bagian pertama naskah akademisparlemen.net/wp-content/uploads/2016/04/ps_m...ketua sidang menunjuk...

67
www.parlemen.net BAGIAN PERTAMA NASKAH AKADEMIS Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

Upload: vuhanh

Post on 03-Mar-2019

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAGIAN PERTAMA NASKAH AKADEMISparlemen.net/wp-content/uploads/2016/04/PS_M...ketua sidang menunjuk seorang juru bahasa yang bersumpah atau berjanji akan menterjemahkan dengan benar

www.parlemen.net

BAGIAN PERTAMA

NASKAH AKADEMIS

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

Page 2: BAGIAN PERTAMA NASKAH AKADEMISparlemen.net/wp-content/uploads/2016/04/PS_M...ketua sidang menunjuk seorang juru bahasa yang bersumpah atau berjanji akan menterjemahkan dengan benar

www.parlemen.net

BAB I

MENGAPA PERLINDUNGAN TERHADAP SAKSI PENTING? 1. Ketiadaan UU yang memberikan Perlindungan terhadap Saksi

Terciptanya pemerintahan yang baik dan bersih merupakan prasyarat bagi terwujudnya negara demokrasi sebagaimana yang dicita-citakan oleh seluruh komponen bangsa. Pemerintahan yang baik dan bersih akan terwujud jika peradilan diselenggarakan sebagaimana prinsip-prinsip keadilan/fair trial, dimana penghargaan terhadap nilai-nilai hak azasi manusia seiring dan sejalan dengan proses penegakan hukum.

Keberhasilan atas penyelesaian suatu perkara hukum sangat tergantung pada keterangan saksi yang berhasil diungkap atau dimunculkan. Dalam proses penyelesaian perkara terutama yang berkenaan dengan saksi, tidak sedikit perkara yang kandas ditengah jalan disebabkan ketiadaan saksi yang dapat mendukung tugas penegak hukum. Oleh karena itu, keberadaan saksi merupakan suatu unsur yang sangat menentukan dalam suatu proses peradilan pidana. Peran saksi dalam proses penyelesaian perkara selama ini sangat jauh dari perhatian masyarakat dan penegak hukum. Adanya perkara-perkara yang tidak terungkap dan tidak terselesaikan disebabkan oleh karena keengganan saksi, terutama saksi korban untuk memberikan keterangan saksi kepada penegak hukum karena mendapat ancaman dari pihak-tertentu.

Saat ini belum ada undang-undang yang secara khusus mengatur tentang perlindungan terhadap saksi. Pengaturan tentang perlindungan terhadap saksi sampai saat ini masih terpisah-pisah sesuai dengan masalahnya masing-masing. Pengaturan yang sifatnya terpisah ini misalnya pengaturan tentang perlindungan saksi yang berada di dalam undang-undang tertentu dan seolah-olah tidak ada keterkaitan sama sekali dengan persoalan perlindungan saksi secara keseluruhan, misalnya dalam Undang-Undang tentang Pengadilan HAM, Undang-Undang tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, Undang-Undang tentang Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang tentang Terorisme, Undang-Undang Kekerasan Dalam Rumah Tangga, dll.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang juga mengatur tentang saksi - termasuk saksi korban – tidak cukup memberikan perlindungan jika dibandingkan dengan perlindungan terhadap hak-hak tersangka ataupun terdakwa. KUHAP telah merumuskan sejumlah hak bagi tersangka atau terdakwa yang melindunginya dari berbagai kemungkinan pelanggaran Hak Asasi Manusia sebagaimana diatur dalam Pasal 50 sampai dengan Pasal 68 KUHAP. Namun KUHAP lebih melihat saksi hanya sebagai bagian dari alat bukti dan kurang mengatur tentang saksi sebagai pihak yang perlu dilindungi dan - terutama korban - dipulihkan hak-haknya.

Ketimpangan ini mengakibatkan keluhan bahwa kepedulian pada tersangka/terdakwa sudah sedemikian tingginya, sehingga menimbulkan

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

Page 3: BAGIAN PERTAMA NASKAH AKADEMISparlemen.net/wp-content/uploads/2016/04/PS_M...ketua sidang menunjuk seorang juru bahasa yang bersumpah atau berjanji akan menterjemahkan dengan benar

www.parlemen.net

persepsi bahwa ‘the pendulum has swung too far.’ Oleh karenanya sudah tiba saatnya perhatian yang lebih besar diberikan pula pada pihak-pihak lain yang terlibat dalam proses peradilan pidana, terutama saksi --termasuk saksi korban.

Lemahnya pengaturan dan perlindungan yuridis terhadap saksi tersebut, menjadikan pihak-pihak yang seharusnya menjadi saksi enggan untuk menjadi saksi. Persoalan yang utama adalah banyaknya saksi yang tidak bersedia menjadi saksi ataupun tidak berani mengungkapkan kesaksian yang sebenarnya karena tidak ada jaminan yang memadai terutama jaminan atas perlindungan tertentu ataupun mekanisme tertentu untuk bersaksi. Dalam persidangan pengadilan HAM Ad Hoc untuk kasus pelanggaran HAM yang berat di Timor-Timur, banyak saksi yang akhirnya memilih untuk tidak datang ke Indonesia untuk memberikan keterangan di muka pengadilan. Hal ini disebabkan adanya pengalaman dari beberapa saksi sebelumnya yang mengalami intimidasi atau tekanan psikologis selama memberikan kesaksian di muka persidangan.

Saksi - termasuk pelapor - bahkan seringkali mengalami ancaman atau tuntutan hukum atas kesaksian atau laporan yang diberikannya, serta tidak sedikit pula saksi akhirnya menjadi tersangka atau bahkan terpidana. Ketidakmauan saksi untuk memberikan keterangan di sidang pengadilan seringkali terjadi terutama untuk kasus-kasus seperti kekerasan terhadap perempuan, kekerasan dalam rumah tangga, korupsi, kejahatan terorganisir dan pelanggaran HAM yang berat.

Berdasarkan kondisi di atas, penegakan hukum ataupun penyelesaian berbagai tindak kejahatan tidak berjalan dengan maksimal. Pencarian kebenaran yang seharusnya ditopang dengan kesaksian yang memadai tidak dapat tercapai. Dampak yang lebih luas adalah tidak terungkapnya kejahatan-kejahatan tertentu, misalnya kasus pelanggaran HAM yang berat, kekerasan terhadap perempuan, korupsi dan kasus lainnya. Kondisi ini telah disadari, terutama untuk penegakan hukum kasus-kasus korupsi. Ketetapan MPR No. VIII Tahun 2001 tentang Rekomendasi Arah Kebijakan Pemberantasan dan Pencegahan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme menyatakan bahwa perlu adanya sebuah undang-undang yang mengatur tentang perlindungan saksi. Undang-undang ini merupakan bagian dari beberapa undang-undang lainnya yang dimaksudkan untuk membantu percepatan dan efektivitas pelaksanaan pemberantasan dan pencegahan korupsi.

Sejalan dengan pengalaman di Indonesia berkenaan dengan perlindungan saksi, kurang memadainya instrumen yuridis tentang perlindungan saksi serta rekomendasi Ketetapan MPR No. VIII Tahun 2001 menjadikan pengaturan tentang perlindungan saksi dalam sebuah undang-undang sangat penting. Tujuannya bukan hanya semata-mata untuk mendukung proses peradilan dan penyelesaian perkara secara lebih adil dan

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

Page 4: BAGIAN PERTAMA NASKAH AKADEMISparlemen.net/wp-content/uploads/2016/04/PS_M...ketua sidang menunjuk seorang juru bahasa yang bersumpah atau berjanji akan menterjemahkan dengan benar

www.parlemen.net

kompeten tetapi juga menunjukkan adanya tanggung jawab negara terhadap warga negara yang telah mengalami berbagai tindak pelanggaran hukum.1

Dengan bersandarkan pada asas kesamaan dalam hukum --equality before the law-- yang menjadi salah satu prasyarat dalam suatu negara hukum, saksi dalam proses peradilan pidana harus pula diberi perangkat hukum untuk menjamin perlindungan oleh negara terhadap dirinya. Tanpa adanya perlindungan hukum bagi saksi, sejumlah kasus-kasus besar dapat diprediksi akan sangat sulit diungkap. 2. KUHAP, KUHP dan Saksi Sesungguhnya dalam KUHAP sudah ada pengaturan perlindungan bagi saksi walau secara implisit, hal mana tertuang dalam pasal-pasal dalam berikut ini: 1. Pasal 117 ayat (1): Keterangan tersangka dan atau saksi kepada penyidik

diberikan tanpa tekanan dari siapapun, dan atau dalam bentuk apapun. 2. Pasal 118: keterangan tersangka dan atau saksi dicatat dalam berita acara

yang ditandatangani oleh penyidik, dan oleh yang memberi keterangan itu setelah mereka menyetujuinya.

3. Pasal 166: Pertanyaan yang bersifat menjerat tidak boleh diajukan kepada terdakwa maupun kepada saksi.

4. Pasal 177: Jika terdakwa atau saksi tidak paham bahasa Indonesia, hakim ketua sidang menunjuk seorang juru bahasa yang bersumpah atau berjanji akan menterjemahkan dengan benar semua yang harus diterjemahakan.

5. Pasal 178: Jika terdakwa atau saksi bisu dan atau tuli serta tidak dapat membaca dan menulis, hakim ketua sidang mengangkat sebagai penterjemah orang yang pandai bergaul dengan terdakwa atau saksi itu.

6. Pasal 229: Saksi atau ahli yang telah hadir memenuhi panggilan dalam rangka memberikan keterangan di semua tingkat pemeriksaan, berhak mendapat penggantian biaya menurut aturan perundang-undangan yang berlaku.

Sedangkan ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pengaturan mengenai saksi justru membebankan kewajiban pada saksi, misalnya: 1. Pasal 224 KUHP memberikan sanksi pidana pada saksi yang dengan

sengaja tidak datang ketika dipanggil.

1 Lihat artikel 25 Universal Declaration of Human Rights : “ everyone has the right to…..necessary social

services, and the right to security in the event of unemployment, sickness, disability, widowhood, old age or other lack of livehood in circumtances beyond his control”.

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

Page 5: BAGIAN PERTAMA NASKAH AKADEMISparlemen.net/wp-content/uploads/2016/04/PS_M...ketua sidang menunjuk seorang juru bahasa yang bersumpah atau berjanji akan menterjemahkan dengan benar

www.parlemen.net

2. Pasal 522, yang merupakan tindak pidana berbentuk pelanggaran, memberikan sanksi pada seorang saksi yang “dengan melawan hak” tidak datang pada saat dipanggil ke pengadilan.

Secara yuridis formal, ketentuan dalam KUHP sebenarnya dapat dipakai untuk menjaring orang-orang yang melakukan kekerasan terhadap saksi sehubungan dengan kesaksiannya (misalnya pasal tentang penganiayaan, Pasal 351 dan seterusnya), atau melakukan perbuatan lainnya (Pasal 335 dan 336, tentang perbuatan tidak menyenangkan). Masalahnya tidak semua saksi mengetahui akan hal ini, dan pula dalam proses peradilan pidana tersebut terdapat pula kemungkinan ia akan terbentur lagi dengan masalah yang sama. 3. Perlindungan Saksi dan Kejahatan Tertentu Perlindungan hukum bagi saksi sangat signifikan keberadaannya terutama dalam kaitannya dengan kasus-kasus pidana seperti: 1. Tindak pidana yang dilakukan dengan kekerasan (khususnya

kekerasan terhadap perempuan dan anak) : tindak pidana yang dilakukan dengan kekerasan terhadap perempuan --terutama tindak pidana perkosaan-- merupakan suatu bentuk kejahatan yang paling rendah tingkat penyelesaiannya, karena sebagian besar saksi korban tidak melaporkan viktimisasi yang dialaminya kepada pejabat yang berwenang. Dalam berbagai penelitian ditemukan pula bahwa pelaku perkosaan pada umumnya adalah orang yang dikenal oleh korban, bahkan seringkali salah satu anggota keluarganya, dan pelaporan mungkin justru akan mengakibatkan adanya further victimization terhadap korban. Kondisi semacam ini dapat diatasi dengan pemberian hak pada korban untuk memperoleh perlindungan hukum terhadap berbagai bentuk intimidasi tersangka/pelaku.

2. Tindak pidana narkotika dan psikotropika: telah merupakan pengetahuan umum bahwasanya kejahatan yang berkenaan narkotika dan psikotropika --khususnya pengedaran dan perdagangannya-- lebih banyak merupakan kejahatan yang dilakukan secara terorganisir daripada secara individual. Sebagai akibatnya, hanya informasi ‘orang dalam’ sajalah yang lebih memungkinkan terungkapnya kasus-kasus ini. Ketiadaan perlindungan pada ‘orang dalam’ (atau keluarganya) yang ingin bersaksi inilah yang merupakan salah satu kendala untuk menanggulangi peredaran narkotika dan psikotropika.

3. Tindak pidana korupsi:

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

Page 6: BAGIAN PERTAMA NASKAH AKADEMISparlemen.net/wp-content/uploads/2016/04/PS_M...ketua sidang menunjuk seorang juru bahasa yang bersumpah atau berjanji akan menterjemahkan dengan benar

www.parlemen.net

Tindak pidana korupsi, sebagai bagian dari white collar crime, adalah salah satu bentuk kejahatan yang sulit dideteksi apalagi diproses dalam proses peradilan pidana. Umumnya tindak pidana korupsi dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kesempatan, kewenangan ataupun sarana yang dimungkinkan oleh jabatan yang diperolehnya. Dengan demikian pada sebagian besar kasus korupsi dilakukan oleh pembuat keputusan bukan pada tingkat bawah. Dalam posisi semacam ini, apabila seseorang --yang katakanlah pegawai bawahan-- mengetahui bahwa atasannya melakukan tindak pidana korupsi, kemungkinan besar ia enggan melaporkan kasus tersebut karena khawatir akan mengancam pekerjaannya yang sudah jelas berada di bawah si pelaku tersebut. Tanpa adanya perlindungan hukum terhadap orang-orang seperti ini, kemungkinan besar kasus-kasus korupsi yang besar tidak akan pernah terungkap.

4. Tindak pidana yang dilakukan oleh pejabat atau penguasa : dengan seperangkat kekuasaan yang ada padanya, pejabat atau penguasa yang melakukan tindak pidana tidak akan sulit untuk membungkam bawahannya agar tidak melaporkan pada yang berwajib mengenai tindak pidana yang dilakukannya.

5. Tindak pidana pelanggaran HAM yang berat

BAB II SAKSI DAN PIHAK LAIN TERKAIT DENGAN SAKSI

1. Saksi: masalah definisi

Dalam praktek hukum dewasa ini, nampaknya orang-orang yang dimasukkan dalam kategori saksi tidak terbatas pada orang-orang yang dirumuskan dalam Pasal 1 butir 26 KUHAP yang berbunyi bahwa saksi adalah:

“orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri.”

Sejumlah kasus pidana telah menunjukkan bahwa orang-orang yang “mengetahui” sesuatu yang berkenaan dengan tindak pidana saja sudah dapat dimasukkan dalam kategori saksi. UU No. 31 tahun 1999 sebagaiaman yang telah diperbarui dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi bahkan membedakan antara saksi dan pelapor, dan sang pelapor ternyata tidak diajukan dalam sidang pengadilan melainkan harus dilindungi identitas dan alamatnya. Pasal 31 merumuskan adanya saksi dan pelapor, baik pada tingkat penyidikan maupun persidangan; sedangkan Pasal 41 ayat (2) e.2 merumuskan hak saksi pelapor untuk memperoleh perlindungan hukum (walau tidak dijelaskan secara rinci bentuk dan prosedurnya).

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

Page 7: BAGIAN PERTAMA NASKAH AKADEMISparlemen.net/wp-content/uploads/2016/04/PS_M...ketua sidang menunjuk seorang juru bahasa yang bersumpah atau berjanji akan menterjemahkan dengan benar

www.parlemen.net

Pembedaan antara saksi dan (saksi) pelapor ini tidak dijelaskan dengan rinci dalam penjelasan UU tersebut, yang mungkin kelak akan dapat menimbulkan permasalahan dalam praktek. Dari ketentuan ini dapat pula disimpulkan bahwa dalam kasus korupsi ini dimungkinkan adanya seseorang yang mengetahui adanya tindak pidana, akan tetapi ia tidak berperan sebagai saksi dalam proses peradilan pidana. Ketentuan yang memberikan sanksi pidana bagi saksi yang mengungkapkan identitas “pelapor” ini di sidang pengadilan, menunjukkan bahwa pengadilan tidak mempunyai kewenangan untuk mewajibkan si pelapor untuk hadir dan memberikan informasi dalam sidang peradilan. Dengan demikian, apakah ketentuan tentang sanski terhadap mereka yang tidak datang ketika dipanggil menjadi saksi (“kewajiban saksi” ) yang dirumuskan dalam Pasal 224 (dengan sengaja tidak datang) dan 522 KUHP (dengan melawan hak tidak datang) tidak berlaku? Ketidakjelasan semacam ini layaknya segera diatasi dengan memberikan rumusan yang jelas mengenai perbedaan antara saksi dan pelapor. Maka persoalan yang mendasar adalah memberikan suatu perumusan yang jelas mengenai saksi, dan mungkin memberikan berbagai kategori saksi (saat ini dalam KUHAP hanya dikenal saksi biasa dan saksi ahli).

Untuk mengakomodir terhadap pihak-pihak yang dapat dikategorikan sebagai pihak yang dapat memberikan keterangan dalam proses peradilan pidana, maka definisi tentang saksi perlu diperluas, tidak saja saksi menurut KUHAP, namun pengertian tentang saksi mencakup pula: - seorang pelapor atau pengadu (wistle blower); - saksi sebagai korban; - saksi bukan korban; dan - saksi ahli.

Seorang pelapor yang mengetahui suatu tindak pidana tetapi tidak berperan sebagai saksi juga termasuk dalam pengertian saksi. Ketentuan ini mengakomodir pengaturan tentang perlindungan seorang pelapor dalam kasus-kasus korupsi.2 Demikian pula dengan seseorang yang mempunyai keahlian khusus tentang sesuatu hal dan dimintai keterangan untuk menjelaskan tentang terangnya perkara sehingga dapat diketemukan kebenaran material dalam suatu perkara pidana dapat dikategorikan dalam pengertian saksi yang harus dilindungi.

Secara lengkap rumusan saksi adalah sebagai berikut: “Saksi adalah seseorang yang menyampaikan laporan dan atau orang

yang dapat memberikan keterangan dalam proses penyelesaian perkara pidana

2 Lihat pasal 2 ayat (4) UU No. 31 tahun 1999, “Pelapor adalah orang yang memberi suatu informasi kepada

penegak hukum atau komisi mengenai terjadinya suatu tindak pidana korupsi dan bukan pelapor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 24 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana”.

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

Page 8: BAGIAN PERTAMA NASKAH AKADEMISparlemen.net/wp-content/uploads/2016/04/PS_M...ketua sidang menunjuk seorang juru bahasa yang bersumpah atau berjanji akan menterjemahkan dengan benar

www.parlemen.net

berkenaan dengan peristiwa hukum yang ia dengar, lihat dan alami sendiri dan atau orang yang memiliki keahlian khusus tentang pengetahuan tertentu guna kepentingan penyelesaian perkara pidana”. 2. Pihak lain terkait dengan saksi Selain saksi, pemberian perlindungan juga harus diberikan kepada pihak lain yang terkait dengan saksi sebagai orang atau pihak yang rentan terhadap ancaman dan dapat mengakibatkan saksi enggan memberikan kesaksian. Ada lima kategori “pihak lain” terkait dengan saksi yang harus mendapatkan perlindungan: - Orang-orang yang mempunyai hubungan darah dengan saksi dalam garis

lurus ke atas dan ke bawah sampai derajat ketiga atau Orang-orang yang mempunyai hubungan darah dengan saksi dalam garis menyamping sampai derajat ketiga.

- Orang atau pihak yang mempunyai hubungan perkawinan atau yang sudah tidak mempunyai hubungan perkawinan lagi (dalam status bercerai).

- Orang-orang yang menjadi tanggungan dari saksi, bisa dalam garis lurus ke atas dan atau ke bawah sampai dengan derajat ketiga, atau bisa juga garis menyamping sampai derajat ketiga.

- Orang-orang yang berada dalam pengampuan atau perwalian saksi; dan - Orang lain yang mempunyai hubungan emosional yang dekat dengan saksi.

BAB III RUANG LINGKUP, ASAS, DAN TUJUAN

1. Ruang Lingkup Perlindungan Perlindungan terhadap saksi diberikan pada semua tahapan proses peradilan dan pasca peradilan dalam lingkungan peradilan umum dan peradilan militer, yang bertujuan untuk memberikan rasa aman dan keadilan kepada saksi pada saat memberikan keterangan. Ruang lingkup perlindungan terhadap saksi yang hanya untuk kasus-kasus tertentu dalam ruang lingkup peradilan umum dan peradilan militer berdasarkan atas alasan-alasan bahwa regulasi ini dimaksudkan sebagai ketentuan yang spesifik dan terbatas (limitatif). Pilihan atas ruang lingkup untuk tindak pidana juga berkaitan dengan tentang hak-hak saksi yang sebagian besar adalah pengaturan hak-hak terhadap saksi selama proses peradilan berjalan, baik di tingkat penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan, pemeriksaan di pengadilan bahkan sampai pada pasca putusan pengadilan. Kelemahan hukum acara (baca: KUHAP) yang tidak cukup mengakomodir perlindungan terhadap saksi jika dibandingkan dengan hak-hak yang diberikan kepada terdakwa menjadikan pemberian hak-hak bagi saksi perlu diatur dan dipertegas lagi dengan undang-undang ini, sekaligus menjadi jembatan atas keseimbangan hak antara saksi dengan terdakwa.

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

Page 9: BAGIAN PERTAMA NASKAH AKADEMISparlemen.net/wp-content/uploads/2016/04/PS_M...ketua sidang menunjuk seorang juru bahasa yang bersumpah atau berjanji akan menterjemahkan dengan benar

www.parlemen.net

Pilihan atas perlindungan hanya pada kasus pidana bukan dimaksudkan untuk menutup mata atas kenyataan bahwa dalam kasus yang lain di luar kasus pidana juga terkadang terjadi intimidasi ataupun tekanan kepada saksi. Kasus perdata dengan relasi kekuasaan yang timpang sebetulnya juga potensial untuk terjadinya tekanan kepada saksi. Demikian juga dalam penyelesaian kasus-kasus perburuhan dimana ketidakseimbangan posisi antara para pihak yang menjadikan saksi-saksi dalam pihak yang lemah memilih diam dan tidak dapat berbicara secara bebas. Pilihan atas ruang lingkup dalam tindak pidana atau kejahatan tertentu saja lebih didasarkan pada pertimbangan urgensi untuk kebutuhan perlindungan dan tingkatan potensi ancaman saksi dalam kasus-kasus tertentu.3 2. Asas dan Tujuan Perlindungan Saksi Perlindungan saksi bertujuan memberikan rasa aman dan keadilan kepada saksi dalam memberikan keterangan pada saat proses penyelesaian perkara pidana. Agar tujuan yang diberikan tercapai maka diperlukan suatu asas atau prinsip yang akan menjadi acuan/pedoman ataupun interpretasi atas pelaksanaan pemberian perlindungan terhadap saksi. Rasa aman Asas ini merupakan manifestasi dari kewajiban negara untuk melindungi warga negaranya, terutama mereka yang terancam keselamatannya, baik fisik maupun mental dan juga keselamatan ekonominya. Keadilan Bahwa perlindungan terhadap saksi dan hak-hak yang diperoleh saksi tidak mengurangi hak-hak dasar dari seorang tertuduh dalam artian dengan adanya pemberian perlindungan dan hak-hak kepada saksi tidak menjadikan pihak-pihak yang berperkara berkurang hak-haknya yang telah dijamin oleh undang-undang. Kepastian hukum Untuk pemberian jaminan atas kepastian hukum dalam proses pemeriksaan diluar pengadilan bisa ditempuh lewat proses mediasi atau melakukan negosiasi antara saksi dengan penegak hukum, agar perkara pokoknya mendapatkan suatu putusan hukum yang berkekuatan hukum tetap. Kerahasiaan

3 Pandangan ini banyak didasarkan pada kenyataan bahwa sebagian besar kasus-kasus ancaman kepada

saksi yang terjadi adalah kasus-kasus pidana. Ancaman dan tekanan kepada saksi ini sedemikian tingginya yang mengakibatkan kemungkinan terbongkarnya kasus-kasus tertentu sangat sulit karena minimnya saksi.

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

Page 10: BAGIAN PERTAMA NASKAH AKADEMISparlemen.net/wp-content/uploads/2016/04/PS_M...ketua sidang menunjuk seorang juru bahasa yang bersumpah atau berjanji akan menterjemahkan dengan benar

www.parlemen.net

Saksi perlu mendapatkan suatu keamanan yang menyangkut dengan rasa aman dari saksi secara pribadi, misalkan dengan mengubah identitasnya dalam waktu sementara saja atau hanya pada waktu atau setelah saksi memberikan kesaksian di pengadilan. Atau, setelah saksi memberikan kesaksian di pengadilan saksi bisa ditempatkan di shelter atau rumah aman dan saksi akan diawasi selama 24 jam setiap harinya oleh penegak hukum. Non diskriminatif Non Diskriminasi mengacu pada pembedaan berdasarkan agama, suku, gender, paham politik dan orientasi seksual dan ekonomi. Perlakuan khusus kepada pihak-pihak yang rentan Perhatian khusus adalah perlakuan yang berbeda terhadap saksi karena kondisi dan keadaan saksi misalnya anak-anak, orang lanjut usia, orang cacat dan saksi perempuan korban tindak pidana dengan kekerasan.

BAB IV HAK-HAK SAKSI

1. Hak saksi secara umum Hak-hak saksi dapat dibedakan menjadi hak-hak saksi secara umum dan hak-hak saksi dalam kondisi khusus. Hak-hak saksi secara umum yaitu hak-hak yang diberikan kepada saksi tanpa melihat kondisi atau situasi yang menyebabkan saksi memperoleh hak yang sifatnya lebih khusus. Hak-hak ini terdiri dari hak perlindungan atas keamanan pribadi dari ancaman fisik maupun psikologis dari orang lain yang berkenaan dengan keterangan yang akan, sedang atau telah diberikannya atas suatu perkara pidana, hak untuk mendapatkan bantuan hukum, hak untuk memperoleh pendampingan, hak atas kepastian hukum, hak untuk mendapatkan informasi mengenai perkembangan

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

Page 11: BAGIAN PERTAMA NASKAH AKADEMISparlemen.net/wp-content/uploads/2016/04/PS_M...ketua sidang menunjuk seorang juru bahasa yang bersumpah atau berjanji akan menterjemahkan dengan benar

www.parlemen.net

perkara dan putusan pengadilan, hak untuk mengetahui dalam hal terpidana melarikan diri atau dibebaskan, hak untuk mendapatkan penerjemah atau penafsir, hak untuk bebas dari pertanyaan yang menjerat, hak untuk memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai dengan kebutuhan, hak untuk tidak didiskriminasi berdasarkan agama, suku, jender, paham politik dan orientasi seksual dan ekonomi, dan hak untuk mendapatkan ruangan tunggu khusus di pengadilan.4 2. Hak saksi secara khusus Hak-hak yang dapat diterapkan atau diberikan secara khusus kepada saksi adalah berkaitan dengan saksi mendapatkan ancaman yang membahayakan keselamatan jiwanya berhak atas perahasiaan identitas, hak untuk mendapatkan identitas baru dan hak untuk relokasi atau pindah ke tempat baru dengan tujuan untuk perlindungan kepada saksi.5 Saksi yang berada dalam ancaman atau tekanan yang sangat berat atau dalam kondisi yang tidak memungkinkan mempunyai hak untuk diperiksa tanpa hadir di tempat pemeriksaan, diperiksa dengan media video conferece, memberikan kesaksian secara tertulis atau diperiksa secara tertutup dan sepihak. Kesaksian dengan cara yang demikian ini disamakan nilainya dengan pemberian kesaksian di muka persidangan.6 Kelompok saksi dalam kategori khusus yaitu saksi yang termasuk anak-anak, orang lanjut usia, orang cacat dan saksi perempuan korban tindak pidana dengan kekerasan yang mendapat hak-hak khusus berupa kemudahan dalam hal memberikan kesaksian dalam proses peradilan. Hak-hak khusus ini diberikan sesuai dengan kebutuhan saksi berdasarkan atas kondisi masing-masing saksi. Kebutuhan-kebutuhan tersebut adalah kebutuhan yang sifatnya kebutuhan atas perlindungan fisik maupun psikologis saksi. Saksi korban juga mendapatkan hak-hak tertentu sebagai bagian dari keadilan bagi korban yang telah mengalami tindak pidana dan berakibat merugikan dan menimbulkan kerugian bagi korban. Saksi korban secara prosedural diberikan hak untuk didengar pendapatnya dalam proses penuntutan, penjatuhan pidana dan pelepasan bersyarat terdakwa atau pelaku tindak pidana dimana saksi menjadi korbannya (victim opinion statement). Hak ini bukan untuk

4 Hak atas ruang tunggu khusus untuk saksi ini dimaksudkan untuk memberikan ketenangan kepada saksi

selama menjalani pemeriksaan atau proses sebelumnya disamping sebagai kondisi untuk pelaksanaan ketentuan bahwa antara saksi tidak boleh saling berhubungan dan mendengarkan kesaksian sebelumnya. Hak ini mewajibkan kepada semua pengadilan untuk menyediakan ruangan khusus kepada saksi yang selama ini terabaikan.

5 Hak atas identitas baru dan hak atas relokasi adalah hak yang belum pernah diatur dalam ketentuan hukum Indonesia sedangkan hak atas perahasiaan identitas telah diberikan untuk pelapor dalam kasus korupsi dan hak untuk perlindungan saksi dan korban dalam kasus pelanggaran HAM yang berat.

6 Bandingkan model pemeriksaan atau pemberian kesaksian secara khusus ini dengan ketentuan dalam KUHAP. Hukum acara pidana menyatakan bahwa yang bisa dijadikan alat bukti yang sah adalah keterangan saksi yang diucapkan dimuka persidangan atau keterangan saksi yang dibacakan dimuka persidangan yang telah disumpah terlebih dahulu. Kesaksian melalui teleconference meskipun belum diatur dalam hukum acara pidana tetapi dalam prakteknya telah beberapa kali digunakan dalam kasus korupsi dan pengadilan HAM ad hoc.

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

Page 12: BAGIAN PERTAMA NASKAH AKADEMISparlemen.net/wp-content/uploads/2016/04/PS_M...ketua sidang menunjuk seorang juru bahasa yang bersumpah atau berjanji akan menterjemahkan dengan benar

www.parlemen.net

mempengaruhi putusan-putusan yang akan diambil oleh pihak yang berwenang tetapi lebih pada pertimbangan keadilan terhadap korban untuk mengungkapkan pendapatnya atas keputusan-keputusan dalam proses peradilan dimana dirinya menjadi korban.7 Saksi korban yang mengalami penderitaan secara fisik dan psikologis yang berat berhak mendapatkan bantuan medis dan rehabilitasi psiko sosial yang sifatnya segera. Saksi Korban memiliki hak atas kompensasi (hanya dalam perkara tindak pidana dengan kekerasan dan pelangaran HAM yang berat), hak atas restitusi atau ganti kerugian dan hak atas rehabilitasi. Namun hak atas kompensasi, restitusi dan rehabilitasi hanya dapat diberikan apabila saksi korban baik secara sendiri-sendiri, melalui kuasa hukumnya atau melalui Lembaga Perlindungan Saksi mengajukan ke pengadilan dan disetujui melalui keputusan pengadilan. Hak-hak saksi dalam kondisi khusus lainnya diberikan kepada saksi yang juga merupakan terdakwa lainnya dalam perkara yang sama. Hak yang dapat dimintakan adalah mendapatkan pengurangan hukuman karena telah mau dan bekerja sama untuk memberikan kesaksian sehingga tindak pidana terdakwa lainnya dapat terbongkar. Kesaksian yang diberikan oleh saksi ini adalah kesaksian kunci dimana mustahil tanpa adanya keterangan dari saksi akan membuktikan kesalahan terdakwa. Ketentuan mengenai hak pengurangan hukuman ini hanya dapat diberikan dalam perkara atau tindak pidana yang merupakan kejahatan yang berdampak luas pada masyarakat, kejahatan yang dilakukan dengan terorganisir dan pelanggaran HAM yang berat. Ketentuan tentang hak-hak kepada saksi ini merupakan hak-hak yang termasuk dalam hak-hak yang merupakan prosedur atau proses peradilan dan hak-hak untuk jaminan keselamatan saksi dan juga hak-hak untuk kebutuhan khusus saksi yang sifatnya pemenuhan atas langkah-lankah tertentu untuk saksi dalam kondisi khusus. Pengaturan seperti ini mempunyai konsekuensi bahwa pelaksanaan pemberian perlindungan akan dilaksanakan oleh aparat penegak hukum dan lembaga lainnya sesuai dengan ketentuan undang-undangnya. Dengan pengaturan seperti ini ada beberapa hal yang akan dicapai yaitu kelancaran pelaksanaan pekerjaan pihak penegak hukum karena adanya saksi yang memberikan keterangan disebabkan ada jaminan hukum dan yang lebih penting adalah perlindungan yang berorientasi pada saksi sebagai pihak yang harus dilindungi dan bukan pihak yang hanya digunakan untuk kepentingan pembuktian semata.8

7 Dalam United Nation Conggress on the Prevention of Crime and The Treatment of Offenders ke VII yang temanya adalah pencegahan kejahatan untuk kebebasan, keadilan, kedamaian dan pembangunan salah satu topik yang dibahas secara mendalam adalah masalah korban kejahatan. Dalam konggres itu dihasilkan semacam draft deklarasi yang didalamnya memuat rekomendasi agar korban kejahatan diberi hak to be present and to be heard at all critical stage of judicial proceeding. Rekomendasi semacam ini juga terdapat dalam U.S. Presidential Task Force on Victims of Crimes (USA, 19983). Lihat Muladi, Bunga Rampai Hukum Pidana, Alumni, Bandung, h. 85.

8 Pandangan seperti ini juga dinyatakan oleh Rudy Satriyo M, Komentar terhadap RUU Perlindungan Saksi dan Korban, dalam seminar “Sosialisasi RUU Tentang Perlindungan Saksi dan Korban”, Departemen Kehakiman dan HAM RI Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan, Jakarta, 12 November 2003.

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

Page 13: BAGIAN PERTAMA NASKAH AKADEMISparlemen.net/wp-content/uploads/2016/04/PS_M...ketua sidang menunjuk seorang juru bahasa yang bersumpah atau berjanji akan menterjemahkan dengan benar

www.parlemen.net

Pemberian hak-hak kepada saksi dalam kondisi khusus adalah dalam rangka untuk mengakomodasi kebutuhan-kebutuhan khusus saksi selama memberikan keterangan. Tidak ada pengaturan secara spesifik dalam hukum acara yang berlaku seperti bagaimana pihak-pihak yang dalam kondisi khusus - misalnya manusia lanjut usia - dapat memperoleh hak-hak tertentu ketika memberikan kesaksian. Beberapa pengalaman dalam proses peradilan juga memberikan gambaran bahwa saksi-saksi dalam kondisi khusus tersebut tidak diperlakukan secara berbeda sehingga menimbulkan ketidaknyamanan kepada saksi.9

BAB V TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH

DALAM PERLINDUNGAN SAKSI

Ketentuan mengenai tanggung jawab pemerintah adalah jaminan atas terlaksananya perlindungan terhadap saksi dalam hal ini adalah kewajiban-kewajiban pemerintah yang berkaitan dengan pemenuhan atas kebutuhan-

9 Pengalaman Pengadilan HAM ad hoc untuk kasus pelanggaran HAM yang berat di Timor-timur

menunjukkan bahwa beberapa kali ada saksi yang tergolong manusia lanjut usia dihadirkan sebagai saksi ahli. Tidak ada perlakuan khusus kepada saksi ini terutama untuk menjamin bahwa saksi mendengarkan pertanyaan secara jelas dan kebutuhan-kebutuhan khusus saksi lainnya. Jangka waktu pemeriksaan kepada saksi ini tidak mengacu pada usia saksi dan hanya berdasarkan atas kebutuhan para pihak untuk mengajukan kesaksian, saksi seringkali merasa kelelahan dan kondisi ini tidak pernah menjadi perhatian oleh majelis hakim.

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

Page 14: BAGIAN PERTAMA NASKAH AKADEMISparlemen.net/wp-content/uploads/2016/04/PS_M...ketua sidang menunjuk seorang juru bahasa yang bersumpah atau berjanji akan menterjemahkan dengan benar

www.parlemen.net

kebutuhan bagi perlindungan saksi. Pemerintah berkewajiban untuk melakukan langkah-langkah yang menjamin terlaksananya hak-hak saksi, yaitu memastikan agar hak-hak saksi dipenuhi terutama berkait dengan hak-hak saksi selama memberikan keterangan, menyediakan anggaran yang cukup untuk mendukung program perlindungan saksi, menyiapkan sumber daya manusia untuk mendukung perlindungan saksi dan menyiapkan fasilitas yang diperlukan untuk perlindungan terhadap saksi. Berkaitan dengan pelaksanaan undang-undang ini, pemerintah mempunyai kewajiban untuk mendirikan Lembaga Perlindungan Saksi dan menjamin hak masyarakat untuk berperan serta dalam memberikan perlindungan kepada saksi. Aparat penegak hukum juga mempunyai kewajiban untuk menjalankan ketentuan yang berkaitan dengan perlindungan terhadap saksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Pengaturan yang mewajibkan aparat penegak hukum ini berkaitan dengan pelaksanaan hukum acara yang penerapannya sangat bergantung pada tindakan-tindakan aparat penegak hukum dalam setiap tingkatan proses peradilan. Seperti disebutkan dalam bagian tentang hak-hak terhadap saksi, baik yang sifatnya umum maupun untuk saksi dalam kondisi khusus, maka pelaksanaan dari hak-hak tersebut akan melibatkan banyak institusi dengan kewenangannya masing-masing. Ketentuan dalam undang-undang ini lebih menegaskan kembali tentang tugas dan kewenangan instansi negara dan lembaga pemerintah dalam menjalankan ketentuan undang-undang berkenaan dengan perlindungan saksi. Ketentuan tentang tanggung jawab pemerintah ini juga akan menjadi ketentuan yang menguatkan jaminan atas berlakunya undang-undang ini atau terpenuhinya perlindungan terhadap saksi.10

BAB VI LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI

1. Kedudukan Lembaga Perlindungan Saksi

10 Selama perumusan bab tentang tanggung jawab pemerintah ini terjadi perdebatan panjang mengingat

apakah ketentuan seperti ini perlu dimasukkan karena setiap ketentuan dalam pasal secara otomatis akan memberikan kewajiban atau hak-hak tertentu kepada pihak yang diatur.

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

Page 15: BAGIAN PERTAMA NASKAH AKADEMISparlemen.net/wp-content/uploads/2016/04/PS_M...ketua sidang menunjuk seorang juru bahasa yang bersumpah atau berjanji akan menterjemahkan dengan benar

www.parlemen.net

Lembaga Perlindungan Saksi adalah lembaga yang mandiri dalam arti bukan lembaga di bawah departemen atau badan negara tertentu yang sudah terbentuk sebelumnya. Lembaga Perlindungan Saksi bersifat sementara11 dan menjalankan tugas dan wewenangnya dalan jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak lembaga ini berdiri. Lembaga ini berkedudukan di ibukota negara dan dapat membentuk perwakilan di ibukota provinsi atau di daerah lainnya jika anggap perlu oleh Lembaga Perlindungan Saksi itu sendiri. Lembaga bertanggung jawab kepada presiden dan membuat laporan pertanggungjawaban secara berkala sekurang-kurangnya sekali dalam 1 (satu) tahun kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat. Lembaga Perlindungan Saksi yang bersifat mandiri akhirnya menjadi pilihan setelah melihat berbagai masukan dan rekomendasi yang memandang bahwa perlindungan saksi ini akan lebih efektif jika diberikan kepada sebuah badan atau lembaga yang secara spesifik mempunyai tugas khusus. Penelusuran dalam melihat beberapa RUU Perlindungan Saksi yang ada (pemerintah, DPR RI, Sentra HAM UI-ICW) menyatakan bahwa kesemuanya merekomendasikan untuk dibentuknya lembaga yang khusus menangani perlindungan saksi. Argumentasi perlunya lembaga yang sifatnya mandiri ini berkaitan kenyataan bahwa perlindungan terhadap saksi selama ini dilakukan secara parsial yang mengakibatkan perlindungan tidak tertangani secara maksimal. Lembaga perlindungan yang mandiri ini juga berkaitan untuk pemberian jaminan atas perlindungan saksi terutama dalam kasus-kasus yang ternyata pelakunya adalah aparat atau pejabat negara (kasus-kasus korupsi dan pelanggaran HAM berat) termasuk kekerasan yang dilakukan oleh negara (state violence).12 2. Tugas dan Kewenangan Karena sifatnya yang sementara, tugas pertama Lembaga Perlindungan Saksi adalah mempersiapkan unit khusus perlindungan saksi di bawah Kepolisian Republik Indonesia dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun. Tugas utama lainya adalah menerima permohonan dan memberikan perlindungan kepada saksi atau pihak/orang lain yang terkait dengan saksi, melaksanakan tugas administratif menyangkut perlindungan saksi, melakukan koordinasi dengan instansi yang berwenang, melakukan pengumpulan data dalam rangka melaksanakan program perlindungan saksi, melakukan pengawasan atas pelaksanaan tugas perlindungan saksi, mensosialisasikan perlunya perlindungan saksi dan menyusun laporan tahunan dan menyampaikan kepada Presiden dan DPR. Berdasarkan tugasnya, Lembaga Perlindungan Saksi memiliki kewenangan dalam menetapkan langkah-langkah dan tata cara tentang pembentukan unit khusus perlindungan saksi di bawah Kepolisian Republik

11 Pada akhirnya lembaga yang memiliki tugas dan wewenang dalam memberikan perlindungan terhadap saksi adalah Kepolisian Republik Indonesia .

12 Pandangan ini sejalan dengan pendapat Andrianus Meliala yang menyatakan jika pelakunya adalah aparat negara dan saksi takut maka seharusnya model lembaga perlidungan saksi adalah lermbaga yang mandiri. Focus Group Discussion tanggal 12 Agustus 2003.

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

Page 16: BAGIAN PERTAMA NASKAH AKADEMISparlemen.net/wp-content/uploads/2016/04/PS_M...ketua sidang menunjuk seorang juru bahasa yang bersumpah atau berjanji akan menterjemahkan dengan benar

www.parlemen.net

Indonesia, menetapkan langkah dan tata cara penerapan undang-undang ini dijalankan oleh kantor perwakilannya, membuat perjanjian tentang perlindungan saksi dan perjanjian dengan orang-orang atau institusi lain dalam hal kewenangan untuk penggunaan fasilitas milik departemen lainnya dan menentukan langkah-langkah dalam hal terlaksananya undang-undang ini. Lembaga perlindungan saksi juga mempunyai kewenangan memerintahkan instansi lainnya untuk melakukan perlindungan saksi, menunjuk tempat-tempat yang akan difungsikan sebagai tempat aman, mendapatkan akses atas informasi dan dokumen dalam rangka perlindungan saksi dan meminta informasi kepada instansi terkait mengenai perkembangan perkara dimana lembaga perlindungan saksi terlibat dalam melindungi seorang saksi. Mengenai tugas dan kewenangan Lembaga Perlindungan Saksi ini dikonstruksi hanya untuk memberikan perlindungan kepada saksi dan jenis-jenis tindak pidana yang telah disebutkan. Pilihan ini untuk lebih memfokuskan pada kinerja Lembaga Perlindungan Saksi nantinya sehingga lingkup kewenangan akan lebih fokus dan spesifik. Meskipun perlindungan kepada saksi oleh Lembaga Perlindungan Saksi telah ditentukan dalam hal kejahatan-kejahatan tertentu tetapi ada ketentuan yang memberikan kewenangan kepada Lembaga Perlindungan Saksi untuk dapat memberikan perlindungan kepada saksi dalam kaitan adanya urgensi atau kondisi yang nyata bahwa saksi akan mendapatkan ancaman atau tekanan berkenaan dengan keterangannya dalam sebuah perkara.13

Lembaga Perlindungan Saksi jika dilihat dalam ketentuan yang mengatur tentang tugas dan kewenangannya mempunyai beberapa fungsi yaitu pelaksanaan perlindungan, fungsi pembuatan kebijakan perlindungan dan kebijakan internal lembaga, dan fungsi pemantauan atau pengawasan. Dalam fungsi pelaksanaan perlindungan terhadap saksi maka Lembaga Perlindungan Saksi mempunyai kewenangan untuk membuat perjanjian, koordinasi dengan lembaga lainnya dan memutuskan bentuk perlindungan dan jangka waktu perlindungan kepada saksi. Perdebatan berkaitan dengan fungsi dalam Lembaga Perlindungan Saksi adalah dengan sedemikian banyak fungsi ini apakah akan dipisah kedalam beberapa lembaga atau dalam satu lembaga.14 Pilihan terhadap permasalahan kewenangan adalah dengan memberikan kewenangan yang cukup luas untuk Lembaga Perlindungan Saksi dalam melakukan perlindungan. Ada beberapa hal yang memang tidak bisa dilaksanakan oleh Lembaga Perlindungan Saksi-misalnya mengganti identitas atau relokasi- tetapi lembaga ini diberikan kewenangan untuk memerintahkan atau memberikan mandat kepada pihak lain untuk melaksanakan keputusan Lembaga Perlindungan Saksi dalam rangka perlindungan kepada saksi. 3. Keanggotaan, Pemilihan Anggota dan Pemberhentian sebagai

Anggota

13 Lihat pasal 20 huruf m dalam RUU Perlindungan Saksi. 14 Dalam focus group discussion juga diperdebatkan tentang fungsi lembaga perlindungan saksi akan menjadi lembaga yang sangat besar atau ada

distribusi fungsi dan kewenangan dengan lembaga lainnya. Beberapa pihak dalam peserta diskusi menyetakan bahwa fungsi lembaga perlindungan saksi tidak perlu terlalau lebar karena akan terkait dengan isu pendanaan.

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

Page 17: BAGIAN PERTAMA NASKAH AKADEMISparlemen.net/wp-content/uploads/2016/04/PS_M...ketua sidang menunjuk seorang juru bahasa yang bersumpah atau berjanji akan menterjemahkan dengan benar

www.parlemen.net

Anggota Lembaga Perlindungan Saksi terdiri dari 7 (tujuh) orang anggota yang berasal dari unsur masyarakat 4 (empat) orang dan dari unsur pemerintah 3 (tiga) orang. Anggota Lembaga Perlindungan Saksi dari unsur pemerintah terdiri dari kepolisian, kejaksaan dan departemen kehakiman dan hak asasi manusia yang prosedur pemilihannya ditentukan dengan ditunjuk oleh pimpinan instansi yang bersangkutan.

Sedangkan keanggotaan yang berasal dari unsur masyarakat dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat yang mekanismenya diatur tersendiri oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan syarat dilakukan secara transparan dan melibatkan partisipasi masyarakat. Untuk dapat menjadi anggota Lembaga Perlindungan Saksi harus memenuhi syarat-syarat tertentu sedangkan masa jabatan untuk menjadi anggota Lembaga Perlindungan Saksi adalah 5 (lima) tahun dan dapat dilipih kembali hanya untuk sekali masa jabatan.

Pemberhentian sebagai anggota Lembaga Perlindungan Saksi terjadi karena anggota tersebut telah meninggal dunia, berakhir masa jabatannya, menjadi tersangka karena melakukan tindak pidana, berhalangan tetap atau secara terus menerus selama lebih dari 3 (tiga) bulan tidak dapat melaksanakan tugasnya, mengundurkan diri atau dikenai sanksi pidana. Apabila terdapat anggota yang berhenti atau diberhentikan maka mekanisme penggantian anggota Lembaga Perlindungan Saksi dilakukan sama dengan mekanisme sebelumnya.

Dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya, Anggota Lembaga Perlindungan Saksi dibantu oleh staf Lembaga Perlindungan Saksi yang karena keahliannya diangkat sebagai staf Lembaga Perlindungan Saksi. Keahlian-keahlian tersebut di antaranya yaitu keahlian yang berkaitan dengan perlindungan dan keamanan saksi, keahlian yang berhubungan dengan hukum dan administrasi, keahlian dalam masalah anak-anak yang mengalami trauma, masalah orang tua atau manusia lanjut usia, masalah orang cacat atau tidak mampu melakukan hal-hal yang tidak mampu saksi lakukan, masalah jender, pluralisme, dan keahlian penafsiran (interpretasi) dan penerjemahan. Syarat dan tata cara pengangkatan staf Lembaga Perlindungan Saksi diatur tersendiri dengan Peraturan Pemerintah. 4. Pimpinan Lembaga dan Mekanisme Pengambilan Keputusan

Pimpinan Lembaga Perlindungan Saksi adalah seorang ketua dan seorang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota Lembaga Perlindungan Saksi. Dalam pengambilan keputusan mengenai sesuatu hal, mekanisme pengambilan keputusan dilakukan secara musyawarah mufakat dan dalam hal pengambilan keputusan dengan cara musyawarah mufakat itu tidak tercapai maka keputusan dilakukan dengan cara pemungutan suara terbanyak.

5. Hubungan Lembaga Perlindungan Saksi dengan Instansi Pemerintah

Lainnya Perli dan Masyarakat Lembaga Perlindungan Saksi dalam menjalankan tugas dan

kewenangannya harus dibantu oleh lembaga negara atau instansi pemerintah seperti Kejaksaan Agung, Kepolisian, Departemen Kehakiman dan HAM dan

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

Page 18: BAGIAN PERTAMA NASKAH AKADEMISparlemen.net/wp-content/uploads/2016/04/PS_M...ketua sidang menunjuk seorang juru bahasa yang bersumpah atau berjanji akan menterjemahkan dengan benar

www.parlemen.net

lembaga atau instansi negara lainnya. Lembaga Perlindungan Saksi juga dapat dibantu oleh orang-orang atau pihak-pihak atau institusi publik (organisasi non pemerintah) yang dapat membantu pelayanan atau perlindungan terhadap saksi. Sedangkan tata cara atau bagaimana hubungan antara lembaga Perlindungan Saksi dengan lembaga-lembaga lainnya akan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Adanya ketentuan hubungan ini untuk menjamin bahwa perlindungan terhadap saksi akan dapat dilaksanakan secara maksimal dan bukan hanya merupakan tugas dan tanggung jawab Lembaga Perlindungan Saksi tetapi juga merupakan sebuah sistem dimana semua pihak terlibat. Ketentuan ini juga bertujuan untuk menghindari adanya lepas tanggung jawab antar lembaga yang berkompeten terhadap persoalan perlindungan saksi. Masyarakat juga dapat diberi akses untuk melakukan upaya perlindungan terhadap saksi mengingat saat ini upaya-upaya perlindungan terhadap saksi telah banyak dilakukan dan merupakan inisiatif masyarakat sehingga dengan adanya Lembaga Perlindungan Saksi tidak menjadikan persoalan perlindungan terhadap saksi ini menjadi tanggung jawab dan kewenangan mutlak Lembaga Perlindungan Saksi. Masyarakat dapat secara penuh melakukan upaya perlindungan terhadap saksi (lihat bagian peran serta masyarakat). 6. Pembiayaan

Anggaran pembiayaan Lembaga Perlindungan Saksi diperoleh dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dan bantuan dari masyarakat yang tidak mengikat, baik dari luar negeri maupun dalam negeri. Tidak ada perbedaan yang cukup penting berkaitan dengan ketentuan mengenai pembiayaan Lembaga Perlindungan Saksi dan program-program perlindungan yang akan dijalankannya. Meskipun tidak ada peruban atas ketentuan ini tetapi masalah pembiayaan ini menyisakan catatan yang sangat perlu dipertimbangkan. Selama beberapa kali pertemuan dalam membahas Lembaga Perlindungan Saksi tidak pernah lepas dari persoalan anggaran yang akan dikeluarkan untuk pelaksanaan program perlindungan saksi.

Perdebatan pertama adalah berkenaan dengan sumber anggaran yang memungkinkan bantuan masyarakat yang tidak mengikat dari luar negeri maupun dari dalam negeri. Ketentuan bahwa bantuan ini tidak mengikat ditujukan untuk menjaga independensi lembaga dari intervensi pihak lain dikaitkan dengan pemberian bantuan.

Masalah lain yang menjadi persoalan adalah besarnya biaya yang akan dialokosikan untuk pembiayaan program perlindungan saksi ini di tengah keadaan kesulitan ekonomi oleh negara. Pembentukan Lembaga Perlindungan Saksi sendiri akan menyedot banyak anggaran negara. Dengan wacana ini, beberapa pendapat menyatakan bahwa negara memang harus mengalokasikan untuk adanya biaya-biaya keadilan seperti ini, karena merupakan kewajiban negara. Jalan tengah dari problem anggaran untuk Lembaga Perlindungan Saksi adalah dengan meniadakan beberapa tugas dan

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

Page 19: BAGIAN PERTAMA NASKAH AKADEMISparlemen.net/wp-content/uploads/2016/04/PS_M...ketua sidang menunjuk seorang juru bahasa yang bersumpah atau berjanji akan menterjemahkan dengan benar

www.parlemen.net

kewenangan dari Lembaga Perlindungan Saksi misalnya kewenangan untuk melakukan sosialiasi dan pendidikan mengenai perlindungan saksi.15

15 Dalam Draft sebelumnya terdapat kewajiban bagi lembaga perlindungan saksi untuk melakukan pendidikan tentang pentingnya perlindungan saksi

yang ditanggapi sebagai sesuatu yang “asking too much”. Pandangan ini mengemuka dalam diskusi terbatas dengan ahli pada tanggal 22 April 2003.

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

Page 20: BAGIAN PERTAMA NASKAH AKADEMISparlemen.net/wp-content/uploads/2016/04/PS_M...ketua sidang menunjuk seorang juru bahasa yang bersumpah atau berjanji akan menterjemahkan dengan benar

www.parlemen.net

BAB VII TATA CARA PEMBERIAN PERLINDUNGAN

Tata cara pemberian perlindungan saksi ini merupakan mekanisme atau

proses ke arah pemberian perlindungan sehingga saksi merupakan pihak yang akan dilindungi oleh Lembaga Perlindungan Saksi. Tata cara ini berkaitan dengan prosedur permohonan perlindungan yang dilanjutkan dengan penilaian kelayakan dan keputusan tentang dapat dikabulkannya sebuah permohonan untuk perlindungan terhadap saksi. Mekanisme atau tata cara juga meliputi pengaturan tentang pemberian bantuan yang sifatnya segera, proses dan syarat mengenai perjanjian perlindungan dan perlindungan sementara sampai dengan penghentian program perlindungan terhadap saksi.

Pengaturan secara detail mengenai tata cara perlindungan ini bertujuan untuk memberikan jaminan kepada saksi yang memohonkan perlindungan dan Lembaga Perlindungan Saksi sendiri sebagai pihak yang bertanggung jawab untuk melakukan permohonan. Tujuan lainnya adalah sebagai pijakan bagi Lembaga Perlindungan Saksi untuk melakukan proses perlindungan kepada saksi dengan mekanisme dan tata cara yang jelas, lengkap dan pasti. Beberapa ketentuan menunjukkan bahwa perlindungan terhadap saksi harus berdasarkan alasan-alasan yang obyektif dan keputusan atas pemberian perlindungan tersebut dengan beradasarkan alasan-alasan yang cukup, demikian pula dengan alasan penghentian atau ditolaknya permohonan perlindungan kepada saksi. Mekanisme dan prosedur perlindungan terhadap saksi oleh Lembaga Perlindungan Saksi akan diuraikan di bawah ini :

a. Permohonan Perlindungan Syarat untuk mengajukan permohonan adalah adanya cukup alasan atau keyakinan dari saksi bahwa keselamatannya atau keselamatan orang lain yang terkait dengannya sedang dalam keadaan terancam karena kesaksiannya. Permohonan perlindungan itu disampaikan tidak hanya kepada Lembaga Perlindungan Saksi tetapi bisa disampaikan kepada pihak-pihak yang berwenang lainnya berdasarkan keadaan saksi saat itu yang memungkinkan bagi saksi untuk mengajukan permohonan perlindungan. Permohonan perlindungan itu juga dapat dilakukan oleh orang lain yang merasa yakin bahwa seorang saksi atau orang yang terkait dengan saksi sedang dalam ancaman. Saksi yang belum dewasa dapat mengajukan permohonan perlindungan melalui orang tuanya, wali atau pendamping saksi tetapi permohonan tersebut juga dapat dilakukan oleh saksi yang belum dewasa tersebut jika dalam kondisi-kondisi tertentu. Kondisi tersebut adalah saksi justru berhadapan dengan orang tua atau walinya tersebut berkedudukan sebagai tersangka, saksi tidak memiliki orang tua atau wali, orang tua atau walinya tidak dikenal, orang tua atau walinya tidak jelas tidak bersedia atau tidak mampu memberikan perlindungan dan Lembaga Perlindungan Saksi menganggap bahwa langkah tersebut dilakukan demi perlindungan terhadap anak. Para pihak yang mendapatkan pengaduan permohonan perlindungan saksi harus membuat laporan secara tertulis dan menyampaikan kepada

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

Page 21: BAGIAN PERTAMA NASKAH AKADEMISparlemen.net/wp-content/uploads/2016/04/PS_M...ketua sidang menunjuk seorang juru bahasa yang bersumpah atau berjanji akan menterjemahkan dengan benar

www.parlemen.net

Lembaga Perlindungan Saksi. Laporan tersebut harus memuat tentang konfirmasi bahwa orang yang memohon perlindungan tersebut adalah seorang saksi, rekomendasi yang menguatkan bahwa orang tersebut layak mendapatkan perlindungan dan hal lain perlu dicantumkan untuk diperhitungkan dalam pengambilan keputusan. b. Penilaian Kelayakan dan Keputusan

Setelah mendapatkan permohonan perlindungan, Lembaga Perlindungan Saksi wajib melakukan pemeriksaan dan mempertimbangkan kelayakan suatu permohonan perlindungan. Dalam memeriksa kelayakan, Lembaga Perlindungan Saksi harus mempertimbangkan sifat dan besarnya resiko atas keselamatan saksi dan orang lain yang terkait dengan saksi, bahaya yang mungkin menimpa komunitas/masyarakat jika saksi atau pihak yang terkait dengan saksi tidak ditempatkan dalam perlindungan, sifat dari persidangan dimana saksi telah atau sedang atau mungkin akan diminta memberi kesaksian, jika kasusnya memungkinkan. Pertimbangan lainnya adalah mengenai arti penting, relevansi dan sifat dari bukti yang telah atau akan diungkapan oleh saksi dalam persidangan tersebut, apakah saksi atau orang terkait akan mampu menyesuaikan diri dengan perlindungan, dengan mempertimbangkan ciri-ciri pribadi, lingkungan dan relasi-relasi keluarga dan lainnya yang dimiliki saksi atau orang terkait, biaya yang kiranya dibutuhkan untuk perlindungan saksi atau orang terkait lainnya, kemungkinan cara lain melindungi saksi atau orang terkait tanpa merujuk pada ketentuan-ketentuan undang-undang ini, dan faktor-faktor lain yang dianggap penting oleh Lembaga Perlindungan Saksi.

Lembaga Perlindungan Saksi harus segera mengeluarkan surat mengenai keputusan tentang diterima atau ditolaknya permohonan perlindungan paling lambat 7 (tujuh) hari atau sebelum berakhirnya masa perlindungan sementara. Jika Lembaga Perlindungan Saksi memutuskan untuk penempatan seseorang dalam perlindungan maka Lembaga Perlindungan Saksi dapat membuat rekomendasi menyangkut sifat perlindungan, jangka waktu perlindungan dan faktor-faktor khusus lain yang harus diperhatikan dalam penempatan saksi dalam perlindungan, akan tetapi jika menolak permohonan perlindungan maka Lembaga Perlindungan Saksi harus memberitahu alasan-alasan yang mendasari penolakan tersebut. c. Perjanjian Perlindungan

Rekomendasi yang dikeluarkan oleh Lembaga Perlindungan Saksi berisi keputusan tentang dapat diterimanya permohonan dan keadaan saksi benar-benar memerlukan perlindungan maka pihak yang akan dilindungi diminta oleh Lembaga Perlindungan Saksi untuk menandatangani perjanjian perlindungan. Surat perjanjian perlindungan ini ditandatangani antara Lembaga Perlindungan Saksi dengan saksi atau orang yang terkait dengan saksi.

Isi surat perjanjian tersebut harus mencakup kesediaan saksi dan orang lain yang terkait dengan saksi untuk mentaati aturan yang berkenaan dengan keselamatannya, kesediaan saksi dan orang lain yang terkait dengan saksi

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

Page 22: BAGIAN PERTAMA NASKAH AKADEMISparlemen.net/wp-content/uploads/2016/04/PS_M...ketua sidang menunjuk seorang juru bahasa yang bersumpah atau berjanji akan menterjemahkan dengan benar

www.parlemen.net

untuk tidak berhubungan dengan cara apapun dengan orang lain selain atas persetujuan Lembaga Perlindungan Saksi selama saksi berada dalam perlindungan lembaga ini, kesediaan saksi untuk tidak memberitahukan kepada siapapun mengenai keberadaannya di bawah Lembaga Perlindungan Saksi dan kewajiban Lembaga Perlindungan Saksi untuk memberikan perlindungan sepenuhnya pada saksi, termasuk orang lain yang terkait dengan saksi.

d. Perlindungan Sementara

Perlindungan sementara dapat diakukan dalam kondisi keselamatan saksi dalam ancaman yang membahayakan, sementara proses permohonan belum dapat dilakukan atau belum adanya keputusan dari Lembaga Perlindungan Saksi untuk menolak atau menerima permohonan perlindungan terhadap saksi. Perlindungan sementara ini dapat dilakukan jika saksi menyetujui dan lamanya tidak lebih dari 14 (empat belas) hari. Perlindungan sementara tidak boleh dilakukan terhadap anak-anak tanpa persetujuan orang tuanya atau wali kecuali jika Lembaga Perlindungan Saksi berpendapat bahwa terdapat keadaaan-keadaan khusus yang membolehkan.

Lembaga Perlindungan Saksi dapat membuat perjanjian perlindungan saksi sementara dengan orang yang meminta perlindungan dan setelah ada perjanjian perlindungan sementara maka selanjutnya Lembaga Perlindungan Saksi harus mempertimbangkan apakah akan memasukkan orang tersebut kedalam program perlindungan. Jika Lembaga Perlindungan Saksi memutuskan untuk mengikutsertakan orang tersebut dalam program perlindungan saksi maka Lembaga Perlindungan Saksi harus membuat perjanjian perlindungan untuk menggantikan perjanjian perlindungan sementara. Lembaga Perlindungan Saksi dalam hal tidak merekomendasikan untuk mengikutsertakan orang tersebut daam perlindungan saksi, maka pimpinan Lembaga Perlindungan Saksi harus mengakhiri program perlindungan sementara berdasarkan perjanjian perlindungan dengan menyampaikan pemberitahuan kepada orang tersebut. e. Perubahan Perjanjian Perlindungan

Perjanjian perlindungan, termasuk perjanjian perlindungan sementara, boleh diubah lewat suatu perjanjian perubahan antara Lembaga Perlindungan Saksi dengan saksi yang dilindungi yang sudah terikat dalam perjanjian. Perjanjian perubahan tersebut tidak boleh menghapuskan syarat-syarat mutlak yang sudah ada dalam perjanjian perlindungan. Sebelum melakukan perubahan perjanjian, ketua Lembaga Perlindungan Saksi harus menyampaikan pemberitahuan kepada saksi yang dilindungi tersebut tentang perubahan yang diusulkan beserta alasannya. Perubahan perjanjian harus memberikan kesempatan yang cukup kepada saksi yang dilindungi untuk menanggapi perubahan yang diusulkan. Setelah melalui pertimbangan tetapi perubahan perjanjian tetap dilakukan maka ketua Lembaga Perlindungan Saksi menyampaikan pemberitahuan kepada saksi yang

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

Page 23: BAGIAN PERTAMA NASKAH AKADEMISparlemen.net/wp-content/uploads/2016/04/PS_M...ketua sidang menunjuk seorang juru bahasa yang bersumpah atau berjanji akan menterjemahkan dengan benar

www.parlemen.net

dilindungi. Perubahan perlindungan tidak boleh menghapuskan syarat-syarat mutlak yang harus ada dalam perlindungan saksi. f. Berakhirnya Perlindungan

Lembaga Perlindungan Saksi mempunyai kewenangan untuk menangguhkan perjanjian perlindungan jika Lembaga melihat bahwa saksi telah melakukan atau bermaksud melakukan sesuatu yang tidak pantas untuk dilindungi. Penangguhan ini dapat dilakukan dalam batas waktu tertentu dengan menyampaikan kepada saksi yang dilindungi.

Saksi yang dilindungi oleh Lembaga Perlindungan Saksi dapat mengajukan pengunduran diri dari program perlindungan dengan menyampaikan pemberitahuan secara lisan kepada pimpinan Lembaga Perlindungan Saksi yang kemudian dibuatkan pemberitahun secara tertulis. Lembaga Perlindungan Saksi harus mempunyai keyakinan atau memastikan bahwa pengunduran diri dari program perlindungan adalah benar-benar atas kemauan dan keinginan saksi. Lembaga Perlindungan Saksi dapat melakukan penghentian perlindungan berdasarkan alasan-alasan yaitu atas permintaan saksi, saksi melanggar ketentuan dalam perjanjian, saksi melanggar ketentuan sebagaimana tertulis dalam perjanjian, saksi yang dilindungi telah melanggar suatu syarat yang bisa mengakhiri perlindungan tanpa alasan yang masuk akal dan pelanggaran itu bersifat mendasar, saksi yang dilindungi telah menghentikan atau menolak bantuan yang diberikan kepadanya, orang yang dilindungi tidak selayaknya lagi diikutsertakan dalam program perlindungan, termasuk Lembaga Perlindungan Saksi berpendapat bahwa saksi tidak lagi memerlukan perlindungan berdasarkan bukti-bukti yang meyakinkan, saksi meninggal dunia, ada cara lain yang cukup memuaskan untuk melindungi orang tersebut sudah ada atau orang tersebut dengan sadar telah menyebabkan kerusakan serius di tempat aman dimana ia dilindungi atau terhadap suatu barang di tempat itu. Lembaga Perlindungan Saksi harus melakukan langkah-langkah tertentu sebelum mengakhiri perlindungan dan memberitahukan penghentian perlindungan kepada pihak yang dilindungi serta memberikan kesempatan kepada pihak yang dilindungi untuk menyampaikan pendapat. Penghentian perlindungan keamanan harus diberikan secara tertulis yang berisikan atas alasan mengakhiri perlindungan dan kapan perlindungan akan berakhir. Jika saksi keberatan atas pengentian perlindungan maka dapat melakukan gugatan kepada pengadilan setempat. Saksi yang menerima penghentian perlindungan tetap dilindungi sampai berakhirnya masa perlindungan sesuai dengan perjanjian perlindungan. Ketua Lembaga Perlindungan Saksi mempunyai kewenangan untuk terus melakukan perlindungan kepada saksi jika dianggapnya perlu dan saksi masih terancam keselamatannya. Perlindungn lanjutan ini dapat diberikan meskipun persidangan telah berakhir.

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

Page 24: BAGIAN PERTAMA NASKAH AKADEMISparlemen.net/wp-content/uploads/2016/04/PS_M...ketua sidang menunjuk seorang juru bahasa yang bersumpah atau berjanji akan menterjemahkan dengan benar

www.parlemen.net

BAB VII PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN SAKSI

Masyarakat baik perorangan maupun kelompok mempunyai hak untuk

berpartisipasi dalam perlindungan kepada saksi. Hak ini dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk, di antaranya hak untuk mencari, memperoleh dan memberikan informasi adanya pelanggaran terhadap hak-hak saksi, hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab kepada pejabat yang berwenang atau kepada Lembaga Perlindungan Saksi. Dalam pelaksaan hak-hak untuk berpartisipasi ini juga terdapat hak untuk mendapatkan perlindungan hukum.

Masyarakat dapat melakukan perlindungan kepada saksi yang mendapat ancaman dan dalam rangka pemberian perlindungan ini dapat bekerja sama dengan pejabat yang berwenang dan atau Lembaga Perlindungan Saksi. Masyarakat juga mempunyai hak untuk melakukan pengawasan atas pelaksanaan pemberian perlindungan kepada saksi yang dilakukan oleh pejabat yang berwenang atau Lembaga Perlindungan Saksi. Hak untuk mengawasi kinerja perlindungan terhadap saksi ini juga diimbangi dengan adanya hak untuk melakukan gugatan kepada pejabat yang berwenang atau Lembaga Perlindungan Saksi jika terjadi ketidakmauan atau kelalaian sehingga menyebabkan saksi tidak mendapatkan perlindungan.

Ketentuan mengenai peran serta masyarakat ini berkaitan dengan kenyataan bahwa selama ini program-program perlindungan kepada saksi –terutama saksi korban – telah lama dijalankan oleh kelompok-kelompok masyarakat. Dengan adanya ketentuan atau undang-undang tentang perlindungan saksi tidak akan menghapuskan langkah-langkah atau upaya yang dilakukan oleh masyarakat untuk melakukan perlindungan terhadap saksi. Individu atau kelompok masyarakat mempunyai hak untuk melakukan perlindungan kepada saksi.

Dalam ketentuan sebelumnya, kelompok masyarakat dapat bekerja sama dengan Lembaga Perlindungan Saksi untuk melakukan perlindungan terhadap saksi. Kerja sama ini bukan dalam lingkup koordinasi antara Lembaga Perlindungan Saksi dengan intansi pemerintah lainnya tetapi berdasarkan atas

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

Page 25: BAGIAN PERTAMA NASKAH AKADEMISparlemen.net/wp-content/uploads/2016/04/PS_M...ketua sidang menunjuk seorang juru bahasa yang bersumpah atau berjanji akan menterjemahkan dengan benar

www.parlemen.net

adanya kebutuhan tertentu untuk perlu diadakan kerja sama antara Lembaga Perlindungan Saksi dan masyarakat yang melakukan perlindungan.

BAB VIII KETENTUAN PIDANA

Ketentuan pidana memuat ancaman pidana penjara dan atau denda bagi setiap orang yang memaksakan kehendaknya atau menghalang-halangi dengan cara apapun, agar saksi tidak memberikan kesaksian. Terhadap setiap orang yang menyebabkan saksi kehilangan pekerjaan atau dikurangi hak-haknya, karena saksi memberikan kesaksian yang benar dalam proses pidana maka orang tersebut dapat diancam pidana penjara dan atau denda. Ancaman pidana juga diberikan kepada setiap orang yang memberitahukan keberadaan saksi yang tengah dilindungi dalam tempat khusus dan dirahasiakan oleh Lembaga Perlindungan Saksi. Dalam RUU Perlindungan Saksi juga diatur mengenai ancaman pidana penjara dan atau denda minimal (paling sedikit sembilan bulan dan atau denda Rp. 100 juta) untuk memberikan efek jera dan menghindari diberikannya sanksi yang ringan kepada pihak/orang yang memaksakan kehendak atau menghalang-halangi sehingga saksi tidak mendapatkan perlindungan atau memberikan kesaksiannya16. Sedangkan ancaman maskimal yang diatur dalam UU ini adalah 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500 juta. Ancaman tersebut diperberat sepertiganya jika perbuatan tersebut dilakukan oleh pejabat publik.

16 Ketentuan ancaman pidana penjara minimal juga diatur dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU No. 31 Tahun 1999 yang diperbaharui dengan UU No. 20 Tahun 2001).

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

Page 26: BAGIAN PERTAMA NASKAH AKADEMISparlemen.net/wp-content/uploads/2016/04/PS_M...ketua sidang menunjuk seorang juru bahasa yang bersumpah atau berjanji akan menterjemahkan dengan benar

www.parlemen.net

BAB IX PENUTUP

Adanya UU Perlindungan Saksi adalah suatu keniscyaan dan menjadi salah satu factor penentu dalam penyelesaian suatu perkara hukum. Tanpa UU Perlindungan Saksi, maka akan banyak kasus yang tidak terungkap atau dimunculkan dan akan ada banyak lagi saksi yang akan mendapatkan ancaman/ intimidasi serta diadukan bahkan diadili karena pencemaran nama baik.

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

Page 27: BAGIAN PERTAMA NASKAH AKADEMISparlemen.net/wp-content/uploads/2016/04/PS_M...ketua sidang menunjuk seorang juru bahasa yang bersumpah atau berjanji akan menterjemahkan dengan benar

www.parlemen.net

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

Page 28: BAGIAN PERTAMA NASKAH AKADEMISparlemen.net/wp-content/uploads/2016/04/PS_M...ketua sidang menunjuk seorang juru bahasa yang bersumpah atau berjanji akan menterjemahkan dengan benar

www.parlemen.net

BAGIAN KEDUA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG

PERLINDUNGAN SAKSI

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksudkan dengan : 1. Saksi adalah seseorang yang menyampaikan laporan dan atau orang yang

dapat memberikan keterangan dalam proses penyelesaian perkara pidana berkenaan dengan peristiwa hukum yang ia dengar, lihat dan alami sendiri dan atau orang yang memiliki keahlian khusus tentang pengetahuan tertentu guna kepentingan penyelesaian perkara pidana.

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

Page 29: BAGIAN PERTAMA NASKAH AKADEMISparlemen.net/wp-content/uploads/2016/04/PS_M...ketua sidang menunjuk seorang juru bahasa yang bersumpah atau berjanji akan menterjemahkan dengan benar

www.parlemen.net

2. Yang dimaksud pihak lain yang terkait dengan saksi adalah : a. Orang-orang yang mempunyai hubungan darah dengan saksi dalam

garis lurus keatas dan kebawah sampai derajat ketiga atau Orang-orang yang mempunyai hubungan darah dengan saksi dalam garis menyamping sampai derajat ketiga,

b. Orang atau pihak yang mempunyai hubungan perkawinan atau yang sudah tidak mempunyai hubungan perkawinan lagi (dalam status bercerai);

c. Orang-orang yang menjadi tanggungan dari saksi, bisa dalam garis lurus ke atas dan atau ke bawah sampai dengan derajat ketiga, atau bisa juga garis menyamping sampai derajat ketiga;

d. Orang-orang yang berada dalam pengampuan atau perwalian saksi; atau

e. Orang lain yang mempunyai hubungan emosional yang dekat dengan saksi.

3. Perlakuan khusus adalah perlakuan yang berbeda terhadap saksi karena kondisi dan keadaan saksi.

4. Perspektif jender adalah pandangan yang dapat memberikan hak-hak yang sama terhadap pihak perempuan dan anak dalam memperoleh kebutuhan-kebutuhan dalam rangka perlindungan pada saat mereka menjadi saksi.

5. Ancaman fisik adalah ancaman yang berorientasi pada pencederaan tubuh yang ditujukan untuk mempengaruhi kondisi saksi untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu sesuai dengan maksud dilakukannya ancaman tersebut.

6. Ancaman yang membahayakan jiwa adalah suatu perbuatan yang menimbulkan suatu akibat hukum yang merugikan keamanan dari saksi. Ancamannya ini bisa dalam berbagai bentuk, yang berkaitan dengan kehidupannya.

7. Perahasiaan identitas adalah tindakan untuk tidak mempublikasikan nama-nama, alamat dan identitas saksi yang lainnya terhadap pihak-pihak tertentu termasuk terdakwa selama saksi menjalani proses pemberian kesaksian

8. Identitas baru adalah perubahan jati diri seseorang, terutama mengenai nama, tempat dan tanggal lahir agar ia terhindar dari kekerasan atau ancaman kekerasan baik fisik maupun psikologia sehubungan dengan kesediannya untuk memberikan keterangan dalam selama proses peradilan pidana.

9. Relokasi adalah pemindahan seseorang ke tempat yang baru agar ia terhindar dari kekerasan atau ancaman kekerasan baik fisik maupun psikologis sehubungan dengan kesediaannya untuk memberikan keterangan dalam proses peradilan dan paska persidangan.

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

Page 30: BAGIAN PERTAMA NASKAH AKADEMISparlemen.net/wp-content/uploads/2016/04/PS_M...ketua sidang menunjuk seorang juru bahasa yang bersumpah atau berjanji akan menterjemahkan dengan benar

www.parlemen.net

10. Pendamping adalah seseorang yang atas persetujuan saksi ikut mendampingi saksi didalam memberikan keterangan selama proses penyelesaian perkara pidana.

11. Ancaman adalah segala bentuk perbuatan baik langsung maupun tidak langsung yang mempunyai implikasi memaksa seorang saksi untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu hal yang berkenaan dengan pemberian keterangan saksi atau informasi yang benar dalam proses pemeriksaan perkara dan tindakan-tidakan yang menyebabkan saksi tidak dapat memberikan kesaksiannya secara langsung di pengadilan.

12. Perlindungan adalah segala upaya pemenuhan hak dan pemberian bantuan yang wajib dilaksanakan oleh Lembaga Perlindungan Saksi atau Lembaga lainnya sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini.

13. Lembaga Perlindungan Saksi adalah lembaga yang bertugas dan memiliki wewenang untuk memberikan perlindungan kepada saksi sebagaimana yang diatur dalam undang-undang ini.

14. Perwakilan lembaga perlindungan saksi adalah lembaga perwakilan daerah yang dibentuk untuk memudahkan perlindungan terhadap saksi di daerah tertentu sesuai dengan kebutuhan berdasarkan keputusan lembaga pelindungan Saksi.

15. Program perlindungan adalah tindakan atau langkah-langkah yang dilakukan oleh lembaga perlindungan saksi untuk melindungi saksi dengan tindakan atau langkat-langkah tertentu berdasarkan undang-undang ini.

BAB II KEWENANGAN, ASAS DAN TUJUAN

Pasal 2

Undang-Undang ini berlaku untuk memberikan perlindungan pada saksi dalam semua tahap proses peradilan pidana dan pasca peradilan dalam lingkungan peradilan umum dan peradilan militer.

Pasal 3 Perlindungan Saksi berasaskan pada : a. Penghargaan atas harkat dan martabat manusia; b. Rasa aman;

Penjelasan: Asas ini merupakan manifestasi dari kewajiban negara untuk melindungi warga negaranya, terutama mereka yang terancam

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

Page 31: BAGIAN PERTAMA NASKAH AKADEMISparlemen.net/wp-content/uploads/2016/04/PS_M...ketua sidang menunjuk seorang juru bahasa yang bersumpah atau berjanji akan menterjemahkan dengan benar

www.parlemen.net

keselamatannya, baik fisik maupun mental dan juga keselamatan ekonominya.

c. Keadilan; Penjelasan: Bahwa perlindungan terhadap saksi dan hak-hak yang diperoleh saksi tidak mengurangi hak-hak dasar dari seorang tertuduh dalam artian dengan adanya pemberian perlindungan dan hak-hak kepada saksi tidak menjadikan pihak-pihak yang berperkara berkurang hak-haknya yang telah dijamin oleh undang-undang.

d. Kepastian hukum; Penjelasan: Untuk pemberian jaminan atas kepastian hukum dalam proses pemeriksaan diluar pengadilan bisa ditempuh lewat proses mediasi atau melakukan negosiasi antara saksi dengan penegak hukum, agar perkara pokoknya mendapatkan suatu putusan hukum yang berkekuatan hukum tetap.

e. Kerahasiaan;

Penjelasan: Saksi perlu mendapatkan suatu keamanan yang menyangkut dengan rasa aman dari saksi secara pribadi, misalkan dengan mengubah identitasnya dalam waktu sementara saja atau hanya pada waktu atau setelah saksi memberikan kesaksian di pengadilan. Atau, setelah saksi memberikan kesaksian di pengadilan saksi bisa ditempatkan di shelter atau rumah aman dan saksi akan diawasi selama 24 jam setiap harinya oleh penegak hukum.

f. Non diskriminatif;

Penjelasan: Non Diskriminasi mengacu pada pembedaan berdasarkan agama, suku, gender, paham politik dan orientasi seksual dan ekonomi.

g. Perlakuan khusus kepada pihak-pihak yang rentan; dan Penjelasan: Perhatian khusus adalah perlakuan yang berbeda terhadap saksi karena kondisi dan keadaan saksi

h. Perspektif jender.

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

Page 32: BAGIAN PERTAMA NASKAH AKADEMISparlemen.net/wp-content/uploads/2016/04/PS_M...ketua sidang menunjuk seorang juru bahasa yang bersumpah atau berjanji akan menterjemahkan dengan benar

www.parlemen.net

Pasal 4 Perlindungan saksi bertujuan memberikan rasa aman dan keadilan kepada saksi dalam memberikan keterangan pada saat proses penyelesaian perkara pidana.

BAB III HAK- HAK SAKSI

Bagian Kesatu

Hak-hak Saksi Secara Umum

Pasal 5 (1) Seorang Saksi berhak memperoleh :

a. Perlindungan atas keamanan pribadi dari ancaman fisik maupun psikologis dari pihak lain yang berkenaan dengan keterangan yang akan, sedang atau telah diberikannya atas suatu perkara pidana.

Penjelasan: Yang dimaksud dengan ancaman fisik adalah ancaman yang berorientasi pada pencederaan tubuh yang ditujukan untuk mempengaruhi kondisi saksi untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu sesuai dengan maksud dilakukannya ancaman tersebut. Yang dimaksud dengan ancaman Psikologis adalah ancaman yang dimaksudkan untuk mempengaruhi kondisi kejiwaan saksi sebagai akibat dari adanya kondisi yang sengaja dibentuk untuk mempengaruhi psikologi saksi dan termasuk ancaman psikologi ini adalah akibat adanya ancaman fisik.

b. Hak untuk mendapatkan bantuan hukum; Penjelasan: Hak atas kepastian hukum adalah hak bahwa keterangan saksi tidak menjadikan saksi sebagai pihak yang dituntut oleh pihak lain berdasarkan kesaksiannya. Hak ini merupakan jaminan bahwa keterangan saksi dalam sebuah perkara akan dilindungi dari upaya penyalahgunaan

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

Page 33: BAGIAN PERTAMA NASKAH AKADEMISparlemen.net/wp-content/uploads/2016/04/PS_M...ketua sidang menunjuk seorang juru bahasa yang bersumpah atau berjanji akan menterjemahkan dengan benar

www.parlemen.net

untuk kepentingan lain selain kepentingan penyelesaian perkara pidana yang bersangkutan.

c. Hak untuk memperoleh pendampingan;

Penjelasan: Hak untuk mendapatkan Informasi mengenai perkembangan perkara dan putusan pengadila adalah suatu hak yang wajib diberikan oleh para penegak hukum kepada saksi, agar saksi dapat ikut memantau perkembangan kasusnya, dan juga agar saksi dapat mengetahui sejauh mana masukan yang telah diberikannya dalam bentuk kesaksian itu dimanfaatkan oleh sistem peradilan/para penegak hukum.

d. Hak untuk mendapatkan informasi mengenai perkembangan perkara dan putusan pengadilan;

Penjelasan: Ketakutan saksi akan adanya pembalasan dendam dari terpidana seringkali cukup beralasan dan ia layak untuk diberitahu apabila seorang terpidana yang dihukum penjara akan dibebaskan. Hak ini untuk menjamin keselamatan saksi atas upaya balas dendam oleh pelaku yang dijatuhi hukuman karena keterangan saksi

e. Hak untuk mengetahui dalam hal terpidana melarikan diri atau

dibebaskan; Penjelasan: Ketakutan saksi akan adanya pembalasan dendam dari terpidana seringkali cukup beralasan dan ia layak untuk diberitahu apabila seorang terpidana yang dihukum penjara akan dibebaskan. Hak ini untuk menjamin keselamatan saksi atas upaya balas dendam oleh pelaku yang dijatuhi hukuman karena keterangan saksi

f. Hak untuk mendapatkan penerjemah atau penafsir;

Penjelasan: Hak ini atas penerjemah ini diberikan kepada saksi yang tidak lancar berbahasa Indonesia, dengan maksud untuk memperlancar persidangan sedangkan hak atas penafsir diberikan kepada saksi atau korban yang bisu dan atau tuli.

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

Page 34: BAGIAN PERTAMA NASKAH AKADEMISparlemen.net/wp-content/uploads/2016/04/PS_M...ketua sidang menunjuk seorang juru bahasa yang bersumpah atau berjanji akan menterjemahkan dengan benar

www.parlemen.net

g. Hak untuk bebas dari pertanyaan yang menjerat;

Penjelasan: Seringkali saksi dijebak dengan pertanyaan-pertanyaan yang menjerat yang mengakibatkan saksi atau korban mendapatkan tekanan ketika menjalani proses persidangan atau menjadi korban dari proses peradilan atau menjadi tersangka akibat kesaksiannya. Oleh karena itu saksi atau korban berhak untuk tidak menjawab segala pertanyaan yang bersifat menjerat.

h. Hak untuk memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai dengan kebutuhan;

Penjelasan: Dalam banyak perkara, saksi tidak mempunyai cukup kemampuan membiayai dirinya untuk mendatangi lokasi aparat yang berwenang sehingga perlu mendapat bantuan biaya dari negara. Ketentuan semacam ini memang sudah ada sebenarnya untuk tingkat persidangan, akan tetapi sangat jarang diterapkan karena berbagai alasan.

i. Hak untuk tidak didiskriminasi berdasarkan agama, suku, gender, paham

politik dan orientasi seksual dan ekonomi; dan Penjelasan: Hak untuk tidak didiskrimasi adalah hak untuk diperlakukan sama dengan saksi lainnya. Saksi berjenis kelamin perempuan atau saksi masih anak-anak, atau bisa juga karena saksi berasal dari suatu agama tertentu atau saksi mempunyai paham politik tertentu sering dipersalahkan atas perbuatannya, tanpa didengar secara jelas apa yang menjadi pokok permasalahan atau kesaksian apa yang telah disampaikan oleh saksi.

j. Hak untuk mendapatkan ruangan tunggu khusus di pengadilan.

Penjelasan: Hak untuk mendapatkan ruangan tunggu khusus ini adalah jaminan bahwa saksi mendapatkan perlindungan ketika saksi menunggu ataupun paska pemberian keterangan di depan pengadilan.

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

Page 35: BAGIAN PERTAMA NASKAH AKADEMISparlemen.net/wp-content/uploads/2016/04/PS_M...ketua sidang menunjuk seorang juru bahasa yang bersumpah atau berjanji akan menterjemahkan dengan benar

www.parlemen.net

(2) Keterangan yang benar dari seorang saksi yang diberikan selama proses peradilan tidak dapat dijadikan dasar penuntutan dimuka pengadilan.

Penjelasan: Yang dimaksud keterangan yang benar adalah bukan termasuk dalam tindak pidana sumpah palsu.

(3) Hak-hak saksi sebagaimana diatur dalam ayat (1) dan (2) adalah hak-hak melekat pada saksi dalam keadaan apapun dan sebagai jaminan atas perlindungan secara hukum terhadap saksi.

Bagian Kedua

Hak-hak Saksi Dalam Ancaman

Pasal 6 (1) Seorang saksi dalam ancaman yang membahayakan keselamatan

jiwanya berhak atas : a. Hak atas perahasiaan indentitas; b. Hak untuk mendapatkan identitas baru; c. Hak untuk relokasi.

(2) Hak sebagaimana di maksud pada ayat (1) diberikan pula kepada pihak lain yang terkait dengan saksi berdasarkan keputusan lembaga perlindungan saksi.

(3) Ketentuan dalam ayat (2) tidak dapat diberlakukan kepada pihak lain yang terkait dengan saksi yang justru menjadi pelakunya.

Penjelasan: Kemungkinan adanya pelaku kekerasan adalah justru dari pihak-pihak yang terkait dengan saksi.

Pasal 7

(1) Seorang saksi yang berada dalam ancaman atau tekanan yang sangat berat atau dalam kondisi yang tidak memungkinkan, dapat memberikan keterangan tanpa hadir langsung di tempat dimana perkara tersebut diperiksa.

Penjelasan: Yang dimaksud dengan ancaman atau tekanan sangat berat dalam ayat ini adalah ancaman atau tekanan yang menyebabkan saksi dalam kondisi tidak mampu atau tidak dapat dihadirkan dalam persidangan. Ancaman atau tekanan sangat berat juga ini bisa disebabkan karena saksi masih sangat trauma untuk mengungkapkan kesaksiannya didepan banyak

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

Page 36: BAGIAN PERTAMA NASKAH AKADEMISparlemen.net/wp-content/uploads/2016/04/PS_M...ketua sidang menunjuk seorang juru bahasa yang bersumpah atau berjanji akan menterjemahkan dengan benar

www.parlemen.net

orang, atau bisa saja saksi tersebut masih anak-anak atau masih di bawah umur, atau bisa saja saksi berasal dari suatu tindak kejahatan yang pelaku utamanya adalah aparat negara atau pemerintah. Yang dimaksud kondisi yang tidak memungkinkan adalah suatu kondisi dimana saksi tidak bisa hadir secara fisik kedalam ruang sidang. Ini disebabkan karena saksi mengalami trauma, atau saksi mengalami rasa takut, atau bisa saja saksi sedang berada dalam keadaan sakit.

(2) Saksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat memberikan keterangan di bawah sumpah secara tertulis atau dengan sarana elektronik di hadapan pejabat yang berwenang.

Penjelasan: Yang dimaksud dengan pemberian keterangan dibawah sumpah secara tertulis, adalah berarti saksi yang akan dihadirkan didalam persidangan ini benar-benar telah menerima panggilan dan identitasnya benar-benar seperti yang disebutkan dalam berkas, agar tidak terjadi kekeliruan dengan orangnya (error in persona). Yang dimaksud dengan sarana elektronik, adalah sarana teleconference/video conference atau bisa juga kesaksian yang diberikan lewat video camera. Yang dimaksud dengan pejabat yang berwenang yaitu hakim, penuntut umum, dan penasehat hukum terdakwa.

(3) Pejabat yang berwenang membubuhkan tanda tangannya pada berita acara yang memuat tentang keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

(4) Keterangan saksi yang diberikan secara tertulis atau dengan sarana elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disamakan nilainya dengan keterangan saksi yang diucapkan didalam persidangan.

Penjelasan: Yang dimaksud dengan “disamakan nilainya” adalah pemberian kesaksian yang dilakukan dapat dianggap sebagai alat bukti yang

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

Page 37: BAGIAN PERTAMA NASKAH AKADEMISparlemen.net/wp-content/uploads/2016/04/PS_M...ketua sidang menunjuk seorang juru bahasa yang bersumpah atau berjanji akan menterjemahkan dengan benar

www.parlemen.net

sah untuk membuktikan kebenaran materiil sebagaimana keterangan saksi dimuka persidangan.

(5) Seorang Saksi yang berada dalam ancaman yang sangat berat atau dalam kondisi yang tidak memungkinkan, atas persetujuan hakim dapat diperiksa dalam sidang tertutup, atau diperiksa secara sepihak dimana ditempat tertentu, dan atau dapat diperiksa dengan proses pemeriksaan sidang ditempat dimana saksi berada.

Penjelasan: Yang dimaksud dengan “sidang tertutup” adalah sidang yang dalam kondisi tertentu tidak dibuka untuk umum dan hanya dihadiri oleh para pihak yang berperkara seperti halnya persidangan biasa. Yang dimaksud dengan “diperiksa secara terpisah” adalah proses pemeriksaan saksi dengan menggunakan media tertentu sehingga saksi dan terdakwa tidak berada dalam satu ruangan tetapi tetap saling berhubungan. Yang dimaksud “sidang ditempat” adalah proses persidangan yang dilakukan ditempat saksi berada dengan dihadiri oleh pihak-pihak yang berperkara.

Bagian Keempat

Hak-hak Saksi Khusus Untuk Anak-anak, Manusia Lanjut Usia, dan Orang Cacat.

Pasal 8

(1) Saksi anak-anak, manusia lanjut usia, orang cacat dan saksi perempuan korban tindak pidana dengan kekerasan berhak memperoleh perlindungan khusus selama proses pemberian keterangan dalam proses penyelesaian perkara pidana.

Penjelasan: Yang dimaksud dengan anak-anak adalah manusia atau orang yang berusia sebelum 18 tahun.

Yang dimaksud dengan orang yang lanjut usia adalah orang-orang yang memiliki batasan umur antara 60 tahun keatas.

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

Page 38: BAGIAN PERTAMA NASKAH AKADEMISparlemen.net/wp-content/uploads/2016/04/PS_M...ketua sidang menunjuk seorang juru bahasa yang bersumpah atau berjanji akan menterjemahkan dengan benar

www.parlemen.net

Yang dimaksud dengan orang cacat adalah seseorang yang mengalami gangguan atau ketidakfungsian salah satu atau lebih anggota fisiknya secara permanen.

Yang dimaksud “saksi perempuan korban tindak pidana dengan kekerasan” adalah perempuan yang menjadi korban tindak pidana dengan kekerasan yang menjadi saksi dalam tindak pidana tersebut.

(2) Perlindungan khusus seperti yang disebut dalam ayat (1) adalah hak-hak untuk mendapatkan kemudahan-kemudahan bagi kebutuhan-kebutuhan khusus mereka.

Penjelasan: Yang dimaksud dengan “kemudahan bagi kebutuhan khusus” adalah segala bentuk bantuan dan fasilitas yang harus diterima oleh saksi untuk menunjang proses pemberian kesaksian karena kondisi saksi

Pasal 9 (1) Seorang anak yang menjadi saksi berhak untuk diperiksa tanpa hadirnya

terdakwa. Penjelasan: Proses pemeriksaan saksi tanpa hadirnya terdakwa dimaksudkan untuk mencegah trauma psikologis yang akan mempengaruhi anak dalam memberikan kesaksian.

(2) Seorang anak yang menjadi saksi dapat diperiksa dalam ruangan khusus dengan hakim tunggal dan bersifat tertutup.

(3) Proses pemeriksaan terhadap anak yang memberikan kesaksian mempertimbangkan peraturan lain yang memberikan perlindungan terhadap hak-hak anak.

Penjelasan: Peraturan lain yang juga dapat digunakan dalam proses pemeriksaan terhadap saksi anak-anak segala bentuk peraturan yang mengatur tentang anak-anak diantaranta adalah UU No. 23 tahun 2002, tentang Perlindungan Anak, Keputusan Presiden RI No. 36 tahun 1990, tentang Pengesahan Convention On The Right Of The Children, dan Konvensi Hak-hak Anak, yang telah

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

Page 39: BAGIAN PERTAMA NASKAH AKADEMISparlemen.net/wp-content/uploads/2016/04/PS_M...ketua sidang menunjuk seorang juru bahasa yang bersumpah atau berjanji akan menterjemahkan dengan benar

www.parlemen.net

disetujui oleh Majelis Umum PBB, pada tanggal 20 November 1989.

Pasal 10 Orang-orang yang sudah lanjut usia dalam hal pemberian keterangan berhak: a. Didampingi seorang pendamping setiap kali mereka atau orang yang lanjut

usia memberikan kesaksian dan pendamping tersebut dapat ikut mendampingi dalam setiap proses pemeriksaan kesaksian ;

Penjelasan: Posisi dari pendamping ini sangat penting sekali untuk para saksi yang sudah tergolong kedalam usia yang sudah lanjut. Seorang pendamping yang berasal dari atau berprofesi sebagai perawat yang diperbolehkan ikut secara penuh selama proses pemberian kesaksian.

b. Mendapatkan alat bantu atau fasilitas lain yang dibutuhkan dalam

memberikaaan kesaksianya, seaman dan senyaman mungkin. Penjelasan: Alat bantu dengar ini wajib diberikan kepada saksi yang sudah berumur lanjut dengan tujuan untuk memperlancar proses pemeriksaan di persidangan.

Pasal 11

Proses pemberian kesaksian oleh orang-orang cacat diatur dengan hal-hal berikut: a. Setiap saksi yang termasuk kedalam golongan orang cacat berhak

didampingi seorang pendamping; Penjelasan: Kebutuhan akan pendamping bagi saksi ini bertujuan untuk memberikan bantuan teknis dan kemudahan bagi saksi selama menjalani proses pemeriksaan kesaksian. Pendamping ini bisa dari kalangan perawat atau orang yang memang merawat saksi sejak awal sebelum menjadi saksi ataupun pekerja sosial yang biasa sebagai pendamping.

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

Page 40: BAGIAN PERTAMA NASKAH AKADEMISparlemen.net/wp-content/uploads/2016/04/PS_M...ketua sidang menunjuk seorang juru bahasa yang bersumpah atau berjanji akan menterjemahkan dengan benar

www.parlemen.net

b. Saksi yang tidak dapat berjalan diberikan fasilitas kursi roda pada saat saksi

berada didalam setiap proses pemeriksaan. Penjelasan: Pemberian kursi roda untuk orang cacat di persidangan bertujuan untuk mempermudah saksi untuk mobilisasi, jika saksi harus maju kedepan menemui hakim untuk meyakinkan apakah barang bukti yang dihadirkan itu benar atau tidak

c. Saksi yang tuna rungu wajib disediakan seorang penafsir untuk

menjelaskan maksud dari saksi, dan juga pertanyaan dari hakim atau jaksa, dan penasihat hukum pada waktu di persidangan.

d. Saksi dalam kondisi cacat lainnya diberikan fisilitas sesuai dengan

kebutuhannya.

Bagian Kelima Hak-hak Saksi Korban

Pasal 12

(1) Saksi korban adalah korban tindak pidana yang menjadi saksi dalam tindak pidana tersebut.

(2) Saksi korban berhak untuk didengar pendapatnya dalam proses penuntutan, penjatuhan pidana dan pelepasan bersyarat dalam kasus yang melibatkan dirinya.

(3) Saksi Korban yang mengalami penderitaan secara fisik dan atau psikologi yang berat, juga berhak mendapatkan bantuan bantuan yang sifatnya segera berupa : a. bantuan medis; b. bantuan rehabilitasi psiko-sosial.

Penjelasan: Penderitaan fisik dan atau psikologis yang berat adalah segala bentuk penderitaan baik fisik maupun psikologis yang menyebabkan saksi korban kehilangan atau rusaknya anggota tubuh dan terganggunya psikologis saksi akibat tindak kejahatan.

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

Page 41: BAGIAN PERTAMA NASKAH AKADEMISparlemen.net/wp-content/uploads/2016/04/PS_M...ketua sidang menunjuk seorang juru bahasa yang bersumpah atau berjanji akan menterjemahkan dengan benar

www.parlemen.net

Bantuan medis adalah bantuan yang berupa pengobatan medis bagi saksi korban sebagai akibat dari tindak kejahatan yang mereka alami. Dalam hal ini Korban yang menderita trauma atau masalah kejiwaan lainnya, bantuan psikolog sangat diperlukan untuk membantu kembali menjalani kehidupanya yang telah dikacaukan oleh adanya tindak kejahatan pada mereka.

Pasal 13 (1) Saksi Korban baik secara sendiri-sendiri, melalui kuasa hukumnya atau

melalui lembaga perlindungan saksi, berhak mengajukan ke pengadilan, berupa : a. Hak atas kompensasi dalam tindak pidana dengan kekerasan dan

pelangaran HAM yang berat; Penjelasan: Kompensasi merupakan ganti kerugian yang diberikan negara kepada korban tindak pidana.

b. Hak atas restitusi atau ganti kerugian. Penjelasan: Restitusi merupakan ganti kerugian yang diberikan pelaku tindak pidana kepada korban. Hak ini adalah bentuk tanggung jawab pada pelaku dan kepeduliannya pada penderitaan korban

c. Hak atas rehabilitasi. Penjelasan: Restitusi merupakan ganti kerugian yang diberikan pelaku tindak pidana kepada korban. Hak ini adalah bentuk tanggung jawab pada pelaku dan kepeduliannya pada penderitaan korban

(2) Keputusan mengenai kompensasi, restitusi dan rehabilitasi diberikan

dengan putusan pengadilan. (3) Ketentuan mengenai pemberian kompensasi, restitusi dan rehabilitasi diatur

lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 14

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

Page 42: BAGIAN PERTAMA NASKAH AKADEMISparlemen.net/wp-content/uploads/2016/04/PS_M...ketua sidang menunjuk seorang juru bahasa yang bersumpah atau berjanji akan menterjemahkan dengan benar

www.parlemen.net

(1) Saksi perempuan korban kekerasan pada saat memberikan keterangan berhak : a. mendapatkan pemulihan fisik ataupun psikolgis terlebih dahulu sebelum

memberikan keterangan tentang tindak pidana yang dialaminya. Penjelasan: Yang dimaksud dengan pemulihan fisik maupun psikologis adalah upaya perbaikan terhadap fisik maupun mental saksi sebagai akibat tindak pidana yang terjadi terhadap saksi sehingga saksi dapat memberikan kesaksian secara tenang dan tanpa gangguan fisik maupun mentalnya.

b. mendapatkan ruangan khusus selama proses pemberian keterangan di

tingkat penyelidikan, penyidikan maupun pada saat akan memberikan kesaksian di depan pengadilan.

Penjelasan: Kekhususan dari ruang untuk saksi perempuan korban tindak pidana dengan adalah untuk menjaga kondisi saksi agar dalam pemberian kesaksian tidak terganggu.

c. mendapatkan pendampingan baik pendamping hukum, medis maupun psikologis.

(2) Saksi perempuan korban dalam tindak pidana dengan kekerasan seksual

wajib dirahasiakan identitasnya.

Bagian Keenam

Hak Saksi yang Merupakan Terdakwa Lainnya

Pasal 15 (1) Seorang saksi yang termasuk sebagai terdakwa dalam perkara yang sama

dan kesaksiannya membantu membuktikan kesalahan terdakwa lainnya berhak dikurangi pidananya, apabila terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah.

Penjelasan: Yang dimaksud “dalam perkara yang sama” adalah bahwa saksi juga menjadi terdakwa dalam kasus yang sama tetapi dengan berkas yang berbeda atau disidangkan secara terpisah.

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

Page 43: BAGIAN PERTAMA NASKAH AKADEMISparlemen.net/wp-content/uploads/2016/04/PS_M...ketua sidang menunjuk seorang juru bahasa yang bersumpah atau berjanji akan menterjemahkan dengan benar

www.parlemen.net

(2) Hak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan terhadap suatu perkara yang berdampak luas, kejahatan yang dilakukan secara terorganisir dan pelanggaran hak asasi manusia berat.

Penjelasan: Kejahatan yang berdampak luas adalah kejahatan yang mempunyai implikasi atau pengaruh luas terhadap masyarakat baik karena akibatnya pada masyarakat atau karena kasusnya menjadi perhatian masyarakat. Kejahatan yang terorganisir adalah segala bentuk kejahatan yang dilakukan dengan cara-cara terorganisir dan dalam pelaksanaannya melibatkan pihak-pihak yang mempunyai kekuasaan tertentu dengan jaringan tertentu pula yang biasanya lintas negara. Pelanggaran HAM berat adalah kejahatan yang berupa kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan genosida sebagaimana diatur dalam UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.

(3) Jika saksi sebagaimana dalam ayat (1) harus menjalani pidana, maka

tempat pelaksanaan pidana harus dipisahkan dari pelaku tindak pidana dimana saksi tersebut bersaksi.

Penjelasan: Pembedaan tempat menjalani pidana penjara ini bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada saksi yang teleh memberikan keterangan yang memberatkan terdakwa lain dari kemungkinan terjadinya balas dendam terhadap saksi tersebut.

BAB IV TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH

Pasal 16

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

Page 44: BAGIAN PERTAMA NASKAH AKADEMISparlemen.net/wp-content/uploads/2016/04/PS_M...ketua sidang menunjuk seorang juru bahasa yang bersumpah atau berjanji akan menterjemahkan dengan benar

www.parlemen.net

(1) Pemerintah dalam menjamin terlaksananya pemenuhan hak-hak terhadap saksi mempunyai kewajiban :

a. memastikan agar hak-hak saksi dan korban dipenuhi terutama berkait dengan hak-hak saksi selama memberikan keterangan;

b. menyediakan anggaran pendanaan atas pemenuhan hak-hak saksi; c. menyiapkan sumbar daya manusia untuk mendukung perlindungan

saksi; d. menyiapkan fasilitas yang diperlukan untuk perlindungan saksi.

(2) Pemerintah berkewajiban mendirikan lembaga perlindungan saksi yang memiliki kewenangan khusus dalam memberi perlindungan saksi pada kasus tententu.

(3) Pemerintah berkewajiban menjamin hak masyarakat untuk berperan serta dalam memberikan perlindungan kepada saksi.

(4) Aparat penegak hukum mempunyai kewajiban untuk menjamin dan melindungi ketentuan yang berkaitan dengan perlindungan terhadap saksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

BAB V LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI

Bagian Kesatu

Status dan Kedudukan

Pasal 17 (1) Lembaga perlindungan saksi merupakan lembaga negara yang mandiri.

Penjelasan: Maksud dari kata mandiri disini adalah bahwa lembaga ini tidak berada atau dibawah struktur lembaga negara yang telah ada.

(2) Lembaga Perlindungan saksi bersifat sementara dan menjalankan tugas

dan wewenangnya dalan jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak lembaga ini berdiri.

(3) Lembaga perlindungan saksi berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia dan dapat membentuk perwakilan di ibukota propinsi atau di daerah lain jika dianggap perlu oleh lembaga perlindungan saksi.

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

Page 45: BAGIAN PERTAMA NASKAH AKADEMISparlemen.net/wp-content/uploads/2016/04/PS_M...ketua sidang menunjuk seorang juru bahasa yang bersumpah atau berjanji akan menterjemahkan dengan benar

www.parlemen.net

Pasal 18 (1) Lembaga perlindungan saksi bertanggungjawab kepada Presiden. (2) Lembaga perlindungan saksi membuat laporan pertanggungjawaban

secara terbuka dan berkala kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat sekurang-kurangnya sekali dalam 1 (satu) tahun.

Bagian Kedua Asas-asas

Pasal 19

Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya lembaga perlindungan saksi berasaskan pada : a. Kepastian hukum;

Penjelasan: Yang dimaksud dengan “kepastian hukum” adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan dan keadilan dalam setiap kebijakan menjalankan tugas dan wewenang lembaga perlindungan saksi.

b. Akuntabilitas; Penjelasan: Yang dimaksud dengan “akuntabilitas” adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil alkhir kegiatan lembaga perlindungan saksi harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

c. Keterbukaan; dan

Penjelasan: Yang dimaksud dengan “keterbukaan” adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang kinerja lembaga perlindungan saksi dalam menjalankan tugas dan kewenangannya.

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

Page 46: BAGIAN PERTAMA NASKAH AKADEMISparlemen.net/wp-content/uploads/2016/04/PS_M...ketua sidang menunjuk seorang juru bahasa yang bersumpah atau berjanji akan menterjemahkan dengan benar

www.parlemen.net

d. Kerahasiaan dalam pemberian perlindungan demi kepentingan saksi

Bagian Ketiga

Tugas dan Kewenangan

Pasal 20 Lembaga Perlindungan saksi mempunyai tugas : a. Mempersiapkan unit khusus perlindungan saksi dibawah Kepolisian

Republik Indonesia dalam jangka waktu 10 tahun. b. Menerima permohonan untuk perlindungan terhadap saksi dan atau pihak

lain yang terkait dengan saksi; c. Memberikan perlindungan kepada saksi dan atau pihak lain yang terkait

dengan saksi berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini;

d. Melaksanakan tugas-tugas administratif menyangkut perlindungan saksi dan orang yang terkait dengan saksi;

e. Melakukan koordinasi dengan instansi yang berwenang dan atau lembaga lain dalam rangka memberikan perlindungan saksi;

Penjelasan: Yang dimaksud dengan melakukan koordinasi adalah melakukan kerja sama dalam hubungan resmi sesuai dengan ketentuan undang-undang ini.

f. Melakukan pengumpulan data atau informasi terhadap suatu perkara

dalam rangka perlindungan saksi; Yang dimaksud dengan pengumpulan data atau informasi adalah proses pencarian segala bahan baik berupa informasi lesan maupun dokumen resmi dalam rangka proses pelaksanaan progran perlindungan saksi

g. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan perlindungan saksi yang

dilakukan oleh instansi yang berwenang dan atau lembaga lain; Penjelasan: Yang dimaksud dengan melakukan pengawasan adalah segala proses pemantauan atas berjalannya program perlindungan saksi..

h. Mensosialisasikan perlunya perlindungan saksi kepada masyarakat; i. Menyusun laporan tahunan dan menyampaikan kepada presiden dan

Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

Page 47: BAGIAN PERTAMA NASKAH AKADEMISparlemen.net/wp-content/uploads/2016/04/PS_M...ketua sidang menunjuk seorang juru bahasa yang bersumpah atau berjanji akan menterjemahkan dengan benar

www.parlemen.net

Pasal 21 Dalam melaksanakan tugas-tugasnya sebagaimana dimaksud dalam pasal 20, Lembaga Perlindungan saksi memiliki kewenangan : a. Menetapkan langkah-langkah dan tata cara tentang pembentukan unit

khusus perlindungan saksi dibawah Kepolisian Republik Indonesia. b. Menetapkan langkah-langkah dan tata cara bagaimana ketentuan undang-

undang ini harus dijalankan oleh kantor perwakilannya; Penjelasan: Yang dimaksud dengan “menetapkan langkah-langkah dan tata cara “ adalah bahwa lembaga perlindungan saksi berwenang membuat prosedur kerja dalam menjalankan organisasinya dan prosedur hubungan antara lembaga perlindungan saksi dengan perwakilannya di daerah.

c. Membuat perjanjian tentang perlindungan dan bantuan yang akan

dilakukan terhadap saksi oleh orang-orang atau institusi atau organisasi lainnya dalam hal : 1. Lembaga perlindungan saksi diberikan kewenangan untuk

menggunakan fasilitas atau kelengkapan milik atau dibawah penguasaan departemen (pemerintah), orang atau organisasi atau institusi lain; atau

2. Menyangkut berbagai hal yang akan membuat ketentuan-ketentuan dalam undang-undang ini dapat berjalan

d. Memerintahkan instansi yang terkait untuk memberikan perlindungan saksi;

e. Menunjuk tempat-tempat yang akan difungsikan sebagai tempat-tempat aman/rumah aman (safe house);

f. Mendapatkan akses atas informasi dan dokumen dalam setiap tahap penyelesaian perkara dalam rangka perlindungan saksi;

Penjelasan: Lembaga perlindungan saksi harus mendapatkan akses langsung dan penuh terhadap setiap acara persidangan dan pernyataan yang diungkapkan saksi, dan terhadap setiap bukti yang telah disampaikan dalam persidangan, dan Lembaga Perlindunan Saksi berhak mendapatkan salinan dari pernyataan atau bukti itu.

g. Meminta informasi kepada instansi yang terkait mengenai perkembangan perkara yang sedang ditangani oleh lembaga perlindungan saksi.

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

Page 48: BAGIAN PERTAMA NASKAH AKADEMISparlemen.net/wp-content/uploads/2016/04/PS_M...ketua sidang menunjuk seorang juru bahasa yang bersumpah atau berjanji akan menterjemahkan dengan benar

www.parlemen.net

Bagian Keempat Keanggotaan, Prosedur Pemilihan Anggota

dan Pemberhentian Anggota Lembaga Perlindungan Saksi

Pasal 22

Keanggotaan Lembaga Perlindungan saksi terdiri atas 7 (tujuh) orang yang berasal dari unsur masyarakat sebanyak 4 (empat) orang dan unsur pemerintah sebanyak 3 (tiga) orang yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

Pasal 23 Syarat-syarat untuk dapat diangkat sebagai Anggota Lembaga Perlindungan saksi adalah sebagai berikut: a. warga negara Republik Indonesia; b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; c. sehat jasmani dan rohani; d. mempunyai wawasan di bidang hak asasi manusia; e. berumur sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun dan setinggi-tingginya

60 (enam puluh) tahun pada proses pemilihan; f. cakap, jujur, memiliki integritas moral yang tinggi, dan memiliki reputasi

yang baik; g. tidak pernah menjadi tersangka, terdakwa atau terpidana dalam perkara

pidana. h. tidak menjadi pengurus salah satu partai politik; i. bersedia melepaskan jabatan struktural selama menjadi anggota Lembaga

Perlindungan saksi; dan j. mengumumkan kekayaannya sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

Pasal 24

(1) Anggota Lembaga Perlindungan saksi dari unsur pemerintah terdiri atas Kepolisian, Kejaksaan, dan Depertemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia.

(2) Anggota Lembaga Perlindungan saksi dari unsur pemerintah sebagaimana dimaksud dalam pasal 23 ditunjuk oleh pimpinan instansi yang bersangkutan.

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

Page 49: BAGIAN PERTAMA NASKAH AKADEMISparlemen.net/wp-content/uploads/2016/04/PS_M...ketua sidang menunjuk seorang juru bahasa yang bersumpah atau berjanji akan menterjemahkan dengan benar

www.parlemen.net

Penjelasan: Yang dimaksud dengan “ditunjuk” adalah kewenangan untuk menetapkan anggota lembaga perlindungan saksi dari institusi yang dimaksud ada pada pimpinan melalui mekanisme yang telah ditentukan oleh lembaga tersebut.

Pasal 25 (1) Anggota Lembaga perlindungan saksi dari unsur masyarakat sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 22 dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.

(2) Tata cara pemilihan anggota lembaga perlindungan saksi diatur secara tersendiri oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.

(3) Proses pencalonan dan pemilihan anggota lembaga perlindungan saksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan secara transparan dan melibatkan partisipasi masyarakat.

Penjelasan: Yang dimaksud dengan “transparan” adalah masyarakat dapat mengikuti proses dan mekanisme pencalonan dan pemilihan anggota Lembaga Perlindungan Saksi. Yang dimaksud dengan melibatkan partisipasi masyarakat adalah adanya mekanisme bagi publik untuk memberikan masukan dan informasi atas proses pencalonan dan pemilihan lembaga perlindungan saksi.

Pasal 26

Masa Jabatan Anggota Lembaga Perlindungan saksi adalah 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan

Pasal 27 (1) Anggota Lembaga Perlindungan saksi berhenti atau diberhentikan karena:

a. meninggal dunia; b. berakhir masa jabatannya; c. berhalangan tetap atau secara terus menerus selama lebih dari 3 bulan

tidak dapat melaksanakan tugasnya; d. mengundurkan diri: atau

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

Page 50: BAGIAN PERTAMA NASKAH AKADEMISparlemen.net/wp-content/uploads/2016/04/PS_M...ketua sidang menunjuk seorang juru bahasa yang bersumpah atau berjanji akan menterjemahkan dengan benar

www.parlemen.net

e. dikenai sanksi pidana. (2) Pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh

presiden

Pasal 28 Dalam hal terjadi kekosongan anggota Lembaga Perlindungan Saksi, prosedur pengajuan dan pemilihan calon anggota pengganti dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 25

Bagian Kelima

Pimpinan Lembaga

Pasal 29 (1) Pimpinan Lembaga Perlindungan saksi terdiri dari seorang ketua dan

seorang wakil ketua. (2) Ketua dan wakil ketua lembaga perlindungan saksi dipilih dari dan oleh

anggota lembaga perlindungan saksi.

Bagian Keenam Staff Lembaga

Pasal 30

(1) Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya Lembaga Perlindungan Saksi dibantu oleh staf Lembaga Perlindungan Saksi.

(2) Staf Lembaga Perlindungan Saksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah warga negara Indonesia yang karena keahliannya diangkat sebagai staf dalam Lembaga Perlindungan Saksi.

Penjelasan: Keahlian disini adalah keahlian yang berkaitan dengan perlindungan dan keamanan saksi, keahlian yang berhubungan dengan hukum dan administrasi, keahlian dalam masalah anak-anak yang mengalami trauma, masalah orang tua atau manusia lanjut usia, masalah orang cacat atau tidak mampu melakukan hal-hal yang tidak mampu ia lakukan, masalah keanegaragaman gender dan

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

Page 51: BAGIAN PERTAMA NASKAH AKADEMISparlemen.net/wp-content/uploads/2016/04/PS_M...ketua sidang menunjuk seorang juru bahasa yang bersumpah atau berjanji akan menterjemahkan dengan benar

www.parlemen.net

kultural, dan keahlian penafsiran (interpretasi) dan penerjemahan.

(3) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara pengangkatan staf Lembaga Perlindungan saksi diatur lebih lanjut dengan keputusan Lembaga Perlindungan saksi. .

Bagian Ketujuh Mekanisme Pengambilan Keputusan

Pasal 31

(1) Keputusan Lembaga Perlindungan saksi diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat.

(2) Dalam hal keputusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dapat dicapai, maka keputusan diambil dengan suara terbanyak.

Penjelasan: Mekanisme dengan suara terbanyak ini juga disebut dengan mekanisme voting

Bagian Kedelapan Hubungan Lembaga dengan Instansi Pemerintah dan Masyarakat

Pasal 32

(1) Dalam menjalankan tugas dan kewenangan yang diberikan kepada lembaga perlindungan saksi berdasarkan undang-undang ini, Lembaga Perlindungan Saksi harus dibantu oleh lembaga negara atau instansi pemerintah yaitu: a. Kejaksaan Agung RI; b. Polisi Republik Indonesia; c. Departemen Kehakiman dan HAM; d. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia; e. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Perempuan; f. Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; g. Departemen Keuangan; h. Departemen Dalam Negeri; i. Pemerintahan Daerah; dan atau j. Departemen pemerintahnya lainnya dengan izin dari Presiden.

(2) Dalam menjalankan tugas, kewajiban dan kewenangan yang diberikan kepada lembaga perlindungan saksi berdasarkan undang-undang ini,

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

Page 52: BAGIAN PERTAMA NASKAH AKADEMISparlemen.net/wp-content/uploads/2016/04/PS_M...ketua sidang menunjuk seorang juru bahasa yang bersumpah atau berjanji akan menterjemahkan dengan benar

www.parlemen.net

Lembaga Perlindungan Saksi dapat dibantu oleh orang-orang dan atau institusi atau organisasi publik atau lainnya yang dapat membantu pelayanan atau perlindungan terhadap saksi.

Penjelasan: Yang dimaksud dengan “orang-orang dan atau institusi atau lembaga publik” adalah pihak-pihak non lembaga negara yang mempunyai kompetensi untuk melakukan perlindungan saksi dan atau selama ini telah melakukan upaya-upaya perlindungan terhadap saksi.

(3) Tata cara mengenai hubungan Lembaga Perlindungan saksi dengan

instansi terkait atau pihak lainnya diatur dengan peraturan pemerintah.

Bagian Kesembilan Pembiayaan Lembaga

Pasal 33

Anggaran pembiayaan Lembaga Perlindungan saksi diperoleh dari : a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). b. Bantuan dari masyarakat yang tidak mengikat baik dalam negeri maupun

luar negeri.

BAB VI TATA CARA PEMBERIAN PROGRAM PERLINDUNGAN

Bagian Kesatu

Permohonan Perlindungan

Pasal 34 (1) Saksi yang mempunyai cukup alasan atau yakin bahwa keselamatannya

atau keselamatan pihak lain yang terkait dengannya sedang atau kemungkinan terancam oleh seseorang atau suatu kelompok yang dikenalnya maupun tidak karena keberadaannya sebagai saksi dapat melakukan permohonan atau pengaduan itu kepada : a. Petugas penyelidik dan penyidik dalam perkara yang bersangkutan; b. Orang yang bertugas di kantor Polisi Republik Indonesia;

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

Page 53: BAGIAN PERTAMA NASKAH AKADEMISparlemen.net/wp-content/uploads/2016/04/PS_M...ketua sidang menunjuk seorang juru bahasa yang bersumpah atau berjanji akan menterjemahkan dengan benar

www.parlemen.net

c. Orang yang bertugas di tempat ia ditahan atau dipenjara jika ia berada dalam tahanan atau penjara;

d. Penuntut umum atau pihak yang berkepentingan lainnya; atau e. Lembaga Perlindungan Saksi.

Penjelasan: Yang dimaksud dengan “mempunyai cukup alasan atau yakin” adalah adanya bukti-bukti awal yang menunjukkan bahwa saksi merasa kesalamatannya terancam

(2) Saksi memohonkan menurut cara yang sudah ditentukan agar dia atau orang terkait ditempatkan di bawah perlindungan lembaga perlindungan saksi.

Pasal 35 (1) Dalam hal karena berbagai alasan saksi tidak dapat melakukan pengaduan

atau permohonan sebagaimana ditunjuk oleh pada Pasal 34 ayat (1), maka orang yang berkepentingan yang cukup yakin bahwa keselamatan saksi atau orang terkait memang sedang atau mungkin akan terancam boleh melakukan pengaduan atau permohonan atas nama saksi tersebut.

(2) Permohonan sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat diajukan oleh : a. pejabat yang berwenang; b. keluarga saksi yang bersangkutan; atau c. pendamping saksi.

Yang dimaksud dengan pejabat yang berwenang adalah polisi, jaksa dan hakim dan pejabat lainnya yang pada saat pemeriksaan saksi merupakan pihak yang mempunyai kewenangan terhadap pemeriksaan saksi tersebut.

Pasal 36

(1) Dalam hal saksi dan atau pihak lain yang terkait dengan saksi yang belum dewasa, permohonan dapat diajukan oleh : a. orang tua; b. wali; atau c. pendamping saksi.

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

Page 54: BAGIAN PERTAMA NASKAH AKADEMISparlemen.net/wp-content/uploads/2016/04/PS_M...ketua sidang menunjuk seorang juru bahasa yang bersumpah atau berjanji akan menterjemahkan dengan benar

www.parlemen.net

(2) Permohonan perlindungan bagi seseorang dibawah umur dapat dibuat oleh atau atas nama orang dibawah umur tersebut tanpa persetujuan orang tua atau walinya lainnya dalam hal : a. menyangkut perkara dimana saksi dibawah umur melawan orang tua

atau walinya atau dimana orang tua atau walinya berkedudukan sebagai tersangka;

b. saksi tidak memiliki orang tua atau wali; c. orang tua atau walinya tidak dikenal atau ditemukan berbagai kendala

untuk menemukan orang tua atau walinya; d. orang tua atau walinya tanpa alasan yang jelas tidak bersedia atau

tidak mampu memberikan persetujuan; atau e. jika lembaga perlindungan saksi menganggap bahwa hal itu perlu

dilakukan demi perlindungan anak.

Pasal 37 (1) Saksi dan atau pihak lain yang terkait dengan saksi seperti dalam pasal 35

berhak mengajukan permohonan perlindungan baik secara lisan maupun tertulis kepada Lembaga Perlindungan saksi.

(2) Untuk pengajuan permohonan yang diajukan secara lisan maka pejabat yang berwenang akan membuat permohonan tersebut dalam bentuk tertulis.

Yang dimaksud dengan “membuat permohonan” dalam hal ini adalah menyalin permohonan lesan dari pemohon ke bentuk tertulis sesuai dengan format yang telah ada.

(3) Bentuk permohonan atau format permohonan akan ditentukan oleh lembaga perlindungan saksi.

Pasal 38 (1) Pihak yang kepadanya suatu pengaduan atau permohonan disampaikan

sebagaimana dimaksud dalam pasal 35 ayat (1) harus membuat laporan tertulis dan dalam waktu paling lambat 2 (dua) hari kerja harus menginformasikan dan menyampaikan permohonan itu kepada lembaga perlindungan saksi.

(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada Pasal 40 harus dalam bentuk tertulis dan meliputi a. Konfirmasi tertulis dari pihak yang berkepentingan bahwa orang yang

dimaksud adalah seorang saksi; b. Rekomendasi yang menguatkan bahwa orang itu layak mendapat

perlindungan; dan c. Hal lain yang dipandang oleh pejabat perlindungan saksi harus

diperhitungkan.

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

Page 55: BAGIAN PERTAMA NASKAH AKADEMISparlemen.net/wp-content/uploads/2016/04/PS_M...ketua sidang menunjuk seorang juru bahasa yang bersumpah atau berjanji akan menterjemahkan dengan benar

www.parlemen.net

Pasal 39

Pengajuan permohonan sebagaimana diatur dalam pasal 37 tidak menutup kemungkinan diberikannya perlindungan atas inisiatif Lembaga Perlindungan saksi tanpa melalui prosedur permohonan.

Bahwa lembaga perlindungan saksi dapat mengambil inisiatif untuk melakukan perlindungan jika dalam pemantauannya menunjukkan bahwa perlu melakukan perlindungan terhadap seorang saksi.

Bagian Kedua Penilaian Kelayakan dan Keputusan

Pasal 40

(1) Lembaga perlindungan saksi harus melakukan pemeriksaan terhadap permohonan atau pengaduan atau pelaporan dan mempertimbangkan kelayakan suatu permohonan perlindungan yang disampaikan kepadanya.

(2) Atas suatu permohonan dan atau pelaporan tersebut, Lembaga Perlindungan Saksi harus memperhatikan dan mempertimbangkan: a. besarnya resiko atas keselamatan saksi dan orang terkait; b. bahaya yang mungkin menimpa komunitas/masyarakat jika saksi atau

pihak yang terkait dengan saksi tidak ditempatkan dalam perlindungan;

c. sifat dari persidangan dimana saksi telah atau sedang atau mungkin akan diminta memberi kesaksian, jika kasusnya memungkinkan;

d. arti penting, relevansi dan sifat dari bukti yang telah atau akan diungkapan oleh saksi dalam persidangan tersebut;

Penjelasan: Lembaga perlindungan saksi menilai apakah kesaksian yang akan diungkapkan oleh saksi mempunyai arti penting dan relevansi yang memadai untuk mendukung proses penyelesaian perkara.

e. apakah saksi atau orang terkait akan mampu menyesuaikan diri

dengan perlindungan, dengan mempertimbangkan ciri-ciri pribadi, lingkungan dan relasi-relasi keluarga dan lainnya yang dimiliki saksi atau orang terkait;

f. biaya yang kiranya dibutuhkan untuk perlindungan saksi atau orang terkait lainnya;

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

Page 56: BAGIAN PERTAMA NASKAH AKADEMISparlemen.net/wp-content/uploads/2016/04/PS_M...ketua sidang menunjuk seorang juru bahasa yang bersumpah atau berjanji akan menterjemahkan dengan benar

www.parlemen.net

Penjelasan: Yang dimaksud dengan “biaya” adalah anggaran yang akan diperlukan untuk menjalankan program perlindungan terhadap saksi tertentu.

g. kemungkinan cara lain melindungi saksi atau orang terkait tanpa

merujuk pada ketentuan-ketentuan undang-undang ini; dan Penjelasan: :Yang dimaksud dengan “kemungkinan cara lain” adala cara-cara perlindungan yang telah ada yang dilakukan secara langsung oleh aparat keamanan atau masyarakat tanpa mengacu pada tata cara perlindungan sesuai dengan undang-undang ini.

h. faktor-faktor lain yang dianggap penting oleh Lembaga Perlindungan Saksi.

(3) Setelah menerima permohonan seperti itu Lembaga Perlindungan Saksi

dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja atau sebelum berakhirnya masa perlindungan sementara, jika orang itu berada dalam perlindungan sementara diberikan harus segera mengeluarkan surat keputusan secara tertulis mengenai penolakan atau pemberian perlindungan.

(4) Lembaga perlindungan saksi yang memutuskan penempatan seseorang dalam perlindungan boleh membuat rekomendasi menyangkut sifat perlindungan, jangka waktu perlindungan dan faktor-faktor khusus lain yang harus diperhatikan dalam penempatan orang itu dalam perlindungan.

(5) Lembaga perlindungan saksi, yang merekomendasikan untuk menolak permohonan untuk perlindungan, harus memberitahu alasan-alasan yang mendasari rekomendasi seperti itu.

Bagian Ketiga Pemberian Bantuan Yang bersifat Segera

Pasal 41

(1) Bantuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat (3) dapat diberikan segera setelah perkara terjadi.

Penjelasan: Bantuan medis dan rehabilitasi psiko-sosial dapat diberikan kepada korban tanpa harus menunggu proses administrasi yang panjang,

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

Page 57: BAGIAN PERTAMA NASKAH AKADEMISparlemen.net/wp-content/uploads/2016/04/PS_M...ketua sidang menunjuk seorang juru bahasa yang bersumpah atau berjanji akan menterjemahkan dengan benar

www.parlemen.net

karena korban dalam kondisi tertentu harus mendapatkan perawatan medis dan psikologis yang bersifat segera.

(2) Bantuan yang sifatnya segera ini dapat diajukan melalui permohonan lesan maupun tertulis kepada lembaga perlindungan saksi.

(3) Dalam hal permohonan yang berbentuk lisan maka lembaga Perlindungan Saksi membuat permohonan tersebut dalam bentuk tertulis.

Bagian Keempat

Perjanjian Perlindungan

Pasal 42 (1) Dalam hal Lembaga Perlindungan saksi berpendapat bahwa keadaan

Saksi memerlukan perlindungan terhadap dirinya atau pihak lain yang terkait dengan saksi, Saksi yang bersangkutan diminta untuk menandatangani perjanjian perlindungan.

(2) Surat perjanjian ditandatangani Saksi dan atau pihak lain yang terkait dengan saksi dengan Lembaga Perlindungan saksi yang berisikan: a. kesediaan saksi dan pihak lain yang terkait dengan saksi untuk

menaati aturan yang berkenaan dengan keselamatannya; b. kesediaan saksi dan pihak lain yang terkait dengan saksi untuk tidak

berhubungan dengan cara apapun dengan orang lain selain atas persetujuan Lembaga Perlindungan saksi, selama ia berada dalam perlindungan lembaga ini;

c. kesediaan saksi untuk tidak memberitahukan kepada siapapun mengenai keberadaannya di bawah lembaga perlindungan saksi; dan

d. kewajiban lembaga perlindungan saksi untuk memberikan perlindungan sepenuhnya pada saksi, termasuk orang lain yang terkait dengan saksi.

Bagian Kelima Perlindungan Sementara

Pasal 43

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

Page 58: BAGIAN PERTAMA NASKAH AKADEMISparlemen.net/wp-content/uploads/2016/04/PS_M...ketua sidang menunjuk seorang juru bahasa yang bersumpah atau berjanji akan menterjemahkan dengan benar

www.parlemen.net

(1) Jika menyadari bahwa permohonan atau laporan sebagaimana dimaksud dalam pasal 42 belum dapat diselesaikan sementara ancaman sangat membahayakan dan atau Lembaga Perlindungan Saksi belum memutuskan memberikan perlindungan dan atau belum rampungnya proses permohonan perlindungan untuk saksi atau orang terkait, maka ketua lembaga perlindungan saksi dapat menempatkan saksi dalam perlindungan sementara atau mendesak dengan syarat : a. Perlindungan sementara ini diberikan tidak lebih dari 14 hari. b. Jika saksi menyetujui

Penjelasan: : Yang dimaksud dengan “menyetujui” adalah saksi setuju dengan syarat-syarat adanya perlindungan sementara yang diajukan oleh Lembaga Perlindungan Saksi.

(2) Anak-anak tidak boleh ditempatkan dalam perlindungan sementara dan mendesak tanpa persetujuan orangtua atau walinya, kecuali jika Lembaga Perlindungan Saksi berpendapat bahwa terdapat keadaan-keadaan khusus yang boleh mengabaikan persetujuan seperti itu.

Pasal 44 (1) Sesuai ketentuan Pasal 43 Ketua Lembaga Perlindungan Saksi harus

membuat perjanjian-perjanjian perlindungan sementara dengan orang tersebut.

(2) Setelah membuat perjanjian perlindungan sementara, lembaga perlindungan saksi harus memutuskan apakah mengikutsertakan orang tersebut ke dalam program perlindungan;

(3) Dalam hal lembaga perlindungan saksi memutuskan untuk mengikutsertakan orang tersebut ke dalam program perlindungan, maka lembaga perlindungan saksi harus membuat perjanjian perlindungan dengan orang tersebut sesuai ketentuan pasal 42 untuk menggantikan perjanjian perlindungan sementara yang pernah dibuat.

(4) Dalam hal lembaga perlindungan saksi memutuskan tidak mengikutsertakan orang tersebut ke dalam program, pimpinan harus mengakhiri perlindungan yang diberikan berdasarkan perjanjian perlindungan sementara dengan menyampaikan pemberitahuan kepada orang tersebut.

Pasal 45

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

Page 59: BAGIAN PERTAMA NASKAH AKADEMISparlemen.net/wp-content/uploads/2016/04/PS_M...ketua sidang menunjuk seorang juru bahasa yang bersumpah atau berjanji akan menterjemahkan dengan benar

www.parlemen.net

(1) Perjanjian perlindungan, termasuk perjanjian perlindungan sementara, boleh dirubah lewat suatu perjanjian perubahan antara Lembaga Perlindungan Saksi dengan saksi yang dilindungi yang sudah terikat dalam perjanjian.

(2) Perjanjian perubahan tidak boleh menghapuskan syarat-syarat mutlak yang sudah ada dalam perjanjian perlindungan;

Penjelasan: Syarat-syarat mutlak adalah syarat yang dituangkan dalam perjanjian perlindungan sesuai dengan pasal 42 ayat (2) undang-udang ini.

(3) Perjanjian ini mulai berlaku pada tanggal yang tertera dalam perjanjian

perubahan atau, jika tanggal seperti itu tidak dinyatakan, pada hari setelah perjanjian perubahan itu dibuat

Pasal 46 (1) Selain melalui perjanjian, lembaga perlindungan saksi dapat mengubah

perjanjian perlindungan, termasuk perjanjian perlindungan sementara, dengan saksi yang dilindungi yang sudah terikat dalam perjanjian.

(2) Sebelum membuat perubahan atas perjanjian itu, Ketua lembaga perlindungan saksi harus menyampaikan pemberitahuan kepada saksi yang dilindungi tersebut tentang perubahan yang diusulkan beserta alasannya;

(3) Perubahan perjanjian perlindungan tersebut harus memberi kesempatan yang cukup bagi saksi yang dilindungi untuk menanggapi perubahan yang diusulkan.

(4) Jika setelah mempertimbangkan setiap tanggapan dan Ketua lembaga perlindungan saksi tetap akan mengubah perjanjian, maka Ketua lembaga perlindungan saksi dapat melakukannya dengan menyampaikan pemberitahuan kepada saksi yang dilindungi.

(5) Perubahan ini tidak boleh menghapuskan syarat-syarat mutlak yang sudah ada dalam perjanjian perlindungan.

(6) Perubahan ini mulai berlaku pada hari setelah saksi yang dilindungi mendapat pemberitahuan.

Pasal 47 Apabila Lembaga Perlindungan Saksi menyakini bahwa saksi yang dilindungi tidak selayaknya dilindungi karena saksi tersebut telah melakukan atau

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

Page 60: BAGIAN PERTAMA NASKAH AKADEMISparlemen.net/wp-content/uploads/2016/04/PS_M...ketua sidang menunjuk seorang juru bahasa yang bersumpah atau berjanji akan menterjemahkan dengan benar

www.parlemen.net

bermaksud untuk melakukan sesuatu yang membuatnya tidak pantas untuk dilindungi, Ketua lembaga perlindungan saksi dapat menangguhkan perjanjian perlindungan selama batas waktu yang disebutkan dengan menyampaikan pemberitahuan kepada saksi yang dilindungi.

Penjelasan: Penangguhan perlindungan ini adalah berkaitan dengan adanya pelanggaran oleh saksi tehadap perjanjian perlindungan

Bagian Keenam Pengunduran Diri Secara Sukarela

Pasal 48

(1) Saksi yang dilindungi dapat mengundurkan diri dari program dengan menyampaikan pemberitahuan lisan maupun tertulis kepada pimpinan.

(2) Dalam hal pemberitahuan itu dibuat secara lisan, lembaga perlindungan saksi harus mengambil langkah-langkah agar pemberitahuan itu dinyatakan secara tertulis;

(3) Dalam hal saksi yang dilindungi tidak bersedia atau tidak dapat menguatkan pemberitahuan itu secara tertulis, Lembaga Perlindungan Saksi harus yakin bahwa pemberitahuan lisan itu benar-benar diberikan oleh saksi yang dilindungi;

(4) Dalam hal Lembaga Perlindungan Saksi cukup yakin bahwa orang tersebut benar-benar menyampaikan pemberitahuan pengunduran diri dari program perlindungan, maka lembaga perlindungan saksi boleh mengakhiri perlindungan; a. jika lewat pemberitahuan tertulis maka pada hari yang dinyatakan

dalam pemberitahuan itu b. jika hari seperti itu tidak dicantumkan, pada hari setelah lembaga

perlindungan saksi menerima pemberitahuan itu; atau c. jika pemberitahuan disampaikan secara lisan maka pada hari setelah

lembaga perlindungan saksi cukup yakin bahwa pemberitahuan lisan benar-benar telah diberikan.

Bagian Ketujuh

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

Page 61: BAGIAN PERTAMA NASKAH AKADEMISparlemen.net/wp-content/uploads/2016/04/PS_M...ketua sidang menunjuk seorang juru bahasa yang bersumpah atau berjanji akan menterjemahkan dengan benar

www.parlemen.net

Penghentian perlindungan

Pasal 49 Lembaga perlindungan saksi boleh menghentikan perlindungan bagi seorang saksi yang dilindungi berdasarkan alasan: a. saksi atau pihak lain yang dilindungi meminta agar perlindungan

terhadapnya dihentikan; b. saksi atau pihak lain yang dilindungi melanggar ketentuan sebagaimana

tertulis dalam perjanjian; c. saksi atau pihak lain yang yang dilindungi telah melanggar suatu syarat

yang bisa mengakhiri perlindungan tanpa alasan yang masuk akal dan pelanggaran itu bersifat mendasar;

Penjelasan: Saat membuat permohonan untuk mendapatkan perlindungan, dengan sengaja saksi menyampaikan informasi atau detail yang salah atau menyesatkan, atau membuat pernyataan yang salah atau menyesatkan, atau dengan sengaja tidak mengungkapkan informasi atau detail tertentu di dalam permohonannya;

d. saksi atau pihak lain yang dilindungi telah menghentikan atau menolak

bantuan yang diberikan kepadanya; Penjelasan: Karena tindakan dari saksi yang dilindungi tersebut menjadi ancaman terhadap keutuhan program perlindungan saksi di bawah Undang-Undang ini. perbuatannya telah atau mungkin akan membahayakan keselamatan orang yang dilindungi

e. saksi atau pihak lain yang dilindungi tidak selayaknya lagi diikutsertakan

dalam program perlindungan termasuk; f. Lembaga perlindungan saksi berpendapat bahwa saksi atau pihak lain

yang dilindungi tidak lagi memerlukan perlindungan berdasarkan bukti-bukti yang meyakinkan;

Penjelasan: Setelah menerima pemberitahuan tertulis dari pihak yang berkepentingan yang mengatakan bahwa bukti dari saksi sudah tidak dibutuhkan lagi dalam persidangan atau bahwa persidangan telah berakhir

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

Page 62: BAGIAN PERTAMA NASKAH AKADEMISparlemen.net/wp-content/uploads/2016/04/PS_M...ketua sidang menunjuk seorang juru bahasa yang bersumpah atau berjanji akan menterjemahkan dengan benar

www.parlemen.net

g. saksi atau pihak lain yang dilindungi meninggal dunia; h. ada cara lain yang cukup memuaskan untuk melindungi orang tersebut

sudah ada; dan atau i. saksi atau pihak lain yang dilindungi tersebut dengan sadar telah

menyebabkan kerusakan serius di tempat aman dimana ia dilindungi atau terhadap suatu barang di tempat itu.

Pasal 50 (1) Sebelum mengakhiri perlindungan, lembaga perlindungan saksi harus

mengambil langkah-langkah yang wajar dan perlu untuk memberitahukan penghentian perlindungan kepada orang yang dilindungi dan memberi kesempatan yang pantas bagi orang itu untuk menyampaikan pendapat mengapa perlindungan berakhir.

(2) Penghentian perlindungan keamanan seorang saksi harus dilakukan secara tertulis.

(3) Pembertahuan tertulis tersebut harus berisikan a. alasan mengakhiri perlindungan; b. kapan perlindungan akan berakhir;

(4) Dalam hal saksi keberatan atas dihentikannya perlindungan oleh Lembaga

perlindungan saksi, ia berhak untuk mengajukan keberatannya ke pengadilan yang akan memutuskan perkara tersebut

(5) Setelah mempertimbangkan setiap pendapat, lembaga perlindungan saksi dapat mengakhiri perlindungan sejak tanggal yang dinyatakan menurut ketentuan dalam perjanjian di atas atau memutuskan untuk tidak mengakhiri perlindungan.

(6) Jika Lembaga Perlindungan Saksi mengakhiri perlindungan dan orang yang bersangkutan menerima penghentian perlindungan, segera sebelum perlindungan berakhir, maka orang bersangkutan masih mendapatkan perlindungan berdasarkan perjanjian perlindungan yang dibuat untuknya.

Pasal 51 Jika Ketua Lembaga Perlindungan saksi berpendapat bahwa keselamatan orang tersebut masih menghadapi ancaman kendati persidangan bersangkutan telah berakhir, maka Lembaga perlindungan Saksi dapat melanjutkan perlindungan terhadap orang tersebut selama masih dianggapnya perlu,

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

Page 63: BAGIAN PERTAMA NASKAH AKADEMISparlemen.net/wp-content/uploads/2016/04/PS_M...ketua sidang menunjuk seorang juru bahasa yang bersumpah atau berjanji akan menterjemahkan dengan benar

www.parlemen.net

BAB VII

PERAN SERTA MASYARAKAT

Pasal 52 (1) Setiap orang, kelompok, organisasi politik, organisasi masyarakat,

lembaga swadaya masyarakat, atau lembaga kemasyarakatan lainnya, berhak berpartisipasi dalam pemberian perlindungan terhadap saksi

(2) Hak sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) dapat diwujudkan dalam bentuk: a. hak mencari, memperoleh dan memberikan informasi adanya

pelanggaran terhadap hak-hak saksi; b. hak untuk memperoleh pelayanan dalam mencari, memperoleh dan

memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi pelanggaran terhadap hak-hak saksi kepada pejabat yang berwenang atau Lembaga perlindungan saksi;

c. hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggungjawab kepada pejabat yang berwenang dan atau Lembaga Perlindungan Saksi yang menangani perlindungan saksi dan ;

d. hak untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang laporannya yang diberikan kepada pejabat yang berwenang dan Lembaga Perlindungan Saksi sepanjang tidak berkaitan dengan kerahasiaan tentang perlindungan kepada saksi dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari; d

e. hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dalam hal melaksanakan haknya sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, dan c;

Pasal 53 (1) Setiap orang, kelompok, organisasi politik, organisasi masyarakat,

lembaga swadaya masyarakat, atau lembaga kemasyarakatan lainnya, baik sendiri atau bersama-sama dapat memberikan perlindungan terhadap saksi yang mendapatkan ancaman

(2) Setiap orang, kelompok, organisasi politik, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, atau lembaga kemasyarakatan lainnya, dalam rangka pemberian perlindungan terhadap saksi dapat melakukan kerja sama dengan pejabat yang berwenang dan atau lembaga perlindungan saksi.

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

Page 64: BAGIAN PERTAMA NASKAH AKADEMISparlemen.net/wp-content/uploads/2016/04/PS_M...ketua sidang menunjuk seorang juru bahasa yang bersumpah atau berjanji akan menterjemahkan dengan benar

www.parlemen.net

Pasal 54 Setiap orang, kelompok, organisasi politik, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, atau lembaga kemasyarakatan lainnya, dapat melakukan pengawasan baik secara langsung ataupun tidak langsung terhadap pemberian perlindungan kepada saksi yang dilakukan oleh pejabat yang berwenang dan atau Lembaga Perlindungan Saksi.

Pasal 55

(1) Setiap orang, kelompok, organisasi politik, organisasi masyarakat,

lembaga swadaya masyarakat, atau lembaga kemasyarakatan lainnya, berhak mengajukan keberatan atau gugatan apabila pejabat yang berwenang dan atau Lembaga Perlindungan Saksi yang tidak memberikan atau lalai dalam memberikan perlindungan terhadap saksi.

(2) Gugatan yang dapat dilakukan orang, kelompok, organisasi politik, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, atau lembaga kemasyarakatan sebagaimana yang dimaksud ayat (1) adalah gugatan perdata.

BAB VIII KETENTUAN PIDANA

Pasal 56

(1) Setiap orang yang memaksakan kehendaknya baik memakai kekerasan maupun cara-cara tertentu, yang menyebabkan saksi tidak memperoleh perlindungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a , sehingga saksi tidak memberikan keterangan saksinya pada tahap pemeriksaan tingkat manapun, dipidana dengan pidana penjara paling sedikit 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).

(2) Setiap orang yang melakukan pemaksaan kehendak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sehingga menimbulkan luka berat pada saksi, dipidana dengan pidana penjara paling sedikit 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

Page 65: BAGIAN PERTAMA NASKAH AKADEMISparlemen.net/wp-content/uploads/2016/04/PS_M...ketua sidang menunjuk seorang juru bahasa yang bersumpah atau berjanji akan menterjemahkan dengan benar

www.parlemen.net

(3) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) dilakukan oleh Pejabat Publik, maka ancaman pidananya ditambah dengan 1/3 (sepertiga).

Pasal 57 (1) Setiap orang yang menghalang-halangi dengan cara apapun, sehingga

saksi tidak memperoleh perlindungan atau bantuan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sampai dengan pasal 15, dipidana dengan pidana penjara paling sedikit 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pejabat Publik, ancaman pidananya ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 58 (1) Setiap orang menyebabkan saksi atau keluarganya kehilangan pekerjaan

karena saksi tersebut memberikan keterangan saksi yang benar dalam proses peradilan, dipidana dengan pidana penjara paling sedikit 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pejabat Publik, ancaman pidananya ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 59 Setiap orang yang menyebabkan dirugikan atau dikuranginya hak-hak saksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sampai dengan pasal 15, disebabkan saksi memberikan keterangan yang benar dalam proses peradilan, dipidana dengan pidana penjara paling sedikit 9 (sembilan) bulan dan paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

Pasal 60 (1) Setiap orang yang memberitahukan keberadaan saksi yang tengah

dilindungi dalam suatu tempat khusus yang dirahasiakan oleh Lembaga perlindungan saksi sebagaiamana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling sedikit 2 (dua) tahun dan paling

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

Page 66: BAGIAN PERTAMA NASKAH AKADEMISparlemen.net/wp-content/uploads/2016/04/PS_M...ketua sidang menunjuk seorang juru bahasa yang bersumpah atau berjanji akan menterjemahkan dengan benar

www.parlemen.net

lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pejabat Publik, maka ancaman pidannya ditambah 1/3 (sepertiga).

BAB IX KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 61

(1) Lembaga Perlindungan saksi harus dibentuk dalam waktu paling lambat 1 (satu) tahun setelah Undang-Undang ini berlaku.

(2) Sebelum Lembaga Perlindungan saksi dibentuk berdasarkan Undang-Undang ini, maka upaya perlindungan saksi dijalankan sesuai dengan mekanisme yang berlaku.

Pasal 62 Ketentuan ini berlaku bagi saksi yang sedang menjalani proses hukum, baik didalam atau diluar pengadilan.

Pasal 63 Pada saat Undang-Undang ini berlaku, maka segala peraturan perundang-undangan tentang perlindungan saksi lainnya yang tidak bertengan dengan undang-undang ini tetap berlaku.

BAB X

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 64 (1) Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

Page 67: BAGIAN PERTAMA NASKAH AKADEMISparlemen.net/wp-content/uploads/2016/04/PS_M...ketua sidang menunjuk seorang juru bahasa yang bersumpah atau berjanji akan menterjemahkan dengan benar

www.parlemen.net

(2) Agar setiap orang yang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaga Negara Republik Indonesia.

Tim Penyusunan Naskah Akademis UU Perlindungan Saksi:

Penanggung Jawab: Teten Masduki

Kamala Candrakirana Ifdal Kasim

Anggota Koalisi Perlindungan Saksi: Indonesia Corruption Watch (ICW), Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Wahana Lingkungan (WALHI), Lembaga Bantuan Hukum (LBH APIK), Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN), JARI INDONESIA, Aliansi Jurnalisme Independen (AJI), Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MAPPI FH UI), Konsorsium Buruh Migran (KOPBUMI), Tim Advokasi Pembela Aktivis Lingkungan (TAPAL), P3I (Perhimpunan Pembela Publik Indonesia), Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Indepensi Peradilan (LeIP), Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KONTRAS), Institut Titian Perdamaian (BAKUBAE), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) JAKARTA, Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, Migran Care, Institut Perempuan Bandung, Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas Anak), DEMOS, Solidaritas Perempuan, Mitra Perempuan, LPHAM, SANKSI BORNEO, Tranparancy Internasional Indonesia (TII), Masyarakat Anti Korupsi Surabaya (MARAKs), Bali Corruption Watch (BCW), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung, Indonesian Court Monitoring (ICM) Yogyakarta, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang, TELAPAK Bogor, SOMASI Mataram NTB, Forum Indonesia Transparasi Anggaran (FITRA), Pusat Informasi dan Advokasi Rakyat (PIAR) Kupang, GEMAWAN, LPSHAM Palu, Lembaga Bina Kesadaran Hukum Indonesia (LBKHI) Yogyakarta, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar.

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net