bab iv hasil dan pembahasan 4.1 gambaran umum industri
TRANSCRIPT
25
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Industri Nata de coco X dan Y
4.1.1 Gambaran Umum Industri Nata de coco X
Industri nata de coco X terletak di desa Susukan I, Margokaton,
Seyegan, Sleman. Industri ini merupakan salah satu usaha mikro kecil dan
menengah yang bergerak di bidang pengolahan air kelapa menjadi lembaran
nata de coco. Perusahaan ini dirintis pada tahun 2011 oleh Bapak Rosida
Admaja. Industri nata de coco X memulai produksi pada pukul 07.00 WIB
sampai 15.00 WIB. Kapasitas produksi selama satu kali produksi memerlukan
sebanyak 1.800 liter air kelapa yang digunakan sebagai media maupun untuk
pembuatan starter. Produksi rata-rata menghasilkan 1.200 kg lembar nata yang
nantinya akan dijual untuk diolah kembali oleh perusahaan lain. Pengolahan
1.800 liter air kelapa ini membutuhkan tenaga kerja sebanyak 5 orang pekerja.
Selama kegiatan produksi berlangsung terlihat para pekerja belum menggunakan
Alat Pelindung Diri (APD), para pekerja masih menggunakan celana dan kaos
pendek, serta sandal jepit selama proses produksi.
Bahan baku air kelapa yang digunakan untuk memproduksi nata de coco
berasal dari pasar-pasar tradisional disekitar lokasi industri nata de coco. Air
kelapa ini ditampung menggunakan wadah drum plastik dengan kapasitas 150
liter, setiap dua hari sekali air kelapa dapat terkumpul sebanyak 2.550 liter.
Proses perebusan air kelapa pada industri ini menggunakan bahan bakar berupa
kayu bakar dan serbuk gergaji, biasanya dalam satu minggu membutuhkan
sebanyak 1 mobil pick up kayu bakar. Limbah yang dihasilkan dari proses
produksi nata de coco yaitu berupa limbah cair dan limbah padat. Limah padat
yaitu berupa ampas kotoran kelapa dari proses penyaringan, nata de coco tidak
sempurna (reject), dan kertas koran dari sisa proses fermentasi. Sedangkan
limbah cair yang dihasilkan berupa limbah cair dari sisa fermentasi larutan nata
de coco dan limbah cair pada pencucian nampan. Sejauh ini belum ada
26
pengelolaan limbah cair yang dilakukan pada industri nata de coco X, dimana
tidak terdapat IPAL sehingga limbah yang dihasilkan langsung dibuang ke
sungai tanpa diolah terlebih dahulu.
4.1.2 Gambaran Umum Industri Nata de coco Y
Insustri nata de coco Y merupakan salah satu indutri yang mengolah air
kelapa menjadi nata de coco, industri ini berdiri pada tahun 2003 yang didirikan
oleh bapak Hery Supratikno, S.T. Industri ini beralamatkan di Kretek,
Banguntapan, Bantul. Industri nata de coco Y dalam memproduksi nata de coco
menghasilkan produk berupa nata de coco potongan dan nata de coco lembaran.
Pada mulanya, Industri Y memproduksi dengan kapasitas produksi sebesar 5 ton
perminggu, dengan semakin banyaknya pesananan akhirnya pada tahun 2006
Industri Y mengembangkan usahanya dengan menjual nata de coco potongan.
Industri nata de coco Y memiliki 140 petani yang tersebar diseluruh wilayah
DIY dan daerah sekitarnya, saat ini industri nata de coco Y telah berhasil
memasarkan produknya hingga ke Banten, Jakarta, Jawa Barat, Jawat Tengah,
dan Jawa Timur.
Industri Y beroprasi setiap hari Senin – Sabtu dimulai pada pukul 08.00
W.I.B sampai 16.00 W.I.B. Bahan baku air kelapa didapatkan melalui pengepul
yang mengumpulkan air kelapa dari pasar tradisional, pemecah kelapa, dan
produksi kopra sebanyak 4 ton per-hari. Kapasitas produksi industri nata de
coco Y memerlukan sebanyak 4000 liter air kelapa untuk dijadikan digunakan
sebagai media maupun untuk pembuatan starter, nantinya lembaran nata de coco
yang sudah panen akan dipotong dengan sesuai pesanan. Industri Y memiliki
pekerja sebanyak 50 orang. Perlengkapan kerja yang harus digunakan selama
proses produksi antara lain masker, baju kerja, tutup kepala, sarung tangan, dan
sepatu kerja.
Limbah yang dihasilkan dari proses produksi nata de coco di industri Y
yaitu limbah cair dan limbah padat. Limah padat yaitu berupa ampas kotoran
kelapa dari proses penyaringan, nata de coco tidak sempurna (reject), kulit ari
dari pembersihan nata, sisa nata dari proses penipisan dan pemotongan, nata
27
yang tidak sesuai standar, dan kertas koran dari sisa proses fermentasi.
Sedangkan limbah cair yang dihasilkan berupa limbah cair dari sisa fermentasi
larutan nata de coco , limbah cair dari proses pensortiran nata, pengepressan,
dan limbah cair pada pencucian nampan. Limbah cair yang dihasilkan pada
proses pengepressan dikumpulkan ke dalam tangki penampung berkapasitas
2000 liter, selain itu limbah cair yang dihasilkan kemudian dialirkan menuju
IPAL dengan proses pengendapan pada air limbah dengan penambahan bakteri,
kemudian limbah tersebut dialirkan menuju kolam akhir sebagai Bio-
indicator atau kolam ikan yang berisi ikan gurame sebagai indikator kualitas
efluen atau buangan limbah industri tersebut.
Berikut merupakan tabel perbandingan kedua industri nata de coco
berdasarkan beberapa kategori:
Tabel 4.4. Perbandingan Gambaran Umum Industri Nata de coco X dan Y
No Keterangan Industri X Industri Y
1 Tahun Berdiri 2011 2003
2 Jam Operasi 07.00-15.00 08.00-16.00
3 Produk Yang Dihasilkan Lembaran Nata de
coco
Nata de coco
Potong
4 Jumlah Pekerja Produksi 5 Orang 50 Orang
5 Kapasitas Produksi 1.205 Kg 1.617 Kg
28
4.2 Gambaran Umum Proses Produksi Nata de coco Industri X dan Y
4.2.1 Gambaran Umum Proses Produksi Industri X
Proses produksi pembuatan nata de coco pada industri X yaitu meliputi
proses penyaringan, perebusan, penuangan kedalam wadah fermentasi,
fermentasi, pemanenan, dan pencucian nampan. Air kelapa yang sudah
terkumpul dari pasar-pasar tradisional kemudian dikumpulkan kedalam tempat
penampungan sementara yang berkapasitas 150 liter. Air kelapa yang telah
ditampung akan disaring dengan menggunakan kain saring yang betujuan untuk
memisahkan kotoran-kotoran maupun daging buah kelapa yang mungkin terikut
kedalam air kelapa.
Tahap selanjutnya adalah proses perebusan air kelapa, air kelapa yang
sudah bersih kemudian dialirkan dengan menggunakan pompa kedalam tungku
stainless berkapasitas volume 360 liter sebanyak lima tungku. Proses perebusan
air kelapa dilakukan menggunakan kayu bakar dan serbuk gergaji selama 30
menit dengan suhu 90 . Proses perebusan ini bertujuan untuk mematikan
kontaminan-kontaminan yang dapat merusak kualitas air kelapa dan
mengoptimalkan proses pencampuran bahan-bahan campuran lainnya seperti
gula, amonium sulfat, dan asam cuka agar tercampur dengan sempurna.
Gambar 4.6. Tempat Penampungan Sementara Air
Kelapa
29
Gambar 4.2 Proses Perebusan Air Kelapa
Saat proses perebusan air kelapa sudah mencapai suhu 90 , air kelapa
kemudian ditambahkan gula pasir, asam cuka, dan amonium sulfat. Gula pasir
sebagai sumber karbon (C) terbaik untuk mengasilkan nata dan amonium sulfat
sebagai sumber nitrogen (N). Penambahan sumber C dan N dapat menghasilkan
nata lebih optimal dan menambah nutrisi pertumbuhan Acetobacter xylinum
dalam proses fermentasi (Edria & Wibowo, 2010). Asam cuka ditambahkan
untuk mengatur pH pada sekitar 4-5 (Hamad et al., 2011).
Gambar 4.7. Proses Perebusan Air Kelapa
Gambar 4.8. Proses Penambahan Asam Cuka dan Pencampuran Air
Kelapa
30
Setelah proses perebusan telah selesai, larutan air kelapa kemudian
dialirkan menggunakan pompa kedalam wadah tong untuk selanjutnya
dituangkan ke wadah atau nampan fermentasi yang berukuran 35cm x 24 cm.
Nampan tersebut kemudian ditutup dengan kertas koran dan diikat
menggunakan karet. Nampan yang telah tertutup disusun vertikal sebanyak 10
tumpukan disimpan dirak penyimpanan dan didiamkan selama satu malam
sampai suhu larutan air kelapa tersebut turun. Tahap ini bertujuan untuk
memberikan media bagi starter Acetobacter Xylinum untuk tumbuh dan
berkembang biak pada suhu yang sesuai.
Pada hari berikutnya proses inokulasi dilakukan dengan cara
penambahan starter biakan sebanyak 40 ml per nampan, pembuatan starter
dilakukan dengan sistem regenerasi biakan Acetobacter Xylinum. Nampan
tersebut kemudian ditutup kembali dengan rapat. Proses inokulasi dilakukan
selama 6-7 hari agar kualitas nata yang dihasilkan baik.
Gambar 4.9. Proses Penuangan Larutan Air Kelapa Ke Dalam
Nampan
31
Gambar 4.5 Proses Pendinginan Larutan Air Kelapa
Selama proses fermentasi berlangsung, tidak ada penanganan khusus
terkait pengontrolan pH, suhu ruangan, dan sebagainya. Bakteri Acetobacter
Xylinum tumbuh baik dalam media yang memiliki pH 3 – 4. Jika pH lebih dari
empat atau kurang dari tiga, maka proses fermentasi tidak akan dapat berjalan
optimum. Suhu optimum untuk pertumbuhan bakteri Acetobacter Xylinum
adalah pada suhu kamar (suhu 26 – 28oC) (Alviani, 2016).
Gambar 4.6 Proses Fermentasi Larutan Air Kelapa
Gambar 4.10. Proses Pendinginan Larutan Air Kelapa
Gambar 4.11. Proses Fermentasi Larutan Air Kelapa
32
Proses pemanenan nata dilakukan 1 minggu setelah proses fermentasi.
Ciri- ciri dari nata yang sudah siap untuk dipanen yaitu apabila ditekan tidak
akan keluar air yang bewarna kecoklatan. Nata yang berkualitas baik memiliki
warna putih keruh, tidak berjamur, dan tidak keras maupun lembek dan
memiliki ketebalan sebanding dengan volume ketinggian air kelapa yang
dituangkan pada nampan.
Lembaran nata dipanen dengan memisahkan nata dari nampan dan
kertas koran, cairan sisa fermentasi kemudian dikumpulkan dalam suatu wadah.
Pemanenan nata dikumpulkan dalam drum plastik dan dilakukan proses
pembersihan kulit nata secara manual oleh pekerja. Wadah nampan selanjutnya
dicuci dan dijemur. Pencucian nampan dilakukan menggunakan air mengalir
untuk membersihkan sisa cairan fermentasi nata dan dari kotoran-kotoran.
Gamb
Limbah cair yang dihasilkan dari proses fermentasi dan pencucian pada
industri X tidak diolah terlebih dahulu, karna pada industri X tidak memiliki
IPAL untuk mengolah air limbah yang dihasilkan. Limbah yang dihasilkan dari
proses produksi langsung dialirkan dan dibuang ke sungai. Sedangkan limbah
padat yang dihasilkan kemudian dikirim ke pihak ke tiga.
Gambar 4.12. Proses Pemanenan Nata de coco Dan Pencucian Nampan
33
Diagram alir proses produksi pada industri X dapat dilihat pada Gambar
4.13 dibawah ini:
Gambar 4.8 Diagram Alir Proses Produksi Nata de coco Industri X
Gambar 4.13. Diagram Alir Proses Produksi Nata de coco Industri X
34
Berikut merupakan layout proses produksi pada industri X yang ada pada Gambar 4.14 dibawah ini:
Gambar 4.9 Layout Proses Produksi Nata de coco Industri X Gambar 4.14. Layout Proses Produksi Nata de coco Industri X
35
4.2.2 Gambaran Umum Proses Produksi Industri Y
Dalam proses produksi nata de coco industri Y berbeda dari industri X,
industri Y melakukan proses pengupasan, dan pemotongan pada nata de coco
yang sudah panen. Proses produksi pembuatan nata de coco pada industri Y
yaitu meliputi proses penyaringan, perebusan, pencampuran, penuangan
kedalam wadah, fermentasi, pemanenan, pencucian nampan, pengupasan kulit
ari, pemotongan, pensortiran, pengepressan, dan pengemasan. Air kelapa yang
sudah terkumpul dari pengepul kemudian dikumpulkan kedalam tempat
penampungan sementara yang berkapasitas 1000 liter sebanyak 18 tangki.
Pembelian air kelapa di pengepul dilakukan pengecekan dan penyaringan
terlebih dahulu. Air kelapa yang digunakan telah memenuhi standar
karakteristik yang ditetapkan diantaranya airnya masih segar, tidak keruh atau
berwarna coklat dan tidak berbau busuk.
Air kelapa yang telah ditampung akan disaring dengan kain saring,
proses ini bertujuan untuk memisahkan kotoran-kotoran yang mungkin terikut
kedalam air kelapa. Tahap selanjutnya adalah proses perebusan air kelapa, air
kelapa yang sudah bersih kemudian dialirkan dengan menggunakan pompa
kedalam tungku stainless. Proses perebusan air kelapa pada industri Y dilakukan
menggunakan tungku pemanas berbahan bakar kayu dengan alat penunjang
Gambar 4.15. Tangki Penyimpanan Air Kelapa Industri
Y
36
mesin boiler selama 15 menit dengan suhu 90 . Proses perebusan ini bertujuan
untuk mematikan kontaminan-kontaminan yang dapat merusak kualitas air
kelapa dan mengoptimalkan proses pencampuran bahan-bahan campuran
lainnya seperti gula, amonium sulfat, dan asam cuka agar tercampur dengan
sempurna.
Gambar 4.11 Proses Perebusan Air Kelapa Industri Y
Setelah proses perebusan telah selesai, larutan air kelapa kemudian
dialirkan menggunakan pompa kedalam wadah tong untuk selanjutnya
dituangkan ke wadah atau nampan fermentasi yang berukuran 35cm x 24 cm.
Larutan air kelapa dituangkan sebanyak 1,4 liter pada tiap nampan. Proses
pendinginan dilakukan setelah proses perebusan air kelapa. Proses pendinginan
dilakukan didalam nampan fermentasi yang kemudian ditutup dengan kertas
koran dan diikat menggunakan karet. Nampan yang telah tertutup disusun
vertikal sebanyak 20 tumpukan disimpan dirak penyimpanan dan didiamkan
selama satu malam sampai suhu larutan air kelapa tersebut turun. Tahap ini
bertujuan untuk memberikan media bagi starter Acetobacter Xylinum untuk
tumbuh dan berkembang biak pada suhu yang sesuai.
Gambar 4.16. Proses Perebusan Air Kelapa Industri Y
37
Gambar 4.12 Proses Penuangan Larutan Air Kelapa Industri Y
Pada hari berikutnya proses inokulasi dilakukan dengan cara
penambahan starter Acetobacter Xylinum biakan sebanyak 75 ml per nampan.
Pembuatan biakan starter dilakukan dengan proses pemasakan yang sama tetapi
dengan resep khusus untuk biakan strater dengan umur biakan selama 4 hari
sampai terbentuk lapisan nata didalam botol. Air kelapa yang sudah masak
dimasukkan sebanyak 600 ml per wadah botol kaca dan ditutup rapat
menggunakan kertas dan karet.
Gambar 4.17. Proses Penuangan Larutan Air Kelapa Industri Y
Gambar 4.18. Proses Pendinginan Larutan Air Kelapa
Industri Y
38
Nampan yang berisi larutan air kelapa dan starter mengalami proses
fermentasi kurang lebih selama 6-7 hari. Selama proses fermentasi tidak boleh
terjadi goncangan karena akan mengakibatkan kegagalan. Pembentukan nata de
coco terjadi karena proses pengambilan glukosa dari larutan gula didalam air
kelapa oleh mikroba A. xylinum. Glukosa tersebut digabungkan dengan asam
lemak membentuk prekursor pada membran sel. Prekursor ini kemudian
dikeluarkan dalam bentuk ekskresi mempolimerisasikan glukosa menjadi
selulosa diluar sel dengan bantuan enzim (Rizal et al., 2013).
Gambar 4.14 Proses Fermentasi Larutan Air Kelapa Industri Y
Selama Proses fermentasi tidak ada penanganan khusus terkait
pengontrolan pH, suhu ruangan, dan sebagainya. Hal ini menjadi salah satu
faktor yang dapat mempengaruhi produk akhir dari lembaran nata de coco.
Setelah proses fermentasi telah selesai, lembaran nata dipanen dengan
memisahkan nata dari nampan, kertas koran, dan cairan sisa fermentasi yang
kemudian dikumpulkan dalam suatu wadah sedangkan wadah nampan
selanjutnya dicuci dan dijemur.
Gambar 4.19. Proses Fermentasi Larutan Air Kelapa Industri Y
39
Gambar 4.15 Proses Pemanenan Dan Pencucian Nampan Industri Y
Lembaran nata dikumpulkan dalam wadah tong dan dilakukan proses
pembersihan kulit nata dengan mesin oleh pekerja. Lembaran nata yang telah
bersih dari kulit ari kemudian dilakukan proses penipisan lembaran nata dan
pemotongan nata dengan menggunakan mesin pemotong. Fungsi mesin
pemotong nata de coco adalah untuk memudahkan pemotongan nata yang
masih berupa lembaran nata.
Gambar 4.16 Proses Pembersihan Kulit Ari
Gambar 4.20. Proses Pemanenan Dan Pencucian Nampan Industri Y
Gambar 4.21. Proses Pembersihan Kulit Ari
40
Setelah proses pembersihan kulit ari, kemudian dilakukan proses
penipisan dan pemotongan. Proses penipisan nata de coco bertujuan untuk
membelah nata menjadi lebih tipis agar mudah saat proses pemotongan. Ukuran
lembaran nata dan potongan nata disesuaikan dengan pesanan, biasanya 0,3 x
0,3 cm; 0,6 cm ; 1,2 cm ; atau serut nata juice. Nata yang telah ditipiskan
kemudian ditata dengan rapi diatas teflon secara berjajar maksimal 2 lembar.
Setelah lembaran nata dilakukan pemotongan, potongan nata de coco tersebut
kemudian dilakukan pensortiran dengan alat magnet separator untuk
memisahkan nata potong dengan kontaminan besi dan pengotor feromagnetik
kecil lainnya. Selain pensortiran dengan alat, pensortiran juga dilakukan secara
manual oleh pekerja untuk menyortir ukuran potongan nata yang tidak sesuai
dengan ukuran standar.
Proses selanjutnya, nata potong yang telah di sortir dimasukkan kedalam
karung yang akan dipress menggunakan mesin press. Karung yang digunakan
harus memiliki pori yang lebih kecil dari ukuran nata potong. Tujuan dari
pengepressan ini adalah untuk menyusutkan kadar air yang ada dalam nata de
coco yang selanjutnya siap untuk di lakukan pengemasan. Proses pengemasan
juga dilakukan pemantauan suhu dan sterilisasi dengan cara pasteurisasi,
pasteurisasi adalah sebuah proses pemanasan makanan dengan tujuan
membunuh organisme merugikan seperti bakteri, protozoa, kapang, dan khamir.
Gambar 4.22. Hasil Nata Proses Pensortiran
41
Gambar 4.18 Proses Pengepressan
Setelah proses pengemasan selesai nata de coco potong pun siap untuk
dikirim langsung ke pemesan dan diolah lagi oleh industri lain. Limbah cair
yang dihasilkan selama proses produksi nata de coco dialirkan dan langsung
diolah menuju IPAL yang dimiliki oleh inudtri Y. Sedangkan limbah padat yang
dihasilkan seperti koran bekas fermentasi, nata reject, sisa kulit ari, dan nata
potong yang tidak sesuai akan dibawa ke TPA.
Gambar 4.19 Limbah Padat Industri Y
Gambar 4.23. Proses Pengepressan
Gambar 4.24. Limbah Padat Industri Y
42
Diagram alir proses produksi pada industri Y dapat dilihat pada Gambar
4.25 dibawah ini:
Gambar 4.20 Diagram Alir Produksi Nata de coco Industri YGambar 4.25. Diagram Alir Produksi Nata de coco Industri Y
43
Berikut merupakan layout proses produksi pada industri Y yang ada pada Gambar 4.26 dibawah ini:
Gambar 4.21 Layout Proses Produksi Nata de coco Industri Y Gambar 4.26. Layout Proses Produksi Nata de coco Industri Y
44
4.3 Analisis Tahapan Produksi Industri Nata de coco X
4.3.1 Penggunaan Bahan Baku
Bahan-bahan yang digunakan untuk memproduksi nata de coco pada
indusri X terdiri dari air kelapa, gula pasir, amonium sulfat, dan asam cuka. Air
kelapa yang digunakan dalam pembuatan nata harus berasal dari kelapa yang
masak optimal, tidak terlalu tua atau terlalu muda. Rasio penambahan bahan
tambahan yang diperlukan oleh bakteri seperti karbohidrat sederhana, sumber
nitrogen, dan asam asetat harus diatur secara optimal, dan prosesnya terkontrol
dengan baik. Penggunaan bahan baku untuk sekali produksi dapat dilihat pada
Tabel 4.5 sebagai berikut:
Tabel 4.5. Penggunaan Bahan Baku Industri Nata de coco X
No
Kapasitas
Produksi Proses Produksi Bahan Baku Jumlah Satuan
Liter
1 1.800 Pencampuran
Air Kelapa 1.773 Liter
Gula Pasir 1 Kg
Amonium
Sulfat 1 Kg
Asam Cuka 3 Liter
2 1.800 Penambahan
Starter Starter 48 Liter
Pada umumnya senyawa karbohidrat sederhana dapat digunakan sebagai
suplemen pembuatan nanta de coco, diantaranya adala senyawa-senyawa
maltosa, sukrosa, laktosa, fruktosa dan manosa. Dari beberapa senyawa
karbohidrat sederhana itu sukrosa merupakan senyawa yang paling ekonomis
digunakan dan paling baik bagi pertumbuhan dan perkembangan bibit nata.
Sumber nitrogen yang dapat digunakan untuk mendukung pertumbuhan
aktivitas bakteri nata dapat berasal dari nitrogen organic, seperti misalnya
protein dan ekstrak yeast, maupun nitrogen anorganic seperti misalnya
ammonium fosfat, urea, dan ammonium sulfat. Namun, sumber nitrogen
anorganik sangat murah dan fungsinya tidak kalah jika dibandingkan dengan
45
sumber nitrogen organic. Bahkan diantara sumber nitrogen anorganik ada yang
mempunyai sifat lebih yaitu ammonium sulfat. Kelebihan yang dimaksud adalah
murah, mudah larut, dan selektif bagi mikroorganisme lain. Asam asetat atau
asam cuka digunakan untuk menurunkan pH atau meningkatkan keasaman air
kelapa (Zulfa & Devi Rismayanti, 2018).
4.3.2 Penggunaan Air dan Neraca Air
Dalam proses produksi pembuatan nata de coco, industri X hanya
menggunakan air pada proses pencucian nampan bekas fermentasi. Dalam
prosesnya, industri X membutuhkan jumlah air yang banyak untuk memcuci
1.200 nampan. Pencucian nampan dilakukan menggunakan air mengalir untuk
membersihkan sisa cairan fermentasi nata dan dari kotoran-kotoran. Berikut
merupakan Tabel 4.6 yang menunjukkan jumlah kebutuhan air pada proses
pencucian nampan pada industri X:
Tabel 4.6. Kebutuhan Air Pada Proses Pencucian Nampan Industri Nata
de coco X
No Pengukuran
Kapasitas
Produksi Kebutuhan Air
Air Yang
Dibuang
Liter Liter Liter/produksi
1 1 1.800 540 487
2 2 1.800 525 437
3 3 1.800 534 466
Rata-Rata 533 463
Dari tabel 4.6 dapat kita lihat bahwa kebutuhan air bersih untuk mencuci
nampan yaitu sebesar 533 liter dan menghasikan air limbah pencucian sebesar
463 liter. Kehilangan air pada proses ini terjadi karena tata cara pekerja yang
tidak teratur dalam bekerja, dan adanya air yang tercecer di lantai saat proses
pencucian. Berikut merupakan neraca air pada tahap pencucian nampan industri
X:
46
Gambar 4.27. Flow Chart Neraca Air Industri X
47
Dari data penggunaan air pada tabel 4.6 tersebut dapat diketahui berapa
jumlah limbah yang dihasilkan per ton nata yang dapat dilihat pada Tabel 4.7
dibawah ini:
Tabel 4.7. Limbah Cair Per Ton Produk Industri Nata de coco X
Nama
Industri
Air Yang
Dibuang
Total Lembaran
Nata m3/Ton
m3
Ton
X 0,463 1,2015 0,39
Dari Tabel 4.8. maka dapat disimpulkan bahwa dalam memproduksi 1
ton nata de coco menghailkan limbah cair sebanyak 0,39 m3. Berdasarkan baku
mutu kualitas limbah menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor 5 tahun 2014 tentang baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan
pengolahan kelapa yang ditinjau berdasarkan indikator debit limbah maksimum,
maka debit limbah yang diperbolehkan yaitu sebesar 15 m3/ton produksi. Jika
dibandingkan dengan debit yang dihasilkan pada industri nata de coco X maka
debit yang dihasilkan masih berada dibawah baku mutu yang telah ditetapkan.
4.3.3 Penggunaan Energi dan Neraca Energi
Dalam proses produksi pembuatan nata de coco, industri X
membutuhkan energi listrik dan energi kayu bakar di dalam proses pembuatan
nata. Penggunaan kayu bakar dan serbuk gergaji diperlukan pada proses
pemasakan air kelapa. Berikut merupakan Tabel 4.8 yang menunjukkan
kebutuhan bahan bakar kayu industri nata de coco X:
Tabel 4.9. Kebutuhan Bahan Bakar Kayu Indusri Nata de coco X
No Proses
Produksi
Kapasitas
Produksi Bahan Bakar Jumlah
Liter Kg
1 Perebusan 1.800 Kayu Bakar 143
1.800 Serbuk Gergaji 70
48
Dalam proses perebusan air kelapa pada industri X dibutuhkan Kayu
bakar sebanyak 143 Kg dan serbuk gergaji sebanyak 70 kg. Berikut Merupakan
perhitungan konsumsi energi pemasakan air kelapa pada industri nata de coco
X:
Diketahui:
Rata-rata suhu air kelapa awal (ta) = 26℃
Rata-rata suhu pemasakan (tb) = 90℃
Massa air kelapa (ma) = 1.800 Kg
Kapasitas panas air (ca) = 4,2 KJ/kg ℃
Panas laten penguapan (h) = 2.260 KJ/kg ℃
Massa air kelapa yang diuapkan (mu) = 9 Kg
Energi Pemasakan Air Kelapa = m x Cp x ∆t
= 1.800 Kg x 4,2 KJ/kg ℃ x (90-26) ℃
= 483.840 KJ
= 483,84 MJ
Energi Penguapan Air Kelapa = m x h
= 9 Kg x 2.260 KJ/kg
= 20.340 KJ
= 20,34 MJ
Energi Total Pemasakan = 483,84 MJ + 20,34 MJ
= 504,18 MJ
Energi Bahan Bakar Kayu = Massa Kayu x Nilai Kalor kayu
= 143 kg x 15,0 MJ
49
= 2.145 MJ = 0,002144 TJ
Energi Input = Energi Bahan Bakar Kayu = 2.145 MJ
Energi Output = Energi Total Pemasakan = 504,18 MJ
Efisiensi Sistem =
x 100%
=
x 100% = 23,5 %
Berikut persamaan reaksi pembakaran pada kayu untuk proses perebusan
larutan air kelapa:
Dari persamaan reaksi tersebut, Hasil samping dari kayu bakar adalah
CO2 dan arang. Perhitungan untuk emisi CO2 dari kayu bakar menggunakan
metode standar IPCC (BAPPENAS, 2014). Adapun energi dan emisi CO2 yang
dihasilkan oleh kayu bakar pada proses perebusan adalah sebagai berikut:
Emisi CO2 = Konsumsi Energi x Faktor Emisi
= 0,002144 TJ x 112 ton CO2/TJ
= 0,240128 ton CO2
= 240,13 kg CO2
Dari persamaan diatas dapat diketaui energi yang dibutuhkan untuk
konsumsi kayu bakar yaitu sebesar 2145 MJ dan emisi gas CO2 yang dihasilkan
yaitu sebesar 240,13 kg CO2. Berikut merupakan Gambar 4.28 yang
menunjukkan neraca energi kayu bakar pada industri X:
50
Energi listrik digunakan untuk penggunaan pompa pada proses
penyaringan, perebusan, dan penuangan air kelapa. Besar atau kecilnya
kebutuhan energi listrik dapat diketahui dengan daya pompa yang digunakan
dan lamanya penggunaan pompa tersebut. Berikut merupakan Tabel 4.9 yang
menunjukkan jumlah kebutuhan energi listrik pada industri X:
Tabel 4.10. Kebutuhan Energi Listrik Indusri Nata de coco X
No Proses
Produksi
Kapasitas
Produksi
Energi
Listrik Durasi
Penggunaan
Energi
Liter kW Jam kWh
1 Penyaringan 1.800 0.15 2 0.3
2 Perebusan 1.800 0.5 2 1
3 Penuangan 1.800 0.1 4 0.4
Jumlah 1.7
Data penggunaan energi listrik pada Tabel 4.9 dapat dihitung konsumsi
energi listrik pada industri nata de coco X sebagai berikut:
Energi Proses Penyaringan = 0,3 kWh x
= 1,08 MJ
Energi Proses Perebusan = 1 kWh x
= 3,6 MJ
Energi Proses Penuangan = 0,4 kWh x
= 1,44 MJ
Gambar 4.28. Flow Chart Neraca Energi Kayu Bakar
Industri X
51
Penggunaan energi listik memiliki hasil samping adalah berupa emisi.
Emisi yang dihasilkan oleh energi listrik yaitu CO2. Penggunaan listrik termasuk
pada emisi CO2 Sekunder. Untuk menghitung emisi CO2 menggunakan metode
rumus perhitungan IPCC (Sasmita, Asmura, & Andesgur, 2018). Dimana Emisi
faktor CO2 konsumsi energi sebesar 0,000794 ton CO2/kWh dikali dengan
konsumsi energi listrik. Berikut perhitungan emisi CO2 yang dihasilkan:
Emisi CO2 Penyaringan = 0,000794 ton CO2/KWh x 0,3 kWh
= 0,000238 ton CO2
= 0,238 kg CO2
Emisi CO2 Perebusan = 0,000794 ton CO2/KWh x 1 kWh
= 0,000794 ton CO2
= 0,794 kg CO2
Emisi CO2 Penuangan = 0,000794 ton CO2/KWh x 0,4 kWh
= 0,000317 ton CO2
= 0,317 kg CO2
Dari persamaan diatas dapat direpresentasikan kedalam sebuah neraca
energi listrik, berikut merupakan Gambar 4.29 yang merupakan neraca energi
listrik pada proses prooduksi industri X:
52
0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
3.50
4.00
Grafik Konsumsi Enegi Listrik Dan Emisi CO2 Yang Dihasilkan
Series1
Series2
Penyaringan Perebusan Penuangan
Konsumsi Energi
Emisi CO2
Dari hasil analisis yang dilakukan dan pemantauan di lapangan diketahui
bahwa kebutuhan energi listrik untuk proses produksi nata de coco pada industri
X adalah sebesar 1,7 kWh. Kebutuhan energi listrik terbesar bersumber dari
proses perebusan yaitu sebesar 1 kWh. Hasil perhitungan konsumsi energi listrik
dan emisi CO2 yang dihasilkan dalam proses produksi nata de coco pada
industri X maka grafik yang ditunjukkan pada Gambar 4.30 sebagai berikut.
Gambar 4.29. Flow Chart Neraca Energi Listrik Industri X
Gambar 4.30. Konsumsi Energi Listrik Dan Emisi CO2 Yang Dihasilkan
Industri X
53
4.3.4 Neraca Massa
Neraca massa adalah suatu perhitungan yang tepat dari semua bahan-bahan yang masuk, yang terakumulasi dan yang keluar dalam
waktu tertentu. Analisis proses produksi dan pembuatan neraca massa dilakukan pada setiap tahapan proses, dimana diperlukan analisis
terhadap penggunaan bahan baku, penggunaan air, kebutuhan energi, dan analisis jenis dan jumlah limbah yang dihasilkan pada setiap proses
produksi. Berikut merupakan Tabel 4.10 input dan output pada proses produksi industri X:
Tabel 4.11. Input Dan Output Pada Proses Produksi Industri X
No Proses
INPUT OUTPUT
Bahan Jumlah Product Non Product Output
Jenis Jumlah Jenis Jumlah
1 Penyaringan Air Kelapa (Liter) 1.800 Air Kelapa (Liter) 1.782 Limbah Padat (Kg) 18
Emisi CO2 (Kg) 0,23
2 Perebusan
Air Kelapa (Liter) 1.782 Air Kelapa (Liter) 1.773,09 Uap Air (Liter) 8,91
Kayu Bakar (Kg) 143
Abu Kayu Bakar (Kg) 2,86
Serbuk Gergaji (Kg) 70
Emisi CO2 (Kg) 0,79
3 Pencampuran
Air Kelapa (Liter) 1.773,09 Air Kelapa (Liter) 1,764,23 Losses (Liter) 8,86
Gula Pasir (Kg) 1
Amonium Sulfat (Kg) 1
Asam Cuka (Liter) 3
54
No Proses
INPUT OUTPUT
Bahan Jumlah Product Non Product Output
Jenis Jumlah Jenis Jumlah
4 Penuangan Air Kelapa (Liter) 1,764,23 Air Kelapa (Liter) 1.755,41
Air Kelapa Tumpah
(Liter) 8,82
Emisi CO2 (Kg) 0,31
5 Pendinginan Air Kelapa (Liter) 1.755,41 Air Kelapa (Liter) 1.755,41
6 Penambahan
Starter
Air Kelapa (Liter) 1.755,41 Air Kelapa (Liter) 1.803,41
Starter (Liter) 48
7 Fermentasi Air Kelapa (Liter) 1.803,41 Lembaran Nata (Kg) 1.350
Limbah Fermentasi
(Liter) 301
8 Pemanenan Lembaran Nata (Kg) 1.350 Lembaran Nata (Kg) 1.201,5 Nata Reject (Kg) 148,5
Koran Bekas (Kg) 12
9 Pencucian
Nampan Air Bersih (Liter) 533
Limbah Cair (Liter) 463
Berdasarkan tabel perhitungan neraca massa untuk proses produksi nata de coco industri X, maka dapat digambarkan ke dalam
sebuah neraca. Berikut merupakan flow chart neraca massa dari proses produksi industri X dapat dilihat pada Gambar 4.31 di bawah ini:
55
Gambar 4.25 Flow Chart Neraca Massa Pembuatan Nata de coco Industri X
Limbah Pencucian 463 L
Gambar 4.31. Flow Chart Neraca Massa Pembuatan Nata de coco Industri X
56
4.3.5 Jenis Dan Jumlah Limbah Yang Dihasilkan
Dalam melakukan proses produksi pembuatan nata de coco industri X
menghasilkan dua jenis limbah, yaitu limbah cair dan limbah padat. Menurut
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup, limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan. Limbah
cair dihasilkan dari tahapan proses pencucian, dan sisa cairan fermentasi.
Sedangkan limbah padat yaitu berupa ampas kotoran kelapa dari proses
penyaringan, nata de coco tidak sempurna (reject), dan kertas koran dari sisa
proses fermentasi. Berikut Tabel 4.11 yang menunjukkan jumlah limbah padat
yang dihasilkan pada industri X:
Tabel 4.12. Limbah Padat Industri Nata de coco X
No Jenis Limbah Kapasitas Produksi Limbah Padat
Liter Kg
1 Nata Reject 1.800
148
2 Koran Bekas 12
Jumlah 160
Berdasarkan data pada tabel 4.11 limbah padat pada industri nata de
coco X dihasilkan pada tahap pemanenan nata dimana limbah yang dihasilkan
yaitu berupa nata reject sebesar 149 kg dan koran bekas dengan jumlah 12 kg.
Sedangkan jumlah limbah cair yang dihasilkan pada proses produksi nata dapat
dilihat pada Tabel 4.12 dan Tabel 4.13 sebagai berikut:
Tabel 4.13. Limbah Cair Pencucian Nampan Industri Nata de coco X
No Jenis Limbah
Kapasitas
Produksi
Kebutuhan
Air
Air Yang
Dibuang
Liter Liter Liter/produksi
1 Pencucian
Nampan 1.800
540 487
525 437
534 466
Rata-Rata 533 463
57
Tabel 4.14. Limbah Cair Sisa Fermentasi Industri Nata de coco X
No Jenis Limbah Kapasitas Produksi Volume
Liter Liter/produksi
1 Sisa Fermentasi 1.800
325
270
308
Rata-Rata 301
Pada Gambar 4.32 dibawah ini menunjukkan grafik perbandingan
antara jumlah kebutuhan air saat proses pencucian nampan dengan debit limbah
cair yang dihasilkan dari proses pencucian nampan.
Gambar 4.32. Grafik Perbandingan Jumlah Kebutuhan Air Dan Debit
Limbah Pencucian Nampan Industri X
0
100
200
300
400
500
600
1 2 3
Perbandingan Jumlah Kebutuhan Air Dan Debit Limbah Pencucian Nampan
Series1 Series2Kebutuhan Air Debit Limbah
58
Berdasarkan data pada Tabel 4.12 diatas, maka dapat dihitung Losses
atau unaccounted water selama proses pencucian nampan dengan cara:
[
]
[
]
Kehilangan air yang terjadi pada proses pencucian nampan dikarenakan
tata cara pekerja yang tidak teratur dalam bekerja, dan adanya air yang tercecer
di lantai saat proses pencucian.
59
Berikut merupakan arah aliran air bersih dan air limbah pada industri X pada Gambar 4.33 dibawah ini:
Sungai
Gambar 4.33. Arah Aliran Air Bersih Dan Air Limbah Pada Industri X
60
4.3.6 Produksi Bersih Yang Telah Dilakukan
Dalam proses produksi industri X belum banyak melakukan usaha untuk
minimisasi limbah cair yang dihasilkan, namun ada beberapa usaha yang telah
dilakukan yaitu:
1. Penjualan Limbah Sisa Kertas Koran kepada Pihak Ketiga
Limbah padat (kertas koran) yang dihasilkan dari proses fermentasi
dipisahkan dan dikumpulkan dalam tempat khusus dan dijual kepada
pihak ketiga. Sisa kertas koran yang dihasilkan sebanyak 12 Kg setiap
harinya. Limbah kertas tidak dibuang begitu saja, melainkan dijual
kembali kepada pihak ketiga ketika, yang dapat menambah pendapatan
industri X, sehingga kegiatan ini merupakan salah satu manfaat tindakan
produksi bersih.
2. Penghematan Penggunaan Listrik
Energi listrik merupakan salah satu energi yang digunakan dalam suatu
industri. Industri nata de coco X telah melakukan penghematan energi
listrik dengan cara mendesain ruang produksi dengan pencahayaan yang
cukup, sehingga memungkinkan tidak digunakannya lampu penerangan
pada siang hari. Peralatan listrik di industri nata de coco X juga
digunakan sesuai dengan kebutuhan.
4.3.7 Identifikasi Permasalahan Pada Kegiatan Produksi
Dalam proses produksi nata de coco terdapat berbagai permasalahan
yang dilihat dari aspek keseluruhan produksi yang mencakup bahan baku,
teknologi, proses produksi, tata laksana, produk dan limbah. Permasalahan pada
aspek bahan baku air kelapa di industri X yaitu diamana penyaringan air kelapa
tidak dilakukan saat penampungan bahan baku tetapi baru dilakukan pada saat
sebelum perebusan sehingga meningkatkan risiko kerusakan bahan selama
penyimpanan. Serta tidak ada aturan FIFO (First In First Out) sehingga
penggunaan bahan tidak sesuai urutan lamanya waktu penyimpanan.
61
Permasalahan aspek proses produksi yaitu kondisi pH dan suhu
pemasakan air kelapa tidak dilakukan pengecekan dan pengadukan sesuai
dengan standar, kondisi ruangan fermentasi belum optimum, dan produk gagal
disebabkan karena terjadinya kontaminasi jamur akibat proses fermentasi yang
kurang higienis. Permasalahan aspek tata laksana yaitu larutan air kelapa dibawa
menggunakan ember penampungan sehingga tercecer atau tumpah di lantai
produksi, sedangkan penuangan larutan air kelapa panas menggunakan gelas
ukur yang berpotensi tumpah dan mengenai tangan pekerja yang tidak
menggunakan APD saat bekerja. Permasalahan pada limbah padat yang dihasilan
yaitu nata reject sebanyak 148,5 kg yang dibuang langsung, dan pada industi X
tidak terdapat IPAL sehingga limbah cair yang dihasilkan langsung dibuang ke
sungai tanpa dilakukan pengolahan terlebih dahulu. Berikut merupakan Tabel
4.14 yang menjelakan permasalahan yang terjadi pada industri X:
Tabel 4.15. Identifikasi Masalah Pada Kegiatan Industri X
No Aspek Proses Permasalahan Dampak
1 Bahan Baku
Penyimpanan
Bahan Baku
Penyaringan tidak
dilakukan saat
penampungan bahan
baku, sehingga
meningkatkan risiko
kerusakan air kelapa
selama penyimpanan.
Dapat
mengakibatkan
kerusakan dan
penurunan
kualitas air
kelapa.
Penggunaan
Bahan
Serta tidak ada aturan
FIFO (First In First
Out) sehingga
penggunaan bahan
tidak sesuai urutan
lamanya waktu
penyimpanan.
Mengakibatkan
penggunaan
bahan tidak
sesuai dengan
urutan waktu
penyimpanan.
62
No Aspek Proses Permasalahan Dampak
2 Teknologi Perebusan
Terbentuknya abu dan
arang akibat
pembakaran kayu
bakar.
Dapat
menyebabkan
polusi udara,
berisiko
terpapar asap
karbon
dioksida yang
berbahaya
terhadap
kesehatan.
3 Proses
Produksi
Perebusan dan
Pencampuran
Kondisi pH dan suhu
pemasakan air kelapa
tidak dilakukan
pengecekan sesuai
dengan standar.
Meningkatkan
resiko nata
reject karena
pada proses
produksi
belum
dilakukan
dengan
optimal.
Fermentasi
Kondisi ruangan
fermentasi belum
optimum.
4 Tata
Laksana Penuangan
Larutan air kelapa
dibawa menggunakan
ember penampungan
sehingga tercecer atau
tumpah di lantai
produksi.
Banyaknya
timbulan
limbah cair
yang
dihasilkan.
5 Produk - - -
6 Limbah
Fermentasi Limbah cair belum ada
upaya pemanfaatan. Apabila tidak
ditangani
menimbulkan
bau yang dapat
mengganggu
lingkungan
sekitarnya dan
pencemaran
air.
Pemanenan
Limbah nata reject
belum ada upaya
minimisasi dan
pemanfaatan.
Pencucian
Nampan
Limbah cair belum ada
upaya pemanfaatan.
63
4.4 Analisis Tahapan Produksi Industri Nata de coco Y
4.4.1 Penggunaan Bahan Baku
Bahan-bahan yang digunakan untuk memproduksi Nata de coco pada
Indusri Y terdiri dari air kelapa, gula pasir, amonium sulfat, dan asam cuka.
Namun, pada industri Y terdapat pengecekan air kelapa menggunakan brix
refraktometer. Brix refraktometer adalah sebuah alat yang biasa digunakan
untuk mengukur kadar atau konsentrasi bahan atau zat terlarut yang terdapat
dalam air kelapa. Setelah mengetahui kadar zat terlarut yang terdapat dalam air
kelapa tersebut maka dapat diketahui persenan penambahan bahan penunjang
seperti gula pasir, amonium sulfat, dan asam cuka. Berikut merupakan Tabel
4.15 yang menunjukkan penggunaan bahan baku pada industri Y:
64
Tabel 4.16. Kebutuhan Bahan Baku Industri Nata de coco Y
No Pengukuran
Kapasitas
Produksi Proses Produksi Bahan Jumlah Satuan
Liter
1
1 2.500 Pencampuran
Gula Pasir 19,70 Kg
Amonium Sulfat 9,85 Kg
Asam Cuka 7 Liter
2 2.000 Pencampuran
Gula Pasir 15,76 Kg
Amonium Sulfat 7,88 Kg
Asam Cuka 5 Liter
3 2.800 Pencampuran
Gula Pasir 22,07 Kg
Amonium Sulfat 11,03 Kg
Asam Cuka 8 Liter
2
1 2.500 Penambahan
Starter
Starter 141 Liter
2 2.000 Starter 112,8 Liter
3 2.800 Starter 157,99 Liter
65
Tabel 4.17. Kebutuhan Rata-Rata Bahan Baku Industri Nata de coco Y
No
Kapasitas
Produksi Proses
Produksi Bahan
Jumlah
Rata-Rata Satuan
Liter
1
2433
Pencampuran
Gula Pasir 19 Kg
Amonium
Sulfat 10 Kg
Asam Cuka 7 Liter
2 Penambahan
Starter Starter 137 Liter
4.4.2 Penggunaan Air dan Neraca Air
Dalam proses produksi pembuatan nata de coco, industri Y
menggunakan air pada proses pencucian nampan bekas fermentasi, dan
pensortiran. Berikut merupakan Tabel 4.17 yang menunjukkan jumlah
kebutuhan air pada proses produksi di industri Y:
Tabel 4.18. Kebutuhan Air Pada Proses Pencucian Nampan Industri Y
No Pengukuran
Kapasitas
Produksi Kebutuhan Air
Air Yang
Dibuang
Liter Liter Liter/hari
1 1 2500 1085 941
2 2 2000 748 638
3 3 2800 1375 1260
Rata-rata 1069 946
Dari Tabel 4.17 dapat dilihat bahwa kebutuhan air bersih untuk mencuci
nampan yaitu sebesar 1069 liter dan menghasikan air limbah pencucian sebesar
946 liter. Kehilangan air pada proses ini terjadi karena tata cara pekerja yang
tidak teratur dalam bekerja, dan adanya air yang tercecer di lantai saat proses
pencucian.
66
Tabel 4.19. Kebutuhan Air Pada Proses Pensortiran Industri Y
Berdasarkan tabel 4.18 dapat kita lihat bahwa kebutuhan air bersih rata-
rata untuk proses pensortiran yaitu sebesar 900 liter dan menghasikan air limbah
sebesar 756 liter. Kehilangan air pada proses ini terjadi karena tata cara pekerja
yang tidak teratur dalam bekerja karena proses pensortiran dilakukan secara
manual dengan menggunakan ayakan plastik dengan lubang yang disesuaikan
dengan ukuran potongan nata, dan adanya air yang tercecer di lantai saat proses
pensortiran. Dari data penggunaan air pada Tabel 4.17 dan Tabel 4.18 tersebut
dapat diketahui berapa jumlah limbah cair per kg nata yang dapat dilihat pada
Tabel 4.19 dibawah ini:
Tabel 4.20. Limbah Cair Per Kilogram Produk Industri Nata de coco Y
Nama Industri
Air Yang
Dibuang
Total Lembaran
Nata m3/Ton
m3 Ton
Y 1,702 1,617 1,05
Dari analisis yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa dalam
memproduksi 1 Ton nata de coco menghailkan limbah cair sebanyak 1,05 m3.
Berdasarkan baku mutu kualitas limbah menurut Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor 5 tahun 2014 tentang baku mutu air limbah bagi
usaha dan/atau kegiatan pengolahan kelapa yang ditinjau berdasarkan indikator
debit limbah maksimum, maka debit limbah yang diperbolehkan yaitu sebesar
15 m3/ton produksi. Jika dibandingkan dengan debit yang dihasilkan pada
industri nata de coco Y maka debit yang dihasilkan masih berada dibawah baku
mutu yang telah ditetapkan.
No Proses Pengukuran
Kapasitas
Produksi
Kebutuhan
Air
Air Yang
Dibuang
Liter Liter Liter/hari
1
Pensortiran
1 2500 937 777
2 2 2000 656 520
3 3 2800 1105 971
Rata-Rata 900 756
67
Berikut Gambar 4.34 merupakan flow chart neraca air pada proses produksi nata de coco pada industri Y:
Gambar 4.34. Flow Chart Neraca Air Industri Y
68
4.4.3 Penggunaan Energi dan Neraca Energi
Dalam proses produksi pembuatan nata de coco, industri Y
membutuhkan energi listrik dan energi kayu bakar di dalam proses pembuatan
nata. Penggunaan kayu bakar diperlukan pada proses pemasakan air kelapa
dengan menggunakan boiler. Berikut Merupakan perhitungan konsumsi energi
pada proses perebusan di industri Y:
Diketahui:
Rata-rata suhu air kelapa awal (ta) = 26℃
Rata-rata suhu pemasakan (tb) = 90℃
Massa air kelapa (ma) = 2.433 Kg
Kapasitas panas air (ca) = 4,2 KJ/kg ℃
Panas laten penguapan (h) = 2.260 KJ/kg ℃
Massa air kelapa yang diuapkan (mu) = 12 Kg
Energi Pemasakan Air Kelapa = m x Cp x ∆t
= 2.433 Kg x 4,2 KJ/kg ℃ x (90-26) ℃
= 653.990 KJ
= 653,99 MJ
Energi Penguapan Air Kelapa = m x h
= 12 Kg x 2.260 KJ/kg
= 27.120 KJ
= 27,12 MJ
Energi Total Pemasakan = 653,99 MJ + 27,12 MJ
= 681,11 MJ
69
Energi bahan bakar kayu = Massa Kayu x Nilai Kalor kayu
= 320 kg x 15,0 MJ
= 4.800 MJ
= 0,0048 TJ
Energi Input = Energi Bahan Bakar Kayu = 4.800 MJ
Energi Output = Energi Total Pemasakan = 681,11 MJ
Efisiensi Sistem =
x 100%
=
x 100% = 14,18 %
Berikut persamaan reaksi pembakaran pada kayu untuk proses perebusan
larutan air kelapa:
Dari persamaan reaksi tersebut, Hasil samping dari kayu bakar adalah
CO2 dan arang. Perhitungan untuk emisi CO2 dari kayu bakar menggunakan
metode standar IPCC (BAPPENAS, 2014). Adapun energi dan emisi CO2 yang
dihasilkan oleh kayu bakar pada proses perebusan adalah sebagai berikut:
Emisi CO2 = Konsumsi Energi x Faktor Emisi
= 0,0048 TJ x 112 ton CO2/TJ
= 0,5376 ton CO2
= 537,6 kg CO2
Dari persamaan diatas dapat diketaui energi yang dibutuhkan untuk
konsumsi kayu bakar yaitu sebesar 4800 MJ dan emisi gas CO2 yang dihasilkan
yaitu sebesar 547,6 kg CO2. Berikut merupakan Gambar 4.35 yang menunjukkan
neraca energi kayu bakar pada industri Y:
70
Gambar 4.35. Flow Chart Neraca Energi Kayu Bakar Industri Y
Pada industri Y energi listrik digunakan untuk penggunaan pompa pada
proses perebusan, dan penuangan. Mesin pemotong pada saat pembersihan kulit
ari, penipisan, pemotongan serta alat pengepressan. Besar atau kecilnya
kebutuhan energi listrik dapat diketahui dengan daya mesin yang digunakan dan
lamanya penggunaan mesin tersebut. Berikut merupakan Tabel 4.20 yang
menunjukkan jumlah kebutuhan energi listrik pada industri Y:
Tabel 4.21. Kebutuhan Energi Listrik Industri Nata de coco Y
No Proses Produksi Jumlah
Alat
Energi
Listrik Durasi
Penggunaan
Energi
kW Jam kWh
1 Perebusan 1 0.74 2 1.47
2 Penuangan 1 0.74 4 2.94
3 Pembersihan
Kulit Ari 2 0.75 7 10.50
4 Penipisan 3 0.56 7 11.76
5 Pemotongan 3 0.75 7 15.75
6 Pengepressan 1 1.30 6 7.80
Jumlah 50.22
Dari hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa kebutuhan energi listrik
untuk proses produksi nata de coco pada industri Y adalah sebesar 50,22 kWh.
Kebutuhan energi terbesar bersumber dari proses pemotongan nata de coco,
yaitu sebesar 15,75 kWh. Dari data penggunaan energi listrik pada Tabel 4.20
dapat dihitung konsumsi energi listrik pada industri nata de coco Y sebagai
berikut:
71
Energi Proses Perebusan = 1,47 kWh x
= 5,292 MJ
Energi Proses Penuangan = 2,94 kWh x
= 10,584 MJ
Energi Proses Pembersihan = 10,50 kWh x
= 37,8 MJ
Energi Proses Penipisan = 11,76 kWh x
= 42,336 MJ
Energi Proses Pemotongan = 15,75 kWh x
= 56,7 MJ
Energi Proses Pengepressan = 7,80 kWh x
= 28,08 MJ
Penggunaan energi listik memiliki hasil samping adalah berupa emisi.
Emisi yang dihasilkan oleh energi listrik yaitu CO2. Penggunaan listrik termasuk
pada emisi CO2 Sekunder. Untuk menghitung emisi CO2 menggunakan metode
rumus perhitungan IPCC (Sasmita et al., 2018). Dimana Emisi faktor CO2
konsumsi energi sebesar 0,000794 ton CO2/kWh dikali dengan konsumsi energi
listrik. Berikut perhitungan emisi CO2 yang dihasilkan:
Emisi CO2 Perebusan = 0,000794 ton CO2/KWh x 1,47 kWh
= 0,00116718 ton CO2
= 1,1672 kg CO2
Emisi CO2 Penuangan = 0,000794 ton CO2/KWh x 2,94 kWh
= 0,00233436 ton CO2
= 2,3344 kg CO2
72
Emisi CO2 Pembersihan = 0,000794 ton CO2/KWh x 10,50 kWh
= 0,008337 ton CO2
= 8,337 kg CO2
Emisi CO2 Penipisan = 0,000794 ton CO2/KWh x 11,76 kWh
= 0,00933744 ton CO2
= 9,3374 kg CO2
Emisi CO2 Pemotongan = 0,000794 ton CO2/KWh x 15,75 kWh
= 0,0125055 ton CO2
= 12,5055 kg CO2
Emisi CO2 Pengepressan = 0,000794 ton CO2/KWh x 7,80 kWh
= 0,0061932 ton CO2
= 6,1932 kg CO2
Dari hasil perhitungan konsumsi energi listrik dan emisi CO2 yang
dihasilkan dalam proses produksi nata de coco pada industri X maka grafik
yang ditunjukkan pada Gambar 4.36 sebagai berikut.
73
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
Grafik Konsumsi Enegi Listrik Dan Emisi CO2 Yang Dihasilkan
Series1
Series2
Konsumsi Energi
Emisi Co2
Dari persamaan diatas dapat direpresentasikan kedalam sebuah neraca
energi listrik, berikut merupakan Gambar 4.37 yang merupakan neraca energi
listrik pada proses produksi industri Y:
Gambar 4.36. Konsumsi Energi Listrik Dan Emisi CO2 Yang Dihasilkan
Industri Y
74
Gambar 4.37. Flow Chart Neraca Energi Listrik Industri Y
75
4.4.4 Neraca Massa
Analisis proses produksi dan pembuatan neraca massa dilakukan pada setiap tahapan proses, dimana diperlukan analisis terhadap
penggunaan bahan baku, penggunaan air, kebutuhan energi, dan analisis jenis dan jumlah limbah yang dihasilkan pada setiap proses produksi.
Berikut merupakan Tabel 4.21 input dan output pada proses produksi industri Y:
Tabel 4.22. Input Dan Output Pada Proses Produksi Industri Y
No Proses
INPUT OUTPUT
Bahan Jumlah Product Non Product Output
Jenis Jumlah Jenis Jumlah
1 Penyaringan Air Kelapa (Liter) 2433 Air Kelapa (Liter) 2408 Limbah Padat (Kg) 24.08
2 Perebusan
Air Kelapa (Liter) 2408 Air Kelapa (Liter) 2396 Uap Air (Liter) 12.04
Kayu Bakar (Kg) 320
Abu Kayu Bakar (Kg) 6.4
Emisi CO2 (Kg) 1.16
3 Pencampuran
Air Kelapa (Liter) 2396 Air Kelapa (Liter) 2391 Losses (Liter) 12.01
Gula Pasir (Kg) 19
Amonium Sulfat (Kg) 10
Asam Cuka (Liter) 7
4 Penuangan Air Kelapa (Liter) 2391 Air Kelapa (Liter) 2379
Air Kelapa Tumpah
(Liter) 11.95
Emisi CO2 (Kg) 2.33
76
No Proses
INPUT OUTPUT
Bahan Jumlah Product Non Product Output
Jenis Jumlah Jenis Jumlah
5 Pendinginan Air Kelapa (Liter) 2379 Air Kelapa (Liter) 2379
6 Penambahan
Starter
Air Kelapa (Liter) 2379 Air Kelapa (Liter) 2516
Starter (Liter) 137
7 Fermentasi Air Kelapa (Liter) 2516 Lembaran Nata (Kg) 1797 Limbah Fermentasi (Liter) 179
8 Pemanenan Lembaran Nata (Kg) 1797 Lembaran Nata (Kg) 1617 Nata Reject (Kg) 180
Koran Bekas (Kg) 18
9 Pencucian
Nampan Air Bersih (Liter) 1069
Limbah Cair (Liter) 946
10 Pembersihan
Kulit Lembaran Nata (Kg) 1617 Lembaran Nata (Kg) 1533 Sisa Kulit (Kg) 84
11 Penipisan dan
Pemotongan Nata Potong (Kg) 1533 Nata Potong (Kg) 1452
Sisa Potongan (Kg) 81
Emisi CO2 (Kg) 12.50
12 Pensortiran
Nata Potong (Kg) 1452 Nata Potong (Kg) 1438 Nata Tidak Seragam (Kg) 15
Air (Liter) 900
Limbah Cair (Liter) 756
Emisi CO2 (Kg) 6.19
13 Pengepressan Nata Potong (Kg) 1438 Nata Kering (Kg) 359 Limbah Cair (Liter) 1085
14 Pengemasan Nata Kering (Kg) 359 Nata Kering (Kg) 359
77
Berdasarkan tabel perhitungan neraca massa untuk proses produksi nata de coco industri Y, maka dapat digambarkan ke dalam
sebuah neraca. Berikut merupakan flow chart neraca massa dari proses produksi industri Y dapat dilihat pada Gambar 4.38 di bawah ini:
Gambar 4.38. Flow Chart Neraca Massa Pembuatan Nata de coco Industri Y
78
4.4.5 Jenis Dan Jumlah Limbah Yang Dihasilkan
Dalam melakukan proses produksi pembuatan nata de coco industri Y
menghasilkan dua jenis limbah, yaitu limbah cair dan limbah padat. Limbah cair
dihasilkan dari tahapan proses pencucian, sisa cairan fermentasi, pensortiran,
dan pengepressan. Sedangkan limbah padat yaitu berupa ampas kotoran kelapa
dari proses penyaringan, nata de coco tidak sempurna (reject), sisa kulit ari, sisa
potongan nata, dan kertas koran. Berikut merupakan Tabel 4.22 yang
menunjukkan jumlah limbah cair pada industri Y:
Tabel 4.23. Limbah Cair Industri Nata de coco Y
Proses Pengukuran
Kapasitas
Produksi
Kebutuhan
Air Volume
Liter Liter Liter/hari
Pencucian
Nampan
1 2500 1085 941
2 2000 748 638
3 2800 1375 1260
Rata-Rata 1069 946
Proses Pengukuran
Kapasitas
Produksi
Kebutuhan
Air Volume
Liter Liter Liter/hari
Pensortiran
1 2500 937 777
2 2000 656 520
3 2800 1105 971
Rata-Rata 900 756
Proses Pengukuran Kapasitas Produksi Volume
Liter Liter/hari
Fermentasi
1 2500 189
2 2000 126
3 2800 221
Rata-Rata 179
Proses Pengukuran Kapasitas Produksi Volume
Liter Liter/hari
Pengepressan
1 2500 1115
2 2000 892
3 2800 1247
Rata-Rata 1085
79
0
500
1000
1500
1 2
Perbandingan Jumlah Kebutuhan Air Dan Debit Limbah Industri Y
Series1 Series2
Dari tabel 4.22 dapat kita lihat bahwa kebutuhan air bersih untuk
mencuci nampan yaitu sebesar 1.069 liter dan menghasikan air limbah
pencucian sebesar 946 liter. Sedangkan pada proses pensortiran membutuhan air
bersih yaitu sebesar 900 liter dan menghasikan air limbah sebesar 756 liter.
Berdasarkan data tersebut, maka dapat dihitung Losses atau unaccounted water
selama proses pencucian nampan dan pensortiran, kehilangan air yang terjadi
dikarenakan karena tata cara pekerja yang tidak teratur dalam bekerja, dan
adanya air yang tercecer di lantai saat proses pencucian dan pensortiran. Berikut
perhitungan kehilangan air dengan cara:
[
]
[
]
[
]
[
]
Pada Gambar 4.39 dibawah ini menunjukkan grafik perbandingan
antara jumlah kebutuhan air dengan debit limbah cair yang dihasilkan dari
proses pencucian nampan, dan pensortiran.
Pencucian Nampan Pensortiran
Kebutuhan Air Debit Limbah
Gambar 4.39. Perbandingan Kebutuhan Air Dan Debit Limbah Industri Y
80
Berikut merupakan arah aliran air bersih dan air limbah pada industri Y pada Gambar 4.40 dibawah ini:
Gambar 4.40. Arah Aliran Air Bersih Dan Air Limbah Pada Industri Y
81
Limbah padat yang dihasilkan dari industri nata de coco Y rata rata yaitu
sebesar 360 kg/hari dimana limbah ini langsung di buang ke TPA, saat ini belum
ada upaya pemanfaatan limbah padat yang dihasilkan pada industri Y. Berikut
merupakan Tabel 4.23 yang menunjukkan jumlah limbah padat pada industri Y:
Tabel 4.24. Limbah Padat Industri Nata de coco Y
No Proses Pengukuran
Kapasitas
Produksi Limbah Padat
Liter Kg
1
Pemanenan
1 2500 185
2 2 2000 148
3 3 2800 207
Rata-Rata 180
No Proses Pengukuran
Kapasitas
Produksi Limbah Padat
Liter Kg
1 Pembersihan
Kulit Ari
1 2500 86
2 2 2000 69
3 3 2800 97
Rata-Rata 84
No Proses Pengukuran
Kapasitas
Produksi Limbah Padat
Liter Kg
1 Penipisan
dan
Pemotongan
1 2500 83
2 2 2000 66
3 3 2800 93
Rata-Rata 81
No Proses Pengukuran
Kapasitas
Produksi Limbah Padat
Liter Kg
1
Pensortiran
1 2500 15
2 2 2000 12
3 3 2800 17
Rata-Rata 15
82
4.4.6 Produksi Bersih Yang Telah Dilakukan
Dalam proses produksi industri Y belum banyak melakukan usaha untuk
minimisasi limbah cair yang dihasilkan, namun ada beberapa usaha yang telah
dilakukan yaitu:
1. Penjualan Limbah Sisa Kertas Koran kepada Pihak Ketiga
Limbah padat (kertas koran) yang dihasilkan dari proses fermentasi
dipisahkan dan dikumpulkan dalam tempat khusus dan dijual kepada
pihak ketiga. Sisa kertas koran yang dihasilkan sebanyak 18 Kg setiap
harinya. Limbah kertas tidak dibuang begitu saja, melainkan dijual
kembali kepada pihak ketiga ketika, yang dapat menambah pendapatan
Industri Y, sehingga kegiatan ini merupakan salah satu manfaat tindakan
produksi bersih.
2. Pemanfaatan Limbah Cair Menjadi Pupuk
Limbah cair yang dihasilkan dari proses penyortiran dan pengepressan
ditampung di dalam tangki dengan kapasitas 2000 liter. Air limbah yang
telah terkumpul tersebut dimanfaatkan oleh warga sekitar untuk
dijadikan pupuk cair. Pupuk ini mereka gunakan untuk menyuburkan
tanaman padi yang terdapat disekitar industri tersebut.
3. Penghematan Penggunaan Listrik
Energi listrik merupakan salah satu energi yang digunakan dalam suatu
industri. Industri nata de coco Y telah melakukan penghematan energi
listrik dengan cara mengganti lampu TL menjadi lampu LED. Peralatan
listrik di industri nata de coco Y juga digunakan sesuai dengan
kebutuhan.
83
4.3.7 Identifikasi Permasalahan Pada Kegiatan Produksi
Dalam proses produksi nata de coco terdapat berbagai permasalahan
yang dilihat dari aspek keseluruhan produksi yang mencakup bahan baku,
teknologi, proses produksi, tata laksana, produk dan limbah. Permasalahan pada
aspek bahan baku air kelapa di industri Y yaitu diamana tempat penampungan
bahan baku air kelapa tidak disimpan pada ruangan tertutup dan terpapar sinar
matahari, sehingga meningkatkan risiko kerusakan bahan selama penyimpanan.
Permasalahan aspek proses produksi yaitu kondisi ruangan fermentasi belum
optimum, dan produk gagal disebabkan karena terjadinya kontaminasi jamur
akibat proses fermentasi yang kurang higienis. Selain itu, timbulan limbah sisa
potongan nata pada mesin pemotong tidak langsung dibersihkan akan
menambah beban kerja mesin.
Permasalahan aspek tata laksana yaitu larutan air kelapa dibawa
menggunakan ember penampungan sehingga tercecer atau tumpah di lantai
produksi, sedangkan penuangan larutan air kelapa panas menggunakan gelas
ukur yang berpotensi tumpah dan mengenai tangan pekerja. Permasalahan pada
limbah padat yang dihasilan yaitu sebanyak 360 kg yang dibuang langsung ke
TPA, banyaknya limbah kulit nata yang terbentuk karena kurang kontrol pada
saat pembersihan dan penggunaan pisau yang tajam meningkatkan jumlah
limbah karena adanya lapisan nata ikut terbuang. Berikut Tabel 4.24 merupakan
tabel identifikasi masalah pada kegiatan industri Y sebagai berikut:
Tabel 4.25. Identifikasi Masalah Pada Kegiatan Industri Y
No Aspek Proses Permasalahan Dampak
1 Bahan
Baku
Penyimpanan
Bahan Baku
Penyimpanan bahan baku
tidak diruang tertutup,
sehingga meningkatkan
risiko kerusakan air
kelapa selama
penyimpanan.
Dapat
mengakibatkan
kerusakan dan
penurunan
kualitas air
kelapa.
84
No Aspek Proses Permasalahan Dampak
2 Teknologi Perebusan
Terbentuknya abu dan
arang akibat pembakaran
kayu bakar.
Dapat
menyebabkan
polusi udara,
berisiko terpapar
asap karbon
dioksida yang
berbahaya
terhadap
kesehatan.
3 Proses
Produksi
Penipisan
dan
Pemotongan
Timbulan limbah sisa
potongan nata pada
mesin pemotong tidak
langsung dibersihkan
akan menambah beban
kerja mesin.
Dapat menambah
beban kerja
mesin, sehingga
meningkatkan
resiko nata yang
potongannya
tidak sesuai
Fermentasi
Kondisi ruangan
fermentasi belum
optimum.
Meningkatkan
resiko nata reject
karena pada
proses produksi
belum dilakukan
dengan optimal.
4 Tata
Laksana Penuangan
Larutan air kelapa
dibawa menggunakan
ember penampungan
sehingga tercecer atau
tumpah di lantai produksi
Banyaknya
timbulan limbah
cair yang
dihasilkan.
5 Produk - - -
6 Limbah
Fermentasi Limbah cair belum ada
upaya pemanfaatan. Apabila limbah
tersebut tidak
tidak ditangani
menimbulkan
bau yang dapat
mengganggu
lingkungan
sekitarnya dan
pencemaran air.
Pemanenan
Limbah nata reject
belum ada upaya
minimisasi dan
pemanfaatan.
Pencucian
Nampan
Limbah cair belum ada
upaya pemanfaatan.
Penipisan
dan
Pemotongan
Limbah sisa pemotongan
belum ada upaya
pemanfaatan.
85
4.5 Alternatif Produksi Bersih Yang Ditawarkan
Melalui kajian literatur yang telah dilakukan, maka di dapat alternatif
penerapan produksi bersih yang ditawarkan untuk meminimisasi limbah cair dan
permasalahan yang ada pada kedua industri nata de coco tersebut. Peluang yang
ditawarkan pada setiap proses produksi, akan dibuat dalam kriteria penilaian
untuk mengevaluasi alternatif yang diberikan sudah sesuai untuk diterapkan di
industri nata de coco tersebut atau tidak. Berikut Tabel 4.25 merupakan alternatif
minimisasi limbah yang ditawarkan pada industri nata de coco sebagai berikut:
86
Tabel 4.26. Alternatif Minimisasi Yang Ditawarkan Pada Industri Nata de coco
No Tahapan
Proses
Alternatif
Minimisasi Rincian Minimisasi Referensi
Pertimbangan Compatibility
(kesesuaian)
Keuntungan Kerugian
1 Penyaringan
Air Kelapa Elimination
Penyaringan kotoran saat
bahan baku air kelapa masuk
dalam penampungan
sehingga dapat mengurangi
risiko kerusakan bahan
selama penyimpanan.
Melaksanakan material
handling yang baik dalam
penyimpanan bahan.
(Hakimi et
al., 2006)
Penerapannya
mudah, hanya
perlu pemantauan
saat proses
penyaringan. Dari
segi biaya tidak
diperlukan
penambahan biaya
yang besar.
Membutuhkan
waktu yang
lebih lama saat
proses
penyimpanan
bahan baku air
kelapa.
***
2 Pencampuran Rethink
Penetapan prosedur
operasional standard (SOP)
penggunaan bahan (Gula
Pasir, Asam Cuka,
Amonium sulfat) pada
proses pencampuran. Dan
serta menerapkan prinsip
bahan yang masuk duluan
yang harus dipakai untuk
meminimalisir kerusakan
bahan.
(Ariyanti et
al., 2014)
Penerapannya
mudah, tidak
terjadi inefisiensi
pada bahan baku.
Dengan good
management
practice ini maka
risiko kerusakan
bahan juga
berkurang.
Perusahaan
membutuhkan
biaya untuk
mengirimkan
beberapa
karyawan untuk
ikut pelatihan
Good
Manufacturing
Product (GMP)
***
87
No Tahapan
Proses
Alternatif
Minimisasi Rincian Minimisasi Referensi
Pertimbangan Compatibility
(kesesuaian)
Keuntungan Kerugian
3 Fermentasi Rethink
Menjaga kebersihan dan
kelembaban ruang produksi
terutama ruangan fermentasi
dengan pengendalian suhu
ruangan pada kisaran suhu
28oC sampai 32
oC.
Pemisahan ruangan
fermentasi dengan proses
pembuatan nata yang lain
dilakukan agar menjaga
suhu ruangan fermentasi,
Ruangan fermentasi
diharapkan mempunyai
ventilasi yang baik sehingga
aliran udara dalam ruangan
optimum untuk memenuhi
kebutuhan oksigen bakteri
nata.
(Luthfi,
2018)
(Kholifah,
2010)
Secara teknis
langkah ini relatif
mudah untuk
dilaksanakan,
dengan
menerapkan salah
satu good
management
practice ini maka
risiko kerusakan
pada hasil
fermentasi nata
de coco juga
berkurang.
Industri
membutuhkan
sistem baru,
membutuhkan
biaya untuk
mengirimkan
beberapa
karyawan untuk
ikut pelatihan
Good
Manufacturing
Product (GMP)
***
88
No Tahapan
Proses
Alternatif
Minimisasi Rincian Minimisasi Referensi
Pertimbangan Compatibility
(kesesuaian)
Keuntungan Kerugian
4
Perebusan,
Pencampuran,
dan
Penuangan
Reduce
Menghindari terjadinya
tumpahan / ceceran bahan –
bahan pembuat nata de
coco, memperbaiki efisiensi
proses penuangan dengan
memberikan pengarahan dan
pelatihan pada karyawan di
bagian produksi.
(Luthfi,
2018)
Tidak terjadi
bahan baku, serta
area produksi bisa
lebih bersih, rapi
dan terorganisir.
Perusahaan
harus
mengirimkan
beberapa
karyawan untuk
ikut pelatihan
Good
Manufacturing
Product (GMP).
***
5 Fermentasi Reuse
Pemanfaatan kembali sisa
cairan fermentasi untuk
dibuat starter/ bibit baru.
Kumpulkan semua sisa
cairan fermentasi dalam
dandang, kemudian direbus
kembali, dimasukkan
kedalam botol, didinginkan,
lalu tambahkan biakan
murni, setelah itu dilakukan
pemeraman selama satu
minggu, maka starter (bibit)
sudah dapat digunakan.
(Ariyanti et
al., 2014)
Pengolahan
tidak
membutuhkan
biaya
Dapat
meminimisasi
jumlah limbah
cair yang
dihasilkan.
Dapat
mengurangi
pencemaran
akibat limbah
sisa fermentasi.
Industri
membutuhkan
sistem baru,
langkah ini sulit
untuk dilakukan
karena
membutuhkan
ketelitian dalam
prosesnya.
***
89
No Tahapan
Proses
Alternatif
Minimisasi Rincian Minimisasi Referensi
Pertimbangan Compatibility
(kesesuaian)
Keuntungan Kerugian
6 Fermentasi Reuse
Limbah cair hasil fermentasi
nata de coco ternyata masih
dapat dimanfaatkan
sebagai bahan baku
pembuatan nata de coco,
dengan menambahkan
sumber gula, protein, dan
mineral saja karena di
dalam limbah cair tersebut
mengandung bakteri
Acetobacter xylinum.
(Kurniawati
&
Karyantina,
2014)
Dapat
mengurangi
bahan baku air
kelapa, dan
meminimisasi
jumlah limbah
cair yang akan
dihasilkan.
Secara teknis
langkah ini sulit
untuk dilakukan
karena
membutuhkan
ketelitian dalam
prosesnya yang
nantinya akan
mempengaruhi
produk.
**
90
No Tahapan
Proses
Alternatif
Minimisasi Rincian Minimisasi Referensi
Pertimbangan Compatibility
(kesesuaian)
Keuntungan Kerugian
7 Pencucian
Nampan Reuse
Air masih dapat digunakan
untuk proses pencucian
berikutnya dengan
menyediakan penampungan
air untuk proses pencucian
yang dilengkapi filter
sederhana untuk memfilter
kotoran maupun padatan.
(Hakimi et
al., 2006)
Dapat
mengurangi
biaya dan
kebutuhan air
bersih sebanyak
50% dan dapat
mengurangi
junlah limbah
cair yang
dihasilkan.
Industri harus
menyiapkan
anggaran dan
membuat
tempat khusus
untuk
menampung air
limbah yang
akan di
recycle.
***
8 Pencucian
Nampan Reduce
Menghindari terjadinya
pemborosan penggunaan air
dengan menutup kebocoran
selang air serta penggunaan
spray di ujung selang untuk
mengurangi debit air yang
keluar.
(Ariyanti et
al., 2014)
Dapat
mengurangi
biaya dan
kebutuhan air
bersih sebanyak
8% dan dapat
mengurangi
junlah limbah
cair yang
dihasilkan.
Perusahaan
membutuhkan
biaya investasi
awal untuk
membeli alat
ini
***
91
No Tahapan
Proses
Alternatif
Minimisasi Rincian Minimisasi Referensi
Pertimbangan Compatibility
(kesesuaian)
Keuntungan Kerugian
9
Pencucian
Nampan, dan
Pensortiran
Recycle &
Reuse
Membuat satu instalasi
pengolahan air limbah
(IPAL) yang terletak di
industri sehingga dapat
meminimisasi jumlah air
yang digunakan karena air
hasil pengolahan dapat
digunakan ulang dalam
proses.
(Rifqi,
2018)
Terdapat
sumber air
bersih baru
yang bisa
digunakan
untuk proses
produksi
Dapat
mengurangi
kebutuhan air
bersih
sebanyak 60%
- 65%
Dapat
meminimisasi
jumlah limbah
cair yang akan
dihasilkan.
Perusahaan
membutuhkan
biaya investasi
awal untuk
menciptakan
alat ini serta
harus
mempunyai
pekerja khusus
yang mengolah
bagian limbah.
***
Penggunaan kembali air
bekas pencucian dan
penyortiran untuk proses
berikutnya melalui
pembuatan bak penyaringan.
(Hakimi et
al., 2006)
92
No Tahapan
Proses
Alternatif
Minimisasi Rincian Minimisasi Referensi
Pertimbangan Compatibility
(kesesuaian)
Keuntungan Kerugian
10 Pensortiran Recycle
Pembuatan pupuk cair.
Limbah ini mengandung
unsur hara makro dan mikro
yang sangat dibutuhkan oleh
tanaman. Limbah cair ini
dapat digunakan untuk
tujuan pemupukan langsung
pada tanah, composting,
akuakultur, atau bahkan
pakan ternak.
(Zaitun,
2004)
Penerapannya
mudah
dilaksanakan
dengan biaya
investasi yang
rendah, mampu
mengurangi
limbah cair yang
akan dihasilkan.
Perusahaan
harus
mempunyai
pekerja khusus
yang mengolah
bagian limbah.
***
11 Perebusan Recycle
Pemanfaatan abu boiler dan
sisa serat kayu bakar sebagai
pupuk kompos. Pengomposan membutuhkan
bahan berupa abu boiler, serat
sisa kayu, daun kering, EM-4
dan larutan gula merah.
Pengomposan dilakukan
secara aerobik, yaitu di lahan
terbuka dan membutuhkan
oksigen.
(Rifqi,
2018)
Penerapannya
mudah
dilaksanakan
dengan biaya
investasi yang
rendah, penerapan
alternatif ini
mampu
mengurangi
limbah padat
berupa abu boiler
dan sisa serat
kayu.
Perusahaan
harus
mempunyai
pekerja khusus
yang mengolah
bagian limbah
***
93
No Tahapan
Proses
Alternatif
Minimisasi Rincian Minimisasi Referensi
Pertimbangan Compatibility
(kesesuaian)
Keuntungan Kerugian
12
Pemotongan,
dan
Pensortiran
Recovery
Pemanfaatan sisa potongan
nata untuk dijadikan
minuman jelly drink.
Sisa potongan nata direbus
hingga hilang baunya dan
bersih (berwarna putih),
kemudian diblender sampai
halus. Hasil blenderan ini
direbus kembali dengan air,
ditambahkan gula dan
flavour. Kemudian dikemas
dalam kemasan gelas
plastik.
(Ariyanti et
al., 2014)
Secara teknis
langkahini relatif
mudah untuk
dilaksanakan,
penerapan
alternatif ini
mampu
mengurangi
limbah padat dan
industri dapat
memiliki
keuntungan
karena
menerapkan
alternatif ini.
Dibutuhkan
biaya investasi
yang besar
untuk mengolah
limbah menjadi
minuman jelly
drink.
Perusahaan
harus
mempunyai
pekerja khusus
yang mengolah
bagian limbah.
**
94
No Tahapan
Proses
Alternatif
Minimisasi Rincian Minimisasi Referensi
Pertimbangan Compatibility
(kesesuaian)
Keuntungan Kerugian
13
Pemanenan,
Pembersihan
Kulit, dan
Penipisan
Recycle
Pembuatan energi alternatif
(gas bio) secara anaerobik
dari limbah pembersihan
kulit dan potongan nata
reject. Pembuatan gas bio
yang dihasilkan dari
limbahn padat nata de coco
dapat dimanfaatkan sebagai
bahan bakar pada proses
perebusan nata de coco.
Untuk pembuatan pupuk,
semua limbah dikumpulkan
dalam satu wadah, lalu
campur dengan kapur tohor
(100 kg hasil panen yang
gagal dicampur dengan 10
kg kapur tohor). Fungsi
kapur tohor adalah untuk
menetralkan pH bahan
pupuk. Setelah tercampur
rata, biarkan selama 2
jam, pupuk tersebut sudah
siap digunakan.
(Luthfi,
2018)
(Zaitun,
2004)
Secara teknis
langkah ini relatif
mudah untuk
dilaksanakan dan
penerapan
alternatif ini
mampu
mengurangi
limbah padat
Perusahaan
harus
mempunyai
pekerja khusus
yang mengolah
bagian limbah.
Kualitas api
yang dihasilkan
masih kurang
baik karena
kandungan
metana dalam
gas bio yang
dihasilkan
masih belum
dapat
mencukupi
untuk
dimanfaatkan
untuk memasak
***
95
4.6 Alternatif Minimisasi Limbah Yang Direkomendasikan
Berdasarkan alternatif yang telah ditawarkan sebelumnya, maka dapat
dipilih alternatif yang dapat diterapkan dengan kriteria dimana alternatif
minimisasi limbah tersebut cocok dan dapat diterapkan, dan tidak memiliki
kerugian yang dapat ditimbulkan, dan memiliki biaya yang terjangkau. Berikut
merupakan tabel kriteria untuk menentukan compatibility (kesesuaian) alternatif
peluang miminisasi limbah:
Tabel 4.27. Skoring Compatibility (Kesesuaian) Alternatif Peluang
Minimisasi Limbah Industri Nata de coco
Alternatif minimisasi limbah didasarkan pada hasil kajian dan tinjauan
lapangan berupa kemungkinan peningkatan efisiensi dan produktivitas,
pencegahan dan pengurangan limbah dari sumbernya. Mengidentifikasi dan
membuat prioritas pilihan untuk mengurangi peluang pencemaran (Rifqi, 2018).
Pembuatan evaluasi peluang minimasi limbah yang digunakan berdasarkan
analisis kelayakan teknis, ekonomi dan lingkungan terhadap pilihan produksi
bersih yang direkomendasikan. Aspek teknis ditinjau dari kelemahan, kemudahan,
kemungkinan penerapan dan kesesuaian dengan kondisi industri nata de coco.
Semakin mudah dilaksanakan alternatif yang direkomendasikan semakin besar
peluang industri untuk melaksanakannya. Aspek lingkungan dilihat dari dampak
Skor Keterangan
*
Alternatif minimisasi limbah dapat diterapkan dan memiliki
keuntungan, namun membutuhkan biaya yang tinggi serta
teknologi belum siap untuk diterapkan.
**
Alternatif minimisasi limbah dapat diterapkan dan tidak
memiliki masalah terhadap biaya, namum memiliki keuntungan
yang lebih sedikit.
*** Alternatif minimisasi limbah cocok dan dapat diterapkan, dan
tidak memiliki kerugian yang dapat ditimbulkan.
96
yang ditimbulkan terhadap lingkungan dari alternatif penerapan minimisasi
limbah yang direkomendasikan. Aspek finansial untuk memperkirakan biaya
penghematan dan keuntungan yang dapat diperoleh dari penerapan minimisasi
limbah.
Berdasarkan kriteria dan aspek kelayakan tersebut maka didapatkan
alternatif minimisasi limbah yang direkomendasikan pada industri nata de coco
adalah:
1. Pencegahan (Elimination) dengan cara melakukan penyaringan kotoran
pada air kelapa sebelum masuk ke dalam wadah penampungan. Tujuannya
yaitu dapat mengurangi resiko kerusakan bahan air kelapa selama
penyimpanan. Penyimpanan bahan pada tempat yang terlindungi sehingga
terhindar dari risiko kerusakan bahan seperti terkontaminasi jamur, terkena
debu sehingga kotor atau lembab (Hakimi, 2014).
2. Pengurangan (Reduce) dengan membuat standar operasi proses produksi
untuk mengontrol jalannya proses produksi nata de coco sehingga
meminimalisir terjadinya terjadinya pemborosan penggunaan air, bahan
baku, serta area produksi bisa lebih bersih, rapi dan terorganisir.
3. Pemanfaatan kembali (Reuse) air limbah sisa cairan fermentasi untuk
dibuat starter/ bibit baru. Dengan cara semua sisa cairan fermentasi dalam
dandang, kemudian direbus kembali, dimasukkan kedalam botol,
didinginkan, lalu tambahkan biakan murni, setelah itu dilakukan
pemeraman selama satu minggu, maka starter (bibit) sudah dapat
digunakan.
4. Daur ulang (Recycle) air limbah dari proses pencucian nampan, dan
pensortiran dengan menggunakan bak penyaringan sederhana. Dari segi
lingkungan terjadi pengurangan potensi pencemaran perairan akibat
limbah cair. Volume air yang dibuang ke lingkungan berkurang banyak
sehingga memberikan dampak positif terhadap lingkungan dan secara
teknis relatif mudah untuk dilaksanakan.
Bahan pengisi bak penyaring secara berurutan berupa batu bata, kerikil,
arang kelapa, batu zeolite, ijuk, dan pasir (Hakimi et al., 2006). Dalam
97
referensi disebutkan bahwa penghematan yang air dapat dicapai adalah
65%. Pada Tabel 4.27 merupakan perbandingan kebutuhan air bersih
sebelum dan setelah teknik ini diterapkan.
Tabel 4.28. Perbandingan Kebutuhan Air Sebelum dan Setelah
Recycle
Proses
Kapasitas
Produksi
Sebelum
Recycle
Penghematan
Sesudah
Recycle
Kebutuhan Air
Bersih
Kebutuhan
Air Bersih
Liter Liter Liter
Pencucian
Nampan
1.800 533 65%
187
2.433 1069 374
Proses
Kapasitas
Produksi
Sebelum
Recycle
Penghematan
Sesudah
Recycle
Kebutuhan Air
Bersih
Kebutuhan
Air Bersih
Liter Liter Liter
Pensortiran 2.433 900 65% 315
Pada prosesnya air merembes dan melewati media filter sehingga akan
terakumulasi pada permukaan filter dan terkumpul sepanjang kedalaman
media yang dilewatinya. Filter juga mempunyai kemampuan untuk
memisahkan partikulat semua ukuran termasuk di dalamnya algae, virus,
dan koloid-koloid tanah. Proses penyaringan berlangsung secara gravitasi,
sangat lambat,dan simultan pada seluruh permukaan media (Jumadil,
2017).
5. Daur ulang (Recycle) limbah padat abu boiler dan sisa serat kayu bakar
sebagai pupuk kompos. Pengomposan membutuhkan bahan berupa abu
boiler, serat sisa kayu, daun kering, EM-4 dan larutan gula merah.
Pengomposan dilakukan secara aerobik, yaitu di lahan terbuka dan
membutuhkan oksigen. Semua bahan dicampur hingga tercampur merata,
98
lalu ditambahkan EM-4 sebanyak 0,5%, diaduk dan dilakukan pengecekan
pH dan suhu setiap hari (Rifqi, 2018).
6. Daur ulang (Recycle) limbah padat nata reject, kulit nata, dan kotoran dari
pengaringan air kelapa menjadi pupuk dan biogas. Dampak negatif
terhadap lingkungan akibat limbah kulit nata dapat diminimasi dengan
mengolah limbah kulit nata menjadi pupuk menggunakan kapur tohor
yang dicampuran secara merata sehingga pH bahan pupuk menjadi netral
(Zaitun, 2004).
7. Langkah perbaikan untuk meningkatkan efisiensi di tiap tahapan proses
produksi dan mengurangi timbulan NPO menuju industri nata de coco
lebih ramah lingkungan dilakukan dengan cara menerapkan tindakan
produksi bersih dan good house keeping (tata kelola yang baik).
Pelaksanaan produksi bersih menurunkan persentase keluaran bukan
produk (NPO) dari proses produksi nata de coco sebesar 6,95 % (Ariyanti
et al., 2014). Pada Tabel 4.28 merupakan perbandingan volume limbah
yang dihasilkan sebelum dan setelah teknik ini diterapkan.
Tabel 4.29. Perbandingan Volume Limbah Yang Dihasilkan Sebelum
Dan Setelah Penerapan Good House Keeping
Proses
Kapasitas
Produksi
Volume
Limbah
Sebelum Pengurangan
Volume
Limbah
Sesudah
Liter Liter Liter
Pencampuran 1.800
8,86
6,95%
8,24
Penuangan 8,82 8,20
Pencampuran 2.433
12,01 11,17
Penuangan 11,95 11,11
8. Pengurangan (Reduce) air pencucian nampan dengan menggunakan alat
spray di ujung selang untuk mengurangi debit air yang keluar.
Penggunaana alat ini dapat menghemat penggunaan air sebanyak 8%
(Ariyanti et al., 2014). Pada Tabel 4.29 merupakan perbandingan jumlah
air bersih yang dibutuhkan sebelum dan setelah teknik ini diterapkan.
99
Tabel 4.30. Perbandingan Jumlah Air Yang Dibutuhkan Sebelum Dan
Setelah Penerapan Alat Spray
Proses
Kapasitas
Produksi
Kebutuhan
Air
Sebelum Pengurangan
Kebutuhan
Air
Sesudah
Liter Liter Liter
Pencucian
Nampan 1.800 533
8%
490
Pencucian
Nampan 2.433 1069 981