bab iv analisis dan pembahasan - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/bab4/bab 4_09-70..pdf ·...
TRANSCRIPT
36
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Kami menggunakan lima tahap utama dalam menerapkan konsep Six Sigma
pada PT. Jaticy Jayasuba (JJ) yaitu Define, Measure, Analyze, Improve dan Control.
Tahap - tahap utama ini akan dikelompokkan menjadi Karakterisasi Proses ( Define,
Measure, Analyze ) dan Penyempurnaan Proses ( Improve dan Control ).
4.1 Karakterisasi Proses
4.1.1 Tahap Define
PT. Jaticy Jayasuba ingin meningkatkan kualitas produk yang mereka
produksi karena terdapat jumlah defective products dari barang jadi dengan
material besi dan berat kurang dari 100 kg kurang lebih sebesar 9.8% dari
total produksi pada tahun 2007. Hal ini sangat berpengaruh kepada image
perusahaan ke depannya di mana tingkat kepuasan pelanggan akan ditentukan
dari hal ini. Selain mempengaruhi tingkat kepuasan pelanggan, defective
products juga menyebabkan cost menjadi lebih besar dikarenakan perusahaan
harus memperbaiki produk yang cacat tersebut dan mengirimkan kembali
37
barang tersebut ke pelanggan. Untuk kemajuan perusahaan ke depannya, PT. Jaticy
Jayasuba harus meningkatkan kualitas produk maupun proses produksi agar jumlah
defective products dapat diminimalisasikan.
Aktivitas utama pada tahap Define ini adalah menemukan CTQ (Critical to
Quality), yaitu sebuah fokus permasalahan yang menjadi hal yang paling penting
untuk memenuhi keinginan customers. Pada tahap ini yang pertama kali dilakukan
adalah menetapkan proyek yang akan dijalankan berdasarkan skala prioritas yang
telah ditentukan kemudian menentukan CTQ, hal ini dilakukan untuk mengetahui
keinginan dari konsumen sesuai dengan tujuan dari metode Six Sigma untuk
memberikan kepuasan kepada konsumen, lalu membentuk tim, membuat jadwal
proyek, membuat process mapping dan terakhir mengidentifikasi proses yang
mempengaruhi CTQ atau biasa disebut sebagai CTP (Critical to Process).
Dikarenakan proses Quality Control di PT. Jaticy Jayasuba belum berjalan
dengan baik, maka untuk proyek ini kami akan menggunakan data produksi produk-
produk yang terbuat dari besi dan memiliki berat di bawah 100 kg dari tahun 2006 -
2007. Dari data produksi tahun 2006 – 2007 ini, dapat diketahui jenis-jenis cacat
produksi yang ada. Dengan mengetahui jenis-jenis defective products yang ada pada
produk yang diproduksi oleh PT. Jaticy Jayasuba terutama produk yang terbuat dari
besi dan berat di bawah 100 kg, pihak perusahaan dapat memfokuskan pada jenis
defective products yang paling banyak terjadi atau yang memiliki kontribusi terbesar
dalam permasalahan. Dengan meminimalkan jumlah defective products tiap produksi
maka tingkat kualitas produk yang diinginkan pelanggan pun akan tercapai.
38
Terjadi peningkatan jumlah barang cacat produksi pada periode tahun 2006
dan 2007
Gambar 4.1 Data barang cacat produksi untuk produk dengan material
besi dan berat di bawah 100 kg periode tahun 2006 – 2007
39
Gambar 4.2 Data barang cacat produksi dalam persentase terhadap
jumlah produksi periode tahun 2006 – 2007
Jumlah barang cacat produksi yang meningkat pada tahun 2007 menimbulkan loss
business bagi PT. Jaticy Jayasuba yang diperlihatkan pada grafik di bawah ini.
Gambar 4.3 Loss business dari barang cacat produksi periode tahun 2006 - 2007
Dari data-data produksi dan cacat produk tahun 2006 – 2007 untuk produk
dengan material besi dan berat di bawah 100 kg diatas, dapat disimpulkan bahwa
masalah yang terdapat pada PT. Jaticy Jayasuba ini adalah “masih rendahnya
kualitas produk dengan material besi dan berat di bawah 100 kg karena masih
terdapat jumlah barang cacat produksi yang cukup banyak dan meningkat
pada tahun 2007.”
40
4.1.1.1 Menentukan Proyek Six Sigma
PT. Jaticy Jayasuba memiliki beberapa kategori produk seperti gear, as,
pompa, ring, dan lain-lain. Dan masing-masing dari kategori produk tersebut
memiliki jumlah line of product yang banyak. Agar penelitian tidak memakan
banyak waktu dan juga supaya penelitian lebih terfokus, maka kami memilih untuk
menganalisis hanya dari data produksi untuk produk yang dengan material besi dan
berat di bawah 100 kg tahun 2006 – 2007 sebagai acuan dalam menganalisis defective
products (barang cacat produksi) untuk peningkatan kualitas produk PT. Jaticy
Jayasuba. Produk bermaterialkan besi dan berat di bawah 100 kg ini dipilih sebagai
ruang lingkup proyek karena produk dengan material besi dan berat di bawah 100 kg
ini memiliki kontribusi terbesar dalam penjualan PT. Jaticy Jayasuba, produk ini juga
menggunakan semua proses produksi pada PT. Jaticy Jayasuba di mana proses
produksi pada PT. Jaticy Jayasuba adalah batch processing jadi kami memilih
kategori produk yang menggunakan seluruh proses produksi dari PT. Jaticy Jayasuba.
Walaupun dalam proyek ini hanya menggunakan kategori produk dengan material
besi dan berat di bawah 100 kg, tapi hasil yang akan dicapai juga akan berpengaruh
pada kategori produk yang lain yang ada pada PT. Jaticy Jayasuba dikarenakan
produk dengan material besi dan berat di bawah 100 kg ini menggunakan semua
proses produksi pada PT. Jaticy Jayasuba jadi dengan adanya perbaikan dalam proses
produksi maka secara tidak langsung kategori produk lain yang tidak masuk dalam
pembahasan proyek ini pun akan berkurang jumlah cacat produksinya. Dan juga
41
dibutuhkan satu parameter yang dapat dijadikan sebagai acuan untuk melakukan
proyek, yaitu data Voice of Customer.
Karena penilaian kerja dan produktivitas dari PT. Jaticy Jayasuba ini dapat
dinilai dari tingkat kepuasan pelanggan terhadap produk jadi / finished goods yang
diterima oleh pelanggan. Maka proyek ini akan dilakukan berdasarkan survey
terhadap kepuasan konsumen yang dilakukan pada tahun 2007.
Tabel 4.1 Survey Kepuasan Pelanggan tahun 2007.
NO VOC Percentage
1. Kualitas produk setelah diterima 43.7%
2. Kecepatan dalam pengiriman 32.3%
3. Ketepatan produk yang dikirim 10.4%
4. Keramahan pengirim produk 7.5%
5. After sales service 6.1%
Pada Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa ada 3 hal Voice of Customer tertinggi,
yaitu:
1. Kualitas produk setelah diterima : 43.7%
2. Kecepatan dalam pengiriman : 32.3%
3. Ketepatan produk yang dikirim : 10.4%
Dari data kepuasan pelanggan tahun 2007 diatas, kita dapat melihat bahwa
tingkat kualitas suatu produk adalah salah satu hal terpenting bagi pelanggan
42
maka dari itu PT. Jaticy Jayasuba harus memperhatikan tingkat kualitas
produk jadi yang dihasilkan dengan baik.
4.1.1.2 Penyusunan Diagram SIPOC ( Supplier – Input –
Process – Output – Customer )
Diagram SIPOC merupakan salah satu teknik yang paling berguna dan paling
sering digunakan. Diagram ini digunakan untuk menyajikan tampilan “sekilas” dari
aliran kerja. SIPOC memberikan kepuasan pelanggan karena dalam diagram SIPOC
terpetakan dengan jelas mulai dari supplier sampai dengan ke customer. Data yang
dibutuhkan untuk membuat diagram SIPOC merupakan data tentang proses produksi
yang diperoleh dari perusahaan. Berikut ini merupakan diagram SIPOC PT. Jaticy
Jayasuba:
43
Gambar 4.4 Diagram SIPOC ( Supplier Input Process Output Customer )
Dari diagram SIPOC diatas dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Supplier,
Supplier merupakan perusahaan yang menjual berbagai kebutuhan PT.
Jaticy Jayasuba, baik itu bahan baku besi, cast steel untuk jenis produk yang sulit,
maupun jasa untuk pelapisan dan pengerasan. Berbagai macam barang-barang
tersebut terdiri dari barang buatan lokal maupun impor (Germany, Japan, India,
China).
2. Input,
Input merupakan bahan baku dari supplier yang dapat digunakan untuk
proses produksi. Bahan baku ini terdiri dari berbagai jenis material dan
pelengkapnya sehingga dapat memenuhi kebutuhan pelanggan akan suatu produk.
Selain bahan baku, input dari supplier ini juga berupa jasa, seperti jasa
44
pengerasan (hardened) dan pelapisan (hard chrome). Sedangkan, ada juga input
barang yang digunakan untuk mesin dalam proses pengerjaan barang, seperti oli
mesin.
Peralatan yang digunakan dalam proses produksi juga mempengaruhi
proses pembuatan barang. Kesalahan dalam penggunaan peralatan akan
berdampak besar pada kualitas produk yang dihasilkan. Masing-masing material
yang digunakan memiliki karakteristik tersendiri sehingga peralatan yang
digunakan juga harus spesifik untuk masing-masing material.
3. Process
Process merupakan jasa pengerjaan yang ditawarkan oleh PT. Jaticy
Jayasuba kepada pelanggannya. Input material bisa melalui semua proses
pengerjaan yang ada, namun ada juga yang hanya melalui beberapa proses
pengerjaan saja. Macam-macam dari proses pengerjaan itu adalah grinding
(penghalusan), hobbing (pembuatan gear), milling (pengikisan radial), drilling
(pemboran), lathing (pembubutan), shaping (pembentukan custom), shaving
(pengikisan lurus), welding (pengelasan), tapping (pembuatan ulir).
4. Output
Setelah melewati proses pengerjaan tersebut, akan dihasilkan produk jadi
sesuai dengan pesanan pelanggan. Produk-produk yang dihasilkan merupakan
produk custom yang dikerjakan sesuai dengan kebutuhan pelanggan, baik itu
dalam jumlah sedikit maupun menengah banyak.
45
5. Customer
Customer merupakan beberapa contoh pelanggan dari PT. Jaticy Jayasuba
yang berasal dari beberapa latar belakang jenis perusahaan, seperti Oil and Gas,
Agriculture, Automotive and Heavy Equipment, FMCG, Marble and Granite,
Flexible Packaging, Machinery and Engineering, dan bidang usaha lainnya.
Pelanggan PT. Jaticy Jayasuba bisa datang dari berbagai macam bidang usaha
karena PT. Jaticy Jayasuba merupakan workshop penunjang industri.
4.1.1.3 Menentukan CTQ (Critical To Quality)
Kepuasan pelanggan dapat dipenuhi jika semua kriteria yang diinginkan oleh
pelanggan dapat dicapai. Six Sigma menegaskan bahwa keinginan pelanggan harus
dipenuhi dengan cara mengukur dan menyempurnakan proses dan produk, dan
karakteristik CTQ (Critical To Quality) adalah menetapkan ukuran untuk mengurangi
defect yang merugikan pelanggan.
Dari data Tabel 4.1 mengenai kepuasan pelanggan tahun 2007, dapat dilihat
bahwa kualitas produk jadi yang diterima pelanggan memiliki kontribusi terbesar
yang mempengaruhi kepuasan pelanggan. Untuk proyek ini kami akan menggunakan
data produksi untuk produk dengan material besi dan berat di bawah 100 kg pada
tahun 2006 – 2007 dari PT. Jaticy Jayasuba. Dari data barang produksi tersebut, dapat
dilihat jenis-jenis defective products yang terjadi pada produk PT. Jaticy jayasuba,
antara lain yaitu:
46
Profil Gear tidak sesuai
Gambar 4.5 Gambar jenis cacat profil gear tidak sesuai
Produk las kurang kuat
Gambar 4.6 Gambar jenis cacat produk las kurang kuat
Diameter As tidak sesuai
47
Gambar 4.7 Gambar jenis cacat diameter as tidak sesuai
Lubang baut-mur tidak pas
Gambar 4.8 Gambar jenis cacat lubang baut-mur tidak pas
48
Produk hardened mudah retak / pecah
Gambar 4.9 Gambar jenis cacat produk hardened mudah
retak/pecah
Setelah diketahui jenis-jenis defective products yang terdapat pada produk
yang diproduksi oleh PT. Jaticy Jayasuba dan juga apa yang menjadi keinginan utama
pelanggan dari produk PT. Jaticy Jayasuba, dari data Voice of Customer yang
didapatkan bahwa keinginan pelanggan adalah kualitas produk yang baik, maka PT.
Jaticy Jayasuba harus dapat meminimalisasikan defective products / produk cacat
dalam setiap produksi karena dengan berkurangnya produk cacat dalam setiap
produk, kualitas produk PT. Jaticy Jayasuba di mata pelanggan pun akan meningkat.
Maka dari itu CTQ ( Critical To Quality ) yang mempengaruhi terpenuhinya
kebutuhan pelanggan :
CTQ : • Profil gear sesuai ukurannya • Produk las kuat dan tahan lama • Diameter As sesuai ukuran dan toleransi • Lubang baut-mur masuk pas dan sesuai • Produk hardened kuat dan tahan lama
49
4.1.1.4 Project Charter
Kami menggunakan dokumen Project Charter yang terdapat pada Gambar
4.4 sebagai pedoman dalam mengerjakan proyek ini. Dokumen ini menjelaskan
beberapa elemen seperti masalah yang terjadi pada perusahaan, tujuan dari proyek
ini, ruang lingkup proyek, tanggung jawab setiap anggota tim, apa yang akan
diberikan (deliverables) dan dukungan-dukungan yang dibutuhkan.
PROJECT CHARTER
Judul Proyek
Peningkatan kualitas produk dengan material besi dan berat di bawah 100 kg
Produk/Proses Produk dengan material besi dan berat di bawah
100 kg
Sponsor PT. Jaticy Jayasuba Nomor Telepon 021-5468427 Champion Suryadi Organisasi Divisi Produksi
Tim Proyek Tim GFP UBinus Divisi Produksi
Tanggal Mulai Mei 2008 Target Penyelesaian November 2008
Deskripsi 1. Deskripsi Proyek Berdasarkan pengamatan pada data produksi untuk
produk dengan material besi dan berat di bawah 100 kg tahun 2006 dan 2007, terdapat peningkatan barang cacat produksi pada tahun 2007. Hal ini berarti terjadi penurunan tingkat kualitas produk dengan material besi dan berat di bawah 100 kg ini pada tahun 2007. Proyek ini bertujuan untuk menurunkan jumlah barang
50
cacat produksi sehingga kualitas produk di mata pelanggan pun akan meningkat terutama untuk produk dengan material besi dan berat di bawah 100 kg. Hasil dari penurunan jumlah barang cacat produksi akan berakibat langsung dalam cost reduction.
2. Ruang Lingkup Proyek Proyek ini mencakupi peningkatan kualitas produk dengan material besi dan berat di bawah 100 kg. Tim akan menganalisa penyebab-penyebab dari barang cacat produksi dan memberikan rekomendasi terbaik untuk perusahaan.
3. Tujuan Proyek Pengurangan jumlah barang cacat produksi
Dalam persentase
Asumsi (2008)
Target (2011)
Variance (%)
10.8%
4% 6.8%
4. Hasil Bisnis Accumulated Potential Cost yang dapat dikurangi dari pengurangan jumlah barang cacat produksi pada akhir tahun 2011 sekitar Rp 263,445,721.39
5. Anggota Tim • GFP MM Ubinus • PT. Jaticy Jayasuba : Divisi Operasional
6. Dukungan yang dibutuhkan • Data produksi untuk produk dengan material besi dan berat di bawah 100 kg tahun 2006 dan 2007
• Data barang cacat produksi untuk produk dengan material besi dan berat di bawah 100 kg tahun 2006 dan 2007
7. Manfaat bagi perusahaan • Peningkatan dalam proses produksi • Mengurangi cost pada barang cacat produksi.
8. Jadwal D – Define • Mendefinisikan permasalahan utama dalam
barang cacat produksi. Pilih masalah yang kontribusinya paling besar untuk diselesaikan.
Mulai Status
Mei – Juni 2008 Selesai
M – Measure • Mengukur standar dalam jumlah barang cacat
produksi. Mengukur barang cacat produksi dari jenis-jenis cacat produksi yang ada. Menilai cost yang dihasilkan dari barang cacat produksi tersebut.
Juni - Agustus 2008 Selesai
A – Analyze • Menganalisis permasalahan utama di PT. Jaticy
Jayasuba. Merumuskan solusi dan rekomendasi terbaik untuk perusahaan.
September - Oktober 2008 Selesai
51
I – Improvement • Mengembangkan sebuah model untuk
improvement / perbaikan baik untuk proses maupun untuk produk.
Oktober 2008 - selesai
Dalam proses
C – Control • Mengontrol / mempertahankan posisi di mana
proses produksi sudah berjalan dengan baik.
Januari 2009 - selesai
Dalam proses
Gambar 4.10 Project Charter
4.1.1.5 Menentukan CTP (Critical To Process)
Pada bagian ini akan ditentukan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi
timbulnya / meningkatnya jumlah barang cacat produksi / defective products terutama
untuk produk dengan material besi dan berat di bawah 100 kg sehingga dapat
dilakukan tindakan lebih lanjut untuk faktor-faktor tersebut. Berdasarkan Critical To
Quality (CTQ) yang telah ditentukan sebelumnya. Adapun beberapa faktor yang
mempengaruhi proses minimalisasi defective products, faktor-faktor tersebut dapat
dikatakan sebagai area yang bermasalah atau dikatakan sebagai Critical To Process
(CTP) yaitu tempat di mana adanya Critical To Quality (CTQ) di sana sehingga perlu
dilakukan perbaikan pada bagian kerja tersebut. Dengan demikian kita dapat lebih
fokus lagi dalam melakukan perbaikan yang ada dalam proses produksi.
52
Faktor-faktor yang memungkinan mempengaruhi timbulnya defective
products antara lain:
1. Kemampuan dari tenaga kerja
Kemampuan dari tenaga kerja dalam proses produksi PT. Jaticy Jayasuba
merupakan salah satu factor penting yang mempengaruhi kualitas produk
yang diproduksi oleh perusahaan. Karena masih secara garis besar banyak
proses produksi dilakukan menggunakan tenaga kerja manual. Jadi
dibutuhkan ketekunan dan ketelitian yang lebih dalam proses pembuatan
suatu produk.
2. Mesin-mesin produksi
Mesin-mesin untuk produksi juga merupakan salah satu factor penting
dalam proses produksi PT. Jaticy Jayasuba. Mesin-mesin yang terlibat
dalam proses produksi ini harus selalu berada dalam kondisi prima agar
proses produksi harian dapat berjalan dengan baik. Pengetahuan tentang
mesin dari masing-masing tenaga kerja pun juga sama pentingnya.
3. Supplier bahan baku
Supplier bahan baku juga memegang peranan yang penting dalam proses
produksi PT. Jaticy Jayasuba. Apabila bahan baku yang diterima
mengalami keterlambatan, bahan baku tidak dalam kondisi yang baik juga
mempengaruhi hasil produksi.
4. Peralatan
53
Peralatan yang berkualitas diperlukan untuk memproduksi barang dengan
hasil yang baik, oleh karena itu peralatan yang ada harus dirawat dan
periksa standar kelayakan pakainya.
Maka keempat faktor tersebut dapat dikatakan sebagai Critical To Process (CTP). Di
mana banyak/sedikitnya jumlah barang cacat produksi / defective products yang
dihasilkan dalam setiap kali produksi tergantung dari keempat faktor tersebut yang
pada akhirnya akan mempengaruhi kepuasan dari pelanggan.
4.1.2 Tahap Measure
Measure merupakan fase kedua dari konsep Six Sigma. Dalam tahap ini akan
dilakukan beberapa analisa untuk menentukan bagaimana kondisi proses yang sedang
berjalan sebelum dilakukan perbaikan dengan menggunakan metodologi Six Sigma.
Tahap ini menggunakan acuan Critical To Quality (CTQ) yang telah didefinisikan
pada tahap Define sebelumnya.
Tahap Measure memegang peranan yang sangat penting dalam meningkatkan
kualitas karena dapat mengetahui kinerja perusahaan melalui perhitungan data yang
dijadikan sebagai dasar untuk melakukan analisa dan perbaikan. Dalam DMAIC
terdapat dua konsep pengukuran yaitu konsep pengukuran kinerja produk dan konsep
pengukuran kinerja proses.
Pengukuran kinerja proses dapat dilakukan dengan:
54
1. Membuat peta kendali (Control Chart) pada proses produksi berdasarkan data
produksi untuk produk dengan material besi dan berat di bawah 100 kg periode
Januari 2006 – Desember 2007.
2. Menghitung kapabilitas proses untuk mengetahui apakah proses yang terjadi
mampu (capable). Analisis kapabilitas proses akan memperbandingkan kinerja
suatu proses dengan spesifikasi yang telah ditetapkan.
Pengukuran kinerja produk dapat dilakukan dengan:
1. Menghitung DPMO (Defect per Million Opportunities), yaitu
mengidentifikasikan berapa banyak defect akan muncul jika ada satu juta peluang
dan menghitung nilai Sigma produk pada setiap proses.
2. Menghitung CoPQ (Cost Of Poor Quality), yaitu biaya yang timbul akbat
diproduksinya produk cacat dalam proses.
4.1.2.1 Pengukuran Kinerja Proses
Untuk mengukur kinerja proses dapat dilakukan dengan beberapa perhitungan
yaitu:
1. Menghitung nilai tengah dan batas control pada proses serta penggambaran peta
kontrol dari proses tersebut.
2. Menghitung kapabilitas proses (Process Capability) untuk mengetahui seberapa
baik proses dapat memproduksi produk yang bebas dari cacat.
55
Data barang cacat / defective products ini diperoleh dari laporan bulanan PT. Jaticy
Jayasuba pada periode Januari 2006 – Desember 2007.
4.1.2.1.1 Pembuatan Peta Kendali (Control Chart)
Data-data yang digunakan untuk pembuatan peta kendali ini adalah data-data
jumlah produksi dan jumlah produk cacat yang terjadi selama bulan Januari 2006 –
Desember 2007 untuk produk dengan material besi dan berat di bawah 100 kg.
Tabel 4.2 Data jumlah produksi dan jumlah cacat per bulan (Januari 2006 –
Desember 2007) untuk produk dengan material besi dan berat di bawah 100 kg
Tahun Bulan Jumlah Produksi Jumlah Cacat Produksi
2006 Januari 615 66
2006 Februari 848 43
2006 Maret 1206 94
2006 April 684 57
2006 Mei 2160 120
2006 Juni 1324 80
2006 Juli 1732 115
2006 Agustus 1017 67
2006 September 937 62
2006 Oktober 362 39
2006 November 1982 110
2006 Desember 582 39
2007 Januari 916 112
2007 Februari 725 71
2007 Maret 748 73
2007 April 869 91
56
2007 Mei 1169 115
2007 Juni 965 95
2007 Juli 1011 88
2007 Agustus 832 82
2007 September 1396 121
2007 Oktober 1265 124
2007 November 931 91
2007 Desember 781 76
Berikut di bawah ini adalah perhitungan proporsi cacat dalam tiap produksi per
bulannya:
Tabel 4.3 Perhitungan Proporsi Cacat
Tahun Bulan Ukuran
Inspeksi (n) Total Cacat (np)
Proporsi Cacat (p)
2006 Januari 615 66 0.107
2006 Februari 848 43 0.051
2006 Maret 1206 94 0.078
2006 April 684 57 0.083
2006 Mei 2160 120 0.056
2006 Juni 1324 80 0.060
2006 Juli 1732 115 0.066
2006 Agustus 1017 67 0.066
2006 September 937 62 0.066
2006 Oktober 362 39 0.108
2006 November 1982 110 0.055
2006 Desember 582 39 0.066
2007 Januari 916 112 0.122
2007 Februari 725 71 0.098
2007 Maret 748 73 0.098
2007 April 869 91 0.105
2007 Mei 1169 115 0.098
2007 Juni 965 95 0.098
2007 Juli 1011 88 0.087
2007 Agustus 832 82 0.098
57
2007 September 1396 121 0.087
2007 Oktober 1265 124 0.098
2007 November 931 91 0.098
2007 Desember 781 76 0.097
Jumlah 25057 2030 2.048
Dari data produksi diatas, kita dapat mengetahui nilai dari proporsi cacat terhadap
jumlah produksi yaitu sebesar, = ( ) / k = 2030 / 25057 = 0.0811.
CL = = 0.0811.
= 25057 / 24 = 1044.
Langkah selanjutnya adalah kita menentukan batas atas dan batas bawah dalam
mengontrol proses produksi (UCL dan LCL).
UCL = 0.1116
58
LCL = 0.0505
Di mana:
n : jumlah produksi
: proporsi cacat
LCL : batas kontrol bawah
UCL : batas kontrol atas
59
Gambar 4.11 Peta Kendali (Control Chart) dengan Microsoft Excel
2007
Dari peta kendali p yang dibuat diatas dapat dilihat bahwa terdapat 4 titik
yang berada di luar batas kendali statistik (out of control). Data yang di luar kendali
tersebut terdapat pada bulan ke-2 dan bulan ke-13. Dengan data peta kendali diatas
maka perhitungan dapat dilanjutkan yaitu perhitungan kapabilitas proses.
4.1.2.1.2 Perhitungan Kapabilitas Proses (Cp)
Indeks Kapabilitas proses berguna untuk menentukan tingkat kemampuan
suatu proses yang sedang berlangsung, apakah proses beroperasi sesuai dengan target
yang telah ditetapkan sebelumnya. Perhitungannya adalah sebagai berikut:
Cp = 1 -
60
= 1 – 0,0811
= 0.9189
Apabila nilai tersebut dikalikan dengan 100% maka akan menghasilkan
91.89%. Nilai 91.89% ini menunjukkan bahwa kapabilitas atau kemampuan proses
dalam menghasilkan produk yang bebas dari cacat adalah 91.89% di mana pada
perhitungan sebelumnya telah diketahui bahwa proporsi cacat produk adalah sebesar
0.0811. Jika nilai tersebut dikalikan dengan 100% akan menghasilkan 8.11% di
mana nilai ini menunjukkan 8.11% dari produk yang dihasilkan dalam proses
merupakan produk cacat. Nilai presentase 91.89% ini menunjukkan kapabilitas atau
kemampuan proses dikatakan “cukup baik” walaupun perusahaan masih belum
menghasilkan zero defect karena masih terdapatnya produk yang cacat sebesar
8.11%.
4.1.2.2 Pengukuran Kinerja Produk
Pengukuran kinerja produk dapat dilakukan dengan beberapa perhitungan sebagai
berikut:
1. Menghitung DPMO (Defect per Million Opportunities), yaitu
mengidentifikasikan berapa banyak defect akan muncul jika ada satu juta peluang
dan menghitung nilai Sigma produk pada setiap proses.
61
2. Menghitung CoPQ (Cost Of Poor Quality), yaitu biaya yang timbul akbat
diproduksinya produk cacat dalam proses.
4.1.2.2.1 Perhitungan Defect Per Million Opportunities (DPMO)
Perhitungan DPMO ini akan menunjukkan level sigma suatu perusahaan.
Tahap-tahap perhitungannya adalah sebagai berikut:
Unit (U)
Jumlah barang yang diproduksi selama periode Januari 2006 – Desember
2007 adalah sebanyak 25057.
Opportunities (OP)
Merupakan karakteristik kualitas yang berpotensi untuk menurunkan kualitas
pada produk dan disebut sebagai CTQ (Critical To Quality). Terdapat 5
opportunities pada proses produksi.
Defect (D)
Merupakan jumlah cacat yang terjadi pada produk berdasarkan opportunity.
Defect yang terjadi adalah sebanyak 2030 produk selama periode Januari 2006
– Desember 2007.
Defect Per Unit (DPU)
62
Merupakan jumlah rata-rata dari defect terhadap jumlah total unit dari unit
yang dijadikan sampel.
DPU = 0.0811.
Total Opportunities (TOP)
Merupakan total produk dari seluruh opportunity
TOP = U * OP = 25057 * 5 = 125285
Defect Per Opportunities (DPO)
Merupakan proporsi defect atas jumlah total peluang dalam sebuah kelompok.
DPO = 0.0162031
Defect Per Million Opportunities (DPMO)
Merupakan jumlah defect yang muncul jika ada satu juta peluang.
63
DPMO = DPO * 1000000
= 0.0162031 * 1000000
= 16203
Perhitungan level sigma dapat dilakukan dengan menggunakan kalkulator Six
Sigma. Salah satunya terdapat pada website
http://www.isixsigma.com/sixsigma/six_sigma_calculator.asp?m=advanced.
Perhitungan Six Sigma tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.12 di bawah ini.
64
Gambar 4.12 Perhitungan Level Six Sigma
Perhitungan menunjukkan bahwa level sigma berada pada tingkat 3.6 sigma
dengan DPMO sebesar 16203. Pencapaian nilai sigma ini dapat dikatakan “cukup
baik”. Untuk perusahaan yang berkompetitif dalam rangka mencapai tingkat kualitas
yang lebih baik, maka nilai sigma diatas masih harus ditingkatkan sampai mencapai
batas kesempurnaan yaitu 6 sigma.
65
4.1.2.2.2 Perhitungan Cost of Poor Quality (CoPQ)
Perhitungan CoPQ akan dilakukan kepada setiap defect yang terjadi dengan
asumsi biaya per produk dan kategori produk terbuat dari besi dengan berat di bawah
100 kg. Perhitungan di bawah ini hanya menggunakan contoh dari salah satu produk
yang dihasilkan oleh PT. Jaticy Jayasuba karena terlalu banyaknya jenis produk yang
dihasilkan maka kami memfokuskan perhitungan CoPQ pada produk-produk tertentu
saja.
• Profil gear tidak sesuai
Contoh produk : Gear Crown Wheel Ø76 x 20mm, M=2, Z=36
Tabel 4.4 Perhitungan COPQ untuk jenis cacat profil gear tidak sesuai
Keterangan Berat Bahan(kg)
Harga Unit (/kg) Harga Total Unit
Material 0.986 Rp 70,000.00 Rp 69,017.20 Lathing - - Rp 85,000.00 Hobbing - - Rp 225,000.00 Shaping - - Rp 20,000.00
Hardened 0.986 Rp 20,000.00 Rp 19,719.20 Grinding - - Rp 50,000.00
TOTAL Rp 468,736.40
• Produk welding (las) kurang kuat
Contoh produk : As pipa crusher Ø150 x Ø140 x 600mm
Tabel 4.5 Perhitungan COPQ untuk jenis cacat produk las kurang kuat
66
Keterangan Berat Bahan (kg)
Harga Unit (/kg) Harga Total Unit
Material 11.018 Rp 30,000.00 Rp 330,543.09 Lathing - - Rp 215,000.00 Welding - - Rp 200,000.00
TOTAL Rp 745,543.09
• Diameter As tidak sesuai
Contoh produk : As gear pump Ø103.5 x 524mm
Tabel 4.6 Perhitungan COPQ untuk jenis cacat diameter as tidak sesuai
Keterangan Berat Bahan (kg)
Harga Unit (/kg) Harga Total Unit
Material 37.743 Rp 70,000.00 Rp 2,641,983.81 Lathing - - Rp 750,000.00 Milling - - Rp 100,000.00 Hobbing - - Rp 250,000.00 Hardened 37.743 Rp 20,000.00 Rp 754,852.52 Grinding - - Rp 150,000.00
TOTAL Rp 4,496,836.32
• Lubang baut-mur tidak sesuai
Contoh produk : Stud bolt Ø25 x 100mm
Tabel 4.7 Perhitungan COPQ untuk jenis cacat lubang baut-mur tidak
sesuai
Keterangan Berat Bahan (kg)
Harga Unit (/kg) Harga Total Unit
Material 0.518 Rp 30,000.00 Rp 15,547.36 Lathing - - Rp 60,000.00 Tapping - - Rp 55,000.00
Hardened 0.518 Rp 20,000.00 Rp 10,364.90 TOTAL Rp 140,912.26
67
• Produk hardened mudah retak / pecah
Contoh produk : As gear Ø65 x 170mm
Tabel 4.8 Perhitungan COPQ untuk jenis cacat produk hardened mudah
retak/pecah
Keterangan Berat Bahan (kg)
Harga Unit (/kg) Harga Total Unit
Material 5.133 Rp20,000.00 Rp 102,663.09 Lathing - - Rp 75,000.00 Drilling - - Rp 55,000.00 Hobbing - - Rp 85,000.00 Hardened 5.133 Rp15,000.00 Rp 76,997.31
TOTAL Rp394,660.40
4.1.3 Tahap Analyze
Tahap Analyze merupakan tahap berikutnya setelah tahap mengukur
(Measure). Pada tahap ini dilakukan analisa dan identifikasi mengenai sebab
timbulnya masalah sehingga dapat melakukan tindakan penanggulangan terhadap
sebab-sebab yang ada. Tools Six Sigma yang digunakan pada fase ini adalah diagram
pareto dan diagram fishbone. Hasil akhir yang ingin diperoleh dari tahap ini adalah
berupa informasi atau pernyataan mengenai sebab akibat terjadinya cacat yang harus
diperbaiki.
68
4.1.3.1 Pembuatan Diagram Pareto
Untuk menentukan jenis cacat yang paling banyak terjadi pada proses
produksi terutama untuk produk dengan material besi dan berat di bawah 100 kg
maka digunakan diagram pareto. Data yang digunakan dalam pembuatan diagram
pareto adalah data jumlah cacat yang diperoleh dari proses produksi untuk produk
dengan material besi dan berat di bawah 100 kg pada periode Januari 2006 –
Desember 2007. Berikut ini adalah hasil rangkuman dari data tersebut.
Tabel 4.9 Data jumlah cacat produk dengan material besi dan berat di bawah
100 kg periode Januari 2006 – Desember 2007
No. Jenis cacat Jumlah cacat
Persentase (%)
Persentase Kumulatif (%)
1. Diameter As tidak sesuai 824 40.58% 40.58% 2. Produk las kurang kuat 471 23.19% 63.77%
3. Lubang baut-mur tidak sesuai 324 15.94% 79.71%
4. Profil gear tidak sesuai 235 11.59% 91.30%
5. Produk hardened mudah retak / pecah 177 8.70% 100.00%
Total 2030 100.00%
Dari tabel diatas dapat diketahui jumlah cacat dan jenis cacat yang terjadi
pada produk dengan material besi dan berat di bawah 100 kg pada periode Januari
2006 – Desember 2007. Data tersebut kemudian digambarkan ke dalam diagram
pareto untuk mengetahui jenis cacat mana yang paling sering terjadi sehingga dapat
mengetahui prioritas penanganan dan membuat penyelesaian permasalahan yang
69
terjadi. Berikut ini adalah diagram pareto untuk jumlah cacat produk dengan material
besi dan berat di bawah 100 kg:
Gambar 4.13 Diagram Pareto untuk jenis cacat produk dengan material besi
dan berat di bawah 100 kg periode Januari 2006 – Desember 2007
Dari diagram pareto terlihat bahwa jenis cacat yang tertinggi kontribusinya
dari total cacat produksi periode Januari 2006 – Desember 2007 adalah jenis cacat
Diameter As tidak sesuai dengan persentase cacat sebesar 40.58% dari keseluruhan
cacat produksi untuk produk dengan material besi dan berat di bawah 100 kg. Dari
diagram pareto tersebut kita dapat memprioritaskan urutan penyelesaian masalah
yang dimulai dari jenis cacat yang sering terjadi dalam proses produksi PT. Jaticy
70
Jayasuba, urutannya yaitu (1) Diameter As tidak sesuai, (2) Produk las kurang kuat,
(3) Lubang baut-mur tidak sesuai, (4) Profil gear tidak sesuai, (5) Produk hardened
mudah retak / pecah.
4.1.3.2 Pembuatan Diagram Fishbone
Diagram Fishbone merupakan suatu pendekatan terstruktur yang dapat
menunjukkan hubungan antara suatu efek dan kemungkinan sumber-sumber variasi
yang menyebabkan terjadinya efek tersebut ( dalam proyek ini yang menyebabkan
terjadinya defective products ). Diagram Fishbone digunakan untuk mengorganisasi
informasi hasil brainstorming sebab-sebab terjadinya suatu permasalahan. Dalam
penelitian ini digunakan diagram Fishbone untuk menelusuri kemungkinan penyebab
timbulnya cacat pada produk dengan material besi dan berat di bawah 100 kg.
4.1.3.2.1 Diagram Fishbone Diameter As tidak sesuai
71
Diameter As tidak sesuai
Karyawan
PelatihanMaintenance
Keletihan
Kurang PengalamanMateri Latihan
Metode Latihan
Mesin
Inspeksi
Pengukuran
Metode Pengukuran
Inspektor
Kurang Pengalaman
PeralatanLatihan
Perbaikan Mesin
Gambar 4.14 Diagram Fishbone untuk jenis cacat Diameter As tidak sesuai
Diameter shaft yang kurang sesuai dengan permintaan adalah kesalahan yang
terjadi pada proses lathing dan grinding. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor,
yaitu:
1. Karyawan
Kesalahan yang paling sering terjadi adalah kelalaian operator dalam
pengerjaan barang. Hal ini mayoritas disebabkan oleh keletihan, kurangnya
pengalaman, dan kurangnya pelatihan teknik yang diberikan kepada operator.
Pada saat peningkatan job order, operator mesin mengalami keletihan yang
lebih dari biasanya karena deadline produk yang harus diselesaikan sehingga
terkadang terjadi kekeliruan dalam pembubutan diameter As. Selain itu,
pengalaman juga sangat penting dimana akan membiasakan operator untuk
72
pengoperasian mesin bubut. Terakhir, pelatihan secara formal untuk metode
dan materi belum pernah dilakukan sehingga mempengaruhi kinerja operator
mesin. Selama ini yang dilakukan hanya pelatihan secara informal oleh
operator yang lebih senior atau kepala bagian bubut.
2. Inspeksi
Faktor kedua adalah masalah inspeksi atau quality control. Inspeksi ini
dipengaruhi oleh faktor pengukurannya sendiri dan operator yang melakukan
pengukuran. Secara struktural perusahaan, bagian inspeksi belum memiliki
orang yang khusus melakukan quality control. Karena itu, operator yang
melakukan pengecekan kualitas pun hanya melakukan cek fisik secara sekilas
saja. Operator tidak dibekali secara khusus untuk melakukan pengecekan
kualitas barang dan ada beberapa dari operator belum terlalu berpengalaman
untuk pengecekan kualitas. Sedangkan, pengukuran dipengaruhi oleh
kombinasi metode / cara pengukuran dengan alat ukur yang digunakan.
3. Mesin
Faktor ketiga adalah kualitas mesin yang dilihat dari merk dan
maintenance yang dilakukan secara berkala. Jika maintenance mesin kurang
diperhatikan, maka akan mengurangi kepresisian mesin. Perbaikan mesin
secara teliti juga sangat berpengaruh untuk mencari sumber masalah yang
terjadi pada mesin.
73
4.1.3.2.2 Diagram Fishbone Produk las kurang kuat
Gambar 4.15 Diagram Fishbone untuk jenis cacat Produk las kurang kuat
Pengelasan dilakukan untuk menyambung, menambah, menambal pada
permukaan besi, kuningan, aluminum, dan sebagainya. PT. Jaticy Jayasuba dapat
melakukan beberapa jenis las, yaitu las listrik dan argon ke berbagai bidang tersebut.
Kesalahan dari proses las ini dapat diperbaiki dengan mudah jika diketahui pada saat
proses pengelasan itu dilakukan. Pada umumnya kesalahan ini terjadi karena dua
faktor, yaitu peralatan yang dipakai dan operator yang mengerjakan.
1. Peralatan
Peralatan yang digunakan adalah mesin las, selang, dan setang las.
Masing-masing alat yang digunakan harus diperhatikan kualitasnya, baik dari
perawatan yang dilakukan maupun dari merek peralatan yang digunakan.
74
Selain itu, cara penggunaan alat tersebut harus tepat dengan metode standar
yang sudah ada. Penggunaan alat yang tepat untuk bahan besi yang spesifik
juga perlu diperhatikan, seperti kekuatan ampere dari setang las yang
digunakan dan ketebalan kawat las yang digunakan.
2. Karyawan
Sedangkan faktor operator biasanya terjadi karena kurangnya
pengetahuan sehingga proses pengelasan menjadi kurang sempurna. Yang
terpenting adalah kesesuaian kawat las yang digunakan untuk bahan dengan
fungsi dari produk jadi nantinya. Jika tidak sesuai maka kekuatan dari hasil
las akan berkurang. Cara pengelasan juga perlu diperhatikan baik dari teknik
las maupun posisinya karena hal tersebut akan berpengaruh terhadap bentuk
las dan kekuatan lekat las.
4.1.3.2.3 Diagram Fishbone Lubang Baut-mur tidak pas
75
Keletihan
Lubang baut-murtidak pas
Karyawan
Kurang Pengalaman
Peralatan
Kualitas
Kalibrasi
Pelatihan
Materi Latihan
Metode Latihan
Maintenance
Gambar 4.16 Diagram Fishbone untuk jenis cacat Lubang baut-mur tidak
sesuai
Lubang baut yang kurang sesuai dengan bautnya merupakan cacat produk
yang disebabkan oleh proses tapping. Karena proses ini tidak terlalu rumit, maka
faktor yang mempengaruhinya hanya kelalaian karyawan dan peralatan yang
digunakan.
1. Karyawan
Karyawan yang dibutuhkan untuk proses tapping tidak harus
karyawan yang memiliki suatu keahlian tertentu. Oleh karena itu, kurangnya
pengalaman, keletihan, dan pelatihan merupakan sebab utama yang membuat
karyawan melakukan kesalahan. Kesalahan yang terjadi pada umumnya
76
adalah ulir lubang kurang pas atau tidak masuk dengan ulir pada baut karena
proses tapping kurang sempurna.
2. Peralatan
Faktor lainnya dipengaruhi oleh peralatan yang digunakan, yaitu
kualitas alat yang digunakan, maintenance peralatan dan kalibrasi yang harus
dilakukan secara berkala. Pisau tap yang tumpul dapat membuat ulir tidak
sesuai dengan yang diinginkan.
4.1.3.2.4 Diagram Fishbone Profil Gear tidak sesuai
Gambar 4.17 Diagram Fishbone untuk jenis cacat Profil gear tidak sesuai
Kualitas Mesin
Maintenance
Keletihan
Profil Geartidak sesuai
Karyawan
Kurang Pengalaman
Kalibrasi
Pelatihan
Materi Latihan
Metode Latihan
Mesin
Kualitas Pisau Hobbing
Ketajaman Pisau
Perawatan Pisau
77
Profil gear yang tidak sesuai merupakan cacat produk dari proses hobbing.
Ada dua faktor utama yang menyebabkan hal ini bisa terjadi, yaitu operator dan
mesin yang digunakan.
1. Karyawan
Untuk proses hobbing ini dibutuhkan operator yang memiliki keahlian
lebih di bidang teknik karena harus melakukan proses perhitungan yang rumit
untuk setiap jenis gear dan setting mesin sebelum dijalankan. Proses setting
mesin harus tepat karena akan mempengaruhi gear yang akan dibuat. Selain
itu, pemilihan pisau hobbing juga harus disesuaikan dengan profil gear yang
akan dibuat. Oleh karena itu, pelatihan dan pengalaman merupakan peranan
yang penting dalam mengurangi cacat produk ini.
2. Mesin
Dari sisi mesin, selain maintenance dan kalibrasi mesin itu sendiri,
pisau hobbing adalah faktor penting yang harus diperhatikan karena pisau ini
yang membentuk profil gear. Jadi, perawatan berkala dan ketajaman pisau
harus dijaga untuk menjaga kualitasnya.
4.1.3.2.5 Diagram Fishbone Produk hardened mudah retak /
pecah
78
Keletihan
Produk hardenedmudah retak / pecah
Karyawan
Kurang Pengalaman
Proses Hardened
Kesalahan Metode
Temperatur
Pelatihan
Materi Latihan
Metode Latihan
Kualitas Alat
Gambar 4.18 Diagram Fishbone untuk jenis cacat Produk hardened mudah
retak / pecah
Proses keretakan ini disebabkan oleh proses hardened (nitriding, carburizing,
flame, cryogenic, dan high frequency) yang kurang tepat. Kesalahan yang terjadi bisa
disebabkan oleh dua faktor, yaitu karyawan dan proses itu sendiri. PT. Jaticy
Jayasuba hanya bisa melakukan flame hardened saja, sedangkan untuk proses
hardened lainnya dilakukan oleh supplier bahan baku besi.
1. Karyawan
Tidak terlalu berbeda dengan cacat produk yang lainnya, karyawan
yang kurang pengalaman dan pelatihan akan lebih besar kemungkinannya
untuk menghasilkan produk yang cacat. Namun, proses hardened ini bisa
79
berakibat sangat fatal jika terjadi kesalahan operator dalam metode
penggunaan alat karena proses ini berhubungan dengan api dan gas kimia.
2. Proses Hardened
Dari proses itu sendiri, cacat produk dapat disebabkan oleh kesalahan
metode hardened untuk material tertentu dan fungsi produk tertentu. Selain
itu, temperatur yang kurang sesuai bisa menyebabkan cacat produk pada
proses hardened yang menggunakan api. Proses hardened dengan waktu yang
lama dan temperatur yang terlalu tinggi akan meningkatkan kekerasan besi
menjadi terlalu tinggi. Produk besi dengan kekerasan berlebih akan menjadi
mudah retak / pecah jika digunakan secara terus menerus dalam kondisi
panas. Terakhir adalah kualitas alat yang digunakan harus selalu dipantau
secara berkala sehingga stabilitas proses hardened dapat dipertahankan.
4.1.3.3 Fokus Permasalahan
Fokus permasalahan yang dilakukan pada proyek ini dilakukan hanya pada
jenis cacat yang memiliki kontribusi terbesar diantara seluruh cacat produksi yang
ada pada PT. Jaticy Jayasuba. Maka dari itu fokus permasalahan hanya dibatasi pada
jenis cacat produksi diameter As/ Shaft tidak sesuai di mana memiliki kontribusi
40.58% dan jenis cacat produk las kurang kuat yang memiliki kontribusi sebesar
23.19%. Dari tiap fokus permasalahan tersebut, akan ditelusuri lagi lebih dalam untuk
80
menemukan akar permasalahan dari cacat produksi diameter as/shaft kurang sesuai
dan produk las kurang kuat. Data dalam fokus permasalahan ini adalah subjektif dari
hasil pengamatan dan penelitian.
Tabel 4.10 Tabel Fokus Permasalahan pada PT. Jaticy Jayasuba
Jenis Cacat Penyebab Persentase Keterangan Diameter as/shaft kurang sesuai
Karyawan 60% Dikarenakan proses produksi pada PT. Jaticy Jayasuba mayoritas masih manual, maka kesalahan / cacat produksi yang disebabkan oleh kelalaian manusia sering terjadi.
Inspeksi 25% Karena metode kerja yang kurang tepat dan terpantau sewaktu proses produksi, maka cacat produksi dapat terjadi. Hal ini merupakan derivative dari kesalahan karyawan.
Mesin 15% Kurangnya perawatan dan pemeriksaan mesin, dapat menyebabkan cacat produksi terjadi.
Produk las kurang kuat
Karyawan 65% Kurangnya kemampuan teknis secara teori menyebabkan kualitas produk yang dihasilkan kurang maksimal.
Peralatan 35% Kurangnya perawatan dan pemeriksaan peralatan, dapat menyebabkan cacat produksi terjadi.
Dengan adanya data fokus permasalahan diatas, maka program perbaikan
untuk PT. Jaticy Jayasuba dapat lebih terarah.
81
4.2 Penyempurnaan Proses
4.2.1 Tahap Improve
Setelah melewati tahap analisis maka dilanjutkan dengan tahap perbaikan
(Improve). Inti dari tahap ini adalah untuk melakukan perbaikan atau tindakan
terhadap sebab-sebab permasalahan yang ada dengan tujuan agar penyebab dari
permasalahan tersebut dapat diatasi ataupun bahkan dapat dihilangkan.
Tools yang digunakan dalam tahap ini adalah FMEA sebagai langkah untuk
mengidentifikasi penyebab-penyebab kesalahan dalam proses produksi, mencegah
terjadinya masalah atau kegagalan yang dapat menimbulkan cacat produk yang
dihasilkan dan juga rekomendasi yang diusulkan untuk perbaikan. Setelah merancang
tabel FMEA dan diketahui modus-modus kegagalan yang sering terjadi, akan dibuat
juga implementation schedule untuk usulan-usulan perbaikan dari tiap aktivitas.
4.2.1.1 Pembuatan FMEA (Failure Modes and Effects
Analysis)
FMEA digunakan untuk mengidentifikasikan sebab-sebab terjadinya masalah
secara lebih spesifik, menyeluruh dan disertai dengan pembobotan angka resiko yang
ditimbulkan. FMEA merupakan suatu prosedur yang mampu melihat peluang-
82
peluang kegagalan (failure) dari suatu produk atau proses dan disertai dengan
pemberian bobot resiko relative untuk tiap-tiap kegagalan berdasarkan kemungkinan
dan dampak dari kegagalan tersebut.
Di dalam FMEA sudah terhitung besarnya nilai resiko dari setiap kegagalan
dan harus segera melakukan tindakan perbaikannya. Perhitungan Risk Priority
Number (RPN) merupakan perkalian dari nilai Occurrence (O), Serverity (S) dan
Detectability (D). Nilai pada O, S dan D adalah skala nilai dari 1 – 10 di mana
masing-masing nilai tersebut mengandung arti dan ditentukan secara subjektif. Setiap
jenis kegagalan memiliki 1 (satu) nilai RPN (Risk Priority Number). Angka RPN ini
menunjukkan bahwa jenis kegagalan mana yang paling kritis untuk segera dilakukan
tindakan korektif. Jadi nilai RPN ini merupakan prioritas dari perbaikan-perbaikan
yang harus dilakukan terlebih dahulu. Nilai RPN yang paling besar merupakan
prioritas yang paling utama untuk diselesaikan terlebih dahulu.
Pelaksanaan / implementasi untuk semua usulan perbaikan dari tabel FMEA
baru dapat dilaksanakan di awal Januari tahun 2009. Hal ini dilakukan berdasarkan
permintaan dari pihak PT. Jaticy Jayasuba untuk merealisasikan usulan-usulan
perbaikan tersebut di awal tahun 2009.
Data yang dibutuhkan untuk membuat FMEA berasal dari data diagram
fishbone dan sebagian lagi merupakan hasil observasi secara langsung ke tempat
produksi. Untuk dapat melihat solusi-solusi apa yang akan diterapkan sebagai
prioritas utama terhadap resiko dari masing-masing modus kegagalan potensial yang
mengakibatkan timbulnya ke empat jenis cacat yang terjadi pada produk dengan
material besi dan berat di bawah 100 kg, maka harus dibuat tabel FMEA dari masing-
83
masing tipe cacat tersebut. Hasil pembuatan FMEA untuk masing-masing jenis cacat
dapat dilihat pada tabel berikut ini:
4.2.1.1.1 FMEA untuk Diameter As Tidak Sesuai
84
Tabel 4.11 FMEA untuk jenis cacat Diameter As Tidak Sesuai
Process Step / Input
Potential Failure Model
Potential Failure Effects
Severity
Potential Causes
Occurrence
Current Control
Detection
RPN
Action Recommended
Responsible Person
Actions Taken
What is the process step
and input under
investigation?
In what ways does the Key
input go wrong?
What is the impact on the Key Output
Variables?
What Causes The Key Input to go
wrong?
What are the existing controls and procedures (inspection and
test) that prevent either the cause of the failure mode?
What are the action for
reducing the occurrence of the cause or
improving that action?
What are the completed
actions taken with the
recalculated RPN?
Membubut As
Mesin kurang akurat dan presisi
Diameter As tidak pas dengan lawanan 6
Usia mesin sudah tua 4
Perbaikan mesin total jika ada masalah 4 96
Perawatan mesin secara berkala Indra Dalam proses
Diameter As tidak pas dengan lawanan 7
Perawatan mesin kurang mendetail 6
Cek fisik mesin secara global 6 252
Perawatan mesin mendetail secara berkala Indra Dalam proses
Kesalahan operator
Diameter As terlalu kecil 9
Operator kurang ahli dan berpengalaman 7
Pelatihan otodidak oleh kepala bagian bubut 4 252
Pelatihan dengan materi khusus Mardius Dalam proses
Quality control belum efektif
Diameter As terlalu kecil 9
Staff QC kurang berpengalaman dalam metode pengecekan 3
Pengecekan fisik oleh operator namun belum mendetail 8 216
Pelatihan dan pembentukan tim khusus QC Solaiman Dalam proses
Grinding As Mesin kurang akurat dan presisi
Toleransi diameter As tidak sesuai 7
Usia mesin sudah tua 4
Perbaikan mesin total jika ada trouble 4 112
Perawatan mesin secara berkala Indra Dalam proses
Toleransi diameter As tidak sesuai 7
Perawatan mesin kurang mendetail 4
Cek fisik mesin yang terlihat 7 196
Perawatan mesin total secara berkala Indra Dalam proses
Kesalahan operator
Toleransi diameter As tidak sesuai 7
Operator kurang ahli dan berpengalaman 7
Training otodidak oleh kepala bagian grinding 5 245
Pelatihan dengan materi khusus Armin Dalam proses
Quality control belum efektif
Toleransi diameter As tidak sesuai 7
Staff QC kurang berpengalaman dalam metode pengecekan 3
Pengecekan fisik oleh operator namun belum mendetail 8 168
Pelatihan dan pembentukan tim khusus QC Solaiman Dalam proses
85
Dari tabel FMEA untuk jenis cacat diameter as tidak sesuai, dapat kita ambil kesimpulan bahwa tindakan perbaikan yang harus
dilakukan tim Six Sigma untuk mereduksi cacat diameter as tidak sesuai pada proses membubut as diperlukan tindakan perawatan mesin
mendetail secara berkala atau pelatihan dengan materi khusus. Dua tindakan perbaikan ini dipilih berdasarkan nilai RPN dari dua
tindakan perbaikan tersebut yang memiliki nilai terbesar dari nilai RPN yang lain yaitu sebesar 252. Dan untuk proses grinding as, tindakan
perbaikan yang diperlukan yaitu pelatihan dengan materi khusus untuk operator dengan nilai RPN sebesar 245.
86
4.2.1.1.2 FMEA untuk Produk las kurang kuat
Tabel 4.12 FMEA untuk jenis cacat Produk las kurang kuat
Process Step / Input
Potential Failure Model
Potential Failure Effects
Severity
Potential Causes
Occurrence
Current Control
Detection
RPN
Action Recommended
Responsible Person
Actions Taken
What is the process step
and input under
investigation?
In what ways does the Key
input go wrong?
What is the impact on the Key Output
Variables?
What Causes The Key Input to go
wrong?
What are the existing controls and procedures (inspection and
test) that prevent either the cause of the failure mode?
What are the action for
reducing the occurrence of the cause or
improving that action?
What are the completed
actions taken with the
recalculated RPN?
Hasil produk las kurang sesuai
Kesalahan operator Hasil las kurang kuat 8
Operator kurang pengetahuan fungsi produk jadi 4
Training otodidak oleh operator berpengalaman 7 224
Training dan pengecekan ulang produk jadi Ratno Dalam proses
Bentuk las kurang rapi 3
Operator kurang berpengalaman 7
Pengawasan oleh operator berpengalaman 3 63
Training dengan metode khusus H.Marsudi Dalam proses
Kualitas peralatan yang digunakan Hasil las kurang kuat 8
Perawatan peralatan kurang diperhatikan 3
Penyimpanan barang di gudang 4 96
Pengecekan barang secara berkala Gani Dalam proses
Dari tabel FMEA untuk jenis cacat produk las kurang kuat, dapat kita ambil kesimpulan bahwa tindakan perbaikan yang harus
dilakukan tim Six Sigma untuk mereduksi jenis cacat produk las kurang kuat diperlukan tindakan perbaikan training dan pengecekan ulang
produk jadi. Tindakan perbaikan ini dipilih berdasarkan nilai RPN dari tindakan perbaikan ini yang memiliki nilai RPN yang paling besar di
antara tindakan perbaikan yang lain, yaitu sebesar 224.
87
4.2.1.1.3 FMEA untuk Lubang Baut-Mur tidak pas
Tabel 4.13 FMEA untuk jenis cacat Lubang baut-mur tidak sesuai
Process Step / Input
Potential Failure Model
Potential Failure Effects
Severity
Potential Causes
Occurrence
Current Control
Detection
RPN
Action Recommended
Responsible Person
Actions Taken
What is the process step
and input under
investigation?
In what ways does the Key
input go wrong?
What is the impact on the Key Output
Variables?
What Causes The Key Input to go
wrong?
What are the existing controls and procedures (inspection and
test) that prevent either the cause of the failure mode?
What are the action for
reducing the occurrence of the cause or
improving that action?
What are the completed
actions taken with the
recalculated RPN?
Tapping lubang baut-mur
Kesalahan operator
Ulir baut dengan mur atau lubang baut tidak sesuai 7
Keletihan dan kurang fokus dalam pengerjaan 7
Dibuat grup sehingga bisa bergantian 4 196
Menambah orang untuk cek hasil Ferly Dalam proses
Pisau tap tumpul
Ulir baut dengan mur atau lubang baut tidak sesuai 4
Kelebihan batas pemakaian 3
Persediaan barang tetap dikontrol 7 84
Melakukan pengecekan dan maintenace pisau Gani Dalam proses
Dari tabel FMEA untuk jenis cacat lubang baut-mur tidak pas, dapat kita ambil kesimpulan bahwa tindakan perbaikan yang harus
dilakukan tim Six Sigma untuk mereduksi jenis cacat lubang baut-mur tidak pas diperlukan tindakan perbaikan menambah orang untuk
memeriksa hasil. Tindakan perbaikan ini dipilih berdasarkan nilai RPN dari tindakan perbaikan ini yang memiliki nilai RPN yang paling
besar di antara tindakan perbaikan yang lain, yaitu sebesar 196.
88
4.2.1.1.4 FMEA untuk Profil Gear Tidak Sesuai
Tabel 4.14 FMEA untuk jenis cacat Profil Gear Tidak Sesuai
Process Step / Input
Potential Failure Model
Potential Failure Effects
Severity
Potential Causes
Occurrence
Current Control
Detection
RPN
Action Recommended
Responsible Person
Actions Taken
What is the process step
and input under
investigation?
In what ways does the Key
input go wrong?
What is the impact on the Key Output
Variables?
What Causes The Key Input to go
wrong?
What are the existing controls and procedures (inspection and
test) that prevent either the cause of the failure mode?
What are the action for
reducing the occurrence of the cause or
improving that action?
What are the completed
actions taken with the
recalculated RPN?
Gear hobbing Kesalahan operator
Profil atau modul gear tidak sesuai 7
Operator kurang ahli dan berpengalaman 4
Pengecekan oleh kepala bagian hobbing 4 112
Pemberian training skill teknis Solaiman Dalam proses
Kualitas mesin Profil atau modul gear tidak sesuai 7
Usia mesin sudah tua 2
Pengecekan fisik mesin secara global 7 98
Maintenance secara berkala Jasri Dalam proses
Profil atau modul gear tidak sesuai 7
Pisau hobbing tumpul 4
Pengasahan ulang pisau 6 168
Pengasahan dan persediaan pisau Jasri Dalam proses
Profil atau modul gear tidak sesuai 7
Perawatan mesin kurang diperhatikan 7
Perawatan mesin pada saat terjadi trouble 4 196
Maintenance secara berkala Jasri Dalam proses
Dari tabel FMEA untuk jenis cacat profil gear tidak sesuai, dapat kita ambil kesimpulan bahwa tindakan perbaikan yang harus
dilakukan tim Six Sigma untuk mereduksi jenis cacat profil gear tidak sesuai diperlukan tindakan perbaikan training dan pengecekan ulang
produk jadi. Tindakan perbaikan ini dipilih berdasarkan nilai RPN dari tindakan perbaikan ini yang memiliki nilai RPN yang paling besar di
antara tindakan perbaikan yang lain, yaitu sebesar 224.
89
4.2.1.1.5 FMEA untuk Produk hardened mudah retak / pecah
Tabel 4.15 FMEA untuk jenis cacat Produk hardened mudah retak / pecah
Process Step / Input
Potential Failure Model
Potential Failure Effects
Severity
Potential Causes
Occurrence
Current Control
Detection
RPN
Action Recommended
Responsible Person
Actions Taken
What is the process step
and input under
investigation?
In what ways does the Key
input go wrong?
What is the impact on the Key Output
Variables?
What Causes The Key Input to go
wrong?
What are the existing controls and procedures (inspection and
test) that prevent either the cause of the failure mode?
What are the action for
reducing the occurrence of the cause or
improving that action?
What are the completed
actions taken with the
recalculated RPN?
Produk Hardened mudah retak
Kesalahan operator
Produk hasil mudah retak / pecah 8
Operator kurang ahli dan berpengalaman 3 Training otodidak 6 144
Memberikan pelatihan keahlian Oman Dalam proses
Kesalahan metode
Produk hasil mudah retak / pecah 7
Operator kurang ahli dan berpengalaman 2
Pembimbingan oleh operator senior 4 56
Memberikan pelatihan keahlian Oman Dalam proses
Dari tabel FMEA untuk jenis cacat produk las kurang kuat, dapat kita ambil kesimpulan bahwa tindakan perbaikan yang harus
dilakukan tim Six Sigma untuk mereduksi jenis cacat produk hardened mudah retak diperlukan tindakan perbaikan memberikan pelatihan
keahlian. Tindakan perbaikan ini dipilih berdasarkan nilai RPN dari tindakan perbaikan ini yang memiliki nilai RPN yang paling besar di
antara tindakan perbaikan yang lain, yaitu sebesar 144.
90
4.2.1.2 Implementation Schedule
Jadwal implementasi ini berguna sebagai acuan dalam mengimplementasikan
proyek Six Sigma pada PT. Jaticy Jayasuba. Untuk Tahap Define, Measure dan Analyze
(sampai pada pembuatan tabel FMEA) dilakukan pada tahun 2008. Sedangkan untuk
pelaksanaan usulan-usulan perbaikan berdasarkan tabel FMEA (lanjutan dari tahap
Improve) dan tahap Control akan dilakukan secara paralel pada awal tahun 2009 sampai
selesai (perkiraan sekitar akhir tahun 2011). Di bawah ini adalah jadwal implementasi
yang dibuat dengan menggunakan Microsoft Project 2007.
Tabel 4.16 Jadwal Implementasi Proyek Six Sigma pada PT. Jaticy Jayasuba
91
4.2.1.3 Perhitungan Perkembangan Six Sigma
Six sigma project ini akan diimplementasikan pada periode awal tahun 2009
sampai akhir 2011. Oleh karena itu, perlu dilakukan perkiraan pertumbuhan penjualan,
total produksi dan produk cacat yang dihasilkan selama jangka waktu proyek yaitu dari
tahun 2009 - 2011.
92
Berikut ini adalah asumsi-asumsi beserta penjelasannya yang digunakan untuk
memprediksi perhitungan sampai pada akhir proyek ini, yaitu:
• Pendekatan Statistik untuk melakukan peramalan
Pendekatan Statistik yang digunakan dalam peramalan ini adalah Confidence
Interval for Mean (µ Unknown). Rumus dari pendekatan ini dapat dilihat pada
gambar di bawah ini
Interval yang didapat dari model statistik diatas akan digunakan untuk melakukan
peramalan yang bersifat optimis, normal dan pesimis.
• Asumsi kenaikan penjualan dan total produksi.
Peramalan untuk penjualan dan total produksi akan menggunakan pola
kenaikan penjualan dan produksi dari histori data yang didapat, yaitu data tahun 2006
93
dan 2007. Perhitungan akan dilakukan dengan mencari nilai rata-rata penjualan dan
total produksi tahun 2006 dan 2007, lalu dicari persentase kenaikannya.
Rata-Rata penjualan tahun 2007 = Rp. 172, 197, 766.67
Rata-Rata penjualan tahun 2006 = Rp. 125, 546, 316.67
Kenaikan rata-rata penjualan = Rp. 172, 197, 766.67 – Rp. 125,546,316.67 = Rp.
46,651, 450
Persentase rata-rata kenaikan sales = (46, 651,450 / 125, 546, 316.67 ) * 100 %
= 37.16%
Angka persentase diatas akan digunakan sebagai asumsi peramalan peningkatan
penjualan dan total produksi untuk jangka waktu proyek.
Gambar 4.19 Perkiraan Peningkatan Penjualan PT. Jaticy Jayasuba
untuk periode 2009 – 2011
94
Gambar 4.20 Perkiraan Peningkatan Produksi PT. Jaticy Jayasuba
untuk periode 2009 – 2011
• Asumsi jumlah produk cacat.
Dalam melakukan peramalan untuk jumlah produk cacat selama proyek,
digunakan model statistic Confidence Interval for Mean di mana dari hasil model
statistic ini akan memberikan interval dari jumlah cacat produksi yang mungkin
terjadi.
Perhitungan Defect tahun 2006
96
Perhitungan Defect tahun 2007
Tabel 4.18 Tabel Persentase Cacat Produksi Tahun 2007
Nilai pesimis dari kenaikan defect = 10.62% - 7.74% = 3.45%
Nilai optimis dari kenaikan defect = 8.98% - 5.53% = 2.88%
97
Penentuan target dari proyek dihitung dari nilai diatas. Karena proyek ini
bertujuan untuk mengurangi jumlah defect, maka nilai dari fact finding diatas
digunakan sebagai acuan dalam menentukan target proyek.
Untuk penentuan penurunan jumlah defect sebagai target proyek, digunakan
nilai optimis dari kenaikan defect yaitu penurunan sebesar 2.88% per tahun. Karena
proyek direncanakan sampai tahun 2011, maka target proyek untuk penurunan jumlah
defect adalah sebesar 3 * 2.88% = 8.64%
• Asumsi peningkatan Sigma Level
Asumsi peningkatan Sigma Level untuk tahun 2009 – 2011 ini menggunakan
data perkiraan dari total penjualan, total produksi dan jumlah produk cacat pada
periode 2009 – 2011.
Tabel 4.19 Tabel Peramalan Sigma Level
Peramalan Sigma Level PT. Jaticy Jayasuba sampai tahun 2011 2009 2010 2011 Tahun 2.88% 2.88% 2.88% Penurunan Defect 10.09% 7.21% 4.33% Persentase Defect Tiap Tahun 2203 2160 1779 Jumlah Defect Tiap Tahun 109190 149765 205417 TOP 20180 14420 8660 DPMO 3.55 3.69 3.91 Sigma Level (=NORMSINV(1‐dpmo/1000000)+1.5)
98
Gambar 4.22 Perkiraan Peningkatan Sigma Level PT. Jaticy Jayasuba
periode 2009 - 2011
Tabel 4.20 Tabel Peramalan Penghematan Biaya
Tahun Sales Cost Saving dari penurunan defect
2007 (fact finding) Rp. 2,066,373,200.- -
2008 (forecasting) Rp. 2,006,373,200.- * 1.3716 = Rp. 2,834,237,491.12
-
2009 (forecasting) Rp. 2,834,237,491.12 * 1.3716 = Rp. 3,887,440,129.10
Rp. 3,887,440,129.10 * 2.88% = Rp. 111,958,275.72
2010 (forecasting) Rp. 3,887,440,129.10 * 1.3716 = Rp. 5,332,012,881.08
Rp. 5,332,012,881.08 * 2.88% = Rp. 153,561,970.97
2011 (forecasting) Rp. 5,332,012,881.08 * 1.3716 = Rp. 7,313,388,867.69
Rp. 7,313,388,867.69 * 2.88% = Rp. 210,625,599.39
Total Penghematan Biaya jika target proyek tercapai
Rp. 476,145,846.08
99
Dengan beberapa asumsi yang telah dijelaskan diatas, PT. Jaticy Jayasuba dapat
mengukur kinerja perusahaan dari sisi kualitas produk yang dihasilkan beberapa tahun ke
depan dan memprediksikan penghematan production cost dengan mengimplementasikan
proyek Six Sigma ini. Data diatas dapat dijadikan acuan / milestone dalam implementasi
proyek ini.
4.2.1.4 Peramalan Biaya Program Perbaikan
Tahap implementasi six sigma project ini akan dibahas per tahun beserta dengan
biaya yang dibutuhkan untuk mendukung tercapainya target penghematan yang telah
diperkirakan. Sebagian dari action yang dilakukan merupakan penyempurnaan kegiatan
rutin yang sudah dilakukan setiap bulan dan sebagian lainnya merupakan program baru
yang akan dijadwalkan pada program tahunan perusahaan. Action yang dilakukan ini
dikategorikan menjadi 3 (tiga) bagian utama, yaitu sumber daya manusia, mesin-mesin,
dan peralatan yang digunakan.
Berikut ini adalah improvement cost yang dibutuhkan untuk mengimplementasi
six sigma project pada PT. Jaticy Jayasuba hingga tercapainya target penurunan produk
cacat sebesar 6.8% pada akhir project.
Tabel 4.21 Jadwal Implementasi Proyek Six Sigma pada PT. Jaticy Jayasuba
100
Berdasarkan perkiraan perhitungan six sigma project ini, peramalan total
penghematan biaya sebesar Rp. 476,145,846.08 setelah dikurangi biaya untuk program
perbaikan sebesar Rp. 123,650,000.00 menjadi sebesar Rp 352,495,846.08. Penghematan
sebesar Rp 352,495,846.08 ini merupakan keuntungan dari implementasi six sigma
project pada PT. Jaticy Jayasuba. Selain penghematan secara finansial, perusahaan juga
memperoleh benefit jangka panjang lainnya berupa peningkatan kualitas ilmu dan
pengetahuan sumber daya manusia dari sisi teknikal, durability mesin-mesin produksi,
dan kualitas peralatan yang berpengaruh pada kualitas produk yang dihasilkan.
101
4.2.2 Tahap Control
Tahap ini merupakan tahap yang dilakukan untuk menentukan cara mengurangi
atau cara untuk menjaga variabel-variabel yang ada dalam proses agar tetap konstan atau
terkendali yang mana telah diidentifikasi dari pembuatan diagram pareto, diagram
fishbone dan FMEA, penyebab-penyebab masalah kualitas yang menjadi prioritas dari
proses produksi untuk produk dengan material besi dan berat di bawah 100 kg pada PT.
Jaticy Jayasuba sehingga dibuat usulan-usulan untuk menanganinya, agar target
peningkatan sigma yang diharapkan dapat diwujudkan yang mana pada tahap kontrol ini,
merupakan langkah operasional terakhir dalam program peningkatan kualitas Six Sigma.
Usulan-usulan yang dibuat adalah berdasarkan faktor-faktor penyebab kegagalan
dari diagram fishbone serat usulan-usulan instruksi kerja untuk tahapan proses produksi
untuk produk dengan material besi dan berat di bawah 100 kg.
Dalam tahap Control ini dilakukan evaluasi dari tiap usulan perbaikan yang
dilakukan sesuai dengan tabel FMEA pada tahap Improve. Usulan untuk mengontrol
proses produksi antara lain:
1. Evaluasi jumlah cacat produksi akan dilakukan setiap akhir bulan dari
implementasi untuk melihat apakah terdapat efek positif yang signifikan baik
terhadap proses produksi maupun penurunan tingkat barang cacat produksi. Hal
ini dilakukan dengan mencacat jumlah cacat produksi dan total produksi tiap
bulan.
102
2. Control Chart akan digunakan untuk mengontrol proses produksi PT. Jaticy
Jayasuba tiap tiga bulan untuk mengevaluasi apakah jumlah cacat produksi
berkurang atau tidak.
4.2.2.1 Usulan – usulan perbaikan
Berdasarkan diagram fishbone dan FMEA yang telah dibuat diatas, penyebab
masalah-masalah yang terjadi selama tahapan proses produksi yang disebabkan oleh
faktor manusia, material, mesin, metode kerja. Oleh karena itu, usulan-usulan yang
diberikan berdasarkan kelima faktor tersebut. Maka dibuatlah usulan-usulan yang
merupakan suatu bentuk usaha dalam pengurangan defect dan peningkatan kualitas dari
produk dengan material besi dan berat di bawah 100 kg ini.
Sumber daya manusia
Pengadaan pelatihan keahlian teknik untuk kegiatan proses produksi akan
membantu mengurangi defect produk karena operator tidak hanya mengetahui
praktek tetapi juga mengerti akan teori. Selain itu, kreatifitas operator dalam teknik
pembuatan suatu produk akan berkembang sehingga akan meningkatkan
produktivitas dan efisiensi pekerjaan. Pelatihan ini dilakukan oleh pihak eksternal
yang berkompetensi dan berpengalaman di bidang pelatihan teknik sehingga hasil
yang didapatkan oleh karyawan bisa maksimal dan metode yang digunakan pun
merupakan standar nasional. Pelatihan sebaiknya dilaksanakan 2 (dua) kali dalam
setahun, yaitu setiap bulan Maret dan September, dengan durasi 7 (tujuh) hari setiap
103
pelatihan. Setiap pelatihan terdiri dari 1 (satu) orang perwakilan masing-masing divisi
sehingga tidak terlalu menggangu pekerjaan yang ada. Biaya untuk pelatihan ini
adalah sebesar Rp 4,900,000.00 / pelatihan sehingga total biaya pelatihan untuk 3
tahun adalah Rp 29,400,000.00
Dalam struktur perusahaan, sebaiknya dibentuk suatu tim yang bertugas untuk
melakukan pengecekan kualitas produk yang dihasilkan maupun pengecekan bahan
baku. Tim QC ini bisa berdiri sendiri pada masing-masing divisi atau berada langsung
di bawah manajer bengkel dengan dibentuk tim khusus. Sumber daya manusia yang
dipekerjakan harus orang-orang yang memiliki kompetensi khusus dan
berpengalaman dalam teknik sehingga bisa melihat dari sisi lain kelemahan suatu
produk yang dihasilkan. Pembentukan tim QC ini sebaiknya dilakukan sesegera
mungkin, yaitu bulan Januari-Februari 2009. Biaya total untuk pembentukan tim QC
ini adalah sebesar Rp 9,250,000.00, dimulai dari seleksi kandidat yang berkompeten
sampai ke tahap persiapan tim dan penentuan standar kualitas yang diinginkan
perusahaan.
Adapun benefit dari tim QC ini adalah sbb:
• Bertugas melakukan pengecekan bahan baku yang masuk dari supplier,
apakah sesuai dengan purchase order (PO) yang diberikan oleh PT. Jaticy
Jayasuba.
• Bertugas melakukan pengecekan masing-masing proses pada tiap divisi
sehingga dapat meminimalisasi kesalahan dalam proses pengerjaan
berjalan. Dalam hal ini, QC bertindak sebagai advisor bagi para operator
104
sehingga bisa saling memberikan masukan dalam proses pengerjaan
barang.
• Bertugas melakukan pengecekan kualitas final pada produk jadi sebelum
dikirim ke customer. Pengecekan itu termasuk kesesuaian produk jadi
dengan desain gambar yang ada, bahan baku yang digunakan, finishing
produk yang diinginkan, dan persiapan pengiriman produk jadi.
Untuk jangka panjang, pelatihan motivasi juga dijadikan agenda. Hal ini
dilakukan untuk meningkatkan kompetensi karyawan secara keseluruhan terutama
dalam dalam rasa memiliki, disiplin dan perilaku dalam bekerja. Pelatihan ini
diharapkan dapat menjadi milestone untuk kemajuan perusahaan beberapa tahun ke
depan. Pelatihan ini bisa dilakukan secara formal maupun informal. Formal adalah
pelatihan motivasi di suatu tempat tertutup dengan diberikan materi-materi pelatihan.
Sedangkan, informal adalah pelatihan di tempat terbuka untuk melatih kerjasama,
problem solving, dan sejenisnya, misal dengan outbound. Pelatihan ini bisa dilakukan
1 (satu) kali dalam setahun, yaitu pada bulan Juni dengan durasi 2 hari tiap
pelaksanaannya. Besarnya biaya untuk sekali pelatihan adalah Rp 4,000,000.00,
temasuk dengan pemilihan pembicara yang cukup baik dan persiapan pendukung
lainnya seperti konsumsi dan tempat.
Mesin
Pengecekan rutin sebaiknya lebih ditingkatkan kuantitas dan kualitasnya agar
lebih detil dalam menelusuri kekurangan dan permasalahan mesin. Dengan
105
pengecekan rutin, sebagian besar masalah mesin dapat terdeteksi, baik itu suku
cadang yang rusak, komponen mesin yang sudah kurang presisi, dan masalah lainnya.
Sebaiknya pengecekan berkala ini dilakukan sebanyak 1 (satu) bulan sekali pada
akhir bulan dengan durasi 1-2 hari dan dilakukan secara bergiliran untuk masing-
masing mesin dari divisi yang berbeda sehingga tidak menghambat operasional
perusahaan. Biaya untuk perawatn mesin secara berkesinambungan setiap bulan
adalah Rp 1,000,000.00. Biaya ini termasuk biaya perbaikan spare part dan
penggantian jika diperlukan.
Kalibrasi mesin juga diperlukan untuk beberapa mesin yang usianya relatif
lebih lama. Kalibrasi adalah pengecekan total yang dilakukan sampai ke komponen
terkecil dari suatu benda (overhaul) dan melakukan perbaikan atau penggantian
komponen yang sudah rusak. Hal ini dilakukan untuk mempertahankan kepresisian
ukuran dari komponen mesin dan meningkatkan kinerja mesin sehingga kemampuan
mesin meningkat menjadi seperti baru. Sebaiknya dilakukan overhaul pada mesin
yang berumur diatas 20 tahun dan pada saat mesin tidak terlalu penuh dengan
pekerjaan. Periode ini dapat berubah seiring dengan perawatan berkala yang
diimplementasikan oleh perusahaan.
Untuk investasi jangka panjang, PT. Jaticy Jayasuba sebaiknya membeli
mesin dengan teknologi yang lebih maju sehingga dapat menopang dan meningkatkan
proses produksi, misalnya CNC. Mesin tersebut dapat mengurangi faktor human
errors dalam proses pengerjaan barang karena proses pengerjaan barang sepenuhnya
diatur oleh mesin secara otomatis. Selain itu, mesin CNC dapat meningkatkan
efisiensi dalam waktu, kepresisian, dan kerapian produk jadi. Namun, implementasi
106
usulan ini harus dipikirkan dengan seksama karena dana investasi yang cukup besar
harus dikeluarkan untuk satu mesin CNC. Dengan asumsi optimis bahwa keadaan
financial perusahaan berkembang pesat dalam waktu 2 tahun ke depan, sebaiknya
investasi ini dapat diwujudkan pada awal tahun 2011 dengan durasi implementasi
sekitar 1 (satu) bulan.
Peralatan
Peralatan yang digunakan sangat berperan penting dalam dunia teknik karena
segala proses yang ada memerlukan peralatan teknik yang berkualitas. Oleh karena
itu, perawatan alat-alat wajib dilakukan untuk menjaga kualitasnya terutama alat-alat
yang memerlukan investasi besar jika rusak. Pengecekan peralatan yang khusus ini
sebaiknya dilakukan secara berkala, yaitu 3-6 bulan sekali dalam setahun, tergantung
dari frekuensi pemakaian alat tersebut. Pengecekan peralatan ini berdurasi 3 hari tiap
pelaksanaannya. Pengecekan ini memerlukan biaya sebesar Rp 3,000,000.00 setiap
bulan, yaitu untuk proses kalibrasi (jika diperlukan) dan perawatan rutin peralatan
yang sering dipakai. Jika diperlukan, pembelian peralatan bisa menjadi pilihan untuk
penggantian peralatan yang sudah tidak layak pakai.
Selain peralatan, ada juga barang-barang pendukung peralatan tersebut yang
lebih sering habis terpakai, misalnya batu gurinda, kawat las, amplas, dan lainnya.
Terkadang jumlah barang pendukung ini tidak terpantau dengan baik oleh bagian
gudang sehingga harus menggunakan barang pendukung yang kurang sesuai dengan
alat yang digunakan. Ketidaksesuaian ini dapat berpengaruh pada kualitas barang
yang sedang dikerjakan atau dapat mengurangi kualitas dari produk yang dihasilkan.