bahan bahtsul masa il kesatu islam nusantara sebagai ... fileketika komunisme hancur, barat mencari...

24
1 | Bahan Bahtsul Masa’il PC NU Bahan Bahtsul Masail Kesatu Islam Nusantara Sebagai Alternatif Peradaban Islam di Era Milenial Saat ini, peradaban Islam jatuh bangun untuk memecah kebuntuan dark ageIslam sejak pembubaran Kholifah Utsmani. Sejak perubahan monarki-teokrasi ke demokrasi berbentuk nation-state (negara-bangsa), Islam belum muncul ke muka untuk memiliki posisi tawar dunia yang lebih dipandang lebih positif. Organisasi Konferensi Islam (OKI), Liga Arab dan upaya- upaya dunia Islam dalam mengangkat kembali Islam di antara ideologi dunia belum juga berhasil. Hal ini bisa disadari, begitu kuatnya hegemoni Barat untuk tetap mempertahankan ideologi demokrasinya. Ketika komunisme hancur, Barat mencari ideologi lain untuk menjadi lawan seimbang, dan Islamlah yang dipilih. Dengan kekuatan yang dimiliki serta tujuan ekonomi politik atas minyak (black gold), Barat berhasil mengendalikan dunia Islam secara marathon. Dimulai di Tunisia, kemudian Mesir dan negeri Arab yang sekarang porak poranda seperti Libia, Afganistan, Suriah dan Irak adalah contoh bagaimana dunia Islam secara sengaja menjadi medan ajang adu kekuatan demi ideologi dan ekonomi-politik. Dari sini, Arabic Spring menjadi titik tumpu Islam mati kutu dalam segala dimensi dalam ideologi dunia. Narasi yang dibangun oleh media mainstream telah mendudukan Islam sebagai ideologi yang jahat. Maka, radikalisme, fundamentalisme, garis keras adalah contoh kata yang dialamatkan kepada Islam. Pertanyaannya adalah bagaimana Islam bisa berdamai dengan suasana ini sebagai cara lain untuk melawan dan menunjukan kepada dunia sebagai ideologi yang damai, aman dan tidak dengan penuh kebencian. Islam yang dipersepsikan di Timur Tengah sebagai Rahim ideologi Islam telah terkontaminasi oleh justifikasi Barat akannya. Wajah Islam seperti apa yang mesti ditawarkan kepada dunia yang sampai saat ini masih memiliki standar ganda untuk melihat Islam sebagai sebuah Ideologi? Jawabannya adalah Islam Nusantara. Era Milenial yang memiliki pendekatan post-truth telah dapat berkelindan dengan Islam Nusantara secara filosofis dan praktis. Nusantara yang telah berhasil mengubah wajah Islam dengan tagline Islam Rahmatan Lil Alamin telah menunjukan bahwa Islam bisa bersenyawa dengan demokrasi, bisa menyebar dengan kedamain, bisa menginfiltrasi budaya agama lain serta mampu mengoreksi kesalahan ideologi lain dengan cara persuasif. Islam Nusantara juga bisa menjawab standar agama yang dikampanyekan oleh lembaga internasional seperti bias gender, pluralisme, humanisme, feminisme dan tentu saja demokrasi. Dari sinilah Islam Nusantara memiliki kesempatanuntuk mengambil peran di dunia bahwa Wajah Islam adalah wajah yang bisa menjadi solusi peramsalah milenial yang semakin komplek. Pertanyaan selanjutnya adalah, apakah Islam Nusantara memiliki masalah dari sudut teologis- tekstualis? Apakah sinkretisme Islam dan budaya memiliki masalah dari sudut koodifikasi fikih klasik yang tidak dibenarkan dalam klarifikasi era milenial? Sudut apakah yang membuat Islam Nusantara harus ditolak? Kalau harus diterima, Teks-teks mana yang membolehkan dan konteks apa yang tidak melanggar kaidah fikih?

Upload: dinhhuong

Post on 31-Mar-2019

234 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bahan Bahtsul Masa il Kesatu Islam Nusantara Sebagai ... fileKetika komunisme hancur, Barat mencari ideologi lain untuk menjadi lawan seimbang, dan Islamlah yang dipilih. Dengan kekuatan

1 | Bahan Bahtsul Masa’il PC NU

Bahan Bahtsul Masa’il Kesatu

Islam Nusantara Sebagai Alternatif Peradaban Islam di Era Milenial

Saat ini, peradaban Islam jatuh bangun untuk memecah kebuntuan “dark age” Islam sejak

pembubaran Kholifah Utsmani. Sejak perubahan monarki-teokrasi ke demokrasi berbentuk

nation-state (negara-bangsa), Islam belum muncul ke muka untuk memiliki posisi tawar dunia

yang lebih dipandang lebih positif. Organisasi Konferensi Islam (OKI), Liga Arab dan upaya-

upaya dunia Islam dalam mengangkat kembali Islam di antara ideologi dunia belum juga

berhasil.

Hal ini bisa disadari, begitu kuatnya hegemoni Barat untuk tetap mempertahankan ideologi

demokrasinya. Ketika komunisme hancur, Barat mencari ideologi lain untuk menjadi lawan

seimbang, dan Islamlah yang dipilih. Dengan kekuatan yang dimiliki serta tujuan ekonomi

politik atas minyak (black gold), Barat berhasil mengendalikan dunia Islam secara marathon.

Dimulai di Tunisia, kemudian Mesir dan negeri Arab yang sekarang porak poranda seperti

Libia, Afganistan, Suriah dan Irak adalah contoh bagaimana dunia Islam secara sengaja

menjadi medan ajang adu kekuatan demi ideologi dan ekonomi-politik. Dari sini, Arabic

Spring menjadi titik tumpu Islam mati kutu dalam segala dimensi dalam ideologi dunia. Narasi

yang dibangun oleh media mainstream telah mendudukan Islam sebagai ideologi yang “jahat”.

Maka, radikalisme, fundamentalisme, garis keras adalah contoh kata yang dialamatkan kepada

Islam.

Pertanyaannya adalah bagaimana Islam bisa berdamai dengan suasana ini sebagai cara lain

untuk melawan dan menunjukan kepada dunia sebagai ideologi yang damai, aman dan tidak

dengan penuh kebencian. Islam yang dipersepsikan di Timur Tengah sebagai Rahim ideologi

Islam telah terkontaminasi oleh justifikasi Barat akannya. Wajah Islam seperti apa yang mesti

ditawarkan kepada dunia yang sampai saat ini masih memiliki standar ganda untuk melihat

Islam sebagai sebuah Ideologi?

Jawabannya adalah Islam Nusantara. Era Milenial yang memiliki pendekatan post-truth telah

dapat berkelindan dengan Islam Nusantara secara filosofis dan praktis. Nusantara yang telah

berhasil mengubah wajah Islam dengan tagline Islam Rahmatan Lil Alamin telah menunjukan

bahwa Islam bisa bersenyawa dengan demokrasi, bisa menyebar dengan kedamain, bisa

menginfiltrasi budaya agama lain serta mampu mengoreksi kesalahan ideologi lain dengan cara

persuasif. Islam Nusantara juga bisa menjawab standar agama yang dikampanyekan oleh

lembaga internasional seperti bias gender, pluralisme, humanisme, feminisme dan tentu saja

demokrasi. Dari sinilah Islam Nusantara memiliki “kesempatan” untuk mengambil peran di

dunia bahwa Wajah Islam adalah wajah yang bisa menjadi solusi peramsalah milenial yang

semakin komplek.

Pertanyaan selanjutnya adalah, apakah Islam Nusantara memiliki masalah dari sudut teologis-

tekstualis? Apakah sinkretisme Islam dan budaya memiliki masalah dari sudut koodifikasi fikih

klasik yang tidak dibenarkan dalam klarifikasi era milenial? Sudut apakah yang membuat Islam

Nusantara harus ditolak? Kalau harus diterima, Teks-teks mana yang membolehkan dan

konteks apa yang tidak melanggar kaidah fikih?

Page 2: Bahan Bahtsul Masa il Kesatu Islam Nusantara Sebagai ... fileKetika komunisme hancur, Barat mencari ideologi lain untuk menjadi lawan seimbang, dan Islamlah yang dipilih. Dengan kekuatan

2 | Bahan Bahtsul Masa’il PC NU

Bahan Bahtsul Masa’il Kedua

Peluang dan Tantangan Lembaga Pendidikan di bawah Al Maarif dalam Kebijakan

Politik Masa Depan

Patut disyukuri, saat ini lembaga pendidikan di bawah NU, baik itu dikdasmen di bawah Al

Maarif maupun lembaga tinggi di bawah LPTNU memiliki gairah yang baik. Indikator

sederhananya adalah bertambahnya animo masyarakat untuk memasukan anak ke lembaga

pendidikan NU.

Namun, secara substantive ada masalah serius di dalam tubuh lembaga NU, baik dalam bingkai

lembaga Jam’iyah maupun lembaga yang dimiliki jama’ah NU. Salah satu yang kental adalah

bagaimana lembaga ini menggunakan prinsip manajemen modern dalam tata kelolanya.

Penggunaan manajemen konvensional-tradisional telah membuat lembaga ini kalah saing

dengan JSIT, Muhammadiyah dan lembaga umum (NGO) yang tidak berafiliasi ke mana pun

terutama lembaga pemerintah.

Dari sudut pemikiran, NU lebih progresif ketimbang Muhammadiyah. Lahirnya pemikiran-

pemikiran anak muda NU serta progresivitas Ansor dan Bansernya yang massif dan terstruktur

patut dibanggakan NU. Namun dalam konteks kemajuan lembaga pendidikan sepertinya NU

belum bisa move-up menjadi leading school yang bisa dibanggakan. Masalah ini bisa

dikarenakan tiga hal utama.

Pertama adalah paradigm lama yang digunakan dalam mengelola pendidikan sehingga sulit

terbuka kepada aspek kebaruan, kedua adalah kemandirian lembaga pendidikan NU yang

menggunakan sentiment agama dan bantuan pemerintah dalam pengembangannya. Dalam

konteks ini, literasi finansial perlu menjadi hal yang perlu digiatkan di NU agar marwah NU

dalam dunia pendidikan lebih tinggi. Ketiga adalah paradigma lama dalam proses belajar

mengajar. Tradisi “rote learning” (hapalan) yang disinyalir termasuk keterampilan tingkat

rendah (LOTS) masih dominan. Namun jiga adanya modernisasi sekolah, maka akan ada

dampak signifikan terhadap kemajuan, dan menghilangkan nilai tradisional yang menjadi ciri

khas NU.

Pertanyaannya adalah bagaimana lembaga pendidikan NU terutama di bawah Al Maarif dapat

bersaing dengan kontestan sejenis dan memenangkan persaingan? Bolehkan modernisasi

manajemen dan pembelajaran dimodifikasi walaupun menyalahi sistem pembejaran tradisional

yang banyak dipraktikan di pesantren? Jika dampak pendidikan modern di NU

diimplementasikan, lalu kemudian nilai moral seperti “takdim”, “pamali”, “kawalat”,

“berkah” hilang dalam sistem pendidikan maka lembaga NU akan musnah atau tidak sesuai

dengan konsep dasar NU? Bagaimana lembaga NU menjaga tradisi sekaligus beradaptasi

dengan kemajuan sesuai dengan kaidah Al Muhafadhotu ala qodim ass sholih wa al ahdu bi

jadid as sholih?

Page 3: Bahan Bahtsul Masa il Kesatu Islam Nusantara Sebagai ... fileKetika komunisme hancur, Barat mencari ideologi lain untuk menjadi lawan seimbang, dan Islamlah yang dipilih. Dengan kekuatan

3 | Bahan Bahtsul Masa’il PC NU

Bahan Pemikiran yang relevan dengan Topik

Islam Nusantara: Menyelami Pemahaman Kelompok Pro dan Kontra

Oleh: Zaki Mubarak

TERUS terang, mengangkat tulisan Islam Nusantara (IN) sudah sejak lama saya pikirkan.

Munculnya tulisan KH Ma’ruf Amin di koran beserta tulisan lain yang deras di WA membuat

saya berenergi untuk menuliskan ulang berbagai pemikiran itu. Mungkin beberapa pendapat

sejalan dengan tulisan ini, beberapa mungkin tidak. Saya pun harus berbagi pemikiran dengan

kelompok yang tidak setuju. Tulisan yang kontra itu, saya coba telaahi dan menarik benang

merahnya. Dari kedua pemahaman (pro-kontra) ini, saya mencoba merenungi apa yang

sesungguhnya diinginkan oleh IN, baik sebagai pemikiran, gerakan maupun amaliyah.

Sejatinya, saya harus mengikuti pemikiran NU sebagai pencetus utamanya di Muktamar NU

ke-33 Jombang. Ini normal, karena jika saya memahami IN sebagai sebuah pemikiran di luar

pencetusnya berarti saya telah masuk kepada perangkap IN sebagai sebuah diskursus “hoax”.

Karena orang yang melahirkan akan lebih tahu dari orang yang hanya mencoba memahami dari

benak “kebenaran” dirinya. Walaupun saya harus akui, banyaknya kontra pemahaman terhadap

IN merupakan berkah besar bagi NU. Satu sisi eksistensi IN lebih populer daripada Islam

Berkemajuan atau moderasi Islam misalnya, di sisi lain pemikiran kontradiktif ini menjadi

bahan yang menarik dari sudut akademik. Ada apa sebenarnya, sehingga IN menjadi diskursus

yang membuat orang mencurahkan energinya untuk berpikir. Semakin diperbincangkan dan

dikritisi, maka semakin “syah” untuk jadi naskah akademik.

Terlepas dari keberpihakan, saya harus mencoba menalar semua pemahaman pro-kontra ini

dalam sebuah pemahaman Islam yang saya pahami. Tentu mungkin keduanya harus saya olah

dengan daya analisis yang saya miliki. Mungkin metode analisis (manhaj) yang saya hasilkan

tidak akan memuaskan semua orang, tapi peling tidak, ini akan membuat pertanyaan banyak

orang yang dilayangkan kepada saya bisa terjawab.

Islam: Komposisi yang Sempurna dengan Hasil yang Beragam

Berbicara Islam sebagai “System of Belief” tentu saja tidak selesai pada tataran ajaran. Dalam

konteks Islam sebagai sebuah “lembaga” maka Islam terdiri dari dua komposisi; ia sebagai

agama (religious) dan ia sebagai keber-agama-an (religiousity). Agama dibangun oleh sumber

pokok yang dalam hal ini Al Qur’an dan Hadits, sedangkan keberagamaan adalah interpretasi

darinya. Karena lebih dari seribu empat ratus tahun perjalanan Islam sampai kini, maka sumber

itu lebih didekati sebagai teks daripada konteks. Teks Qur’an dan Hadits yang diyakini

kebenarannya adalah sebuah sumber faktual yang divine (ilahiah) dan tidak bisa ditolak.

Sayangnya, Teks itu memiliki masalah karena berbagai faktor. Secara ilmiah, tidak ada

kesalahan tata Bahasa, isi atau penyajian dalam kedua sumber Quran dan Hadits (QH) itu, tapi

untuk menginsterpretasikan teks bukanlah tugas yang mudah. (1) faktor Bahasa yang berbeda

memunculkan persepsi yang berbeda terhadap makna QH. Karena Bahasa Arab memiliki nilai

sasatra yang tinggi, maka interpetasi dengan Bahasa lain semisal Bahasa Indonesia akan

menciptakan pemahaman yang berbeda. Padanan kata Arab kadang tidak memiliki kelindan

makna yang sama dengan Bahasa Indonesia. (2) faktor konteks jaman yang berbeda melahirkan

bacaan atau rabaan QH yang berbeda di setiap lokus (daerah) dan tempusnya (jamannya). Ini

normal karena QH sendiri tidak terlepas dari lokus dan tempus saat diturunkan. Makanya, QH

harus diperhatikan asbab-nya walaupun nilainya yang terkandungnya dinilai relevan tak lekang

Page 4: Bahan Bahtsul Masa il Kesatu Islam Nusantara Sebagai ... fileKetika komunisme hancur, Barat mencari ideologi lain untuk menjadi lawan seimbang, dan Islamlah yang dipilih. Dengan kekuatan

4 | Bahan Bahtsul Masa’il PC NU

oleh waktu dan ruang. Hal ini pula yang memunculkan sistem komodikasi hukum di bawahnya

bernama qiyas, Istihsan, Saddudz Dzariyah, ‘Urf dan maslahah Mursalah.

Karena problematika yang dimunculkan faktor itulah, komposisi Islam melalui QH mengalami

interpretasi yang beragam. Hal ini memunculkan dua kelompok yang berseberangan;

kelompok tekstualis dan kelompok liberalis. Kelompok tekstualis memaksakan komposisi QH

dalam ajaran agama baik itu sebagai agama maupun keber-agama-an. Kelompok ini

menganggap semua yang tidak ditulis dalam QH memiliki kecenderungan keluar dari Islam.

Walaupun mereka membatasi pada dimensi ibadah, tetapi mereka tidak jarang memasuki

wilayah lain untuk membaca konteks dengan teks QH. Bila tidak sesuai maka dianggap tidak

Islam. Mereka pun ingin mendekatkan kehidupan dengan narasi QH, maka tidak jarang

Arabisasi diupayakan dalam praktik kehidupan, walaupun ada padanan local yang sepadan.

Kelompok Liberalis adalah kebalikannya. Mereka lebih bebas untuk berpikir

menginterpretasikan Islam sesuai daya pikirnya. Mereka mengabaikan metode berpikir yang

sudah dirumuskan oleh Ulama terdahulu. Sehingga, hasil pikirnya tidak sedikit nyeleneh dan

dianggap keluar dari Islam mainstream. Belakangan, banyak produk pemikirannya yang

dianggap keluar dari Islam sehingga KH Hasyimm Muzadi beranggapan bahwa kaum Liberal

adalah “Kafir yang belum jadi”. Kelompok ini banyak dipengaruhi oleh metode berpikir

fatalistic (jabbariyah) yang seratus persen mengutamakan “reason” ketimbang teks yang kaku.

Mereka mengkritisi teks QH sesuai dengan kemampuan akal mereka. Hal ini sama seperti Barat

yang telah berhasil melakukannya pada Injil.

Kedua kelompok ini sangat berdasar dan rasional. Yang satu memposisikan agama sebagai

nilai yang harus diwariskan sehingga tidak boleh mengalami perubahan, yang satu menjadikan

Islam sebagai alat untuk dikritisi sehingga memiliki relevansi dengan ruang dan waktu yang

melingkarinya. Namun, keduanya memiliki masalah rumit, yang satu terlalu tekstualis, yang

satu terlalu bebas tafsir. Tektualis akan mendapatkan masalah dalam memaknai konteks yang

diikat oleh ruang dan waktu, sedangkan liberalis akan memiliki masalah “kekafiran” yang

tersembunyi karena pisau analisisnya yang kerap tidak sesuai manhaj yang telah dirumuskan

para ulama terdahulu. Alat ini memiliki otoritas yang tidak bisa diabaikan. Keduanya akan

memiliki masalah ketika agama dan keberagamaan disandingkan secara praktis di masyarakat

muslim.

Dalam mendamaikan keduanya, masyarakat muslim memiliki dua pilihan, apakah melalui

nation-state yakni formalisasi Islam sebagai sebuah sistem kehidupan atau mereka memilih

melalui civil society yakni menggunakan Islam sebagai sebuah nilai yang dipraktikan tanpa

harus diformalkan. Kelompok yang pertama memperjuangakan Islam sebagai sebuah gerakan

politik atau disebut Islam formalis, yang kedua lebih bergerak kepada dakwah Islam yang

mengabaikan politik praktis atau biasa disebut Islam substansialis. Keduanya memiliki dampak

yang berbeda, pilihan pertama berdampak kepada sistem negara yang memformalkan Islam

sebagai sistem tata negara seperti banyak narasi “syariah” dalam kebijakannya, yang pilihan

lainnya berdampak kultural dan massif sesuai dengan kekuatan ajarannya. Bila ia berterima

secara massal, maka ajaran itu akan massif sebagai ajaran yang diterima publik, jika tidak,

maka ajaran itu tidak laku, toh tidak diperkuat dengan kekuatan politik.

Konteks Indonesia, kelompok tekstualis lebih menginginkan formalisasi Islam melalui politik

nation-state sedangan liberalis lebih mempropaganda dalam kultur akademik. Keduanya

memiliki rintangan yang sama, yang satu memiliki musuh dengan kaum nasionalis yang

menginginkan (semi) sekulerisasi tata negara, sedang yang lainnya dimusuhi oleh agamawan

Page 5: Bahan Bahtsul Masa il Kesatu Islam Nusantara Sebagai ... fileKetika komunisme hancur, Barat mencari ideologi lain untuk menjadi lawan seimbang, dan Islamlah yang dipilih. Dengan kekuatan

5 | Bahan Bahtsul Masa’il PC NU

konservatif yang memegang teguh agama sebagai sebuah nilai turun temurun. Oleh karena itu,

mendamaikan keduanya adalah hal yang paling berterima.

Gerakan civil society yang dikembangkan oleh Islam kultural semacam NU dan

Muhammadiyah adalah pilihan cocok yang berdamai antara formalistic dan subtansialistik.

Teks yang menjadi sumber utama kaum tekstualistik dan sekaligus menjadi objek kritik oleh

liberalistic harus dilengkapi dengan konteks. Konteks inilah yang menjadi perekat keduanya,

ia bisa sebagai tradisi, bisa sebagai nilai, belief, simbol dan bisa juga sebagai local wisdom.

Konteks inilah yang akhirnya membuat Islam kultural menemukan jalan tengah (tawasuth)

dalam memformulasikan ulang Islam sebagai sebuah agama dan keberagamaan.

Dalam pandangan kelompok ini, agama dipandang sebagai prinsip yang dihasilkan dari

interpretasi QH yang dilakukan melalui metode khusus yang secara ijtima (consensus) telah

disepakati oleh ulama terdahulu. QH yang memiliki masalah interpretasi Bahasa dan konteks

ruang-waktu yang melingkunginya, diterjemahkan ajarannya secara substansif dan diupayakan

berkelindan dengan nilai, belief, keyakinan, simbol, kebijaksanaan di masyarakat muslim.

Sepanjang tidak berbenturan dengan substansi Islam, ajaran Islam mengalami sinkretisme

(pencampuran) dengan tujuan dakwah Islam yang akulturatif. Faktanya, dakwah model ini

sangat efektif dan diterima secara terstruktur, sistemik dan massif (TSM) di wilayah Nusantara.

Dakwah model ini pula yang menjadi kesuksesan para wali songo sebagai kritik teerhadap

dakwah purifikasi yang dilakukan sebelumnya.

Dalam konteks Nusantara, kelompok Islam kultural faktanya telah menjadi bagian penting dari

kehidupan Indonesia. Terlepas dari tuduhan Islam di Indonesia yang klenik, sinkretis, penuh

bid’ah dan tidak murni atau sempalan, Islam ini dipandang sebagai Islam yang menjadi khas.

Islam ini mencoba memformulasikan Islam yang damai (Islam, peace, damai), Islam yang

toleran (tasamuh), Islam yang mejadikan rahmat bagi alam (rahmatan lil alamin) dan Islam

yang menghormati tradisi tanpa mengedepankan kekerasan, peperangan dan permusuhan.

Keberhasilan Islam di Indonesia ini telah memantik kekuatan civil society NU mendeklarasikan

IN sebagai sebuah ikon. Hal ini juga berlaku bagi Islam Berkemajuan-nya Muhammadiyah,

dan Moderasi Islam Kementerian Agama. Isinya mirip sama walaupun memiliki fokus yang

beragam. Ketika Arabic Spring yang bergolak dan meluluh lantahkan Timur Tengah sebagai

“Pribumi” Islam, dan semua identitas dan narasi yang diperjuangkannya adalah “atas nama

Islam”, maka semua mata dunia tertuju kepada Islam Indonesia. IN yang diprakarsai oleh NU

dipandang sebagai Islam dengan wajah yang solutif atas kekerasan atas nama agama dengan

kedok terorisme, radikalisme dan narasi sejenisnya. IN disinyalir menjadi Islam yang mampu

menyelesaikan masalah kemanusiaan dan bahkan kebudayaan di negara berpenduduk muslim.

Namun, IN memiliki masalah serius di dalam negeri. Seiring IN sebagai kajian akademis yang

menarik bagi dunia internasional, IN pun memiliki “musuh” ideologis. Hal ini tidak terlepas

dari gelombang “purifikasi” Islam di Indonesia. Interaksi akademisi muslim Indonesia yang

belajar di Timur Tengah sedikit banyak telah merubah peta kekuatan pemikiran Islam

tradisional-kultural. Sekembalinya mereka belajar dari timur tengah, mereka berupaya untuk

“memperbaiki” Islam sesuai dengan Islam yang mereka pahami.

Paling tidak ada beberapa wajah Islam yang mereka boncengi; Islam ala Saudi dengan

Wahabisme dan salafisme sebagai oleh-olehnya dan Islam politik ala Ikhwan Muslimin (IM)

Mesir dengan oleh-oleh Politik Islam dan bahkan Khilafah. Kedua kelompok ini juga ditambah

dengan para jebolan “tersembunyi” dari Iran dengan Syiah sebagai ajarannya dan jebolan Studi

Page 6: Bahan Bahtsul Masa il Kesatu Islam Nusantara Sebagai ... fileKetika komunisme hancur, Barat mencari ideologi lain untuk menjadi lawan seimbang, dan Islamlah yang dipilih. Dengan kekuatan

6 | Bahan Bahtsul Masa’il PC NU

Islam Barat terutama Mc Gill yang lebih menekankan pada aspek liberaliasi pemikiran Islam.

Wajah-wajah itu menjadi antitesa IN sebagai sebuah konsep di satu sisi, tapi di sisi lain menjadi

penguat dan sintesis IN sebagai sebuah gerakan. Dalam praktiknya, ada tambal sulam IN

sebagai sebuah pemikiran ketika berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran impor tersebut.

Interaksi ini membuat NU dan IN memiliki level yang berbeda-beda. Ada yang sangat

mendukung IN sebagai sebuah pemikiran, gerakan dan amaliyah, ada juga yang mendukung

sebatas pemikiran tanpa gerakan dan amaliyah. Level Ke-NU-an seseorang juga berbeda, ada

yang berorientasi pemikiran, gerakan juga amaliyah. Keberpihakan warga NU tergantung dari

orientasinya di jam’iyah NU, ada yang menggunakan untuk kepentingan politik, ummat atau

kepentingan luar yang merasukinya. Semua perlu dibuktikan secara parsial untuk

membuktikan tuduhan-tuduhan luar tentang dinamika pemikiran dan gerakan NU kontemporer

itu.

Pemahaman Kelompok Kontra terhadap Islam Nusantara

Ada beberapa tokoh yang tidak setuju dengan IN. Secara umum ketidak setujuan bisa dicari

jejak digitalnya dan orientasi ketidak sukaannya. Tokoh seperti Habib Riziek dalam videonya

dan juga utamanya adalah tokoh-tokoh medsos yang mengkritisi seperti simpatisan PKS Jonru

Ginting dan lainnya. Bahkan Mamah Dedeh sempat reaktif “mencoret” IN dalam diskursus

Islam. Saya juga melihat ada banyak postingan warganet yang begitu antipati terhadap IN. Ada

yang reaksional tanpa mengetahui jauh tentang IN, ada juga yang nyinyir sebelum tahu IN itu

seperti apa. Narasi-narasi yang saya amati, kebanyakan dari mereka adalah terpengaruhi oleh

agitasi media sosial yang massif tentang penolakan IN sebagai sebuah konsep. Itu normal.

Saya coba bagi penolakan IN ini dengan tiga dimensi; pemikiran, gerakan dan amaliyah. (1)

dari sisi pemikiran ada beberapa hal yang menolak. Saya klasifikasi menjadi beberapa bagian.

(a) IN adalah anti Arab, seperti yang diposting oleh Jonru. Semua yang berhubungan dengan

Arab dianggap bukan IN. Ia harus sangat local dan berupaya untuk meninggalkan dan

mengabaikan segala hal yang berbau Arab. Pesantren NU yang banyak melahirkan tokoh

penting, pelajaran yang pertama mengajarkan Bahasa Arab, sepertinya ini dinafikan. Narasi-

narasi seperti Assalamualaikum, Alhamdulillah, Akhi, Akhwat, Ummi, Abi, adalah beberapa

yang dituduh harus disingkirkan dari Indonesia melalui IN. semua harus di Indonesiakan atau

di-lokalkan.

Beberapa pemikiran Habib Riziek yang menyebut Jemaah Islam Nusantara (JIN) memiliki

kekeliruan pemikiran. IN menganggap (b) Islam adalah agama pendatang yang numpang di

Nusantara. Islam adalah agama orang Arab. (c) pribumisasi Islam adalah tujuan IN, bagaimana

Islam harus tunduk kepada tradisi dan segala sesuatu yang ada di Nusantara. Indonesiasi Islam

adalah prosesnya bukan Islamisasi Indonesia. (d) Menolak Arabisasi, baik dari budaya maupun

nilai yang melekat di dalamnya. Islam harus diambil sebagai substansi, tetapi kulitnya yang

menempel harus dibuang. Derivasi dari menolak arabisasi adalah harus membuang Jilbab,

membuang salam, membuang jenggot, jubah dan sejenisnya, bahkan kain kafan pun diganti

menjadi batik.

Hal yang saya analisis, kebanyakan IN dianggap sebagai sebuah agama (religious) padahal IN

yang dimaksud oleh NU adalah Islam sebagai keber-agama-an (religiosity). “Agama” adalah

ajaran yang secara tekstual telah difinalisasi melalui QH. Menafsirkan QH sebagai ajaran

agama dengan derivasi dan interpretasi yang dipengaruhi oleh ruang dan waktu adalah

“keberagamaan”. Hal ini berlaku sangat umum, dimana agama itu sama secara prinsip, tapi

Page 7: Bahan Bahtsul Masa il Kesatu Islam Nusantara Sebagai ... fileKetika komunisme hancur, Barat mencari ideologi lain untuk menjadi lawan seimbang, dan Islamlah yang dipilih. Dengan kekuatan

7 | Bahan Bahtsul Masa’il PC NU

keberagamaan pasti memiliki perbedaan yang parsial. Karena keberagamaan ini beda satu sama

lain, maka agar tidak keluar dari “agama” maka harus menggunakan manhaj berpikir (ijtihad)

dalam menghasilkan produk keberagamaannya. IN adalah produk keberagamaan bukan agama.

Ia bisa sebagai kekhasan, ia bisa sebagai gerakan, tipologi, ia juga bisa sebagai tawaran konsep

akademik.

Jika IN dianggap secara pemikiran adalah sesuatu yang salah karena Islam itu satu dan tak bisa

dipisah-pisahkan atau dikotak-kotakan, maka ketika sejak dahulu ada Islam Kairo, Islam Mesir,

Islam Yaman dan lainnya memiliki kesalahan serupa.

(2) IN sebagai gerakan. Paling tidak ada dua tuduhan IN yang lahir sebagai gerakan dan dikritisi

sebagai hal yang berbahaya. (a) IN dengan NU-nya telah disusupi oleh gerakan spilis. Spilis

adalah akronim yang mengacu pada sekuler, pluralis dan liberalis. Gerakan ini diimpor oleh

Barat yang mengagumi pemikiran liberal sebagai penghancur sendi-sendi keagamaan. (b) IN

disusupi syiah yang mencoba menghancurkan Islam Sunni (Ahlu Sunnah wal Jamaah).

Gerakan mendesakralisasi istilah Islam yang Arab, dicoba dikerdilkan di Indonesia dengan

tujuan akhir nilai Islam yang semakin pudar.

Gerakan IN disinyalir sebagai gerakan yang didukung oleh kaum nasionalis yang

menginginkan adanya sekularisme. Sekularisme sejatinya adalah gerakan politik yang

mencoba memisahkan ruang publik dan ruang privat. Agama yang sifatnya privat tidak bisa

dimunculkan sebagai instrument ruang publik, sehingga semua yang berurusan dengan agama

selesai di kamarnya. Ia sangat pribadi dan negara tidak mengurusi urusan pribadi. IN adalah

sebuah gerakan sekulerisasi dengan mengkanalisasi anti arab. Nomenklatur Islam yang arab

dicoba diruntuhkan agar pada akhirnya Islam bisa dijauhkan dari sumber hukumnya (QH yang

berbahasa Arab).

Bila gerakan IN adalah berbahaya, maka gerakan Islam Terpadu, Islam berkemajuan, Moderasi

Islam, Islam Wasathiyah pun memiliki tingkat keberbahayaan yang sama. Saya kira gerakan

yan gdituduhkan perlu diteliti, walaupun saya meyakini gerakan ini sama dengan gerakan Islam

konservatif, Islam emansipatoris, Islam Progresif, Islam developmentalis, Islam revivalis, dan

sejumlah gerakan Islam lainnya.

(3) dari dimensi amaliyah terutama amaliyah dakwah, IN lebih toleran, berdamai dengan

“kekafiran” dan tidak mencoba memformalisasikan Islam sebagai syariat negara. Hal ini

ditentang oleh gerakan politik Islam yang mencoba mendesain Islam sebagai syariat tata

negara. IN adalah sekumpulan amalan sinkretisme yang jelas-jelas hukumnya haram.

Amaliyah yang tidak memiliki dasar QH diperbolehkan oleh IN, sehingga IN dianggap sebagai

amaliyah yang abu-abu dan tidak berdasar kepada Sunnah yang ditunjukan nabi. Narasi-narasi

ini telah banyak lahir menjadi ghozwatul fikr di Indonesia terutama di dunia maya.

Pandangan Pro terhadap Islam Nusantara

Dari berbagai sudut pandang, IN memiliki alasan logis untuk diproklamirkan menjadi sebuah

konsep. Saya akan mencoba menggambarkan pandangan saya tentang IN. Untuk pandangan

Pro lainnya silahkan baca tulisan yang terdahulu dari paara ahli. Secara singkat IN yang

dimaksud adalah seperti yang dikatakan oleh KH Agil Siradj bahwa IN memiliki empat

semangat; semangat keagamaan, semangat kebangsaan, semangat kebhinekaan dan semangat

kemanusiaan. Empat ini dimanifestasikan ke dalam konsep IN yang menurut saya bangunan

komprehensifnya belum tuntas.

Page 8: Bahan Bahtsul Masa il Kesatu Islam Nusantara Sebagai ... fileKetika komunisme hancur, Barat mencari ideologi lain untuk menjadi lawan seimbang, dan Islamlah yang dipilih. Dengan kekuatan

8 | Bahan Bahtsul Masa’il PC NU

Paling tidak ada beberapa alasan IN harus disetujui kehadirannya; alasan akademis, sosiologis,

politis, dan teologis. (1) secara akademis, sebuah konsep dikaji dalam beberapa dimensi

terutama dimensi filsafat. Ketika parameter filsafat bernama epistemologis, ontologis dan

aksiologis telah terpenuhi, maka konsep itu syah menjadi kajian akademis. Secara akademis,

Islam sebagai Agama memiliki kesamaan prinsip yang qot’i, namun secara keberagamaan

memiliki tipologi. Klasifikasi-klasifikasi Islam dibutuhkan untuk membangun tipologi Islam.

IN adalah sebuah tipologi yang khas. Saya yakin bangunan epistemologisnya perlu dirumuskan

secara sistematis agar tipologi itu menjadi bangunan yang kuat fondasinya. IN telah memiliki

syarat untuk dikaji secara akademis.

(2) secara sosiologis, IN adalah bagian dari konstruksi sosial kemasyarakatan. Tipologi IN

yang bisa memotret social order, akan mampu memetakan tatanan sosial masyarakat nusantara.

dengan ini, kebutuhan, kecenderungan, keinginan, dan relasi kemasyarakatan akan dengan

mudah dipenuhi dengan standar kriteria tipologi IN yang khas. Ini akan sangat membantu

dalam mengkaji masyarakat dengan pendekatan keagamaan.

(3) secara politis, Indonesia tidak memiliki daya tawar dalam konstribusinya di dunia

internasional. Teknologi dan ilmu pengetahuan Indonesia telah kalah oleh negara lain. Salah

satu yang dimiliki Indonesia dan telah terbukti berhasil dalam wacana kehidupan manusia

adalah relasi Islam dan budaya nusantara. IN adalah konsepsi yang bisa ditawarkan kepada

dunia Islam karena terbukti telah mampu mengawinkan Islam dan Tradisi. Ada banyak illat

(dasar alasan) yang bisa menjustifikasi IN adalah Islam yang benar. Secara politis Indonesia

bisa memberikan surri tauladan kepada dunia tentang hubungan agama dengan negara dan

dengan tradisi yang ada. Dunia bisa berkaca pada Indonesia dan IN, baik diambil sebagai kajian

akademik maupun kajian politik. IN membuat Indonesia dilirik dunia.

(4) secara teologis, IN tidak memiliki masalah ajaran. Dengan berabad lamanya Islam hidup di

Nusantara, Islam telah mampu mendamaikan manusia sesuai dengan tujuan Islam itu sendiri.

Masalah kafir-mengkafirkan yang belakangan terjadi adalah batu sandungan yang tidak usah

reaktif. IN harus lebih dewasa dalam bersikap teologis, karena founder-founder IN lebih faqih

(ahli fikih) lebih sastrawan, lebih budayawan, lebih memahami Islam dengan akhlak tasawuf

yang tidak usah dipertanyakan lagi integritasnya. Saya meyakini, IN bukanlah sebuah

pemikiran yang keluar dari basis Islam yang murni. Gerakannya juga tidaklah gerakan yang

“asal beda” dengan Islam lainnya, ia murni mencoba berkonstribusi pada perdamaian dunia.

Amalannya juga tidak neko-neko, ia hanya ingin memunculkan Islam yang nusantara, Islam

yang bisa berdamai dengan tradisi, berdamai dengan perbedaan, berdamai dengan budaya,

berdamai dengan Bahasa dan berdamai dengan consensus para founding father tedahulu. IN

bukan sebagai projek lokalisasi Islam, tapi IN merupakan projek Indonesia sebagai solusi Islam

yang rahmatan lil alamin. IN tidak anti Arab, tidak ingin merubah ajaran, dan bukan pula Islam

yang beda dengan “Islam” lainnya. Wallahu a’lam.

Bumisyafikri, 12/7/2018

Page 9: Bahan Bahtsul Masa il Kesatu Islam Nusantara Sebagai ... fileKetika komunisme hancur, Barat mencari ideologi lain untuk menjadi lawan seimbang, dan Islamlah yang dipilih. Dengan kekuatan

9 | Bahan Bahtsul Masa’il PC NU

Islam dan Ancaman Keruntuhan Indonesia

Oleh: Zaki Mubarak

MERUNUT hasil Pilkada dan statemen beberapa pengamat sosial politik disimpulkan bahwa

Islam dan muslim memiliki peranan penting dalam perpolitikan Indonesia. Bahkan,

primordialisme Islam bisa menjadi satu-satunya yang bisa mengalahkan konstruksi politik

demokrasi bernama elektabilitas, populeritas, figur dan kinerja. Bagi Ummat Islam ini adalah

kemenangan yang perlu dibanggakan, tapi bila kondisi ini dirayakan berlebihan, maka tentu

akan mendapatkan masalah kebangsaan. Saya meyakini, hanya Islam-lah yang pandai

memerankan toleransi, menghormati minoritas dan sangat menghargai perasaan orang lain.

Sejarah telah mengujinya berulang-ulang, walau kadang dengan begitu umat Islam tersingkir

dari arena politik, teknokrat, birokrat bahkan kalah dalam gurita ekonominya sendiri. Itulah

fakta dan itulah masalah kita.

Saya tidak akan bercerita bagaimana ummat Islam tidak memiliki posisi signifikan di negeri

ini kecuali dibutuhkan suaranya di tahun politik. Tapi saya akan mencoba mengungkap banyak

hal tentang Islam di Indonesia yang semakin ke sini semakin memiliki polarisasi hebat.

Indonesia yang dibangun oleh energi Islam, baik dari lapangan perang maupun dokumen yang

disajikan “atas berkat rahmat Allah swt”, memiliki masalah serius jika Islamnya memiliki

masalah. Bukan berarti faktor lain tidak penting, namun faktor ideologis-laten Islam bisa

mampu membangun negara sekaligus memporakporandakannya. Melalui banyaknya

instrument yang mengganggu Islam sebagai sebuah sistem kepercayaan, maka kegoyahan

Islam terlihat kentara terutama alat politik yang merajalela.

Tulisan ini pun saya sengaja tulis agar menjadi alasan tersurat atas pemilihan saya terhadap

sikap keberagamaan. Ada beberapa pihak yang mencap saya sebagai liberal, bahkan menuduh

saya “si kerdil yang usil”. Selama pen-cap-an itu berdasar dan mampu mengalahkan logika dan

analisis saya, saya terima sebagai sebuah resiko. Namun bila reason saya tak bisa menerima

alasannya, saya kadang tidak mengerti pikiran-pikiran dan tuduhan itu. Emosi-emosi yang

dikanalisasi dengan merk agama meluncur dengan begitu deras, ya liberal-lah, sekular-lah,

pluralis-lah dan seterusnya. Saya yang santri dan mencintai kondisi Islam di Indonesia sedikit

paham kenapa ini terjadi. Dengan begitu saya akan tuliskan kenapa saya bersikap demikian.

Indonesia dalam Kerangka Dunia

Indonesia sebagai negara berpenduduk terbesar muslim dan memiliki berjuta kekayaan

terbarukan sangat seksi untuk direbut. Tiga puluh tahun yang akan datang, ketika energi fosil

yang kebanyakan hadir di Timur Tengah (Dunia Islam yang lainnya) habis, Indonesia akan

menjadi primadona energi. Pencarian energi alternatif terbarukan dibahas di forum ilmiah, dan

salah satu negara yang berpotensi besar adalah negeri khatulistiwa. Indonesia adalah salah satu

negeri diantara negeri makmur lainnya seperti Brazil dan negara tropis lainnya. Inilah fakta

yang tidak bisa dibantah.

Dengan demikian, beberapa model untuk mempengaruhi Indonesia sangat beragam. (1) Barat

yang diwakili AS mencoba mengimpor budaya liberalnya. Budaya ini menjelma sebagai

kekuatan tak tertandingi bahkan bisa mengalahkan budaya Indonesia terdahulu. Salah satu

yang paling prestisius adalah budaya demokrasi liberal yang sedang berlaku di bumi pertiwi.

Setiap politisi saat ini diam manakala Pancasila sila ke-empat “Kerakyatan yang dipimpin oleh

hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan” tidak dilaksanakan dan diganti

oleh “one man one vote”. Pancasila tidak diamandemen, tapi hasil pemikiran pendiri bangsa

Page 10: Bahan Bahtsul Masa il Kesatu Islam Nusantara Sebagai ... fileKetika komunisme hancur, Barat mencari ideologi lain untuk menjadi lawan seimbang, dan Islamlah yang dipilih. Dengan kekuatan

10 | Bahan Bahtsul Masa’il PC NU

ini telah diabaikan oleh para politisi dengan kebanggaan ketika disebut negeri demokrasi kedua

di dunia. Narasi yang disampaikan oleh Barat atas kesuksesan demokrasi liberal ini begitu

membanggakan, padahal itu semua adalah fatamorgana.

Dampak dari demokrasi ini ternyata sangat luar biasa mahalnya. Ongkos politik yang sangat

mahal karena harga Profesor sama dengan (maaf) tukang becak adalah sama, begitupun harga

ulama dengan dukun pun sama; satu. Orang yang berpendidikan mungkin paham akan

bagaimana kepemimpinan yang baik, namun sebaliknya mereka yang acuh dan tidak

memperhatikan dengan seksama, tidak peduli atas pilihannya. Yang penting ada kepentingan

pragmatis yang didapatkan. Ujungnya, uang menjadi berkuasa dan korupsi adalah dampak dari

ongkos yang mahal itu. “One man” harus dibiayai oleh politik demi “one vote”. Derivasi dari

korupsi menjalar kemana-mana, bukan saja korupsi tingkat elit, sekarangpun korupsi menjalar

di tingkat desa. Penjara penuh dengan koruptor, Isu yang digelorakan media massa pun adalah

isu negatif tentang prilaku pemimpin yang korup, dan juga semua orang berpikir keras untuk

menyelesaikannya. Tapi tidak ada dosis yang tepat untuk itu.

(2) China yang sedang menggurita kehebatan ekonominya sedang mencoba membangun

kekuatan militernya melalu one ring silk road (ORSR, satu jalur cincin sutra). Mereka sedang

mempersiapkan kekuatan utama militer untuk perang global. Jalur ini telah sukses berabad

lamanya sejak dinasti China terdahulu. Diaspora bangsa China yang telah menyebar seluruh

dunia telah membantu negaranya dalam projek ini, dan Indonesia menjadi bagian penting.

Pinjaman demi pinjaman digelontorkan dengan skema yang menguntungkan mereka. Material

dan pekerjanya pun harus dari mereka. Upaya membuat pelabuhan pun diproyeksikan sebagai

rencana pangkalan militer gratis masa depan.

Tidak sampai menggelontorkan pinjaman dan berharap Indonesia terlilit utang semacam

Zimbabwe, Turkistan dan negeri serupa lainnya, Indonesia pun digedor dengan perang candu.

Pabrik narkoba yang sengaja dibuat di China diperuntukan negara-negara di luarnya. Jutaan

narkoba dikirim sepaket dengan material China dan sengaja diselundupkan dengan gratis ke

negeri ini. generasi muda dicoba di-candu-i agar lemah. Bahkan reklamasi DKI yang membuat

rumah di pinggir laut diupayaan agar segala penyelundupan bisa langsung tanpa intervensi

negara. Langsung ke halaman rumah. Tanah ini pun telah diiklankan di Hongkong dan kota-

kota metropolitan di China.

(3) Iran yang memiliki kepentingan akan ideologi Syiah-nya ingin mencoba berkontestasi

dengan Islam sunni di Indonesia. Demi menyebarkan ideologi Syiah ini, Iran mencoba

mengaburkan berbagai ajarannya dan mencoba bergabung dengan banyak ormas keislaman.

Dengan sejarah Persia yang sangat tangguh zaman dahulu dan hampir menguasai setengah bola

dunia, Iran ingin mencobanya kembali dengan kunci syiah sebagai ideologi. Indonesia menjadi

bagian penting dari komunitas Muslim, dan bila pensyiahan terjadi maka Syiah bisa

mengalahkan Sunni dengan efektif dan efisien. Ujungnya Persia akan berkibar kembali di

dunia.

Indonesia dalam Kerangka Dunia Islam

Sejarah Arab Spring dimulai pembakaran diri Muhammad Bouazizi di Tunisia Desember 2010.

Seorang penjual buah di pinggir jalan yang menyesal menjadi warga Tunisia yang monarki dan

negara tidak membantu kehidupann miskinnya membakar dirinya sebagai sebuah protes di

Kota Bouazizi. Hal ini menyulut para pengangguran di sana untuk melakukan gelombang

protes kepada pemerintah. Terinspirasi di Tunisia, seorang warga Al Jazair melakukan

Page 11: Bahan Bahtsul Masa il Kesatu Islam Nusantara Sebagai ... fileKetika komunisme hancur, Barat mencari ideologi lain untuk menjadi lawan seimbang, dan Islamlah yang dipilih. Dengan kekuatan

11 | Bahan Bahtsul Masa’il PC NU

pembakaran diri sebagai protes kepada negaranya. Hal ini pun memantik pergerakan protes di

Libanon dan Lybia. Presiden Ben Ali di Tunisi mengundurkan diri dan itu memantik

gelombang protes di Yordania. Aksi membakar diri pun terjadi di Meuretania dan memantik

gelombang protes di Yaman. Eskalasi protes menjadi kerusuhan besar di sini. Hal ini pun

menginspirasi protes kepada kerajaan Saudi Arabia dan Mesir sampai melahirkan revolusi

mesir.

Kelanjutan dari berbagai protes dan kerusuhan itupun terjadi di Suriah melalui aksi bunuh diri

Januari 2011. Djibaouti sebagai negara tanduk Afrika pun mengalami hal yang sama, rakyat

melakukan protes atas kinerja pemerintahannya. Tak sampai di sana, aksi bakar di Maroko

terinspirasi oleh Bouazizi dan menyebabkan gelombang protes. Di Irak, protespun terjadi

meluas. Seorang warga membakar diri atas protes kehidupan ekonomi yang mencekik. Bahrain

mengalami hal yang sama. Gejolak ini sangat kental dengan syiah-nya yang menyebabkan

Arab Saudi mengirimkan pasukan dengan dibantu AS. Keributan semakin menjadi ketika

melibatkan militer atas nama agama. Kuwait mendapatkan giliran dengan kerusuhan kecil dan

Suriah dengan rezim Basyar sampai kini mengalami kerusuhan. Perebutan Sunni-Syiah begitu

kental. Kubu GCC yang dinahkodai Saudi berhadapan dengan Iran yang Syiah. Revolusi Islam

Iran telah menjadikan negara Persia itu kuat dan menjadi penantang Sunni yang matang.

Kekacauan Tanah Arab pun kian menguat dengan dimunculkan konsep Khilafah. Gerakan

khilafah di timur tengah adalah gerakan untuk mencoba mengikat ideologi Islam dalam konsep

satu kepemimpinan. Walaupun secara literature Islam, konsep ini belum established secara

history. Pencarian bentuk ini mengalami penentangan. Penentangan inilah yang membuat

konseptornya untuk melakukan perlawanan sporadis melalui senjata perang. Maka muncul

ISIS, yang gerakannya melawan arus utama perdamaian. Terlepas dari bagusnya konsep,

praktiknya khilafah telah memantik perang dingin antara ormas Islam dan negara. Hal ini pun

terjadi di Indonesia. Gerakan-gerakannya sangat impresif dan pemerintah yang pro “nation

state” harus berhadapan dengan mereka yang inginnya “global-ideological-state”.

Lantas, bagaimana di Indonesia? Indonesia sebagai negeri muslim tentu saja seksi untuk ditarik

kepada kepentingan “Islam” Timur tengah dengan segala derivasinya. Memberikan beasiswa

oleh pihak Saudi dan Iran adalah beberapa pendekatan akademis-ideologis agar Indonesia

memiliki SDM yang berpolapikir sama dengan negara asal dimana mereka belajar. Kepulangan

mereka dari universitasnya membuat perbedaan pandangan keagamaan. Pola Islam Wahabi

yang dipromosikan oleh Saudi berbenturan dengan Iran yang Syi’i. walaupun di Indonesia

Syiah tidak diterima dengan luas, tapi gerakannya massif dan terstruktur. Kalangan Islam yang

“sama” dengan Indonesia adalah Mesir dan negara Afrika lainnya, tapi dalam beberapa hal

mereka beda dengan Indonesia. Mereka juga berkonstribusi dalam pemikiran gerakan yang

diadopsi dari keberagamaan negara asalnya. Sebut saja gerakan Ikhwanul Muslimin di Mesir

dan lainnya.

Kedatangan mereka dari tempat belajarnya menimbulkan “progress”. Ada dua makna progress

yang dimaksud bisa positif bisa negatif. (1) positif, progress dinarasikan sebagai gelombang

purifikasi (pemurnian) Islam lanjutan. Islam di Indonesia dalam konteks polapikir Islam

“Puritan” dipandang memiliki masalah. Akar masalahnya ada pada sinkretisme Islam dengan

budaya setempat. Hal ini bisa diakui, karena Islam di Indonesia menghadapi tingkat

kebudayaan Majapahit yang sangat tinggi. Sehingga pendekatan budaya adalah salah satu yang

paling memungkinkan, bukan pendekatan peperangan. Munculah walisongo sebagai aktor

utamanya. Namun, dalam beberapa pandangan, keberagamaan Islam yang disebarkan dinilai

Page 12: Bahan Bahtsul Masa il Kesatu Islam Nusantara Sebagai ... fileKetika komunisme hancur, Barat mencari ideologi lain untuk menjadi lawan seimbang, dan Islamlah yang dipilih. Dengan kekuatan

12 | Bahan Bahtsul Masa’il PC NU

tidak puritan (murni). Sehingga gelombang purifikasi adalah salah satu metode untuk

“menyelamatkan” Islam.

(2) negatif, menimbulkan peperangan “ghazwatul fikr” pemikiran. Pemikiran ini mencoba

mengambil Islam ajaran Timur tengah yang berbeda dengan Islam Indonesia sebelumnya. Bila

itu Ahlussunah wal jamaah, maka yang menjadi perbedaan madhab menjadi perdebatan.

Indonesia yang mayoritas Fikih Syafi’iyah Tauhid As’ariyah-Maturidiyah dibentrokan dengan

Wahabi yang Hambaliyah atau Maroko yang Malikiah. Khilafiyah ini semakin menajam

manakala ada narasi “bid’ah” di dalam prosesnya. Tidak cukup bid’ah, takfiri (pengkafiran)

terhadap sesama muslim pun menjadi kian meluas terutama di dunia digital. Dampaknya, ada

tiga kelompok Islam yang terpolarisasi.

(a) Kelompok pro purifikasi dengan mencari titik lemah Islam Indonesia terdahulu. Segala hal

yang “keluar” dari Islam tekstual dianggap sebagai senjata serang. Penyerangan ini sangat

sporadis bahkan menimpa kaum intelektual yang baru mengenal Islam. Dengan sangat

bersemangat mereka belajar Islam dari mentornya dan dunia digital, sehingga “ketidak

benaran” Islam menjadi semangat baru untuk menyerang kelompok Islam lainnya. Kelompok

ini ingin diperhatikan sangat oleh masyarakat, maka strateginya adalah meletakan pola pikirnya

di hadapan Islam terdahulu yang sudah besar.

Analoginya, jika kita ingin bertarung tinju agar supaya naik daun, populer dan dikenal orang,

janganlah mengambil lawan yang ecek-ecek. Tantanglah Mike Tyson di ring, walaupun kita

tahu akan kalah tapi keterkenalan dan status kita akan seimbang dengan Tyson sang Leher

Beton. Kelompok Islam ini telah mengambil posisi “lawan” terhadap Islam tradisional yang

jumlah dan kekuatannya sudah besar. Alasannya adalah agar mereka memiliki status besar.

Kesalahan Kelompok Islam tradisional adalah melayani mereka.

(b) kelompok anti-purifikasi. Sejatinya bukan anti purifikasi dalam definisi hitam putih.

Karena, definisi purifikasi juga mengalami masalah besar. Pemurnian Islam yang dimaksud

tidak dalam konteks purifikasi Prinsip islam yang “qot’i tsubut”. Tidak ada perdebatan Islam

tentang prinsip itu, purifikasi di sini lebih didefinisikan sebagai sesuatu yang tidak sama dengan

Dunia Islam di Arab. Jadi, anti-purifikasi lebih diterjemahkan kepada kelompok yang tidak

ingin adanya perubahan tradisi Islam yang sudah menjadi definisi Islam di Indonesia. PBNU

menyebutnya Islam Nusantara walau kelompok pertama menuduhnya sebagai perwujudan

baru dari liberalism dan Syiah. Wallahu a’lam. Ketika Arab Spring terjadi, maka kelompok ini

merasa bahwa Islam di Indonesia lebih bisa jadi solusi ketimbang pemikiran Timur Tengah

yang bergolak hebat. Destinasi Pendidikan Islam pun ditawarkan di Indonesia daripada Timur

Tengah.

Ada tujuan besar yang hadir dalam kelompok Islam ini. Kelompok Islam yang berjuang

mendirikan negara dan diletakan sebagai sejarah panjang bangsa dan NKRI merasa NKRI

adalah final. Melestarikannya adalah harga mati, sehingga hal yang menjadikan bangsa

terpecah belah baik dalam isu SARA atau Isu internal Islam sekalipun akan dihindari.

Kelompok pertama yang pro-“purifikasi” dinilai telah mencederai nilai kebangsaan dan

keIslaman. Perlawanan itu pun digempur kembali oleh kelompok pertama dengan tuduhan

syiah, liberalism, pluralism, sekularisme dan isme negatif lainnya. Bagi ulama kelompok

kedua, hal ini sudah biasa, tapi bagi kaum muda ini menjadi kebingungan, sehingga tidak jarang

serangan kelompok pertama menjadi “pemenang” untuk diikuti oleh generasi muda, sekalipun

mereka harus beda dengan orang tuanya.

Page 13: Bahan Bahtsul Masa il Kesatu Islam Nusantara Sebagai ... fileKetika komunisme hancur, Barat mencari ideologi lain untuk menjadi lawan seimbang, dan Islamlah yang dipilih. Dengan kekuatan

13 | Bahan Bahtsul Masa’il PC NU

(c) kelompok tengah yang tidak mempermasalahkan pergerakan tadi. Mereka fokus kepada

kemajuan bangsa dan ummat. Ghazwatul fikr yang terjadi dianggap fenomena biasa dan kontra

produktif untuk kemajuan. Mereka membiarkan saudaranya “bertempur” dan ia fokus untuk

mengembangkan keislaman, atau saya menyebut mereka sebagai Islam developmentalis.

Kelompok ini diisi oleh Muslim yang melek agama dan ilmu pengetahuan umum. Para

intelektual ini lebih melihat Islam ke depan daripada rusuh dengan tek-tek bengek yang bagi

kelompok kesatu dan kedua adalah hal penting. Saya melihat kelompok inilah yang bisa

menjadi masa depan kemajuan bangsa, walaupun dalam beberapa isu kelompok ini pun larut

dalam pertempuran kontra produktif tersebut.

Akankah Indonesia hancur karena Islam? Kita setuju bahwa Islam mendirikan dan membangun

negeri ini. Namun, saya pun yakin Islam pula yang bisa meruntuhkan negeri ini. Jika pola pikir

yang diimpor dan tidak berkelindan dengan masyarakat Indonesia ini terus digelorakan, maka

tidak mustahil Indonesia bisa bubar. Semisal gelora khilafah yang anti negara, hal ini akan

menjadi pemantik formal ketatanegaraan. Juga pemikiran-pemikiran yang dibentrokan juga

akan menajam dan meluas. Polarisasi massa akan berdampak kepada kelemahan kita sebagai

sebuah bangsa. Bentrokan ini pula bisa jadi menjadi pintu pembubaran Indonesia secara

menyeluruh.

Dalam konteks pilpres, saya kira ini tidak masalah. Keberpihakan kepada politik tertentu

adalah hal wajar dalam kontestasi politik. Narasi “cebong” versus “kampret” adalah narasi

normal dalam sebuah politik. Namun, saya melihat hal ini bukan hanya di pilpres. Ada grand

desain besar di atas segalanya. Entah itu Barat yang ingin meluluh lantahkan bangsa ini, atau

China yang ingin mencaplok atau mengendalikan negara ini. Atau bisa jadi Syiah berperan

untuk meruntuhkan dominasi sunni di sini. Semua perlu dikaji secara serius dan jujur. Bagi

saya, hal ini menarik. Di samping kajian parsial tentang “pertempuran” internal Islam, sangat

layak dikaji untuk menarik benang merah desain besar di belakangnya.{}

Bumisyafikri, 27/7/201

Page 14: Bahan Bahtsul Masa il Kesatu Islam Nusantara Sebagai ... fileKetika komunisme hancur, Barat mencari ideologi lain untuk menjadi lawan seimbang, dan Islamlah yang dipilih. Dengan kekuatan

14 | Bahan Bahtsul Masa’il PC NU

Memetakan Israel dan NU di Panggung Konflik Dunia

Oleh: Zaki Mubarak

SEBELUM analisis yang harus dituliskan, saya harus akui bahwa saya bukanlah akademisi

yang ahli di bidang kawasan Timur Tengah atau studi interelasi agama yang saat ini lagi heboh.

Saya juga bukan orang yang mendukung ataupun menolak KH Yahya Cholil Staquf (YCS)

dalam pidatonya pada America Jewish Committee (AJC). Saya hanya ingin mengkabarkan

kepada orang yang berseteru untuk lebih bersatu padu menjadi muslim. Tinggalkan keegoisan

atas ketidak sepahaman, tinggalkan tuduhan keji dalam dimensi pemahaman yang tunggal,

abaikan provokasi-provokasi yang membuat kita saling benci. Mari kita lebih dewasa

memahami kasus dengan sebaik-baiknya cara.

Tulisan ini benar-benar ingin diletakan atas dasar pemikiran yang moderat. Tidak menggebu

untuk menyerang, tidak juga bertahan untuk membela membabi buta. Tulisan ini hanya sekedar

ingin mengajak kita sadar atas apa yang terjadi di sekitar kita, terutama kasus penyerangan dan

pembelaan terhadap YCS di media sosial yang bikin merinding. Terus terang saya sangat sedih

melihat anak bangsa diadu narasi menjadi konflik diametral yang sesungguhnya menunjukan

kualitas Islam kita di pentas dunia.

Dunia Yang Kita Ributkan

Dari sejak dahulu, bumi dan isinya yang kita sebut “dunia” tak luput dari kekuatan-kekuatan

utama. Pada saat perang dunia ketiga terdapat dua superpower; Amerika dan sekutunya dengan

Uni Soviet. Pun sebelumnya, dunia dikuasai oleh pihak timur yang dikuasai oleh Persia dan

Eropa yang diwakili oleh Roma. Peperangan untuk mempertahankan kekuasaannya kerap

terjadi dan sepertinya itulah satu-satunya instrument untuk tetap kokoh berdiri. Pun demikian

masa sebelumnya, kekuasaan Islam versus Kristen terjadi. Ini pun menghasilkan perang besar

bernama Perang Salib.

Sejak Komunisme dikalahkan oleh kekuatan Sekulerisme-Liberalisme dan Kapitalisme

(sepilis), Uni Soviet dan China sebagai wakil negara komunis tiarap. Perang dingin yang

dimenangkan oleh Amerika- pengagum Liberalisme- membuat kedua negara itu membangun

dirinya untuk bangkit. Atheisme yang menjadi keyakinan komunisme harus kalah oleh Yahudi-

Kristen yang menjadi keyakinan pihak Amerika dan sekutunya (yang selanjutnya disebut

“Barat”).

Sebagai kekuatan tunggal, tentu saja Barat mencari musuh baru. Islam adalah targetnya.

Kenapa? Karena Islam memiliki pengikut terbesar kedua setelah Kristen dan ideologinya

cenderung solid dan memiliki instrument yang kuat akan akidahnya. Bila Kristen melakukan

ibadah kebaktian cukup satu kali satu minggu, Islam harus melakukannya lima kali dalam

sehari. Ini membuat soliditas Islam lebih kuat ketimbang agama lain di dunia.

Karena kondisi Islam yang solid dan tidak mudah dirasuki oleh idiologi di luarnya, maka projek

untuk meruntuhkan dominasi Islam khususnya di Timur Tengah (saya gunakan Timur Tengah

hanya untuk mempermudah saja, karena konon katanya penggunaan istilah ini adalah sebagai

cara untuk memecah belah melalui penjajahan Eropa) disusun dan dilaksanakan. Perang teluk

dengan tuduhan Baghdad yang memiliki nuklir dipropagandakan sehingga membuka Barat

untuk menjajah negara bagian Persia itu. Semua kebudayaan yang dibangun di Baghdad hancur

lebur. Tak sampai di sana, Afganistan, Lybia, Suriah dan negara-negara lemah lainnya dibidik

Page 15: Bahan Bahtsul Masa il Kesatu Islam Nusantara Sebagai ... fileKetika komunisme hancur, Barat mencari ideologi lain untuk menjadi lawan seimbang, dan Islamlah yang dipilih. Dengan kekuatan

15 | Bahan Bahtsul Masa’il PC NU

untuk dijadikan medan pertempuran. Tujuannya satu yakni supaya kawasan Timur Tengah

tidak stabil dan tidak aman.

Ketidak stabilan ini membuat negara lain takut dan meminta jaminan keamanan pada Barat.

Tentu saja “There is no free lunch” tidak ada makan siang gratis. Mereka membuat

kesepakatan-kesepakatan untuk tidak mengganggu satu sama lain termasuk di dalamnya tidak

boleh mengganggu “kenakalan” Barat atas keinginannya di kawasan luar mereka. Bila negeri

yang belum melakukan kesepakatan dengan Barat, maka dengan massif dan terstruktur mereka

melakukan “hit and carrot” sekaligus menawarkan “standar ganda” untuk memperdayainya.

Negeri yang tidak mengambil carrot (wortel, ilustrasi hadiah semu) Barat akan mendapatkan

hit (serangan militer) secara brutal. Kawasan Timur Tengah menjadi kacau, karena setiap

negara tidak memiliki pilihan yang sama. Yang ngambil carrot, ia akan menjadi “hamba” Barat

dan yang memilih hit terpaksa bertahan diri untuk menjaga kedaulatannya. Apa yang terjadi,

peperangan terjadi di sana sini. Barat dengan kelicikannya memukul Timur Tengah dari dalam

ideologi dasarnya; Islam. Ia membentuk ISIS untuk membuat Timur Tengah semakin kacau,

dan Islam dilegitimasi sebagai agama tidak baik “agama terror”.

Peperangan Israel Palestina dalam Peta Konflik Dunia

Amerika sebagai pemimpin Barat yang Kristen dan Yahudi memiliki kepentingan khusus bagi

ketidak amanan kawasan Timur Tengah. Sebagai negara yang membutuhkan energi fosil

bernama minyak bumi atau “emas hitam” mereka pasti meraup untung atas upeti-upeti negara

“carrot” Timur Tengah. Sebenarnya, Amerika memiliki cadangan minyak terbesar di dunia,

tetapi mereka ingin memastikan dahulu cadangan minyak di luar dirinya habis. Tujuannya

jelas, ingin menguasai pasar minyak dunia. Setelah yang lain habis, mereka akan menjadi

pemain tunggal.

Salah satu hal yang dipandang mampu untuk menggoyang kestabilan Timur Tengah adalah

konflik Israel dan Palestina. Sejak Palestina merdeka dan mereka memiliki kawasan yang luas

di negerinya, Israel datang dengan satu pemahaman ideologi “tanah yang dijanjikan dalam

Kitab Taurat. Dengan cara yang manis, Israel datang dengan projek besarnya “Zionist”. Karena

Islam adalah agama yang sangat menghargai dan memuliakan kemanusiaan, mereka menerima

bani Israel dengan tangan terbuka.

Namun, apa yang terjadi setelah mereka menaklukan beberapa daerah Palestina? Seluruh

Yahudi di Barat mulai memiliki harapan baru tentang “tanah yang dijanjikan” itu. Semua

Yahudi berbondong-bondong pindah ke Palestina. Mereka percaya bahwa di bawah Mesjid Al

Quds, Al Aqsa adalah tempat dimana King Solomon Temple dibangun. Mereka juga percaya

bahwa Messiah akan turun di Jerussalem ketika tanahnya menjadi hijau, maka mereka

menanam pohon Gorqod. Mereka juga percaya, Messiah akan turun manakala semua Yahudi

datang di tanah yang dijanjikan dan tidak dicampuri oleh darah-darah non-yahudi. Mereka juga

percaya bahwa yahudi telah dibantai habis-habisan oleh bangsa Persia melalui tangan

Abukadnezar. Dan kini saatnya untuk membalas bangsa Arab dan Persia.

Zionis adalah gerakan politik untuk mencapai kekuasaan. Karena tanah untuk mereka kuasai

telah dikuasai oleh Palestina, maka atas nama agama Yahudi, mereka mulai menjajah Palestina.

Palestina yang merupakan negara Arab tidak memiliki koneksi yang baik dengan negara-

negaara arab lainnya. Palestina lebih percaya Indonesia ketimbang Arab. Negeri Arab yang

sudah dikotak-kotakan tidak mampu berbuat banyak untuk Palestina walaupun sekelas OKI-

Page 16: Bahan Bahtsul Masa il Kesatu Islam Nusantara Sebagai ... fileKetika komunisme hancur, Barat mencari ideologi lain untuk menjadi lawan seimbang, dan Islamlah yang dipilih. Dengan kekuatan

16 | Bahan Bahtsul Masa’il PC NU

pun. Itulah sebabnya, semakin hari kekuasaan tanah Israel semakin merangsek ke jalur gaza.

Dan Hari ini, Al Aqsa sudah dikuasainya.

Israel adalah nama negara dari derivasi “Bani Israel”. Agama mereka Yahudi. Sebenarnya

yahudi itu adalah agama sekaligus nama bangsa Israel. Tapi dalam perkembangannya Israel

sekarang sudah menjadi negara dimana di dalamnya ada banyak suku-suku lain termasuk Arab

dan muslim di dalamnya. Jadi Israel itu bukan hanya tentang Yahudi, tapi ini adalah sebuah

negara dimana kekuatan utamanya adalah “politik”.

Nah, bisa dibedakan antara yahudi dan Israel dalam konteks ini. Tetapi, karena Israel dan

Yahudi adalah istilah yang rumit dipisahkan, maka ketika menyebut Israel maka akan terselip

agama mayoritasnya; Yahudi. Ketika Israel melakukan penjajahan untuk kepentingan

politiknya, maka Yahudi tidak bisa keluar dari narasi Israel. Mereka menjadi satu, baik untuk

narasi positif maupun negatif.

Hal inilah yang membuat konflik menjadi kepanjangan. Seperti ada konflik agama di sana.

Memang tidak bisa dihindari bahwa perebutan Palestina melalui projek Zionis adalah missi

agama Yahudi atas tanah yang dijanjikan Tuhan. Mereka selalu mengatakan atas nama Yahudi

(Jews) untuk melakukan kegiatan politiknya. Namun, apa yang terjadi? Praktik peperangannya

tidak sama dengan ajaran keyahudiannya. Mereka banyak membunuh dengan ambisius dan

menggenosida Arab di tanah Palestina. Ajaran Yahudi mereka hanya sebatas ajaran yang

diketahui oleh Rabbi-rabbi mereka di kuil tidak sampai kepada militer yang keras dan kejam

itu.

Nah, di sinilah letak konflik Palestina-Israel yang berkepanjangan. Politisasi agama menjadi

bagian tidak terpisahkan dalam konflik yang sudah dinash dalam Al Qur’an itu. Walan tardho

anka alyahudi wala annashoro hatta tattabia’a millatahum- tidak akan suka yahudi dan nasrani

hingga kalian mengikuti millah (agama) mereka. Padahal, dalam konteks nash-nash agama,

baik Islam dan Yahudi, tidak ada satupun ayat yang menghalalkan pembunuhan, kekerasan dan

menghilangkan nurani kemanusian.

Karena konfliknya sudah mengikutsertakan agama, maka konflik ini akan mengakar dan rumit.

Tidak mudah menyelesaikan konflik agama, bahkan rasanya tidak mungkin. Rohingya, Patani,

Maluku, adalah beberapa konflik agama lainnya selain yang paling populer di dunia: Palestina-

Israel. Bagi Barat, ini sangat penting dan membahagiakan. Satu sisi Israel adalah wakil mereka

di Timur Tengah yang menjadi adik kandung ideologi, di sisi lain hanya Israel adalah negara

yang didirikan oleh Yahudi yang memiliki bisnis menggurita di Amerikan dan negara Barat

lainnya. Pendek kata, Israel adalah anak kandung yang paling produktif dalam kemajuan Barat.

Jadi Barat memiliki dua keuntungan; minyak Timur Tengah dan Membantu Israel anak

kandungnya.

NU dalam Pandangan Saya

Nahdlatul Ulama (NU) adalah organisasi Islam terbesar di dunia. Beberapa media

menyebutkan sekitar 40 juta merupakan anggota ormas bersimbol bola dunia dengan Sembilan

bintang itu. Sebenarnya jumlah itu adalah jumlah NU kultural, karena NU struktural tidak

mencapai ribuan. Palestina sangat menghargai Indonesia sebagai “kakak angkat” (karena azam,

non-arab) dalam perjuangan kemerdekaannya. NU dan ormas lain bahu membahu memberikan

dukungan moril, diplomatic dan material kepada Palestina untuk merdeka dari jajahan Israel.

Palestina merasa Indonesia sebagai negara yang paling simpati atas perjuangan mereka.

Page 17: Bahan Bahtsul Masa il Kesatu Islam Nusantara Sebagai ... fileKetika komunisme hancur, Barat mencari ideologi lain untuk menjadi lawan seimbang, dan Islamlah yang dipilih. Dengan kekuatan

17 | Bahan Bahtsul Masa’il PC NU

Dalam konteks konflik Palestina-Israel, NU sebenarnya harus berterimakasih pada Gusdur.

Melalui pikiran-pikiran beliaulah, Indonesia terseret pada konflik Palestina-Israel. Berbagai

pemikiran Gusdur, Israel masih tetap mengingatnya sebagai guru interfaith (antar iman)

mereka. Harmonisasi Islam-Yahudi adalah sesuatu yang niscaya untuk dipadukan dalam

pemikiran Gusdur. Sehingga, Gusdur membawa NU ke tingkat dunia dalam menyelesaikan

konflik-konflik keagamaan, termasuk Palestina-Israel.

Karena NU adalah ormas yang memandang Islam subtansialis ketimbang formalis, maka NU

sangat adaptif dan dinamis dalam memandang kehidupan manusia, termasuk memandang non-

Islam. sesuai dengan perkembangan sejarah Islam di Indonesia, NU merupakan representasi

Islam kultural (bukan struktural) yang mampu memenangkan perang Islam-Hindu secara

senyap dan berterima. Hanya Islam Indonesia yang mampu melakukan itu jika dibandingkan

Islam di awal nubuwah, tabiin atau Islam jaman dinasti Ummayah-Abasiah-Usmaniyah.

NU yang berkembang di Indonesia terdiri dari Islam yang mencoba mengambil saripati ajaran

tauhid, fikih dan seterusnya untuk bisa berkelindan dengan budaya setempat. Islamnya begitu

lentur selentur Kristen yang Berjaya di Eropa mengalahkan paganism. Islam ini, yang

belakangan dipromosikan oleh kementerian agama dengan Islam Nusantara dan Moderasi

Islam, diterima secara menyeluruh tanpa ada peperangan yang menumpahkan darah. Kalaupun

ada, peperangannya tidak sebesar dan serumit “Arabic Spring” yang saat ini terjadi di Timur

Tengah.

Karena karakternya yang anti kekerasan, maka NU lebih dinamis dalam memandang ajaran.

Bila saja Islam itu berbentuk wahyu yang Tekstual, maka NU menafsirkannya dengan ayat-

ayat kontekstual. Kadang, untuk memenangkan peperangan “ghozwatul fikr”, NU lebih

menekankan konteks ketimbang teks. Maka dalam tubuh NU, memaknai fikih harus menguasai

ushul fikih terlebih dahulu, menguasai Qur’an harus menguasai balaghoh dahulu dan

seterusnya. NU lebih menafsirkan Islam sebagai sebuah ajaran yang substansial ketimbang

formal. Adopsi dan adaptasi Islam di Jawa, misalnya, melalui proses akulturasi yang halus.

Tidak ada ustad, yang ada kyai, tidak ada maktab yang ada pesantren, tidak ada sholat yang

ada sembahyang, tidak ada kalimat syahadat yang ada kalimatusada, dan seterusnya.

Jadi dalam konteks akademik, NU lebih modern dalam berpikir tentang kontekstualisasi ayat

dan membumikan Islam di Indonesia. Ormas lain yang lebih formalis, kadang memiliki

kerumitan keberterimaan di masyarakat dan tak secepat NU dalam perkembangannya. Itulah

NU, ormas yang kadang bisa dinyatakan kampungan, sarungan, penuh bid’ah, churafat dan

seterusnya.

NU dalam Peta Konflik Palestina dan Israel

Karena karakter NU yang memandang agama dan ideologi lain sebagai “teman”, maka Gusdur

dengan berbagai konstribusi pemikiran memberikan warna Islam di dunia. Mungkin bagi Barat,

NU adalah solusi lain atas nomenklatur Islam di pusat perkembangannya; Arab. NU diyakini

menjadi penengah atas segala konflik agama yang mengikut sertakan Islam. begitupun bagi

Israel, NU dipandang sebagai jalan penengah konflik Yahudi-Islam, tapi bukan konflik Israel-

Palestina. Keduanya harus diletakan berbeda.

Gusdur telah memviruskan pemikiran interfaith-nya kepada murid-murid ideologinya. Salah

satunya adalah bagaimana agama Islam diletakan sebagai ajaran yang tidak statis dan “halal”

Page 18: Bahan Bahtsul Masa il Kesatu Islam Nusantara Sebagai ... fileKetika komunisme hancur, Barat mencari ideologi lain untuk menjadi lawan seimbang, dan Islamlah yang dipilih. Dengan kekuatan

18 | Bahan Bahtsul Masa’il PC NU

untuk diinterpretasikan ulang. Islam terdiri dari yang qot’I sebagi prisip juga terdiri dari dhonni

yang sangat dinamis. Hal ini berkembang biak kepada anak-anak muda NU. Termasuk murid

didalamnya adalah YCS yang membawa “kritik luwes” kepada Israel dalam dialog AJC.

Ia menawarkan konflik Palestina-Israel menjadi konflik Islam-Yahudi yang bisa diselesaikan

dengan pendekatan interpretasi kedua agama atas kemanusiaan. Jika pendekatan yang biasa

adalah menggunakan politik dan kekerasan militer, maka ide brilian Gusdur adalah

menggunakan pendekatan interpretasi agama masing-masing dalam memandang kemanusiaan.

Hal ini diakui oleh Yahudi, bahwa “Rahmah” (kasih sayang kemanusiaan) adalah ajaran yang

sama dengan Yahudi bahkan Rahim juga demikian. Yahudi memiliki keyakinan, bila

interpretasi ayat yang direkonstruksi ulang, maka akan ada sepemahaman keyakinan bersama.

Namun, apakah ini berlaku untuk Militer dan politik Israel (bukan Yahudi)?

Inilah masalahnya. Saya melihat politik Israel tidak berkelindan dengan Yahudinya. Ummat

Yahudi di dunia sebenarnya mengutuk Israel dalam hal menangani konflik politik

berkepanjangan dengan Palestina. Namun, atas egoism, keserakahan dan “tanah yang

dijanjikan Tuhan” itu pulalah Israel tidak mendengarkan yahudi mereka. Mereka sengaja

membuat standar ganda untuk kemanusiaan seperti layak kakaknya Amerika. Mereka juga

membuat genosida untuk merampas tanah Palestina dan membuat penjara terbesar di dunia:

Jalur Gaza.

Sesungguhnya, konstribusi NU tidak seberapa dibanding dengan prilaku menyimpang Israel

atas kemanusiaan di Palestina. Pemikiran Gusdur tidaklah berdampak signifikan terhadap

politik Israel yang sangat kejam. Tapi dengan datangnya Gusdur dan baru-baru ini YCS, Israel

masih mau mendengar Islam sebagai agama yang dibantainya. Memang dalam konteks ini, ada

dua polarisasi massa atas respon kasus ini.

(1) mereka yang mengkritisi bahkan menyerang NU sebagai ormas yang munafik. Bagi NU ini

sudah biasa, dan para tokoh NU sudah merasa biasa untuk diserang habis-habisan oleh

“kompetitornya”. Walaupun Ketua PBNU dan tokoh MUI mengatakan bahwa YCS bukan atas

nama NU dan Indonesia, tetapi tetap saja Israel dan dunia internasional memiliki persepsi yang

sama bahwa Indonesia dan NU dapat menghadiri AJC. Inilah yang saya takutkan, kedatangan

YCS dapat melegitimasi mereka dalam menumpahkan darah Palestina.

(2) mereka membela YCS. Atas nama “kyai” dan lembaga “NU” yang sacral, mereka akan

membela mati-matian untuk sakralitas kyai dan NU-nya. Bagi mereka, menjaga kyai adalah

sebuah kewajiban dan menjaga fitnah-fitnah terhadap NU adalah sebuah kebaikan. Apapun

yang terjadi, Kyai dan NU adalah instrument pertama dan utama dalam menjaga keutuhan

bangsa Indonesia.

Bagi saya, dua kelompok itu tidak penting. Yang urgent bagi saya adalah bagaimana ummat

Islam di Indonesia jangan terpolarisasi oleh pemikiran-pemikiran dangkal tentang sebuah

kasus. Yang penting bagi akademisi model saya adalah bagaimana menjelaskan kepada ummat

arti sebuah fenomena dan menggalinya secara radix. Tujuannya satu, agar ummat bijaksana

dalam bersikap. Agar mereka menghindari narasi yang penuh dengan kebencian, agar mereka

mengabaikan provokasi-provokasi kontraproduktif.

Saya meyakini, NU dalam logika terbaliknya dan melawan arus mayoritas ingin melakukan

sebuah upaya solusi konflik Palestina-Israel dengan cara yang lain. Kalau saja upaya kita

dengan berdo’a, mengirimkan bantuan, berteriak di depan kedutaan, berdemo dijalanan,

Page 19: Bahan Bahtsul Masa il Kesatu Islam Nusantara Sebagai ... fileKetika komunisme hancur, Barat mencari ideologi lain untuk menjadi lawan seimbang, dan Islamlah yang dipilih. Dengan kekuatan

19 | Bahan Bahtsul Masa’il PC NU

meninggikan simbol-simbol perlawanan di negeri ini belum juga menghasilakan kemerdekaan

Palestina, kenapa kita menyerang cara lain yang lebih lembut bernada diplomasi? Bila itu juga

belum bisa meredakan penjajahan Israel, kita hanya bisa menerka kapan azab Allah itu datang

kepada bangsa Israel terlaknat itu?{}

Bumimertua, 13/6/18

Page 20: Bahan Bahtsul Masa il Kesatu Islam Nusantara Sebagai ... fileKetika komunisme hancur, Barat mencari ideologi lain untuk menjadi lawan seimbang, dan Islamlah yang dipilih. Dengan kekuatan

20 | Bahan Bahtsul Masa’il PC NU

Strategi Madrasah untuk Lebih Baik

Oleh: Zaki Mubarak

MADRASAH adalah sekolah yang memiliki ciri khas Islam. Secara sederhana, kekhasan ini

ditampilkan dalam pemecahan materi Pendidikan Agama Islam (PAI) menjadi empat mata

pelajaran plus satu. Keempat ini adalah tentang (1) Al-Qur’an dan Hadits, (2) Akidah Akhlak,

(3) Fikih dan Ushul Fikih, dan (4) Sejarah Kebudayaan Islam. Plusnya adalah ditambah dengan

(5) Bahasa Arab. Dalam konteks rumpun, Bahasa Arab merupakan ilmu humaniora yang tidak

memiliki kaitan keilmuan dengan PAI, namun karena sumber pembelajaran PAI ditulis dalam

Bahasa Arab, maka Bahasa Arab adalah mata pelajaran yang mutlak dibutuhkan, bahkan

banyak yang tidak bisa membedakan Bahasa Arab dan PAI.

Di samping madrasah memiliki masalah serius dalam desain lembaganya karena tidak greget

dan selalu di belakang sekolah, madrasah pun harus mulai memikirkan kontestan sejenis yang

sudah mendesain ulang pendidikan Islam secara lebih modern. Karena madrasah didesain oleh

para ulama tradisional dan masih dalam “ongoing process” dalam pengembangannya, maka

tidak salah jika kita memikirkan ulang bagaimana madrasah menjadi lebih baik dari saat ini

yang kita kenal.

Madrasah dalam Kontestasi dengan Persekolahan

Sebenarnya, madrasah sejajar dengan persekolahan. Namun, sesuai dengan perjalanan sejarah

yang panjang terutama sejarah beda keberpihakan pemerintah terhadap sekolah dan madrasah,

madrasah dinilai menjadi “kelas kedua”. Bukan saja karena system pengelolaan yang mayoritas

dikelola mandiri dan swadaya oleh masyarakat (swasta), madrasah pun memiliki sejumlah

serius dalam beban kementerian agama yang sangat berat. Bisa dibayangkan, Kementerian

Agama harus mengelola banyak hal dan sangat nyata dan mengikat dalam tradisi masyarakat

kita. Urusan perkawinan, wakaf, pesantren, haji, zakat, pendidikan agama dan seluruh urusan

agama yang resmi menjadi beban yang begitu besar di pundak Kementerian Agama.

Jadi, sangat wajar bila madrasah tidak memiliki citra sebaik persekolah. Mereka diurus secara

fokus oleh Kementerian Pendidikan Nasional yang memiliki anggaran yang cukup tanpa

dibagi-bagi kepada urusan lainnya. Bahkan, saking PAI yang diselenggarakan di sekolah

(PAIS) dan ber”home base” di Kementerian Agama harus mensejajarkan dengan kualitas

persekolahan, Kementerian harus lebih banyak fokus untuk meningkatkan kualitas PAIS.

Kadang, anggaran ini lebih besar dari peningkatan madrasah secara umum. Jadi kementerian

agama harus rela berjuang untuk meningkatkan PAIS dan “mengabaikan” madrasah.

Dalam konteks ini, tidak salah apabila penggiat persekolahan yang memilih Islam sebagai

fondasi tujuan tidak memilih sistem madrasah untuk jadi modelnya. Mereka menggunakan

nama “sekolah” sebagai basis system maupun pemasarannya. Sebut saja Jaringan Sekolah

Islam terpadu (JSIT) yang menawarkan konsep Sekolah Islam Terpadu (SIT). Sesungguhnya

SIT adalah Madrasah, namun identitas ini disamarkan karena berbagai macam alasan. Bisa

alasan citra madrasah yang kurang menjual, bisa alasan pengelola karena sekolah lebih fokus

dibantu oleh Kementerian Pendidikan, bisa juga karena wajah Islam mereka bukan Islam

tradisional. Islam tradisional sudah mengklaim bahwa madrasah adalah warisan tradisi mereka,

sedangkan Islam modern lebih memilih sekolah dan menghindar dari klaim-klaim itu,

walaupun itu tidak mutlak.

Page 21: Bahan Bahtsul Masa il Kesatu Islam Nusantara Sebagai ... fileKetika komunisme hancur, Barat mencari ideologi lain untuk menjadi lawan seimbang, dan Islamlah yang dipilih. Dengan kekuatan

21 | Bahan Bahtsul Masa’il PC NU

Sebagai kasus madrasah berkontestasi dengan SIT dari JSIT, ada banyak persamaan dan

adapula perbedaan hasil dari modifikasi. Perbedaan yang sifatnya distingtif dan memajukan

sejatinya harus segera diadopsi oleh madrasah sebagai bagian dari strategi memajukan.

Persamaan yang kental antara madrasah dan SIT adalah Islam sebagai ruh dari aktivitasnya.

Dimensi ibadah yang menjadi penciri madrasah lahir di SIT dengan berbagai modifikasi yang

berbeda. Seperti sholat dhuha, baca qur’an dan seterusnya adalah indikator kesamaan antara

madrasah dan SIT.

Perbedaan yang mencolok adalah dalam beberapa bidang. (1) bidang manajemen. Manajemen

madrasah adalah manajemen tradisional yang menggunakan pengetahuan warisan untuk

mengelola secara konvensional. Rasa humanisme yang tinggi, kebersamaan dan “seala

kadarnya” menjadi hal yang biasa hadir dalam pengelolaan madrasah. Hal ini dipicu oleh biaya

yang sangat rendah dan dikelola swadaya oleh masyarakat. “Ikhlas Beramal” yang menjadi

logo Kementerian Agama yang mengurusinya benar-benar teramalkan di madrasah, sehingga

dampak yang paling signifikan adalah “beramal se-ikhlasnya”. Dengan itu pula, manajemen

madrasah tidak dikelola dengan professional.

Berbeda dengan madrasah, SIT mengambil identitas baru dari komunitas madrasah.

Manajemen yang dikelola dicitrakan sebagai manajemen modern. Rasa humanistik yang

toleran terhadap masyarakat miskin seperti yang terjadi di madrasah tidak dijadikan patokan,

toh itu pasarnya madrasah. Biaya yang sangat mahal untuk masuk adalah salah satu cara untuk

meningkatkan “rating” citra di masyarakat bahwa SIT adalah “madrasah” untuk kalangan

ekonomi menengah ke atas. Dengan cara itu juga, SIT membedakan dirinya dengan madrasah.

Profesionalisme yang terdampak dari biaya tinggi diusahakan professional dan memenuhi

standar. Pendek kata pangsa pasar dan pola manajemen madrasah untuk ekonomi middle-low

sedangkan SIT sebaliknya, middle-up.

(2) bidang mata pelajaran. Walaupun secara substantif mata pelajaran madrasah dan SIT ada

penekanan pada PAI sebagai pengkayaan dan kekhasan, namun tetap model mata pelajarannya

diupayakan berbeda. Seperti dalam membaca Qur’an, madrasah menggunakan Iqro atau

metode Talaqqi, tapi SIT menggunakan buku “ummi” sebagai rujukannya. Di madrasah nama

mata pelajaran membaca dan menulis Quran adalah Baca Tulis Qur’an (BTQ) sedangkan di

SIT bernama Tahsin dan Tahfidz Qur’an (TTQ). Jika di madrasah tidak mengenal PAI karena

sudah dipecah menjadi berbagai mata pelajaran, di SIT PAI masih ada seperti layaknya

kurikulum persekolahan namun dengan penekanan pada distingsi tahfidz dan praktik ibadah

dasar. Jadi sejatinya, dalam konteks mata pelajaran madrasah dan SIT memiliki perbedaan

yang signifikan, terutama dalam penamaan.

(3) tujuan institusional. Ketika “isi” kurikulum berbeda, tentu saja itu merupakan dampak dari

desain tujuan institusinya. SIT memiliki hasrat untuk memiliki perbedaan dengan madrasah.

Jika madrasah adalah persekolahan yang mirip dengan persekolahan umum dengan modifikasi

beberapa materi pelajaran PAI, maka SIT tidak serta merta mengekor kepada madrasah dan

sekolah. SIT mendesain institusinya dengan tawaran khas seperti tahfidz qur’an,

pengembangan Bahasa, sain atau distingsi lainnya. JSIT sepertinya mengambil kavling tahfidz

karena “market” ini terbukti paling digandrungi oleh masyarakat Indonesia yang haus akan

hufadz Qur’an. Jika madrasah fokus bertujuan sama dengan persekolahan biasa tanpa distingsi

signifikan, maka SIT mencoba menawarkan hal baru yang “marketable” kepada masyarakat.

Ujungnya madrasah dan SIT terlihat beda.

Page 22: Bahan Bahtsul Masa il Kesatu Islam Nusantara Sebagai ... fileKetika komunisme hancur, Barat mencari ideologi lain untuk menjadi lawan seimbang, dan Islamlah yang dipilih. Dengan kekuatan

22 | Bahan Bahtsul Masa’il PC NU

(4) sistem waktu. Madrasah yang dikelola secara mentradisi melakukan penyesuain sejak

kelahirannya. Seperti hari libur jum’at disesuaikan dengan persekolahan yang libur dihari

minggu. Pun jumlah hari yang digunakan adalah enam hari seminggu dan masih tetap

dilakukan. Hal ini berbeda dengan SIT yang menggunakan system Fuldays School (FDS) yang

terdefinisikan sebagai system waktu full 8 jam sehari dan lima hari satu minggu. FDS ini

memiliki sisi berbeda dilihat dari kecenderungan pengelolanya. Madrasah mayoritas

dikembangkan oleh pesantren tradisional yang mewajibkan atau tidak mewajibkan siswanya

mondok di pesantren. Sedangkan, SIT lahir dari (sebagian) pesantren modern yang

pengelolaannya dominan mewajibkan santri di tingkat SMP/SMA untuk tinggal di pesantren.

Jadi waktu (belajar) sekolah SIT tidak lebih banyak pelajaran formal di sekolah ketimbang

madrasah untuk kelompok usia SMP/SMA.

Strategi Madrasah untuk Meningkatkan Kualitas

Melihat sepak terjang SIT yang “lebih” dari pada madrasah, maka madrasah harus bisa belajar

banyak dari SIT. Beberapa hal yang bisa menjadi strategi madrasah untuk lebih ditingkatkan.

(1) madrasah harus mengelola lembaga secara professional. Hal klasik yang akan menjadi

pertanyaan adalah “tidak ada dana”. Madrasah bisa saja mengadopsi sistem pembayaran yang

mahal ala SIT, tapi sisi humanistik yang sudah menjadi bagian “pengabdian” madrasah kepada

rakyat “jelata” tidak boleh dihentikan. Ada sistem pendanaan yang bisa menjadi solusi yaitu

dengan sistem wakaf uang produktif untuk sekolah. Saya sudah menuliskannya pada artikel

lain. Lihat https://zakimu.com/wakaf.

Profesionalisme yang dimaksud adalah bukan hanya pada tatanan sumber daya manusia yang

lebih baik, tapi perumusan standar pengelolaan yang harus dirumuskan ulang sesuai dengan

pakem manajemen modern. Seperti halnya delapan standar pendidikan yang dikeluarkan oleh

kementerian pendidikan, harus diupayakan dilengkapi dan dilakukan secara professional

dengan tidak mengandung “kebohongan-kebohongan” yang kurang membaikan lembaga.

(2) madrasah harus mencoba melihat pangsa pasar dan kecenderungan trend masyarakat yang

bisa menarik sebanyak-banyaknya input siswa. Hal ini penting untuk meningkatkan animo

masyarakat yang ujungnya berdampak kepada citra madrasah itu sendiri. Semakin diminati,

maka citranya semakin baik. Paling tidak ada ada empat pilihan yang bisa menjadi strategi

distingtif untuk madrasah sesuai dengan fungsinya.

(a) distingsi pada bidang Quran. Bila SIT mengambil bidang tahfidz sebagai senjata utama

untuk menarik minat masyarakat, madrasah juga bisa mereflikasinya. Namun ada yang lain

bila ingin berbeda. Madrasah bisa menggunakan kekuatan untuk mencari beda dengan SIT.

Sebut saja madrasah memiliki kemampuan untuk mencetak siswa yang pandai qiroah qur’an.

Dengan membangun citra penghasil qiroah dengan suara yang bagus dan baik bacaannya bisa

“dijual” menjadi distingsi yang sangat laku. Di samping itu, bidang penulisan Qur’an pun bisa

menjadi distingsi lain yaitu penghasil kaligrafer qur’an yang baik. Hal ini sangat

memungkinkan, dimana kaligrafi adalah hal yang sangat jarang tapi bisa menjadi seni qur’an

yang sangat diminati di masa depan. Bila saja sekarang Lemka (lembaga kaligrafi di Bandung)

menjadi pemain utama, maka madrasah bisa menjadi mitra paling cocok.

(b) distingsi pada bidang Bahasa. Madrasah bisa mengadopsi kemampuan Bahasa asing seperti

yang ditunjukan oleh Gontor menjadi distingsi utama. Jika Bahasa Arab dan atau Bahasa

Inggris menjadi distingsi utama, maka madrasah akan menjadi pilihan terbaik masyarakat.

Kenapa orang berbondong-bondong ke Gontor atau ke sekolah Internasional yang mahal?

Page 23: Bahan Bahtsul Masa il Kesatu Islam Nusantara Sebagai ... fileKetika komunisme hancur, Barat mencari ideologi lain untuk menjadi lawan seimbang, dan Islamlah yang dipilih. Dengan kekuatan

23 | Bahan Bahtsul Masa’il PC NU

Salah satunya adalah karena factor Bahasa. Karena factor ini menjadi sentiment laku dalam

dunia komunikasi saat ini, dimana Bahasa adalah instrumen utama dalam kehidupan dan

kecakapan hidup.

(c) distingsi pada bidang sain. Sain yang dimaksud bisa memiliki dua makna, soft science dan

hard science. Yang pertama adalah sain sosial yang sifatnya humaniora, sain kedua

berhubungan dengan pengetahuan alam yang sifatnya eksak dan teknik. Madrasah bisa

“menjual” sain ke masyarakat untuk meningkatkan animo masuk ke madrasah. Madrasah pun

bisa melatih lembaganya menjadi bagian penting dari kemajuan bangsa di bidang sain yang

saat ini tidak banyak sekolah yang mengambil atau fokus di dalamnya. Seperti robotic yang

lahir di MI UIN Jakarta adalah salah satu bagaimana madrasah bisa menjual sain untuk

peningkatan madrasahnya.

(d) Distingsi di bidang agama. Untuk madrasah tingkat atas, membangun distingsi madrasah

dengan menggunakan determinasi agama sepertinya sangat cocok. Seperti yang dahulu

dilakukan oleh MAPK, distingsi ini sangat berarti dan lulusannya lebih berkualitas ketimbang

MA sekarang. Sekarang ada sistem Madrasah Aliah Kejuruan (Keagamaan), namun sepertinya

konsepnya tidak diminati. Jika madrasah fokus kepada kajian keagamaan, seperti fokus ke

fikih-ushul fikih, fokus ke akidah-akhlak, fokus kepada literature Islam, fokus kepada kajian

timur tengah, fokus kepada studi Islam Indonesia, maka madrasah akan memiliki kekuatan

utama dalam membedakan dengan persekolahan dan SIT. Bisa jadi madrasah akan benar-benar

melahirkan ulama yang fakih yang saat ini sudah sangat jarang.

Prasyarat Peningakatan Kualitas

Untuk mengimplementasikan strategi distingtif (perbedaan), madrasah harus

mempertimbangkan beberapa prasyaratnya. (1) Studi analisis kebutuhan (need analysis).

Madrasah harus menganalisis SWOT apa yang akan dijadikan fondasi pengembangan

madrasah. Distingsi apa yang paling memungkinkan bisa besar dan membesarkan madrasah.

Pilihan yang diputuskan harus berdasarkan pada pemikiran yang matang dan memiliki

keberlanjutan yang panjang. Jangan sampai, pengembangan desain yang dipilih tidak laku dan

menjadi hal sia-sia. Hal ini dibutuhkan konsultan pendidikan yang melakukan research and

development (R and D) untuk pengembangan madrasah.

(2) ketika studi telah dilakukan, maka prasyarat selanjutnya adalah mempersiapkan

insfrastruktur. Ada dua hal yang penting yang perlu dipersiapkan yaitu SDM dan Sarana

Prasarana. Hasil studi itu akan berdampak kepada SDM seperti apa yang dibutuhkan, sehingga

SDM bisa dipersiapkan dan dilatih secara berkelanjutan. Sarana dan prasaran juga akan

menjadi dampak selanjutnya dalam pembangunan madrasah yang memiliki distingsi.

(3) prasyarat selanjutnya adalah harus fokus. Madrasah yang sudah menentukan distingsi harus

berupaya sekeras-kerasnya untuk fokus pada distingsi madrasah. Semua kegiatan diarahkan

untuk mendorong kemampuan distingsi yang menjadi arus utamanya. Jika ada hal lain yang

dikira penting bagi siswa, tidak dijadikan arus utama tapi menjadi arus penyeimbang.

Syaratnya tidak boleh kehilangan fokus distingsi.

(4) kemampuan madrasah pasti ada batasnya. Untuk itu, fokus madrasah tidak boleh melebihi

kapasitasnya. Jika mampu dua fokus misalkan tahfidz dan qiroa’ah, maka fokus lainnya tidak

diambil. Semakin banyak fokus, maka semakin bias pula distingsi yang bisa dijual kepada

Page 24: Bahan Bahtsul Masa il Kesatu Islam Nusantara Sebagai ... fileKetika komunisme hancur, Barat mencari ideologi lain untuk menjadi lawan seimbang, dan Islamlah yang dipilih. Dengan kekuatan

24 | Bahan Bahtsul Masa’il PC NU

masyarakat. Mungkin distingsi lainnya bisa dikembangkan oleh madrasah lainnya. Itung-itung

bagi-bagi kue keIslaman untuk ragam siswa dan keinginan orang tua yang variatif.

Bumisyafikri, 16/11/2018