bab iv hasil penelitian dan pembahasan iv.1 sintesis dan ... · pdf fileiv.1 sintesis dan...
TRANSCRIPT
20
Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan
IV.1 Sintesis dan karaktrisasi garam rangkap CaCu(CH3COO)4 .6H2O Garam rangkap CaCu(CH3COO)4.6H2O telah diperoleh dari reaksi larutan
kalsium asetat dengan larutan tembaga(II) asetat. Reaksi menggunakan
perbandingan mol Ca2+: Cu2+ sebesar 4:1 dan 6:1. Kristal garam rangkap
berwarna biru cerah terbentuk setelah 1 hari. Gambar IV.1. menunjukkan kristal
garam rangkap yang dihasilkan.
Gambar IV.1 Garam rangkap CaCu(CH3COO)4.6H2O
Ketika kristal tersebut diamati dibawah mikroskop, untuk dilihat secara lebih jelas
bentuknya diperoleh foto kristal yang ditampilkan pada Gambar IV.2.
Gambar IV.2 Foto kristal garam rangkap CaCu(CH3COO)4.6H2O
21
Pada sintesis ini, pembuatan larutan tembaga asetat menggunakan pelarut yang
panas karena diinginkan larutan yang jenuh. Kelarutan garam ini relatif kecil,
pada suhu ruang (7,2 g/ 100 ml) dan untuk pembentukan kristal diperlukan
larutan jenuh. Berbeda dengan larutan kalsium asetat. Pembuatan larutan ini tidak
memerlukan pemanasan pelarut, karena kelarutan garam ini pada suhu yang sama
relatif tinggi (37 g / 100 ml). Kelarutan garam kasium asetat tampak lima kali
lipat lebih besar.
Perbedaan kelarutan antara garam tembaga(II) asetat dan kalsium asetat
berpengaruh pada proses pembentukan garam rangkap CaCu(CH3COO)4.6H2O.
Garam yang sukar larut, dalam larutan garam rangkapnya yang sesuai dengan
stoikiometri reaksi akan mengkristal lebih dahulu16 membentuk garam tunggal zat
yang sukar larut itu. Garam rangkap tidak dapat terbentuk pada jumlah kation
yang ekivalen, sekalipun pada rumus kimia garam rangkap tersebut kation-kation
mempunyai jumlah mol sama. Oleh sebab itu pada pembentukan
CaCu(CH3COO)4.6H2O digunakan komposisi mol Ca2+ : Cu2+ minimal 4:1 .
Ketika perbandingan mol Ca2+: Cu2+ ditingkatkan sampai 6:1 hasilnya merupakan
kristal yang sama.
Rendemen yang diperoleh pada komposisi 6:1 sebanyak 61 % lebih besar dari
pada komposisi 4:1 yaitu 40 %. Salah satu faktor yang menyebabkan kelimpahan
produk 6:1 adalah komposisi ini melebihi perbandingan besarnya kelarutan kedua
garam tunggal pembentuknya, yang besarnya 37 : 7,2. Komposisi 6:1 untuk Ca2+
menyebabkan ion-ion Ca2+ mencapai kondisi optimum untuk kristalisasi garam
rangkap CaCu(CH3COO)4.6H2O. Kelebihan ion-ion Ca2+dari harga perbandingan
kelarutan kedua garam tunggal dapat melangsungkan reaksi terbentuknya garam
rangkap secara lebih sempurna.
Garam rangkap kalsium tembaga(II) asetat mengandung sejumlah air kristal.
Kadar air kristal diperoleh dari pengurangan massa sebanyak 0,1159 gram ketika
0,4754 gram garam rangkap ini dipanaskan pada suhu 120 oC. Ini sama dengan
kehilangan massa 24,37 %. Hasil ini sesuai dengan massa 6 mol air dalam garam
rangkap kalsium tembaga(II) asetat. Data dan perhitungan dapat dilihat pada
Lampiran A.
22
Data pada Lampiran A didukung pula informasi dari kurva TGA. Termogram
garam rangkap menunjukkan suhu 115,2 oC ada pengurangan massa 27,1 %,
lebih tinggi 2,73 % dari data 24,37 % di atas. Selisih ini dapat dijelaskan
berdasarkan data termogram. Gambar IV.3 memperlihatkan kehilangan massa
pada suhu 55.2 oC telah terjadi sebesar 0,6 % dan terus meningkat dengan
kenaikansuhu.
Gambar IV.3 Kurva TGA garam rangkap CaCu(CH3COO)4.6H2O
Gas yang menguap pada suhu lebih rendah ini diduga oksigen yang terperangkap
dalam instrumen atau oksigen yang sulit dipisahkan dari 100 % gas nitrogen. Dari
23
fakta ini, data gravimetri pada analisis pertama menentukan jumlah air kristal
garam rangkap ini yaitu sebesar 6 mol.
Kadar Cu2+ dalam garam rangkap CaCu(CH3COO)4.6H2O diperoleh dari reaksi
kation tersebut dengan iodida menghasilkan iodium yang setara dengan 9,85 mL
larutan tiosulfat 0,0102 M. Dengan perhitungan stoikiometri diperoleh kadar
Cu2+ sebesar 14,20 %. Ini tidak jauh berbeda dengan yang dihitung secara teoritis
yaitu 14,16 %. Data perhitungan kadar Cu2+ dapat dilihat pada Lampiran B.
Kadar ion-ion kalsium dalam garam rangkap yang sama, yaitu sebesar 8,67 %
diketahui dari reaksi kation logam ini dengan EDTA. Reaksi ion logam Ca2+
menghasilkan kompleks Ca-EDTA. Ion Ca2+ diperoleh setara dengan 8,52 mL
EDTA 0,0115 M. Data dan perhitungan kadar ion kalsium dapat dilihat pada
Lampiran C.
Sedangkan kadar C dan H dari analisis diperoleh sebanyak 21,67 % dan 5,39 %
sangat sesuai dengan teoritis (21,41 % dan 5,36 %). Dari karakterisasi yang
dilakukan diperoleh rumus kimia garam rangkap adalah CaCu(CH3COO)4.6H2O .
Rangkuman kadar unsur penyusun garam rangkap dapat dilihat pada Tabel IV.1.
Tabel IV.1 Kadar unsur-unsur penyusun kristal
Kadar unsur penyusunnya (%) Rumus kimia
Ca Cu C H
CaCu(CH3COO)4.6H2O
8,62
(8,93)
14,20
(14,16)
21,67
(21,41)
5,39
(5,36)
Keterangan : Nilai dalam tanda kurung merupakan kadar unsur secara teoritis
Gugus asetat dari garam rangkap CaCu(CH3COO)4.6H2O diamati dari spektrum
inframerah. Adanya serapan di daerah bilangan gelombang 1741,9 cm-1
menunjukkan ulur C=O dari karboksilat, sedangkan ulur O-H dimer gugus asetat
ditunjukkan oleh serapan yang kuat dan lebar pada daerah bilangan gelombang
24
3307,5cm-1. Demikian juga adanya metil dapat diamati dari munculnya serapan
pada daerah bilangan gelombang 2900 cm-1. Angka-angka tersebut sedikit
berbeda dari besarnya bilangan gelombang untuk gugus yang sama secara teoritis
(ulur O-H seharusnya 3150 cm-1). Perbedaan ini disebabkan pengaruh adanya
ikatan hidrogen. Ikatan hidrogen dalam garam asetat memiliki kekuatan dan
pengaruh lebih besar disebabkan saling pengaruh ikatan O dari ion asetat dengan
logam.7 Data selengkapnya ditampilkan pada Gambar IV. 4 berikut :
Gambar IV.4 Spektrum inframerah garam rangkap CaCu(CH3COO)4.6H2O
Garam rangkap berhidrat dengan ion-ion asetat terkandung didalamnya, dapat
terdekomposisi pada beberapa rentang suhu. Pada kurva TGA dapat dilihat
adanya tiga tahap dekomposisi. Tahap ke satu pada suhu 100 oC sampai 115,5 oC
seluruh air kristal menguap sesuai reaksi :
CaCu(CH3COO)4.6H2O CaCu(CH3COO)4 + 6H2O
Jumlah air kristal yang dihasilkan pada reaksi dekomposisi tersebut sama dengan
massa yang hilang pada pemanasan garam rangkap. Pada kurva dapat diamati
angka 72,9 % adalah massa garam rangkap anhidrat, sehingga dari angka tersebut
25
dapat dihitung massa air kristal adalah 27,1 %. Ini setara dengan 6,7 mol air.
Selisih angka observasi dan teoritis (persamaan reaksi) sebesar 0,7 mol
disebabkan pada pemanasan secara TGA ada sejumlah oksigen yang biasanya
turut bersama nitrogen bersana-sama diuapkan . Terbukti dari massa yang hilang
pada suhu 55,2 oC sudah ada sebesar 0,6 %. Tahap kedua dekomposisi garam
rangkap terjadi suhu antara 243,8 oC sampai 282,5 oC Reaksi yang terjadi adalah :
CaCu(CH3COO)4 CaCO3 + CuCO3 + CO2 + H2O
Pada kurva tampak penurunan massa dari 67,7 % (setara 303,2 gram) menjadi
47,2 % atau kehilangan massa 20,5 %. Ternyata 20,5 % dari 303,2 gram sama
dengan 62,1 gram. Massa ini sangat sesuai dengan massa 1 mol gas CO2 dan 1
mol H2O yaitu 44 gram ditambah 18 gram.
Tahap ketiga pada suhu 495,9 oC tampak pada kurva massa telah konstan menjadi
tersisa sebesar 32,5 %. Angka ini setara dengan 98,54 gram dari massa pada awal
tahap 2. Ada kemungkinan ini massa CaCO3 . Pada literatur,12 dijelaskan suhu
dekomposisi CaCO3 sekitar 600 oC. Pada penjelasan yang lainnya Cu dapat
menyublim dalam sistem dan bereaksi dengan oksigen membentuk Cu2O dan
terjadi pada suhu sekitar 400 oC.13
Garam rangkap CaCu(CH3COO)4.6H2O memiliki momen magnet sebesar 1,75
BM. Momen magnet ini diperoleh melalui perhitungan dari hasil pengukuran
suseptibilitas sampel. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran D.
Data ini menunjukkan garam rangkap bersifat paramagnetik, yang disebabkan
oleh satu elektron tidak berpasangan pada ion Cu2+. Data pengukuran
suseptibilitas magnet terangkum pada Tabel IV.2.
Tabel IV.2 Data-data pada pengukuran suseptibilitas magnet.
Rumus Kimia R0 Rs m0
(gram)
ms
(gram)
l
(cm)
ms-mo
(gram)
μ0bs
CaCu(CH3COO)4.6H2O -32 84 0,8692 0.9967 2,50 0,1275 1,75
26
IV.2 Sintesis dan Karakterisasi Cu2(CH3COO)4.2H2O
Ketika sintesis dengan variasi perbandingan mol Ca2+: Cu2+ sama dengan 2:1 yang
diperoleh adalah kristal tembaga asetat, Cu2(CH3COO)4.2H2O. Ternyata garam
rangkap CaCu(CH3COO)4.6H2O tidak terbentuk, meskipun jumlah mol Ca2+
dalam larutan mencapai 200 %. Garam sedrhana tembaga(II) asetat ini terbentuk
setelah satu hari. Rendemen tembaga(II) asetat mencapai 46,3 %. Kristal garam
ini berwarna hijau-kebiruan yang dapat dilihat pada Gambar IV.5.
Gambar IV.5. kristal Cu2(CH3COO)4.2H2O
Ketika diamati warna dan bentuk kristal melalui foto mikroskop maka kristal
garam sederhana ini menunjukkan warna yang hampir serupa dengan garam
rangkapnya, hal ini disebabkan spektrum warna biru dan hijau kebiruan sangat
berdekatan. Kristal garam sederhana ini memiliki bentuk sudut yang tajam,
berbentuk segienam. Perbedaannya dengan garam rangkap kalsium tembaga(II)
asetat seperti tampak pada Gambar IV.6.
a. Cu2(CH3COO)4.2H2O b. CaCu(CH3COO)4.6H2O
Gambar IV.6 Perbedaan Cu2(CH3COO)4.2H2O dengan CaCu(CH3COO)4.6H2O
27
Berbeda dengan garam rangkap, kristal garam sederhana ini bersifat lebih kuat
tidak mudah rapuh seperti garam rangkap kalsium tembaga(II) asetat. Demikian
juga ketika kedua garam ini dipanaskan pada suhu yang sama, garam sederhana
Cu2(CH3COO)4.2H2O belum mengalami perubahan berupa penurunan massa
secara berarti. Pada suhu pemanasan yang relatif jauh lebih tinggi maka garam
sederhana ini mulai menunjukkan kehilangan massa dan hanya sekitar 9 %.
Kristal garam sederhana tembaga(II) asetat mengikat satu molekul air untuk setiap
unitnya, sehingga untuk bentuk dimernya terdapat dua molekul air kristal. Kadar
air kristal yang senilai dengan 9,0 % massa molarnya ini diperoleh melalui
pengukuran massa yang hilang, ketika 0,3482 gram garam ini dioven pada suhu
190 oC, mengahasilkan massa yang konstan sebesar 0,3144 gram. Pengurangan
massa sebesar 0,0338 gram dan mendapatkan jumlah air kristal sebesar itu
dihitung dan dituliskan pada Lampiran E.
Secara termogravimetri, penentuan jumlah air kristal dari pengurangan massa ini
kurva termogram menunjukkan pada suhu 182,5 oC massa garam yang tersisa
sebesar 90,9 %. Massa yang hilang pada suhu tersebut 9,1 %. Ini sama dengan
massa 1 mol air. Gambar IV.7 menunjukkan kurva TGA untuk garam tembaga(II)
asetat, Cu2(CH3COO)4.2H2O.
Rumus kimia garam sederhana untuk setiap unitnya telah ditentukan berdasarkan
hasil penentuan kadar unsur-unsur yang terkandung di dalam garam tersebut.
Kadar ion tembaga dalam larutan garam ini diperoleh melalui reaksinya terhadap
iodida. Hasil reaksi berupa iodium ternyata setara dengan 9,82 ml larutan
tiosulfat 0,0102 M.
28
Gambar IV.7 Kurva TGA garam tembaga(II) asetat
29
Setelah dihitung didapatkan kadar Cu2+ sebesar 31,75 %. Data dan perhitungan
dapat dilihat pada Lampiran F.
Garam tembaga(II) asetat dalam karakterisasi ini diuji dengan tahap-tahap yang
sama dengan pengujian garam rangkap. Setelah kadar Cu2+ ditentukan dan
dipisahkan dari filtrat jernih tidak berwarna, kandungan ion-ion kalsium dalam
garam inipun diuji dengan perekasi EDTA. Hasilnya menunjukkan warna biru
ketika indikator EBT/NaCl ditambahkan. Hal ini menunjukkan ion-ion kalsium
tidak terdapat di dalam larutan tembaga(II) asetat. Fakta ini didukung oleh kadar
unsur C dan H yang sangat mendekati hasil hitungan secara teori yaitu sebesar
24,42 % (24,06%) dan 3,76 % (3,94%), nilai dalam tanda kurung merupakan
kadar teoritis. Demikian pula data TGA untuk air kristal pada termogram di atas.
Data ini selengkapnya disajikan dalam Tabel IV.3
Tabel IV.3 Kadar air krital dan unsur penyusun garam Cu(CH3COO)2.H2O
Kadar unsur penyusunnya (%) Rumus kimia
H2O Cu C H
Cu2(CH3COO)4.2H2O
9,10
(9,01)
31,87
(31,72)
24,42
(24,00)
3,76
(4,03)
Keterangan : Nilai dalam tanda kurung merupakan kadar secara teoritis
Berdasarkan data-data pada Tabel IV.3 tersebut dapat dikatakan kristal
tembaga(II) asetat terbentuk dengan kemurnian yang cukup tinggi. Artinya
keberadaan ion-ion kalsium yang cukup besar dalam larutan dengan perbandingan
mol Ca2+: Cu2+ sama dengan 2:1 tidak mempengaruhi proses terbentuknya kristal
garam tersebut.
Garam sederhana ini diketahui mengandung gugus asetat yang telah dibuktikan
dari hasil uji spektrokopi infamerah. Spektrum infamerah menunjukan pada
daerah bilangan gelombang sekitar 1700 cm-1 terdapat serapan akibat adanya
vibrasi ulur C=O. Pada daerah bilangan gelombang 3303,7 cm-1 terdapat peak
30
yang kuat dan lebar menandakan terdapatnya OH yang dipengaruhi adanya ikatan
hidrogen. Demikian juga adanya peak pada bilangan gelombang 1400 cm-1
menunjukan adanya vibrasi tekuk COOH. Gambar IV.8 menunjukkan spektrum
inframerah garam tembaga(II) asetat.
Gambar IV.8 Spektrum inframerah garam sederhana Cu2(CH3COO)4.2H2O
Rumus kimia garam tembaga(II) asetat lebih kuat lagi dibuktikan dari analisis
difraksi sinar-X kristal tunggal. Data kristalografi garam sederhana ini
menunjukkan sistem/group ruang I 4/m. Struktur kristal setiap unitnya berbentuk
dimer dengan rumus empiris Cu2(CH3COO)4.2H2O. Setiap atom Cu berkoordinasi
6 membentuk sistem oktahedral.. Struktur molekul garam sederhana ini dapat
dilihat pada Gambar IV.9 berikut :
31
Gambar IV.9 Struktur molekul Cu(CH3COO)2.H2O
Gambar IV.9 menunjukkan ion-ion logam tembaga(II) masing-masing mengikat 6
atom. Atom- atom O berasal dari dua gugus asetat bidentat sebanyak empat
atom, dan satu atom O dari H2O. Ikatan Cu dengan O dari H2O tampak lebih
panjang daripada 4 buah ikatan Cu dengan O dari asetat. Panjang ikatan antara
Cu dengan O dari asetat adalah Cu(1) dengan O(5) sebesar 1,9423(18) Ǻ, Cu(1)
dengan O(2) 1,9535(19) Ǻ, Cu(1) dengan O(1) 1,9802(19) Ǻ, dan Cu(1) dengan
O(4) sebesar 1,9920(19) Ǻ Panjang ikatan rata-rata antara Cu dengan O dari asetat
yaitu 1,9657(15) Ǻ. Empat ikatan Cu-O rata-rata lebih pendek dari pada Cu
dengan O(3) dari H2O sebesar 2,152(2) Ǻ.
Pada Gambar IV.13 juga tampak 2 atom Cu membentuk jembatan logam yang
membelah posisi 4 gugus asetat secara simetris. Posisi 2 molekul H2O tampak
berseberangan yang terpisah sejauh 6,9154 Ǻ. Hal ini diketahui dari panjang
jembatan Cu----Cu sebesar 2,6114(7) Ǻ. Data panjang ikatan dan sudut ikatan
kristal ini selengkapnya dirangkum pada tabel IV.4.
32
Tabel IV.4. Panjang dan sudut ikatan terseleksi dalam Cu2(CH3COO)42H2O
Ikatan Panjang (Ǻ) Ikatan Sudut ( o )
Cu(1)-O(5) 1,9423(18) O(5)-Cu(1)-O(2) 168,70(8)
Cu(1)-O(2) 1,9535(19) O(5)-Cu(1)-O(1) 87,52(8)
Cu(1)-O(1) 1,9802(19) O(2)-Cu(1)-O(1) 90.90(8)
Cu(1)-O(4) 1,9920(19) O(5)-Cu(1)-O(4) 90,12(8)
Cu(1)-Cu(1)#1 2,6114(70) O(2)-Cu(1)-O(4) 89,27(8)
Cu(1)-O(3) 2,1520(20) O(1)-Cu(1)-O(4) 168,78(8)
O(1)-C(2) 1,259(30) O(5)-Cu(1)-O(3) 97,80(8)
O(2)-C(3)#1 1,254(30) O(2)-Cu(1)-O(3) 93,50(9)
O(4)-C(2)#1 1,262(30) O(1)-Cu(1)-O(3) 98,04(9)
Dari Tabel IV.4 tersebut, ikatan antara 4 atom O dengan atom Cu(1) membentuk
segi empat datar dengan panjang ikatan rata-rata 1,9642(19) Ǻ. Harga ini lebih
pendek daripada ikatan antara O(3) dengan Cu(1) dan Cu(1) dengan Cu(1)#1. Hal
ini menyebabkan sistem terdistorsi membentuk segi empat datar. Sudut-sudut
ikatan hampir sama pula antara O(5)-Cu(1)-O(2) dan O(1)-Cu(1)-O(4) yang
mencapai rata-rata 168,74(8)o dan O(5)-Cu(1)-O(1) dengan O(2)-Cu(1)-O(4)
rata-rata 88,35(8)o serta antara O(5)-Cu(1)-O(4) Ǻ dan O(2)-Cu(1)-O(1) sebesar
90,52(8)o. Pada struktur tersebut, on-ion asetat sebagai jembatan ligan
menghubungkan antara Cu(1)-O(1)-C(2) dengan O(1)#1-Cu(1)#1 sebesar 6,4920
Ǻ hampir sama dengan jarak antara kedua molekul air yang dipisahkan melalui
dua atom Cu-Cu.
Garam Cu(CH3COO)2H2O menunjukkan tahap-tahap dekomposisi yang berbeda
dengan garam rangkapnya. Perbedaan itu menyangkut suhu dekomposisi dan
tahap akhir dekomposisi yang belum dicapai pada 500oC. Tahap pertama dari
dekomposisi ini pada suhu 182,5 oC. Massa yang hilang pada tahap ini 9,1 %
yang sesuai dengan massa 1 mol air. Pada proses ini air mulai menguap pada
33
suhu 95,2o C sebesar 0,1% dan massa konstan pada suhu 182,5o yaitu sebesar
99,9%.
Tahap berikutnya pada suhu 316,6oC massa yang hilang mencapai 56,3%.
Menunjukkan lebih banyak gas-gas yang diuapkan. Dekomposisi bisa
menghasilkan CO2, uap air dari ion-ion asetat yang terdekomposisi. Pada tahap
ini, TGA tidak dapat menentukan jenis setiap zat yang didekomposisikan secara
tepat, untuk menentukan diperlukan data spektrofotometri massa atau penunjang
lainnya.
Garam tembaga asetat seperti pada senyawa tembaga yang lainnya memiliki sifat
paramagnetik juga. Hasil pengukuran menunjukkan momen magnet untuk garam
ini sebesar 1,86 BM, lebih besar daripada garam rangkap CaCu(CH3COO)4.H2O.
Nilai momen magnet ini lebih besar dari pada momen magnet garam rangkapnya.
Hal ini disebabkan karena satu unit molekul garam ini berbentuk dimer. Dalam
unit-unit dimer garam Cu2(CH3COO)4.H2O ada interaksi yang menghasilkan
perubahan nilai kemagnetan menjadi lebih meningkat.