bagian inti.pdf

24
 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Krisis energi belakangan ini menjadi isu global yang cukup mengkhawatirkan di mata dunia terutama Indonesia. Hal ini didorong oleh kenyataan bahwa kebutuhan energi semakin lama semakin bertambah. Di sisi lain, sumber energi yang tersedia saat ini jumlahnya semakin berkurang. Pemanfaatan energi non-renewable yang sudah marak, bila diteruskan bisa mengurangi jumlah energi yang tersedia di alam. Penggunaan bahan bakar juga berdampak buruk bagi lingkungan. Penggunaan bahan bakar dari minyak dan batu bara disinyalir merupakan  penyebab u tama terjad inya p emanasan glob al dan juga penin gkatan harga min yak dunia yang mencapai lebih dari 111 US$ per barel (berdasarkan statistik DJ Migas diolah oleh Pusdatin, 2011). Hal ini juga yang menjadikan Indonesia sebagai salah satu anggota OPEC mengalami kesulitan akan kenaikan harga yang ekstrim ini. Produksi minyak bumi Indonesia semakin lama juga semakin menurun dan tidak sebanding dengan jumlah konsumsi yang terus meningkat. Permasalahan ini  berdampak pada kenaikan subsidi pemerintah di dalam RAPBN yang kini mencapai Rp. 215 trilliun (migasnews.com, 2012). Ini menyebabkan anggaran subsidi terhadap minyak bumi menjadi semakin melambung. Untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar minyak,  pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 5 tahun 2006 tentang kebijakan energi nasional untuk mengembangkan sumber energi alternatif sebagai pengganti bahan bakar minyak. Kebijakan tersebut menekankan pada suatu upaya menggantikan bahan bakar minyak dengan sumber daya alam atau limbah yang dapat diperbaharui sebagai energi altenatif. Energi alternatif merupakan energi yang banyak dikembangkan oleh masyarakat luas sebagai pengganti energi konvensional. Istilah “energi alternatif” digunakan untuk mengurangi penggunaan bahan bakar hidrokarbon yang mengakibatkan polusi dan kerusakan lingkungan akibat emisi gas CO 2  yang

Upload: viona-damayanti

Post on 06-Oct-2015

29 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang Masalah

    Krisis energi belakangan ini menjadi isu global yang cukup

    mengkhawatirkan di mata dunia terutama Indonesia. Hal ini didorong oleh

    kenyataan bahwa kebutuhan energi semakin lama semakin bertambah. Di sisi lain,

    sumber energi yang tersedia saat ini jumlahnya semakin berkurang. Pemanfaatan

    energi non-renewable yang sudah marak, bila diteruskan bisa mengurangi jumlah

    energi yang tersedia di alam.

    Penggunaan bahan bakar juga berdampak buruk bagi lingkungan.

    Penggunaan bahan bakar dari minyak dan batu bara disinyalir merupakan

    penyebab utama terjadinya pemanasan global dan juga peningkatan harga minyak

    dunia yang mencapai lebih dari 111 US$ per barel (berdasarkan statistik DJ Migas

    diolah oleh Pusdatin, 2011). Hal ini juga yang menjadikan Indonesia sebagai salah

    satu anggota OPEC mengalami kesulitan akan kenaikan harga yang ekstrim ini.

    Produksi minyak bumi Indonesia semakin lama juga semakin menurun dan

    tidak sebanding dengan jumlah konsumsi yang terus meningkat. Permasalahan ini

    berdampak pada kenaikan subsidi pemerintah di dalam RAPBN yang kini

    mencapai Rp. 215 trilliun (migasnews.com, 2012). Ini menyebabkan anggaran

    subsidi terhadap minyak bumi menjadi semakin melambung.

    Untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar minyak,

    pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 5

    tahun 2006 tentang kebijakan energi nasional untuk mengembangkan sumber

    energi alternatif sebagai pengganti bahan bakar minyak. Kebijakan tersebut

    menekankan pada suatu upaya menggantikan bahan bakar minyak dengan sumber

    daya alam atau limbah yang dapat diperbaharui sebagai energi altenatif.

    Energi alternatif merupakan energi yang banyak dikembangkan oleh

    masyarakat luas sebagai pengganti energi konvensional. Istilah energi alternatif

    digunakan untuk mengurangi penggunaan bahan bakar hidrokarbon yang

    mengakibatkan polusi dan kerusakan lingkungan akibat emisi gas CO2 yang

  • 2

    tinggi. Teknologi alternatif digunakan untuk menghasilkan energi dengan

    mengatasi masalah dan tidak menghasilkan masalah baru seperti pada penggunaan

    bahan bakar fosil. Telah banyak sumber energi alternatif yang berkembang di

    Indonesia. Sebagai contoh, potensi sumber daya alam yang dapat dikembangkan

    menjadi sumber energi alternatif adalah aliran sungai, angin, matahari, sampah

    serta sumber-sumber lain yang berasal dari tumbuh-tumbuhan seperti pohon jarak,

    dan energi biogas. Akan tetapi, pemanfaatan energi alternatif lainnya belum

    terlihat secara signifikan. Dari sekian sumber energi yang tersedia di alam, maka

    energi yang paling mudah ditemukan dan dimanfaatkan adalah energi biogas.

    Energi biogas adalah energi hasil konversi dari limbah manusia atau

    limbah organik lainnya yang dapat membentuk gas metana. Biogas ini dapat

    dijadikan sebagai energi alternatif karena proses pembuatan dan pemeliharaan

    pada pembangkit biogas yang sederhana dan energi yang dihasilkan bersahabat

    dengan lingkungan. Sumber energi biogas yang selama ini jarang dimanfaatkan di

    kehidupan sehari-hari namun mempunyai potensi yang baik adalah kotoran

    manusia.

    Dasar pemikiran penggunaan kotoran manusia sebagai biogas karena

    didasarkan pada faktor (1) jumlah kotoran manusia yang banyak terutama pada

    instansi pemerintahan (kantor-kantor), pasar, tempat umum, dan sekolah-sekolah,

    (2) selama ini penggunaan dan penanggulangan kotoran manusia sebagai energi

    alternatif belum maksimal, (3) adanya persepsi dari masyarakat bahwa kotoran

    manusia itu menjijikan seehingga tidak cocok dijadikan bahan bakar alternatif,

    dan (4) berdasarkan komparasi beberapa literatur menunjukkan bahwa kotoran

    manusia memiliki potensi untuk dijadikan bahan bakar sebagai biogas, mengingat

    sistem kerja dan proses dari biogas itu sendiri.

    Biogas dari tinja manusia dapat dihasilkan melalui anaerobic digestion.

    Proses ini merupakan peluang besar untuk menghasilkan energi

    alternatif sehingga mampu mengatasi kekurangan energi yang ada dan

    menggantikan penggunaan bahan bakar fosil atau minyak sebagai energi yang

    ramah lingkungan.

  • 3

    Berdasarkan dasar pemikiran di atas, dapat diinterpretasikan bahwa

    penggunaan kotoran manusia sangat berpotensi sebagai biogas karena sumber

    energi alternatif ini memiliki jumlah yang sangat banyak. Sebagai contoh Asrama

    di SMA Negeri Bali Mandara memiliki jumlah penghuni yang cukup untuk

    menyediakan sumber biogas yang berkelanjutan. Jumlah populasi keluarga besar

    di SMA Negeri Bali Mandara untuk menyediakan sumber biogas disajikan pada

    Tabel 1.1.

    Tabel 1.1 Data Populasi Keluarga Besar SMA Negeri Bali Mandara

    Wilayah Jumlah

    Siswa 150

    Guru

    23

    Pegawai 25

    Jumlah 198 Sumber: SMA Negeri Bali Mandara, 2012.

    Merujuk pada Tabel 1.1 dapat diinterpretasikan bahwa jumlah populasi di

    SMA Negeri Bali Mandara sebanyak 198 orang. Bila satu orang dewasa

    menghasilkan rata-rata 83 gram dan air seni sebesar 970 gram, maka jumlah

    sumber energi yang tertampung sangat banyak (Suparmin, 2002). Selama ini,

    kotoran manusia masih belum dimanfaatkan secara optimal apalagi dimanfaatkan

    sebagai energi alternatif. Padahal gas metana yang dihasilkan dari kotoran

    manusia bisa digunakan sebagai bahan bakar, baik dalam memasak, sebagai

    penerangan, atau bahan bakar kendaraan untuk di masa mendatang. Oleh karena

    itu, untuk mengatasi masalah krisis energi yang terjadi saat ini diperlukan

    biodigester sebagai salah satu solusi energi alternatif.

    Biodigester merupakan suatu alat yang mampu menghasilkan gas metana

    dari campuran tinja dan air seni yang dalam keadaan tertutup mengalami proses

    anaerobik. Dalam hal ini, gas metana dihasilkan oleh bakteri metanogen yang

    terkandung dalam setiap kotoran manusia. Keberadaan biodigester untuk

    menghasilkan biogas diharapkan mampu mengatasi krisis energi dengan

    pemanfaatan energi alternatif yang dapat dikembangkan di masyarakat terutama di

    lingkungan SMA Negeri Bali Mandara . Berdasarkan permasalahan di atas, maka

    penulis memandang perlu mengkaji terkait Pemanfaatan Kotoran Manusia di

    Asrama SMA Negeri Bali Mandara Menjadi Biogas dengan Metode

    Biodigester.

  • 4

    1.3 Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai

    berikut.

    1. Bagaimanakah teknik pengolahan biogas dari kotoran manusia di SMA

    Negeri Bali Mandara sebagai energi alternatif yang biodegradable?

    2. Bagaimanakah cara mengkondisikan biodigester agar menghasilkan biogas

    dari kotoran manusia yang optimal?

    3. Bagaimanakah design instalasi pengolahan kotoran manusia di SMA Negeri

    Bali Mandara?

    4. Bagaimanakah implikasi penggunaan biogas dari kotoran manusia sebagai

    energi alternatif di SMA Negeri Bali Mandara dan masyarakat sekitarnya?

    1.4 Tujuan Penulisan

    Merujuk pada rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penulisan karya

    tulis ini adalah sebagai berikut.

    1. Mendeskripsikan teknik pengolahan biogas dari kotoran manusia di SMA

    Negeri Bali Mandara sebagai energi alternatif yang biodegradable.

    2. Mendeskripsikan cara mengkondisikan biodigester agar menghasilkan

    biogas dari kotoran manusia yang optimal.

    3. Mendeskripsikan design instalasi pengolahan kotoran manusia di SMA

    Negeri Bali Mandara.

    4. Mengetahui implikasi penggunaan biogas dari kotoran manusia sebagai

    energi alternatif di SMA Negeri Bali Mandara dan masyarakat sekitarnya.

    1.5 Manfaat Penulisan

    1. Bagi Siswa

    Dapat menambah wawasan siswa tentang energi alternatif biogas dan

    mengetahui cara mengaplikasikan energi alternatif biogas.

    2. Bagi Masyarakat

    a. Masyarakat dapat mengetahui keunggulan biogas dari energi lainnya.

  • 5

    b. Masyarakat dapat mengetahui design biodigester yang benar untuk

    diaplikasikan sebagai alat penghasil biogas.

    c. Masyarakat dapat memanfaatkan limbah kotoran manusia sebagai

    penghasil energi biogas.

    3. Bagi Pemerintah

    Dapat dijadikan masukan dan pertimbangan dalam mengambil kebijakan

    terkait cara mengembangkan penggunaan biogas dalam rangka mengatasi

    krisis energi yang terjadi dan mengurangi subsidi migas tanpa perlu

    khawatir dengan kenaikan harga tersebut

  • 6

    BAB II

    PEMBAHASAN

    2.1. Pengolahan Biogas dari Kotoran Manusia di SMA Negeri Bali Mandara

    sebagai Energi Alternatif yang Biodegradable.

    Biogas merupakan gas campuran yang dihasilkan dari proses penguraian

    atau perombakan bahan-bahan organik oleh bakteri metanogen pada kondisi

    langka oksigen (proses anaerob). Dalam hal ini, bahan organiknya adalah limbah

    kotoran manusia yang telah terkumpul di tempat penampungan kotoran (septic

    tank) SMA Negeri Bali Mandara. Berdasarkan hasil penelitian Suparmin (2002)

    menunjukan bahwa rata-rata orang dewasa menghasilkan 83 gram kotoran per

    hari maka ada 16,4 kilogram bahan baku kotoran ditambah dengan 186,2 kg air

    seni tersedia di SMA Negeri Bali Mandara setiap harinya.

    Dengan bahan baku yang sebanyak itu, tentu biogas yang dihasilkan juga

    cukup banyak. Biogas yang dihasilkan sebagian besar merupakan gas metana

    (CH4) sebesar 50-70%, gas karbon dioksida (CO2) sebesar 30-40% dan gas

    lainnya dalam jumlah kecil (Fitria, 2009). Kandungan biogas secara ringkas

    disajikan pada Tabel 2.1.

    Tabel 2.1 Kandungan Gas dalam Biogas

    Jenis Gas Jumlah (%)

    Metana (CH4)

    Nitrogen (N2)

    Karbondioksida (CO2)

    Hidrogen (H2)

    Oksigen (O2)

    Hidrogen Sulfida (H2S)

    50-70

    0 - 0,3

    25 - 45

    1 - 5

    0,1 0,5 0 3

    Sumber: Juangga, 2007

    Pembuatan biogas sendiri tidak sesulit pembuatan bahan bakar yang lain.

    Biogas hanya memerlukan waktu untuk melewati semua tahapan prosesnya.

    Waktu yang diperlukan rata-rata 10-14 hari untuk menghasilkan biogas. Lamanya

    waktu ini disebabkan oleh kondisi limbah kotoran dengan suhu 330C-38

    0C agar

    mikroorganisme yang digunakan untuk memfermentasikan bahan organik tersebut

    dapat bekerja optimal (Stafford et al., 1978 dan Barnett et al.,1978).

  • 7

    Proses fermentasi pembuatan biogas merupakan proses terbentuknya gas

    metana dalam kondisi anaerob dengan bantuan bakteri anaerob di dalam suatu

    digester sehingga akan dihasilkan gas metana (CH4) dan gas karbon dioksida

    (CO2) yang volumenya lebih besar dari gas hidrogen (H2), gas nitrogen (N2) dan

    asam sulfida (H2S) (Price & Cheremisinoff, 1981). Proses fermentasi anaerobik

    biasanya terjadi secara alami di tanah yang basah. Tetapi karena SMA Negeri Bali

    Mandara menggunakan septic tank sebagai penampung kotoran, maka septic tank

    tersebut akan menjadi tempat penampungan awal dan diteruskan ke biodigester.

    Biodigester yang harus berada dalam kondisi basah ini cukup memudahkan proses

    pembuatan biogas di SMA Negeri Bali Mandara, karena limbah kotoran secara

    langsung sudah tercampur dengan air yang menjadikannya larut.

    Secara garis besar proses pembentukan biogas dari limbah kotoran

    manusia dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu (1) tahap hidrolisis (hydrolysis), (2)

    tahap asidifikasi (acidogenesis dan acetogenesis), dan (3) tahap pembentukan gas

    metana (methanogenesis).

    1. Tahap Hidrolisis (Hydrolysis)

    Proses awal perombakan limbah kotoran manusia dalam biodigester

    adalah proses hidrolisis dari bahan organik yang mudah larut (Gc. Marry &

    Stainforth,1989). Pada tahap ini, bakteri memutuskan rantai panjang

    karbohidrat kompleks; protein dan lipida menjadi senyawa rantai pendek.

    Contohnya polisakarida diubah menjadi monosakarida, sedangkan protein

    diubah menjadi peptide dan asam amino (Mayasari, dkk., 2010)

    2. Tahap Asidifikasi (Acidogenesis dan Acetogenesis)

    Proses pengasaman atau asidifikasi ini adalah proses yang mana

    bagian yang telah terlarut dan telah mengalami proses dekomposisi

    (penyederhanaan) membentuk asam organik dan alkohol atau etanol (Marry

    & Stainforth, 1989). Pada tahap ini, bakteri (Acetobacter aceti)

    menghasilkan asam untuk mengubah senyawa rantai pendek hasil proses

    hidrolisis menjadi asam asetat, hidrogen, dan karbon dioksida. Bakteri

    tersebut merupakan bakteri anaerob yang dapat tumbuh dan berkembang

    dalam keadaan asam. Bakteri memerlukan oksigen dan karbondioksida yang

  • 8

    diperoleh dari oksigen yang terlarut untuk menghasilkan asam asetat.

    Pembentukan asam pada kondisi anaerobik tersebut penting untuk

    pembentukan gas metana oleh mikroorganisme pada proses selanjutnya.

    Selain itu, bakteri tersebut juga mengubah senyawa berantai pendek menjadi

    alkohol, asam organik, asam amino, karbon dioksida, hidrogen sulfida, dan

    sedikit gas metana. Tahap ini termasuk reaksi eksotermis yang menghasilkan

    energi (Mayasari, 2010). Adapun reaksi yang terjadi antara lain:

    C6H12O6 2C2H5OH + 2CO2 + 2ATP (H = -118 kJ per mol)

    Untuk menguraikan 1 mol karbohidrat menjadi 2 molekul etanol, 2 mol gas

    CO2 dan 2 ATP dilepaskan energi sebesar 118.000 Joule.

    3. Tahap Pembentukan Gas Metana (Methanogenesis)

    Tahap pembentukan gas metana ini dapat dilakukan dengan tiga cara

    lagi, yaitu :

    a. Melalui perombakan asam-asam organik membentuk gas metana.

    Dalam hal ini, pembentukan dibantu oleh bakteri metanogen.

    b. Melalui oksidasi alcohol/ethanol oleh karbon dioksida yang

    dihasilkan di tahap kedua membentuk gas metana

    c. Melalui reduksi karbon dioksida membentuk gas metana (Marry &

    Stainforth, 1989)

    Proses pembentukan gas metana ini termasuk reaksi eksotermis yang

    dibuktikan dengan persamaan:

    CH3COO- + H

    + CH4 + CO2 (H = -36 Kj per mol)

    Untuk membentuk 1 mol gas metana (CH4) dilepaskan energi sebesar 36.000

    Joule.

    Berdasarkan ketiga tahap proses pembentukan biogas dari limbah

    kotoran manusia di atas, secara ringkas dapat disajikan diagram alir sebagai

    berikut.

  • 9

    Gambar 2.1 Bagan Proses Pembuatan Biogas Kotoran Manusia

    Gas metana biasanya mulai dihasilkan pada 4-5 hari pertama setelah

    biodigester terisi. Sedangkan masa puncaknya terjadi pada 15 sampai 20 hari

    setelah biodigester terisi (Fitria, 2009). Akan tetapi, perlu diketahui bahwa

    kualitas biogas yang dihasilkan tergantung pada beberapa faktor. Faktor-faktor

    yang dapat mempengaruhi kualitas biogas tersebut yaitu:

    1. Lingkungan Anaerobik

    Biodigester harus tetap dijaga dalam keadaan anaerobic (tanpa kontak

    langsung dengan Oksigen). Udara (O2) masuk ke biodigester dan

    menyebabkan penurunan produksi metana. Ini disebabkan karena bakteri

    berkembang pada kondisi yang tidak sepenuhnya anaerobik.

    2. Temperatur

    Bakteri memiliki rentangan temperatur yang disukainya untuk hidup.

    Rentangan-rentangan suhunya dibagi menjadi tiga, antara lain:

    Limbah Manusia

    (Bahan Organik)

    Bahan organic mudah larut/sederhana

    Sel

    Bakteri

    Asam organic dan

    Alkohol Gas

    CO2 + O2 Hasil

    Lain

    Sel

    Bakteri

    Gas

    CH4 + CO2

    Hasil

    Lain

    Tahap Pengasaman

    (asetogenik)

    Tahap Pelarutan

    (Hidrolisis)

    Tahap

    Pembentukan

    Methan

    (Metanogenik)

  • 10

    a. psicrophilic (suhu 4-20oC), biasanya untuk negara-negara subtropis.

    b. mesophilic (suhu 20-40oC).

    c. hermophilic (40-60oC), hanya untuk mencerna material, bukan untuk

    menghasilkan biogas.

    Untuk negara tropis seperti Indonesia digunakan unheated-digester (digester

    tanpa pemanasan) untuk kondisi temperatur tanah 20-30oC.

    3. Derajat keasaman (pH)

    Bakteri berkembang dengan baik pada keadaan yang agak asam (pH antara

    6,6-7,0). Oleh sebab itu kunci utama dalam kesuksesan operasional

    biodigester adalah dengan menjaga temperatur konstan (tetap) dan input

    material sesuai. Derajat keasaman diatur karena di dalam biodigester terjadi

    proses sintropi yang merupakan suatu proses dimana dua atau lebih

    mikroorganisme bekerja sama untuk mendegradasi suatu substansi yang tidak

    bisa dikerjakan sendiri oleh salah satu mikroorganisme tersebut (Madigan et

    al, 1997). Dua mikroorganisme ini adalah fermenter (Acetobacter aceti) dan

    metanogen. Penyesuaian terhadap karakteristik dari kedua bakteri inilah

    yang akan menentukan derajat keasaman (pH) di dalam biodigester.

    4. Zat Racun ( Toxic)

    Terdapat beberapa zat yang dapat menghambat kinerja dari biodigester

    seperti air sabun, detergen, dan logam-logam berat.

    5. Pengaruh starter

    Dalam rangka mempercepat proses fermentasi anaerob diperlukan suatu

    starter yang mengandung bakteri metana. Beberapa jenis starter antara lain:

    a. Starter alami berupa lumpur aktif seperti cairan septic-tank, timbunan

    kotoran , timbunan sampah organik, dan lumpur kolam ikan.

    b. Starter semi-buatan yaitu dari fasilitas biodigester dalam stadium aktif.

    c. Starter buatan berupa bakteri yang dikembangbiakkan secara

    laboratorium dengan media buatan (Erawati, 2009).

    Setelah memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi penghasilan

    biogas, biodigester dapat menghasilkan biogas secara optimal. Biogas yang

  • 11

    dihasilkan akan memiliki karakterisitik yang membedakannya dari gas lainnya.

    Beberapa ciri-cirinya yaitu :

    1) Biogas dapat dicairkan pada suhu -178oC, sehingga dalam penyimpanan di

    dalam tangki cukup sulit. Cara terbaik dalam memanfaatkan biogas tersebut

    adalah menyalurkan biogas yang dihasilkan secara langsung sebagai bahan

    bakar untuk memasak, penerangan, dan lain-lain.

    2) Ketika dibakar, biogas aman digunakan dalam keperluan rumah tangga

    karena tidak menghasilkan gas karbon monoksida.

    3) Biogas bersifat narkotika bagi manusia karena mengandung metana yang

    apabila dihirup secara langsung dapat menyebabkan kematian.

    4) Biogas dengan udara (oksigen) dapat membentuk campuran yang

    mudah meledak apabila terkena nyala api karena flash point dari

    metana (CH4) yaitu sebesar -188C dan autoignition dari metana adalah

    sebesar 595C (www.encyclopedia.com, 2009).

    5) Biogas terbuat dari bahan organik sehingga bersifat biodegradable atau

    mudah terurai.

    Dari karakteristik biogas inilah, dapat diketahui bahwa biogas dapat

    dimanfaatkan sebagai energi alternatif yang biodegradable.

    2.2. Cara Mengkondisikan Biodigester agar Menghasilkan Biogas dari

    Kotoran Manusia yang Optimal.

    Dalam proses pembuatan biogas di dalam biodigester memiliki

    kelemahan yang sangat prinsip: terjadi kegagalan proses pencernaan anaerobik

    dalam digester biogas. Kegagalan proses pencernaan ini erat kaitannya dengan

    terganggunya sintropi. Hal ini disebabkan tidak seimbangnya populasi bakteri

    metanogen terhadap fermentor yang menyebabkan pH lingkungan dalam

    biodigester menjadi asam. Kondisi pH yang asam dapat menghambat

    kelangsungan hidup metanogen, karena bakteri ini optimal beraktivitas pada

    kisaran pH 6,8-8,0 (Haryati, 2006). sedangkan pada fermenter akan memiliki

    kinerja yang optimum pada pH 5,5. Oleh karena itu, terjadi suatu ketidakcocokan

    trayek pH kinerja antara fermenter dan metanogen, yaitu pada fermenter

  • 12

    memiliki kinerja optimum pada pH 5,5 sedangkan metanogen memiliki kinerja

    optimum pada trayek pH 6,8-8,0. Apabila pH lingkungan terlalu basa (pH>8,5),

    maka dapat menghambat aktivitas metanogen. Dengan demikian, optimalisasi

    sintropi pada produksi biogas harus difokuskan pada pengontrolan agar proporsi

    fermenter dan metanogen dalam keadaan seimbang. Salah satu bentuk

    pengontrolan terhadap proporsi mikroorganisme ini adalah melalui justifikasi

    trayek pH kinerja antara fermenter dan metanogen menggunakan Kalsium

    hidrokida (Ca(OH)2) (Putra, 2010).

    Gambar 2.2 Bentuk Bubuk Kalsium Hidroksida Sumber: Wikipedia.com

    Kalsium hidrokida berupa kristal tak berwarna atau bubuk putih. Kalsium

    hidroksida dihasilkan melalui reaksi kalsium oksida (CaO) dengan air. Senyawa

    ini juga dapat dihasilkan dalam bentuk endapan melalui pencampuran larutan

    kalsium klorida (CaCl2) dengan larutan natrium hidroksia (NaOH). Dalam bahasa

    Inggris, kalsium hidroksida juga dinamakan slaked lime, atau hydrated lime

    (kapur yang di-airkan). Nama mineral Ca(OH)2 adalah portlandite, karena

    senyawa ini dihasilkan melalui pencampuran air dengan semen Portland. Suspensi

    partikel halus kalsium hidroksida dalam air disebut juga milk of lime (Bahasa

    Inggris: milk = susu, lime = kapur). Larutan Ca(OH)2 disebut air kapur dan

    merupakan basa dengan kekuatan sedang. Larutan tersebut bereaksi hebat dengan

    berbagai asam, dan bereaksi dengan banyak logam dengan adanya air. Kelarutan

    basa ini rendah, tetapi khas, yaitu memiliki Ksp sebesar 5,5 x 10-6

    . Hal ini berarti

    sifat kelarutannya dalam air sedikit larut, dan bukan sukar larut. Larutan tersebut

    menjadi keruh bila dilewatkan karbon dioksida, karena mengendapnya kalsium

    karbonat. Kalsium hidroksida merupakan basa yang termurah secara ekonomis,

    dan sering dipergunakan untuk mengatur pH air limbah, pH tanah, dan pH pulp

  • 13

    kertas. Di masyarakat, basa ini dalam bentuk padatannya sering disebut kapur

    mati (Putra, 2010).

    Berdasarkan uraian sebelumnya, langkah justifikasi pH terhadap sistem

    sintropi fermenter-metanogen dalam sintesis metana (CH4) sangat diperlukan.

    Justifikasi pH dapat dilakukan melalui penambahan basa alkalis sedang Ca(OH)2.

    Penambahan Ca(OH)2 diharapkan mampu menaikkan pH sampai titik pH

    minimum bagi metanogen untuk aktif mensintesis methane. Kita ketahui

    rentangan pH optimal bagi metanogen untuk aktif adalah pada pH 6,8-8,5, maka

    titik minimum pH yang perlu dicapai dalam justifikasi ini adalah 6,8 hingga 7,0.

    4 H2 + CO2 CH4 + 2H2O pH 6,8-8,5

    Tentu saja pencapaian pH ini berawal dari pH maksimum fermentor untuk tetap

    aktif, yaitu pH 5.

    2 CH3CH2OH + 2 H2O 4 H2 + 2 CH3COO- + 2 H

    + pH 5

    Namun, penambahan Ca(OH)2 juga memiliki rentang maksimum agar tidak

    terjadi feedback inhibition terhadap aktifitas metanogen. Penambahan Ca(OH)2

    secara teoretis dapat mem-buffer sistem sintropi, akan tetapi, jumlah Ca2+

    dalam

    lingkungan biodigester juga ada ambang batasnya, yaitu sampai 200mg/L

    (Amaru, 2004), sehingga apabila dalam upaya justifikasi pH kinerja mencapai pH

    6,8 hingga 7,0 ternyata jumlah Ca2+

    melebihi ketentuan tersebut justru akan

    menghambat kinerja kedua mikroorganisme tersebut. Oleh karena itu, dalam sesi

    berikut akan diuraikan mengenai penentuan penambahan Ca(OH)2 pada sistem

    sintropi metana dengan tetap memperhatikan kadar Ca2+

    terlarut. Penentuan

    penambahan Ca(OH)2 dapat dihitung melalui menghitung terlebih dahulu

    konsentrasi H+ yang ada dalam biodigester. Kita ketahui bersama bahwa pH

    sistem biodigester optimal terhadap fermenter adalah 5,0, sehingga konsentrasi H+

    dalam sistem ini dapat dihitung:

    pH = 5

    [H+] = 10

    -5M

    dengan mengasumsikan volum biodigester sebesar 100 liter, dan terisi

    setengahnya, maka mol H+ dapat ditentukan.

    [H+] = 10

    -5M = 10

    -5mol/liter

    Mol H+ = 10

    -5 mol/liter x 50 liter

  • 14

    = 5 x 10-4

    mol

    = 0,5 mmol

    Selanjutnya, pada sistem tersebut ditambahkan basa Ca(OH)2, sehingga akan

    terjadi reaksi antara CH3COOH dengan Ca(OH)2 sebagai berikut.

    2CH3COOH(aq) + Ca(OH)2(aq) (CH3COO)2Ca(aq) + 2H2O(aq)

    Mengingat kadar Ca2+

    dalam biodigester tidak boleh melebihi 200mg/L atau

    sekitar 8,2 x 10-3

    M, maka dengan penambahan sekitar 30 (tiga puluh) liter

    Ca(OH)2 8,2 x 10-3

    M akan mampu menetralkan reaksi.

    Ca(OH)2 = 8,2 x 10-3

    M = 0,0082 mol/liter

    Mol Ca(OH)2 = 0,0082 mol/liter x 30 liter

    = 0.246 mol

    Gram = mol Ca(OH)2 x Mr Ca(OH)2

    = 0.246 mol x 54 x 1gram

    = 13,284 gram

    Dari hasil kalkulasi di atas diketahui 30 (tiga puluh) liter Ca(OH)2 8,2 x 10-3

    M

    setara dengan 13,284 gram Ca(OH)2 dilarutkan dalam air hingga volumenya

    mencapai 30 liter.

    2CH3COOH(aq) + Ca(OH)2(aq) (CH3COO)2Ca(aq) + 2H2O(aq)

    0,5mmol 0,25mmol x x

    -0,5 mmol -0,25mmol +0,25mmol +0,5mmol

    - - 0,25mmol +0,5mmol

    Ternyata menurut reaksi di atas, terjadi hidrolisis garam dari asam lemah-basa

    kuat. Maka dari itu, konsentrasi H+ akhir dalam sistem biodigester dapat dihitung

    melalui formula hidrolisis garam, bukan larutan penyangga. Diketahui bahwa

    konstanta ionisasi CH3COOH sebesar 1 x 10-5

    .

    [OH-] =

    Dalam penentuan konsentrasi garam, kita perlu mengetahui volume campuran,

    yaitu 50 + 30 liter = 80 liter.

    [(CH3COO)2Ca] =

  • 15

    = 3,125 x 10-6

    M

    [OH-] =

    [OH-] =

    [OH-] = 7,9 x 10

    -8 M

    Selanjutnya, harga pOH dapat dihitung dengan rumus:

    pOH = -log[OH-]

    pOH = -log 7,9 x 10-8

    pOH = 7,12

    dengan demikian, pH dalam sistem biodigester dapat diketahui melalui

    penggunaan persamaan pH = 14-pOH, yaitu

    pH = 14-7,12

    pH = 6,89

    Ternyata diperoleh dengan penambahan Ca(OH)2 30 (tiga puluh) liter

    Ca(OH)2 8,2 x 10-3

    M mampu meningkatkan pH sistem biodigester dari 5,0

    menjadi 6,89. Rentangan pH ini sudah mampu mengakomodasi kondisi optimum

    antara fermenter dan metanogen, sehingga diperkirakan proporsi keduanya

    berimbang. Proporsi yang berimbang ini tentu saja akan meningkatkan kadar

    metana dari proses sintropik antara keduanya.

    Peningkatan pH seperti yang tertera di atas diperoleh melalui beberapa

    asumsi-asumsi yang mendukung pemikiran ini. Adapun asumsi yang dimaksud

    meliputi:

    1. Penambahan larutan basa alkalis, Ca(OH)2 tidak mempengaruhi jumlah

    kematian bakteri fermentor, karena maksud penambahan larutan basa alkalis

    ini adalah untuk menjustifikasi pH lingkungan.

    2. Sistem dalam biodigester dianggap homogen, sehingga rumus hidrolisis

    garam dapat diaplikasikan dalam permasalahan ini.

    Selama asumsi tersebut di atas masih dipergunakan, maka uraian mengenai

    justifikasi trayek pH kinerja antara fermenter dan metanogen dapat dipertahankan.

    Namun, lebih jauh lagi mengenai kesahihan bangun teori dan sintesis ini, masih

    perlu dibuktikan melalui penelitian lebih lanjut.

  • 16

    2.3 Design Instalasi Pengolahan Kotoran Manusia di SMA Negeri Bali

    Mandara.

    Secara umum penunjang instalasi biogas dimulai dari WC sebagai

    pengumpul kotoran manusia, pipa penyalur kotoran manusia, sumur pencerna

    (digester), tungkup gas (holding gas), pipa distribusi penyalur gas lengkap dengan

    kran kontrol,dan kompor gas. Bangunan instalasi berdiri di atas fondasi seperti

    yang ditunjukkan pada gambar 2.3.

    Gambar 2.3 Design Instalasi Biodigester

    Prinsip utama dari desain biodigester di atas adalah mengusahakan

    terwujudnya kondisi anaerob di dalam sumur pencerna dengan tungkup gas agar

    mikroorganisme anaerob dapat tumbuh dan berkembang biak sehingga aktivitas

    perombakan manusia untuk membentuk bio gas meningkat (Sihombing &

    Simamora, 1988). Adapun mekanisme instalasi biogas adalah sebagai berikut.

  • 17

    1. Saluran Masuk Kotoran

    Sebelum proses perombakan, diperlukan saluran masuk kotoran pada toilet

    umum atau WC yang digunakan untuk memasukan kotoran segar, urine, dan air

    ke dalam septic tank. Zat tersebut akan bercampur menjadi satu dan berfungsi

    untuk memaksimalkan potensi biogas, memudahkan pengaliran, serta

    menghindari terbentuknya endapan pada saluran masuk serta menghemat tenaga

    dalam proses pengadukan yang biasanya dilakukan dalam pembuatan biogas

    dengan kotoran hewan.

    2. Septic-Tank

    Septic-tank berfungsi sebagai tempat pengumpulan kotoran manusia awal.

    Setelah septic tank terisi, kotoran manusia akan dikirim ke biodigester yang

    terletak di dataran yang lebih rendah untuk diproses lebih lanjut.

    3. Digester

    Digester digunakan sebagai tempat penyimpanan kotoran yang dihasilkan

    dari proses defekasi dan ekresi manusia. Digester ditempatkan di dalam tanah

    agar temperatur di dalam digester lebih stabil pada kisaran 33-38oC (Stafford et

    al., 1978 dan Barnett et al.,1978). Ketika suhu telah stabil maka akan terjadi

    proses fermentasi yang dilakukana oleh bakteri Acetobacter aceti dan metanogen

    yang terdapat pada kotoran manusia. Proses ini menghasilkan gas CO2 dan

    alkohol. Selain proses fermentasi, di dalam digester terjadi pula proses hidrolisis,

    proses asidifikasi, dan proses pembentukan gas metana.

    4. Tangki Residu Air

    Tangki reisdu air memegang peranan penting dalam proses pembentukan

    metana. Tangki ini bersifat kedap udara dan memerangkap uap air yang terbentuk

    dari proses yang terjad di dalam digester. Hal ini dilakukan untuk mengurangi

    H2O pada biogas yang akan memperkecil jumlah kalor saat pembakaran gas

    metana.

  • 18

    5. Tungkup Gas

    Tungkup gas dirancang di atas digester dari kerangka besi beton yang

    dililit dengan kawat ram kemudian di semen (ferro cement) untuk menjamin

    kekuatan dan tidak bocor. Tungkup gas terletak diatas sumur pencerna I antara

    dua dinding (luar dan dalam) sebagai isolasi sehingga semua gas terbentuk dapat

    terhimpun. Di atas tungkup gas diletakkan pengukur tekanan gas (pressure gauge)

    agar setiap saat dapat mengetahui tekanan gas (Fahmi, 2008).

    6. Tangki Penyimpanan Gas

    Tangki penyimpanan gas dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama yaitu

    tangki yang secara langsung berhubungan dengan digester dan bagian kedua yaitu

    tangki yang terpisah dengan digester. Tangki pertama bersifat pasif karena tidak

    dapat dipindahkan ke tempat lain. Pada tangki pertama menyalurkan gas secara

    langsung ke tempat pembakaran berupa kompor gas.

    Berbeda halnya dengan tangki kedua, tangki ini dapat dipindahkan dari

    satu tempat ke tempat lainnya dan dapat dihubungankan langsung dengan tangki

    utama. Untuk tangki kedua konstruksi dibuat khusus sehingga tidak bocor dan

    tekanan yang terdapat dalam tangki seragam, serta dilengkapi H2S Removal untuk

    mencegah korosi serta mudah dalam proses perewatannya (Care, 2009).

    7. Saluran Gas (Pipa)

    Terdapat saluran gas (pipa) terbuat dari bahan polimer kuat dengan tujuan

    untuk menghindari korosi (Care, 2009). Saluran ini menghubungkan septic-tank

    dengan tempat penyimpanan gas dan dari tempat penyimpanan gas ke kompor

    gas. Pada pipa ini terdapat keran yang dapat dibuka dan ditutup dengan tujuan

    untuk menghentikan dan melancarkan proses penyaluran gas. Pada saluran

    baiknya diganti sekitar 5 tahun sekali untuk mencegah terjadinya kebocaran yang

    dapat membahayakan keselamatan dari para pengguna

    8. Manometer

    Manometer digunakan untuk mengukur tekanan udara pada ruang tertutup.

    Pada alat penyimpanan gas metana sebaiknya menggunakan manometer logam.

  • 19

    Manometer logam digunakan karena dapat mengukur tekanan gas yang sangat

    tinggi, misalnya tekanan gas dalam ketel uap (AnonIm, 2011)

    2.4 Implikasi Penggunaan Biogas dari Kotoran Manusia sebagai Energi

    Alternatif di SMA Negeri Bali Mandara dan Masyarakat Sekitarnya.

    Berdasarkan analisis, sub-bab sebelumnya, inovasi penggunaan biogas

    yang berasal dari kotoran manusia dan biodigester yang didesain sedemikian rupa

    bisa memberikan banyak hal kepada Asrama SMAN Bali Mandara. Dari adanya

    pengembangan biogas, gas septic tank yang biasanya menyebabkan bau tidak

    sedap terhadap warga sekolah dapat ditanggulangi dan dimanfaatkan sebagai

    bahan bakar alternatif. Bila 1 kg kotoran manusia menghasilkan 0,05 m3

    biogas,

    maka dalam waktu sehari dihasilkan 0,821 m3 biogas yang setara dengan 0.3776

    kg elpiji (www.amrizal.com, 2011). Karena biogas dapat digunakan sebagai bahan

    bakar kantin untuk memasak, maka pengeluaran sekolahpun ikut menipis.

    Konsekuensi lanjutannya, waktu untuk rutinitas penyedotan septic tank akan

    bertambah lama karena limbah kotoran tidak hanya berkumpul di septic tank saja,

    tetapi juga di biodigester. Kedua hal ini sama-sama berdampak positif karena

    meringankan beban ekonomi sekolah.

    Berhubungan dengan ekonomi, dari adanya pengembangan biogas yang

    optimal juga bisa meringankan beban pemerintah dalam subsidi migas. Bila

    teknologi ini diteruskan oleh semua kalangan dan dikalkulasikan maka dari 3.000

    kepala keluarga di perkotaan dapat dihasilkan 225 meter kubik biogas atau setara

    dengan 103,5 kg elpiji setiap hari, yang dapat digunakan 207 keluarga untuk

    memasak (www.amrizal.com, 2011). Dari hal ini pula, kecenderungan penggunaan

    gas LPG dapat dikurangi sehingga pemerintah dapat memfokuskan penggunaan

    migas ke bidang lainnya seperti bidang transportasi.

    Seperti yang telah dijelaskan di sub-bab sebelumnya, pengembangan

    biogas yang optimal tergantung dari bagaimana kondisi biodigesternya. Dalam hal

    ini, masyarakat harus tahu bahwa desain biodigester yang bersumber pada tempat

    penampungan kotoran ini bisa diadaptasikan ke semua tempat yang memiliki

    WC/toilet. Termasuk di dalamnya sekolah-sekolah dengan kapasitas murid yang

  • 20

    banyak sehingga kemungkinan terisinya tempat penampungan kotoran itu lebih

    besar. SD, SMP, dan SMA biasanya memiliki banyak murid yang menyebabkan

    WC/toiletnyapun lebih banyak dari TK atau Playgroup. Instansi-instansi itu

    biasanya memiliki kantin yang menggunakan kompor sebagai alat untuk

    memasak. Dari situlah inovasi biogas ini bisa teraplikasikan.

    Selain instansi pendidikan, instansi-instansi lainnya termasuk rumah sakit

    juga bisa mengadopsi desain biodigester ini. Alasan utama penggunaan biogas di

    rumah sakit karena instansi itu membutuhkan bahan bakar untuk melayani

    pasiennya. Selain itu, jumlah pasien yang ada mustahil sedikit. Tentu ini menjadi

    salah satu keuntungan biodigester ini dibangun di tempat ini.

    Penerapan biodigester dalam pembuatan biogas ini bisa juga dilakukan di

    lingkungan rumah tangga. Penempatan biodigester bisa dilakukan di setiap rumah

    dengan syarat jumlah penghuni rumah cukup banyak, setidaknya ada lebih dari 2

    orang dewasa. Pemasangan dengan jumlah penghuni rumah ini dimaksudkan

    untuk memaksimalkan biogas yang dihasilkan dari biodigester tersebut karena

    kecenderungan septic tank (tangki penampungan) terisi banyak lebih besar.

    Bila kondisi rumah seperti yang dijelaskan di atas dirasa cukup sulit untuk

    diciptakan, hal ini bisa ditanggulangi dengan adanya tempat khusus biodigester di

    antara rumah-rumah penduduk. Secara specific, tempat pengumpul kotoran

    digabung menjadi satu, begitu pula dengan tempat penampung gasnya. Dengan

    adanya penggabungan, biodigester bisa menghasilkan biogas yang lebih banyak.

    Cakupan untuk pengelolaan biogas inipun menjadi lebih luas dan hasilnya lebih

    bermanfaat.

  • 21

    BAB III

    PENUTUP

    3.1 Simpulan

    Berdasarkan analisis dari sub-bab sebelumnya, dapat ditarik simpulan

    sebagai berikut.

    1. Pemanfaatan limbah kotoran manusia di SMA Negeri Bali Mandara dapat

    diolah menjadi energi alternatif biogas yang biodegradable dengan tiga

    tahapan yaitu (1) tahap hidrolisis (hydrolysis), (2) tahap asidifikasi

    (acidogenesis dan acetogenesis), dan (3) tahap pembentukan gas metana

    (methanogenesis). Dalam proses pembentukan gas metan di dalam

    biodigester menggunakan mikroorganisme fermenter (Acetobacter aceti)

    dan metanogen.

    2. Pengkondisikan biodigester agar menghasilkan biogas yang optimum dapat

    dilakukan dengan menambahkan Ca(OH)2 ke dalam biodigester untuk

    menghindari ketidakcocokan trayek pH kinerja antara fermenter dan

    metanogen.

    3. Instalasi biodigester sebagai pengolah limbah kotoran manusia di SMA

    Negeri Bali Mandara dideskripsikan dari septic tank, biodigester, tank

    penampungan gas hingga ke bangunan yang akan memanfaatkan biogas

    tersebut.

    4. Warga SMAN Bali Mandara dan masyarakat sekitar dapat menggunakan

    biodigester untuk menghasilkan biogas sebagai energi alternatif dan dapat

    mampu memenuhi kebutuhan energi warga sekolah serta masyarakat dalam

    hal memasak dan lain-lain.

    3.2 Saran

    1. Untuk mempercepat proses perubahan kotoran manusia menjadi biogas

    maka disarankan menggunakan bakteri starter.

    2. Pipa yang digunakan sebaiknya terbuat dari bahan yang tidak korosif,

    sehingga tidak menimbulkan reaksi kimia dan menimbulkan ledakan.

  • 22

    3. Desain alat terutama pada sambungan pipa sebaiknya diawasi agar tidak

    terjadi kebocoran gas.

    4. Untuk mengontrol gerak perpindahan gas metana dari digester ke tempat

    penampungan gas dan dari tempat penampungan gas ke kompor serta tangki

    penampungan portable maka disarankan untuk menggunakan kran kontrol.

  • 23

    DAFTAR PUSTAKA

    Amaru, K. 2004. Rancang Bangun dan Uji Kinerja Biodigester Plastik

    Polyethilene Skala Kecil. Skripsi. Jatinangor: Universitas Padjajaran.

    Ditjen Migas. 2011. Harga Minyak Bumi (2004-2011). Jakarta : Ditjen Migas.

    Erawati, T. 2009. Biogas Sebagai Sumbar Energi Alternatif. Diakses tanggal 8

    Agusrus 2012 dari situs:

    [http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2009/12/biogas-sebagai-sumber-

    energi-alternatif].

    Fitria, B. 2009. Biogas. Diakses tanggal 07 Agustus 2012 dari situs:

    [http://biobakteri.wordpress.com/2009/06/07/8-biogas/].

    Haryati, T. 2006. Biogas, Limbah Peternakan yang Menjadi Sumber Energi

    Alternatif. Bogor: Balai Penelitian Ternak.

    Juangga. 2007. Proses Anaerobic Digestion. Medan : USU Press.

    Care, K. 2009. Cara Mudah Membuat Digester Biogas. Diakses tanggal 9 Agustus

    2012 dari situs : [http://www.kamase.org/?p=548].

    Madigan, et al. 1997. Brock Microbiology of Microorganisms. New Jersey:

    Prentice Hall.

    Mayasari, H.D., Riftanto, I.M., NurAini, L., Ariyanto, M.R. 2010. Pembuatan Biodigester Dengan Uji Coba Kotoran Sapi Sebagai Bahan Baku.

    Surakarta : Universitas Sebelas Maret.

    McGarry, M. G. and J. Stainforth. 1989. Compost, fertilizer and biogas

    production from human and farm wastes in the Peoples Republic of China. Ottawa, Canada : IDRC-TS 8e.

    Migasnews. 2012. Program Energi Mandek. Diakses tanggal 9 Agustus 2012 di

    situs: [migasnews.com/program_energi_mandek_berita333.html].

    Price,E.C and Cheremisinoff,P.N.1981.Biogas Production and Utilization. United

    States of America : Ann Arbor Science Publishers, Inc.

    Putra, P. S. E. A. 2010. Justifikasi Trayek Ph Kinerja Antara Fermenter Dan

    Methanogen Dalam Sintropi Metana (CH4). Singaraja, Bali.

    Sihombing, D. T. H., and S. Simamora. 1988. Biogas from biogical waste for

    rural household in Indonesia. In. K. Abdullah, Bogor Agricultural

    University, Indonesia and O. Kitani. Tokyo University Agriculture, Tokyo.

    Japan.

    Stafford, A. D., D. L. Hawkes and R. Horton. 1978. Methane production from

    waste organic matter. Boca Raton, Florida : CRC Press, Inc.

  • 24

    Sufyandi, A. 2001. Informasi Teknologi Tepat Guna untuk Pedesaan Biogas.

    Bandung.

    Suparmin & Soeparman, H.M. 2002 Pembuangan Tinja dan Limbah Cair: Suatu

    Penghantar. Jakarta : Kedokteran EGC.