tersebut, ruang ini adalah ruang religious yang termodifikasi sehingga bisa berdamai
dengan ruang Pariwisata dimana dapat dijelaskan oleh Post-Islamis sebagai ruang
yang inklusif , terbuka dan secara moral aman dimana pengguna ruang melakukan
sebuah kegiatan bersenang senang yang aman, artinya tanpa takut kehilangan
keimanan mereka, Namun demikian, ada juga wisatawan yang memaknai Islamic
Center sebagai tempat Ibadah, misalnya Raden Amir Hamzah berpendapat bahwa
dirinya lebih merasakan Islamic Center sebagai tempat Ibadah,. Dalam bidang kaji
mediasi, objek yang diteliti bukan hanya content media, actor dan Istiusi, tetapi juga
penerimaan khalayak terhadap mediasi tersebut (encoding/decoding) (Dhona, 2018,
p. 13).
Sejauh ini, melalui mediasi yang dilakukan lewat beberapa media, ada
wacana kuat yang terkonstruk mengenai ruang Islamic Center yaitu wacana religi
dan wacana pariwisata. Dalam beberapa medium, Islamic Center berusaha di
konstruk dan diposisikan sebagai ruang yang sangat religius, seperti dalam akun
Youtube dan Facebooknya yang memuat konten kegiatan dalam masjid. Ada juga
wacana Islamic Center sebagai ruang Pariwisata ketika di Instagram, konten yang
41
dimuat adalah kegiatan kegiatan diluar masjid seperti beerkunjung ke Minaret dan
melakukan kegiatan berfoto disana. Kedua wacana ini kemudian di kemas dengan
konsep Wisata Religi.
B. PEMBAHASAN
1. Wacana Wisata Religi Islamic Center
Sejak awal Islamic Center masuk dan berdiri di Indonesia sampai sekarang,
Islamic Center belum memiliki hukum yang memayunginya oleh karena itu Islamic
Center hanya berpacu pada JUKLAK (Petunjuk Pelaksanaan) proyek Islamic centre
di seluruh Indonesia yang diterbitkan oleh Departemen Agama, Direktorat Jenderal
Bimbingan Masyarakat (DITJEN BIMAS) Islam, Direktorat Penerangan Agama,
1976 . (Muis, 2010, p. 15). Islamic Center dahulunya merupakan tempat
berkumpul,bersilaturahmi ummat muslim,beribadah sekaligus sebagai tempat di
syiarkannya agama Islam. Hal yang sedikit berbeda namun menarik terjadi pada
Islamic Center Mataram yang ada di Pulau Lombok, dimana Islamic Center disana
mempunyai fungsi yang sangat beragam dan fleksibel mulai dari kegiatan ibadah
sholat lima waktu, pengadaan event, rapat, pernikahan, wisuda sampai kegiatan
beribadah.
Lefebvre mengatakan bahwa ruang tidak pernah muncul sebagaimana
dirinya, ruang diproduksi secara sosial dan digunakan sehingga ia memiliki nilai.
Ruang merupakan ajang produksi komoditas sehingga ruang menjadi terdefinisi
secara tidak netral karena ruang diproduksi berdasarkan kepentingan kapitalis. Hal
ini pun pada akhirnya mempengaruhi pengetahuan yang terhegemoni tentang
bagaimana melihat ruang dengan konsekuensi terlupakannya sejarah sosial ruang
tersebut. (Pamungkas, 2016). Produksi ruang Islamic Center yang sangat beragam
merupakan usaha kapitalis dalam membentuk komoditas baru sehingga pengetahuan
tentang Islamic Center mataram dihegemoni menjadi sebuah tempat wisata religi.
Islamic Center sebagai ruang wisata religi adalah bentuk artikulasi kapitalis dalam
menciptakan sebuah komoditas yang mempunyai nilai jual, terlebih Islamic Center
hanya memiliki Petunjuk Pelaksaan (JUKLAK) tanpa payung hukum sehingga
Islamic Center Mataram sebagai sebuah ruang dapat terus terhegemoni sesuai
kepentingan kapitalis. Islamic Center Mataram diklaim oleh pengelolanya sebagai
42
ICON kota Mataram, hal ini juga merupakan konstruksi pengetahuan oleh kapitalis
terhadap masyarakat lokal maupun wisatawan untuk datang dan menikmati Islamic
Center. Sebab itu, maka adanya Islamic Center di lingkungan yang bernotabene
mayoritas Islam, selain menjadi ruang yang mempunyai nilai jual, ia juga dapat
menjadi ruang yang melegitimasi identitas islam di kota mataram sehingga
memungkinkan megubur identitas agama minoritas yang ada disana.
Sejauh ini, wacana kuat yang timbul kepermukaan dari beragamnya kegiatan
Islamic Center adalah tempat pariwisata dan tempat religi. Selain wacana yang
terbentuk dari pengalaman ketika melancong ke Islamic Center Mataram, Mediasi
turut mengambil peran dalam mengkonstruk ruang Islamic Center Mataram sebagai
tempat wisata maupun religi. Mediasi merupakan bagaimana kemudian ruang
direpresentasikan melalui tanda, symbol atau media lainnya (Dhona, 2018, p. 13).
Islamic Center mataram di Mediasi oleh pengelolanya melalui pamphlet dan
beberapa platform media sosial media mereka seperti Instagram, Facebook, Youtube
juga melalui website.
Konten yang muncul dalam pamphlet Islamic Center lebih menonjolkan
fasilitas ibadah dan pariwisata yang mereka jual seperti bangunan masjid, minaret
99, Gedung serbaguna, ruang pertemuan dan lain lain yang artinya pengelola
memproduksi Islamic Center sebagai ruang wisata religi lewat mediasi (pamphlet)
yang mereka design sendiri. Kemudian hal yang sama juga mereka lakukan pada
websitenya dimana kontennya sebagaian besar diisi dengan informasi kegiatan
jadwal sholat, jadwal dialog ba’da sholat, khotbah jumat sampai kegiatan tahunan
seperti Khazanah Ramadhan, Bazaar, Pameran, Tabligh Akbar, Sholat Idul Fitri, Idul
Adha beserta Pemotongan Qurban dan lain lain. Walaupun konten website berisi
sebagian besar postingan kegiatan ibadah, namun laman awal pada website tersebut
memperlihatkan dua logo yang familiar dibidang pariwisata yaitu logo pesona
Indonesia dan pesona Lombok Sumbawa sehingga mengidentifikasi ruang ini
sebagai ruang pariwisata.
Mediasi lainnya dilakukan lewat akun Official Instagram Islamic center yang
memposting beragam bahkan hampir semua kegiatan baik didalam maupun diluar
masjid. Kegiatan kegiatan luar masjid yang diposting seperti wisuda yang
dilaksanakan di ballroom, resepsi pernikahan, bazaar makanan, lomba MTQ tingkat
43
nasional, kajian agama sampai kegiatan gotong royong. Namun konten sedikit
berbeda diperlihatkan pada postingan di Official akun Youtube mereka yang
monoton meliput kegiatan didalam masjid seperti siaran ulang ceramah dan kajian
ba’da sholat fardhu 5 waktu, live sholat Ied, Live ceramah dan kegiatan dalam masjid
lainnya. Artinya pengelola memposting konten di berbagai platform media sosialnya
dengan penonjolan representasi yang berbeda, jika pada Instagram dan platform
lainnya mereka merepresentasikan Islamic Center sebagai ruang Wisata dan Religi,
maka di Youtube mereka lebih memperlihatkan Islamic Center Mataram sebagai
tempat yang “Sangat Islami”. Melihat mediasi yang dilakukan oleh pengelola Islamic
Center Mataram, Wacana Islamic Center sangat kuat diperlihatkan sebagai tempat
wisata dan Religi kemudian dibuat berjalan beriringan menjadi Wisata Halal. Wisata
Halal/Wisata religi dalam tulisan ini dapat dilihat sebagai upaya yang dilakukan
untuk memasarkan dan mengembangkan produk yang diperuntukan kepada ummat
Islam meskipun tidak ada kaitannya dengan motivasi terhadap kegiatan transenden
(Jaelani, 2017, p. 9). Melalui pengertian Wisata Religi diatas, peneliti melihat bahwa
dikonstruknya wacana pariwisata dan religi di ruang Islamic Center merupakan
bentuk komodifikasi. Islamic Center dengan penyematan sebagai ruang wisata religi
yang menampung kegiatan beribadah dan berwisata pada akhirnya mempunyai nilai
jual tersendiri mengingat mayoritas masyarakat mataram adalah ummat muslim.
Adanya wacana wisata religi juga memungkinkan jamaah dan wisatawan berada
pada ruang yang sama, sehingga selain menjadi daya tarik untuk umat Islam sebagai
pengguna ruang religi, Islamic Center Mataram juga menjadi daya tarik untuk para
wisatawan baik muslim maupun non muslim sebagai tempat pariwisata.
2. Islamic Center sebagai Ruang Pos-Islamisme
Teori Asef Bayat tentang Pos-Islamisme tidak sepenuhnya dapat diterapkan
di Indonesia karena sejauh ini bayat hanya menganalisa Pos-Islamisme ditimur
tengah yang terbebas dari kekangan Islamism. Walaupun begitu, Peneliti optimis
berpendapat bahwa dengan beberapa penyesuaian dan perubahan, konsep ini dapat
berguna untuk menganalisa fenomena di Indonesia khusunya pada objek dalam
penelitian ini yaitu Ruang Islamic Center Mataram. Unutuk mempertahankan fokus
pada penelitian ini, peneliti hanya mengambil garis besar dari ruang yang berhasil di
44
terbentuk akibat gerakan Pos-Islamisme di Iran saat itu yang dibahas dalam tulisan
Bayat, dimana Gerakan Pos-Islamisme berhasil menciptakan ruang yang terbebas
dari Islamisasi, pandangan yang sekuler dan keeksklusifan Islam kemudian
menciptakan ruang Islam yang inklusif, tidak sekuler dimana ruang ini merupakan
pintu bercampurnya kelas sosial, etnik yang berbeda serta tempat rekreasi yang aman
secara moral. Peneliti melihat wisata religi di Islamic Center merupakan bentuk
budaya populer yang hendak dikonstruk oleh pemerintah mengingat Lombok yang
dikenal sebagai pulau seribu masjid dan mempunyai potensi wisata yang menjanjikan
sehingga beribadah sambil berwisata menjadi trend ketika kita mengunjungi Islamic
Center.
Post-Islamisme yang dimaksud Asef Bayat yaitu sebuah Proyek dan Kondisi.
Kondisi Post-Islamisme berkaitan dengan bagaimana kemudian kondisi sosial politik
dimana Islamisme mulai kehabisan sumber daya bahkan mereka yang bersemangat
terhadap Islamisme itu sendiri mulai meninggalkannya, kemudian dalam
menanggapi kondisi tersebut umat terlibat dalam Proyek Post-Islamisme yang tidak
sekuler, tidak anti islam dan tidak juga non Islami. (Heriyanto, 2015, p. 59) Dalam
pengertian ini, artinya Islamism mulai ditinggalkan dan masyarakat menjadi bagian
dari proyek Post-Islamism dimana ia tidak sekuler, dan masyarakat pun mulai
menikmati kebebasannya. Islamisme dalam artian diatas adalah gerakan sosial yang
ingin memaksimalkan penerapan syariat dan ajaran Islam di segala aspek kehidupan.
Walaupun begitu, menurut Bayat dalam (Heriyanto, 2015, p. 60), Dalam
kenyataannya munculnya Post-Islamism tidak menutup kemungkinan kita dapat
menyaksikan proses Islamisasi dan Post-Islamisasi berjalan secara bersamaan,
seperti halnya dalam melihat Islamic Center Mataram sebagai ruang Post-Islamisme.
Ruang Post-Islamisme dalam penelitian ini dilihat sebagai ruang yang sama sekali
tidak eksklusif, tidak sekuler dan terbuka terhadap ideologi lain. Wacana Islamic
Center sebagai tempat religi dan tempat wisata merupakan manifestasi dari ruang
yang inklusif karena menyatukan kegiatan religi yang transenden den kegiatan
“bersenang-senang” yang terkomodifikasi atau biasa kita sebut berwisata. Bukan
hanya itu, Islamic Center membuka gerbangnya untuk umum termasuk untuk para
wisatawan non-muslim, namun dengan syarat menutup aurat. Kita dapat melihat
Islamisasi dan Pos-Islamisasi berjalan bersamaan, ketika wisatawan muslim
diperbolehkan masuk ke dalam Islamic Center untuk berwisata artinya terjadi Pos-
45
Islamisasi namun di sisi lain mereka harus mematuhi syariat Islam yang berlaku yaitu
menutup aurat. Dalam mengkonstruk ruang Islamic Center, kapitalis
memperkenalkan konsep besar dalam melihat ruang tersebut dalam mendukung
kiprah wisata religinya yaitu “Wisata Halal”. Peneliti melihat bercampurnya ruang
pariwisata dan Religi di Islamic Center Mataram sebagai manifestasi ruang Pos-
Islamis dimana para pelancong datang menikmati Islamic Center bebas memilih dia
datang sebagai jamaah masjid Hubbul Wathan yang taat kepada Allah atau seorang
wisatawan yang hendak menikmati keindahan bangunan dan memenuhi kebutuhan
bersenang senangnya. Namun penyematan wisata halal menjadi praktik Islamism
ketika kegiatan berwisata pun dilakukan berdasarkan syariat Islam. (Graburn, 2001
p. 43) dalam Jaelani pun menyebutkan bahwa pariwisata modern setara dengan
kegiatan religi (ziarah) yang dilakukan oleh masyarakat tradisional yaitu masyarakat
yang takut kepada Allah.
Islamic Center memang terkenal dengan pariwisatanya yang mendunia,
namun terkait wisata halal Islamic Center menjadi ruang baru yang menggabungkan
kegiatan transendental (Religi) dan Bersenang senang (Pariwisata). Dalam (Jaelani,
2017, p. 3) mengatakan bahwa lembaga lembaga agama mempunyai variable
hubungan dengan pariwisata, dimana pada satu sisi wisata religi diidentifikasi
sebagai jenis dari pariwisata yang termotivasi mungkin sebagian atau secara
eksklusif untuk alasan agama. Kemudian di sisi lainnya, Sigaux (1996) dan Vukonic
(1996) dalam (Jaelani, 2017, p. 3) menyebutkan bahwa Wisata Religi/Wisata Halal
merupakan bentuk lama dan tertua dari pariwisata dimana adanya perpindahan
manusia yang diwujudkan dalam keberagaman aktivitas aktivitas wisata religi.
Dalam hal ini perpindahan yang di maksudkan adalah perjalanan jangka panjang atau
ziarah ke pusat keagamaan atau tempat semacamnya. Jika dikaitkan dengan Islamic
Center Mataram, dalam pengertian pertama, Perjalanan ke Islamic Center merupakan
perjalan wisata yang memiliki tujuan utama sebagai bentuk ketaatan terhadap
agama, namun disisi lainnya dapat dilihat sebagai perjalanan ketempat religi
memiliki unsur pemiultifungsian dimana berkunjung ke Islamic Center hanya
berupa sebuah perjalanan wisata untuk memenuhi hasrat menikmati keindahan
duniawi.
Dalam tulisan ini, peneliti melihat bahwa “Wisata Halal” yang di sematkan
pada Islamic Center merupakan upaya kapitalis dalam menciptakan komoditas baru
46
yang mempunyai nilai jual melihat pariwisata adalah bagian dari industri bisnis
dimana sejatinya dapat memberikan keuntungan ekonomi bagi masyarakat dan di
proyeksikan dalam kebijakan pemerintah (Jaelani, 2016b). Pada akhirnya, Wisata
Religi bukan lagi hanya mencakup perjalanan ke tempat Ziarah, tetapi juga
ketersediaan fasilitas untuk mendukung aktivitas berwisata seperti spot foto, kantin
makanan halal dan lainnya yang mengidentifikasi Islamic center sebagai tempat
wisata. Ketika membahas keuntungan ekonomi, yang diuntungkan dalam
pembangunan Islamic Center sebagian besar adalah kapitalis karena mereka
memiliki banyak fasilitas yang dapat mereka jual seperti berwisata ke Minaret yang
dipungut biaya, kemudian penyewaan Ballrom untuk berbagai macam kegiatan
seperti wisuda, resepsi pernikahan dan acara besar semacamnya, kemudian
keuntungan kecil bagi masyarakat yaitu ketika para pedagang “yang diijinkan”
berjualan disitu dapat memanfaatkan keramaian sebagai pasar mereka. Kota mataram
memiliki masyarakat yang mayoritasnya pemeluk agama Islam, kaitannya dengan
itu peneliti melihat Islamic Center sebagai tempat “wisata religi” menjadi sebuah
segmentasi pasar yang dikonstruk oleh kapitalis dalam meraup keuntungan sebesar
besarnya.
Dalam pembangunannya, Islamic Center Mataram menuai beberapa
kontrofersi dari masyarakat mataram. Kontrofersi ini berkaitan dengan tujuan dan
fungsi dibangunnya Islamic Center mataram. Islamic Center dibangun diatas tanah
yang dahulunya merupakan bangunan SMPN 6 Mataram, Gedung KONI, Kantor
dinas perkebunan dan Masjid Raya Attaqwa Mataram. Kontrofersi pertama datang
dari jamaah tabligh Attaqwa yang biasa memanfaatkan masjid Attaqwa sebagai
tempat dakwah mereka. Saat ini, memang segala kegiatan masjid Attaqwa
dipindahkan ke Masjid Hubbul Wathan, Islamic Center, namun jamaah tabligh
Attaqwa masih mempergunakannya untuk beberapa kagiatan keagamaan yang
mereka kelola sendiri. Hal ini memicu timbulnya isu dualisme pemanfaatan masjid
raya di masyarakat. Pemerintah disatu sisi telah mengosongkan kegiatan di masjid
Attaqwa, namun di sisi lainnya para jamah tabligh masih memanfaatkan tempat
tersebut dengan alasan bahwa masjid tersebut masih bisa dimanfaatkan dan tidak
seharusnya ditinggalkan (Najamudin, 2019). Sampai sekarang pengelolaan masjid
Attaqwa telah ditarik oleh pemerintah kota Mataram ke wilayah pengelolaan Islamic
Center. Menurut wawancara dengan Bpk. Sulaiman Jamsuri, Kepala pengelola UPT
47
Islamic Center, Masjid Attaqwa akan dijadikan musium dan perpustakaan, namun
masih dalam tahap perencanaan. Attaqwa dahulunya merupakan masjid raya satu
satunya yang ada di Provinsi NTB dan dikelola oleh jamaah tabligh, kemudian
setelah dibangunnya masjid Hubbul Wathan di Kawasan Islamic Center, masjid
Attaqwa dialih fungsikan menjadi perpustakaan dan musem yang sampai sekarang
masih dalam tahap perencanaan, dialihfungsikannya Attaqwa sekaligus menjadikan
Masjid Hubbul Wathan sebagai masjid raya satu satunya yang ada di Porvinsi NTB.
Peneliti melihat, ditariknya pengelolaan Attaqwa kedalam wilayah Integrasi Islamic
Center bukan hanya merupakan bentuk langkah pengusa dalam menjadikan Islamic
Center sebagai central pengelolaan kegiatan religi namun juga sebagai pusat
hegemoni pengetahuan Islam di Kota Mataram. Dualisme Attaqwa pun dapat kita
lihat sebagai ekspresi ketidakpuasan dari jamaah tabligh terhadap pengelolaan dan
pembangunan Islamic Center, disisi lain masyarakat yang tidak memiliki
kepentingan di masjid Attaqwa bias saja melihat Islamic Center sebagai suatu
symbol/icon kebanggaan mereka karna telah dibangun Kawasan Islamic Center
dengan masjid yang megah, namun disisi lain ada pihak yang secara frontal
memperlihatkan ketimpangan terhadap pembangunan Islamic Center.
Kontroversi lainnya datang dari minoritas yang ada di Kota mataram yaitu
masyarakat yang beragama Hindu. Salah seorang informan, Negeri Gde Pudja
mengeluhkan tentang lokasi pembangunan Islamic Center Mataram. Menurut Gde,
tanah dimana Islamic Center dibangun sekarang (KONI) adalah tanah yang
ditabukan oleh masyarakat yang beragama Hindu karena pada jaman dahulu, tempat
itu merupakan lokasi pembakaran mayat warga hindu (Mustain, 2018, p. 304). Gde
juga menyebutkan bahwa Pemerintah Mataram juga menunjukkan kurangnya
keberpihakan terhadap ummat hindu di mataram, menurutnya jumlah Lembaga
Pendidikan Islam, guru dan Ustadz yang ada di Mataram tidak sebanding dengan
Lembaga dan pemuka agama hindu, namun saat mengajukan kebutuhan pengadaan
guru agama hindu, ia tidak pernah mendapat respon yang positif dari pemerintah.
Melihat pengakuan tersebut, peneliti melihat bahwa Pembangunan Islamic Center
juga merupakan indikasi bahwa pemerintah Mataram berusaha melegitimasi
identitas Islam di Mataram.
Terlepas dari kontroversi yang ditimbulkan oleh pembangunan Islamic
Center Mataram, sejauh ini dalan pelaksanaan dan fungsinya telah mendapat banyak
48
apresiasi dari masyarakat Lombok dan telah di nikmati secara universal baik tempat
religi maupun tempat wisata. Pemultifungsian yang dilakukan dengan menyatukan
tempat wisata dan ibadah diruang yang sama juga merupakan manifestasi dari Islam
yang inklusif dimana dalam penelitian ini disebut sebagai ruang Post-Islamisme.
Dengan adanya ruang Post-Islamis seperti ini akan memecah oposisi biner yang
membagi dunia dalam dua kategori yang berhubungan seperti misal kegiatan
berwisata dan kegiatan religi.
Penelitian ini sekaligus mengkritik Rida Mardia, Mahasiswa UIN Alaluddin
Makassar pada tahun 2017 dengan judul PERUBAHAN FUNGSI MASJID
ISLAMIC CENTER DATO TIRO SEBAGAI DESTINASI WISATA DI KOTA
BULUKUMBA, Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemultifungsian Islamic
Center Mataram sebagai tempat rekreasi merupakan bentuk ketidaktegasan dari
pengurus masjid dan aturan yang tidak jelas sehingga para pelancong berpotensi
datang hanya untuk menikmati keindahan, bukan untuk beribadah. Berbeda dengan
peneliti, peneliti melihat pemultifungsian Islamic Center sebagai sebuah tempat
religi sekaligus wisata merupakan sesuatu yang harus kita terima bersama sebagai
bentuk pemecahan opisisi biner dan keterbukaan Islam terhadap ideologi pariwisata.
Namun kita juga dapat melihat bahwa ruang ini tidak hadir dengan sendirinya,
melainkan dikonstruk berdasarkan kepentingan kapitalis seperti meraup keuntungan
bahkan untuk melegitimasi identitas tertentu. Secara konseptual, Islam dan
pariwisata juga masih memiliki hubungan ketika kita mengartikan pariwisata sebagai
perjalanan yang didorang oleh iman dan ketaatan kepada tuhan YME. Selain itu
mengawinkan pariwista dengan ruang religi juga bisa dilihat sebagai usaha untuk
menarik masyarakat untuk meramaikan tempat ibadah.