bab iv hasil penelitian dan pembahasan 4.1. hasil...
TRANSCRIPT
32
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian
4.1.1. Program Studi Pendidikan Ekonomi
Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) pada mulanya merupakan
Perguruan Tinggi Pendidikan Guru Kristen Indonesia (PTPG-KI) yang bergerak
untuk mencetak lulusan dengan berlatar belakang pendidikan sebagai
konsentrasinya. PTPG-KI diresmikan pada 30 November 1956 dengan jurusan
Pendidikan, Sejarah, Bahasa Inggris, Hukum, dan Ekonomi. PTPG-KI mengalami
perubahan nama pada tanggal 17 Juli 1959 menjadi FKIP-KI. 5 Desember 1959
diresmikan menjadi Universitas Krsiten Satya Wacana dengan kehadiran Fakultas
Ekonomi dan Fakultas Hukum dengan diikuti dengan pembukaan beberapa
Fakultas dan Program Studi baru lainnya.
Satya Wacana yang berarti “Setia Kepada Firman Tuhan” terus
berkembang baik bidang internal maupun eksternalnya. Motto Universitas Kristen
Satya Wacana adalah “Takut Akan Tuhan Adalah Permulaan Pengetahuan (Amsal
1:7a). Saat ini UKSW telah berumur 58 tahun, banyak pengembangan yang
dilakukan UKSW termasuk dalam memperbanyak jurusan. Hingga sekarang
tercatat “56 Program Studi yang terdiri dari 4 Program Studi Diploma 3, 39
Program Studi Program Sarjana (S1), 10 Program Studi Program Magister (S2),
dan 3 Program Studi Program Doktoral (S3).”1
1http://www.uksw.edu/id.php/tentang. Diakses 08 Juni 2014,22:04 WIB
33
Salah satu Program Studi Pendidikan yang ada didalamnya adalah
Pendidikan Ekonomi atau dikenal dengan Pendidikan Dunia Usaha pada awalnya.
“Perubahan nama dari PDU menjadi Pendidikan Ekonoi dipertimbangkan dalam
upaya penyesuaian dengan SK Menteri No. 021/U/1996 tentang Kurikulum yang
berlaku secara Nasional Program Sarjana Pendidikan.”2 Program Studi
Pendidikan Ekonomi terakreditasi B (042/BAN-PT/Ak-XIII/S1/I/2011) dengan
memiliki lima bidang pilihan konsentrasi, Ekonomi Koperasi, Pemasaran,
Administrasi Perkantoran, Akuntansi dan Keuangan, dan Ilmu Pengetahuan
Sosial. “Sesuai dengan slogan UKSW EXCELLENCE FOR ALL, Progdi PE
memiliki daya unggul dalam hal lulusan dengan kompetensi profesional yang utuh
dan terpadu dengan jiwa wirausaha yang tangguh. Bukti daya unggul lulusan,
mereka yang menjadi guru (SMP/MTs,SMA/MA, dan SMK/MAK) banyak yang
menduduki jabatan struktural (Kepala Sekolah, Pengawas, dan tugas lainnya),
disamping itu mereka juga terlibat aktif di lembaga-lembaga dan organisasi
masyarakat.”3
2http://fkip.uksw.edu/id/prodi/pendidikan-ekonomi. Diakses 08 Juni 2014, 22:09 WIB
3http://www.uksw.edu/id.php/akademik/programstudi/title/pendidikan-ekonomi.Diakses 08
Juni 2014, 22:16 WIB
34
Tabel 4.1 Daftar Mahasiswa Pendidikan Ekonomi di Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan UKSW Salatiga Tahun Ajaran 2013/2014
Tahun Angkatan
Jumlah Mahasiswa
Semester 2 TA 2013/2014 Semeter 3 TA 2013/2014
2010 44 41
2011 13 14
2012 24 21
2013 40 39
Jumlah 121 Mahasiswa 115 Mahasiswa
Sumber: http://siasat.uksw.edu/staff/default2.aspx
Perbedaan konsentrasi yang dipilih menyebabkan mahasiswa
mendapatkan perbedaan jumlah SKS untuk matakuliah akuntansi dan keuangan.
Mahasiswa Pendidikan Ekonomi berasal dari berbagai daerah, ada yang asli
Salatiga ada pula yang berasal dari luar kota bahkan luar pulau. Latar belakang
mahasiswa dilihat dari berbagai aspek mempunyai keragaman yang berbeda, Dari
segi tempat asal yang mengakibatkan mahasiswa terbagi menjadi dua macam
yakni mahasiswa bertempat tinggal kos atau kontrak, bertempat tinggal bersama
dengan orang tua. Mahasiswa bertempat tinggal kos atau kontrak merasa dituntut
pertanggung jawabannya dalam mengelola keuangannya kepada orang tua, baik
secara langsung dan tidak langsung. Mahasiswa bertempat tinggal bersama orang
tua masih merasa dalam zona aman mahasiswa, dimana keuangan masih ter-back-
upoleh orang tua. Pertanggung jawaban kurang dipermasalahkan oleh mahasiswa
yang masih tinggal dengan orang tua.
35
Latar belakang mahasiswa selain tempat tinggal juga nampak dari
pekerjaan orang tua, hal ini juga memberikan pertimbangan kepemilikan nominal
uang saku mahasiswa. Pekerjaan orang tua mahasiswa PE terbagi menjadi empat
macam pekerjaan pegawai negeri, swasta, wiraswasta, dan wirausaha. Keragaman
tingkat penghasilan orang tua akan menyebabkan kemampuan orang tua dalam
memberi uang saku kepada anak, selain dari inisiatif orang tua, mahasiswa
Pendidikan Ekonomi sudah memiliki keputusan sendiri tanpa harus terdekte dari
orang tua. Kedewasaan mahasiswa terlihat dari keputusan mereka untuk berusaha
semaksimal mungkin mencukupi kebutuhan sehari-hari tanpa meminta uang
tambahan diluar uang saku dari orang tua, dengan cara menyisihkan uang untuk
simpanan pada awal periode keuangan, memilih berhutang dengan orang lain
untuk menutupi kebutuhan agar terhindar dalam meminta uang tambahan pada
orang tua, mahasiswa mencari usaha sampingan sendiri, bahkan ada pula
mahasiswa yang murni tidak meminta uang saku pada orang tua dan mencukupi
kebutuhannya dari hasil pendapatan usaha atau hasil gaji pekerjaan sendiri.
Perbedaan-perbedaan yang ada akan menimbulkan jumlah nominal uang
saku dan sumbernya yang berbeda antara satu sama lain, baik uang saku yang
berasal dari orang tua maupun uang saku berasal dari hasil jeripayah sendiri.
Tabel 4.2 Rata-rata Pendapatan Mahasiswa Pendidikan Ekonomi di Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan UKSW Salatiga Tahun Ajaran
2013/2014
Sumber Uang
Nominal Per Periode Keuangan
Harian Mingguan Bulanan
Uang Saku Rp 15.000 Rp 50.000 – Rp Rp 350.000 – Rp
36
100.000 1.300.000
Uang
Penghasilan
Sendiri
Rp 25.000 – Rp
35.000
Rp 50.000
Rp 100.000 – Rp
3.000.000
Sumber : Data Primer
Cara pengelolaan keuangan yang dilakukan mahasiswa berbeda-beda dan
sederhana, dari pengoganisasian atau pengaturan hingga mengevaluasi uang untuk
setiap kebutuhan cenderung sebatas bayangan saja, sedikit dari mahasiswa untuk
bertindak memperinci setiap kebutuhan hingga menuangkannya dalam
perencanaan yang tertulis. Jarak periode keuangan yang tidak terlalu lama
membantu mahasiswa untuk mempermudah mengatur keuangan meski hanya
membayangkannya saja. Periode keuangan bulanan seringnya dimiliki oleh
mahasiswa yang tinggal jauh dari orang tua atau kos, periode keuangan mingguan
dan harian lebih sering dimiliki mahasiswa yang tinggal masih bersama dengan
orang tua.
Pengelolaan keuangan yang dimiliki juga bergantung dengan sumber
uang itu sendiri. Mahasiswa lebih ketat dalam menggunakan atau membelanjakan
uangnya ketika uang itu hanya berasal dari jeripayah sendiri dan berasal dari
pemberian orang tua namun tinggal jauh dari orang tua. Hal ini berbanding
terbalik dengan mahasiswa yang memiliki uang berasal dari pemberian orang tua,
terlebih masih tinggal dengan orang tua pula. Mahasiswa dengan sumber uang dan
status tempat tinggal demikian akan lebih cuek jika dibandingkan dengan
mahasiswa berstatus kebalikannya.
37
4.1.2. Mental Accounting Pada Mahasiswa Pendidikan Ekonomi
Mental accounting seseorang terlihat dari perilaku mereka dalam
mengelola keuangan, baik uang yang bersumber dari pemberian orang tua maupun
uang dari hasil jeripayah sendiri. Mental accounting pada mahasiswa Pendidikan
Ekonomi memiliki pengetahuan pengelolaan keuangan yang digunakan untuk
mengatur pengeluaran dan merencanakan sumber keuangan, pengambilan
keputusan dalam praktek, evaluasi keuangan dilanjutkan dengan re-organize atau
mengatur ulang keuangan. Setiap bagian dari pola pengelolaan keuangan,
prosesnya sederhana. Perilaku setiap mahasiswa terhadap uang yang mereka
miliki berbeda.
Pengaturan pengeluaran oleh mahasiswa Pendidikan Ekonomi dilakukan
dengan mengalokasikan uang yang dimiliki kedalam akun kebutuhan yang
berbeda-beda. Akun kebutuhan yang dianggarkan setiap periodenya oleh
mahasiswa meliputi kebutuhan pribadi, kebutuhan kuliah, kebutuhan sosial,
kebutuhan simpanan, dan kebutuhan lain-lain yang sifatnya terencana dan tidak
terencana, setiap jenis kebutuhan tersebut memiliki sifat rutin dan tidak rutin.
Tabel 4.3 Akun-akun Kebutuhan Mahasiswa Pendidikan Ekonomi di Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan UKSW Salatiga Tahun Ajaran
2013/2014
Jenis Kebutuhan
Kebutuhan
Terencana
Kebutuhan Tidak
Terencana
Rutin
Tidak
Rutin
Rutin Tidak Rutin
Kebutuhan Pribadi :
38
Makan atau Jajan *
**
Pulsa Handphone
Kebutuhan Badan
( Minyak wangi, keperluan mandi, make-up, dll
)
Bensin
Servis Motor
Kebutuhan Kuliah :
Pulsa Modem atau langganan internet
Cetak File ( Print ) dan fotocopy
Membeli buku
Pembayaran kegiatan kampus
Kebutuhan Sosial :
Olah Raga
Menjenguk atau menyumbang
Pergi dengan teman
Kebutuhan saving :
Menyimpan atau menyisihkan uang *** ****
Kebutuhan lain-lain :
Rokok, Laundry, Kebutuhan tidak terduga
lainnya
Sumber : Data Primer
* Untuk mahasiswa bertempat tinggal kos
** Untuk mahasiswa bertempat tinggal dengan orang tua
*** Untuk mahasiswa yang menyimpan uang pada awal periode
**** Untuk mahasiswa yang menyimpan uang dari sisa uang seluruh kebutuhan
Membuat pengaturan pengeluaran mahasiswa cenderung sekedar untuk
membayangkan saja, jarang mahasiswa yang melakukan pencatatan dalam
39
menentukan pengeluaran mereka. Mahasiswa lebih banyak tidak melakukan
pencatatan untuk menuangkan pengaturan pengeluarannya karena tidak sempat,
rumit, dan dirasa tidak diperlukan untuk mencatat pengaturan pengeluaran mereka
sendiri. Disamping tidak melakukan pencatatan, mayoritas mahasiswa tidak
benar-benar memisahkan uang mereka sesuai kebutuhannya. Mereka memiliki
pendapat bahwa uang yang dimiliki adalah uang untuk mencukupi kebutuhan
mereka sendiri pula, jadi tidak perlu untuk sampai memisahkan uang dalam
tempat yang berbeda. Namun mahasiswa yang memisahkan uangnya dalam
tempat berbeda untuk masing-masing kebutuhan, mempunyai alasan agar lebih
dapat mengontrol pemakaian uang mereka. Selain itu, nominal yang dirasa masih
kecil menjadi alasan utama untuk tidak melakukan pencatatan dan pemisahan
uang sesuai dengan kebutuhannya. Penyimpanan uang mahasiswa juga beragam,
ada yang memisahkan uang benar-benar sesuai kebutuhannya, ada yang
memisahkan uang makan saja, ada yang langsung membayarkan kebutuhan yang
sudah direncanakan pada awalnya, dan ada juga mahasiswa yang benar-benar
tidak menyendirikan uang mereka dalam tempat yang berbeda baik dalam cash
semua, atau semua masih dalam ATM mengambil hanya seperlunya saja.
Mahasiswa yang bertempat tinggal kos dan jauh dari orang tua memiliki
rasa tanggung jawab dengan sendirinya, agar memupuk kepercayaan orang tua
mereka dalam meberikan uang saku, selain itu tidak jarang pula orang tua mereka
memberi nasihat untuk mengatur pengeluaran mereka agar lebih disiplin. Ada
juga mahasiswa yang merasa karakter mereka sudah terbentuk untuk mengatur
keuangan dengan terencana. Empat dari delapan belas mahasiswa dan semuanya
40
adalah mahasiswa berkonsentrasi akuntansi tidak mengatur pengeluarannya sama
sekali meskipun hanya sekedar pemikiran saja namun tidak sama sekali dilakukan,
dengan alasan mereka tahu bahwa pengaturan tersebut prosesnya rumit, mereka
merasa tidak percaya diri bahwa mereka mampu untuk menjalankan sesuai
rencana, jumlah nominal yang dianggap masih sedikit sedangkan kebutuhan
mereka masih sedikit, dan anggapan ketika membatasi setiap pengeluaran mereka
dianggap pelit oleh orang lain. Mayoritas mahasiswa merencanakan pengeluaran
pada awal periode hanya untuk kebutuhan yang sifatnya pasti baik itu rutin
maupun tidak rutin, karena selain itu kebutuhan dianggap tidak dapat dipastikan
dari awal.
Perencanaan sumber keuangan juga dilakukan mahasiswa dalam tahap ini.
Mahasiswa memikirkan setiap kebutuhan yang harus dipenuhi dalam periode
keuangan berikutnya, dan dari mana sumber uang yang digunakan. Hal ini dirasa
akan membuat mahasiswa merasa nyaman dan tenang bahwa kebutuhan yang ada
diluar kebutuhan rutin sudah memiliki anggaran sendiri untuk mewujudkan
kebutuhan tersebut.
Keuangan yang dikelola setiap mahasiswa adalah hak dan kewajiban
mereka sendiri, karena mahasiswa sudah dianggap dewasa dalam mengambil
setiap keputusan termasuk dalam aktivitas keuangan. Pengambilan keputusan
dilihat dari tiga kondisi, kepemilikan hutang, penggunaan uang bonus, dan
kepemilikan uang tambahan. Mahasiswa memiliki hutang yang berbeda-beda
tujuannya, ada yang memiliki hutang untuk motif berjaga-jaga memenuhi
41
kebutuhan tidak terduga, hutang pembelian pulsa, dan hutang yang bersifat
talangan. Hutang dengan motif berjaga-jaga dilakukan mahasiswa yang uang
mereka sudah habis dan enggan untuk meminta tambahan pada orang tua mereka,
hutang uang ini diperlakukan selayaknya hand cash. Kondisi kedua adalah hutang
pembelian pulsa, mayoritas mahasiswa memilih berhutang pembelian pulsa
karena memanfaatkan teman mereka yang berjualan pulsa sendiri, rasa malas
untuk keluar rumah ke warung penjual pulsa, membutuhkan pulsa disaat yang
tidak memungkinkan merupakan alasan untuk berhutang pulsa. Kondisi terakhir
berhutang adalah ketika mahasiswa hendak membeli suatu barang namun uang
yang dimiliki tidak cukup, misalnya uang yang dibawa tidak cukup untuk
fotocopy mendadak, untuk sumbangan mendadak, untuk membeli barang yang
kebetulan diinginkan saat itu juga responden memilih untuk meminjam uang. Ada
mahasiswa yang memilih untuk berhutang ada juga mahasiswa yang memilih
tidak berhutang, dua dari delapan belas mahasiswa memilih untuk tidak memiliki
hutang sama sekali. Hal ini dikarenakan salah satu mahasiswa berkonsentrasi
akuntansi memiliki anggapan bahwa ketika memiliki hutang merasa sulit untuk
membayarnya dan merasa sayang untuk mengeluarkan uang sebagai pelunasan
hutang padahal hutang tersebut untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri,
mahasiswa kedua berasal dari konsentrasi non akuntansi dan berlatar belakang
memiliki uang saku lebih setiap minggunya serta pencitraan diri sebagai anak dari
orang tua yang mampu sehingga malu untuk memiliki hutang apa pun alasannya.
Sumber uang yang berikutnya adalah uang bonus, mahasiswa Pendidikan
Ekonomi memiliki tiga macam pilihan keputusan dalam menggunakan uang
42
bonus. Pertama, mahasiswa memilih untuk mengonsumsikan uang bonus yang
dimiliki. Mahasiswa sebagian besar memilih untuk membelanjakan uang bonus
dengan kebutuhan yang berbeda, seperti membeli kebutuhan perempuan atau
make-up, asesoris perempuan ( tas, baju, celana, sepatu, dll ), makan, membeli
bensin. Kedua, mahasiswa yang memiliki usaha sampingan memilih uang bonus
mereka untuk tambahan modal usaha mereka jika nominalnya memungkinkan.
Ketiga, mahasiswa memilih untuk menyimpan sebagai uang berjaga-jaga
selayaknya uang simpanan mereka. Ketiga keputusan penggunaan uang bonus
tersebut dipengaruhi oleh jumlah nominal uang bonus yang diterima dan
kebutuhan yang belum terpenuhi, jika cenderung sedikit atau besar dan kebutuhan
masih banyak mahasiswa memilih untuk membelanjakan uang bonus. Bila
nominal uang bonus lumayan besar dan kebutuhan tidak terlalu banyak yang harus
dipenuhi mereka memilih untuk menyimpan uang bonus. Kepemilikian uang
bonus tidak dimiliki oleh semua mahasiswa , ada beberapa diantaranya selama
kuliah tidak pernah menerima uang bonus, sekalipun itu pemberian orang tua atau
orang lain. Mereka ingin belajar mengelola keuangan tanpa ada uang bonus dari
sumber lain, dan ada mahasiswa yang selallu menolak pemberian tambahan
karena merasa sudah bekerja dan uang pun untuk membantu orang tua jadi
memilih untuk tidak menerima uang bonus.
Setiap periode memang mahasiswa sudah memiliki sumber uang dan
nominal yang sudah dipastikan sendiri-sendiri, namun tidak jarang pula
mahasiswa meminta uang tambahan diluar uang saku mereka ketika uang yang
dimiliki benar-benar habis tidak ada lagi uang simpanan, tapi ada juga mahasiswa
43
yang meminta uang tambahan untuk memenuhi kebutuhan yang nominalnya tidak
bisa dijangkau sendiri. Sepuluh dari delapan belas mahasiswa lima diantaranya
mahasiswa akuntansi memilih untuk tidak meminta uang tambahan, dengan
berbagai alasan. Mahasiswa yang memiliki penghasilan sendiri memilih untuk
tidak sama sekali meminta uang saku tambahan pada orang tua, untuk mahasiswa
yang penghasilannya sebagai uang sampingan dari uang saku mereka dan
mahasiswa yang memiliki uang saku pemberian orang tua mempunyai tekat untuk
berusaha semaksimal mungkin memenuhi kebutuhan mereka, semisalnya memang
mengalami kekurangan mereka memilih untuk berhutang dari pada meminta
kepada orang tua.
Bagian yang terakhir dalam melihat mental accounting seseorang adalah
kegiatan mengevaluasi keuangan. Mahasiswa sebagian besar mengevaluasi
keuangan mereka ketika mereka beritndak boros, dan ada juga mahasiswa yang
melakukannya karena keinginan mempraktekan evaluasi akuntansi dalam
kehidupan mereka. Cara yang dilakukan mahasiswa untuk evaluasi sederhana,
mayoritas dari mereka hanya dengan mengingat-ingat saja karena nominal yang
dimiliki hanya sedikit jadi masih bisa untuk diingat saja. Pengumpulan nota juga
jarang dilakukan oleh mahasiswa, mahasiswa perempuan yang sebagian
mengumpulkan nota pembelanjaan mereka, karena mahasiswa laki-laki
beranggapan pengumpulan nota adalah hal yang percumah untuk dilakukan dan
terlalu ribet. Tapi ada juga mahasiswa yang sama sekali tidak melakukan evaluasi
keuangan mereka, dua mahasiswa non akuntansi dan satu mahasiswa akuntansi,
karena ada yang merasa nominal uang saku cukup sehingga tidak butuh evaluasi,
44
kemudahan untuk meminta uang tambahan kepada orang tua, rasa malas untuk
melakukan evaluasi keuangan,dan satu mahasiswa akuntansi yang sangat mengerti
tentang evaluasi dalam akuntansi tidak melakukan evaluasi karena mahasiswa
tersebut tahu panjangnya, rumitnya proses evaluasi sehingga dia tidak melakukan
evaluasi dan lebih tertarik untuk melakukannya ketika berada dalam suatu
organisasi.
Tujuan melakukan evaluasi bagi mahasiswa untuk melacak keuangan yang
dibelanjakan, dan untuk mengontrol keuangan dalam satu periode tersebut
ataupun untuk periode berikutnya. Mahasiswa yang melakukan evaluasi tengah
periode keuangan mereka melanjutkan proses evaluasi mereka dengan mengatur
ulang sisa uang yang mereka miliki untuk memenuhi kebutuhan apa saja yang
masih harus dipenuhi. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar mereka dapat
bertahan memenuhi kebutuhan mereka dengan sumber uang seadanya.
Berdasarkan temuan diatas, mayoritas mahasiswa Pendidikan Ekonomi terlihat
memiliki mental accounting dengan dua macam proses perlakuan keuangan
mereka, yaitu :
Gambar 4.1 Proses Perlakuan Keuangan Mahasiswa Pendidikan Ekonomi di
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UKSW Salatiga
Tahun Ajaran 2013/2014
Tipe A
Tipe B
Sumber : Data Primer Penelitian
Pengaturan keuangan Keputusan yang dibuat
dalam keuangan
Evaluasi keuangan Pengaturan ulang
keuangan
Pengaturan keuangan Keputusan yang dibuat
dalam keuangan
Evaluasi keuangan
45
4.1.3. Hasil Pembelajaran Akuntansi Pada Mahasiswa Pendidikan Ekonomi
Mental accounting secara tidak langsung merupakan wujud pembelajaran
akuntansi pada mahasiswa. Akuntansi memiliki karakteristik cermat, rapi dan
teliti, sedangkan mental accounting hanya dapat dilihat dari perilaku saja. Mental
accountingpada mahasiswa Pendidikan Ekonomi terbentuk kurang optimal, baik
untuk mahasiswa konsentrasi akuntansi dan non akuntansi. Mahasiswa
konsentrasi non akuntansi merasa kurang optimal dalam mendapatkan matakuliah
akuntansi dan keuangan, sehingga cenderung kurang termotivasi untuk
mengaplikasikan atau mencoba mempraktekan pengetahuan akuntansi yang
dimiliki kedalam kehidupan sehari-hari. Sebagian dari mahasiswa konsentrasi
akuntansi justru telah mengetahui bagaimana proses pengelolaan keuangan dalam
perusahaan, dan memiliki keinginan untuk mengaplikasikannya dalam
pengelolaan keuangan pribadi, akan tetapi mahasiswa ini juga mengetahui
kerumitan proses, jangka waktu yang dibutuhkan relatif lama, sehingga membuat
mahasiswa dari yang awalnya melakukan menjadi tidak melakukan atau
mahasiswa dari awal tidak melakukannya sama sekali.
Berdasarkan wawancara beberapa mahasiswa non akuntansi dan akuntansi
berinisiatif mengatur keuangan mereka dengan menjadikan pengetahuan akuntansi
sebagai referensi utama mereka. Sebagian mahasiswa non akuntansi mengatakan
bahwa mereka melakukan pengaturan keuangan berdasarkan inisiatif sendiri,
kesadaran akan tanggung jawab mereka dan karena didikan orang tua mereka,
sedikit dari mahasiswa non akuntansi ini mengatakan bahwa mengatur keuangan
yang dilakukan karena pembelajaran akuntansi. Sedangkan untuk mahasiswa
46
akuntansi justru terdapat mahasiswa yang tidak melakukan pengaturan keuangan,
tapi ada juga dari mereka sebagian besar mengatakan bahwa mengatur keuangan
mereka berdasarkan pengetahuan akuntansi yang mereka dapatkan selama ini,
bahkan karena pembelajaran akuntansi yang dilalui dalam jangka waktu yang
lama telah membentuk karakter mereka.
Pengambilan keputusan untuk memiliki hutang dengan alasannya masing-
masing antara mahasiswa akuntansi dan non akuntansi adalah sama, mayoritas
dari mereka mengatakan hutang dalam penggunaan yang berbeda yakni untuk
menghindari meminta uang tambahan kepada orang tua, ini disebabkan inisiatif
mereka yang menyatakan tidak ingin memberatkan beban orang tua lagi dengan
masalah uang saku mereka. Penggunaan uang bonus lebih banyak mahasiswa
akuntansi memilih untuk menginvestasikan uang bonus dibanding mahasiswa non
akuntansi, untuk memilih mmenyimpan uang bonus mereka dari pada mahasiswa
non akuntansi lebih banyak dari pada mahasiswa akuntansi. Menurut mereka hal
ini mereka lakukan karena sepengetahuan mereka dalam akuntansi dan
pengalaman sehari-hari hal yang menyangkut keuangan sangat besar resiko
perusahaan untuk memiliki kebutuhan yang tidak terduga. Akan tetapi ada juga
mahasiswa dengan penghasilan sendiri ketika mendapatkan uang bonus memilih
untuk mengonsumsikannya karena mereka menilai uang bonus itu tidak
didapatkan dengan usaha seperti uang hasil usaha atau pekerjaan mereka.
Menentukan memiliki uang tambahan atau tidak mahasiswa akuntansi dan non
akuntansi memiliki pola pikir yang sama, mereka lebih banyak untuk meminta
uang tambahan ketika uang mereka habis, karena sebagaian besar dari mereka
47
masih menggantungkan uang saku dari orang tua, dan sedikit menyepelekan untuk
urusah keuangan. Berbeda dengan mahasiswa yang jauh dari orang tua dan
mahasiswa yang memiliki pekerjaan sendiri, mereka berusaha semaksimal
mungkin agar tidak meminta uang tambahan pada orang tua. Menurut mereka
keputusanni tidak mereka ambil dengan melihat apa yang ada pada pembelajaran
akuntansi.
Beberapa mahasiswa tidak melakukan evaluasi keuangan, bagi mahasiswa
non akuntansi merasa bahwa evaluasi keuangan tidak begitu dipahami selama
mengikuti pembelajaran akuntansi, sedangkan mahasiswa akuntansi hanya satu
orang yang tidak melakukan evaluasi sama sekali meskipun dengan cara yang
sangat sederhana karena dia tidak memiliki cukup banyak waktu, dan sudah
melakukan evaluasi dalam uang usaha yang dijalaninya, sehingga malas untuk
mengevaluasi keuangan pribadinya.
4.2. Pembahasan
4.2.1. Mental Accounting Pada Mahasiswa Pendidikan Ekonomi
Pengaturan diperlukan dalam mengelola keuangan, baik dalam suatu
organisasi maupun dalam individu. Pengetahuan pengelolaan keuangan yang tepat
pada individu seseorang dikenal dengan mental accounting. “Mental accounting
is the set cognitif operation used by people to organize, evaluate, and make
decisions about financial activities.”4Terdapat tiga kelompok akun dalam
4Paritosh. Op. Cit., hal.2.
48
menggunakan keuangan, “wealth is divided into three mental accounts – current
income, current assets, and future income.”5
Berdasarkan hasil penelitian pada mahasiswa Pendidikan Ekonomi
UKSW, mahasiswa melakukan pembagian atas uang yang dimiliki kedalam tiga
jenis akun kekayaan, meskipun rincian akun kebutuhan masing-masing
mahasiswa berbeda. Mental accounting mahasiswa Pendidikan ekonomi dilihat
dengan proses perlakuan keuangan mereka mulai dari organize, make decision,
dan evaluate. Dalam organize seseorang dituntut untuk mengkode dan
mengkategorisasikan keuangan mereka sesuai kebutuhan yang ada. “Mental
accounting refers to a process of coding, categorizing, and evaluating (primarily
financial) outcomes.”6Mahasiswa Pendidikan ekonomi sebagian besar baik dari
non akuntansi dan akuntansi telah melakukan pengkodean dan pengkategorisasian
uang yang mereka miliki dengan cara yang sederhana. Tahap yang dapat
digunakan sebagai amatan mental accounting seseorang adalah make decision.
Sebagai mahasiswa yang telah mempelajari dasar akuntansi dan keuangan,
selayaknya menentukan keputusan yang menguntungkan bagi mereka. Membuat
keputusan yang tepat akan membuat seseorang mencapai tujuan keuangannya
yakni financial succes dan financial independence. Sebagian besar mahasiswa
Pendidikan Ekonomi baik dari akuntansi maupun non akuntansi masih meminta
uang tambahan dan memiliki hutang diluar uang pendapatan mereka, dan sebagian
besar mahasiswa dari non akuntansi memutuskan untuk mengonsumsi uang bonus
yang didapatkan dan sebagaian besar mahasiswa akuntansi memilih untuk
5Graham. Op. Cit, hal. 3.
6Karlsson. Op. Cit, hal. 2.
49
menyimpan uang bonus mereka. Dengan demikian mahasiswa Pendidikan
Ekonomi tidak akan mencapai tujuan keuangan seorang individu, financial succes
dimana seorang individu mampu menghasilkan keuntungan maksimum dari
sumber yang minimum, keuntungan masing-masing individu berbeda ukurannya,
mahasiswa Pendidikan Ekonomi dengan pilihan masing-masing dalam
menggunakan uang bonus mereka dianggap sebagai keuntungan mereka,
mengkonsumsikan (Current Income) adalah keuntungan mendapatkan barang
yang diinginkan dengan menggunakan uang bonus yang tidak terduga,
menginvestasikan (Future Income) adalah usaha untuk mendapatkan keuntungan
(feedback) lebih dari nominal semula, menyimpan (Current assets) juga
merupakan keuntungan memenuhi kebutuhan yang tidak terpikirkan sumber
uangnya dari mana. Tujuan yang kedua adalah financial independence dimana
menjadikan sumber daya yang dimiliki cukup untuk jadi mandiri, sebagian besar
mahasiswa Pendidikan Ekonomi non akuntansi dan akuntansi masih bergantung
dengan sumber uang diluar uang yang tengah dimiliki.
Pada mahasiswa Pendidikan Ekonomi terdapat mahasiswa yang merasa
cukup dengan melakukan organize dan make decision pada keuangannya tanpa
melakukan evaluate, namun ada pula mahasiswa yang melakukan ketiga proses
tersebut. Mahasiswa mengelola keuangannya hingga pada tahap evaluate
meneruskan satu tahap yang tidak pada teori umum untuk mengetahui mental
accounting seseorang, yakni tahap re-organize. Re-organize merupakan tahap
pengaturan kembali sama seperti awal , pengkodean dan pengaktegorisasian ulang
uang untuk memenuhi kebutuhan pada pertengahan periode. Berdasarkan
50
wawancara dengan mahasiswa, kebutuhan yang ditentukan dalam tahap re-
organize dapat berasal dari seleksi ulang kebutuhan pada awal periode yang sudah
ditentukan, bisa juga menentukan dari awal kembali dengan mencocokan sumber
uang yang dimiliki dengan kebutuhan yang masih harus dipenuhi dan jangka
waktu periode keuangan yang tersisa.
4.2.2. Hasil Pembelajaran Akuntansi Pada Mahasiswa Pendidikan Ekonomi
Salah satu tujuan pembelajaran akuntansi pada mahasiswa adalah untuk
memberikan pengetahuan mahasiswa dalam mengelola keuangan baik dalam
organisasi atau perusahaan dan dalam keuangan individu. Dalam akuntansi
terdapat tiga karakter yang terkandung pada setiap proses akuntansi yakni cermat,
rapi dan teliti. Cermat dan rapi telah terllihat pada perilaku mahasiswa Pendidikan
Ekonomi ketika melakukan tindakan organize dan make Decision. Akan tetapi
karaktersitik rapi tidak ditemukan dalam tindakan organize maupun evaluate
untuk melihat mental accounting seseorang.
Mata kuliah inti tentang akuntansi dan keuangan adalah Dasar-Dasar
Akuntansi, Manajemen Keuangan, dan Keuangan Perusahaan dengan jumlah 9
SKS. Ketiga mata kuliah ini wajib diambil bagi mahasiswa non akuntansi dan
mahasiswa akuntansi. Sedangkan untuk mahasiswa yang mengambil konsentrasi
akuntansi, mengikuti 9 SKS mata kuliah inti tersebut ditambah dengan delapan
mata kuliah akuntansi dengan bobot keseluruhan 24 SKS. Dengan demikian
diharapkan mahasiswa konsentrasi akuntansi karakter akuntansi dalam
pembentukan mental accounting pada diri mereka lebih terlihat dibanding dengan
51
mahasiswa yanng konsentrasi mereka non akuntansi, karena intensitas mereka
dalam mengikuti pembelajaran akuntansi tidak sepadat mahasiswa akuntansi.
Pada kenyataanya setelah dilakukan penelitian dengan mewawancarai mahasiswa
Pendidikan Ekonomi UKSW ditemui bahwa mahasiswa non akuntansi melakukan
pengaturan pengeluaran dan perencanaan sumber uang atau organize sedangkan
mahasiswa akuntansi hanya sebagian besar, yakni lima dari sembilan mahasiswa
melakukan aktivitas organize terhadap keuangannya. Hal ini dilatar belakangi
mahasiswa akuntansi yang mengetahui sisi negatif dari aktivitas tersebut selama
belajar akuntansi menjadikan mereka tidak tertarik untuk melakukannya. Pada
kegiatan make decision karakter akuntansi yakni cermat telah ditemukan dalam
berbagai keputusan yang dibuat oleh mahasiswa Pendidikan Ekonomi.
Karaktersitik Cermat, Rapi, dan teliti tidak terlihat pada mahasiswa dalam
melakukan evaluate , padahal mahasiswa akuntansi dan non akuntansi
mendapatkan pengetahuan evaluasi tidak hanya dalam mata kuliah inti akuntansi
dan keuangan saja, namun juga banyak ditemukan dalam mata kuliah lainnya,
namun memang evaluasi keuangan ditemuakn dalam mata kuliah akuntansi dan
keuangan. Cara mahasiswa mengevaluasi keuangan mereka yang hanya dengan
mengingat-ingat pengeluaran, tidak melakukan pencatatan pendapatan dan
pengeluaran, tidak melakukan pengumpulan nota dan mereview ulang
penggunaan uang dengan rinci ini lah yang memperlihatkan bahwa karakter
akuntansi belum melekat pada mahasiswa dalam proses pembentukan mental
accounting mahasiswa Pendidikan Ekonomi.
52