bab iv hasil dan pembahasan 4.1 hasil penelitian 4.1.1

35
66 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan Manufaktur Sub Sektor Logam dan Sejenisnya pada Bursa Efek Indonesia selama periode 2014-2019 dengan jumlah 16 perusahaan (Lampiran 1). Sedangkan sampel dipilih dengan metode purposive sampling. Berdasarkan kriteria yang telah pada BAB III diperoleh jumlah sampel sebanyak 14 perusahaan. Perusahaan manufaktur Sub Sektor Logam dan Sejenisnya merupakan salah satu sektor yang tergolong membutuhkan dana yang tidak sedikit dikarenakan pada umumnya industri jenis ini membutuhkan alat alat dan mesin berteknologi canggih yang memerlukan biaya yang cukup tinggi untuk memiliki aset tersebut serta perawatannya dimasa mendatang. Meski membutuhkan dana dan biaya yang tinggi industri dasar dan kimia ini merupakan industri yang berperan penting dalam mendorong perekonomian Indonesia karena kontribusi serta produk yang dihasilkan merupakan bagian dari kebutuhan masyarakat. Perusahaan manufaktur merupakan suatu perusahaan yang aktivitasnya mengolah bahan mentah menjadi barang jadi yang siap dijual ke konsumen. Peneliti menggunakan perusahaan manufaktur karena industri manufaktur termasuk memiliki kinerja atau performa yang baik dan memiliki perkembangan pesat di Indonesia. Sejarah membuktikan

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1

66

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan

Manufaktur Sub Sektor Logam dan Sejenisnya pada Bursa Efek Indonesia

selama periode 2014-2019 dengan jumlah 16 perusahaan (Lampiran 1).

Sedangkan sampel dipilih dengan metode purposive sampling. Berdasarkan

kriteria yang telah pada BAB III diperoleh jumlah sampel sebanyak 14

perusahaan. “Perusahaan manufaktur Sub Sektor Logam dan Sejenisnya

merupakan salah satu sektor yang tergolong membutuhkan dana yang tidak

sedikit dikarenakan pada umumnya industri jenis ini membutuhkan alat –

alat dan mesin berteknologi canggih yang memerlukan biaya yang cukup

tinggi untuk memiliki aset tersebut serta perawatannya dimasa mendatang.

Meski membutuhkan dana dan biaya yang tinggi industri dasar dan kimia ini

merupakan industri yang berperan penting dalam mendorong perekonomian

Indonesia karena kontribusi serta produk yang dihasilkan merupakan bagian

dari kebutuhan masyarakat”.

Perusahaan manufaktur merupakan suatu perusahaan yang

aktivitasnya mengolah bahan mentah menjadi barang jadi yang siap dijual ke

konsumen. Peneliti menggunakan perusahaan manufaktur karena industri

manufaktur termasuk memiliki kinerja atau performa yang baik dan

memiliki perkembangan pesat di Indonesia. Sejarah membuktikan

Page 2: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1

67

perkembangan pesatnya industri manufaktur di akhir tahun 2016 menjadi

pendukung perekonomian Indonesia yang memberikan kontribusi cukup

signifikan pada pertumbuhan ekonomi (http://news.detik.com 2016).

4.1.2 Objek Penelitian

Penelitian dilakukan pada periode tahun 2014 hingga tahun 2019

pada perusahaan manufaktur sub sektor logam dan sejenisnya. Sampel

diambil dengan menggunakan metode purposive sampling yaitu suatu

metode pengambilan sampel dengan cara menetapkan kriteria-kriteria

tertentu.

Tabel 4.1

Proses Seleksi Sampel

No Keterangan Jumlah

1. Perusahaan manufaktur sub sektor logam dan sejenisnya yang

terdaftar di BEI

16

2. Jumlah perusahaan manufaktur sub sektor logam dan

sejenisnya yang tidak terdaftar secara berturut-turut di BEI

selama periode penelitian 2014-2019

(1)

3. Perusahaan logam dan sejenisnya yang tidak menyajikan

laporan keuangan yang telah diaudit secara berturut-turut

periode tutup buku pada tanggal 31 Desember pada tahun

2014-2019

(1)

4. Jumlah perusahaan logam dan sejenisnya yang sesuai dengan

kriteria

14

5. Jumlah data penelitian (6 tahun) 84

Sumber :Data sekunder diolah (2021)

Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur sub

sektor logam dan sejenisnya yang terdaftar di BEI berjumlah 16 perusahaan.

Perusahaan yang tidak memenuhi kriteria sampel 2 perusahaan. Sedangkan,

Page 3: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1

68

perusahaan yang memenuhi kriteria sampel 14 perusahaan. Data yang

diambil dari setiap anggota sampel meliputi data laporan keuangan yang

sudah diaudit secara berturut-turut dengan periode tutup buku pada tanggal

31 Desember selama periode 2014-2019, sehingga jumlah data yang diolah

sebanyak 84. Adapun data sampel penelitian disajikan pada tabel 4.2 berikut

ini:

Tabel 4.2

Daftar Sampel Penelitian

No Nama Perusahaan Kode Saham

1 Alakasa Industrindo Tbk ALKA

2 Alumindo Light Metal Industry Tbk ALMI

3 SaranaCentral Bajatama Tbk BAJA

4 Betonjaya Manunggal Tbk BTON

5 Citra Tubindo Tbk CTBN

6 Gunawan Dianjaya Steel Tbk GDST

7 Indal Aluminium Industry Tbk INAI

8 PT Steel Pipe Industry of Indonesia Tbk ISSP

9 Krakatau Steel (Persero) Tbk KRAS

10 Lion Metal Works Tbk LION

11 Lionmesh Prima Tbk LMSH

12 Pelat Timah Nusantara Tbk NIKL

13 Pelangi Indah Canindo Tbk PICO

14 Tembaga Mulia Semanan Tbk TBMS

Sumber : www.idx.co.id (data diolah 2021)

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini data sekunder yang

diperoleh dari website resmi BEI (www.idx.co.id) berupa laporan keuangan

Page 4: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1

69

perusahaan manufaktur sub sektor logam sejenisnya yang telah diaudit

periode 2014-2019. Sebelum membahas terhadap pembuktian hipotesis,

secara deskriptif, akan dijelaskan mengenai kondisi masing-masing variabel

yang digunakan dalam penelitian ini. Variabel-variabel yang digunakan

dalam penelitian ini antara lain modal kerja, pendapatan usaha, beban

operasional, arus kas operasi dan laba bersih.

1. Modal kerja bersih (X1) atau (net working capital) merupakan selisih

antara aktiva lancar dan hutang lancar. Adapun hasil perhitungan data

variabel modal kerja perusahaan sampel dalam penelitian ini sebagai

berikut:

Tabel 4.3

Data modal kerja perusahaan sampel periode 2014-2019

(disajikan dalam ribuan rupiah)

Emiten 2014 2015 2016 2017 2018 2019 Rata-Rata

ALKA 42.535.281 1.043.644 -5.148.169 63.641.823 86.730.730 88.084.608 46.147.986

ALMI 58.162.172 -149.889.526 -242.537.963 -46.485.697 -28.656.206 -413.136.821 -137.090.673

BTON 100.726.141 105.217.826 98.278.369 112.925.859 145.654.575 147.397.214 118.366.664

CTBN 976.428.052 734.237.413 622.568.494 667.588.633 591.815.793 660.070.942 708.784.888

GDST 187.672.134 73.679.129 90.624.607 59.386.311 -85.020.322 -161.407.054 27.489.134

INAI 49.042.343 3.335.713 2.860.351 -6.502.029 23.997.650 64.222.016 22.826.007

KRAS -4.412.119.680 -7.789.305.365 -3.052.350.172 -4.609.137.984 -11.903.222.709 -25.061.014.721 -9.471.191.772

LION 356.113.565 374.651.675 390.280.288 349.349.514 369.286.594 371.338.794 368.503.405

LMSH 83.881.363 78.107.835 62.797.946 68.651.570 74.284.959 58.386.829 71.018.417

PICO 181.793.570 94.891.887 100.394.811 163.689.006 97.524.143 -185.490.114 75.467.217

NIKL 118.475.052 92.789.833 171.480.658 197.240.279 148.382.970 198.079.311 154.408.017

BAJA -127.691.454 -110.726.239 -25.984.645 -32.916.739 -119.196.285 -111.887.216 -88.067.096

ISSP 943.551.000 665.177.000 450.778.000 1.151.989.000 1.061.337.000 1.004.388.000 879.536.667

TBMS -398.788.358 -168.654.138 -16.213.047 69.339.382 5.226.265 115.031.414 -65.676.414

Rata-Rata -131.444.201 -428.245.951 -96.583.605 -127.945.791 -680.846.775 -1.658.995.486 -520.676.968

Sumber :Data sekunder diolah (2021)

Page 5: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1

70

Sesuai pada tabel 4.3 menunjukkan data observasi modal kerja

dari sampel 14 perusahaan, secara rata-rata pencapaian modal kerja

keseluruhan perusahaan manufaktur sub sektor logam dan sejenisnya

selama 6 tahun tertinggi pada tahun 2016 sebesar Rp-96.583.605.034,14

sedangkan terendah sebesar pada tahun 2019 Rp-1.658.995.485.507,00.

Adapun secara rata-rata pencapaian modal kerja perbandingan antar

perperusahaan selama 6 tahun tertinggi sebesar Rp879.536.666.666,67

pada perusahaan Pelat Steel Industry Of Indonesia Tbk, sedangkan

terendah sebesar Rp-9.471.191.771.833,33 pada perusahaan Krakatau

Steel (Persero) Tbk.

2. Pendapatan usaha (X2) merupakan pendapatan yang dihasilkan dari

pendapatan operasional dan pendapatan non operasional. Adapun hasil

perhitungan data variabel pendapatan usaha perusahaan sampel dalam

penelitian ini disajikan pada tabel 4.4 berikut ini:

Page 6: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1

71

Tabel 4.4

Data pendapatan usaha perusahaan sampel periode 2014-2019

(disajikan dalam ribuan rupiah)

Emiten 2014 2015 2016 2017 2018 2019 Rata-Rata

ALKA 1.235.113.937 754.259.982 1.151.629.905 1.936.685.193 3.593.004.001 2.218.723.570 1.814.902.765

ALMI 3.353.705.514 3.368.582.713 2.472.111.669 3.497.625.007 4.433.611.661 2.241.231.047 3.227.811.268

BTON 100.676.900 81.572.135 64.527.124 90.688.076 130.249.112 127.314.405 99.171.292

CTBN 2.642.235.499 1.917.564.029 1.356.478.231 676.462.343 1.246.005.510 2.003.673.348 1.640.403.160

GDST 1.226.700.609 931.593.936 767.154.082 1.232.825.390 1.563.807.676 1.882.428.245 1.267.418.323

INAI 937.269.401 1.420.627.638 1.300.944.457 989.984.190 1.147.873.658 1.263.515.486 1.176.702.472

KRAS 23.968.620.720 19.325.925.915 1.925.755.008 20.160.155.592 25.415.501.733 22.483.088.172 18.879.841.190

LION 392.241.046 409.559.651 387.316.744 358.389.980 445.670.427 378.076.617 395.209.078

LMSH 253.690.837 178.180.013 159.721.845 225.928.074 242.309.983 1.772.705.006 472.089.293

PICO 610.754.522 605.337.775 711.570.366 757.503.233 787.237.514 775.177.418 707.930.138

NIKL 2.039.089.986 1.907.012.854 1.798.262.242 2.073.192.075 2.376.173.562 2.302.060.148 2.082.631.811

BAJA 1.237.759.933 1.262.769.238 1.000.234.003 1.230.087.114 1.286.063.532 1.096.884.529 1.185.633.058

ISSP 3.560.188.000 3.661.689.000 3.350.845.000 3.749.963.000 4.580.306.000 5.009.317.000 3.985.384.667

TBMS 7.597.099.615 7.131.906.240 6.279.580.378 8.411.871.885 10.678.783.028 8.172.782.680 8.045.337.304

Rata-Rata 3.511.081.894 3.068.327.223 1.623.295.075 3.242.240.082 4.137.614.100 3.694.784.119 3.212.890.416

Sumber :Data sekunder diolah (2021)

Berdasarkan tabel 4.4 menunjukkan data observasi pendapatan

usaha dari 14 sampel perusahaan, secara rata-rata pencapaian

pendapatan usaha keseluruhan perusahaan manufaktur sub sektor logam

dan sejenisnya selama 6 tahun tertinggi pada tahun 2018 sebesar

Rp4.137.614.099.830,14 sedangkan terendah pada tahun 2016 sebesar

Rp1.623.295.075.341,50. Adapun secara rata-rata pencapaian

pendapatan usaha perbandingan antar perusahaan selama 6 tahun

tertinggi sebesar Rp18.879.841.190.000,00 pada perusahaan Krakatau

Steel (Persero) Tbk sedangkan terendah sebesar Rp99.171.291.699,50

pada perusahaan Betonjaya Manunggal Tbk.

Page 7: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1

72

3. Beban operasional (X3) operating expense merupakan biaya yang

terkait dengan operasional perusahaan yang meliputi biaya penjualan

dan administrasi, biaya iklan, biaya penyusutan serta perbaikan dan

pemeliharaan (Warner Murhadi, 2013). Dalam penelitian ini beban

operasional jumlah keseluruhan biaya yang berhubungan dengan

kegiatan operasional perusahaan diluar kegiatan produksi. Adapun hasil

perhitungan data variabel beban operasional perusahaan sampel dalam

penelitian ini sebagai berikut:

Tabel 4.5

Data beban operasional perusahaan sampel periode 2014-2019

(disajikan dalam ribuan rupiah)

Emiten 2014 2015 2016 2017 2018 2019 Rata-Rata

ALKA 22.092.951 23.284.172 29.755.345 31.853.842 37.279.631 42.061.262 31.054.534

ALMI 180.182.843 157.438.480 135.930.382 141.633.783 198.352.097 203.537.911 169.512.583

BTON 6.512.676 7.087.716 8.036.523 7.939.576 8.592.909 17.909.150 9.346.425

CTBN 361.110.932 321.470.100 280.521.470 241.147.843 298.934.643 324.682.210 304.644.533

GDST 91.398.384 100.828.822 73.986.821 109.325.350 134.614.504 145.405.561 109.259.907

INAI 99.635.063 146.414.201 125.709.521 138.618.279 133.019.801 138.791.389 130.364.709

KRAS 2.634.418.800 3.555.992.330 4.187.611.556 3.948.293.640 5.343.141.456 9.035.330.277 4.784.131.343

LION 98.361.394 104.130.916 108.473.054 111.950.034 143.489.738 135.082.787 116.914.654

LMSH 10.494.640 10.154.212 10.902.387 12.023.087 12.875.369 12.782.662 11.538.726

PICO 67.958.224 73.416.290 70.358.373 82.546.781 85.623.736 89.625.236 78.254.773

NIKL 149.897.721 137.832.839 101.933.786 115.224.019 126.468.134 127.318.814 126.445.885

BAJA 39.951.048 42.379.252 42.462.818 43.796.103 46.699.443 44.516.553 43.300.869

ISSP 494.584.000 656.199.000 651.112.000 629.280.000 584.772.000 578.540.000 599.081.167

TBMS 120.051.536 194.815.446 159.301.825 165.141.287 177.096.823 221.836.579 173.040.582

Rata-Rata 312.617.872 395.103.127 427.578.276 412.769.544 523.640.020 794.101.456 477.635.049

Sumber :Data sekunder diolah (2021)

Page 8: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1

73

Berdasarkan tabel 4.5 menunjukkan data observasi beban

operasional dari 14 sampel perusahaan, secara rata-rata pencapaian

beban operasional keseluruhan perusahaan manufaktur sub sektor logam

dan sejenisnya selama 6 tahun tertinggi pada tahun 2019 sebesar

Rp794.101.456.443,93 sedangkan terendah pada tahun 2014 sebesar

Rp312.617.872.254,57. Adapun secara rata-rata pencapaian beban

operasional perbandingan antar perusahaan selama 6 tahun tertinggi

sebesar Rp4.784.131.343.166,67 pada perusahaan Krakatau Steel

(persero) Tbk, sedangkan terendah sebesar Rp9.346.424.946,17 pada

perusahaan Betonjaya Manunggal Tbk.

4. Menurut Martani dkk, (2012) aktivitas operasi (X4) adalah aktivitas

penghasilan utama pendapatan entitas dan aktivitas lain yang bukan

merupakan aktivitas investasi dan pendanaan. Adapun hasil perhitungan

data variabel arus kas operasi perusahaan sampel dalam penelitian ini

disajikan pada tabel 4.6 berikut ini:

Page 9: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1

74

Tabel 4.6

Data arus kas operasi perusahaan sampel periode 2014-2019

(disajikan dalam ribuan rupiah)

Emiten 2014 2015 2016 2017 2018 2019 Rata-Rata

ALKA -18.833.943 -2.880.134 12.555.800 -3.678.215 71.627.443 233.260.999 48.675.325

ALMI -935.671.862 1.749.582.273 49.190.108 -373.368.309 -444.151.604 -253.724.257 -34.690.609

BTON 7.643.755 -1.520.288 -1.794.007 6.005.724 25.560.183 25.034.751 10.155.020

CTBN 374.181.392 288.557.106 325.757.473 39.479.278 -305.996.751 36.174.962 126.358.910

GDST 220.244.500 -39.316.275 87.280.999 31.357.855 6.606.782 -60.367.966 40.967.649

INAI 42.164.840 47.011.856 -149.761.732 51.365.013 132.356.155 -66.131.831 9.500.717

KRAS -28.587.120 -1.019.753.990 903.100.740 2.765.959.680 -1.160.666.631 2.448.313.625 651.394.384

LION 61.833.303 49.505.778 53.300.060 9.661.712 8.977.194 -5.161.613 29.686.072

LMSH 9.999.770 10.910.802 6.871.373 15.388.661 -1.984.922 -5.608.947 5.929.456

PICO 24.408.903 59.320.891 5.595.052 -42.951.729 75.713.565 75.713.665 32.966.725

NIKL -137.145.452 137.700.407 186.066.068 -153.074.991 -157.588.020 141.483.808 2.906.970

BAJA -95.359.376 27.344.372 32.970.857 52.474.095 10.125.713 79.605.539 17.860.200

ISSP -191.012.000 176.316.000 -374.268.000 743.427.000 -374.759.000 461.351.000 73.509.167

TBMS 84.497.493 910.922.159 -187.739.562 -161.767.997 -145.124.831 172.609.773 112.232.839

Rata-Rata -41.545.414 170.978.640 67.794.659 212.876.984 -161.378.909 234.468.108 80.532.345

Sumber :Data sekunder diolah (2021)

Berdasarkan tabel 4.6 menunjukkan data observasi arus kas

operasi dari 14 sampel perusahaan, secara rata-rata pencapaian arus kas

operasi keseluruhan perusahaan manufaktur sub sektor logam dan

sejenisnya selama 6 tahun tertinggi pada tahun 2019 sebesar

Rp234.468.107.843,07 sedangkan terendah pada tahun 2018 sebesar Rp-

161.378.908.833,79. Adapun secara rata-rata pencapaian arus kas

operasi perbandingan antar perusahaan selama 6 tahun tertinggi sebesar

Rp651.394.384.000,00 pada perusahaan Krakatau Steel (persero) Tbk,

sedangkan terendah sebesar Rp-34.690.608.579,33 pada perusahaan

Alumindo Light Metal Industry Tbk.

Page 10: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1

75

5. Laba bersih (Y) merupakan suatu kelebihan pendapatan perusahaan

yang layak diterima perusahaan untuk mengambil suatu keputusan yang

akan dikelola perusahaan dimasa yang akan datang. Adapun hasil

perhitungan data variabel laba bersih perusahaan sampel dalam

penelitian ini disajikan pada tabel 4.7 berikut ini:

Tabel 4.7

Data laba/rugi bersih perusahaan sampel periode 2014-2019

(disajikan dalam ribuan rupiah)

Emiten 2014 2015 2016 2017 2018 2019 Rata-Rata

ALKA 2.948.093 -1.175.538 516.167 15.406.256 22.943.498 7.354.721 7.998.866

ALMI 3.664.437 -53.613.906 -99.931.854 8.446.456 6.544.635 -298.808.903 -72.283.189

BTON 7.486.836 6.323.778 -5.974.738 11.370.927 27.812.712 1.368.062 8.064.596

CTBN 317.869.368 112.304.336 -12.542.788 -164.128.100 -83.913.833 22.867.965 32.076.158

GDST -13.563.965 -55.212.704 31.704.557 10.284.697 -87.798.858 26.807.417 -14.629.809

INAI 22.415.476 28.615.673 35.552.975 38.651.705 40.463.141 33.608.115 33.217.848

KRAS -1.918.061.400 -4.504.260.630 -2.428.207.664 -1.166.442.156 -2.426.030.892 -7.025.426.390 -3.244.738.189

LION 49.001.630 46.018.637 42.345.417 9.282.943 14.679.674 926.463 27.042.461

LMSH 7.605.091 1.944.443 6.252.815 12.967.114 2.886.727 -18.944.768 2.118.570

PICO 16.203.616 14.975.406 13.753.652 20.189.516 15.730.408 7.487.452 14.723.342

NIKL -85.233.021 -82.914.779 33.849.503 18.414.049 -22.261.091 37.263.938 -16.813.567

BAJA -1.640.706 -9.349.901 34.393.355 -22.984.762 -96.695.782 1.112.484 -15.860.885

ISSP 214.895.000 158.999.000 102.925.000 8.634.000 48.741.000 185.694.000 119.981.333

TBMS 53.558.106 29.993.406 97.102.039 102.743.575 92.351.723 82.447.554 76.366.067

Rata-Rata -94.489.388 -307.668.055 -153.447.255 -78.368.841 -174.610.495 -495.445.849 -217.338.314

Sumber :Data sekunder diolah (2021)

Berdasarkan tabel 4.7 menunjukkan data observasi laba bersih dari

14 sampel perusahaan, secara rata-rata pencapaian laba/rugi bersih

keseluruhan perusahaan manufaktur sub sektor logam dan sejenisnya

selama 6 tahun tertinggi pada tahun 2017 sebesar Rp-

78.368.841.445,29 sedangkan terendah pada tahun 2019 sebesar Rp-

Page 11: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1

76

495.445.849.265,29. Adapun secara rata-rata pencapaian laba/rugi

bersih perbandingan antar perusahaan selama 6 tahun tertinggi sebesar

Rp119.981.333.333,33 pada perusahaan Steel Pipe Industry of Indonesia

Tbk, sedangkan terendah sebesar Rp-3.244.738.188.666,67 pada

perusahaan Krakatau Steel (persero) Tbk.

4.2 Hasil dan Analisis Data

4.2.1 Uji Statistik Deskriptif

Analisis deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu

data yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, nilai maksimum,

minimum dari setiap variabel penelitian yang meliputi: modal kerja,

pendapatan usaha, beban operasional dan arus kas operasi terhadap laba

bersih (Ghozali, 2016). Adapun hasil dari uji statistik deskriptif seluruh

variabel dalam penelitian ini dengan bantuan SPSS 16 berikut ini:

Tabel 4.8

Hasil Uji Deskriptif

Sumber:output SPSS 16(data diolah)

Page 12: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1

77

1. Modal kerja (X1)

Berkaitan dengan modal kerja yang digunakan untuk melakukan kegiatan

operasi perusahaan. Berdasarkan hasil pengujian statistik deskriptif (tabel 4.8)

menunjukkan nilai rata-rata (mean) keseluruhan jumlah data modal kerja

perusahaan sampel yaitu sebesar Rp-520.676.968.075,14 dari jumlah total aktiva

lancar dikurangi jumlah hutang lancar. Sedangkan standar deviasi variabel modal

kerja sebesar Rp3.233.154.300.112,11 artinya, selama periode penelitian ukuran

penyebaran data variabel modal kerja sebesar Rp3.233.154.300.112,11. Modal

kerja tertinggi (maximum) keseluruhan data sebesar Rp1.151.989.000.000,00

sementara untuk modal kerja terendah (minimum) keseluruhan data sebesar Rp-

25.061.014.721.000,00.

2. Pendapatan Usaha (X2)

Berkaitan dengan pendapatan usaha yang berasal dari aktivitas operasi

maupun non operasi utama perusahaan. Berdasarkan pengujian statistik deskriptif

(tabel 4.8) menunjukkan nilai rata-rata (mean) keseluruhan jumlah data

pendapatan usaha perusahaan sampel yaitu sebesar Rp3.212.890.415.587,62 dari

jumlah pendapatan operasional dan pendapatan non operasional. Sedangkan

standar deviasi variabel pendapatan usaha sebesar Rp5.275.307.873.910,42

artinya, selama periode penelitian ukuran penyebaran data variabel pendapatan

usaha sebesar Rp5.275.307.873.910,42. Pendapatan usaha tertinggi (maximum)

keseluruhan data senilai Rp25.415.501.733.000,00 sementara untuk pendapatan

usaha terendah (minimum) keseluruhan data senilai Rp64.527.124.168,00.

Page 13: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1

78

3. Beban Operasional (X3)

Berkaitan dengan beban operasional yang merupakan sejumlah biaya yang

harus dikeluarkan oleh suatu perusahaan untuk mendukung operasi atau kegiatan

yang dilakukan perusahaan. Berdasarkan pengujian statistik deskriptif (tabel 4.8)

menunjukkan nilai rata-rata (mean) keseluruhan jumlah data beban operasional

perusahaan sampel sebesar Rp477.635.049.345,35 dari jumlah keseluruhan biaya

operasional diluar biaya produksi, total beban pemasaran/penjualan dan beban

administrasi umum. Sedangkan standar deviasi variabel beban operasional sebesar

Rp1.331.943.737.535,70 artinya, selama periode penelitian ukuran penyebaran

data variabel beban operasional sebesar Rp1.331.943.737.535,70. Beban

operasional tertinggi (maximum) keseluruhan data sebesar

Rp9.035.330.277.000,00 sementara untuk beban operasional terendah (minimum)

keseluruhan data sebesar Rp6.512.675.868,00.

4. Arus Kas Operasi (X4)

Berkaitan dengan arus kas operasi perusahaan hasil uji statistik deskriptif

(tabel 4.8) menunjukkan nilai rata-rata (mean) keseluruhan jumlah data arus kas

operasi perusahaan sampel sebesar Rp80.532.344.687,80 dari jumlah total arus

kas operasi penerimaan dikurangi total arus kas pengeluaran. Sedangkan standar

deviasi variabel arus kas operasi sebesar Rp532.045.335.240,79 artinya, selama

periode penelitian ukuran penyebaran data variabel arus kas operasi sebesar

Rp532.045.335.240,79. Arus kas operasi tertinggi (maximum) keseluruhan data

sebesar Rp2.765.959.680.000,00 sementara untuk arus kas operasi terendah

keseluruhan data (minimum) sebesar Rp-1.160.666.631.000,00.

Page 14: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1

79

5. Laba/rugi bersih (Y)

Berkaitan dengan laba perusahaan yang merupakan imbalan atas kegiatan

yang dilakukan perusahaan dari proses produksi sampai dengan menjual barang

atau jasa yang telah dikurangi biaya yang digunakan dalam kegiatan operasi dan

penyerahan barang atau jasa selama satu periode akuntansi, sesuai hasil uji

statistik deskriptif (tabel 4.8) menunjukkan rata-rata (mean) keseluruhan jumlah

data laba/rugi bersih perusahaan sampel sebesar Rp-217.338.314.092,48 dari

jumlah laba sebelum pajak dikurangi dengan pajak penghasilan. Sedangkan

standar deviasi variabel laba bersih sebesar Rp999.794.921.249,79 artinya, selama

periode penelitian ukuran penyebaran data variabel laba/rugi bersih sebesar

Rp999.794.921.249,79. Laba bersih tertinggi (maximum) keseluruhan data

sebesar Rp317.869.368.000,00 sementara untuk laba bersih terendah (minimum)

keseluruhan data sebesar Rp-7.025.426.390.000,00.

4.2.2 Uji Asumsi Klasik

4.2.2.1 Uji Normalitas

Uji asumsi klasik pertama dalam penelitian ini adalah uji

normalitas dengan menggunakan uji One Sample Kolmogorov Smirnov,

uji normalitas dilakukan untuk menguji apakah dalam model regresi

variabel pengganggu atau residual berdistribusi normal atau tidak

(Ghozali, 2016). Adapun hasil uji normalitas data disajikan pada tabel 4.9

berikut ini:

Page 15: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1

80

Tabel 4.9

Hasil Uji Normalitas

Sumber:output SPSS 16(data diolah)

Berdasarkan tabel 4.9 menunjukkan bahwa nilai Asymp. Sig. (2-

tailed) sebesar (0,000 < 0,05) maka pengujian normalitas dalam penelitian

ini dinyatakan tidak berdistribusi normal. Karena data tidak berdistribusi

normal maka perlu dilakukan penyembuhan data tidak normal. Apabila pada

uji normalitas terdapat masalah maka analisis regresi tidak dapat dilakukan,

untuk mengatasi masalah normalitas yang biasa terjadi pada data panel

dilakukan dengan menghilangkan beberapa data yang dianggap tidak normal

karena beberapa data terdeteksi sebagai outlier (Ghozali, 2016). Data outlier

merupakan data yang mempunyai nilai sangat berbeda dari observasi-

Page 16: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1

81

observasi lain (data dengan nilai ekstrim). Salah satu cara mendeteksi data

outlier dengan melihat Box Plot.

Selanjutnya peneliti melakukan uji outlier satu kali untuk

mendapatkan data yang berdistribusi normal, setelah itu menghapus data

outlier yang terdeteksi pada Box Plot. Berdasarkan Box Plot data outlier

pertama (Lampiran, 17) peneliti memangkas sebanyak 20 data dengan nilai

ekstrim. Data outlier yang akan dihapus pertama kali data dengan tanda

bintang yang ada di batas atas. Setelah dilakukan outlier satu kali maka data

yang semula berjumlah 84 menjadi 64, data tersebut kemudian dilakukan

pengujian normalitas kembali dengan 64 data. Berikut ini hasil uji normalitas

data setelah dilakukan uji outlier:

Tabel 4.10

Uji Normalitas Setelah Outlier

Sumber:output SPSS 16(data diolah)

Page 17: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1

82

Berdasarkan tabel 4.10 menunjukkan nilai N yaitu 64. Data

sesungguhnya adalah 84 setelah di outlier data menjadi 84 – 20 = 64 karena

distribusi data tidak normal maka dilakukan pengurangan data. Berdasarkan

hasil setelah diuji normalitas kembali dengan jumlah data 64 memperoleh

hasil Asymp. Sig (2-tailed) tabel diatas sebesar 0,059 yang berarti bahwa data

penelitian berdistribusi normal, karena nilai Asymp. Sig (2-tailed) 0,059 >

0,05. Sehingga penelitian ini dapat digunakan untuk uji regresi.

4.2.2.2 Uji Multikolinearitas

Uji asumsi klasik kedua dalam penelitian ini adalah uji

multikolinearitas yang bertujuan untuk menguji apakah dalam model

regresi ditemukan adanya sebuah korelasi antara variabel independen

dengan melihat nilai tolerance dan nilai variance inflation factor (VIF).

Adapun hasil uji multikolinearitas disajikan pada tabel 4.11 berikut ini:

Tabel 4.11

Hasil Uji Multikolinearitas

Sumber:Output SPSS 16(data diolah)

Page 18: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1

83

Berdasarkan tabel 4.11 dapat diketahui hasil perhitungan masing-

masing variabel bebas memiliki nilai Tolerance lebih dari 0,10. Hasil

perhitungan masing-masing variabel bebas juga memiliki nilai VIF dibawah

10. Dengan demikian, hasil uji pada tabel diatas dapat disimpulkan bahwa

pada model regresi ini tidak terdapat gejala multikolinearitas.

4.2.2.3 Uji Autokorelasi

Uji asumsi klasik ketiga dalam penelitian ini adalah uji autokorelasi

dengan menggunakan uji Durbin Watson yang bertujuan untuk menguji

apakah suatu model regresi linier ada korelasi antara kesalahan

pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1

sebelumnya. Dalam penelitian ini menggunakan uji Durbin Watson sebagai

bagian dari statistik non-parametrik, dan dapat juga digunakan untuk

menguji apakah antar residual terdapat autokorelasi atau tidak. Nilai tabel

Durbin Watson pada α = 5% ; N=64 ; k = 4 adalah dL = 1.466 dan dU =

1.730. Adapun hasil dari pengujian autokorelasi disajikan pada tabel 4.12

berikut ini:

Tabel 4.12

Hasil Uji Autokorelasi Dengan Durbin Watson

Sumber:Output SPSS 16(data diolah)

Page 19: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1

84

Berdasarkan pada tabel 4.12 menunjukkan nilai Durbin Watson

sebesar 1,427 nilai tersebut berada di daerah autokorelasi. Untuk mengatasi

masalah autokorelasi yang biasa terjadi pada data (panel) tersebut maka

menurut Gujarati (dalam Widodo 2018) harus dilakukan dengan menambah

variabel independen yang berasal dari variabel dependen periode

sebelumnya atau Lag variabel akan tetapi penambahan variabel Lag dalam

penelitian ini digunakan untuk mengatasi masalah autokorelasi saja

selanjutnya dilakukan analisis regresi model baru.

Tabel 4.13

Hasil Uji Autokorelasi Setelah Transformasi Lag1

Sumber:Output SPSS 16(data diolah)

Berdasarkan tabel 4.13 menunjukkan nilai Durbin Watson setelah

perbaikan sebesar 1.880 terletak diantara dU = 1,730 dengan 4 – dU =

(2,270), maka hasil pengujian autokorelasi setelah perbaikan sudah tidak

mengandung masalah autokorelasi.

Page 20: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1

85

4.2.2.4 Uji Heteroskedastisitas

Uji asumsi klasik keempat dalam penelitian ini adalah uji

heteroskedastisitas dengan menggunakan uji korelasi spearman’s rho yang

bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi terjadi

ketidaksamaan antara varian dari residual untuk semua pengamatan. Apabila

ada kesamaan antara varian dari error untuk semua pengamatan setiap

variabel bebas pada model regresi disebut homoskedastisitas jika dalam

keadaan sebaliknya maka disebut heteroskedastisitas. Adapun hasil dari uji

heteroskedastisitas menggunakan spearman’s rho disajikan pada tabel 4.14

berikut ini:

Tabel 4.14

Hasil Spearman’s rho

Sumber:Output SPSS 16(data diolah)

Page 21: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1

86

Berdasarkan tabel 4.14 diketahui bahwa masing-masing variabel

memiliki nilai signifikan lebih dari 0,05 sehingga bisa dikatakan data bersifat

homoskedastisitas atau bebas dari heteroskedastisitas yang berarti Ho

diterima serta data layak untuk diteliti karena telah memenuhi beberapa

pengujian asumsi klasik.

4.2.3 Analisis Regresi Linier Berganda

Dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi linier berganda

yang digunakan untuk mengetahui pengaruh antara masing-masing variabel

independen (X) terhadap variabel dependen (Y). Adapun hasil dari

pengujian analisis regresi linier berganda disajikan pada tabel 4.15 berikut

ini:

Tabel 4.15

Hasil Analisis Uji Regresi Linier Berganda

Sumber:Output SPSS 16 (data diolah)

Page 22: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1

87

Berdasarkan tabel 4.15 dapat dibuat model regresi linier berganda

menurut dengan persamaan sebagai berikut:

Lag _ Y = a + β1 Lag _ X1 + β2 Lag _ X2 + β3 Lag _ X3 + β4 Lag _ X4 + e

Lag _ Y = -1,349 + 0,200 Lag _ X1 + 0,015 Lag _ X2 -0,207 Lag _ X3 +

0,012 Lag _ X4 + e

Berdasarkan persamaan regresi linier berganda tersebut nilai konstanta

sebesar -1,349 menunjukkan bahwa jika variabel-variabel independen

diasumsikan bernilai 0 (nol), maka nilai laba bersih sebesar -1,349.

Koefisien regresi variabel modal kerja (X1) sebesar 0,200 yang berarti

bahwa setiap kenaikan modal kerja sebesar 1 satuan dengan asumsi variabel

independen lain bernilai 0 (nol) maka akan mengalami penurunan sebesar

0,200 satuan. Koefisien regresi variabel pendapatan usaha (X2) sebesar

0,015 yang berarti bahwa setiap kenaikan pendapatan usaha sebesar 1 satuan

dengan asumsi variabel independen lain bernilai 0 (nol), maka nilai variabel

dependen akan mengalami kenaikan sebesar 0,015 satuan. Koefisien regresi

variabel beban operasional (X3) sebesar -0,207 yang berarti bahwa setiap

kenaikan beban operasional sebesar 1 satuan dengan asumsi variabel

independen lain bernilai 0 (nol), maka nilai variabel dependen akan

mengalami penurunan sebesar -0,207 satuan. Koefisien regresi variabel arus

kas operasi (X4) sebesar 0,012 yang berarti bahwa setiap kenaikan arus kas

operasi sebesar 1 satuan dengan asumsi variabel independen lain bernilai 0

(nol) maka akan mengalami penurunan sebesar 0,012 satuan.

Page 23: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1

88

4.2.4 Uji Hipotesis

4.2.4.1 Uji t (Uji Parsial)

Pengujian Hipotesis yang pertama dalam penelitian menggunakan uji

t (parsial), uji t ini pada dasarnya untuk menguji apakah variabel-variabel

independen secara parsial atau satu persatuan berpengaruh signifikan

terhadap variabel dependen. Adapun hasil pengujian hipotesis secara parsial

disajikan pada tabel 4.17 berikut ini:

Tabel 4.17

Hasil Uji Statistik t (Uji Parsial)

Sumber:Output SPSS 16 (data diolah)

Berdasarkan pada tabel 4.17 dalam penelitian ini menggunakan

tingkat signifikan α = 5% atau 0,05. Ketika mencari T tabel nilai α dibagi 2

menjadi 0,025 karena menggunakan hipotesis dua arah dengan N = 63 dan K

= 4 , dimana N merupakan jumlah data dan K merupakan jumlah variabel

(X), maka diperoleh df=(N-K) yaitu 63-4 = 59. Sehingga ditemukan nilai T

tabel sebesar ±2,001. Berdasarkan tabel 4.17 dapat di interpretasikan sebagai

berikut:

Page 24: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1

89

1) Pengaruh modal kerja (X1) terhadap laba bersih

Variabel modal kerja memiliki nilai T hitung sebesar 4,574 dan T

tabel sebesar 2,001 maka T hitung lebih besar dari pada T tabel dan

diikuti dengan nilai signifikan sebesar 0,000 yang berarti Ho1 ditolak dan

Ha1 diterima, dengan demikian penelitian ini menunjukkan hasil bahwa

terdapat pengaruh yang positif signifikan antara variabel modal kerja

terhadap laba bersih.

Gambar 4.1

Daerah Penerimaan Ha1 dan Penolakan Ho1

Variabel Modal Kerja Terhadap Laba Bersih

2) Pengaruh pendapatan usaha (X2) terhadap laba bersih

Variabel pendapatan usaha memiliki nilai T hitung sebesar 2,266

dan T tabel sebesar 2,001 maka T hitung lebih besar dari pada T tabel dan

diikuti dengan nilai signifikan sebesar 0,027 yang berarti Ho2 ditolak dan

Ha2 diterima, dengan demikian penelitian ini menunjukkan hasil bahwa

terdapat pengaruh yang positif signifikan antara variabel pendapatan

usaha terhadap laba bersih.

Daerah Penolakan

Ho1 2,5%

Daerah Penolakan

Ho1 2,5%

Daerah

Penerimaan Ho1

95%

-2,001 2,001 4,574

Page 25: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1

90

Gambar 4.2

Daerah Penerimaan Ha2 dan Penolakan Ho2

Variabel Pendapatan Usaha Terhadap Laba Bersih

3) Pengaruh beban operasional (X3) terhadap laba bersih

Variabel beban operasional memiliki T hitung sebesar -2,032 dan

nilai T tabel sebesar -2,001 maka T hitung lebih kecil dari T tabel dan

diikuti dengan nilai signifikan sebesar 0,047 yang berarti Ho3 ditolak dan

Ha3 diterima, dengan demikian penelitian ini menunjukkan hasil bahwa

terdapat pengaruh yang negatif signifikan antara variabel beban

operasional terhadap laba bersih.

Gambar 4.3

Daerah Penerimaan Ha3 dan Penolakan Ho3

Variabel Beban Operasional Terhadap Laba Bersih

Daerah Penolakan

Ho1 2,5%

Daerah Penolakan

Ho1 2,5%

Daerah

Penerimaan Ho1

95%

-2,001 2,001 2,226

Daerah Penolakan

Ho1 2,5%

Daerah Penolakan

Ho1 2,5%

Daerah

Penerimaan Ho1

95%

-2,032 -2,001 2,001

Page 26: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1

91

4) Pengaruh arus kas operasi (X4) terhadap laba bersih

Variabel arus kas operasi memiliki nilai T hitung sebesar -0,187 dan

nilai T tabel sebesar -2,001 maka T hitung lebih besar dari T tabel dan

diikuti dengan nilai signifikan sebesar 0,852 yang berarti Ho4 diterima dan

Ha4 ditolak, dengan demikian penelitian ini menunjukkan hasil bahwa

tidak terdapat pengaruh yang negatif signifikan antara variabel arus kas

operasi terhadap laba bersih.

Gambar 4.4

Daerah Penerimaan Ha4 dan Penolakan Ho4

Variabel Arus Kas Operasi Terhadap Laba Bersih

4.2.4.2 Uji F (Uji Serempak)

Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel

independen yang dimasukan dalam model mempunyai pengaruh secara

bersama-sama terhadap variabel dependen (Ghozali, 2016). Adapun hasil uji

F disajikan pada tabel 4.18 berikut ini:

Daerah Penolakan

Ho1 2,5%

Daerah Penolakan

Ho1 2,5%

Daerah

Penerimaan Ho1

95%

-2,001 -0,187 2,001

Page 27: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1

92

Tabel 4.17

Hasil Uji Statistik F (Uji Serempak)

Sumber:Output SPSS 16 (data diolah)

Berdasarkan pada tabel 4.18 hasil uji F pada tabel ANOVA didapat

nilai F hitung sebesar 6,241 nilai tersebut lebih besar dari nilai F tabel yaitu

2,53 df= (K-1, N-K) = (3 : 59) dengan nilai signifikansi 0,000 dengan

demikian nilai signifikan lebih kecil dari 0,05. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa secara bersama-sama (simultan) modal kerja,

pendapatan usaha, beban operasional, dan arus kas operasi berpengaruh

terhadap laba bersih.

Gambar 4.5

Daerah Penerimaan Ha5 dan Penolakan Ho5

( Hasil Uji F )

Daerah

Penerimaan Ho5

95%

Daerah Penolakan

Ho5 95%

6,241

Page 28: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1

93

4.2.4.3 Koefisien Determinasi (R2)

Menurut Ghozali (2011), koefisien determinasi (R2) digunakan untuk

mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi

variabel (Y) yang dapat dijelaskan oleh variabel (X). Adapun hasil uji

koefisien determinasi menggunakan nilai Adjusted R2

disajikan pada tabel

4.16 berikut ini:

Tabel 4.18

Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2)

Sumber:Output SPSS 16 (data diolah)

Berdasarkan hasil pengujian koefisien determinasi pada tabel 4.16

menunjukkan nilai R Square (R2) sebesar 0,301 atau 30,1%. Hal tersebut

menunjukkan bahwa variabel independen yang digunakan dalam penelitian

ini yaitu modal kerja (X1), pendapatan usaha (X2), beban operasional (X3)

dan arus kas operasi (X4) mampu mempengaruhi variabel total laba bersih

(Y) sebesar 30,1% dan sisanya sebesar 68,9% dipengaruhi oleh variabel lain

yang tidak dimasukkan dalam model.

4.3 Pembahasan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, maka penelitian ini telah sesuai dengan

yang diinginkan peneliti, yaitu untuk mengetahui pengaruh modal kerja, pendapatan

usaha, beban operasional, arus kas operasi terhadap laba bersih.

Page 29: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1

94

1. Pengaruh Modal kerja Terhadap Laba Bersih

Hipotesis yang pertama dalam penelitian ini menyatakan pengaruh modal kerja

terhadap laba bersih. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa variabel

modal kerja berpengaruh positif signifikan terhadap laba bersih. Artinya dengan

semakin besarnya modal kerja yang dimiliki perusahaan, maka mampu mendanai

operasionalnya tanpa bantuan dana dari pihak luar dan sebaliknya, jika modal kerja

yang tersedia tidak mencukupi maka perusahaan membutuhkan dana dari pihak luar

guna mendanai operasional perusahaan. Modal kerja merupakan unsur yang paling

utama untuk kegiatan usaha. Modal kerja digunakan untuk operasional perusahaan

dalam rangka mencapai laba, dengan pencapaian laba bersih yang maksimum akan

dapat meleluaskan perusahaan dalam menargetkan penjualaan pada periode

berikutnya (Abidin, 2014).

Berdasarkan pada kondisi objek penelitian dengan perbandingan 2 tabel

sebagaimana terdapat pada tabel 4.3 dan 4.7 sesuai data dapat diketahui bahwa

perhitungan sebagian perusahaan mengalami kenaikan rata-rata modal tetapi tidak

diikuti dengan laba bersih naik, ada juga yang mengalami modal kerja naik diikuti

dengan jumlah laba bersih menurun. Perusahaan yang mengalami penurunan rata-

rata modal kerja contohnya PT. Indal Aluminium Industry Tbk pada tahun 2014

memiliki modal kerja sebesar Rp49.042.343.308,00 dengan rata-rata

Rp22.826.007.446,67 dan diikuti dengan nilai rata-rata laba bersih yang meningkat

sebesar Rp33.217.847.635,00. sedangkan perusahaan yang mengalami rata-rata

modal kerja naik dan mengalami penurunan rata-rata laba bersih pada PT. Lion

Metal Works Tbk pada tahun 2014 memiliki modal kerja sebesar

Page 30: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1

95

Rp356.113.565.273,00 memiliki rata-rata Rp368.503.405.133,33 dan diikuti dengan

penurunan rata-rata laba bersih sebesar Rp27.042.460.807,50.

Menurut Mukti et all, (2018) Tersedianya modal kerja yang tinggi maka

semakin besar jumlah pembelian/pengadaan barang. Dengan demikian, jumlah

barang yang dijual juga akan semakin besar yang selanjutnya, diikuti dengan

semakin besar pula laba yang diperoleh. Hal ini sejalan dengan pendapat Mahardini

(2017) yang menyatakan bahwa perusahaan akan terus meningkatkan modal

kerjanya supaya tersedia dalam jumlah yang cukup sehingga memugkinkan

perusahaan untuk beroperasi secara efisien dan tidak mengalami kesulitan keuangan

tanpa membahayakan perusahaan. Hasil dalam penelitian ini sejalan dengan

penelitian Mahardini (2017) dan Abidin (2014) bahwa terdapat pengaruh modal

kerja terhadap laba bersih.

2. Pengaruh Pendapatan Usaha Terhadap Laba Bersih

Hipotesis yang kedua dalam penelitian ini menyatakan pengaruh pendapatan

usaha terhadap laba bersih. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa

variabel pendapatan usaha berpengaruh positif signifikan terhadap laba bersih. Yang

berarti semakin tinggi pendapatan usaha akan meningkatkan laba bersih. Sebaliknya

ketika pendapatan usaha menurun maka laba bersih juga akan turun (Pasaribu,

2017). Berdasarkan kondisi pada objek penelitian dengan perbandingan 2 tabel

sebagaimana terdapat pada tabel 4.4 dan 4.7 dapat diketahui bahwa perhitungan

sebagian perusahaan mengalami rata-rata pendapatan usaha naik dan diikuti dengan

laba bersih naik, ada juga yang mengalami rata rata pendapatan usaha naik diikuti

dengan laba bersih menurun. perusahaan yang mengalami kenaikan rata-rata

Page 31: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1

96

pendapatan usaha contohnya PT. Indal Aluminium Industry Tbk pada tahun 2014

memiliki pendapatan usaha sebesar Rp937.269.401.485,00 dengan rata rata sebesar

Rp1.176.702.471.530,33 dan diikuti dengan laba bersih yang meningkat sebesar

Rp22.415.476.342,00 sedangkan perusahaan yang mengalami kenaikan rata-rata

pendapatan usaha pada PT. Lionmesh Prima Tbk pada tahun 2014 memiliki

pendapatan usaha sebesar Rp253.690.836.696,00 dengan rata-rata

Rp472.089.292.889,17 dan diikuti dengan laba bersih menurun sebesar

Rp7.605.091.176,00.

Hal ini sejalan dengan penelitian Masril (2017) pendapatan merupakan

prioritas utama perusahaan dalam menjalankan usahanya, jika pendapatan besar

maka laba akan meningkat, namun jika sebaliknya apabila pendapatan kecil maka

laba juga akan menurun. Oleh karena itu diharapkan manajemen dapat

mempertahankan kinerja perusahaan dengan baik agar pendapatan yang didapat

terus meningkat. Pendapatan usaha sangat penting bagi kelangsungan hidup

perusahaan untuk membiayai segala pengeluaran dan aktivitas perusahaan.

Pendapatan merupakan penghasilan dari aktivitas operasi utama perusahaan seperti

aktivitas penjualan barang dan penyediaan jasa (Martani dkk, 2012). Hasil dalam

penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Pasaribu

(2017) dan Afifudin, et all (2019), yang menyatakan bahwa pendapatan usaha

berpengaruh terhadap laba bersih.

3. Pengaruh Beban Operasional Terhadap Laba Bersih

Hipotesis yang ketiga dalam penelitian ini menyatakan pengaruh beban

operasional terhadap laba bersih. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui

Page 32: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1

97

bahwa variabel beban operasional berpengaruh negatif signifikan terhadap laba

bersih. Hal ini menunjukkan semakin tinggi beban operasional maka akan semakin

turun tingkat laba bersih perusahaan, sebaliknya jika semakin tinggi laba

perusahaan maka akan semakin turun tingkat beban operasional. “Untuk

menghasilkan laba atau pendapatan tentunya perusahaan harus rela mengeluarkan

biaya yang berhubungan dengan kegiatan operasi perusahaan tersebut. Perusahaan

akan menunjukkan besarnya laba perusahaan apabila dapat menekan biaya

operasional. Menurut Kuswandi (2007) dalam perhitungan laba rugi, besarnya biaya

ini akan mengurangi laba atau menambah rugi perusahaan. Maka, semakin besar

nilai biaya operasionalnya maka laba yang didapat akan semakin kecil begitu pula

sebaliknya jika biaya operasionalnya dapat diminimalkan maka laba yang

dihasilkan akan lebih maksimal”.

Berdasarkan kondisi pada objek penelitian dengan perbandingan 2 tabel

sebagaimana terdapat pada tabel 4.5 dan 4.7 dapat diketahui bahwa perhitungan

sebagian perusahaan mengalami rata-rata beban operasional naik dan diikuti dengan

laba bersih naik, ada juga yang mengalami rata-rata beban operasional naik diikuti

dengan laba bersih menurun. perusahaan yang mengalami rata-rata beban

operasional naik contohnya PT. Betonjaya Manunggal Tbk pada tahun 2014

memiliki beban operasional sebesar Rp6.512.675.868,00 memiliki rata-rata sebesar

Rp9.346.424.946,17 dan diikuti dengan laba bersih naik sebesar

Rp7.486.835.958,00. Sedangkan perusahaan yang mengalami rata-rata beban

operasional naik PT. Tembaga Mulia Semanan Tbk pada tahun 2014 memiliki

beban operasional sebesar Rp120.051.535.800,00 dengan rata-rata sebesar

Page 33: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1

98

Rp173.040.582.366,50 diikuti laba bersih turun sebesar Rp53.558.106.160,00.

Sehingga besar kecilnya biaya operasional akan mempengaruhi laba bersih

perusahaan. Apabila perusahaan dapat menekankan biaya operasional, maka

perusahaan akan dapat meningkatkan laba bersih, demikian sebaliknya jika terjadi

pemborosan biaya maka akan mengakibatkan menurunnya laba (Jusuf 2008). Jadi,

untuk memperoleh laba yang tinggi perusahaan perlu memperhatikan biaya-biaya

yang dikeluarkan dan mengendalikannya secara efektif selain itu perusahaan juga

dapat mencapai laba sesuai dengan yang diinginkan (Anjani, 2015). Hasil dalam

penelitian ini sejalan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Kartini

(2017) dan Wulandari (2017), yang menyatakan bahwa beban operasional

berpengaruh terhadap laba bersih.

4. Pengaruh Arus kas operasi Terhadap Laba Bersih

Hipotesis yang keempat dalam penelitian ini menyatakan pengaruh arus kas

operasi terhadap laba bersih. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa

variabel arus kas operasi tidak berpengaruh terhadap laba bersih. Dengan melihat

kondisi objek penelitian pada tabel 4.6 dapat diketahui bahwa perhitungan sebagian

perusahaan, jumlah arus kas dari aktivitas operasi perusahaan setiap tahunnya

cenderung mengalami penurunan seperti yang terjadi pada Perusahaan Alumindo

Light Metal Industry Tbk pada tahun 2017-2019 dan Perusahaan Tembaga Mulia

Semanan Tbk pada tahun 2016-2018, serta arus kas operasi mengalami negatif

kemudian juga terjadi penurunan nilai laba bersih setiap tahunnya (tabel 4.6).

Secara teori arus kas dari aktivitas operasi berasal dari transaksi-transaksi

yang mempengaruhi penetapan laba atau rugi (Rialdy, 2017). Arus kas dari aktivitas

Page 34: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1

99

operasi sering dikaitkan dengan laba untuk menilai kualitasnya yang dapat dilihat

dari pertumbuhan laba setiap tahunnya. Arus kas operasi mempengaruhi laba bersih

jika arus kas pada periode akuntansi tertentu mengalami surplus atau bernilai

positif. Jika pertumbuhan laba dari tahun ketahun mengalami kenaikan hal tersebut

menunjukkan esistensi perusahaan semakin membaik di dunia usaha. Hasil dalam

penelitian ini sejalan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Budiyasa

(2015) dan Ariani (2010) menunjukkan bahwa laba bersih tidak memiliki pengaruh

dalam memprediksi arus kas operasi.

5. Pengaruh Modal Kerja, Pendapatan Usaha, Beban Operasional dan Arus Kas

Operasi Terhadap Laba Bersih

Hipotesis yang kelima dalam penelitian ini adalah pengaruh modal kerja,

pendapatan usaha, beban operasional dan arus kas operasi terhadap laba bersih.

Hipotesis kelima dalam penelitian ini menggunakan uji statistik F, yang

menghasilkan indikasi penerimaan hipotesis. Berdasarkan hasil penelitian dapat

diketahui bahwa variabel modal kerja, pendapatan usaha, beban operasional, dan

arus kas operasi berpengaruh terhadap laba bersih. Berdasarkan kondisi objek

penelitian, sesuai dengan data sebagaimana terlampir pada (Lampiran, 5) dapat

diketahui bahwa perhitungan sebagian perusahaan mengalami rata-rata laba bersih

turun dan diikuti dengan jumlah modal kerja, pendapatan usaha, beban operasional,

dan arus kas operasi naik, dan ada juga yang mengalami laba bersih turun dan

diikuti dengan modal kerja, pendapatan usaha, beban operasional, dan arus kas

operasi turun.

Page 35: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1

100

Hal ini sejalan dengan pendapat Mahardini (2017) dan Pasaribu (2017) yang

menyatakan bahwa adanya pengaruh modal kerja, pendapatan usaha, beban

operasional dan arus kas operasi terhadap laba bersih. Pada dasarnya dalam

mencapai tingkat laba bersih yang maksimal suatu perusahaan dapat diukur dengan

mengelola modal kerja dengan baik, dengan tersedianya modal kerja yang cukup

memungkinkan perusahaan untuk dapat beroperasi secara ekonomis dan tidak

mengalami kerugian. Yang berarti semakin tinggi modal kerja, semakin besar

jumlah pengadaan barang sehingga jumlah barang yang dijual juga semakin besar

yang selanjutnya diikuti dengan jumlah laba yang naik. Modal kerja dan arus kas

setiap perusahaan mempunyai hubungan yang saling terkait dengan laba bersih,

karena dengan adanya modal kerja dan arus kas maka perusahaan dapat memenuhi

kewajiban-kewajiban jangka pendeknya, arus kas dan modal kerja digunakan untuk

menjalankan operasi perusahaan setiap harinya, sedangkan laba merupakan

indikator keberhasilan bagi perusahaan (Mahardini, 2017). Perusahaan juga perlu

memperhatikan pendapatan dan pengeluaran yang dilakukan selama kegiatan

operasi berlangsung, karena jika pendapatan lebih besar dari beban maka

perusahaan akan memperoleh laba dan sebaliknya jika pendapatan lebih kecil dari

biaya yang dikeluarkan maka perusahaan akan mengalami kerugian (Pasaribu,

2017). Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan Wanti et

all., (2017), Gurning (2020), dan Mukti et all, (2018) yang menyatakan bahwa

modal kerja, pendapatan usaha, beban operasional, dan arus kas operasi

berpengaruh terhadap laba bersih.