bab iv. hasil dan pembahasan

Upload: retno-anjasari

Post on 14-Oct-2015

69 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

aa

TRANSCRIPT

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN4.1 Hasil Penelitian4.1.1 Pemeriksaan Bahan Bakua. Pemeriksaan bahan baku ibuprofenPemeriksaan bahan baku ibuprofen sesuai dengan persyaratan yang tercantum pada Farmakope Indonesia edisi IV dan British Pharmacopeia tahun 2009. Hasil pemeriksaan dapat dilihat pada Lampiran 2 Tabel IV.1 beserta sertifikat analisisnya pada Tabel IV.3.b. Pemeriksaan bahan baku famotidinPemeriksaan bahan baku famotidin sesuai dengan persyaratan yang tercantum dalam United States Pharmacopeia XXX dan British Pharmacopeia tahun 2009. Hasil pemeriksaan dapat dilihat pada Lampiran 2 Tabel IV.2 beserta sertifikat analisisnya pada Tabel IV.4. 4.1.2 Evaluasi Kokristala. Hasil analisis dengan spektrofotometer IR ibuprofen dan famotidin dapat dilihat pada Gambar IV.1 dan IV.2. Untuk spektrum IR kokristal ibuprofen dengan famotidin dapat dilihat pada Gambar IV.3.b. Hasil analisis termal (DTA-TG) dari ibuprofen murni, famotidin murni, dan kokristal ibuprofen-famotidin dapat dilihat pada Gambar IV.4IV.6, serta dan gabungan termogramnya pada Gambar IV.7. Ibuprofen memiliki titik lebur 78,950C, dan famotidin memiliki titik lebur 167,870C. Terlihat adanya perubahan titik lebur pada termogram DTA untuk kokristal menjadi 146,380C yang menandakan adanya interaksi fisika dari kedua zat tersebut melalui pembentukan fase kokristal.c. Hasil analisis difraksi sinar-x dari ibuprofen murni, famotidin murni, dan kokristal ibuprofen-famotidin dapat dilihat pada Gambar IV.8IV.10. Dari difraktogram tersebut terlihat bahwa terdapat peningkatan intensitas pada beberapa puncak interfensi yang khas pada untuk kokristal dibandingkan dengan ibuprofen murni dan famotidin murni.d. Hasil pemeriksaan morfologi ibuprofen, famotidin, dan kokristal ibuprofen dengan famotidin menggunakan alat Scanning Electron Microscope dapat dilihat pada Gambar IV.11IV.13.4.1.3 Penentuan Perolehan Kembali Ibuprofen dan famotidin dalam Kokristal dengan HPLCa. Penentuan waktu retensi ibuprofen dan famotidin dengan fase gerak metanol:air (80:20) pH 3,5 dengan asam orthophosphat pada panjang gelombang analisis 266nm. Hasil pemeriksaan dapat dilihat pada Gambar IV.14.b. Pembuatan kurva kalibrasi ibuprofen dan famotidin dengan fase gerak metanol:air (80:20) pH 3,5 dengan asam orthophosphat pada panjang gelombang analisis 266nm menghasilkan persamaan y = 1499x + 8267,6 dan nilai r = 0,9982; dan y = 36734x + 75083 dan nilai r = 0,9996. Hasilnya dapat dilihat pada Lampiran 4 Tabel IV.5 dan IV.7 dan Gambar IV.15-IV.16. Serta validasi metoda dari masing-masing zat dapat dilihat pada Lampiran 4 Tabel IV.6 da IV.8.c. Hasil penetapan perolehan kembali ibuprofen dan famotidin pada kokristal dalam metanol adalah 94,97% dan 103,41%. Hasil lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran 4 Tabel IV.9.4.1.4 Uji KelarutanHasil uji kelarutan dari larutan jenuh ibuprofen, famotidin, dan kokristal ibuprofen-famotidin dalam medium air suling bebas CO2 dengan fase gerak metanol:air (80:20) pH 3,5 dengan asam orthophosphat, didapatkan kelarutan ibuprofen murni 59,73g/mL, famotidin murni 1362,47g/mL, ibuprofen dalam kokristal 542,49g/mL, famotidin dalam kokristal 932,17g/mL. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5 Tabel IV.10.4.1.5 Uji Laju DisolusiHasil uji laju disolusi dari ibuprofen, famotidin, dan kokristal ibuprofen-famotidin dapat dilihat pada Lampiran 6 Tabel IV.12IV.15 berupa persentase zat yang terdisolusi dari waktu 5-60 menit.

4.1.6 Analisa DataPengaruh sampel dan waktu terdisolusi terhadap persentase zat terdisolusi untuk ibuprofen murni, famotidin murni, dan kokristal ibuprofen-famotidin dianalisis secara statistik menggunakan ANOVA satu arah. Hasil pemeriksaan dapat dilihat pada Lampiran 8 Tabel IV.28. Serta pengaruh waktu terhadap jumlah zat terlarut dianalisis secara statistik menggunakan ANOVA satu arah. Hasil pemeriksaan dapat dilihat pada Lampiran 8 Tabel IV.29.4.2 PembahasanSebelum melakukan penelitian, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan bahan baku yang akan digunakan yaitu ibuprofen dan famotidin. Pemeriksaan bahan baku ibuprofen dilakukan berdasarkan persyaratan yang ada di dalam Farmakope Indonesia edisi IV dan British Pharmacopoeia tahun 2009. Dari pemeriksaan organoleptis, ibuprofen berbentuk serbuk hablur, memiliki bau yang khas, dan berwarna putih. Kelarutannya praktis tidak larut dalam air dan sangat mudah larut dalam metanol. Pada pengujian dengan spektrofotometer UV diperoleh nilai serapan maksimum pada panjang gelombang yang hampir sama dengan yang ada diliteratur yaitu dalam NaOH 264,2nm dan metanol 263,6nm.Pemeriksaan bahan baku famotidin dilakukan berdasarkan persyaratan yang ada di dalam British Pharmacopoeia tahun 2009 dan United States Pharmacopeia XXX. Dari pemeriksaan organoleptis, famotidin berbentuk serbuk hablur, memiliki bau yang khas, dan berwarna putih hingga putih kekuningan. Kelarutannya sangat sukar larut dalam air dan agak sukar larut dalam metanol. Pada pengujian panjang gelombang serapan maksimum hampir sama dengan literatur yaitu dalam NaOH 287,2nm dan metanol 286,8nm.Setelah melakukan pemeriksaan terhadap bahan baku, dilakukan pembuatan kokristal ibuprofen-famotidin equimol (1:1) dengan metoda penggilingan dengan penambahan sedikit pelarut (solvent drop grinding). Penggilingan zat aktif dan cocrystal former dengan bantuan sedikit pelarut yang mampu melarutkan kedua zat tersebut dapat membantu pembentukan kokristal (Upadhyay, et al., 2011). Pelarut yang digunakan yaitu metanol karena mampu melarutkan kedua bahan baku yang akan dibentuk kokristal. Dari penelitian terdahulu pembentukan kokristal dengan metoda penggilingan (solid state grinding) dalam perbandingan 1:1 mol menghasilkan hasil Scanning Electron Microscope (SEM) yang berbeda dengan zat murni. SEM bertujuan untuk melihat habit kokristal ibuprofen-famotidin dan hasil difraktogram sinar-x yang menunjukkan rendemen kokristalin yang terbentuk dalam fase kokristal dibandingkan dengan ibuprofen murni serta famotidin murni. Selain itu juga terlihat penurunan titik lebur pada uji DTA yang menunjukkan terbentuknya fase kokristal (Indarwita, 2013). Selanjutnya kokristal yang terbentuk dari metoda penggilingan dengan penambahan sedikit pelarut (solvent drop grinding) yang diperoleh akan diuji dengan FT-IR, SEM, DTA-TG, Difraksi Sinar-x, dan penetapan kadar perolehan kembali kedua zat, serta dilakukan uji kelarutan dan uji laju disolusinya.Analisis spektroskopi FT-IR dilakukan untuk melihat spektrum yang terbentuk dari kokristal ibuprofen-famotidin. Setiap ikatan dalam suatu senyawa menyerap sinar inframerah. Ikatan tersebut dapat mengalami streching (peregangan) ataupun bonding (pengerutan). Daerah sidik jari (bilangan gelombang 1500 500 cm-1) juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi sampel dengan membandingkan spektrum serapan sampel dengan spektrum serapan senyawa pembanding (Dachriyanus, 2004). Pemeriksaaan spektrum IR ibuprofen murni menunjukkan bahan baku ibuprofen memiliki transmitan spektrum IR yang relatif sama dengan transmitan spektrum IR ibuprofen yang tertera pada literatur. Hal ini dibuktikan dengan hampir samanya transmitan ibuprofen uji dengan pembanding menggunakan spektroskopi infrared pada bilangan gelombang 2000400 cm-1 (British Pharmacopoeia, 2009; Dachriyanus, 2004). Dapat dilihat dari spektrum IR ibuprofen didapat panjang gelombang 1709cm-1 menandakan adanya regangan ikatan gugus C=O karena berada dalam kisaran 1800 1600 cm-1. Pemeriksaaan spektrum IR famotidin murni menunjukkan bahwa famotidin juga pada bilangan gelombang uji 2000400 cm-1. Pada spektrum IR famotidin terlihat adanya regangan ikatan N-H pada kisaran panjang gelombang 3000-3500 cm-1, yaitu 3399cm-1. Setelah itu dilakukan analisa spektrum IR terhadap kokristal, terlihat bahwa spektrum IR yang diberikan oleh kokristal ibuprofen-famotidin menunjukkan ketajaman puncak berbeda yang dihasilkan pada masing-masing zat akibat bentuk konformasi molekul dan kadar zat dalam sampel pada saat analisis dilakukan. Terlihat pada spektrum IR yang terbentuk, terjadi pergeseran pada gugus karbonil dengan intensitas yang lebih rendah dari murni, yaitu pada bilangan gelombang 1704cm-1. Pergeseran gugus karbonil yang terjadi menunjukan terbentuknya kokristal (Alatas, et al., 2013). Pergeseran gugus karbonil ini dapat disebabkan oleh terbentuknya ikatan hidrogen antara ibuprofen dan famotidin. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada Gambar IV.1IV.3.

Gambar IV.1. Spektrum FT-IR serbuk ibuprofen murni

Gambar IV.2. Spektrum FT-IR serbuk famotidin murni

Gambar IV.3. Spektrum FT-IR kokristal solvent drop grindingAnalisis termal DTA merupakan instrumen analitik yang sangat bermanfaat dalam karakterisasi interaksi dalam keadaan padat (solid state interaction) antara dua atau lebih material obat. Analisis termal DTA digunakan untuk mengevaluasi perubahan sifat termodinamika yang terjadi saat materi diberikan energi panas (Zaini, et al., 2011). Ibuprofen memiliki jarak lebur antara 7578oC yang terlihat pada termogram Gambar IV.4 yaitu 78,95oC, sementara famotidin memiliki titik lebur 167,87oC yang terlihat pada Gambar IV.5. Sedangkan analisis termal kokristal menggunakan alat DTA-TG pada Gambar IV.6 memperlihatkan puncak endotermik baru dititik 146,38oC yang merupakan titik lebur fase kokristal antara ibuprofen-famotidin.Dari data yang didapatkan mengindikasikan penurunan titik lebur sistem biner hasil kokristalisasi (Zaini, et al., 2011), yang diduga terbentuk campuran eutektik antara ibuprofen-famotidin. Selain itu hasil ini didukung oleh difraktogram kokristal ibuprofen-famotidin metoda solvent drop grinding menunjukkan puncak khas yang berbeda. Pada difraktogram ini ditunjukkan terjadi hilangnya puncak interferensi yang menandakan adanya interaksi fisika pada kokristal. Jika interferensi dari senyawa tidak hilang total tetapi menurun, menandakan terjadinya interaksi fisika yang belum sempurna dari campuran (Soewandhi & Haryana, 2007). Ditandai dengan timbulnya puncak-puncak baru yang menunjukkan terjadinya bangunan struktur fisika yang baru (Nugrahani, et al., 2007). Hal ini menguatkan bukti bahwa kedua zat telah berinteraksi secara padat membentuk fase kokristal ditandai dengan hilangnya puncak endotermik dari masing-masing zat.

Gambar IV.4. Termogram DTA-TG serbuk ibuprofen murni167,87oC

Gambar IV.5. Termogram DTA-TG serbuk famotidin murni

Gambar IV.6. Termogram DTA-TG kokristal solvent drop grinding

Gambar IV.7. Termogram DTA-TG gabunganPada lampiran difraktogram sinar-x sampel Gambar IV.8-IV.10, terlihat perbedaan puncak interferensi yang muncul antara ibuprofen, famotidin, dan kokristal ibuprofen-famotidin metoda solvent drop grinding. Hal ini menguatkan data analisis termal, adanya interaksi dan terjadi pembentukan fase kristalin baru pada kokristal metoda solvent drop grinding (Nugrahani, et al., 2007).Difraksi sinar-x serbuk merupakan metode yang handal untuk karakterisasi interaksi padatan antara dua komponen padat (solid state interaction) untuk mengetahui apakah terbentuk fase kristalin baru atau tidak. Jika terbentuk fase kristalin baru dari hasil interaksi antar kedua komponen maka akan teramati secara nyata dari difraktogram sinar-x yang berbeda dari campuran fisika kedua komponen (Zaini, et al., 2010). Selain itu puncak karakteristik ibuprofen yang spesifik yaitu pada 2 = 6,056; 16,574; 20,101; dan 22,254 dan puncak karakteristik famotidin yang spesifik pada 2 = 5,988; 20,875; dan 24,581 menurun intensitasnya dan menghilang setelah dibentuk kokristal, sementara puncak baru muncul pada kokristal ibuprofen-famotidin pada 2 =7,722 dan 8,636. Perubahan posisi puncak ini menunjukkan pembentukan kokristal (Alatas, et al., 2013).Intensitas2

Gambar IV.8. Difraktogram sinar x serbuk ibuprofen murniIntensitas2

Gambar IV.9. Difraktogram sinar x serbuk famotidin murniIntensitas2

Gambar IV.10. Difraktogram sinar x kokristal solvent drop grindingHasil Scanning Electron Microscopy ibuprofen, famotidin, dan kokristal hasil penggilingan dengan penambahan sedikit pelarut telihat habit kristal yaitu berbentuk seperti batang pada ibuprofen murni dan famotidin murni, sedangkan habit pada kokristal terlihat seperti agregat yang terdiri dari partikel berbentuk serat-serat halus. Dari hasil SEM dapat dilihat terbentuknya habit kristal baru yang berbeda dari habit kristal murni.Energi mekanik yang dihasilkan pada proses co-grinding dapat menyebabkan difusi molekular disepanjang patahan kristal, sehingga memperkecil ukuran partikel, meningkatkan luas permukaan kristal dan peleburan sebagian fasa padatan, sehingga memungkinkan reaksi padat-padat terjadi (Zaini, 2008).Hasil SEM ini sekaligus menunjukkan bahwa terjadi interaksi antara kedua zat yang dapat mempengaruhi morfologi kristal masing-masing zat (Alatas, et al., 2013). Hasil analisa SEM ini juga memperkuat hasil analisa dengan menggunakan DTA bahwa telah terbentuk senyawa molekular dengan satu titik lebur dan hasil analisa difraksi sinar-x serbuk yang menunjukkan puncak interferensi baru dan menurunya intensitas mengindikasikan bentuk kisi kristal yang memiliki tingkat simetri yang lebih rendah dari komponen penyusunnya (Zaini, et al., 2011). Untuk lebih jelasnya, bentuk kristal yang terbentuk dapat dilihat pada Gambar IV.11 Gambar IV.13. Gambar IV.11. Morfologi ibuprofen perbesaran 500x Gambar IV.12. Morfologi famotidin perbesaran 500x(a) (b)Gambar IV.13. Morfologi kokristal solvent drop grinding (a) perbesaran 500x (b) perbesaran 5000xSetelah dilakukan pemeriksaan terhadap zat murni dan kokristal yang terbentuk melalui analisis FT-IR, SEM, DTA-TG, dan Difraksi sinar-x, kemudian dilakukan penetapan kadar perolehan kembali. Penetapan perolehan kembali ibuprofen dan famotidin dalam kokristal metoda penggilingan dengan sedikit pelarut dilakukan menggunakan pelarut metanol dengan HPLC menggunakan fase gerak metanol:air (80:20) pH 3,5 dengan asam orthophosphat (Patel, et al., 2012). Dalam menentukan kadar zat aktif dalam kokristal, maka terlebih dahulu harus dilakukan optimasi terhadap fase gerak yang digunakan. Optimasi dapat dilihat dari waktu retensi yang dihasilkan, linearitas, akurasi, dan presisi (Harmita, 2007). Dari Gambar IV.14 dapat dilihat waktu retensi untuk ibuprofen adalah 8,220 menit dan famotidin adalah 1,996 menit. Ini menunjukkan bahwa kedua zat telah dapat dipisahkan dengan baik menggunakan fase gerak ini.

Gambar IV.14. Penentuan waktu retensi ibuprofen-famotidin dengan fase gerak metanol:air (80:20) pH 3,5 dengan asam orthophosphatKurva kalibrasi ibuprofen dibuat dengan cara membuat seri larutan menjadi beberapa konsentrasi, yaitu 160ppm, 180ppm, 200ppm, 220ppm, dan 240ppm. Sedangkan famotidin dibuat dengan konsentrasi 6ppm, 8ppm, 10ppm, 12ppm, dan 14ppm didalam pelarut metanol. Dari seri larutan masing-masing zat ini didapatkan persamaan regresi ibuprofen adalah y = 8267,6 + 1499x dan nilai r = 0,9964 r = 0,9982; dan famotidin y = 75083 + 36734x dan nilai r = 0,9993 r = 0,9996. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan linear antara konsentrasi dan luas area dalam metanol. Hasil ini dapat dilihat jelas pada Lampiran 4 Tabel IV.5 IV.7 dan Gambar IV.15 IV.16. Hasil uji penetapan perolehan kembali zat dalam kokristal ibuprofen-famotidin dalam metanol adalah 94,97% dan 103,41%. Hasil ini dapat dilihat pada Lampiran 4 Tabel IV.9. Setelah itu dilakukan uji kelarutan terhadap ibuprofen murni, famotidin murni, serta kokristal ibuprofen-famotidin dalam air suling bebas CO2. Kelarutan merupakan salah satu sifat fisikokimia senyawa obat yang dapat meramalkan derajat absorpsi obat dalam saluran cerna (Zaini, et al., 2011). Pembentukan fase kokristal merupakan salah satu metode yang dikembangkan dalam bidang ilmu rekayasa kristal untuk mendapatkan senyawa dengan sifat fisikokimia yang lebih baik terutama dari segi kelarutannya (Trask, 2005). Didapatkan hasil uji kelarutan murni ibuprofen dan famotidin adalah 59,73g/mL dan 1362,47g/mL. Hasil ini sesuai dengan literatur, yaitu ibuprofen larut 21mg/L dalam air (DrugBank). Dari hasil uji kelarutan ibuprofen murni dibanding dengan ibuprofen dalam kokristal terdapat peningkatan yang signifikan, yaitu 59,73g/mL dan 542,49g/mL. Dapat disimpulkan kelarutan ibuprofen meningkat hampir 10x lipat yaitu dari praktis tidak larut menjadi sangat sukar larut. Sedangkan uji kelarutan famotidin murni dibandingkan famotidin dalam kokristal menurun, yaitu 1362,47g/mL dan 932,17g/mL. Kelarutan famotidin ini menurun dari sukar larut menjadi sangat sukar larut. Hal ini dapat disimpulkan bahwa kokristal yang terbentuk hanya meningkatkan kelarutan dari ibuprofen. Peningkatan kelarutan yang terjadi dapat dikarenakan oleh proses penggilingan dengan metoda solvent drop grinding, sehingga terjadi peningkatan luas permukaan dan memperkecil ukuran partikel (Martin, et al., 1990). Hasil ini dapat dilihat pada Lampiran 5 Tabel IV.10.Hasil analisa kelarutan terhadap ibuprofen murni, famotidin murni, serta ibuprofen dalam kokristal dan famotidin dalam kokristal menggunakan ANOVA satu arah pada program SPSS 16. Dari analisa didapatkan uji homogenitas varian dengan Sig = 0,082 (>0,05). Hal ini berarti bahwa varian keempat kelompok data adalah sama. Hasil perhitungan ANOVA didaptkan F hitung = 221,012 sedangkan F tabel = 4,066181. Hal ini berarti F hitung > F tabel, sehingga Ho ditolak. Ho adalah hipotesa awal bahwa tidak terjadi peningkatan kelarutan. Berdasarkan signifikansi dari ANOVA, Sig = 0,000 (0,98) yaitu 0,9831 dan 0,9936. Persamaan yang cocok untuk famotidin murni adalah persamaan Langenbucher dengan nilai r yang mendekati linear yaitu 0,9059. Dan untuk ibuprofen dalam kokristal persamaan yang cocok yaitu Higuchi dan Langenbucher memiliki nilai r mendekati linier yaitu 0,9870 dan 0,9894, sedangkan famotidin dalam kokristal persamaan yang cocok yaitu Korsmeyer Peppas, Higuchi, Langenbucher memiliki nilai r mendekati linear yaitu 0,9889; 0,9949; 0,9977.Parameter lain yang digunakan untuk evaluasi disolusi adalah efisiensi disolusi (ED) (Abdou, 1989). Nilai efisiensi disolusi merupakan nilai AUC (area under the curve) dari jumlah obat yang terdisolusi per satuan waktu, seperti dalam studi bioavailabilitas/bioekivalensi nilai ini dapat dijadikan pedoman untuk membandingkan jumlah dan laju disolusi obat secara umum. Perhitungan rata-rata efisiensi disolusi ibuprofen diperoleh dari luas daerah di bawah kurva adalah Ibuprofen murni = 9,85; Famotidin murni = 66,60; Ibuprofen dalam kokristal = 59,43; dan Famotidin dalam kokristal = 56,62. Sama halnya dengan laju disolusi, ibuprofen dalam kokristal memiliki efisiensi disolusi yang paling besar karena serbuk ini terdisolusi baik di dalam medium disolusinya. Hasil efisiensi disolusi dapat dilihat pada Lampiran 6 Tabel IV.16. Hasil analisa efisiensi disolusi terhadap ibuprofen murni, famotidin murni, serta ibuprofen dalam kokristal dan famotidin dalam kokristal menggunakan ANOVA satu arah pada program SPSS 16. Dari analisa didapatkan uji homogenitas varian dengan Sig = 0,174 (>0,05). Hal ini berarti bahwa varian keempat kelompok data adalah sama. Hasil perhitungan ANOVA didaptkan F hitung = 2,092 x 10 sedangkan F tabel = 4,066181. Hal ini berarti F hitung > F tabel, sehingga Ho ditolak. Ho adalah hipotesa awal bahwa tidak terjadi peningkatan laju disolusi. Berdasarkan signifikansi dari ANOVA, Sig = 0,000 (