bab vii penutup vii.a. kesimpulan -...
TRANSCRIPT
147
BAB VII
PENUTUP
VII.A. Kesimpulan
Praktek collaborative govenrance yang dilakukan oleh Pemerintah Kota
Makassar, PT Unilever Indonesia, Media Fajar, Yayasan Peduli Negeri dan juga
Forum Kampung Bersih dan Hijau Kota Makassar berada pada tingkat eksplorasi.
Kolaborasi yang berada pada tingkat ekplorasi adalah suatu pertemuan yang
dilakukan dalam bentuk formal dan informal. Artinya, praktek yang dilakukan
masih pada tahap pengembangan format yang utuh menuju suatu collaborative
governance yang ideal. Selama ini, korabolator melakukan aktivitasnya berdasar
pada kesepakatan kerjasama yang disepakati sejak tahun 2008. Pemerintah Kota
Makassar bertugas menyediakan infrastruktur. Unilever Indonesia bertugas
menyediakan pendanaan. Media Fajar bertugas melakukan pemberitaan. Yayasan
Peduli Negeri bertugas menyediakan tenaga lapangan. Forum Kampung Bersih
dan Hijau bertugas melakukan fasilitasi sebagaimana keputusan pembentukannya.
Jadi, proses collaborative governance yang dilakukan oleh para pihak sangat
terkait dengan tugas dan tanggungjawabnya masing-masing.
Secara umum dinamika keterlibatan, motivasi dan kapasitas dalam
program Makassar Green and Clean (MGC) 2008 – 2013 mulai dari agenda
setting sampai transformasi aksi sudah berjalan baik. Isu-isu yang terkait meliputi
kepentingan kolaborator, komunikasi intensif, saling percaya, saling memahami,
legitimasi internal, komitmen bersama, kelembagaan kolaboratif, kepemimpinan
148
kolaborator dan sumber daya. Dari sembilan isu yang dikaji dalam penelitian ini,
empat diantaranya yang belum sempurna yakni komitmen bersama, kelembagaan
kolaboratif, kepempimpinan kolaborator dan sumber daya. Ini terjadi karena salah
satu sub komponen dari pihak kolaborator belum maksimal berperan serta.
Persoalannya terletak pada Pemerintah Kota Makassar. Dalam hal ini sebagian
jajaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Alhasil, tindakan mereka sedikit
mempengaruhi agenda setting dan transformasi aksi. Oleh karena program MGC
dilihat sebagai satu kasus maka persoalan tersebut tetap menjadi perhatian dalam
penelitian ini.
Adapun hasil dari praktek collaborative governance terhadap perbaikan
lingkungan hidup kota Makassar secara langsung telah berhasil memberikan
sumbangsih dalam perbaikan kondisi ruang hijau kawasan pemukiman. Serta
pengelolaan sampah perkotaan melalui prinsip 3R (reduce, reuse, recycle) dan
atau bank sampah. Apabila ditelusuri secara khusus, hasil dari aksi collaborative
governance dibagi menjadi dua yakni dampak jangka panjang dan jangka pendek.
Seluruh wilayah yang menjadi jangkauan program MGC berhasil memberikan
dampak jangka pendek terhadap wilayah tersebut. Namun, program MGC kurang
berhasil memberi dampak jangka panjang terhadap seluruh wilayah MGC.
Dampak jangka panjang diarahkan pada wilayah yang berhasil mempertahankan
kegiatan sejak program MGC pertamakali dilaksanakan diwilayahnya sampai
sekarang (misalnya : Kelurahan Karanganyar dan Kelurahan Ballaparang).
Disamping itu, dampak jangka pendek diarahkan pada wilayah yang kurang
berhasil mempertahankan kegiatan setelah program MGC dilaksanakan
149
diwilayahnya (misalnya : Kelurahan Pattunuang dan Kelurahan Karuwisi Utara).
Secara ringkas, kunci dari keberlanjutan program tergantung pada dukungan
Lurah, keseriusan fasilitator dan kader lingkungan, kondisi sosial-ekonomi
masyarakat dan manajemen tindak lanjut penghijauaan pemukiman dan
pengelolaan sampah.
VII.B. Rekomendasi
Penelitian terkait tema collaborative governance, khususnya sektor
lingkungan hidup, dapat dilakukan di berbagai daerah yang mempunyai kebijakan,
program atau kegiatan yang melibatkan pemerintah, swasta dan masyarakat.
Penelitian kasus collaborative governance yang menarik adalah kasus yang
bentuk forum atau lembaganya sudah sempurna sehingga isu-isu collaborative
governance semakin menguat dan menarik diteliti. Terlebih kepada kasus yang
menguat agenda setting dan aksinya. Oleh karena sulit mencari kasus yang
tingkatan kolaborasinya sudah ideal dan sempurna, peneliti dapat mengkaji kasus
mulai level nasional sampai lokal yang minimal melibatkan pihak pemerintah,
swasta dan masyarakat dengan pisau analisis teori collaborative governance.
Hasil atau dampak dari praktek collaborative governance juga sangat menarik
untuk dikaji dalam program berbasis lingkungan. Perubahan pola pikir akan lebih
mudah dikaji dengan mengamati hasil dari tindakan yang dilakukan.
Bagaimanapun juga, pada dasarnya kebijakan, program dan kegiatan penghijauan
dan pengelolaan sampah mempunyai tujuan dan target dalam perbaikan
lingkungan hidup.
150
Praktek collaborative governance yang melibatkan pemerintah,
perusahaan, media, lembaga swadaya masyarakat dan komunitas masyarakat
harus dibangun atas dasar kesamaan pandangan yang bulat dan hubungan
emosional yang kuat. Para kolaborator akan sulit berkreasi kalau belum ada
kesamaan pandangan sebelum membentuk suatu program sektor lingkungan hidup
yang dibingkai dengan pola collaborative governance. Oleh karena program
berbasis collaborative governance adalah milik bersama atas dasar kepentingan
dan tujuan yang sama maka tindakan kolektif kolegial menjadi bagian yang tidak
terpisahkan selama proses mulai dari pengambilan keputusan sampai evaluasi
program.
Penelitian ini tidak bermaksud membuat suatu model atau teori. Luaran
penelitian lebih mengarah pada rekayasa sosial yang lebih teknis. Luarannya
adalah strategi praktek collaborative governance. Adapun strategi yang
disimpulkan sebagai rekomendasi setelah melakukan analisis data sebagai berikut:
1. Para kolaborator perlu membangun kesepakatan awal tentang tugas dan
tanggungjawab guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
2. Pertemuan formal yang dilakukan mesti diimbangi dengan pertemuan
nonformal agar transformasi semakin kuat.
3. Selalu melakukan penataan kelembagaan di organisasinya masing-masing.
Terkhusus pada kolaborator yang melibatkan banyak sumber dayanya.
4. Masyarakat dilibatkan juga sebagai subjek program guna memunculkan
kearifan lokal dalam program.
151
5. Mulai dari agenda setting sampai evaluasi, para kolaborator mengambil
peran sesuai dengan kapasitasnya.
6. Membuat manajemen perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan
pengawasan yang berlandas pada nilai-nilai yang ideal.
7. Desain manajemen kolaborasi mengedepankan keberlanjutan program
guna menghasilkan dampak maksimal baik secara internal maupun
eksternal.
VII.C. Implikasi Teoritis
Implikasi teoritis dari penelitian ini terkait dengan pengembangan
instrumen kebijakan publik, khsususnya collaborative governance. Dalam
berbagai referensi yang ada (misalnya, Ansell dan Gash atau Emerson, dkk), isu-
isu collaborative governance hanya diarahkan dan ditekankan pada pengambilan
keputusan dalam sebuah bentuk forum. Isu-isu yang ada dipahami cenderung
hanya berproses pada saat formulasi. Namun dalam penelitian ini, poin utama
yang ditemukan bahwa isu-isu collaborative governance tidak hanya dinamis
pada pengambilan keputusan tetapi juga pada aksi di lapangan. Isu-isu terus
berproses selama berlangsungnya collaborative governance dan selalu melekat
pada pihak yang berkolaborasi. Dinamika setiap isu sangat beragam karena
dipengaruhi oleh aktivitas organisasi atau individu yang terlibat. Ini terjadi bila
hal yang dilakukan bukan sekedar pengambilan kebijakan tetapi juga pelaksanaan
program. Semakin banyak pihak yang terlibat, semakin dinamis isu-isu
collaborative governance. Terlebih ketika pihak yang terlibat berasal dari latar
152
organisasi yang berbeda-beda. Kepentingan yang beragam dari setiap kolaborator
dapat melahirkan strategi yang bervariasi dalam program. Adanya pembagian
tugas yang jelas sejak awal memberikan nuansa yang lebih harmonis karena setiap
pihak melakukan aktivitasnya sesuai tugas dan tanggungjawabnya. Sementara itu,
legitimasi formal dalam bentuk kesepakatan kerja sama sebagai bagian dari
instrumen banyak mempengaruhi dinamika sebuah isu. Pihak yang paling
dominan dalam aksi menjadi penentu baik atau buruknya hasil suatu collaborative
governance. Kemudian pihak yang melibatkan banyak personilnya sangat
mempengaruhi dampak yang dihasilkan. Isu partisipasi masyarakat menjadi salah
satu poin yang sangat menarik untuk ditelaah dalam kajian collaborative
governance apabila masyarakat dilibatkan secara aktif sebagai bagian yang tidak
terpisahkan dari kolaborasi publik-privat.