bab iv analisis keuangan dan strategi bisnisthesis.binus.ac.id/doc/bab4/bab4_07-05.pdfstrategi...
TRANSCRIPT
43
BAB IV
ANALISIS KEUANGAN DAN
STRATEGI BISNIS
4.1. Komposisi Struktur Modal
Modal perusahaan secara praktis terbagi dalam dua bagian yaitu, bagian modal
sendiri (equity) dan pinjaman (debt). Perusahaan dapat melakukan perencanaan terhadap
komposisi struktur modal mengacu pada resiko yang melekat kepada masing-masing
sumber pendanaan. Resiko tercermin dalam cost of debt (kd) dan cost of equity (ke),
mengingat kd adalah biaya modal kepada pemberi pinjaman dan ke adalah biaya modal
dari pemegang saham. Tujuan dari perencanaan komposisi struktur modal adalah untuk
mencapai biaya modal rata-rata (weighted average cost of capita/WACC) yang minimal.
Akan tetapi mengingat modal PT PETROSS adalah 100% dari setoran pemegang
saham maka tujuan perusahaan untuk struktur modal tidak sama dengan tujuan dari
struktur modal secara teori. Tujuan perusahaan untuk sturktur modal adalah untuk
mencukupi kebutuhan investasi perusahaan
• Biaya Hutang (cost of debt/kd)
Pada pendirian usaha SPBG ini tidak menggunakan pinjaman sebagai sumber
modalnya. Oleh sebab itu cost of debt = 0%
• Biaya Modal (Cost of Equity/ Ke)
PT.Petross dalam pendiriannya menggunakan 100% modal sendiri.
44
No Uraian Aktiva Biaya Aktiva Tetap A Bangunan dan Sarana Pelengkap Lainnya A.1 Bangunan Canopy Rp 450,000,000 A.2 Bangunan Kantor, Control Room Dan Toilet Rp 108,000,000 A.3 Bangunan Engine Room Rp 260,000,000 A.4 Perkerasan Halaman Rp 120,000,000 A.5 Pagar Halaman Rp 44,000,000 Total Rp 982,000,000 B Mesin - Mesin Dan Peralatannya Unit CNG Fueling System Terdiri dari : 2 Set CNG Gas Compressor 1 Rp 1,241,000,000 2 Dispenser Rp 480,000,000 1 Unit Boster Compressor Rp 589,000,000 1 Strorage Cylinder (Low Bank) Rp 738,000,000 1 Strorage Cylinder (Medium/High Bank) Rp 868,000,000 Unit Instalasi Pemipaan Rp 368,000,000 Unit Instalasi Listrik Rp 756,000,000 Total Rp 5,040,000,000 Total Aktiva Tetap Rp 6,022,000,000 Aktiva Lancar C Anggaran untuk Pembelian Bahan Baku Gas selama 3 bulan pertama 3 bulan x Rp 520,244,000 Rp 1,560,672,000 Total Aktiva Rp 7,582,672,000
Tabel 4.1 Biaya modal awal
4.2 Penjualan dan Biaya
• Penjualan
Harga jual gas jenis CNG disesuaikan dengan harga yang dijual di SPBU –
SPBU yang beroperasi pada saat ini, yaitu sebesar Rp 3000,- /LSP . Jadi untuk
mengetahui harga bersih pendapatan penjualan CNG setelah dikurangkan pajak
yang nilainya 10 % adalah Rp 2727,- / LSP.
• Harga Pokok Produksi
45
Harga pokok produksi adalah biaya biaya yang terjadi dalam rangka proses
produksi.
a. Tenaga kerja
Tenaga kerja yang digunakan adalah untuk operator dan supervisor.
Upah tenaga kerja langsung mengalami kenaikan sebesar 10. %. Untuk
pengoperasian SPBBG diperlukan tenaga kerja yang sifat kerjanya dengan
menggunakan 2 shift untuk setiap harinya dimana pembagian waktunya :
shift I, jam 6.00 – 16.00 dan shift II, jam 14.00 – 2.00. Selain itu terdapat
pula 1 shift yang diliburkan, jadi komposisinya adalah shift I pagi, shift II
siang dan yang shift III libur, rotasi akan bergeser terus setiap harinya
Setiap shift diperlukan 2 orang operator dan 1 orang supervisor.
Besarnya gaji untuk masing – masing jabatan adalah sebagai berikut :
1. 6 Operator @ Rp 1,000,000,-
2. 3 Supervisor @ Rp 2,500,000,-
Sebagai tenaga kerja pendukung juga, diperlukan security sebanyak 6
orang, dimana sifatnya terbagi menjadi 3 shift yaitu 2 hari pagi, 2 hari malam
dan 2 hari libur.
Biaya tenaga kerja pendukung, 6 Security @ Rp 750,000,-
b. Overhead
Overhead adalah biaya manufacturing tidak langsung yang terjadi lama
rangka proses produksi dimana biaya ini tidak dapat digabungkan kepada
biaya bahan langsung seperti biaya tenaga kerja.
46
Overhead terdiri dari:
i. Biaya bahan baku
Bahan baku berupa gas yang bentuknya menjadi CNG
(Compressed Natural Gas).
Diketahui bahwa untuk koridor III jumlah bis yang akan
beroperasi adalah 35 bis, sedangkan untuk setiap bis nya per hari
memerlukan 260 LSP (Liter Setara Premium). Jadi untuk
perhitungan bulanannya adalah 35 bis x 260 LSp yaitu 273,000
LSP.
Biaya bahan baku berupa gas yang di didapat dari PGN
dibagi menjadi dua golongan, yang pertama adalah biaya tarif gas
industri dengan satuan USD dan biaya toll fee dengan satuan
Rupiah. Untuk satuan gas menggunakan satuan M3 (Meter Kubik),
jadi jumlah gas dalam satuan LSP yang diperlukan PT.PETROSS
sebaiknya dirubah menjadi satuan M3. Untuk 1 M3 = 0.96 LSP.
Berikut adalah contoh perhitungan perubahan satuan dari LSP ke
M3, 273,000 LSP : 0.96 yaitu 284,375 M3.
Dari hasil kebutuhan gas yang didapat maka selanjutnya
dilakukan simulasi terhadap prosedur perhitungan biaya pembelian
gas dari PGN
47
1. Tarif gas industri dalam USD
Tabel 4.2 Tarif gas industri
2. Toll fee dalam Rupiah
Tabel 4.3 Toll fee gas dalam rupiah
ii. Biaya listrik
Listrik digunakan untuk menjalankan mesin – mesin yang
berhubungan dengan proses pendistribusian ke kendaraan, dan juga
berupa listrik yang sifatnya pendukung. Biaya listrik
Tabel Pemakaian Minimum - Maksimum (Tanpa Biaya) 1000 - 10,000 M3 1 MBTU 27,000 M3 Jumlah Pemakaian Gas 284,375 M3 Tarif MBTU dalam USD $ 3,400 Jumlah gas dalam M3 yang dikenakan biaya 284,375 M3 - 10,000 M3 = 274,375 M3 Jumlah gas dalam MBTU yang dikenakan biaya 274,375 M3 / 27,000 M3 = 10.162 Perhitungan Tarif Pemakaian Gas dalam MBTU $ 34,550.93 Asumsi 1 USD = Rp 9,100,- Rp 314,413,426
Tabel Pemakaian Minimum - Maksimum 1000 - 10,000 M3
Tarif Dalam Pemakaian Minimum – Maksimum Rp 2,200
Tarif Diatas Pemakaian Maksimum Rp 670
Jumlah Pemakaian Gas 284,375 M3 Perhitungan Tarif Pemakaian Gas Perhitungan Tarif Pemakaian Gas Minimum – Maksimum 10,000 M3 x Rp 2,200 = Rp 22,000,000 Perhitungan Tarif Pemakaian Gas diatas Maksimum
(284,375 M3 - 10,000 M3) x Rp 670 = Rp 183,831,250
Total Biaya dalam Rupiah Rp 205,831,250
48
diproyeksikan akan mengalami kenaikan sebesar 10 % untuk setiap
tahunnya.
Besarnya listrik adalah sebagai berikut Rp 3,000,000,-
/bulan.
iii. Biaya pemeliharaan mesin
Pemeliharaan mesin dilakukan secara mandiri oleh bagian
operasi dan dilakukan secara berkala. Biaya biaya yang
dikeluarkan adalah untuk membeli sparepart dan membeli alat
pembersih. Untuk tahun berjalan biaya akan mengalami kenaikan
sebesar 10% untuk setiap tahunnya.
Besarnya biaya pemeliharaan mesin adalah sebagai berikut
Rp3,000,000,- /bulan.
• Biaya biaya:
a. Biaya Pemasaran
Biaya pemasaran adalah seluruh biaya yang digunakan untuk
mendukung aktivitas pemasaran produk gas yang dijual oleh PT.Petross.
Termasuk dalam kegiatan biaya pemasaran ialah biaya advertising, biaya
advertising yang dikeluarkan tergantung dengan kegiatan advertising yang
dilakukan oleh bagian Marketing setiap tahunnya. Besarnya biaya
pemasaran adalah sebagai berikut Rp4,500,000,- /bulan
b. Biaya Administrasi
Terdiri dari biaya pantry, biaya perlengkapan kantor dan biaya
perlengkapan kerja. Biaya ini mengalami kenaikan sebesar inflasi tahun
49
berjalan. Besarnya biaya administrasi adalah sebagai berikut Rp1,000,000,-
/bulan
c. Biaya Telepon
Biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk keperluan pemabayaran
telepon setiap bulannya. Biaya ini mengalami kenaikan sebesar inflasi tahun
berjalan. Besarnya biaya telepon adalah sebagai berikut Rp1,000,000,/bulan.
4.3 Analisis Keuangan
4.3.1 Sensitivity Analysis
Untuk perhitungan sensitivity analysis dapat dilihat pada lampiran halaman 75.
Dalam tabel tersebut dapat dilihat nilai net keuntungan sebelum pajak yang mencapai
nilai positif dengan pengaruhnya terhadap jumlah bis yang layak untuk dilakukan
bekerjasama.
Dari perhitungan dijelaskan bahwa jumlah total penjualan liter setara premium (LSP)
gas perbulan untuk tiap bisnya adalah 30 hari x 260 LSP/bulan yaitu 7800 liter untuk
tiap bisnya.
Dan untuk lebih jelasnya apabila dilakukan perhitungan mengenai jumlah liter
yang akan mendapatkan keuntungan adalah sebagai berikut :
Jumlah liter/bulan 697,725,16412,855,15697,725,16
000,78000,117000,78 x
+−
+=
Jumlah liter/bulan = 78,000 + 20,021 =98,021 liter/bulan.
50
Dari hasil diatas maka dihitunglah jumlah bis yang dapat menguntungkan apabila
dilakukan kerjasama. Berikut adalah perhitungan jumlah bis yang dapat menguntungkan
apabila dilakukan kerjasama.
Jumlah bis tiap bulan = 800,7021,98 = 13 bis.
Angka 13 bis diatas maksudnya adalah jumlah minimum bis yang apabila
dilakukan kontrak kerjasama dapat memperoleh nilai keuntungan bagi PT.Petross,
setelah memperhitungakan pendapatan dan biaya pengeluaran Perusahaan.
4.3.2 Pay-Back Period
Dikarenakan adanya kontrak antara PETROSS dengan Trans Jakarta Busway
berupa pertanggung jawaban mengenai supply BBG ke seluruh kendaran Busway untuk
koridor 3 dalam jangka waktu 10 tahun, maka proyeksi untuk arus kas implementasi
SPBG dibuat selama 10 tahun juga.
Berdasarkan hasil laporan arus kas dari tahun 2007 – 2016 yang dapat dilihat
pada lampiran halaman 76 maka dihitunglah aliran kas masuk bersih (net cash flow),
dan penjumlahan kumulatifnya tiap tahun
51
Tahun Arus Kas Masuk
Pertahun Kumulatif 1 Rp (4,949,379,256) Rp (6,553,379,256) 2 Rp (2,543,784,867) Rp (9,097,164,123) 3 Rp (192,831,878) Rp (9,289,996,001) 4 Rp 2,126,830,511 Rp (7,163,165,490) 5 Rp 4,396,979,700 Rp (2,766,185,790) 6 Rp 6,612,664,405 Rp 3,846,478,615 7 Rp 8,768,438,366 Rp 12,614,916,981 8 Rp 10,858,309,491 Rp 23,473,226,472 9 Rp 12,889,410,445 Rp 36,362,636,917 10 Rp 14,827,048,292 Rp 51,189,685,209
Tabel 4.4 Pay-back period
Perhitungan Pay-back period dilihat dari Net cash flow kumulatif mulai positif di tahun
ke-5. Maka Pay-back Period adalah
5 tahun +
405,664,612,6790,185,766,2 tahun = 5 tahun + 0.4183 tahun
= 5 tahun + ( 0.4183 x 365 hari)
= 5 tahun + 153 hari
= 5 tahun, 5 bulan, 3 hari.
Jadi waktu payback period PT.Petross untuk SPBBG adalah 5 tahun 5 bulan 3
hari dan investasi dinyatakan layak karena waktu payback period kurang dari 10 tahun.
52
4.3.3 Net Present Value (NPV)
Dalam metoda ini diperlukan fakor pendiskonto (discount rate), yang mejadi
discount rate yaitu pesimis 8%, moderat 10% dan optimis ditetapkan sebesar 12%.
Faktor diskonto diasumsikan cukup kecil yaitu dalam rentang 8% hingga 12%
dikarenakan bisnis SPBG yang diterapkan PETROSS resikonya tergolong cukup kecil,
karena PETROSS sendiri sudah memilik market yang dapat kalkulasi sejak awal
dibuatnya SPBG, yaitu Busway dengan ikatan kontrak selama 10 tahun. Data beikutnya
yang dibutuhkan adalah Net cash flow yang berasal dari perhitungan arus kas
perusahaan. Bisnis dinyatakan layak apabila nilai NPV lebih besar dari 0 (positif).
Data yang digunakan disini berdasarkan laporan arus kas PT.Petross tahun 2007
– 2016 yang dapat dilihat pada lampiran halaman 76.
Year Net Cash Flow Discount Factor Investasi Present Value Cash Flow 1 Rp (4,949,379,256) 0.926 Rp (4,583,125,191.06) 2 Rp (2,543,784,867) 0.857 Rp (2,180,023,631) 3 Rp (192,831,878) 0.794 Rp (153,075,730) 4 Rp 2,126,830,511 0.735 Rp 1,563,284,231 5 Rp 4,396,979,700 0.681 Rp 2,992,496,444 6 Rp 6,612,664,405 0.630 Rp 4,165,978,575 7 Rp 8,768,438,366 0.583 Rp 5,111,999,567 8 Rp 10,858,309,491 0.540 Rp 5,863,487,125 9 Rp 12,889,410,445 0.500 Rp 6,444,705,223 10 Rp 14,827,048,292 0.463 Rp 6,864,923,359
Total Rp 7,582,672,000 Rp 26,090,649,972 NPV Rp 18,507,977,972 Positif
Tabel 4.5 Net Present Value with Discount factor 8%
Dalam perhitungan net present value diatas hasilnya yaitu Rp 18,507,977,972 dan hasil
tersebut positif, berarti investasi layak untuk dijalankan.
53
Year Net Cash Flow Discount Factor Investasi Present Value Cash Flow 1 Rp (4,949,379,256) 0.909 Rp (4,499,480,681.63) 2 Rp (2,543,784,867) 0.826 Rp (2,102,183,814) 3 Rp (192,831,878) 0.751 Rp (144,874,590) 4 Rp 2,126,830,511 0.683 Rp 1,452,625,239 5 Rp 4,396,979,700 0.621 Rp 2,730,084,696 6 Rp 6,612,664,405 0.564 Rp 3,729,542,724 7 Rp 8,768,438,366 0.513 Rp 4,498,208,882 8 Rp 10,858,309,491 0.467 Rp 5,070,830,532 9 Rp 12,889,410,445 0.424 Rp 5,465,110,029
10 Rp 14,827,048,292 0.386 Rp 5,723,240,641 Total Rp 7,582,672,000 Rp 21,923,103,657 NPV Rp 14,340,431,657 Positif
Tabel 4.6 Net Present Value with Discount factor 10%
Dalam perhitungan net present value diatas hasilnya yaitu Rp 14,340,431,657 dan hasil
tersebut positif, berarti investasi layak untuk dijalankan.
Year Net Cash Flow Discount Factor Investasi Present Value Cash Flow 1 Rp (4,949,379,256) 0.893 Rp (4,419,795,675.61) 2 Rp (2,543,784,867) 0.797 Rp (2,027,396,539) 3 Rp (192,831,878) 0.712 Rp (137,296,297) 4 Rp 2,126,830,511 0.636 Rp 1,352,664,205 5 Rp 4,396,979,700 0.567 Rp 2,493,087,490 6 Rp 6,612,664,405 0.507 Rp 3,352,620,853 7 Rp 8,768,438,366 0.452 Rp 3,963,334,141 8 Rp 10,858,309,491 0.404 Rp 4,386,757,034 9 Rp 12,889,410,445 0.361 Rp 4,653,077,171
10 Rp 14,827,048,292 0.322 Rp 4,774,309,550 Total Rp 7,582,672,000 Rp 18,391,361,933 NPV Rp 10,808,689,933 Positif
Tabel 4.7 Net Present Value with Discount factor 12%
Dalam perhitungan net present value diatas hasilnya yaitu Rp 10,808,689,933 dan hasil
tersebut positif, berarti investasi layak untuk dijalankan.
54
4.3.4 Profitability Index
Pada faktor diskon 8% Profitability index yang didapat apabila investasi di tahun
ke-nol Rp 7,582,672,000 dan nilai NCIF atau nilai aliran kas sekarang adalah sebesar Rp
18,507,672,000 maka:
44.2000,672,582,7972,977,507,18
==PI
Proyek tersebut layak untuk dijalankan jika PI > 1.
Pada faktor diskon 10 % Profitability index yang didapat apabila investasi di
tahun ke-nol Rp 7,582,672,000 dan nilai NCIF atau nilai aliran kas sekarang adalah
sebesar Rp 14,340,431,657 maka:
89.1000,672,582,7657,431,340,14
==PI
Proyek tersebut layak untuk dijalankan jika PI > 1.
Pada faktor diskon 12 % Profitability index yang didapat apabila investasi di
tahun ke-nol Rp 7,582,672,000 dan nilai NCIF dan nilai NCIF atau nilai aliran kas
sekarang adalah sebesar Rp 10,808,689,933 maka:
43.1000,672,582,7933,689,808,10
==PI
Proyek tersebut layak untuk dijalankan jika PI > 1.
55
4.3.5 Internal Rate of Return (IRR)
Dalam perhitungan IRR dilakukan proses trial and error pada discount rate
tertentu, pada perhitungan ini digunakan discount rate 10% dan 30% untuk mengetahui
nilai IRR dengan korelasi NPV = 0.
Tabel
Year Net Cash Flow DF 10% Present Value Cash Flow DF 30% Present Value Cash Flow 1 Rp (4,949,379,256) 0.909 Rp (4,499,480,682) 0.769 Rp (3,806,072,648) 2 Rp (2,543,784,867) 0.826 Rp (2,102,183,814) 0.592 Rp (1,505,920,641) 3 Rp (192,831,878) 0.751 Rp (144,874,590) 0.455 Rp (87,738,504) 4 Rp 2,126,830,511 0.683 Rp 1,452,625,239 0.35 Rp 744,390,679 5 Rp 4,396,979,700 0.621 Rp 2,730,084,696 0.269 Rp 1,182,787,539 6 Rp 6,612,664,405 0.564 Rp 3,729,542,724 0.207 Rp 1,368,821,532 7 Rp 8,768,438,366 0.513 Rp 4,498,208,882 0.159 Rp 1,394,181,700 8 Rp 10,858,309,491 0.467 Rp 5,070,830,532 0.123 Rp 1,335,572,067 9 Rp 12,889,410,445 0.424 Rp 5,465,110,029 0.094 Rp 1,211,604,582
10 Rp 14,827,048,292 0.386 Rp 5,723,240,641 0.073 Rp 1,082,374,525 Total Rp 21,923,103,657 Total Rp 2,920,000,831 Investasi Rp (7,582,672,000) Investasi Rp (7,582,672,000) NPV'' Rp 14,340,431,657 NPV' Rp (4,662,671,169)
4.7 Internal Rate of Return
Tabel 4.8 Internal Rate of Return
657,431,340,14657,431,340,14169,671,662,4
%10%30%10 −
−−−
+= xIRR
IRR = 10% + 15.1% ==== > 25.1 %
Jadi pada discount rate sebesar 25.1 %, NPV = 0.
56
4.4 Analisis Strategi Bisnis
4.4.1 Analisis SWOT
Agar PT. PETROSS dapat tetap eksis maka digunakan analisis internal dengan
menerapkan SWOT, yaitu :
1. Strengths
a. Memiliki SPBG yang dapat memenuhi kebutuhan seluruh Busway untuk
koridor yang sudah ada.
b. Memiliki teknologi pengisian SPBG yang maju dimana mesin pengisi
BBG tersebut memiliki mesin kompresi, bila tekanan dari PGN tidak
bagus maka mesin tersebut dapat menaikkan tekanan hingga 20%.
c. Memiliki SDM yang profesional di tingkat level menengah ke atas,
orang-orang yang membawahi tiap-tiap divisi memiliki pengalaman
dibidangnya selama kurang lebih 5 tahun.
2. Weaknesses
a. Skill SDM yang masih harus ditingkatkan dengan training – training
mengenai pengoperasian bahan bakar gas ke kendaraan terutama di level
bawah, karena bisnis SPBG ini masih baru dan masih tergolong baru dan
akan berkembang.
b. Departemen pemasaran yang belum optimal, dimana masih perlu adanya
edukasi ke masyarakat mengenai penggunaan BBG untuk kendaraan.
57
c. Struktur organisasi yang belum terstruktur dengan baik dimana salah
satunya adalah Divisi General Affair masih bergabung dengan Divisi
Keuangan.
3. Opportunities
a. Belum banyak stasiun berbahan bakar gas yang ada di Kota Jakarta
maupun di luar Jakarta sehingga merupakan suatu peluang untuk
melebarkan sayap perusahaan.
b. Cadangan BBG di Indonesia yang masih sangat banyak jika
dibandingkan dengan cadangan BBM.
c. Tingkat harga BBM yang terus meningkat, sehingga dibutuhkan jenis
energi alternatif.
4. Threats
a. Persaingan terhadap energi alternatif lain seperti biodiesel, biosolar.
b. SPBG umum yang dimiliki oleh Pertamina, walaupun jumlah SPBG
umum tidaklah banyak akan tetapi dapat mempengaruhi persaingan.
c. Adanya perusahaan-perusahaan SPBU asing seperti dari Malaysia
(Petronas) dan Amerika (Shell) yang masuk ke Indonesia yang akan
menerapkan system yang sama yaitu bahan bakar jenis gas.
58
4.4.2 Strategi Analisis SWOT
Setelah melakukan analisa kekuatan, kelemahan, kesempatan dan ancaman
yang dihadapi oleh PT. PETROSS maka tahap selanjutnya adalah dapat melakukan
kombinasi analisa tersebut agar kelemahan dapat diatasi dengan kekuatan, yang
diantaranya adalah:
1. SO
Dalam strategi ini perusahaan menggunakan kekuatan yang dimilikinya untuk
mengatasi ancaman-ancaman yang dihadapi oleh perusahaan. Strategi yang
dilakukan perusahaan adalah:
• Melakukan investasi dengan membangun SPBG baru di daerah-daerah
yang berprospek baik.
• Tetap melakukan kerjasama yang baik agar dalam tender-tender
selanjutnya untuk proyek koridor berikutnya tetap terpilih sebagai
pemegang ternder utama dalam pengadaan gas sebagai bahan bakar
BUSWAY.
2. ST
Perusahaan menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi ancaman-
ancaman yang dihadapi oleh perusahaan adalah:
• Melakukan sounding ke masyarakat dengan melaksanakan marketing dan
iklan yang baik kepada masyarakat tentang keberadaan, hemat energi dan
ramah lingkungan. (Contohnya adalah dengan memasang iklan di baliho
atau dengan memasang iklan di badan BUSWAY)
59
• Bekerjasama dengan pemerintah bersama-sama untuk menggalakkan
program Kota Jakarta yang bebas polusi.
3. WO
Perusahaan menggunakan peluang yang ada untuk mengatasi kelemahan-
kelemahan yang dimiliki perusahaan.
• Menambah jumlah SPBG ditempat yang strategis di kota maupun daerah.
• Melakukan tender baru untuk program Busway koridor selanjutnya
dengan memaksimalkan dan menambah SPBG
4. WT
Dalam meminimalkan kelemahan yang ada seta menghindari ancaman yang
dihadapi, adapun strategi perusahaan tersebut adalah:
• Meningkatkan system pelayanan yang baik kepada setiap konsumen.
• Meningkatkan SDM sehingga dapat meningkatkan teknologi energi gas.
60
Faktor Internal
Faktor Eksternal
Kekuatan (Strengths) Kelemahan (Weaknesess)
Ancaman (Threats)
• Melakukan sounding ke masyarakat dengan melaksanakan marketing dan iklan yang baik kepada masyarakat tentang keberadaan, hemat energi dan ramah lingkungan.
• Bekerjasama dengan pemerintah
bersama-sama untuk menggalakkan program Kota Jakarta yang bebas polusi.
• Meningkatkan system pelayanan yang baik kepada setiap konsumen.
• Meningkatkan SDM
sehingga dapat meningkatkan teknologi dari energi gas.
Peluang (Opportunities)
• Melakukan investasi dengan membangun SPBG baru di daerah-daerah yang berprospek baik.
• Tetap melakukan kerjasama yang
baik agar dalam tender-tender selanjutnya untuk proyek koridor berikutnya tetap terpilih sebagai pemegang ternder utama dalam pengadaan gas sebagai bahan bakar BUSWAY.
• Menambah jumlah SPBBG ditempat yang strategis di kota maupun daerah.
• Melakukan tender baru
untuk program Busway koridor selanjutnya dengan memaksimalkan dan menambah SPBBG
Tabel 4.9 Analisa Matrix SWOT
4.4.3 Analisis Porter’s Model
Berikut adalah gambaran kondisi eksternal PT.PETROSS berdasarkan analisis
Porter’s Model.
1. Bargaining Power of Suppliers
Penjelasan dari Bargaining Power of Suppliers adalah suppliers
memberikan tekanan yang sangat besar kepada PT. PETROSS sehingga
keuntungan yang di dapat kecil akibat dari tekanan tersebut, tekanan yang besar
61
dari supplier tersebut sangat bisa terjadi bila supplier tersebut memonopoli
seluruh pasar di bisnis gas, sehingga mau tidak mau PT. PETROSS harus
menerima harga yang di tawarkan. Bila dilihat dari keadaan pasar saat ini
Supplier dari PT. PETROSS adalah
• PGN (Perusahaan Gas Negara)
• Pipe line distribution
PGN dan Pipe line industri dimasukkan di kategori Bargaining Power of
Supplier di karenakan di Indonesia ini PGN masih bersifat memonopoli gas yang
ada di Indonesia, walaupun beberapa perusahaan memiliki gas yang telah diolah
akan tetapi penjualan gas harus melalui PGN. Besarnya volume atau kapasitas
dari jumlah gas yang disuply akan menentukan tingkat harga yang dibebankan
kepada PT. PETROSS.
Di lain hal pipe line distribution masuk di aspek ini dikarenakan pipa gas
yang akan di buat ke SPBG PT. PETROSS di lakukan oleh perusahaan tersebut
dan tidak banyak perusahaan yang membuat pipe line. Pembuatan jalur pipa
yang menghubungkan antara PGN dengan SPBG yang dimiliki PT. PETROSS
menentukan biaya toll fee yang akan dibebankan kepada PT. PETROSS.
2. Bargaining Power of Customers.
Pada dasarnya adalah sama bahwa bagaimana bargaining power of
customers dapat mempengaruhi tekanan terhadap volume maupun
keuntungan.dalam hal ini adalah
62
• Masyarakat pengguna bahan bakar
• Angkutan umum yang menggunakan bahan bakar gas.
Berdasarkan survei bahwa 54% pengguna BBM berada pada sektor
transportasi dimana konsumsi terbanyak adalah angkutan umum seperti kopaja,
metromini, taxi, dll. Mereka dapat melakukan pengisian BBM mencapai 30
liter/hari. Jumlah atau volume tersebut tentunya akan menentukan tingkat
keuntungan yang akan diperoleh PT.PETROSS. Yang menjadi ancaman adalah
tingkat kesadaran mereka untuk beralih dari kendaraan BBM menjadi BBG.
3. Threats of New Entrants
Kompetisi dari industri akan masuk ke bisnis tersebut akan semakin
besar dikarenakan masuknya pesaing baru di industri bisnis BBG sehingga
pengaruh persaingan akan mempengaruhi keuntungan perusahaan.
• Shell
• Petronas
Saat ini telah bermunculan pesaing-pesaing baru untuk industri SPBU
yang dimiliki oleh perusahaan asing di Indonesia. Shell dan Petronas
dimasukkan ke dalam Threats of New Entrants dikarenakan perusahaan ini
walaupun belum memiliki SPBG di Indonesia akan tetapi Pemerintah Indonesia
sudah mulai mencanangkan bahwa segala yang berkaitan dengan distribusi
kekayaan alam harus ditender. Ini dapat terlihat bahwa di bandara Indonesia
akan diberlakukan tender terhadap pengisian bahan bakar pesawat, sehingga
mulai saat ini Pertamina tidak lagi memonopoli terhadap pengisian bahan bakar
63
pesawat tersebut, oleh karena itu SPBU asing yang telah ada di Indonesia bisa
membuat SPBG baru jika market needs-nya sudah ada dan di lain hal Shell
memiliki produksi gas sendiri yang ada di Indonesia dan harga gas di Indonesia
dapat bersaing dengan harga gas di dunia.
4. Threats of Substitutes.
Ancaman pengganti akan ada jika produk alternatif bermuculan dan
berharga lebih murah dengan kualitas yang tidak kalah baiknya. Ancaman ini
dapat mempengaruhi dari volume maupun pontensi penjualan, kategori ini dapat
pula disebut produk komplemen.
Ancaman pengganti untuk PT. PETROSS adalah:
• BENSIN ALTERNATIF (ex: Biosolar, Biopremium)
Adanya produk pengganti dapat dijadikan ancaman, namun setiap
produk mempunyai kelebihan dan kekurangannya. Bensin alternatif ini masuk di
kategori Threats of Subtitutes di karenakan pemerintah pada saat ini sedang
mengembangkan bensin yang dibuat dari tanaman dimana bisa dapat terus
diperbaharui, pada saat ini sudah ada beberapa mobil riset yang sudah
menggunakan bahan bakar tersebut walaupun harga pada saat ini masih sangat
mahal sebesar Rp 20.000,-/liter. Meskipun dalam segi investasi bahwa bisnis ini
memerlukan investasi yang sangat besar akan tetapi pemerintah sudah
memberikan pernyataan bahwa jika bahan bakar ini sudah dikembangkan dan
market needs-nya sudah banyak maka harga tersebut bisa dikurangi hingga Rp
3.000,-/liter.
64
5. Competitive Rivalry within the Industry
Kekuatan ini menjelaskan intensitas kompetisi antara pemain bisnis
yang sudah ada di dalam bisnis yang sama. Kekuatan dari pesaing yang sangat
besar akan sangat mempengaruhi tingkat besarnya keuntungan yang akan di
dapat. Pada saat ini pesaing industri yang telah ada di dalam bisnis BBG ini
adalah PERTAMINA. Walaupun hanya PERTAMINA yang masih exist di
dalam bisnis BBG ini akan tetapi PERTAMINA merupakan pemain besar pula
di dalam industri bahan bakar di Indonesia.
Saat ini SPBG yang di miliki PERTAMINA sudah berkurang dari 14
menjadi 6 SPBG. Meskipun harga jual PERTAMINA sedikit lebih mahal bila
dibandingkan dengan harga jual PT. PETROSS untuk per LSP-nya, namun tetap
dapat dijadikan anacaman.
Gambar 4.1 PT. PETROSS Porter’s Model
PERTAMINA
• Shell • Petronas
• PGN (Perusahaan Gas Negara)
• Pipe line distribution
• Bensin Alternatif• Tenaga matahari• Tenaga Listrik
• Masyarakat pengguna bahan bakar
• Angkutan umum yang menggunakan bahan bakar gas.
65
4.4.4 Strategi Analisis Porter’s Model
Setelah melakukan analisa terhadap adanya faktor eksternal yang dihadapi oleh
PT. PETROSS maka tahap selanjutnya adalah merumuskan akan pilihan-pilihan strategi
(strategy option) yang dapat dilakukan untuk dapat meredam kekuatan yang dapat
mempengaruhi posisi PT. PETROSS pada industri gas, yang diantaranya adalah:
a. Memperkecil Bargaining Power of Supplier
Strategi yang dapat dilakukan untuk meredam kekuatan dari supplier adalah sebagai
berikut :
• Elaborative Partnership
PT. PETROSS dapat melakukan partnership / aliansi dengan PGN atau
Pertamina untuk dapat menyediakan pelayanan pengisian BBG di setiap SPBU
yang dimiliki oleh Pertamina. Dimana setiap SPBU yang dimiliki Pertamina ada
SPBG yang dibuat oleh PT. PETROSS sehingga Pertamina hanya memberikan
tempat untuk SPBG sedangkan PT. PETROSS membuat sistemnya.
b. Memperkecil Bargaining Power of Customer
Strategi yang dapat dilakukan untuk meredam kekuatan dari konsumen adalah
sebagai berikut :
Elaborative Partnership
Strategi partnership dengan Pemerintah dapat dilakukan oleh PT. PETROSS
untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap penggunaan BBG sebagai
bahan bakar kendaraan bermotor mereka. Bersama-sama dengan Pemerintah
mengkampanyekan penggunaan BBG baik lewat media cetak maupun elektonik.
66
c. Memperkecil Treat of New Entrants
Strategi yang dapat dilakukan untuk meredam kekuatan dari pesaing baru adalah
sebagai berikut :
• Membentuk Brand Image
Brand image dapat dibentuk melalui strategi pemasaran (marketing) yang baik.
Contoh bentuk pemasaran yang dapat dilakukan oleh PT. PETROSS adalah
dengan membuat iklan pada sisi badan bus transjakarta ataupun bus- bus lain.
d. Memperkecil Treat of Substitute
Strategi yang dapat dilakukan untuk meredam ancaman akan produk pengganti
adalah sebagai berikut :
• Elaborative Partnership
Sama halnya dengan meredam kekuatan dari konsumen yakni PT. PETROSS
dapat melakukan strategi partnership dengan Pemerintah untuk meningkatkan
kesadaran masyarakat terhadap penggunaan BBG sebagai bahan bakar alternatif
yang banyak keunggulannya bila dibandingkan dengan produk-produk
penggantinya.
• Kebijakan-kebijakan
Bekerjasama dengan pemerintah membuat Undang-Undang tentang Indonesia
yang bebas polusi, yaitu dengan cara bila kendaraan tersebut sudah masuk ke
tahap pembuangan yang berbahaya harus dirubah ke bahan bakar gas (khusus
untuk mobil).
e. Memperkecil Cometitive Rivalry within the Industry
67
Strategi yang dapat dilakukan untuk berkompetisi dengan pesaing terdahulu adalah
sebagai berikut :
• Pelayanan yang lebih baik
PT. PETROSS dapat memberikan pelayanan lebih (ekstra) disamping pelayanan
pengisian BBG guna mendapatkan memberikan pelayanan yang lebih baik dari
kompetitornya. Contohnya adalah dengan meyediakan layanan pengisian angin
dan pembersihan kaca-kaca kendaraan secara gratis pada setiap kendaraan yang
menggunakan fasilitas SPBG-nya.