bab ixa.yimg.com/kq/groups/22276563/1755465102/name/tesis_ade... · web viewtujuan lain dari...
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Sesuai dengan meningkatnya daya saing bangsa di tataran global
yang semakin kompetitif, Pusat Penelitian dan Pengembangan
Teknologi Minyak dan Gas Bumi (PPPTMGB “LEMIGAS”), sebagai
Instansi Pemerintah turut menentukan dinamika kompetisi bisnis pada
industri jasa penunjang perminyakan khususnya dalam segmen kajian,
riset, jasa studi dan konsultan serta jasa laboratorium (Rencana
Strategis Bisnis PPPTMGB “LEMIGAS”, 2009:1,13).
PPPTMGB “LEMIGAS” di bawah Badan Penelitian dan Pengembangan
Energi dan Sumber Daya Mineral (Badan Libang ESDM) Departemen
Energi Sumber Daya Mineral didirikan pada tahun 1965. PPPTMGB
“LEMIGAS” didirikan sebagai perwujudan dari keinginan Pemerintah
untuk memiliki suatu lembaga yang dapat menghimpun dan
mengembangkan pengetahuan teknik tentang perminyakan serta
menyediakan data dan informasi yang diperlukan sebagai bahan
pertimbangan bagi Pemerintah.
Dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor:
0030 Tahun 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen
Energi dan Sumber Daya Mineral (pasal: 643) PPPTMGB “LEMIGAS”
bertugas menyelenggarakan penelitian dan pengembangan teknologi
kegiatan hulu dan hilir bidang minyak dan gas bumi, serta berfungsi
untuk pengelolaan kerja sama kemitraan penerapan hasil peneilitian
1
dan pelayanan jasa teknologi, juga kerja sama penggunaan sarana dan
prasarana penelitian dan pengembangan teknologi.
PPPTMGB “LEMIGAS” dalam menyelenggarakan pemerintahan
negara dan pengelolaan hak serta kewajibannya mengacu pada
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
serta Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara sebagai
konsekuensi dari salah satu Instansi Pemerintah yang menggunakan
anggaran APBN.
Menurut Penjelasan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003, “Pendekatan yang digunakan dalam merumuskan Keuangan Negara adalah dari sisi objek, subyek, proses dan tujuan. Dari sisi obyek yang dimaksud dengan Keuangan Negara meliputi semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal, moneter dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, serta segala sesuatu baik berupa uang, maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut”.
Menurut Penjelasan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004, “Dalam Undang-Undang Perbendaharaan Negara ini diatur ruang lingkup dan asas umum perbendaharaan negara, kewenangan pejabat perbendaharaan negara, pelaksanaan pendapatan dan belanja negara, pengelolaan uang negara, pengelolaan piutang dan utang negara, pengelolaan investasi dan barang milik negara, penatausahaan dan pertanggungjawaban APBN, pengendalian intern pemerintah, penyelesaian kerugian negara, serta pengelolaan keuangan badan layanan umum”.
PPPTMGB “LEMIGAS” telah melaksanakan pelayanan jasa teknologi
sejak tahun ketiga setelah berdiri dan mengalami beberapa kali
perubahan peraturan perundang-undangan dalam sistem pengelolaan
keuangan pelayanan jasa teknologi seperti Sistem Swadana (1992),
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) (1997), dan Sistem Nasional
2
Penelitian dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (2002).
Belakangan ini, PPPTMGB “LEMIGAS” kembali menerapkan sistem
PNBP namun penerapannya di lapangan dirasakan tidak cukup fit
dengan dinamika bisnis PPPTMGB “LEMIGAS” sehingga berakibat pada
menurunnya kinerja pelayanan jasa teknologi sementara untuk
kembali ke Sistem Nasional Penelitian dan Pengembangan dan
Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi bukan pilihan yang
direkomendasi oleh Departemen Keuangan.
Dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun
2005 tentang Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK
BLU) beserta peraturan turunannya maka PPPTMGB “LEMIGAS”
menemukan alternatif sistem pengelolaan yang lebih baik sesuai
dengan kondisi dan dinamika pelayanan jasa teknologi PPPTMGB
“LEMIGAS”.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005, disebutkan pada pasal 1 ayat 2: “ Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, yang selanjutnya disebut PPK BLU, adalah pola pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktek-praktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini, sebagai pengecualian dari ketentuan pengelolaan keuangan negara pada umumnya.
Bersamaan dengan penerapan PPK BLU banyak hal yang perlu
ditingkatkan dari kebiasaan budaya organisasi yang telah dilakukan
selama ini. Hal ini dikarenakan beberapa keistimewaan proses yang
diberikan dengan PPK BLU yang ingin dimanfaatkan oleh PPPTMGB
“LEMIGAS” sebagai pendorong pemacuan kinerja seoptimal mungkin.
3
PPK BLU memiliki prinsip efisien dan produktivitas ala korporasi,
yang salah satu faktor pendukungnya adalah arus perputaran kas pada
kinerja keuangan dan non keuangan menjadi semakin baik. Dengan
sehatnya arus kas pelayanan jasa teknologi dapat dikelola dengan
lebih baik termasuk dalam hal ini memungkinkan untuk melakukan
perubahan budaya organisasi dan gaya kepemimpinan seperti gaya
birokrat menjadi entrepreneur khususnya dibidang pengembangan
usaha yang dapat membantu menopang PPPTMGB “LEMIGAS” menjadi
institusi penelitian dan pengembangan teknologi migas yang efisien,
handal, dan berdaya saing tinggi.
Menurut Soewardi (1999:170), bagaimana kiranya orang-orang kita yang bekerja dikalangan birokrasi, pola mereka itu bukan pola prestasi, melainkan pola non-prestasi, seperti 4-D (dekat, dulur, duit, dukun). Pola 4-D lebih “rewarding” dan lebih cepat menghasilkan. Dengan pola 4-D ini segala-galanya “bisa diatur”. Karena itu mereka sangat loyal, dan tidak pernah berani bertindak lebih baik atau lebih efisien. Mereka patuh, dan tidak biasa mengambil inisiatif, atau berbuat kreatif, karena ini bisa mengurangi loyalitas, maka berbahaya: bila benar, tidak memperoleh “reward”, akan tetapi bila salah hukumannya berat. Maka paling aman adalah diam saja, produktivitas sulit ditingkatkan.
Berdasarkan uraian diatas maka dalam penelitian ini penulis
mengambil judul: “Pengaruh Budaya Organisasi dan Gaya
Kepemimpinan Terhadap Kinerja Keuangan dan Non Keuangan (Studi
Kasus Pada PPPTMGB “LEMIGAS”).
1.2 Identifikasi Masalah
Dalam Apollo Daito (2007:14), mengidentifikasikan masalah berarti merinci rumusan masalah yang bersifat umum itu kepada bagian-bagiannya (dimensi-dimensinya) sampai pada unsur-unsur (indikator-indikatornya), secara lebih konkrit (jelas dan tegas) dan operasional.
4
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, identifikasi
masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh Budaya
Organisasi dan Gaya Kepemimpinan terhadap Kinerja Keuangan dan
Non Keuangan (baik secara parsial maupun secara simultan).
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian
Penelitian ini bermaksud untuk meneliti pengaruh Budaya
Organisasi dan Gaya Kepemimpinan para pegawai PPPTMGB
“LEMIGAS” terhadap Kinerja Keuangan dan Non Keuangan. Tujuan
yang ingin di capai dalam penelitian ini mengetahui apakah terdapat
pengaruh yang signifikan antara Budaya Organisasi dan Gaya
Kepemimpinan terhadap Kinerja Keuangan dan Non Keuangan.
1.4 Kegunaan Penelitian
Dalam Apollo Daito (2007:19) macam-macam kegunaan penelitian, yaitu : kegunaan bagi pengembangan ilmu pengetahuan, ilmu dan atau teknologi (aspek keilmuan) dan bagi aspek gunalaksa (aspek praktis). Sesuai dengan judul penelitian, kegunaan penelitian dapat dijabarkan sebagai berikut;
1.4.1 Kegunaan Pengembangan Ilmu
Hasil penelitian diharapkan mampu memberikan bukti empiris
mengenai pengaruh Budaya Organisasi dan Gaya Kepemimpinan
terhadap Kinerja Keuangan dan Non Keuangan dalam menghadapi
perubahan yang terjadi pada PPPTMGB “LEMIGAS”. Penelitian ini dapat
memberikan sumbangan pemikiran yang konstruktif yang dapat
bermanfaat dalam pengembangan ilmu ekonomi, khususnya sebagai
5
bahan referensi bagi pihak lain yang akan melakukan penelitian
mengenai fenomena Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan
Umum (PPK-BLU) dalam pelayanan jasa teknologi pada instansi
pemerintah dan dampaknya yang terjadi tidak hanya pada
organisasional tetapi juga pada perubahan budaya dari gaya birokrat
menjadi entrepreneur dalam Instansi Pemerintah.
1.4.2 Kegunaan Untuk Kebijakan Manajerial
Pada pelaksanaan kegiatan operasional manajemen perusahaan
khususnya pengelolaan keuangan dalam mengatur kinerja keuangan
dan non keuangan sebagai salah satu cermin kondisi keuangan dan
hasil operasi perusahaan yang dapat menentukan keberhasilan
efisiensi, efektivitas, profitabilitas dan kinerja perusahaan. Hasil
penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi manajemen dalam
menggunakan setiap informasi khususnya yang berhubungan dengan
kinerja keuangan dan non keuangan yang berdampak pula pada
kinerja perusahaan.
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan yang baik bagi
manajemen PPPTMGB “LEMIGAS” untuk mempersiapkan faktor-faktor
yang mungkin dapat memicu resiko kegagalan, inefektivitas dan
inefisiensi dari kebijakan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan
Umum (PPK BLU) yang akan dilakukan oleh PPPTMGB “LEMIGAS”.
1.5 Kerangka Pemikiran, Premis/Postulat, dan Hipotesis
6
1.5.1 Kerangka Pemikiran
Tujuan utama diterapkannya Pola Pengelolaan Keuangan Badan
Layanan Umum (PPK BLU) di PPPTMGB “LEMIGAS” adalah untuk
meningkatkan kinerja keuangan dan non keuangan jasa teknologi
sesuai dengan ketentuan Badan Layanan Umum yang berlaku dengan
berlandaskan prinsip-prinsip good governance (Pola Tata Kelola
PPPTMGB “LEMIGAS”, 2009:5-6). Upaya peningkatan kinerja keuangan
dan non keuangan serta kualitas pelayanan terhadap pelanggan jasa
teknologi tersebut antara lain dilakukan melalui suatu tahapan yaitu
perubahan budaya organisasi yang tercermin dari adanya nilai-nilai
Budaya Organisasi, perubahan perilaku individu serta Gaya
Kepemimpinan yang paling sesuai dengan kondisi PPPTMGB “LEMIGAS”
yang akan berubah.
Penelitian ini disusun dalam kerangka berpikir bahwa PPPTMGB
“LEMIGAS” sebagai salah satu kompetisi pada jasa penunjang
perminyakan yang telah menerapkan sistem manajemen mutu SNI 19-
9001-2001, ISO/IEC 17025:2005, dan OHSAS 18001-2001; memiliki
sarana dan prasarana laboratorium migas terlengkap di Indonesia;
memiliki keahlian teknis tertentu yang unggul di Indonesia; memiliki
reputasi dalam bidang teknologi migas dan merupakan satu-satunya
litbang pemerintah di bidang migas yang berisi para pegawai pilihan
yang telah lulus dari dalam dan luar negeri. Dengan adanya perubahan
budaya organisasi dan gaya kepemimpinan, para pegawai dituntut
untuk meningkatkan kinerja keuangan dan non keuangan dalam
7
memberikan pelayanan yang berkualitas kepada pelanggan jasa
teknologi.
Penelitian dilakukan untuk mengetahui apakah faktor-faktor yang
dimodifikasi tersebut berpengaruh terhadap kinerja keuangan dan non
keuangan PPPTMGB “LEMIGAS”. Peneliti melakukan penelitian dengan
judul Pengaruh Budaya Organisasi dan Gaya Kepemimpinan terhadap
Kinerja Keuangan dan Non Keuangan (Studi Kasus Pada PPPTMGB
“LEMIGAS”), yang mengacu pada penelitian Kotter dan Heskett (1992),
Ahmad Fadli (2004), Soedjono (2006), Armanu Thoyib (2005), Adman
(2006), Wardhani dan Betty Puspa (2009), Ridho Listyaati (2009).
Grand Theory yang digunakan adalah Kinerja Keuangan dan Non
Keuangan.
Kaplan dan Norton (1996) terjemahan Pasla (2000:22), ”Balanced Scorecard menerjemahkan misi dan strategi ke dalam berbagai tujuan dan ukuran, yang tersusun ke dalam empat perspektif: keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan”.
Kaplan dan Norton dalam Yuwono dkk., (2007:31), “Pengukuran
kinerja keuangan mempertimbangkan tahapan dari siklus kehidupan bisnis, yaitu: growth, sustain, dan harvest. Tiap tahapan memiliki sasaran yang berbeda, sehingga penekanan pengukurannyapun berbeda pula”.
Middle Range Theory adalah Budaya Organisasi.
Hofstede (1980:161), “Budaya nasional memiliki empat dimensi yakni “power distance, individualism – collectivism, masculinity – femininity dan uncertainty avoidance”. Belakangan, berdasarkan penelitian lanjutan tentang sistem nilai di masyarakat keturunan Cina (Chinnese Value Survey) yang dilakukan oleh Hofstede dan Bond (1988:4-12), ditemukan satu dimensi baru yaitu “short-term – long term orientation”.
Application Theory adalah Gaya Kepemimpinan.
Yukl (2001) terjemahan Suprianto (2007:8), “Kepemimpinan proses mempengaruhi orang lain untuk memahami dan setuju dengan apa
8
yang perlu dilakukan dan bagaimana tugas itu dilakukan secara efektif, serta proses untuk memfasilitasi upaya individu dan kolektif untuk mencapai tujuan bersama”.
Diimplementasikan pada PPPTMGB “LEMIGAS” Jakarta Tahun 2009.
Data penelitian dikumpulkan melalui survei dengan menyebarkan
kuesioner. Dalam penelitian ini, variabel yang akan diteliti adalah
varibel dependen yaitu Kinerja Keuangan dan Non Keuangan dan dua
variabel independen yaitu Budaya Organisasi dan Gaya
Kepemimpinan.
Untuk dapat memahami isi penelitian, penulis menyusun kerangka
pemikiran pada Gambar 1.1, berikut ini:
Gambar 1.1Kerangka Pemikiran
9
(Sumber : diolah sendiri)
Pengaruh Budaya Organisasi dan Gaya Kepemimpinan terhadap Kinerja
Keuangan dan Non Keuangan yang terjadi di PPPTMGB “LEMIGAS”
Variabel Dependen Budaya Organisasi
(X1)Gaya Kepemimpinan
(X2)
Variabel IndependenKinerja Keuangan dan Non Keuangan (Y)
Hasil penelitian menjelaskan pengaruh Budaya Organisasi dan Gaya Kepemimpinan
Terhadap Kinerja Keuangan dan Non Keuangan baik secara parsial maupun simultan
Kinerja Keuangan dan Non Keuangan (y)Kaplan dan Norton (1996:42)
GrandTheory
Middle RangeTheory
Fenomena Teoritis/KondisionalBudaya organisasi yang kondusif
diharapkan menghasilkan kinerja keuangan dan non keuangan (budaya berorientasi kepada proses dan hasil)
Gaya Kepemimpinan yang mampu melakukan transformasi atau kebaikan untuk menciptakan keunggulan bersaing (competitive adventage)
Proses Deduktif:Identifikasi Masalah,
Premis, HipotesisProses Induktif:
Pengujian secara statistik dengan model regresi korelasi (path
analysis) pada PPPTMGB “LEMIGAS”
Jakarta
Deducthypathetico Verificative
Fenomena SituasionalCiri organisasi sektor publik pada umumnya adalah budaya non prestasi (non need for achievement).
Gaya Kepemimpinan manajemen gaya katak adalah keatas nyembah, kepinggir nyikut dan kebawah nginjak (Herman Soewardi, 1999:87).
Sistem paternalisme sangat memperpuruk inisiatif dan kreativitas, kita berada di tengah-tengah “non-achievement pattern” (4D: dekat, dulur, duit, dukun) sebagai jalan dalam mencapai mobilitas vertikal (Herman Soewardi, 2000:94).
Soft culture dengan ciri : tidak ada orientasi ke depan, tak ada “growth philosophy”, cepat menyerah, berpaling ke akherat, dan lamban atau inertia (Herman Soewardi, 2000:81).
Peneliti Sebelumnya: Kotter et al (1992)Ahmad Fadli (2004)Soedjono (2005)
Re – Theory
Budaya Organisasi (x1)Robbins (2006:721), Hofstede
(1980:161), Hofstede dan Bond (1988:4)
ApplicationTheory
Gaya Kepemimpinan (x2)Yukl (1994:297-298,2001:140), Hersey
dan Blanchard (1997:470), House (1994:242)
y = 0 + 1x1 + 2x2 + 0
Tinjauan pustaka:1. Kaplan & Norton (1996)2. Robbins (2006)3. Yukl (2001)
yx1
x2
1.5.2 Premis – Premis
Menurut Apollo Daito (2007:20-21) pangkal pikir (premis) adalah “keterangan” dalam suatu pembahasan yang menjadi landasan untuk menurunkan “keterangan lain”, atau bahan bukti untuk mendukung kebenaran suatu kesimpulan, yang berpatokan pada patokan pikir (postulat/asumsi/aksioma).
10
Premis 1
Kotter dan Heskett (1992) dalam Matondang (2008:46), menempatkan budaya organisasi sebagai faktor yang dominan dalam mempengaruhi faktor-faktor lain seperti: (1) budaya organisasi dapat mempunyai dampak yang berarti terhadap kinerja ekonomi jangka panjang; (2) budaya organisasi mungkin akan menjadi suatu faktor yang lebih penting lagi dalam menentukan keberhasilan atau kegagalan perusahaan dalam dasawarsa yang akan datang; (3) budaya organisasi yang menghambat kinerja keuangan jangka panjang cukup banyak, budaya-budaya tersebut mudah berkembang bahkan dalam perusahaan-perusahaan yang penuh dengan orang-orang pandai dan berakal sehat; (4) walaupun sulit untuk diubah, budaya organisasi dapat dibuat agar bersifat lebih meningkatkan kinerja.
Premis 2
Alderfer dalam Hasibuan (2007:114), menyatakan lebih dari satu kebutuhan dapat bekerja pada saat yang bersamaan. Jika untuk mencapai pemuasan kebutuhan yang lebih tinggi sulit dicapai, maka keinginan untuk memuaskan kebutuhan yang lebih rendah menjadi meningkat.
Premis 3
Harianja (2002:195), untuk kerja merupakan hasil kerja yang dihasilkan oleh pegawai atau perilaku nyata yang ditampilkan sesuai dengan perannya dalam organisasi.
Premis 4
Vance dan Larson dalam Suranta (2002:75), gaya kepemimpinan mempunyai pengaruh yang besar terhadap kinerja dan hasil.
Premis 5
Kotter dan Heskett (1992) dalam Ndraha (2003:114), what kind of corporate cultures enhance long-term economic performance ?, menggunakan teori kombinatif dengan menunjukkan bahwa perusahaan mampu meningkatkan kinerja jangka panjangnya jika ia memperlihatkan sungguh-sungguh kepentingan pelanggan, pemegang saham dan karyawan, dan juga kepemimpinan yang membawa perubahan terus-menerus.
11
Premis 6
Hasibuan (2000:95), kinerja dapat diukur melalui kesetiaan, hasil kerja, ketaatan atau disiplin, kejujuran, kreatifitas atau prakarsa, kerjasama, tanggung jawab, dan kepemimpinan.
Premis 7
Schein (1992), para pemimpin mempunyai potensi paling besar menanamkan dan memperkuat aspek-aspek budaya dengan lima mekanisme utama berikut ini: (1) Perhatian (attention); (2) Reaksi terhadap kritis; (3) Pemodelan peran; (4) Alokasi imbalan-imbalan; (5) Kriteria menseleksi dan memberhentikan.
Premis 8
Yukl (1994:303), pemimpin-pemimpin yang mempertahankan kultural menegaskan nilai-nilai dan tradisi-tradisi yang berlaku yang cocok bagi keberhasilan yang terus menerus dari organisasi tersebut, dan mereka hanya membuat perubahan-perubahan sedikit demi sedikit (incremental) dalam strategi-strategi tersebut. Sebaliknya, para pemimpin yang melakukan inovasi kultural mengajukan sebuah ideologi radikal dengan nilai-nilai baru dan strategi-strategi baru untuk menanggapi sebuah krisis yang serius.
1.5.3 Hipotesis
Menurut Apollo Daito (2007:56), hipotesis adalah hasil pemikiran (pemahaman logis). Apollo Daito (2007:25-26) mengatakan kesimpulan itu berdasarkan pada hukum deduktif (apriori), bahwa: “segala kejadian yang muncul pada hal-hal umum, berlaku pula pada hal-hal khusus, asal saja hal-hal yang khusus itu merupakan bagian dari yang umum”. Kesimpulannya disebut deduksi atau kesimpulan rasional atau kesimpulan deduktif (deductive inference) juga disebut hipotesis.
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan
masalah penelitian. Dikatakan sementara karena jawaban yang
diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan
pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data.
Hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban terhadap rumusan
12
masalah penelitian. Pada penelitian ini berdasarkan identifikasi
masalah, kerangka pemikiran, dan premis-premis diduga terdapat
mengaruh variabel Budaya Organisasi (X1) dan Gaya Kepemimpinan
(X2) terhadap Kinerja Keuangan dan Non Keuangan (Y) baik secara
parsial maupun simultan dalam premis (1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8).
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Budaya Organisasi
2.1.1 Pengertian Budaya Organisasi
Menurut Schein (1997:12) dalam Andri (2009:36), budaya organisasi mengacu ke suatu sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan suatu organisasi terhadap organisasi-organisasi lain. Menyatakan bahwa budaya organisasi adalah pola dari seperangkat asumsi dasar yang diterima satu kelompok setelah terbukti bahwa asumsi tersebut mampu menyelesaikan masalah adaptasi (keluar) dan alat integrasi (ke dalam), serta diteruskan kepada anggota kelompok yang baru sebagai cara memandang dan menganalisa berbagai masalah. Schein menjelaskan budaya sebuah organisasi terbentuk sebagai tanggapan terhadap dua hal, yaitu persoalan-persoalan adaptasi dan survival yang bersifat eksternal, dan persoalan-persoalan integrasi organisasi yang bersifat internal.
Menurut Robbins (2003) dalam terjemahan Molan (2006:721), budaya organisasi merupakan dasar yang memberikan arahan bagi kebijakan organisasi dalam pengelolaan karyawan. Selanjutnya budaya organisasi mengacu ke sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan organisasi itu dari organisasi-organisasi lain. Terdapat tujuh karakteristik primier yang menangkap hakikay dari budaya organisasi yaitu: (1) Inovasi dan pengambilan risiko, sejauh mana para karyawan didorong agar inovatif dan mengambil risiko; (2) Perhatian terhadap detail, sejauh mana para karyawan diharapkan memperlihatkan presisi (kecermatan), analisis, dan perhatian terhadap detail; (3) Orientasi hasil, sejauh mana manajemen memusatkan perhatian pada hasil bukannya pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil itu; (4) Orientasi orang, sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan dampak hasil-hasil pada orang-orang di dalam organisasi itu; (5) Orientasi tim, sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan berdasarkan tim, bukannya berdasar individu; (6) Keagresifan, sejauh mana orang-orang itu agresif dan kompetitif dan bukannya santai-santai; (7) Kemantapan, sejauh mana kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya status quo bukannya pertumbuhan.
14
Soewardi (2000:108), menurut teori-teori ilmu sosial, faktor-faktor internal/kepribadian itu terpaut erat dengan faktor kultural di dalam mana kepribadian itu ditempa. Kita sangat maklum bahwa faktor kultural ini berada dalam keadaan lemah atau lunak, yang disebut “soft culture”. Kultur lemah inilah yang menghambat kita kearah kemajuan. Di dalam kultur lunak orang tidak dilecut untuk maju, akan tetapi dibiarkan kepada masing-masing, terserah mau maju atau tidak. Seandainya mau maju, ini pun ditempuhnya melalui jalur “non-prestasi” yang di dalam masyarakat terkenal dengan sebutan “4-D” (dekat, dulur, duit, dukun).
Menurut Soewardi (1999:166-169), “soft culture” dengan kepribadian yang “lemah karsa” terdiri dari lima sifat, yaitu: (1) Tidak ada orientasi ke depan, bagaimana masa depannya, tidak terlalu dihiraukan. Mereka sudah puas bila hari ini hidupnya cukup, bila ada sedikit tambahan penghasilan, diboroskan saja, bukan disimpan untuk hari esok; (2) Tidak ada “growth philosophy”, tidak punya keyakinan bahwa hari esok dapat dibuat lebih cerah dari pada hari ini atau hari lampau. Mereka hidupnya terombang-ambing, tidak memaksa diri agar diperoleh kemajuan atau pertumbuhan; (3) Cepat Menyerah, sifat inilah yang paling umum dijumpai pada orang-orang kita, dan justru sifat inilah yang merupakan pembeda dari pada orang-orang Barat yang kini sudah maju; (4) Retreatisme atau berpaling ke akherat, sampai sekarang masih ada pandangan bahwa mementingkan keakheratan dari pada dunia yang sekarang, lebih baik; (5) Lamban atau inertia, sifat ini tampak pada sebagian besar pengusaha-pengusaha kecil kita. Respons mereka lamban untuk berproduksi sesuai dengan permintaan.
Soewardi (1999:87), seseorang, begitu diterima dalam struktur hirarki melalui salah satu dari “4-D” ini, untuk meningkatkan dirinya lebih lanjut dalam garis hirarki tersebut harus pandai memainkan “gaya katak”, agar dapat lebih cepat sampai ke puncak. Gaya katak ini adalah: ke atas nyembah, ke pinggir nyikut, ke bawah nginjak. Seseorang yang “bergaya katak” cepat ketahuan oleh orang-orang sekelilingnya. Namun, dari pada memperoleh celaan dari orang-orang sekelilingnya, orang bergaya katak tersebut dianggap “wajar”. Bahkan kalau bisa ditiru. Orang-orang bergaya katak, rendah prestasinya, namun cara inilah yang lebih “rewarding”, dan lebih “cespleng”.
Menurut Hofstede (1980:161) dalam Sobirin (2007:79-94), terdapat lima dimensi budaya nasional, yaitu: (1) tingkat kekuasaan (power distance), didefinisikan sebagai “the extent to which the less powerful members of institutions and organization within a country expect and accept that power is distributed unequally” sejauhmana anggota-anggota biasa (yang tidak memiliki kekuasaan) sebuah institusi dan atau organisasi berharap dan mau menerima kenyataan bahwa kekuasaan tidak didistribusikan secara merata. Yang dimaksud dengan institusi di sini adalah elemen-elemen utama sebuah masyarakat
15
seperti keluarga, sekolah dan komunitas. Sedangkan organisasi adalah tempat seseorang melakukan pekerjaan. Berdasarkan definisi diatas, dengan demikian power distance merupakan dimensi budaya nasional yang mengungkap jarak hubungan (tingkat ketidaksetaraan) antara bawahan dengan atasan, antara seseorang dengan status sosial lebih rendah dengan seseorang yang memiliki status sosial lebih tinggi, dan atau antara orang yang tidak memiliki kekuasaan dengan orang yang berkuasa. Ketidaksetaraan hubungan tersebut dibedakan menjadi dua yaitu jarak kekuasaan yang lebar (large power distance) dan jarak kekuasaan yang sempit (small power distance). Jarak kekuasaan yang lebar (Large power distance), dalam batas-batas tertentu ada sekelompok masyarakat yang menyadari bahwa dirinya adalah orang kecil, tidak memiliki wewenang, tidak memiliki kekuasaan, dan tidak memiliki pengaruh sehingga menyerahkan segara urusan yang menyangkut nasib dirinya dan kelompoknya kepada orang lain yang dianggap memiliki apa yang mereka tidak miliki yakni menyerahkannya kepada orang yang memiliki kedudukan dan berkuasa. Gambaran di atas menunjukkan bahwa orang yang tidak memiliki kekuasaan cenderung bergantung kepada orang yang memiliki kekuasaan. Hubungan mereka memiliki jarak yang cukup lebar dan hirarkhis namun dianggap sesuatu yang normal. Setiap kelompok, baik yang tidak memiliki kekuasaan maupun yang berkuasa, menyadari bahwa kedudukan masing-masing berbeda sehingga seolah-olah peran mereka juga berbeda. Jarak kekuasaan yang sempit (Small power distance), sementara itu kelompok masyarakat yang memiliki kecenderungan sebaliknya disebut masyarakat yang memiliki jarak kekuasaan yang sempit. Karena jarak hubungan yang relatif sempit maka kedudukan antara orang yang tidak memiliki kekuasaan dengan orang yang berkuasa relatif setara, tingkat ketergantungan orang yang tidak memiliki kekuasaan kepada yang memiliki kekuasaan cenderung rendah. Dengan kata lain baik kelompok yang berkuasa maupun tidak berkuasa sesungguhnya saling tergantung. Oleh karenanya bagi orang berkuasa tidak bisa sesuka hati menopoli kekuasaan dan mendistribusikan kekuasaannya hanya kepada orang-orang yang disukainya, sebaliknya kekuasaan cenderung didistribusikan secara lebih merata; (2) individualisme (individualism) versus Kolektivisme (collectivism), jika pada dimensi pertama, perbedaan antara satu negara dengan negara lain, secara kultural, disebabkan karena perbedaan tingkat kesetaraan masyarakat yakni apakah masyarakat di negara tersebut cenderung tidak setara (memiliki jarak kekuasaan tinggi) atau sebaliknya, pada dimensi kedua, negara akan didefinisikan melalui struktur sosialnya yakni apakah masyarakat yang tinggal di negara tersebut cenderung lebih individual atau kolektif. Hofstede memberikan pengertian masyarakat yang individual dan kolektif sebagai berikut : “Individualism pertains to societies in which the ties between individuals are loose; every is expected to look after himself or herself and his or her immidiate family. Collection as its opposite pertains to societies in which people from birth onwards are integrated into strong, cohesive ingroups, which throughout people’s lifetime continue to protect them in
16
exchange for unquestioning loyalty”. Istilah individualism berkaitan dengan masyarakat di mana hubungan antar individual begitu renggang, setiap orang lebih peduli pada dirinya dan keluarga dekatnya. Sementara itu istilah colectivism, kebalikan dari individualism, berkaitan dengan masyarakat dimana seseorang sejak dilahirkan merupakan bagian integral dari kelompok masyarakat. Definisi diatas menunjukan bahwa masyarakat sesungguhnya memiliki struktur sosial yang berbeda. Ada sekelompok masyarakat yang cenderung lebih individual sementara kelompok masyarakat yang lain lebih kolektif. Perbedaan antara masyarakat individualism dan collectivism ini tidak saja terjadi pada masyarakat tradisional tetapi di satu negara dengan negara lain; (3) penghindaran ketidakpastian (uncertainty avoidance), setiap orang hampir pasti menyadari bahwa masa datang merupakan sesuatu yang tidak diketahui (unknown), tidak bisa diprediksi (unpredictable) dan tidak menentu/tidak pasti (uncertain). Meski kesadaran mereka sama, reaksi masing-masing individu terhadap ketidaktahuan dan ketidakpastian tersebut ternyata bermacam-macam. Ada yang beranggapan bahwa ketidakpastian itu bagian dari hidup yang tidak perlu dicemaskan. Toleransi mereka terhadap ketidakpastian dengan demikian sangat tinggi. Akibatnya kelompok orang ini tidak menganggap perlu untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu yang bertujuan hanya sekedar untuk menghindari ketidakpastian. Sebaliknya, ada juga sekelompok orang yang sama sekali tidak toleran dan merasa sangat takut terhadap ketidakpastian. Mareka menganggap ketidakpastian merupakan sebuah ancaman dan oleh karenanya perlu diupayakan dan diantisipasi sedini mungkin tindakan pencegahannya agar kelak tidak terjadi hal-hal buruk. Bagi mereka serba pasti merupakan kenyamanan hidup. Toleransi yang berbeda terhadap ketidakpastian menunjukkan bahwa reaksi terhadap ketidakpastian (uncertainty) sesungguhnya sangat subyektif dan tidak sama antara satu orang dengan orang lain. Karena bersifat subyektif, reaksi tersebut sangat bergantung pada pengalaman, tata nilai dan kepribadian masing-masing orang. Namun jika subyektifitas ini juga dituturkan dan diajarkan kepada banyak orang melalui institusi formal maupun informal boleh jadi reaksi yang pada awalnya subyektif lama kelamaan bisa menjadi reaksi bersama. Artinya reaksi terhadap ketidakpastian juga bersifat kultural. Dengan demikian penghindaran ketidakpastian menjelaskan toleransi atau tingkat keterancaman seseorang atau masyarakat terhadap situasi yang tidak menentu dan reaksinya terhadap situasi tersebut. Secara umum uncertainty avoidance dibedakan menjadi dua yakni toleransi yang relatif rendah terhadap situasi ketidakpastian (strong uncertainty avoidance) dan toleran terhadap ketidakpastian (weak uncertainty avoidance). Toleransi yang relatif rendah terhadap situasi ketidakpastian (strong uncertainty avoidance) adalah toleransi yang relatif rendah terhadap situasi ketidakpastian. Rendahnya toleransi ini mendorong munculnya upaya-upaya yang sangat kuat untuk menghindarinya. Toleran terhadap ketidakpastian (weak uncertainty avoidance), tingginya toleransi masyarakat menunjukkan bahwa ketidakpastian bukan sebuah ancaman; (4) maskulinitas (masculity)
17
versus femininitas (femininity), disamping perbedaan secara biologis, pria dan wanita juga berbeda secara behavioral. Wanita biasanya lebih feminim, lebih peduli, sensitif, statis, dan lebih perhatian secara lebih ngemong. Sedangkan pria lebih maskulin, lebih kompetitif, dinamik, dan lebih asertif. Meski kecenderungan ini berlaku umum, bukan berarti tidak ada wanita yang lebih kekar atau lebih tinggi dari pria, atau tidak ada pria yang lebih lemah gemulai. Demikian juga bukan berarti tidak ada pria yang lebih feminim atau sebaliknya wanita lebih maskulin. Pengecualian pasti terjadi namun kecenderungan umum seperti tersebut diatas tampaknya tidak bisa dielakkan. Perbedaan antara pria dan wanita bahkan bisa dikatakan bersifat kodrati atau alami umumnya jika ditilik dari kedudukan masing-masing dalam hal regenerasi. Secara kodrati yang memiliki fungsi regenerasi adalah wanita karena hanya kaum wanita yang bisa hamil dan melahirkan anak. Semuanya itu tidak bisa dilakukan oleh kaum pria. Dengan kata lain, pria dan wanita sesungguhmya memilik perbedaan peran gender. Membedakan secara jelas peran gender (masculinity), kaum pria diharapkan lebih asertif, kompetitif, tegas dan macho, sementara kaum wanita diharapkan lebih lunak, memperhatikan kualitas hidup, memberi perhatian pada anak-anak dan keluarga serta lebih peduli. Tidak secara tegas membedakan peran gender (femininity), pola pikir masyarakat yang tidak secara tegas membedakan peran masing-masing gender baik pria maupun wanita dituntut kompetitif namun di saat yang sama juga diharapkan kooperatif; (5) oriantasi jangka panjang (long-term orientation) versus orientasi jangka pendek (short-term orientation), dimensi terakhir atau dimensi kelima ini masyarakat dibedakan berdasarkan orientasi mereka terhadap waktu yakni masyarakat yang berorientasi jangka pendek dan masyarakat yang berorientasi jangka panjang. Poin ini berfokus pada tingkat ketaatan jangka panjang masyarakat terhadap nilai-nilai tradisional. Individu dalam kultur orientasi jangka panjang melihat ke masa depan dan menghargai penghematan, ketekunan dan tradisi. Sementara itu, individu dalam kultur orientasi jangka pendek menghargai masa kini; perubahan diterima dengan lebih siap, dan komitmen tidak mewakili halangan-halangan menuju perubahan.
Dari beberapa teori tentang budaya organisasi, diambil dimensi dan
indikator sebagai berikut:
Tabel 2.1Dimensi dan Indikator Budaya Organisasi
Nama (tahun) Pengertian Ade Firman(0831600309)
Robbins (2006:721)
Inovasi dan pengambilan risiko, perhatian terhadap
Budaya organisasi merupakan suatu kesepahaman atas
18
detail, orientasi hasil, orientasi orang, orientasi tim, keagresifan,
dasar pemikiran yang diambil bersama oleh anggota organisasi untuk mencapai tujuanHofstede
(1980,161)Tingkat kekuasaan, struktur sosial, penghindaran ketidakpastian, perbedaan peran gender, orientasi waktu terhadap nilai-nilai tradisional masyarakat
Sumber: diolah sendiri
2.1.2 Perubahan organisasi
Menurut Szilagyi dan Wallace dalam Winardi (2004:116), perubahan dan perkembangan organisasi pada dasarnya berkaitan dengan tujuan organisasi, tujuan tersebut diantaranya: (1) meningkatkan kinerja; (2) memperbaiki motivasi; (3) meningkatkan kerjasama; (4) memperjelas komunikasi; (5) mengurangi kemangkiran dan keluarnya pegawai; (6) meminimalkan konfilk; dan (7) mengurangi biaya.
Ardi (2004:117), mengemukakan bahwa ada lima pendekatan dalam melakukan perubahan budaya dalam organisasi, yaitu (1) mengidentifikasi norma yang berlaku; (2) merumuskan arah atau tujuan organisasi; (3) memperkenalkan norma baru; (4) mengidentifikasi perbedaan dan masalah yang muncul; (5) mengatasi akibat perbedaan norma tersebut.
Menurut Robbins (2006:86), perubahan budaya dalam organisasi dapat dilakukan dengan cara: (1) jadikan perilaku manajemen puncak sebagai model; (2) ciptakan sejarah baru, simbol dan kebiasaan atau keyakinan yang sesuai dengan budaya yang diinginkan; (3) seleksi, promosi dan dukungan karyawan terhadap nilai baru; (4) menentukan kembali cara-cara proses sosialisasi untuk nilai yang baru; (5) ubah sistem penghargaan dengan nilai-nilai baru; (6) gantikan norma yang tidak tertulis dengan aturan formal/tertulis; (7) mengacak subbudaya yang ada melalui rotasi jabatan yang luas; (8) tingkatkan kerja sama kelompok dengan konsensus dan partisipasi.
Menurut Lussier dalam Winardi (2004:143), perubahan organisasi dalam empat tipe berikut ini:
Tabel 2.2Tipe-Tipe Perubahan Organisasi
Perubahan Strategi Perubahan Struktural
19
- Postur pertumbuhan - Reorganisasi fungsional- Pendekatan berbalik arah - Mendatarkan hierarki- Penarikan diri - Struktur tim- Stabilitas - Desentralisasi kekuasaanPerubahan Teknologi Perubahan Manusia- Otomasi proses - Sikap atau isu-isu tentang
komitmen- Networking- Memutakhirkan piranti keras - Dampak-dampak kinerja atau
perbaikan-perbaikan- Aplikasi baru piranti lunak atau konversi - Inisiatif-inisiatif sehubungan
dengan kualitas kehidupan kerja- Redesain pekerjaan atau upaya motivasi
Sumber: Lussier (1997:248) dalam Winardi (2004:143)
Lussier menyatakan bahwa keempat macam tipe perubahan
keorganisasian tersebut berinterrelasi satu sama lain. Sebuah
perubahan dalam bidang tertentu dapat menimbulkan perubahan pada
bidang lainnya. Disamping itu, perubahan dalam bidang tertentu
mengharuskan adanya pemikiran tentang bagaimana orang-orang
akan dipengaruhi olehnya.
Senada dengan hal tersebut Hellriegel dalam Winardi (2004:119)
juga menyatakan bahwa agar berhasil, maka suatu perubahan perlu
dilaksanakan secara menyeluruh pada suatu organisasi, artinya
perubahan tidak hanya dilakukan terhadap faktor-faktor strategi,
teknologi, tugas-tugas, desain namun juga harus dilakukan terhadap
faktor budaya atau nilai-nilai dan faktor manusia (perilaku) sebagai
pelaksana perubahan. Dalam model perubahan yang dibuatnya,
terlihat bahwa faktor-faktor strategi, teknologi, tugas-tugas, desain dan
budaya saling mempengaruhi terhadap faktor manusia.
20
Sehubungan dengan perubahan diatas, Paulus Prananto (2002:39)
mengemukakan lima macam fase inti yang harus dikelola, yaitu: (1)
kesadaran tentang adanya kebutuhan untuk berubah; (2) kesadaran
untuk berpartisipasi dan membantu perubahan tersebut; (3)
pengetahuan tentang bagaimana melaksanakan perubahan dan
bagaimana kiranya bentuk perubahan tersebut (knowledge of how to
change and what the change look like); (4) kemampuan untuk
mengimplementasikan perubahan tersebut sehari-hari; (5) perkuatan
agar perubahan tersebut tetap berlangsung.
2.1.3 Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja
Hubungan budaya organisasi dalam kaitannya dengan kinerja
sangatlah erat. Hal ini disebabkan nilai-nilai budaya organisasi dapat
diterjemahkan sebagai filosofi usaha, asumsi dasar, motto
perusahaan/organisasi, misi/tujuan umum organisasi, serta prinsip-
prinsip yang menjelaskan usaha.
Menurut Kotter dan Heskett (1992:43), ada empat kesimpulan yang menyangkut budaya organisasi dalam kinerja, yaitu: (1) budaya organisasi dapat mempunyai dampak yang berarti terhadap kinerja ekonomi jangka panjang. Perusahaan-perusahaan dengan budaya yang mementingkan setiap komponen utama manajerial (pelanggan, pemegang saham dan karyawan) dan kepemimpinan manajerial pada semua tingkatan, berkinerja melebihi perusahaan yang tidak memiliki ciri-ciri budaya tersebut dengan perbedaan yang sangat besar; (2) budaya perusahaan mungkin akan menjadi suatu faktor yang bahkan lebih penting lagi dalam menentukan keberhasilan atau kegagalan perusahaan dalam dasawarsa yang akan datang. Budaya-budaya yang tidak adaptif dan menghambat perusahaan dalam menerima perubahan taktik dan strategi yang dibutuhkan akan berdampak negatif bagi perusahaan; (3) budaya perusahaan yang menghambat kinerja keuangan jangka panjang cukup banyak, budaya-budaya tersebut mudah berkembang bahkan dalam perusahaan-perusahaan yang penuh dengan orang-orang yang pandai dan berakal sehat. Budaya-budaya yang mendorong perilaku yang tidak tepat dan
21
menghambat perubahan ke arah strategi yang lebih tepat, cenderung muncul perlahan-lahan dan tanpa disadari dalam waktu bertahun-tahun, biasanya sewaktu perusahaan berkinerja baik; (4) budaya perusahaan dapat dibuat agar bersifat lebih meningkatkan kinerja. Perubahan secaram itu memang rumit, membutuhkan waktu dan menuntut kepemimpinan yang sedikit beda. Kepemimpinan harus dipandu oleh suatu visi yang realitis terhadap jenis budaya mana yang meningkatkan kinerja. Selanjutnya Robbins (2001:83) melukiskan tentang bagaimana budaya organisasi berdampak pada kinerja dan kepuasan.
Gambar 2.1Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja
Sumber: Robbins (2001) dalam terjemahan Molan (2006:748)
Gambar diatas melukiskan budaya organisasi sebagai suatu
variabel campur tangan. Para karyawan membentuk suatu persepsi
subjektif keseluruhan mengenai organisasi berdasarkan pada faktor-
faktor seperti inovasi dan pengambilan risiko, orientasi pada kerja
sama tim, dan dukungan orang. Sebenarnya persepsi keseluruhan ini
menjadi budaya atau kepribadian organisasi itu.
Dalam penerapannya pada penelitian pengaruh budaya organisasi
pada kinerja, persepsi yang mendukung atau tidak mendukung ini
diduga mempengaruhi kinerja dan kepuasan, dengan dampak yang
lebih besar pada budaya yang lebih kuat.
22
Faktor tujuan :Inovasi dan penempatan risikoPerhatian secara jelasOrientasi hasilOrientasi orangOrientasi timKeagresifanStabil
Budaya organisasi
Berdampakpada
Tinggi
Rendah
Kinerja
Kepuasan
Kekuatan
2.2 Gaya Kepemimpinan
2.2.1 Pengertian Kepemimpinan
Keberadaan seorang pemimpin dalam suatu perusahaan tidak
dapat bekerja sendiri dalam menjalankan dan mengembangkan
perusahaan. Dalam menjalankan kegiatan perusahaan, pemimpin
membutuhkan orang lain dan bekerjasama mencapai tujuan
perusahaan. Kepemimpinan merupakan upaya untuk memiliki
pengaruh antara pribadi yang diarahkan melalui proses komunikasi
menuju tercapainya sasaran bersama.
Wahjosumidjo (1994:24) definisi kepemimpinan Hersey dan Blanchard, yaitu: (1) Kepemimpinan adalah kegiatan dalam mempengaruhi orang lain untuk bekerja keras dengan penuh kemauan untuk tujuan kelompok; (2) Kepemimpinan sebagai pengaruh antar pribadi yang terjadi pada suatu keadaan dan diarahkan melalui proses komunikasi ke arah tercapainya sesuatu tujuan ataupun tujuan-tujuan yang telah ditetapkan; (3) Kepemimpinan adalah mempengaruhi orang lain agar ikut serta dalam mencapai tujuan umum.
Triguno (2000:17) kepemimpinan adalah suatu seni mengarahkan segala sumber daya yang dimiliki dalam upaya mencapai tujuan dengan strategi yang disesuaikan dengan kondisi lingkungan dan tantangan.
Soebagyo Sastrodiningrat (2002:14) kepemimpinan adalah kemampuan seseorang yang dengan cara apapun mampu mempengaruhi pihak lain, untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu, sesuai dengan kehendak orang itu, sehingga berhasil mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Menurut Carrel et. al. (1997:462), “leadership is the ability to get others to want to do something what you are convinced should be done and to follow direction”. Salah satu kata kunci dari pengertian kepemimpinan adalah seni, yaitu suatu proses untuk mengendalikan, mempengaruhi dan mengarahkan orang lain dalam organisasi yang dipimpin agar mau berusaha untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
23
Boles dalam Wirawan (2002:17), mendefinisikan kepemimpinan merupakan proses atau sejumlah tindakan dimana satu atau lebih (pemimpin) menggunakan pengaruh, wewenang atau kekuasan terhadap satu atau lebih orang lain (pengikut) dalam menggerakkan sistem sosial. Menurut Boles, tujuan sistem sosial adalah memenuhi kebutuhan, produktivitas, inovasi dan pemeliharaan organisasi sistem sosial.
Yukl (2001) diterjemahkan Supriyanto (2007:8), kepemimpinan adalah proses mempengaruhi orang lain untuk memahami dan setuju dengan apa yang perlu dilakukan dan bagaimana tugas itu dilakukan secara efektif, serta proses untuk memfasilitasi upaya individu dan kolektif untuk mencapai tujuan bersama.
2.2.2 Pengertian Gaya Kepemimpinan
Seorang pemimpin mempunyai gaya khasnya masing-masing dalam
memimpin suatu organisasi. Gaya kepemimpinan tersebut tidak lepas
dari perilaku pemimpin yang sangat menentukan dalam hubungannya
dengan proses kepemimpinan.
Menurut Kartono (1994:29), pemimpin itu mempunyai sifat,
kebiasaan, temperamen, watak dan kepribadian sendiri yang unik
khas, sehingga tingkah laku dan gayanyalah yang membedaan dirinya
dari orang lain.
Rumusan tentang gaya kepemimpinan yang dikemukakan oleh para
ahli sangat beraneka ragam. Namun pada dasarnya adalah hal yang
menyangkut hubungan antara pemimpin dan kelompok orang yang
dipimpinnya. Berbagai pendapat mengenai pengertian kepemimpinan
tersebut dan atau pokok dari pergerakan suatu organisasi. Peran
pemimpin dalam setiap organisasi sangat dominan dalam
mengembangkan dan meningkatkan produktivitas anggota suatu
organisasi.
24
Gaya kepemimpinan menurut Soebagyo Sastrodiningrat (2002:43), merupakan kombinasi pengembangan pemikiran sosiologis dan pendekatan psikologis. Pangkal tolak pemikiran ini adalah pegawai bawahan akan bersedia bekerja keras (efektif), jika pemimpin menerapkan gaya yang akomodatif. Teori ini bertumpu pada pandangan bawahan terhadap perilaku atasannya, yang berdimensi pada: (1) struktur inisiatif, tingkat keterbatasan pemimpin menentukan peranan dirinya dan peranan bawahannya yang bersifat komunikasi satu arah; (2) pertimbangan, tingkat perilaku pemimpin terhadap bawahan yang tercermin pada rasa saling mempercayai, saling menghormati, memberi dukungan pada ide-ide bawahan dan komunikasi yang bersifat dua arah.
Menurut Soebagyo Sastrodiningrat (2002:44), pada manajemen lini pertama (supervisor), diperlukan pengetahuan dan keterampilan dasar teknik (technical skill) penampilan kegiatan pelaksana. Pada manajemen menengah (conceptual skill) mulai berimbang. Sedangkan skill pada manajemen puncak, tugas-tugas pelaksanaan teknis (technical skill) menjadi berkurang dan tugas-tugas yang menghendaki pemikiran, gagasan dan kemampuan konseptual (conceptual skill) menjadi sangat luas. Pada ketiga tahapan kepemimpinan tersebut kemampuan memahami kemanusiaan (human skill) pada dasarnya hampir sama.
Wirawan (2003:80), menyatakan bahwa gaya kepemimpinan sebagai pola perilaku pemimpin dalam mempengaruhi para pengikutnya. Pengertian pola perilaku bukan pengertian statis akan tetapi dinamis. Gaya kepemimpinan seorang pemimpin dapat berubah-ubah tergantung pengikut dan situasinya. Dengan kata lain, seorang pemimpin dapat menggunakan sejumlah pola perilaku yang berbeda dalam mempengaruhi para pengikutnya.
Hadari Nawawi (2000:83), mengemukakan bahwa gaya kepemimpinan memiliki tiga pola dasar yaitu gaya kepemimpinan yang berpola mementingkan tugas, gaya kepemimpinan yang berpola mementingkan pelaksanaan kerjasama dan gaya kepemimpinan yang berpola mementingkan hasil yang dapat dicapai. Pimpinan dalam pencapaian tujuan yang telah ditetapkan pada tugas dan fungsi, melalui proses komunikasi dengan bawahannya sebagai dimensi dalam kepemimpinannnya. Pola dasar terhadap gaya kepemimpinan yang lebih mementingkan pelaksanaan tugas oleh para bawahannya, menurut penyelesaian tugas yang dibebankan padanya sesuai dengan keinginan pimpinan.
Pemimpin menuntut agar setiap anggota seperti dirinya, menaruh
perhatian yang besar dan keinginan yang kuat dalam melaksanakan
tugas-tugasnya. Pemimpin beranggapan bahwa bila setiap anggota
25
melaksanakan tugasnya seara efektif dan efisien, pasti akan dicapai
hasil yang diharapkan sebagai penggabungan hasil yang dicapai
masing-masing anggota.
2.2.3 Teori Gaya Kepemimpinan Transformasional
Teori gaya kepemimpinan transformasional merupakan sebuah
proses antara para pemimpin dan pengikut saling menaikkan diri
ketingkat moralitas dan motivasi yang lebih tinggi. Para pemimpin
transformasional mencoba menimbulkan kesadaran para pengikut
dengan menyerukan cita-cita yang lebih tinggi dan nilai-nilai moral
seperti kemerdekaan, keadilan dan kemanusiaan, bukan didasarkan
atas emosi seperti keserakahan, kecemburuan atau kebencian. Gaya
kepemimpinan transformasional berkaitan dengan nilai-nilai yang
relevan bagi proses pertukaran (perubahan) seperti kejujuran, keadilan
dan tanggung jawab. Dengan gaya kepemimpinan transformasional
para pengikut merasakan kepercayaan, kekaguman, kesetiaan dan
penghormatan terhadap pemimpin, dan mereka termotivasi untuk
melakukan lebih daripada yang awalnya diharapkan dari mereka.
Menurut Bass (1985), pemimpin mengubah dan memotivasi para pengikut dengan: (1) membuat mereka lebih menyadari pentingnya hasil tugas; (2) membujuk mereka untuk mementingkan kepentingan tim atau organisasi mereka dibandingkan dengan kepentingan pribadi; dan (3) mengaktifkan kebutuhan mereka yang lebih tinggi.
Menurut Bass dalam Yukl (1994:297), gaya kepemimpinan transformasional mencakup tiga komponen: karisma (idealized influence), stimulasi intelektual (intellectual stimulation), dan perhatian individual (individualized consideration). Sebuah revisi baru dari teori tersebut menambahkan perilaku transformasional lain yang disebut motivasi inspirasi (inspirational motivation). Sehingga secara keseluruhan terdapat empat dimensi dalam kepemimpinan transformasional, yaitu: (1) Karisma (idealized influence/charisma).
26
Pemimpin yang karismatik akan mampu menumbuhkan antusiasme dan loyalitas di kalangan para anggota organisasi, mendorong mereka untuk mengemukakan perhatian mereka ke visi yang mengantisipasi situasi dan kondisi di masa datang; (2) Stimulasi intelektual (intellectual stimulation). Pemimpin yang memiliki inteletualitas mengajak para anggota organisasi untuk berfikir secara rasional serta menggunakan data dan fakta dalam memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi dan dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka. Para bawahan juga didorong untuk berfikir dengan cara mereka sendiri, menghadapi tantangan, dan mempertimbangkan cara-cara yang kreatif untuk mengembangkan diri mereka sendiri; (3) Perhatian individual (individualized consideration). Pemimpin selalu memberikan perhatian pada persoalan yang dihadapi dan kebutuhan para anggota organisasi serta mau membantu memecahkan persoalan dan berusaha memenuhi kebutuhan tersebut. Para bawahan diperlakukan secara berbeda-beda tetapi adil dengan dasar perhatian satu per satu. Bukan saja kebutuhan mereka dikenali dan perspektif mereka ditingkatkan, tetapi pemimpin juga menyediakan sarana untuk mencapai tujuan secara lebih efektif, dan pekerjaan yang menantang juga diberikan kepada bawahan. Dengan perhatian individual, tugas-tugas diberikan kepada bawahan untuk memberikan kesempatan belajar; (4) Motivasi inspirasi (inspirational motivation). Sering tumpang tindih dengan pengertian karisma, tergantung pada seberapa besar bawahan berusaha mengidentifikasikan diri mereka dengan pemimpin. Menetapkan simbol-simbol dan menyederhanakan himbauan-himbauan emosional untuk meningkatkan kesadaran dan pengertian mengenai tujuan bersama.
Seorang dengan gaya kepemimpinan transformasional akan sangat
efektif bila mempunyai karakteristik kepemimpinan visioner, karena
visi mencerminkan ambisi, daya tarik besar, hasrat semangat dan
keadaan atau perwujudan ideal dimasa depan dapat dianggap sebagai
impian yang ingin diwujudkan.
Karakteristik pemimpin visioner adalah yang pertama sebagai
penentu arah dimana pimpinan harus mampu menyusun langkah
sebagai sasaran yang dapat diterima sebagai suatu kemajuan rill oleh
semua elemen. Seperti nahkoda, pemimpin harus mampu menentukan
arah organisasi dalam situasi dan kondisi apapun dengan langkah-
langkah yang tepat untuk mengamankan, menyelamatkan atau dalam
27
memajukan negara dengan langkah revolusioner sekalipun (bila benar-
benar dibutuhkan).
Yang kedua sebagai agen perubahan pemimpin harus mampu
mengantisipasi berbagai perkembangan di luar organisasi,
memperkirakan implikasinya terhadap organisasi, menciptakan sense
of urgency dan prioritas bagi perubahan yang disyaratkan oleh visi,
misi, mempromosikan eksperimentasi dan memberdayakan orang-
orang untuk menghasilkan perubahan yang diperlukan.
Yang ketiga sebagai orator ulung, yang mampu
mengkomunikasikan visi dan misinya kepada karyawannya sehingga
karyawan antusias mendengarkan dengan penuh perhatian ketika
pemimpin tersebut memberikan pencerahan. Selain itu pemimpin juga
harus bisa berdiplomasi di luar organisasi untuk mempromosikan
berbagai gagasannya yang orisinil dan universal.
Yang keempat sebagai guru dan memberi teladan yang baik,
pemimpin harus sanggup dan mampu dijadikan cerman bagi
karyawannya dan sanggup menjadi tauladan yang baik kepada
siapapun. Pemimpin harus menjaga ahlaknya karena pemimpin
sebagai pusat perhatian, pemimpin juga harus menciptakan banyak
karya dan keberhasilan sebab pemimpin akan dicontoh oleh
karyawannya.
Tabel 2.3Konsep Gaya Kepemimpinan Transformasional
No. Para Peneliti Hasil Penelitian Ade Firman
(0831600309)1. Thomson et al. Dengan sampel secara Gaya
28
(2002 nasional sebanyak 1.354 manajer ditemukan hubungan yang kuat antara integritas dan gaya kepemimpinan transformasional.
Kepemimpinan transformasional ini mampu memberikan nilai kepanutan dan mendorong kualitas kinerja perusahaan2. Thomson et al.
(2003)Gaya kepemimpinan transformasional berpengaruh langsung atau tidak langsung terhadap budaya dan iklim inovasi di dalam sebuah organisasi.
3. Boehnke dan Bontis (2003)
Walau penerapan prinsip gaya kepemimpinan transformasional perlu adaptasi untuk berbagai negara, secara universal gaya kepemimpinan transformasional membantu pemimpin memimpin karyawan lebih efektif dan menghasilkan kinerja terbaik.
Sumber: diolah sendiri
2.2.4 Teori Gaya Kepemimpinan LMX
Teori pertukaran pemimpin-anggota (LMX – leader – member
exchange) menjelaskan proses pembuatan peran antara seorang
pemimpin dengan seorang bawahan. Selain itu teori ini
menggambarkan bagaimana para pemimpin mengembangkan
hubungan pertukaran yang berbeda sepanjang waktu dengan berbagai
bawahan. Teori LMX sebelumnya disebut “teori hubungan dyad
vertikal” karena fokusnya pada proses pengaruh timbal balik di dalam
29
dyad vertikal yang terdiri dari satu orang yang memiliki otoritas
langsung atas orang lainnya.
Yukl (2001) dalam terjemahan Supriyanto (2007:140), dasar pemikiran dari teori ini adalah bahwa para pemimpin mengembangkan hubungan pertukaran yang terpisah dengan masing-masing bawahan seperti dua pihak yang sama-sama mendefinisikan peran dari bawahan. Hubungan pertukaran itu biasanya mengambil satu dari dua bentuk berbeda. Kebanyakan pemimpin membuat hubungan pertukaran yang khusus dengan sejumlah kecil bawahan yang dipercaya berfungsi sebagai asisten, letnan, atau penasehat.
Menurut Graen dan Cashman (1975) dalam terjemahan Supriyanto (2007:141) menyatakan hubungan pertukaran terbentuk atas dasar kesesuaian pribadi dan kompetensi serta kemampuan dapat diandalkan dari bawahan. Seiring waktu, pertukaran dyadic mengikuti rangkaian perkembangan yang berbeda bagi setiap bawahan. Dalam hubungan pertukaran rendah terdapat tingkat saling mempengaruhi yang relatif rendah. Untuk memenuhi persyaratan hubungan pertukaran-rendah, bawahan hanya perlu memenuhi persyaratan peran yang formal (misalnya kewajiban, peraturan, prosedur standar, dan arahan yang sah dari pemimpin). Sepanjang kepatuhan demikian akan datang, bawahan menerima tunjangan standar untuk pekerjaan itu (seperti gaji). Dasar untuk membuat hubungan pertukaran tinggi adalah pengendalian pemimpin atas hasil yang diinginkan bawahan. Hasil ini meliputi pemberian tugas yang menarik dan menyenangkan, pendelegasian tanggung jawab dan otoritas yang lebih besar, lebih banyak berbagi informasi, partisipasi dalam membuat sebagian besar keputusan pemimpin, penghargaan yang nyata seperti kenaikan gaji, tunjangan khusus (misalnya jadwal kerja yang lebih baik, kantor yang lebih besar), dukungan dan persetujuan pribadi, dan kemudahan karier bawahan. Sebagai imbalan atas status, pengaruh dan tunjangan yang lebih besar, seorang bawahan yang memiliki pertukaran-tinggi memiliki kewajiban dan biaya tambahan. Bawahan diharapkan untuk bekerja lebih keras, memiliki komitmen yang lebih besar kepada sasaran tugas, setia kepada pemimpin, dan berbagi sebagian tanggung jawab administratif pemimpinnya. Perkembangan hubungan pertukaran tinggi terjadi secara bertahap selama periode waktu, melalui penguatan perilaku timbal balik saat siklus pertukaran berulang terus-menerus. Kecuali siklus itu diputuskan, hubungan tersebut akan berkembang hingga titik di mana terdapat derajat saling ketergantungan, kepercayaan dan dukungan yang tinggi. Manfaat para pemimpin yang berasal dari hubungan pertukaran-tinggi telah terbukti. Komitmen bawahan penting saat unit kerja pemimpin memiliki tugas-tugas yang meminta inisiatif dan usaha yang cukup besar di pihak beberapa anggota agar dijalankan dengan berhasil. Bantuan dari bawahan yang berkomitmen dapat menjadi sesuatu yang amat bernilai bagi seorang manajer yang kekurangan waktu dan energi untuk menjalankan semua kewajiban administratif yang merupakan
30
tanggung jawabnya. Hubungan pertukaran-tinggi menciptakan kewajiban dan batasan tertentu bagi pemimpin. Untuk mempertahankan hubungan ini, pemimpin harus memberikan perhatian kepada bawahan, tetap responsif terhadap kebutuhan dan perasaan mereka, dan lebih bergantung pada metode pengaruh yang lebih memakan waktu seperti bujukan dan konsultansi. Pemimpin tidak dapat menggunakan paksaan atau penggunaan otoritas tangan besi tanpa membahayakan hubungan khusus tersebut.
2.2.5 Teori Gaya Kepemimpinan Transaksional
Menurut Artanti (2004:253), gaya kepemimpinan transaksional merupakan hubungan pemimpin dan bawahan didasarkan pada sejumlah pertukaran di antara mereka. Kepemimpinan transaksional mendorong bawahan mencapai tingkat kinerja yang telah disepakati, dan antara pemimpin – bawahan telah tercapai persetujuan tentang apa yang harus dicapai bawahan.
Burns (1978) dalam Yukl (1998:297), gaya kepemimpinan transaksional sebagai bentuk hubungan yang mempertukarkan jabatan atau tugas tertentu jika bawahan mampu menyelesaikan dengan baik tugas tersebut. Jadi, kepemimpinan transaksional menekankan proses hubungan pertukaran yang bernilai ekonomis untuk memenuhi kebutuhan biologis dan psikologis sesuai dengan kontrak yang telah mereka setujui bersama. Kepemimpinan transaksional sebagai sebuah imbalan untuk mendapatkan kepatuhan. Dalam menggunakan gaya transaksi, pemimpin bersandar pada contingent reward leadership (imbalan) dan management by exception (hukuman). Contingent reward leadership atau kepemimpinan berdasarkan pemberian imbalan merupakan suatu bentuk pertukaran aktif dan pasif antara pemimpin dan bawahan, bawahan diberi imbalan atau dihargai atas tercapainya tujuan yang telah disepakati. Imbalan diberikan sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati.
Menurut Gibson et al. (1997:313), transactional Leadership is leader identifies what follows want or prefer and helps them achieve level of performance that results in rewards that satisty them.
Menurut Robbins (2006:472), gaya kepemimpinan transaksional adalah pemimpin yang memandu atau memotivasi para pengikut mereka menuju ke sasaran yang ditetapkan dengan memperjelas persyaratan peran dan tugas.
Menurut Bass (1990) dan Yukl (1998) dalam Tondok dan Andarika (2004:38), hubungan pemimpin transaksional dengan karyawan tercermin dari tiga hal yakni: (1) pemimpin menyetahui apa yang diinginkan karyawan dan menjelaskan apa yang akan mereka dapatkan apabila kerjanya sesuai dengan harapan; (2) pemimpin
31
menukar usaha-usaha yang dilakukan oleh karyawan dengan imbalan; (3) pemimpin responsive terhadap kepentingan pribadi karyawan selama kepentingan tersebut sebanding dengan nilai pekerjaan yang telah dilakukan karyawan.
Menurut Bass dalam Yukl (1994:298), management by exception merupakan transaksi aktif dan pasif antara pemimpin dengan bawahan. Active management by exception merupakan pemantauan dari para bawahan dan tindakan-tindakan memperbaiki untuk memastikan bahwa pekerjaan tersebut telah dilaksanakan secara efektif. Sedangkan Passive Management by Exception menggunakan contingent punishment dan tindakan-tindakan memperbaiki lainnya sebagai tanggapan terhadap penyimpangan yang nyata dari standar-standar kinerja yang dapat diterima.
2.2.6 Teori Gaya Kepemimpinan Situasional
Teori gaya kepemimpinan situasional yang dikembangkan oleh
Hersey dan Blanchard (1997:470), mengemukakan bahwa gaya
kepemimpinan yang paling relatif berbeda-beda sesuai dengan
kematangan bawahan. Kematangan atau kedewasaan bukan sebagai
sebatas usia atau emosional melainkan sebagai keinginan untuk
menerima tanggung jawab, dan kemampuan serta pengalaman yang
berhubungan dengan tugas. Hubungan antara pimpinan dan bawahan
bergerak melalui empat tahap sebagai berikut: (a) hubungan tinggi
dan tugas rendah\; (b) hubungan rendah dan tugas rendah; (c)
hubungan tinggi dan tugas tinggi; (d) hubungan rendah dan tugas
tinggi.
32
Gambar 2.2Teori Gaya Kepemimpinan Situasional
Sumber: Hersey dan Blanchard (1997:470) dalam Andri (2008:15)
Menurut Hersey dan Blanchard (1997:470) dalam Andri (2008:15-16), pimpinan atau manajer perlu mengubah gaya kepemimpinan sesuai dengan perkembangan setiap tahap dan pada gambar tersebut di atas terdapat empat tahap. Pada tahap awal (pertama), ketika bawahan pertama kali memasuki organisasinya, gaya manajer atau pimpinan yang berorientasi tugas yang paling tepat. Pada tahap kedua, kepemimpinan yang berorientasi tugas masih penting karena belum mampu menerima tanggung jawab yang penuh. Akan tetapi kepercayaan dan dukungan pimpinan terhadap bawahan dapat meningkat sejalan dengan makin akrabnya dengan bawahan. Sedangkan pada tahap ketiga, kemampuan dan motivasi prestasi bawahan meningkat, dan bawahan secara aktif mencari tanggung jawab yang lebih besar, sehingga pemimpin tidak perlu lagi bersikap otoriter. Tahap keempat, pemimpin lebih banyak mendelegasikan wewenang ke bawahan karena bawahan sudah memahami tugas dan tanggung jawabnya terhadap pekerjaan yang diberikan. Tahap empat merupakan gambaran organisasi yang sudah matang atau sudah jadi.
33
PERILAKU PEMIMPIN
Hubungan Tinggi dan
Tugas Rendah
c
Hubungan Tinggi dan
Tugas Tinggi
b
Hubungan Rendah dan
Tugas Rendah
d
Hubungan Rendahdan
Tugas Tinggi
a
PERILAKU TUGAS(memberikan Pedoman) (Tinggi)(Rendah)
(Tinggi)
(Rendah)
PERILAKUHUBUNGAN(MenyajikanPerilakuMendukung)
2.2.7 Teori Gaya Kepemimpinan Path Goal Theory
Teori path-goal tentang kepemimpinan telah dikembangkan untuk
menjelaskan bagaimana perilaku seorang pemimpin mempengaruhi
kepuasan dan kinerja para bawahan.
Menurut House (1971) pada Yukl (2007:241), fungsi memotivasi dari pemimpin tersebut terdiri atas bertambahnya keuntungan (payoff) pribadi para bawahan bagi pencapaian kerja, tujuan dan membuka jalan agar keuntungan tersebut menjadi lebih mudah dijalankan dengan memperjelasnya, mengurangi halangan-halangan dan perangkap-perangkap di jalan, serta meningkatkan peluang bagi kepuasan pegawai terhadap pemimpin tersebut.
Menurut House dan Dessler (1974) pada Yukl (2007:241), perilaku pemimpin akan dilihat sebagai yang dapat diterima dalam arti kata bahwa para bawahan melihat perilaku yang demikian sebagai atau sebuah sumber kepuasan yang segera atau sebagai sesuatu bagi kepuasan di masa datang”. Dampak kegiatan kepemimpinan terhadap kepuasan para bawahan tidak usah sama dengan dampak usaha bawahan. Tergantung kepada situasi, perilaku pemimpin dapat mempengaruhi sama terhadap keduanya, atau keduanya secara berbeda, atau hanya satu dan tidak yang lainnya.
Menurut teori gaya kepemimpinan path-goal, dampak perilaku
pemimpin terhadap kepuasan dan usaha para bawahannya tergantung
kepada aspek-aspek situasi, termasuk karakteristik tugas serta
karakteristik bawahan. Variabel-variabel moderator situasional ini
menentukan baik meningkatnya potensi motivasi bawahan dan cara
yang harus dipakai oleh pemimpin dalam meningkatkan motivasi.
Variabel-variabel situasional juga memperngaruhi preferensi bawahan
terhadap sebuah pola perilaku kepemimpinan tertentu dan dengan
demikian mempengaruhi dampak pemimpin tersebut terhadap
kepuasan bawahan. Hubungan sebab-akibat (causal) yang umum
dalam teori tersebut digambar pada Gambar berikut ini:
34
Gambar 2.3Hubungan Kausal Dalam Teori Gaya Kepemimpinan Path-Goal
Sumber: Yukl (2001) dalam terjemahkan Supriyanto (2007:257)
Versi semula dari gaya kepemimpinan teori path-goal hanya
mendefinisikan dua buah perilaku pemimpin secara luas:
kepemimpinan yang mendukung (supportive leadership) (kurang lebih
sama dengan consideration) dan kepemimpinan yang instruktif
(kurang lebih sama dengan initiating structure dan instrumental
leadership).
Menurut House dan Mutchell (1974), empat perilaku didefinisikan: (1) Supportive Leadership (kepemimpinan yang mendukung). Memberi perhatian kepada kebutuhan para bawahan, memperlihatkan perhatian kepada kesejahteraan mereka dan menciptakan suasana yang bersahabat dalam unit kerja mereka; (2) Directive Leadership (kepemimpinan yang instruktif). Memberitahukan kepada para bawahan apa yang diharapkan dari mereka, memberi pedoman yang spesifik, meminta para bawahan untuk mengikuti peraturan-peraturan dan prosedur-prosedur, mengatur waktu, dan mengkoordinasikan pekerjaan mereka; (3) Partisipative Leadership (kepemimpinan partisipatif). Berkonsultasi dengan para bawahan dan memperhitungkan opini dan saran mereka; (4) Achievement Oriented Leadership (kepemimpinan yang berorientasi kepada keberhasilan).
35
VARIABEL-VARIABEL KAUSAL
Perilaku Pemimpin
VARIABEL-VARIABEL INTERVENSI
Expectancy dan Valence Bawahan
VARIABEL-VARIABEL HASIL AKHIR
Upaya dan Kepuasan Bawahan
VARIABEL-VARIABEL MODERATOR SITUASIONAL
Karakteristik Tugas dan Lingkungan Karakteristik Bawahan
Menetapkan tujuan-tujuan yang menantang, mencari perbaikan dalam kinerja, menekankan kepada keunggulan dalam kinerja, dan memperhatikan kepercayaan bahwa para bawahan akan mencapai standar yang tinggi.
Dari beberapa teori tentang pemimpinan, diambil dimensi dan
indikator sebagai berikut:
Tabel 2.4Dimensi dan Indikator Gaya Kepemimpinan
Teori Dimensi IndikatorBass dalam Yukl (1994:297)
Kepemimpinan Transformasional
1. Karisma2. Stimulasi intelektual
(intellectual stimulation)3. Perhatian yang indivi-dualisasi (individualized consideration)
4. Motivasi inspirasionalYukl (2001:140) Kepemimpinan
LDX1. Hubungan Pertukaran
rendah2. Hubungan Pertukaran
tinggiBass dalam Yukl (1994:298)
Kepemimpinan Transaksional
1. Active management by exception
2. Passive management by exception
Hersey et al (1997:470)
Kepemimpinan Situasional
1. Hubungan tinggi dan tugas rendah
2. Hubungan rendah dan tugas rendah
3. Hubungan tinggi dan tugas tinggi
4. Hubungan rendah dan tugas tinggi
House et al dalam Yukl (1994:242)
Kepemimpinan Path-Goal Theory
1. Kepemimpinan yang mendukung (supportive leadership)
2. Kepemimpinan yang instruktif (directive leadership)
3. Kepemimpinan partisipatif (partisipative
36
4. Kepemimpinan yang berorientasi kepada keberhasilan (achievement oriented leadership)
Sumber: diolah sendiri
2.3 Kinerja Keuangan dan Non Keuangan
2.3.1 Balance Scorecard
Menurut Kaplan dan Norton (1996) dalam terjemahan Yuwono dkk. (2007:7), Balanced Scorecard merupakan a set of measures that gives top managers a fast but comprehensive view of the business....... includes financial measures that tell the results of actions already taken...... complements the financial measures with operational measures on customer satisfaction, internal processes, and the organization’s innovation and improvement activities – operational measures that are the drivers of future financial performance.
Balanced scorecard merupakan suatu sistem manajemen,
pengukuran dan pengendalian yang secara cepat, tepat dan
komprehensif dapat memberikan pemahaman kepada manajer tentang
performance bisnis. Pengukuran kinerja tersebut memandang unit
bisnis dari empat prespektif, yaitu persektif keuangan, pelanggan,
proses bisnis dalam perusahaan, serta proses pembelajaan dan
pertumbuhan. Melalui mekanisme sebab akibat (cause and effect),
prespektif keuangan menjadi tolok ukur utama yang dijelaskan oleh
tolok ukur operasional pada tiga prespektif lainnya sebagai driver (lead
indicators).
Menurut Pearce dan Robinson (2007) dalam terjemahan Bachtiar dkk. (2008:519), Balanced scorecard merupakan suatu sistem manajemen (dan bukan sekedar sistem pengukuran) yang memungkinkan perusahaan memperjelas strategi mereka, menerjemahkan strategi menjadi tindakan, dan menghasilkan umpan
37
balik yang bermanfaat. Sistem ini menghasilkan umpan balik atas proses bisnis internal dan hasil ekstenal agar secara terus-menerus dapat menyempurnakan kinerja dan hasil-hasil strategis. Ketika digunakan dengan penuh, balances scorecard ditujukan untuk mengubah rencana strategis dari tindakan manajemen puncak yang dilakukan terpisah menjadi pusat “syaraf” dari suatu perusahaan.
Di masa lalu, perhatian organisasi yang tertumpu pada kepentingan
pemilik modal mengakibatkan perspektif keuangan, sebagai cara
pandang yang bisa digunakan pemodal, kerap digunakan untuk
mengukur keberhasilan kinerja manajemen dan mengabaikan kinerja
aspek non-keuangan lainnya. Dengan berbasis tolok ukur keuangan
dalam pengukuran kinerjanya, manajemen secara otomatis
menginstalasi sistemnya dengan basis tolok ukur, sehingga
pengambilan keputusan organisasi dapat selaras dengan sistem
pengukuran tersebut.
Kaplan dan Norton (1996) dalam terjemahan Pasla (2000:9), Balance scorecard menekankan bahwa semua ukuran finansial dan nonfinansial harus menjadi bagian sistem informasi untuk para pekerja di semua tingkat perusahaan. Tujuan dan ukuran dalam Balanced Scorecard lebih dari sekedar sekumpulan ukuran kinerja finansial dan nonfinansial khusus; semua tujuan dan ukuran ini diturunkan dari suatu proses atas ke bawah (top-down) yang digerakkan oleh misi dan strategi unit bisnis.
Balanced Scorecard digunakan untuk menyeimbangkan usaha dan
perhatian eksekutif ke kinerja keuangan dan non keuangan, serta
kinerja jangka pendek dan jangka panjang. Hasil studi tersebut
menyimpulkan bahwa untuk mengukur kinerja eksekutif masa depan,
diperlukan ukuran yang komprehensif yang mencakup empat
perspektif: keuangan, pelanggan, proses bisnis internal dan perspektif
pembelajaran dan pertumbuhan.
38
2.3.1.1 Perspektif Keuangan
Pendekatan perspektif keuangan dalam balanced scorecard
merupakan hal yang sangat penting, hal ini disebabkan ukuran
keuangan merupakan suatu konsekuensi dari suatu keputusan
ekonomi yang diambil dari suatu tindakan ekonomi. Ukuran keuangan
ini menunjukkan adanya perencanaan, implementasi serta evaluasi
dari pelaksanaan strategi yang telah ditetapkan.
Kaplan dan Norton (1996) dalam terjemahkan Pasla (2000:41), pembentukan sebuah Balanced Scorecard seharusnya akan mendorong unit bisnis untuk mengaitkan tujuan finansial dengan strategi korporasi. Tujuan financial menjadi fokus tujuan dan ukuran di semua perspektif scorecard lainnya. Setiap ukuran terpilih harus merupakan bagian dari hubungan sebab akibat yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan kinerja keuangan. Bagi sebagian besar perusahaan, tema finansial berupa: (1) peningkatan pendapatan; (2) penurunan biaya dan peningkatan produktivitas; (3) peningkatan pemanfaatan aktiva; dan (4) penurunan risiko dapat menghasilkan keterkaitan yang diperlukan di antara keempat perspektif scorecard. Setiap unit bisnis dapat diminta untuk memaksimalkan nilai tambah ekonomisnya pada setiap periode. Meskipun tampak layak, konsisten, dan cukup “adil” karena semua manajer unit bisnis yang berada mungkin memerlukan strategi yang berbeda pula. Oleh karena itu, tampaknya tidak mungkin satu ukuran finansial apalagi satu sasaran untuk satu ukuran finansial cocok diterapkan untuki berbagai unit bisnis yang ada. Sehingga ketika pengembangan perspektif finansial Balanced scorecard dimulai, para ekseekutif unit bisnis harus menentukan ukuran finansial yang sesuai untuk strategi mereka. Tujuan dan ukuran finansial harus memainkan peran ganda, menentukan kinerja finansial yang diharapkan dari strategi, dan menjadi sasaran akhir tujuan dan ukuran perspektif scorecard lainnya.
2.3.1.2 Perspektif Pelanggan
Penilaian perspektif pelanggan ini sangat penting, karena maju atau
mundurnya kinerja perusahaan sangat ditentukan oleh pelanggan,
apalagi masuknya era globalisasi sehingga persaingan antar
perusahaan menjadi sangat ketat.
39
Dewasa ini fokus strategi perusahan lebih diarahkan pada
pelanggan (customer drive strategy), dengan kata lain apa yang
dibutuhkan pelanggan harus dipenuhi oleh perusahaan. Kinerja produk
yang dihasilkan perusahaan minimal harus sama dengan apa yang
dipersepsikan oleh pelanggan. Kualitas produk yang kurang
menyebabkan konsumen akan pindah ke produk lain, kualitas produk
yang tinggi akan menyebabkan perusahaan akan rugi karena
kehilangan potensi laba yang tinggi dan sebaliknya konsumen merasa
beruntung karena mendapatkan produk kualitas tinggi dengan harga
standar. Untuk mendapatkan laba maksimum perusahaan harus
mampu mempersepsikan kualitas produk yang diinginkan pelanggan
yang sesuai dengan harga jualnya.
Kaplan dan Norton (1996) dalam terjemahkan Pasla (2000:60), menjelaskan bahwa dari sisi perusahaan kinerja pelanggan terdiri dari: (1) panga pasar, menggambarkan proporsi bisnis yang dijual oleh sebuah unit bisnis di pasar tertentu (dalam bentuk jumlah pelanggan, uang yang dibelanjakan, atau volume satuan yang terjual); (2) akuisisi pelanggan, mengukur dalam bentuk relatif atau absolut, keberhasilan unit bisnis menarik atau memenangkan pelanggan atau bisnis baru; (3) kepuasan pelanggan, menilai tingkat kepuasan atas kriteria kinerja tertentu di dalam proposisi; (4) profitabilitas pelanggan, mengukur keuntungan bersih yang diperoleh dari pelanggan atau segmen tertentu setelah menghitung berbagai pengeluaran yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan tersebut.
2.3.1.3 Perspektif Proses Bisnis Internal
Kaplan dan Norton (1996) dalam terjemahkan Pasla (2000:80), sebagian besar sistem pengukuran kinerja perusahaan yang ada memfokuskan kepada peningkatan proses operasi saat ini. Untuk Balanced Scorecard agar menentukan rantai nilai internal lengkap yang diawali dengan proses inovasi - mengenali kebutuhan pelanggan saat ini dan yang akan datang serta mengembangkan pemecahan kebutuhan tersebut – dilanjutkan dengan proses operasi – menyampaikan produk dan jasa saat ini kepada pelanggan saat ini – dan diakhiri dengan layanan purna jual yang menawarkan layanan
40
sesudah penjualan, yang memberi nilai tambah kepada produk dan jasa yang diterima pelanggan.
Dalam proses inovasi, unit bisnis meneliti kebutuhan pelanggan
yang sedang berkembang atau yang masih tersembunyi, dan
kemudian menciptakan produk dan jasa yang akan memenuhi
kebutuhan tersebut.
Proses operasi, langkah utama kedua dalam rantai nilai internal
generik, adalah tempat dimana produk dan jasa diproduksi dan
disampaikan kepada pelanggan. Proses ini secara historis telah
menjadi fokus sebagian besar sistem pengukuran kinerja perusahaan.
Pelaksanaan operasi yang baik dan penghematan biaya dalam
berbagai proses manufaktur dan layanan jasa tetap merupakan tujuan
yang penting. Tetapi rantai nilai generik menunjukkan bahwa
kehebatan operasional mungkin hanya salah satu komponen, dan
barangkali bukanlah komponen yang paling menentukan dari upaya
perusahaan mencapai tujuan keuangan dan pelanggan.
Langkah utama ketiga dalam rantai nilai internal adalah layanan
kepada pelanggan setelah penjualan atau penyampaian produk dan
jasa. Sebagaian perusahaan mempunyai strategi yang eksplisit untuk
menyediakan layanan purna jual yang istimewa.
2.3.1.4 Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
Proses pembelajaran an pertumbuhan ini bersumber dari faktor
sumber daya manusia, sistem, dan prosedur organisasi. Termasuk
dalam perspektif ini adalah pelatihan pegawai dan budaya perusahaan
41
yang berhubungan dengan perbaikan individu dan organisasi. Dalam
organisasi knowledge-worker, manusia adalah sumber daya utama.
Hasil dari pengukuran ketiga perspektif sebelumnya biasanya akan
menunjukkan kesenjangan yang besar antara kemampuan orang,
sistem, dan prosedur yang ada saat ini dengan yang dibutuhkan untuk
mencapai kinerja yang diinginkan. Perusahaan harus melakukan
investasi di ketiga faktor tersebut untuk mendorong perusahaan
menjadi sebuah organisasi pembelajar (learning organization).
Kaplan dan Norton (1996) dalam terjemahkan Pasla (2000:110), membangun Balanced scorecard di perusahaan telah mengungkapkan tiga kategori utama untuk perspektif pembelajaran dan pertumbuhan adalah: (1) kapabilitas pekerja, salah satu perubahan yang dramatis dalam pemikiran manajemen selama lima belas tahun terakhir ini adalah peran para pegawai di organisasi. Faktanya, tidak ada yang lebih baik bagi transformasi revolusioner dari pemikiran era industrial ke era informasi ketimbang filosifi manajemen baru, yaitu bagaimana para pegawai menyumbangkan segenap kemampuannya untuk organisasi. Untuk itu, perencanaan dan upaya implementasi reskilling pegawai yang menjamin kecerdasan dan kreativitasnya dapat dimobilisasi untuk mencapai tujuan organisasi; (2) kapabilitas sistem informasi, meski motivasi dan keahlian pegawai telah mendukung pencapaian tujuan-tujuan perusahaan, masih diperlukan informasi-informasi yang terbaik. Dengan kemampuan sistem informasi yang memadai, kebutuhan seluruh tingkatan manajemen dan pegawai atas informasi yang akurat dan tepat waktu dapat dipenuhi dengan sebaik-baiknya; dan (3) motivasi, pemberdayaan, dan keselarasan, perspektif ini penting untuk menjamin adanya proses yang berkesinambungan terhadap upaya pemberian motivasi dan inisiatif yang sebesar-besarnya bagi pegawai. Paradigma manajemen terbaru menjelaskan bahwa proses pembelajaran sangat penting bagi pegawai untuk melakukan trial and error sehingga turbulensi lingkungan sama-sama dicoba-dikenali tidak saja oleh jenjang manajemen strategis tetapi juga oleh segenap pegawai di dalam organisasi sesuai kompetensinya masing-masing. Upaya itu perlu dukungan motivasi yang besar dan pemberdayaan pegawai berupa delegasi wewenang yang memadai untuk mengambil keputusan dibarengi dengan upaya penyesuaian yang terus menerus sejalan dengan tujuan organisasi.
2.3.1.5 Perusahaan Pemerintah dan Perusahaan Nirlaba
42
Kaplan dan Norton (1996) dalam terjemahkan Pasla (2000:157), walaupun fokus dan aplikasi awal Balanced scorecard adalah sektor swasta (perusahaan pencari laba), peluang scoredcard untuk dipakai dalam memperbaiki manajemen perusahaan pemerintah dan perusahaan nirlaba mungkin bahkan lebih besar. Perspektif keuangan memang memberikan target jangka panjang yang jelas bagi perusahaan pencari laba. Namun, bagi perusahaan pemerintah dan perusahaan nirlaba, perspektif keuangan mungkin akan memberikan batasan dan bukan tujuan. Perusahaan-perusahaan ini harus membatasi pengeluaran mereka sesuai dengan jumlah yang dianggarkan. Tetapi keberhasilan organisasi seperti ini tidaklah diukur dengan bagaimana menjaga pengeluaran sesuai dengan anggaran, atau bahkan dengan penghematan yang dapat dilakukan sehingga pengeluaran yang sebenarnya jauh di bawah anggaran. Mengurangi pengeluaran dari anggaran bukanlah cerita sukses jika misi dan aturan-aturan yang ada telah sangat dikompromikan. Sukses bagi perusahaan pemerintah dan perusahaan nirlaba seharusnya diukur dengan seberapa efektif dan efisien perusahaan memenuhi berbagai aturan pokoknya. Pertimbangan keuangan memang dapat menjadi pendorong atau kendala, tetapi jarang menjadi tujuan utama.
2.3.2 Pengertian Kinerja
Kinerja adalah kemampuan kerja yang ditunjukkan dengan hasil
kerja. Kinerja perusahaan merupakan sesuatu yang dihasilkan oleh
suatu perusahaan dalam periode tertentu dengan mengacu pada
standar yang telah ditetapkan. Kinerja perusahaan hendaknya
merupakan hasil yang dapat diukur dan menggambarkan kondisi
empirik suatu perusahaan dari berbagai ukuran yang disepakai. Untuk
mengetahui kinerja yang dicapai maka dilakukan penilaian kinerja.
Menurut Hawkins (1979), pengertian kinerja adalah: (1) the process or manner of performing; (2) a notable action or achievement; (3) the performing of a play or other entertainment.
Menurut Mulyadi (1997:419), penilaian kinerja adalah penentuan secara periodik efektifitas operasional suatu organisasi, bagian organisasi dan karyawannya berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang ditetapkan sebelumnya. Karena organisasi pada dasarnya dijalankan oleh manusia maka penilaian kinerja sesungguhnya merupakan penilaian atas perilaku manusia dalam melaksanakan peran yang mereka mainkan dalam organisasi. Tujuan penilaian kinerja
43
adalah untuk memotivasi karyawan dalam mencapai sasaran organisasi dan dalam mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya agar membuahkan tindakan dan hasil yang diinginkan. Standar perilaku dapat berupa kebijakan manajemen atau rencana formal yang dituangkan dalam anggaran.
Sistem pengukuran kinerja harus dapat memotivasi para manajer
dan karyawan untuk mengimplementasikan strategi unit bisnisnya.
Perusahaan yang dapat menerjemahkan strateginya ke dalam sistem
pengukuran akan memiliki kemampuan yang lebih baik dalam
menjalankan strategi tersebut, sebab mereka telah
mengkomunikasikan tujuan dan targetmya kepada para pegawai.
Komunikasi ini akan memfokuskan mereka pada pemicu-pemicu kritis,
memungkinkan mereka untuk mengarahkan investasi, inisiatif, dan
tindakan-tindakan dengan menyempurnakan tujuan-tujuan strategis.
Anderson dan Clancy (1991), dalam Yuwono dkk. (2007:21), pengukuran kinerja sebagai feedback from the accountant to management that provides information about how well the actions represent the plans; it also identifies where managers may need to make corrections or adjustments in future planning and controlling activities.
Dalam situasi normal semestinya performance driver yang jitu akan
menghasilkan outcome measures terbaik.
Young et al. (1997) dalam Yuwono dkk. (2007:23), pengukuran kinerja sebagai the activity of measuring the performance of an activity or the entire value chain.
Menurut Yuwono dkk. (2007:23), disimpulkan pengukuran kinerja adalah tindakan pengukuran yang dilakukan terhadap berbagai aktivitas dalam rantai nilai yang ada pada perusahaan. Hasil pengukuran tersebut kemudian digunakan sebagai umpan balik yang akan memberikan informasi tentang prestasi pelaksanaan suatu rencana dan titik di mana perusahaan memerlukan penyesuaian-penyesuaian atas aktivitas perencanaan dan pengendalian.
Pengertian kinerja menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002:503) adalah “sesuatu yang dicapai atau prestasi yang diperlihatkan atau kemampuan kerja”. Sedangkan penilaian kinerja
44
menurut Akuntansi (2000:628) sebagai berikut: “Penilaian kinerja adalah pertimbangan kumulatif tentang faktor-faktor (yang bersifat subjektif atau objektif, untuk menentukan indikator representatif atau penilaian tentang aktivitas individu atau badan usaha, atau kinerja yang berkaitan dengan sejumlah batasan atau standar) selama beberapa periode. Faktor-faktor yang dipertimbangkan meliputi derajat pencapaian tujuan cara pengukuran item-item dan standar yang digunakan”.
Informasi keuangan sangat bermanfaat untuk menilai
pertanggungjawaban kinerja manajer. Karena penilai kinerja pada
dasarnya merupakan penilaian perilaku manusia dalam melaksanakan
peran yang dimainkannya dalam mencapai tujuan organisasi atau
perusahaan. Kemungkinan yang lain adalah digunakannya informasi
keuangan bersamaan dengan informasi non keuangan untuk menilai
kinerja manajer atau pimpinan perusahaan.
Penilaian kinerja dilakukan untuk menekan perilaku yang tidak
semestinya dan untuk merangsang dan menegakkan perilaku yang
semestinya diinginkan melalui umpan balik hasil kinerja dan waktu
serta penghargaan baik yang bersifat intrinsik maupun ekstrinsik.
Sucipto (2003), penilaian kinerja dapat dimanfaatkan oleh manajemen untuk hal-hal: (1) mengelola operasi organisasi secara efektif dan efisien melalui pemotivasian karyawan secara maksimum. Dalam mengelola perusahaan, manajemen menetapkan sasaran yang akan dicapai dimasa yang akan datang dan didalam proses yang disebut perencanaaan (planning). Pelaksanaan rencana memerlukan alokasi sumber daya secara efisien. Disamping itu pelaksanaan rencana memerlukan pengendalian agar efektif dalam mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Pelaksanaan rencana dapat ditempuh dengan cara tangan besi, dengan ancaman terhadap pelaksanaan agar mematuhi prilaku standar untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Pelaksanaan rencana dengan cara ini dapat menjamin sasaran organisasi secara efektif dan efisien. Namun cara pencapaian tujuan ini akan mengakibatkan moral kerja karyawan menjadi rendah. Akan berbeda kondisi moral karyawan jika pengelolaan perusahaan didasarkan atas maksimisasi motivasi karyawan dalam mencapai sasaran organisasi. Maksimisasi motivasi karyawan berarti membangkitkan dorongan dalam diri karyawan untuk mengerahkan
45
usahanya dalam mencapai sasaran yang ditetapkan oleh organisasi. Jika setiap karyawan memahami sasaran yang telah ditetapkan oleh perusahaan dan setiap karyawan melaksanakan internalisasi sasaran perusahaan sebagai sasaran pribadinya maka kesesuaian tujuan individu karyawan dengan sasaran perusahaan secara keseluruhan akan terjadi. Kesesuaian sasaran individu karyawan dengan sasaran perusahaan inilah yang akan memotivasi karyawan untuk mencapai tujuan organisasi. Maksimisasi motivasi karyawan dalam mencapai sasaran perusahaan inilah yang merupakan tujuan pokok penilaian kinerja; (2) membantu pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan karyawan seperti promosi, transfer dan pemberhentian. Penilaian kinerja akan menghasilkan data yang dapat dipakai sebagai dasar pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan karyawan yang dinilai kinerjanya. Jika manajemen puncak akan memutuskan promosi manajer ke jabatan yang lebih tinggi, data hasil evaluasi kinerja yang diselenggarakan secara periodik akan sangat membantu manajemen puncak dalam memilih manajer yang pantas untuk dipromosikan. Begitu pula dalam pengambilan keputusan penghentian kerja sementara, transfer dan pemutusan hubungan kerja permanen, manajemen puncak memerlukan data hasil evaluasi kinerja sebagai salah satu informasi penting. yang dipertimbangkan dalam keputusan tersebut; (3) mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan dan untuk menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan karyawan. Jika manajemen puncak tidak mengenal kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya, sulit bagi manajemen untuk mengevaluasi dan memilih program pelatihan karyawan yang sesuai dengan kebutuhan karyawan. Dalam masa kerjanya, perusahaan mempunyai kewajiban untuk mengembangkan karyawannya agar mereka dapat menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan bisnis perusahaan yang senantiasa berubah dan berkembang. Hasil penilaian kinerja dapat digunakan untuk mengidentifikasi kelemahan karyawan dan untuk mengantisipasi keahlian dan keterampilan yang dituntut oleh pekerjaan agar dapat memberikan respon yang memadai terhadap perubahan lingkungan bisnis dimasa yang akan datang. Hasil penilaian kinerja juga dapat menyediakan kriteria untuk memilih program pelatihan karyawan yang memenuhi kebutuhan karyawan dan untuk mengevaluasi kesesuaian program pelatihan karyawan dengan kebutuhan karyawan; (4) menyediakan umpan balik bagi karyawan mengenai bagaimana atasan mereka menilai kinerja mereka. Dalam organisasi perusahaan, manajemen atas mendelegasikan sebahagian wewenangnya kepada manajemen dibawah mereka. Pendelegasian wewenang ini disertai dengan alokasi sumber daya yang diperlukan dalam pelaksanaan wewenang tersebut. Manajer bawah melaksanakan wewenang dengan mengkonsumsi sumber daya yang dialokasikan kepada mereka. Penggunaan wewenang dan konsumsi sumber daya dalam pelaksanaan wewenang ini dipertanggung jawabkan dalam bentuk penilaian kinerja. Dengan pengukuran kinerja ini manajemen atas memperoleh umpan balik mengenai pelaksanaan wewenang dan penggunaan sumber daya dalam pelaksanaan wewenang yang dilakukan oleh manajemen bawah. Berdasarkan hasil penilaian kinerja
46
ini manajemen atas memberikan penilaian terhadap kinerja manajemen bawah. Dilain pihak penilaian kinerja ini memberikan umpan balik bagi manajemen bawah mengenai bagaimana manajemen atas menilai kinerja mereka; (5) menyediakan suatu dasar bagi distribusi penghargaan. Penghargaan dapat digotongkan datam dua kelompok yaitu penghargaan instrinsik dan penghargaan ekstrinsik. Penghargaan instrinsik berupa rasa puas diri yang diperoleh seseorang yang telah berhasil menyelesaikan pekerjaannya dengan baik dan telah mencapai sasaran tertentu. Penghargaan ekstrinsik terdiri dari kompensasi yang diberikan kepada karyawan baik yang berupa kompensasi langsung, tidak langsung, maupun yang berupa kompensasi non keuangan. Untuk meningkatkan penghargaan instrinsik manajemen dapat menggunakan berbagai macam tehnik seperti penggayaan pekerjaan (job enrichment), penambahan tanggung jawab, partisipasi dalam pengambilan keputusan dan usaha lain yang meningkatkan harga diri seseorang dan mendorong orang menjadi yang terbaik. Kompensasi langsung adalah pembayaran langsung berupa gaji atau upah pokok, honorarium lembur dan hari libur, pembagian laba, pembagian saham dan berbagai bonus lainnya yang didasarkan atas kinerja karyawan. Penghargaan tidak langsung adalah semua pembayaran untuk kesejahteraan karyawan seperti asuransi kecelakaan, asuransi hari tua, honorarium, liburan dan tunjangan masa sakit. Kompensasi tidak langsung ini tidak mempunyai dampak terhadap motivasi individu dalam mencapai sasaran organisasi karena kompensasi ini diberikan kepada siapa saja yang bekerja dalam perusahaan. Kompensasi ini hanya berpengaruh kepada motivasi karyawan jika dihapuskan. Penghargaan non keuangan dapat berupa sesuatu yang ekstra yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawan berupa ruangan kerja yang memiliki lokasi istimewa, peralatan kantor yang istimewa, tempat parkir khusus, gelar istimewa dan sekretaris pribadi. Penggayaan pekerjaan atau job enrichment adalah suatu pendekatan untuk memotivasi karyawan dengan kombinasi tugas yang lingkup dan tanggung jawabnya berbeda-beda dan memberikan kesempatan kepada karyawan untuk memiliki otonomi yang lebih besar dalam pengambilan keputusan. Distribusi penghargan instrinsik baik yang langsung, tidak langsung, maupun non keuangan memerlukan data hasil kinerja karyawan agar penghargaan tersebut dirasakan adil oleh karyawan yang menerima penghargaan tersebut. Pembagian penghargaan yang dipandang tidak adil menurut persepsi karyawan yang menerimanya maupun yang tidak menerimanya akan berakibat timbulnya prilaku yang tidak semestinya.
Ada berbagai metode penilaian kinerja yang digunakan selama ini,
sesuai dengan tujuan perusahaan yaitu mencari laba, maka hampir
semua perusahaan mengukur kinerjanya dengan ukuran keuangan.
Disini pihak manajemen perusahaan cenderung hanya ingin
47
memuaskan shareholders, dan kurang memperhatikan ukuran kinerja
yang lebih luas yaitu kepentingan stateholders.
Atkinson et al. (1995), pengukuran kinerja dinyatakan sebagai performance measurement is perhaps the most important, most misunderstood, and most difficult task in management accounting. An effective system of performance measurement containts critical performance indicator (performance measures) that: (1) consider each activity and the organization it self from the customer’s perspective; (2) evaluate each activity using customer – validated measure of performance; (3) consider all facets of activity performance that affect customers and, therefore, are comprehensive, and (4) provide feed-back to help organization members identity problems and opportunities for improvement”.
Pernyataan diatas mengandung makna bahwa penilaian kinerja
sangat penting. Kemungkinan memiliki salah pengertian, dan
merupakan tugas yang paling sulit dalam akuntansi manajemen.
Sistem penilaian kinerja yang efektif sebaiknya mengandung indikator
kinerja, yaitu: (1) memperhatikan setiap aktivitas organisasi dan
menekankan pada prespektif pelanggan; (2) menilai setiap aktivitas
dengan menggunakan alat ukur kinerja yang mengesahkan pelanggan;
(3) memperhatikan semua aspek aktivitas kinerja secara komprehensif
yang mempengaruhi pelanggan; (4) menyediakan informasi berupa
umpan balik untuk membantu anggota organisasi mengenali
permasalahan dan peluang untuk melakukan perbaikan.
Merujuk pada konsep tersebut, penilaian kinerja mengandung
tugas-tugas untuk mengukur berbagai aktivitas tingkat organisasi
sehingga menghasilkan informasi umpan balik untuk melakukan
perbaikan organisasi. Perbaikan organisasi mengandung makna
perbaikan manajemen organisasi yang meliputi: (a) perbaikan
perencanaan; (b) perbaikan proses; dan (c) perbaikan evaluasi. Hasil
48
evaluasi selanjutnya merupakan informasi untuk perbaikan
‘perencanaan-proses-evaluasi” selanjutnya. Proses “perencanaan-
proses-evaluasi” harus dilakukan secara terus-menerus (continous
process improvement) agar faktor strategik (keunggulan bersaing)
dapat tercapai.
2.3.3 Pengertian Kinerja Keuangan dan Non Keuangan
Pada saat perusahaan mengubah dirinya untuk kompetisi yang
didasarkan atas informasi, kemampuan perusahaan untuk
mengeksploitasi aktiva tidak berwujud (intangible asset) telah menjadi
semakin positif dibandingkan kemampuan mereka untuk berinvestasi
dan mengatur asset nyata (physical asset).
Menurut Rahman (2001), dalam akuntansi manajemen tradisional, pengukuran kinerja manajemen hanya didasarkan pada aspek-aspek keuangan semata, sebab ukuran keuangan dapat dengan mudah diperoleh berupa nilai kuantitatif yang berasal dari laporan keuangan. Sementara kinerja non keuangan diabaikan karena dianggap sulit diukur dan memiliki kelemahan yang cukup mengganggu yaitu ketidak-mampuannya mengukur aktiva tak berwujud (intangible asset) dan harta-harta intelektual sumberdaya manusia.
Beberapa cara yang digunakan dalam manajemen tradisional untuk
mengukur kinerja organisasi adalah dengan menggunakan ROI (Return
Of Investment), EVA (economic Value Added) dan lain-lain. Semua
pengukuran tersebut menggunakan perspektif keuangan dalam jangka
pendek, mungkin manajer dapat menghasilkan kinerja yang baik
meskipun mengabaikan non keuangan, tetapi tidak untuk jangka
panjang. Menilai kinerja perusahaan semata-mata dari aspek keuangan
akan sangat menyesatkan, kinerja keuangan yang baik saat ini sangat
boleh jadi telah mengorbankan/telah diciptakan dengan mengorbankan
49
kepentingan-kepentingan jangka panjang. Sebaliknya, keuangan
kurang baik saat ini, bisa disebabkan kaena perusahaan melakukan
investasi untuk kepentingan jangka panjang.
Kinerja keuangan dan non keuangan mengindikasikan apakah
strategi perusahaan, implementasi strategi, dan segala inisiasi
perusahaan memperbaiki laba perusahaan. Dengan menelusuri
serangkaian aktivitas penciptaan nilai tambah melalui serangkaian
indikator sebab akibat yang penting bagi organisasi (dari aktivitas riil
sampai aktivitas keuangan, dari aktivitas operasional sampai aktivitas
strategis, dari aktivitas jangka pendek sampai aktivitas jangka
panjang, dari aktivitas lokal sampai aktivitas global, atau dari aktivitas
bisnis sampai aktivitas korporasi) para pengambil keputusan akan
mendapatkan gambaran komprehensif mengenai kinerja beragam
aktivitas perusahaan, namun tetap dalam satu rangkaian strategi yang
saling terkait satu sama lain.
Pengukuran kinerja keuangan dan non keuangan akan menunjukan
apakah perencanaan dan pelaksanaan strategi memberikan perbaikan
yang mendasar bagi keuntungan perusahaan. Perbaikan-perbaikan
yang mendasar bagi keuntungan yang terukur, pertumbuhan usaha,
dan nilai pemegang saham.
Penilaian kinerja perusahaan dapat diukur dengan ukuran keuangan
dan non keuangan. Ukuran keuangan untuk mengetahui hasil tindakan
yang telah dilakukan dimasa lalu dan ukuran keuangan tersebut
dilengkapi dengan ukuran non keuangan tentang kepuasan customer,
produktivitas dan cost effectiveness proses bisnis/intern serta
50
produktivitas dan komitmen personel yang akan menentukan kinerja
keuangan masa yang akan datang. Ukuran keuangan menunjukkan
akibat dari berbagai tindakan yang terjadi diluar non keuangan.
Peningkatan financial returns yang ditunjukkan dengan ukuran ROE
merupakan akibat dari berbagai kinerja operasional seperti: (1)
meningkatnya kepercayaan customer terhadap produk yang dihasilkan
perusahaan; (2) meningkatnya produktivitas dan cost effectiveness
proses bisnis/intern yang digunakan oleh perusahaan untuk
menghasilkan produk dan jasa; (3) meningkatnya produktivitas dan
komitmen personel. Jadi jika manajemen puncak berkehendak untuk
melipatgandakan kinerja keuangan perusahaannya, maka fokus
perhatian harusnya ditujukan untuk memotivasi personel dalam
melipatgandakan kinerja di perspektif non keuangan atau operasional,
karena disitulah terdapat pemacu sesuangguhnya (the real drivers)
kinerja keuangan jangka panjang.
Hansen dan Mowen (1997), perspektif penilian kinerja yang lebih luas adalah activity performance measure exist in both financial and non financial forms. These measures are designed to assess how well an activity was performed and the result achieved. They are also designed to reveal if constant improvement is being realized. Measures of activity performance center on three major dimension: (1) efficiency; (2) quality; and (3) time.
Hal diatas menjelaskan bahwa aktivitas penilaian kinerja terdapat
dua jenis pengukuran, yaitu : keuangan dan non keuangan.
Pengukuran ini dirancang untuk menaksir bagaimana kinerja aktivitas
dan hasil akhir yang dicapai. Ada juga penilaian kinerja yang dirancang
untuk menyikapi jika terjadi kemandekan perbaikan yang akan
51
dilakukan. Penilaian kienrja aktivitas pusat dibagi ke dalam tiga
dimensi utama, yaitu: (1) efisiensi; (2) kualitas; dan (3) waktu.
Kaplan dan Norton (1996) dalam terjemahan Pasla (2000),
pengukuran kinerja non keuangan didesain untuk menilai seberap baik
aktivitas yang berhasil dicapai dan dipusatkan pada tiga dimensi
utama yaitu efisiensi, kualitas dan waktu.
Dess dan Lumpkin (2003:90), pendekatan yang digunakan untuk menilai kinerja perusahaan, yaitu: pendekatan yang pertama analisis ratio keuangan (financial ratio analysis) dan pendekatan yang kedua dilihat dari perspektif pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholder perspective). Dalam financial ratio analysis dapat dibedakan ada 5 tipe, yaitu: (1) short-term solvency or liquidity; (2) Long-term solvency measures; (3) Asset management (or turn over); (4) Profitability; (5) Market value.
Pengukuran kinerja keuangan dan non keuangan
mempertimbangkan adanya tahapan dari siklus kehidupan bisnis, yaitu
: growth, sustain, dan harvest. Tiap tahapan memiliki sasaran yang
berbeda, sehingga penekanan pengukurannyapun berbeda, sehingga
penekanan pengukurannyapun berbeda.
Growth adalah tahap awal siklus kehidupan perusahaan di mana
perusahaan memiliki produk atau jasa yang secara signifikan memiliki
potensi pertumbuhan terbaik. Di sini, manajemen terikat dengan
komitmen untuk mengembangkan suatu produk/jasa dan fasilitas
produksi, menambah kemampuan operasi, mengembangkan sistem,
infrastruktur, dan jaringan distribusi yang akan mendukung hubungan
global, serta membina dan mengembangkan hubungan dengan
pelanggan.
Dalam tahap pertumbuhan, perusahaan biasanya beroperasi
dengan arus kas yang negatif dengan tingkat pengembalian modal
52
yang rendah. Dengan demikian, tolok ukur kinerja yang cocok dalam
tahap ini adalah, misalnya, tingkat pertumbuhan pendapatan atau
penjualan dalam segmen pasar yang telah ditargetkan.
Sustain adalah tahap kedua di mana perusahaan masih melakukan
investasi dan reinvestasi dengan mengisyaratkan tingkat
pengembalian terbaik. Dalam tahap ini, perusahaan mencoba
mempertahankan pangsa pasar yang ada, bahkan
mengembangkannya, jika mungkin. Investasi yang dilakukan
umumnya diarahkan untuk menghilangkan bottleneck,
mengembangkan kapasitas, dan meningkatkan perbaikan operasional
secara konsisten. Sasaran keuangan pada tahap ini diarahkan pada
besarnya tingkat pengembalian atas investasi yang dilakukan. Tolok
ukur yang kerap digunakan pada tahap ini, misal ROI, ROCE dan EVA.
Harvest adalah tahap ketiga di mana perusahaan benar-benar
memanen/menuai hasil investasi di tahap-tahap sebelumhya. Tidak
ada lagi investasi besar, baik ekspansi maupun pembangunan
kemampuan baru, kecuali pengeluaran untuk pemeliharaan dan
perbaikan fasilitas. Sasaran keuangan utama dalam tahap ini, sehingga
diambil sebagai tolok ukur, adalah memaksimumkan arus kas masuk
dan pengurangan modal kerja.
2.3.4 Kinerja Keuangan Pemerintah
53
Tujuan pemerintah adalah melayani kebutuhan masyarakat dengan
sebaik-baiknya, yang dilaksanakan dengan pembentukan departemen
atau dinas yang melaksanakan program. Kinerja keuangan pemerintah
tidak dapat diukur dengan rasio-rasio yang biasa didapatkan dari
sebuah laporan keuangan seperti ROI (Return Of Investment), jumlah
sumber daya yang digunakan atau rasio pendapatan dibandingkan
dengan sumber daya yang digunakan. Hal ini disebabkan karena
sebenarnya dalam kinerja keuangan pemerintah tidak pernah ada “net
profit”. Kewajiban pemerintah untuk mempertanggung jawabkan
kinerjanya dengan sendirinya dipenuhi dengan menyampaikan
informasi yang relevan sehubungan dengan hasil dari program yang
dilaksanakan kepada DPR dan juga kelompok-kelompok masyarakat
yang memang ingin menilai kinerja pemerintah.
Pelaporan keuangan pemerintah pada umumnya hanya
menekankan pada pertanggungjawaban apakah sumber daya yang
diperoleh sudah digunakan sesuai dengan anggaran atau perundang-
undangan yang berlaku. Dengan demikian pelaporan keuangan yang
ada hanya memaparkan informasi yang berkaitan dengan sumber
pendapatan pemerintah, bagaimana penggunaannya dan posisi
keuangan pemerintah saat itu.
54
Tabel 2.5Perbandingan Elemen Utama
Laporan Keuangan Perusahan dan Laporan Keuangan Pemerintah
Laporan Keuangan (LK) Perusahaan
Laporan Keuangan (LK)Pemerintah
Neraca NeracaLaporan Laba Rugi Laporan Realisasi Anggaran
Laporan Kinerja Keuangan (opsional)Laporan Arus Kas Laporan Arus KasLaporan Perubahan Ekuitas Laporan Perubahan Ekuitas Dana
(opsional)Catatan Atas Laporan
Keuangan
Catatan Atas Laporan KeuanganSumber : Jan Hoesada : “Kode Akun Pemerintah Pusat”
Menurut Wayne C. Parker (1996:3), menyebutkan lima manfaat
pengukuran kinerja pemerintah, yaitu: (1) pengukuran kinerja
meningkatkan mutu pengambilan keputusan. Seringkali keputusan
yang diambil pemerintah dilakukan dalam keterbatasan data dan
berbagai pertimbangan politik erta tekanan dari pihak-pihak yang
berkepentingan. Proses pengembangan pengukuran kinerja ini akan
memungkinkan pemerintah untuk menentukan misi dan menetapkan
tujuan pencapaian hasil tertentu. Di samping itu dapat juga dipilih
metode pengukuran kinerja untuk melihat kesuksesan program yang
ada. Disisi lain, adanya pengukuran kinerja membuat pihak legislatif
dapat memfokuskan perhatian pada hasil yang didapat, memberikan
evaluasi yang benar terhadap pelaksanaan anggaran serta melakukan
diskusi mengenai usulan-usulan program baru; (2) pengukuran kinerja
meningkatkan akuntabilitas internal. Dengan adanya pengukuran
kinerja ini secara otomatis akan tercipta akuntabilitas di seluruh lini
pemerintahan, dari lini terbawah sampai teratas. Lini teratas pun
55
kemudian akan bertanggungjawab kepada pihak legislatif. Dalam hal
ini disarankan pemakaian sistem pengukuran standar seperti hanya
management by objectives untuk mengukur outputs dan outcomes.;
(3) pengukuran kinerja meningkatkan akuntabilitas publik. Meskipun
bagi sebagian pihak, pelaporan evaluasi kinerja pemerintah kepada
masyarakat dirasakan cukup menakutkan, namun publikasi laporan ini
sangat penting dalam keberhasilan sistem pengukuran kinerja yang
baik. Keterlibatan masyarakat terhadap pengambilan kebijakan
pemerintah menjadi semakin besar dan kualitas hasil suatu program
juga semakin diperhatikan; (4) pengukuran kinerja mendukung
perencanaan strategi dan penetapan tujuan. Proses perencanaan
strategis dan tujuan akan kurang berarti tanpa adanya kemampuan
untuk mengukur kinerja dan kemajuan suatu program. Tanpa ukuran-
ukuran ini, kesuksesan suatu program juga tidak pernah akan dinilai
dengan obyektif; (5) pengukuran kinerja memungkinkan suatu entitas
untuk menentukan penggunaan sumber daya secara efektif.
Masyarakat semakin kritis untuk menilai program-progam pokok
pemerintah sehubungan dengan meningkatnya pajak yang dikenakan
kepada mereka. Evaluasi yang dilakukan cenderung mengarah kepada
penilaian apakah pemerintah memang dapat memberikan pelayanan
yang terbaik kepada masyarakat. Dalam hal ini pemerintah juga
mempunyai kesempatan untuk menyerahkan sebagian pelayanan
publik kepada sektor swasta dengan tetap bertujuan untuk
memberikan pelayanan terbaik.
56
BAB III
PENELITIAN SEBELUMNYA
3.1 Penelitian Sebelumnya
Menurut Apollo Daito (2007:50), peran penelitian sebelumnya bertujuan menentukan originalitas penelitian tersebut. Biasanya penelitian merupakan patokan untuk menentukan tema sentral penelitian, kekaitan dengan kondisi saat ini, dan prediksi pada masa yang akan datang. Penelitian sebelumnya harus diawali dari berpikir umum ke khusus, sehingga dengan demikian jurnal penelitian sebelumnya minimal 4 jurnal yang berkaitan dengan judul tesis. Beberapa hal yang perlu diperhatikan, penelitian sebelumnya merupakan suatu acuan dalam menentukan originalitas dan keunikan penelitian dengan penelitian sebelumnya yang dikembangkan oleh penulis. Untuk menemukannya, penulis perlu memahami saran penelitian yang dikembangkan dan keterbatasan-keterbatasannya seperti yang dikemukakan dalam jurnal penelitian tersebut.
Penelitian ini dibuat berdasarkan penelitian terdahulu yang
berhubungan dengan masalah budaya organisasi, gaya kepemimpinan
dan kinerja keuangan non keuangan.
Beberapa penelitian terdahulu yang meneliti tentang pengaruh
beberapa variabel seperti budaya organisasi dan gaya kepemimpinan
terhadap kinerja keuangan dan non keuangan dalam suatu organisasi
atau lembaga, menyatakan bahwa organisasi atau lembaga perlu
mempertimbangkan variabel-variabel tersebut dalam hal membuat
57
penilaian atau upaya meningkatkan kinerja keuangan dan non
keuangan.
3.1.1 Penelitian Kotter dan Heskett (1992)
Kotter dan Heskett pada tahun 1992 meneliti pengaruh budaya
perusahaan terhadap kinerja perusahaan. Dari 207 perusahaan yang
diamati, menghasilkan kesimpulan (1) budaya korporat mempunyai
dampak signifikan pada prestasi kerja ekonomi perusahaan dalam
jangka panjang; (2) budaya korporat mendukung prestasi keuangan
yang kokok dalam jangka panjang; (3) budaya korporat dapat dibentuk
untuk meningkatkan prestasi.
3.1.2 Penelitian Ahmad Fadli (2004)
Ahmad Fadli pada tahun 2004 meneliti pengaruh gaya
kepemimpinan terhadap kinerja karyawan. Hasil penelitiannya
menyatakan bahwa Gaya Kepemimpinan berpengaruh positif terhadap
Kinerja Karyawan. Pengaruh yang positif ini menunjukkan adanya
pengaruh yang searah antara Gaya Kepemimpinan dengan Kinerja
Karyawan, atau dengan dengan kata lain dengan Gaya Kepemimpinan
baik maka kinerja karyawan tinggi.
3.1.3 Penelitian Soedjono (2005)
Soedjono pada tahun 2005 meneliti pengaruh budaya organisasi
terhadap kinerja organisasi, kinerja organisasi terhadap kepuasan
karyawan. Hasil penelitian memperlihatkan nilai probabilitas lebih kecil
58
dari taraf signifikan 0,05 dan nilai loading 0,756 artinya hipotesis yang
menyatakan Budaya Organisasi berpengaruh signifikan dan positif
terhadap kinerja organisasi dapat diterima. Penelitian ini mengatakan
bahwa ada pengaruh signifikan dari budaya organisasi terhadap kinerja
organisasi, ada pengaruh signifikan dari kinerja organisasi terhadap
kinerja karyawan.
3.1.4 Penelitian Armanu Thoyib (2005)
Thoyib pada tahun 2005 menjelaskan suatu kerangka kerja
konseptual yang menggambarkan hubungan variabel-variabel
kepemimpinan, budaya, strategi, dan kinerja. Secara konseptual dapat
disimpulkan bahwa variabel kepemimpinan, budaya organisasi, dan
strategi berpengaruh terhadap kinerja.
3.1.5 Penelitian Adman (2006)
Adman pada tahun 2006 meneliti pengaruh budaya organisasi
terhadap kinerja widyaiswara. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa
setiap perusahaan budaya organisasi akan diikuti perubahan kinerja
widyaiswara. Dari hasil analisis statistik menunjukkan bahwa Budaya
Organisasi berpengaruh sebesar 60% terhadap kinerja widyaiswara
dan 40% dipengaruhi faktor lain yang tidak diteliti. Setiap perubahan
pada Budaya Organisasi akan diikuti perubahan kinerja widyaiswara
sebesar 1,21025X pada arah yang sama.
3.1.6 Penelitian Wardhani dan Betty Puspa (2009)
59
Wardhani dan Betty Puspa pada tahun 2009 meneliti pengaruh
budaya organisasi terhadap kinerja karyawan melalui komitmen
organisasi. Hasil penelitiannya menyatakan terdapat pengaruh secara
langsung yang signifikan antara variabel Budaya Organisasi terhadap
Kinerja Karyawan sebesar 0,272.
3.1.7 Penelitian Ridho Listyaati (2009)
Ridho Listyaati pada tahun 2009 meneliti pengaruh budaya
organisasi, motivasi terhadap kepuasan kerja dan kinerja pegawai.
Hasil penelitiannya menyatakan bahwa pengaruh terbesar terhadap
kinerja pegawai diberikan oleh variabel Budaya Organisasi melalui
variabel intervening (kepuasan kerja) sebesar 0,281.
3.2 Matriks Penelitian Sebelumnya
Tabel 3.1Matriks Penelitian Sebelumnya
No.
Peneliti Tema Penelitian Hasil Penelitian1. Kotter dan
Heskett (1992)Corporate Culture and Performance
Budaya korporat mempunyai dampak signifikan pada prestasi kerja ekonomi perusahaan dalam jangka panjang, budaya korporat mendukung prestasi keuangan yang kokoh dalam jangka panjang.
2. Ahmad Fadli (2004)
Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja Karyawan
Gaya Kepemimpinan berpengaruh positif terhadap Kinerja Karyawan. Pengaruh yang positif ini menunjukkan adanya pengaruh yang searah antara Gaya Kepemimpinan dengan
60
Kinerja Karyawan, atau dengan dengan kata lain dengan Gaya Kepemimpinan baik maka Kinerja Karyawan Tinggi.
3. Soedjono (2005) Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Organisasi dan Kepuasan Kerja Karyawan
Hasil nilai probabilitas lebih kecil dari taraf signifikan 0,05 dan nilai loading 0,756 artinya hipotesis yang menyatakan Budaya Organisasi berpengaruh signifikan dan positif terhadap kinerja organisasi dapat diterima.
4. Armanu Thoyib (2005)
Hubungan Kepemimpinan, Budaya, Strategi, dan Kinerja: Pendekatan Konsep
Variabel Kepemimpinan, Budaya Organisasi, dan Strategi berpengaruh terhadap Kinerja. Kepemimpinan dan Budaya Organisasi bisa saling pengaruh mempengaruhi.
5. Adman (2006) Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Widyaiswara
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa Budaya Organisasi berpengaruh sebesar 60% terhadap kinerja widyaiswara dan 40% dipengaruhi faktor lain yang tidak diteliti. Setiap perubahan pada Budaya Organisasi akan diikuti perubahan kinerja widyaiswara sebesar 1,21025X pada arah yang 6. Wardhani, Betty
Puspa (2009)Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan Melalui Komitmen Organisasi
Terdapat pengaruh secara langsung yang signifikan antara variabel Budaya Organisasi terhadap Kinerja Karyawan sebesar 0,272.
7. Ridho Listyaati (2009)
Pengaruh Budaya Organisasi, Motivasi Terhadap Kepuasan Kerja dan Kinerja Pegawai
Pengaruh terbesar terhadap kinerja pegawai diberikan oleh variabel Budaya Organisasi melalui variabel intervening (kepuasan kerja) sebesar 0,281.
61
3.3 Kegunaan Penelitian Sebelumnya
Menurut Apollo Daito (2007:51), penelitian sebelumnya selalu dikaitkan dengan logika berfikir, dan penyusunan premis (postulat) dan akhirnya dipakai untuk menyusun hipotesis riset. Penelitian sebelumnya bermanfaat untuk melakukan pembahasan pada bab VI berikutnya dalam uraian implikasi penelitian lanjutan, kegunaan manajerial, dan keterbatasan penelitian. Dengan mempelajari dan menguasai penelitian sebelumnya diharapkan peneliti mampu untuk: (1) penetapan tujuan penelitian (purposiveness) bermakna pada hakikat ilmu itu sendiri “science is to serve man his wants better”. Kegunaan menyangkut dua aspek pertama teori dikembangkan dapat meramalkan fenomena lebih baik daripada teori penelitian sebelumnya, kedua memberikan gambaran yang jelas untuk solusi suatu permasalahan dengan mempertimbangkan alternatif-alternatif. Dengan demikian terpenuhinya aspek kegunaan berarti kemampuan merespon dinamika masalah disamping merespon keingintahuan peneliti; (2) didasarkan pada teori yang tepat dan rancangan metodologi yang hati-hati, cermat, dan tepat (rigor); (3) dapat diuji secara statistik berdasarkan pengumpulan data (testabilitas) dalam kaitan dengan kerangka teori dan hipotesis yang mengandung variabel yang dapat diteliti; (4) aspek replikabilitas suatu karya ilmiah berkaitan dengan penggunaan kerangka model yang dapat diulanggunakan untuk masalah riset yang sama; (5) aspek ketelitian dan ketinggian taraf keyakinan riset dapat dilihat dalam penelitian sebelumnya; (6) aspek objektivitas menyatu dan menjadi pedoman dalam penelitian, dimana antara peneliti dan objek penelitian tidak menjadi baur, sehingga interprespasi dan simpulan riset terhindar dari subjektivitas peneliti; (7) aspek generalisasi dikaitkan dengan penelitian sebelumnya dipakai dengan patokan berfikir dan penelitian sebelumnya menjadi tuntunan dari suatu karya ilmiah yaitu memiliki keberlakukan, yang secara idial bersifat universal; (8) aspek generalisasi berkaitan dengan eksternal validitas; (9) penelitian sebelumnya dapat bermanfaat dalam kaitan dengan aspek parsimony (kesederhanaan, kehematan) dari suatu karya ilmiah adalah menjamin tidak terjadinya: komplikasi analisis yang tidak diperlukan (pitfalls of unnecessary complication) atau operasionalisasi yang tidak signifikan (pitfall of operasional insignificance). Tujuan lain dari penelitian sebelumnya adalah harus dilakukan telaahan mendalam tentang kemungkinan terjadinya “pitfall” khususnya dikaitkan dengan identifikasi masalah, kerangka pemikiran premis, hipotesis, analisa data, dan interprestasi yang merupakan fondasi dalam tangga-tangga ilmiah.
Beberapa penelitian terdahulu telah menguji beberapa variabel
yang dapat mempengaruhi tingkat kinerja keuangan dan non
62
keuangan dengan berbagai kondisi budaya organisasi dan gaya
kepemimpinan yang berbeda. Namun demikian dikemukakan bahwa
memang terdapat pengaruh bahkan saling mempengaruhi antara
variabel yang ada terhadap baik variabel independen maupun variabel
dependen yang akhirnya akan mempengaruhi atas budaya organisasi
dan gaya kepemimpinan terhadap kinerja keuangan dan non keuangan
dan sebaliknya bahwa budaya organisasi dan gaya kepemimpinan juga
harus dapat menyesuaikan dengan situasi kinerja keuangan dan non
keuangan dengan memahami situasi organisasi dan gaya
kepemimpinan yang jitu jika ingin tetap bertahan dalam kompetisi
binis pada industri jasa penunjang perminyakan.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terdapat
pada periode, variabel, populasi dan sampel serta model analisis yang
digunakan untuk mengolah data penelitian yang diperoleh dari
berbagai sumber data untuk diperoleh lebih lanjut.
Peneltiian ini berusaha mengembangkan penelitian yang dilakukan
oleh penelitian terdahulu guna memperoleh bukti empiris lebih lanjut
mengenai variabel-variabel yang mempengaruhi budaya organisasi
dan gaya kepemimpinan, dengan melakukan modifikasi sebagai
bentuk originalitas penelitian.
Tujuan penelitian dalam hal pengambilan tema penelitian adalah
untuk memberikan gambaran yang jelas suatu solusi permasalahan
dengan mempertimbangkan alternatif-alternatif beberapa variabel
penelitian. Dengan mengacu pada penelitian sebelumnya yang
bertema sesuai penelitian sekarang, maka diharapkan teori dan
63
rancangan metodologi yang dipilih sekarang telah tepat. Dengan
berpijak pada aspek ketaatan, peneliti akan menghindari kesalahan
identifikasi masalah, kesalahan spesifikasi variabel, bias dalam analisa
data, dan kesalahan dalam interprestasi.
BAB IV
OBJEK DAN METODE PENELITIAN
Dalam Apollo Daito (2007:54), upaya mencari (membangun dan menyusun) pengetahuan dari ilmu dilakukan dengan menggunakan metode-metode tertentu dan prosedur sistematis disebut penelitian. Penelitian yang dipakai menggunakan dua pendekatan: (1) mencari (membangun dan menyusun pengetahuan baik partikular maupun general; (2) mencari (membangun dan menyusun ilmu).
4.1 Objek Penelitian
64
Apollo Daito (2007:54), object dari penelitian adalah nama-nama variabel penelitian yang mengacu pada identifikasi masalah, hipotesis dan definisi-definisi di bab sebelumnya.
Objek dalam penelitian ini adalah variabel Budaya Organisasi (X1)
dan Gaya Kepemimpinan (X2) sebagai variabel bebas serta Kinerja
Keuangan dan Non Keuangan (Y) sebagai variabel terikat. Penelitian ini
akan mencari bukti empiris mengenai pengaruh Budaya Organisasi (X1)
dan Gaya Kepemimpinan (X2) terhadap Kinerja Keuangan dan Non
Keuangan (Y).
4.2 Metode Penelitian
Dalam Apollo Daito (2007:54), metodologi penelitian diantaranya akan dibahas antara lain: (a) tipe penelitian; (b) variabel dan operasionalisasi variabel; (c) metode penelitian sampling; (d) prosedur dan teknik pengumpulan data; (e) pengujian validitas; (f) pengujian reabilitas; (g) metode analisis; (h) rancangan pengujian hipotesis.
Metodelogi penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk
mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Cara ilmiah
berarti kegiatan penelitian didasarkan pada ciri-ciri keilmuan, yaitu
rasional, empiris, dan sistematis. Rasional berarti kegiatan penelitian
dilakukan dengan cara-cara yang masuk akal, sehingga terjangkau
oleh penalaran manusia. Penelitian ini menggunakan data primer. Data
primer dapat melalui survei dengan mengisi kuesioner yang diberikan
secara langsung kepada responden yang bersangkutan dan
mengumpulkan kuesioner itu pada waktu yang telah disepakati, hal ini
dilakukan untuk meningkatkan tingkat pengembalian kuesioner.
Namun penelitian ini tidak mungkin melibatkan semua orang dalam
organisasi. Oleh sebab itu responden yang terlibat adalah yang
65
mewakili tiap-tiap unsur dalam organisasi dan berperan dalam proses
penyelenggaraan tugas-tugas kantor, yaitu para pejabat, tenaga
fungsional serta pelaksana.
4.2.1 Tipe Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dan verifikatif,
penelitian deskriptif terbatas pada usaha mengungkapkan suatu
masalah dan keadaan sebagaimana adanya (faktual). Selanjutnya
penelitian deskriptif bermaksud membuat deskripsi mengenai sutuasi-
situasi atau kejadian-kejadian. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
metode penelitian deskriptif adalah suatu upaya untuk
menggambarkan keadaan yang sedang berlangsung pada saat itu
yang didasari oleh fakta yang diperoleh, dalam hal ini adalah data
yang diperoleh dari responden langsung, namun penelitian ini tidak
mungkin melibatkan semua orang dalam suatu organisasi. Oleh sebab
itu responden yang terlibat adalah hanya sebagian pegawai dari
PPPTMGB “LEMIGAS” yang diwakili tiap-tiap Bidang/Bagian dan
Kelompok Program Riset dan Teknologi (KPRT) serta beberapa unit
kerja lainnya yang berperan dalam menggambarkan Budaya
Organisasi dan Gaya Kepemimpinan terhadap Kinerja Keuangan dan
Non Keuangan.
4.2.2 Variabel, Dan Operasionalisasi Variabel
Dalam Apollo Daito (2007:56), variabel adalah konsep yang mempunyai sifat besaran atau jumlah yang bernilai kategorial. Untuk menguji hipotesis perlu nilai variabel. Untuk memperoleh nilai yang diperlukan pengukuran variabel (measured) yang menunjukkan angka pada satu variabel.
66
Pengukuran operasional variabel merupakan penjelasan pengertian
teoritis variabel sehingga dapat diamati dan diukur dalam
menganalisis data yang telah dikumpulkan oleh penulis. Dalam
melakukan analisis dibutuhkan beberapa variabel penelitian. Variabel
adalah segala sesuatu yang menjadi objek pengamatan dalam
penelitian yang merupakan suatu konsep yang mempunyai variasi
nilai. Variabel umumnya dikategorikan menjadi dua, yaitu: (a) Variabel
Dependen (endogen), adalah variabel yang menjadi perhatian utama
dalam sebuah pengamatan, dan (b) Variabel Independen (exogen),
adalag variabel yang dapat mempengaruhi perubahan dalam variabel
dependen nantinya. Variabel ini biasanya dianggap sebagai variabel
prediktor atau penyebab karena memprediksi atau menyebabkan
variabel dependen.
Menurut Apollo Daito (2007:62), pengukuran variabel jika dipahami dari sisi variabel adalah proses menghubungkan konsep/konstruk dengan fakta (realita). Dari sisi fakta, pengukuran variabel adalah pemberian bilangan atau simbol pada peristiwa empirik menurut aturan yang ditetapkan. Dengan pengukuran ini dimaksudkan agar hipotesis bisa diuji (didukung atau tidak didukung) dengan fakta empirik.
Lebih lanjut menurut Apollo Daito (2007:63), pengukuran yang baik adalah pengukuran yang bisa menghasilkan isomorphism yaitu terjadi kesamaan antara realitas atau fakta yang diteliti dengan nilai yang diperoleh dari hasil pengukuran.
Kerlinger (1973) dalam Apollo Daito (2007:64), definisi konsep meliputi definisi konstitutif dan operasional. Definisi konstruktif adalah mendefinisikan konsep dengan konsep atau konstruk lain. Definisi operasional adalah memberikan pengertian terhadap konstruk atau variabel dengan menspesifikasikan kegiatan atau tindakan yang diperlukan peneliti untuk mengukur atau memanipulasinya.
4.2.2.1 Variabel Dependen
67
Variabel dependen sering disebut sebagai variabel terikat adalah
variabel yang nilai-nilainya tergantung atau terikat oleh nilai-nilai
variabel lain atau variabel yang tergantung (depend on) kepada
variabel lain. Variabel dependen adalah variabel yang nilainya turun-
naik tergantung kepada turun-naiknya variabel lain.
Variabel terikat umumnya adalah variabel yang menjadi perhatian
utama peneliti. Nama lain variabel dependen atau posisinya setara
dengan variabel dependen adalah: effect, response, measured
outcome, consequence, dan criterion. Nama variabel effect biasanya
disandingkan atau dihubungkan dengan variabel cause. Jadi variabel
yang menjadi penyebab dinamakan cause sedangkan variabel yang
diakibatkan oleh penyebab tersebut dinamakan effect. Nama variabel
response biasanya dihubungkan dengan nama variabel stimulus,
sedangkan variabel measured outcome dihubungkan dengan
treatment (dalam penelitian eksperimental), variabel consequence
dihubungkan dengan variabel antecedents, dan variabel criterion
dihubungkan dengan variabel predictor. Selain itu, variabel dependen
dalam suatu penelitian mungkin lebih dari satu.
4.2.2.1.1 Variabel Kinerja Keuangan dan Non Keuangan
Kaplan dan Norton (1996) terjemahan Pasla (2000:9), menjelaskan bahwa semua ukuran finansial dan nonfinansial harus menjadi bagian sistem informasi untuk para pekerja di semua tingkat perusahaan. Tujuan dan ukuran dalam Balanced Scorecard lebih dari sekedar sekumpulan ukuran kinerja finansial dan nonfinansial khusus; semua tujuan dan ukuran ini diturunkan dari suatu proses atas ke bawah (top-down) yang digerakkan oleh misi dan strategi unit bisnis.
68
Pengukuran kinerja keuangan dan non keuangan
mempertimbangkan adanya tahapan dari siklus kehidupan bisnis,
yaitu: growth, sustain, dan harvest. Tiap tahapan memiliki sasaran
yang berbeda, sehingga penekanan pengukurannyapun berbeda,
sehingga penekanan pengukurannyapun berbeda.
Growth adalah tahap awal siklus kehidupan perusahaan di mana
perusahaan memiliki produk atau jasa yang secara signifikan memiliki
potensi pertumbuhan terbaik. Di sini, manajemen terikat dengan
komitmen untuk mengembangkan suatu produk/jasa dan fasilitas
produksi, menambah kemampuan operasi, mengembangkan sistem,
infrastruktur, dan jaringan distribusi yang akan mendukung hubungan
global, serta membina dan mengembangkan hubungan dengan
pelanggan.
Dalam tahap pertumbuhan, perusahaan biasanya beroperasi
dengan arus kas yang negatif dengan tingkat pengembalian modal
yang rendah. Dengan demikian, tolok ukur kinerja yang cocok dalam
tahap ini adalah, misalnya, tingkat pertumbuhan pendapatan atau
penjualan dalam segmen pasar yang telah ditargetkan.
Sustain adalah tahap kedua di mana perusahaan masih melakukan
investasi dan reinvestasi dengan mengisyaratkan tingkat
pengembalian terbaik. Dalam tahap ini, perusahaan mencoba
mempertahankan pangsa pasar yang ada, bahkan
mengembangkannya, jika mungkin. Investasi yang dilakukan
umumnya diarahkan untuk menghilangkan bottleneck,
mengembangkan kapasitas, dan meningkatkan perbaikan operasional
69
secara konsisten. Sasaran keuangan pada tahap ini diarahkan pada
besarnya tingkat pengembalian atas investasi yang dilakukan. Tolok
ukur yang kerap digunakan pada tahap ini, misal ROI, ROCE dan EVA.
Harvest adalah tahap ketiga di mana perusahaan benar-benar
memanen/menuai hasil investasi di tahap-tahap sebelumnya. Tidak
ada lagi investasi besar, baik ekspansi maupun pembangunan
kemampuan baru, kecuali pengeluaran untuk pemeliharaan dan
perbaikan fasilitas. Sasaran keuangan utama dalam tahap ini, sehingga
diambil sebagai tolok ukur, adalah memaksimumkan arus kas masuk
dan pengurangan modal kerja.
4.2.2.2 Variabel Independen
Menurut Sugiono (2005:3) variabel independen sebagai stimulus,
input, prediktor dan antecondent. Dalam bahasa Indonesia disebut
sebagai variabel bebas. Variabel bebas merupakan variabel yang
menjadi sebab timbulnya atau berubahnya variabel dependen (variabel
terikat).
Variabel independen sering disebut sebagai variabel bebas. Variabel
bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi
sebab perubahan atau timbulnya variabel dependen (terikat).
4.2.2.2.1 Variabel Budaya Organisasi (X1)
Robbins (2003) terjemahan Molan (2006:721), budaya organisasi merupakan dasar yang memberikan arahan bagi kebijakan organisasi dalam pengelolaan karyawan. Selanjutnya budaya organisasi mengacu ke sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan organisasi itu dari organisasi-organisasi lain.
70
Terdapat tujuh karakteristik primier yang menangkap hakikat dari
budaya organisasi yaitu: (1) Inovasi dan pengambilan risiko, sejauh
mana para karyawan didorong agar inovatif dan mengambil risiko; (2)
Perhatian terhadap detail, sejauh mana para karyawan diharapkan
memperlihatkan presisi (kecermatan), analisis, dan perhatian terhadap
detail; (3) Orientasi hasil, sejauh mana manajemen memusatkan
perhatian pada hasil bukannya pada teknik dan proses yang digunakan
untuk mencapai hasil itu; (4) Orientasi orang, sejauh mana keputusan
manajemen memperhitungkan dampak hasil-hasil pada orang-orang di
dalam organisasi itu; (5) Orientasi tim, sejauh mana kegiatan kerja
diorganisasikan berdasarkan tim, bukannya berdasar individu; (6)
Keagresifan, sejauh mana orang-orang itu agresif dan kompetitif dan
bukannya santai-santai; (7) Kemantapan, sejauh mana kegiatan
organisasi menekankan dipertahankannya status quo bukannya
pertumbuhan.
Hofstede (1980:161) dalam Sobirin (2007:79-94), terdapat lima dimensi budaya nasional, yaitu: (1) Tingkat kekuasaan (power distance), didefinisikan sebagai “the extent to which the less powerful members of institutions and organization within a country expect and accept that power is distributed unequally” sejauhmana anggota-anggota biasa (yang tidak memiliki kekuasaan) sebuah institusi dan atau organisasi berharap dan mau menerima kenyataan bahwa kekuasaan tidak didistribusikan secara merata. Yang dimaksud dengan institusi di sini adalah elemen-elemen utama sebuah masyarakat seperti keluarga, sekolah dan komunitas. Sedangkan organisasi adalah tempat seseorang melakukan pekerjaan. Berdasarkan definisi diatas, dengan demikian power distance merupakan dimensi budaya nasional yang mengungkap jarak hubungan (tingkat ketidaksetaraan) antara bawahan dengan atasan, antara seseorang dengan status sosial lebih rendah dengan seseorang yang memiliki status sosial lebih tinggi, dan atau antara orang yang tidak memiliki kekuasaan dengan orang yang berkuasa. Ketidaksetaraan hubungan tersebut dibedakan menjadi dua yaitu jarak kekuasaan yang lebar (large power distance) dan jarak kekuasaan yang sempit (small power distance); (2) Individualisme (individualism) versus Kolektivisme (collectivism), jika pada dimensi
71
pertama, perbedaan antara satu negara dengan negara lain, secara kultural, disebabkan karena perbedaan tingkat kesetaraan masyarakat yakni apakah masyarakat di negara tersebut cenderung tidak setara (memiliki jarak kekuasaan tinggi) atau sebaliknya, pada dimensi kedua, negara akan didefinisikan melalui struktur sosialnya yakni apakah masyarakat yang tinggal di negara tersebut cenderung lebih individual atau kolektif; (3) Penghindaran ketidakpastian (uncertainty avoidance), setiap orang hampir pasti menyadari bahwa masa datang merupakan sesuatu yang tidak diketahui (unknown), tidak bisa diprediksi (unpredictable) dan tidak menentu/tidak pasti (uncertain). Meski kesadaran mereka sama, reaksi masing-masing individu terhadap ketidaktahuan dan ketidakpastian tersebut ternyata bermacam-macam. Ada yang beranggapan bahwa ketidakpastian itu bagian dari hidup yang tidak perlu dicemaskan. Toleransi mereka terhadap ketidakpastian dengan demikian sangat tinggi. Akibatnya kelompok orang ini tidak menganggap perlu untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu yang bertujuan hanya sekedar untuk menghindari ketidakpastian. Sebaliknya, ada juga sekelompok orang yang sama sekali tidak toleran dan merasa sangat takut terhadap ketidakpastian. Mareka menganggap ketidakpastian merupakan sebuah ancaman dan oleh karenanya perlu diupayakan dan diantisipasi sedini mungkin tindakan pencegahannya agar kelak tidak terjadi hal-hal buruk. Bagi mereka serba pasti merupakan kenyamanan hidup; (4) Maskulinitas (masculity) versus femininitas (femininity), disamping perbedaan secara biologis, pria dan wanita juga berbeda secara behavioral. Wanita biasanya lebih feminim, lebih peduli, sensitif, statis, dan lebih perhatian secara lebih ngemong. Sedangkan pria lebih maskulin, lebih kompetitif, dinamik, dan lebih asertif. Meski kecenderungan ini berlaku umum, bukan berarti tidak ada wanita yang lebih kekar atau lebih tinggi dari pria, atau tidak ada pria yang lebih lemah gemulai. Demikian juga bukan berarti tidak ada pria yang lebih feminim atau sebaliknya wanita lebih maskulin. Pengecualian pasti terjadi namun kecenderungan umum seperti tersebut diatas tampaknya tidak bisa dielakkan; (5) Oriantasi jangka panjang (long-term orientation) versus orientasi jangka pendek (short-term orientation), dimensi terakhir atau dimensi kelima ini masyarakat dibedakan berdasarkan orientasi mereka terhadap waktu yakni masyarakat yang berorientasi jangka pendek dan masyarakat yang berorientasi jangka panjang. Poin ini berfokus pada tingkat ketaatan jangka panjang masyarakat terhadap nilai-nilai tradisional. Individu dalam kultur orientasi jangka panjang melihat ke masa depan dan menghargai penghematan, ketekunan dan tradisi. Sementara itu, individu dalam kultur orientasi jangka pendek menghargai masa kini; perubahan diterima dengan lebih siap, dan komitmen tidak mewakili halangan-halangan menuju perubahan.
4.2.2.2.2 Variabel Gaya Kepemimpinan (X2)
72
Menurut Soebagyo Sastrodiningrat (2002:44), pada manajemen lini pertama (supervisor), diperlukan pengetahuan dan keterampilan dasar teknik (technical skill) penampilan kegiatan pelaksana. Pada manajemen menengah (conceptual skill) mulai berimbang. Sedangkan skill pada manajemen puncak, tugas-tugas pelaksanaan teknis (technical skill) menjadi berkurang dan tugas-tugas yang menghendaki pemikiran, gagasan dan kemampuan konseptual (conceptual skill) menjadi sangat luas. Pada ketiga tahapan kepemimpinan tersebut kemampuan memahami kemanusiaan (human skill) pada dasarnya hampir sama.
Wirawan (2003:80), menyatakan bahwa gaya kepemimpinan sebagai pola perilaku pemimpin dalam mempengaruhi para pengikutnya. Pengertian pola perilaku bukan pengertian statis akan tetapi dinamis. Gaya kepemimpinan seorang pemimpin dapat berubah-ubah tergantung pengikut dan situasinya. Dengan kata lain, seorang pemimpin dapat menggunakan sejumlah pola perilaku yang berbeda dalam mempengaruhi para pengikutnya.
Sesuai dengan identifikasi yang akan dikaji dan model yang disusun
dalam tinjauan literatur maka operasional variabel yang digunakan
adalah sebagai berikut:
Tabel 4.1Operasionalisasi Variabel Penelitian
Variabel Sub Variabel Dimensi Indikator Butir Jumlah Skala
Budaya Organisasi (X1)
Mengacu ke sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan organisasi itu dengan organisasi lain, Robbins (2006:721)
1.
Inovasi dan pengambilan risiko
a.
Inovatif 1 1 Ordonalb. Mengambil risiko 2 1
2.
Perhatian terhadap detail
a.
Presisi (kecermatan) 3 1
b.
Analisis 4 1
c. Perhatian terhadap detail 5 1
3. Orientasi hasil a
.Perhatian terhadap hasil 6 1
4.
Orientasi orang
a.
Keputusan manajemen memperhitungkan dampak hasil
7 1
5.
Orientasi tim a.
Berdasar tim 8 1b.
Berdasar individu 9 1
73
6. Keagresifan
a.
Agresif 10 1b.
Kompetitif 11 17. Kemantapan
a.
Status quo 12 1b.
Pertumbuhan 13 1
Budaya nasional adalah budaya yang tumbuh dan berkembang dalam sebuah negara, Hofstade (1980:161)
1.
Tingkat kekuasaan (power distance)
a.
Jarak kekuasaan yang lebar (large power distance)
14,15 2
b.
Jarak kekuasaan yang sempit (small power distance)
16,17 2
2. Struktur sosial
a.
Individualisme (individualism) 18 1
b.
Kolektivisme (collectivism) 19 1
3.
Penghindaran ketidakpastian
a.
Toleransi yang relatif rendah terhadap ketidakpastian (strong uncertainty avoidance)
20 1
b.
Toleransi terhadap ketidakpastian (weak uncertainty avoidance)
21 1
4.
Perbedaan peran gender
a.
Membedakan secara jelas peran gender (masculinity)
22,23 2
b.
Tidak secara jelas membedakan peran gender(femininity)
24,25 2
5.
Orientasi waktu terhadap nilai-nilai tradisional masyarakat
a.
Orientasi jangka panjang (long-term orientation)
26 1
Ordinal
b.
Orientasi jangka pendek (short-term orientation)
27 1
Gaya Kepemimpinan (X2)
Hubungannya dengan efek pemimpin terhadap pengikut, Bass dalam Yukl (1994:297)
1.
Transformasional
a.
Karisma 28 1
b.
Stimulasi intelektual (intellectual stimulation)
29 1
c.Perhatian individualisasi (individualized consideration)
30 1
d.
Motivasi inspirasional 31 1
Proses pembuatan
2. LMX a
.Hubungan Pertukaran rendah
32 1
74
peran pemimpin dengan
b.
Hubungan Pertukaran tinggi 33 1
Sebuah pertukaran imbalan-imbalan untuk mendapatkan kepatuhan, Bass dalam Yukl (1994:298)
3. Transaksional
a.
Active management by exception
34 1
b.
Passive management by exception
35 1
Kematangan keinginan menerima tanggung jawab dan kemampuan serta pengalaman, Hersey et al (1997:470)
4. Situasional
a.
Hubungan rendah dan tugas tinggi 36 1
b.
Hubungan tinggi dan tugas tinggi 37 1
c. Hubungan tinggi dan tugas rendah 38 1
d.
Hubungan rendah dan tugas rendah 39 1
Perilaku pemimpin mempengaruhi kepuasan dan kinerja bawahan, House et al (1994:242)
5.
Path-Goal Theory
a.
Kepemimpinan yang mendukung (supportive leadership)
40 1
b.
Kepemimpinan yang instruktif (directive leadership)
41 1
c.Kepemimpinan partisipatif (partisipative leadership)
42 1
d.
Kepemimpinan yang berorientasi kepada hasil (achievement oriented leadership)
43 1
Kinerja Keuangan dan Non Keuangan (Y)
Mempertimbang-kan adanya tahapan dari siklus kehidupan bisnis, Kaplan et al (1996:42)
1.
Bertumbuh (growth)
a.
Mengembangkan suatu produk atau jasa
44 1
Ordinal
b.
Membangun suatu produk/jasa dan fasilitas produksi
45 1
c.Menambah kemampuan operasi
46 1
d.
Mengembangkan sistem 47 1
e.
Infrastruktur 48 1
f.Jaringan distribusi mendukung hubungan global
49 1
g.
Mengembangkan hubungan dengan pelanggan
50 1
75
2.
Bertahan (sustain)
a.
Melakukan investasi dan reinvestasi
51 1
b.
Mempertahankan pangsa pasar 52 1
c. Mengembangkan kapasitas 53 1
d.
Meningkatkan perbaikan operasional secara konsisten
54 1
3.
Menuai (harvest)
a.
Pengeluaran untuk pemeliharaan
55 1
b.
Perbaikan fasilitas 56 1
Sumber data: diolah sendiri
Dari masing-masing variabel serta dimensi dan indikator-
indikatornya, disusun kuesioner untuk menggali informasi lebih lanjut
dari setiap variabel.
4.2.3 Prosedur Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner
pada 200 responden yang seluruhnya merupakan pegawai di
lingkungan PPPTMGB “LEMIGAS”, mulai dari pelaksana sampai tingkat
kepala. Dari 200 kuesioner yang dibagikan tersebut, 84 tidak kembali
dan 5 tidak dapat diolah karena tidak diisi. Data primer sebanyak 111
diperoleh langsung dari hasil pengisian kuesioner oleh responden.
4.2.4 Populasi dan Sampel Penelitian
4.2.4.1 Populasi Penelitian
Menurut Apollo Daito (2007:69), populasi adalah kelompok keseluruhan orang, peristiwa atau sesuatu yang ingin diseliki oleh peneliti.
76
Populasi dalam penelitian ini adalah pegawai di kantor Pusat
Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi
(PPPTMGB) “LEMIGAS”.
4.2.4.2 Sampel Penelitian
Pengambilan sampel dilakukan berdasarkan metode convinience
sampling, yaitu tanpa memperhatikan klasifikasi tertentu. Metode
convinience sampling dipilih sehubungan dengan terbatasnya waktu
yang tersedia untuk melakukan penelitian, namun sampel yang
didapat tetap memenuhi kaidah statistik yaitu minimal berjumlah tiga
puluh. Adapun pengambilan sampel penelitian yang ideal sebaiknya
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
(1) Dapat menghasilkan gambaran yang dapat dipercaya
(2) Dapat menentukan presisi dari hasil penelitian dengan
menentukan penyimpangan baku dari taksiran yang diperoleh
(3) Sederhana sehingga mudah dilaksanakan
(4) Dapat memberikan keterangan sehingga mudah dilaksanakan
(5) Dapat memberikan keterangan sebanyak mungkin dengan
penggunaan waktu serta biaya seminimal mungkin
4.2.4.3 Instrumen Penelitian
Dalam pengumpulan data pada saat penelitian ini digunakan
kuesioner sebagai instrumen penelitian. Adapun alasan penggunaan
angket ini menurut Sugiyono (2004:130) adalah: (1) subyek adalah
orang yang paling tahu tentang dirinya sendiri; (2) apa yang
77
dinyatakan oleh subyek kepada peneliti adalah benar dan dapat
dipercaya; (3) interpretasi subyek tentang pertanyaan-pertanyaan
yang diajukan adalah sama dengan apa yang dimaksud oleh peneliti.
Penelitian ini menggunakan kuesioner berbentuk pertanyaan
tertutup, yakni pertanyaan yang pilihan jawabannya telah tersedia,
yang dipersempit atau diberi pola atau kerangka susunan terlebih
dahulu. Hal ini berfungsi untuk memperjelas dimensi apa yang dicari
dalam penelitian, sehingga akan mendorong subyek untuk
memutuskan pilihan jawabannya ke satu arah saja. Selain itu
keuntungan lainnya adalah hasilnya dengan cepat dan mudah untuk
dianalisa.
Untuk menghimpun data mengenai variabel budaya organisasi,
gaya kepemimpinan dan kinerja keuangan dan non keuangan
dikembangkan item-item kuesioner. Keseluruhan pertanyaan kuesioner
disusun berdasarkan pada kisi-kisi yang bersumber dari indikator
penelitian.
Pengukuran kuantitatif/jawaban kuesioner dilakukan dengan sistem
skor menurut skala Likert dengan lima pilihan, yakni:
Sangat Tidak Setuju (STS): 1
Tidak Setuju (TS) : 2
Netral (N) : 3
Setuju (S) : 4
Sangat Setuju (SS) : 5
78
4.2.5 Pengujian Data
4.2.5.1 Pengujian Validitas, Reliabilitas, Dan Normalitas
4.2.5.1.1 Pengujian Validitas
Menurut Azwar (2000), validitas berasal dari kata validity yang berarti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Syarat instrumen yang baik adalah instrumen tersebut harus valid. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang hendak diukur. Suatu alat ukur yang validitasnya tinggi akan mempunyai varian kesalahan yang kecil, sehingga data yang terkumpul merupakan data yang dapat dipercaya.
Menurut Nugroho (2006:67), uji validitas digunakan untuk mengetahui kelayakan butir-butir dalam suatu pertanyaan dalam mendefinisikan suatu variabel. Daftar pertanyaan ini pada umumnya mendukung suatu kelompok variabel tertentu.
Sugiyono (1999:270) dalam Apollo Daito (2007:79-80), pengujian validitas dilakukan melalui analisis faktor terhadap instrumen dengan cara mengkorelasikan jumlah skor item kuesioner dengan skor total. Keputusan untuk mengambil keputusan adalah dengan membandingkan thitung dengan ttabel. Item pertanyaan dikatakan valid bila nilai thitung lebih besar daripada ttabel. Demikian pula sebaliknya dikatakan tidak valid bila nilai thitung lebih kecil daripada ttabel. Berdasarkan hasil analisis faktor tersebut dapat disimpulkan bahwa instrumen tersebut memiliki construct validity yang baik, artinya instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur gejala sesuai dengan yang didefinisikan.
Validitas suatu butir pernyataan dapat dilihat pada hasil output
SPSS pada tabel Corrected Item-Total Correction. Suatu pernyataan
dikatakan valid jika nilai rhitung yang merupakan nilai dari Corrected
Item-Total Correlation > dari rtabel. Nilai rtabel dapat diperoleh melalui df
(degree of freedom) = n – k - 1. Huruf k merupakan jumlah butir
pertanyaan dalam suatu variabel, sedangkan n merupakan jumlah
responden.
79
Menilai kevalidan masing-masing butir pertanyaan dapat dilihat dari
p-value pada kolom sig. (2-tailed) < level of significant (a) yaitu 0,05.
Suatu butir pertanyaan dikatakan valid jika nilai p-value pada kolom
sig. (2-tailed) < level of significant (a) yaitu 0,05.
4.2.5.1.2 Pengujian Reliabilitias
Suatu alat ukur atau instrumen dikatakan reliabilitas yang baik
apabila alat ukur atau instrumen tersebut selalu memberikan hasil
yang sama meskipun digunakan berkali-kali baik oleh penelitian yang
sama maupun oleh penelitian yang berbeda.
Pengujian reliabilitas angket dimaksudkan untuk mengetahui sejauh
mana konsistensi hasil pengukuran yang relative sama apabila
dilakukan pengulangan atas penggunaan alat ukur tersebut.
Menurut Nugroho (2005:72), reliabilitas merupakan ukuran suatu kestabilan dan konsitensi responden dalam menjawab hal yang berkaitan dengan konstruk-konstruk pertanyaan yang merupakan dimensi suatu variabel dan disusun dalam suatu bentuk kuesioner. Uji reliabilitas (keandalan) dilakukan dengan teknik alpha. Reliabilitas suatu pernyataan baik jika memiliki nilai Cronbach’s Alpha > dari 0,60).
Untuk menguji reliabilitas instrumen dalam penelitian ini digunakan
koefisien reliability alpha Cronbach yang perhitungannya
menggunakan prosedur reliabilitas pada program SPSS versi 16.0.
Tujuan perhitungan koefisien keandalan adalah untuk mengetahui
tingkat konsistensi jawaban responden. Jika nilai Alpha > dari 0,60
maka kuesioner dapat dikatakan memenuhi konsep reliabilitas,
sedangkan jika nilai alpha > 0,60 maka kuesioner tidak memenuhi
80
konsep reliabilitas sehingga pertanyaan tidak dapat dijadikan sebagai
alat ukur penelitian.
4.2.5.1.3 Pengujian Normalitas
Uji normalitas data sebaiknya dilakukan sebelum data diolah
berdasarkan model-model penelitian. Data yang baik dan layak
digunakan dalam penelitian adalah data yang memiliki distribusi
normal.
Menurut Nugroho (2006:18), uji normalitas bertujuan untuk mengetahui distribusi data dalam variabel yang akan digunakan dalam penelitian. Normalitas data dapat dilihat dengan beberapa cara, antara lain: (1) nilai skewness, digunakan untuk mengetahui bagaimana distribusi normal data dalam variabel dengan menilai kemiringan kurva. Nilai skewness yang baik adalah mendekati angka 0; (2) histogram display normal curve, normalitas data bila dilihat dengan cara ini dapat ditentukan berdasarkan bentuk gambar kurva. Data dikatakan normal jika bentuk kurva memiliki kemiringan yang cenderung imbang, baik pada sisi kiri maupun sisi kanan, dan kurva berbentuk menyerupai lonceng yang hampir sempurna. Semakin mendekati 0 nilai skewness, gambar kurva cenderung memiliki kemiringan yang seimbang; (3) output kurva normal P-Plot, suatu variabel dikatakan normal jika gambar distribusi dengan titik-titik data yang menyebar di sekitar garis diagonal, dan penyebaran titik-titik data searah mengikuti garis diagonal.
4.2.6 Analisis Data
Pengujian hipotesis dengan menggunakan hierarchical regression
analysis digunakan untuk menguji apakah gaya kepemimpinan
menjelaskan variabel dependen kinerja keuangan dan non keuangan
melebihi yang dapat dijelaskan budaya organisasi.
Tahap-tahap analisis sebagai berikut: (1) masukkan variabel budaya
organisasi, (2) masukkan variabel budaya organisasi, variabel gaya
81
kepemimpinan, dan (3) masukkan variabel budaya organisasi, variabel
gaya kepemimpinan dan variabel kinerja keuangan dan non keuangan.
Jika dari tahap 1 dan 2 terdapat peningkatan secara signifikan R
squre (R2), maka gaya kepemimpinan memberikan tambahan
penjelasan variance kinerja keuangan dan non keuangan melebihi
yang dapat dijelaskan oleh budaya organisasi.
4.2.6.1 Metode Analisis Data dan Rancangan Pengujian
Hipotesis
Pengujian selanjutnya dilakukan untuk mengetahui pengaruh antar
variabel, maka analisis ditempuh melalui Analisis Jalur (path analysis).
Menurut Nugroho (2006:147), analisis jalur merupakan bagian analisis regresi yang digunakan untuk menganalisis hubungan kausal antara variabel dimana variabel-variabel bebas mempengaruhi variabel tergantung, baik secara langsung maupun tidak langsung, melalui salah satu atau lebih variabel perantara.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat diketahui, teknik analisis
jalur ini digunakan dalam menguji besarnya sumbangan (kontribusi)
yang ditunjukkan oleh koefisien jalur pada setiap diagram jalur dari
hubungan kausal antar variabel bebas (X) tehadap variabel terikat (Y).
Analisis korelasi dan regresi yang merupakan dasar dari perhitungan
koefisien jalur.
Pada dasarnya koefisien jalur (path) adalah koefisien regresi yang
distandarkan, yaitu koefisien regresi yang dihitung dari absis data yang
telah diset dalam angka baku atau Z-score (data yang diset dengan
nilai rata-rata = 0 dan standar deviasi = 1). Koefisien jalur yang
distandarkan (standardized path coefficient) ini digunakan untuk
82
menjelaskan besarnya pengaruh (bukan memprediksi) variabel bebas
(exogen) terhadap variabel lain yang diberlakukan sebagai variabel
terikat (endogen).
Pada program SPSS untuk analisis regresi, koefisien path
ditunjukkan oleh output yang dinamakan coefficient yang dinyatakan
sebagai Standardized Coeficient atau dikenal dengan nilai Beta. Jika
ada diagram jalur sederhana mengandung satu unsur hubungan antara
variabel bebas (X) dengan variabel terikat (Y), maka koefisien path nya
adalah sama dengan koefisien korelasi r sederhana.
Untuk melakukan analisis jalur, data yang diolah harus berskala
interval. Data kuesioner yang berskala ordinal harus dinaikkan menjadi
data interval dengan rumus:
I = 50 + 10 * ( - ) /
Dimana :
I = data interval yang ditransformasikan
= variabel di dalam indikator yang ditransformasikan
= rata-rata hitung
= standar deviasi
4.2.6.2 Analisis Regresi Linier Berganda
Metode pengujian pada penelitian ini adalah analisis regresi linier
berganda.
Menurut Sugiono (2002:250), analisis regresi linier berganda adalah analisis yang digunakan untuk meramalkan bagaimana keadaan variabel terikat, bila dua atau lebih variabel bebas sebagai prediktor dimanipulasi. Bentuk dari perumusan model regresi linier berganda dalam penelitian ini sebagai berikut:
83
y = a + 1x1 + 2x2 +
dimana :
y = variabel terikat
a = koefisien konstanta
= koefisien regresi
x = variabel bebas
= error item
Berikut ini gambar model struktur penelitian, setelah
mengidentifikasi pengaruh dari variabel x1, x2 terhadap y dengan
persamaan:
y = o + 1budaya organisasi + 2gaya kepemimpinan + ,
sebagai berikut:
Gambar 4.1Model Struktur Penelitian
4.2.6.2.1 Menilai Kelayakan Model Regresi
84
Budaya Organisasi
(X1)
Gaya Kepemimpinan
(X2)
Kinerja Keuangan dan Non Keuangan
(Y)
Kelayakan model regresi linier berganda dilakukan melalui uji BLUE
(Best Linier Unbiased Estimated) yang terdiri dari empat asumsi dasar,
yaitu: (a) Tidak ada multikolonieritas; (b) Tidak ada autokorelasi; (c)
Tidak ada heteokedastisitas; (d) Data berdistribusi normal.
4.2.6.2.2 Koefisien Determinasi
Santoso (2002:167), koefisien determinasi digunakan untuk
mengukur proporsi pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat
yang terdapat pada model regresi. Koefisien determinasi diambil dari
Nilai Adjusted R Square. Nilai Adjusted R Square adalah nilai yang
menunjukkan besarnya variabilitas variabel dependen yang dapat
dijelaskan oleh variabel independen yang diteliti, sedangkan sisanya
yaitu 100% dikurang nilai Adjusted R Square adalah merupakan
besarnya variabilitas variabel dependen yang dijelaskan oleh variabel-
variabel lain di luar model penelitian.
4.2.6.2.3 Pengujian secara Simultan
Santoso (2002:167), pengujian simultan dilakukan dengan Uji F
(ANOVA). Uji F digunakan untuk menguji keberartian pengaruh dari
seluruh variabel secara bersama-sama (simultan) terhadap variabel
terikat. Untuk melakukan uji F, maka digunakan kriteria keputusan
sebagai berikut : (a) jika Fhitung lebih besar dari Ftabel maka Ho ditolak dan
Hi diterima, artinya seluruh variabel bebas berpengaruh secara
signifikan terhadap variabel terikat; (b) jika Fhitung lebih kecil dari Ftabel
85
maka Ho diterima dan Hi ditolak, artinya seluruh variabel bebas tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap variabel terikat.
4.2.6.2.4 Pengujian secara Parsial
Santoso (2002:168), pengujian parsial dilakukan dengan Uji T. Uji T
digunakan untuk menguji signifikansi konstanta dan setiap variabel
independen. Untuk melakukan uji T, maka digunakan kriteria
keputusan sebagai berikut: (a) jika thitung lebih besar dari ttabel dan nilai
signifikansi lebih kecil dari nilai alpha (0,05) maka Ho ditolak dan Hi
diterima, artinya variabel bebas berpengaruh secara signifikan
terhadap variabel terikat; (b) jika thitung lebih kecil dari ttabel dan nilai
signifikansi lebih besar dari nilai alpha (0,05) maka Ho diterima dan Hi
ditolak, artinya variabel bebas tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap variabel terikat.
4.2.6.2.5 Pengujian Koefisien Regresi
Estimasi parameter dilihat melalui koefisien regresi. Koefisien dari
tiap variabel-variabel bebas yang diuji menunjukkan bentuk hubungan
antara variabel terikat. Pengujian hipotesis pada koefisien regresi
dilakukan dengan pengujian secara parsial (Uji T).
Pengujian signifikan juga dapat dilakukan secara manual dengan
menggunakan tabel F. Rumusnya yaitu:
Keterangan :
86
n = jumlah sampel
k = jumlah variabel eksogen
= RSquare
Jika Fhitung > Ftabel maka Ho ditolak artinya signifikan dan Fhitung < Ftabel,
maka Ho diterima artinya tidak signifikan.
Dengan taraf signifikan () = 0,05
Nilai Ftabel dapat dicari dengan menggunakan Tabel F, dengan rumus
F tabel = F { (1-)(dk=k), (dk=k) } atau F { (1-)(v1=k), (v2=n = -k -1) }
Cara mencari F tabel :
Nilai (dk=k) atau v1 disebut nilai pembilang
Nilai (dk=n k-1) atau V2 disebut nilai penyebut
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA
5.1 Hasil Penelitian
Kuesioner yang diajukan terdiri dari sejumlah pertanyaan dan
pertanyaan yang mewakili tiga variabel sesuai dengan jumlah variabel
yang ada. Ketiga instrumen penelitian berbentuk kuesioner adalah
instrumen tentang Budaya Organisasi, Gaya Kepemimpinan dan
Kinerja Keuangan dan Non Keuangan. Penelitian ketiga instrumen
menggunakan skala Likert. Setiap item pertanyaan diajukan dalam
skala jawaban 1,2,3,4 dan 5. Skor tertinggi setiap item adalah 5 yang
merupakan jawaban sangat positif. Skor terendah adalah 1 yang
87
merupakan jawaban sangat negatif. Analisis data akan diuraikan
secara berurutan dari hasil pengolahan data penelitian untuk menguji
reliabilitas, validitas, transformasi data ordinal ke interval, penyusunan
model dalam rangka melakukan pengujian hipotesis penelitian.
Penelitian ini dilakukan untuk menguji variabel dependen dengan
independen menggunakan instrumen kuesioner yang telah disusun
pada Bab IV berbentuk indikator operasionalisasi variabel. Jumlah
pertanyaan sejumlah 56 kuesioner dengan rincian variabel Budaya
Organisasi (X1) sejumlah 27 kuesioner, variabel Gaya Kepemimpinan
(X2) sejumlah 16 kuesioner dan variabel Kinerja Keuangan dan Non
Keuangan (Y) sejumlah 13 kuesioner.
Objek penelitian adalah nama-nama variabel tersebut diedarkan
kepada responden di PPPTMGB “LEMIGAS” pada bulan Mei 2009
sampai dengan bulan Juli 2009. Berdasarkan sampling yang di pilih
pada penelitian ini hasil pengumpulan data dapat disajikan pada tabel
5.1 berikut ini:
Tabel 5.1Partisipasi Responden Penelitian
Bidang/Bagian/KPRT/Komite Terkirim KembaliKembali
Tidak Lengkap
Dapat Diprose
sKepala Pusat dan staff 2 0 0 0Bagian Tata Usaha 1 1 0 1Sub Bagian Umum dan Kepegawaian 10 6 0 6
Sub Bagian Keuangan dan Rumah Tangga 20 4 0 4
Bidang Afiliasi 20 14 5 9Bidang Sarana Penelitian dan Pengembangan 10 4 0 4
88
Bidang Program 5 5 0 5KPRT Eksploitasi 25 24 0 24KPRT Eksplorasi 25 18 0 18KPRT Proses 25 11 0 11KPRT Aplikasi 22 13 0 13KPRT Gas 22 12 0 12Pengembangan Usaha 5 0 0 0LK3 5 2 0 2P2K dan Sekretariat 3 2 0 2Jumlah 200 116 5 111Persentase 58,00% 2,50% 55,50%
Sumber data: diolah sendiri
Pada Tabel 5.1 menunjukkan jumlah partisipasi pengembalian
responden sebesar 58.00%. Lima puluh delapan persen menunjukan
penelitian ini memenuhi prasyarat untuk dilakukan analisis pada tahap
berikutnya, artinya jumlah persentase pengembalian kuesioner dapat
diolah datanya lebih besar dibandingkan yang tidak kembali.
5.1.1 Gambaran Umum PPPTMGB “LEMIGAS”
5.1.1.1 Sejarah Singkat PPPTMGB “LEMIGAS”
Kehadiran PPPTMGB “LEMIGAS” terwujud dengan munculnya
Lembaga Minyak dan Gas Bumi dalam struktur organisasi departemen
pemerintahan dalam Surat Keputusan Menteri Urusan Minyak dan Gas
Bumi Nomor: 17/M/Migas/65 tanggal 11 Juni 2965. Dalam surat
keputusan itu dinyatakan bahwa organisasi eksekutif dalam lingkungan
Departemen Urusan Minyak dan Gas Bumi terdiri atas Direktorat
89
Pembinaan Minyak dan Gas Bumi, Direktorat Pengawasan Minyak dan
Gas Bumi, dan Lembaga Minyak dan Gas Bumi. Tanggal inilah yang
kemudian ditetapkan, dengan Nota Dinas Direktur Jenderal Minyak dan
Gas Bumi Nomor: 703/04/DJM/1992, sebagai hari lahir resmi PPPTMGB
“LEMIGAS”. Selanjutnya, susunan organisasi dan tugas PPPTMGB
“LEMIGAS” dirumuskan secara resmi untuk pertama kali dalam Surat
Keputusan Menteri Urusan Minyak dan Gas Bumi Nomor:
208a/M/Migas/65 tanggal 16 Desember 1965.
Dalam bentuknya yang pertama, Lemibaga Minyak dan Gas Bumi
(disingkat LMGB pada waktu itu) terdiri atas Bidang Riset dan Bidang
Pendidikan/Latihan sebagai bidang-bidang utama. Bidang Riset terdiri
atas Bagian Riset Teknik Pertambangan (RTT), Bidang Pengolahan dan
Penggunaan (ROG) dan Bagian Dokumentasi/Publikasi (RDP). Bidang
Pendidikan/Latihan terdiri atas Bagian Pendidikan/Latihan Teknik
Pertambangan (TTT), Bagian Pendidikan/Latihan Teknik Pengolahan
(TTO), dan Bagian Pendidikan/Latihan Umum dan Penggunaan (TUG).
Pegawai PPPTMGB “LEMIGAS” ketika itu berjumlah sekitar seratus
pegawai negeri sipil.
Tak lama sesudah kelahiran PPPTMGB “LEMIGAS”, terjadilah
peristiwa besar dalam sejarah Republik Indonesia yaitu Peristiwa G-30-
S (Gerakan 30 September), yang antara lain berakibat PPPTMGB
“LEMIGAS” menerima kilang minyak di Cepu dari PN Permigan
(Perusahaan Minyak dan Gas Nasional) yang dibubarkan oleh
Pemerintah dan kilang minyak tersebut dijadikan pusat pendidikan dan
pelatihan lapangan di bidang minyak dan gas bumi.
90
Penggabungan ex-Permigan Cepu ke PPPTMGB “LEMIGAS” ini
mempunyai pengaruh besar dalam pertumbuhan PPPTMGB “LEMIGAS”
yang pada waktu itu mempunyai pegawai sekitar 100 tiba-tiba
membengkak menjadi suatu organisasi besar dengan ditambahkannya
sekitar 2000 orang pegawai yang masih mempunyai status pegawai
perusahaan minyak. Sebagai pemecahan sementara, untuk
mengurangi ketangangan ketenagakerjaan, maka dengan Surat
Keputusan Direktur Jenderal Minyak dan Gas bumi Nomor :
322a/DD/Migas/1967 kepada keseluruhan PPPTMGB “LEMIGAS”
dilakukan Peraturan Gaji Pegawai Perusahaan Minyak (PGP2M), dan
semua pegawai PPPTMGB “LEMIGAS” diberi pangkat dan golongan gaji
sesuai dengan PGP2M tersebut.
Organisasi PPPTMGB “LEMIGAS” ditetapkan dengan Surat
Keputusan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Nomor:
245/DD/Migas/1968 tanggal 6 September 1968. Dalam surat keputusan
ini dinyatakan PPPTMGB “LEMIGAS” dikendalikan oleh seorang Direktur
dibantu oleh Sekretaris Umum, Asisten Direktur Bidang Riset, Asisten
Direktur Bidang Pendidikan/Latihan, dan seorang Kuasa Direktur yang
memimpin Pusat Pendidikan/Latihan Lapangan di Cepu. Bidang Riset
terdiri atas Bagian Eksplorasi/Produksi, Bagian Pengolahan/Kimia, dan
Bagian Perencanaan dan Ekonomi. Bidang Pelatihan/Latihan terdiri
atas Bagian Tenaga Kerja, Bagian Latihan dan Pendidikan, dan Bagian
Perencanaan dan Pembinaan Karyawan.
Surat keputusan ini merupakan jaminan bagi PPPTMGB “LEMIGAS”
untuk menerima pembayaran atas jasa laboratorium dan jasa ilmiah
91
lain yang diberikan kepada pihak ketiga. Apalagi pada waktu itu
perusahaan-perusahaan asing sudah mulai masuk beroperasi sebagai
Kontraktor Production Sharing (KPS). Banuak di antara perusahaan ini
adalah perusahaan-perusahaan independen yang membutuhkan jasa
laboratorium dari luar, tidak seperti Kontraktor Kontrak Karya yang
mempunyai perusahaan induk raksasa dengan fasilitas pendukung
yang kuat seperti Caltex, Shell, dan Stanvac. Di antara perusahaan
Kontraktor Production Sharing (KPS) yang masuk pada periode ini
adalah Inpex (Lapangan Attaka, Maret 1967), Total Indonesie
(Mahakam, Maret 1967), Mobil Oil (lepas pantai Sumatra Utara,
November 1967), IIAPCO (lepas pantai tenggara Sumatra, September
1968), Unocal (lepas pantai Kalimantan Timur, Oktober 1968), Conoco
(lepas pantai Natuna, November 1968).
Kegiatan Pelayanan jasa Teknologi PPPTMGB “LEMIGAS” diawali
dengan terbitnya Surat Keputusan pembentukan PPPTMGB “LEMIGAS”
(Keputusan Menteri Pertambangan Nomor: 261/Kpts/M/Pertamb/1968
tanggal 22 Agustus 1968), yang menyatakan bahwa PPPTMGB
“LEMIGAS” adalah suatu bagian (Jawatan) dari Direktorat Jenderal
Mnyak dan Gas Bumi bergerak dan berusaha di bidang
pendidikan/latihan, riset, dan dokumentasi/publikasi, yang
dipersiapkan dan diarahkan ke dalam bentuk Perusahaan (Negara)
Jawatan atau Perjan. Selanjutnya ditegaskan pula bahwa untuk
pelaksanaan tugas tersebut sumber keuangan PPPTMGB “LEMIGAS”
diperoleh dari pembebanan atas ongkos produksi PERTAMINA dan
kontraktornya, dan penerimaan sebagai imbalan atas jasa-jasa kepada
92
pihak lain, di samping penerimaan lain yang sah dan Anggaran Belanja
Negara. Selain itu PPPTMGB “LEMIGAS” juga boleh mengangkat
karyawannya sendiri.
Pada tahun 1972 PPPTMGB “LEMIGAS” menjalin kerja sama dengan
perusahaan jasa teknik lapangan Amerika Serikat yaitu Core
Laboratories Inc. Atau Corelab untuk menjual jasa tersebut di
Indonesia. Bersama-sama, PPPTMGB “LEMIGAS” dan Corelab
melakukan jasa teknologi dalam perekaman sifat lumpur (mud
logging), analisis batuan inti, pengumpulan percontoh PVT,
pengawasan, pengendalian dan perencaaan serta berbagai jasa lain
yang dibutuhkan di lapangan minyak. Dalam kerangka kerja sama
tersebut Corelab membantu PPPTMGB “LEMIGAS” dalam perencanaan
dan pengembangan laboratorium-laboratorium yang diperlukan dan
memberikan pembinaan dan pelatihan tenaga ahli PPPTMGB
“LEMIGAS”. Kerja sama yang pada tahap pertama dijadwalkan untuk
empat tahun ternyata dapat berlanjut sampai tahun 1980.
Pada tahun 1975 PPPTMGB “LEMIGAS” melakukan kerja sama lain
dengan Robertson Research International Ltd., sebuah perusahaan
Inggris yang bergerak dalam jasa geologi dan eksplorasi. Dari kerja
sama ini terbentuklah Unit Biostratigrafi yang berstandar internasional
dan selanjutnya berkembang menjadi suatu unit jasa teknologi yang
dikenal dengan LEMIGAS Geological Service Unit (LGSU). Unit
Biostratigrafi LEMIGAS ini menjual jasa teknologinya dnegan cukup
berhasil dan diteruskan oleh PPPTMGB “LEMIGAS” sendiri setelah kerja
sama ini berakhir pada tahun 1978.
93
Pelaksanaan kedua kerja sama pelayanan jasa teknologi ini cukup
berhasil dengan mengalirnya percontoh-percontoh batuan dari
lapangan minyak PERTAMINA dan kontraktor asing ke PPPTMGB
“LEMIGAS”, dan PPPTMGB “LEMIGAS” makin dikenal sebagai lembaga
yang menyediakan jasa teknologi laboratorium dan lapangan kepada
perusahaan-perusahaan minyak dan gas bumi.
Berdasarkan surat persetujuan Menteri Keuangan Nomor:
S-656/MK.03/ 1992 tanggal 4 Juni 1992. PPPTMGB “LEMIGAS” telah
ditunjuk menjadi unit swadana. Surat Menteri Keuangan tersebut
mengacu kepada Keputusan Presiden Nomor : 38 Tahun 1991 tentang
Unit Swadana dan Tatacara Pengelolaannya. Berdasarkan Keputusan
Presiden tersebut, PPPTMGB “LEMIGAS” sebagai instansi pemerintah
diberikan kewenangan untuk menggunakan secara langsung seluruh
penerimaan fungsionalnya guna membiayai seluruh kegiatan
operasional di bidang pelayanan jasa teknologi. Sejak tahun 1997
(efektifnya tahun 2002) ketentuan mengenai unit swadana tidak
berlaku lagi dengan terbitnya Undang-Undang Nomor: 20 Tahun 1998
tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Semua penerimaan
negara hasil pelayanan jasa teknologi harus disetorkan terlebih dahulu
ke kas negara.
5.1.1.2 Struktur Organisasi PPPTMGB “LEMIGAS”
Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas
Bumi (PPPTMGB) “LEMIGAS” dikepalai oleh seorang Kepala kantor yang
membawahi beberapa Bidang, Bagian dan Kelompok Fungsional. Untuk
94
lebih jelasnya penulis paparkan struktur organisasi PPPTMGB
“LEMIGAS” yaitu:
1) Bagian Tata Usaha;
2) Bidang Sarana Penelitian dan Pengembangan;
3) Bidang Program;
4) Bidang Afiliasi;
5) Kelompok Fungsional.
Adapun tugas masing-masing Bidang, Bagian dan Kelompok
Fungsional tersebut adalah sebagai berikut:
1) Bagian Tata Usaha mempunyai tugas melaksanakan urusan
kepegawaian, keuangan, rumah tangga dan ketatausahaan Pusat.
Dalam melaksanakan tugas, Bagian Tata Usaha menyelenggarakan
fungsi:
a. Pengurusan perencanaan, pengangkatan, pengembangan,
pemberhentian dan kesejahteraan pegawai, serta dokumentasi
tata naskah pegawai;
b. Pelaksanaan persuratan dinas dan kearsipan;
c. Pelaksanaan pengelolaan anggaran, perbendaharaan dan
akuntansi;
d. Penyiapan sarana dan prasarana kerja kantor, serta
pelaksanaan keamanan, kebersihan, keselamatan kerja dan
keprotokolan;
e. Evaluasi pelaksanaan urusan kepegawaian, keuangam,
rumah tangga dan ketatausahaan Pusat.
95
2) Bidang Sarana Penelitian dan Pengembangan mempunyai tugas
melaksanakan pengelolaan sarana dan prasarana penelitian dan
pengembangan teknologi Pusat.
Dalam melaksanakan tugas, Bidang Sarana Penelitian dan
Pengembangan menyelenggarakan fungsi:
a. Penyiapan rumusan pedoman dan prosedur kerja
penggunaan sarana dan prasarana;
b. Penyiapan rencana pengembangan sarana penelitian dan
pengembangan teknologi;
c. Pelaksanaan operasi penggunaan, penyediaan bahan
baku, jadwal penggunaan dan pemeliharaan sarana penelitian
dan pengembangan teknologi;
d. Pelaksanaan pengembangan sistem manajemen mutu
kelembagaan Pusat;
e. Evaluasi pelaksanaan pengelolaan sarana dan prasarana
penelitian dan pengembangan teknologi Pusat.
3) Bidang Program mempunyai tugas melaksanaan penyiapan
rumusan rencana dan program, serta penyusunan akuntabilitas
kerja, pelaporan dan dokumentasi kegiatan penelitian dan
pengembangan teknologi kegiatan hulu dan hilir bidang minyak dan
gas bumi.
Dalam melaksanakan tugas, Bidang Program menyelenggarakan
fungsi:
96
a. Penyiapan rumusan rencana dan program, serta rencana
strategis penelitian dan pengembangan teknologi kegiatan hulu
dan hilir bidang minyak dan gas bumi;
b. Penyiapan rumusan akuntabilitas kinerja, serta analisis,
evaluasi, pelaporan dan dokumentasi hasil pelaksanaan
penelitian dan pengembangan teknologi;
c. Evaluasi pelaksanaan rencana dan program, serta
penyusunan akuntabilitasi kinerja, pelaporan dan dokumentasi
kegiatan penelitian dan pengembangan teknologi kegiatan hulu
dan hilir bidang minyak dan gas bumi.
4) Bidang Afiliasi mempunyai tugas melaksanakan pengembangan
kerja sama, serta penyebarluasan informasi hasil penelitian dan
pengembangan teknologi Pusat.
Dalam melaksanakan tugas, Bidang Afiliasi menyelenggarakan
fungsi:
a. Penyiapan rumusan pedoman dan prosedur kerja
pengelolaan kerja sama;
b. Pelaksanaan pengembangan kerja sama penggunaan
peralatan, pelayanan jasa teknologi dan pengurusan
administrasi kerja sama;
c. Pelaksanaan penanganan masalah hukum dan
pengelolaan hal atas kekayaan intelektual;
d. Pelaksanaan pengelolaan sistem, jaringan, situs dan
penyebarluasan informasi, serta publikasi hasil kelitbangan dan
kemampuan jasa teknologi;
97
e. Evaluasi pelaksanaan pengembangan kerja sama, serta
penyebarluasan informasi hasil penelitian dan pengembangan
teknolog Pusat.
5) Kelompok Fungsional bertugas melakukan kegiatan sesuai
dengan jabatan fungsional masing-masing berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
98
Gambar 5.1 Struktur Organisasi PPPTMGB “LEMIGAS”
99
5.1.1.3 Kondisi Keuangan dan Non Keuangan
5.1.1.3.1 Tahun Anggaran 2006
Realisasi keuangan sebesar 95,40% dari pagu DIPA. Hal ini karena
adanya pengeluaran atau pembiayaan lebih rendah dari estimasi
semula (penghematan). Sisanya sebesar 4,60% tersebut sudah disetor
atau dikembalikan ke Kas Negara. Seluruh kegiatan litbangtek migas di
PPPTMGB “LEMIGAS” berhasil dengan baik karena semua kegiatan
selesai tepat pada waktunya. Salah satu kendala yang dihadapi adalah
pencairan anggaran agak terlambat dari jadual yang seharusnya
(Januari 2006), penggunaan anggaran baru bisa dimulai sekitar bulan
Maret 2006.
Pada tahun anggaran 2006, besarnya sumber dana untuk
pelaksanaan tiap kegiatan PPPTMGB “LEMIGAS” ditunjukkan pada tabel
berikut yang pengelompokkannya berdasarkan program yang terdiri
atas kegiatan dan sub kegiatan dan rincian untuk 5 program tersebut
dapat dilihat pada Pencapaian Pengukuran Sasaran (PPS).
100
Tabel 5.2Pencapaian Pengukuran Sasaran (PPS) Tahun Anggaran 2006
No. Program
Pagu Realisasi%
Realisasi
terhadap Pagu
Rp. % Rp. %1702 6.374.543.000 3,15 6.275.588.250 3,25 98,45
1708 21.959.043.000 10,86 21.649.896.49
8 11,23 98,59
1802 168.566.022.000 83,39 159.716.504.2
29 82,82 94,75
1901 3.741.664.000 1,85 3.717.394.600 1,93 99,35
2401 1.505.812.000 0,74 1.493.223.550 0,77 99,16
Jumlah 202.147.084.000
100,00
192.852.607.127 100,00 95,40
Sumber data: LAKIP (Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah) PPPTMGB “LEMIGAS” Tahun Anggaran 2006
5.1.1.3.2 Tahun Anggaran 2007
Gambar 5.2 menunjukkan pengelompokan rencana (Pagu) anggaran
DIPA 2007 dan realisasi tingkat capaian berdasarkan jenis kegiatannya
yaitu: (1) kegiatan litbang, (2) kegiatan non-litbang atau kegiatan rutin,
(3) kegiatan pengembangan sarana dan prasaran (yang terdiri atas
kegiatan revitalisasi laboratorium dan pengadaan peralatannya, dan
(4) kegiatan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Jasa Teknologi.
Persentase realisasi yang paling kecil 45,62% adalah PNBP Jasa
Teknologi.
101
Gambar 5.2Pengelompokkan Rencana (Pagu) dan Realisasi DIPA 2007
Berdasarkan Jenis Kegiatannya
Sumber data: LAKIP (Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah) PPPTMGB “LEMIGAS” Tahun Anggaran 2007
Tabel 5.3 menunjukkan pengelompokan anggaran DIPA
berdasarkan program, kegiatan dan sub kegiatan. Pada tahun 2007 ini
PPPTMGB “LEMIGAS” menjalankan 5 program. Rincian untuk 5 program
tersebut dapat dilihat pada Pencapaian Pengukuran Sasaran (PPS) dan
Pengukuran Kinerja Kegiatan (PKK). Realisasi Kegiatan Tahun Anggaran
2007 telah mencapai target 100%, baik jumlah laporan maupun jumlah
paket seperti yang dituangkan dalam indikator dan target, sedangkan
realisasi keuangan sebesar 87,50% dari Pagu DIPA. Realisasi anggaran
102
terendah ada pada Program Pembinaan Usaha Pertambangan Migas
(04.06.02) dengan realisasi 81,42%.
Tabel 5.3Realisasi Dikelompokkan Berdasarkan Program DIPA 2007
No.
No. Program Program Rencana Tingkat
CapaianRealisasi Tingkat Capaian
Presentase
Pencapaian
Rencana
1 04.06.01
Pembinaan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
18.248.280.000 18.196.971.500 99.72
2 04.06.02
Pembinaan Usaha Pertambangan Migas
214.420.340.000 174.572.103.974 81.42
3 04.07.01
Peningkatan Kapasitas IPTEK Sistem Produksi
8.307.938.000 7.876.599.438 94.81
4 04.90.19
Penyelenggaraan Pimpinan Kenegaraan dan Kepemerintahan
116.905.224.000 7.876.599.438 95.94
5 05.04.03
Pengembangan Kapasitas Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup
4.250.742.000 112.164.632.610 95.03
Jumlah 362.132.524.000 316.849.842.477 87.50
Sumber data: LAKIP (Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah) PPPTMGB “LEMIGAS” Tahun Anggaran 2007
Berdasarkan Tabel 5.4 yaitu realisasi penyerapan yang rendah pada
tahun angagran 2007 ada empat kegiatan/sub kegiatan berikut dengan
angka realisasi rendah, Presentase Pencapaian Rencana (%) di dalam
tanda kurung:
0045 Pengembangan Kapasitas Litbang (87%)
103
2164 Pelayanan Pemerintah Dalam Menunjang Kegiatan
Migas (41%)
0002 Penyelenggaraan Operasional Perkantoran (82%)
0003 Perawatan Gedung Kantor/Khusus (73%
Tabel 5.4Realisasi Penyerapan Yang Rendah
Pada Tahun Anggaran 2007
Kode Program, Kegiatan dan Sub Kegiatan
Tingkat CapaianPersentase Pencapaian
Rencana (%)Rencana Realisasi
04.06.02.
Program Pembinaan Usaha Pertambangan Migas
214,420,340,000
174,572,103,974 81,42
0016Penyusunan, Pengkajian dan Pengembangan Data dan Informasi
1,782,770,000 1,708,604,200 95,84
0039Penyelenggaraan Penelitian dan Pengembangan
3,060,000,000 2,957,693,550 96,66
0040Penelitian dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
48,301,302,000 45,055,806,940 93,28
0045 Pengembangan Kapasitas LITBANG 1,877,946,000 1,625,781,800 86,57
0058Peningkatan / Pemanfaatan / Penerapan Produk Litbang
1,316,976,000 1,245,993,100 94,61
0101Pengembangan / Penyelenggaraan / Fasilitasi Standarisasi dan Sertifikasi
4,214,529,000 3,804,432,920 90,27
0104Kerjasama Antar Instansi Pemerintah / Swasta / Lembaga
5,537,057,000 5,084,410,095 91,83
0108 Pengadaan 33,694,637,000 33,574,182,50 99,64
104
Peralatan Laboratorium 0
2116
Penelitian, Penyelidikan Inventarisasi dan Eksplorasi Hulu Minyak dan Gas
6,386,249,000 6,014,701,000 94,18
2164Pelayanan Pemerintahan Dalam Menunjang Kegiatan Migas
57,751,743,000 23,843,413,859 41,29
2167Pembinaan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi
2,382,381,000 2,163,701,850 90,82
8185Pembinaan Usaha Penunjang Minyak dan Gas Bumi
6,873,312,000 6,743,391,500 98,11
8188Penelitian dan Pengembangan Teknologi Eksploitasi Migas
39,725,057,000 39,351,874,500 99,06
8189Penelitian dan Pengembangan Teknologi Proses Migas
1,516,381,000 1,398,116,100 92,20
04.90.19.
Program Penyelenggaraan Pimpinan Kenegaraan
116,905,224,000
112,164,632,610 95,94
0001Pengelolaan Gaji, Honorarium dan Tunjangan
18,983,084,000 19,814,723,709 104,38
0002Penyelenggaraan Operasional Perkantoran
8,595,288,000 7,052,690,566 82,05
0003 Perawatan Gedung Kantor/ Khusus 4,617,482,000 3,347,875,375 72,50
0004Perawatan Sarana dan Prasarana Kantor
5,498,575,000 5,240,884,200 95,31
0005
Penyelenggaraan Tata Usaha Perkantoran, Kearsipan, Perpusatakaan dan Dokumentasi
79,210,795,000 76,708,458,760 96,84
Sumber data: LAKIP (Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah)
105
PPPTMGB “LEMIGAS” Tahun Anggaran 2007
Program Pembinaan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
(04.06.01) persentase pencapaian rencana 99.72%. Program
Pembinaan Usaha Pertambangan Migas (04.06.02) dan Program
Penyelenggaraan Pimpinan Kenegaraan (04.90.19) persentase
pencapaian rencana berturut-turut 81,42% dan 95,94%. Rendahnya
persentase pencapaian rencana pada program 04.06.02 salah satunya
adalah rendahnya pencapaian rencana pada kegiatan 04.06.02.2164
(Pelayanan Pemerintahan Dalam Menunjang Kegiatan Migas) yaitu
sebesar Rp. 23.843.413.859,- dari estimasi Pagu yang ditetapkan
sebesar Rp. 57.751.743.000,- (41%) dari Pagu yang ditetapkan.
Kegiatan lain yang rendah persentase pencapaian rencananya adalah
Kegiatan Pengembangan Kapasitas Litbang (Kode 04.06.02.0045)
sebesar Rp. 1.625.781.800,- atau 87% dari estimasi Pagu yang
ditetapkan sebesar Rp. 1.877.946.000,-.
Ringkasan laporan realisasi tingkat capaian Kegiatan Pelayanan
Pemerintahan Dalam Menunjang Kegiatan Migas dalam Laporan Sistem
Akuntansi Instansi (SAI) dituangkan dalam Laporan Anggaran
Pendapatan Negara dan Hibah. Laporan SIA atas anggaran penerimaan
pendapatan disusun atas penerimaan sewa gedung dan bangunan,
penerimaan atas jasa lainnya yaitu pendapatan atas jasa lainnya yaitu
pendapatan atas jasa teknologi yang diperoleh PPPTMGB “LEMIGAS”.
106
Tabel 5.5Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan Negara dan HibahPendapatan Negara dan Hibah Satuan Kerja Melalui KPPN
Untuk Bulan Yang Berakhir 31 Desember 2007 (Dalam Rupiah)KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA : 020 DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERALESELON I : 11 BADAN LITBANG ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERALWILAYAH/PROPINSI : 0199 INSTANSI PUSAT TANGGAL :
18/01/08SATUAN KERJA : 412600 LEMIGAS HAL :
1JENIS SATKER : KP KANTOR PUSAT PROG.ID :
lu_pendsatk
KODE URAIAN
REALISASI PENDAPATAN % Real. Pend
.Estimasi
Pendapatan
Jumlah Sampai Dengan
Bulan LaluBulan ini
Jumlah Samapai Dengan Bulan Ini
1 2 3 4 5 6 7I Penerimaan Dlaam Negeri42 PENERIMAAN NEGARA BUKAN
PAJAK423 PENDAPATAN PNBP LAINNYA
4231 Pendapatan Penjualan, Sewa, dan Jasa
42313
Pendapatan Sewa4E+05
Pendapatan Sewa Gedung, Bangunan, Gudang 0 171,802,400 20,861,100 192,663,500 0
42314
Jumlah Penerimaan 42313 0 171,802,400 20,861,100 192,663,500 04E+05
Pendapatan Jasa IPendapatan Jasa Tenaga, Pekerjaan, Informasi, Pelatihan, Teknologi, Pendapatan BPN, Pendapatan DJBC
57,751,743,000
21,145,443,733
4,954,607,554
26,100,051,287
45,19
Jumlah Penerimaan 42314
57,751,743,000
21,145,443,733
4,954,607,554
26,100,051,287
45,19
Jumlah Penerimaan 4231 57,751,743,000
21,145,443,733
4,954,607,554
26,100,051,287
45,19
Jumlah Penerimaan 423 57,751,743,000
21,145,443,733
4,954,607,554
26,100,051,287
45,19
Jumlah Penerimaan 42 57,751,743,000
21,145,443,733
4,954,607,554
26,100,051,287
45,19 Jumlah Penerimaan Dalam
Negeri57,751,743,00
021,145,443,7
334,954,607,5
5426,100,051,2
8745,1
9
107
JUMLAH PENDAPATAN DAN HIBAH
57,751,743,000
21,145,443,733
4,954,607,554
26,100,051,287
45,19Sumber data: LAKIP (Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah)
PPPTMGB “LEMIGAS” Tahun Anggaran 2007
Berdasarkan Tabel 5.5 Anggaran Pendapatan Negara dan Hibah
sampai tanggal 31 Desember 2007 baru mencapai 45,62% atau
sebesar Rp. 26.347.254.000,- dari estimasi pendapatan yang
ditargetkan sebesar Rp. 57.751.743.000,-. Penurunan realisasi
pendapatan pada tahun 2007 ini disebabkan antara lain:
Estimasi pendapatan pada tahun 29007 terlalu tinggi
Kelesuan aktivitas industri migas nasional
Kompetisi yang makin ketat
PPPTMGB “LEMIGAS” tidak diperkenankan mengikuti
tender karena bukan badan usaha; sebagaimana diatur dalam
Keppres 80/2003, para pemberi pekerjaaan sebagai contoh
kontraktor KKS, Pemerintah Kabupaten, dan Direktur Jenderal
Minyak dan Gas Bumi tidak memperkenankan PPPTMGB
“LEMIGAS” sebagai peserta lelang dengan alasan bahwa
PPPTMGB “LEMIGAS” bukan badan usaha sebagaimana syarat
peserta pelelangan yang diatur dalam Keppres tersebut.
Selain penjelasan di atas pada evaluasi kinerja ini disampaikan
penjelasan bagaimana penetapan Rencana Tingkat Capaian untuk
kegiatan PNBP Jasa Teknologi. Pada awalnya, PPPTMGB “LEMIGAS”
mendapat alokasi PNBP sebesar Rp. 76.000.023.000,-. Besaran ini
sesuai dengan kebijakan DESDM (Departemen Energi dan Sumber
Daya Mineral) sesuai dengan alokasi Tahun Anggaran 2006 dan
bersumber dari PNBP Batubara (DHPB). Pada saat pengajuan usulan
108
Rencana Kerja Tahun Anggaran 2097, PPPTMGB “LEMIGAS” tidak
mencantumkan target PNBP Jasa Teknologi ke dalam RKA-KL.
Perkembangan selanjutnya, setelah pembahasan DESDM dengan
Departemen Keuangan (Pagu definitif), angka senilai Rp. Rp.
76.000.023.000,- tersebut mengalami perubahan drastis; yaitu terbagi
dua jenis sumber dananya; yaitu Rp. 18.246.509.000,- dari PNBP
Batubara dan Rp. 57.751.743.000,- merupakan PNBP Jasa Teknologi
(Jatek) PPPTMGB “LEMIGAS”.
Karena sudah menjadi DIPA 2007 usulan revisi PPPTMGB “LEMIGAS”
terhadap target pencapaian PNBP Jatek yang tinggi tidak dapat
diakomodir (karena terkait perubahan Pagu yang harus melalui DPR).
Di sisi lain, PPPTMGB “LEMIGAS” telah menetapkan target PNBP-Jasa
Teknologi Tahun Anggaran 2007 adalah sekitar Rp. 34.000.000.000,-,
penetapan ini berdasarkan realisasi tahun sebelumnya sebesar Rp.
30.000.000.000,- artinya sama dengan rencana tingkat capaian tahun
sebelumnya.
5.1.1.3.3 Tahun Anggaran 2008
Pembiayaan kegiatan operasional PPPTMGB “LEMIGAS” bersumber
dari Rupiah Murni dan Penerimaan Negara Bukan Pajak hasil pelayanan
jasa teknologi (PNBP Jatek) serta PNBP yang bersumber dari Dana Hasil
Penjualan Batubara (DHPB). Aset tetap yang dimiliki oleh PPPTMGB
“LEMIGAS” yang terdiri atas tanah, peralatan dan mesin, gedung dan
bangunan, jalan dan jaringan serta aset tetap lainnya yang merupakan
harta milik/kekayaan negara per 31 Desember 2008 sebesar Rp.
109
1.561.254.908.272,-. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya (2007)
terjadi peningkatan nilai aset tetap sebesar 249%.
Pada tahun anggaran 2008, realisasi pembiayaan yang bersumber
dari Rupiah Murni sebesar Rp. 107.234.413.362,- realisasi pendapatan
dari PNBP Jasa Teknologi sebesar Rp. 33.936.592.567,- untuk anggaran
yang bersumber dari PNBP DHPB tidak ada realisasi karena alokasi
anggaran sebesar Rp. 9.218.372.000,- dalam status diblokir (*) oleh
Direktorat Jenderal Anggaran. Anggaran PNBP DHPB ini tidak dapat
digunakan sampai dengan akhir Triwulan IV Tahun Anggaran 2008
karena penggunaannya dianggap tidak sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan PNBP berdasarkan Surat Penetapan SAPSK Revisi
VI nomor : S-3713/AG/2008 tanggal 7 November 2008 dan pengesahan
DIPA S-7781/PB/2008 tanggal 21 November 2008.
Tabel 5.5 menunjukkan pengukuran kinerja keuangan tahun 2008,
capaian anggaran keseluruhan sebesar 88,84% dengan rincian
Program 04.06.02. sebesar 93,67% (yang didalamnya terdapat
Kegiatan Peningkatan/ Pemanfaatan/ Penerapan Produk Litbang (Jatek)
dengan capaian sebesar 95,69%). Sedangkan Program 04.07.01.
sebesar 98,71%. Capaian ini berdasarkan Surat Perintah Pencairan
Dana (SP2D) yang telah dikonsolidasikan degan KPPN per 31 Desember
2008. Apabila anggaran Program 04.06.01. Pembinaan Usaha
Pertambangan Mineral dan Batubara (Kegiatan 8166 Penelitian dan
Pengembngan Batubara) sebesar Rp. 9.218.372.000,- dikeluarkan dari
perhitungan Pagu total (karena anggaran ini tidak bisa digunakan)
maka capaian realisasi PPPTMGB “LEMIGAS” menjadi 94,35%.
110
Tabel 5.6Pengukuran Kinerja Keuangan Tahun 2008
No
Kode Program Nama Program
Pagu Anggaran
(Rp.)Realisasi
Anggaran (Rp.)
Prosen
tase (%)
1. 04.06.01
Pembinaan Usaha Pertambangan Mineral dan batubara
9.218.372.000* - -
3. 04.06.02
Pembinaan Usaha Pertambangan Migas
108.081.469.000
101.243.093.116 93,67
3. 04.06.02
Pembinaan Usaha Pertambangan Migas (PNP/PNBP)
34.632.795.000
33.138.727.818 95,69
4. 04.07.01
Peningkatan Kapasitas IPTEK Sistem Produksi
6.069.435.000 5.991.320.246 98,71
Total 158.002.071.000
140.329.321.180 88.84
Sumber data: Rencana Strategi Bisnis PPPTMGB “LEMIGAS”
Kinerja keuangan pada tahun 2008 dapat dilihat pada tabel 5.6
menunjukkan realisasi pendapatan negaa dan hibah serta belanja pada
tahun 2008. Realisasi negara dan hibah (PNBP Jasa Teknologi) sebesar
98,86%, sedangkan jika dibandingkan dengan realisasi belanja sebesar
95,69%. Belanja PNBP sebesar Rp. 43.851.167.000,- terdiri atas dua
sumber yaitu PNBP Jasa Teknologi (Rp. 34.632.795.000,-) dan PNBP
DHPB (Rp. 9.218.372.000,-). Rendahnya capaian Belanja PNBP sebesar
75,57% disebabkan oleh anggaran yang bersumber dari PNBP DHPB
sampai dengan berakhirnya tahun anggaran masih dalam status blokir
seperti penjelasan pada paragraf diatas. Pada tahun 2008 target PNBP
Jasa Teknologi PPPTMGB “LEMIGAS” sebesar Rp. 34.632.795.000,- dan
sampai dengan 31 Desember 2008m capaian pendapatan dari
pelayanan jasa teknologi sebesar Rp. 33.936.592.567,- dengan izin
111
penggunaan PNBP yang dimiliki PPPTMGB “LEMIGAS” maka dari
pendapatan tersebut yang telah digunakan untuk melaksanakan
komitmen dengan pihak ketiga sebesar Rp. 33.138.727.818,- yang
telah dikonsolidasikan dengan KPPN per 31 Desember 2008.
Gambar 5.3Penerimaan Dari Pelayanan Jasa Teknologi Tahun 2004 s/d 2008
Sumber data: Rencana Strategi Bisnis PPPTMGB “LEMIGAS”
Gambar 5.3 adalah grafik penerimaan dari pelayanan jasa teknologi
taun 2004-2008 gambar mana memperlihatkan penurunan penerimaan
hingga tahun 2007 namun kembali meningkat di tahun 2008.
Penyebab turunnya penerimaan pelayanan jasa teknologi tersebut
adalah karena berkurangnya kapasitas dan menurunnya kinerja
karyawan. Semenjak tahun 2004 banyak karyawan andalan PPPTMGB
“LEMIGAS” pindah ke BP MIGAS dan BPH MIGAS. Dua lembaga ini
merupakan lembaga pengelola dan pengatur MIGAS yang baru berdiri
sehubungan dengan UU No. 22 tahun 2001. Undang-Undang ini juga
112
memicu gairah investasi perminyakan di Indonesia dan tumbuhnya
perusahan-perusahaan minyak baru sehingga turut memancing
kepindahan karyawan PPPTMGB “LEMIGAS”. Dengan kepindahan
mereka maka banyak peluang pekerjaan jasa teknologi yang tidak bisa
dikerjakan karena turunnya kemampuan kapasitas PPPTMGB
“LEMIGAS”. Persoalan likuiditas ini berkaitan dengan sistem
pengelolaan keuangan PNBP dimana hasil penerimaan pelayanan jasa
teknologi ini harus disetorkan terlebih dahulu ke kas negara sebelum
dapat dipergunakan kembali. Bahkan beberapa peluang pekerjaan
terpaksa ditolak karena khawatir akan ketidakmampuan memenuhi
komitmen.
Pada tahun 2008, pendapatan PPPTMGB “LEMIGAS” mengalami
peningkatamn dan ini merupakan perolehan tertinggi sejak 2004. Di
tahun ini harga minyak mengalami kenaikan yang luar biasa sepanjang
sejarah dan merupakan puncak dari runtutan kenaikan harga minyak
semenjak tahun 2002. Konsekuensinya, permintaan akan jasa studi
dan laboratorium juga turut meningkat. Namun jika dilihat lebih dalam
kenaikan tersebut sebenarnya hanya ditopang oleh KPRT Eksploitasi.
Tentu saja hal ini tidak sehat karena KPRT Eksploitasi merupakan satu
dari total 5 KPRT yang ada di PPPTMGB “LEMIGAS”.
Kinerja keuangan penerimaan pelayanan jasa teknologi dari unit
satuan kerja pada tahun 2008 ditunjukkan pada Tabel 5.7 KPRT
Eksploitasi dan KPRT Aplikasi mempunyai persentase capaian yang
cukup tinggi berturut-turut sebesar 172,91% dan 150,53%, sebaliknya
KPRT Eksplorasi, KPRT Proses , dan KPRT Gas persentase capaian
113
cukup rendah yaitu berturut-turut sebesar -49,29%, -57,79% dan -
36,50%.
Tabel 5.7Penerimaan pelayanan jasa teknologi unit satuan kerja tahun 2008
No. Unit Satuan Kerja Target (Rp.) Realisasi (Rp.)
Persentase Capaian (%)
1. KPRT Eksplorasi 10.074.872.789
4.966.210.613
-49,292. KPRT Eksploitasi 12.629.272.8
2821.836.676.4
09172,91
3. KPRT Proses 4.355.703.336
2.517.333.997
-57,794. KPRT Aplikasi 1.889.038.64
82.843.626.01
8150,53
5. KPRT Gas 5.683.907.399
2.074.845.131
-36,50Jumlah 34.632.795.0
0034.238.692.1
6798,86
Sumber data: Rencana Strategi Bisnis PPPTMGB “LEMIGAS”
Tanda minus pada kolom persentase capaian (%) menunjukkan
tidak tercapainya target yang ditetapkan. Sebagaimana disebutkan di
atas tidak tercapainya target pada beberapa KPRT (Eksplorasi, Proses,
dan Gas) disebabkan adanya kendala internal dalam pengelolaan
keuangan model PNBP yang menyebabkan terganggunya kelancaran
arus kas dan berakibat pada menurunnya motivasi dan kinerja para
pelaksana pelayanan jasa teknologi.
5.1.1.4 Kondisi Kepegawaian
Berdasarkan pangkat, jabatan, dan pendidikan, kondisi
kepegawaian pada PPPTMGB “LEMIGAS” dapat digambarkan sebagai
berikut:
Tabel 5.8Kualifikasi Pendidikan
114
No.Kualifikas
i Pendidika
Eselon II
Eselon III
Eselon IV
Fungsional
Pendukung
LitbangJumlah
1. S.3 1 - - 13 - 142. S.2 - 4 4 61 5 743. S1 - - 4 191 36 2314. D III 28 12 405. SLTA 130 76 2066. SLTP - 29 297. SD - 20 20
Jumlah 1 4 8 423 178 614Sumber data: Laporan Kekuatan Pegawai PPPTMGB “LEMIGAS”
Yang dijadikan sampel responden dalam penelitian adalah seluruh
pegawai di lingkungan kantor PPPTMGB “LEMIGAS”. Data penelitian
dikumpulkan melalui survei dengan menyebarkan kuesioner.
Selanjutnya dari hasil isian kuesioner tersebut, peneliti akan
menganalisa Pengaruh Budaya Organisasi, Gaya Kepemimpinan
Terhadap Kinerja Keuangan Dan Non Keuangan.
5.1.2 Hasil Pengumpulan Data
Mengacu pada kerangka pemikiran, premis dan hipotesis pada Bab
I, Bab ini akan dilakukan pengujian hipotesis secara induksi pada
PPPTMGB “LEMIGAS” di Jakarta. Sesuai dengan tahap-tahap dalam
penelitian, data yang telah terkumpul harus memenuhi prasyarat agar
bisa diolah pada tahap-tahap berikutnya. Uraian pengumpulan data
dibagi dalam 3 (tiga) hal sesuai dengan jumlah variabel independen
dan dependen.
Hasil pengumpulan data yang diperoleh melalui kuesioner masing-
masing variabel dengan skala ordinal di input di Microsoft Excel
dengan skor 1,2,3,4 dan 5 sesuai dengan jawaban responden. Adapun
115
hasil input data tiap-tiap variabel Budaya Organisasi (lihat lampiran 4),
variabel Gaya Kepemimpinan (lihat lampiran 5) dan variabel Kinerja
Keuangan dan Non Keuangan (lihat lampiran 6).
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 111 100.0
Excludeda 0 .0
Total 111 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.Sumber data: Output SPSS Versi 16.0
5.1.3 Deskriptif Hasil Variabel Budaya Organisasi (X1)
Variabel Budaya Organisasi (X1) mempunyai 12 dimensi, 23
indikator dan 27 kuesioner dengan jawaban responden terhadap
pernyataan mengenai variabel Budaya Organisasi (X1) sebagai variabel
bebas diklasifikasikan berdasarkan skala Ordinal yaitu jawaban
dikelompokkan menjadi sangat tidak setuju (STS), tidak setuju (TS),
netral (N), setuju (S) dan sangat setuju (SS) yang masing-masing
memiliki bobot seperti Tabel 5.9 berikut:
Tabel 5.9Skala dan Bobot Variabel Budaya Organisasi (X1)
Skala BobotSangat tidak setuju (STS) 1Tidak setuju (TS) 2Netral (N) 3Setuju (S) 4Sangat setuju (SS) 5
Sumber data: diolah sendiri
116
Variabel Budaya Organisasi (X1) terdiri dari 27 pertanyaan. Berikut
ini hasil distribusi jawaban pertanyaan kuesioner untuk variabel
Budaya Organisasi sebagai berikut:
Tabel 5.10Hasil Penelitian Variabel Budaya Organisasi (X1)
Pertanyaan
Sangat
Tidak Setuj
u
Tidak Setuju Netral Setuju
Sangat
SetujuTotal
Pertanyaan P1 0 7 10 71 23 111
Pertanyaan P2 0 10 17 65 19 111
Pertanyaan P3 0 9 13 64 25 111
Pertanyaan P4 0 4 12 75 20 111
Pertanyaan P5 0 9 13 71 18 111
Pertanyaan P6 0 29 34 40 8 111
Pertanyaan P7 0 7 28 68 8 111
Pertanyaan P8 0 12 17 64 18 111
Pertanyaan P9 0 8 18 63 22 111
Pertanyaan
P10 0 11 31 52 17 111
Pertanyaan
P11 0 6 28 59 18 111
Pertanyaan
P12 0 29 57 20 5 111
Pertanyaan
P13 0 42 46 18 5 111
Pertanyaan
P14 0 30 38 35 8 111
Pertanyaan
P15 0 29 31 31 20 111
Pertanyaan
P16 0 30 34 31 16 111
Pertanyaan
P17 0 11 21 66 13 111
Pertanyaan
P18 0 19 31 47 14 111
Pertanyaa P1 0 12 31 57 11 111
117
n 9Pertanyaa
nP20 0 17 56 35 3 111
Pertanyaan
P21 0 23 43 44 1 111
Pertanyaan
P22 0 35 37 32 7 111
Pertanyaan
P23 0 40 26 30 15 111
Pertanyaan
P24 0 30 34 42 5 111
Pertanyaan
P25 0 4 25 62 20 111
Pertanyaan
P26 0 18 35 48 10 111
Pertanyaan
P27 0 38 44 26 3 111
Jumlah 0 519 810 1316 352 2997Persentas
e 0,00
%17,32
%27,03
%43,91
%11,75
% 100,00%Sumber data: diolah sendiri
Dari Tabel 5.10 dapat disimpulkan dari 111 responden yang diteliti,
untuk variabel Budaya Organisasi (X1) dari 27 pertanyaan yang
disajikan jawaban responden yang sering muncul adalah jawaban
nomor 4 (setuju) yaitu sebanyak 1316 kali atau 43,91%. Hasil
penelitian variabel Budaya Organisasi (X1) disajikan dalam bentuk
grafik:
Gambar 5.4Grafik Hasil Penelitian Variabel Budaya Organisasi (X1)
118
Hasil Penelitian Variabel Budaya Organisasi (X1)
0
10
20
30
40
50
60
70
80
P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19 P20 P21 P22 P23 P24 P25 P26 P27
Nomor Pertanyaan
Jum
lah
Res
pond
en
STSTSNSSS
Sumber data: diolah sendiri
5.1.4 Deskriptif Hasil Variabel Gaya Kepemimpinan (X2)
Variabel Gaya Kepemimpinan (X2) mempunyai 5 dimensi, 16
indikator dan 16 kuesioner dengan jawaban responden terhadap
pernyataan mengenai variabel Gaya Kepemimpinan (X2) sebagai
variabel bebas diklasifikasikan berdasarkan skala Ordinal yaitu
jawaban dikelompokkan menjadi sangat tidak setuju (STS), tidak setuju
(TS), netral (N), setuju (S) dan sangat setuju (SS) yang masing-masing
memiliki bobot seperti Tabel 5.11 berikut:
Tabel 5.11Skala dan Bobot Variabel Gaya Kepemimpinan (X2)
Skala BobotSangat tidak setuju (STS) 1Tidak setuju (TS) 2Netral (N) 3
119
Setuju (S) 4Sangat setuju (SS) 5
Sumber data: diolah sendiri
Variabel Gaya Kepemimpinan (X2) terdiri dari 16 pertanyaan.
Berikut ini hasil distribusi jawaban pertanyaan kuesioner untuk variabel
Gaya Kepemimpinan sebagai berikut:
Tabel 5.12Hasil Penelitian Variabel Gaya Kepemimpinan (X2)
Pertanyaan
Sangat
Tidak Setuj
u
Tidak Setuju Netral Setuju
Sangat
SetujuTotal
Pertanyaan
P28 0 17 18 57 19 111
Pertanyaan
P29 0 3 22 61 25 111
Pertanyaan
P30 0 16 32 53 10 111
Pertanyaan
P31 0 14 50 42 5 111
Pertanyaan
P32 0 32 50 29 0 111
Pertanyaan
P33 0 24 34 50 3 111
Pertanyaan
P34 0 5 36 63 7 111
Pertanyaan
P35 0 17 53 37 4 111
Pertanyaan
P36 0 16 36 47 12 111
Pertanyaan
P37 0 21 35 51 4 111
Pertanyaan
P38 0 14 29 63 5 111
Pertanyaan
P39 0 31 48 27 5 111
Pertanyaan
P40 0 11 22 64 14 111
Pertanyaan
P41 0 8 31 61 11 111
Pertanyaan
P42 0 8 21 65 17 111
Pertanyaan
P43 0 6 19 66 20 111
120
Jumlah 0 207 464 665 107 1443Persentas
e 0,00
%14,35
%32,16
%46,08
% 7,42% 100,00%Sumber data: diolah sendiri
Dari Tabel 5.12 dapat disimpulkan dari 111 responden yang diteliti,
untuk variabel Gaya Kepemimpinan (X2) dari 16 pertanyaan yang
disajikan jawaban responden yang sering muncul adalah jawaban
nomor 4 (setuju) yaitu sebanyak 665 kali atau 46,08%. Hasil penelitian
variabel Gaya Kepemimpinan disajikan dalam bentuk grafik:
Gambar 5.5Grafik Hasil Penelitian Variabel Gaya Kepemimpinan (X2)
Hasil Penelitian Variabel Gaya Kepemimpinan (X2)
0
10
20
30
40
50
60
70
P28 P29 P30 P31 P32 P33 P34 P35 P36 P37 P38 P39 P40 P41 P42 P43
Nomor Pertanyaan
Jum
lah
Res
pond
en
STSTSNSSS
Sumber data: diolah sendiri
5.1.5 Deskriptif Hasil Variabel Kinerja Keuangan dan Non
Keuangan (Y)
Variabel Kinerja Keuangan dan Non Keuangan (Y) mempunyai 3
dimensi, 13 indikator dan 13 kuesioner dengan jawaban responden
terhadap pernyataan mengenai variabel Kinerja Keuangan dan Non
Keuangan (Y) sebagai variabel terikat diklasifikasikan berdasarkan
121
skala Ordinal yaitu jawaban dikelompokkan menjadi sangat tidak
setuju (STS), tidak setuju (TS), netral (N), setuju (S) dan sangat setuju
(SS) yang masing-masing memiliki bobot seperti Tabel 5.13 berikut:
Tabel 5.13Skala dan Bobot Variabel Kinerja Keuangan dan Non Keuangan (Y)
Skala BobotSangat tidak setuju (STS) 1Tidak setuju (TS) 2Netral (N) 3Setuju (S) 4Sangat setuju (SS) 5
Sumber data: diolah sendiri
Variabel Kinerja Keuangan dan Non Keuangan (Y) terdiri dari 13
pertanyaan. Berikut ini hasil distribusi jawaban pertanyaan kuesioner
untuk variabel Kinerja Keuangan dan Non Keuangan sebagai berikut :
Tabel 5.14Hasil Penelitian Variabel Kinerja Keuangan dan Non Keuangan (Y)
Pertanyaan
Sangat
Tidak Setuj
u
Tidak Setuju Netral Setuju
Sangat
SetujuTotal
Pertanyaan
P44 0 4 9 71 27 111
Pertanyaan
P45 0 4 22 65 20 111
Pertanyaan
P46 0 14 10 64 23 111
Pertanyaan
P47 0 5 22 63 21 111
Pertanyaan
P48 0 0 25 66 20 111
Pertanyaan
P49 0 8 16 68 19 111
Pertanyaan
P50 0 2 25 60 24 111
122
Pertanyaan
P51 0 9 42 48 12 111
Pertanyaan
P52 0 16 24 58 13 111
Pertanyaan
P53 0 14 24 55 18 111
Pertanyaan
P54 0 4 27 63 17 111
Pertanyaan
P55 0 11 27 59 14 111
Pertanyaan
P56 0 15 15 62 19 111
Jumlah 0 106 288 802 247 1443Persentas
e 0,00
% 7,35%19,96
%55,58
%17,12
% 100,00%Sumber data: diolah sendiri
Dari Tabel 5.14 dapat disimpulkan dari 111 responden yang diteliti,
untuk variabel Kinerja Keuangan dan Non Keuangan (Y) dari 13
pertanyaan yang disajikan jawaban responden yang sering muncul
adalah jawaban nomor 4 (setuju) yaitu sebanyak 802 kali atau 55,58%.
Hasil penelitian variabel Kinerja Keuangan dan Non Keuangan disajikan
dalam bentuk grafik :
Gambar 5.6Grafik Hasil Penelitian Variabel Kinerja Keuangan dan Non Keuangan
(Y)
Hasil Penelitian Variabel Kinerja Keuangan dan Non Keuangan (Y)
010
203040
5060
7080
P44 P45 P46 P47 P48 P49 P50 P51 P52 P53 P54 P55 P56
Nomor Pertanyaan
Jum
lah
Res
pond
en STSTSNSSS
123
Sumber data: diolah sendiri
5.2 Analisis Data
Berikut ini akan dilakukan pengujian data dengan menggunakan
program SPSS Versi 16.0, yang akan di pakai untuk menguji validitas,
realibilitas, transformasi data ordinal ke interval, dan pengujian
hipotesis baik secara parsial maupun simultan.
5.2.1 Pengujian Validitas, Reabilitas, Normalitas (Data
Ordinal)
Untuk menguji validitas dan reliabilitas masing-masing variabel
penelitian di olah dan diinterpretasikan sebagai berikut dibawah ini.
5.2.1.1 Pengujian Validitas Variabel
Pengujian vailiditas digunakan untuk mengukur sah atau validnya
suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada
kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur
oleh kuesioner tersebut, Ghazali (2007:45).
Pengujian validitas dilakukan pada instrumen kuesioner dengan
mengkorelasikan jumlah skor items kuesioner dengan skor total.
Keputusan untuk menentukan tingkat validitas adalah dengan
membandingkan thitung dengan ttabel pada tabel product moment. Dengan
rumus N – k – 1, dimana N adalah jumlah responden, k adalah
124
construct atau jumlah variabel X dan 1 adalah uji dua sisi (two tail test)
dengan alpha 0,05 (5%).
Untuk uji validitas angka N – k – 1 adalah 111 – 2 – 1 = 108 pada
tabel ttabel product moment 0.195 pada alpha 0.05 (5%).
5.2.1.1.1 Pengujian Validitas Variabel Budaya Organisasi
(X1)
Pada tahap pertama angka Cronbach’s Alpha 0,745 dengan enam
instrumen kuesioner dihilangkan yaitu X16, X18, X112, X115, X117 dan X124
karena angka Corrected Item-Total Correlation 0.156, 0.068, 0.159,
0.173, 0.151 dan 0.057 lebih kecil dibandingkan dengan thitung 0.195.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
Cronbach's Alpha Based on
Standardized Items N of Items
.745 .755 27 Sumber data: Output SPSS Versi 16.0
Item-Total Statistics
Nomor Kuesioner
Corrected Item-Total Correlation
Nomor Kuesioner
Corrected Item-Total Correlation
X11 .399 X115 (.173)*X12 .289 X116 .197X13 .392 X117 (.151)*X14 .496 X118 .322X15 .415 X119 .349X16 (.156)* X120 .330X17 .203 X121 .228
125
Nomor Kuesioner
Corrected Item-Total Correlation
Nomor Kuesioner
Corrected Item-Total Correlation
X18 (.068)* X122 .305X19 .227 X123 .342
X110 .469 X124 (.057)*X111 .503 X125 .230X112 (.159)* X126 .244X113 .202
X127 .225X114 .301
Sumber data: Output SPSS Versi 16.0(*) lebih kecil dibandingkan dengan thitung 0.195
Pada tahap kedua angka Cronbach’s Alpha naik menjadi 0.757
dengan tiga instrumen kuesioner dihilangkan yaitu X17, X113 dam X 116.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
Cronbach's Alpha Based on
Standardized Items N of Items
.757 .766 21 Sumber data: Output SPSS Versi 16.0
Item-Total Statistics
Nomor Kuesioner
Corrected Item-Total Correlation
Nomor Kuesioner
Corrected Item-Total Correlation
X11 .435 X116 (.179)*X12 .308 X118 .322X13 .433 X119 .393
126
Nomor Kuesioner
Corrected Item-Total Correlation
Nomor Kuesioner
Corrected Item-Total Correlation
X14 .510 X120 .330X15 .475 X121 .211X17 (.179)* X122 .286X19 .240 X123 .319
X110 .474 X125 .210X111 .522 X126 .253X113 (.136)* X127 .261X114 .218 X116 .179
Sumber data: Output SPSS Versi 16.0 (*) lebih kecil dibandingkan dengan thitung 0.195
Pada tahap ketiga angka Cronbach’s Alpha naik menjadi 0.762
dengan satu instrumen kuesioner dihilangkan yaitu X114.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
Cronbach's Alpha Based on
Standardized Items N of Items
.762 .772 18 Sumber data: Output SPSS Versi 16.0
Item-Total Statistics
127
Nomor Kuesioner
Corrected Item-Total Correlation
Nomor Kuesioner
Corrected Item-Total Correlation
X11 .469 X118 .276X12 .323 X119 .401X13 .470 X120 .344X14 .520 X121 .224X15 .483 X122 .280X19 .228 X123 .275
X110 .475 X125 .243X111 .501 X126 .280X114 (.175)* X127 .254
Sumber data: Output SPSS Versi 16.0 (*) lebih kecil dibandingkan dengan thitung 0.195
Angka output reability pada variabel Budaya Organisasi (X1)
merupakan tiga kali tahap iterasi variabel X11 sampai dengan X27.
Item-Total Statistics
Nomor Kuesioner
Corrected Item-Total Correlation
Nomor Kuesioner
Corrected Item-Total Correlation
X11 .495 X119 .428X12 .354 X120 .331X13 .493 X121 .209X14 .526 X122 .259X15 .505 X123 .276X19 .210 X125 .231
X110 .479 X126 .297X111 .477
X127 .260X118 .240
Sumber data: Output SPSS Versi 16.0
128
Dengan demikian penghilangan kuesioner nomor 6, 7, 8, 12, 13, 14,
15, 16, 17 dan 24. Items kuesioner yang tidak valid disajikan dalam
tabel 5.15 berikut ini:
Tabel 5.15Kuesioner Variabel Budaya Organisasi (X1) Yang Tidak Valid
X16
Budaya organisasi dalam kaitannya dengan orientasi hasil, sejauh mana manajemen memusatkan perhatian pada hasil bukannya pada teknik dan proses yang digunakan
X17
Budaya organisasi dalam kaitannya dengan orientasi orang, sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan dampak hasil-hasil pada orang-orang di dalam organisasi
X18Budaya organisasi dalam kaitannya dengan orientasi tim mengorganisasikan kegiatan kerja berdasar tim
X112Budaya organisasi dalam kemantapan menekankan sejauh mana kegiatan dilakukan untuk mempertahankan status quo
X113Budaya organisasi dalam kemantapan menekankan sejauh mana kegiatan dilakukan bukannya untuk pertumbuhan organisasi
X114
Budaya organisasi berupa tingkat kekuasaan (power distance) menyangkut jarak kekuasan yang lebar menunjukkan orang yang tidak memiliki kekuasaan cenderung bergantung kepada orang yang memiliki kekuasaan
X115
Budaya organisasi berupa tingkat kekuasaan (power distance) menyangkut jarak kekuasan yang lebar dapat diibaratkan kekuasaan hanya milik orang tertentu yang memiliki kedudukan
X116
Budaya organisasi berupa tingkat kekuasaan (power distance) menyangkut jarak kekuasaan yang sempit memperlihatkan tingkat ketergantungan orang-orang yang tidak memiliki kekuasaan cenderung rendah kepada yang memiliki kekuasaan
X117
Budaya organisasi berupa tingkat kekuasaan (power distance) menyangkut jarak kekuasaan yang sempit dicerminkan dari kelompok yang berkuasa maupun yang tidak berkuasa sesungguhnya saling tergantung
X124
Budaya organisasi kaitannya dengan perbedaan peran gender tidak secara tegas membedakan antara masing-masing peran gender (femininity)
Sumber data: Tabel Operasionalisasi Variabel Budaya Organisasi
Pertanyaan X16 “Budaya organisasi dalam kaitannya dengan
orientasi hasil, sejauh mana manajemen memusatkan perhatian pada
hasil bukannya pada teknik dan proses yang digunakan”. Pertanyaan
ini setelah diolah secara statistik tidak valid mengindikasikan persepsi
responden terhadap pertanyaan ini adalah memperhatikan teknik dan
129
proses yang digunakan masih menjadi hal yang penting dalam
mencapai sesuatu hasil pekerjaan.
Pertanyaan X17 “Budaya organisasi dalam kaitannya dengan
orientasi orang, sejauh mana keputusan manajemen
memperhitungkan dampak hasil-hasil pada orang-orang di dalam
organisasi”. Pertanyaan ini setelah di olah secara statistik tidak valid
mengindikasikan persepsi responden terhadap pertanyaan ini adalah
dampak yang dihasilkan masih belum merata diterima oleh pegawai.
Pertanyaan X18 “Budaya organisasi dalam kaitannya dengan
orientasi tim mengorganisasikan kegiatan kerja berdasar tim”.
Pertanyaan ini setelah di olah secara statistik tidak valid
mengindikasikan persepsi responden terhadap pertanyaan ini adalah
bekerja berdasar tim tidak banyak disukai dikarenakan karakter
individu dari masing-masing pegawai masih sangat dominan.
Pertanyaan X112 ”Budaya organisasi dalam kemantapan
menekankan sejauh mana kegiatan dilakukan untuk mempertahankan
status quo”. Pertanyaan ini setelah di olah secara statistik tidak valid
mengindikasikan persepsi responden terhadap pertanyaan ini adalah
situasi mempertahankan status quo sudah tidak banyak diminati
banyak pegawai, yang dipikirkan adalah perubahan kearah yang lebih
baik dan lebih sejahtera.
Pertanyaan X113 “Budaya organisasi dalam kemantapan
menekankan sejauh mana kegiatan dilakukan bukannya untuk
pertumbuhan organisasi”. Pertanyaan ini setelah di olah secara
statistik tidak valid mengindikasikan persepsi responden terhadap
130
pertanyaan ini adalah keinginan untuk bertumbuhnya organisasi tidak
dihiraukan oleh sebagian responden.
Pertanyaan X114 “Budaya organisasi berupa tingkat kekuasaan
(power distance) menyangkut jarak kekuasan yang lebar menunjukkan
orang yang tidak memiliki kekuasaan cenderung bergantung kepada
orang yang memiliki kekuasaan”. Pertanyaan ini setelah di olah secara
statistik tidak valid mengindikasikan persepsi responden terhadap
pertanyaan ini adalah hubungan saling ketergantungan ini tidak
mencerminkan pilihan pegawai pada umumnya.
Pertanyaan X115 “Budaya organisasi berupa tingkat kekuasaan
(power distance) menyangkut jarak kekuasan yang lebar dapat
diibaratkan kekuasaan hanya milik orang tertentu yang memiliki
kedudukan”. Pertanyaan ini setelah di olah secara statistik tidak valid
mengindikasikan persepsi responden terhadap pertanyaan ini adalah
pernyataan ini tidak banyak direspon oleh pegawai karena kekuasaan
yang dianggap juga dapat dimiliki pegawai yang tidak memiliki
kedudukan seperti di jabatan fungsional dan setaranya.
Pertanyaan X116 “Budaya organisasi berupa tingkat kekuasaan
(power distance) menyangkut jarak kekuasaan yang sempit
memperlihatkan tingkat ketergantungan orang-orang yang tidak
memiliki kekuasaan cenderung rendah kepada yang memiliki
kekuasaan”. Pertanyaan ini setelah di olah secara statistik tidak valid
mengindikasikan persepsi responden terhadap pertanyaan ini adalah
persepsi pegawai selama ini menganggap ketergantungan dengan
orang yang memiliki kekuasaan merupakan hal yang sah-sah saja.
131
Pertanyaan X117 “Budaya organisasi berupa tingkat kekuasaan
(power distance) menyangkut jarak kekuasaan yang sempit
dicerminkan dari kelompok yang berkuasa maupun yang tidak
berkuasa sesungguhnya saling tergantung”. Pertanyaan ini setelah di
olah secara statistik tidak valid mengindikasikan persepsi responden
terhadap pertanyaan ini adalah saling ketergantungan antara
kelompok tersebut tidak terlihat dengan jelas dan baik oleh pegawai.
Pertanyaan X124 “Budaya organisasi kaitannya dengan perbedaan
peran gender tidak secara tegas membedakan antara masing-masing
peran gender (femininity)”. Pertanyaan ini setelah di olah secara
statistik tidak valid mengindikasikan persepsi responden terhadap
pertanyaan ini adalah persepsi pegawai masih merespon berbedaan
peran dalam pekerjaan.
5.2.1.1.2 Pengujian Validitas Variabel Gaya Kepemimpinan
(X2)
Pada tahap pertama angka Cronbach’s Alpha 0.749 dengan dua
instrumen kuesioner dihilangkan yaitu X25 dan X29 karena angka
Corrected Item Correlation 0.129 dan 0.058 lebih kecil dibandingkan
dengan thitung 0.195.
132
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
Cronbach's Alpha Based on
Standardized Items N of Items
.749 .753 16 Sumber data: Output SPSS Versi 16.0
Item-Total Statistics
Nomor Kuesioner
Corrected Item-Total Correlation
Nomor Kuesioner
Corrected Item-Total Correlation
X21 .479 X29 (.058)*X22 .497 X210 .366X23 .400 X211 .229X24 .401 X212 .286X25 (.129)* X213 .270X26 .365 X214 .440X27 .557 X215 .314X28 .444 X216 .296
Sumber data: Output SPSS Versi 16.0(*) lebih kecil dibandingkan dengan thitung 0.195
Angka output reability pada variabel Gaya Kepemimpinan (X2)
merupakan satu kali tahap iterasi variabel X21 sampai dengan X216.
Item-Total Statistics
Nomor Kuesioner
Corrected Item-Total Correlation
Nomor Kuesioner
Corrected Item-Total Correlation
X21 .534 X210 .333X22 .537 X211 .237X23 .400 X212 .259X24 .360 X213 .319
133
Nomor Kuesioner
Corrected Item-Total Correlation
Nomor Kuesioner
Corrected Item-Total Correlation
X26 .390 X214 .438X27 .573 X215 .340X28 .398 X216 .327
Sumber data: Output SPSS Versi 16.0
Dengan demikian penghilangan kuesioner nomor 5 dan 9. Items
kuesioner yang tidak valid disajikan dalam tabel 5.16 berikut ini:
Tabel 5.16Kuesioner Variabel Gaya Kepemimpinan (X2) Yang Tidak Valid
X25
Kepemimpinan berupa kepemimpinan LMX (leader-member exchange) berdasar pada hubungan-rendah terdapat tingkat saling mempengaruhi yang relatif rendah, hanya perlu memenuhi persyaratan peran yang formal
X29
Kepemimpinan berupa kepemimpinan situasional mempunyai pola hubungan rendah dan tugas tinggi yang berarti pimimpin yang berorientasi tugas yang paling tepat
Sumber data: Tabel Operasionalisasi Variabel Gaya Kepemimpinan
Pertanyaan X26 “Kepemimpinan berupa kepemimpinan LMX (leader-
member exchange) berdasar pada hubungan-rendah terdapat tingkat
saling mempengaruhi yang relatif rendah, hanya perlu memenuhi
persyaratan peran yang formal”. Pertanyaan ini setelah di olah secara
statistik tidak valid mengindikasikan persepsi responden terhadap
pertanyaan ini adalah ada kemungkinan pegawai tidak mengerti
karena pernyataan ini kurang dapat dipahami.
Pertanyaan X29 “Kepemimpinan berupa kepemimpinan situasional
mempunyai pola hubungan rendah dan tugas tinggi yang berarti
pimimpin yang berorientasi tugas yang paling tepat”. Pertanyaan ini
setelah di olah secara statistik tidak valid mengindikasikan persepsi
134
responden terhadap pertanyaan ini adalah pemimpin tidak sepenuhnya
berorientasi tugas yang digambarkan dalam pandangan beberapa
pegawai.
5.2.1.1.3 Pengujian Validitas Variabel Kinerja Keuangan dan
Non Keuangan (Y)
Seluruh pertanyaan pada variabel Kinerja Keuangan dan Non
Keuangan dinyatakan valid, walaupun demikian terdapat perbedaan
pemahaman instrumen penelitian angka thitung pada pertanyaan Y11
“Kinerja keuangan kaitannya dengan bertumbuh (growth)
mengembangkan suatu produk atau jasa baru diharapkan dapat
meningkatkan kesejahteraan organisasi” angka Corrected Item-Total
Correlation 0.366 (nilai terendah) dan pertanyaan Y14 “Kinerja
keuangan kaitannya dengan bertumbuh (growth) mengembangkan
sistem diharapkan dapat lebih terpadu, teratur dan tersinkronisasi
dengan kelancaran proses keuangan” angka Corrected Item-Total
Correlation 0.765 (nilai tertinggi). Dilihat dari persepsi responden
terhadap variabel Kinerja Keuangan dan Non Keuangan (Y) terhadap
kedua kuesioner tersebut kebutuhan akan pengembangan suatu
produk atau jasa baru yang diharapkan dapat meningkatkan
kesejahteraan direspon terendah dan pengembangan sistem
diharapkan dapat lebih terpadu, teratur dan tersinkronisasi dengan
kelancaran proses keuangan direspon tertinggi menunjukan bahwa
kemungkinan yang terjadi adalah masih rendahnya keinginan
responden untuk mengembangan produk atau jasa yang dapat
135
meningkatkan kesejahteraan namun di sisi yang lain sangat tingginya
keinginan responden terhadap pengembangan sistem mengarah
kepada keterpaduan, keteraturan dan kesinkronisasian dalam rangka
meningkatkan kelancaran proses keuangan yang terjadi pada saat ini.
Item-Total Statistics
Nomor Kuesioner
Corrected Item-Total Correlation
Nomor Kuesioner
Corrected Item-Total Correlation
Y11 .366 Y18 .595Y12 .712 Y19 .656Y13 .740 Y110 .676Y14 .765 Y111 .706Y15 .625 Y112 .689Y16 .751
Y113 .741Y17 .568
Sumber data: Output SPSS Versi 16.0
5.2.1.2 Pengujian Reabilitas Variabel
Sesuai dengan judul penelitian ini “Pengaruh Budaya Organisasi,
Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja Keuangan dan Non Keuangan
(Studi Kasus Pada PPPTMGB “LEMIGAS”) disajikan dengan tahap-tahap
pengujian dan penggunaan program SPSS Versi 16.0 berikut ini:
(a) buka program SPSS Versi 16.0
136
(b) copy data dari Microsoft Excel
(c) pindahkan ke kolom variable view SPSS
137
(d) berikan nama tiap nomor kuesioner, misalkan X11,
X12, X13 dan seterusnya sampai seluruh jumlah kuesioner tiap
variabel terekap
(e) pengolahan data diawali dengan klik Analyze,
kemudian klik Scale dan klik Reliability Analysis
138
(f) blok per variabel dan pindahkan kuesioner tiap
variabel ke Items sebelah kanan
139
(g) klik Statistics dan contreng Item, scale, Scale if
items deleted pada kotak pilihan Descriptions for, Correlations,
Covariances pada kotak pilihan Inter-Item, Means, Variances pada
kotak pilihan Summaries.
(h) kemudian klik countinue
(i) tekan ok
Melalui tahap-tahap pengolahan data ini, akan dapat diperoleh
perhitungan output berupa Case processing summary, reliability
statistics, item statistics, Item-Total Statistics (angka thitung atau pada
kolom Corrected Item-Total Correlation).
140
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 111 100.0
Excludeda 0 .0
Total 111 100.0 Sumber data: Output SPSS Versi 16.0
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
Cronbach's Alpha Based on
Standardized Items N of Items
.745 .755 27 Sumber data: Output SPSS Versi 16.0
141
Item Statistics
Mean Std. Deviation N
X11 3.9910 .74462 111
X12 3.8378 .81509 111
X13 3.9459 .81840 111
X14 4.0000 .66058 111
X15 3.8829 .77152 111
X16 3.2432 .92654 111
X17 3.6937 .69796 111
X18 3.7928 .84334 111
X19 3.8919 .80172 111
X110 3.6757 .85453 111
X111 3.8018 .77248 111
X112 3.0090 .79195 111
X113 2.8739 .84334 111
X114 3.1892 .91962 111
X115 3.3784 1.06219 111
X116 3.2973 1.02332 111
X117 3.7297 .79711 111
X118 3.5045 .92318 111
X119 3.6036 .81217 111
X120 3.2162 .73119 111
X121 3.2072 .77597 111
X122 3.0991 .92397 111
X123 3.1802 1.07194 111
X124 3.1982 .89259 111
X125 3.8829 .73533 111
X126 3.4505 .87114 111
X127 2.9459 .82943 111Sumber data: Output SPSS Versi 16.0
142
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item
Deleted
Scale Variance if
Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Squared Multiple
Correlation
Cronbach's Alpha if Item
Deleted
X11 90.5315 63.215 .399 .718 .730
X12 90.6847 64.054 .289 .647 .736
X13 90.5766 62.737 .392 .613 .730
X14 90.5225 62.852 .496 .654 .727
X15 90.6396 62.814 .415 .613 .729
X16 91.2793 65.294 .156 .389 .745
X17 90.8288 65.707 .203 .353 .741
X18 90.7297 66.835 .068 .523 .750
X19 90.6306 64.908 .227 .484 .740
X110 90.8468 61.476 .469 .448 .725
X111 90.7207 61.785 .503 .511 .724
X112 91.5135 65.816 .159 .538 .744
X113 91.6486 65.030 .202 .550 .741
X114 91.3333 63.242 .301 .511 .735
X115 91.1441 64.415 .173 .622 .745
X116 91.2252 64.212 .197 .499 .743
X117 90.7928 65.893 .151 .409 .744
X118 91.0180 62.927 .322 .559 .734
X119 90.9189 63.312 .349 .547 .733
X120 91.3063 64.087 .330 .357 .734
X121 91.3153 65.036 .228 .456 .740
X122 91.4234 63.155 .305 .325 .735
X123 91.3423 61.591 .342 .419 .732
X124 91.3243 66.857 .057 .452 .751
X125 90.6396 65.214 .230 .506 .740
X126 91.0721 64.322 .244 .556 .739
X127 91.5766 64.792 .225 .350 .740Sumber data: Output SPSS Versi 16.0
143
5.2.1.2.1 Pengujian Reabilitas Variabel Budaya Organisasi
(X1)
Uji reliabilitas merupakan uji instrumen pada N of Items sebanyak
27 kuesioner untuk variabel Budaya Organisasi (X1) dengan
menggunakan hasil output SPSS. Kriteria uji reliabilitas adalah
membandingkan Cronbach’s Alpha harus lebih besar dibandingkan
dengan 0.60. Adapun output pengolahan data untuk variabel Budaya
Organisasi (X1) dapat disajikan berikut ini:
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
Cronbach's Alpha Based on
Standardized Items N of Items
.765 .774 17 Sumber data: Output SPSS Versi 16.0
Hasil Reliability Statistics menunjukan Cronbach’s Alpha 0.765 lebih
besar dari 0.60 dengan demikian seluruh N of Items pertanyaan
dinyatakan realibel. Artinya terdapat konsistensi jawaban responden
atas pertanyaan kuesioner yang diajukan pada variabel Budaya
Organisasi (X1).
Item-Total Statistics
Nomor Kuesioner
Corrected Item-Total Correlation
Nomor Kuesioner
Corrected Item-Total Correlation
X11 .495 X119 .428X12 .354 X120 .331
144
Nomor Kuesioner
Corrected Item-Total Correlation
Nomor Kuesioner
Corrected Item-Total Correlation
X13 .493 X121 .209X14 .526 X122 .259X15 .505 X123 .276X19 .210 X125 .231
X110 .479 X126 .297X111 .477
X127 .260X118 .240
Sumber data: Output SPSS Versi 16.0
Angka output reability pada variabel Budaya Organisasi (X1)
merupakan tiga kali tahap iterasi variabel X11 sampai dengan X27.
5.2.1.2.2 Pengujian Reabilitas Variabel Gaya Kepemimpinan
(X2)
Uji reliabilitas merupakan uji instrumen pada N of Items sebanyak
16 pertanyaan untuk variabel Gaya Kepemimpinan (X2) dengan
menggunakan hasil output SPSS. Kriteria uji reliabilitas adalah
membandingkan Cronbach’s Alpha harus lebih besar dibandingkan
dengan 0,60. Adapun output pengolahan data untuk variabel Gaya
Kepemimpinan (X2) dapat disajikan berikut ini:
145
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
Cronbach's Alpha Based on
Standardized Items N of Items
.772 .775 14 Sumber data: Output SPSS Versi 16.0
Hasil Reliability Statistics menunjukan Cronbach’s Alpha 0.772 lebih
besar dari 0.60 dengan demikian seluruh N of Items pertanyaan
dinyatakan realibel. Artinya terdapat konsistensi jawaban responden
atas pertanyaan kuesioner yang diajukan pada variabel Gaya
Kepemimpinan (X2).
Item-Total Statistics
Nomor Kuesioner
Corrected Item-Total Correlation
Nomor Kuesioner
Corrected Item-Total Correlation
X21 .534 X210 .333X22 .537 X211 .237X23 .400 X212 .259X24 .360 X213 .319X26 .390 X214 .438X27 .573 X215 .340X28 .398 X216 .327
Sumber data: Output SPSS Versi 16.0
Angka output reability pada variabel Gaya Kepemimpinan (X2)
merupakan satu kali tahap iterasi variabel X21 sampai dengan X216.
146
5.2.1.2.3 Pengujian Reabilitas Variabel Kinerja Keuangan dan
Non Keuangan (Y)
Uji reliabilitas merupakan uji instrumen pada N of Items sebanyak
13 pertanyaan untuk variabel Kinerja Keuangan dan Non Keuangan
(KIN) dengan menggunakan hasil output SPSS. Kriteria uji reliabilitas
adalah membandingkan Cronbach’s Alpha harus lebih besar
dibandingkan dengan 0,60. Adapun output pengolahan data untuk
variabel Kinerja Kuangan dan Non Keuanagn (Y) dapat disajikan berikut
ini:
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
Cronbach's Alpha Based on
Standardized Items N of Items
.922 .921 13 Sumber data: Output SPSS Versi 16.0
Hasil Reliability Statistics menunjukan Cronbach’s Alpha 0,922 lebih
besar dari 0,60 dengan demikian seluruh N of Items pertanyaan
dinyatakan realibel. Artinya terdapat konsistensi jawaban responden
atas pertanyaan kuesioner yang diajukan pada variabel Kinerja
Keuangan dan Non Keuangan (Y).
147
Item-Total Statistics
Nomor Kuesioner
Corrected Item-Total Correlation
Nomor Kuesioner
Corrected Item-Total Correlation
Y11 .366 Y18 .595Y12 .712 Y19 .656Y13 .740 Y110 .676Y14 .765 Y111 .706Y15 .625 Y112 .689Y16 .751
Y113 .741Y17 .568
Sumber data: Output SPSS Versi 16.0
5.2.1.3 Pengujian Normalitas
Gambar 5.7Grafik Histogram Normalitas Residual
148
Gambar 5.7 menunjukkan bahwa grafik histrogram normalitas
residual yang membandingkan data observasi dengan distribusi tidak
menceng ke kanan atau ke kiri, sehingga dapat disimpulkan residual
terdistribusi secara normal.
Gambar 5.8Grafik Normal Probability Plot
Gambar 5.8 menunjukkan normal probability plot titik-titik menyebar berhimpit di sekitar diagonal, data residual mengikuti garis diagonalnya. Sehingga dapat disimpulkan residual tersebut berdistribusi normal.
5.2.2 Analisa Antara Hasil Pengujian Reliabilitas Variabel
Budaya Organisasi (X1), Variabel Gaya Kepemimpinan (X2)
dan Variabel Kinerja Keuangan dan Non Keuangan (Y)
149
Dilihat dari hasil uji reliabilitas masing-masing variabel disajikan
sebagai berikut:
Tabel 5.17Hasil Pengujian Reliabilitas Seluruh Variabel
Variabel Banyaknya Iterasi Cronbach’s Alpha Keterangan
X1 Budaya Organisasi 3 kali
0,745 (I)0,757 (II)0,762 (III)
0.765 (hasil akhir)
Setelah iterasi ke-3 angka Cronbach’s Alpha makin besar
X2Gaya Kepemimpinan 1 kali
0,749 (I)0.772 (hasil
akhir)
Setelah iterasi Cronbach’s Alpha makin besar
Y Kinerja Keuangan dan Non Keuangan
Tidak iterasi 0.922 -
Sumber data: diolah sendiri
5.2.3 Transformasi Data Ordinal Ke Data Interval Variabel
Pengaruh Budaya Organisasi (X1), Gaya Kepemimpinan
(X2) Terhadap Kinerja Keuangan dan Non Keuangan (Y)
Menurut Ridwan (2007:30) kegunaan transformasi data ordinal
menjadi data interval untuk memenuhi analisis statistik dengan
metode parametrik.
Rumus yang di pakai untukmentransformasi data ordinal ke data
interval adalah:
I = 50 + 10 * ( - ) /
150
Dimana :
I = data interval yang ditransformasikan
= variabel di dalam indikator yang ditransformasikan
= rata-rata hitung
= standar deviasi
5.2.3.1 Transformasi Data Ordinal ke Data Interval Variabel
Budaya Organisasi (X1)
Cara yang dilakukan adalah melakukan perhitungan dengan
bantuan program SPSS Versi 16.0 yaitu dengan cara seluruh data yang
mempunyai validitas yang telah teruji lulus pada seluruh tahapan
iterasi (data final). Langkah-langkahnya:
(a) buka program SPSS Versi 16.0
(b) klik Transform
(c) Klik Compute Variable
151
(d) Akan muncul icon Target Variable
(e) Isi iX11
(f) Tahap berikutnya klik Numeric Expression
(g) Klik button 50+10*(klik X11)-mean)/stardard
deviation
152
(h) Dan seterusnya sampai ke variabel terakhir
Item Statistics
153
Mean Std. Deviation NX11 3.9910 .74462 111X12 3.8378 .81509 111X13 3.9459 .81840 111X14 4.0000 .66058 111X15 3.8829 .77152 111X19 3.8919 .80172 111X110 3.6757 .85453 111X111 3.8018 .77248 111X118 3.5045 .92318 111X119 3.6036 .81217 111X120 3.2162 .73119 111X121 3.2072 .77597 111X122 3.0991 .92397 111X123 3.1802 1.07194 111X125 3.8829 .73533 111X126 3.4505 .87114 111X127 2.9459 .82943 111Sumber data: Output SPSS Versi 16.0
Hasil transformasi data ordinal ke data interval X11, X12, X13, X14, X15, X19,
X110, X111, X118, X119, X120, X121, X122, X123, X125, X126, X127 disajikan sebagai
berikut:
Tabel 5.18Data Transformasi Variabel Budaya Organisasi (X1)
iX11 iX12 iX13 iX14 iX15 iX19 iX11050,12 51,99 50,66 50,00 51,52 38,88 42,0950,12 51,99 38,44 65,14 51,52 63,82 53,8063,55 64,26 50,66 50,00 51,52 51,35 53,8063,55 64,26 62,88 65,14 51,52 51,35 65,5063,55 51,99 50,66 50,00 51,52 51,35 53,8050,12 51,99 50,66 50,00 38,56 38,88 53,8050,12 51,99 50,66 50,00 51,52 38,88 42,0950,12 27,45 62,88 50,00 51,52 51,35 53,8036,69 39,72 26,22 34,86 25,59 51,35 42,09
154
50,12 51,99 62,88 65,14 51,52 63,82 65,5050,12 51,99 50,66 50,00 64,48 51,35 53,8050,12 51,99 62,88 50,00 51,52 51,35 53,8050,12 51,99 50,66 50,00 51,52 51,35 53,8036,69 39,72 38,44 34,86 38,56 38,88 42,0950,12 51,99 50,66 50,00 51,52 26,40 30,3963,55 64,26 62,88 65,14 64,48 63,82 30,3950,12 51,99 50,66 50,00 51,52 51,35 42,0950,12 51,99 38,44 50,00 51,52 51,35 30,3950,12 51,99 50,66 50,00 51,52 51,35 42,0923,26 27,45 26,22 19,72 25,59 51,35 42,0950,12 51,99 50,66 50,00 51,52 38,88 42,0923,26 27,45 26,22 19,72 25,59 26,40 30,3936,69 39,72 26,22 34,86 25,59 51,35 42,0950,12 51,99 50,66 50,00 64,48 51,35 53,8050,12 39,72 50,66 50,00 64,48 51,35 42,0950,12 64,26 62,88 65,14 64,48 51,35 42,0950,12 51,99 50,66 50,00 38,56 38,88 42,09
Sumber data: Output SPSS Versi 16.0
5.2.3.2 Transformasi Data Ordinal Ke Data Inverval Variabel
Gaya Kepemimpinan (X2)
Cara yang dilakukan adalah melakukan perhitungan dengan
bantuan program SPSS Versi 16.0 yaitu dengan cara seluruh data yang
mempunyai validitas yang telah teruji lulus pada seluruh tahapan
iterasi (data final). Langkah-langkahnya:
(a) buka program SPSS Versi 16.0
(b) klik Transform
(c) Klik Compute Variable
155
(d) Akan muncul icon Target Variable
(e) Isi IX21
(f) Tahap berikutnya klik Numeric Expression
(g) Klik button 50+10*(klik X11)-mean)/stardard
deviation
156
(h) Dan seterusnya sampai ke variabel terakhir
Item Statistics
Mean Std. Deviation NX21 3.7027 .93025 111X22 3.9730 .73187 111X23 3.5135 .85136 111X24 3.3423 .75673 111X26 3.2883 .83544 111X27 3.6486 .66945 111X28 3.2523 .75641 111X210 3.3423 .82567 111X211 3.5315 .77248 111X212 3.0541 .84032 111X213 3.7297 .80843 111X214 3.6757 .75272 111X215 3.8198 .77692 111X216 3.9009 .75021 111Sumber data: Output SPSS Versi 16.0
157
Hasil transformasi data ordinal ke data interval X21, X22, X23, X24, X26, X27,
X28, X210, X211, X212, X213, X214, X215, X216 disajikan sebagai berikut:
Tabel 5.19Data Transformasi Variabel Gaya Kepemimpinan (X2)
iX21 iX22 iX23 iX24 iX26 iX27 iX2853,20 50,37 55,71 45,48 46,55 40,31 46,6653,20 50,37 55,71 32,26 58,52 55,25 46,6642,45 36,71 43,97 45,48 46,55 40,31 46,6653,20 50,37 55,71 58,69 58,52 55,25 59,8853,20 50,37 55,71 45,48 58,52 55,25 59,8853,20 64,03 67,46 71,91 46,55 55,25 46,6653,20 50,37 55,71 32,26 46,55 40,31 46,6653,20 50,37 55,71 45,48 58,52 55,25 46,6653,20 36,71 43,97 45,48 46,55 40,31 46,6653,20 64,03 55,71 58,69 34,58 55,25 73,1153,20 50,37 55,71 58,69 46,55 55,25 46,6653,20 50,37 55,71 58,69 46,55 55,25 46,6653,20 50,37 43,97 58,69 58,52 55,25 59,8842,45 36,71 43,97 45,48 46,55 40,31 46,6653,20 50,37 55,71 58,69 58,52 55,25 59,8842,45 64,03 32,22 32,26 58,52 40,31 59,8842,45 50,37 55,71 58,69 46,55 55,25 46,6631,70 50,37 55,71 45,48 58,52 55,25 33,4453,20 50,37 55,71 58,69 58,52 55,25 59,8853,20 50,37 55,71 58,69 46,55 55,25 46,6653,20 50,37 55,71 45,48 46,55 40,31 46,6631,70 23,04 32,22 45,48 34,58 40,31 46,6653,20 36,71 43,97 45,48 46,55 40,31 46,6653,20 50,37 55,71 58,69 46,55 55,25 46,6653,20 50,37 55,71 45,48 58,52 55,25 46,6663,95 64,03 55,71 45,48 46,55 55,25 46,6653,20 50,37 43,97 45,48 58,52 55,25 46,6642,45 64,03 32,22 32,26 58,52 55,25 33,4463,95 50,37 43,97 58,69 58,52 55,25 59,8842,45 36,71 43,97 45,48 46,55 40,31 46,66
Sumber data: Output SPSS Versi 16.0
5.2.3.3 Transformasi Data Ordinal Ke Data Interval Variabel
Kinerja Keuangan dan Non Keuangan (Y)
Cara yang dilakukan adalah melakukan perhitungan dengan
bantuan program SPSS Versi 16.0 yaitu dengan cara seluruh data yang
158
mempunyai validitas yang telah teruji lulus pada seluruh tahapan
iterasi (data final). Langkah-langkahnya:
(a) buka program SPSS Versi 16.0
(b) klik Transform
(c) Klik Compute Variable
(d) Akan muncul icon Target Variable
(e) Isi iY11
(f) Tahap berikutnya klik Numeric Expression
(g) Klik button 50+10*(klik Y11-mean)/stardard
deviation
159
(h) Dan seterusnya sampai ke variabel terakhir
Item Statistics
Mean Std. Deviation N
Y11 4.0901 .68157 111
Y12 3.9099 .72047 111
Y13 3.8649 .88919 111
Y14 3.9009 .75021 111
Y15 3.9550 .63800 111
Y16 3.8829 .77152 111
Y17 3.9550 .71842 111
Y18 3.5676 .79340 111
Y19 3.6126 .87564 111
Y110 3.6937 .89232 111
Y111 3.8378 .72036 111
Y112 3.6847 .82000 111
Y113 3.7658 .89397 111Sumber data: Output SPSS Versi 16.0
160
Hasil transformasi data ordinal ke data interval Y11, Y12, Y13, Y14, Y15, Y16,
Y17, Y18, Y19, Y110, Y111, Y112, Y113 disajikan sebagai berikut:
Tabel 5.20Data Transformasi Variabel Kinerja Keuangan dan Non Keuangan (Y)
iY11 iY12 iY13 iY14 iY15 iY16 iY1748,68 51,25 51,52 51,32 50,71 51,52 50,6348,68 51,25 51,52 51,32 50,71 51,52 50,6348,68 51,25 51,52 51,32 50,71 51,52 50,6348,68 51,25 51,52 51,32 50,71 51,52 50,6348,68 51,25 51,52 51,32 50,71 51,52 50,6334,01 23,49 29,03 37,99 35,03 51,52 36,7148,68 51,25 51,52 64,65 66,38 64,48 50,6348,68 51,25 51,52 51,32 35,03 51,52 50,6348,68 51,25 51,52 51,32 50,71 51,52 64,5548,68 51,25 51,52 51,32 50,71 51,52 64,5548,68 51,25 51,52 51,32 50,71 51,52 50,6348,68 51,25 51,52 51,32 50,71 51,52 50,6348,68 51,25 51,52 51,32 50,71 51,52 50,6334,01 37,37 40,27 37,99 35,03 38,56 36,7148,68 51,25 51,52 51,32 50,71 51,52 50,6348,68 37,37 51,52 51,32 50,71 51,52 50,6363,35 65,13 51,52 51,32 50,71 51,52 50,6348,68 51,25 51,52 51,32 50,71 38,56 64,5548,68 51,25 51,52 51,32 50,71 51,52 50,6348,68 51,25 51,52 51,32 50,71 51,52 50,6348,68 51,25 51,52 51,32 50,71 51,52 50,6319,33 23,49 29,03 37,99 35,03 51,52 50,6348,68 51,25 51,52 51,32 50,71 51,52 64,5548,68 51,25 51,52 51,32 50,71 51,52 50,6348,68 51,25 51,52 51,32 50,71 51,52 50,6363,35 65,13 62,77 64,65 66,38 64,48 64,5534,01 37,37 40,27 37,99 35,03 38,56 36,7163,35 51,25 62,77 51,32 66,38 64,48 50,6348,68 51,25 51,52 51,32 50,71 51,52 50,6348,68 51,25 51,52 51,32 50,71 51,52 36,7148,68 51,25 51,52 51,32 50,71 51,52 36,7163,35 51,25 51,52 51,32 50,71 64,48 36,7148,68 51,25 29,03 37,99 35,03 51,52 36,7163,35 65,13 62,77 64,65 66,38 64,48 64,5563,35 51,25 62,77 64,65 66,38 51,52 50,6348,68 51,25 51,52 51,32 50,71 51,52 50,6348,68 51,25 51,52 51,32 50,71 51,52 50,6348,68 51,25 40,27 37,99 35,03 38,56 50,63
Sumber data: Output SPSS Versi 16.0
161
5.2.4 Analisis Data Pengaruh Budaya Organisasi (X1), Gaya
Kepemimpinan (X2) Terhadap Kinerja Keuangan dan Non
Keuangan (Y)
5.2.4.1 Analisis Data Variabel Budaya Organisasi (X1)
Setelah seluruh variabel Budaya Organisasi (X1) dilakukan
transformasi data ordinal ke data interval kemudian dijumlahkan
seluruh nilai skala interval tersebut yang nampak dalam tabal 5.21
berikut ini:
Tabel 5.21Seluruh Data Transformasi Variabel Budaya Organisasi (X1)
No. iX11 iX12 iX13 iX14 iX15 iX191 50,12 51,99 50,66 50,00 51,52 38,882 50,12 51,99 38,44 65,14 51,52 63,823 63,55 64,26 50,66 50,00 51,52 51,354 63,55 64,26 62,88 65,14 51,52 51,355 63,55 51,99 50,66 50,00 51,52 51,356 50,12 51,99 50,66 50,00 38,56 38,887 50,12 51,99 50,66 50,00 51,52 38,888 50,12 27,45 62,88 50,00 51,52 51,359 36,69 39,72 26,22 34,86 25,59 51,35
10 50,12 51,99 62,88 65,14 51,52 63,8211 50,12 51,99 50,66 50,00 64,48 51,3512 50,12 51,99 62,88 50,00 51,52 51,3513 50,12 51,99 50,66 50,00 51,52 51,3514 36,69 39,72 38,44 34,86 38,56 38,8815 50,12 51,99 50,66 50,00 51,52 26,4016 63,55 64,26 62,88 65,14 64,48 63,8217 50,12 51,99 50,66 50,00 51,52 51,3518 50,12 51,99 38,44 50,00 51,52 51,3519 50,12 51,99 50,66 50,00 51,52 51,3520 23,26 27,45 26,22 19,72 25,59 51,35
……… dst
……… dst
……… dst
……… dst
……… dst
……… dst
……… dst
162
111 36,69 51,99 50,66 50,00 51,52 51,35Sumber data: Output SPSS Versi 16.0
Langkah-langkahnya :
(a) buka program SPSS Versi 16.0
(b) klik Transform
(c) Klik Compute Variable
(d) Akan muncul icon Target Variable
(e) Isi Budaya Organisasi
(f) Tahap berikutnya klik Numeric Expression
(g) Lalu di Numeric Expression di isi dengan cara pindahkan klik iX11+ iX12 + iX13 + iX14 + iX15 + iX19 + iX110 + iX111 + iX118 + iX119 + iX120 + iX121 + iX122 + iX123 + iX125 + iX126 + iX127
163
(h) Setelah itu klik Ok
5.2.4.2 Analisis Data Variabel Gaya Kepemimpinan (X2)
Setelah seluruh variabel Gaya Kepemimpinan (X2) dilakukan
transformasi data ordinal ke data interval kemudian dijumlahkan
seluruh nilai skala interval tersebut yang nampak dalam tabal 5.22
berikut ini:
164
Tabel 5.22Seluruh Data Transformasi Variabel Gaya Kepemimpinan (X2)
No. iX21 iX22 iX23 iX24 iX26 iX271 53,20 50,37 55,71 45,48 46,55 40,312 53,20 50,37 55,71 32,26 58,52 55,253 42,45 36,71 43,97 45,48 46,55 40,314 53,20 50,37 55,71 58,69 58,52 55,255 53,20 50,37 55,71 45,48 58,52 55,256 53,20 64,03 67,46 71,91 46,55 55,257 53,20 50,37 55,71 32,26 46,55 40,318 53,20 50,37 55,71 45,48 58,52 55,259 53,20 36,71 43,97 45,48 46,55 40,31
10 53,20 64,03 55,71 58,69 34,58 55,2511 53,20 50,37 55,71 58,69 46,55 55,2512 53,20 50,37 55,71 58,69 46,55 55,2513 53,20 50,37 43,97 58,69 58,52 55,2514 42,45 36,71 43,97 45,48 46,55 40,3115 53,20 50,37 55,71 58,69 58,52 55,2516 42,45 64,03 32,22 32,26 58,52 40,3117 42,45 50,37 55,71 58,69 46,55 55,2518 31,70 50,37 55,71 45,48 58,52 55,2519 53,20 50,37 55,71 58,69 58,52 55,2520 53,20 50,37 55,71 58,69 46,55 55,25
……… dst
……… dst
……… dst
……… dst
……… dst
……… dst
……… dst
111 42,45 50,37 32,22 45,48 34,58 25,37Sumber data: Output SPSS Versi 16.0
Langkah-langkahnya :
(a) buka program SPSS Versi 16.0
(b) klik Transform
(c) Klik Compute Variable
165
(d) Akan muncul icon Target Variable
(e) Isi Gaya Kepemimpinan
(f) Tahap berikutnya klik Numeric Expression
(g) Lalu di Numeric Expression di isi dengan cara pindahkan klik iX21 + iX22 + iX23 + iX24 + iX26 + iX27 + iX28 + iX210 + iX211 + iX212 + iX213 + iX214 + iX215 + iX216
166
(h) Setelah itu klik Ok
5.2.4.3 Analisis Data Variabel Kinerja Keuangan dan Non
Keuangan (Y)
Setelah seluruh variabel Kinerja Keuangan dan Non Keuangan (Y)
dilakukan transformasi data ordinal ke data interval kemudian
dijumlahkan seluruh nilai skala interval tersebut yang nampak dalam
tabal 5.23 berikut ini:
167
Tabel 5.23Seluruh Data Transformasi Variabel Kinerja Keuangan dan Non
Keuangan (Y)
No. iY11 iY12 iY13 iY14 iY15 iY161 48,68 51,25 51,52 51,32 50,71 51,522 48,68 51,25 51,52 51,32 50,71 51,523 48,68 51,25 51,52 51,32 50,71 51,524 48,68 51,25 51,52 51,32 50,71 51,525 48,68 51,25 51,52 51,32 50,71 51,526 34,01 23,49 29,03 37,99 35,03 51,527 48,68 51,25 51,52 64,65 66,38 64,488 48,68 51,25 51,52 51,32 35,03 51,529 48,68 51,25 51,52 51,32 50,71 51,52
10 48,68 51,25 51,52 51,32 50,71 51,5211 48,68 51,25 51,52 51,32 50,71 51,5212 48,68 51,25 51,52 51,32 50,71 51,5213 48,68 51,25 51,52 51,32 50,71 51,5214 34,01 37,37 40,27 37,99 35,03 38,5615 48,68 51,25 51,52 51,32 50,71 51,5216 48,68 37,37 51,52 51,32 50,71 51,5217 63,35 65,13 51,52 51,32 50,71 51,5218 48,68 51,25 51,52 51,32 50,71 38,5619 48,68 51,25 51,52 51,32 50,71 51,5220 48,68 51,25 51,52 51,32 50,71 51,52
……… dst
……… dst
……… dst
……… dst
……… dst
……… dst
……… dst
111 48,68 51,25 51,52 51,32 50,71 51,52Sumber data: Output SPSS Versi 16.0
Langkah-langkahnya:
(a) buka program SPSS Versi 16.0
(b) klik Transform
(c) Klik Compute Variable
168
(d) Akan muncul icon Target Variable
(e) Isi Budaya Organisasi
(f) Tahap berikutnya klik Numeric Expression
(g) Lalu di Numeric Expression di isi dengan cara pindahkan klik iY11 + iY12 + iY13 + iY14 + iY15 + iY16 + iY17 + iY18 + iY19 + iY110 + iY111 + iY112 + iY113
169
(h) Setelah itu klik Ok
5.2.4.4 Hasil Akhir Transformasi Data Ordinal Ke Interval
Seluruh Variabel
Adapun hasil akhir transformasi data ordinal ke interval akan
disajikan berikut:
170
Tabel 5.24Hasil Akhir Transformasi Seluruh Variabel
No. Budaya Organisasi
Gaya Kepemimpina
nKinerja
Keuangan1 766,27 700,85 605,152 886,85 664,64 652,433 890,79 662,04 605,634 1.009,55 815,16 677,645 816,94 740,77 665,456 883,50 778,72 557,817 803,58 610,72 684,168 859,44 752,74 661,979 706,87 623,74 570,60
10 915,38 706,72 691,5611 931,21 741,45 677,6412 875,48 741,11 677,6413 908,19 729,50 677,6414 721,06 599,89 509,4715 843,39 778,20 677,6416 936,39 692,46 662,3617 765,50 729,45 682,1718 724,05 679,75 667,1819 755,02 766,09 677,6420 692,77 741,11 677,64
……..dst ……..dst ……..dst ……..dst
111 730,97 576,51 677,64Sumber data: Output SPSS Versi 16.0
Angka variabel Budaya Organisasi (X1), variabel Gaya
Kepemimpinan (X2) dan variabel Kinerja Keuangan dan Non Keuangan
(Y) akan dilakukan pengolahan data guna menguji hipotesis yang telah
disusun pada Bab I, yaitu terdapat pengaruh Budaya Organisasi dan
Gaya Kepemimpinan terhadap Kinerja Keuangan dan Non Keuangan
baik secara parsial maupun secara simultan.
Langkah-langkah yang dilakukan adalah:
171
(a) Memindahkan seluruh data variabel Budaya
Organisasi (X1), Gaya Kepemimpinan (X2) dan Kinerja Keuangan dan
Non Keuangan (Y) yang sudah dilakukan penjumlahan dari tiap-tiap
interval data ke form baru SPSS
(b) Copy data setiap sum ke data view
(c) Klik view variable kemudian mengisi nama
variabel X1, X2 dan Y
(d) Klik Analyze, Regression, Linier sampai muncul
tampilan Linier Regression
(e) Isi kolom Dependent dengan variabel Kinerja
Keuangan dan Non Keuangan (Y)
(f) Isi kolom Independent(s) dengan semua variabel
Budaya Organisasi (X1) dan Gaya Kepemimpinan (X2)
172
(g) Kemudian klik Statistics sampai muncul tampilan
menu Linier Regression
(h) Contreng semua pilihan ada pada Regression
Coefficients dan Residuals lalu klik Continue
(i) Lalu klik Plots sampai muncul tampilan menu
Linier Regression:Plots, kemudian masukan DEPENDENT ke kolom Y
dan ZPRED ke kolom X dan contreng semua yang ada, kemudian
klik Continue
173
(j) Kemudian klik OK
5.2.5 Hasil Pengolahan Data Untuk Pengujian Hipotesis
5.2.5.1 Korelasi
Korelasi dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel
independen yang ada dalam penelitian.
174
Tabel 5.25Hasil Korelasi antara Variabel Independen
Correlations
Kinerja Keuangan
Budaya Organisasi
Gaya Kepemimpina
nPearson Correlation
KinerjaKeuangan 1.000 .306 .638BudayaOrganisasi .306 1.000 .517GayaKepemimpinan .638 .517 1.000
Sig. (1-tailed) KinerjaKeuangan . .001 .000BudayaOrganisasi .001 . .000GayaKepemimpinan .000 .000 .
N KinerjaKeuangan 111 111 111BudayaOrganisasi 111 111 111GayaKepemimpinan 111 111 111
Sumber data: Output SPSS Versi 16.0
Dari tabel 5.25 didapatkan hasil hubungan sebagai berikut:
Variabel KeteranganBudaya
Organisasi (X1)
Gaya Kepemimpin
an (X2)
Kinerja Keuangan dan Non
Keuangan (Y)
Budaya Organisas
i (X1)
Angka Korelasi 0.517 0.306Angka Signifikansi
0.000 0.001Keeratan Hubungan
Kuat LemahArah Hubungan Positif Negatif
Gaya Kepemimpinan (X2)
Angka Korelasi 0.638Angka Signifikansi
0.000Keeratan Hubungan
KuatArah Hubungan Positif
Kinerja Keuangan dan Non
Keuangan (Y)
Angka KorelasiAngka SignifikansiKeeratan HubunganArah Hubungan
175
5.2.5.2 Hasil Pengolahan Data dengan Path Analysis (Analsa
Jalur)
5.2.5.2.1 Analisa Regresi Secara Keseluruhan (Simultan)
Berikut ini adalah hasil analisa regresi berganda dengan
menggunakan data interval tiga variabel yang diteliti adalah sebagai
berikut:
Tabel 5.26Identifikasi Variabel Penelitian Budaya Organisasi (X1), Gaya
Kepemimpinan (X2) dan Kinerja Keuangan dan Non Keuangan (Y)
Variables Entered/Removedb
Model Variables EnteredVariables Removed Method
1 GayaKepemimpinan, BudayaOrganisasia
. Enter
a. All requested variables entered.b. Dependent Variable: KinerjaKeuangan
Sumber data: Output SPSS Versi 16.0
Dari Tabel 5.26 diatas variabel X1 = Budaya Organisasi, X2 = Gaya
Kepemimpinan dan Y = Kinerja Keuangan dan Non Keuangan tidak ada
yang dihilangkan, semua variabel dapat diasumsikan ke dalam regresi
berikutnya.
176
Setelah mengidentifikasi pengaruh Variabel X1 (Budaya Organisasi),
X2 (Gaya Kepemimpinan) terhadap Y (Kinerja Keuangan dan Non
Keuangan, diperoleh tabel-tabel yang menunjukkan tingkat korelasi
sebagai berikut:
Tabel 5.27Korelasi Secara Simultan
Correlations
Kinerja Keuangan
Budaya Organisasi
Gaya Kepemimpina
nPearson Correlation
KinerjaKeuangan 1.000 .306 .638BudayaOrganisasi .306 1.000 .517GayaKepemimpinan .638 .517 1.000
Sig. (1-tailed)
KinerjaKeuangan . .001 .000BudayaOrganisasi .001 . .000GayaKepemimpinan .000 .000 .
N KinerjaKeuangan 111 111 111BudayaOrganisasi 111 111 111GayaKepemimpinan 111 111 111
Sumber data: Output SPSS Versi 16.0
Tabel 5.28Coefficients Secara Simultan
Coefficientsa
177
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.
95% Confidence
Interval for B Correlations
Collinearity
Statistics
BStd. Error Beta
Lower Bound
Upper Bound
Zero-order
Partial Part
Toleranc
e VIF1 (Constant) 78.095 82.34
4 .948 .345 -85.126
241.316
Budaya Organisasi -.039 .102 -.033 -.380 .704 -.241 .163 .306 -.037 -.02
8 .733 1.365
Gaya Kepemimpinan
.864 .114 .655 7.571 .000 .638 1.090 .638 .589 .561 .733 1.36
5
a. Dependent Variable: KinerjaKeuanganSumber data: Output SPSS Versi 16.0
Tabel 5.29Anova Secara Simultan
ANOVAb
ModelSum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 390215.772 2 195107.886 37.179 .000a
Residual 566759.449 108 5247.773Total 956975.221 110
a. Predictors: (Constant), GayaKepemimpinan, BudayaOrganisasib. Dependent Variable: KinerjaKeuanganSumber data: Output SPSS Versi 16.0
Tabel 5.30Koefisien Determinasi Simultan (Model Summary Simultan)
Model Summaryb
178
Model R R SquareAdjusted R
SquareStd. Error of the Estimate
Durbin-Watson
1 .639a .408 .397 72.44151 1.815a. Predictors: (Constant), GayaKepemimpinan, BudayaOrganisasib. Dependent Variable: KinerjaKeuanganSumber data: Output SPSS Versi 16.0
5.2.5.2.2 Menganalisis Pengaruh Gaya Kepemimpinan (X2)
terhadap Budaya Organisasi (X1)
Berikut ini adalah analisa regresi berganda dengan menggunakan
data interval hubungan antar dua variabel independen yang di teliti
adalah sebagai berikut:
Tabel 5.31Identifikasi Variabel Penelitian
Gaya Kepemimpinan (X2) dan Budaya Organisasi (X1)
Variables Entered/Removedb
Model Variables EnteredVariables Removed Method
1 GayaKepemimpinana . Enter
a. All requested variables entered.b. Dependent Variable: BudayaOrganisasi
Sumber data: Output SPSS Versi 16.0
179
Dari Tabel 5.31 diatas variabel X1 = Budaya Organisasi dan X2 =
Gaya Kepemimpinan tidak ada yang dihilangkan, semua variabel dapat
diasumsikan ke dalam regresi berikutnya.
Setelah mengidentifikasi pengaruh Variabel X2 (Gaya
Kepemimpinan) terhadap X1 (Budaya Organisasi) diperoleh tabel-tabel
yang menunjukkan tingkat korelasi sebagai berikut:
Tabel 5.32Korelasi Gaya Kepemimpinan (X2) terhadap Budaya Organisasi
(X1)
Correlations
Budaya Organisasi
Gaya Kepemimpinan
Pearson Correlation
BudayaOrganisasi 1.000 .517GayaKepemimpinan .517 1.000
Sig. (1-tailed) BudayaOrganisasi . .000GayaKepemimpinan .000 .
N BudayaOrganisasi 111 111GayaKepemimpinan 111 111
Sumber data: Output SPSS Versi 16.0
Pengujian hipotesis tentang pengaruh variabel Gaya Kepemimpinan
(X2) terhadap variabel Budaya Organisasi (X1), dilakukan dengan cara
membandingkan besaranya p-value pada kolom sig dengan level of
significant (a) sebesar 0,05 dengan kriteria penerimaan dan penolakan
hipotesis yang diusulkan sebagai berikut:
Ho diterima jika F atau thitung < F atau ttabel, atau nilai p-value
pada kolom sig > level of significant (a)
180
Ho ditolak jika F atau thitung > F atau ttabel, atau nilai p-value
pada kolom sig > level of significant (a)
Ha diterima jika F atau thitung > F atau ttabel, atau nilai p-value
pada kolom sig > level of significant (a)
Ha ditolak jika F atau thitung < F atau ttabel, atau nilai p-value
pada kolom sig > level of significant (a)
Dimana:
Ho : Tidak ada pengaruh antara variabel Gaya Kepemimpinan
terhadap variabel Budaya Organisasi
Ha : Ada pengaruh antara variabel Gaya Kepemimpinan terhadap
variabel Budaya Organisasi
Untuk menguji hipotesis dari pengaruh kedua variabel tersebut
dapat diketahui dengan melihat tabel ANOVA dan Coefficients dibawah
ini:
ANOVAb
ModelSum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 184192.440 1 184192.440 39.758 .000a
Residual 504984.656 109 4632.887Total 689177.096 110
a. Predictors: (Constant), GayaKepemimpinan
181
ANOVAb
ModelSum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 184192.440 1 184192.440 39.758 .000a
Residual 504984.656 109 4632.887Total 689177.096 110
b. Dependent Variable: BudayaOrganisasiSumber data: Output SPSS Versi 16.0
Berdasarkan tabel ANOVA didapatkan Fhitung sebanyak 39.758 serta
p-value pada kolom sig 0,000 < 0,05 level of significant (a) maka Ho
ditolak dan Ha diterima. Artinya ada pengaruh antara variabel Gaya
Kepemimpinan (X2) dengan variabel Budaya Organisasi (X1).
Sedangkan besarnya pengaruh dapat diketahui dengan melihat angka
pada tabel Coefficients kolom Beta atau Standardized Coefficients
sebesar 0,517.
Selanjutnya untuk menghitung besarnya pengaruh variabel Gaya
Kepemimpinan (X2) terhadap variabel Budaya Organisasi (X1) terdapat
dalam tabel berikut ini:
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.B Std. Error Beta
1 (Constant) 444.836 64.581 6.888 .000
GayaKepemimpinan .579 .092 .517 6.305 .000
a. Dependent Variable: BudayaOrganisasiSumber data: Output SPSS Versi 16.0
182
Berdasarkan tabel Coefficients kolom Beta atau Standardized
Coefficients besarnya pengaruh variabel Gaya Kepemipinan (X2)
terhadap variabel Budaya Organisasi (X1) diperoleh sebesar 0,517,
maka besarnya pengaruh variabel lain (1), yang mempengaruhi
variabel Budaya Organisasi (X1), dapat dihitung sebagai berikut:
PY11 =
Kerangka hubungan kausal empiris antara variabel Gaya
Kepemimpinan (X2) terhadap variabel Budaya Organisasi (X1), dapat
dibuat melalui persamaan struktural sebagai berikut:
Struktur : Y1 = PX1X2 X2 + Px11 1
Y1 = 0,517 X2 + 0,694 1
Model Summaryb
Model R R SquareAdjusted R
SquareStd. Error of the
Estimate
Durbin-Watson
1 .517a .267 .261 68.06531 1.691
a. Predictors: (Constant), GayaKepemimpinan
b. Dependent Variable: BudayaOrganisasiSumber data: Output SPSS Versi 16.0
Besarnya angka Adjusted Rsquare (R2) adalah 0,261. Angka
tersebut dapat digunakan untuk melihat besarnya pengaruh variabel
Gaya Kepemimpinan (X2) terhadap variabel Budaya Organisasi (X1)
dengan cara menghitung Koefisien Determinasi (KD) dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
KD = R2 x 100%
KD = 0,261 x 100%
183
KD = 26,1%
Maka didapatkan kesimpulan, variabel Budaya Organisasi (X1) dapat
diterangkan dengan menggunakan variabel Gaya Kepemimpinan (X2)
sebesar 26,1% sedangkan sisanya sebesar 73,9% (100% - 26,1%)
disebabkan oleh variabel-variabel lain diluar model ini.
5.2.5.2.3 Menganalisis Pengaruh Budaya Organisasi (X1)
terhadap Kinerja Keuangan dan Non Keuangan (Y)
Berikut ini adalah analisa regresi berganda dengan menggunakan
data interval hubungan antar satu variabel independen dengan satu
variabel dependen yang di teliti adalah sebagai berikut:
Tabel 5.33Identifikasi Variabel Penelitian Budaya Organisasi (X1) dan
Kinerja Keuangan dan Non Keuangan (Y)Variables Entered/Removedb
Model Variables EnteredVariables Removed Method
1 BudayaOrganisasia . Entera. All requested variables entered.b. Dependent Variable: KinerjaKeuangan
Sumber data: Output SPSS Versi 16.0
Dari Tabel 5.33 diatas variabel X1 = Budaya Organisasi dan Y =
Kinerja Keuangan dan Non Keuangan tidak ada yang dihilangkan,
semua variabel dapat diasumsikan ke dalam regresi berikutnya.
Setelah mengidentifikasi pengaruh Variabel X1 (Budaya Organisasi)
terhadap Y (Kinerja keuangan dan Non Keuangan), diperoleh tabel-
tabel yang menunjukkan tingkat korelasi sebagai berikut:
184
Tabel 5.34Korelasi Budaya Organisasi (X1)
terhadap Kinerja Keuangan dan Non Keuangan (Y)
Correlations
Kinerja Keuangan
Budaya Organisasi
Pearson Correlation
KinerjaKeuangan 1.000 .306BudayaOrganisasi .306 1.000
Sig. (1-tailed) KinerjaKeuangan . .001BudayaOrganisasi .001 .
N KinerjaKeuangan 111 111BudayaOrganisasi 111 111
Sumber data: Output SPSS Versi 16.0
Pengujian hipotesis tentang pengaruh variabel Budaya Organisasi
(X1) terhadap variabel Kinerja Keuangan dan Non Keuangan (Y),
dilakukan dengan cara membandingkan besaranya p-value pada kolom
sig dengan level of significant (a) sebesar 0,05 dengan kriteria
penerimaan dan penolakan hipotesis yang diusulkan sebagai berikut:
Ho diterima jika F atau thitung < F atau ttabel, atau nilai p-value
pada kolom sig > level of significant (a)
Ho ditolak jika F atau thitung > F atau ttabel, atau nilai p-value
pada kolom sig > level of significant (a)
Ha diterima jika F atau thitung > F atau ttabel, atau nilai p-value
pada kolom sig > level of significant (a)
Ha ditolak jika F atau thitung < F atau ttabel, atau nilai p-value
pada kolom sig > level of significant (a)
185
Dimana:
Ho : Tidak ada pengaruh antara variabel Budaya Organisasi
terhadap variabel Kinerja Keuangan dan Non Keuangan
Ha : Ada pengaruh antara variabel Budaya Organisasi terhadap
variabel Kinerja Keuangan dan Non Keuangan
Untuk menguji hipotesis dari pengaruh kedua variabel tersebut
dapat diketahui dengan melihat tabel ANOVA dan Coefficients dibawah
ini:
ANOVAb
ModelSum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 89427.160 1 89427.160 11.236 .001a
Residual 867548.061 109 7959.157Total 956975.221 110
a. Predictors: (Constant), BudayaOrganisasib. Dependent Variable: KinerjaKeuanganSumber data: Output SPSS Versi 16.0
Berdasarkan tabel ANOVA didapatkan Fhitung sebanyak 11.236 serta
p-value pada kolom sig 0,001 < 0,05 level of significant (a) maka Ho
ditolak dan Ha diterima. Artinya ada pengaruh antara variabel Budaya
Organisasi (X1) dengan variabel Kinerja Keuangan dan Non Keuangan
(Y). Sedangkan besarnya pengaruh dapat diketahui dengan melihat
angka pada tabel Coefficients kolom Beta atau Standardized
Coefficients sebesar 0,306.
186
Selanjutnya untuk menghitung besarnya pengaruh variabel Budaya
Organisasi (X1) terhadap variabel Kinerja Keuangan dan Non Keuangan
(Y) terdapat dalam tabel berikut ini:
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig.B Std. Error Beta1 (Constant) 343.810 91.737 3.748 .000
BudayaOrganisasi .360 .107 .306 3.352 .001a. Dependent Variable: KinerjaKeuanganSumber data: Output SPSS Versi 16.0
Berdasarkan tabel Coefficients kolom Beta atau Standardized
Coefficients besarnya pengaruh variabel Budaya Organisasi (X1)
terhadap variabel Kinerja Keuangan dan Non Keuangan (Y) diperoleh
sebesar 0,306, maka besarnya pengaruh variabel lain (1), yang
mempengaruhi variabel Kinerja Keuangan dan Non Keuangan (Y),
dapat dihitung sebagai berikut:
PY11 =
Kerangka hubungan kausal empiris antara variabel Budaya
Organisasi (X1) terhadap variabel Kinerja Keuangan dan Non Keuangan
(Y), dapat dibuat melalui persamaan struktural sebagai berikut:
Struktur : Y1 = PY1X1 X1 + PY11 1
Y1 = 0,306 X1 + 0,833 1
187
Model Summaryb
Model R R SquareAdjusted R
SquareStd. Error of the Estimate
Durbin-Watson
1 .306a .093 .085 89.21410 1.378a. Predictors: (Constant), BudayaOrganisasib. Dependent Variable: KinerjaKeuanganSumber data: Output SPSS Versi 16.0
Besarnya angka Adjusted Rsquare (R2) adalah 0,085. Angka
tersebut dapat digunakan untuk melihat besarnya pengaruh variabel
Budaya Organisasi (X1) terhadap variabel Kinerja Keuangan dan Non
Keuangan (Y) dengan cara menghitung Koefisien Determinasi (KD)
dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
KD = R2 x 100%
KD = 0,085 x 100%
KD = 8,5%
Maka didapatkan kesimpulan, variabel Kinerja Keuangan dan Non
Keuangan (Y) dapat diterangkan dengan menggunakan variabel
Budaya Organisasi (X1) sebesar 8,5% sedangkan sisanya sebesar
91,5% (100% - 8,5%) disebabkan oleh variabel-variabel lain diluar
model ini.
5.2.5.2.4 Menganalisis Pengaruh Gaya Kepemimpinan (X2)
terhadap Kinerja Keuangan dan Non Keuangan (Y)
Berikut ini adalah analisa regresi berganda dengan menggunakan
data interval hubungan antar satu variabel independen dengan satu
variabel dependen yang di teliti adalah sebagai berikut:
188
Tabel 5.35Identifikasi Variabel Penelitian Gaya Kepemimpinan (X2) dan
Kinerja Keuangan dan Non Keuangan (Y)Variables Entered/Removedb
Model Variables EnteredVariables Removed Method
1 GayaKepemimpinana . Entera. All requested variables entered.b. Dependent Variable: KinerjaKeuangan
Sumber data: Output SPSS Versi 16.0
Dari Tabel 5.35 diatas variabel X2 = Gaya Kepemimpinan dan Y =
Kinerja Keuangan dan Non Keuangan tidak ada yang dihilangkan,
semua variabel dapat diasumsikan ke dalam regresi berikutnya.
Setelah mengidentifikasi pengaruh Variabel X2 (Gaya
Kepemimpinan) terhadap Y (Kinerja keuangan dan Non Keuangan),
diperoleh tabel-tabel yang menunjukkan tingkat korelasi sebagai
berikut:
Tabel 5.36Korelasi Gaya Kepemimpinan (X2)
terhadap Kinerja Keuangan dan Non Keuangan (Y)
189
Correlations
Kinerja Keuangan
Gaya Kepemimpinan
Pearson Correlation
KinerjaKeuangan 1.000 .638GayaKepemimpinan .638 1.000
Sig. (1-tailed) KinerjaKeuangan . .000GayaKepemimpinan .000 .
N KinerjaKeuangan 111 111GayaKepemimpinan 111 111
Sumber data: Output SPSS Versi 16.0
Pengujian hipotesis tentang pengaruh variabel Gaya Kepemimpinan
(X2) terhadap variabel Kinerja Keuangan dan Non Keuangan (Y),
dilakukan dengan cara membandingkan besaranya p-value pada kolom
sig dengan level of significant (a) sebesar 0,05 dengan kriteria
penerimaan dan penolakan hipotesis yang diusulkan sebagai berikut:
Ho diterima jika F atau thitung < F atau ttabel, atau nilai p-value
pada kolom sig > level of significant (a)
Ho ditolak jika F atau thitung > F atau ttabel, atau nilai p-value
pada kolom sig > level of significant (a)
Ha diterima jika F atau thitung > F atau ttabel, atau nilai p-value
pada kolom sig > level of significant (a)
Ha ditolak jika F atau thitung < F atau ttabel, atau nilai p-value
pada kolom sig > level of significant (a)
Dimana:
Ho : Tidak ada pengaruh antara variabel Gaya Kepemimpinan
terhadap variabel Kinerja Keuangan dan Non Keuangan
190
Ha : Ada pengaruh antara variabel Gaya Kepemimpinan terhadap
variabel Kinerja Keuangan dan Non Keuangan
Untuk menguji hipotesis dari pengaruh kedua variabel tersebut
dapat diketahui dengan melihat tabel ANOVA dan Coefficients dibawah
ini:
ANOVAb
ModelSum of
Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 389456.769 1 389456.769 74.801 .000a
Residual 567518.452 109 5206.591
Total 956975.221 110
a. Predictors: (Constant), GayaKepemimpinan
b. Dependent Variable: KinerjaKeuanganSumber data: Output SPSS Versi 16.0
Berdasarkan tabel ANOVA didapatkan Fhitung sebanyak 74.801 serta
p-value pada kolom sig 0,000 < 0,05 level of significant (a) maka Ho
ditolak dan Ha diterima. Artinya ada pengaruh antara variabel Gaya
Kepemimpinan (X2) dengan variabel Kinerja Keuangan dan Non
Keuangan (Y). Sedangkan besarnya pengaruh dapat diketahui dengan
melihat angka pada tabel Coefficients kolom Beta atau Standardized
Coefficients sebesar 0,638.
191
Selanjutnya untuk menghitung besarnya pengaruh variabel Gaya
Kepemimpinan (X2) terhadap variabel Kinerja Keuangan dan Non
Keuangan (Y) terdapat dalam tabel berikut ini:
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig.B Std. Error Beta1 (Constant) 60.849 68.463 .889 .376
GayaKepemimpinan .842 .097 .638 8.649 .000a. Dependent Variable: KinerjaKeuanganSumber data: Output SPSS Versi 16.0
Berdasarkan tabel Coefficients kolom Beta atau Standardized
Coefficients besarnya pengaruh variabel Gaya Kepemimpinan (X2)
terhadap variabel Kinerja Keuangan dan Non Keuangan (Y) diperoleh
sebesar 0,638, maka besarnya pengaruh variabel lain (1), yang
mempengaruhi variabel Kinerja Keuangan dan Non Keuangan (Y),
dapat dihitung sebagai berikut:
PY11 =
Kerangka hubungan kausal empiris antara variabel Gaya
Kepemimpinan (X2) terhadap variabel Kinerja Keuangan dan Non
Keuangan (Y), dapat dibuat melalui persamaan struktural sebagai
berikut:
Struktur : Y1 = PY1X2 X2 + PY11 1
Y1 = 0,638 X2 + 0,601 1
Model Summaryb
192
Model R R SquareAdjusted R
SquareStd. Error of the Estimate
Durbin-Watson
1 .638a .407 .402 72.15671 1.797a. Predictors: (Constant), GayaKepemimpinanb. Dependent Variable: KinerjaKeuanganSumber data: Output SPSS Versi 16.0
Besarnya angka Adjusted Rsquare (R2) adalah 0,402. Angka
tersebut dapat digunakan untuk melihat besarnya pengaruh variabel
Gaya Kepemimpinan (X2) terhadap variabel Kinerja Keuangan dan Non
Keuangan (Y) dengan cara menghitung Koefisien Determinasi (KD)
dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
KD = R2 x 100%
KD = 0,402 x 100%
KD = 40,2%
Maka didapatkan kesimpulan, variabel Kinerja Keuangan dan Non
Keuangan (Y) dapat diterangkan dengan menggunakan variabel Gaya
Kepemimpinan (X2) sebesar 40,2% sedangkan sisanya sebesar 59,8%
(100% - 40,2%) disebabkan oleh variabel-variabel lain diluar model ini.
5.2.6 Model Persamaan Ekonometrik (Pengaruh Simultan,
Parsial, Uji t, Uji F)
Berikut ini adalah model persamaan ekonometrik pengaruh
simultan, parsial, uji t dan uji F dari variabel Budaya Organisasi (X1)
dan Gaya Kepemimpinan (X2) terhadap Kinerja Keuangan dan Non
Keuangan (Y) :
193
Tabel 5.37Model Persamaan Ekonometrik
No. Hubungan Antar Variabel Model Persamaan Ekonometrik1. Pengaruh Simultan Y = 78,095 – 0,039X1 + 0,864X2
+ 60,3%2. Pengaruh Parsial X2 terhadap
X1
Y1 = 0,517 X2 + 0,694 1
3. Pengaruh Parsial X1 terhadap
Y
Y1 = 0,306 X1 + 0,833 1
4. Pengaruh Parsial X2 terhadap
Y
Y1 = 0,638 X2 + 0,601 1
5. Uji t Uji t = 0,306 X1 + 0,638 X2
6. Uji F Uji F = 78,095 – 0,039X1 + 0,864X2
BAB VI
INTERPRETASI HASIL PENELITIAN
6.1 Interprestasi Hasil Penelitian Pengaruh Budaya Organisasi
(X1), Gaya Kepemimpinan (X2) Terhadap Kinerja Keuangan
dan Non Keuangan (Y) Secara Parsial, Simultan, dan Antar
Variabal
Pada Bab ini akan dilakukan interprestasi penelitian meliputi: (a)
interprestasi pengaruh secara parsial, (b) interprestasi pengaruh
194
secara simultan, (c) interprestasi antar variabel Independen, (d)
interprestasi di luar model dan (e) interprestasi dikaitkan dengan
penelitian sebelumnya. Interprestasi ini merupakan pengujian berfikir
deduksi dan induksi sebagai pentahapan dalam tangga-tanga ilmiah.
Interprestasi hasil penelitian adalah menganalisis hasil persamaan
matematik dalam bentuk regresi dan korelasi seperti yang nampak
pada persamaan ini:
Y = 0 + 1X1 + 2X2 +
Y = 78,095 – 0,039X1 + 0,864X2
Uji (tparsial) = (0,704) (0,000*)
Parsial = (0,306) (0,638) (pengaruh parsial)
Uji (Fsimultan) = (0,000*) lihat di Anova F
Adj Rsquare = (0,397*) atau 39,7% (pengaruh simultan)
Alpha = 0,05
(*) = significant
Dimana:
Y = Kinerja Keuangan dan Non KeuanganX1 = Budaya OrganisasiX2 = Gaya Kepemimpinan0 = Konstanta1, 2 = Koefisien = Error terms (kesalahan atau pengaruh di luar Model)
Coefficientsa
195
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig.B Std. Error Beta1 (Constant) 78.095 82.344 .948 .345
BudayaOrganisasi -.039 .102 -.033 -.380 .704GayaKepemimpinan .864 .114 .655 7.571 .000
a. Dependent Variable: KinerjaKeuanganSumber data: Output SPSS Versi 16.0
Correlations
Kinerja Keuangan
Budaya Organisasi
Gaya Kepemimpinan
Pearson Correlation
KinerjaKeuangan 1.000 .306 .638
BudayaOrganisasi .306 1.000 .517
GayaKepemimpinan .638 .517 1.000
Sig. (1-tailed) KinerjaKeuangan . .001 .000
BudayaOrganisasi .001 . .000
GayaKepemimpinan .000 .000 .
N KinerjaKeuangan 111 111 111
BudayaOrganisasi 111 111 111
GayaKepemimpinan 111 111 111Sumber data: Output SPSS Versi 16.0
ANOVAb
ModelSum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 390215.772 2 195107.886 37.179 .000a
Residual 566759.449 108 5247.773Total 956975.221 110
a. Predictors: (Constant), GayaKepemimpinan, BudayaOrganisasi
196
ANOVAb
ModelSum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 390215.772 2 195107.886 37.179 .000a
Residual 566759.449 108 5247.773Total 956975.221 110
b. Dependent Variable: KinerjaKeuanganSumber data: Output SPSS Versi 16.0
Model Summaryb
Model R R SquareAdjusted R
SquareStd. Error of the
Estimate
Durbin-Watson
1 .639a .408 .397 72.44151 1.815
a. Predictors: (Constant), GayaKepemimpinan, BudayaOrganisasi
b. Dependent Variable: KinerjaKeuanganSumber data: Output SPSS Versi 16.0
Gambar 6.1Model Struktur Penelitian
Adjuste Rsquare = (0,397*) atau 39,7%
Budaya Organisasi
(x1)
Kepemimpinan(x2)
Kinerja Keuangan dan Non Keuangan
(y)
0,603 atau 60,3%(0,306)
Non Sig (0,704)
(0,638)Sig (0,000*)
(0,517)Sig (0,000*)
197
6.1.1 Interprestasi Hasil Penelitian Pengaruh Budaya
Organisasi (X1) Terhadap Kinerja Keuangan dan Non
Keuangan (Y) Secara Parsial Uji t
Interprestasi pengaruh Budaya Organisasi atau (X1) terhadap
Kinerja Keuangan dan Non Keuangan atau (Y) sebesar (0,306)
dinyatakan non signifikan pada aplha 0,05. Artinya variabel Budaya
Organisasi memiliki 2 (dua) sub variabel yaitu: sub variabel budaya
organisasi mengacu ke sistem makna bersama yang dianut oleh
anggota-anggota yang membedakan organisasi itu dari organisasi lain,
Robbins (2006:721), sub variabel budaya nasional adalah budaya yang
tumbuh dan berkembang dalam sebuah negara, Hofstede (1980:161).
Sub variabel budaya organisasi, Robbins (2006:721) memiliki 7 (tujuh)
dimensi meliputi (1) Dimensi inovasi dan pengambilan risiko, sejauh
mana para karyawan didorong agar inovatif dan mengambil risiko, (2)
Dimensi perhatian terhadap detail, sejauh mana para karyawan
diharapkan memperlihatkan presisi [kecermatan], analisis, dan
perhatian terhadap detail, (3) Dimensi hasil, sejauh mana manajemen
memusatkan perhatian pada hasil bukannya pada teknik dan proses
yang digunakan unuk mencapai hasil itu, (4) Dimensi orientasi orang,
sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan dampak hasil-
hasil pada orang-orang di dalam organisasi itu, (5) Dimensi orientasi
tim, sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan berdasarkan tim
bukannya berdasarkan individu, (6) Dimensi keagresifan, sejauh mana
orang-orang itu agresif dan kompetitif dan bukannya santai-santai, (7)
Dimensi kemantapan, sejauh mana kegiatan organisasi menenkanan
198
dipertahankannya status quo bukannya pertumbuhan. Sub variabel
budaya organisasi Hofstede (1980:161) memiliki 5 (lima) dimensi
meliputi (1) Dimensi tingkat kekuasaan (power distance) antara
bawahan dengan atasan, (2) Dimensi struktur sosial, (3) Dimensi
penghindaran ketidakpastian, sejauh mana anggota masyarakat
merasa terancam oleh situasi yang tidak menentu atau tidak diketahui
sebelumnya, (4) Dimensi perbedaan peran gender, (5) Dimensi
orientasi waktu terhadap nilai-nilai tradisional masyarakat. Variabel
Budaya Organisasi memiliki 23 (duapuluh tiga) indikator meliputi (a)
Indikator inovatif : Budaya organisasi dalam bentuk inovasi dan
pengambilan risiko mendorong agar para pegawai memiliki sisi
inovatif, (b) Indikator mengambil risiko : Budaya organisasi dalam
bentuk inovasi dan pengambilan risiko mendorong sejauh mana para
pegawai mampu mengambil risiko, (c) Indikator presisi (kecermatan) :
Budaya organisasi berupa perhatian terhadap detail diharapkan para
pegawai memperlihatkan presisi (kecermatan), (d) Indikator analisis :
Budaya organisasi berupa perhatian terhadap detail diharapkan sejauh
mana para pegawai memperlihatkan cara analisis yang baik, (e)
Indikator perhatian terhadap detail : Budaya organisasi berupa
perhatian terhadap detail memperlihatkan sejauh mana para pegawai
mempunyai perhatian terhadap sesuatu yang lebih detail, (f) Indikator
perhatian terhadap hasil : Budaya organisasi dalam kaitannya dengan
orientasi hasil, sejauh mana manajemen memusatkan perhatian pada
hasil bukannya pada teknik dan proses yang digunakan, (g) Indikator
keputusan manajemen memperhitungkan dampak hasil : Budaya
199
organisasi dalam kaitannya dengan orientasi orang, sejauh mana
keputusan manajemen memperhitungkan dampak hasil-hasil pada
orang-orang di dalam organisasi, (h) Indikator berdasar tim : Budaya
organisasi dalam kaitannya dengan orientasi tim mengorganisasikan
kegiatan kerja berdasar tim, (i) Indikator berdasar individu : Budaya
organisasi dalam kaitannya dengan orientasi tim mengorganisasikan
kegiatan kerja bukan berdasar individu, (j) Indikator agresif : Budaya
organisasi dalam keagresifan menunjukkan sejauh mana orang-orang
itu dapat menunjukan sifat agresif bukannya santai-santai, (k) Indikator
kompetitif : Budaya organisasi dalam keagresifan menunjukkan sejauh
mana orang-orang itu dapat menunjukkan sifat kompetitif bukannya
santai-santai, (l) Indikator status quo : Budaya organisasi dalam
kemantapan menekankan sejauh mana kegiatan dilakukan untuk
mempertahankan status quo, (m) Indikator pertumbuhan : Budaya
organisasi dalam kemantapan menekankan sejauh mana kegiatan
dilakukan bukannya untuk pertumbuhan organisasi, (n) Indikator jarak
kekuasaan yang lebar (large power distance) : Budaya organisasi
berupa tingkat kekuasaan (power distance) menyangkut jarak
kekuasan yang lebar menunjukkan orang yang tidak memiliki
kekuasaan cenderung bergantung kepada orang yang memiliki
kekuasaan, Budaya organisasi berupa tingkat kekuasaan (power
distance) menyangkut jarak kekuasan yang lebar dapat diibaratkan
kekuasaan hanya milik orang tertentu yang memiliki kedudukan, (o)
Indikator jarak kekuasaan yang sempit (small power distance) : Budaya
organisasi berupa tingkat kekuasaan (power distance) menyangkut
200
jarak kekuasaan yang sempit memperlihatkan tingkat ketergantungan
orang-orang yang tidak memiliki kekuasaan cenderung rendah kepada
yang memiliki kekuasaan, Budaya organisasi berupa tingkat kekuasaan
(power distance) menyangkut jarak kekuasaan yang sempit
dicerminkan dari kelompok yang berkuasa maupun yang tidak
berkuasa sesungguhnya saling tergantung, (p) Indikator
induvidualisme (individualism) : Budaya organisasi dalam bentuk
struktur sosial memperlihatkan ada sekelompok masyarakat yang
cenderung lebih individual (individualisme), (q) Indikator kolektivisme
(collectivism) : Budaya organisasi dalam bentuk struktur sosial
memperlihatkan ada kelompok masyarakat yang lain lebih
kolektivisme (tidak bisa mengutamakan kepentingan dirinya sendiri) (r)
Indikator toleransi yang relatif rendah terhadap situasi ketidakpastian
(strong uncertainty avoidance) : Budaya organisasi dalam bentuk
penghindaran ketidakpastian, toleransi yang relatif rendah (upaya
yang sangat kuat untuk menghindari) terhadap situasi ketidakpastian,
(s) Indikator Toleransi terhadap ketidakpastian (weak uncertainty
avoidance) : Budaya organisasi dalam bentuk penghindaran
ketidakpastian, toleran terhadap situasi ketidakpastian, masalah atau
kasus merupakan kejadian yang wajar sehingga tidak perlu diributkan,
(t) Indikator membedakan secara jelas peran gender (masculinity) :
Budaya organisasi kaitannya dengan perbedaan peran gender
menampilkan perbedaan secara jelas antara masing-masing peran
gender (masculinity), Budaya organisasi kaitannya dengan perbedaan
peran gender kaum pria diharapkan lebih asertif, kompetitif dan tegas,
201
(u) Indikator tidak secara tegas membedakan peran gender
(femininity) : Budaya organisasi kaitannya dengan perbedaan peran
gender tidak secara tegas membedakan antara masing-masing peran
gender (femininity), Budaya organisasi kaitannya dengan perbedaan
peran gender baik pria maupun wanita dituntut kompetitif namun di
saat yang sama diharapkan kooperatif, (v) Indikator orientasi jangka
panjang (long-term orientation) : Budaya organisasi kaitannya dengan
orientasi waktu terhadap nilai-nilai tradisional masyarakat yang
berorientasi jangka panjang lebih menekankan dan menghormati
syarat-syarat untuk memperoleh kebijakan, (w) Indikator Orientasi
jangka pendek (short-term orientation) : Budaya organisasi kaitannya
dengan orientasi waktu terhadap nilai-nilai tradisional masyarakat
yang berorientasi jangka pendek menghormati tanggung jawab dan
status sosial tanpa memperhatikan biaya yang harus dikeluarkannya,
terhadap Variabel Kinerja Keuangan dan Non Keuangan yang memiliki
1 (satu) sub variabel yaitu: sub variabel pengukuran kinerja keuangan
mempertimbangkan adanya tahapan dari siklus kehidupan bisnis,
Kaplan et al (1996:42) memiliki 3 (tiga) dimensi meliputi (1) Dimensi
bertumbuh (growth) perusahaan menghasilkan produk dan jasa yang
memiliki potensi pertumbuhan, (2) Dimensi bertahan (sustain)
perusahaan diharapkan mampu mempertahankan pangsa pasar yang
dimiliki dan secara bertahap tumbuh tahun demi tahun, (3) Dimensi
menuai (harvest) memaksimalkan arus kas kembali ke korporasi.
Variabel Kinerja Keuangan dan Non Keuangan memiliki 13 (tigabelas)
indikator meliputi (a) Indikator mengembangkan suatu produk atau
202
jasa baru : Kinerja keuangan kaitannya dengan bertumbuh (growth)
mengembangkan suatu produk atau jasa baru diharapkan dapat
meningkatkan kesejahteraan organisasi, (b) Indikator membangun
suatu produk/jasa dan fasilitas produksi : Kinerja keuangan kaitannya
dengan bertumbuh (growth) membangun suatu produk/jasa dan
fasilitas produksi diharapkan dapat menciptakan sumber masukan
baru serta menambah keberagaman jenis produk/jasa yang berbeda,
(c) Indikator menambah kemampuan operasi : Kinerja keuangan
kaitannya dengan bertumbuh (growth) menambah kemampuan
operasi diharapkan dapat menghasilkan output yang lebih efisien dan
efektif, (d) Indikator mengembangkan sistem : Kinerja keuangan
kaitannya dengan bertumbuh (growth) mengembangkan sistem
diharapkan dapat lebih terpadu, teratur dan tersinkronisasi dengan
kelancaran proses keuangan, (e) Indikator infrastruktur : Kinerja
keuangan kaitannya dengan bertumbuh (growth) infrastruktur
mengarah pada kesiapan dan kemapanan fasilitas dan peralatan
dalam upaya peningkatan kinerja, (f) Indikator jaringan distribusi
mendukung hubungan global : Kinerja keuangan kaitannya dengan
bertumbuh (growth) jaringan distribusi mendukung hubungan global
mengarah pada kemampuan yang diharapkan dapat menembus
lingkungan yang lebih luas, (g) Indikator mengembangkan hubungan
dengan pelanggan : Kinerja keuangan kaitannya bertumbuh (growth)
mengembangkan hubungan dengan pelanggan mengarah pada
terjaganya pemakai jasa yang loyal serta merasakan kepuasan hasil
kerja, (h) Indikator melakukan investasi dan reinvestasi : Kinerja
203
keuangan berupa bertahan (sustain) melakukan investasi dan
reinvestasi sesuatu yang mungkin dilakukan untuk memperbesar
kapasitas produk, (i) Indikator mempertahankan pangsa pasar : Kinerja
keuangan berupa bertahan (sustain) mempertahankan pangsa pasar
sesuatu yang harus dilakukan dan dikaitkan dengan pendapatan yang
rutin, (j) Indikator mengembangkan kapasitas : Kinerja keuangan
berupa bertahan (sustain) mengembangkan kapasitas sesuatu yang
menantang dan menjadi komitmen bersama untuk maju, (k) Indikator
meningkatkan perbaikan operasional secara konsisten : Kinerja
keuangan berupa bertahan (sustain) meningkatkan perbaikan
operasional secara konsisten memastikan hasil produk lebih terjaga, (l)
Indikator pengeluaran untuk pemeliharaan : Kinerja keuangan berupa
menuai (harvest) pengeluaran untuk pemeliharaan untuk
mempertahankan kapasitas produk dan pendapatan, (m) Indikator
perbaikan fasilitas : Kinerja keuangan berupa menuai (harvest)
perbaikan fasilitas untuk meningkatkan fungsi dan kemampuan
peralatan sebesar 30,6% dan dinyatakan non signifikan. Dengan
demikian penelitian ini konsisten menguji hipotesis secara parsial
walaupun non signifikan.
Artinya interprestasi hasil penelitian Budaya Organisasi (X1)
terhadap Kinerja Keuangan dan Non Keuangan (Y) bertentangan
dengan konsep Robbins (2006:721) dan konsep Hofstede (1980:161)
terhadap konsep Kaplan et al (1996:42) tentang Budaya Organisasi
dengan Kinerja Keuangan dan Non Keuangan.
204
Terdapat perbedaan pemahaman instrumen penelitian angka thitung
pada pertanyaan X121 “Budaya Organisasi dalam bentuk penghindaran
ketidakpastian, toleran terhadap situasi ketidakpastian, masalah atau
kasus merupakan kejadian yang wajar sehingga tidak perlu diributkan”
angka Corrected Item-Total Correlation 0.209 (nilai terendah) dan
pertanyaan X14 “Budaya Organisasi berupa perhatian terhadap detail
diharapkan sejauh mana para pegawai memerlihatkan cara analisis
yang baik” angka Corrected Item-Total Correlation 0.526 (nilai
tertinggi). Dilihat dari persepsi responden terhadap variabel Budaya
Organisasi (X1) terhadap kedua kuesioner tersebut adalah beberapa
ketidakpastian, masalah atau kasus walaupun dianggap wajar sering
kali tidak secara jelas diinformasikan ataupun dikomunikasikan kepada
pegawai di mana kondisi sekarang ini diharapkan penjelasan tentang
inti masalah sebaiknya disampaikan merupakan pilihan responden
yang paling rendah, bila ketidakpastian, masalah atau kasus tersebut
dapat diterima dengan baik maka sebetulnya para pegawai dapat
memberikan analisis yang baik terhadap masalah tersebut respon ini
yang menjadi pilihan yang paling tinggi.
Item-Total Statistics
205
Nomor Kuesioner
Corrected Item-Total Correlation
Nomor Kuesioner
Corrected Item-Total Correlation
X11 .495 X119 .428X12 .354 X120 .331X13 .493 X121 .209X14 .526 X122 .259X15 .505 X123 .276X19 .210 X125 .231
X110 .479 X126 .297X111 .477
X127 .260X118 .240
Sumber data: Output SPSS Versi 16.0
Tabel 6.1Kuesioner yang Terdapat Perbedaan Pemahaman Instrument Penelitian
Variabel Budaya Organisasi (X1)
X121
Budaya organisasi dalam bentuk penghindaran ketidakpastian, toleran terhadap situasi ketidakpastian, masalah atau kasus merupakan kejadian yang wajar sehingga tidak perlu diributkan
0.209
X14
Budaya organisasi berupa perhatian terhadap detail diharapkan sejauh mana para pegawai memperlihatkan cara analisis yang baik
0.526
Sumber data: Tabel Operasionalisasi Variabel Budaya Organisasi
Seluruh pertanyaan pada variabel Kinerja Keuangan dan Non
Keuangan dinyatakan valid, walaupun demikian terdapat perbedaan
pemahaman instrumen penelitian angka thitung pada pertanyaan Y11
“Kinerja keuangan kaitannya dengan bertumbuh (growth)
mengembangkan suatu produk atau jasa baru diharapkan dapat
meningkatkan kesejahteraan organisasi” angka Corrected Item-Total
Correlation 0.366 (nilai terendah) dan pertanyaan Y14 “Kinerja
keuangan kaitannya dengan bertumbuh (growth) mengembangkan
206
sistem diharapkan dapat lebih terpadu, teratur dan tersinkronisasi
dengan kelancaran proses keuangan” angka Corrected Item-Total
Correlation 0.765 (nilai tertinggi). Dilihat dari persepsi responden
terhadap variabel Kinerja Keuangan dan Non Keuangan (Y) terhadap
kedua kuesioner tersebut kebutuhan akan pengembangan suatu
produk atau jasa baru yang diharapkan dapat meningkatkan
kesejahteraan direspon terendah dan pengembangan sistem
diharapkan dapat lebih terpadu, teratur dan tersinkronisasi dengan
kelancaran proses keuangan direspon tertinggi menunjukan bahwa
kemungkinan yang terjadi adalah masih rendahnya keinginan
responden untuk mengembangan produk atau jasa yang dapat
meningkatkan kesejahteraan namun di sisi yang lain sangat tingginya
keinginan responden terhadap pengembangan sistem mengarah
kepada keterpaduan, keteraturan dan kesinkronisasian dalam rangka
meningkatkan kelancaran proses keuangan yang terjadi pada saat ini.
Item-Total Statistics
Nomor Kuesioner
Corrected Item-Total Correlation
Nomor Kuesioner
Corrected Item-Total Correlation
Y11 .366 Y18 .595Y12 .712 Y19 .656Y13 .740 Y110 .676Y14 .765 Y111 .706Y15 .625 Y112 .689Y16 .751
Y113 .741Y17 .568
Sumber data: Output SPSS Versi 16.0
207
Tabel 6.2Kuesioner yang Terdapat Perbedaan Pemahaman Instrument Penelitian
Variabel Kinerja Keuangan dan Non Keuangan (Y)
Y11
Kinerja keuangan kaitannya dengan bertumbuh (growth) mengembangkan suatu produk atau jasa baru diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan pegawai
0.366
Y14
Kinerja keuangan kaitannya dengan bertumbuh (growth) mengembangkan sistem diharapkan dapat lebih terpadu, teratur dan tersinkronisasi dengan kelancaran proses keuangan
0.765
Sumber data: Tabel Operasionalisasi Variabel Kinerja Keuangan dan Non Keuangan
6.1.2 Interprestasi Hasil Penelitian Pengaruh Gaya
Kepemimpinan (X2) Terhadap Kinerja Keuangan dan Non
Keuangan Secara Parsial Uji t
Interprestasi pengaruh Gaya Kepemimpinan atau (X2) terhadap
Kinerja Keuangan dan Non Keuangan atau (Y) sebesar (0,638)
dinyatakan signifikan pada alpha 0,05. Artinya Variabel Gaya
Kepemimpinan memiliki 5 (lima) sub variabel gaya kepemimpinan
yang diukur dalam hubungannya dengan efek pemimpin tersebut
terhadap para pengikut, Bass dalam Yukl (1994:297), sub variabel
gaya kepemimpinan sebagai proses pembuatan peran seorang
pemimpin dengan seorang bawahan, Yukl (2001:140), sub variabel
gaya kepemimpinan sebuah pertukaran imbalan-imbalan untuk
mendapatkan kepatuhan, Bass dalam Yukl (1994:297-298), sub
208
variabel gaya kepemimpinan adalah kematangan keinginan untuk
menerima tanggung jawab dan kemampuan serta pengalaman yang
berhubungan dengan tugas, Hersey et al (1997:470), sub variabel gaya
kepemimpinan apakah perilaku pemimpin mempengaruhi kepuasan
dan kinerja para bawahan (House et al dalam Yukl (1994:242) memiliki
5 (lima) dimensi meliputi : (1) Dimensi transformasional, sejauh mana
pemimpin mentransformasi dan memotivasi para pengikut, (2) Dimensi
LMX, bagaimana seorang pemimpin mengembangkan hubungan
pertukaran yang berbeda sepanjang waktu dengan berbagai bawahan,
(3) Dimensi transaksional, mencakup kejelasan mengenai pekerjaan
yang diminta untuk memperoleh imbalan-imbalan dan penggunaan
insentif, (4) Dimensi situasional, hubungan antara pimpinan dan
bawahan yang berhubungan dengan tugas, (5) Dimensi path-goal
theory, dampak perilaku pemimpin terhadap kepuasan dan usaha para
bawahannya tergantung kepada aspek-aspek situasi, termasuk
karakteristik tugas serta karakteristik bawahan. Variabel Gaya
Kepemimpinan memiliki 16 (enambelas) indikator meliputi (a) Indikator
karisma : Kepemimpinan dalam bentuk kepemimpinan
transformasional menunjukkan pemimpin yang karismatik akan
mampu menumbuhkan antusiasme dan loyalitas di kalangan para
anggota organisasi, (b) Indikator stimulasi intelektual (intellectual
stimulation) : Kepemimpinan dalam bentuk kepemimpinan
transformasional menggunakan stimulasi intelektual untuk berfikir
secara rasional serta menggunakan data dan fakta, (c) Indikator
perhatian yang diindividualisasi (individualized consideration) :
209
Kepemimpinan dalam bentuk kepemimpinan transformasional
diibaratkan para bawahan diperlakukan secara berbeda-beda tetapi
adil dengan dasar perhatian satu per-satu, (d) Indikator motivasi
inspirasional : Kepemimpinan dalam bentuk kepemimpinan
transformasional mempuyai ciri motivasi inspirasi yaitu tergantung
seberapa besar bawahan berusaha mengidentifikasikan diri mereka
dengan pemimpin, (e) Indikator hubungan pertukaran rendah :
Kepemimpinan berupa kepemimpinan LMX (leader-member exchange)
berdasar pada hubungan-rendah terdapat tingkat saling
mempengaruhi yang relatif rendah, hanya perlu memenuhi
persyaratan peran yang formal, (f) Indikator hubungan pertukaran
tinggi : Kepemimpinan berupa kepemimpinan LMX (leader-member
exchange) berdasar pada hubungan-tinggi terdapat hubungan
pertukaran tinggi meliputi pemberian tugas yang menarik dan
menyenangkan, partisipasi dalam membuat sebagian besar keputusan
pemimpin, (g) Indikator active management by exception :
Kepemimpinan berupa kepemimpinan transaksional dalam kaitannya
dengan active management by exception pemantauan dari para
bawahan dan tindakan-tindakan memperbaiki untuk memastikan
bahwa pekerjaan tersebut telah dilaksanakan secara efektif, (h)
Indikator passive management by exception : Kepemimpinan berupa
kepemimpinan transaksional dalam kaitannya dengan passive
management by exception menggunakan pemberian hukuman dan
tindakan-tindakan memperbaiki lainnya, (i) Indikator hubungan rendah
dan tugas tinggi : Kepemimpinan berupa kepemimpinan situasional
210
mempunyai pola hubungan rendah dan tugas tinggi yang berarti
pimimpin yang berorientasi tugas yang paling tepat, (j) Indikator
hubungan tinggi dan tugas tinggi : Kepemimpinan berupa
kepemimpinan situasional mempunyai pola hubungan tinggi dan tugas
tinggi yang berarti pemimpin berorientasi tugas masih penting karena
bawahan belum mampu menerima tanggung jawab penuh, (k)
Indikator hubungan tinggi dan tugas rendah : Kepemimpinan berupa
kepemimpinan situasional mempunyai pola hubungan tinggi dan tugas
rendah yang berarti kemampuan dan motivasi prestasi bawahan
meningkat dan bawahan secara aktif mencari tanggung jawab yang
lebih besar, (l) Indikator hubungan rendah dan tugas rendah :
Kepemimpinan berupa kepemimpinan situasional mempunyai pola
hubungan rendah dan tugas rendah yang berarti gambaran organisasi
yang sudah matang atau sudah jadi, (m) Indikator kepemimpinan yang
mendukung (supportive leadership) : Kepemimpinan dalam bentuk
kepemimpinan path-goal theory mengisyaratkan kepemimpinan yang
mendukung, memberi perhatian kepada kebutuhan para bawahan, (n)
Indikator kepemimpinan yang instruktif (directive leadership) :
Kepemimpinan dalam bentuk kepemimpinan path-goal theory
mengisyaratkan kepemimpinan yang instruktif, memberikan pedoman
yang spesifik, meminta para bawahan untuk mengikuti peraturan dan
prosedur, (o) Indikator kepemimpinan partisipatif (partisipative
leadership) : Kepemimpinan dalam bentuk kepemimpinan path-goal
theory mengisyaratkan kepemimpinan yang partisipatif, berkonsultasi
dengan para bawahan dan memperhitungkan opini dan saran mereka,
211
(p) Indikator kepemimpinan yang berorientasi kepada keberhasilan
(achievement oriented leadership) : Kepemimpinan dalam bentuk
kepemimpinan path-goal theory mengisyaratkan kepemimpinan yang
berorientasi kepada keberhasilan, menetapkan tujuan-tujuan yang
menantang, mencari perbaikan dalam kinerja, terhadap Variabel
Kinerja Keuangan dan Non Keuangan yang memiliki 1 (satu) sub
variabel yaitu: sub variabel pengukuran kinerja keuangan
mempertimbangkan adanya tahapan dari siklus kehidupan bisnis,
Kaplan et al (1996:42) memiliki 3 (tiga) dimensi meliputi (1) Dimensi
bertumbuh (growth) perusahaan menghasilkan produk dan jasa yang
memiliki potensi pertumbuhan, (2) Dimensi bertahan (sustain)
perusahaan diharapkan mampu mempertahankan pangsa pasar yang
dimiliki dan secara bertahap tumbuh tahun demi tahun, (3) Dimensi
menuai (harvest) memaksimalkan arus kas kembali ke korporasi.
Variabel Kinerja Keuangan dan Non Keuangan memiliki 13 (tigabelas)
indikator meliputi (a) Indikator mengembangkan suatu produk atau
jasa baru : Kinerja keuangan kaitannya dengan bertumbuh (growth)
mengembangkan suatu produk atau jasa baru diharapkan dapat
meningkatkan kesejahteraan organisasi, (b) Indikator membangun
suatu produk/jasa dan fasilitas produksi : Kinerja keuangan kaitannya
dengan bertumbuh (growth) membangun suatu produk/jasa dan
fasilitas produksi diharapkan dapat menciptakan sumber masukan
baru serta menambah keberagaman jenis produk/jasa yang berbeda,
(c) Indikator menambah kemampuan operasi : Kinerja keuangan
kaitannya dengan bertumbuh (growth) menambah kemampuan
212
operasi diharapkan dapat menghasilkan output yang lebih efisien dan
efektif, (d) Indikator mengembangkan sistem : Kinerja keuangan
kaitannya dengan bertumbuh (growth) mengembangkan sistem
diharapkan dapat lebih terpadu, teratur dan tersinkronisasi dengan
kelancaran proses keuangan, (e) Indikator infrastruktur : Kinerja
keuangan kaitannya dengan bertumbuh (growth) infrastruktur
mengarah pada kesiapan dan kemapanan fasilitas dan peralatan
dalam upaya peningkatan kinerja, (f) Indikator jaringan distribusi
mendukung hubungan global : Kinerja keuangan kaitannya dengan
bertumbuh (growth) jaringan distribusi mendukung hubungan global
mengarah pada kemampuan yang diharapkan dapat menembus
lingkungan yang lebih luas, (g) Indikator mengembangkan hubungan
dengan pelanggan : Kinerja keuangan kaitannya bertumbuh (growth)
mengembangkan hubungan dengan pelanggan mengarah pada
terjaganya pemakai jasa yang loyal serta merasakan kepuasan hasil
kerja, (h) Indikator melakukan investasi dan reinvestasi : Kinerja
keuangan berupa bertahan (sustain) melakukan investasi dan
reinvestasi sesuatu yang mungkin dilakukan untuk memperbesar
kapasitas produk, (i) Indikator mempertahankan pangsa pasar : Kinerja
keuangan berupa bertahan (sustain) mempertahankan pangsa pasar
sesuatu yang harus dilakukan dan dikaitkan dengan pendapatan yang
rutin, (j) Indikator mengembangkan kapasitas : Kinerja keuangan
berupa bertahan (sustain) mengembangkan kapasitas sesuatu yang
menantang dan menjadi komitmen bersama untuk maju, (k) Indikator
meningkatkan perbaikan operasional secara konsisten : Kinerja
213
keuangan berupa bertahan (sustain) meningkatkan perbaikan
operasional secara konsisten memastikan hasil produk lebih terjaga, (l)
Indikator pengeluaran untuk pemeliharaan : Kinerja keuangan berupa
menuai (harvest) pengeluaran untuk pemeliharaan untuk
mempertahankan kapasitas produk dan pendapatan, (m) Indikator
perbaikan fasilitas : Kinerja keuangan berupa menuai (harvest)
perbaikan fasilitas untuk meningkatkan fungsi dan kemampuan
peralatan sebesar 63,8% dan dinyatakan signifikan. Dengan demikian
penelitian ini konsisten menguji hipotesis secara parsial signifikan.
Artinya interprestasi hasil penelitian Gaya Kepemimpinan (X2)
terhadap Kinerja Keuangan dan Non Keuangan (Y) tidak bertentangan
dengan konsep Bass dalam Yukl (1994:297), konsep Yukl (2001:140),
konsep Bass dalam Yukl (1994:297-298), konsep Hersey et al
(1997:470), konsep (House et al dalam Yukl (1994:242) terhadap
konsep Kaplan et al (1996:42) tentang Gaya Kepemimpinan dengan
Kinerja Keuangan dan Non Keuangan.
Terdapat perbedaan pemahaman instrumen penelitian angka thitung
pada pertanyaan X211 “Kepemimpinan berupa kepemimpinan
situasional mempunyai pola hubungan tinggi dan tugas rendah yang
berarti kemampuan dan motivasi prestasi bawahan meningkat dan
bawahan secara aktif mencari tanggung jawab yang lebih besar”
angka Corrected Item-Total Correlation 0.237 (nilai terendah) dan
pertanyaan X27 “Kepemimpinan berupa kepemimpinan transaksional
dalam kaitannya dengan active management by exception
pemantauan dari para bawahan dan tindakan-tindakan memperbaiki
214
untuk memastikan bahwa pekerjaan tersebut telah dilaksanakan
secara efektif” angka Corrected Item-Total Correlation 0.573 (nilai
tertinggi). Dilihat dari persepsi responden terhadap variabel Gaya
Kepemimpinan (X2) terhadap kedua kuesioner tersebut adalah
hubungan antara pemimpin dan bawahan di dalam konteks pekerjaan
masih sering dirasakan karena bentuk dari hubungan itu sendiri yang
lebih memperlihatkan hubungan kedekatan dari pada hubungan yang
dikarenakan oleh kemampuan bawahan merupakan pilihan responden
yang paling rendah, hal ini juga tercermin dari tingginya pilihan
responden terhadap keinginan pegawai dalam hal transparansi
pekerjaan untuk memastikan keefektifan dalam bekerja.
Item-Total Statistics
Nomor Kuesioner
Corrected Item-Total Correlation
Nomor Kuesioner
Corrected Item-Total Correlation
X21 .534 X210 .333X22 .537 X211 .237X23 .400 X212 .259X24 .360 X213 .319X26 .390 X214 .438X27 .573 X215 .340X28 .398 X216 .327
Sumber data: Output SPSS Versi 16.0
Tabel 6.3Kuesioner yang Terdapat Perbedaan Pemahaman Instrument Penelitian
Variabel Gaya Kepemimpinan (X2)
X211
Kepemimpinan berupa kepemimpinan situasional mempunyai pola hubungan tinggi dan tugas rendah yang berarti kemampuan dan motivasi prestasi bawahan meningkat dan bawahan secara aktif mencari tanggung jawab yang lebih besar
0.237
X27 Kepemimpinan berupa kepemimpinan transaksional 0.573
215
dalam kaitannya dengan active management by exception pemantauan dari para bawahan dan tindakan-tindakan memperbaiki untuk memastikan bahwa pekerjaan tersebut telah dilaksanakan secara efektif
Sumber data: Tabel Operasionalisasi Variabel Gaya Kepemimpinan
Seluruh pertanyaan pada variabel Kinerja Keuangan dan Non
Keuangan dinyatakan valid, walaupun demikian terdapat perbedaan
pemahaman instrumen penelitian angka thitung pada pertanyaan Y11
“Kinerja keuangan kaitannya dengan bertumbuh (growth)
mengembangkan suatu produk atau jasa baru diharapkan dapat
meningkatkan kesejahteraan organisasi” angka Corrected Item-Total
Correlation 0.366 (nilai terendah) dan pertanyaan Y14 “Kinerja
keuangan kaitannya dengan bertumbuh (growth) mengembangkan
sistem diharapkan dapat lebih terpadu, teratur dan tersinkronisasi
dengan kelancaran proses keuangan” angka Corrected Item-Total
Correlation 0.765 (nilai tertinggi). Dilihat dari persepsi responden
terhadap variabel Kinerja Keuangan dan Non Keuangan (Y) terhadap
kedua kuesioner tersebut kebutuhan akan pengembangan suatu
produk atau jasa baru yang diharapkan dapat meningkatkan
kesejahteraan direspon terendah dan pengembangan sistem
diharapkan dapat lebih terpadu, teratur dan tersinkronisasi dengan
kelancaran proses keuangan direspon tertinggi menunjukan bahwa
kemungkinan yang terjadi adalah masih rendahnya keinginan
responden untuk mengembangan produk atau jasa yang dapat
meningkatkan kesejahteraan namun di sisi yang lain sangat tingginya
keinginan responden terhadap pengembangan sistem mengarah
216
kepada keterpaduan, keteraturan dan kesinkronisasian dalam rangka
meningkatkan kelancaran proses keuangan yang terjadi pada saat ini.
Item-Total Statistics
Nomor Kuesioner
Corrected Item-Total Correlation
Nomor Kuesioner
Corrected Item-Total Correlation
Y11 .366 Y18 .595Y12 .712 Y19 .656Y13 .740 Y110 .676Y14 .765 Y111 .706Y15 .625 Y112 .689Y16 .751
Y113 .741Y17 .568
Sumber data: Output SPSS Versi 16.0
Tabel 6.4Kuesioner yang Terdapat Perbedaan Pemahaman Instrument Penelitian
Y11
Kinerja keuangan kaitannya dengan bertumbuh (growth) mengembangkan suatu produk atau jasa baru diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan pegawai
0.366
Y14
Kinerja keuangan kaitannya dengan bertumbuh (growth) mengembangkan sistem diharapkan dapat lebih terpadu, teratur dan tersinkronisasi dengan kelancaran proses keuangan
0.765
Sumber data: Tabel Operasionalisasi Variabel Kinerja Keuangan dan Non Keuangan
6.1.3 Interprestasi Hasil Penelitian Pengaruh Budaya
Organisasi (X1), Gaya Kepemimpinan (X2) Terhadap
217
Kinerja Keuangan dan Non Keuangan (Y) Secara Simultan
Uji F
Interprestasi pengaruh Budaya Organisasi atau (X1), Gaya
Kepemimpinan (X2) terhadap Kinerja Keuangan dan Non Keuangan (Y)
sebesar (0,397*) dinyatakan signifikan pada alpha 0,05. Artinya
variabel Budaya Organisasi memiliki 2 (dua) sub variabel yaitu: sub
variabel budaya organisasi mengacu ke sistem makna bersama yang
dianut oleh anggota-anggota yang membedakan organisasi itu dari
organisasi lain, Robbins (2006:721), sub variabel budaya nasional
adalah budaya yang tumbuh dan berkembang dalam sebuah negara,
Hofstede (1980:161). Sub variabel budaya organisasi, Robbins
(2006:721) memiliki 7 (tujuh) dimensi meliputi (1) Dimensi inovasi dan
pengambilan risiko, sejauh mana para karyawan didorong agar inovatif
dan mengambil risiko, (2) Dimensi perhatian terhadap detail, sejauh
mana para karyawan diharapkan memperlihatkan presisi
[kecermatan], analisis, dan perhatian terhadap detail, (3) Dimensi
hasil, sejauh mana manajemen memusatkan perhatian pada hasil
bukannya pada teknik dan proses yang digunakan unuk mencapai hasil
itu, (4) Dimensi orientasi orang, sejauh mana keputusan manajemen
memperhitungkan dampak hasil-hasil pada orang-orang di dalam
organisasi itu, (5) Dimensi orientasi tim, sejauh mana kegiatan kerja
diorganisasikan berdasarkan tim bukannya berdasarkan individu, (6)
Dimensi keagresifan, sejauh mana orang-orang itu agresif dan
kompetitif dan bukannya santai-santai, (7) Dimensi kemantapan,
sejauh mana kegiatan organisasi menenkanan dipertahankannya
218
status quo bukannya pertumbuhan. Sub variabel budaya organisasi
Hofstede (1980:161) memiliki 5 (lima) dimensi meliputi (1) Dimensi
tingkat kekuasaan (power distance) antara bawahan dengan atasan,
(2) Dimensi struktur sosial, (3) Dimensi penghindaran ketidakpastian,
sejauh mana anggota masyarakat merasa terancam oleh situasi yang
tidak menentu atau tidak diketahui sebelumnya, (4) Dimensi
perbedaan peran gender, (5) Dimensi orientasi waktu terhadap nilai-
nilai tradisional masyarakat. Variabel Budaya Organisasi memiliki 23
(duapuluh tiga) indikator meliputi (a) Indikator inovatif : Budaya
organisasi dalam bentuk inovasi dan pengambilan risiko mendorong
agar para pegawai memiliki sisi inovatif, (b) Indikator mengambil
risiko : Budaya organisasi dalam bentuk inovasi dan pengambilan risiko
mendorong sejauh mana para pegawai mampu mengambil risiko, (c)
Indikator presisi (kecermatan) : Budaya organisasi berupa perhatian
terhadap detail diharapkan para pegawai memperlihatkan presisi
(kecermatan), (d) Indikator analisis : Budaya organisasi berupa
perhatian terhadap detail diharapkan sejauh mana para pegawai
memperlihatkan cara analisis yang baik, (e) Indikator perhatian
terhadap detail : Budaya organisasi berupa perhatian terhadap detail
memperlihatkan sejauh mana para pegawai mempunyai perhatian
terhadap sesuatu yang lebih detail, (f) Indikator perhatian terhadap
hasil : Budaya organisasi dalam kaitannya dengan orientasi hasil,
sejauh mana manajemen memusatkan perhatian pada hasil bukannya
pada teknik dan proses yang digunakan, (g) Indikator keputusan
manajemen memperhitungkan dampak hasil : Budaya organisasi
219
dalam kaitannya dengan orientasi orang, sejauh mana keputusan
manajemen memperhitungkan dampak hasil-hasil pada orang-orang di
dalam organisasi, (h) Indikator berdasar tim : Budaya organisasi dalam
kaitannya dengan orientasi tim mengorganisasikan kegiatan kerja
berdasar tim, (i) Indikator berdasar individu : Budaya organisasi dalam
kaitannya dengan orientasi tim mengorganisasikan kegiatan kerja
bukan berdasar individu, (j) Indikator agresif : Budaya organisasi dalam
keagresifan menunjukkan sejauh mana orang-orang itu dapat
menunjukan sifat agresif bukannya santai-santai, (k) Indikator
kompetitif : Budaya organisasi dalam keagresifan menunjukkan sejauh
mana orang-orang itu dapat menunjukkan sifat kompetitif bukannya
santai-santai, (l) Indikator status quo : Budaya organisasi dalam
kemantapan menekankan sejauh mana kegiatan dilakukan untuk
mempertahankan status quo, (m) Indikator pertumbuhan : Budaya
organisasi dalam kemantapan menekankan sejauh mana kegiatan
dilakukan bukannya untuk pertumbuhan organisasi, (n) Indikator jarak
kekuasaan yang lebar (large power distance) : Budaya organisasi
berupa tingkat kekuasaan (power distance) menyangkut jarak
kekuasan yang lebar menunjukkan orang yang tidak memiliki
kekuasaan cenderung bergantung kepada orang yang memiliki
kekuasaan, Budaya organisasi berupa tingkat kekuasaan (power
distance) menyangkut jarak kekuasan yang lebar dapat diibaratkan
kekuasaan hanya milik orang tertentu yang memiliki kedudukan, (o)
Indikator jarak kekuasaan yang sempit (small power distance) : Budaya
organisasi berupa tingkat kekuasaan (power distance) menyangkut
220
jarak kekuasaan yang sempit memperlihatkan tingkat ketergantungan
orang-orang yang tidak memiliki kekuasaan cenderung rendah kepada
yang memiliki kekuasaan, Budaya organisasi berupa tingkat kekuasaan
(power distance) menyangkut jarak kekuasaan yang sempit
dicerminkan dari kelompok yang berkuasa maupun yang tidak
berkuasa sesungguhnya saling tergantung, (p) Indikator
induvidualisme (individualism) : Budaya organisasi dalam bentuk
struktur sosial memperlihatkan ada sekelompok masyarakat yang
cenderung lebih individual (individualisme), (q) Indikator kolektivisme
(collectivism) : Budaya organisasi dalam bentuk struktur sosial
memperlihatkan ada kelompok masyarakat yang lain lebih
kolektivisme (tidak bisa mengutamakan kepentingan dirinya sendiri) (r)
Indikator toleransi yang relatif rendah terhadap situasi ketidakpastian
(strong uncertainty avoidance) : Budaya organisasi dalam bentuk
penghindaran ketidakpastian, toleransi yang relatif rendah (upaya
yang sangat kuat untuk menghindari) terhadap situasi ketidakpastian,
(s) Indikator Toleransi terhadap ketidakpastian (weak uncertainty
avoidance) : Budaya organisasi dalam bentuk penghindaran
ketidakpastian, toleran terhadap situasi ketidakpastian, masalah atau
kasus merupakan kejadian yang wajar sehingga tidak perlu diributkan,
(t) Indikator membedakan secara jelas peran gender (masculinity) :
Budaya organisasi kaitannya dengan perbedaan peran gender
menampilkan perbedaan secara jelas antara masing-masing peran
gender (masculinity), Budaya organisasi kaitannya dengan perbedaan
peran gender kaum pria diharapkan lebih asertif, kompetitif dan tegas,
221
(u) Indikator tidak secara tegas membedakan peran gender
(femininity) : Budaya organisasi kaitannya dengan perbedaan peran
gender tidak secara tegas membedakan antara masing-masing peran
gender (femininity), Budaya organisasi kaitannya dengan perbedaan
peran gender baik pria maupun wanita dituntut kompetitif namun di
saat yang sama diharapkan kooperatif, (v) Indikator orientasi jangka
panjang (long-term orientation) : Budaya organisasi kaitannya dengan
orientasi waktu terhadap nilai-nilai tradisional masyarakat yang
berorientasi jangka panjang lebih menekankan dan menghormati
syarat-syarat untuk memperoleh kebijakan, (w) Indikator Orientasi
jangka pendek (short-term orientation) : Budaya organisasi kaitannya
dengan orientasi waktu terhadap nilai-nilai tradisional masyarakat
yang berorientasi jangka pendek menghormati tanggung jawab dan
status sosial tanpa memperhatikan biaya yang harus dikeluarkannya.
Variabel Gaya Kepemimpinan memiliki 5 (lima) sub variabel gaya
kepemimpinan yang diukur dalam hubungannya dengan efek
pemimpin tersebut terhadap para pengikut, Bass dalam Yukl
(1994:297), sub variabel gaya kepemimpinan sebagai proses
pembuatan peran seorang pemimpin dengan seorang bawahan, Yukl
(2001:140), sub variabel gaya kepemimpinan sebuah pertukaran
imbalan-imbalan untuk mendapatkan kepatuhan, Bass dalam Yukl
(1994:297-298), sub variabel gaya kepemimpinan adalah kematangan
keinginan untuk menerima tanggung jawab dan kemampuan serta
pengalaman yang berhubungan dengan tugas, Hersey et al
(1997:470), sub variabel gaya kepemimpinan apakah perilaku
222
pemimpin mempengaruhi kepuasan dan kinerja para bawahan (House
et al dalam Yukl (1994:242) memiliki 5 (lima) dimensi meliputi : (1)
Dimensi transformasional, sejauh mana pemimpin mentransformasi
dan memotivasi para pengikut, (2) Dimensi LMX, bagaimana seorang
pemimpin mengembangkan hubungan pertukaran yang berbeda
sepanjang waktu dengan berbagai bawahan, (3) Dimensi transaksional,
mencakup kejelasan mengenai pekerjaan yang diminta untuk
memperoleh imbalan-imbalan dan penggunaan insentif, (4) Dimensi
situasional, hubungan antara pimpinan dan bawahan yang
berhubungan dengan tugas, (5) Dimensi path-goal theory, dampak
perilaku pemimpin terhadap kepuasan dan usaha para bawahannya
tergantung kepada aspek-aspek situasi, termasuk karakteristik tugas
serta karakteristik bawahan. Variabel Gaya Kepemimpinan memiliki 16
(enambelas) indikator meliputi (a) Indikator karisma : Kepemimpinan
dalam bentuk kepemimpinan transformasional menunjukkan pemimpin
yang karismatik akan mampu menumbuhkan antusiasme dan loyalitas
di kalangan para anggota organisasi, (b) Indikator stimulasi intelektual
(intellectual stimulation) : Kepemimpinan dalam bentuk kepemimpinan
transformasional menggunakan stimulasi intelektual untuk berfikir
secara rasional serta menggunakan data dan fakta, (c) Indikator
perhatian yang diindividualisasi (individualized consideration) :
Kepemimpinan dalam bentuk kepemimpinan transformasional
diibaratkan para bawahan diperlakukan secara berbeda-beda tetapi
adil dengan dasar perhatian satu per-satu, (d) Indikator motivasi
inspirasional : Kepemimpinan dalam bentuk kepemimpinan
223
transformasional mempuyai ciri motivasi inspirasi yaitu tergantung
seberapa besar bawahan berusaha mengidentifikasikan diri mereka
dengan pemimpin, (e) Indikator hubungan pertukaran rendah :
Kepemimpinan berupa kepemimpinan LMX (leader-member exchange)
berdasar pada hubungan-rendah terdapat tingkat saling
mempengaruhi yang relatif rendah, hanya perlu memenuhi
persyaratan peran yang formal, (f) Indikator hubungan pertukaran
tinggi : Kepemimpinan berupa kepemimpinan LMX (leader-member
exchange) berdasar pada hubungan-tinggi terdapat hubungan
pertukaran tinggi meliputi pemberian tugas yang menarik dan
menyenangkan, partisipasi dalam membuat sebagian besar keputusan
pemimpin, (g) Indikator active management by exception :
Kepemimpinan berupa kepemimpinan transaksional dalam kaitannya
dengan active management by exception pemantauan dari para
bawahan dan tindakan-tindakan memperbaiki untuk memastikan
bahwa pekerjaan tersebut telah dilaksanakan secara efektif, (h)
Indikator passive management by exception : Kepemimpinan berupa
kepemimpinan transaksional dalam kaitannya dengan passive
management by exception menggunakan pemberian hukuman dan
tindakan-tindakan memperbaiki lainnya, (i) Indikator hubungan rendah
dan tugas tinggi : Kepemimpinan berupa kepemimpinan situasional
mempunyai pola hubungan rendah dan tugas tinggi yang berarti
pimimpin yang berorientasi tugas yang paling tepat, (j) Indikator
hubungan tinggi dan tugas tinggi : Kepemimpinan berupa
kepemimpinan situasional mempunyai pola hubungan tinggi dan tugas
224
tinggi yang berarti pemimpin berorientasi tugas masih penting karena
bawahan belum mampu menerima tanggung jawab penuh, (k)
Indikator hubungan tinggi dan tugas rendah : Kepemimpinan berupa
kepemimpinan situasional mempunyai pola hubungan tinggi dan tugas
rendah yang berarti kemampuan dan motivasi prestasi bawahan
meningkat dan bawahan secara aktif mencari tanggung jawab yang
lebih besar, (l) Indikator hubungan rendah dan tugas rendah :
Kepemimpinan berupa kepemimpinan situasional mempunyai pola
hubungan rendah dan tugas rendah yang berarti gambaran organisasi
yang sudah matang atau sudah jadi, (m) Indikator kepemimpinan yang
mendukung (supportive leadership) : Kepemimpinan dalam bentuk
kepemimpinan path-goal theory mengisyaratkan kepemimpinan yang
mendukung, memberi perhatian kepada kebutuhan para bawahan, (n)
Indikator kepemimpinan yang instruktif (directive leadership) :
Kepemimpinan dalam bentuk kepemimpinan path-goal theory
mengisyaratkan kepemimpinan yang instruktif, memberikan pedoman
yang spesifik, meminta para bawahan untuk mengikuti peraturan dan
prosedur, (o) Indikator kepemimpinan partisipatif (partisipative
leadership) : Kepemimpinan dalam bentuk kepemimpinan path-goal
theory mengisyaratkan kepemimpinan yang partisipatif, berkonsultasi
dengan para bawahan dan memperhitungkan opini dan saran mereka,
(p) Indikator kepemimpinan yang berorientasi kepada keberhasilan
(achievement oriented leadership) : Kepemimpinan dalam bentuk
kepemimpinan path-goal theory mengisyaratkan kepemimpinan yang
berorientasi kepada keberhasilan, menetapkan tujuan-tujuan yang
225
menantang, mencari perbaikan dalam kinerja, terhadap Variabel
Kinerja Keuangan dan Non Keuangan yang memiliki 1 (satu) sub
variabel yaitu: sub variabel pengukuran kinerja keuangan
mempertimbangkan adanya tahapan dari siklus kehidupan bisnis,
Kaplan et al (1996:42) memiliki 3 (tiga) dimensi meliputi (1) Dimensi
bertumbuh (growth) perusahaan menghasilkan produk dan jasa yang
memiliki potensi pertumbuhan, (2) Dimensi bertahan (sustain)
perusahaan diharapkan mampu mempertahankan pangsa pasar yang
dimiliki dan secara bertahap tumbuh tahun demi tahun, (3) Dimensi
menuai (harvest) memaksimalkan arus kas kembali ke korporasi.
Variabel Kinerja Keuangan dan Non Keuangan memiliki 13 (tigabelas)
indikator meliputi (a) Indikator mengembangkan suatu produk atau
jasa baru : Kinerja keuangan kaitannya dengan bertumbuh (growth)
mengembangkan suatu produk atau jasa baru diharapkan dapat
meningkatkan kesejahteraan organisasi, (b) Indikator membangun
suatu produk/jasa dan fasilitas produksi : Kinerja keuangan kaitannya
dengan bertumbuh (growth) membangun suatu produk/jasa dan
fasilitas produksi diharapkan dapat menciptakan sumber masukan
baru serta menambah keberagaman jenis produk/jasa yang berbeda,
(c) Indikator menambah kemampuan operasi : Kinerja keuangan
kaitannya dengan bertumbuh (growth) menambah kemampuan
operasi diharapkan dapat menghasilkan output yang lebih efisien dan
efektif, (d) Indikator mengembangkan sistem : Kinerja keuangan
kaitannya dengan bertumbuh (growth) mengembangkan sistem
diharapkan dapat lebih terpadu, teratur dan tersinkronisasi dengan
226
kelancaran proses keuangan, (e) Indikator infrastruktur : Kinerja
keuangan kaitannya dengan bertumbuh (growth) infrastruktur
mengarah pada kesiapan dan kemapanan fasilitas dan peralatan
dalam upaya peningkatan kinerja, (f) Indikator jaringan distribusi
mendukung hubungan global : Kinerja keuangan kaitannya dengan
bertumbuh (growth) jaringan distribusi mendukung hubungan global
mengarah pada kemampuan yang diharapkan dapat menembus
lingkungan yang lebih luas, (g) Indikator mengembangkan hubungan
dengan pelanggan : Kinerja keuangan kaitannya bertumbuh (growth)
mengembangkan hubungan dengan pelanggan mengarah pada
terjaganya pemakai jasa yang loyal serta merasakan kepuasan hasil
kerja, (h) Indikator melakukan investasi dan reinvestasi : Kinerja
keuangan berupa bertahan (sustain) melakukan investasi dan
reinvestasi sesuatu yang mungkin dilakukan untuk memperbesar
kapasitas produk, (i) Indikator mempertahankan pangsa pasar : Kinerja
keuangan berupa bertahan (sustain) mempertahankan pangsa pasar
sesuatu yang harus dilakukan dan dikaitkan dengan pendapatan yang
rutin, (j) Indikator mengembangkan kapasitas : Kinerja keuangan
berupa bertahan (sustain) mengembangkan kapasitas sesuatu yang
menantang dan menjadi komitmen bersama untuk maju, (k) Indikator
meningkatkan perbaikan operasional secara konsisten : Kinerja
keuangan berupa bertahan (sustain) meningkatkan perbaikan
operasional secara konsisten memastikan hasil produk lebih terjaga, (l)
Indikator pengeluaran untuk pemeliharaan : Kinerja keuangan berupa
menuai (harvest) pengeluaran untuk pemeliharaan untuk
227
mempertahankan kapasitas produk dan pendapatan, (m) Indikator
perbaikan fasilitas : Kinerja keuangan berupa menuai (harvest)
perbaikan fasilitas untuk meningkatkan fungsi dan kemampuan
peralatan didapat Adjusted R Square sebesar 39,7% dan dinyatakan
signifikan. Dengan demikian penelitian ini konsisten menguji hipotesis
secara simultan signifikan.
Artinya interprestasi hasil penelitian Budaya Organisasi (X1) dan
Gaya Kepemimpinan (X2) terhadap Kinerja Keuangan dan Non
Keuangan (Y) tidak bertentangan dengan konsep Robbins (2006:721),
konsep Hofstede (1980:161), konsep Bass dalam Yukl (1994:297),
konsep Yukl (2001:140), konsep Bass dalam Yukl (1994:297-298),
konsep Hersey et al (1997:470), konsep (House et al dalam Yukl
(1994:242) terhadap konsep Kaplan et al (1996:42) tentang Budaya
Organisasi, Gaya Kepemimpinan dengan Kinerja Keuangan dan Non
Keuangan.
Untuk menguji pengaruh Budaya Organisasi (X1), Gaya
Kepemimpinan (X2) terhadap Kinerja Keuangan dan Non Keuangan (Y)
secara simultan Uji F atau gabungan terdapat dalam tabel berikut ini:
Tabel 6.5Model Summary Uji Secara Simultan
Model Summaryb
Model R R SquareAdjusted R
SquareStd. Error of the
Estimate
Durbin-Watson
1 .639a .408 .397 72.44151 1.815
a. Predictors: (Constant), GayaKepemimpinan, BudayaOrganisasi
b. Dependent Variable: KinerjaKeuangan
228
Sumber data: Output SPSS Versi 16.0
Berdasarkan tabel 6.5, diketahui nilai Adjusted Rsquare adalah
0.397. Angka tersebut dapat digunakan untuk melihat besarnya
pengaruh Budaya Organisasi (X1) dan Gaya Kepemimpinan (X2)
terhadap Kinerja Keuangan dan Non Keuangan (Y), dengan menghitung
Koefisien Determinasi (KD) dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:
KD = r2 x 100%
KD = 0,397 x 100%
KD = 39,7%
Angka 39,7% menunjukan pengaruh Budaya Organisasi (X1) dan
Gaya Kepemimpinan (X2) secara simultan terhadap Kinerja Keuangan
dan Non Keuangan (Y). Dan sisanya sebesar 60,3% (100% - 39,7%)
dipengaruhi oleh faktor lain. Dengan kata lain, variabel Kinerja
Keuangan dan Non Keuangan (Y) dapat diterangkan dengan
menggunakan variabel Budaya Organisasi (X1), Gaya Kepemimpinan
(X2) adalah sebesar 39,7% dan pengaruh sebesar 60,3% disebabkan
oleh faktor lain.
Tabel 6.6Tabel Anova
229
ANOVAb
ModelSum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 390215.772 2 195107.886 37.179 .000a
Residual 566759.449 108 5247.773Total 956975.221 110
a. Predictors: (Constant), GayaKepemimpinan, BudayaOrganisasib. Dependent Variable: KinerjaKeuanganSumber data: Output SPSS Versi 16.0
6.2 Interprestasi Tatanan Model
6.2.1 Interprestasi Hasil Penelitian Pengaruh Error Model
(diluar model)
Secara simultan budaya organisasi, gaya kepemimpinan
memberikan pengaruh positif dan signifikan sebesar 39,7% terhadap
kinerja keuangan dan non keuangan pada PPPTMGB “LEMIGAS”,
sementara sisanya 60,3% ditentukan oleh unsur atau variabel lainnya
yang tidak disebutkan dalam model ini.
Pada pertanyaan mengenai variabel Budaya Organisasi (X1),
variabel Gaya Kepemimpinan (X2) dan Kinerja Keuangan dan Non
Keuangan (Y) yang mempunyai nilai validitas terkecil yaitu :
X121
Budaya organisasi dalam bentuk penghindaran ketidakpastian, toleran terhadap situasi ketidakpastian, masalah atau kasus merupakan kejadian yang wajar sehingga tidak perlu diributkan
0.209
X211 Kepemimpinan berupa kepemimpinan situasional mempunyai pola hubungan tinggi dan tugas rendah yang berarti kemampuan dan motivasi prestasi bawahan meningkat dan bawahan secara aktif mencari tanggung jawab yang lebih besar
0.237
230
Y11
Kinerja keuangan kaitannya dengan bertumbuh (growth) mengembangkan suatu produk atau jasa baru diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan pegawai
0.366
Dari jawaban responden atas pertanyaan tersebut dapat
diinterprestasikan bahwa masalah atau kasus walaupun dianggap
wajar sering kali tidak secara jelas diinformasikan ataupun
dikomunikasikan kepada pegawai di mana kondisi sekarang ini
diharapkan penjelasan tentang inti masalah sebaiknya disampaikan
(budaya organisasi), hubungan antara pemimpin dan bawahan di
dalam konteks pekerjaan masih sering dirasakan karena bentuk dari
hubungan itu sendiri yang lebih memperlihatkan hubungan kedekatan
dari pada hubungan yang dikarenakan oleh kemampuan bawahan
(gaya kepemimpinan), kemungkinan yang terjadi adalah masih
rendahnya keinginan responden untuk mengembangkan produk atau
jasa yang dapat meningkatkan (kinerja keuangan dan non keuangan).
Hal lain di luar model yang mempengaruhi kinerja keuangan dan
non keuangan antara lain adalah kebijakan serta peraturan perundang-
undangan yang terkait dengan proses pengelolaan keuangan yang
berada pada eksternal PPPTMGB “LEMIGAS” (baik ditingkatan Badan
Litbang ESDM sampai ke Departemen ESDM maupun antara
Departemen ESDM dengan Departemen Keuangan) yang masih terkait
dengan pengelolaan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN)
yang berlaku di seluruh Departemen dan unit satuan kerja.
Sinkronisasi dan persamaan persepsi dari awal penyusunan
anggaran sampai dengan pertanggungjawaban penggunaan anggaran
masih dirasakan menjadi kendala, hal ini dikarenakan kebijakan serta
231
peraturan perundang-undangan yang terkait sering berubah-ubah
sehingga memerlukan waktu untuk sosialisasi dan penerapannya.
6.2.2 Interprestasi Hasil Penelitian Konstanta
Sebaiknya para pegawai pada PPPTMGB “LEMIGAS” diberikan
informasi dan pengetahuan yang cukup dalam rangka perubahan Pola
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK-BLU) yang
diharapkan dapat berjalan dengan lancar sesuai dengan apresiasi dan
keinginan para pegawai. Kerjasama dan komunikasi berbudaya
organisasi yang baik sangat berperan dalam menyelesaikan tugas,
pokok dan fungsi masing-masing pegawai. Hubungan antara pimpinan
dengan staf dapat ditingkatkan menjadi hubungan yang saling
mendukung dan memberikan hasil serta manfaat bagi perkembangan
organisasi dan peningkatan kinerja, dalam arti hubungan tersebut
tidak semata-mata dikarenakan hubungan yang mempunyai pola
hubungan tinggi dan tugas rendah.
6.2.3 Interprestasi Hasil Penelitian Non Signifikan
Secara parsial budaya organisasi memberikan pengaruh negatif dan
tidak signifikan terhadap kinerja keuangan dan non keuangan pada
PPPTMGB “LEMIGAS”. Pada Tabel Coefficientsa kolom Unstandardized
Coeficients kolom B, variabel budaya organisasi menunjukkan -0,039
artinya secara parsial budaya organisasi hanya berpengaruh sebesar
3,90% terhadap kinerja keuangan dan non keuangan pada PPPTMGB
“LEMIGAS”.
232
Budaya Organisasi memberikan pengaruh negatif dapat
diinterprestasikan bahwa adanya perbedaan persepsi pegawai
terhadap lingkungan kerja mereka.
Robbins dan Judge (2007) dalam terjemahan Angelica (2008:175), persepsi dapat didefinisikan sebagai suatu proses di mana individu mengatur dan menginterprestasikan kesan-kesan sensoris mereka guna memberikan arti bagi lingkungan mereka. Namun, apa yang diterima seseorang pada dasarnya berbeda dari realitas objektif.
Walaupun seharusnya tidak perlu ada, perbedaan tersebut sering
timbul. Sebagai contoh, sesuatu yang mungkin bila semua pegawai
dalam instansi pemerintah menganggapnya sebagai tempat kerja yang
baik – kondisi kerja yang menyenangkan, penugasan pekerjaan yang
menarik, bayaran yang bagus, tunjangan yang sangat bagus,
manajemen yang pengertian dan bertanggung jawab – tetapi, seperti
yang diketahui ole sebagian besar dari kita, adalah sangat luar biasa
untuk menemukan kococokan yang seperti itu.
Gambar 6.2Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Persepsi
Sumber: Robbins dan Judge (2007) dalam terjemahan Angelica (2008:176)
233
Gambar di atas menunjukkan persepsi dibagi dalam beberapa
faktor yang mempengaruhinya berdasarkan keberadaan faktor-faktor
yang mempengaruhi persepsi itu sendiri, apakah berada di pihak
perilaku persepsi, dalam obyeknya atau target yang dipersepsikan,
atau dalam konteks dari situasi dimana persepsi itu dilakukan.
Hal diatas dapat terlihat kaitannya bagaimana pegawai
mempersepsikan kerja berdasarkan nilai dan norma yang dimiliki akan
membentuk persepsi tertentu mengenai kerja. Dan karenanya setiap
pegawai memberikan makna yang berbeda dalam memandang nilai-
nilai budaya organisasi yang ada.
6.2.4 Matriks Perbedaan Penelitian ini Dengan Penelitian
Sebelumnya
Tabel 6.7Matriks Perbedaan Penelitian Ini Dengan Penelitian Sebelumnya
No. Peneliti Sampel Penelitian Hasil Penelitian Ade Firman
(0831600309)1. Kotter dan
Heskett (1992)
Jumlah sampel 207 perusahaan
Budaya korporat mempunyai dampak signifikan pada prestasi kerja ekonomi perusahaan dalam jangka panjang, budaya korporat mendukung prestasi keuangan yang kokoh dalam jangka panjang.
Negatif,Berlawanan
2. Ahmad Fadli (2004)
Jumlah responden 78 orang
Gaya Kepemimpinan berpengaruh positif terhadap Kinerja Karyawan. Pengaruh yang positif ini menunjukkan adanya pengaruh yang searah antara Gaya Kepemimpinan dengan Kinerja Karyawan,
Konsisten
234
atau dengan dengan kata lain dengan Gaya Kepemimpinan baik maka kinerja karyawan tinggi.
3. Soedjono (2005)
Jumlah responden 186 orang
Hasil nilai probabilitas lebih kecil dari taraf signifikan 0,05 dan nilai loading 0,756 artinya hipotesis yang menyatakan Budaya Organisasi berpengaruh signifikan dan positif terhadap kinerja organisasi dapat diterima.
Negatif,Berlawanan
4. Armanu Thoyib (2005)
Jumlah responden tidak disebutkan
Variabel Kepemimpinan, Budaya Organisasi, dan Strategi berpengaruh terhadap Kinerja. Kepemimpinan dan Budaya Organisasi bisa saling pengaruh mempengaruhi.
Konsisten
5. Adman (2006)
Jumlah responden 70 orang
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa Budaya Organisasi berpengaruh sebesar 60% terhadap kinerja widyaiswara dan 40% dipengaruhi faktor lain yang tidak diteliti. Setiap perubahan pada Budaya Organisasi akan diikuti perubahan kinerja widyaiswara sebesar 1,21025X pada arah yang sama.
Negatif,Berlawanan
6. Wardhani dan Betty Puspa (2009)
Jumlah responden 75 orang
Terdapat pengaruh secara langsung yang signifikan antara variabel Budaya Organisasi terhadap Kinerja Karyawan sebesar 0,272.
Negatif,Berlawanan
6. Ridho Listyaati (2009)
Jumlah responden 90 orang
Pengaruh terbesar terhadap kinerja pegawai diberikan oleh variabel Budaya Organisasi melalui variabel intervening (kepuasan kerja) sebesar 0,281.
Negatif,Berlawanan
Sumber: diolah sendiri
6.3 Pembahasan Hasil Penelitian Dikaitkan Dengan Penelitian
Sebelumnya
235
6.3.1 Konsistensi Dengan Penelitian Ahmad Fadli (2004)
Kesimpulan penelitian sebelumnya adalah gaya kepemimpinan
berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan. Pengaruh yang positif
ini menunjukkan adanya pengaruh yang searah antara gaya
kepemimpinan dengan kinerja karyawan, atau dengan dengan kata
lain dengan gaya kepemimpinan baik maka kinerja karyawan tinggi.
Terdapat konsistensi dengan penelitian Ahmad Fadli (2004) yang
menyatakan bahwa kinerja tinggi dipengaruhi juga oleh gaya
kepemimpinan.
6.3.2 Konsistensi Dengan Penelitian Armanu Thoyib (2005)
Kesimpulan penelitian sebelumnya adalah Variabel Kepemimpinan,
Budaya Organisasi, dan Strategi berpengaruh terhadap Kinerja.
Kepemimpinan dan Budaya Organisasi bisa saling pengaruh
mempengaruhi.
Terdapat konsistensi dengan penelitian Armanu Thoyib (2005)
bahwa budaya organisasi saling berpengaruh pada gaya
kepemimpinan, dan kedua hal tersebut mempengaruhi kinerja.
236
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
Penelitian ini menguji bagaimana pengaruh budaya organisasi dan
gaya kepemimpinan terhadap kinerja keuangan dan non keuangan.
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah primer yang
diperoleh melalui pengisian kuesioner pada 111 responden yang
berasal dari Kantor PPPTMGB “LEMIGAS”. Pengujian data
menggunakan SPPS for Windows 16.0 untuk melakukan uji kualitas
data (uji validitas dan uji reliabilitas) dan uji regresi berganda.
Berdasarkan hasil uji dan pembahasan bab sebelumnya mengenai
studi kasus pengaruh budaya organisasi dan gaya kepeminpinan
terhadap kinerja keuangan dan non keuangan diperoleh kesimpulan di
bawah ini.
237
7.1.1 Kesimpulan Umum (Simultan)
Budaya organisasi dan gaya kepemimpinan secara simultan
memberikan pengaruh positif dan signifikan sebesar 39,7% terhadap
kinerja keuangan dan non keuangan pada PPPTMGB “LEMIGAS”,
sementara sisanya 60,3% ditentukan oleh unsur atau variabel lainnya
yang tidak disebutkan dalam model ini.
7.1.2 Kesimpulan Khusus (Parsial)
Budaya organisasi secara parsial memberikan pengaruh negatif dan
tidak signifikan terhadap kinerja keuangan dan non keuangan pada
PPPTMGB “LEMIGAS” hanya sebesar 3,90%.
Gaya kepemimpinan secara parsial memberikan pengaruh positif
dan signifikan terhadap kinerja keuangan dan non keuangan pada
PPPTMGB “LEMIGAS” sebesar 86,4%.
7.1.3 Keterbatasan Penelitian
Karena keterbatasan waktu penelitian ini, ada hal-hal yang belum
dilakukan dan menjadi alasan penyebab mengapa dalam penelitian ini
ada butir pertanyaan-pertanyaan yang tidak mudah dipahami oleh
responden sehingga dengan berbagai upaya penulis berusaha
menterjemahkan indikator-indikator yang terdapat dalam teori dapat
diinterpretasikan melalui pertanyaan sehingga dapat dimengerti oleh
responden.
Pemecahan masalah yang belum dilakukan dalam penelitian ini
adalah: (1) seharusnya dilakukan pre-test dengan sampel yang lebih
238
kecil (sekitar 25 sampai 30 responden) sehingga dapat diketahui
apakah seluruh butir pertanyaan yang disusun sudah benar dan dapat
dimengerti secara jelas oleh responden; (2) apabila masih ada butir
pertanyaan yang tidak valid setelah proses penelitian, seharusnya
butir yang tidak valid tersebut tidak langsung dihilangkan atau
dibuang, tetapi dilakukan penelitian ulang dengan menyebarkan
kuesioner lagi untuk butir pertanyaan yang tidak valid saja.
7.2 Saran
7.2.1 Saran Untuk Kebijakan Manajerial
Sebaiknya para pegawai pada Sebaiknya para pegawai pada
PPPTMGB “LEMIGAS” diberikan informasi dan pengetahuan yang cukup
dalam rangka perubahan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan
Umum (PPK-BLU) yang diharapkan dapat berjalan dengan lancar sesuai
dengan apresiasi dan keinginan para pegawai. Kerjasama dan
komunikasi berbudaya organisasi yang baik sangat berperan dalam
menyelesaikan tugas, pokok dan fungsi masing-masing pegawai.
Hubungan antara pimpinan dengan staf dapat ditingkatkan menjadi
hubungan yang saling mendukung dan memberikan hasil serta
manfaat bagi perkembangan organisasi dan peningkatan kinerja,
dalam arti hubungan tersebut tidak semata-mata dikarenakan
hubungan yang mempunyai pola hubungan tinggi dan tugas rendah.
7.2.2 Saran Untuk Penelitian Lanjutan/Pengembangan Ilmu
239
Untuk peneliti selanjutnya diharapkan dapat memperbaiki
kelemahan-kelemahan yang ada dalam penelitian ini seperti: (1) agar
dikembangkan lagi untuk meneliti tentang budaya organisasi, gaya
kepemimpinan dalam suatu instansi pemerintah atau perusahaan; (2)
agar peneliti selanjutnya dapat mengambil sampel atau responden
yang lebih banyak lagi dari perusahaan atau organisasi sejenis
sehingga dapat menghasilkan analisa masalah yang lebih akurat.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Buku Teks
Apollo Daito., 2007, Metodologi Penelitian Penyusunan Skripsi/Tesis/Disertasi, Jakarta : Universitas Budi Luhur
Achmad Sobirin., 2007, Budaya Organisasi, Pengertian, Makna dan Aplikasinya dalam Kehidupan Organisasi, Yogyakarta : Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN
Ernawati Waridah., 2008, EYD & Seputar Kebahasa-Indonesiaaan, Jakarta : Kawan Pustaka
Gibson, James L. et al., 1985, Organisasi : Perilaku, Struktur, Proses / James L. Gibson, John M. Ivancevich dan James H. Donnelly, Jr. : Alih bahasa, Djarkasih., Jakarta : Erlangga
240
Herman Soewardi., 1999, Roda Berputar Dunia Bergulir, Bandung : Universitas Padjajaran
Herman Soewardi., 2000, Mempersiapkan Kelahiran Sains Tauhidullah, Bandung : Universitas Padjadjaran
Kaplan, Robert S., 2000., Balanced Scorecard : Menerapkan Strategi Menjadi Aksi / Robert S. Kaplan dan David P. Norton : Alih bahasa, Peter R. Yosi Pasla., Jakarta : Erlangga
Kartini Kartono., 1994, Pemimpin dan Kepemimpinan, Apakah Pemimpin Abnormal Itu ?, Jakarta : RajaGrafindo Persada
M.H. Matondang, 2008, Kepemimpinan, Budaya Organisasi dan manajemen Strategik, Yogyakarta : Graha Ilmu
Pearce II, John A., Robinson, Jr., Richard B., 2008, Manajemen Strategis / Pearce dan Robinson : Alih bahasa, Yanivi Bachtiar, Christine., Jakarta : Salemba Empat
Robbins, Stephen P., 2006, Perilaku Organisasi / Stephen P. Robbins : Alih bahasa, Benyamin Molan., Jakarta : Indeks Kelompok Gramedia
Robbins, Stephen P., 2008, Perilaku Organisasi / Stephen P. Robbins dan Timothy A. Judge : Penerjemah, Diana Angelica., Jakarta : Salemba Empat
Rameli Agam., 2009, Menulis Karya Ilmiah, Yogyakarta : Familia Pustaka Keluarga
Sucipto., 2003, Penilaian Kinerja Keuangan, Medan : Universitas Sumatera Utara
Stanislaus S. Uyanto., 2006, Pedoman Analisis Data Dengan SPSS, Yogyakarta : Graha Ilmu
Sony Yuwono dkk., 2007 : Petunjuk Praktis Penyusunan Balanced Scorecard, Menuju Organisasi yang Berfokus pada Strategi / Sony Yuwono, Edy Sukarno, Muhammad Ichsan., Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
Susiana Helmi Andri., 2009, Pengaruh Gaya Kepemimpinan Situasional, Motivasi Kerja, dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Pegawai (Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Tanah Abang Dua, Jakarta : Tesis Budi Luhur
Taliziduhu Ndraha., 2003, Budaya Organisasi, Jakarta : Rineka Cipta
Yukl, Gary., 2007, Kepemimpinan Dalam Organisasi / Gary Yukl : Alih bahasa, Budi Supriyanto., Jakarta : Indeks
241
Zulganef., 2008, Metode Penelitian Sosial dan Bisnis, Yogyakarta : Graha Ilmu
Lain-lain
Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor: 0030 Tahun 2005 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral
PPPTMGB “LEMIGAS”., 2009, Rencana Strategis Bisnis, Jakarta : LEMIGAS
PPPTMGB “LEMIGAS”., 2009, Pola Tata Kelola, Jakarta : LEMIGAS
PPPTMGB “LEMIGAS”., 2009, Laporan Keuangan PPPTMGB “LEMIGAS”, Jakarta : LEMIGAS
242
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor: 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor: 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor: 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan Dan Tanggung Jawab Keuangan Negara
243