bab v upacara aruh ganalrepository.upi.edu/45359/8/sps_psn_1502328_chapter5.pdf · persiapan adalah...
TRANSCRIPT
101 AKHMAD ZAINI, 2018 FUNGSI & PERAN TARI, SIMBOL & MAKNA DALAM UPACARA ARUH GANAL DI MASYARAKAT SUKU DAYAK MERATUS,KALIMANTAN SELATAN Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB V
UPACARA ARUH GANAL
A. Bentuk Penyajian
Dalam melakukan upacara ritual tentu ada beberapa tahapan yang harus
dilakukan. Tahapan itu dilakukan demi mendapatkan syarat terlaksananya upacara
dengan baik dan benar. K. Langer (1988, hlm. 15) mengatakan bentuk adalah
wujud dari sesuatu, bentuk dalam pengertian abstrak adalah struktur dan artikulasi
yang merupakan hasil kesatuan yang menyeluruh dari suatu hubungan berbagai
faktor yang saling berkaitan. Berdasarkan pernyataan tersebut bahwa setiap
bentuk berasal dari struktur yang merupakan hasil dari berbagai faktor-faktor yang
berkaitan satu dengan lain. Dalam bentuk upacara tentu saja ada struktur bertahap
yang dilakukan pada setiap prosesinya. Biasanya dalam suatu kegiatan ada
perencanaan atau persiapan, pelaksanaan, dan diakhiri dengan penutupan. Hal itu
dilakukan agar kegiatan dapat berjalan dengan harapan bisa sesuai yang
diinginkan, sehingga kegiatan tersebut bisa sukses bagi pelaksanaannya. Begitu
pula pada aktivitas religi atau upacara ritual harus mempunyai tahapan dalam
kegiatannya. Seperti misalnya saat akan mengerjakan sholat, dalam persiapan kita
harus bersih dan suci dari hadast kecil maupun besar,caranya dengan mandi dan
berwudhu. Kemudian melaksanakan sholat sebagai kegiatan intinya sedangkan
penutupnya diakhiri dengan bertahlil, berdoa dan lain-lain. Di dalam religi Aruh
pada masyarakat Dayak Meratus, tentu mereka akan melakukan tahapan tersebut
agar aktivitas religinya dapat diterima oleh Sang-kuasa. Tahapan tersebut dibagi
menjadi 3 bagian yaitu persiapan, pelaksanaan, dan penutupan. Ketiga tahapan
tersebut akan dijabarkan sebagai berikut.
1. Persiapan Upacara
Persiapan adalah serangkaian aktivitas atau rencana yang akan dikerjakan
sebelum masuk pada kegiatan utama. Pada tahapan ini biasanya masyarakat akan
melakukan atau bekerja untuk mempersiapkan apapun yang terkait pada upacara
inti baik itu keperluan maupun kebutuhan, baik perlengkapan maupun peralatan.
102
AKHMAD ZAINI, 2018 FUNGSI & PERAN TARI, SIMBOL & MAKNA DALAM UPACARA ARUH GANAL DI MASYARAKAT SUKU DAYAK MERATUS,KALIMANTAN SELATAN Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Persiapan dilakukan secara matang dan terencana agar hasilnya nanti bisa dipakai
pada hari upacara inti, sehingga diharapkan upacara bisa berjalan dengan lancar
dan sesuai harapan. Masyarakat suku Dayak Meratus dalam mempersiapkan
upacara Aruh Ganal tentu dilakukan secara kerjasama atau gotong royong.
Persiapan tersebut tidak hanya dilakukan oleh para laki-laki namun juga para
perempuan sehingga seluruh lapisan masyarakat akan ikut serta terlibat dalam
persiapan ini. Sebelum melakukan aktivitas, biasanya akan ada yang namanya
persiapan untuk melangsungkan kegiatan tersebut. Persiapan tersebut biasanya
merupakan awal dari pra-kegiatan yang bertujuan untuk mempersiapkan segala
kebutuhan untuk pada hari pelaksanaannya. Persiapan ini biasanya jauh-jauh
sebelum hari pelaksanaan agar pada saat kegiatan inti dapat berjalan dengan
lancar dan tanpa ada kekurangan. Beberapa langkah persiapan yang dilakukan
adalah sebagai berikut.
a. Musyawarah
Dalam melaksanakan sesuatu tentu harus ada persiapan yang matang
sehingga kegiatan pada hari pelaksanaan dapat berjalan sesuai harapan dan
sukses. Hal ini juga berlaku pada masyarakat suku Dayak Meratus yang akan
melaksanakan upacara Aruh Ganal tentu juga memiliki persiapan yang matang
agar pada hari pelaksanaannya berjalan sesuai dengan lancar. (Wawancara
dengan Ayal, 27 September 2016) beliau mengatakan bahwa.
“Sabaluman kita ba’aruh, kita harus barapat dahulu barataan masyarakat
gasan manantuakan harinya, tanggalnya, bulannya, lawan gasan mamandirakan
parlangkapan lawan sasajinya”.
Artinya adalah “sebelum kita semua melaksanakan Aruh Ganal, kita harus rapat
(musyawarah) dalam menentukan hari, tanggal dan bulannya serta membicarakan
perlengkapan dan sesajinya untuk dipakai waktu upacara nanti”. Musyawarah ini
dilakukan di dalam rumah Betang (balai adat). Musyawarah dalam masyarakat
suku Dayak Meratus Selepas satu kampung selesai panen mereka akan
mengadakan rapat musyawarah untuk membahas bagaimana pelaksanaan
upacara Aruh Ganal. Upacara ini dihadiri oleh semua laki-laki dan perempuan
baik yang muda maupun yang tua untuk berkumpul bersama terlibat persiapan
103
AKHMAD ZAINI, 2018 FUNGSI & PERAN TARI, SIMBOL & MAKNA DALAM UPACARA ARUH GANAL DI MASYARAKAT SUKU DAYAK MERATUS,KALIMANTAN SELATAN Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
upacara ritual tersebut. Musyawarah ini dikumpulkan oleh penghulu adat (ketua
suku) yang hanya berbicara dari mulut ke mulut, dari orang 1 ke yang lain. Pada
musyawarahnya dilakukan pada malam hari dikarenakan untuk mencari tanggal
dan bulan yang tepat maka mereka akan melihat bulan. Mereka menyebutnya
hari minggu adalah awal dari setiap bulan yang artinya adalah tanggal 1. Maka
biasanya pelaksanaannya pastinya setiap malam minggu yang berarti hidup
tanggal 1 pada bulan tersebut. Pembicaraan yang lain adalah bagaimana tentang
persiapan apa saja nanti yang akan dilaksanakan untuk menunjang persiapan
upacara ritual Aruh Ganal. Musyawarah ini adalah rapat yang pertama dalam
penentuan tanggal dan bulan.
Musyawarah ini dihadiri oleh seluruh umbun (kepala keluarga) termasuk
penghulu adat dan diputuskan dalam kesepakatan bersama melalui panghulu adat
(ketua adat) sebagai pemimpin dari musyawarah ini. Musyawarah pertama itu
untuk penetapan tanggal, hari dan bulan, musyawarah kedua adalah untuk
melakukan gotong royong membangun panggung lalaya, sesajen, ringgitan, dan
lain-lain. Biasanya musyawarah ini dilakukan seminggu sebelum acara
dilaksanakan untuk persiapan segala upacara ritual Aruh Ganal.
Pemaparan di atas bisa kita tarik benang merah, bahwa aktivitas pertama
ini dihadiri oleh segenap warga masyarakat suku Dayak Meratus yang ada di
kampung tersebut. Simbol kearifan disini adalah balai adat yang mereka
agungkan sebagai tempat berkumpulnya seluruh warga masyarakat baik yang
muda maupun yang tua. Hal ini bermakna bahwa balai tersebut sebagai lambang
ikatan solidaritas, kebersamaan, pemersatu dengan berkumpul di dalam balai,
kerukunan tetap terjaga, dan tanggung jawab.
b. Batarah
Batarah adalah hari dimana aktivitas dilakukan sebelum hari kegiatan
upacara inti. Biasanya kegiatan batarah ini seminggu sebelum hari upacara inti
mereka akan pergi ke dalam hutan yang terdiri dari orang laki-laki untuk
mencari hasil hutan untuk keperluan upacara. Hal yang pertama mereka lakukan
adalah membikin altar yaitu panggung lalaya. Dalam membikin panggung
104
AKHMAD ZAINI, 2018 FUNGSI & PERAN TARI, SIMBOL & MAKNA DALAM UPACARA ARUH GANAL DI MASYARAKAT SUKU DAYAK MERATUS,KALIMANTAN SELATAN Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
lalaya mereka harus mencari kayu khusus yang mereka sebut dengan kayu
pulantan jenis pohon yang mereka keramatkan. Pada hari keenam sebelum Aruh
atau keesokan harinya pada malam rapat, mereka akan mencari pohon ini untuk
ditebang. Sebelum menebang mereka harus merabun (membakar) menyan atau
dupa kemudian bamamang (berdoa) meminta izin kepada roh bumi dan kayu
untuk keperluan upacara ritual. Dalam menebangnya juga tidak asal tebang,
namun pohon tadi harus jatuh atau roboh ke arah matahari terbit. Hal ini
dilakukan pada saat pagi hari sekitar jam 7 pagi agar dapat mengetahui dimana
posisi matahari benar-benar terbit. Setelah pohon tersebut ditebang, lalu dibawa
ke halaman balai untuk dipotong seperti papan dan harus dimalamkan 4 hari 4
malam di tanah sebelum dibawa masuk ke dalam balai. Kemudian mereka
gotong royong kembali untuk mengukir dalam bentuk tombak, parang, dan lain-
lain serta membuat lukisan pada ukiran tersebut dengan warna merah dan hitam
menggunakan cat atau pewarna. Setelah satu hari satu malam baru dibuat
panggun lalaya (semacam altar) dari papan yang telah diukir tadi dan di taruh di
tengah ruang pamatang. Pembangunan panggung lalaya ini selesai pada hari
sabtu dan malamnya akan langsung dilakukan upacara pembukaan.
Para perempuan juga melakukan persiapan untuk membuat segala
keperluan yang akan dipakai dan disajikan pada hari utama. Semua kegiatan
perempuan dalam tahapan persiapan ini hanya melakukan hal yang terkait di
dalam balai saja yaitu menganyam, merias, dan memasak. Segala persiapan
tersebut yaitu membikin anyaman daun enau juga dihias pada malam itu, dan
besok siangnya mereka bakal menyiapkan sesajinya berupa kue-kue, lamang,
ayam dan lain-lain. Malam harinya baru dibuka dan dilaksanakan upacara Aruh
Ganal. Segala pembuatan sesaji untuk keperluan upacara hanya dilakukan oleh
wanita yang sedang tidak haid (suci), karena segala yang disajikan untuk yang
suci juga.
Pemaparan di atas menjadi bukti bahwa aktivitas yang kedua ini dalam
rangka persiapan upacara dibagi menjadi dua tugas yaitu kaum laki-laki dan
kaum perempuan. Jika laki-laki bertugas mencari kebutuhan ke hutan,
sedangkan para perempuan menyiapkan segala kebutuhan di dalam balai. Hal
105
AKHMAD ZAINI, 2018 FUNGSI & PERAN TARI, SIMBOL & MAKNA DALAM UPACARA ARUH GANAL DI MASYARAKAT SUKU DAYAK MERATUS,KALIMANTAN SELATAN Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
ini menjadikan simbol dualisme dimana laki-laki yang berada di luar ruangan
dan perempuan di dalam ruangan. Kerjasama ini menjadikan suatu yang saling
melengkapi satu sama lain. Hal ini menjadikan laki-laki merupakan lambang
pemimpin dalam rumah tangga sedangkan perempuan melengkapi kesatuan.
Kedua tahapan persiapan tersebut dilakukan agar upacara yang dilangsungkan
berjalan dengan sesuai harapan. Tentu saja kedua tahapan ini mendukung satu
sama lain, sehingga upacara yang akan dilaksanakan berjalan dengan lancar tanpa
hambatan. Kedua persiapan itu tidak lepas dari kontribusi masyarakatnya karena
dibutuhkan seluruh lapisan anggota masyarakat untuk mempersiapkan segala
kebutuhan penunjang uapcara aruh ganal tersebut. Hal ini bisa disimbolisasikan
bahwa secara tidak langsung adalah aktivitas yang bernilai solidaritas antar warga
dan keluarga, karena dibutuhkan gotong royong dan rasa peduli terhadap sesama
dalam membangun aktivitas religi ini.
2. Pelaksanaan Upacara
Pelaksanaan adalah kegiatan inti dari semua aktivitaas yang dituju.
Pelaksanaan ini tentu tidak sembarangan pada waktu, tempat dan ketentuan yang
lain. Hal itu dikhususkan sehingga diharapkan kegiatan ini dapat berjalan sesuai
yang diharapkan. Pada prosesi upacara Aruh Ganal, dilakukan selama seminggu
yang mana pelaksanaannya pada malam hari. Pelaksanaan ini biasanya dilakukan
pada malam minggu, karena menurut mereka hari minggu adalah awal dari hari.
Namun sebelum pada hari minggu ada beberapa ritual yang perlu dilakukan agar
kampung dan masyarakat yang akan menghuni balai bisa mendapatkan
keselamatan. Ada beberapa tahapan prosesi yang dilakukan dalam proses
pelaksanaan upacara aruh ganal. Berikut adalah tahapan yang dilakukan dalam
prosesinya.
a. Pembukaan
Pembukaan ini dilakukan pada hari sabtu sebelum hari utama atau
pelaksanaan upacara. Ritual ini dilakukan pada malam hari yang berarti malam
minggu. Ritual ini ada 3 prosesi yang harus dilakukan sebelum seluruh
106
AKHMAD ZAINI, 2018 FUNGSI & PERAN TARI, SIMBOL & MAKNA DALAM UPACARA ARUH GANAL DI MASYARAKAT SUKU DAYAK MERATUS,KALIMANTAN SELATAN Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
masyarakat suku Dayak Meratus tinggal di balai. Ritual ini dipimpin oleh Guru
Jaya yang diwakili oleh umbun-umbun tiap keluarga. Berikut adalah pemaparan
prosesi yang dilakukan pada pembukaan ini.
1) Panyarahan
Panyarahan mempunyai arti menyerahkan. Menyerahkan ini berarti
adalah undangan untuk kepada yang akan dihadirkan dalam upacara aruh.
Panyarahan ini dilakukan dengan cara bamamang oleh Guru Jaya yang
sambil marabun dupa, dalam mamangan tersebut permohonan kepada
Nining Bahatara, Sangkawanang, Putir, Sangiang, dan roh-roh leluhur
mereka bahwa pada besok hari minggu akan dilaksanakan Upacara aruh
dalam mawanangkan padi mereka. Guru Jaya akan momohon
perlindungan dan kelangsungan upacara berjalan dengan lancar dan
seluruh warga yang hadir dalam balai mendapatkan keselamatan selama
pelaksanaan upacara aruh yang diwakili oleh para umbun-umbun. Upacara
panyarahan ini dilakukan pada pukul 19.30 yaitu sesudah makan-makan.
Pemaparan di atas merupakan sebuah undangan kepada makhluk
adikodrati untuk bisa dihadirkan pada saat upacara nanti. Simbol dari
prosesi ini adalah Guru jaya yang menjadi pemimpin dalam bamamang
dan para balian yang menjadi penguat dalam mamangan tersebut. Hal ini
bermakna bahwa mereka berniat dengan sungguh-sungguh dalam
melaksanakan upacara ritual Aruh Ganal, agar mereka bisa meyakinkan
makhluk adikodrati tersebut bisa hadir saat upacara ritual nanti.
2) Balapas basar
Sesudah panyarahan maka dilanjutkan dengan balapas basar. Balapas
basar mempunyai arti melepas dalam ukuran besar. Dikatakan oleh
damang Iswan dalam wawancara bahwa. “Pambukaan kami
bapanyarahan dahulu, baundangan lawan para roh-roh, hanyar balapas
basar supaya bala-bala kaluaran yang ada dalam balai, hanyar bajanji
balai”. Artinya pada pembukaan kami melakukan panyarahan dulu,
107
AKHMAD ZAINI, 2018 FUNGSI & PERAN TARI, SIMBOL & MAKNA DALAM UPACARA ARUH GANAL DI MASYARAKAT SUKU DAYAK MERATUS,KALIMANTAN SELATAN Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
mengundang para roh-roh, baru balapas basar agar kesialan dikeluarkan
yang ada di dalam balai, dan terakhir bajanji balai. Balapas basar ini bisa
diartikan dengan membuang segala dosa dan kesialan warga suku Dayak
yang ada dalam balai, agar semuanya dijauhkan dari marabahaya. Mereka
percaya kesialan itu akan dibawa oleh angin, larut dalam sungai, dan
menempel di pepohonan. Makanya selama upacara berlangsung mereka
tidak boleh jauh-jauh dari balai (keluar kampung), bermain air di sungai,
dan memetik daun hidup atau daun segar yang dari pohonnya langsung.
Hal itu bisa berakibat mencelakakan pada orang yang melakukannya baik
bagi warga balainya maupun tamu undangan (luar kampung). Balapas
basar dilakukan oleh Guru Jaya bamamang sambil barabun dupa dengan
menggosokan kedua tangan pada asapnya dan diikuti oleh semua para
umbun.
Dari keterangan di atas, dapat disimpulkan, prosesi balapas basar adalah
sebuah tolak bala yang dilakukan oleh masyarakat suku Dayak Meratus.
Prosesi ini bertujuan agar menghilangkan kesialan atau malapetaka yang
akan menghinggapi mereka pada saat upacara ritual nanti berlangsung.
Melalui prosesi ini, mereka mengharapkan keselamatan seluruh warga saat
melaksanakan upacara tersebut. Prosesi ini dilakukan dengan
menggosokkan tangan ke asap dupa oleh para umbun-umbun dimana ini
menjadi simbol perwakilan keluarga. Prosesi ini bermakna sebagai
perontok kesialan dan malapetaka bagi seluruh keluarga ketika menghadap
leluhur mereka.
3) Manjanji balai
Manjanji balai mempunyai arti yaitu mengikat janji pada setiap
masyarakat suku Dayak Meratus yang menjadi penghuni balai akan
menyelesaikan upacara aruh sampai selesai apapun yang terjadi. Pada
prosesi ini setiap umbun-umbun sudah menyiapkan ringgitan yang
diserahkan kepada Guru Jaya untuk didoakan sebagai tanda bahwa
keluarga tersebut menyanggupi upacara aruh tersebut sampai selesai.
108
AKHMAD ZAINI, 2018 FUNGSI & PERAN TARI, SIMBOL & MAKNA DALAM UPACARA ARUH GANAL DI MASYARAKAT SUKU DAYAK MERATUS,KALIMANTAN SELATAN Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Ringgitan yang didoakan oleh Guru Jaya akan di sapukan ke asap dupa
tersebut sebagai tanda ringgitan dari keluarga tersebut sudah berjanji.
Prosesi pembukaan yang terakhir ini menjadi syarat untuk bisa memulai
upacara ritual Aruh Ganal bagi masyarakat suku Dayak Meratus. Manjanji
balai sesungguhnya adalah sebuah persyaratan bukti bahwa mereka siap
untuk melaksanakan upacara ritual tersebut. Benda Ringgitan sebagai
simbol bukti bahwa mereka telah siap dan terdaftar untuk mengikuti
upacara ritual Aruh Ganal. Hal ini bermakna bahwa mereka menyanggupi
segala kebutuhan yang diperlukan saat upacara dilaksanakan pada esok
hari.
b. Tari Bakanjar
Tari bakanjar adalah salah satu tari hiburan yang disuguhkan oleh
masyarakat suku Dayak Meratus untuk menyambut para tamu undangan. Tari ini
ditarikan oleh para laki-laki dimana para tamu undangan dipersilakan untuk ikut
menari bebas yang penting memutari panggung lalaya ke arah kanan atau
melawan jarum jam. Gerakan yang digunakan dalam tarian ini terkesan bebas
meliuk-liukkan tangan namun ada ketentuan yang harus pakemkan yaitu harus
menghadap panggung lalaya, kaki yang menghentak secara bergantian mengikuti
ritme pukulan gandang, dan hanya boleh ditarikan oleh laki-laki. Tari ini akan
selesai apabila tidak ada lagi yang ingin menari (istirahat duduk). Dalam menari
pasti ada unsur gerak, karena gerak merupakan unsur terpenting dalam tarian.
Menurut Hadi (2007, hlm. 29) salah satu medium untuk mengekspresikan
pengalaman mental dan emosional dalam tari adalah gerakan tubuh. Gerak tubuh
penari tersebut memiliki motif dan pola tertentu yang dimanifestasikan dalam
bentuk sebuah pertunjukan. Sama halnya dengan tari bakanjar yang dilakukan
oleh masyarakat suku Dayak Meratus. Meskipun terkesan bebas, tari ini
mempunyai motif menyerupai gerakan burung yang mengepakkan sayapnya
terbang mengelilingi panggung lalaya. Wawancara dengan Damang Iswan (13
Maret 2017) mengatakan bahwa. “Bakanjar itu kita menirukan burung yang
menjaga angin gasan pahumaan kita”. Artinya bakanjar itu berarti kita
109
AKHMAD ZAINI, 2018 FUNGSI & PERAN TARI, SIMBOL & MAKNA DALAM UPACARA ARUH GANAL DI MASYARAKAT SUKU DAYAK MERATUS,KALIMANTAN SELATAN Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
menirukan burung yang menjaga angin untuk tanaman padi kita. Dari pernyataan
beliau tersebut bisa ditarik kesimpulan bahwa tarian ini mempunyai motif burung
terbang dan direpresentasikan dalam bentuk tarian yang mengelilingi panggung
lalaya yang berarti menjaga tanaman padi mereka. Tari ini termasuk kepada jenis
tari hiburan pribadi karena masyarakat luar bisa ikut menarikannya sehingga bisa
disimbolkan sebagai pengikat solidaritas sosial. Berikut adalah uraian gerak tari
bakanjar.
Foto Pola Lantai Motif Gerak
Gambar 5.1 Prosesi Tari
Bakanjar
(Dok. Zaini, 2016)
Ket :
: Balian
: Penonton/ tamu
: Penabuh musik
: Tiang Lalaya
: Panggung Lalaya
Motif gerak yang
digunakan
adalah
berbentuik
seperti burung
terbang yang
memutari
panggung
lalaya.
110
AKHMAD ZAINI, 2018 FUNGSI & PERAN TARI, SIMBOL & MAKNA DALAM UPACARA ARUH GANAL DI MASYARAKAT SUKU DAYAK MERATUS,KALIMANTAN SELATAN Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Gambar 5.2 Prosesi Tari
Bakanjar
(Dok. Zaini, 2016)
Tabel 5.1 Deskripsi uraian gerak tari bakanjar
Dari uraian tabel di atas dapat ditafsirkan bahwa tari bakanjar adalah sebuah
kesenian untuk memeriahkan dan menyambut para tamu-tamu yang hadir dalam
upacara Aruh. Tari ini ditarikan oleh para laki-laki baik para masyarakat Dayak itu
sendiri maupun tamu yang hadir. Gerak tari ini memiliki motif gerak burung elang
yang meliak-liuk menjaga panggung lalaya. Wawancara dengan Damang Iswan
(13 Maret 2017). “tari bakanjar itu ditariakan oleh bubuhan lalakian kaya burung
halang manyaluk.” Artinya tari bakanjar itu ditarikan oleh para laki-laki yang
menyerupai burung elang yang menjaga meliuk-liuk. Dari pernyataan beliau dapat
ditafsirkan bahwa gerak tarian ini bermotif burung elang yang menjaga tanaman
padi mereka karena ketika padi mereka diserang oleh tikus dan burung pipit maka
burung elanglah yang menjadi predator bagi keduanya. Kehadiran burung elang
ini adalah suatu berkah bagi mereka yang merupakan jelmaan dari nenek moyang
mereka. Dengan menghadirkan tarian ini selain merupakan kasenian yang
mempunyai nilai estetis bagi masyarakat juga merupakan yang bernilai religi
karena dimanifestasikan dalam kegembiraan atas penyambutan roh para leluhur
mereka yang hadir di dalam upacara Aruh.
Dari pemaparan di atas, dapat ditarik benang merah bahwa tari bakanjar ini
merupakan sebuah tari hiburan pribadi.
c. Bamamang
Pelaksanaan upacara utamanya dilakukan pada hari Sabtu 15 Oktober dan
pada malam hari. Dilaksanakannya pada malam minggu karena waktu malam
tersebut sudah masuk pada hari minggu yang berarti awal mula hari bagi
kepercayaan mereka. Biasanya sebelum melakukan prosesi ini, meraka akan
menyambut para tamu undangan yang hadir dengan makan-makan, setelah selesai
maka mereka bersiap untuk membuka upacara aruhnya. Pada prosesi bamamang
ini dilaksanakan pada pukul 19.00. pada pembukaan upacara ritual ini disebut
111
AKHMAD ZAINI, 2018 FUNGSI & PERAN TARI, SIMBOL & MAKNA DALAM UPACARA ARUH GANAL DI MASYARAKAT SUKU DAYAK MERATUS,KALIMANTAN SELATAN Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
juga sebagai balian pambukaan yang berarti pembukaan acara Aruh oleh balian.
Pembukaan ini dilakukan dengan bamamang yaitu pembacaan mantera atau doa
oleh Guru Jaya dan satu wakil balian yang menjadi lawan bicara Guru Jaya.
Kegiatan bamamang ini adalah dalam upaya menyeru atau mengundang semua
makhluk hidup baik yang nyata maupun yang bersifat metafisik. Prosesi ini juga
dilakukan di depan segala jenis sesaji yang akan disajikan. Hal ini dilakukan
dalam upaya mendoakan sesajen tersebut agar menjadi syarat upacara Aruh
Ganal.
Mamangan (matra) tersebut yang digunakan adalah bahasa Dayak
sehingga semua orang yang bukan dari golongan mereka tidak mengerti apa yang
mereka ucapkan. Pada hakekatnya bamamang adalah sebuah prosesi awal atau
pembukaan pada pelaksanaan upacara Aruh Ganal yang mana tujuannya agar
mengundang para roh-roh nenek moyong mereka, roh-roh halus baik yang jahat
maupun yang baik, serta mendoakan sesajean yang akan digunakan agar menjadi
syarat upacara ritual.
Pada prosesi ini mereka melarang orang yang sudah masuk ke dalam balai
agar tidak keluar hal itu dikarenakan pada prosesi ini mereka mengundang Nining
Bahatara, Sangkawanang, Putir dan Sangiang atau roh-roh leluhur. Tentu saja
segala roh juga diundang seperti roh baik dan roh jahat. Maka dari itu setiap orang
di dalam balai tidak diizinkan keluar sebelum selesainya prosesi pembukaan ini
karena dikhawatirkan para roh yang datang akan mencelakai orang yang keluar
balai sebelum ditatabusi.
112
AKHMAD ZAINI, 2018 FUNGSI & PERAN TARI, SIMBOL & MAKNA DALAM UPACARA ARUH GANAL DI MASYARAKAT SUKU DAYAK MERATUS,KALIMANTAN SELATAN Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Gambar 5.3 Prosesi Bamamang
(Dok. Zaini, 2016)
b. Batatabusan
Setelah selesai bamamang lalu dilakukan batatabusan yaitu upaya
mengganti segala yang telah diambil dengan cara menebusnya dengan darah ayam
hitam. (Wawancara dengan Damang Ayal, 27 September 2016) beliau
mengatakan bahwa: “Batatabus ini supaya napa yang sudah kita ambil diganti’i
nang kaya tempat tinggal urang, binatang nang kada singhaja tabunuh, dan lain-
lain”.
Artinya adalah tahapan ini dilakukan agar yang telah mereka ambil harus diganti
seperti tempat tinggal makhluk hidup, binatang yang tak sengaja terbunuh akibat
pembersihan lahan dan lain-lain. Maksud dari mengganti tempat tinggal makhluk
hidup adalah segala roh hutan yang bersifat metafisik, sebelumnya telah
menempati suatu tempat di hutan tersebut sebelum dijadikan ladang untuk
bercocok tanam. Makanya sebelum menggarap lahan yang akan dijadikan tempat
bercocok tanam tersebut, mereka harus meminta izin dahulu pada roh yang
menempati hutan tersebut. Dalam perjanjiannya apabila diizinkan maka pada
Aruh nanti akan diganti dengan cara menebus (membayar janji) berupa darah
ayam hitam.
113
AKHMAD ZAINI, 2018 FUNGSI & PERAN TARI, SIMBOL & MAKNA DALAM UPACARA ARUH GANAL DI MASYARAKAT SUKU DAYAK MERATUS,KALIMANTAN SELATAN Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Batatabusan ini dilakukan oleh guru jaya dan wakil balian dengan
menyembelih ayam hitam oleh guru jaya dan bakul saluk yang dibawa oleh wakil
balian. Di dalam bakul saluk tadi berisikan ringgitan, kemudian mencipratkan
darah ayam tersebut ke sekeliling panggung lalaya sambil batandik dan
bamamang. Mereka percaya roh yang mereka panggil berhadir pada panggung
lalaya yang merupakan pusat simbolisasi dari kegiatan upacara ritual.
Gambar 5.4 Prosesi Batatabus
(Dok. Zaini, 2016)
Pada prosesi ini Guru jaya dan panghulu adat akan bamamang sambil
batandik mengelilingi sesajen dan panggung lalaya sambil membawa Arangan
(bakul yang diikat dengan rotan). Arangan tersebut dipegang terus dari pertama
bamamang dan tidak pernah dilepas karena disimbolkan bahwa segala doa-doa
yang dipanjatkan terkumpul dalam arangan tersebut hingga dibawa mengelilingi
sesajen dan panggung lalaya. Setelah mengelilingi sebanyak 3 kali maka Guru
jaya akan mengambil ayam hitam yang masih hidup untuk disembelih. Ayam
yang disembelih itu darahnya yang masih menetes dicipratkan ke sekeliling
panggung lalaya. Hal itu disimbolkan bahwa darah ayam sebagai ganti dari
tebusan yang telah mereka ambil dari hak mereka saat menggunduli hutan untuk
dipakai dalam bercocok tanam. Hal ini merupakan janji yang harus dilunasi,
114
AKHMAD ZAINI, 2018 FUNGSI & PERAN TARI, SIMBOL & MAKNA DALAM UPACARA ARUH GANAL DI MASYARAKAT SUKU DAYAK MERATUS,KALIMANTAN SELATAN Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
karena para roh yang mendiami hutan apabila janji tersebut tidak dipenuhi maka
upacara tersebut akan kacau. Kekacauan itu bisa berakibat pada balian yang roboh
dan kerasukan di tengah upacara, sehingga terganggunya jalan upacara ritual
tersebut. Ayam hitam disini dianggap sebagai hewan yang mempunyai kekuatan
magis yang kuat sehingga darahnya bisa memikat para roh dan akan
menenangkan dengan meminumnya.
Gambar 5.5 Prosesi Penyembelihan Ayam
(Dok. Zaini, 2016)
Dari prosesi tersebut biasa ditafsirkan bahwa prosesi batatabusan adalah sebuah
pembayaran janji yang telah mereka buat kepada makhluk adikodrati pada saat
akan menggarap hutan. Dari prosesi ini juga merupakan kearifan budaya yang
dianut oleh masyarakat suku Dayak Meratus, hal itu bisa diamati bagaimana
mereka selalu ingat dengan janji dan sumpah mereka. Janji tersebut tiada pernah
diingkari oleh mereka, karena jika diingkari musibah akan menimpa mereka. Nilai
luhur ini menjadikan mereka makhluk yang menghargai sesama, baik sesama
makhluk hidup maupun dengan alam.
c. Bapalit Liur
Bapalit liur ini dilakukan ketika prosesi batatabusan telah selesai
dilakukan. Prosesi ini dilakukan dengan cara mengambil air ludah dan
115
AKHMAD ZAINI, 2018 FUNGSI & PERAN TARI, SIMBOL & MAKNA DALAM UPACARA ARUH GANAL DI MASYARAKAT SUKU DAYAK MERATUS,KALIMANTAN SELATAN Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
ditempelkan pada bakul saluk yang dibawa oleh panghulu adat. Jadi setiap pelaku
upacara wajib melakukan hal tersebut sebagai tanda bahwa mereka sudah terdaftar
namanya di langit sebagai andil ikut dalam upacara ritual tersebut, hal ini mirip
seperti daftar absen. Air liur dipercaya mereka sebagai salah satu simbol air
kehidupan yang murni dari diri manusia. Oleh sebab itu air liurlah yang
menjadikan manusia bisa makan dan minum, tanpa air lur manusia tidak akan bisa
hidup selain bernafas.
Gambar 5.6 Prosesi Bapalit Liur
(Dok. Zaini, 2016)
d. Bakapur Baminyak
Bakapur baminyak adalah sebuah prosesi sebelum masuk kepada
pembukaan acara yang nanti akan dibuka oleh guru jaya. Bakapur baminyak ini
sebagai upaya membersihkan diri atau bersuci. Pada prosesi ini juga dipimpin
oleh guru jaya. Mula-mula para balian akan membuat lingkaran yang ditengahnya
ada minyak kelapa dan kapur sirih. Kemudian guru jaya akan bamamang setelah
selesai pembacaan mantra, maka minyak dan kapur tadi akan dioleskan pada
bagian tubuh oleh masing-masing balian. Bagian tubuh yang akan ditandai
dengan kapur ini adalah dahi, kedua tangan, dada, dan kaki. Tandanya pun
disimbolkan pada bentuk plus (+) dan simbol minus (-). Lambang ini dinamakan
116
AKHMAD ZAINI, 2018 FUNGSI & PERAN TARI, SIMBOL & MAKNA DALAM UPACARA ARUH GANAL DI MASYARAKAT SUKU DAYAK MERATUS,KALIMANTAN SELATAN Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
dengan cacak burung yang berarti bentuk sebagai kesucian diri. Hal ini dilakukan
supaya mereka dalam keadaan suci sewaktu melaksanakan ibadah tersebut,
sehingga para balian bisa masuk dan merasuk dalam rohani mereka. Minyak yang
digunakan ini adalah minyak kelapa yang mereka anggap adalah air yang paling
suci, karena telah melewati proses beberapa kali penyulingan. Adapun kapur
adalah simbol dari kesucian itu sendiri yang berwarna putih.
Gambar 5.7 Prosesi Bakapur Baminyak
(Dok. Zaini, 2016)
Bakapur baminyak ini dilakukan pertama adalah membentuk lingkaran
yang mengelilingi minyak kelapa dan kapur oleh para balian dan dipimpin oleh
Guru jaya sebagai pembaca mamangannya. Setelah membaca mamangan, Guru
jaya akan mengoleskan minyak dan kapur pada para balian pada bagian tertentu
pada tubuh. Dengan begitu bisa diartikan bahwa mereka sebelum memasuki fase
balian harus disucikan dahulu dengan bakapur baminyak ini baru setelahnya bisa
menjadi balian untuk melangsungkan upacara ritual. Selayaknya dalam beribadah
diri harus suci, karena akan menghadap sang pencipta, mereka juga seperti itu
untuk memasuki ruang yang sakral dan suci, sehingga dalam menghadap sang
pencipta diri sudah bersih dan layak. Hal ini juga berlaku di agama lain dalam
menyucikan diri ada langkah-langkahnya yang dilakukan dan bagian apa saja
117
AKHMAD ZAINI, 2018 FUNGSI & PERAN TARI, SIMBOL & MAKNA DALAM UPACARA ARUH GANAL DI MASYARAKAT SUKU DAYAK MERATUS,KALIMANTAN SELATAN Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
yang disucikan sebagai simbol kesucian itu sendiri. Jika di agama Islam disebut
dengan berwudhu, di agama Hindu yaitu presiten. Tujuan dari bersuci ini
sebenarnya sama yaitu menyucikan diri, sehingga dianggap layak dan sah untuk
melaksanakan ibadah dalam menghadap sang pencipta. Begitu juga di suku Dayak
Meratus dalam bersuci ada tata aturannya juga.
Dengan bakapur baminyak ini dilakukan agar upacara yang sakral ini bisa
dilaksanakan oleh orang suci juga. Oleh karena itu salah satu cara untuk
menyucikan diri adalah dengan bakapur baminyak. Ada beberapa bagian tubuh
yang dianggap penting oleh mereka, sehingga bagian tersebut yang akan diolesi
oleh kapur dan minyak ini. Wawancara dengan Damang Iswan (20 Maret 2017)
mengatakan bahwa. “Sebaluman kita mamulai upacara, kita harus bakapur
baminyak. Di dahi, tangan, dada, wan batis. Supaya kita bersih kawa
bahubungan lawan para laluhur kita”. Artinya sebelum kita memulai upacara,
kita harus melakukan bakapur baminyak. Di dahi (kepala), tangan, dada, dan kaki.
Hal ini supaya kita suci jadi bisa berkomunikasi dengan para leluhur. Pernyataan
dari wawancara tersebut didapat bahwa tidak semena-mena harus menjadi pelaku
upacara (balian), namun harus terlebih dahulu harus melalui proses bersuci agar
menjadikan lahir dan batin yang bersih dengan melakukan prosesi bakapur
baminyak. Berikut adalah uraian cara menyucikan diri bakapur baminyak.
No Foto Bagian Tubuh
yang
disucikan
Simbol
1.
Dahi (kepala) Lambang (–) artinya
bentuk pertahanan.
Lambang ini
dioleskan pada kepala
dengan harapan para
balian pada saat
prosesi upacara ritual
mamangan wirid tidak
ada satupun yang lupa
sehingga mantra-
mantra yang mereka
baca tidak ada yang
salah dan tertinggal.
Mereka menyebutnya
118
AKHMAD ZAINI, 2018 FUNGSI & PERAN TARI, SIMBOL & MAKNA DALAM UPACARA ARUH GANAL DI MASYARAKAT SUKU DAYAK MERATUS,KALIMANTAN SELATAN Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Gambar 5.8 Lambang (-) di
kepala Balian
(Dok. Zaini, 2016)
sudah di luar kepala
sehingga apa yang
mereka ucapkan sudah
spontan.
2.
Gambar 5.9 Lambang (-) di
kedua tangan Balian
(Dok. Zaini, 2016)
Tangan Lambang (-) pada
tangan ini juga dalam
bentuk pertahanan
sehingga apa yang
nanti balian sentuh
dan bawa pada saat
upacara ritual akan
menjadi media dalam
memberkati dan
mengobati apa yang
mereka papai.
Properti upacara yang
mereka bawa seperti
ringgitan, hujung
nasi, dan Gelang
Hyang.
3.
Gambar 5.10 Lambang (+) di
dada Balian
(Dok. Zaini, 2016)
Dada Lambang (+) yang
dioleskan pada dada
ini adalah cacak
burung. Lambang ini
bermakna adalah
bentuk perlawanan
dan pertahanan yang
maknanya adalah
tolak bala. Dioleskan
pada dada hal ini bagi
mereka di hati adalah
letak rohani bagi
makhluk hidup. Hal
ini dilakukan sehingga
tingkat rohaniah
mereka akan sampai
kepada mandiwata
(menyatukan roh diri
dengan roh adikodrati)
seperti leluhur dan
nenek moyang
(sangiang). Lambang
cacak burung ini
direpresentasikan
119
AKHMAD ZAINI, 2018 FUNGSI & PERAN TARI, SIMBOL & MAKNA DALAM UPACARA ARUH GANAL DI MASYARAKAT SUKU DAYAK MERATUS,KALIMANTAN SELATAN Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
menjadi perlawanan
terhadap roh-roh jahat
yang hendak masuk
pada diri balian.
4.
Gambar 5.11 Lambang (+) di
kaki Balian
(Dok. Zaini, 2016)
Kaki Lambang (+) pada
kedua kaki adalah
bentuk cacak burung.
Hal ini diartikan
bahwa mereka selama
satu malam suntuk
tidak akan merasa
lelah kakinya dalam
batandik (menari).
Dengan hentakan kaki
yang diberi lambang
ini sebenarnya juga
turut mengusir roh-roh
jahat yang datang
untuk mengganggu
kelangsungan upacara
ritual.
Tabel 5.2 Deskripsi uraian simbol kapur minyak
Dari penjabaran di atas dapat disimpulkan bahwa bakapur baminyak
merupakan prosesi dalam menyucikan diri, sehingga dianggap layak untuk
menjadi seorang balian yang akan melakukan upacara ritual tersebut. Bakapur
baminyak juga merupakan salah satu rias dalam syarat menjadi balian sehingga
memunculkan tanda ataupun simbol khusus yang menjadi makna pada setiap
bentuk dan warnanya. Jika tanda (-) minus merupakan simbol pertahanan
sedangkan tanda (+) plus merupakan simbol perlawanan. Jadi kedua simbol itu
digunakan sebagai bentuk pertahanan dan kekuatan diri dalam melawan segala
serangan yang akan dihadapi, baik serangan dari luar maupun dari dalam.
d. Batandik
Batandik adalah kegiatan menari dengan cara hentakan kecil yang
bertumpu pada kaki. Batandik ini dilakukan dengan mengelilingi panggung lalaya
sambil membaca wirid (mamangan) sambil mengikuti irama iringan kendal yang
dipukul oleh pinjulang. Properti yang dibawa sambil menari ini adalah gelang
120
AKHMAD ZAINI, 2018 FUNGSI & PERAN TARI, SIMBOL & MAKNA DALAM UPACARA ARUH GANAL DI MASYARAKAT SUKU DAYAK MERATUS,KALIMANTAN SELATAN Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
hyang yang digoncangkan pada tangan kanan, sedangkan tangan kirinya siap
menerima permintaan dari pinjulang nanti saat para balian sudah mencapai
rohani. Pada prosesi ini terbagi menjadi dua yaitu tandik mantah dan tandik
masak. Tandik mantah yaitu istilah yang mereka sebut sebelum berangkat menari.
Adapun tandik masak adalah berangkat untuk menari mengelilingi panggung
lalaya.
Tandik mantah yang berarti tarian belum matang. Matang tersebut
diistilahkan belum siap untuk dipetik atau dipenen. Maka dari itu, pada prosesi ini
dilakukan dengan cara duduk sambil bamamang yang menandakan dimulainya
membaca wirid dengan pertema, belum berdiri untuk menari mengelilingi
panggung lalaya. Para balian duduk disamping pinjulang atau istri mereka sambil
bamamang menghadap panggung lalaya. Setelah selesai membaca wirid
mamangan tadi barulah mereka berdiri untuk bersiap menari mengelilingi
panggung lalaya.
Tandik masak bermakna yaitu tarian matang. Masak berarti sudah siap
untuk dipanen atau dipetik, maka dilakukanlah batandik. Menari ini dilakukan
dengan mengelilingi panggung lalaya sambil membaca wirid mamangan tersebut
yang tiada putusnya. Membacanya pun tidak serentak sama, namun mereka bebas
membacanya laju lambatnya hal ini dikarenakan untuk mencapai titik rohani
mereka menyatu dengan para balian yang hadir. Batandik ini dimulai atau
dipimpin oleh Guru jaya dan di ikuti oleh para balian. Mereka menari sambil
memutari panggung lalaya dari kanan ke kiri sama seperti melawan arah jarum
jam. Hal ini sama seperti saat tawaf bagi agama Islam dalam umroh atau berhaji.
Bagi mereka, batandik ini bukan hanya mengagungkan sang pencipta dan
menghormati para leluhur namun juga merupakan usaha yang mereka lakukan
dalam mencari nafkah. Hal ini seiring dengan perputaran roda kehidupan,
sehingga bisa dikorelasikan sebagai putaran waktu yakni pagi, siang dan malam.
Mereka menganggap arah kanan sebagai jalan timur menuju barat yaitu arah
matahari terbit. Simbolisasi ini tercipta karena manusia berasal dari asal muasal
kejadian, begitu juga makhluk dan benda-benda yang lain pasti ada asal
muasalnya kejadian. Jadi disimbolkan arah matahari adalah sebagai kiblat pertama
121
AKHMAD ZAINI, 2018 FUNGSI & PERAN TARI, SIMBOL & MAKNA DALAM UPACARA ARUH GANAL DI MASYARAKAT SUKU DAYAK MERATUS,KALIMANTAN SELATAN Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
kalinya kehidupan ada yang berarti inti prosesi ini adalah kembali kepada yang zat
untuk mencapai rohani yang menyatu di tubuh mereka.
120
AKHMAD ZAINI, 2018 FUNGSI & PERAN TARI, SIMBOL & MAKNA DALAM UPACARA ARUH GANAL DI MASYARAKAT SUKU DAYAK MERATUS,KALIMANTAN SELATAN Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
No Foto Nama
Gerak
Keterangan Pola Lantai Analisis
1
Gambar 5.12 Tandik
mantah
(Dok. Zaini, 2016)
Tandik
Mantah
Tandik Mantah
ini dilakukan
dengan duduk
sambil membaca
mamangan wirid
dan
mengguncangkan
gelang hyang di
pinggiran ruang
laras menghadap
pada panggung
lalaya.
Sikap duduk sambil
memandang ke depan ini
berarti mengagungkan
panggung lalaya sembari
mengucapkan wirid dengan
harapan rohani sampai pada
tujuan. Tandik mantah ini
bermakna yaitu ibarat buah
yang masih mentah yang
artinya awal mula rohani
berangkat menuju alam para
balian dimana tema mamangan
yang dibaca. Membaca
mamangan wirid ini disambili
dengan membunyikan gelang
hyang yang berarti menyeru.
121
AKHMAD ZAINI, 2018 FUNGSI & PERAN TARI, SIMBOL & MAKNA DALAM UPACARA ARUH GANAL DI MASYARAKAT SUKU DAYAK MERATUS,KALIMANTAN SELATAN Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
2
Gambar 5.13 Tandik
masak
(Dok. Zaini, 2016)
Tandik
Masak
Tandik masak
dilakukan dengan
berangkat dari
tempat duduk dan
berjalan
mengelilingi
panggung lalaya
berlawanan jarum
jam. Berjalan ini
dilakukan dengan
menghentakan
kaki ke lantai
sesuai irama
iringan tabuhan
gandang dan
sambil
mengguncangkan
gelang hyang.
Tandik masak berarti matang
diibaratkan seperti buah yang
matang yang mempunyai arti
para balian sudah siap
melakukan pemujaan kepada
apa yang dipanggil
dimamangan wirid dengan
cara batandik (menari)
mengelilingi panggung lalaya.
Gerakan hentakan kaki dimulai
dengan kaki kanan ketika
berjalan adalah simbol bahwa
segala sesuatu harus diawali
dengan yang kanan karena
akan mendatangkan kebaikan
seperti mereka akan
kepahumaan, ketika turun dari
rumah mereka akan
melangkahkan kaki kanan
yang pertama. Mengelilingi
panggung lalaya berlawanan
arah jarum jam hal itu
dilakukan agar segala sesaji
yang dipersembahkan akan
diterima. Berputar
mengelilingi artinya
memusatkan pada satu titik
yang sama sehingga
122
AKHMAD ZAINI, 2018 FUNGSI & PERAN TARI, SIMBOL & MAKNA DALAM UPACARA ARUH GANAL DI MASYARAKAT SUKU DAYAK MERATUS,KALIMANTAN SELATAN Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
konsentrasi (khusyu) mereka
dapat rohani akan sampai pada
alamnya . mereka
menyebutnya dengan
marohani yang artinya rohnya
sampai bersatu pada zat yang
sama nur ilahi. Secara sains,
bahwa bumi bergerak
memutari matahari berlawanan
dengan jarum jam dalam
porosnya dilingkarang galaksi.
Bahkan aliran darah di dalam
tubuh manusia juga mengalir
berlawanan arah jarum jam
(http://id.wikipedia.org/wiki/ro
tasi_bumi). Berdasarkan
penjelasan tersebut, maka pola
lintasan gerak yang melingkar
memutari sesuatu oleh balian
adalah suatu satu kesatuan
yang utuh serta menyimbolkan
kehidupan yang terus berjalan
searah dengan putaran waktu.
Pola ini juga menjadi makna
pada setiap insan dalam
menjalani kehidupan bertumpu
pada ruang dan waktu.
123
AKHMAD ZAINI, 2018 FUNGSI & PERAN TARI, SIMBOL & MAKNA DALAM UPACARA ARUH GANAL DI MASYARAKAT SUKU DAYAK MERATUS,KALIMANTAN SELATAN Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
3
Gambar 5.14 Tandik
bahadap
Tandik
bahadap
Tandik bahadap
yaitu menari di
tempat sambil
berhadapan
dengan para
pinjulang.
Gerakan ini
dilakukan dengan
hentakan kaki
kanan dan kiri
secara bergantian
mengikuti ritme
tabuhan gandang
serta memutarkan
ringgitan pada
para pinjulang.
Tandik bahadap mempunyai
arti yaitu menari berhadapan
dengan pinjulang yang mana
nanti balian yang sudah
marohani (merasuk jiwa)
mereka dengan makhluk
adikodrati kedalam diri
mereka. Para balian ini akan
bertanya mengapa mereka
dipanggil ketempat ini, maka
dijawab oleh pinjulang karena
kita telah sampai pada
penghujung tahun, kita telah
menang, kita telah menunaikan
janji. Lalu balian berkata apa
buktinya? Lalu dijaab kembali
oleh pinjulang dengan
panggung didawat, panggung
ditulis, inilah ringgitan maka
diserahkan ke balian berupa
janur ringgitan. Pinjulang
berujar lagi memohon agar
diberkati hidupnya dan
keluarganya serta memohon
permintaan dari seluruh warga
yang hadir di dalam balai.
Maka didoakanlah oleh balian
124
AKHMAD ZAINI, 2018 FUNGSI & PERAN TARI, SIMBOL & MAKNA DALAM UPACARA ARUH GANAL DI MASYARAKAT SUKU DAYAK MERATUS,KALIMANTAN SELATAN Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
(Dok. Zaini, 2016) dengan mamangan (mantra)
sambil memutarkan ringgitan
kepada pinjulang dan
panggung lalaya. Hal itu
dilakukan kesetiap pinjulang
karena balian meminta bukti
kepada setiap keluarga, dan
setiap keluarga harus melayani
permintaan balian yang
diwakili oleh pinjulang.
Begitu juga dengan ketika
balian bertanya bukti kita telah
menang atau berhasil panen
pada tahun ini, maka
diserahkanlah nasi baruas
pada balian sambil
memintakan doa agar panen
tahun depan akan kembali
berhasil serta dijauhkan dari
marabahaya saat pergi ke
lading dan terhindar dari
segala penyakit tanaman baik
hama ataupun segala bentuk
musibah yang menyebabkan
gagalnya panen padi. Maka
balian pun bamamang sambil
batandik memutari lagi
panggung lalaya.
125
AKHMAD ZAINI, 2018 FUNGSI & PERAN TARI, SIMBOL & MAKNA DALAM UPACARA ARUH GANAL DI MASYARAKAT SUKU DAYAK MERATUS,KALIMANTAN SELATAN Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Setelah selesai, maka pada
putaran terakhir para balian
akan meletakkan nasi baruas
tersebut di atas panggung
lalaya.
Pada prosesi ini terdapat
simbol sosial terhadap apa
yang dilakukan oleh balian
dan pinjulang. Hubungan
antara balian dan pinjulang
adalah hubungan mikrokosmos
dengan dunia metakosmos,
antara dunia tengah dengan
dunia bawah dan dunia atas.
Pinjulang adalah sebagai
perantara atau perwakilan dari
masyarakatnya sehingga apa
yang akan disampaikan kepada
balian yang bertindak sebagai
dunia bawah dan dunia atas.
Maka pinjulang bertempat
duduk dipinggir ruang laras
dan pamatang yaitu ruang
perbatasan yang sakral dan
tidak sakral, dunia tengah
dengan dunia bawah, dunia
tengah dengan dunia atas.
Hubungan sosial ini tercipta
126
AKHMAD ZAINI, 2018 FUNGSI & PERAN TARI, SIMBOL & MAKNA DALAM UPACARA ARUH GANAL DI MASYARAKAT SUKU DAYAK MERATUS,KALIMANTAN SELATAN Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
dengan komunikasi antara
pinjulang dengan balian yang
sudah marohani. Dari
hubungan ini maka terciptalah
keseimbangan yang
diperantarai oleh sesajen dan
panggung lalaya sebagai
simbol religius. Segala sesuatu
yang bersifat gaib harus
dihadirkan dalam upacara
demi terciptanya
keharmonisan dengan semesta
(makrokosmos). Keadaan
dunia bawah dan dunia atas
lantas tidak dapat disatukan
layaknya seperti hitam dan
putih, dingin dan panas, dan
lain-lain. Sumardjo (2013,
hlm. 51) bahwa dualisme itu
tidak mungkin dipersatukan,
meskipun saling melengkapi
persatuan atau harmoni dua hal
yang bertentangan itu tidak
menyenangkan. Hal inlah yang
coba untuk dipraktikkan oleh
masyarakat suku Dayak
Meratus yang menganut
paham dualisme dalam filosofi
127
AKHMAD ZAINI, 2018 FUNGSI & PERAN TARI, SIMBOL & MAKNA DALAM UPACARA ARUH GANAL DI MASYARAKAT SUKU DAYAK MERATUS,KALIMANTAN SELATAN Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
masyarakat peramu
memisahkan yang hitam dan
putih pada tempatnya justru
itulah terciptanya harmoni.
Karena pasangan dualistic itu
merupakan pasangan
kebutuhan. Mereka
berhubungan dengan dunia
bawah para roh-roh makhluk
adikodrati dan dunia atas agar
hidup mereka di dunia
berdampingan secara
harmonis. Mereka percaya
bahwa apabila kita saling
menghargai sesama, baik
sesame makhluk yang nyata
maupun yang kasat mata maka
akan tercipta keseimbangan.
Komunikasi yang dibangun
oleh pinjulang dan balian
menjadi simbol bahwa
hubungan sosial bisa
memberikan keselarasan dan
keseimbangan yang
menyelamatkan mereka baik di
dunia maupun kelak di akhirat.
128
AKHMAD ZAINI, 2018 FUNGSI & PERAN TARI, SIMBOL & MAKNA DALAM UPACARA ARUH GANAL DI MASYARAKAT SUKU DAYAK MERATUS,KALIMANTAN SELATAN Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
4.
Gambar 5.15 Puja
Nining Bahatara
(Dok. Zaini, 2016)
Puja
Nini
Bahatara
Gerakan puja
Nining Bahatara
dilakukan dengan
meng-ukelkan
kedua tangan ke
hadapan
panggung lalaya.
Kaki kanan dan
kiri berhentak
secara bergantian
namun 2 kali
lebih cepat dari
hentakan normal.
Gerakan puja nining bahatara
dilakukan secara spotanitas
apabila rohani mereka ingin
melakukan tersebut pada setiap
putaran mengelilingi
panggung lalaya selama
proses batandik. Biasanya
gerakan ini dilakukan disela-
sela sambil berjalan memutari
panggung lalaya dan sambil
menghadap ke panggung
lalaya. Gerakan ini
disimbolkan bahwa para
balian mengagungkan dan
memuja sang hyang Nining
Bahatara. Menghadap
panggung lalaya merupakan
kiblat bagi mereka untuk
menuju rohani yang semakin
tinggi. Sehingga bukan diri
sendiri lagi yang bertindak
melainkan sudah pada
penyatuan dengan alam. Itulah
yang disebut marohani bagi
mereka.
Tabel 5.3 Deskripsi uraian gerak Batandik
129
AKHMAD ZAINI, 2018 FUNGSI & PERAN TARI, SIMBOL & MAKNA DALAM UPACARA ARUH GANAL DI MASYARAKAT SUKU DAYAK MERATUS,KALIMANTAN SELATAN Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
e. Manggalung
Setelah selesai, balian maka akan dilaksanakan manggalung yaitu prosesi
mengikat anak nasi (salah satu sesajen) di tihang ading. Prosesi ini dilakukan
oleh guru jaya yang mana setiap kepala keluarga diharuskan menyajikan
sesajen berupa anak nasi sebanyak 2 batang. Orang yang melakukan prosesi ini
disebut juga panggalung harung/ panggalung balai.
Gambar 5.16 Prosesi Manggalung
(Dok. Zaini, 2016)
3. Penutupan
Penutupan pada upacara ini adalah pamumpunan atau badudus yaitu
meminta ampun kepada sang Hyang Nining Batara atas apa yang telah terjadi
selama satu tahun ini. Prosesi terakhir ini dilakukan dalam upaya agar mendapat
ampunan, keridhaan, dan keselamatan, baik yang sudah terjadi maupun ditahun
yang akan datang. Pada prosesi ini dilakukan dengan cara membasuh tangan
dengan air hangat sebagai simbol bahwa air adalah benda yang suci, sehingga
dosa yang dilakukan bermula dari tangan menurut mereka, maka tanganlah yang
pertama harus di cuci atau disucikan. Lengkap sudah tahapan prosesi upacara
Aruh Ganal, maka ditutup dengan pemumpunan ini yang menandakan bahwa
ditutupnya upacara ritual ini.
130
AKHMAD ZAINI, 2018 FUNGSI & PERAN TARI, SIMBOL & MAKNA DALAM UPACARA ARUH GANAL DI MASYARAKAT SUKU DAYAK MERATUS,KALIMANTAN SELATAN Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Gambar 5.17 Prosesi Pamumpunan
(Dok. Zaini, 2016)
131
AKHMAD ZAINI, 2018 FUNGSI & PERAN TARI, SIMBOL & MAKNA DALAM UPACARA ARUH GANAL DI MASYARAKAT SUKU DAYAK MERATUS,KALIMANTAN SELATAN Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
B. Analisis Properti Upacara
Dalam melaksanakan upacara Aruh Ganal, maka diperlukan beberapa
peralatan atau properti yang menjadi syarat untuk melaksanakannya. Properti
tersebut digunakan agar upacara ritual tersebut bisa dijalankan. Jika alat tersebut
tidak disediakan, maka upacara ritual tersebut tidak bisa dijalankan atau dianggap
sah. Sudah tentu yang namanya upacara ritual memiliki ketentuan khusus yang
harus disediakan pada saat berlangsungnya aktivitas tersebut. Hal ini sejalan
dengan pendapat Soedarsono (2010, hlm. 126) bahwa pertunjukann ritual
memiliki ciri-ciri khas, yaitu diperlukannya tempat pertunjukan yang terpilih,
diperlukannya pemilihan hari serta waktu yang tertentu, diperlukan pemain yang
terpilih, diperlukan seperangkat sesaji, tujuan lebih penting daripada nilai estetis,
dan diperlukan busana yang khas. Keenam ciri-ciri tersebut ada ada upacara ritual
Aruh Ganal dimana properti tersebut telah ditentukan oleh keyakinan mereka.
Properti tersebut diantaranya adalah tarian, busana, musik, sesaji, dan tempat.
Berikut adalah pemaparan analisis properti upacara Aruh Ganal.
1. Analisis Tari Bakanjar dan Tari Batandik
Tarian yang terdapat pada upacara Aruh Ganal ada 2 yang dilakukan yaitu
tari bakanjar dan tari batandik. Kedua tarian ini dilakukan pada tahap pelaksanaan
upacara ritual. Tarian ini berbeda pelaksanaan waktunya yang berarti peran dan
fungsinya juga berbeda. Jika tari bakanjar dilakukan pada awal adalah sebagai
hiburan dalam menyambut para tamu undangan, tari batandik adalah sebagai
prosesi upacara intinya dimana para penari (balian) menjalin hubungan
komunikasi dengan makhluk adikodrati yang dihadirkan dalam upacara ritual.
Semua prosesi tersebut tentu dilakukan dengan niatan mendapatkan tujuan dari
upacara tersebut. Tari-tarian yang dilakukan tentu saja tidak secara aal-asalan
dilakukan, semua itu mengandung nilai budaya yang paling tinggi dari keyakinan
mereka. Melalui sebuah tarian bisa kita temukan simbol-simbol yang mempunyai
makna terselubung dalam kabut kebudayaan dan kepercayaan yang mereka anut.
132
AKHMAD ZAINI, 2018 FUNGSI & PERAN TARI, SIMBOL & MAKNA DALAM UPACARA ARUH GANAL DI MASYARAKAT SUKU DAYAK MERATUS,KALIMANTAN SELATAN Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Untuk menganalisisnya maka kita akan membedahnya satu-persatu. Berikut
adalah komponen-komponen dalam sebuah tarian yang akan dianalisis.
a. Fungsi tari
Fungsi tari merupakan salah satu sudut pandang untuk mengamati
tari-tarian yang ada dalam sebuah pertunjukan. Soedarsono (2010, hlm.
123), membagi fungsi tari sebagai pertunjukan primer yaitu: (1)
Pengamatan terhadap tari yang berfungsi sebagai upacara, (2) Pengamatan
terhadap seni tari yang berfungsi sebagai hiburan pribadi, dan (3)
Pengamatan terhadap tari yang berfungsi sebagai penyajian estetis. Dari
ketiga pernyataan tersebut didapat bahwa kedua tarian yang terdapat pada
upacara Aruh Ganal mempunyai perbedaan satu sama lain. Pada tari
bakanjar bertujuan sebagai penghibur bagi warga dan tamu undangan
yang hadir. Hal itu terlihat karena tarian ini dilakukan seluruh undangan
bisa menari bersama dengan warga masyarakat dalam balai. Keterlibatan
penikmatnya harus melibatkan diri dalam pertunjukan. Biasanya pada tari
tayuban, lenggeran, maupun ronggeng, disajikan oleh penari wanita,
sedangkan laki-laki adalah orang yang ingin mendapatkan hiburan. Sama
halnya dengan tari bakanjar yang menyajikannya adalah masyarakat suku
Dayak Meratus itu sendiri dan yang mendapat hiburannya adalah para
tamu undangan dalam memeriahkan upacara ini. Pertunjukan seperti ini
merupakan rasa kepuasan individu atau pelakunya saja. Oleh karena itu
jenis pertunjukan ini bisa dikategorikan sebagai seni yang harus dilibati
(art of participation) (Soedarsono, 2010, hlm. 124). Maka bisa
disimpulkan bahwa tari bakanjar berfungsi sebagai pertunjukan hiburan
pribadi.
133
AKHMAD ZAINI, 2018 FUNGSI & PERAN TARI, SIMBOL & MAKNA DALAM UPACARA ARUH GANAL DI MASYARAKAT SUKU DAYAK MERATUS,KALIMANTAN SELATAN Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Gambar 5.18 Tari Bakanjar
(Dok. Zaini, 2016)
Berbeda dengan tari batandik yang merupakan sebuah prosesi inti
dari sebuah upacara ritual yang dilangsungkan. Tarian ini digunakan untuk
memanggil makhluk adikodrati untuk memasuki jiwa mereka yang menari
sehingga rohani mereka telah sampai yang mereka sebut dengan
mandiwata. Pertunjukan ini ditujukan kepada penikmat para penguasa
dunia atas serta bawah., sedangkan manusia lebih mementingkan tujuan
upacara tersebut daripada menikmati bentuknya. Seni pertunjukan
semacam ini bukan hanya disajikan bagi manusia, tetapi harus dilibati (art
of participation) (Soedarsono, 2010, hlm. 123). Dari pemaparan tersebut
didapat bahwa tari batandik berfungsi sebagai sarana ritual. Hal ini
tercermin dari beberapa ciri-ciri ritual yaitu para penarinya yang terpilih
dan penikmatnya adalah dunia atas dan dunia bawah serta tidak
mementingkan nilai estetis. Artinya mereka hanya fokus pada tujuan
upacara agar sah dilaksanakan.
134
AKHMAD ZAINI, 2018 FUNGSI & PERAN TARI, SIMBOL & MAKNA DALAM UPACARA ARUH GANAL DI MASYARAKAT SUKU DAYAK MERATUS,KALIMANTAN SELATAN Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Gambar 5.19 Tari Batandik oleh para Balian
(Dok. Zaini, 2016)
b. Peran tari
Peran adalah suatu prilaku yang diharapkan oleh orang lain dari
seseorang yang menduduki status tertentu”. (Cohen, 1992, hlm. 76). Setiap
makhluk hidup memiiki perannya masing-masing dalam menjalankan
keseimbangan di dunia ini. Melalui peran, seseorang akan mengisi
kekosongan dan melengkapi satu sama lain. Begitu juga dalam upacara
ritual, setiap pelaku upacara memiliki tugas dan perannya masing-masing.
Dalam upacara Aruh Ganal, setiap pelaku upacara yang menjalankan
tugasnya dalam melaksanakan setiap prosesi ritual tentu ada perannya
masing-masing. Adapun peran yang diemban oleh pelaku upacara seperti
Guru jaya, balian, dan pinjulang.
Guru Jaya mempunyai peran sebagai pemimpin upacara. Hal ini
menjadikannya bertindak sebagai imam dalam melaksanakan berbagai
prosesi ritual. Segala aktivitas pelaksanaan upacara selalu dipimpin oleh
Guru jaya, hal ini dapat ditafsirkan bahwa Guru jaya adalah pemimpin
yang dipercaya oleh masyarakat dalam mengemban tugas untuk
berkomunikasi dengan tuhan dan makhluk adikodrati agar menyelamatkan
para warganya. Jika ada pemimpin maka ada orang yang berperan sebagai
pengikutnya. Pengikut ini dalam beribadah disebut dengan makmum.
Tugas dari makmum adalah mengikuti segala perkataan dan perbuatan
135
AKHMAD ZAINI, 2018 FUNGSI & PERAN TARI, SIMBOL & MAKNA DALAM UPACARA ARUH GANAL DI MASYARAKAT SUKU DAYAK MERATUS,KALIMANTAN SELATAN Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
yang dilakukan oleh pemimpin mereka (imam). Makmum ini dalam
upacara Aruh Ganal disebut balian. Mereka adalah laki-laki yang menjadi
umbun atau kepala keluarga dalam sebuah rumah tangga. Tiap-tiap kepala
keluarga ini akan menjadi balian pada saat upacara ritual berlangsung.
Mereka yang akan menjadi perantara komunikasi dengan makhluk
adikodrati. Hal ini menjadikan peran balian sebagai penguat dan
pendukung bagi pemimpin mereka (Guru jaya). Terakhir adalah pinjulang
yaitu para perempuan istri dari para balian yang memiliki tugas
memainkan iringin musik, melayani seluruh permintaan balian, dan
menyampaikan aspirasi dan permohonan masyarakat pada makhluk
adikodrati. Hal ini menjadikan pinjulang berperan sebagai pengantar atau
sarana penghubung antara dua dunia yaitu masyarakat (dunia nyata)
dengan balian yang telah dimasuki oleh makhluk adikodrati
(metakosmos). Komunikasi yang terhubung antara pinjulang dan balian
akan semakin jauh apabila mereka sudah memasuki tahap ruhani yang
tinggi. Hal ini sejalan dengan pendapat Liliweri (2003, hlm. 24) apabila
masuk ketahap tinggi, misalnya saling mengerti perasaan dan tindakan
bersama maka komunikasi tersebut masuk ke dalam tahap komunikasi
transaksional. Komunikasi jenis ini adalah proses pengiriman dan
penerimaan pesan yang berlangsung secara terus menerus dalam sebuah
episode komunikasi. Komunikasi ini berkaitan dengan tema dari upacara
ini sehingga mencapai dari suatu tujuan yang diharapkan oleh masyarakat
tersebut.
136
AKHMAD ZAINI, 2018 FUNGSI & PERAN TARI, SIMBOL & MAKNA DALAM UPACARA ARUH GANAL DI MASYARAKAT SUKU DAYAK MERATUS,KALIMANTAN SELATAN Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Gambar 5.20 Balian berkomunikasi dengan Pinjulang.
(Dok. Zaini, 2016)
Pada upacara Aruh Ganal ada terdapat 2 tarian yaitu tari bakanjar
dan tari batandik. Kedua tarian ini memiliki perannya dalam kelangsungan
acara upacara Aruh Ganal. Tarian ini menjadi salah satu prosesi yang
dilakukan secara pertahapan pelaksanaan. Jadi tarian tersebut sudah ada
pada letak waktunya, tempatnya dan pelakunya. Pada tarian bakanjar ini
dilakukan pada hari pertama dan di awal sebelum dimulainya upacara
ritual dalam menyambut para tamu undangan. Hal ini menjadikan tarian
bakanjar berperan sebagai pengantar untuk memasuki acara inti. Berbeda
dengan tari batandik yang merupakan prosesi puncak atau inti dari upacara
ritual ini. Melalui batandik, Guru jaya dan para balian bisa berkomunikasi
dengan makhluk adikodrati yang mandiwata kedalam jiwa mereka yang
nanti dilayani oleh pinjulang. Hal ini berarti tari batandik berperan sebagai
alat untuk mencapai titik rohani yaitu mandiwata dimana para makhluk
adikodrati akan merasuk masuk ke dalam jiwa Guru jaya dan para balian.
Secara keseluruhan peran penari ditarikan oleh laki-laki baik dalam
tari bakanjar dan batandik. Hal ini merupakan sebuah nilai budaya dimana
laki-laki yang boleh tampil di depan. Hal ini tercermin dari aktivitas
137
AKHMAD ZAINI, 2018 FUNGSI & PERAN TARI, SIMBOL & MAKNA DALAM UPACARA ARUH GANAL DI MASYARAKAT SUKU DAYAK MERATUS,KALIMANTAN SELATAN Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
batarah pada tahap persiapan dimana laki-laki yang berkerja ke hutan,
sedangkan perempuan mengerjakan pekerjaan di dalam balai.
c. Gerak tari
Salah satu unsur yang terpenting dalam sebuah tarian adalah gerak.
Melalui gerak seorang penari dapat mengekspresikan apa yang ingin
disampaikannya, apa yang ada dalam hatinya sehingga pesan tersebut
sampai pada yang melihat atau penikmatnya. Jika membedah suatu gerak,
maka diuraikan bagaimana bentuk dari gerak tersebut. Narawati (2003,
hlm. 20) mengatakan ada empat gerak yang dimiliki oleh tari, yaitu
locomotion (berpindah tempat), pure movement (gerak murni), gesture
(gerak maknawi), baton signal (gerak penguat ekspresi). Dari pernyataan
tersebut didapat bahwa empat gerak tersebut selalu ada di dalam tarian.
Hal inilah yang dicari dalam pembedahan gerak tari bakanjar, dan tari
batandik.
Tari bakanjar adalah sebuah pertunjukan tari hiburan pribadi
dimana penikmatnya adalah individunya. Tarian ini disuguhkan pada hari
pertama upacara Aruh Ganal, sekitar pukul 19.00 dimana para tamu
undangan sudah berdatangan. Tujuan tarian ini adalah sebagai pembuka
untuk memeriahkan pesta syukuran yang akan mereka lakukan yaitu
upacara ritual Aruh Ganal. Tarian ini dibuka oleh Guru jaya dan diikuti
oleh para peserta (warga dan tamu undangan) upacara khususnya para
laki-laki baik yang tua maupun yang muda. Tarian ini akan selesai apabila
tidak ada lagi yang menari atau merasa sudah lelah, maka tarian
dinyatakan telah selesai. Sebenarnya gerak pada tarian bakanjar terbilang
bebas, namun jika diamati dengan seksama, geraknya mempunyai motif
tertentu walaupun secara keseluruhan diimprovisasi oleh penarinya. Jika
lihat gerak tersebut mempunyai motif seperti burung yang berhentak-
hentak mengelilingi altar (panggung lalaya). Gerak tersebut
merepresentasikan burung yang menjaga panggung lalaya yang nanti
ditaruh hasil panen mereka untuk diaruhkan. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa tarian bakanjar memiliki makna burung yang menjaga ladang
138
AKHMAD ZAINI, 2018 FUNGSI & PERAN TARI, SIMBOL & MAKNA DALAM UPACARA ARUH GANAL DI MASYARAKAT SUKU DAYAK MERATUS,KALIMANTAN SELATAN Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
mereka. Lantas burung apakah yang menjadi manifestasi dalam tarian
bakanjar, burung tersebut adalah gaib. Mereka menyebutnya burung
tersebut sebagai jelmaan makhluk adikodrati. Dari pemaparan tersebut
dapat ditarik benang merah bahwa gerak tari bakanjar merupakan
manifestasi dari makhluk yang mereka agungkan (adikodrati). Hal itu
terrefleksi dari bentuk ukitan dari balai indung panggung lalaya.
Gambar 5.21 Ukiran burung di Balai Indung Panggung Lalaya
(Dok. Zaini, 2016)
Gerak yang dimanifestasikan dalam tarian bakanjar tersebut selain
menyambut para tamu yang hadir di dunia manusia, tarian ini juga
disimbolkan menyambut para tamu astral yang hadir di dalam balai.
Gerakan burung yang dipaktikkan oleh penarinya tidak selembut seperti
tari burung yang yang ada kebanyak di nusantara, namun disertai dengan
gerakan hentakan kecil, hal ini dikarenakan masyarakat Dayak Meratus
letak geografisnya berada di pegunungan yang memaksa mereka
melakukan aktivitas harus melalui medan turun dan naik. Hal ini sejalan
dengan pendapatnya Robert Linton (1936), “Teori Peran menggambarkan
interaksi sosial dalam terminologi aktor-aktor yang bermain sesuai dengan
apa-apa yang ditetapkan oleh budaya. Sesuai dengan teori ini, harapan-
harapan peran merupakan pemahaman bersama yang menuntun kita untuk
berperilaku dalam kehidupan sehari-hari”. Itulah sebabnya gerakannya
139
AKHMAD ZAINI, 2018 FUNGSI & PERAN TARI, SIMBOL & MAKNA DALAM UPACARA ARUH GANAL DI MASYARAKAT SUKU DAYAK MERATUS,KALIMANTAN SELATAN Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
penuh dengan hentakan kaki karena kebiasaan mereka yang berjalan
sehari-hari dalam melakukan aktivitas.
Gambar 5.22 Gerak Tari Bakanjar
(Dok. Zaini, 2016)
Tarian yang kedua adalah tari batandik, yaitu sebuah prosesi inti
atau puncak dari upacara Aruh Ganal. Tarian ini diiringi tabuhan pukulan
gandang dan mantra-mantra wirid yang diucapkan oleh Guru jaya dan
para balian. Setiap tema wirid ditentukan oleh Guru jaya selaku imam
dalam upacara ritual ini. Tarian ini dilakukan selama semalaman sampai
pagi pukul 10.00. Setiap tema wirid yang dibawakan memiliki beberapa
tahap yaitu tandik mantah, tandik masak, tandik hadap. Tiap-tiap tahapan
memiliki gerakan yang dinamis sehingga bisa dimaknakan bahwa lika-liku
kehidupan. Dalam sebuah karya seni, produknya terindera sebagai sesuatu
yang nampak hidup (Langer, 2006, hlm. 16). Tarian batandik ini
merupakan sebuah produk yang diekspresikan oleh segenap
masyarakatnya. Bentuk tarian ini bukan semata-mata tercipta semaunya,
namun terilhami oleh berbagai makhluk adikodrati yang mereka hormati
sehingga tervipta gerakan sedemikian rupa.
140
AKHMAD ZAINI, 2018 FUNGSI & PERAN TARI, SIMBOL & MAKNA DALAM UPACARA ARUH GANAL DI MASYARAKAT SUKU DAYAK MERATUS,KALIMANTAN SELATAN Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Gambar 5.23 Tahapan Tandik Mantah
(Dok. Zaini, 2016)
Tahapan yang pertama adalah tandik mantah. Dinamakan mantah
karena belum matang, hal ini bisa diibaratkan buah yang masih mentah
dan belum siap untuk dipetik. Sama halnya dengan tahapan ini, Guru jaya
membuka wirid diiringi oleh balian dimana mereka masih duduk di
pinggir ruang laras menghadap ke panggung lalaya. Sambil membaca
wirid, tangan mereka akan mengguncangkan properti tari yaitu gelang
hyang. Setelah membaca mamangan wirid yang dirasa cukup, maka Guru
jaya akan beranjak dari tempat duduk untuk melakukan tandik masak
diiringi oleh para balian, maka tahanpan ini sudah masuk pada tahapan
yang kedua. Tandik masak ini dilakukan dengan menari mengelilingi
panggung lalaya melawan arah jarum jam. Gerakan tandik masak ini
adalah seperti berjalan namun dengan hentakan kecil di kaki mengikuti
irama pukulan gandang. Sambil menari mengelilingi panggung lalaya,
gelang hyang dibawa ditangan kanan sambil digoncangkan. Hal ini
menjadi simbol penyeru bagi makhluk adikodrati bahwa penari
berkomunikasi dengan mereka. Gerak langkah kaki diawali dengan kaki
kanan yang berarti kanan adalah simbol kebaikan dan kemulian.
Mengelilingi panggung lalaya ini sebanyak jumlah umbun yang ikut
dalam upacara Aruh Ganal.
141
AKHMAD ZAINI, 2018 FUNGSI & PERAN TARI, SIMBOL & MAKNA DALAM UPACARA ARUH GANAL DI MASYARAKAT SUKU DAYAK MERATUS,KALIMANTAN SELATAN Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Gambar 5.24 Tahapan Tandik Masak
(Dok. Zaini, 2016)
Tahapan yang terakhir adalah tandik hadap, yaitu menari sambil
berhadapan dengan pinjulang. Disini Guru jaya dan para balian yang
sudah mandiwata akan menghampiri pinjulang dan menanyakan beberapa
pertanyaan dan mendoakan apa yang dihajatkan. Berikut adalah salah satu
rangkuman percakapan antara balian dan pinjulang. Balian bertanya“
mengapa aku dipanggil kesini?, ada perlu apa kalian memanggilku?”.
Kemudian pinjulang menjawab “karena kita sudah dipenghujung tahun,
kita telah mencapai kemenangan, telah menunaikan hajat janji.” Lalu
balian bertanya lagi “apa buktinya?”, lalu pinjulang menjawab “inilah
ringgitan, nasi baruas, panggung ditulis, panggung didawat, maka
doakanlah kami dan jaga selamatkanlah anak cucumu di dalam balai ini”
(wawancara dengan Damang Iswan, 13 Maret 2017). Seperti itulah salah
satu pembicaraan antara balian yang sudah mandiwata dengan pinjulang.
Sambil berbicara, lantunan inguh mamangan tetap terjaga selama
percakapan berlangsung. Hal ini menjadi simbol bahwa inguh mamangan
adalah pemikat bagi makhluk adikodrati untuk mencapai titik rohani
mandiwata. Gerakan yang dilakukan oleh penari selama percakapan selalu
menghentakkan kakinya dan diakhiri dengan gerakan mamapai tapung
142
AKHMAD ZAINI, 2018 FUNGSI & PERAN TARI, SIMBOL & MAKNA DALAM UPACARA ARUH GANAL DI MASYARAKAT SUKU DAYAK MERATUS,KALIMANTAN SELATAN Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
tawar menggunakan ringgitan ke arah pijulang yang meminta doakan.
Sesudah didoakan, maka balian akan berangkat kembali menari memutari
panggung lalaya. Mereka yang sudah mandiwata biasanya gerakannya
akan berubah menjadi sesakali menghadap ke panggung lalaya sambil
mengukelkan kedua tangannya dan menghentakkan yang berarti memuja
sanghyang Nining Bahatara. Gerakan ini dinamai gerakan puja Nining
Bahatara.
Gambar 5.25 Tahapan Tandik Hadap
(Dok. Zaini, 2016)
Dari ketiga tahapan tersebut didapat bahwa gerak tari batandik
merupakan gerak locomotion (gerak perpindahan) terutama pada tandik
mantah. Gerak berpindah ini dilakukan sambil memutari panggung lalaya
dengan gerakan hentakan kecil pada kedua kaki secara bergantian. Hal ini
merupakan cerminan kebiasaan dari faktor geografis masyarakat suku
Dayak Meratus yang tinggal di lereng pegunungan. Hentakan pada kaki ini
terrefleksi dari aktivitas mereka sehari-hari yang medannya turun naik.
Sama halnya dengan naik ataupun turun tangga, tenaga yang dibutuhkan
untuk berjalan pasti lebih besar ketimbang berjalan pada medan yang
datar. Hal inilah yang menjadikan gerak pada tari batandik menjadi
identitas dari suku Dayak Meratus. Hal ini sejalan dengan penyataan Hadi
(2005, hlm. 48) bahwa manusia primitif yang dicirikan dengan imajinasi
143
AKHMAD ZAINI, 2018 FUNGSI & PERAN TARI, SIMBOL & MAKNA DALAM UPACARA ARUH GANAL DI MASYARAKAT SUKU DAYAK MERATUS,KALIMANTAN SELATAN Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
mistis dan magis,banyak dipenuhi dengan tindakan konkritberupa bentuk
ritual, dan semua motif dasaryang ada pada tindakan itu adalah proyeksi
dari kehidupan mereka. Selain dari tandik masak, seperti tandik masak,
tandik hadap, dan puja nining bahatra merupakan gerak gesture
(maknawi). Gerakan ini mempunyai arti atau makna yang menisyaratkan
mereka untuk tujuan tertentu. Seperti tandik masak dilakukan berduduk
sambil membaca mamangan wirid menghadap panggung lalaya, hal itu
dimaknakan agar mereka menuju satu titik agar fokus dan khusyu dalam
menjalankan ritual ini. Gerak yang lain seperti tandik hadap dalam
memutarkan ringgitan di atas kepala pinjulang adalah bentuk
pemberkatan, persetujuan, penerimaan akan hajat yang diajukan oleh
pinjulang yang mewakili seluruh masyarakat. Terakhir adalah gerak puja
Nining Bahatara yang dilakukan oleh Guru jaya dan para balian dengan
cara mengukelkan kedua tangan menghadap panggung lalaya. Gerakan ini
biasanya terjadi pada diri mereka yang sudah mandiwata bermakna
sebagai bentuk sembah dan puja terhadap Nining Bahatara.
Gambar 5.26 Tahapan Puja Nining Bahatara
(Dok. Zaini, 2016)
d. Pola lantai
Menurut soedarsono (1975, hlm. 4) menyatakan bahwa pola lantai
(floor design) adalah garis-garis di lantai yang dilalui oleh seorang penari,
atau garis-garis di lantai yang dibuat oleh formasi penari pasangan atau
144
AKHMAD ZAINI, 2018 FUNGSI & PERAN TARI, SIMBOL & MAKNA DALAM UPACARA ARUH GANAL DI MASYARAKAT SUKU DAYAK MERATUS,KALIMANTAN SELATAN Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
pun kelompok. Secara garis besar ada dua pola garis dasar pada lantai
yaitu garis lurus dan garis lengkung. Garis lurus dapat dibuat ke berbagai
arah yaitu ke arah depan, ke kanan, ke kiri, ke belakang, atau serong. Garis
lengkung dapat dibuat lengkung ke depan, ke belakang, ke samping, dan
serong. Dari dasar lengkung ini dapat pula dibuat desain lengkung ular,
lingkaran, angka delapan, juga spiral. Desain lantai yang terbentuk dari
tari batandik adalah berbentuk lingkaran karena pada prosesinya mereka
mengelilingi altar (panggung lalaya) yang ada di tengah ruangan.
Sumardjo (2014;67) bentuk lingkaran bagian atas mendongak kelangit,
tanpa batas dan tak jelas mana ujung mana pangkalnya diibaratkan
kesempurnaan surgawi, langit yang tak dapat ternilai untuk diungkapkan,
sehingga pada pernyataan inilah lingkaran yang pada pola lantai ini di
maknai sebgai ucapan rasa syukur atas segala yang telah diberikan Tuhan.
Gambar 5.27 Pola lintasan penari pada tari bakanjar dan batandik
(Dok. Zaini, 2016)
Pola lintasan ini merupakan pola yang terjadi pada tari-tarian
primitif yang berpusat pada satu titik dimana mereka meyakini bahwa titik
itu adalah sumbu bumi. Sama seperti yang terjadi pada agama Islam saat
berhaji yang memutari Ka’bah. Perputarannya pun melawan arah jarum
145
AKHMAD ZAINI, 2018 FUNGSI & PERAN TARI, SIMBOL & MAKNA DALAM UPACARA ARUH GANAL DI MASYARAKAT SUKU DAYAK MERATUS,KALIMANTAN SELATAN Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
jam. Pada prosesi tari batandik, mengelilingi panggung lalaya berlawanan
arah jarum jam hal itu dilakukan agar segala sesaji yang dipersembahkan
akan diterima. Formasi koreografi acapkali dalam deretan-deretan serta
berurutan. Lingkaran-lingkaran besar yang ada di dalamnya para penari
menghadap ke pusat atau bergerak maju dalam urutan melingkar, serta
urutan-urutan yang bergerak dalam perjalanan seperti ular (Holt, 2000,
hlm. 117). Berputar mengelilingi artinya memusatkan pada satu titik yang
sama sehingga konsentrasi (khusyu) mereka dapat rohani akan sampai
pada alamnya. mereka menyebutnya dengan marohani yang artinya
rohnya sampai bersatu pada zat yang sama nur ilahi. Secara sains, bahwa
bumi bergerak memutari matahari berlawanan dengan jarum jam dalam
porosnya dilingkarang galaksi. Bahkan aliran darah di dalam tubuh
manusia juga mengalir berlawanan arah jarum jam
(http://id.wikipedia.org/wiki/rotasi_bumi). Berdasarkan penjelasan
tersebut, maka pola lintasan gerak yang melingkar memutari sesuatu oleh
balian adalah suatu satu kesatuan yang utuh serta menyimbolkan
kehidupan yang terus berjalan searah dengan putaran waktu. Pola ini juga
menjadi makna pada setiap insan dalam menjalani kehidupan bertumpu
pada ruang dan waktu. Berbagai bentuk lingkaran yang ada menyiratkan
sebuah makna kesatuan atau keutuhan antara diri manusia dengan alam
(Wijaya, 2012). Melalui kesatuan atau keutuhan tersebut akan
menghasilkan pertemuan yang diharapkan yaitu mencapai kesuburan baik
bagi benih padi yang ditanam maupun bagi manusia itu sendiri.
2. Analisis Busana
Selain rias tentu harus ada yang namanya kostum ataupun busana yang
digunakan dalam melakukan upacara. Hal ini merupakan salah satu syarat khusus
yang tak kalah penting dalam melaksanakan upacara ritual. Seperti yang
diutarakan oleh (Soedarsono, 2001, hlm. 122 – 126) busana merupakan satu
diantara keenam ciri-ciri khusus seni pertunjukan yang bersifat ritual. Para balian
dan pinjulang juga mempunyai pakaian khusus yang ditentukan dalam upacara
ritual. Tidak sah apabila ketentuan tersebut tidak dilakukan dengan semestinya.
146
AKHMAD ZAINI, 2018 FUNGSI & PERAN TARI, SIMBOL & MAKNA DALAM UPACARA ARUH GANAL DI MASYARAKAT SUKU DAYAK MERATUS,KALIMANTAN SELATAN Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Seperti pakaian beribadah dalam agama yang lain juga tentu ada ketentuannya. Di
agama Islam jika hendak shalat maka hendaklah ia menutup auratnya. Jika di
agama Kristen ketika sembahyang di gereja Pendeta wajib memakai jubah. Jika
di agama Hindu ketika sembahyang mereka akan memakai udeng, kain kamen,
dan baju putih. Begitu juga di kepercayaan Kaharingan Dayak Meratus juga
mempunyai ketentuan dalam berbusana untuk upacara adat yang sakral. Ada
beberapa pakaian yang wajib dikenakan ada juga yang hanya sekedar boleh
digunakan dan tidak apa apa digunakan. Beberapa yang wajib bagi balian
diantaranya adalah laung, babat, selendang putih, dan tapih bahalai. Adapun
untuk perempuan sebagai pinjulang yang dianggap sebaiknya adalah kebaya dan
tapih bahalai. Peneliti disini melihat fenomena dua jenis pelaku berdasarkan
busananya pada saat pelaksanaan upacara baik balian dan pinjulang. Peneliti
disini menyebutnya dengan balian tuha dan balian ajaran, begitu juga dengan
pinjulang. Kedua jenis tersebut merupakan perbedaan ditunjukan secara visual
dengan busana yang dipakainya. Berikut adalah penjabaran bagaimana busana
yang dikenakan pada saat upacara ritual Aruh Ganal.
No Busana Keterangan Penjelasan
1
Gambar 5.28 Balian memakai
Laung
(Dok. Zaini, 2016)
Laung adalah
ikat kepala yang
terbuat dari
sehelai kain 1
meter x 0,5
meter yang
diikatkan
mengelilingi
kepala balian
setelah
lilitannya dirasa
cukup maka
diikat dibagian
belakangnya
Penutup kepala
yang berupa
kain diikatkan
ini bernama
laung. Laung ini
merek percaya
bahwa segala
ingatan dan
hapalan
mamangan
wirid tidak
bakal lupa
sehingga dijaga
dalam kepala
para balian.
Dengan ingat
dan fasih segala
mamangan
wirid tersebut,
maka balian
147
AKHMAD ZAINI, 2018 FUNGSI & PERAN TARI, SIMBOL & MAKNA DALAM UPACARA ARUH GANAL DI MASYARAKAT SUKU DAYAK MERATUS,KALIMANTAN SELATAN Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
tidak akan
pernah lelah
dalam batandik.
Hal ini berarti
laung tersebut
merupakan
simbol penjaga
ingatan hapalan
mamangan,
ilmu balian,
ilmu
kepercayaan,
dan lain-lain.
Mereka percaya
bahwa segala
ilmu ini hidup
dalam diri
balian yang
berregenerasi
secara turun-
temurun. Oleh
sebab itu maka
mereka tidak
mempunyai
kitab suci yang
pada setiap
agama
memilikinya.
2
Gambar 5.29 Balian memakai
Babat Pinggang
Babat pinggang
adalah ikat
pinggang yang
berguna untuk
menahan tapih
dan selendang
putih. Ikat
pinggang ini
Babat
pinggangyang
berarti ikat
pinggang
sebenarnya jika
dilihat secara
fungsional maka
gunanya adalah
untuk penahan
tapih bahalai
dan selendang
putih. Dulu ikat
pinggang ini
mereka
menggunakan
tali namun
seiring
berkembangnya
148
AKHMAD ZAINI, 2018 FUNGSI & PERAN TARI, SIMBOL & MAKNA DALAM UPACARA ARUH GANAL DI MASYARAKAT SUKU DAYAK MERATUS,KALIMANTAN SELATAN Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
(Dok. Zaini, 2016)
zaman, maka
ikat pinggang
yang modern
dianggap yang
paling nyaman
digunakan dan
praktis makanya
digunakanlah
ikat pinggang
yang model
sekarang.
3.
Gambar 5.30 Balian memakai
Tapih Bahalai
(Dok. Zaini, 2016)
Tapih Bahalai
adalah kain
panjang yang
biasa kita sebut
dengan sarung.
Kain ini
mempunyai
panjang 1 meter
x 50 cm.
Dikenakan
dipinggang
dilipat hingga
menutupi bagian
pinggan sampai
lutut.
Tapih bahalai
ini mereka
percaya adalah
lambang dari
penganut iman
kaharingan.
Diceritakan
pada zaman
dulu nenek
moyang mereka
dahulu hanya
memakai kain.
Laki-laki
memakainya
sampai selutut,
sementara
perempuan
memanjang
sampai mata
kaki.
4.
Selendang putih
adalah kain
putih yang
diikatkan
melingkari
pinggang dan
ujungnya di
sebelah kanan
dan kiri
Selendang putih
ini dipakai
melilit pinggang
disimbolkan
merupakan
lambang batin
nan suci.
Dikucir dikiri
dan kanan
merupakan
simbol bahwa
balian adalah
pribadi yang
jujur tidak
memihak pada
satu sisi, dapat
149
AKHMAD ZAINI, 2018 FUNGSI & PERAN TARI, SIMBOL & MAKNA DALAM UPACARA ARUH GANAL DI MASYARAKAT SUKU DAYAK MERATUS,KALIMANTAN SELATAN Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Gambar 5.31 Balian memakai
selendang putih
(Dok. Zaini, 2016)
dipercaya, dan
tidak merugikan
sesama maupun
lingkungan.
Balian selalu
mendatangkan
kebaikan.
5.
Gambar 5.32 Baju dan celana
yang dipakai Balian
(Dok. Zaini, 2016)
Baju dan Celana
yang dipakai
dapat dikatakan
bebas yang
penting bersih
dari kotoran.
Baju dan celana
yangdipakai
sebenarnya
adalah yang
terbaik dan
bagus yang
mereka punya.
Pakaian yang
satu ini bebas
dikenakan baik
dari bentuknya
dan coraknya,
hsaja harus
bersih dan bagus
karena ini
merupakan
upacara yang
sakral.
Tabel 5.4 Deskripsi uraian kostum yang dipakai oleh balian tuha
Berdasarkan pemaparan tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa kostum para
penari (balian) ada yang diwajibkan memakai dan ada yang dibebaskan, baik dari
segi warna maupun pemakaiannya. Balian yang hadir pada upacara ini ada terbagi
dua jenis yaitu balian tuha dan balian ajaran. Kedua balian ini mempunyai peran
yang sama namun bagi balian ajaran setidaknya ilmunya masih belum sempurna
seperti balian tuha. Kedua jenis balian dapat dibedakan dari pakaian upacaranya
yaitu pada laungnya. Jika laungnya pada balian tuha memakai kain yang
diikatkan di kepala, berbeda dengan balian ajaran yang biasanya masih
menggunakan penutup kepala biasa, mereka menggunakan peci sebagai penutup
kepalanya. Wawancara dengan Damang Ayal (13 Maret 2017) mengatakan
bahwa. “balian ajaran bisa hatam, apabila sudah tuntung mangaji dan diijazahi
150
AKHMAD ZAINI, 2018 FUNGSI & PERAN TARI, SIMBOL & MAKNA DALAM UPACARA ARUH GANAL DI MASYARAKAT SUKU DAYAK MERATUS,KALIMANTAN SELATAN Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
lawan laung yang sebagai tanda bahwa inya balian tuha sudah.” Artinya balian
ajaran bisa khatam, apabila sudah selesai mengaji atau belajar dan diberi ijazah
berupa laung sebagai tanda bahwa dia menjadi balian tuha.
Gambar 5.33 Laung di kepala Balian ajaran
(Dok. Zaini, 2016)
Selain busana balian, busana pinjulang juga mempunyai tingkatan dalam
busananya. Peneliti juga membagi menjadi 2 kategori untuk pinjulang ini. Berikut
adalah penjabaran bagaimana busana yang dikenakan oleh pinjulang pada saat
upacara ritual Aruh Ganal.
No Busana Keterangan Penjelasan
151
AKHMAD ZAINI, 2018 FUNGSI & PERAN TARI, SIMBOL & MAKNA DALAM UPACARA ARUH GANAL DI MASYARAKAT SUKU DAYAK MERATUS,KALIMANTAN SELATAN Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
1.
Gambar 5.34 Baju Pinjulang Tuha
(Dok. Zaini, 2016)
Baju yang
digunakan oleh
para pinjulang
sebenarnya
tidak ada
ketentuan baik
itu dari segi
bentuk dan
warna namun
hanya baju
tersebut bersih
dan bagus.
Pakaian yang
digunakan oleh
pinjulang tuha
merupakan baju
yang dianggap
paling bagus
dan baik untuk
digunakan pada
saat upacara
ritual. Mereka
beranggapan
bahwa untuk
melaksanakan
upacara maka
harus
mengenakan
yang bagus
pula.
2.
Gambar 5.35 Tapih Pinjulang
Tuha
(Dok. Zaini, 2016)
Tapih adalah
kain panjang
yang dikenakan
sebagai penutup
bagian anggota
bawah badan.
Panjang kain ini
2 meter x 1
meter dan
berbentuk
persegi panjang.
Para pinjulang
tuha
diidentikkan
memakai tapih
ini karena
hanya pinjulang
yang
mempunyai
ilmu tinggi dan
sanggup
mengiringi
balian yang
dimemakai
tapih. Tapih ini
dimaknai
sebagai
perempuan
yang dapat
menjaga
martabat dalam
keluarga dan
menjadi
pelengkap
pendamping
kepala
keluarga.
Tabel 5.5 Deskripsi uraian kostum pinjulang tuha
152
AKHMAD ZAINI, 2018 FUNGSI & PERAN TARI, SIMBOL & MAKNA DALAM UPACARA ARUH GANAL DI MASYARAKAT SUKU DAYAK MERATUS,KALIMANTAN SELATAN Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Selain balian, pinjulang juga ada yang ajaran. Kedua pinjulang ini memiliki
perbedaan dalam penampilan busana yang dikenakan pada saat upacara ritual.
Berikut adalah pemaparan kostum yang digunakan oleh pinjulang ajaran.
No. Busana Keterangan Penjelasan
1.
Gambar 5.36 Baju Pinjulang
ajaran
(Dok. Zaini, 2016)
Baju yang
digunakan
oleh
pinjulang
ajaran juga
sama dengan
pinjulang
tuha yaitu
tidak ada
ketentuan
khusus.
Hanya saja
baju tersebut
harus bersih
dan dianggap
paling bagus.
Baju yang pakai
oleh pinjulang
ajaran adalah
baju keseharian
bagi baik di
rumah maupun
saat keluar rumah.
Baju ini menjadi
simbol bahwa
busana tersebut
cerminan dari
kehidupan sehari-
hari bagi mereka.
Nilai dari pakaian
mereka ini adalah
kesederhanaan
yang berarti
seorang pinjulang
adalah korelasi
antara masyarakat
dengan para
balian.
153
AKHMAD ZAINI, 2018 FUNGSI & PERAN TARI, SIMBOL & MAKNA DALAM UPACARA ARUH GANAL DI MASYARAKAT SUKU DAYAK MERATUS,KALIMANTAN SELATAN Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
2.
Gambar 5.37 Celana Pinjulang
ajaran
(Dok. Zaini, 2016)
Busana
Bawahan
pinjulang
ajaran
menggunakan
celana yang
bisa dibilang
bebas. Celana
tersebut yang
penting harus
bersih dan
dianggap
bagus.
Bawahan yang
digunakan oleh
pinjulang ajaran
justru menjadi
pembeda dengan
pinjulang tuha
yang
menggunakan
tapih. Pinjulang
ajaran bebas
menggunakan
bawahan.
Tabel 5.6 Deskripsi uraian kostum pinjulang ajaran
Dari paparan di atas terdapat ketentuan pakaian ataupun busana yang dipakai
pinjulang tuha. Berbeda dengan pinjulang ajaran yang masih menggunakan
pakaian keseharian yang terlihat mempunyai kebebasan dalam berbusana untuk
menjadi pinjulang. Busana yang digunakan oleh masyarakat suku Dayak Meratus
terlihat seperti pakaian yang mereka kenakan sehari-hari. Adapun busana yang
wajib digunakan hanya dikenakan oleh para balian, namun hanya beberapa saja.
Walau terkesan seperti pakaian sacara umum, namun pakaian khusus tersebut
menjadi simbol strata sosial yang ada di lingkungan mereka. Morris (1977, hlm.
231) mengatakan bahwa setiap busana atau kostum mempunyai cerita seputar
pemakaiannya. Busana dapat memberikan gambaran mengenai peran sosial dan
sikap mereka terhadap budaya dimana mereka tinggal. Pernyataan tersebut sejalan
dengan keadaan masyarakat suku Dayak Meratus yang memakai busana
keseharian mereka saat upacara ritual, karena dianggap mewakili peran mereka
dalam menjalani roda kehidupan. Hal itu pula yang dianggap mempunyai
keterikatan dengan gerak tariannya yang memutar mengelilingi panggung lalaya
154
AKHMAD ZAINI, 2018 FUNGSI & PERAN TARI, SIMBOL & MAKNA DALAM UPACARA ARUH GANAL DI MASYARAKAT SUKU DAYAK MERATUS,KALIMANTAN SELATAN Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
yang berarti menjalani roda kehidupan. Balian dan pinjulang sebenarnya
berpakaian dengan busana yang menunjukkan kebebasana dalam berbusana.
Busana yang mereka pakai adalah busana keseharian mereka baik di dalam rumah
maupun di luar rumah. Mereka memakai busana tersebut karena bagi mereka
busana tersebut nyaman dan enak dipakai. Hal ini sejalan dengan (Morris, 1977,
hlm. 213) bahwa busana yang dipakai oleh pelaku upacara berdasarkan comfort.
Pada busana laki-laki, intinya mereka dianggap balian apabila memakai laung,
babat pinggang, tapih bahalai, dan selendang putih. 4 item tersebut diwajibkan
dipakai oleh balian, sehingga mereka bias dianggap sah untuk menjadi pelaku
dalam upacara ritual Aruh. (Wawancara dengan Damang Ayal 18 Oktober 2016)
mengatakan bahwa.
“Balian harus mamakai laung, babat pinggang, tapih bahalai, wan
selendang putih. Kaampartnya ada artinya, laung itu supaya kita hapal
mamangan, babat gasan maikat tapih wan selendang, tapih sebagai
lambang kita baiman lawan kaharingan, wan selendang putih sebagai
lambang kebaikan.
Artinya Balian harus memakai laung, babat pinggang, tapih bahalai, dan
selendang putih. 4 macam item tersebut memiliki makna, laung sebagai penutup
kepala agar hapalan mamangan wirid tidak luntur, babat pinggang menjadi
simbol penghubung antara diri balian dengan simbol yang ada pada tapih bahalai
dan selendang putih. Tapih bahalai merupakan simbol bahwa mereka memegang
teduh kepercayaan Kaharingan, sedangkan selendang putih bermakna kebaikan,
tulus, jujur. Kedua busana tersebut diikat dengan babat di pinggang sehingga
balian disimbolkan memegang teguh kepercayaan Kaharingan dan mendatangkan
kebaikan, kejujuran, dan keseimbangan antara manusia, makhluk hidup dan alam.
Berbeda halnya dengan pinjulang, mereka hanya menamakan diri dengan
yang sudah tuha dan ajaran. Tuha artinya tua, berarti pinjulang tersebut sudah
memasuki usia senja, hal itu terlihat mereka sudah mempunyai cucu, sedangkan
pinjulang ajaran adalah perempuan yang baru menikah dan hanya memiliki anak.
Mereka sepakat bahwa para pinjulang tuha memakai tapih dan para pinjulang
ajaran memakai pakaian bebas yang penting bersih dan dianggap paling bagus.
Busana tersebut dipakai oleh para pinjulang merupakan simbol dari
kesederhanaan hidup mereka. Hal ini tergambar dari busana yang dipakai adalah
155
AKHMAD ZAINI, 2018 FUNGSI & PERAN TARI, SIMBOL & MAKNA DALAM UPACARA ARUH GANAL DI MASYARAKAT SUKU DAYAK MERATUS,KALIMANTAN SELATAN Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
pakaian sehari-hari bagi mereka. Kesederhanaan tersebut direfleksikan oleh
masyarakat suku Dayak Meratus dalam memperlakukan alam seperti tidak pernah
mengambil hasil hutan secara besar-besaran, karena mereka berkeyakinan bahwa
keserakahan akan menjerumuskan mereka pada kesengsaraan.
3. Analisis Properti tari
a. Gelang Hyang
Properti yang digunakan pada saat menari adalah galang hyang
yaitu sejenis besi kuningan yang dibuat berbentuk kue donat yang terdiri
dari 3 batang. Gelang ini tidak dipakai seperti gelang yang dimasukkan
pada pergelangan tangan, namun hanya dipegang pada telapak tangan
sambil digoncangkan. Tiap Balian harus mempunyai galang hyang ini
untuk dipakai saat batandik. Galang Hyang ini dipakai dengan cara
memasukkan pada ke telapak tangan sehingga empat buah jari masuk pada
bagian lingkaran gelangnya, sedangkan ibu jari tetap di luar gelang.
Dengan menggoncangkannya, gelang akan berbunyi. Gerak goncangan
gelang hyang ini seirama dengan jatuhnya hentakan kaki saat Balian
batandik. Gelang Hyang ini dianggap sebagai penyeru jika di Islam
dikatakan Allahu Akbar lewat gelang hyang ini menyerukannya. Ada 3
bilah gelang hyang yang digunakan, hal ini tentu bukan semata-mata
kebetulan atau hanya ingin bunyinya lebih keras terdengar. Ketiga gelang
ini dibawa oleh balian sambal batandik dengan harapan rohaninya bias
mencapai pada tingkat yang diinginkan. 3 bilah ini digoncangkah di
tangan kanan dengan membentuk empat jari tangan yaitu telunjuk, tengah,
manis, dan kelingking dengan merapatkannya dan memasukkan lubang
gelang tersebut. Jika diperhatikan dan diartikan hal ini merupakan simbol
kesuburan. Gelang hyang yang berbentuk bulat (yoni) perempuan dibawa
dengan meruncingkan tangan kanan yang berbentuk (lingga) laki-laki.
Aktivitas ini melahirkan persandingan antara laki-laki dan perempuan
yang merupakan simbol kesuburan. Mereka menyebutnya sebagai seruan
yang berarti doa untuk 3 dunia. Hal itu dimanifestasikan pada 3 bilah
gelang tersebut bertumpuk, dimana yang paling atas adalah seruan untuk
156
AKHMAD ZAINI, 2018 FUNGSI & PERAN TARI, SIMBOL & MAKNA DALAM UPACARA ARUH GANAL DI MASYARAKAT SUKU DAYAK MERATUS,KALIMANTAN SELATAN Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
dunia atas, yang tengah adalah seruan untuk dunia tengah, dan paling
bawah adalah seruan untuk dunia bawah. Dengan menyeru 3 dunia
tersebut, masyarakat suku Dayak Meratus mengharapkan dengan seruan
ini akan tercipta kesuburan bagi tanaman mereka kelak dimasa yang akan
datang.
Gambar 5.38 Properti Tari Galang Hyang
(Dok. Zaini 2016)
b. Ringgitan
Ringgitan adalah sebuah properti tari yang digunakan oleh para
balian dalam tarian batandik. Ringgitan ini terbuat dari pucuk daun enau
dan beberapa bunga-bungaan. Ringgitan ini digunakan sebagai lambang
kesucian sehingga dianggap mewakili doa dan pemberkatan bagi seluruh
masyarakat suku Dayak Meratus. (Wawancara dengan Damang Ayal, pada
tanggal 10 Meret 2017) “tiap-tiap umbun manyadiakan ringgitan supaya
kawa didoakan oleh balian”. Artinya tiap-tiap kepala keluarga harus
menyediakan ringgitan agar bisa didoakan oleh para balian. Jika diamati
pernyataan tadi bahwa ringgitan merupakan benda suci yang bersifat
157
AKHMAD ZAINI, 2018 FUNGSI & PERAN TARI, SIMBOL & MAKNA DALAM UPACARA ARUH GANAL DI MASYARAKAT SUKU DAYAK MERATUS,KALIMANTAN SELATAN Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
magis sebagai penghantar doa oleh balian kepada seluruh masyarakat. Hal
ini diyakini karena pucuk daun enau dan bunga-bungaan merupakan titisan
dari air mata Nining bahatara.
Ringgitan tersebut terdiri dari daun pucuk enau, bunga jengger
merah, bunga kemangi (baubau) dan bunga gemintir (telekan). Dari
komposisi tersebut jika digabungkan, maka menjadi ringgitan. Semua
tanaman tersebut mereka keramatkan, karena merupakan representasi dari
kemuliaan. Seperti daun pucuk enau adalah sebuah simbol dari permulaan
dimana mereka sebut sebagai awal mula dari akhiran. Maksudnya adalah
mereka berharap setelah upacara ini sebagai manifestasi kelahiran baru
dalam wujud bercocok tanam musim yang baru. Mereka menyebutnya
dengan mahanyari banih (memperbaharui padi). Adapun Bunga-bunga
tersebut mereka sebut dengan kambang mangit yaitu bunga yang ditanam
oleh para Bumburajabalian di langit sebagai tanaman obat. Oleh sebab itu
dalam ringggitan bunga tersebut disertakan diharapkan waktu dipapaikan
pada panggung lalaya maupun pinjulang diharapkan yang dipapaikan
mendapat kesehatan lahir dan batin juga menjadi terlahir fitrah.
158
AKHMAD ZAINI, 2018 FUNGSI & PERAN TARI, SIMBOL & MAKNA DALAM UPACARA ARUH GANAL DI MASYARAKAT SUKU DAYAK MERATUS,KALIMANTAN SELATAN Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Gambar 4.39 Foto Ringgitan dipakai Balian
(Dok. Zaini, 2016)
4. Analisis Iringan Musik
Alat musik yang digunakan dalam pelaksanaan upacara ritual ini adalah
gandang yaitu merupakan alat musik perkusi yang bersifat ritmis sebagai
penggiring upacara. Musik menjadi roh dalam sebuah tarian sebagai penggiring
ritme dalam gerak tarian. Awalnya terdapat banyak sebenarnya alat musik yang
digunakan dalam upacara ritual Dayak Meratus seperti gandang, gong, sarunai,
kuriding dan lain-lain. Namun yang dapat bertahan hanya gandang sampai
sekarang dipakai dalam upacara ritual adat. Dikatakan oleh Damang Ayal. “karna
yang tukang ulah gongnya kadada lagi lawan paniup sarunainya kadadaan lagi
makanya kada dipakai lagi.” Artinya orng yang membikin gong sudah tidak ada
lagi dan peniup sarunai tersebut tidak ada lagi, makanya tidak dipakai lagi. Hanya
gandang yang digunakan sampai sekarang, karena merupakan hal yang terpenting
Ringgitan
159
AKHMAD ZAINI, 2018 FUNGSI & PERAN TARI, SIMBOL & MAKNA DALAM UPACARA ARUH GANAL DI MASYARAKAT SUKU DAYAK MERATUS,KALIMANTAN SELATAN Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
untuk menggiring tarian dalam upacara ritual. Para pinjulang selain belajar
tentang kepercayaan juga belajar bagaimana cara menabuh alat musik tersebut.
Alat musik gandang ini berbentuk seperti kendang kecil yang terbuat dari
kayu nangka dan membrannya terbuat dari kulit kijang. Cara memainkannya
adalah dengan cara diletakkan pada kaki, sehingga talinya bisa diikatkan pada
kaki. Cara penabuhannya dipukul menggunakan kayu berbentuk seperti stik di
sebelah tangan kanan dan di pukul pakai tangan kiri seperti memukul kendang.
Alat musik ini memiliki lubang di tengah tubuh gandangnya sebagai tempat
meletakkan stik pemukulnya.
Jika dilihat secara fungsi alat musik gandang ini terbuat dari kayu nangka
yang merupakan hasil tanaman mereka disamping bercocok tanam padi.
Membrannya yang terbuat dari kulit kijang hasil buruan mereka di hutan. Hal ini
mereka memang memanfaatkan hasil alam untuk dijadikan sarana ritual
berhubungan sang pencipta. Cara memainkannya dengan cara dipukul dengan stik
pada tangan kanan, dan tangan kiri pakai telapak tangan. Jika diamati hal ini
merupakan suatu dualistik yang teraplikasi dalam penggunaannya. Stik (lingga)
tersebut merupakan simbol laki-laki yang dipegang pada tangan kanan pinjulang,
sedangkan tangan kiri memukul dengan tangan kosong membrannya (yoni)
simbol perempuan. Pasangan oposisi ini juga ternyata terwujud dalam permainan
instrumen iringan ini. Stik yang merupakan simbol laki-laki dipegang di tangan
kanan pinjulang. Hal ini berarti pinjulang sebagai penggerak dan penyemangat
laki-laki dalam beraktivitas dan berusaha dalam mencari nafkah. Sedangkan
tangan kiri langsung memukul gandangnya, artinya pinjulang akan selalu
mendampingi dan melengkapi hidup seorang balian (laki-laki) dalam berusaha
mencari nafkah.
Pukulan ritme pada gandang yang dilakukan oleh para pinjulang ini
semuanya serentak atau sama tanpa berbeda satu sama lain. Hal ini rupanya sudah
dilatih dan diingat oleh para pinjulang pukulannya. (Wawancara dengan Nini
pada tanggal 13 Maret 2017) beliau mengatakan.
“Kami sudah hapal catukannya tiap-tiap wirid. Karena kami tiap tahun
manggawinya makanya kami hapal. Sabujurannya kadada yang malajari, cuma
160
AKHMAD ZAINI, 2018 FUNGSI & PERAN TARI, SIMBOL & MAKNA DALAM UPACARA ARUH GANAL DI MASYARAKAT SUKU DAYAK MERATUS,KALIMANTAN SELATAN Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
malihat urang bahari kami maumpati dan tabiasa jadinya”. Artinya kami sudah
hafal pola pukulannya karena kami tiap tahun mengenjakan aktivitas ini.
Sebenarnya tidak ada yang mengajari, hanya melihat orang dahulu sehingga kami
bisa mengikutinya dan terbiasa dengannya. Dari pernyataan tersebut bisa ditarik
kesimpulan bahwa pembelajaran untuk memainkan alat musik bagi pinjulang
hanya dengan metode mengamati dan mencontoh orang tua mereka dulu. Ada tiga
jenis pola pukulan pada gandang yaitu pada saat tandik mantah, tandik masak,
dan tandik hadap. Berikut adalah uraian pola-pola pukulan gandang pada saat
upacara Aruh Ganal.
Bagan 5.1 Pola Pukulan Gandang
(Zaini, 2016)
Dilihat dari segi polanya ketukan gandang tersebut memiliki tempo yang tetap
tidak bervariasi, sehingga menjadikan iringan musiknya menjadi monoton. Pola
seperti ini tentu menjadikan iringan musiknya jadi seimbang dan datar saja, yaitu
temponya yang selalu sama atau tidak berubah-ubah. Hal ini dilakukan agar para
balian yang menari bisa lebih merohani atau menimbulkan kekhusyuan dalam diri
mereka sehingga rohani mereka bisa mencapai dengan roh leluhur mereka.
Wawancara dengan (Wawancara dengan Nini pada tanggal 13 Maret 2017) beliau
mengatakan.
“Pukulan gandang itu gasan manulak akan buhan balian supaya sampai pada
tujuannya.” Artinya iringan gandang tersebut dilakukan untuk memberangkatkan
Tandik mantah : T-T-T-D T-T-T-D T-T-D-D T-D-T-D
Tandik masak : T-T-T-T D-T-D-D T-D-T-T D-T-T-D
Tandik hadap : T-T-T-T T-D-T-D T-T-D-T T-D-D-D
Ket: T = pukulan tangan kanan pakai stik (berbunyi Tak)
D = pukulan tangan kiri pakai telapak tangan (berbunyi Dung)
Tempo: 120
161
AKHMAD ZAINI, 2018 FUNGSI & PERAN TARI, SIMBOL & MAKNA DALAM UPACARA ARUH GANAL DI MASYARAKAT SUKU DAYAK MERATUS,KALIMANTAN SELATAN Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
para balian agar sampai pada tujuannya. Tujuan disini dimaksudkan adalah titik
klimak pada diri balian untuk mencapai puncak rohani menyatukan diri pada sang
leluhur yang mereka sebut dengan mandiwata. Pola pukulan yang datar dan
monoton tersebut juga mengiringi para balian dalam melantunkan wirid atau
mamangan (mantra) yang badeho (iramanya). Komposisi musik bukan diciptakan
melalui pencampuran seperti hanya cat untuk menghasilkan warna baru,
melainkan sebuah artikulasi dari nada-nada yang terstruktur dan dapat dipersepsi
oleh inderawi (Langer, 1952, hlm. 31).
Gambar 5.40 alat musik Gandang
(Dok. Zaini, 2016)
5. Analisis Sesaji
Sesaji yang disiapkan terbagi menjadi dua yaitu yang akan diletakkan pada
panggung lalaya dan sesajen yang akan diletakkan di bawah mengelilingi
panggung lalaya. Sesajen yang paling utama untuk Aruhkan adalah beras ketan
dan beras yang dihumakan. Maksud dihumakan disini adalah beras yang biasanya
menjadi makanan sehari-hari bagi masyarakat suku Dayak Meratus. Tidak heran
mereka setiap kepala keluarga berbagai macam jenis beras yang dihumakan
162
AKHMAD ZAINI, 2018 FUNGSI & PERAN TARI, SIMBOL & MAKNA DALAM UPACARA ARUH GANAL DI MASYARAKAT SUKU DAYAK MERATUS,KALIMANTAN SELATAN Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
karena mereka setiap keluarga kesukaannya berbeda-beda seperti beras duyung,
sumbu, salak, kalapa dan lain-lain.
a. Sesaji Pertama
Sesaji pertama adalah berupa beras yang telah dihumakan baik itu dari
beras yang mereka makan sehari-hari maupun beras ketan, ringgitan dan
giling pinang. Jika beras biasa ini hanya dimasukkan ke dalam tanpa
dimasak, berbeda halnya dengan beras ketan ini adakan dimasak dalam
buluh yang nanti akan mereka sebut dengan hujung nasi atau lamang.
Lamang disini ada dua jenis yang besar dan yang kecil berdasarkan bentuk
dari buluhnya. Dilihat pada ringgitan yang terdiri dari dua tanaman yaitu
janur dari pohon enau dan kembang. Kedua tanaman itu dipakai, karena
merupakan tanaman keramat dari kepercayaan mereka yang diteteskan oleh
Nining Batahara melalui peluh keringat kanan dan kiri. Sesaji berikutnya
adalah giling pinang yang terbuat dari rokok dan biji pinang yang dibalut
oleh daun sirih. Hal itu juga merupakan simbol dualistime dimana rokok
merupakan simbol laki-laki dan pinang merupakan simbol perempuan dalam
manginang. Bunga atau kambang yang dipakai adalah bunga kambang
habang (jengger ayam), bunga bintang (bunga telekan), bunga kemangi.
Simbol dari bunga ini adalah dianggap sebagai kesucian diri dan dianggap
teman padi, karena tumbuh di dekat ladang mereka.
Gambar 5.41 Sesaji di Atas Panggung Lalaya (Dok. Zaini, 2016)
163
AKHMAD ZAINI, 2018 FUNGSI & PERAN TARI, SIMBOL & MAKNA DALAM UPACARA ARUH GANAL DI MASYARAKAT SUKU DAYAK MERATUS,KALIMANTAN SELATAN Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
b. Sesaji kedua
Sesaji yang kedua adalah sesaji yang disiapkan oleh masing-masing
kepala keluarga yang diletakkan di atas nyiru. Sesajen ini diletakkan
mengelilingi panggung lalaya. Sesajen yang digunakan pada upacara Aruh
Ganal ini adalah nasi baruas, wadai lambu, giling pinang, gula habang,
nyiur anum, hayam. Semua sesaji ini dipersiapkan dan diolah oleh para
wanita di dalam balai pada saat siang hari sebelum upacara dimulai. Semua
sesajen ini disiapkan di atas nyiru yang dilapisi oleh daun pisang dan ditutup
oleh daun pisang juga. Sesajen ini disiapkan wajib oleh masing-masing
kepala keluarga. Sesajen ini diletakkan saat prosesi batandik oleh para
pinjulang hal ini disimbolkan pinjulang sebagai pelengkap atau yang
senantiasa melayani dalam urusan makanan di dalam keluarga, oleh sebab
itu pinjulanglah yang memiliki tanggung jawab sebagai penyedia makanan
dari proses memasak sampai menyajikannya. Setelah dimamangkan semua
sesaji tadi disusun pada posisi masing-masing. Beras yang dibuat di dalam
bakul akan disusun di atas panggung lalaya dan sesajen yang di atas nyiru
akan diletakkan mengelilingi panggung lalaya. Beras yang disiapkan dalam
bakul tersebut tidak boleh dimakan oleh pelaksana, karena beras tersebut
sudah difitrahkan, sehingga beras tersebut hanya boleh disedekahkan.
Adapun sesajen yang diletakkan di bawah mengelilingi panggung lalaya
tersebut itulah yang boleh dimakan Hal ini disimbolkan bahwa Setelah
selesai upacara selama 7 hari 7 malam, bakul tersebut baru diturunkan
kembali dan para penghulu untuk diperiksa apakah berasnya panas atau
dingin. Ciri-ciri inilah yang mereka percaya apabila panas nanti akan ada
yang sakit pada keluarga tersebut yang punya beras, sehingga harus
dimamangkan dan ditapung tawari (didoakan) dan jika dingin berarti baik-
baik saja.
Whitehed (dalam Dillistone, 2002, hlm. 18) mengemukakan bahwa
pikiran manusia berfungsi secara simbolis apabila beberapa komponen
pengalamannya menggugah, kepercayaan, perasaan, dan gambaran
164
AKHMAD ZAINI, 2018 FUNGSI & PERAN TARI, SIMBOL & MAKNA DALAM UPACARA ARUH GANAL DI MASYARAKAT SUKU DAYAK MERATUS,KALIMANTAN SELATAN Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
mengenai komponen-komponen lain pengalamannya. Segala properti sesaji
yang digunakan dalam upacara ini merupakan buah dari kepercayaan
masyarakat penganutnya. Sesaji ini juga merupakan bentuk dari manifestasi
dari masing-masing pasangan oposisi dualistik. Disajikannya macam-macam
makanan sesajen ini merupakan simbol dari harmonisasi antara manusia
dengan makhluk gaib. (Saifudin, 2005, hlm. 290) mengungkapkan dalam
suatu tulisan tentang manusia sebagai makhluk yang mampu menggunakan
simbol, menunjuk pentingnya konteks dalam makna simbol. Simbol-simbol
tersebut dimanifestasikan dalam bentuk upacara Aruh Ganal. Setiap benda
artefak yang digunakan merupakan simbol dalam upacara yang mempunyai
makna kosmik. (Sumardjo, 2014, hlm. 93) mengatakan bahwa
bersandingnya mikrokosmos dan makrokosmos atau mikrokosmos itu
sendiri adalah makrokosmos dapat menghadirkan yang bersifat metakosmos.
Simbol itu dimanifestasikan besar dan kecil bentuknya, gelap dan terang
warnanya, dan lain-lain. Seperti hujung nasi dan anak nasi yang mempunyai
ukuran besar dan kecil, gula habang dan nyiur anum yang berwarna gelap
dan terang. Kedua ini mereka disebut dengan baras halus/ anak nasi (beras
kecil) dan baras ganal (beras besar). Hal ini masuk dalam konsep dualistik,
dimana setiap benda itu ada pasangan otoritasnya. (Sumardjo, 2014, hlm.
138) mengatakan bahwa. Dalam masyarakat yang berpola piker dualistik
antagonistik, pasangan-pasangan oposisi substansial lebih menekan
“pertentangan” daripada komplementer, meskipun disadari makna saling
melengkapi itu. Semua yang berpasangan adalah simbol paradox, maka
disini disimbolkan antara besar dan kecil. Kedua jenis tersebut jika
diperhatikan lagi merupakan sosok lingga dan yoni dalam ilmu paradox,
yaitu laki-laki dan perempuan. Hujung nasi dan anak nasi yang berbentuk
memanjang merupakan lingga sedangkan nyiur anum dan gula habang
adalah yoni. Sebagai pelengkapnya maka disediakan ayam, wadai lambu
dan pisang, dan minyak lamak. Diletakkan di atas nyiru yang berbentuk
bulat (yoni) dan berlapis tikar (lingga). Semuanya merupakan paket komplit
simbol-simbol kosmik agar bersandingnya antara mikrokosmos dan
165
AKHMAD ZAINI, 2018 FUNGSI & PERAN TARI, SIMBOL & MAKNA DALAM UPACARA ARUH GANAL DI MASYARAKAT SUKU DAYAK MERATUS,KALIMANTAN SELATAN Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
metakosmos, sehingga melahirkan harmoni. Segala yang bersifat
berpasangan tersebut yaitu kosong dan isi. Segala yang nampak itu
sebenarnya adalah kosong sehingga memerlukan sebuah isi yang bernama
transenden. Jika yang kosong tersebut terisi maka komplitlah kehidupannya.
Sesaji ini mencerminkan masyarakat suku Dayak Meratus saling mengisi
kekosongan masing-masing diantara dua pasangan secara seimbang
sehingga menciptakan keteraturan dalam sebuah keutuhan. Ahim dalam
(Abdullah, 2008) mengungkapkan bahwa manusia merupakan makhluk
yang mampu menggunakan, mengembangkan, dan menciptakan, lambang-
lambang, atau simbol-simbol untuk berkomunikasi dengan sesamanya. Hal
itu berarti benda-benda yang digunakan adalah bentuk korelasi komunikasi
antara mereka dengan makhluk adikodrati. Sebuah aktivitas yang bersifat
magis dibalik benda yang terlihat biasa dikehidupan sehari-hari yang mereka
yakini mempunyai kekuatan sakral dan suci jika dibawa ke dalam sebuah
upacara.
Gambar 5.42 Sesaji di Bawah Panggung Lalaya
(Dok. Zaini, 2016)
6. Analisis Tempat dan Waktu
Tempat dan waktu adalah bagian dari persyaratan upacara ritual yang
sudah ditentukan, oleh sebab itu hal ini menjadi salah satu ciri-ciri ritual
166
AKHMAD ZAINI, 2018 FUNGSI & PERAN TARI, SIMBOL & MAKNA DALAM UPACARA ARUH GANAL DI MASYARAKAT SUKU DAYAK MERATUS,KALIMANTAN SELATAN Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
(Soedarsono, 2010, hlm. 125). Tempat pelaksanaan upacara Aruh Ganal berada di
dalam balai adat, yaitu rumah betang atau rumah panggung masyarakat Dayak
Meratus. Rumah ini dibagi menjadi tiga ruang, tiap ruang mempunyai fungsi dan
keguanaannya. Ruang tersebut yaitu ruang ujuk, ruang laras, dan ruang pamatang.
Tiga ruangan ini menjadi ruang aktivitas masyarakat suku Dayak Meratus. Ruang
ujuk adalah ruang istirahat atau kamar tidur dimana tiap-tiap umbun mempunyai
satu kamar. Ruang laras adalah ruang aktivitas atau ruang kumpul seluruh umbun-
umbun. Di ruangan ini seluruh masyarakat bisa melakukan aktivitas berkumpul
bersama umbun yang lain. Ruang pamatang adalah ruang sakral dimana segala
bentuk upacara ritual dilakukan disini. Pada lantainya agak menjorok kebawah
sekitar 30cm dari lantai ruang laras dan ujuk.
Bagan 5.2 Denah layout rumah betang balai Malaris
(Dok. Zaini, 2016)
Dalam segi orientasinya tentu ada makna dan nilai-nilai yang termaksud
dalam pembangunan dan tata letak arsitektur kearifan masyarakat suku Dayak
Meratus akan bangunan balai adat ini. Orientasi yang dimaksud adalah konsep
yang digunakan untuk mencari arah dan berhubungan dengan kepercayaan atau
mitologi masyarakat, sehingga dapat diharapkan akan terjadi keselamatan,
167
AKHMAD ZAINI, 2018 FUNGSI & PERAN TARI, SIMBOL & MAKNA DALAM UPACARA ARUH GANAL DI MASYARAKAT SUKU DAYAK MERATUS,KALIMANTAN SELATAN Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
kesejahteraan, dan kemuliaan bagi masyarakatnya. Orientasi disini bisa dikenal
dengan vertikal dan horizontal. Jika garis horizontalnya adalah bentuk yang
memanjang tergambar dari bagaimana arah bangunan balai mengikuti arah
petujuk alam sebagai representasi dari ruangan yang telah ditetapkan. Adapun
garis vertikalnya ditentukan oleh titik pertemuan semua masyarakat yaitu di
tengah ruangan balai yaitu ruang upacara (pamatang). Di tengah ruang ini
terdapat tiang utama yang besar menempati sisi ruang upacara yang ada 6 tiang
tinggi menjulang keatas sampai ke atas atap. Hal ini merupakan tempat
menghadap dan berhubungan dengan Tuhan demi mendapatkan keselamatan,
kesejahteraan, dan kemuliaan.
Balai juga mengenal tiga sumbu Alam yang menurut kepercayaan mitologi
mereka sebagai arah orientasinya yaitu gunung, matahari terbit, dan sungai (Bani
Noor M, dkk, Hlm. 87, 2007). Jadi dalam menarik garis orientasi pada balai ini
dibangun pada tempat tertentu yang harus mempunyai 3 sumbu alam ini. Balai
bukan hanya tempat berteduh, makan dan tidur, tapi juga tempat sarana ibadah
bagi mereka, maka dari itu dalam pembangunan balai harus secara tepat.
Sumbu yang pertama adalah gunung. Mereka percaya bahwa tempat
tujuan roh bagi orang meninggal sebelum menuju kehidupan selanjutnya. Jadi roh
nenek moyang mereka yang bersemayam di gunung akan dipanggil kembali oleh
balian pada upacara ritual.
Sumbu yang kedua adalah matahari terbit. Mereka meyakini bahwa
matahari terbit adalah kiblat atau arah menujunya roh nenek moyang mereka yang
berhuni di gunung. Roh tersebut akan menghadap matahari terbit dan akan
kembali ke balai sebagai pelindung bagi balai. Sumbu yang terakhir adalah sungai
yaitu sebagai tempat aktivitas keseharian yang berguna sebagai kemudahan
masyarakat. Sungai juga menjadi sumber kehidupan yang sangat fungsional bagi
masyarakat disamping untuk minum, mandi, dan mencuci pakaian. Jadi dalam
pembentukan ruang-ruang pada balai, ada yang dipakai pada balai bagi
masyarakat suku Dayak Meratus yaitu sumbu garis vertikal dan horizontal.
Sumbu horizontal terbentuk atas arah alam yang mana balai dibangun di atas
gunung, menghadap matahari terbit dan dekat dengan sungai. Adapun sumbu
168
AKHMAD ZAINI, 2018 FUNGSI & PERAN TARI, SIMBOL & MAKNA DALAM UPACARA ARUH GANAL DI MASYARAKAT SUKU DAYAK MERATUS,KALIMANTAN SELATAN Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
vertikal adalah titik pusat pada upacara ritual yang dilaksanakan di tengah balai
dalam berhubungan dengan sang pencipa (Tuhan).
Waktu yang digunakan pada saat melakukan upacara juga tertentu, yaitu
pada malam hari. Hal ini dianggap pada malam hari merupakan waktu yang tepat
untuk berkomunikasi dengan yang bersifat metafisik. Sumardjo (2014, hlm. 84)
mengatakan bahwa seni tradisional lebih menekankan yang bersifat metafisik,
kehadiran daya-daya metafisik dianggap dan dipercayai lebih banyak terjadi pada
malam hari. Hal ini dimaksudkan agar terjalin komunikasi antara dua dunia
sehingga menjadi suatu kesatuan. Dari pernyataan ini dapat ditarik benang merah
bahwa masyarakat peramu (Dayak Meratus) memegang konsep pola dua yaitu
dualisme. Mereka percaya bahwa siang adalah dunia aktivitas para manusia,
sedangkan malam adalah aktivitasnya para hal yang bersifat metafisik, maka
sebab itu agar bersandingnya mikrokosmos dan makrokosmos atau mikrokosmos
itu sendiri adalah makrkosmos dapat menghadirkan yang bersifat metakosmos
(Sumardjo, 2014, hlm. 93). Aktivitas ini tentu mempunyai tujuan agar terciptanya
harmoni dan membentuk suatu kesatuan sehingga kehidupan mereka berjalan
dengan seimbang (balance). Mereka percaya bahwa hidup di dunia bukan hanya
tentang menghormati sesama manusia (mikrokosmos), tetapi juga harus
menghormati sesama roh (metakosmos) dan alam (makrokosmos).
169
AKHMAD ZAINI, 2018 FUNGSI & PERAN TARI, SIMBOL & MAKNA DALAM UPACARA ARUH GANAL DI MASYARAKAT SUKU DAYAK MERATUS,KALIMANTAN SELATAN Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu