bab v analisis hasil penelitiandigilib.uinsby.ac.id/710/8/bab 5.pdfanalisis hasil penelitian bab ini...

79
269 BAB V ANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini menganalisis dan membahas empat hal pokok yakni menyangkut: 1) karakteristik vokasional dan nilai, 2) internalisasi nilai-nilai kewirausahaan di PPS Pasuruan 3) peran kiai, pengurus dan ustadz dalam proses internalisasi nilai-nilai kewirausahaan dan 4) tingkat keberhasilan internalisasi nilai-nilai kewirausahaan. A. Analisis Karakteristik Vokasional dan Nilai 1. Karakteristik Vokasional Dalam paparan hasil penelitian telah diketengahkan bahwa tiap-tiap individu secara alamiah memiliki bakat bawaan yang berbeda dengan individu lain meski lahir dan hidup dalam satu keluarga. Bakat-bakat itu terkait dengan minat dan tingkat kecepatannya dalam menyesuaikan dengan kegiatan tertentu dan bakat ini lebih mengarah kepada masalah keterampilan tertentu dan bukan menyangkut nilai-nilai. Nilai-nilai lebih banyak dibangun melalui pembelajaran keseharian di lingkungan pesantren dan lingkungan keluarga. Temuan ini tidak terlalu baru karena pada dasarnya setiap individu memiliki keunikan tersendiri sebagai bakat bawaan maupun nilai-nilai sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya. Pembawaan dalam kajian psikologi menyangkut seluruh kemungkinan-kemungkinan atau

Upload: others

Post on 28-Oct-2019

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB V ANALISIS HASIL PENELITIANdigilib.uinsby.ac.id/710/8/Bab 5.pdfANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini menganalisis dan membahas empat hal pokok yakni menyangkut: 1) karakteristik vokasional

269

BAB V

ANALISIS HASIL PENELITIAN

Bab ini menganalisis dan membahas empat hal pokok yakni menyangkut: 1)

karakteristik vokasional dan nilai, 2) internalisasi nilai-nilai kewirausahaan di PPS

Pasuruan 3) peran kiai, pengurus dan ustadz dalam proses internalisasi nilai-nilai

kewirausahaan dan 4) tingkat keberhasilan internalisasi nilai-nilai kewirausahaan.

A. Analisis Karakteristik Vokasional dan Nilai

1. Karakteristik Vokasional

Dalam paparan hasil penelitian telah diketengahkan bahwa tiap-tiap

individu secara alamiah memiliki bakat bawaan yang berbeda dengan

individu lain meski lahir dan hidup dalam satu keluarga. Bakat-bakat itu

terkait dengan minat dan tingkat kecepatannya dalam menyesuaikan

dengan kegiatan tertentu dan bakat ini lebih mengarah kepada masalah

keterampilan tertentu dan bukan menyangkut nilai-nilai. Nilai-nilai lebih

banyak dibangun melalui pembelajaran keseharian di lingkungan

pesantren dan lingkungan keluarga.

Temuan ini tidak terlalu baru karena pada dasarnya setiap individu

memiliki keunikan tersendiri sebagai bakat bawaan maupun nilai-nilai

sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya. Pembawaan dalam kajian

psikologi menyangkut seluruh kemungkinan-kemungkinan atau

Page 2: BAB V ANALISIS HASIL PENELITIANdigilib.uinsby.ac.id/710/8/Bab 5.pdfANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini menganalisis dan membahas empat hal pokok yakni menyangkut: 1) karakteristik vokasional

270

kesanggupan (potensi) yang terdapat pada suatu individu dan selama masa

perkembangannya benar-benar dapat diwujudkan. Oleh karenanya guna

mengetahui berbagai bawaan seseorang kita hanya dapat mengetahui dari

prilaku nyata (actual ability) dari yang bersangkutan1. Prilaku-prilaku

nyata santri sebelum atau awal memasuki PPS Pasuruan yang terkait

dengan bakat bawaan adalah menyangkut prestasi-prestasi keterampilan di

keluarga seperti kemauan membantu orang tua ketika belum masuk

pesantren atau ketika liburan pondok, keinginan menguasai keterampilan

yang sama dengan orang tuanya serta kecepatan dalam menangkap

keterampilan yang diajarkan.

Bila merujuk pada jenis-jenis bakat yang dimiliki manusia pada

umumnya baik bakat akademik khusus, bakat kreatif-produktif, bakat seni,

bakat kinestetik/psikomotorik dan bakat sosial, temuan peneliti

menggambarkan bahwa ada dua katagori, pertama santri yang masuk di

PPS Pasuruan mulai tingkat Ibtidaiyah atau Istidadiyah bakat, minat dan

potensinya belum nampak sehingga nilai kewirausahaannya banyak

terbentuk melalui lingkungan keseharian di keluarga sementara melalui

lingkungan pondok pesantren masih relatif kecil, sedangkan motivasi

utama orang tua memasukan anaknya ke PPS Pasuruan pada umumnya

semata ingin anaknya menjadi anak yang sholeh, berilmu dan berakhlakul

karimah, sehingga orientasi utamanya adalah mencari ilmu seperti pada

1Siagian, Sondangn P. Manajemen Strategi dan Mengembangkan Prilaku Organisasional (Jakarta: CV. Haji Masagung, 1992), 50

Page 3: BAB V ANALISIS HASIL PENELITIANdigilib.uinsby.ac.id/710/8/Bab 5.pdfANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini menganalisis dan membahas empat hal pokok yakni menyangkut: 1) karakteristik vokasional

271

umumnya di pesantren. Kedua, santri yang masuk sudah pada jenjang

Tsanawiyah atau Aliyah merupakan santri yang berbakat dan memiliki

kemampuan dalam konteks prestasi akademiknya di pesantren. Ini dapat

dikatagorikan bakat jenis akademik dan kinestetik/psikomotorik. Hasil

penelitian juga memperlihatkan bahwa dalam usianya itu meskipun

keputusan pemilihan pesantren ditentukan oleh orang tua mereka, orang

tuanya pun sebenarnya juga beralasan karena memperhatikan potensi yang

dimiliki anaknya.

Kerelaan santri memasuki PPS Pasuruan meskipun banyak

didorong orang tua tetapi si anak sendiri memang sudah memiliki minat

dan bakat, hal ini dibuktikan dengan tidak adanya keluhan anak ketika

harus mengikuti berbagai macam aturan dan kegiatan pembelajaran di

pesantren termasuk dalam menjalankan tugas di unit-unit usaha yang

dimiliki kopontren Sidogiri. Dengan demikian input dari pesantren ini

sebetulnya memiliki potensi positif yakni bakat yang dibawa sejak kecil

berupa tingginya minat belajar dan potensi kemandirian serta keterampilan

dalam mengerjakan kegiatan pembelajaran produktif dan aplikatif dalam

berbisnis berupa tanggungjawab dalam memegang unit-unit usaha

kopontren. Dengan kata lain potensi keahlian vokasional santri telah

dimiliki sejak sebelum santri memasuki PPS Pasuruan.

Dengan karakter yang demikian, PPS Pasuruan sebenarnya telah

memiliki santri dengan potensi yang baik, dan karena potensi itu terkait

Page 4: BAB V ANALISIS HASIL PENELITIANdigilib.uinsby.ac.id/710/8/Bab 5.pdfANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini menganalisis dan membahas empat hal pokok yakni menyangkut: 1) karakteristik vokasional

272

dengan keterampilan-keterampilan maka sebagaimana pengakuan para

ustadz tentang pembelajaran dan paraktek di dunia kerja melalui berbagai

macam unit usaha yang dimiliki oleh kopontren Sidogiri tidak mengalami

kesulitan bahkan cenderung berkembang pesat, terbukti dengan semakin

banyaknya unit-unit usaha baru yang dimiliki kopontren Sidogiri.

2. Karakteristik Nilai

Selain karakteristik yang bersifat keterampilan bawaan, santri juga

mempunyai karakteristik yang terkait dengan hasil pembelajaran dari

masing-masing keluarga (hasil interaksi). Dalam penelitian ditemukan

bahwa santri yang masuk PPS Pasuruan berasal dari keluarga yang

berbeda profesi, ada yang sebagai pegawai negeri, pedagang, petani,

nelayan dan lain sebagainya. Pekerjaan atau profesi orang tua santri

memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap potensi nilai-nilai yang

dimiliki santri. Pembelajaran keseharian di lingkungan keluarga ketika

santri pulang rumah karena liburan pondok berkontribusi dalam

menumbuhkan potensi nilai-nilai kewirausahaan berupa kepercayaan diri

dan motivasi dengan tingkatan yang masih abstrak, yang bersumber dari

pembiasaan melalui proses pengindraan, yang diikuti oleh perubahan sikap

yang lebih positif yang berujung pada tahap keyakinan yang masih labil,

dan belum sampai pada tingkatan kesadaran.

Page 5: BAB V ANALISIS HASIL PENELITIANdigilib.uinsby.ac.id/710/8/Bab 5.pdfANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini menganalisis dan membahas empat hal pokok yakni menyangkut: 1) karakteristik vokasional

273

Temuan penelitian menunjukan, bahwa keluarga yang berprofesi

sebagai wirausaha lebih dapat mempengaruhi nilai-nilai yang berkembang

atas nilai kewirausahaan santri dibandingkan dengan orang tua yang

berprofesi selain wiraswasta, akan tetapi nilai-nilia itu tidaklah terlalu

berarti, yakni relatif masih abstrak, labil dan masih pada tingkatan

keyakinan yang belum mantap.

Perbedaan nilai tersebut umum terjadi mengingat budaya keluarga

yang berbeda, dan nilai ini terbentuk bukan karena bawaan melainkan

akibat proses pembelajaran selama di rumah. Temuan ini merupakan hal

yang wajar sebab dikatakan dalam kajian ini bahwa nilai adalah sebagai

reaksi sikap akibat respon situasi. Sementara disebutkan, bahwa sikap

adalah keadaan mental dan saraf dari kesiapan yang diatur melalui

pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau terarah terhadap

respon individu pada semua obyek dan situasi yang berkaitan dengan

individu itu sendiri. Sedangkan sikap diartikan sebagai pernyataan atau

pertimbangan evaluatif mengenai objek, orang atau peristiwa,2 maka wajar

bahwa antara individu dari kalangan keluarga yang berbeda juga memiliki

karakteristik sikap atau nilai yang berbeda pula.

Yang ingin ditegaskan dalam analisa ini bahwa nilai itu memiliki

ciri-ciri sebagai berikut: 1) tidak dibawa sejak lahir, 2) selalu berhubungan

dengan obyek, 3) tertuju pada satu obyek atau sekumpulan objek, 4) dapat

2 Robbins, S.P. Organizational Behavior, New Jersey, Sixth Edition, Englo Wood Cliffs, (Printice Hall Inc, 1996), 54

Page 6: BAB V ANALISIS HASIL PENELITIANdigilib.uinsby.ac.id/710/8/Bab 5.pdfANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini menganalisis dan membahas empat hal pokok yakni menyangkut: 1) karakteristik vokasional

274

berlangsung lama atau sebentar, 5) mengandung faktor perasaan dan

motivasi. Memperhatikan ciri sikap yang demikian, sebenarnya sikap yang

dimiliki seseorang akan berkembang tergantung beberapa faktor yang

mempengaruhi. Nilai seseorang dapat berkembang atau berubah

tergantung dari dua faktor utama yakni faktor internal (fisiologis dan

psikologis) dan faktor eksternal (pengalaman, situasi, norma-norma,

hambatan dan pendorong). Dengan demikian nilai seseorang dapat

dipengaruhi oleh orang tua, ustadz dan anggota kelompok yang intensif

berkomunikasi. Manusia menyeleksi aktivitasnya berdasarkan nilai yang

dipercayainya.3

Berdasarkan analisa dan kajian di atas, dapat dikatakan bahwa

terdapat unsur-unsur bawaan dari santri tetapi lebih bersifat non nilai. Hal

ini sedikit berbeda dengan pemikiran psikologi klasik sebagaimana aliran

nativisme yang berpihak pada faktor bawaan (nature) yang menganggap

bahwa unsur bawaan itu dapat juga berupa nilai-nilai. Nilai dipandang

sebagai proses regenerasi dari sifat-sifat bawaan yang dimiliki seseorang.

Dengan demikian faktor keturunan dianggap faktor penting dalam

kepemilikan nilai. Cara pandang ini tampak dalam sejumlah aliran

psikologi kepribadian yang menjelaskan nilai sebagai kontinuitas dari

proses psikologi lainnya seperti sikap dan keyakinan pada diri seseorang.

3 Kadarusmadi, Upaya Orang Tua dalam Menata Situasi Pendidikan dalam Keluarga, Disertasi, PPS IKIP Malang, 1996), 33

Page 7: BAB V ANALISIS HASIL PENELITIANdigilib.uinsby.ac.id/710/8/Bab 5.pdfANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini menganalisis dan membahas empat hal pokok yakni menyangkut: 1) karakteristik vokasional

275

Dalam penelitian ini ditemukan bahwa, nilai bukanlah unsur

bawaan, melainkan kondisi yang terlahir dari proses interaksi dari

ligkungan, sementara kondisi bawaan lebih kepada potensi keterampilan-

keterampilan terlepas dari nilai-nilai. Sebagai contoh santri yang memiliki

bakat dalam bidang tertentu, dia hanya merasakan punya kemampuan

dengan bidang tertentu itu, tetapi tidak dirasakan sebagai suatu yang

berharga atau dianggap sebagai kapital berharga yang dapat terus menerus

dikembangkan dan dimodifikasi sehingga dihargai sebagai sesuatu yang

akan dapat menolong hidupnya.

Sedangkan nilai-nilai kewirausahaan lebih banyak sebagai produk

yang terlahir dari interaksi intensif dalam lingkungan, dengan demikian

temuan ini lebih sesuai dengan pemikiran psikologi yang berpijak pada

aliran empirisme yang menempatkan faktor lingkungan (nature) sebagai

faktor yang paling berpengaruh terhadap perkembangan nilai-nilai dari diri

seseorang.

Dengan kata lain, karakteristik yang dimiliki santri PPS Pasuruan

memungkinkan sekali dengan pola pembelajaran yang menginternalisasi

nilai-nilai kewirausahaan sedemikian rupa dapat diarahkan menjadi

seorang santri yang entrepreneur yang handal sebagaimana yang

diinginkan oleh para pendiri dan pengasuh pesantren Sidogiri.

Page 8: BAB V ANALISIS HASIL PENELITIANdigilib.uinsby.ac.id/710/8/Bab 5.pdfANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini menganalisis dan membahas empat hal pokok yakni menyangkut: 1) karakteristik vokasional

276

B. Analisis Proses Internalisasi Nilai-Nilai Kewirausahaan di PPS

Pasuruan

Sebagaimana yang sudah dijelaskan pada bab paparan data dan

temuan penelitian di atas, bahwa PPS Pasuruan merupakan pesantren salaf

dengan ciri sebagaimana pesantren salaf lainnya. Secara umum bahwa

fungsi yang menonjol pada pesantren adalah sebagai lembaga pendidikan

agama, namun penelitian di PPS Pasuruan ini menunjukan fakta bahwa

pesantren dapat menerapkan berbagai peranan sosial kemasyarakatan

secara lebih luas. Sebagaimana dikatakan oleh Siradj menyebutkan

pesantren sangat bisa diharapkan memainkan peran pemberdayaan

(empowerment) dan transformasi masyarakat secara efektif.4 Siradj

mengatakan bahwa pesantren dapat memberikan sedikitnya lima peran

atau peran pada pembangunan masyarakat. Pertama, peran instrumental

dan fasilitator. Hadirnya pesantren tidak hanya sebagai lembaga

pendidikan dan keagamaan saja, tetapi juga sebagai lembaga

pemberdayaan umat5. Pernyataan Sirad ini dapat di ketahui di PPS

Pasuruan.

Kedua, peran mobilisasi. Pesantren merupakan lembaga yang

berperan dalam mobilisasi masyarakat. Peranan ini jarang dimiliki

lembaga atau perguruan lainnya. Hal ini terjadi karena pesantren dibangun

4 Siradj, Said Agiel, Pesantren Masa Depan: Wacana Pemberdayaan dan Transformasi Pesantren. (Jakarta: Pustaka Hidayah. 1999). 62 5 Ibid. 64

Page 9: BAB V ANALISIS HASIL PENELITIANdigilib.uinsby.ac.id/710/8/Bab 5.pdfANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini menganalisis dan membahas empat hal pokok yakni menyangkut: 1) karakteristik vokasional

277

atas dasar kepercayaan masyarakat, pesantren adalah tempat yang tepat

untuk menempuh aklak dan budi pekerti yang baik, selain itu pesantren

sebagai lembaga yang dipercaya dan dihormati oleh masyarakat karena

kekarismaan sang kiai.

Ketiga, peran sumberdaya manusia. Dalam sistem pendidikan yang

dikembangkan oleh pesantren sebagai upaya optimalisasi potensi yang

dimilikinya. PPS Pasuruan memberikan pelatihan khusus kepada santri

atau diberikan tugas magang di beberapa tempat yang sesuai dengan

pengembangan lembaga ekonomi pesantren. Dalam konteks ini juga, PPS

Pasuruan melakukan pengiriman guru tugas di bebagai daerah untuk

mengembangkan agama dan menjadi mubaligh di berbagai daerah, selain

itu juga memberikan peluang luas kepada alumni untuk memegang suatu

unit usaha yang dimiliki kopontren yang berada di luar lingkungan

pesantren.

Keempat, sebagai agent of development. Pesantren dilahirkan untuk

memberikan respon terhadap situasi dan kondisi sosial masyarakat yang

tengah dihadapkan pada runtuhnya sendi-sendi moral melalui transformasi

nilai yang ditawarkan pesantren. Kehadirannya bisa disebut sebagai agen

perubahan sosial (agent of social changes) yang selalu melakukan

pembebasan pada masyarakat dari segala keburukan moral, penindasan

politik, pemiskinan ekonomi, dan pemiskinan ilmu pengetahuan. Dalam

Page 10: BAB V ANALISIS HASIL PENELITIANdigilib.uinsby.ac.id/710/8/Bab 5.pdfANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini menganalisis dan membahas empat hal pokok yakni menyangkut: 1) karakteristik vokasional

278

penelitian di PPS Pasuruan upaya pesantren sebagai agen pembangunan

ini ditunjukan dalam pendidikan dan ekonomi.

Kelima, sebagai center of excellence. Salah satu misi awal

didirikannya pesantren adalah menyebarluaskan informasi ajaran dan

pengetahuan agama Islam ke seluruh pelosok tanah air yang berwatak

pluralis, baik dalam dimensi kepercayaan, budaya maupun kondisi sosial

masyarakat. Tugas sebagai pusat penyebaran agama ini dilaksanakan oleh

PPS Pasuruan dalam bentuk pengabdian masyarakat melalui pengiriman

guru tugas sebagai mubaligh ke daerah pedalaman dan pembukaan

madrasah baru di berbagai daerah.

Tidak terlepas dari lima peran tersebut di atas, salah satunya adalah

peran sumberdaya manusia dalam bidang pendidikan dan ekonomi, maka

berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di PPS Pasuruan

menunjukan bahwa proses internalisasi nilai-nilai kewirausahaan terhadap

para santri menggunakan tiga jalur, yakni jalur pendidikan diniyah, jalur

pengajian kitab salaf dan jalur lembaga ekonomi.

1. Madarasah Diniyah

Berkaitan dengan madrasah diniyah bahwa PPS Pasuruan

memiliki lembaga pendidikan madrasah yang diberi nama Madrasah

Miftahul Ulum (MMU). Hingga saat ini MMU memiliki empat

Page 11: BAB V ANALISIS HASIL PENELITIANdigilib.uinsby.ac.id/710/8/Bab 5.pdfANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini menganalisis dan membahas empat hal pokok yakni menyangkut: 1) karakteristik vokasional

279

jenjang tingkatan, yaitu Istidadiyah, Ibtidaiyah, Tsanawiyah, dan

Aliyah. Dan sampai saat ini pula sistem pendidikannya masih

menggunakan dan mempertahankan sistem pendidikan diniyah tanpa

menggunakan sistem pendidikan persekolahan formal. Sebagaimana

yang dipaparkan pada data di atas, pendidikan diniyah adalah

pendidikan yang berciri khas pendidikan agama Islam yang tujuan

utamanya adalah mengembangkan agama atau misi dakwah

penyebaran nilai-nilai ajaran agama Islam yang di dalamnya terdapat

dorongan kemandirian dan bekerja keras. Pesantren adalah lembaga

sosial keagamaan atau lembaga dakwah yang menekankan kepada

amar ma’ruf nahi munkar dalam segala aspek termasuk pendidikan.

Sebagai lembaga pendididkan dengan sistem pendidikan Islam, PPS

Pasuruan juga mengembangkan misi dakwah melalui kegiatan

pendidikan, seperti pengiriman guru tugas di daerah lain yang salah

satu tugasnya adalah dengan membuka madrasah baru.6

Dalam sistem pendidikan diniyah di PPS Pasuruan dalam

kaitannya dengan internalisasi nilai-nilai kewirausahaan adalah pada

setiap jenjang pendidikan terdapat mata pelajaran fiqih muamalah

yang berkaitan dengan entrepereneurship atau kewirausahaan, yang

lebih khusus lagi adalah pada jenjang pendidikan Aliyah Jurusan

6Akbar, Sa’dun, Prinsip-Prinsip dan Vektor-Vektor Percepatan Proses Internalisasi Nilai Kewirausahaan (Studi Pada Pendidikan Visi Pondok Pesantren Darut Tauhid Bandung , (Bandung: Disertasi Program Pasca Sarjana: Universitas Pendidikan Indonesia), 2000.

Page 12: BAB V ANALISIS HASIL PENELITIANdigilib.uinsby.ac.id/710/8/Bab 5.pdfANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini menganalisis dan membahas empat hal pokok yakni menyangkut: 1) karakteristik vokasional

280

Muamalah, karena pelajaran yang diberikan selain mata pelajaran

pada umumnya, juga ada beberapa mata pelajaran yang menunjang

ke arah pembentukan kewirausahaan, misalnya ilmu ekonomi mikro-

makro, ilmu akutansi, ilmu ekonomi syariah dan sebagainya. Selain

itu ketika para santri melakukan praktek lapangan, maka mereka

langsung diterjunkan di lembaga ekonomi Sidogiri baik BMT-

MMU, BMT-UGT maupun kopontren. Dalam penelitian ini juga

ditemukan bahwa kiai menjadi pusat pendidikan di PPS Pasuruan,

karena kurikulum pendidikan dibuat dan dikembangkan sendiri oleh

kiai bersama para ustadz pengajarnya sesuai dengan visi dan misi

pesantren khususnya dalam penyusunan kurikulum yang berbasis

kewirausahaan.

Dengan tersedianya SDM yang memadai di PPS Pasuruan,

banyak upaya yang dilakukan dalam rangka peningkatan mutu

pendidikan dengan mengembangkan kurikulum pesantren dalam

rangka membuat pesantren sejajar dengan lembaga pendidikan yang

lain khususnya sesuai dengan misi pesantren. Adapun strategi yang

dilakukan PPS Pasuruan dalam meningkatkan mutu kualitas

pendidikan diniyah berbasis kewirausahaan adalah sebagai berikut:

(1) sinkronisasi kurikulum pendidikan di pesantren dengan

pendidikan formal yang berorientasi pada pengembangan

kewirausahaan, (2) dalam melaksanakan pendidikan, baik

Page 13: BAB V ANALISIS HASIL PENELITIANdigilib.uinsby.ac.id/710/8/Bab 5.pdfANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini menganalisis dan membahas empat hal pokok yakni menyangkut: 1) karakteristik vokasional

281

pendidikan umumnya diniyah maupun pendidikan kewirausahaan

menggunakan pendekatan sistemik disamping dengan sistem

sorogan, bandongan, hafalan dan halaqah (3) melakukan

standarisasi (kualifikasi) tenaga pendidik, (4) menggunakan strategi

participative decision making, (5) pembelajaran kewirausahaan

memiliki visi terbentuknya komunitas yang taat kepada ajaran Islam,

memiliki pengetahuan umum, keterampilan semangat kerja dan

kemandirian dan yang melandasinya adalah nilai ekonomi dan nilai

spiritual (6) melakukan evaluasi kinerja program pendidikan, dan (7)

mengimplementasikan stategi promosi (syiar) pesantren.

Strategi tersebut cukup efektif dalam proses internalisasi nilai-

nilai kewirausahaan santri dan mengembangkan pendidikan

kewirausahaan dengan didukung oleh lembaga ekonomi yang ada.

Paling menarik dalam penelitian ini adalah strategi sinkronisasi

kurikulum pendidikan di pesantren dengan pendidikan formal yang

berorientasi pada pengembangan kewirausahaan. Hal ini sesuai

dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Baharuddin di pesantren

Nurul Jadid Paiton Probolinggo.7

Dalam keseluruhan proses pembelajaran, kurikulum bisa

dimaknai sebagai rencana kegaiatan pembelajaran The curiculum is

generaly difined as a plan developed to facilitate the 7Baharuddin, Hasan. Manajemen Strategi Peningkatan Mutu Pendidikan Pondok Pesantren , Studi kasus di Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton Proboinggo, (Malang, Tesis, Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri Malang. 2006)

Page 14: BAB V ANALISIS HASIL PENELITIANdigilib.uinsby.ac.id/710/8/Bab 5.pdfANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini menganalisis dan membahas empat hal pokok yakni menyangkut: 1) karakteristik vokasional

282

teaching/leaning process under the direction and guidance of a

school, college or university and iss staff memers.8 Jadi kurikulum

dianggap sebagai satu rencana yang dikembangkan untuk

mendukung proses mengajar/belajar di dalam arahan dan bimbingan

sekolah/madrasah, akademi atau universitas. Bahkan secara sangat

sederhana kurikulum dapat dimaknai sebagai mata dan isi pelajaran.

Menyadari bahwa kurikulum sebagai koridor interaksi antara

ustadz dengan santri merupakan ciri utama pendidikan di pesantren,

kurikulum merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pendidikan

atau pengajaran, karena setiap praktek pendidikan diarahkan pada

pencapaian tujuan yang dikehendaki, baik yang terkait dengan

penguasaan pengetahuan, pengembangan kepribadian, maupun

peningkatan ketrampilan tertentu, maka guna proses pencapaian itu

diperlukan kejelasan tujuan pembelajaran, bahan ajar, metode, alat

maupun model evaluasinya.

Nilai sebagai sebuah pemikiran atau konsep mengenai apa

yang dianggap penting bagi seseorang dalam kehidupannya. Nilai

juga sebagai kepercayaan yang dijadikan preferensi manusia dalam

tindakannya, maka sebenarnya sebuah nilai bisa jadi dapat berupa

suatu keyakinan relegius, kebebasan, kesenangan, ketentuan (etos),

kejujuran, kesederhanaan, keterikatan dan sebagainya. Nilai terkait

8 Turner, R Kerry, Pearce, David and Bateman, Environmental Economics An Elementory. (Harverter Wheatsbeaf: 1994). 22.

Page 15: BAB V ANALISIS HASIL PENELITIANdigilib.uinsby.ac.id/710/8/Bab 5.pdfANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini menganalisis dan membahas empat hal pokok yakni menyangkut: 1) karakteristik vokasional

283

dengan pandangan positif tentang sesuatu, seseorang yang

menganggap bahwa entrepreneur merupakan pilihan yang baik

dibanding bekerja pada orang lain (menjadi pegawai) ini merupakan

indikasi bahwa nilai-nilai tentang entrepereneur telah terinternalisasi

dalam diri seseorang itu.9

Dengan pemahaman nilai yang demikian maka proses

penyadaran nilai (pembentukan nilai) merupakan aktivitas yang

komplek karena berlangsung secara integral dalam keseluruhan

kegiatan pembelajaran seseorang. Dengan kata lain pembentukan

nilai dapat terjadi mulai dari pembelajaran di keluarga, di lingkungan

pergaulan maupun lingkungan pesantren serta budaya pesantren

yang berkembang.

Oleh karena itu berbeda dengan pengembangan pola pikir dan

keterampilan. Pembelajaran nilai lebih terkait dengan fungsi afektif.

Diungkapkan Winkel, bahwa pembelajaran nilai adalah

pembelajaran menghayati suatu obyek melalui alam di sekolah,

melalui alam perasaannya, mekipun pengalaman ajar dinilai sebagai

penilaian spontan tetapi sangat bermakna bagi proses membangun

perasaan yang pada gilirannya menginternalisasikan suatu nilai.10

Sebagaimana temuan penelitian di PPS Pasuruan dalam proses

pembelajaran santri lebih banyak mengikuti pebelajaran di kelas 9Ekosusilo.M, Sekolah Unggul Berbasis Nilai: Studi Multi Kasus di SMA Negeri I, SMA Regina Pacis dan SMA Al-Islam I Surakarta, (Sukoharjo, Univet Bantara Press, 2003). 78-79 10Winkel, Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. (Yogjakarta: PT. Grafindo, 1991). 45

Page 16: BAB V ANALISIS HASIL PENELITIANdigilib.uinsby.ac.id/710/8/Bab 5.pdfANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini menganalisis dan membahas empat hal pokok yakni menyangkut: 1) karakteristik vokasional

284

dengan penataan saling berhadapan antara ustadz dengan santri,

kecuali pelajaran produktif yang lebih memanfaatkan kelas yang

telah disetting sebagai tempat praktek. Secara umum setting model

ini tidak ada masalah dalam proses penanaman nilai, selain kelas

yang memadai, alat-alat pratek yang mendukung dalam peningkatan

skill santri. Namun demikian karena nilai itu berkaitan dengan

belajar afeksi yang lebih banyak terkait dengan proses kerja

pengahayatan dan proses ini sangat terkait dengan alam perasaan,

maka strategi dan orientasi pembelajarannya tentu berbeda dengan

pembelajaran yang menekankan pada peningkatan kecakapan

vokasional atau keterampilan semata.11

Tehnik pembelajaran di PPS tidak secara khusus

menggambarkan teknik pembelajaran nilai, mengingat pembelajaran

kewirausahaan semestinya lebih terfokus pada pembelajaran nilai

atau pembelajaran sikap yang ini termasuk dalam rana afeksi, sesuai

dengan hasil penelitian, teknik yang digunakan ustadz dalam

pembelajaran kewirausahaan adalah lebih banyak klasikal dengan

model ceramah dan praktik peningkatan keterampilan untuk mata

diklat produktif. Sebenarnya ada beberapa pendekatan pembelajaran

yang bisa menjadi alternatif bagi PPS Pasuruan yakni pembelajaran

11 Ibid. 67

Page 17: BAB V ANALISIS HASIL PENELITIANdigilib.uinsby.ac.id/710/8/Bab 5.pdfANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini menganalisis dan membahas empat hal pokok yakni menyangkut: 1) karakteristik vokasional

285

dengan teknik indoktrinasi, teknik moral reasoning, teknik

meramalkan konsekuensi, teknik klarifikasi dan teknik internalisasi.

Sementara nilai kewirausahaan yang dipahami oleh pengelola

PPS Pasuruan adalah terkait dengan kemampuan membuka dan

mengelola usaha setelah lulus dari pesantren, yang dalam hal ini

kemudian dimaknai bahwa pencapaian kemampuan itu akan dapat

diperoleh apabila pembelajaran memiliki skill yang memadai dan

implikasinya berupa kemampuan santri dalam mengelola dan

mengembangkan unit usaha yang dimiliki pesantren.

Pemaknaan semacam itu memberikan indikasi bahwa

kebanyakan entrepreneur lebih dimaknai sebagai seorang yang

mengelola usaha. Implikasinya pesantren berusaha bagaimana

membekali dan mengarahkan para santri ke arah sana, dengan kata

lain pemaknaan kewirausahaan itu lebih mengarah pada kemampuan

berbisnis (business skill). Padahal apabila dikaitkan dengan banyak

pemikiran seperti Scumpeter seorang wirausaha, bahwa

kewirausahaan tidak selalu dimaknai sebagai seorang pedagang

(businessman) atau seorang manajer tetapi ia adalah orang yang

unik, pembawaannya pengambil risiko dan memperkenalkan produk-

produk inovatif dan teknologi baru ke dalam perekonomian.

Demikian pula hasil studi Moreland yang mengungkapkan bahwa

masalah kewirausahaan bukan sekedar keterampilan bisnis tetapi

Page 18: BAB V ANALISIS HASIL PENELITIANdigilib.uinsby.ac.id/710/8/Bab 5.pdfANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini menganalisis dan membahas empat hal pokok yakni menyangkut: 1) karakteristik vokasional

286

lebih kepada pembentukan nilai-nilai positif yang terbangun dalam

kepribadian seseorang.12

Pemaknaan nilai kewirausahaan yang demikian dari para

pengelola pesantren ini, implikasinya terhadap berbagai kebijakan

dalam penyelenggaraan sistem pendidikan yang ada di pesantren,

terutama dalam penyusunan program pendidikan baik intrakurikuler

maupun ekstrakurikuler. Implikasi itu misalnya bagaimana muatan

dan model strategi pembelajaran yang mengabaikan pembelajaran

nilia-nilai, pembelajaran terfokus pada mata diklat produktif, serta

model-model praktik usaha yang lebih mengejar omset penjualan

dari pada proses internalisasi nilai-nilai kewirausahaan santri itu

sendiri.

Beberapa tahap yang dapat dilalui dalam proses pembelajaran

ini adalah (1) tahap transformasi nilai, dalam tahap ini ustadz hanya

menginformasikan nilai-nilai yang baik dan yang kurang baik

kepada santri yang semata-mata bersifat komunikasi verbal; (2)

tahap transaksi nilai, yakni suatu tahap pendidikan nilai dengan jalan

melakukan komunikasi dua arah atau interaksi antara ustadz dengan

santri yang bersifat interaksi timbal balik secara aktif. Dalam tahap

ini ustadz tidak hanya memberikan informasi tentang nilai-nilai

tetapi juga terlibat dalam proses menerima dan melaksanakan nilai-

12 Moreland. N, Entrepreneurship and Higher Education: An Employability Perspective, Leoning and Employability, Ltsn, Generic Centre, 2000.

Page 19: BAB V ANALISIS HASIL PENELITIANdigilib.uinsby.ac.id/710/8/Bab 5.pdfANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini menganalisis dan membahas empat hal pokok yakni menyangkut: 1) karakteristik vokasional

287

nilai itu; (3) tahap transinternalisasi, pada tahap ini jauh lebih dalam

dan juga melibatkan tidak hanya aspek pisik tetapi juga menyangkut

sikap mental kepribadian baik bagi ustadz maupun santri. Dalam hal

ini telah dilaksanakan oleh PPS Pasuruan hanya masih diperlukan

penyempurnaan.

Proses transinternalisasi ini mulai dari yang sederhana sampai

yang komplek, yaitu (1) menyimak (receiving) yakni kegiatan santri

untuk bersedia menerima stimulus yang berupa nilai-nilai baru yang

dikembangkan dalam sikap afektifnya; (2) menanggapi (responding)

yakni kesediaan santri untuk merespon nilai-nilai yang dia terima

dan sampai tahap memiliki kepuasan untuk merespon nilai-nilai

tersebut; (3) memberi nilai (valuing) sebagai lanjutan dari aktivitas

merespon nilai menjadi santri yang mampu memberikan makna baru

terhadap nilai-nilai yang diyakini kebenarannya; (4) mengorganisasi

nilai (organization of value) yakni aktivitas santri untuk mengatur

berlakunya sistem nilai yang dia yakini sebagai kebenaran dalam

prilaku kepribadiannya sendiri sehingga ia memiliki yang berbeda

dengan orang lain; (5) karakteristik nilai yakni dengan membiasakan

nilai-nilai yang benar yang telah diyakini dan yang telah diorganisasi

dalam prilaku kepribadiannya sehingga nilai-nilai itu menjadi ciri

kepribadiannya.

Page 20: BAB V ANALISIS HASIL PENELITIANdigilib.uinsby.ac.id/710/8/Bab 5.pdfANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini menganalisis dan membahas empat hal pokok yakni menyangkut: 1) karakteristik vokasional

288

Ada fenomena menarik pada penelitian ini bahwa ada

keterbatasan yang mendasar dari kurikulum di PPS ini yakni masih

lemahnya pengembangan materi pelajaran atau kitab salaf yang

berorientasi pada pembentukan nilai-nilai enrepreneurship, tidak ada

mata diklat yang secara khusus dirancang untuk mengembangkan

nilai-nilai kewirausahaan yang ada hanya terdapat pada penyajian

pengelolaan usaha dan industri melalui kopontren, yang itupun lebih

kepada upaya peningkatan keterampilan berbisnis yang dalam

penelitian lebih mengarah kepada “businesship” dari pada

kewirausahaan.

Tentang pentingnya pendidikan dalam pembentukan santri

yang berjiwa kewirausahaan ini juga didukung oleh peneliti

Wahjoedi. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa pendidikan

menjadi sarana penting dalam pembentukan sikap, karakter, minat

dan motivasi dalam wirausaha. Pendidikan juga terbukti menjadi

penyumbang penting dalam upaya pengentasan kemiskinan. Artinya

dengan pendidikan maka kemiskinan akan dapat dikurangi secara

sistematis.13 Secara eksplisit hasil penelitian ini menunjukan bahwa

salah satu alternatif untuk menciptakan output santri yang

13Wahjoedi, Kemiskinan Pasca Krisis di Indonesia, Analisis Segi Ekonomi, Pendidikan, dan Solusi Kebijakan, Jurnal Pendidikan, Fakultas Ekonomi dan Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Malang, Jurnal Penelitian dan Pendidikan Tahun 14, No: 2 Desember, 2004

Page 21: BAB V ANALISIS HASIL PENELITIANdigilib.uinsby.ac.id/710/8/Bab 5.pdfANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini menganalisis dan membahas empat hal pokok yakni menyangkut: 1) karakteristik vokasional

289

entrepreneur adalah dengan melalui pendidikan yang disinergikan

dengan pembentukan lembaga ekonomi pesantren.

2. Pengajian Kitab Salaf

Pesantren adalah suatu lembaga pendidikan yang memiliki ciri

sebagai suatu unsur yang unik, yakni adanya kiai, masjid dan

asrama. Ketiga unsur inilah yang disebut sebagai unsur pesantren.14

Selanjutnya Jaelani juga mengemukakan bahwa pesantren adalah

lembaga pendidikan Islam yang minimal terdiri dari tiga unsur yaitu:

kiai, atau ustadz yang mendidik serta mengajar, masjid dan pondok

atau asrama. Ketiganya mencakup kegiatan-kegiatan yang disebut

Tri Darma pesantren, yaitu keimanan dan ketaqwaan terhadap Allah

SWT, pembangunan keilmuan yang bermanfaat, dan pengabdian

terhadap agama, masyarakat dan negara.15

Dhofier menjelaskan bahwa pesantren memiliki sistem

pendidikan dan pengajaran non klasikal, yang dikenal dengan nama

bandongan, sorogan, hafalan dan musyawarah. Bandongan adalah

sistem pengajaran dimana kiai atau ustadz membaca kitab (mbalah)

dihadapan para santri sedangkan santri mendengarkan, memberi

tanda baca kata per kata, kalimat per kalimat, kemudian

menterjemahkan kalimat-kalimat dalam kitab sehingga

14Jaelani, A Timur, Peningkatan Mutu Pendidikan Islam dan Pengembanagan Perguruan Agama. (Jakarta: Darmaga. 1983)’ 53 15 Ibid. 55.

Page 22: BAB V ANALISIS HASIL PENELITIANdigilib.uinsby.ac.id/710/8/Bab 5.pdfANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini menganalisis dan membahas empat hal pokok yakni menyangkut: 1) karakteristik vokasional

290

mempermudah untuk memahami isi kitab. Sedangkan sorogan

adalah sistem pembelajaran dimana santri membawa kitab dihadapan

kiai atau ustadz dan kiai atau ustadz membacakannya, kemudian

santri membaca sendiri kitab yang telah dibacakan kiai atau ustadz

tersebut dan giliran kiai atau ustadz yang mendengarkan,

memperbaiki bacaan dan menyempurnakan kalimat-kalimat yang

dibaca oleh santri.

Selain bandongan dan sorogan, yang ketiga adalah hafalan

yaitu sistem pengajaran dimana santri diberi tugas oleh kiai atau

ustadz untuk menghafalkan materi tertentu, setelah hafal, santri

menghadap kiai untuk menyetorkan kemampuan hafalannya, kiai

atau ustadz menyimak dan membetulkan hafalan santri tersebut

secara seksama. Sedangkan musyawarah adalah sistem pengajaran di

pesantren yang dilakukan dengan cara diskusi materi pelajaran yang

telah diberikan oleh kiai atau ustadz. Musyawarah juga dilakukan di

pengajian ini dengan cara membahas masalah yang ada dalam

kehidupan sehari-hari berdasarkan sudut pandang, misalnya ilmu

fiqih, ilmu aqidah, ilmu tafsir dan lain sebagainya.16

Selain metode tersebut hasil penelitian ini menemukan adanya

metode pengajian umum yaitu kiai atau ustadz yang mengkaji dan

seluruh santri yang mendengarkan. Arti tentang metode pengajian

16 Dhofier, Zamakhsyari. Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kyai . (Jakarta: Penerbir LP3S, 1982). 44-45

Page 23: BAB V ANALISIS HASIL PENELITIANdigilib.uinsby.ac.id/710/8/Bab 5.pdfANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini menganalisis dan membahas empat hal pokok yakni menyangkut: 1) karakteristik vokasional

291

ini Zuhairini menyatakan bahwa pesantren adalah tempat murid-

murid atau santri mengaji agama Islam dan sekaligus diasramakan di

tempat itu. 17

Berkaitan dengan strategi internalisasi nilai-nilai

kewirausahaan melalui pengajian kitab salaf, berdasarkan hasil

penelitian bahwa pengajian kitab salaf yang dilakukan di pesantren

Sidogiri tidak jauh berbeda dengan pesantren lainnya dimana kitab

yang digunakan meliputi, al-Qur’an, hadits, aqidah, fiqih dan akhlak

dengan metode bandongan, sorogan, halaqoh dan hafalan. Hanya

saja di PPS Pasuruan kitab yang dipakai untuk proses internalisasi

nilai-nilai kewirausahaan menggunakan kitab fiqih muamalah

misalnya fath}ul qori<b, fath}ul mu’i<n, fath}ul waha<b, i’a<natut talibi<n

dan sebagainya.

Yang paling menarik dalam penelitian ini bahwa setiap kiai

atau ustadz yang mengajarkan kitab salaf (mbalah) mereka selalu

menekankan budaya STAF (siddiq, tabligh, amanah dan fathanah),

memberikan doktrin dan motivasi tentang pentingnya kemandirian,

bekerja keras, meningkatkan etos kerja dan sebagainya. Hal inilah

yang sangat berpengaruh pada mindset santri dalam mengembangkan

semangat kemandirian selain keteladanan seorang kiai. Hal ini sesuai

dengan penelitian yang dilakukan Akbar di pesantren Darut Tauhid

17 Zuhairini,Dkk. Sejarah Pendidikan Islam . (Jakarta: Dirjend Binbag a Islam Departemen Agama. 1986). 89

Page 24: BAB V ANALISIS HASIL PENELITIANdigilib.uinsby.ac.id/710/8/Bab 5.pdfANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini menganalisis dan membahas empat hal pokok yakni menyangkut: 1) karakteristik vokasional

292

Bandung dimana secara khusus prinsip-prinsip internalisasi nilai

kewirausahaan yang ditemukan dalam penelitian tersebut antara lain:

(1) keyakinan santri yang tinggi pada Allah dapat mengembangkan

keberanian, kepercayaan diri, kemauan kerja keras, dan optimisme,

dan (2) latihan ikhtiar dapat menghilangkan malu berusaha, rendah

diri dan dapat mengembangkan keberanian, kepercayaan diri,

optimisme, krja keras dan kemandirian.18 Pemberian motivasi,

semangat bekerja keras, kemandirian setiap pengajian serta

ketauladanan kiai dan para ustadz inilah yang efektif dalam

membangun jiwa kewirausahaan santri.

3. Lembaga Ekonomi

Proses internalisasi nilai-nilai kewirausahaan yang dilakukan

PPS Pasuruan melalui lembaga ekonomi adalah pembelajaran

kepada santri dengan diberi tanggung jawab untuk mengelola dan

mengembangkan suatu unit usaha yang di miliki kopontren Sidogiri,

melakukan praktek di lembaga ekonomi dan kesempatan untuk

menanamkan saham.

Pembelajaran model ini termasuk katagori pembelajaran

dengan pengalaman yang oleh Mumford diistilahkan sebagai

concrete experience yaitu suatu aktivitas atau pengalaman seseorang

18Akbar, Sa’dun. Prinsip-Prinsip dan Vertor-Vektor Percepatan Proses Internalisasi Nilai Kewirausahaan (Studi Pada Pendidikan Visi Pondok Pesantren Darut Tauhid Bandung), Disertasi Program asca Sarjana : Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, 2000

Page 25: BAB V ANALISIS HASIL PENELITIANdigilib.uinsby.ac.id/710/8/Bab 5.pdfANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini menganalisis dan membahas empat hal pokok yakni menyangkut: 1) karakteristik vokasional

293

secara langsung,19 atau diidentikan dengan pembelajaran feeling atau

sensing, yaitu menghadirkan suatu penerimaan berdasarkan

pengalaman. Dari kajian ini dapat diungkapkan bahwa bagi seorang

calon entrepreneur pengalaman mengelola usaha merupakan

pembelajaran penting guna meningkatkan kecakapan bisnisnya.

Model pembelajaran pengelolaan usaha semacam ini akan

bermakna apabila ada muatan pengembangan sikap atau nilai

kewirausahaan, bukan sekedar pengembangan keterampilan

mengelola usaha. Hasil penelitian yang dilakukan melalui

pembelajaran ini hanya menghasilkan beberapa keterampilan santri

terutama dalam hal peningkatan pengalaman pembuatan produk,

melayani konsumen atau pelanggan, pengelolaan keuangan mengatur

personalia dan sebagainya. Namun belum banyak terkait dengan

pembentukan nilai-nilai kewirausahaan yang sebenarnya.

Pembelajaran pengelolaan usaha semacam ini bila dikaitkan

dengan pemikiran Choueke dan Amstrong masih dalam kategori

pembelajaran dalam rangka pengembangan Business Skill dan belum

terkait dengan Entrepreneur skill,20 dalam pemikiran kedua ahli itu,

pembelajaran yang terkait dengan peningkatan kemampuan berbisnis

(business skill) akan mencakup muatan materi management,

Finansial skill. Marketing Skill, operational skill dan human 19 Mumford, Mencetak Manajer Andal Melalui Coacing dan Mentoring, {Jakarta: PPM, 1996) 45. 20 Choueke dan Amstrong, The Learning Organization in Small and Medium size Enterprises, A Destination or a Journey, International Journal of Entrepreneurial Behavior & Research Vol.4 (2), 1988, 129-140

Page 26: BAB V ANALISIS HASIL PENELITIANdigilib.uinsby.ac.id/710/8/Bab 5.pdfANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini menganalisis dan membahas empat hal pokok yakni menyangkut: 1) karakteristik vokasional

294

resources skill. Sementara yang menyangkut pembelajaran untuk

meningkatkan kemampuan berwirausaha mencakup materi-materi

terkait dengan peningkatan keativitas, inovasi, kemampuan

menghadapi risiko, kemampuan mengidentifikasi peluang,

kemampuan mengembangkan visi ke depan, serta interpretasi

keberhasilan wirausaha.

Dalam praktek pengelolaan usaha di PPS Pasuruan, terdapat

beberapa kebijakan yang dirasakan bisa kontra produktif terhadap

pembentukan nilai-nilai, seperti peran ustadz yang dominan masih

mencarikan order, hanya disuruh untuk menjaga unit usaha tertentu,

mereka sepertinya menjadi pegawai belum berwenang sepenuhnya

dalam pengelolaan suatu usaha.

Terkait dengan temuan penelitian bahwa kemudahan atau

keberhasilan untuk mencari order di awal pembelajaran pengelolaan

usaha, kebermaknaannya dalam menumbuhkan motivasi santri lebih

sedikit dibanding dengan motivasi yang ditimbulkan dari kesulitan

atau kegagalan yang dialaminya. Maka berbagai fasilitas yang

diberikan oleh para ustadz pembimbing bila tidak dibarengi dengan

diskusi-diskusi intensif dengan santri bisa kontraproduktif dalam

rangka pengembangan nilai-nilai kewirausahaan.

Berdasarkan hasil penelitian, bahwa yang menjadi dasar

pendirian lembaga ekonomi di PPS Pasuruan adalah motivasi sosial,

Page 27: BAB V ANALISIS HASIL PENELITIANdigilib.uinsby.ac.id/710/8/Bab 5.pdfANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini menganalisis dan membahas empat hal pokok yakni menyangkut: 1) karakteristik vokasional

295

yakni motivasi untuk meringankan beban penderitaan ekonomi yang

dialami oleh warga pesantren dam masyarakat sekitar yang masih

tergolong miskin. Namaun realitas menunjukan bahwa

perkembangan ekonomi mayarakat sekitar PPS Pasuruan belum

sepenuhnya nampak keseimbangannya dengan perkembangan

ekonomi pesantren, namun perannya tidak bisa dinafikan karena

tidak hanya memberikan manfaat secara sosial ekonomi saja akan

tetapi dapat menjadi sarana pendidikan santri dalam mewujudkan

output yang entrepreneur.

Melalui pemberdayaan ekonomi tersebut, maka PPS dapat

melakukan pembelajaran kewirausahaan. Nadjib mengatakan bahwa

pembelajaran kewirausahaan yang berbasis agrobisnis yang

dilaksanakan di pesantren dapat meningkatkan semangat kerja

komunitas pesantren, dan selanjutnya semangat kerja dapat

meningkatkan kemandirian pesantren. Maka semangat kerja menurut

komonitas pesantren adalah kemauan atau bernafsu untuk bekerja

yang ditandai dengan rajin bekerja, bekerja keras, tekun, sabar, dan

tidak muda putus asa dan bertanggungjawab. Sedangkan

kemandirian menurut mereka adalah kemampuan untuk mengurus

Page 28: BAB V ANALISIS HASIL PENELITIANdigilib.uinsby.ac.id/710/8/Bab 5.pdfANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini menganalisis dan membahas empat hal pokok yakni menyangkut: 1) karakteristik vokasional

296

atau mengatasi kepentingan diri sendiri tanpa bantuan atau tidak

bergantung kepada orang lain.21

Penelitian Akbar di pondok pesantren Darut Tauhid

menunjukan bahwa pondok pesantren ini telah berhasil

mengembangkan miniatur masyarakat yang entrepeneur yang

Islami.22 Penelitian ini juga memberikan kesimpulan bahwa

keteladanan kiai menjadi salah satu faktor yang mempercepat proses

intrnalisasi nilai-nilai kewirausahaan. Hal ini sebagaimana yang

terjadi di PPS Pasuruan.

Berdasarkan hasil penelitian ini juga diketahui bahwa

masyarakat PPS Pasuruan mampu diarahkan oleh pesantren dari

perekonomian secara konvensional menjadi perekonomian secara

kooperatif dalam bentuk koperasi, selanjutnya juga dapat diarahkan

oleh pesantren untuk menggunakan ekonomi Islami. Sistem ekonomi

Islami dapat diketahui dari beberapa jenis akad kerja sama antara

lembaga ekonomi pesantren dengan nasabah atau anggota koperasi

dengan menggunakan dua sistem, yakni sistem ekonomi kerakyatan

berbasis koperasi dan sistem ekonomi Islam berbasis syariah.

21 Nadjib, Moh. Makna Pembelajaran Kewirausahaan Berbasis Agrobisnis, Semangat Kerja dan Kemandirian Komunitas Pondok Pesantren (Studi Kasus pada Pondok Pesantren Sirojut Tholibin Blitar), Disertasi, Program Studi Pendidikan Ekonomi: Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Malang, 2009 22 Ibid

Page 29: BAB V ANALISIS HASIL PENELITIANdigilib.uinsby.ac.id/710/8/Bab 5.pdfANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini menganalisis dan membahas empat hal pokok yakni menyangkut: 1) karakteristik vokasional

297

C. Analisis Peran Kiai, Pengurus dan Ustadz dalam Proses Internalisasi

Nilai-nilai Kewirausahaan

1. Peran Kiai

Hasil penelitian di PPS Pasuruan ini menemukan bukti bahwa

kepemimpinan kiai memiliki peran penting di pesantren, termasuk peran

dalam proses internalisasi nilai-nilai kewirausahaan pada santri.

Kepemimpinan kiai di PPS Pasuruan adalah kepemimpinan

campuran antara kepemimpinan tradisional yang pengabsahannya berasal

dari keturunan terdahulu dan kepemimpinan legal formal yang

pengabsahannya berdasarkan aturan yang berlaku. Kasus di PPS Pasuruan

yang menjadi kiai pengasuh pesantren adalah keturunan kiai sebelumnya,

baik menggunakan nasab anak maupun nasab menantu. Namun demikian

legalitas kepemimpinan kiai dikuatkan oleh keputusan Majlis Keluarga

yang salah satu tugasnya adalah menentukan keputusan dalam penentuan

pengasuhan pesantren.

Dalam penelitian di PPS Pasuruan menunjukan, bahwa kiai

memiliki peran besar dalam proses internalisasi nilai-nilai kewirausahaan.

Dalam penelitian tersebut menggambarkan adanya keterlibatan kiai

sebagai motivator dan pengambil kebijakan tertinggi dalam pesantren.

Selain itu kemampuan kiai dalam melakukan modernisasi pada

manajemen PPS Pasuruan tanpa meninggalkan ciri khas tradisi yang ada.

Hal ini dapat dipahami karena dalam tata nilai yang diyakini pesantren ada

Page 30: BAB V ANALISIS HASIL PENELITIANdigilib.uinsby.ac.id/710/8/Bab 5.pdfANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini menganalisis dan membahas empat hal pokok yakni menyangkut: 1) karakteristik vokasional

298

kaidah yang berbunyi “al-muh}a<faz{atu ‘ala al-qadi{<m al-s}a<lih} wa al-akhdhu

bi al-jadi}<d al-as}lah}”, yang artinya mempertahankan nilai-nilai lama yang

baik dan menerima nilai-nilai yang baru yang lebih baik. Dengan demikian

maka pesantren tetap akan berupaya mempertahankan tradisi lamanya

sebagai lembaga pendidikan yang mempertahankan nilai lama sebagai

tafaqqahu fid di<n dan tetap menerima perubahan ke arah modernisasi pada

beberapa aspek pendidikan dan aspek ekonomi.

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Sujianto, bahwa modernitas

kiai memberikan peran terhadap tingkat pastisipasi anggota koperasi di

pesantren di Blitar. Penelitian ini menemukan bahwa kiai memiliki sikap

modern, maka ketauladanannya diharapkan dapat membangun partisipasi

anggota kopersai.23 Penelitian ini juga menyebutkan bahwa sikap kiai yang

memiliki ciri-ciri modernitas individu mampu meningkatkan kinerja

kopontren. Modernitas dalam penelitian ini adalah sikap kiai dalam

melakukan kegiatan-kegiatan yang mengarah ke arah kemajuan.

Dalam penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Choir yang

membicarakan tentang pembaharuan manajemen pesantren menemukan

bahwa pembaharuan PPS Pasuruan dilatarbelakangi oleh adanya kemauan

kiai, tersedianya SDM dan adanya tuntutan kondisi perkembangan

23 Sujianto, Agus Eko, Pengaruh Pembinaan Anggota Modernitas Kyai, Kinerja Pengurus dan Partisipasi Anggota terhadap Kinerja Koperasi Pondok Pesantren di Kabupaten di Kabupaten Tulungagung. (Disertasi: Program Studi Pendidikan Ekonomi: Program Pasca Sarjana: Universitas Negeri Malang. Malang, 2009)

Page 31: BAB V ANALISIS HASIL PENELITIANdigilib.uinsby.ac.id/710/8/Bab 5.pdfANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini menganalisis dan membahas empat hal pokok yakni menyangkut: 1) karakteristik vokasional

299

pesantren yang berubah.24 Peneliti juga menemukan bahwa kiai selaku

pengasuh pesantren memegang wewenang yang makro dalam

mengendalikan garis-garis besar program pesantren, sedangkan pengurus

memegang wewenang mikro yaitu kewenangan operasional dalam

pelaksanaan kegiatan keseharian di PPS Pasuruan. Penelitian ini juga

menemukan bahwa kiai telah melakukan berbagai pembaharuan mengenai

kepemimpinan dengan menggunakan manajemen terbuka.

Secara ringkas penelitian di PPS Pasuruan ini menunjukan peran

penting kiai dalam pengembangan pendidikan, namun peran kiai ini

terbatas pada pemberi restu, pengambil keputusan tertinggi, namun tidak

mengenai secara langsung kegiatan pendidikan secara umum di pesantren.

Kiai lebih banyak berkonsentrasi pada pengajaran (pengajian) kitab salaf

di pesantrennya dengan memberikan doktrin, motivasi dan semangat

tentang pentingnya kemandirian dan meniru sifat-sifat Muhammad saw.

Sehingga urusan pendidikan secara umum diserahkan kepada pengurus

lembaga pendidikan pesantren yang sudah ada. Peran dibalik layar ini

menunjukan bahwa dalam pengembangan pendidikan pada umumnya

peran kiai lebih banyak berkonsentrasi pada masalah ibadah, pengajian,

pembinaan mental roahaniyah masyarakat.

Sedangkan peran kiai dalam proses internalisasi nilai-nilai

kewirausahaan melalui lembaga ekonomi di PPS Pasuruan, dalam

24 Choir, Abu, Pembaharuan Manajemen Pondok Pesantren: Studi Kasus Pondok Pesantren Sidogiri Pasuruan , (Tesis, Program Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri Malang, Malang, 2002)

Page 32: BAB V ANALISIS HASIL PENELITIANdigilib.uinsby.ac.id/710/8/Bab 5.pdfANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini menganalisis dan membahas empat hal pokok yakni menyangkut: 1) karakteristik vokasional

300

penelitian ini ditemukan bahwa selain kiai sebagai pemrakarsa berdirinya

lembaga ekonomi, motivator juga memberikan suritauladan kepada

komunitas pesantren khususnya para santri dengan ikut serta menanamkan

sahamnya di lembaga ekonomi Sidogiri. Peran kiai tersebut sangat efektif

dalam membentuk jiwa kewirausahaan santri sekaligus mampu

memberdayakan lembaga ekonomi yang ada. Hal ini sesuai dengan hasil

penelitian sujianto di atas.

2. Peran Pengurus

Penelitian ini menunjukan bahwa ada peran komonitas pesantren

dalam upaya internalisasi nilai-nilai kewirausahaan di PPS Pasuruan. Yang

dimaksud dengan komonitas pesantren dalam penelitain ini adalah

pengurus dan ustadz. Pengurus adalah sekelompok ustadz dan santri senior

yang diberi tugas oleh kiai untuk menjalankan tugas manajemen

pesantren. Tugas pengurus adalah tugas struktural yang diberikan kyia

untuk menjalankan fungsi menajemen di pesantren. Sedangkan ustadz

adalah para pengajar yang membantu kiai dalam menjalankan tugas

mendidik, mengajar dan melaksanakan pengajian di pesantren. Pada

beberapa kasus, kiai juga dipanggil ustadz oleh para santri dan masyarakat,

meskipun demikian dalam penelitian ini yang dimaksud ustadz adalah

para guru yang membantu pengasuh pesantren dalam melaksanakan tugas

pendidikan di pesantren.

Page 33: BAB V ANALISIS HASIL PENELITIANdigilib.uinsby.ac.id/710/8/Bab 5.pdfANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini menganalisis dan membahas empat hal pokok yakni menyangkut: 1) karakteristik vokasional

301

Pengurus pesantren memiliki peran sangat penting dalam proses

internalisasi nilai-nilai kewirausahaan santri, hal ini dikarenakan pengurus

ikut menyusun kurikulum pendidikan pesantren bersama-sama dengan

para kiai. Selain itu pengurus memiliki wewenang makro yakni wewenang

dalam menentukan garis-garis besar program pesantren termasuk program

pendidikan.

Pengurus pesantren juga memiliki peran sangat penting dalam

pemberdayaan ekonomi pesantren yang dapat menaunjang dalam proses

internalisasi nilai-nilai kewirausahaan santri. Hasil penelitian ini

menunjukan bahwa pengurus PPS Pasuruan telah terbukti berhasil

menggerakan santri dan masyarakat Sidogiri untuk membuat lembaga

ekonomi yang dimotori oleh pesantren. Peran pengurus ini terlihat sejak

awal dalam merespon keresahan masyarakat, merumuskan pemecahan

masalah dengan kiai, mempelajari sistem ekonomi alternatif, mendirikan

koperasi, memobilisasi santri, mengerakan masyarakat sekitar pesantren,

dan melakukan pengelolaan lembaga ekonomi. Semua proses panjang

tersebut dilakukan oleh pengurus PPS Pasuruan baik BMT-MMU, BMT-

UGT maupun Kopontren Sidogiri.

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sujianto

tentang pengaruh pembinaan anggota, modernitas kiai, kinerja pengurus

dan partisipasi anggota terhadap kinerja koperasi pesantren di kabupaten

Tulungagung menemukan, bahwa kinerja pengurus dapat memotivasi

Page 34: BAB V ANALISIS HASIL PENELITIANdigilib.uinsby.ac.id/710/8/Bab 5.pdfANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini menganalisis dan membahas empat hal pokok yakni menyangkut: 1) karakteristik vokasional

302

anggota untuk berpartisipasi aktif dalam koperasi pesantren selain itu

prestasi pengurus dalam mengelola koperasi pesantren berpengaruh pada

kinerja pesantren.25 Oleh karenanya kualitas pengurus tidak dapat

diabaikan dalam pengelolaan lembaga ekonomi pesantren. Hal ini telah

dilakukan oleh kopontren Sidogiri dengan melakukan berbagai macam

diklat secara periodik bekerja sama dengan lembaga-lembaga terkait.

3. Peran Ustadz

Peran yang tidak kalah penting dalam proses internalisasi nilai-

nilai kewirausahaan adalah ustadz. Ustadz adalah pelaku utama dalam

proses transformasi knowlige kepada santri baik di lembaga pendidikan

diniyah maupun pengajian kitab salaf. Kualitas para ustadz sangat

menentukan hasil proses internalisasai nlai-nilai kewirausahaan pada

santri. Oleh karena itu salah satu upaya yang dilakukan PPS Pasuruan

untuk meningkatkan kualifikasi ustadz dilakukan pembinaan-pembinaan

dan diklat dalam rangka menunjang profesionalisme dan kinerja sebagai

tenaga pengajar atau ustadz.

Sedangkan peran para ustadz dalam proses internalisasi nilai-nilai

kewirausahaan melalui lembaga ekonomi dibagi atas tiga kelompok yaitu,

pertama ustadz yang tergabung dalam kepengurusan lembaga ekonomi

PPS Pasuruan, kedua ustadz yang tidak tergabung dalam kepengurusan

25 Sujianto, Agus Eko, Pengaruh Pembinaan Anggota Modernitas Kyai, Kinerja Pengurus dan Partisipasi Anggota terhadap Kinerja Koperasi Pondok Pesantren di Kabupaten Tulungagung. Disertasi: Program Studi Pendidikan Ekonomi: Program Pasca Sarjana: Universitas Negeri Malang. Malang, 2009

Page 35: BAB V ANALISIS HASIL PENELITIANdigilib.uinsby.ac.id/710/8/Bab 5.pdfANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini menganalisis dan membahas empat hal pokok yakni menyangkut: 1) karakteristik vokasional

303

lembaga ekonomi PPS Pasuruan tetapi menjadi guru di PPS Pasuruan, dan

ketiga ustadz yang mengajar di madrasah filial di luar PPS Pasuruan. Peran

ustadz pada kelompok pertama adalah sangat besar, mulai dari membuat

rencana bersama-sama kiai, merumuskan sistem ekonomi pesantren,

mendirikan lembaga keuangan syariat BMT-MMU dan membentuk

kepengurusan. Kelompok yang kedua ini adalah para ustadz yang menjadi

pengikut pendiri pertama dengan cara memberikan saham pada BMT-

MMU. Sedangkan kelompok ketiga adalah para ustadz dari madrasah

ranting yang kemudian mengikuti jejak langkah ustadz di madrasah induk,

mereka menjadi penabung di BMT-MMU.

D. Analisis Tingkat Keberhasilan Internalisasi Nilai-nilai Kewirausahaan

1. Perkembanagan Nilai Kewirausahaan

Sebagaimana dalam paparan hasil penelitian, nilai-nilai yang

berkembang pada santri dan lulusan PPS Pasuruan adalah terkait dengan

nilai kepercayaan (konfiden)diri yang disebabkan oleh kemampuan dirinya

dalam hal hasil karya phisik (produk) maupun kemampuan dalam

mengelola unit usaha. Hasil pembelajaran di lingkungan pesantren telah

banyak meningkatkan skill berupa keterampilan atau kecakapan dalam

menyelesaikan pekerjaan produksi sesuai dengan bakat dan minat yang

dipilih santri (vokasional skill) maupun kemampuan dalam mengelola serta

mengembangkan sebuah unit usaha, dan kemampuan ini telah

Page 36: BAB V ANALISIS HASIL PENELITIANdigilib.uinsby.ac.id/710/8/Bab 5.pdfANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini menganalisis dan membahas empat hal pokok yakni menyangkut: 1) karakteristik vokasional

304

menumbuhkan kepercayaan diri dalam mengerjakan berbagai order dan

pekerjaan yang diterimanya dari pelanggan serta dalam pelayanannya

terhadap pelanggan. Untuk lebih jelasnya pembahasan masalah nilai-nilai

yang berkembang berikut diuraikan lebih terperinci.

a. Kepercayaan diri

Sebagaimana hasil temuan peneliti, kepercayaan diri santri

tumbuh karena kecakapan vaksionalnya yang memadai dan ini telah

menimbulkan kepercayaan diri para santri dan alumni PPS Pasuruan,

terlepas dari penyebab utama kepercayaan diri itu muncul, untuk

menjadi seorang entrepreneur masalah ini merupakan pilar utama yang

harus dimiliki. Karenanya keyakinan atas kemampuan diri sendiri

haruslah menjadi nilai yang pasti mesti terinternalisasi dalam diri

seorang entrepreneur. Hal ini banyak didukung para ahli yang

mendalami bidang kewirausahaan seperti Meridith, Merelland, Zimmer

dan Scoborough,.26 Kepercayan diri yang dimaksud adalah terkait

dengan bagaimana seorang dengan energi dan kemampuan yang

dimiliki berkeyakinan kuat serta optimis bahwa segala keputusan yang

diambilnya yang terkait dengan pngembangan pengelolaan usahanya

tanpa keragu-raguan akan berhasil melalui usahanya yang sungguh-

sungguh.

26 Meridith, N, The Practice Of Entrepreneurship International Labor Organization, (Genewa, 1998), 34

Page 37: BAB V ANALISIS HASIL PENELITIANdigilib.uinsby.ac.id/710/8/Bab 5.pdfANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini menganalisis dan membahas empat hal pokok yakni menyangkut: 1) karakteristik vokasional

305

Kepercayaan diri sebagai nilai terminal dapat dikembangkan

melalui instrumental berupa keyakinan, ketidak tergantungan,

individualitas dan optimisme. Dalam paparan hasil penelitian

diungkapkan bahwa rata-rata tingkat kepercayaan diri santri dan alumni

PPPS Pasuruan cukup menonjol, baik kepercayaan diri itu terkait

dalam hal hasil karya phisik (produk) maupun kemampuan dalam

mengelola dan mengembangkan unit usaha. Hal ini dapat dibuktikan

dengan semakin berkembangnya unit usaha yang dimiliki kopontren

Sidogiri maupun order-order yang ada baik dari interanal pesantren

maupun dari luar pesantren. Hasil pembelajaran di pesantren telah

banyak meningkatkan skill berupa keterampilan santri baik dalam

melayani konsumen maupun memproduksi produk-produk baik berupa

air mineral kemasan, caos tomat maupun produk lainnya termasuk jasa

printing. Khusus untuk jasa printing atau percetakan yang dalam

pemikiran Anwar skill sejenis ini masuk dalam katagori kecakapan

vokasional (vocational skill) atau yang dikenal juga dengan kecakapan

kejujuran.27

Pada umumnya para alumni pesantren dalam proses melayani

konsumen maupun pengerjaan produk sangat konfiden, ini dirasakan

oleh alumni setelah mereka benar-benar mampu membuat para

konsumen puas dengan pelayanannya walaupun sebelumnya merasa

27 Anwar, Pendidikan Kecakapan Hidup (life Skills Education) : Konsep dan Aplikasi, (Bandung, Alfabeta, 2004), 22

Page 38: BAB V ANALISIS HASIL PENELITIANdigilib.uinsby.ac.id/710/8/Bab 5.pdfANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini menganalisis dan membahas empat hal pokok yakni menyangkut: 1) karakteristik vokasional

306

ragu akan kemampuannya. Sebagaimana pernyataan Abdul Harist kelas

II Aliyah yang bertugas menjaga ritail dalam suatu wawancara dengan

penulis pada tanggal 24 Maret 2013 sebagai berikut:

Ketika saya masih di kelas III Aliyah, setiap kali liburan saya pasti membantu Aba saya menjaga toko bangunan yang dimiliki Aba dan saat itu saya melayani para pembeli. Awalnya saya merasa pesimis jangan-jangan para pembeli kurang puas dengan apa yang saya lakukan sebagaimana pangalaman yang saya peroleh di pesantren karena saya memegang satu ritail di pesantren. Ternyata tanpa saya sadari katanya Aba saya cukup baik dalam melayani para konsumen. Sehingga sejak itu setiap kali liburan dan membantu Aba saya cukup puas dengan apa yang saya lakukan dalam melayani konsumen.

Demikian juga yang dirasakan oleh Nur Hidayat, alumni pondok

pesantren Sidogiri yang dulu bertugas di penerbitan buku, dalam

wawancaranya pada tanggal 22 April 2013 sebagai berikut:

Ketika saya di pesantren Sidogiri saya berada di zona komplek khusus santri yang merangkap sebagai tenaga pengelola kopontren dan saat itu saya bertanggungjawab dalam mengelola percetakan. Dan tidak lama saya lulus dari Aliyah dan boyong dari pondok saya membuka usaha kecil-kecilan yaitu sablon. Awalnya saya kurang percaya diri dalam mengerjakan order dari konsumen apakah saya mampu atau tidak ya? Berkat kebiasaan yang saya lakukan di pesantren itu akhirnya lama-kelamaan saya optimis dan ternyata banyak pelanggan yang puas dan sekarang saya sudah punya mesin toko (mesin cetak ukuran satu folio), ya mudah-mudahan terus berkembang. Kepercayaan diri dalam dunia kewirausahaan sangat diperlukan

dan ini merupakan modal sangat berharga bagi pengembangan nilai-

nilai kewirausahaan lainnya. Dalam struktur pengembangan nilai-nilai

Page 39: BAB V ANALISIS HASIL PENELITIANdigilib.uinsby.ac.id/710/8/Bab 5.pdfANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini menganalisis dan membahas empat hal pokok yakni menyangkut: 1) karakteristik vokasional

307

itu terdapat kecenderungan bahwa kepercayaan diri adalah sebagai nilai

yang dapat berpengaruh terhadap nilai-nilai lainnya.

Kepercayaan diri yang terinternalisasi dalam diri santri

terbangun dalam kecakapan vokasional dan kecakapan akademik. Hal

ini juga senada dengan apa yang dikemukakan Ria, bahwa 50%

kepercayaan diri dipengaruhi oleh penguasaan materi dan sisanya

ditentukan oleh keberanian untuk mencoba.28

Hasil penelitian bisa dipahami mengingat proses pembelajaran

yang berkembang baik melalui pengembangan dan tanggungjawab unit

usaha yang dipegang santri adalah terkait dengan peningkatan

kemampuan para ustadz sebagai pendamping yang memadai

dibidangnya. Kecakapan akademik yang merupakan hasil dari training

dan pembinaan peningkatan kinerja juga menjadi faktor penunjang

kepercayaan diri santri mengingat sejak semula santri yang terjaring

(input) dalam pesantren Sidogiri adalah santri yang memiliki minat,

sedangkan kemampuan akademis hanya bersifat penempatan jenjang

pendidikan dan kelasnya saja tidak menentukan diterma tidaknya,

sehingga semua calon santri pasti akan diterima di pesantren ini.

Penelitian ini menemukan bahwa pembelajaran melalui praktek

pemegang unit usaha dengan berbagai strategi pembelajarannya tidak

hanya terbatas pada kemampuan dalam menginternalisasikan nilai

28 Ria. D.E. http/www.pikiran-rakyat.com/cetak, (diakses 15 Januari 2013).

Page 40: BAB V ANALISIS HASIL PENELITIANdigilib.uinsby.ac.id/710/8/Bab 5.pdfANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini menganalisis dan membahas empat hal pokok yakni menyangkut: 1) karakteristik vokasional

308

kepercayaan diri santri yang terkontruks dari kecakapan vokasional dan

akademik santri namun juga mampu membangun nilai-nilai personal

santri, seperti rasa tanggungjawab, kejujuran, kemauan keras dan

sebagainya. Meskipun nilai kepercayaan diri merupakan modal dasar

yang penting, PPS Pasuruan juga telah mendisain dalam strategi

pembelajarannya sesuai dengan tujuan pendirian kopontren dan PPS

Pasuruan, dan strategi pembelajaran yang ada telah sampai

menjangkau pada nilai-nilai kontinyu yang bisa dibangun dari nilai

kepercayaan diri itu yakni nilai kreativitas, motivasi, pengambilan

risiko dan kepemimpinan.

Bila dikaitkan dengan hasil penelitian Moreland tentang

entrepreneurship and hingher education: an employability perspective,

dengan isu utama studi atas karakteristik seorang entrepreneur

berdasarkan tinjauan keperilakuan secara garis besar diperoleh temuan

bahwa kelebihan seseorang entrepreneur adalah dalam tiga karakter

penting yakni: 1) nilai personal berupa: honesty, duty, responsibility

dan ethical behavior, 2) risk-taking propensity dan 3) the need for

independence, success and achievement.29

Hal ini memberikan informasi bahwa tidak cukup dengan bekal

kemampuan vokasional, seseorang dapat menjadi entrepreneur yang

berhasil, tetapi dalam dirinya mesti tumbuh nilai-nilai personal yang

29Moreland. N, Entrepreneurship and Higher Education: An Employability Perspective, Leoning and Employability, (Ltsn, Generic Centre, 2003.) 34

Page 41: BAB V ANALISIS HASIL PENELITIANdigilib.uinsby.ac.id/710/8/Bab 5.pdfANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini menganalisis dan membahas empat hal pokok yakni menyangkut: 1) karakteristik vokasional

309

sangat diperlukan, seperti nilai kejujuran, kemauan keras, kebebasan,

kecerdasan serta etika, sosial komunikatif, tanggung jawab, keberanian,

ketelitian dan daya tahan.

b. Kreativitas

Salah satu nilai yang mesti terinternalisasi dalam diri santri dan

alumni PPS Pasuruan adalah pandangan-pandangan positif dan

kesadaran nilai kreativitas. Dalam penelitian ini, masalah kreativitas

santri relatif sudah tumbuh dengan baik selain pengalaman-pengalaman

dalam berproduksi dan kreativitas dalam meyelesaikan produk juga

pada kreativitas rencana pengembangan usaha kedepan sudah cukup

baik.

Kreativitas idealnya menyangkut proses kemampuan seseorang

untuk memahami kesenjangan-kesenjangan atau hambatan-hambatan

dalam hidupnya, merumuskan hipotesis-hipotesis baru dan

mengkomunikasikan hasil-hasilnya serta sedapat mungkin

memodifikasi dan menguji hipotesis-hipotesis yang telah dirumuskan

itu.30 Menurut ahli yang sama, kemampuan kreativitas itu dapat

ditingkatkan melalui dorongan yang kuat dari luar dirinya dan disadari

oleh kekuatan dalam dirinya.

30Torrace,E.P., The Faces and Forms of Creativity, Ventura, (California: Venture Country Superintendent of Shools Office, 1981). 78

Page 42: BAB V ANALISIS HASIL PENELITIANdigilib.uinsby.ac.id/710/8/Bab 5.pdfANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini menganalisis dan membahas empat hal pokok yakni menyangkut: 1) karakteristik vokasional

310

Bagi seorang entrepreneur masalah kreativitas menjadi faktor

penentu keberhasilan sebagaimana disampaikan oleh Munawir. Temuan

penelitian tentang kreativitas lulusan menunjukan adanya

perkembangan yang berarti, strategi pembelajaran melalui praktek kerja

dan pembinaan-pembinaan cukup menyentuh pada aspek-aspek yang

dapat menumbuhkan nilai-nilai positif bagi perkembangan kreativitas.31

Ada beberapa penyebab mengapa nilai-nilai itu sudah begitu

berkembang dalam diri santri, selain memang pemahaman masalah ini

yang relatif sudah cukup dari ustadz pendamping dan pengelolanya,

komitmen dan tanggungjawab santri juga materi diklat yang dilakukan

secara periodik dan disajikan dengan baik, banyak memberikan materi

yang menekankan terhadap pengembangan nilai-nilai itu.

Sehingga secara formal masalah ini sudah tercakup dalam

deskripsi pembelajaran kewirausahaan pada kurikulum 2004 telah

dieksplisitkan sub kompetensi mengidentifikasikan sikap dan prilaku

entrepreneur, dengan kriteria kinerja yang lebih terperinci dan

dijelaskan sebagai berikut: Sikap kewirausahaan diidentifikasikan

berdasarkan disiplin, komitmen tinggi, jujur, kreatif dan inovatif,

mandiri, realistis. Prilaku wirausahawan diidentifikasi berdasarkan

kerja prestatif (selalau ingin maju), keberhasilan dan kegagalan

wirausahawan diidentifikasi berdasarkan sikap dan prilakunya.

31 Munawir.Y dkk, Standarisasi Tes Potensi Kewirausahaan Versi Indonesia Sebagai Penunjang Pendidikan Kewirausahaan di Perguruan Tinggi, (Hasil Penelitian, UNS Surakarta, 1999). 56

Page 43: BAB V ANALISIS HASIL PENELITIANdigilib.uinsby.ac.id/710/8/Bab 5.pdfANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini menganalisis dan membahas empat hal pokok yakni menyangkut: 1) karakteristik vokasional

311

Pembelajaran di PPS Pasuruan sudah didisain ke arah

internalisasi nilai kreativitas yang menurut Lumpkin & Dess’s dalam

Purnomo kreativitas diidentikan dengan orang yang selalu berinovasi

dan selalu proaktif. Sikap ini mencirikan kemajuan kuat dari individu

dalam melakukan berbagai eksperimen, ingin selalu meningkatkan

tehnologi baik dalam produk maupun proses dan ingin selalu merubah

lingkungan dengan menawarkan produk atau proses baru yang lebih

kompetitif.32

Membelajarkan santri untuk menghargai nilai kreatif

sebagaimana diungkapkan Clark yakni melalui pendekatan holistik

dengan berdasarkan fungsi-fungsi berpikir, merasa, mengindra dan

instiusi. Clark menganggap bahwa kreativitas itu mencakup sintesis dari

fungsi-fungsi thinking, feeling, sensing dan intuiting.33

Thinking merupakan berfikir rasional dan dapat diukur serta

dikembangkan melalui latihan-latihan yang dilakukan secara sadar dan

sengaja. Feeling menunjukan pada tingkat kesadaran yang melibatkan

segi emosional. Ini merupakan proses aktualisasi diri, yaitu

dilepaskannya energi emosional dari individu untuk kemudian

dipindahkan kepada individu lain sehingga muncul respon emosional.

Sensing menunjukan pada suatu keadaan ketika dengan bakat yang ada

32 Purnomo, B., Analisis Hubungan Korelasional Pendidikan, Etnis, Jender, Pekerjaan Orang tua, dan Lingkungan Tempat Tinggal dengan Sikap Kewirausahaan Para Siswa Sekolah Menengah di Kota Jember, Disertasi tidak diterbitkan, (Malang: Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Malang, 2004). 33 Clark,B., Growing Up Giftend, (Ohio A Bell and Howel Information Company, 1988) 22

Page 44: BAB V ANALISIS HASIL PENELITIANdigilib.uinsby.ac.id/710/8/Bab 5.pdfANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini menganalisis dan membahas empat hal pokok yakni menyangkut: 1) karakteristik vokasional

312

diciptakan suatu produk baru yang dapat dilihat atau didengarkan orang

lain. Ini dimungkinkan apabila memiliki perkembangan fisik, mental

dan keterampilan yang tinggi dibidang yang menjadi bakatnya. Intuiting

menuntut adanya tingkat kesadaran yang tinggi yang dihasilkan dengan

cara membayangkan, berfantasi dan melakukan trobosan ke daerah

prasadar dan tak sadar.

Dari berbagai uraian di atas dapat dikatakan bahwa proses

internalisasi nilai kreativitas pada santri tidak cukup dengan

mengandalkan model pembelajaran konvensional, tetapi perlu trobosan

pendekatan pembelajaran melalui berbagai strategi skenario

pembelajaran yang lebih menyentuh pada alam prasadar dan alam tak

sadar santri serta dengan perencanaan yang sistematis melibatkan santri

pada tahapan-tahapan proses itu.

Kreativitas juga dapat dikaji berdasarkan pendekatan sosiologis

berasumsi bahwa kreativitas individu merupakan hasil dari proses

interaksi sosial, dimana individu dengan segala potensi dan disposisi

kepribadiannya dipengaruhi oleh lingkungan sosial tempat individu itu

berada, yang meliputi ekonomi, politik, kebudayaan dan peranan

keluarga.34

Upaya mempelajari kreativitas dengan menggunakan

pendekatan sosiologi, pertama-tama dilakukan oleh Kroeber pada tahun

34 Ali, M. & Asrori, M., Psikologi Remaja, Perkembangan Peserta Didik, (Jakarta, P.T. Bumi Aksara, 2006) 66

Page 45: BAB V ANALISIS HASIL PENELITIANdigilib.uinsby.ac.id/710/8/Bab 5.pdfANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini menganalisis dan membahas empat hal pokok yakni menyangkut: 1) karakteristik vokasional

313

1941 sebagaimana dalam karya tulisannya yang berjudul Conviguration

of Culture. Melalui pendekatan sosiologi ini Kroeber berusaha melacak

faktor-faktor sosiologis yang saling berkaitan dan mengelompokkannya

pada orang-orang yang memiliki kreativitas tinggi pada periode waktu

dan tempat tertentu dalam kurun sejarah, khususnya dalam sejarah

peradaban Barat. Dalam menganalisanya Kroeber menggunakan tiga

konfigurasi yaitu waktu, ruang dan derajat prestasi suatu peradaban.35

Berdasarkan analisis yang dilakukan, Kroeber mengambil suatu

kesimpulan bahwa munculnya orang-orang kreatif tinggi dalam sejarah

merupakan refleksi dari pola perkembangan nilai-nilai sosial yang

meliputi ekonomi, politik, kebudayaan dan peranan keluarga. Kelahiran

mereka sebagai orang-orang yang berprestasi, kreatif luar biasa

dimungkinkan oleh kondisi ekonomi, politik, kebudayaan dan peranan

keluarga serta semangat pada zamannya yang kondusif.

Penelitian yang dilakukan oleh Gray pada tahun 1958, 1961 dan

1966, kembali menekankan dominannya peranan sosial dalam

pekembangan kreativitas.36 Dengan fokus perkembangan kebudayaan

Barat, Gray menemukan bahwa faktor-faktor ekonomi, sosial, politik

dan peranan keluarga yang kondusif menentukan dinamika dan irama

perkembangan kreativitas. Ditegaskan oleh Gray bahwa apabila faktor-

faktor itu berada dalam perananya yang positif maka akan dapat 35Supriyadi,D., Kreativitas dan Orang-orang Kreatif dalam Lapangan Keilmuan, Bandung, (Disertasi tidakditerbitkan, Fakultas Pasca Sarjana IKIP Bandung, 1989) 36Ibid 56

Page 46: BAB V ANALISIS HASIL PENELITIANdigilib.uinsby.ac.id/710/8/Bab 5.pdfANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini menganalisis dan membahas empat hal pokok yakni menyangkut: 1) karakteristik vokasional

314

mendorong perkembangan kreativitas yang maksimal. Penelitian Narol

dan kawan-kawan yang dilakukan di India, China, Jepang dan negara-

negara Islam menunjukkan bahwa ada periode-periode tertentu dalam

setiap perkembangan kebudayaan yang dapat mendorong

berkembangnya kreativitas secara maksimal sehingga dapat muncul

orang-orang kreatif. Sebaliknya ada juga periodesasi tertentu yang

dapat mengekang perkembangan kreativitas.

Arieti mengemukakan beberapa faktor sosiologis yang kondusif

sebagai perkembangan kreativitas, yaitu tersedianya sarana-sarana

kebudayaan, keterbukaan terhadap keberagaman cara berfikir, adanya

keleluasaan bagi berbagai media kebudayaan, adanya toleransi terhadap

pandangan-pandangan yang divergen, dan adanya penghargaan yang

memadai terhadap orang-orang yang berpotensi.37

Bertitik tolak dari pemikiran pendekatan sosiologis serta

kreativitas, tampaknya peran pembelajaran di masyarakat melalui

budaya yang berkembang termasuk di dalamnya kondisi ekonomi

ternyata memiliki kontribusi terhadap tumbuh kembangnya budaya

kreatif. Hal ini cukup menarik apabila dikaitkan dengan nilai-nilai yang

akan dikembangkan dalam pesantren yang mengembangkan

kewirausahaan. Nilai itu ternyata tidak dapat berkembang dengan subur

manakala tidak ada dorongan dari lingkungan yang memang

37 Arieti, Creativity: The Magic Synthesis, (New York, Basic Book, 1976). 22.

Page 47: BAB V ANALISIS HASIL PENELITIANdigilib.uinsby.ac.id/710/8/Bab 5.pdfANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini menganalisis dan membahas empat hal pokok yakni menyangkut: 1) karakteristik vokasional

315

menghargai nilai kreativitas, dengan tugas pengelola pesantren

sekarang khususnya pengelola kopontren dan BMT Sidogiri adalah

bagaimana melalui berbagai cara, selain muatan dan strategi

pembelajaran yang memang mutlak di-disain ke arah sana. Lingkungan

pesantren juga perlu dibudayakan pemberian penghargaan atas prestasi

kreatif para santrinya.

Mengingat usia pesantren Sidogiri yang sejak tahun 1961 sudah

mendeklarasikan sebagai pesantren entrepreneurship yang berarti sudah

berada pada tingkat cukup dewasa dan usia ini pada umumnya

seseorang telah mampu mewujudkan suatu keseluruhan dalam

pekerjaannya yang merupakan hasil berfikir logis dan aspek moralnya

juga telah berkembang, maka pendekatan yang mesti dilakukan dalam

memperlakukan mereka sesuai dengan pendidikan anak dewasa, bahkan

usia yang demikian itu oleh Jean Piaget dianggap sudah berada pada

tahap yang amat potensial bagi perkembangan kreativitasnya.38

Pembelajaran yang menginternalisasi nilai-nilai kreativitas,

haruslah mendorong santri untuk memiliki nilai-nilai positif terhadap

karakteristik kreativitas yaitu: 1) terdapat dorongan (drive) yang kuat

untuk mencari pengalaman baru, 2) selalu ingin terlibat dalam proses

kegiatan yang menantang, 3) ada kecenderungan menentang

kemampuan, 4) tidak dihantui ketakutan dalam mengambil keputusan,

38 Ali,M. & Asrori,M.,Psikologi Remaja, Perkembangan Peserta Didik, (Jakarta, P.T. Bumi Aksara, 2006), 34

Page 48: BAB V ANALISIS HASIL PENELITIANdigilib.uinsby.ac.id/710/8/Bab 5.pdfANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini menganalisis dan membahas empat hal pokok yakni menyangkut: 1) karakteristik vokasional

316

5) memiliki rasa keindahan dan humor, 6) memiliki kemampuan

berpikir yang divergen, 7) toleran terhadap ambiguitas, 8) peka atas

perubahan dan 9) energik dan simpatik karena memorinya kuat menatap

masa depan.

Untuk dapat menciptakan itu semua pembelajaran baik melalui

teori (diklat) maupun praktek haruslah membangun suasana belajar

yang dinamik-interaktif dimana hubungan ustadz dan santri bukan

sekedar hubungan stimulus-respon tetapi lebih kepada hubungan yang

mendalam, yang oleh Torrace dinamakan dengan hubungan kehidupan

sejati (a living relationship) serta hubungan yang saling menciptakan,

saling tukar pengalaman (coexperiencing).39

c. Motivasi

Keberhasilan menjadi entrepreneur sangat dipengaruhi oleh

seberapa besar motivasi yang bersangkutan untuk meraih apa yang

diinginkan. Dengan demikian bagaimana menginternalisasikan nilai-

nilai yang dapat membangkitkan, megaktifkan, memindahkan dan

menyalurkan prilaku ke arah yang diinginkan menjadi tuntutan dalam

proses pembelajaran di PPS Pasuruan.40

Karena motivasi ini sangat terkait dengan dorongan yang berada

pada diri individu yakni kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya

39Torrace,E.P., The Faces and Forms of Creativity, (Ventura, California, Venture Country Superintendent of Shools Office, 1981), 78 40Munawir.Y dkk, Standarisasi Tes Potensi Kewirausahaan Versi Indonesia Sebagai Penunjang Pendidikan Kewirausahaan di Perguruan Tinggi, (Hasil Penelitian, UNS Surakarta, 1999), 45

Page 49: BAB V ANALISIS HASIL PENELITIANdigilib.uinsby.ac.id/710/8/Bab 5.pdfANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini menganalisis dan membahas empat hal pokok yakni menyangkut: 1) karakteristik vokasional

317

yang tinggi ke arah tujuan yang dikondisikan oleh kemampuan upaya

itu memenuhi kebutuhan individual, maka unsur upaya dan kebutuhan

mejadi faktor kunci seberapa kuat seorang individu dalam berusaha.

Dalam konteks kewirausahaan, motivasi yang terkait dengan kebutuhan

untuk berprestasi lebih dibutuhkan sebagai modal keberhasilan

mengelola usaha dan kebutuhan untuk berprestasi terkait dengan

dorongan yang kuat sekali untuk berhasil, mereka bergulat untuk

berprestasi pribadi bukannya untuk ganjaran sukses semata-mata,

mereka mempunyai hasrat untuk melakukan sesuatu dengan lebih baik

atau lebih efisien dari pada yang telah dilakukan sebelumnya.41

Berdasarkan pemahaman di atas tampak jelas bahwa nilai-nilai

kewirausahaan sangat relevan dengan nilai-nilai menghargai kerja keras

untuk selalu melakukan hal yang lebih baik, dan bukan hanya

memikirkan ganjaran atau hasil semata. Mereka mencari situasi dimana

mereka dapat mencapai tanggung jawab pribadi untuk menemukan

pemecahan terhadap problem-problem dan menerima umpan balik yang

tepat atas kinerja mereka sehingga dapat diketahui dengan mudah

apakah mereka telah mencapai sesuatu yang lebih baik atau tidak.

Karena kewirausahaan bukanlah pekerjaan penjudi yang lebih

mendapatkan ganjaran karena kebetulan, tetapi mereka berhasil karena

mampu menyelesaikan tantangan dan menerima tanggungjawab pribadi

41Robbins, S.P. Organizational Behavior, New Jersey, (Sixth Edition, Englo Wood Cliffs, Printice Hall Inc, 1996) 90.

Page 50: BAB V ANALISIS HASIL PENELITIANdigilib.uinsby.ac.id/710/8/Bab 5.pdfANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini menganalisis dan membahas empat hal pokok yakni menyangkut: 1) karakteristik vokasional

318

dengan penuh perhitungan. Itulah sebabnya maka pembelajaran

haruslah mampu menginternalisasi nilai-nilai agar dapat menghasilkan

lulusan yang sesuai harapan.

Peneliti menemukan bahwa keterampilan atau kecakapan

vokasional yang dimiliki santri merupakan faktor yang dapat

menumbuhkan kepercayaan diri dan kepercayaan diri ini juga telah

menjadi potensi untuk memotivasi santri dan alumni PPS Pasuruan

dalam upaya untuk membuka usaha meskipun masih perlu lebih

ditingkatkan lagi sehingga sesuai harapan. Hal ini bisa jadi dipengaruhi

oleh faktor baik internal dan bersifat bawaan sebagaimana dijelaskan

sebelumnya serta faktor eksternal sebagai hasil pembelajaran di

pesantren.

Dalam konteks strategi pembelajaran di pesantren baik secara

teori melalui diklat maupun praktek dengan pengelolaan usaha terdapat

fenomena bahwa order yang bersumber dari ustadz, lingkungan

pesantren dengan bimbingan proses pengerjaan produk yang intensif

terbatas dapat menambah kepercayaan diri santri dalam hal

memproduksi produk dan belum menyentuh pada aspek kepercayaan

diri yang terkait dengan pengembangan nilai-nilai positif terhadap

kreativitas pengelolaan usaha, dan motivasi serta pengembangan mental

atas risiko usaha. Bahkan kemudahan/keberhasilan untuk mencari order

di awal-awal penugasan pengelolaan usaha, kebermaknaannya dalam

Page 51: BAB V ANALISIS HASIL PENELITIANdigilib.uinsby.ac.id/710/8/Bab 5.pdfANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini menganalisis dan membahas empat hal pokok yakni menyangkut: 1) karakteristik vokasional

319

menumbuhkan motivasi santri lebih sedikit dibanding dengan motivasi

yang ditimbulkan dari kesulitan atau kegagalan yang dilaluinya.

Berbeda dengan order yang didapatkan oleh santri sendiri yang bersal

dari lingkungan pesantren. Hal ini juga berbeda pada santri yang

memegang unit usaha ritail selain dapat menambah kepercayaan diri

juga muncul motivasi mengembangkan unit usaha dan adaya tanggung

jawab dalam mengembangkan unit usaha tersebut.

Memperhatikan hasil penelitian, pembelajaran yang diterapkan

di PPS Pasuruan tampaknya ingin menerapkan motivasi teori penentuan

tujuan dari Edwin Licke dalam Robbins yang mengemukakan bahwa

maksud untuk bekerja ke arah suatu tujuan merupakan suatu sumber

utama dari motivasi kerja. Ini dibuktikan dengan pencapaian target-

target penjualan dengan angka tertentu guna mendapatkan predikat

apakah santri nantinya layak menyandang entrepreneur pemula (bronze

entrepreneur), entrepreneur muda (siver entrepreneur), entrepreneur

madya (gold entrepreneur) maupun entrepreneur berlian (diamond

entrepreneur).42

Model ini cukup efektif dalam menumbuhkan motivasi santri

dalam mengejar tujuan-tujuan itu. Kebanyakan santri berlomba untuk

mencapai target-target guna mengejar prestasi entrepreneur-nya,

pengelola juga melakukan upaya guna mendorong pencapaian target-

42Robbins, S.P. Organizational Behavior, New Jersey, (Sixth Edition, Englo Wood Cliffs, Printice Hall Inc, 1996) 92.

Page 52: BAB V ANALISIS HASIL PENELITIANdigilib.uinsby.ac.id/710/8/Bab 5.pdfANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini menganalisis dan membahas empat hal pokok yakni menyangkut: 1) karakteristik vokasional

320

target itu melalui kemudahan-kemudahan dalam mendapatkan order,

seperti pemberian order dari pesantren atau order yang didapatnya

melalui jaringan yang sudah dibangun. Pendekatan ini satu sisi cukup

membantu santri termotivasi karena yang model ini mereka bisa terus

menggarap order dan otomatis akan mendapatkan penghasilan yang

lebih pasti. Hal ini sebagaimana diakui santri yang merasa sangat

terbantu dengan order-order dari ustadz atau pengelola misalnya

produksi air meneral, baju dan sarung atau buku-buku. “Saya memang

sangat senang karena selama praktek pengelolaan usaha tidak pernah

berhenti terus dapat order dan saya sangat senang bagaimana rasanya

mendapatkan uang dari karya sendiri.”

Setelah dikaji lebih jauh, model ini ternyata lebih efektif

meningkatkan kepercayaan diri santri yang berkaitan dengan

meningkatkan kecakapannya dalam memproduksi produk dan belum

banyak menyentuh nilai-nilai kewirausahaan yang lain. Karenanya

untuk lebih menginternalisasi nilai-nilai lainnya model ini perlu

diimbangi dengan pendekatan lain. Disisi lain kemudahan-kemudahan

yang diciptakan pengelola dan ustadz berefek pula pada lambatnya

nilai-nilai di luar kepercayaan diri itu, sebab order yang dari “dalam”

lebih merupakan simulasi dan bukan pengelolaan usaha yang

sebenarnya, karenanya model perlu dilengkapi dengan memberikan

Page 53: BAB V ANALISIS HASIL PENELITIANdigilib.uinsby.ac.id/710/8/Bab 5.pdfANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini menganalisis dan membahas empat hal pokok yakni menyangkut: 1) karakteristik vokasional

321

kesempatan santri mencapai order yang sesungguhnya di luar pesantren

dan ustadz, tetapi tetap dalam pemantauan yang intensif.

d. Risiko

Salah satu nilai penting mesti terinternalisasi dalam diri calon

entrepreneur adalah keberanian mereka dalam menghadapi risiko. Para

entrepreneur pada umumnya menyukai risiko realistik karena mereka

ingin berhasil. Mereka mendapat kepuasan besar dalam melaksanakan

tugas-tugas yang sukar tetapi realistis yang menerapkan keterampilan-

keterampilan mereka. Jadi, situasi risiko kecil dan risiko tinggi

dihindari karena sumber kepuasan ini tidak mungkin terdapat pada

masing-masing situasi ini. Ringkasanya, entrepreneur menyukai

tantangan yang sukar namun dapat dicapai.43

Jika kewirausahaan ditimbulkan dari berbagai latar belakang

pendidikan, lingkungan keluarga dan pengalaman kerja, maka

kewirausahaan adalah proses dinamika dalam tahapan pencapaian

kesejahteraan dengan risiko waktu dan risiko lainnya. Entrepreneur

dikenal sebagai pengambil risiko (risk taker) sejati, hasilnya adalah

kemampuan mendapatkan keuntungan. Hal ini memiliki peranan

penting dalam penciptaan lapangan kerja.

Terdapat dua kelompok entrepereneur yang satu sama lain

berlawanan, yaitu kelompok” opportunist” dan kelompok “craft

43 Meridith, The Practice Of Entrepreneurship International, (Labor Organization, Genewa, 1988), 63.

Page 54: BAB V ANALISIS HASIL PENELITIANdigilib.uinsby.ac.id/710/8/Bab 5.pdfANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini menganalisis dan membahas empat hal pokok yakni menyangkut: 1) karakteristik vokasional

322

entrepreneur”. Kelompok wirausahawan opportunist dicirikan oleh

rendahnya tingkat pendidikan (terutama pendidikan teknis) dan

kurangnya pengalaman manajerial, mereka enggan untuk menggunakan

bantuan dari luar dan melakukan reaksi terhadap perubahan berdasarkan

kebutuhan pasar katimbang proaktif dalam menciptakan usaha baru.

Sedangkan kelompok craft entreperneur adalah kelompok wirausaha

yang memiliki latar pendidikan yang tinggi, memiliki pengalaman

manajerial yang baik dan proaktif menciptakan usaha baru. Penilaian

situasi seorang entrepreneur berlainan sekali dari dua tipe orang di atas.

Perbedaan hakiki terletak pada kenyataan bahwa seorang entrepreneur

akan menilai kemungkinan sukses perusahaan itu secara sistematik dan

menyeluruh serta sampai keberanian mengambil risiko yang dapat

mempengaruhi kemungkinan tersebut.44

Kebanyakan ciri-ciri entrepreneur saling berkaitan. Hal ini

lebih-lebih berlaku pada prilaku pengambilan risiko. Beberapa kaitan

itu antara lain: 1) pengambilan risiko berkaitan dengan kreativitas dan

inovasi serta merupakan bagian penting dalam mengubah ide menjadi

realitas, 2) pengambilan risiko berkaitan dengan kepercayaan terhadap

diri sendiri. Semakin besar keyakinan seseorang pada kemampuan diri

sendiri, semakin besar pula keyakinannya terhadap kesanggupannya

mempengaruhi hasil dari keputusan-keputusannya dan semakin besar

44Glancey, Greig and Pattigrew, Entrepreneurial Dynamics in Small Business Service Firms, International Journal of Entrepreneurial Behavior & Research (Vol 4 (3), 1998), 249-268

Page 55: BAB V ANALISIS HASIL PENELITIANdigilib.uinsby.ac.id/710/8/Bab 5.pdfANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini menganalisis dan membahas empat hal pokok yakni menyangkut: 1) karakteristik vokasional

323

kesediaannya untuk mencoba apa yang dilihat orang lain berisiko, 3)

pengetahuan realistis kemampuan-kemampuan wirausaha juga sangat

penting. Realisme demikian akan membatasi kegiatan-kegiatan

kewirausahaan pada situasi-situasi yang dapat mempengaruhi hasilnya.

Seorang yang memiliki jiwa entrepreneur sudah pasti akan

memiliki kreativitas yang tinggi untuk menciptakan sesuatu yang belum

pernah ada atau sesuatu yang baru. Untuk itu dibutuhkan kemauan dan

keberanian untuk menghitung dan mengambil risiko yang moderat,

dalam arti mengambil risiko yang sesuai (tidak terlalu berat atau

ringan). Pendidikan dan pengetahuan juga mempengaruhi rasionalisasi

seseorang dalam menerima risiko kegagalan yang mungkin terjadi.

Sebaliknya dengan umur dan keluarga, makin tua umur seseorang yang

tidak diikuti dengan tambahan pengetahuan dan pengalaman menjadi

kemunduran pada diri seseorang dan berprilaku negatif yang dapat

menurunkan jiwa kewirausahaan.

Berdasarkan beberapa uraian di atas dapat dikemukakan bahwa

yang paling utama dimiliki oleh seorang entrepreneur adalah

kesenangan untuk berusaha. Dari kesenangan berusaha inilah akan

timbul kreativitas untuk menciptakan suatu usaha serta keberanian

mengambil keputusan yang berisiko. Setelah usaha tersebut berjalan

maka timbul proses pembelajaran berdasarkan pengalaman-pengalaman

Page 56: BAB V ANALISIS HASIL PENELITIANdigilib.uinsby.ac.id/710/8/Bab 5.pdfANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini menganalisis dan membahas empat hal pokok yakni menyangkut: 1) karakteristik vokasional

324

yang telah dijumpai atau dirasakan dan dari pengalaman-pengalaman

tersebut timbul suatu motivasi untuk mengembangkan usaha.

Hasil penelitian sebagaimana diungkapkan pada BAB IV rata-

rata para santri dan alumni PPS Pasuruan menunjukan bahwa tingkat

keberanian dalam meghadapi risiko cukup. Hal ini dikarenakan proses

pembelajarannya menitik beratkan pada praktek dengan mengelola

suatu usaha dan didisain untuk dapat menginternalisasikan nilai-nilai

tersebut. Sikap realistis seseorang pada risiko berkaitan erat dengan

kreativitas dan daya tahan, ini berimplikasi terhadap kemampuan dalam

mengkaji dan pengambilan keputusan atas peluang maupun tantangan

yang mengandung pertimbangan potensi berhasil maupun gagal.

Pembelajaran yang lebih efektif dalam menginternalisasikan

nilai-nilai adalah pembelajaran dengan pendekatan holistik, yakni selain

menerapkan model-model pelibatan, pengalaman langsung dan evaluasi

terus menerus selama proses. Model-model simulasi bisnis dapat

membantu peningkatan kreativitas, pengalaman langsung dapat

memacu kreativitas dan daya tahan dalam mengahadapi berbagai risiko

yang mingkin dihadapi. Model ini dapat membantu santri lebih positif

terhadap risiko, serta evaluasi selama proses merupakan masukan

dalam internalisasi nilai secara bertahap.45

45Winarno,A., Tinjauan Kritis Pendidikan Kejuruan Berbasis Kewirausahaan, Jurnal Manajemen, Akutansi dan Bisnis, 2 ( 2004), 5-16

Page 57: BAB V ANALISIS HASIL PENELITIANdigilib.uinsby.ac.id/710/8/Bab 5.pdfANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini menganalisis dan membahas empat hal pokok yakni menyangkut: 1) karakteristik vokasional

325

Pemikiran ini selaras dengan temuan Charney, dkk dengan

penelitiannya The Impact of Kewirausahaan Educational: An

Evaluation of the Barger Kewirausahaan Program at the University of

Arizona 1995-1999, dengan isi yang diteliti adalah kelompok alumni

program kewirausahaan dan non kewirausahaan. Temuan menarik atas

penelitian ini adalah pndidikan kewirausahaan memiliki kontribusi yang

kuat terhadap kemampuan individu dalam hal keberanian menghadapi

risiko dalam memformulasikan spikulasi dalam bisnis. Dan secara rata-

rata para lulusan dari yang memperoleh pendidikan kewirausahaan

memiliki tiga kali kelebihan dibanding dengan yang non pendidikan

wirausahaan yakni dalam hal memulai membuka peluang bisnis baru

dan kontrol karyawan. Lulusan pendidikan enrepreneurship

menunjukan 25% lebih tinggi dalam probabilitas memasuki bisnis-

bisnis baru.46

e. Kepemimpinan

Kepemimpinan dalam kewirausahaan memiliki kontribusi

penting. Seorang entrepreneur sukses haruslah mempunyai keinginan

yang kuat untuk mengendalikan kelompok dalam rangka pencapaian

tujuan organisasi usaha yang dikelolanya. Ia harus memiliki kemauan

kuat untuk melakukan komunikasi efektif, disiplin dan tanggung jawab.

46Charney, A.,dkk, The Impact of Entrepreneurship Education: An Evaluation of the Berger Entrepreneurship Program at the University of Arizona, 1985-1999, (Kansas City, The Kauffman Centre for Entrepreneurial Ladership, 2000), 23

Page 58: BAB V ANALISIS HASIL PENELITIANdigilib.uinsby.ac.id/710/8/Bab 5.pdfANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini menganalisis dan membahas empat hal pokok yakni menyangkut: 1) karakteristik vokasional

326

Kepemimpinan mencakup suatu proses pengaruh, pemimpin

mengambil sikap pribadi dan aktif terhadap tujuan.

Hasil penelitian memberikan informasi bahwa rata-rata santri

dan alumni pesantren Sidogiri nilai kepemimpinannya yang terkait

dengan kemampuan bekerjasama antara santri yang bertugas memegang

unit usaha produksi dengan santri yang memegang unit usaha ritail

memiliki perbedaan karakteristik yang unik. Santri yang memegang

unit usaha produksi memiliki kecenderungan lebih terpola dengan kerja

kelompok dan nilai-nilai yang terbangun lebih banyak kepemimpinan

dengan karakteristik menonjol kebutuhan afiliasi. Tipe semacam ini

dalam pengembangan kemampuan pengelolaan usaha tidak banyak

membantu, lulusan malah lebih cenderung saling tergantung dan ini

juga perlahan telah mendegradasi kemandirian dalam memimpin

kelompok.

Kemampuan santri yang memegang unit usaha ritail nilai

kepemimpinannya lebih baik, bisa jadi karena jenis kegiatan yang

selalu melayani kosumen dengan baik, tingkat kedisiplinan lebih

menonjol, lebih komunikatif dan tingkat solidaritas antar kawan yang

tinggi. Dengan karakteristik yang demikian pembelajaran santri dengan

memegang unit usaha produktif dalam membangun kemampuan

memimpin kelompok kerja selayaknya lebih menekankan kepada

peningkatan kemauan dan kemampuan dalam mengendalaikan

Page 59: BAB V ANALISIS HASIL PENELITIANdigilib.uinsby.ac.id/710/8/Bab 5.pdfANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini menganalisis dan membahas empat hal pokok yakni menyangkut: 1) karakteristik vokasional

327

kelompok kerja, melalui proses pembelajaran yang lebih menekankan

pentingnya kemandirian kerja dan memimpin sebuah tim dengan

terlibat di dalam tim dengan posisi yang setara.

Penugasan yang lebih bersifat pembentukan tugas-tugas mandiri

dalam tanggungjawab (bukan dalam pengerjaan tugas teknis) untuk

program ini sangat dibutuhkan. Santri dengan skenario pembelajaran

tertentu harus dapat mengelola orang-orang yang bukan berasal dari

teman kelompok yang didisain di pesantren, tetapi bagaimana mereka

mengelola orang-orang yang menuntut dirinya menjadi pemimpin

kelompok dalam tanggungjawabnya yang lebih penuh.

Berbeda dengan santri yang memegang unit usaha produktif,

karakteristik kepemimpinan yang menonjol lebih kepada karakteristik

individualistik, yang bercirikan disiplin dalam pemanfaatan waktu, akan

tetapi cenderung kurang komunikatif, dengan tingkat solidaritas yang

rendah. Dengan demikian untuk program ini perlu dorongan

pembentukan nilai-nilai kepemimpinan tim melalui disain pembelajaran

yang mengedepankan penciptaan budaya kerja tim dan peningkatan rasa

solidaritas serta kemauan mendelegasikan tugas kepada orang lain

sebagai bagian dari karakteristik kepemimpinan yang diperlukan bagi

seorang entrepreneur.

Dalam entrepereneurship kepemimpinan yang diperlukan lebih

banyak kepada bagaimana menonjolkan kemampuan mengelola orang

Page 60: BAB V ANALISIS HASIL PENELITIANdigilib.uinsby.ac.id/710/8/Bab 5.pdfANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini menganalisis dan membahas empat hal pokok yakni menyangkut: 1) karakteristik vokasional

328

lain. Tipe kepemimpinan pekerja keras tidak cukup dalam membangun

kinerja usahanya, ia harus mampu memotivasi tim, karenanya

pembelajaran mesti diarahkan pada internalisasi nilai-nilai yang terkait

dengan kemauan mendelegasikan wewenang dan tanggungjawab,

menghargai karya orang lain atau melihat sisi positif dari karya orang-

orang dalam tim.

Kepemimpinan berarti visi, pemberian semangat, antosiasme,

kasih sayang, kepercayaan, kegairahan, nafsu, ofsesi, konsistensi,

penggunaan simbol, perhatian dan pemberian motivasi. Dengan

demikian memperkuat visi kepemimpinan santri merupakan hal yang

penting yang mesti diperlukan dalam proses pembelajaran di PPS

Pasuruan.

2. Pengaruh Bisnis Orang Tua

Semenjak PPS Pasuruan ini didirikan sebagaimana dalam visi dan

misinya para lulusannya diharapkan dapat menjadi seorang entrepreneur,

dengan istilah sederhana menjadi juragan-juragan kecil. Hasil penelitian

terhadap para alumni sebagaimana dalam bab IV terdapat fenomena

menarik atas perkembangan nilai kewirausahaan pasca lulus dari PPS

Pasuruan yakni ketika mereka mendapat pembelajaran di keluarga.

Alumni yang memulai usaha di rumah dan memiliki jenis usaha

yang sama dengan orang tuanya, cenderung mengalami proses degradasi

Page 61: BAB V ANALISIS HASIL PENELITIANdigilib.uinsby.ac.id/710/8/Bab 5.pdfANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini menganalisis dan membahas empat hal pokok yakni menyangkut: 1) karakteristik vokasional

329

nilai kewirausahaannya yakni semakin lama semakin ada kecenderungan

penurunan atas nilai-nilai terminal kewirausahaan seperti daya kreativitas,

motivasi dan sikap terhadap resiko. Hal ini tidak terjadi pada alumni yang

membuka usaha berbeda dengan orang tuanya. Untuk Alumni yang orang

tuanya bukan dari kalangan wirausaha nilai-nilai itu tidak banyak

mengalami perubahan setidaknya selama masa lulus dari PPS Pasuruan

sampai penelitian ini berlangsung.

Fenomena bahwa bagi santri yang membuka usaha sama dengan

usaha orang tua (keluarga) mendegradasi nilai kreativitas, motivasi dan

pengambilan resiko tampaknya bisa dipahami. Kreativitas sebagaimana

diungkapkan para informan, selama ini para alumni pesantren atau santri

aktif ketika liburan pesantren lebih banyak membantu mengerjakan order

yang diperoleh orang tuanya dari pada order yang didapatkannya sendiri,

bahkan orang tuanya pula yang mengatur pendapatan usaha keluarga itu.

Kondisi ini bagi peneliti dapat dipahami mengingat rata-rata

budaya keluarga yang menganggap anak bagaimanapun terampilnya

selama belum pisah dengan orang tuanya misalnya karena pernikahan akan

tetap menjadi subordinat orang tua, Mereka tidak memiliki banyak

kebebasan mengatur dirinya termasuk dalam mengelola usahanya. Bagi

anak apa yang dilakukan bukanlah bagian dari proses pembelajaran yang

baik dalam pengembangan nilai-nilai kewirausahaan, karena mereka tidak

ubahnya menjadi pekerja atau karyawan pada usaha orang tuanya. Bisa

Page 62: BAB V ANALISIS HASIL PENELITIANdigilib.uinsby.ac.id/710/8/Bab 5.pdfANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini menganalisis dan membahas empat hal pokok yakni menyangkut: 1) karakteristik vokasional

330

jadi malah perkembangan nilai-nilai kewirausahaan lebih lemah dibanding

dengan bekerja pada orang lain.

Bagi anak yang usahanya berbeda dengan orang tuanya dalam

perkembangan nilai-niliai kewirausahaan ternyata lebih baik, seperti dalam

hal pengembangan kepercayaan diri, kreativitas, motivasi dan sikap

terhadap resiko. Nilai ini lebih berkembangan mengingat si anak

dibelajarkan oleh keadaan dimana mereka harus bertanggung jawab penuh

terhadap apa yang dia kerjakan. Bahkan motivasi terus dengan

mengembangkan gagasan-gagasan baru dari si anak semakin besar, ketika

dirasakan bahwa usaha yang dirintisnya dirasakan harus lebih baik dan

berkembang dibanding usaha orang tuanya. Dengan kata lain para lulusan

merasa bahwa orang tuanya akan menjadi pesaing dalam berusaha

meningkatkan kinerja bisnisnya masing-masing.

Fenomena ini menarik untuk dicermati mengingat betapa besar

kontribusi pembelajaran di rumah dalam mengembangakan nilai-nilai

kewirausahaan seseorang. Dalam berusaha mencapai tujuan pesantren

perlu ada kerja sama yang baik dengan para orang tua alumni atau santri

aktif terutama dalam hal pembelajaran di rumah saat mereka liburan yang

terkait dengan pengelolaan usaha yang dirintis santri. Ada perbedaan

pendekatan yang mesti dilakukan terhadap orang tua santri berdasarkan

perbedaan karakteristik usaha mereka. Sehingga diharapkan nilai-nilai

Page 63: BAB V ANALISIS HASIL PENELITIANdigilib.uinsby.ac.id/710/8/Bab 5.pdfANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini menganalisis dan membahas empat hal pokok yakni menyangkut: 1) karakteristik vokasional

331

kewirausahaan yang terbangun selama di PPS Pasuruan dan berkembang

dengan baik sehingga dapat melahirkan seorang entrepreneur yang handal.

3. Visi Kewirausahaan Santri

Hasil penelitian menunjukan bahwa skill produktif yang tidak

diimbangi dengan nilai-nilai kewirausahaan dan pengetahuan yang belum

memadai tentang cara pengelolaan usaha kurang banyak membantu output

dalam merencanakan pengembangan usaha di masa depan (visi

kebisnisan). Hal ini bisa terjadi dikarenakan beberapa faktor yang terkait

dengan materi pembelajaran atau variasi diklat.

Dalam proses pendiklatan, santri mendapatkan tugas tanggung

jawab mengelola usaha tertentu, model pembelajaran pengelolaan usaha

semacam ini ternyata tidak cukup untuk membekali santri dalam

mengembangkan gagasan-gagasan pengembanagan usahanya ke depan.

Pembelajaran berdasarkan pengalaman yang berupa pengelolaan

usaha tidak dapat memberikan banyak kontribusi terhadap pengembangan

visi kewirausahaan santri. Visi kewirausahaan lebih terkait dengan

pengetahuan santri tentang masalah-masalah pengembangan kreativitas

dalam hal kebisnisan “businesship” dengan demikian sistem pendidikan di

pondok pesantren Sidogiri ini belum sepenuhnya memberikan peningkatan

visi kewirausahaan santri, masih diperlukan pembenahan lebih lanjut.

Visi kewirausahaan dapat tingkatkan melalui pembelajaran yang

memberikan pembekalan berupa pengetahuan tentang keahlian berbisnis.

Page 64: BAB V ANALISIS HASIL PENELITIANdigilib.uinsby.ac.id/710/8/Bab 5.pdfANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini menganalisis dan membahas empat hal pokok yakni menyangkut: 1) karakteristik vokasional

332

Sedangkan keahlian berbisnis itu terkait dengan bidang management,

business plan, finansial skill, marketing skill, operational skill dan human

resources. Dengan demikian untuk melahirkan output santri yang memiliki

visi kewirausahaan tentu salah satu ikhtiarnya adalah bagaimana

pembelajaran di-disain dalam rangka memberikan bekal keahlian

dimaksud.47

Berikut pembahasan lebih terperinci menyangkut beberapa

kecakapan yang harus diperhatikan dalam pembelajaran di PPS Pasuruan

dalam rangka membangun visi kebisnisan santri dan alumni.

a. Manajemen (management)

Manajemen dalam kewirausahaan terkait dengan keterampilan

dan seni dalam pengelolaan sumberdaya yang dimiliki dalam rangka

mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tugas yang terkait dengan

fungsi manajemen adalah menghubungkan sumberdaya tehnis dan

manusia semaksimal mungkin untuk mencapai sasaran perusahaan,

manajer tidak secara langsung terlibat dalam proses produksi, mereka

tidak memproduksi barang sendiri, tetapi mengarahkan para bawahan

untuk melaksanakan pekerjaan tersebut.48

Hasil penelitian visi manajemen santri dan lulusan PPS

Pasuruan relatif cukup. Mereka banyak memahami bagaimana mereka

47Choueke dan Amstrong, The Learning Organization in Small and Medium size Enterprises, A Destination or a Journey, International Journal of Entrepreneurial Behavior & Research Vol.4 (2), (1988), 129-140 48Kurtz,L.D & Boone, Louis E., Pengantar Bisnis, Terjemahan oleh Fadrinsiyah Anwar,dkk, (Jakarta, Airlangga, 2002), 35

Page 65: BAB V ANALISIS HASIL PENELITIANdigilib.uinsby.ac.id/710/8/Bab 5.pdfANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini menganalisis dan membahas empat hal pokok yakni menyangkut: 1) karakteristik vokasional

333

merencanakan bisnisnya ke depan, tetapi mereka juga ada yang belum

mengetahui bagaimana mengorganisasi orang-orang dan sumberdaya

sebagai bagian dari tahapan membangun bisnis yang lebih berkembang

dikemudian hari. Hal ini dikarenakan mereka tidak hanya praktek di

lapangan dengan memegang salah satu unit usaha tetapi mereka benar-

benar bekerja dan bertanggung jawab dalam menjalankan usaha itu

dengan sebaik mungkin.

Pemahaman mereka terkait dengan manajemen tidak hanya

terkait dengan bagaimana membelanjakan dana yang dimiliki untuk

mengerjakan pesanan ataupun membuat produk yang dapat memuaskan

pelanggannya melalui tangannya sendiri, akan tetapi bagaimana mereka

mengelola suatu usaha itu dapat berjalan dengan stabil, mereka juga

mampu mengelola pekerjaan yang harus melibatkan orang lain terutama

terkait dengan bagaimana mengelola orang-orang itu. Sebagaimana

yang dikemukakan oleh beberapa alumni PPS berikut juga memberikan

indikasi yang kuat mengenai keterlibatan visi manajemen bidang

pengelolaan orang-orang. Demikian pernyataan Sugiarto dan

Mohammad Amin pada tanggal 22 April 2013 sebagai berikut:

Saya belum memikirkan pengembangan seperti konveksi dengan menghitungnya dalam skala besar, pekerjaan yang sekarang ini saja, saya sudah kehabisan waktu, mau ngangkat karyawan saya masih kebingungan, selain hasil pekerjaan mereka belum tentu seperti yang saya harapkan, cara memberi gaji dengan penghasilan yang ada itu bagaimana tahu. Saya pinginnya mencari pegawai sebab kadang-kadang saya sendiri jenuh menjahit terus, tapi selain kawatir tidak dapat pegawai

Page 66: BAB V ANALISIS HASIL PENELITIANdigilib.uinsby.ac.id/710/8/Bab 5.pdfANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini menganalisis dan membahas empat hal pokok yakni menyangkut: 1) karakteristik vokasional

334

yang cocok, saya juga tidak tahu bagainmana cara memberi gajinya., jangan-jangan kurang atau tidak sesuai. Saya juga ada keinginan untuk mengembangkan usaha dengan membuat baju-baju atau membuka usaha konveksi, kemudian menjual alat-alat menjahit, tapi saya tidak tahu bagaimana memulainya.49

Dalam wawancara lebih jauh, dapat diketahui bahwa masalah

yang mendasar dari pernyataan di atas adalah karena keterbatasan

pengetahuan mereka tentang bagaimana membuat perencanaan

pengelolaan orang-orang termasuk berbagai konsekwensinya. Masalah

ini sebenarnya merupakan gejala umum. Pendiri bisnis seringkali

memiliki kekuatan dibeberapa bidang tertentu, seperti pemasaran atau

hubungan antar relasi, tetapi mereka juga memiliki kekurangan di

bidang lain seperti keuangan atau bagaimana memnuhi pesanan, lebih

buruk lagi pada umumnya pembisnis kecil memulai dengan

pengetahuan yang serba terbatas.

Masalah keterbatasan pengetahuan manajemen juga tercermin

dari pernyataan Abdul Hayyi pada tanggal 24 April 2013 sebagai

berikut:

Sepertinya mendapatkan penghasilan dari wirausaha itu gampang, saya memang bisa membuat usaha sablon misalnya dari bahan yang ada di sekitar sini dan murah harganya, akan tetapi kan butuh modal juga, dari mana saya peroleh ? Kalau hutang kan masih mikir bayarnya, belum lagi barangnya belum laku kalau tidak kita tawar-tawarkan ke beberapa tempat, untuk itu kan butuh tenaga, kalau tenaga saya kan tidak mungkin, kecuali kalau punya tempat yang strategis, kalau sewa rasanya terlalu berat, jadi gak tahu ya bagaimana

49 Sugiarto, Muhammad Amin, Wawancara, (tanggal 22 April 2013)

Page 67: BAB V ANALISIS HASIL PENELITIANdigilib.uinsby.ac.id/710/8/Bab 5.pdfANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini menganalisis dan membahas empat hal pokok yakni menyangkut: 1) karakteristik vokasional

335

memulainya, tetapi kalau ada orang pesan ke saya, pati saya kerjakan dengan baik.50

Berdasarkan informasi di atas, pembelajaran di PPS Pasuruan ini

harus dikelola dengan memperkaya pengetahuan santri pada bidang-

bidang fungsional bisnis, baik menyangkut manajemen personalia,

manajemen pemasaran, termasuk manajemen keuangan. Pengayaan

masalah ini dirasa penting mengingat rata-rata menurut hasil

pengamatan mendalam yang dilakukan peneliti, para alumni tidak

cukup referensi pengetahuan tentang cara-cara maupun model-model

pengelolaan sebuah bisnis terutama bila harus berhubungan dengan

pihak luar. Misalnya jika mereka menentukan pola penggajian

karyawan, penggalian sumber pendanaan, serta cara-cara menembus

pasar. Bekal memanajemeni suatu usaha tidak cukup keahlian teknis,

tetapi juga keahlian hubungan dengan manusia dan keahlian konseptual.

Keahlian-keahlian inilah yang mesti menjadi garapan dalam

perencanaan pembelajaran di PPS Pasuruan.

b. Perencanaan Bisnis (Business Plan)

Memulai usaha tentu memerlukan perencanaan yang matang.

Hal ini penting dalam upaya memperkecil resiko kerugian, karenanya

perencanaan bisnis menjadi faktor penting. Perencanaan bisnis pada

umumnya merupakan dokumen tentang target-target dan tujuan suatu

50 Abdul Hayyi, Wawancara, (pada tanggal 24 April 2013)

Page 68: BAB V ANALISIS HASIL PENELITIANdigilib.uinsby.ac.id/710/8/Bab 5.pdfANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini menganalisis dan membahas empat hal pokok yakni menyangkut: 1) karakteristik vokasional

336

bisnis dan menerangkan secara jelas bagaimana dan kapan target-target

dan tujuan tersebut dapat dicapai. Ia merupakan panduan untuk

mencapai target bisnis itu sendiri atau dapat juga disebut sebagai peta

jalan (road map) untuk mengoperasikan bisnis.

Pada umumnya masalah penyusunan perencanaan bisnis

meskipun diakui penting manfaatnya, namun tidak sedikit para

pembisnis baru enggan membuatnya dengan berbagai alasan, bahkan

tidak cenderung melaksanakan kegiatan bisnis dengan trail and error.

Seorang pengusaha yang tidak bisa membuat perencanaan sebenarnya

sama dengan merencanakan kegagalan.51

Dengan demikian, banyak tujuan mengapa keahlian menyusun

perencanaan bisnis itu diperlukan antara lain: (1) Meyakinkan pihak

manajemen bisa jadi pemilik, atas rencana bisnis akan dijalankan

bahwa tahapan-tahapan aspek-aspek tertentu itu jika ditaati akan

memberikan harapan keuntungan, sekaligus dapat dijadikan alat dalam

rangka menjalin kerja sama dengan pihak lain. (2) Perencanaan bisnis

selain sebagai alat penuntun operasionalisasi bisnis juga sebagai alat

pengendali penting guna mencapai visi dan misi bisninsnya.

Hasil penelitian memberikan informasi bahwa kemampuan

kelulusan dalam menyusun perencanaan bisnis masih lemah, bahkan

tidak satupun informan memiliki dokumen ini meskipun mereka telah

51 Alma,B., Kewirausahaan untuk Mahasiswa dan Umum, (Bandung, Alfabeta, 1999), 43

Page 69: BAB V ANALISIS HASIL PENELITIANdigilib.uinsby.ac.id/710/8/Bab 5.pdfANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini menganalisis dan membahas empat hal pokok yakni menyangkut: 1) karakteristik vokasional

337

membuka usaha di rumah-masing-masing, pengetahuan inipun relatif

terbatas. Dokumen perencanaan bisnis minimal mencakup informasi

tentang jenis usaha, pasar dan pemasaran, ini terkait dengan pasar

sasaran dan target-target, proses produksi, mesin dan peralatan yang

direncanakan untuk dipergunakan, perencanaan penggunaan karyawan,

keuangan terutama terkait dengan aliran kas (cash flow) bisnis serta

kemungkinan perluasan di masa depan. Hal ini disusun selain berangkat

dari hasil pengamatan yang mendalam, memperhatikan visi misi

bisnisnya serta pandangan ke depan berdasarkan kekuatan, kelemahan

serta tantangan dan peluang yang memungkinkan.

Sebagaimana pembahasan sebelumnya, meskipun responden

tidak ada yang menyusun dokumen ini, hasil pengamatan dan

wawancara mendalam tampak bahwa pengetahuan hal-hal di atas masih

kurang, kecuali masalah pelayanan terhadap konsumen, proses produksi

dan pemahaman masalah mesin dan alat-alat. Dengan demikian

pembelajaran yang berlangsung diperlukan perhatian pada peningkatan

kemampuan menyusun perencanaan menjadi penting.

c. Kecakapan Pengelolaan Keuangan (Financial Skills)

Dalam bisnis kemampuan mengelola keuangan merupakan

kemampuan dasar yang harus dimiliki. Kecakapan pada bidang

pengelolaan keuangan terkait dengan kecakapan dalam membuat

keputusan bidang investasi, kemampuan dalam keputusan pemilihan

Page 70: BAB V ANALISIS HASIL PENELITIANdigilib.uinsby.ac.id/710/8/Bab 5.pdfANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini menganalisis dan membahas empat hal pokok yakni menyangkut: 1) karakteristik vokasional

338

sumber pendanaan dan kemampuan dalam keputusan pembagian atau

alokasi keuangan.

Pengelolaan keuangan berkaitan dengan perencanaan pengadaan

dan penggunaan dana guna memaksimalkan nilai perusahaan yang

dalam hal ini kecakapan itu lebih terinci dapat dijelaskan sebagai

berikut: 1) peramal dan perencana, pembisnis dalam tugas ini harus

berkemampuan berinteraksi dengan bagian-bagian lain dalam

perusahaan guna memeperkirakan masa depan perusahaan dan

menetapkan rencana bersama untuk menentukan posisi masa depan

usahanya itu. Bagi pengusahawan pemula tugas ini terkait dengan

kemampuan membaca kebutuhan operasional usahanya.

Dalam penelitian dipeoleh informasi bahwa rata-rata

kemampuan lulusan PPS Pasuruan dalam masalah ini masih terbatas,

perencanaan usaha tidak berdimensi jangka panjang tetapi lebih bersifat

insidentil. Salah satu penyebabnya adalah karena tidak mempunyai visi

yang jelas akan usahanya ke depan. 2) keputusan dalam investasi dan

pembiayaan, sebagai konsekwensi dari rencana bisnisnya, maka

keterampilan berikutnya yang harus dimiliki pembisnis adalah

menyangkut penyediaan dana guna mendukung pertumbuhan. Bisnis

yang berhasil pada umumnya memiliki keputusan yang tepat mengenai

bagaimana menambah alat-alat guna mendukung omzet penjualan yang

direncanakan, ia memerlukan modal kerja yang cukup. Karenanya

Page 71: BAB V ANALISIS HASIL PENELITIANdigilib.uinsby.ac.id/710/8/Bab 5.pdfANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini menganalisis dan membahas empat hal pokok yakni menyangkut: 1) karakteristik vokasional

339

pemilihan sumber pendananaan untuk membiayai operasional usahanya

menjadi faktor penting. Pemahaman lulusan tentang sumber-sumber

pendanaan yang dapat menjadi alternatif pembiayaan perlu diberikan

dalam materi pembelajaran, termasuk berbagai konsekwensi ekonomi

atas keputusan tentang apakah internal ataupun yang bersumber dari

eksternal, utang atau ekuitas, jangka pendek atau jangka panajang. Ini

semua merupakan kecermatan yang mesti harus dimiliki para alumni

PPS Pasuruan, 3) pengendalian keuangan, kecakapan lain yang mesti

dimiliki lulusan pesantren adalah bagaimana mereka berkemampuan

dalam pengendalian keuangan, keputusan dana berapa yang harus

dialokasikan serta berapa perputaran dana yang harus dicapai,

merupakan faktor yang dapat menentukan tingkat pertumbuhan usaha.

Tidak hanya itu, dalam bisnis yang mulai tumbuh pengendalian

keuangan akan berfungsi sebagai dasar perencanaan kualitas

persediaan, pemanfaatan kapasitas mesin dan orang-orang serta sebagai

sumber motivasi bagi pencapaian target-target pertumbuhan, 4) alokasi

keuntungan, kecakapan dalam mengalokasikan keuntungan atau

pendapatan usaha memerlukan keterampilan tersendiri, pilihan apakah

keuntungan yang diperoleh itu untuk reinvestasi ataukah untuk

difersikasi bisnis, ini merupakan cakupan tugas yang mesti dilakukan

oleh pembisnis. Bahkan dalam perusahaan yang telah berkembang

keputusan ini akan menyangkut apakah keuntungan dibagi-bagi

Page 72: BAB V ANALISIS HASIL PENELITIANdigilib.uinsby.ac.id/710/8/Bab 5.pdfANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini menganalisis dan membahas empat hal pokok yakni menyangkut: 1) karakteristik vokasional

340

pemegang saham ataukah ditahan. Ini semua akan berpengaruh

terhadap nilai perusahaan.52

Masalah kemampuan memanajemeni keuangan bagi seorang

entrepreneur terutama entrepreneur kecil menjadi persyaratan utama.

Hal ini terkait dengan kenyataan bahwa masalah utama yang sering

dihadapi oleh para entrepreneur pemula terkait dengan keterbatasan

kemampuan mengelola keuangan. Dalam hal ini ketertiban administrasi

juga ditemukan bahwa pengetahuan satri tentang perencanaan keuangan

dan sistem akuntansi, seperti penyusunan cash flow, perhitungan harga

pokok, perhitungan laba rugi dan penyusunan neraca masih perlu

pembinaan.

d. Marketing Skills

Salah satu indikator visi kewirausahaan adalah meyangkut

keahlian dan pengetahuaannya dalam bidang marketing (pemasaran)

marketing skill terkait dengan jawaban atas pertanyaan darimana kita

berangkat, mau kemana dan bagaimana menghadapinya.53 Pernyataan

itu memberikan makna bahwa setiap bisnis yang dilakukan senantiasa

menyangkut perencanaan yang terkait dengan kekuatan dan kelemahan

apa yang dimiliki. Hal ini penting untuk menentukan pijakan memulai,

serta sasaran-sasaran apa yang akan dicapai dan serta strategi apa yang

digunakan untuk mencapai itu. 52Weston,J.F& Brighan E.,F., Dasar-dasar Manajemen Keuangan, Terjemahan oleh Alfonsus Sirait, (Jakarta, Airlangga, 1993). 98 53Alma,B., Kewirausahaan untuk Mahasiswa dan Umum, (Bandung, Alfabeta, 1999), 76

Page 73: BAB V ANALISIS HASIL PENELITIANdigilib.uinsby.ac.id/710/8/Bab 5.pdfANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini menganalisis dan membahas empat hal pokok yakni menyangkut: 1) karakteristik vokasional

341

Pembelajaran yang memberikan muatan pengetahuan tentang

keahlian pemasaran paling tidak bermuatan berbagai keterampilan yang

terkait dengan masalah-masalah: 1) analisis lingkungan dan peluang

pasar, 2) menentukan potensi dan pasar sasaran dan 3) memilih strategi

pemasaran yang efektif.54

Hasil penelitian menunjukan bahwa kemampuan santri dan

lulusan pesantren Sidogiri dalam masalah ini masih kurang, mereka

masih kurang pengetahuan tertang berbagai langkah dalam membaca

peluang selain menawarkan produk atau keterampilan yang mereka

miliki. Dampaknya bahwa bagaimana mengelola bisnisnya menjadi

lebih baik di masa mendatang relatif kurang terencana. Mereka

melakukan apa yang sekarang bisa dilakukan dengan keterampilan yang

dimilikinya dan bukan mempersiapkan bagaimana pengembangan

kedepan. Hal ini dikarenakan selain order yang masih terbatas pada

kebutuhan internal pondok pesantren juga karena target-target yang

dibebankan kepada mereka kurang maksimal.

Dengan temuan ini tentu penyusunan mata diklat yang terkait

perlu memperhatikan sub kompetensi ini. Santri bukan tidak mau

membuat perencanaan marketing, tetapi pengetahuan tentang ini

memang masih terbatas.

54Winarno,A., Tinjauan Kritis Pendidikan Kejuruan Berbasis Kewirausahaan, Jurnal Manajemen, Akutansi dan Bisnis, 2 (2), (2004), 5-16

Page 74: BAB V ANALISIS HASIL PENELITIANdigilib.uinsby.ac.id/710/8/Bab 5.pdfANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini menganalisis dan membahas empat hal pokok yakni menyangkut: 1) karakteristik vokasional

342

e. Operasional Skills

Kecakapan operasional berkaitan dengan kemampuan mengelola

orang dan mesin dalam mengubah bahan serta sumberdaya menjadi

barang dan jasa yang lebih berguna dan bernilai ekonomi. Kecakapan

ini sangat erat hubungannya dengan vokasional skill yakni kecakapan

yang dikaitkan dengan bidang pekerjaan tertentu Kecakapan ini

dihubungkan dengan keterampilan dalam menggunakan alat atau mesin

dalam bidang tertentu.

Berdasarkan hasil penelitian yang mendalam menunjukan,

bahwa kecakapan santri dan para alumni PPS Pasuruan dalam

menangani pekerjaannya yakni menggunakan alat-alat dalam rangka

menghasilkan produk dan jasa sangat memadai misalnya percetakan

dan produk air mineral dan percetakan. Sebagaimana dijelaskan

sebelumnya bahwa kecakapan yang sangat baik ini terbentuk selain

karena faktor bakat juga karena proses belajar mengajar (internalisasi)

yang terdisain dengan baik dengan didukung oleh ketersediaannya

ruang kerja, ruang praktek dan alat-alat yang memadai.

Para santri dan para alumni pesantren Sidogiri rata-rata memiliki

kecakapan yang baik hal ini bisa jadi karena pembelajaran mata diklat

produktif yang merupakan mata diklat utama. Apabila mata diklat dari

banyaknya jam yang disediakan memang mayoritas didominasi oleh

mata diklat produksi dan pengelolaan unit usaha ritail milik kopontren

Page 75: BAB V ANALISIS HASIL PENELITIANdigilib.uinsby.ac.id/710/8/Bab 5.pdfANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini menganalisis dan membahas empat hal pokok yakni menyangkut: 1) karakteristik vokasional

343

Sidogiri. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara mendalam juga

diperoleh data bahwa skenario pembelajaran dalam mata diklat ini juga

tepat dalam rangka meningkatkan keterampilan pembelajaran.

Keterbukaan ustadz dalam rangka menyelesaikan tugas-tugas

memproduksi barang dan penanganan unit usaha ritail sangat

mendukung dan memotivasi santri dalam menyelesaikan dan

mengembangkan pekerjaannya dengan lebih baik.

Mesin-mesin yang lebih baik dan waktu praktek (demonstrasi)

yang lebih banyak lebih unggul dalam kualitas produksinya. Demikian

pula tanggungjawab yang diberikan lebih dapat membangun mental

santri lebih disiplin dalam memegang unit usaha ritail dan pemanfaatan

alat atau mesin-mesin fasilitas pesantren Sidogiri.

f. Human Reosurces Skills

Kecakapan ini menyangkut kemampuan antar pribadi yang

memungkinkan seorang entrepreneur bekerja secara efektif dengan dan

melalui orang lain. Keahlian ini mencakup kemampuan berkomunikasi,

memotivasi dan memimpin karyawan untuk menyelesaikan tugas-tugas

yang dibebankan. Dengan demikian visi kewirausahaan yang terkait

dengan masalah ini adalah bagaimana seorang entrepreneur memiliki

keterampilan dan komitmen yang jelas menyangkut pengelolaan orang

lain.

Page 76: BAB V ANALISIS HASIL PENELITIANdigilib.uinsby.ac.id/710/8/Bab 5.pdfANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini menganalisis dan membahas empat hal pokok yakni menyangkut: 1) karakteristik vokasional

344

Fenomena menarik dalam mencermati hasil penelitian

menunjukan bahwa visi santri dan para alumni PPS Pasuruan yang

menyangkut pengelolaan orang lain masih kurang, bahkan untuk santri

yang bertugas membuat dan mendisain baju dan sarung “santri”

kecenderungan yang terjadi sebagai konsekwensi dari jenis vokasional

yang ditekuni telah membentuk lulusan sebagai pribadi yang lebih

individual dalam mengerjakan tugas-tugas pekerjaaannya. Sulit bagi

santri ini untuk mempercayakan sebagian pekerjaannya kepada orang

lain, mereka lebih bersikap individualis.

Karenanya kemampuan belajar dalam hal memimpin kelompok

terus menerus menjadi bagian yang tidak boleh terabaikan dalam

pembelajaran kewirausahaan sebab salah satu hambatan besar dalam

upaya mengembangkan usaha ke depan adalah menyangkut

ketidakmampuan seseorang dalam hal membagi tugas dan

mendelegasikan wewenang kepada orang lain, termasuk dalam

mengelola suatu tim.

Pengelolaan tim merupakan hal strategis mengingat kerjasama

tim merupakan kecenderungan yang terus berkembang dalam bisnis dan

organisasi lainnya. Saat ini kemampuan seseorang untuk bekerja secara

efektif sebagai anggota tim menjadi lebih baik dari pada bekerja

sendiri-sendiri. Kerjasama tim merupakan salah satu topik yang paling

sering dibahas dalam program pelatihan calon seorang entrepreneur.

Page 77: BAB V ANALISIS HASIL PENELITIANdigilib.uinsby.ac.id/710/8/Bab 5.pdfANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini menganalisis dan membahas empat hal pokok yakni menyangkut: 1) karakteristik vokasional

345

Namun demikian kerjasama tim tidak boleh sampai memunculkan sikap

saling ketergantungan mengingat tujuan lembaga ekonomi Sidogiri

adalah melahirkan seorang entrepreneur yang mesti ada keberanian

bekerja sendiri. Fenomena ini terjadi pada santri yang bertugas di

produksi baju dan sarung santri disain kerja tim yang dibangun telah

membentuk ketergantungan. Sebagai konsekwensinya lulusan kurang

memiliki pengalaman yang cukup dalam mengelola sendiri usahanya.

Lebih jauh masalah pengelolaan sumberdaya manusia apabila

dikaitkan dengan fungsi manajerial terutama bagi para pembisnis yang

mulai berkembang diperlukan pengetahuan yang cukup tentang model-

model rekrutmen dan seleksi, pelatihan pegawai dan pedidikan,

memotivasi, tehnik kompensasi, promosi dan pergantian pegawai serta

pemahaman tentang kecenderungan sumberdaya manusia di masa yang

akan datang baik yang didorong oleh kecenderungan faktor demografi,

tenaga kerja, ekonomi maupun tuntutan gaya hidup pekerja.

E. Proposisi Temuan Hasil Penelitian

Bedasarkan analisis dan pembahasan yang telah dipaparkan di atas, maka

proposisi hasil penelitian dapat dirinci sebagai berikut:

1. Individu secara alamiah memiliki bakat bawaan yang berbeda dengan

individu lain meskipun lahir dan hidup dalam satu keluarga, bakat-bakat itu

terkait dengan minat dan tingkat kecepatannya dalam menyesuaikan dengan

Page 78: BAB V ANALISIS HASIL PENELITIANdigilib.uinsby.ac.id/710/8/Bab 5.pdfANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini menganalisis dan membahas empat hal pokok yakni menyangkut: 1) karakteristik vokasional

346

kegiatan tertentu dan bakat ini lebih mengarah kepada masalah keterampilan

dan bukan menyangkut nilai-nilai. Nilai-nilai lebih banyak dibangun melalui

pembelajaran di lingkungan pesantren dan di keluarga. Pembelajaran

keseharian di lingkungan keluarga saat liburan pondok berkontribusi cukup

besar dalam menumbuhkan potensi nilai-nilai kewirausahaan berupa

kepercayaan diri, motivasi dengan tingkat yang masih abstrak. Tidak

terdapat kaitan yang berarti antara lingkungan sosial atau pergaulan santri di

luar pesantren dengan nilai-nilai pada diri santri akan tetapi lingkungan di

dalam pesantren sangat besar kontribusinya dalam perubahan nilai-nilai

entrepeneurship santri di PPS Pasuruan.

2. Nilai-nilai pendidikan agama yang tersajikan dalam kitab klasik yang digali

melalui pendidikan pondok pesantren baik melalui pengajian kitab salaf

maupun madrasah diniyah yang dikolaborasikan dengan materi teori

ekonomi modern, kemudian diterapkan dalam pendidikan ekonomi pada

santri melalui lembaga ekonomi baik kopontren BMT-MMU maupun BMT-

UGT dengan didukung oleh upaya pengelompokan daerah asrama dengan

motivasi dan doktrin tentang pentingnya kemandirian, telah terbukti dapat

menginternalisasi nilai-nilai kewirausahaan santri di PPS Pasuruan.

3. Peran kiai dengan menerapkan pola kepemimpinan modern, terbuka,

menerapkan manajemen modern dan mau menerima perubahan, yang

disinergikan dengan peran anggota komonitas pesantren yang terdiri dari

pengurus dan ustadz, terbukti dapat mengembangkan pendidikan yang

Page 79: BAB V ANALISIS HASIL PENELITIANdigilib.uinsby.ac.id/710/8/Bab 5.pdfANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini menganalisis dan membahas empat hal pokok yakni menyangkut: 1) karakteristik vokasional

347

berbasis life skill dan kewirausahaan dengan proses internalisasi nilai-nilai

kewirausahaan dan sekaligus dapat meningkatkan kinerja lembaga ekonomi

pondok pesantren, sehingga mampu menghasilkan output santri yang

entrepreneur dan memandirikan pesantren secara financial di PPS Pasuruan.

4. Visi kewirausahaan santri PPS Pasuruan satu sisi sudah dinilai baik dan sisi

lain ada yang belum sepenuhnya seperti yang diharapkan mengingat tidak

samanya manfaat materi diklat terhadap visi kewirausahaan. Pembelajaran

berdasarkan pengalaman yang berupa pengelolaan usaha tidak dapat

memberikan banyak kontribusi terhadap pengembangan visi kewirausahaan

santri. Visi kewirausahaan lebih terkait dengan pengetahuan santri tentang

masalah-masalah pengembangan kreativitas dalam hal kebisnisan

“businesship” dengan demikian sistem pendidikan di pesantren Sidogiri ini

masih diperlukan pembenahan lebih lanjut.

Berdasarkan proposisi minor tersebut di atas, maka proposisi mayor

yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah: “Proses internalisasi nilai-

nilai kewirausahaan melalui pendidikan diniyah, pengajian kitab salaf dan

lembaga ekonomi yang dimotori oleh kiai didukung oleh pengurus dan ustadz

mampu mencetak output santri yang entrepreneur dan sekaligus dapat

meningkatkan kesejahteraan anggota komunitas dan masyatrakat sekitar PPS

Pasuruan”.