bab iv - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16298/4/t1_292013104_bab...
TRANSCRIPT
76
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Hasil Penelitian
Penelitian dan pengembangan model pembelajaran multimedia
interaktif android (MITRA) berbasis problem solving untuk pemecahan
masalah matematika sekolah dasar (SD) telah dilaksanakan dengan
menggunakan metode Research and Development (R&D) yang diadobsi
dari Sukmadinata (2016: 164). Model pembelajaran MITRA berbasis
problem solving ini mengadobsi model pengembangan 4D dari Endang
Mulyatiningsih (2011: 179-183) yaitu: pendefinisian (define), perancangan
(design), pengembangan (develop), dan penyebaran (disseminate).
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model pembelajaran
MITRA berbasis problem solving dalam pemecahan masalah matematika
SD, mengetahui tingkat validitas produk pengembangan model
pembelajaran MITRA berbasis problem solving menurut pendapat ahli, dan
mengetahui tingkat efektifitas produk pengembangan model pembelajaran
MITRA berbasis problem solving menurut pendapat peserta didik SD. Pada
sub bab deskripsi hasil penelitian ini akan disajikan proses pengembangan
model pembelajaran MITRA berbasis problem solving.
Rincian waktu dan kegiatan yang dilaksanakan penulis dalam
mengembangkan model pembelajaran MITRA berbasis problem solving
dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut ini.
Tabel 4.1
Rincian Waktu dan Kegiatan Pengembangan Media Pembelajaran
No. Bulan Nama
Kegiatan Hasil yang Diperoleh
1. September 2017 Potensi dan
Masalah
Mengetahui masalah dalam
pembelajaran matematika
kelas 4 SD Negeri Tegalrejo
01 Salatiga melalui studi
pendahuluan (studi pustaka
dan studi lapangan).
77
No. Bulan Nama
Kegiatan Hasil yang Diperoleh
2. September 2017 Pengumpulan
Data
Data-data materi ajar
matematika yaitu pecahan.
3. Oktober 2017 Desain
Produk
Menghasilkan perangkat
pembelajaran berupa silabus
dan RPP, sebagai dasar untuk
membuat model
pembelajaran MITRA
berbasis problem solving.
4. November 2017 Validasi
Desain
Mengetahui kelebihan dan
kekurangan model
pembelajaran MITRA
berbasis problem solving oleh
dosen pembimbing, ahli
materi, dan ahli media.
5. November 2017 Revisi Desain
Produk
Model pembelajaran MITRA
berbasis problem solving
yang sesuai dengan harapan
setelah adanya perbaikan
(revisi) berdasarkan penilaian
dosen pembimbing, ahli
materi, dan ahli media.
6. November 2017 Simulasi Melakukan latihan awal
sebelum uji coba terbatas
untuk mencocokkan waktu
serta kerja model
pembelajaran MITRA
berbasis problem solving
7. November 2017 Uji Coba
Produk
- Data peserta didik kelas 4
SD Negeri Tegalrejo 01
Salatiga
- Mempraktikkan model
pembelajaran MITRA
berbasis problem solving
dalam pembelajaran
- Dokumentasi uji coba
terbatas
78
No. Bulan Nama
Kegiatan Hasil yang Diperoleh
8. November 2017 s/d
selesai
Penulisan
Laporan
Penelitian
Pengembang
an Model
Pembelajaran
MITRA
Berbasis
Problem
Solving
Menghasilkan laporan tugas
akhir dengan judul
“Pengembangan Model
Pembelajaran MITRA
Berbasis Problem Solving
untuk Pemecahan Masalah
Matematika SD”.
Berikut adalah proses-proses yang dilakukan pada penelitian ini.
Proses pertama, penulis melakukan studi pendahuluan yaitu dengan studi
pustaka dan survei lapangan. Hasil dari studi pendahuluan yang dilakukan
oleh penulis terhadap 6 guru di SD Negeri Tegalrejo 01 Salatiga yaitu
bahwa guru: menguasai materi yang akan dibelajarkan kepada peserta didik,
memotivasi peserta didik untuk fokus mengikuti pembelajaran matematika,
memaksimalkan penggunaan buku teks dan menyertakan sumber-sumber
lainnya terkait materi pembelajaran sebagai sumber informasi, memberikan
tugas secara terstruktur kepada peserta didik di dalam maupun di luar kelas,
memberi respon berupa penghargaan dan/atau sanksi kepada peserta didik,
mengoptimalkan penggunaan media pembelajaran, dan menggunakan media
teknik informasi dan komunikasi (TIK) sebagai sarana penyampaian
informasi kepada peserta didik. Hasil studi pendahuluan tersebut, maka
perlu ada langkah-langkah model pembelajaran MITRA berbasis problem
solving.
Proses kedua, penulis melakukan penyusunan draf produk awal
sebagai bentuk tanggapan terhadap hasil studi pendahuluan. Penulis
menentukan Kompetensi Dasar (KD), menyusun silabus pembelajaran
matematika kelas 4 SD, menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP) kelas 4 yang memuat pembelajaran MITRA berbasis problem solving
79
untuk pemecahan masalah matematika SD, dan membuat rancangan
storyboard MITRA.
Proses ketiga, penulis melaksanakan serangkaian pengembangan
produk model pembelajaran MITRA berbasis problem solving. Produk
model pembelajaran MITRA berbasis problem solving yang telah berhasil
dikembangkan untuk kemudian divalidasi oleh ahli materi dan ahli media.
Oleh keduanya, penulis melakukan revisi produk model pembelajaran
MITRA berbasis problem solving. Revisi telah dilaksanakan sehingga
tampak perbedaan yang lebih baik sesuai dengan masukan ahli materi
maupun ahli media. Produk model pembelajaran MITRA berbasis problem
solving sudah siap diuji coba terbatas kepada peserta didik SD Negeri
Tegalrejo 01 Salatiga. Hasil dari uji coba terbatas tersebut ternyata masih
terdapat revisi sehingga penulis melaksanakan revisi ulang. Hasil revisi
kedua produk model pembelajaran MITRA berbasis problem solving
akhirnya dapat diuji coba luas dengan peserta didik SD Negeri Tegalrejo 01
Salatiga yang lebih banyak jumlahnya dibandingkan dengan jumlah peserta
didik saat uji coba terbatas. Seusai uji coba terbatas, proses pengembangan
produk model pembelajaran MITRA berbasis problem solving berarti
dinyatakan telah selesai. Berikut ini adalah uraian dari hasil penelitian dan
pengembangan produk model pembelajaran MITRA berbasis problem
solving.
4.1.1 Hasil Studi Pendahuluan Model Pembelajaran MITRA Berbasis
Problem Solving
Studi pendahuluan yang dilaksanakan menghasilkan
kesenjangan antara kondisi ideal yang seharusnya dengan kenyataan
yang terjadi di lapangan pada pembelajaran matematika di SD. Guru
di SD Negeri Tegalrejo 01 Salatiga sudah memaksimalkan segala
bentuk penyampaian informasi kepada peserta didik dalam
pembelajaran matematika. Namun jika dilihat dari perspektif peserta
didik, kegiatan pembelajaran kolaboratif berbasis TIK belum
interaktif.
80
Berdasarkan hasil observasi dari 6 guru di SD Negeri Tegalrejo
01 Salatiga diperoleh data sebagai berikut: 1) 83,33% guru menyusun
rencana pembelajaran yang relevan secara tertulis sebelum
pembelajaran matematika berlangsung, 2) 100% guru menguasai
materi yang akan dibelajarkan kepada peserta didik, 3) 100% guru
memotivasi peserta didik untuk fokus mengikuti pembelajaran
matematika, 4) 100% guru memaksimalkan penggunaan buku teks
dan menyertakan sumber-sumber lainnya terkait materi pembelajaran
sebagai sumber informasi, 5) 100% guru memberikan tugas secara
terstruktur kepada peserta didik di dalam maupun di luar kelas, 6)
100% guru memberi respon berupa penghargaan dan/atau sanksi
kepada peserta didik, 7) 66,67% guru mengoptimalkan penggunaan
media pembelajaran, dan 8) 33,33% guru menggunakan media TIK
sebagai sarana penyampaian informasi kepada peserta didik pada
pembelajaran matematika.
Berdasarkan hasil observasi terhadap peserta didik kelas 4 SD
Negeri Tegalrejo 01 Salatiga diperoleh data sebagai berikut: 1) 100%
peserta didik menyatakan bahwa telah menggunakan buku teks dan
sumber-sumber lainnya yang terkait materi pembelajaran sebagai
sumber informasi, 2) 90% peserta didik menanggapi tugas-tugas yang
diberikan oleh guru secara terstruktur kepada peserta didik di dalam
maupun di luar kelas, 3) 100% peserta didik mendapatkan respon
berupa penghargaan dan/atau sanksi, 4) 75% peserta didik termotivasi
untuk fokus mengikuti pembelajaran matematika, 5) 50% peserta
didik turut mengoptimalkan penggunaan media pembelajaran, dan 6)
20% peserta didik menggunakan media TIK sebagai sarana
penyampaian informasi pada pembelajaran matematika.
Berdasarkan kedua hasil studi pendahuluan, yaitu terhadap 6
guru dan peserta didik kelas 4 SD Negeri Tegalrejo 01 salatiga di atas
maka pengembangan model pembelajaran MITRA berbasis problem
solving untuk pemecahan masalah matematika dapat diatasi sehingga
81
bukan hanya guru saja namun peserta didik dapat turut menikmati
media TIK sebagai sarana penyampaian informasi. Penggunaan media
TIK sebagai sarana atau alternatif guru dalam menyampaikan
informasi kepada peserta didik. Peserta didik dapat memanfaatkan
TIK sebagai fasilitas yang dapat membantu menumbuhkan
keterampilan berpikir tingkat tinggi (HOTS) dalam pembelajaran
matematika khususnya pada materi pecahan. Jadi, ketertarikan peserta
didik terhadap TIK khususnya smartphone yang saat ini sangat besar
dan seakan-akan menjadi ketergantungan yang mungkin dapat
dikatakan sulit untuk dihindari, kini guru dapat turut mambantu
mengarahkan dalam penggunaannya secara positif.
4.1.2 Hasil Pengembangan Model Pembelajaran MITRA Berbasis
Problem Solving
Model pembelajaran MITRA berbasis problem solving
merupakan perpaduan antara multimedia interaktif, penggunaan
smartphone dengan system operasi Android, dan model pembelajaran
problem solving. Penggunaan model pembelajaran MITRA berbasis
problem solving dalam pembelajaran matematika dapat menjawab
kebutuhan peserta didik. Peserta didik ikut terlibat aktif dengan
menggunakan media TIK sehingga pemecahan masalah matematika
dapat terurai. Selain itu, model pembelajaran MITRA berbasis
problem solving yang dapat menyesuaikan dengan karakteristik dari
kompetensi yang diajarkan. Susunan KD dalam materi pecahan pada
mata pelajaran matematika masih dapat berubah-ubah, namun secara
prinsip konten kompetensi tidak begitu jauh menyimpang. Berikut ini
adalah hasil pengembangan model pembelajaran MITRA berbasis
problem solving untuk pemecahan masalah matematika SD.
4.1.2.1 Langkah-langkah Model Pembelajaran MITRA Berbasis
Problem Solving
Model pembelajaran MITRA (Multimedia Interaktif
Android) berbasis problem solving adalah model
82
pembelajaran yang berisi pemecahan terhadap suatu masalah
melalui multimedia interkatif dengan pemanfaatan TIK
berupa smartphone sistem operasi Android. Pelajaran ini
mencakup proses dengan menggunakan contoh program
dengan masalah atau masalah yang dibelajarkan kepada
peserta didik. Peserta didik dapat menggunakan proses
tersebut untuk mengembangkan solusi.
Model pembelajaran MITRA berbasis problem solving
dikembangkan dengan tujuan pendidikan: yaitu agar setiap
peserta didik memiliki pemahaman atas proses pemecahan
masalah dan dapat menghargai nilai proses pemecahan
masalah apa yang dapat peserta didik lakukan untuk dirinya
sendiri. Secara kognitif, peserta didik dapat menjelaskan
proses pemecahan masalah dengan menunjukkan penggunaan
proses pemecahan masalah. Secara afektif, peserta didik
dapat menghargai penggunaan proses pemecahan masalah
dengan mengevaluasi keefektifannya dalam mencapai tujuan
pembelajaran. Jadi, model pembelajaran MITRA berbasis
problem solving dapat memberikan pengalaman belajar
otentik kepada peserta didik sehingga dapat efektif diterapkan
dalam proses pembelajaran matematika SD menggunakan
smartphone sistem operasi Android.
Sintaks model pembelajaran MITRA berbasis problem
solving. Sintaks tersebut adalah sebagai berikut:
1. Identifikasi Masalah
Langkah ini mengharuskan peserta didik untuk
mengidentifikasi informasi yang tidak relevan atau
tidak memadai dalam pemecahan masalah, atau untuk
mengidentifikasi pertanyaan yang dapat dijawab
dengan menggunakan peraturan yang diberikan oleh
guru.
83
2. Terapkan MITRA
Langkah ini diperlukan untuk memilih solusi
berdasarkan pertimbangan yang benar sebagai bentuk
pemecahan masalah, yaitu dengan menerapkan
MITRA.
3. Evaluasi MITRA
Langkah ini mengharuskan peserta didik untuk
mengidentifikasi kembali masalah yang dapat
dipecahkan dengan cara sama seperti masalah yang
telah diberikan, untuk mengetahui efek dari berbagai
kondisi dalam masalah tertentu, atau untuk
mengevaluasi strategi dari solusi yang diberikan.
Kelebihan model pembelajaran MITRA berbasis
problem solving adalah:
1. Bersifat menyenangkan dan interaktif dapat
merangsang peserta didik untuk dapat menumbuhkan
kemampuan berpikir tingkat tinggi (HOTS).
2. Memecahkan topik yang sulit sampai pada potongan
informasi yang dapat diatur.
3. Membantu meningkatkan pemahaman peserta didik
terhadap berbagai topik pemecahan masalah.
4. Peserta didik dapat belajar mempraktikkan berbagai
keterampilan.
5. Dikembangkan sesuai dengan kurikulum nasional yang
berlaku
6. Menggabungkan warna-warni dan pendekatan visual
untuk belajar dengan konten sederhana namun
informatif sehingga memberikan pengalaman belajar
peserta didik yang sangat efektif.
7. Memuat evauasi teori yang dapat membantu peserta
didik reflek berpikir cepat, mengontrol emosi, tidak
84
melakukan kecurangan (supportive), dan kreatif dalam
mengatur strategi yang berpengaruh terhadap perilaku
peserta didik.
8. Membantu peserta didik terbuka dengan pengalaman-
pengalaman baru.
9. Membantu peserta didik mengembangkan tujuan
pembelajaran.
10. Meningkatkan harga diri peserta didik dalam
memahami dirinya secara utuh.
Pelaksanaan model pembelajaran MITRA berbasis
problem solving untuk pemecahan masalah matematika SD
yaitu:
1. Menyusun silabus matematika kelas 4 SD.
2. Memilih danmenentukan kompetensi dasar materi
(pecahan).
3. Menyusun RPP yang memuat model pembelajaran
MITRA berbasis problem solving. RPP memuat
kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir seperti
pada Tabel 4.2 berikut
Tabel 4.2
Uraian Singkat Kegiatan Pembelajaran pada RPP
Uraian Singkat Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan
Awal
Apersepsi, motivasi, serta penyampaian
kompetensi dan rencana kegiatan.
Kegiatan
Inti
Serangkaian kegiatan pembelajaran
menggunakan model pembelajaran
MITRA berbasis problem solving yaitu:
memberikan pretest, penggunaan MITRA,
dan penggunaan MITRA pada bagian
akhir sebagai posttest.
85
Kegiatan
Akhir
Review/refleksi terhadap kegiatan yang
telah dilaksanakan pada kegiatan inti,
pemberian penguatan dan kesimpulan, dan
kegiatan penutup
Jadi, pelaksanaan model pembelajaran MITRA berbasis
problem solving untuk pemecahan masalah matematika SD
dapat dilihat pada Gambar 4.1 berikut.
Gambar 4.1
Langkah-langkah Pelaksanaan Model Pembelajaran MITRA
Berbasis Problem Solving untuk Pemecahan Masalah
Matematika SD
Memilih dan Menentukan Kompetensi Dasar Materi
Menyusun Silabus Matematika Kelas 4 SD
Menyusun RPP
Kegiatan Akhir
Kegiatan Inti
Kegiatan Awal
Evaluasi MITRA
Terapkan MITRA
Identifikasi Masalah
Posttest
Pretest
86
4.1.2.2 Spesifikasi Produk Model Pembelajaran MITRA
Berbasis Problem Solving
Spesifikasi produk model pembelajaran MITRA
berbasis problem solving untuk pemecahan masalah
matematika SD yaitu:
1. Silabus Matematika Kelas 4 SD.
2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
3. Produk model pembelajaran MITRA berbasis problem
solving disajikan dalam bentuk aplikasi dengan format
.apk
a. Tampilan Pembuka
Gambar 4.2
Tampilan Pembuka
b. Tampilan Kompetensi Dasar
Gambar 4.3
Tampilan Kompetensi Dasar
87
c. Tampilan Input Nama
Gambar 4.4
Tampilan Input Nama
d. Tampilan Menu Utama
Gambar 4.5
Tampilan Menu Utama
e. Tampilan Konten
1) Menu Utama 1
Gambar 4.6
Tampilan Menu Utama 1A Mengenal Pecahan
88
Gabar 4.7
Tampilan Menu Utama 1B Pecahan Interaktif
2) Menu Utama 2
Gambar 4.8
Tampilan Menu Utama 2A Pecahan Senilai
Gambar 4.9
Tampilan Menu Utama 2B Papan Pecahan
89
Gambar 4.10
Tampilan Menu Utama 2C Papan Pecahan
Interaktif
3) Menu Utama 3
Gambar 4.11
Tampilan Menu Utama 3A Menyederhanakan
Pecahan
Gambar 4.12
Tampilan Menu Utama 3B Mengurutkan Pecahan
90
4) Menu Utama 4
Gambar 4.13
Tampilan Menu Utama 4 Menemukan Angka
Pecahan
e. Tampilan Kuis
Gambar 4.14
Tampilan Kuis
f. Tampilan Soal Interaktif 1
Gambar 4.15
Tampilan Soal Interaktif 1
91
g. Tampilan Soal Interaktif 2
Gambar 4.16
Tampilan Soal Interaktif 2
h. Tampilan Soal Interaktif 3
Gambar 4.17
Tampilan Soal Interaktif 3
i. Tampilan Pemberitahuan Jawaban Benar
Gambar 4.18
Tampilan Pemberitahuan Jawaban Benar
92
j. Tampilan Pemberitahuan Jawaban Salah
Gambar 4.19
Tampilan Pemberitahuan Jawaban Salah
k. Tampilan Hasil
Gambar 4.20
Tampilan Hasil
l. Tampilan Konfirmasi Keluar
Gambar 4.21
Tampilan Konfirmasi Keluar
93
4. Smartphone dengan operating system Android.
5. Gantungan kunci MITRA Pecahan Matematika SD.
Gambar 4.22
Gantungan Kunci MITRA Pecahan Matematika SD
4.1.3 Tingkat Validitas Model Pembelajaran MITRA Berbasis Problem
Solving
Tingkat validitas model pembelajaran MITRA berbasis problem
solving untuk pemecahan masalah matematika SD menggunakan 4
orang ahli yaitu: 2 ahli materi dan 2 ahli media. 2 ahli materi yaitu:
Indri Anugraheni, S.Pd., M.Pd. (A1) dan Yustinus, M.Pd. (A2) serta 2
ahli media yaitu: Stefanus C. Relmasira, S.Pd., MS.Ed. (A3) dan
Gamaliel Septian Airlanda, M.Pd. (A4). Berikut ini adalah hasil
tingkat uji validitas model pembelajaran MITRA berbasis problem
solving beserta hasil revisiannya.
4.1.3.1 Hasil Uji Tingkat Validitas Model Pembelajaran MITRA
Berbasis Problem Solving
Hasil uji tingkat validitas model pembelajaran MITRA
berbasis problem solving menurut penilaian ahli materi
diperoleh data seperti pada Tabel 4.3 berikut.
94
Tabel 4.3
Hasil Validasi Model Pembelajaran MITRA Berbasis
Problem Solving oleh Ahli Materi
Aspek Indikator SKOR
A1 A2
Materi
Pembe-
lajaran
1. Kesesuaian judul dengan isi materi
pembelajaran
3 4
2. Kejelasan petunjuk belajar 4 5
3. Kejelasan kerangka isi 3 5
4. Kesesuaian indikator pencapaian
kompetensi dengan KD
4 4
5. Keoperasionalan indikator
pencapaian kompetensi
3 4
6. Kesesuaian indikator pencapaian
kompetensi dengan materi
pembelajaran
3 4
7. Kejelasan konsep materi
pembelajaran
3 4
8. Kesesuaian ilustrasi dengan materi
pembelajaran
3 4
9. Kejelasan contoh yang diberikan 4 4
10. Kesesuaian kasus argumentatif
dengan materi pembelajaran
4 3
Jumlah 34 41
Total 75
Rata-rata 37.5
Analisis dilakukan setelah memperoleh rata-rata skor
penilaian ahli materi pembelajaran matematika yaitu 37.5
dengan pernyataan bahwa model pembelajaran MITRA
berbasis problem solving telah memenuhi syarat dan layak
diujicobakan kepada peserta didik setelah ada perbaikan
sesuai masukan atau saran ahli materi tersebut dengan
menggunakan rumus:
95
�� =SkorAktual
SkorIdealx100%
�� =75
100x100%
�� = 75%
Berdasarkan skor yang diperoleh di atas, maka kategori
materi yang terkandung dalam model pembelajaran MITRA
berbasis problem solving tergolong dalam interval 61-80%
sehingga termasuk dalam kategori tinggi. Kategori tersebut
menunjukkan bahwa model pembelajaran MITRA berbasis
problem solving layak digunakan walaupun masih perlu
revisi ulang atau dilakukan perbaikan sesuai saran ahli
materi. Saran yang diberikan oleh ahli materi Indri
Anugraheni, S.Pd., M.Pd. (A1) yaitu: ada beberapa materi
yang kurang tepat sehingga penulisan perlu diperbaiki yaitu
dari kata menyusun pecahan karena konsepnya salah diganti
dengan kata mengurutkan pecahan agar konsepnya benar.
Sedangkan komentar yang diberikan oleh ahli materi
Yustinus, M.Pd. (A2) yaitu: MITRA bisa digunakan untuk
penelitian dan disebarluaskan ke guru-guru SD serta saran
yang diberikan adalah penulis harus memastikan semua jenis
HP atau smartphone Android mampu mengeksekusi program.
Berikutnya adalah hasil uji tingkat validitas model
pembelajaran MITRA berbasis problem solving menurut
penilaian ahli media diperoleh data seperti pada Tabel 4.4
berikut.
96
Tabel 4.4
Hasil Validasi Model Pembelajaran MITRA Berbasis
Problem Solving oleh Ahli Media
Aspek Indikator SKOR
A3 A4
Tampil-
an
1. Relevansi konten 5 4
2. Tingkat ketertarikan background 4 3
3. Warna background 4 4
4. Relevansi gambar/foto dngan konten 4 4
5. Kesesuaian teks 4 3
6. Ukuran huruf 3 3
7. Tata letak gambar/foto 4 4
8. Kecukupan ukuran gambar 4 3
9. Ketersediaan multimedia interaktif 5 4
Akses 1. Tingkat kemudahan akses 4 4
2. Tingkat kemudahan pengoperasian 4 4
3. Kesesuaian bahasa 3 4
Inter-
aksi
1. Ketersediaan fasilitas interaktifitas 4 2
2. Kesesuaian topik atau pokok
bahasan yang dipelajari
4 4
3. Ketersediaan fitur umpan balik 4 4
4. Ketersediaan skor/grade 4 5
Desain
Materi
Pem-
belajar-
an
1. Tingkat ketertarikan peserta didik 4 4
2. Kejelasan tujuan 4 5
3. Kejelasan tugas 4 4
4. Desain materi 4 4
5. Desain tugas 4 4
6. Keterkaitan materi dengan masalah
sehari-hari peserta didik
4 2
7. Kesesuain materi 4 4
8. Fleksibilitas waktu 4 4
Kontrol 1. Kemudahan akses materi 4 4
2. Kemudahan akses tugas 4 4
3. Kemudahan navigasi interaktifitas 3 2
4. Kemudahan navigasi menu utama 4 3
Jumlah 111 103
Total 214
Rata-rata 107
97
Analisis dilakukan setelah memperoleh rata-rata skor
penilaian ahli media pembelajaran matematika yaitu 107
dengan pernyataan bahwa model pembelajaran MITRA
berbasis problem solving telah memenuhi syarat dan layak
diujicobakan kepada peserta didik setelah ada perbaikan
sesuai masukan atau saran ahli media tersebut dengan
menggunakan rumus:
�� =SkorAktual
SkorIdealx100%
�� =107
140x100%
�� = 76.5%
Berdasarkan skor yang diperoleh di atas, maka kategori
media yang terkandung dalam model pembelajaran MITRA
berbasis problem solving tergolong dalam interval 61-80%
sehingga termasuk dalam kategori tinggi. Kategori tersebut
menunjukkan bahwa model pembelajaran MITRA berbasis
problem solving layak digunakan walaupun masih perlu
revisi ulang atau dilakukan perbaikan sesuai saran ahli media.
Saran yang diberikan oleh ahli media Stefanus C. Relmasira,
S.Pd., MS.Ed. (A3) yaitu: MITRA perlu diperjelas
instruksinya agar tidak membingungkan peserta didik sebagai
pengguna, alangkah baiknya ditambah contoh di awal atau
semacam tutorial, dan agar menggunakan bahasa yang lebih
mudah dipahami . Segangkan saran yang diberikan oleh ahli
media dan Gamaliel Septian Airlanda, M.Pd. (A4) yaitu:
huruf terlalu kecil dan tidak bisa di zoom out, fasilitas
interaktif belum maksismal, dan masalah belum aktual.
Adapun komentarnya adalah bahwa MITRA Pecahan
Matematika SD menarik dan kreatif.
98
4.1.3.2 Revisi Produk Model Pembelajaran MITRA Berbasis
Problem Solving
Berikut ini adalah hasil revisi produk model
pembelajaran MITRA berbasis problem solving untuk
pemecahan masalah matematika SD:
1. Layout 1
Gambar 4.23
Perlu Perbaikan 1
Pada gambar 4.23 di atas, perlu perbaikan pada
judul tampilan yaitu: menyusun pecahan yang
seharusnya diganti menjadi mengurutkan pecahan
seperti pada Gambar 2.24 berikut:
Gambar 4.24
Layout Hasil Perbaikan 1
99
2. Layout 2
Gambar 4.25
Perlu Perbaikan 2
Pada gambar 4.25 di atas, perlu perbaikan yaitu:
belum terdapat tampilan skor seharusnya diganti
menjadi tampilan yang terdapat skor seperti pada
Gambar 2.26 berikut:
Gambar 4.26
Layout Hasil Perbaikan 2
3. Layout 3
Gambar 4.27 di berikut adalah hasil perbaikan
dimana sebelumnya hanya terdapat pada kuis saja,
namun sekarang pada paket ayo mencoba yang terdapat
dalam menu utama (lihat Gambar 4.5) sudah tersedian
pop-up pesan jawaban benar ataupun jawaban salah.
100
Gambar 4.27
Layout Hasil Perbaikan 3
4.1.4 Uji Kualitas Model melalui Uji Coba Lapangan Terbatas
Uji kualitas model pembelajaran MITRA berbasis problem
solving dilaksanakan melalui uji coba lapangan terbatas. Uji coba
lapangan terbatas dilakukan terhadap peserta didik kelas 4 SD Negeri
Tegalrejo 01 Salatiga. Uji coba lapangan terbatas dilakukan untuk
mengetahui tingkat efektifitas hasil belajar peserta didik dan melihat
hasil uji perbedaan tingkat efektifitas hasil belajar peserta didik.
berikut adalah penjabarannya.
4.1.4.1 Deskripsi Uji Tingkat Efektifitas Hasil Belajar Peserta
Didik
Tingkat efektifitas hasil belajar peserta didik
menggunakan model pembeljaran MITRA berbasis problem
solving dilaksanakan dengan mengunakan uji coba terbatas
terhadap peserta didik kelas 4 SD Negeri Tegalrejo 01
Salatiga sebagai subjek penelitian. Pada uji coba terbatas ini
dilaksanakan oleh guru kelas 4 yaitu Sri Rahayu, S.Pd.SD.
dan penulis berperan sebagai pengamat dan pengingat alur
implementasi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
dibantu oleh rekan sejawat. Pelaksanaan uji coba dilakukan
pada tanggal 28 November 2017 dengan alokasi waktu 3x35
menit.
Uji coba terbatas dilaksanakan dengan berpedoman
kepada silabus dan RPP yang telah disusun yang merupakan
101
bagian dari produk model pembeljaran MITRA berbasis
problem solving. RPP yang disusun memuat kegiatan awal,
kegiatan inti, dan kegiatan akhir. Pada kegiatan awal
dilakukan dengan adanya apersepsi, motivasi, serta
penyampaian kompetensi dan rencana kegiatan. Kegiatan inti
dilakukan dengan memberikan pretest dan serangkaian
kegiatan pembelajaran menggunakan model pembelajaran
MITRA berbasis problem solving serta penggunaan MITRA
bagian akhir sebagai posttest. Pada kegiatan akhir dilakukan
review/refleksi terhadap kegiatan yang telah dilaksanakan
pada kegiatan inti, pemberian penguatan dan kesimpulan,
serta kegiatan penutup.
Perolehan hasil pretest dan posttest peserta didik kelas
4 SD Negeri Tegalrejo 01 Salatiga dapat dilihat pada Tabel
4.5 berikut.
Tabel 4.5
Hasil Pretest dan Posttest
No. Kelas
Interval
Skor Pretest Skor Posttest
Freku-ensi
Persen-tase
Freku-ensi
Persen-tase
1 ≤20 0 0% 0 0% 2 20-40 0 0% 0 0% 3 41-60 0 0% 0 0% 4 61-80 15 40% 1 3% 5 81-100 23 60% 37 3%
Jumlah 38 100% 38 97%
Tabel 4.5 di atas menunjukkan bahwa skor pretest dan
posttest dari 38 peserta didik kelas 4 SD Negeri Tegalrejo 01
Salatiga. Perolehan hasil skor pretest yaitu dengan perolehan
skor: kurang dari sama dengan 20 terdapat 0 peserta didik
dengan persentase 0%, antara 20 sampai 40 terdapat 0 peserta
didik dengan persentase 0%, antara 41 sampai 60 terdapat 0
102
peserta didik dengan persentase 0%, antara 61 sampai 80
terdapat 15 peserta didik dengan persentase 40%, dan antara
81 sampai 100 terdapat terdapat 23 peserta didik dengan
persentase 60%. Jika digambarkan dalam diagram dapat
dilihat pada Gambar 4.28 berikut.
Gambar 4.28
Kelas Interval Skor Pretest pada Uji Coba Terbatas
Sedangkan perolehan hasil posttest dari 38 peserta
didik SD Negeri Tegalrejo 01 Salatiga yaitu dengan
perolehan skor: yaitu dengan perolehan skor: kurang dari
sama dengan 20 terdapat 0 peserta didik dengan persentase
0%, antara 20 sampai 40 terdapat 0 peserta didik dengan
persentase 0%, antara 41 sampai 60 terdapat 0 peserta didik
dengan persentase 0%, antara 61 sampai 80 terdapat 1 peserta
didik dengan persentase 3%, dan antara 81 sampai 100
terdapat terdapat 37 peserta didik dengan persentase 97%.
Jika digambarkan dalam diagram dapat dilihat pada Gambar
4.29 berikut.
0
5
10
15
20
25
30
35
40
≤20 20-40 41-60 61-80 81-100
Pretest
Pretest
103
Gambar 4.29
Kelas Interval Skor Posttest pada Uji Coba Terbatas
4.1.4.2 Hasil Uji Perbedaan Tingkat Efektifitas Hasil Belajar
Peserta Didik
Hasil uji perbedaan tingkat efektifitas hasil belajar
peserta didik dalam uji coba terbatas yaitu dengan melihat
hasil output dari Uji Wilcoxon yang menggunakan SPSS
(Statistical Product and Service Solution). Pada Bab III telah
dipaparkan bahwa untuk melihat ada dan/atau tidaknya
peningkatan hasil belajar peserta didik, khususnya dalam
pemecahan masalah matematika SD maka dilaksanakan Uji
Wilcoxon menggunakan bantuan piranti lunak SPSS. Berikut
adalah hasil Uji Wilcoxon dapat dilihat pada Tabel 4.6
berikut.
0
5
10
15
20
25
30
35
40
≤20 20-40 41-60 61-80 81-100
Posttest
Posttest
104
Tabel 4.6
Hasil Uji Wilcoxon
Ranks
N Mean Rank Sum of Ranks
Postest - pretest
Negative Ranks 1(a) 6,50 6,50
Positive Ranks 32(b) 17,33 554,50
Ties 5(c)
Total 38
a postest < pretest b postest > pretest c postest = pretest
Test Statistics (b)
posttest - pretest
Z -4.903 (b)
Asymp. Sig. (2-tailed) .000
a. Based on negative ranks.
b. Wilcoxon Signed Ranks Test
Hasil Uji Wilcoxon seperti Tabel 4.6 di atas
menunjukkan bahwa:
1. Negative rank atau selisih negatif antara pretest dengan
posttest adalah 1, artinya adalah 1 data ada penurunan
dari hasil pretest ke posttes;
2. Positive ranks atau selisih positif antara pretes adalah
32, artinya ke-32 peserta didik mengalami peningkatan
hasil belajar, khususnya dalam pemecahan masalah
Matematika SD. Mean rank positif atau rata-rata
peningkatan tersebut sebesar 17,33, sedangkan Sum of
Ranks atau jumlah ranking sebesar 554,50.
3. Ties, yaitu kesamaan skor pretest dan posttest adalah 5,
artinya ada 5 peserta didik yang skornya sama antara
pretest dan posttest.
105
Pada ouput tentang Test Statistics diketahui bahwa nilai
Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar 0,000 dan nilai Z yaitu -4,903.
Dasar pengambilan keputusan Uji Wilcoxon berbantuan
program SPSS adalah menggunakan nilai Asymp. Sig. (2-
tailed) sebesar 0,000, dimana apabila nilai Asymp. Sig. (2-
tailed) < 0,05 maka H0 ditolak dan Ha diterima, sebaliknya
apabila nilai Asymp. Sig. (2-tailed) > 0,05 maka H0 diterima
dan Ha ditolak.
Jika dirumuskan hipotesis:
H0: M-posttest ≤ M-pretest
Median hasil belajar Matematika setelah
melakukan pembelajaran menggunakan model
pembelajaran MITRA berbasis problem solving
lebih rendah atau sama dengan sebelum
pembelajaran.
Ha: M-posttest> M-pretest
Median hasil belajar Matematika setelah
melakukan pembelajaran menggunakan model
pembelajaran MITRA berbasis problem solving
lebih tinggi dari sebelum pembelajaran.
Tabel 4.6 di atas menunjukkan bahwa hipotesisnya
menghendaki uji satu sisi (one-tail) maka nilai probabilitas
0,000 harus dibagi dua, sehingga diperoleh nilai 0,000/2 =
0,000. Nilai 0,000 ini ternyata < 0,05, maka H0 ditolak dan Ha
diterima. Artinya hasil belajar matematika setelah melakukan
pembelajaran menggunakan model MITRA berbasis problem
solving untuk pemecahan masalah matematika SD hasilnya
lebih tinggi dari sebelum pembelajaran.
106
4.2 Pembahasan Hasil Penelitian
Penelitian dan pengembangan ini menghasilkan produk model
pembelajaran MITRA berbasis problem solving untuk pemecahan masalah
matematika SD. Tujuannya adalah mengembangkan model pembelajaran
MITRA berbasis problem solving dalam pemecahan masalah matematika
SD yaitu untuk mengetahui langkah-langkahnya, mengetahui tingkat
validitas produk pengembangan model pembelajaran MITRA berbasis
problem solving menurut pendapat ahli, dan mengetahui tingkat efektifitas
produk pengembangan model pembelajaran MITRA berbasis problem
solving menurut pendapat peserta didik SD. Pembahasan hasil penelitian ini
merupakan penjelasan dari deskripsi hasil penelitian. Berikut ini adalah
uraian pembahasan hasil penelitiannya.
4.2.1 Langkah-langkah Model Pembelajaran MITRA Berbasis Problem
Solving untuk Pemecahan Masalah Matematika SD
Langkah-langkah model pembelajaran MITRA berbasis problem
solving untuk pemecahan masalah matematika SD yaitu: 1)
identifikasi masalah, 2) terapkan MITRA, dan 3) evaluasi MITRA.
Adapun langkah-langkah penerapannya yaitu dengan cara: 1)
menyusun silabus matematika kelas 4 SD; 2) memilih dan
menentukan KD materi (pecahan), dan 3) menyusun RPP yang
memuat model pembelajaran MITRA berbasis problem solving.
Keberhasilan penulis dalam menentukan langkah-langkah
tersebut di atas, tidak lain yang pertama karena terdapat teori
terdahulu mengenai model pembelajaran. Dimana model pembelajaran
menurut pendapat Darmadi (2017: 42), Trianto (2010: 51), dan
Rusman (2017: 244) merupakan pola perencanaan dalam
pembelajaran yang dapat dilaksanakan oleh guru, memuat: tujuan
pembelajaran, tahapan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan
pengelolaan. Penulis juga sepakat dengan karakteristik model
pembelajaran menurut Suyanto dan Asep Jihad (2013: 137), yaitu:
memiliki prosedur sistematis, hasil belajar dirumuskan secara khusus,
107
penetapan lingkungan secara khusus, ukuran keberhasilan, dan
interaksi dengan lingkungan. Sehingga dalam keberhasilannya, model
pembelajaran MITRA berbasis problem solving juga memiliki fungsi
sesuai dengan fungsi model pembelajaran yang seturut dengan kutipan
Suyanto dan Asep Jihad (2013: 137-138) oleh Chauhan yaitu sebagai:
pedoman, pengembangan kurikulum, penempatan bahan
pembelajaran, dan perbaikan pembelajaran.
Berikutnya yang kedua adalah keberhasilan pengembangan
langkah-langkah model pembelajaran MITRA berbasis problem
solving tidak lepas dari teori tentang model pembelajaran problem
solving. Penulis sepakat dengan Bambang Suteng Sulasmono (2012:
162), Winastwan Gora & Sunarto (2010: 94), Bey dan Asriani (2013:
226), Krulik & Rudnick (2013: 217), serta Hanlie Murray, Alwyn
Oliver, dan Piet Human dalam Miftahul Huda (2014: 273-274),
dimana model pembelajaran problem solving adalah suatu model
pembelajaran yang menyajikan masalah kontekstual sehingga dapat
merangsang peserta didik untuk praktik dan belajar memecahkan
masalah tersebut secara logis. Tujuannya adalah memberikan
rangsangan berupa masalah-masalah yang kemudian oleh peserta
didik dapat dilakukan pemecahan masalahnya sehingga dapat
menambah keterampilan dalam mencapai materi pembelajaran
(Darmadi, 2017: 118).
Ketigat, hasil penelitian berjudul “Pengaruh Model
Pembelajaran Problem Solving Berbantuan Permainan Snakes And
Ladders terhadap Kompetensi Pengetahuan Matematika Siswa” oleh
Maretayani tahun 2017 dengan hasil rata-rata 72,77 dengan penerapan
model pembelajaran problem solving berbantuan media snakes and
ladders, menjadikan penguatan oleh penulis bahwasanya dengan
model pembelajaran problem solving berbantuan media dapat
menghasilkan penelitian yang dapat divalidasi sehingga praktis
diterapkan di SD.
108
Keempat, terakhir dalam mengerucutkan langkah-langkah
pembelajaran MITRA berbasis problem solving, penulis mengacu
kepada sintaks model pembelajaran problem solving menurut Bey dan
Asriani (2013: 226), six step proplem solving process
(www.cls.utk.edu), Darmadi (2017: 235), Deb Russel dalam Miftahul
Huda (2014: 274-275), dan Lefudin (2014: 235-236), sehingga penulis
dapat menentukan langkah-langkahnya yaitu: 1) identifikasi masalah,
2) terapkan MITRA, dan 3) evaluasi MITRA.
4.2.2 Pembahasan Tingkat Validitas Model Pembelajaran MITRA
Berbasis Problem Solving
Pembahasan tingkat validitas model pembelajaran MITRA
berbasis problem solving berdasarkan ahli materi dengan skor rata-rata
3,75 dan persentase rata-rata yaitu 75% dan oleh ahli media dengan
skor rata-rata 214 dan persentase rata-rata yaitu 76.5%. Sehingga,
sesuai persentase pencapaian pada bab III nilai tersebut dapat
termasuk pada interpretasi kategori tinggi (Lihat Tabel 3.15).
Demikian model pembelajaran MITRA berbasis problem solving
dapat dikatakan berkualitas sebagai bentuk pemecahan masalah untuk
pembelajaran matematika SD.
Keberhasilan penulis untuk mendapatkan kategori tinggi dalam
proses validasi oleh ahli materi karena terdapat ilmu matematika
menurut A. Ismunamto (2011: 15-17), John A. Van de Walle yang
diterjemahkan oleh Suyono (2008: 13), dan Suhendri (2011: 32).
Selain itu, penulis juga tidak membuat materi sendiri. Penulis
berpedoman kepada kompetensi dasar matematika untuk SD yang
terdapat dalam Dokumen Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan
2013 sehingga mendapatkan materi dan submateri pecahan.
Keberhasilan penulis dalam memperoleh kategori tinggi pada
proses validasi ahli media yaitu mengacu kepada teori multimedia
interaktif menurut Munir (2012:2), Dwi Maryani (2014: 19), Reddi &
Mishra (2012: 129), serta teori Android menurut Wikipedia yang
109
dikutip oleh Rahadi (2014: 662), Wicak Hidayat & Sudarma (2011:
192), Solechul Aziz (2012: 5), dan Yuliandi Kusuma (2011: 12).
Hasil penelitian berjudul “Pengembangan Perangkat
Pembelajaran Matematika yang Menunjang Pendidikan Karakter
Siswa Kelas IV Sekolah Dasar” oleh Layin Fauziyah & Jailani tahun
2014 yang menghasilkan perangkat pembelajaran multimedia
interaktif untuk menunjang pendidikan karakter pada materi pecahan
yang hasilnya ternyata layak untuk digunakan dengan kategori cukup
valid, praktis, dan efektif. Alasan inilah yang menguatkan penulis
untuk dapat mengembangkan model pembelajaran MITRA berbasis
problem solving untuk pemecahan masalah matematika SD. Penulis
juga mengambil materi dan submateri pecahan sehingga memperoleh
hasil validitas pada kategori tinggi.
Hasil penelitian lainnya yaitu penelitian : 1) berjudul
“Pengembangan Multimedia Pembelajaran Matematika pada Materi
Bilangan Bulat Kelas IV SDN Lempuyangan I Yogyakarta” oleh
Fredy tahun 2013 dengan hasil uji Thitung lebih besar dari ttabel (4,034
> 2,01) dan hasil uji n-gain 0,57 > 0,42 dalam artian hasil belajar kelas
eksperimen lebih besar dari kelas kontrol, sehingga penggunaan
multimedia efektif meningkatkan hasil belajar peserta didik; 2)
berjudul “Pengimplementasian Media Pembelajaran Berbasis
Multimedia Interaktif pada Mata Pelajaran Matematika di Sekolah
Dasar” oleh Mila C. Paseleng & Rizki Arfiyani dan hasil penelitian ini
dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran berbasis multimedia
interaktif dapat memberi pengaruh positif terhadap pembentukan
minat belajar peserta didik; 3) berjudul “Perancangan dan
Pengembangan Aplikasi Pembelajaran Matematika tentang
Pengukuran Waktu, Panjang dan Berat untuk Sekolah Dasar (SD)
Kelas 2” oleh Harry Prima Putra & Wahyu Pujiyono tahun 2014 dan
menghasilkan multimedia interaktif pembelajaran matematika tentang
pengukuran waktu, panjang dan berat untuk Sekolah Dasar kelas 2
110
yang dapat dijadikan sebagai media pendukung pembelajaran bagi
guru maupun peserta didik Sekolah Dasar kelas 2; 4) berjudul
“Pembelajaran Matematika Materi Bangun Ruang Balok dengan
Aplikasi Multimedia Interaktif di SD Negeri Teguhan Sragen” oleh
Agus Hartanto tahun 2013 memperoleh hasil bahwa siswa merasa
tertarik sehingga timbul minat belajar yang lebih baik dan terbukti
mempermudah siswa dalam memahami materi matematika dengan
multimedia interaktif; dan 5) berjudul “Pengembangan Sistem
Visualisasi Pembelajaran Matematika Berbasis Multimedia Bagi
Siswa SD” oleh Mohamad Saefudin dan Munich Heindari Ekasari
tahun 2015 dengan hasil implementasi aplikasi yang dikembangkan
sangat membantu siswa dan mendapat tanggapan positif dalam
pelajaran matematika dengan bantuan perangkat handphone seperti
smartphone maupun tablet. Kelima penelitian tersebut juga penulis
jadikan acuan walaupun kelima penelitian tersebut bukan berpacu
pada materi pecahan, namun penulis sepakat dalam pemilihan mata
pelajaran matematika, penggunaan multimedia interaktif, dan
diterapkan di sekolah dasar, sehingga hasilnya sama layak pakai.
4.2.3 Pembahasan Tingkat Efektifitas Model Pembelajaran MITRA
Berbasis Problem Solving
Pembahasan tingkat efektifitas model pembelajaran MITRA
berbasis problem solving dilihat dari hasil pretest dan posttest (Lihat
Tabel 4.5). Teknik analisis data yang digunakan penulis yaitu dengan
menggunakan Uji Wilcoxon berbantuan piranti lunak SPSS (Statistical
Product and Service Solution). Hasil Uji Wilcoxon menunjukkan
bahwa model pembelajaran MITRA berbasis problem solving
termasuk dalam nilai Asymp. Sig. (2-tailed) < 0,05 maka H0 ditolak
dan Ha diterima (M-posttest> M-pretest) yaitu: ouput tentang Test Statistics
diketahui bahwa nilai Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar 0,000 dan nilai Z
yaitu -4,903. Maka hasil belajar matematika setelah melakukan
111
pembelajaran menggunakan model pembelajaran MITRA berbasis
problem solving lebih tinggi dari sebelum pembelajaran.
Kategori yang diperoleh dalam penerapan model pembelajaran
MITRA berbasis problem solving yaitu mengacu pada hasil posttest
(3% dalam interval 61-80 dan 97% dalam interval 81-100) yaitu
berada pada rata-rata kelas interval 81-100, sehingga sangat efektif.
Keberhasilan penulis dalam memperoleh hasil yang demikian,
tidak lepas dari hasil penelitian sebelumnya yaitu kesepuluh kajian
hasil penelitian relevan yang terdapat pada bab II. Kesepuluh
penelitian tersebut menunjukkan bahwa dengan memanfaatkan media
berupa multimedia interaktif, penggunaan smartphone, dan penerapan
model pembelajaran problem solving di SD efektif menunjang hasil
belajar peserta didik yang lebih baik. Produk-produk yang dihasilkan
dikatakan relevan dan layak pakai. Oleh karena itu, model
pembelajaran MITRA berbasis problem solving untuk pemecahan
masalah matematika SD dapat berhasil pula seperti pada kesepuluh
hasil penelitian relevan tersebut.
Jadi, kemampuan pemecahan masalah dan disposisi matematik
peserta didik yang memperoleh model pembelajaran MITRA berbasis
problem solving lebih baik daripada yang hanya memakai multimedia
interaktif saja atau yang hanya memakai model pembelajaran problem
solving saja.
4.3 Keterbatasan Penelitian
Penelitian dan pengembangan model pembelajaran MITRA berbasis
problem solving tentunya memiliki keterbatasan. Keterbatasan-keterbatasan
dalam penelitian ini di antaranya adalah:
1. Keterbatasan Tempat Penelitian
Penelitian dan pengembangan model pembelajaran MITRA
berbasis problem solving yang penulis laksanakan terbatas pada satu
tempat, yaitu di SD Negeri Tegalrejo 01 Salatiga. Sehingga dalam
112
penelitian ini apabila dilaksanakan di tempat lainatau SD lain,
dimungkinkan hasilnya akan berbeda.
2. Keterbatasan Waktu Penelitian
Penelitian dan pengembangan model pembelajaran MITRA
berbasis problem solving yang penulis laksanakan selama pembuatan
tugas akhir skripsi, waktu yang tergolong singkat inilah yang dapat
mempersempit ruang gerak pada penelitian sehingga dapat
berpengaruh terhadap hasil penelitian yang penulis laksanakan.
3. Keterbatasan Jumlah Peserta Didik
Penelitian dan pengembangan model pembelajaran MITRA
berbasis problem solving yang penulis laksanakan dengan jumlah
peserta didik yang diobservasi dan diteliti hanya 38 peserta didik kelas
4 SD Negeri Tegalrejo 01 Salatiga. Hal ini dilaksanakan guna
memanfaatkan waktu, tenaga, dan biaya secara efisien. Demikian
dilaksanakan karena bagi penulis pengambilan sampel secara random,
maka 20 peserta didik ini dapat mewakili seluruh populasi.
4. Keterbatasan Objek Penelitian
Penelitian dan pengembangan model pembelajaran MITRA
berbasis problem solving yang penulis laksanakan terbatas pada
tingkat validitas dan tingkat efektifitas model pembelajaran MITRA
berbasis problem solving untuk pemecahan masalah matematika SD,
khususnya pada kelas 4 dengan materi pecahan sehingga dapat
dijadikan objek dalam penelitian ini.
5. Keterbatasan dalam Melihat Kondisi Psikologis Peserta Didik
Penelitian dan pengembangan model pembelajaran MITRA
berbasis problem solving yang penulis laksanakan dengan melihat
kondisi psikologis peserta didik yang tidak diamati secara khusus,
sehingga dapat dimungkinkan peserta didik kurang berkonsentrasi
dalam mengikuti penerapan model pembelajaran MITRA berbasis
problem solving. Namun, konsentrasi peserta didik dapat
dimaksimalkan dengan adanya guru sebagai fasilitator dan dapat
113
mengarahkan peserta didik untuk dapat kembali pada rules yang
seharusnya. Sehingga, kondisi psikologis peserta didik bagi penulis
dapat dieliminasi mengingat waktu yang sangat terbatas.
Walaupun terdapat keterbatasan-keterbatasan tersebut di atas, maka
dapat dikatakan ini adalah kekurangan dari penelitian yang penulis
laksanakan. Akan tetapi, penelitian ini setidaknya dapat dijadikan sebagai
suatu kesimpulan yang sementara ini dapat diuji kelayakannya dan dapat
diuji kembali di tempat atau SD lain dengan hasil yang kemungkinan
berbeda. Jadi, model pembelajaran MITRA berbasis problem solving dapat
berpengaruh kepada tingkat efektifitasnya terhadap peserta didik kelas 4 SD
negeri Tegalrejo 01 sehingga untuk hipotesis yang penulis ajukan dapat
diterima.